Anda di halaman 1dari 9

KESEHATAN

NOW – OPEN (NO SWALLOW DRUG FOR OBESITY PROBLEM IN ELDERLY


FROM NATURE) : INOVASI PENANGANAN PENDERITA OBESITAS PADA
LANSIA DENGAN FAST DISSOLVING TABLET EKSTRAK KUNYIT
(CURCUMA LONGA)

DISUSUN OLEH :

Shahifa Audy Rahima

172010101046 / 2017

UNIVERSITAS JEMBER

JEMBER

2019
NOW – OPEN (NO SWALLOW DRUG FOR OBESITY PROBLEM IN ELDERLY
FROM NATURE) : INOVASI PENANGANAN PENDERITA OBESITAS PADA
LANSIA DENGAN FAST DISSOLVING TABLET EKSTRAK KUNYIT
(CURCUMA LONGA)

Obesitas, yakni penyakit yang didefinisikan sebagai kondisi indeks massa


tubuh (IMT) melebihi 30 kg/m2, adalah masalah kesehatan masyarakat yang telah
menimbulkan perhatian di seluruh dunia. Bagaimana tidak? Menurut Organisasi
Kesehatan Dunia, Whorld Health Organization (WHO), terdapat lebih dari 700 juta
orang dengan berat badan berlebih di seluruh dunia pada tahun 2015. Di Indonesia,
hasilnya pun tidak kalah memprihatinkan. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018
menyatakan prevalensi obesitas atau kegemukan terus meningkat dari tahun ke tahun
sejak 2007. Berdasarkan hasil Riskesdas 2018 prevalensi obesitas meningkat sejak
tiga periode, yaitu pada 2007 10,5 persen, 2013 14,8 persen, dan 2018 21,8 persen.

Sejumlah literatur telah menunjukkan bahwa obesitas dan berat badan


berlebih adalah penyebab utama berbagai komorbiditas, termasuk diabetes melitus
tipe II, penyakit kardiovaskular, berbagai kanker, dan masalah kesehatan lainnya,
yang dapat menyebabkan morbiditas dan mortalitas lebih lanjut. Biaya perawatan
kesehatan terkait penyakit ini juga tidaklah kecil. Di Amerika Serikat, total biaya
yang terkait dengan obesitas menyumbang sekitar 1,2% dari Produk Domestik Bruto
(PDB). Bayangkan saja berapa banyak pendapatan nasional yang dihabiskan untuk
penyakit ini, sedangkan masih banyak urgensi permasalahan negara lainnya yang juga
membutuhkan dana.

Meski rentang usia pengidap obesitas cukup bervariasi, namun hingga saat
ini orang tua masih menjadi golongan usia dengan presentase tertinggi mengidap
obesitas. Sebuah studi yang dilakukan oleh National Center for Biotechnology
Information mengemukakan bahwa pada individu berusia 60-69 tahun, hampir 40%
dari mereka memiliki IMT lebih dari 30. Statistik ini mungkin lebih mengejutkan
apabila melampirkan pula kondisi individu dengan IMT lebih dari 25 sebagai
kategori kelebihan berat badan (belum obesitas). Sebagai perbandingan, perlu
diketahui bahwa 20 tahun yang lalu, jumlah orang dengan berat badan berlebih di atas
usia 65 hanya setengah dari angka yang ada sekarang. Yang cukup menarik,
prevalensi obesitas lansia lebih tinggi pada pria dibanding pada wanita.

Obesitas pada lansia adalah hal yang cukup mengkhawatirkan, hal itu
dikarenakan pada rentang usia tersebut para lansia biasanya bergantung pada sanak
saudaranya dan memiliki motivasi untuk sembuh yang rendah sehingga akan lebih
sulit mengontrol berat badan diri sendiri. Kemudian, sistem imun pada usia lanjut
juga mengalami penurunan yang signifikan apabila dibandingkan dengan usia
produktif, sehingga penyakit komorbit lainnya akan dengan cepat menghinggapi yang
akan berakhir pada komplikasi penyakit dan menyebabkan mortalitas yang tidak
terhindarkan.

