Anda di halaman 1dari 176

RESUME TUTORIAL SKENARIO 3

BLOK 15

TURORIAL F:

Winaspita aulia putri (162010101008)

Chivalery Adita Afwiliana (162010101064)

Roan Pratama Putra (172010101028)

Shahifa Audy Rahima (172010101046)

Abd. Latif (172010101056)

Moh.HaekalFaraby (172010101057)

Ari Primadanti (172010101067)

Zhafirah Rana Labibah (172010101091)

Nur Hasyimiyah M. S (172010101093)

Zida Nabillah Ariyanti (172010101110)

Sofie Rahmadianti (172010101123)

Astrid C. V. Kaiba (172010101128)


FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS JEMBER

2019

Learning objective

1. Histologi Kulit
2. Fisiologi ekskresi
3. Fisiologi penyimpanan lemak
4. Fisiologi termolegulator
5. Fisiologi Pigmentasi kulit(pengaturan hormonal)
6. Fisiologi persepsi
7. Efluoresensi kulit
8. Impegtigo
9. Impegtigo ulseratif/ektima
10. Folikulitis superfisial
11. Furunkel
12. Skrofuloderma
13. Karbunkel
14. Erispelas
15. Scabies
16. Pediculosis capitis
17. Pediculosis pubis
18. Veruka vulgaris(HPV)
19. Kondiloma akuminata
20. Moluskum kontangiosum
21. Lentigo
22. Xanthoma
23. Basal cell carcinoma
24. Squamosa cell carcinoma
25. Nevus pigmentosus
26. Vitiligo
27. Albino
28. Melasma
29. Hiperpigmentasi pasca inflamasi
30. Hipopigmentasi pasca inflamasi
1. Histologi Kulit
Struktur kulit terdiri dari tiga lapisan yaitu :
1. Kulit ari (epidermis), sebagai lapisan yang paling luar,
2. Kulit jangat (dermis, korium atau kutis), dan
3. jaringan penyambung di bawah kulit (tela subkutanea, hipodermis atau
subkutis)

