Anda di halaman 1dari 23

Definisi Miliaria

Miliaria atau biang keringat adalah kelainan kulit yang sering muncul pada bayi dan

balita akibat tersumbatnya kelenjer keringat, sehinga keringat yang keluar berkumpul di

bawah kulit dan mengakibatkan timbulnya bintik-bintik merah (Desiana, 2009; h. 97).

Biang keringat adalah gangguan pada kulit berupa ruam kemerahan yang terasa gatal.

Biang keringat sering terjadi pada anak-anak, walaupun tidak sedikit orang dewasa yang

mengalaminya terutama saat cuaca panas dan lembab. Biang keringat juga dapat terjadi pada

pasien yang lama berbaring di rumah sakit misalnya pasien strokeatau pasca operasi besar

(Djunarko dan Hendrawati, 2011; Knott, 2010).

Miliariasis adalah kelainan kulit yang ditandai dengan kemerahan, disertai dengan

gelembung kecil berair yang timbul akibat keringat berlebihan disertai sumbatan saluran

kelenjar keringat yaitu di dahi, leher, bagian yang tertutup pakaian (dada, punggung), tempat

yang mengalami tekanan atau gesekan pakaian dan juga kepala.

Miliariasis adalah dermatosis yang timbul akibat penyumbatan kelenjar keringat dan

porinya, yang lazim timbul dalam udara panas lembab seperti daerah tropis atau selama awal

musim panas atau akhir musim hujan yang suhunya panas dan lembab. Karena sekresinya

terhambat maka menimbulkan tekanan yang menyebabkan pecahnya kelenjar atau duktus

kelenjar keringat. Keringat yang masuk ke jaringan sekelilingnya menimbulkan perubahan

anatomi. Sumbatan disebabkan oleh bakteri yang menimbulkan peradangan dan oleh edema

akibat keringat yang tak keluar (E.Sukardi dan Petrus Andrianto, 1988).

Miliariasis atau biang keringat adalah kelainan kulit yang timbul akibat keringat

berlebihan disertai sumbatan saluran kelenjar keringat, yaitu di dahi, leher, bagian-bagian

badan yang tertutup pakaian (dada dan punggung), serta tempat yang mengalami tekanan atau

gesekan pakaian dan dapat juga dikepala. Keadaan ini biasanya di dahului oleh produksi

keringat yang berlebihan, dapat diikuti rasa gatal seperti ditusuk, kulit menjadi kemerahan

dan disertai banyak gelembung kecil berair. (Arjatmo Tjoktronegoro dan Hendra Utama,

2000).
2.2 Klasfikasi Miliaria

a. Miliaria crystalline

Miliaria crystalline disebut juga miliaria sudamina. Hal ini terjadi saat

penyumbatan saluran keringat dekat dengan permukaan kulit/stratum corneum. Ruam

biasanya berbentuk sangat kecil, bintik jelas yang muncul dalam bentuk kumpulan.

bintik-bintik tersebut akan hilang dalam beberapa jam atau hari dan merupakan bentuk

yang paling tidak gatal atau bahkan tidak gatal sama sekali (Knott, 2010)

Biang keringat yang terjadi pada bayi baru lahir (neonatus) sumbatan terjadi pada

permukaan atau lapisan kulit sehingga terlihat gelembung-gelembung kecil berukuran 1-2

mm berisi cairan jernih, namun tidak terdapat kemerahan pada kulit,biang keringat ini

yang paling umum yang sering terjadi. Gejalanya, pada kulit tubuh bayi yang sering

keringatan akan tampak mengelupas, kering, dan kasat, gejala ini biasanya dipicu oleh

panasnya udara. Biang keringat bayi seperti ini ditandai bintik-bintik kecil berisi air dan

akan dan akan mudah pecah sendiri karena lokasinya masih teramat dangkal.

b. Miliaria rubra
Jenis ini

merupakan jenis yang

paling umum dan sebagian besar orang mengidentifikasinya sebagai biang keringat.

Penyebabnya adalah sumbatan saluran keringat pada bagian lebih dalam dari epidermis.
Kumpulan bintik-bintik merah tidak rata berkembang. Jenis ini dapat sangat gatal, kulit

yang terkena berwarna merah, dan ruam biasa terjadi saat iklim panas serta hilang ketika

berhenti berkeringat. Apabila keringat tidak dapat diekskresikan maka dimungkinkan

terjadinya demam karena keseimbangan (homeostasis) suhu tubuh terganggu (Knott,

2010).