Penyebab dari timbulnya obesitas pada lansia sebenarnya cukup logis.


Sebagian besar lansia biasanya mengidap suatu penyakit tertentu lainnya yang
menyebabkan aktivitas fisik lebih sulit dilakukan karena dihadapkan pada kondisi
kesehatan yang menghambat mobilitas seseorang, hal lainnya yakni penurunan massa
otot yang menyebabkan peningkatan dalam massa lemak, dan penurunan alami
tingkat metabolisme seiring meningkatnya usia juga menjadi alasan mengapa sulit
bagi orang tua untuk mempertahankan tingkat berat badan yang sehat, belum lagi
pilihan menu yang dijual di masyarakat semakin tidak sehat, misalnya saja fast food.
Kombinasi dari hal – hal tersebutlah yang menjadikan obesitas merupakan hal yang
tak terhindarkan lagi.

Terdapat beberapa pilihan berbeda untuk tata laksana obesitas, termasuk


kontrol diet, olahraga, perubahan gaya hidup, penggunaan obat penurun berat badan,
dan operasi penurunan berat badan. Menurut Pharmacological Management of
Obesity: An Endocrine Society Clinical Practice (ESCP) Guideline, lini pertama dari
pengobatan yang paling ideal untuk penurunan berat badan adalah perubahan pola
makan dan gaya hidup yang tepat ditambah olahraga intensitas sedang. Namun,
banyak studi epidemi dan klinis telah menunjukkan bahwa merupakan tantangan
besar untuk mempertahankan modifikasi gaya hidup jangka panjang. Pasien obesitas,
khususnya golongan lansia, mudah frustrasi terhadap kondisi berat badannya dan
terhadap perubahan gaya hidup yang tampaknya tak berujung. Pemberian tata laksana
obat memberikan cara untuk membantu mempercepat penurunan berat badan
sehingga bisa meningkatkan kepercayaan diri pasien obesitas untuk mencapai tujuan
mereka dan memberi motivasi lebih banyak untuk merubah gaya hidup kearah yang
lebih sehat. ESCP Guideline juga merekomendasikan penggunaan obat penurun berat
badan untuk penderita dengan IMT > 30 atau IMT > 27 dengan komorbid.

Obat penurun berat badan memang bisa jadi solusi untuk obesitas. Namun,
kemungkinan efek samping atau reaksi obat yang merugikan selalu menjadi masalah
kesehatan utama terhadap penggunaan obat ini dan juga merupakan penghalang
utama untuk pengembangan produk obat baru. Sebagai contoh saja, misalnya pada
tahun 1997, dua obat penurun berat badan, yakni fenfluramine dan dexfenfluramine,
ditarik dari pasar karena diduga memiliki efek merusak katup jantung. Pada tahun
2010, sibutramine juga ditarik karena terdapat peningkatan risiko serangan jantung
dan stroke pada pasien yang diresepkan dengan obat ini. Pada tahun yang sama, atas
dasar laporan adanya cedera hati yang parah pada beberapa konsumen akibat
penggunaan obat penurun berat badan "Xenical", akhirnya obat ini juga ditarik oleh
FDA. Mempertimbangkan potensi efek sampingmya, obat anti-obesitas harus
diresepkan untuk obesitas hanya jika manfaat terapi lebih besar daripada resikonya

Akibat efek samping yang kadang merugikan dari obat sintetik, produk
alami sekarang lebih disukai digunakan oleh masyarakat karena efektivitasnya dalam
mengelola kelebihan berat badan. Sebagai contoh, obat-obatan herbal tradisional
mempunyai sejarah panjang dalam menekan nafsu makan sehingga menyebabkan
penurunan berat badan. Masyarakat secara umum, khususnya pada orang tua yang
berpikiran konservatif, menganggap bahwa bahan-bahan alami ini bisa relatif lebih
ekonomis dengan sedikit efek samping jika dibandingkan dengan obat sintetis yang
dianggap berbahaya.