1. Epidermis
Epidermis merupakan bagian kulit paling luar yang paling menarik untuk
diperhatikan dalam perawatan kulit, karena kosmetik dipakai pada bagian
epidermis. Ketebalan epidermis berbeda-beda pada berbagai bagian tubuh,
yang paling tebal berukuran 1 milimeter pada telapak tangan dan telapak
kaki, dan yang paling tipis berukuran 0,1 milimeter terdapat pada kelopak
mata, pipi, dahi dan perut. Sel-sel epidermis disebut keratinosit. Epidermis
melekat erat pada dermis karena secara fungsional epidermis memperoleh
zat-zat makanan dan cairan antar sel dari plasma yang merembes melalui
dinding-dinding kapiler dermis ke dalam epidermis. Pada epidermis
dibedakan atas lima lapisan kulit,
yaitu :
a. Lapisan tanduk (stratum corneum), merupakan lapisan epidermis
paling atas, dan menutupi semua lapisan epiderma lebih ke dalam.
Lapisan tanduk terdiri atas beberapa lapis sel pipih, tidak memiliki inti,
tidak mengalami proses metabolisme, tidak berwarna dan sangat
sedikit mengandung air. Lapisan tanduk sebagian besar terdiri atas
keratin yaitu sejenis protein yang tidak larut dalam air dan sangat
resisten terhadap bahan-bahan kimia, dikenal dengan lapisan horny.
Lapisan horny, terdiri dari milyaran sel pipih yang mudah terlepas dan
digantikan sel baru setiap 4 minggu, karena usia setiap sel biasanya 28
hari. Pada saat terlepas, kondisi kulit terasa sedikit kasar. Proses
pembaruan lapisan tanduk, terus berlangsung sepanjang hidup,
menjadikan kulit ari memiliki self repairing capacity atau kemampuan
memperbaiki diri. Dengan bertambahnya usia, proses keratinisasi
berjalan lebih lambat. Ketika usia mencapai sekitar 60-tahunan, proses
keratinisasi membutuhkan waktu sekitar 45-50 hari, akibatnya lapisan
tanduk yang sudah menjadi kasar, lebih kering, lebih tebal, timbul
bercak putih karena melanosit lambat bekerjanya dan penyebaran
melanin tidak lagi merata serta tidak lagi cepat digantikan oleh lapisan
tanduk baru. Daya elastisitas kulit pada lapisan ini sangat kecil, dan
lapisan ini sangat efektif untuk mencegah terjadinya penguapan air dari
lapis-lapis kulit lebih dalam sehingga mampu memelihara tonus dan
turgor kulit. Lapisan tanduk memiliki daya serap air yang cukup besar.
b. Lapisan bening (stratum lucidum) disebut juga lapisan barrier, terletak
tepat di bawah lapisan tanduk, dan dianggap sebagai penyambung
lapisan tanduk dengan lapisan berbutir. Lapisan bening terdiri dari
protoplasma sel-sel jernih yang kecil-kecil, tipis dan bersifat translusen
sehingga dapat dilewati sinar (tembus cahaya). Lapisan ini sangat
tampak jelas pada telapak tangan dan telapak kaki. Proses keratinisasi
bermula dari lapisan bening.
c. Lapisan berbutir (stratum granulosum) tersusun oleh sel-sel keratinosit
berbentuk kumparan yang mengandung butir-butir dalam
protoplasmanya, berbutir kasa dan berinti mengkerut. Lapisan ini
paling jelas pada kulit telapak tangan dan kaki
d. Lapisan bertaju (stratum spinosum) disebut juga lapisan malphigi
terdiri atas
sel-sel yang saling berhubungan dengan perantaraan jembatan-
jembatan protoplasma berbentuk kubus. Jika sel-sel lapisan saling
berlepasan, maka seakan-akan selnya bertaju. Setiap sel berisi filamen-
filamen kecil yang terdiri atas serabut protein. Sel-sel pada lapisan taju
normal, tersusun menjadi beberapa baris. Bentuk sel berkisar antara
bulat ke bersudut banyak (polygonal), dan makin ke arah permukaan
kulit makin besar ukurannya. Di antara sel-sel taju terdapat celah antar
sel halus yang berguna untuk peredaran cairan jaringan ekstraseluler
dan pengantaran butir-butir melanin. Sel-sel di bagian lapis taju yang
lebih dalam, banyak yang berada dalam salah satu tahap mitosis.
Kesatuan-kesatuan lapisan taju mempunyai susunan kimiawi yang
khas; inti-inti sel dalam bagian basal lapis taju mengandung kolesterol,
asam amino dan glutation.
e. Lapisan benih (stratum germinativum atau stratum basale) merupakan
lapisan terbawah epidermis, dibentuk oleh satu baris sel torak (silinder)
dengan kedudukan tegak lurus terhadap permukaan dermis. Alas sel-
sel torak ini bergerigi dan bersatu dengan lamina basalis di bawahnya.
Lamina basalis yaitu struktur halus yang membatasi epidermis dengan
dermis. Pengaruh lamina basalis cukup besar terhadap pengaturan
metabolisme demoepidermal dan fungsi-fungsi vital kulit. Di dalam
lapisan ini sel-sel epidermis bertambah banyak melalui mitosis dan sel-
sel tadi bergeser ke lapisan-lapisan lebih atas, akhirnya menjadi sel
tanduk. Di dalam lapisan benih terdapat pula sel-sel bening (clear
cells, melanoblas atau melanosit) pembuat pigmen melanin kulit.
2. Kulit Jangat (dermis)
Kulit jangat atau dermis menjadi tempat ujung saraf perasa, tempat
keberadaan kandung rambut, kelenjar keringat, kelenjar-kelenjar palit atau
kelenjar minyak, pembuluh-pembuluh darah dan getah bening, dan otot penegak
rambut (muskulus arektor pili). Sel-sel umbi rambut yang berada di dasar kandung
rambut, terus-menerus membelah dalam membentuk batang rambut. Kelenjar palit
yang menempel di saluran kandung rambut, menghasilkan minyak yang mencapai
permukaan kulit melalui muara kandung rambut. Kulit jangat sering disebut kulit
sebenarnya dan 95 % kulit jangat membentuk ketebalan kulit. Ketebalan rata-rata
kulit jangat diperkirakan antara 1-2 mm dan yang paling tipis terdapat di kelopak
mata serta yang paling tebal terdapat di telapak tangan dan telapak kaki. Susunan
dasar kulit jangat dibentuk oleh serat-serat, matriks interfibrilar yang menyerupai
selai dan sel-sel. Keberadaan ujung-ujung saraf perasa dalam kulit jangat,
memungkinkan membedakan berbagai rangsangan dari luar. Masing-masing saraf