Biang keringat ini terjadi pada anak yang biasa tinggal di daerah atau lingkungan

panas dan lembab. Terdapat bintik-bintik kecil (1-2 mm) berwarna merah, biasanya

disertai keluhan gatal dan perih. Bayi yang mengalami biyang keringat jenis ini akan

menjadi rewel karena rasa gatal dan perih,orang tua biasanya akan cemas karena pola

tidurnya akan terganggu hingga gelisah atau tidak nyenyak. Ini bisa dijadikabn

indsikatorrasa gatal pada bayinya yang belum bisa bicara.tidak bisa menyebabkan panas

karena biang keringat bukan penyakit infeksi. Orang tua hanya bisa melihat reaksi tubuh

bayinya yang kegatalan. Apabila anda merawat bayi itu sendiri, maka biang keringat akan

segera diketahui karena naluri seorang ibu barparan basar.

c. Miliaria profunda

Jenis ini sangat jarang terjadi. Penyebabnya adalah penyumbatan saluran keringat

pada lapisan dermis (lapisan tengah kulit) atau dermal-epidermal. Ini terjadi pada orang

yang tinggal pada iklim panas atau yang mengalami miliaria rubra berulang-ulang.

Gumpalan besar berkembang pada kulit ketika berkeringat, warnanya cenderung lebih
pudar seperti daging karena terjadi di tengah kulit. Gatal cenderung ringan namun

memiliki risiko demam apabila banyak permukaan kulit yang terpengaruh (Knott, 2010).

Pada biang keringat jenis ini terdapat bintik-bintik putih, keras dan berukuran (1-3

mm). Kulit tidak berwarna merah, namun kasus ini jarang terjadi,dan biasanya terjadi di

daerah-daerah bersuhu sangat panas.walaupun indonasia termasuk negara tropis, namun

biang keringat separti ini jarang terjadi. Mungkin faktor angin sangat mempengaruhi

sehingga suhu di indonesia tidak terlalu panas. Lain halnya dengan negara lain yang

bersuhu 40 derajat celsius. Biang keringat seperti ini ditandai bintil-bintil pada kulit dan

bila diraba akan terasa agak keras. Bintil-bintil ini sekilas mirip jerawat batu.

2.3 Etiologi Miliaria

Biang keringat disebabkan

karena adanya sumbatan pada pori-

pori saluran keluarnya keringat sehingga keringat merembes pada pori kulit terdekat dan

mengakibatkan inflamasi/peradangan. Biang keringat berhubungan erat dengan cuaca yang

sangat panas, lembab atau dapat terjadi selama penyakit yang menyebabkan berkeringat.

Biang keringat juga diakibatkan dari ketidakmampuan kulit untuk “bernafas” (berinteraksi

dengan udara) karena pakaian yang terlalu ketat atau tebal seperti kulit dan polyester (Levin,

et al, 2012).

Sumbatan pada biang keringat ini dapat disebabkan oleh debu ataupun daki. Saat

tubuh banyak berkeringat, misalnya saat cuaca panas atau setelah demam, adanya sumbatan

tadi akan membuat keringat tertahan di bawah kulit, kemudian membentuk tonjolan-tonjolan

kecil berwarna merah karena terjadi peradangan (Djunarko dan Hendrawati, 2011).

Menurut Assyari Abdullah (2008), Penyebab biang keringat yaitu :

a. Ventilasi ruangan kurang baik sehingga udara di dalam ruangan panas atau lembab.
b. Pakaian bayi terlalu tebal dan ketat, pakaian yang tebal dan ketat menyebabkan suhu

tubuh bayi meningkat.


c. Bayi mengalami panas atau demam.
d. Bayi terlalu banyak beraktivitas sehingga banyak mengeluarkan keringat.

Faktor penyebab timbulnya keringat berlebihan yaitu :

a. Udara panas dan lembab dengan ventilasi udara yang kurang baik
b. Pakaian yang terlalu lembab dan ketat
c. Pakaian banyak memberikan pengaruh pada kulit, misalnya menimbulkan pergeseran,

tekanan yang berpengaruh terhadap terjadinya peningkatan suhu tubuh.


d. Aktivitas yang berlebihan, misalnya berolahraga
e. Setelah menderita sakit panas
f. Penyebab lain berupa penyumbatan pori-pori yang berasal dari kelenjar keringat.