Untuk membuat suatu obat untuk penyakit tertentu, haruslah mengetahui


mekanisme seluler penyakitnya terlebih dahulu, begitu pula dengan obesitas. Obesitas
berhubungan erat dengan meningkatnya jumlah jaringan adiposa yang menyebabkan
bertambahnya berat badan. Perluasan jaringan adiposa diinduksi oleh adipogenesis
dan akumulasi trigliserida dalam sel adiposit. Adipogenesis adalah proses diferensiasi
dimana preadiposit yang tidak berdiferensiasi dialihkan menjadi adiposit yang matang
(3, 4). Selama diferensiasi adiposit, faktor transkripsi adipogenik melakukan
perannya sebagai regulator utama dalam adipogenesis (4 6). Faktor transkripsi
adipogenik menstimulasi beberapa produk enzim lipogenik termasuk fatty acid
sintetase dan asetil-KoA karboksilase. Aktivasi enzim lipogenik menginduksi
konversi asetil-KoA menjadi asam lemak dan trigliserida serta penyerapan jaringan
trigliserida plasma (4, 5). Selain itu, adiposit matang juga mensekresi lipoprotein
lipase (LPL), yang memainkan peran sentral dalam mengendalikan akumulasi lipid
dengan penyerapan asam lemak ke dalam jaringan adiposa dari sirkulasi lipoprotein
sehingga jumlah lemak di dalam jaringan semakin menumpuk.

Sebaliknya, lipolisis adalah proses pemecahan trigliserida, yang kemudian


menjadi salah satu proses utama untuk mencapai penurunan berat badan (8). Adipose
triglyceride lipase (ATGL) adalah enzim untuk mempercepat laju lipolisis pada
adiposit. Enzim lainnya yang penting untuk mengkatalisis proses lipolisis adalah
hormon-sensitive lipase (HSL). ATGL memulai lipolisis dengan secara khusus
menghilangkan asam lemak bebas untuk menghasilkan diasilgliserol, yang kemudian
dihidrolisis oleh HSL (9). Metabolisme lipid ini menunjukkan bahwa inhibisi dari
adipogenesis dapat mencegah obesitas dan aktivasi lipolisis dapat menyembuhkan
obesitas.
Salah satu bahan herbal yang mempunyai efek menginduksi inhibisi
adipogenesis dan aktivasi lipolisis sehingga dapat dipakai sebagai obat anti-diabetes
adalah kunyit (Curcuma longa). Kunyit merupakan tanaman yang banyak
dibudidayakan di kawasan tropis Asia, tak terkecuali Indonesia. Penggunaannya pada
berbagai macam kuliner di Indonesia menjadikannya sosok bahan yang hampir
diketahui oleh semua orang dari generasi ke generasi dan mudah ditemukan dimana
saja.

Dengan efek yang menakjubkan ini, sayangnya penggunaan kunyit sebagai


obat anti-obesitas masih belum meluas dikarenakan mungkin masih banyak yang
belum mengetahui kegunaannya. Di samping itu rasa kunyit yang terlalu kuat
membuat konsumennya tidak berselera untuk memakannya utuh – utuh, apalagi pada
pasien obesitas lansia yang biasanya pemilih soal obat. Hal ini belum termasuk
kerumitan dalam pengolahan kunyit untuk obat harian yang harus dilakukan oleh
sanak saudara obesitas lansia agar obat tersedia setiap hari.

Solusi yang mungkin bisa diterapkan adalah dengan mengekstrak kunyit


dalam bentuk tablet sehingga memudahkan pasien untuk mengonsumsi obat tanpa
perlu susah mengolah kunyit mentah. Namun, permasalah rasa belum teratasi karena
tablet obat akan terasa pahit bila dikonsumsi yang dapat menyebabkan keengganan
pasien obesitas lansia untuk secara rutin meminum obat ini. Permasalahan lain yang
juga muncul apabila kunyit diekstraksi menjadi bentuk tablet ada pada pasien lansia
dengan kelemahan otot tenggorokan dan kelemahan sistem syaraf yang hanya bisa
diberi makan dengan produk lembut Oleh karena itu, dibutuhkan tablet obat yang
dapat dikonsumsi tanpa menimbulkan rasa pahit dan tidak susah ditelan, solusinya
dengan Fast Dissolving Tablet (FDT).