perasa memiliki fungsi tertentu, seperti saraf dengan fungsi mendeteksi rasa sakit,
sentuhan, tekanan, panas, dan dingin. Saraf perasa juga memungkinkan segera
bereaksi terhadap hal-hal yang dapat merugikan diri kita. Jika kita mendadak
menjadi sangat takut atau sangat tegang, otot penegak rambut yang menempel di
kandung rambut, akan mengerut dan menjadikan bulu roma atau bulu kuduk
berdiri. Kelenjar palit yan menempel di kandung rambut memproduksi minyak
untuk melumasi permukaan kulit dan batang rambut. Sekresi minyaknya
dikeluarkan melalui muara kandung rambut. Kelenjar keringat menghasilkan
cairan keringat yang dikeluarkan ke permukaan kulit melalui pori-pori kulit.
Di permukaan kulit, minyak dan keringat membentuk lapisan pelindung
yang disebut acid mantel atau sawar asam dengan nilai pH sekitar 5,5. sawar
asam merupakan penghalang alami yang efektif dalam menangkal berkembang
biaknya jamur, bakteri dan berbagai jasad renik lainnya di permukaan kulit.
Keberadaan dan keseimbangan nilai pH, perlu terus-menerus dipertahankan dan
dijaga agar jangan sampai menghilang oleh pemakaian kosmetika. Pada dasarnya
dermis terdiri atas sekumpulan serat-serat elastis yang dapat membuat kulit
berkerut akan kembali ke bentuk semula dan serat protein ini yang disebut
kolagen. Serat-serat kolagen ini disebut juga jaringan penunjang, karena fungsinya
adalah membentuk jaringan-jaringan kulit yang menjaga kekeringan dan
kelenturan kulit. Berkurangnya protein akan menyebabkan kulit menjadi kurang
elastis dan mudah mengendur hingga timbul kerutan. Faktor lain yang
menyebabkan kulit berkerut yaitu faktor usia atau kekurangan gizi. Dari fungsi ini
tampak bahwa kolagen mempunyai peran penting bagi kesehatan dan kecantikan
kulit. Perlu diperhatikan bahwa luka yang terjadi di kulit jangat dapat
menimbulkan cacat permanen, hal ini disebabkan kulit jangat tidak memiliki
kemampuan memperbaiki diri sendiri seperti yang dimiliki kulit ari. Di dalam
lapisan kulit jangat terdapat dua macam kelenjar yaitu kelenjar
keringat dan kelenjar palit.
a. Kelenjar keringat,
Kelenjar keringat terdiri dari fundus (bagian yang melingkar) dan duet yaitu
saluran semacam pipa yang bermuara pada permukaan kulit, membentuk pori-pori
keringat. Semua bagian tubuh dilengkapi dengan kelenjar keringat dan lebih
banyak terdapat di permukaan telapak tangan, telapak kaki, kening dan di bawah
ketiak. Kelenjar keringat mengatur suhu badan dan membantu membuang sisa-
sisa pencernaan dari tubuh. Kegiatannya terutama dirangsang oleh panas, latihan
jasmani, emosi dan obat-obat tertentu. Ada dua jenis kelenjar keringat yaitu :
1) Kelenjar keringat ekrin, kelenjar keringat ini mensekresi cairan jernih,
yaitu keringat yang
mengandung 95 – 97 % air dan mengandung beberapa mineral, seperti
garam, sodium klorida, granula minyak, glusida dan sampingan dari
metabolisma seluler. Kelenjar keringat ini terdapat di seluruh kulit, mulai
dari telapak tangan dan telapak kaki sampai ke kulit kepala. Jumlahnya di
seluruh badan sekitar dua juta dan menghasilkan 14 liter keringat dalam
waktu 24 jam pada orang dewasa. Bentuk kelenjar keringat ekrin langsing,
bergulung-gulung dan salurannya bermuara langsung pada permukaan
kulit yang tidak ada rambutnya.
2) Kelenjar keringat apokrin, yang hanya terdapat di daerah ketiak, putting
susu, pusar, daerah kelamin dan daerah sekitar dubur (anogenital)
menghasilkan cairan yang agak kental, berwarna keputih-putihan serta
berbau khas pada setiap orang Sel kelenjar ini mudah rusak dan sifatnya
alkali sehingga dapat menimbulkan bau. Muaranya berdekatan dengan
muara kelenjar sebasea pada saluran folikel rambut. Kelenjar keringat
apokrin jumlahnya tidak terlalu banyak dan hanya sedikit cairan yang
disekresikan dari kelenjar ini. Kelenjar apokrin mulai aktif setelah usia akil
baligh dan aktivitasnya dipengaruhi oleh hormon.
b. Kelenjar palit,
Kelenjar palit terletak pada bagian atas kulit jangat berdekatan dengan
kandung rambut terdiri dari gelembung-gelembung kecil yang bermuara ke
dalam kandung rambut (folikel). Folikel rambut mengeluarkan lemak yang
meminyaki kulit dan menjaga kelunakan rambut. Kelenjar palit membentuk
sebum atau urap kulit. Terkecuali pada telapak tangan dan telapak
kaki,kelenjar palit terdapat di semua bagian tubuh terutama pada bagian muka.
Pada umumnya, satu batang rambut hanya mempunyai satu kelenjar palit atau
kelenjar sebasea yang bermuara pada saluran folikel rambut. Pada kulit
kepala, kelenjar palit menghasilkan minyak untuk melumasi rambut dan kulit
kepala. Pada kebotakan orang dewasa, ditemukan bahwa kelenjar palit atau
kelenjar sebasea membesar sedangkan folikel rambut mengecil. Pada kulit
badan termasuk pada bagian wajah, jika produksi minyak dari kelenjar palit
atau kelenjar sebasea berlebihan, maka kulit akan lebih berminyak sehingga
memudahkan timbulnya jerawat.
3. Jaringan penyambung (jaringan ikat) bawah kulit (hipodermis)
Lapisan ini terutama mengandung jaringan lemak, pembuluh darah dan
limfe, saraf-saraf yang berjalan sejajar dengan permukaan kulit. Cabang-
cabang dari pembuluh-pembuluh dan saraf-saraf menuju lapisan kulit
jangat. Jaringan ikat bawah kulit berfungsi sebagai bantalan atau
penyangga benturan bagi organorgan tubuh bagian dalam, membentuk
kontur tubuh dan sebagai cadangan makanan. Ketebalan dan kedalaman
jaringan lemak bervariasi sepanjang kontur tubuh, paling tebal di daerah
pantat dan paling tipis terdapat di kelopak mata. Jika usia menjadi tua,
kinerja liposit dalam jaringan ikat bawah kulit juga menurun. Bagian
tubuh yang sebelumnya berisi banyak lemak, akan berkurang lemaknya
dan akibatnya kulit akan mengendur serta makin kehilangan kontur.

