STRUKTUR KULIT
Struktur kulit terdiri dari tiga lapisan yaitu :
1. Kulit ari (epidermis), sebagai lapisan yang paling luar,
2. Kulit jangat (dermis, korium atau kutis), dan
3. jaringan penyambung di bawah kulit (tela subkutanea, hipodermis atau
subkutis)
1. Epidermis
Epidermis merupakan bagian kulit paling luar yang paling menarik untuk diperhatikan
dalam perawatan kulit, karena kosmetik dipakai pada bagian epidermis. Ketebalan
epidermis berbeda-beda pada berbagai bagian tubuh, yang paling tebal berukuran 1
milimeter pada telapak tangan dan telapak kaki, dan yang paling tipis berukuran 0,1
milimeter terdapat pada kelopak mata, pipi, dahi dan perut. Sel-sel epidermis disebut
keratinosit. Epidermis melekat erat pada dermis karena secara fungsional epidermis
memperoleh zat-zat makanan dan cairan antar sel dari plasma yang merembes melalui
dinding-dinding kapiler dermis ke dalam epidermis. Pada epidermis dibedakan atas lima
lapisan kulit,
yaitu :
a. Lapisan tanduk (stratum corneum), merupakan lapisan epidermis paling atas, dan
menutupi semua lapisan epiderma lebih ke dalam. Lapisan tanduk terdiri atas
beberapa lapis sel pipih, tidak memiliki inti, tidak mengalami proses metabolisme,
tidak berwarna dan sangat sedikit mengandung air. Lapisan tanduk sebagian besar
terdiri atas keratin yaitu sejenis protein yang tidak larut dalam air dan sangat resisten
terhadap bahan-bahan kimia, dikenal dengan lapisan horny. Lapisan horny, terdiri
dari milyaran sel pipih yang mudah terlepas dan digantikan sel baru setiap 4 minggu,
karena usia setiap sel biasanya 28 hari. Pada saat terlepas, kondisi kulit terasa sedikit
kasar. Proses pembaruan lapisan tanduk, terus berlangsung sepanjang hidup,
menjadikan kulit ari memiliki self repairing capacity atau kemampuan memperbaiki
diri. Dengan bertambahnya usia, proses keratinisasi berjalan lebih lambat. Ketika usia
mencapai sekitar 60-tahunan, proses keratinisasi membutuhkan waktu sekitar 45-50
hari, akibatnya lapisan tanduk yang sudah menjadi kasar, lebih kering, lebih tebal,
timbul bercak putih karena melanosit lambat bekerjanya dan penyebaran melanin
tidak lagi merata serta tidak lagi cepat digantikan oleh lapisan tanduk baru. Daya
elastisitas kulit pada lapisan ini sangat kecil, dan lapisan ini sangat efektif untuk
mencegah terjadinya penguapan air dari lapis-lapis kulit lebih dalam sehingga mampu
memelihara tonus dan turgor kulit. Lapisan tanduk memiliki daya serap air yang
cukup besar.
b. Lapisan bening (stratum lucidum) disebut juga lapisan barrier, terletak tepat di
bawah lapisan tanduk, dan dianggap sebagai penyambung lapisan tanduk dengan
lapisan berbutir. Lapisan bening terdiri dari protoplasma sel-sel jernih yang kecil-
kecil, tipis dan bersifat translusen sehingga dapat dilewati sinar (tembus cahaya).
Lapisan ini sangat tampak jelas pada telapak tangan dan telapak kaki. Proses
keratinisasi bermula dari lapisan bening.
c. Lapisan berbutir (stratum granulosum) tersusun oleh sel-sel keratinosit berbentuk
kumparan yang mengandung butir-butir dalam protoplasmanya, berbutir kasa dan
berinti mengkerut. Lapisan ini paling jelas pada kulit telapak tangan dan kaki
d. Lapisan bertaju (stratum spinosum) disebut juga lapisan malphigi terdiri atas
sel-sel yang saling berhubungan dengan perantaraan jembatan-jembatan protoplasma
berbentuk kubus. Jika sel-sel lapisan saling berlepasan, maka seakan-akan selnya
bertaju. Setiap sel berisi filamen-filamen kecil yang terdiri atas serabut protein. Sel-
sel pada lapisan taju normal, tersusun menjadi beberapa baris. Bentuk sel berkisar
antara bulat ke bersudut banyak (polygonal), dan makin ke arah permukaan kulit
makin besar ukurannya. Di antara sel-sel taju terdapat celah antar sel halus yang
berguna untuk peredaran cairan jaringan ekstraseluler dan pengantaran butir-butir
melanin. Sel-sel di bagian lapis taju yang lebih dalam, banyak yang berada dalam
salah satu tahap mitosis. Kesatuan-kesatuan lapisan taju mempunyai susunan kimiawi
yang khas; inti-inti sel dalam bagian basal lapis taju mengandung kolesterol, asam
amino dan glutation.