Sumbatan ini dapat diakibatkan debu atau radang pada kulit anak. Butiran-butiran

keringat yang terperangkap dibawah kulit akan mendesak ke permukaan kulit dan

menimbulkan bintik-bintik kecil yang terasa gata.

2.4 Patofisiologi Miliaria

Pori-pori pada kelenjar keringat tersumbat pada biang keringat. Ketidakmampuan

sekresi keringat dan keluarnya keringat dari pori menyebabkan dilatasi/pelebaran dan

rupture/kerusakan pada lapisan epidermal pori keringat. Keadaan ini menyebabkan inflamasi

akut pada lapisan dermis yang menimbulkan rasa perih, terbakar atau gatal (Levin, et al,

2012).

Terjadinya milliariasis diawali dengan tersumbatnya pori-pori kelenjar keringat,

sehingga pengeluaran keringat tertahan. Tertahannya pengeluaran keringat ditandai dengan

adanya vesikel miliar di muara kelenjar keringat lalu disusul dengan timbulnya radang dan

edema akibat perspirasi yang tidak dapat keluar kemudian diabsorpsi oleh stratum korneum.

(Vivian, 2010)

Milliariasis sering terjadi pada bayi prematur karena proses diferensiasi sel epidermal

dan apendiks yang belum sempurna. Kasus milliariasis terjadi pada 40-50% bayi baru lahir.

Muncul pada usia 2-3 bulan pertama dan akan menghilang dengan sendirinya pada 3-4
minggu kemudian. Terkadang kasus ini menetap untuk beberapa lama dan dapat menyebar ke

daerah sekitarnya. (Vivian, 2010)

2.5 Tanda dan Gejala Miliaria

Bintik-bintik merah atau ruam pada leher dan ketiak bayi. Keadaan ini disebabkan

peradangan kulit pada bagian tersebut. Penyebabnya adalah proses pengeringan yang tidak

sempurna saat dilap dengan handuk setelah bayi dimandikan. Apalagi jika si bayi gemuk

sehingga leher dan ketiaknya berlipat-lipat.

Biang keringat juga dapat timbul di daerah dahi dan bagian tubuh yang tertutup

pakaian (dada dan punggung). Gejala utama ialah gatal-gatal seperti ditusuk-tusuk, dapat

disertai dengan warna kulit yang kemerahan dan gelembung berair berukuran kecil (1-2 mm).

kondisi ini bisa kambuh berulag-ulang terutama jika udara panas dan berkeringat.

2.6 Penatalaksanaan Miliaria

Tujuan terapi pada biang keringat yakni menghilangkan penyebab biang keringat,

mengatasi dan meringankan gejala biang keringat. Terapi non-farmakologis meliputi

mengurangi keringat, berada di tempat sejuk, menggunakan pakaian yang longgar, berwarna

cerah, dan tipis untuk melancarkan sirkulasi udara. Pada anak-anak sering mengganti popok

dan menggunakan sabun antiseptik ringan untuk mengurangi ketidaknyamanan biang

keringat (Padron, 2006).

Asuhan yang diberikan pada neonatus, bayi, dan balita dengan milliaria bergantung

pada beratnya penyakit dan keluhan yang dialami. Asuhan yang umum diberikan adalah

sebagai berikut:

a. Perawatan kulit yang benar dan selalu menjaga kebersihan tubuh bayi.
b. Prinsip asuhan adalah mengurangi penyumbatan keringat dan menghilangkan

sumbatan yang sudah timbul.


c. Upayakan untuk menciptakan lingkungan dengan kelembaban yang cukup serta suhu

yang sejuk dan kering, misalnya pasien tinggal diruangan ber-AC atau didaerah yang

sejuk dan kering.


d. Gunakan pakaian yang menyerap keringat dan tidak terlalu sempit.
e. Segera ganti pakaian yang basah dan kotor.
f. Biang keringat yang tidak kemerahan dan kering diberi bedak salycil atau bedak

kocok setelah mandi.


g. Bila membasah, jangan berikan bedak, karena gumpalan yang terbentuk memperparah

sumbatan kelenjar
h. Bila sangat gatal, pedih, luka dan timbul bisul dapat diberikan antibiotic.
i. Menjaga kebersihan kuku dan tangan. kuku pendek dan bersih, sehingga tidak

menggores kulit saat menggaruk.