Perbedaan kulit tebal dan kulit tipis

 Kulit tebal berada pada telapak tangan dan kaki karena memiliki fungsi
lebih tahan terhadap gesekan dan tarikan
 Kulit tebal tidak memiliki kelenjar sebasea, otot polos, dan folikel rambut.
 Epidermis lebih tebal pada kulit tebal.

Derivat kulit penyusun sistem integume

 Kuku
 Rambut
 Kelenjar

Lapisan Epidermis

 Stratum Basal
 Stratum Spinosum
 Stratum Granulosum
 Stratum Lusdum
 Stratum Korneum

Lapisan Dermis

 Stratum Papilare
 Stratum Korneum
2. Fisiologi ekskresi
kulit memiliki banyak fungsi, yang berguna dalam menjaga homeostasis
tubuh. Fungsi-fungsi tersebut dapat dibedakan menjadi fungsi proteksi, absorpsi,
ekskresi, persepsi, pengaturan suhu tubuh(termoregulasi), dan pembentukan
vitamin D. Kulit juga sebagai barier infeksi dan memungkinkan bertahan dalam
berbagai kondisi lingkungan.

Fungsi ekskresi

Kulit juga berfungsi dalam ekskresi dengan perantaraan dua kelenjar


eksokrinnya, yaitu kelenjar sebasea dan kelenjar keringat:

1. Kelenjar sebasea

Kelenjar sebasea merupakan kelenjar yang melekat pada folikel rambut dan
melepaskan lipid yang dikenalsebagai sebum menuju lumen. Sebum dikeluarkan
ketika muskulus arektor pili berkontraksi menekan kelenjar sebasea sehingga
sebum dikeluarkan ke folikel rambut lalu ke permukaan kulit. Sebum tersebut
merupakan campuran dari trigliserida, kolesterol, protein, dan elektrolit. Sebum
berfungsi menghambat pertumbuhan bakteri, melumasi dan memproteksi keratin.

2. Kelenjar keringat

Walaupun stratum korneum kedap air, namun sekitar 400 mL air dapat keluar
dengan cara menguap melaluikelenjar keringat tiap hari. Seorang yang bekerja
dalam ruangan mengekskresikan 200 mL keringat tambahan, dan bagi orang yang
aktif jumlahnya lebih banyak lagi. Selain mengeluarkan air dan panas, keringat
juga merupakan sarana untuk mengekskresikan garam, karbondioksida, dan dua
molekul organik hasil pemecahanprotein yaitu amoniak dan urea. Terdapat dua
jenis kelenjar keringat, yaitu kelenjar keringat apokrin dan kelenjar keringat
merokrin.

 Kelenjar keringat apokrin terdapat di daerah aksila, payudara dan pubis, serta
aktif pada usia pubertas dan menghasilkan sekretyang kental dan bau yang khas.
Kelenjar keringat apokrin bekerja ketika ada sinyal dari sistem saraf dan hormon
sehingga sel-sel mioepitelyang ada di sekeliling kelenjar berkontraksi dan
menekan kelenjar keringat apokrin. Akibatnya kelenjar keringat apokrin
melepaskan sekretnya ke folikel rambut lalu ke permukaan luar.

 Kelenjar keringat merokrin (ekrin) terdapat di daerah telapak tangan dan kaki.
Sekretnya mengandungair, elektrolit, nutrien organik, dan sampah metabolism.
Kadar pH-nya berkisar 4,0−6,8dan fungsidari kelenjar keringat merokrin adalah
mengatur temperatur permukaan, mengekskresikan air dan elektrolit serta
melindungi dari agen asing dengan cara mempersulit perlekatan agen asing dan
menghasilkan dermicidin, sebuah peptida kecil dengan sifat antibiotik.

3 .Fisiologi penyimpanan lemak


Jaringan lemak merupakan salah satu organ terbesar dalam tubuh. Pada
laki-laki dengan berat badan normal terdapat jaringan lemak sekitar 15-20% dan
pada perempuan sekitar 20-25% dari total berat badan. Jaringan lemak merupakan
gudang penyimpan tenaga/energi dalam bentuk trigliserida. Pada mamalia
umumnya termasuk manusia, di antara waktu makan tetap dapat menghasilkan
tenaga secara terus menerus; kebanyakan dari tenaga ini dihasilkan oleh jaringan
lemak (setiap gram trigliserida dapat menghasilkan 9,3 kkal dibandingkan
karbohidrat yang menghasilkan 4,1 kkal). Cadangan jaringan lemak dalam tubuh
ini dapat berfungsi sebagai cadangan energi selama 2 bulan. Dalam tubuh terdapat
dua jenis jaringan lemak yang berbeda dalam hal: penyebaran/lokalisasi, warna,
vaskularisasi, dan aktivitas metabolisme. Kedua jaringan lemak tersebut ialah
jaringan lemak putih dan jaringan lemak coklat. Gambaran histologik jaringan
lemak putih yaitu sel-sel lemak hanya mengandung satu vakuola besar dalam
sitoplasma sehingga dinamakan juga lemak unilokuler. Jenis ini tersebar di
seluruh bagian tubuh. Berbeda halnya dengan jaringan lemak coklat dimana sel-
sel lemak mengandung banyak vakuola dalam sitoplasma sehingga dinamakan
juga lemak multilokuler. Jenis ini terutama ditemukan pada bayi yang baru lahir
dan jumlahnya lebih sedikit daripada jaringan lemak putih.

Terdapat beberapa fungsi jaringan lemak, yaitu:

 Tempat penyimpan lemak yang sewaktu-waktu dapat diubah menjadi tenaga.