e. Lapisan benih (stratum germinativum atau stratum basale) merupakan lapisan
terbawah epidermis, dibentuk oleh satu baris sel torak (silinder) dengan kedudukan
tegak lurus terhadap permukaan dermis. Alas sel-sel torak ini bergerigi dan bersatu
dengan lamina basalis di bawahnya. Lamina basalis yaitu struktur halus yang
membatasi epidermis dengan dermis. Pengaruh lamina basalis cukup besar terhadap
pengaturan metabolisme demoepidermal dan fungsi-fungsi vital kulit. Di dalam
lapisan ini sel-sel epidermis bertambah banyak melalui mitosis dan sel-sel tadi
bergeser ke lapisan-lapisan lebih atas, akhirnya menjadi sel tanduk. Di dalam lapisan
benih terdapat pula sel-sel bening (clear cells, melanoblas atau melanosit) pembuat
pigmen melanin kulit.
Manusia bersifat homeotermal; manusia mempertahankan suhu internal atau suhu pusat tubuh di
dalam rentang yang sempit walaupun terdapat stres termal. Stres termal dapat berupa variasi
suhu di lingkungan atau suhu dari tubuh manusia sendiri, seperti panas yang dihasilkan oleh otot
skeletal selama latihan (exercise) dinamis. Ketika stres termal dihasilkan di lingkungan, terjadi
perubahan suhu kulit yang diakibatkan oleh perubahan suhu internal. Ketika stres termal
dihasilkan oleh tubuh selama latihan (exercise), terjadi perubahan suhu pusat yang diakibatkan
oleh perubahan suhu kulit. Pada keadaan yang sama, gradien termal dihasilkan di antara kulit dan
pusat tubuh. Jika suhu tubuh lebih rendah daripada suhu pusat, tubuh akan kehilangan panas,
kecuali terjadi konstriksi pembuluh darah. Jika suhu tubuh lebih tinggi daripada suhu pusat,
tubuh akan menghasilkan panas, kecuali terjadi dilatasi pembuluh darah dan perspirasi oleh
kelenjar keringat. Kulit merupakan komponen penting termoregulasi manusia.
Termoregulasi manusia terjadi melalui integrasi beberapa proses fisiologis. Proses
terintegrasi ini mengendalikan refleks termoregulator untuk mempertahankan suhu internal yang
stabil pada “set point” 37ᴼC (98,6ᴼF) walaupun terdapat stres termal. Set point tidak selalu tetap
dan berfluktuasi dalam rentang 0,5ᴼC-1,0ᴼC (0,9ᴼF-1,8ᴼF), bergantung pada ritme sirkardian dan
siklus menstruasi pada wanita. Peran refleks termoregulator dalam mempertahankan suhu
internal pada set point dikoordinasi oleh neuron yang sensitif secara termal pada area
hipotalamik-preoptik anterior dan medula spinalis, yang memberi respon pada perubahan suhu
internal dan suhu kulit. Sebagai contoh, neuron yang sensitif terhadap dingin pada area
hipotalamik-preoptik anterior dan medula spinalis mengintegrasikan masukan (input) sensori
aferen dan mengaktivasi mekanisme penahanan panas berupa vasokonstriksi kulit dan
peningkatan produksi panas metabolik (mengigil / shivering). Sebaliknya, stimulasi neuron yang
sensitif terhadap panas pada area hipotalamik-preoptik anterior dan medula spinalis
mengintegrasikan masukan (input) sensori aferen dan mengaktivasi mekanisme pelepasan panas
yang meliputi vasodilatasi kulit dan produksi keringat.