2.7 Pencegahan Miliaria

Pencegahan lebih baik daripada mengobati. Sebagian besar miliaria akan sembuh

dengan sendirinya tanpa pengobatan. Bahkan, Anda sebenarnya juga dapat mengurangi

timbulnya biang keringat pada si kecil antara lain dengan menjaga kenyamanan lingkungan

sekitar si kecil, memakaikan baju yang terbuat dari jenis-jenis bahan yang mudah menyerap

keringat, lembut, dan tidak ketat pada si kecil.

Beberapa kondisi menyebabkan bayi atau anak dibawa ke dokter, seperti kondisi

biang keringat yang tidak membaik setelah penanganan selama lebih dari 3 hari, timbul

demam atau rasa sakit/gatal yang berat, dan timbul tanda-tanda infeksi seperti terlihat nanah

atau sering berulang beberapa kali dalam waktu yang pendek sehingga mengganggu aktivitas

anak sehari-hari.
DERMATITIS KONTAK ALERGI

DEFINISI

Dermatitis kontak alergik adalah suatu dermatitis (peradangan kulit) yang timbul
setelah kontak dengan alergen melalui proses sensitasi, hal ini terjadi sebagai
respons terhadap pengaruh faktor eksogen maupun faktor endogen yang
selanjutnya akibat peradangan menimbulkan kelainan klinis berupa efloresensi
polimorfik (eritema, edema, papul, vesikel, skuama, likenifikasi) dan keluhan
gatal.

PENYEBAB DAN EPIDEMIOLOGI


Penyebab
Penyakit ini disebabkan oleh alergen, biasanya berupa bahan logam berat,
kosmetik (lipstik, deodoran, cat rambut), bahan perhiasan (kacamata, jam tangan,
anting-anting), obat-obatan (obat kumur, sulfa, penisilin), karet (sepatu, BH) dan
lain-lain.
Faktor resiko
Umur : Dapat mengenai semua umur
Bangsa/ras : Dapat mengenai semua ras
Jenis kelamin : Frekuensi yang sama pada pria dan wanita
Daerah : Semua daerah tidak berpengaruh signifikan
Kebersihan : Yang kebersihan kurang mempermudah timbulnya penyakit
Lingkungan : Memiliki pengaruh yang besar terhadap timbulnya penyakit,
seperti pekerjaan dengan lingkungan yang basah, tempat-tempat
lembab atau panas, pemakaian alat dan bahan tertentu (logam, karet,
kimia cair, kimia padat dan lain-lain)

PATOGENESIS
Secara umum terdapat 4 tipe reaksi imunologik, diantaranya adalah sebagai berikut:

7
Reaksi imunologik Tipe I (Reaksi anafilaksis, reaksi cepat)
Mekanisme ini paling banyak ditemukan. Yang berperan ialah Ig E yang
mempunyai afinitas yang tinggi terhadap mastosit dan basofil. Pajanan pertama
dari obat tidak menimbulkan reaksi. Tetapi bila dilakukan pemberian kembali obat
yang sama, maka obat tersebut akan dianggap sebagai antigen yang akan
merangsang pelepasan bermacam-macam mediator seperti histamin, serotonin,
bradikinin, heparin dan SRSA. Mediator yang dilepaskan ini akan menimbulkan
bermacam-macam efek, seperti misalnya urtikaria dan yang lebih berat ialah
angiooedema. Reaksi yang paling ditakutkan adalah timbulnya syok anafilaktik.

Reaksi imunologik Tipe II (Reaksi Autotoksis, reaksi sitostatik)


Adanya ikatan antara Ig G dan Ig M dengan antigen yang melekat pada sel.
Aktivasi sistem komplemen ini akan memacu sejumlah reaksi yang berakhir
dengan sitolitik atau sitotoksik oleh sel-sel efektor.

Reaksi imunologik Tipe III (Reaksi Kompleks autoimun)


Antibodi yang berikatan dengan antigen akan membentuk kompleks antigen
antibodi. Kompleks antigen antibodi ini mengendap pada salah satu tempat dalam
jaringan tubuh yang selanjutnya mengakibatkan reaksi radang dan terjadi aktivasi
kompelemen. Aktivasi sistem komplemen akan merangsang pelepasan berbagai
mediator oleh mastosit. Kompleks autoimun akan beredar dalam sirkulasi dan
dideposit pada sel sasaran, sebagai akibatnya, akan terjadi kerusakan jaringan.