 Turut membentuk lekuk-lekuk anatomis permukaan tubuh.

 Sebagai penyerap tekanan (shock absorbent), fungsi ini terutama pada tempat-
tempat yang biasanya mendapat tekanan yang besar, seperti: telapak kaki dan
telapak tangan. Lemak di daerah ini lebih berfungsi sebagai jaringan penyokong.

 Mengisolasi panas dalam tubuh sebab jaringan lemak bersifat sebagai


penghantar panas yang buruk.

 Mengisi rongga-rongga tubuh sehingga organ-organ tubuh dapat terfiksasi


dengan baik. Fungsi-fungsi di atas merupakan fungsi jaringan lemak putih,
sedangkan lemak coklat kebanyakan hanya berfungsi pada bayi yang baru lahir
untuk menghasilkan panas.

Jaringan lemak putih (lemak unilokuler)

Jaringan lemak putih dinamakan demikian karena berwarna putih sampai


kekuningan, tergantung dari jumlah bahan karotenoid yang dimakan. Karotenoid
merupakan pigmen yang terdapat dalam tumbuhan (wortel, beberapa jenis
buahbuahan dan sayur-sayuran terutama yang berwarna merah jingga) yang larut
dalam lemak. Pada awal perkembangan sel lemak putih memiliki banyak vakuola
tetapi pada perkembangan lebih lanjut vakuola-vakuola tersebut akan bersatu
membentuk vakuola tunggal. Pada sediaan histologik rutin yang terlihat hanya
dinding sel lemak yang terputus-putus dengan lapisan sitoplasma tipis dimana
terdapat inti (pada potongan tipis); lemaknya telah terekstraksi pada waktu
pembuatan sediaan (Gambar 1).

Pada sediaan yang dipotong agak tebal dinding sel masih bisa terlihat utuh.
Untuk memperlihatkan lemak dalam sel dapat digunakan teknik potong beku, di
mana jaringan dibekukan dengan pendinginan dan langsung dipotong (lemak tidak
terekstraksi) atau dengan menggunakan bahan yang tidak dapat mengekstraksi
lemak dari dalam sel, sehingga dapat diperlihat dengan pulasan khusus, seperti:
Sudan oil red (merah), Sudan oil black (hitam), dan asam osmium (hitam).
Gambar 1. Jaringan lemak putih dengan sel-sel yang unilokuler (bagian atas) dan
jaringan lemak coklat dengan sel-sel yang multilokuler (bagian bawah). Sumber:
Mescher AL, 2010.8

Setiap sel lemak dikelilingi oleh jalajala halus retikuler. Pada jaringan
lemak yang lebih besar terutama pada daerah yang berfungsi sebagai penyerap
tekanan (telapak kaki dan tangan) terdapat septasepta jaringan ikat yang cukup
tebal sehingga jelas terlihat membentuk lobuli jaringan lemak. Pada daerah lain
yang bukan berfungsi penyerap tekan-an septasepta sangat tipis sehingga susunan
lobuli kurang jelas. Jaringan lemak putih kaya vaskularisasi dan persarafan
Kapiler banyak terlihat pada daerah sudut-sudut perte muan antara sel-sel lemak,
sedangkan ujung-ujung saraf simpatis terlihat berakhir pada dinding pembuluh
darah tidak pada sel lemak. Penyebaran jaringan lemak putih Jaringan lemak putih
tersebar luas di jaringan subkutan. Banyaknya penimbunan lemak putih pada
daerah-daerah tertentu akan berbeda tergantung pada umur dan jenis kelamin.

Pada anak-anak, terutama yang baru lahir lapisan lemak hampir merata di
semua jaringan subkutan, dinamakan panikulus adiposus. Pada usia dewasa lemak
ini akan menipis pada daerah tertentu tetapi pada bebeberapa daerah akan
menebal. Ketebalan lemak pada beberapa daerah berbeda untuk kedua jenis
kelamin; hal ini menyebabkan perbedaan bentuk tubuh lelaki dan perempuan yang
mungkin dipengaruhi secara hormonal. Pada lakilaki penimbunan lemak terjadi
pada: daerah kuduk, jaringan subkutan di atas otot deltoideus dan triseps, daerah
lumbosakral, dan bokong sedangkan pada perempuan penimbunan lemak terjadi
pada daerah dada, bokong, epitrohanter, serta permukaan anterior dan lateral paha.
Pada lelaki bila terjadi penimbunan lemak berlebihan terutama terjadi pada daerah
abdomen, sedangkan pada perempuan terjadi terutama pada daerah bokong.
Penimbunan lemak pada daerah omentum, mesenterium, dan retroperitoneal juga
berbeda pada kedua jenis kelamin. Lemak di daerah ini dilepaskan paling awal
bila tubuh memerlukan energi. Penimbunan yang terjadi pada daerah omentum ini
dikenal sebagai obesitas sentral.

Beberapa daerah tertentu dari tubuh tidak akan melepaskan lemaknya


walaupun pada keadaan puasa kecuali pada kelaparan yang berkepanjangan,
contoh: lemak penopang bola mata, sendi-sendi besar, serta telapak tangan dan
kaki. Reseptor sel lemak putih Pada sel lemak putih terdapat beberapa jenis
reseptor yang berhubungan dengan fungsi sel lemak tersebut:

 Reseptor insulin: meningkatkan ambilan glukosa dan di dalam sel lemak akan
diubah menjadi trigliserida.