Kulit dan Termoregulasi
Aspek Anatomi
Peran penting kulit dalam termoregulasi manusia telah dimengerti secara jelas: termoregulasi
dicapai melalui variasi aliran darah dan produksi keringat, dengan tujuan mempertahankan
stabilitas termal. Tanpa variasi ini, stabilitas termal tidak dapat dipertahankan dan memiliki
resiko hipotermia atau hipertermia. Pada kondisi normotermik, aliran darah kulit manusia saat
istirahat berada dalam rentang 30-40 ml/menit/100 g kulit. Bagaimanapun, penyesuaian
pembuluh darah kulit terhadap perubahan kondisi lingkungan sangat baik, di mana laju aliran
darah kulit bervariasi dari nilai mendekati nol dengan vasokonstriksi normal selama cold stress
sampai dengan nilai 8 L/min pada permukaan tubuh dengan vasodilatasi maksimal selama heat
stress.
Pembuluh darah kulit tersusun dari beberapa pleksus pada lapisan superfisial dan lapisan
dalam kulit yang berada sejajar dengan permukaan kulit. Hampir seluruh pembuluh darah berada
pada lapisan superfisial kulit dan terdiri dari kumparan arteriol terminal papila dengan resistensi
tinggi serta venula post kapiler. Kumparan papila merupakan pembuluh darah kapiler. Aliran
darah pada kumparan tersebut dikontrol oleh arteriol yang sangat terinervasi. Kumparan tersebut
terdapat di dekat taut dermal-epidermal, yaitu suatu regio yang memiliki gradien termal
maksimal karena berada di dekat permukaan kulit. Kumparan papila memiliki area permukaan
yang luas, sehingga aliran darah yang melalui pembuluh darah ini merupakan faktor utama
dalam pertukaran panas dengan cara vasodilatasi selama heat stress dan vasokontriksi selama
cold stress.
Kumparan papila terdapat pada kulit tidak berambut / glabrous skin (telapak tangan,
aspek plantar pada kaki, dan bibir) dan kulit berambut / nonglabrous skin (terutama pada
permukaan tubuh, meliputi tungkai, kepala, dan tubuh), sedangkan anastomosis arteri-vena
(arteriovenous anastomoses / AVAs) terutama terdapat pada kulit tidak berambut / glabrous
skin. Anastomosis arteri-vena menunjukkan hubungan langsung antara arteriol dan venula yang
melewati arteriol dan kapiler dengan resistensi tinggi pada kumparan papila. Anastomosis arteri-
vena memiliki dinding otot yang tebal dengan inervasi noradrenergik dan terletak lebih dalam
daripada kumparan papila. Anastomosis arteri-vena kurang efisien dalam transfer panas daripada
kumparan papil karena terletak lebih dalam pada dermis dan memiliki area permukaan yang
lebih kecil. Ketika anastomosis arteri-vena mengalami dilatasi selama heat stress dan konstriksi
selama cold stress ringan-sedang, anastomosis ini berperan penting untuk memediasi vasodilatasi
lokal selama paparan dingin yang lebih lama. Vasodilatasi tersebut menyebabkan darah yang
hangat mengalir untuk mempertahankan suhu dan viabilitas jaringan selama vasodilatasi yang
diinduksi oleh dingin (“cold-induced vasodilatation”).
Kelenjar keringat juga sangat berperan dalam termoregulasi manusia. Peran penting
termoregulasi kelenjar keringat ekrin yang meliputi hampir seluruh permukaan tubuh telah
diketahui dengan jelas. Fungsi utama kelenjar keringat ekrin adalah meningkatkan pelepasan
panas melalui evaporasi keringat. Densitas kelenjar ini bervariasi dari 700 kelenjar cm2 pada
kulit planar dan plantar sampai dengan 64 kelenjar cm2 pada kulit punggung; kelenjar dapat
mengalami hipertrofi pada paparan panas berulang. Setiap kelenjar tersusun oleh gelungan
saluran sekretori yang terdapat pada dermis, dengan duktus yang memanjang melewati dermis
dan epidermis menuju permukaan kulit. Keringat disekresikan oleh gelungan saluran sekretori
sebagai larutan isotonik. NaCl direabsorbsi pada duktus sehingga keringat yang dikeluarkan di
permukaan tubuh bersifat hipotonik. Setiap liter keringat yang mengalami evaporasi mampu
melepaskan energi sebesar 580 kkal dari tubuh. Walaupun kelenjar keringat apokrin tidak
dinyatakan sebagai kelenjar pembau primitif (“atavistic scent gland”) lagi, hal ini dipertanyakan
kembali saat ini. Kelenjar apokrin biasanya berkaitan dengan folikel rambut dan berkembang
pada kulit kepala, wajah, punggung bagian atas, dan dada. Sebum dari kelenjar apokrin telah
dinyatakan berperan sebagai surfaktan pada suhu tinggi, dan dapat memfasilitasi penyebaran
kelenjar ekrin pada permukaan kulit. Pada suhu rendah, sebum berperan untuk mengeluarkan air
dari kulit untuk mereduksi pelepasan panas.