Reaksi imunologik Tipe IV (Reaksi Alergi Seluler Tipe Lambat)


Reaksi ini melibatkan limfosit, APC (Antigen Presenting Cell), dan sel
Langerhans yang mempresentasikan antigen pada limfosit T. Limfosit T yang
tersensitasi selanjutnya akan bereaksi terhadap antigen. Reaksi ini disebut dengan
reaksi tipe lambat karena baru akan timbul 12-48 jam setelah pajanan terhadap
antigen yang menyebabkan pelepasan serangkaian limfokin.

Mekanisme terjadinya kelainan kulit pada DKA kita sebagaimana kita ketahui
adalah mengikuti respons imun yarng diperantarai oleh sel (cell-mediated immune
respons) atau reaksi hipersensitivitas tipe lambat. Reaksi ini terjadi melalui dua

8
fase, yaitu fase sensitisasi dan fase elisitasi. Hanya individu yang telah mengalami
sensitisasilah yang dapat menderita DKA. Sentisisasi ini dimungkinkan terjadi
dalam beberapa hari atau minggu setelah kontak dengan allergen, tetapi belum
terjadi perubahan dan reaksi pada kulit. Perubahan pada kulit terjadi setelah
adanya kontak kedua terhadap allergen yang sama, walaupun dalam jumlah yang
sangat sedikit. Sensitifitas tersebut dapat bertahan selama berhari-hari, berbulan-
bulan, bertahun-tahun, bahkan dapat bertahan seumur hidup. Berikut adalah fase-
fase reaksi imunologi tipe IV atau reaksi hipersensitivitas tipe lambat:

Fase sensitisasi
Sebelum seorang pertama kali menderita dermatitis kontak alergik,
terlebih dahulu akan terjadi perubahan spesifik reaktivitas pada kulitnya.
Perubahan ini terjadi karena adanya kontak dengan bahan kimia sederhana
yang disebut hapten yang akan terikat dengan protein, membentuk antigen
lengkap. Antigen ini ditangkap dan diproses oleh makrofag dan sel
Langerhans, selanjutnya dipresentasikan ke sel T. Setelah kontak dengan
yang telah diproses ini, sel T menuju ke kelenjar getah bening regional
untuk berdeferensiasi dan berproliferasi membentuk sel T efektor yang
tersensitisasi secara spesifik dan sel memori. Sel-sel ini kemudian tersebar
melalui sirkulasi ke seluruh tubuh, juga sistem limfoid, sehingga
menyebabkan keadaan sensitivitas yang sama di seluruh kulit tubuh. Fase
saat kontak pertama alergen sampai kulit menjadi sensitif disebut fase
induksi atau fase sensitisasi. Fase ini rata-rata berlangsung selama 2-3
minggu. Pada umumnya reaksi sensitisasi ini dipengaruhi oleh derajat
kepekaan individu, sifat sensitisasi alergen (sensitizer), jumlah alergen,
dan konsentrasi. Sensitizer kuat mempunyai fase yang lebih pendek,
sebaliknya sensitizer lemah seperti bahan-bahan yang dijumpai pada
kehidupan sehari-hari pada umumnya kelainan kulit pertama muncul
setelah lama kontak dengan bahan tersebut, bisa bulanan atau tahunan.