 Reseptor epinefrin: efedrin yang dilepaskan dari ujung saraf simpatis akan
terikat pada reseptor di endotel kapiler jaringan lemak kemudian akan
mengaktifkan adenilil siklase dalam sel lemak yang menyebabkan meningkatnya
lipolisis (hubungan dengan olahraga).

 Reseptor estrogen: memengaruhi penyebaran jaringan lemak pada perempuan.

 Reseptor adrenokortikoid: peningkatan hormon adrenokortikoid akan


menyebabkan terjadinya hipertrofi lokal sel-sel lemak di daerah servikal bawah,
yang dikenal sebagai buffalo hump. Beberapa hormon lain juga berperan pada
berbagai langkah metabolisme lemak, seperti: hormon pertumbuhan, hormon
prolaktin, dan hormon tiroid. Fungsi endokrin jaringan lemak putih Mulanya
jaringan lemak putih yang juga dikenal sebagai Cinderella organ dianggap hanya
sekadar tempat cadangan lemak dan tempat penyimpan cadangan energi dalam
bentuk trigliserida. Pada tahun 1987 jaringan lemak berhasil diidentifikasi sebagai
tempat utama terjadinya metabolisme steroid seks dan produksi adipsin yaitu
faktor yang mengalami down regulation pada roden yang obes. Pada tahun 1994
berhasil ditemukan bahwa jaringan lemak menghasil sejenis polipeptida leptin,
sehingga jaringan lemak digolongan sebagai jaringan endokrin, malah merupakan
organ endokrin yang terbesar dalam tubuh. Penelitian kemudian membuktikan
jaringan lemak berperan dalam hal integrasi sinyal-sinyal endokrin, metabolik,
dan inflamasi untuk mengatur homeostatis energi.

Sel-sel lemak dan stroma vaskuler jaringan lemak ternyata menyekresi


berbagai hormon, faktor pertumbuhan, protein bioaktif, dan molekul-molekul
kecil ke dalam sirkulasi. Telah dilaporkan terdapat sekitar 47 jenis bahan yang
dihasilkan oleh sel lemak, yang keseluruhannya dikelompokkan sebagai
adipositokin/adipokin yang masing-masing dapat bekerja secara otokrin, parakrin
maupun endokrin. Adipositokin Adipositokin yang telah banyak diteliti antara
lain: leptin, tumor necrosis factor α (TNF-α), inter-leukin-6 (IL-6), komplemen
C3, acylation stimulating protein (ASP), ensim lipoprotein lipase (LPL), Apo-E,
faktor pertumbuhan (TGF, IGF-1), angiotensinogen, plasminogen-activator
inhibitors tipe 1 (PAI-1), adipsin, resistin, PPAR-γ-regulated angiopoietin-related
protein (PGAR), adipsin, resistin dan belakang ini ditemukan adiponektin. Bahan-
bahan tersebut di atas dapat berefek pada organ-organ lain, juga dapat saling
memengaruhi satu dengan yang lain.

Dengan demikian jaringan lemak ini sekaligus berfungsi sebagai organ


endokrin, parakrin, dan autokrin. Dari sekian banyak bahan yang dihasilkan oleh
jaringan lemak belakang ini yang menarik banyak perhatian para peneliti ialah
adiponektin karena merupakan satu-satnya adipositokin yang mempunyai kadar
rendah pada resistensi insulin, toleransi glukosa yang terganggu, diabetes melitus
tipe 2, obesitas, dan penyakit kardiovaskuler. Bila adiponektin dapat
mengendalikan keadaan/penyakitpenyakit tersebut maka diharapkan dapat
berfungsi protektif, bertentangan dengan fungsi adipositokin lainnya. Aspek klinis
Obesitas telah menjadi masalah kesehatan global bukan saja di negara maju tapi
juga di negara-negara berkembang. Jaringan lemak sangat kaya dengan
vaskularisasi. Meningkatnya lemak tubuh akan menambah beban sirkulasi, karena
setiap ketambahan jaringan lemak akan diikuti dengan bertambahnya pembuluh
darah, yang menyebabkan beban kerja jantung akan bertambah. Obesitas juga
dapat meningkatkan kadar lemak darah, sehingga mempercepat proses degenerasi
pembuluh darah yang lebih dini (proses aterosklerosis), yang kesemuanya akan
meningkatkan risiko penyakit kardiovaskuler. Seseorang dalam kehidupannya
dapat menjadi gemuk tegantung dari proses terjadinya penimbunan lemak pada
sel-sel lemak. Dikenal dua jenis kegemukan:

1. Kegemukan hipertrofi: terjadi oleh penimbunan lemak dalam jumlah besar pada
sel-sel lemak unilokuler, sehingga ukuran sel lemak tersebut dapat mencapai
empat kali lebih besar, tetapi jumlah sel lemak tidak bertambah banyak.
Kegemukan ini terjadi akibat pembelahan sel lemak sudah tidak berlangsung,
tetapi mengonsumsi makanan yang berlebihan. Biasanya kegemukan jenis ini
terjadi pada usia dewasa.