Keringat
Pelepasan panas melalui sekresi dan evaporasi pada kelenjar keringat berperan penting dalam
mempertahankan stabilitas termal di lingkungan yang panas atau selama heat stress yang
diinduksi oleh latihan (exercise) dinamis berat. Ketika suhu lingkungan melebihi suhu darah,
evaporasi keringat merupakan mekanisme satu-satunya untuk melepaskan panas. Sekresi
keringat terutama dikontrol oleh persarafan kolinergik simpatetik yang melepaskan asetilkolin
(acetylcholine / Ach) untuk mengaktifkan reseptor muskarinik pada kelenjar. Sekresi keringat
dapat diaugmentasi oleh produksi lokal nitrit oksida di dekat kelenjar keringat. Kelenjar yang
terstimulasi akan memproduksi larutan isotonik yang berubah secara progresif menjadi larutan
hipotonik saat Na+ direabsorbsi di dalam duktus kelenjar keringat oleh transfer ion aktif.
Erisipelas merupakan suatu kelainan kulit akut yang termasuk dalam tipe dari selulitis
superfisial. Erisipelas melibatkan sistem limfatik dermal yang prominen. Biasanya disebabkan
oleh streptococcus, dengan gejala utamanya ialah eritema berwarna merah cerah dan berbatas
tegas serta disertai gejala konstitusi. Pada penyakit ini, terjadi peninggian kulit pada bagian yang
terjadinya inflamasi dan terdapat area berbatas tegas yang membedakan antara kulit normal dan
kulit yang terjadinya erisispelas. Bagian tubuh yang sering terlibat adalah kedua tungkai bawah,
wajah, dan telinga
B. ETIOLOGI
Penyebab utama yang paling sering adalah β-hemolitik streptokokus grup A dan jarang
karena S.aureus. Pada anak-anak yakni H. Influenzae tipe b (Hib), streptokokus grup A dan
S.aureus Infeksi Streptococcus mengakibatkan tingginya angka kesakitan
Faktor resiko dapat disebabkan oleh penggunaan alkohol dan obat-obatan, kanker dan
sedang menjalani kemoterapi kanker, limpedema kronik (post mastectomy,postcoronary artery
grafting, episode lanjut dari selulitis/erisepelas), sirosis hepatis, diabetes melitus, sindrom
nefritik, neutropenia, sindrom immunodefisiensi, malnutrisi, gagal ginjal, aterosklerosis.
C. PATOGENESIS
Pada umumnya kuman akan masuk melalui portalt of entry. Sumber bakteri erisipelas
yang terdapat pada wajah sering kali yang menjadi host-nya adalah nasofaring dan adanya
riwayat infeksi streptokokkus sebelumnya berupa faringitis yang dilaporkan terjadi pada
sepertiga kasus. Masuknya bakteri dari kulit yang mengalami trauma adalah peristiwa awal
terjadinya erisipelas. Setelah masuk, infeksi menyebar diantara ruang jaringan dan terjadi
perpecahan polisakarida oleh hialuronidase yang dapat membantu dalam penyebaran kuman,
fibrinolisin yang berperan dalan penghancuran fibrin, lesitin yang dapat merusak membran sel.
Pada erisepelas, infeksi dengan cepat menyerang dan berkembang di dalam pembuluh
limfatik. Hal ini dapat menyebabkan kulit menjadi “streaking” dan pembesaran kelenjar limfe
regional serta adanya tenderness.
D. DIAGNOSIS
Diagnosis dapat ditegakkan dengan adanya gejala klinis. Terdapat gejala konstitusi yakni
demam, malaise. Lapisan kulit yang diserang ialah epidermis dan dermis. Penyakit ini didahului
trauma, karena itu biasanya temapt predileksinya di tungkai bawah. Kelainan kulit yang utama
ialah eritema yang berwarna merah cerah, berbatas tegas, dan pinggirnya meninggi dengan
tanda-tanda radang akut. Dapat disertai edema, vesikel, dan bula.