9
Fase elisitasi
Setelah seorang individu tersensitisasi oleh antigen, sel T primer atau
memori dengan antigen-TCR spesifik meningkat dalam jumlah dan
beredar melalui pembuluh darah kemudian masuk ke kulit. Ketika antigen
kontak pada kulit, antigen akan diproses dan dipresentasikan dengan HLA-
DR pada permukaan sel Langerhans. Kompleks akan dipresentasikan
kepada sel T4 spesifik dalam kulit (atau kelenjar, atau keduanya), dan
elisitasi dimulai. Kompleks HLA-DR-antigen berinteraksi dengan
kompleks CD3-TCR spesifik untuk mengaktifkan baik sel Langerhans
maupun sel T. Ini akan menginduksi sekresi IL-1 oleh sel Langerhans dan
menghasilkan IL-2 dan produksi IL-2R oleh sel T. Hal ini menyebabkan
proliferasi sel T. Sel T yang teraktivasi akan mensekresi IL-3, IL-4,
interferon-gamma, dan granulocyte macrophage colony-stimulating factor
(GMCSF). Kemudian sitokin akan mengaktifkan sel Langerhans dan
keratinosit. Keratinosit yang teraktivasi akan mensekresi IL-1, kemudian
IL-1 mengaktifkan phospolipase. Hal ini melepaskan asam arakidonik
untuk produksi prostaglandin (PG) dan leukotrin (LT). PG dan LT
menginduksi aktivasi sel mast dan pelebaran pembuluh darah secara
langsung dan pelepasan histamin yang melalui sel mast. Karena produk
vasoaktif dan chemoattractant, sel-sel dan protein dilepaskan dari
pembuluh darah. Keratinosit yang teraktivasi juga mengungkapkan
intercellular adhesion molecule-1 (ICAM-1) dan HLA-DR, yang
memungkinkan interaksi seluler langsung dengan sel-sel darah. Hal ini
umumnya berlangsung antara 24-48 jam.

GEJALA SINGKAT PENYAKIT


Penderita pada umumnya mengeluh gatal. Kelainan kulit bergantung pada
keparahan dermatitis. Pada yang akut dimulai dengan bercak eritema berbatas
tegas, kemudian diikuti edema, papulovesikel, vesikel atau bula. Vesikel atau bula
dapat pecah yang akhirnya menimbulkan erosi dan eksudasi (basah). DKA pada
daerah tertentu, seperti kelopak mata dan alat genital, lebih dominan ditemukan
oedema dan eritema.
10
Pada keadaan subakut dapat terlihat eritema yang lebih pucat, oedema minimal,
dengan vesikel dan krusta.

Pada yang kronis akan terlihat kulit kering, berskuama, papul, likenifikasi dan
mungkin juga fisura, dan batasnya tidak tegas. Kelainan ini terkadang sulit
dibedakan dengan dermatitis kontak iritan kronis yang mungkin penyebabnya juga
campuran.

PEMERIKSAAN KULIT
1. Lokasi/Predileksi
Lokasi predileksi dapat mengenai seluruh area tubuh. Pengetahuan mengenai
penyebab dermatitis kontak alergi pada area tubuh yang berbeda-beda sangat
penting dalam penegakan diagnosis. Beberapa bagian tubuh lebih mudah
tersensitisasi dibandingkan bagian yang lainnya, yaitu diantaranya: kedua
tangan, area wajah (kelopak mata, telinga, pipi), leher, dan alat genital.

a) Tangan
Kejadian derrnatitis kontak baik alergik maupun iritan paling sering terjadi
di tangan, mungkin hal tersebut dikarenakan tangan merupakan organ
tubuh yang paling sering digunakan untuk melakukan pekerjaan sehari-
hari. Penyakit kulit akibat kerja, sepertiga atau lebih mengenai tangan.
Tidak jarang juga kadang ditemukan riwayat atopi sebelumnya pada
penderita. Pada pekerjaan yang basah (“Wet work”), misalkan memasak
makanan, mencuci pakaian, pengatur rambut di salon, pekerja bangunan,
angka kejadian dermatitis pada tangan lebih tinggi.
Etiologi dermatitis pada tangan sebenarnya sangat kompleks karena
banyak sekali faktor yang berperan. Contoh bahan yang dapat
menimbulkan dermatitis pada tangan. misalnya deterjen, , sabun cuci
piring, antiseptic, getah sayuran, semen, dan pestisida.

b) Wajah
Dermatitis kontak pada wajah dapat disebabkan oleh bahan kosmetik.
spons (karet), obat topikal, alergen di udara (aero-alergen). nikel (tangkai
kaca

11
mata), jenggot, obat cukur, semua alergen yang kontak dengan tangan
dapat mengenai muka, kelopak mata, dan leher pada waktu menyeka
keringat. Bila di bibir atau sekitarnya mungkin disebabkan oleh lipstick
(zat pewarna), pasta gigi (chloride), permen karet, getah buah-buahan.
Dermatitis di kelopak mata dapat disebabkan oleh cat kuku, cat rambut,
maskara, eye shadow, obat tetes mata. salap mata, hair spray.
Anting atau jepit telinga dari nikel, mwnjadi salah satu penyebab
dermatitis kontak pada telinga. Penyebab lain misalnya obat topical,
tangkai kaca mata, cat rambut,hearing-aids, gagang telepon dan lain-lain.