Fast-Dissolving Tablet (FDT) merupakan suatu inovasi baru di bidang


farmasi dengan cara membuat tablet yang larut atau hancur dalam rongga mulut tanpa
membutuhkan air atau kunyahan. Tablet ini dihancurkan secara instan dan
melepaskan obat yang larut ke dalam saliva tanpa rasa apa pun. Kelebihan lain, FDT
juga cepat dalam penyerapannya ke sel target karena first pass metabolism berkurang
dibandingkan tablet biasasehingga lebih cepat dalam menimbulkan efek klinis.

Pendekatan dasar dalam pengembangan FDT adalah penggunaan


superdisintegran seperti karboksimetil selulosa (crosscarmellose), natrium pati glikol
(primogel, explotab), polyvinylpyrollidone (polyplasdone) dll, yang memberikan
disintegrasi instan tablet setelah menyentuh lidah, dengan cara meriliskan obat dalam
air liur. Terlebih lagi, jumlah obat yang mengalami metabolisme first pass berkurang
dibandingkan dengan tablet standar. Tablet cepat larut ini sangat menjanjikan untuk
obat dengan protein dan peptida yang memiliki berat molekul tinggi.

Singakatnya, dari permasalahan – permasalahan obesitas pada usia lansia


yang butuh penanganan khusus dan merupakan urgensi yang tinggi, maka dibutuhkan
inovasi obat baru berupa ekstraksi kunyit (Curcuma longa), yang memiliki efek
samping rendah, dipadukan dengan mengemasnya dalam bentuk Fast Dissolving
Tablet (FDT) sehingga meningkatkan tingkat kepatuhan dalam meminum obat bagi
pasien lansia.
DAFTAR PUSTAKA

Apovian, C.M.; Aronne, L.J.; Bessesen, D.H.; McDonnell, M.E.; Murad, M.H.;
Pagotto, U.; Ryan, D.H.; Still, C.D. Pharmacological management of obesity:
An endocrine society clinical practice guideline. J. Clin.Endocr. Metab. 2015,
100, 342–362.
Camden SG, Gates J. Obesity: changing the face of geriatric care. Ostomy Wound
Management. 2006;52(10):36–44
Fru ̈hbeck G, Go ́ mez-Ambrosi J, Muruza ́bal FJ, Burrell MA.The adipocyte: a
model for integration of endocrine and meta-bolic signaling in energy
metabolism regulation. Am J PhysiolEndocrinol Metab 2001; 280: E827E47.
Hamilton EL, Luts EM. Advanced Orally disintegrating tablets bring significant
benefits to patients and product life cycle. Drug Delivery Technol.
2005;5(1):34-7
Kemenkes RI. 2018. Riset Kesehatan Dasar; RISKESDAS. Jakarta: Balitbang.
Morrison RF, Farmer SR. Hormonal signaling and transcrip-tional control of
adipocyte differentiation. J Nutr 2000; 130:3116S21S.
Ntambi JM, Young-Cheul K. Adipocyte differentiation andgene expression. J Nutr
2000; 130: 3122S6S.
Thomas, J.G.; Bond, D.S.; Phelan, S.; Hill, J.O.; Wing, R.R. Weight-loss
maintenance for 10 years in the
Witkin JM, Li X. Curcumin, an active constiuent of the ancientmedicinal herb
Curcuma longa L.: some uses and the establish-ment and biological basis of
medical efficacy. CNS NeurolDisord Drug Targets2013; 12: 48797.
Yach D, Stuckler D, Brownell KD. Epidemiologic and economic consequences of the
global epidemics of obesity and diabetes. Nature Med. 2006;12:62–66
Thomas, J.G.; Bond, D.S.; Phelan, S.; Hill, J.O.; Wing, R.R. Weight-loss
maintenance for 10 years in the national weight control registry. Am. J. Prev.
Med. 2014, 46, 17–23
Witkin JM, Li X. Curcumin, an active constiuent of the ancientmedicinal herb
Curcuma longa L.: some uses and the establish-ment and biological basis of
medical efficacy. CNS NeurolDisord Drug Targets2013; 12: 48797.

Anda mungkin juga menyukai