Eritema, panas, bengkak, dan nyeri adalah gejala yang sering timbul pada erisipelas. Lesi
klasik penyakit ini adalah lesi yang berbatas tegas pada wajah. Namun begitu kedua tungkai turut
bisa menjadi bagian yang sering terkena erisipelas. Kadang-kadang terdapat bula yang timbul di
sekitar lesi seiring dengan menyebarnya plak eritema tadi. Kelenjar limfe regional juga dapat
mengalami pembesaran.
Gambar 1: Erisipelas pada wajah oleh karena Streptococcus grup A : nyeri berbatas
tegas, mengkilat, plak eritema disertai edema. Pada palpasi kulit teraba panas dan
lunak.(2)
Pada pemeriksaan mikroskop hapusan Gram dari eksudat, nanah, cairan bulla, aspirasi
dapat terlihat bakteri. Dimana untuk bakteri Streptococcus Grup A (GAS) berbentuk rantai kokus
gram positif. Sedangkan Staphylococcus aureus kokus berbentuk anggur. Sel darah putih
(leukosit) dan laju endapan darah (LED) dapat meningkat.
E. DIAGNOSIS BANDING
Jika terdapat di wajah, erisepelas sukar dibedakan dengan angioderma dan dermatitis
kontak alergi, tetapi pada kondisi ini biasanya dapat dibedakan oleh karena adanya tenderness
dan keluhan sistemik.
Selulitis
Gambaran klinis selulitis menyerupai gambaran klinis yang dimiliki oleh erisipelas. Selulitis tidak
mempunyai batas yang jelas seperti erisipelas. Kelainan kulit berupa infiltrat yang difus di
subkutan dengan tanda-tanda radang akut, juga terdapat pembengkakan, merah dan nyeri lokal
disertai gejala sistemik dan demam. Lebih sering didapatkan pada tungkai.(2,3,8)
Gambar 2. Selulitis: terdapat eritema, edema dan Gambar 3: Erisipelas pada kaki(5)
tenderness. (1)
Angioedema
Angioedema merupakan lesi yang udem dan ekstensif sampai ke dalam lapisan dermis dan/atau
subkutan dan submukosa. Sebagian pasien mengalami pembengkakan yang masif pada wajah
termasuk lidah dan leher yang dapat menyebabkan obstruksi jalan nafas. Keluhan gatal tidak
didapatkan, beberapa hanya mengeluh rasa panas.
Istirahat, tungkai bawah dan kaki yang diserang ditinggikan (elevasi), tingginya sedikit
lebih tinggi daripada letak jantung. Pengobatan sistemik adalah antibiotik, topikal, kompres
terbuka dengan larutan antiseptik. Jika terdapat edema diberikan diuretika(3)
Respon pengobatan yang baik biasanya dapat dilihat jika diberikan pengobatan yang
tepat. Terapi topikal tidak tepat diberikan dan penicilin sebaiknya diberikan sesuai ketentuan.
Streptococcus pyogenes lebih sensitif. Terapi parenteral lebih dibutuhkan sebagai pertolongan
pertama pada infeksi berat., biasanya diberikan benzylpenicilin untuk 2 hari atau lebih. Penicilin
V oral dapat diberikan untuk 7-14 hari. Pada kasus berat, penicilin V tepat diberikan. Eritromisin
dapat diberikan jika alergi terhadap penisilin. Erisipelas yang berulang (lebih dua episode pada
satu tempat) diberikan penicilin V (250 mg 1-2 kali sehari) dengan selalu menjaga kebersihan,
terutama tempat yang menjadi potensial portal of entry.
DAFTAR PUSTAKA
1. Habif, Thomas P. Clinical Dermatology: A Colour Guide to Diagnosis and Therapy. Edisi
4. Hanover : Mosby ; 2003. Hal: 273-5
2. Wolff, Klaus., Johnson, R.A. Fitzpatrick’s Color Atlas & Synopsis of Clinical
Dermatology. Edisi 6. United Stated of America : The McGraw Hill Compenies; 2009.
Hal: 27, 609, 611-2, 615
3. Djuanda A. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi 5 Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia; 2007. Hal 60-1, 135, 169
4. Kelly, A.P., Taylor S.C. Derrmatology for Skin of Color. United Stated of America : The
McGraw Hill Compenies; 2009. Hal: 416
5. Sterry, W., Paus, R., Burgdorf, W. Thieme Clinical Companions Dermatology. New York: Thieme;
2006. Hal: 78-9
6. Davis, Loretta. Erysipelas. Chief Editor: Elston, Dirk. Updated 2012 May. [cited on May
2012]. Available from URL: http://emedicine.medscape.com