c) Leher
Penyebab kalung dari nikel, cat kuku (yang berasal dari ujung jari),
parfum, alergen di udara. zat warna pakaian, kosmetik, syal (zat warna),
obat topikal.

d) Badan
Dermatitis kontak di badan dapat disebabkan oleh tekstil, zat warna
pakaian, kancing logam, karet (elastis, busa), plastik, deterjen, bahan
pelembut atau pewangi pakaian, dompet, kunci (nikel), kaos kaki nilon,
uang logam, obat topikal, semen, sepatu/sandal. Pada kaki dapat
disebabkan oleh deterjen, bahan pembersih lantai, alas kaki.

e) Genitalia
Penyebabnya dapat antiseptik, obat topikal, nilon, kondom, pembalut
wanita (resin). alergen yang berasal dari tangan, parfum, kontrasepsi,
deterjen dan lain-lain.

2. Efloresensi
Eritema numular sampai dengan plakat, papula dan vesikel berkelompok disertai
erosi numular hingga plakat. Dan terkadang hanya berupa makula hiperpigmentasi
dengan skuama halus.

12
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Adapun pemeriksaan penunjang lainnya yang dapat dilakukan antara lain:
1. Pemeriksaan eosinofil darah tepi

Gambar 1. Contoh preparat darah tepi

Hitung eosinofil total


Pemeriksaan hitung eosinofil total perlu dilakukan untuk
menunjang diagnosis dan mengevaluasi pengobatan penyakit
alergi. Eosinofilia apabila dijumpai jumlah eosinofil darah lebih
dari 450 eosinofil/µL. Hitung eosinofil total dengan kamar hitung
lebih akurat dibandingkan persentase hitung jenis eosinofil sediaan
apus darah tepi dikalikan hitung leukosit total. Eosinofilia sedang
(15%-40%) didapatkan pada penyakit alergi, infeksi parasit,
pajanan obat, keganasan, dan defisiensi imun, sedangkan
eosinofilia yang berlebihan (50%-90%) ditemukan pada migrasi
larva.

2. Pemeriksaan imminoglobulin E
a) Uji tempel (patch test)
Pelaksanaan uji tempel dilakukan setelah dermatitisnya sembuh (tenang),
bila memungkinkan setelah 3 minggu. Tempat melakukan uji tempel
biasanya di punggung, dapat pula di bagian luar lengan atas. Bahn uji
diletakkan pada sepotong kain atau kertas, ditempelkan pada kulit yang
utuh, ditutup dengan bahan impermeabel, kemudian ditrekat degan plester.
13
Setelah 48 jam dibuka. Reaksi dibuka setelah 48 jam (pada waktu dibuka),
72 jam atau 96 jam. Untuk bahan tertentu bahkan baru memebrri reaksi
setelah satu minggu. Hasil positif dapat berupa eritema dengan urtika
sampai vesikel atau bula. Penting dibedakan, apakah reakssi karena alergi
kontak atau krena iritasi, reaksi akan menurun setelah 48 jam( reksi tipe
decresendo), sedangkan reaksi alergik kontak makin meningkat

Gambar 2. Uji tempel (patch test)

b) Uji tusuk (prick test)


Uji tusuk dapat dilakukan pada alergen hirup, alergen di tempat kerja, dan
alergen makanan. Lokasi terbaik adalah daerah volar lengan bawah dengan
jarak minimal 2 cm dari lipat siku dan pergelangan tangan. Setetes ekstrak
alergen dalam gliserin diletakkan pada permukaan kulit. Lapisan
superfisial kulit ditusuk dan dicungkit ke atas dengan jarum khusus untuk
uji tusuk. Hasil positif bila wheal yang terbentuk >2 mm. Preparat
antihistamin, efedrin/epinefrin, kortikosteroid dan β-agonis dapat
mengurangi reaktivitas kulit, sehingga harus dihentikan sebelum uji kulit.
Uji kulit paling baik dilakukan setelah pasien berusia tiga tahun.
Sensitivitas SPT terhadap alergen makanan lebih rendah dibanding alergen
hirup. Dibanding uji intradermal, SPT memiliki sensitivitas yang lebih
rendah namun
14
spesifisitasnya lebih tinggi dan memiliki korelasi yang lebih baik dengan
gejala yang timbul.