2. Kegemukan hiperplasia (hiperseluler): merupakan kegemukan yang berat sebab


selain sel bertambah besar juga jumlah sel menjadi lebih banyak. Sel lemak
dewasa tidak dapat membelah. Setelah kelahiran sampai dewasa sel prekursor
lemak masih mempunyai daya untuk berdiferensiasi membentuk sel lemak
dewasa, tergantung dari jumlah dan jenis makanan. Penelitian dan data klinis
menunjukkan pemberian ma-kanan berlebihan pada awal kehidupan seorang anak
akan dapat menghasilkan sel prekursor lemak yang lebih banyak dari normal dan
dapat menyebabkan terjadinya kegemukan hiperseluler pada saat dewasa. Data
klinis juga menunjuk-kan bahwa anak yang lahir dengan berat badan di atas 97
percentil akan menjadi gemuk tiga kali lipat dibandingkan anak lain di usia
dewasa. Anak-anak yang lahir pada perang dunia ke II hanya sekitar 1/3 yang
menderita kegemukan dibanding dengan kelompok yang sama dan lahir pada
keadaan berkecukupan setelah perang. Jadi terlihat adanya korelasi antara pola
makan anak dengan jumlah sel prekursor lemak.

Jaringan lemak coklat (lemak multilokuler)

Jaringan lemak coklat bervariasi pada berbagai spesies. Jaringan lemak ini
tampak berwarna coklat sampai coklat kemerahan-merahan, oleh karena itu sering
dinamakan lemak coklat. Warna ini disebabkan oleh banyaknya pembuluh darah
dan sitokrom karena terdapat sejumlah besar mitokondria. Walaupun sel lemak
coklat lebih kecil dari pada sel lemak putih, sitoplasmanya relatif lebih banyak
dan terdapat sejumlah tetesan lemak dalam berbagai ukuran. Inti bulat letak agak
ke tepi, tetapi tidak terdorong seperti pada sel lemak unilokuler (Gambar 1 dan 2).
Mikroskop elektron memperlihatkan pada sitoplasma terdapat kompleks juksta
nuklear kecil dan sejumlah miktokondria.

Mitokondria lebih besar dan bulat dengan sejumlah krista transversal. Juga
terdapat sedikit retikulum endoplasma kasar dan halus, ribosom bebas dan
glikogen (Gambar 3). Jaringan lemak coklat tersusun atas lobi dengan sejumlah
pembuluh darah tersebar di dalam lobi tersebut, mirip suatu kelenjar. Pada
binatang yang dipuasakan lama, lemak coklat akan dilepaskan secara bertahap,
sehingga warna jaringan akan makin gelap meninggalkan gambaran mirip kelenjar
sel-sel epitelial, dan tidak mirip jaringan ikat. Pada binatang percobaan, pelepasan
lemak ini makin dipercepat dalam lingkungan dingin. Stroma jaringan lemak
coklat sangat longgar dan banyak terdapat pembuluh darah.

Hubungan antar sel lemak dan kapiler lebih erat bila dibandingkan dengan
lemak putih. Pada pulasan impregnasi perak terlihat sejumlah serabut saraf halus
tidak bermielin berupa ujung saraf simpatis yang berakhir pada sel lemak coklat.
Lemak coklat umumnya terdapat pada mamalia yang baru lahir atau pada hewan
yang sedang berhibernasi; oleh karena itu jaringan lemak ini sering dinamakan
jaringan hibernasi. Pada individu dewasa tetesan-tetesan lemak akan menyatu
membentuk satu tetesan mirip lemak unilokuler. Lemak coklat ini penting
terutama pada kehidupan bulan-bulan pertama. Strukturnya secara bertahap akan
berubah menjadi lemak unilokuler, sehingga saat dewasa tetap masih terdapat sel
lemak coklat dan lemak putih tapi dengan struktur yang telah berubah menjadi
lemak unilokuler sehingga sukar dibedakan secara histologik.

Gambar 2. Fotomikrograf menggunakan pembesaran tinggi memperlihatkan sel-


sel lemak coklat dengan inti bulat yang sering terletak di tengah. Umumnya sel-sel
berbentuk poligonal berisi banyak droplet lemak. Pada beberapa sel, droplet
lemak besar mendesak inti ke tepi. Terdapat jaring-jaring serat kolagen dan
kapiler di sekitar sel-sel lemak. Sumber: Ross MH, Wojciech P, 2011.

Gambar 3. Diagram sel lemak multilokuler memperlihatkan hubungan droplet


lemak yang banyak dengan mitokondria. Juga memperlihatkan ujung saraf
simpatis yang melepaskan norepinefrin untuk menginduksi produksi panas dari
mitokondria melalui aktivitas termogenin. Sumber: Mescher AL, 2010

Jaringan lemak coklat banyak terdapat di daerah leher dan interskapular


fetus manusia berusia 28 minggu dan pada waktu lahir sebanyak 2-5% dari berat
badan (Gambar 4). Letak jaringan lemak coklat dapat dideteksi dengan cara
skening termografi. Pada usia dewasa, semua jaringan lemak terlihat sebagai
lemak unilokuler tetapi pada usia lanjut, penyakit kronis, atau kelaparan massa
lemak coklat dapat terlihat kembali pada beberapa tempat tertentu, mirip seperti
lokasi pada fetus atau bayi yang baru lahir. Hal ini juga ditunjang dengan
dikenalnya dua jenis tumor dari jaringan lemak.