Gambar 3. Uji tusuk (prick test)

c) Uji gores (scratch test)


Sudah banyak ditinggalkan karena kurang akurat

Gambar 4. Uji gores (scratch test)

15
DIAGNOSIS BANDING
DKA DKI TINEA MANUS

USIA Dapat mengenai Dapat mengenai Dapat mengenai


semua umur semua umur semua umur

JENIS Frekuensi sama Frekuensi sama Frekuensi sama


KELAMIN pada pria maupun pada pria maupun pada pria maupun
wanita wanita wanita

GEJALA Gatal dan riwayat Gatal, panas, nyeri Gatal dan melebar
imunologik dan riwayat non-
imunologik

Seluruh
PREDILEKSI Seluruh permukaan permukaan Mulai pergelangan
tubuh dapat
tubuh dapat terkena terkena tangan sampai
ujung jari

UKK Berupa plak eritem Berupa plak eritem Dapat berupa plak
numular sampai numular sampai eritem dengan tepi
dengan plakat, dengan plakat, aktif, berbatas
papula, vesikel vesikel, bula tegas. Disertai
berkelompok sampai erosi vesikel atau
disertai erosi numular sampai skuama diatasnya
numular hingga plakat
plakat. Terkadang
hanya berupa
makula
hiperpigmentasi
dengan skuama
halus

FAKTOR Alergen: bahan Bahan-bahan Daerah tropis


PENCETUS logam berat, seperti asam dan dengan keadaan
kosmetik, basa kuat serta panas maupun
perhiasan, obat- pelarut organik lembap, hygiens
kurang,
obatan, karet dan Faktor lingkungan lingkungan
lain-lain. yang berhubungan yang selalu basah
16
Faktor lingkungan dengan bahan
pekerjaan yang diatas
berhubungan
dengan bahan-
bahan diatas,
disertai tempat
yang
lembab atau panas,
lingkungan yang
basah

PEMERIKSAAN Pemeriksaan - Kerokan kulit


PENDUKUNG eosinofil darah tepi dengan KOH 10%
Pemeriksaan (terlihat elemen
imonuglobulin E jamur)
Sinar wood:
fluoresensi poritif

DIAGNOSA KERJA
Dermatitis kontak alergik
Data yang mendukung:
1. Berdasakan hasil anamnesis, beberapa data bermakna yang dapat
membantu mengarahkan diagnosis pada Dermatitis kontak alergik
diantaranya sebagai berikut:
a. Keluhan gatal hilang timbul, paling dirasakan setelah kontak dengan
bahan tertentu. Seperti deterjen dan sabun cuci piring
b. Pekerjaan yang berhubungan dengan bahan-bahan alergen
c. Riwayat perjalanan penyakit yang timbul bertahap
2. Berdasarkan pemeriksaan yang bermakna didapatkan :
Ukk: Pada regio kedua telapak tangan dan punggung tangan kanan tampak
plak eritem multipel disertai dengan skuama kasar liekenifikasi dan fisura
Berdasarkan data yang ditemukan, dapat disimpulkan bahwa diagnosis kerja yang
paling memungkinkan adalah Dermatitis kontak alergik

17
PENATALAKSANAAN
Hal yang perlu diperhatikan pada pengobatan dermatitis kontak adalah upaya
pencegahan terulangnya kontak kembali dengan alergen penyebab, dan menekan
kelainan kulit yang timbul. Secara umum adalah menghindari faktor penyebab
(alergen), atau hindari kontak secara langsung dengan bahan yang menjadi alergen
tersebut seperti menggunakan sarung tangan.
1. Terapi topikal
Pada pengobatanlesi kronik (dalam kasus), diberikan salep kortikosteroid
potensi tinggi atau sangat tinggi sebagai terapi initialnya. Untuk terapi
rumatan dapat digunakan kortikosteroid potensi rendah. Diberikan juga
emolien, seperti gliserin, urea 10%, atau preparat ter untuk lesi yang
likenifikasi dan kering. Pada kondisi likenifikasi yang berat, pemberian
kortikosteroid intralesi dapat memberikan manfaat.
2. Terapi sistemik
Untuk mengurangi rasa gatal dan peradangan yang moderate dapat
diberikan antihistamin.

18

Anda mungkin juga menyukai