Tumor yang berasal dari jaringan lemak putih dikenal sebagai lipoma atau
liposarkoma sedangkan yang berasal dari lemak coklat dinamakan hibrinoma;
keduanya dapat dibedakan secara histologik. Dari buktibukti di atas, dewasa ini
umumnya telah diterima bahwa sepanjang hidup seseorang di dalam tubuhnya
terdapat kedua jenis lemak ini, hanya saja struktur lemak multilokuler akan
berubah menjadi lemak unilokuler tetapi masih tetap bersifat reversibel.
Histofisiologi lemak coklat Lemak putih banyak terdapat di jaringan subkutan dari
kebanyakan mamalia yang berfungsi sebagai isolasi untuk menahan panas, tetapi
bila terlibat dalam aktifitas metabolisme juga dapat menghasilkan panas. Berbeda
halnya dengan jaringan lemak coklat yang berfungsi khusus untuk menghasilkan
panas tubuh. Sitoplasma lemak coklat mengandung banyak mitokondria,
berfungsi menghasilkan panas melalui oksidasi asam lemak. In vitro, kecepatan
oksidasi lemak coklat 20 kali lebih tinggi dari lemak putih.

Dalam keadaan dingin lemak coklat dapat menghasilkan panas sampai tiga kali
lipat. Hewan dewasa termasuk manusia yang baru lahir atau masih muda tidak
dapat menggigil sehingga memerlukan lemak coklat untuk menghasilkan panas
Bila terpapar suhu dingin, reseptor sensoris di kulit akan mengirim impuls ke
pengaturan suhu di otak, kemudian melalui jalur simpatis yang ujung-ujungnya
berakhir pada membran plasma sel lemak coklat dan beberapa pada pembuluh
darah melepaskan neurotransmiter norepinefrin untuk meningkatkan aliran darah.
Norepinefrin yang terikat pada reseptor di sel lemak coklat akan mengaktifkan
enzim lipase sensitif hormon dalam sel untuk memecahkan molekul trigliserida
menjadi asam lemak dan gliserol. Pelepasan asam lemak akan meningkatkan
metabolisme dengan konsekuensi meningkatkan kebutuhan oksigen dan pelepasan
panas. Darah yang melewati daerah tersebut akan meningkat suhunya dan
disebarkan ke seluruh tubuh. Meningkatnya panas yang dihasilkan berhubungan
dengan mitokondria dalam sel-sel lemak coklat yang memiliki protein
transmembran yang dinamakan termogenin. Protein transmembran ini berfungsi
untuk mengalirkan kembali proton yang sebelumnya ditransfer ke celah
intermembran tanpa melewati sistem ATPsintase dalam unit globular
mitokondria. Akibatnya energi yang dibutuhkan untuk aliran proton tidak
digunakan untuk sintesis ATP tapi untuk menghasilkan panas. Pada hewan gemuk
jumlah termogenin berkurang tetapi meningkat pada keadaan dingin. Individu-
individu yang memiliki jumlah molekul termogenin banyak sukar menjadi gemuk.

Hormon tiroid dapat meningkatkan aktivitas metabolisme di banjak jaringan,


tetapi mempunyai efek khusus pada sel-sel lemak. Kerja hormon tiroid akan
menyebabkan peningkatan reseptor hormon tersebut dalam inti sel lemak.
Hormon utama yang dihasilkan kelenjar tiroid ialah tiroksin (T4), tapi
triidotiroksin (T3) memiliki aktifitas sepuluh kali lebih tinggi daripada tiroksin
terhadap reseptor tersebut. Fisiologis T3 merupakan hormon yang sangat penting
dengan T4 sebagai suatu prohormon. Deiodonase T4 menjadi T3 umumnya
dengan ensim tiroksin 5- diidonase yang terjadi di hati dan ginjal, sehingga kedua
organ ini penting dalam mengatur cadangan plasma triiodotirokson. Lemak coklat
juga memiliki enzim ini dan akan sangat meningkat bila terpapar keadaan dingin,
dapat mencapai 100 kali lebih tinggi bila dibandingkan dalam keadaan panas.
Meningkatnya termogenesis merupakan respons terhadap keadaan dingin yang
tergantung pada aktivitas enzim ini. Bayi-bayi yang sangat muda menggunakan
mekanisme yang sama untuk menghasilkan panas. Pada bayi yang diletakan pada
lingkungan 230 C segera setelah lahir akan terjadi peningkatan kadar gliserol
dalam darah akibat lipolisis trigliserida yang akan meningkatkan kecepatan
metabolisme untuk mencapai suhu sekitar 330 C.

4. Fisiologi termolegulator

Peran Kulit dalam Termoregulasi Manusia


Manusia bersifat homeotermal; manusia mempertahankan suhu internal atau
suhu pusat tubuh di dalam rentang yang sempit walaupun terdapat stres termal.
Stres termal dapat berupa variasi suhu di lingkungan atau suhu dari tubuh manusia
sendiri, seperti panas yang dihasilkan oleh otot skeletal selama latihan (exercise)
dinamis. Ketika stres termal dihasilkan di lingkungan, terjadi perubahan suhu kulit
yang diakibatkan oleh perubahan suhu internal. Ketika stres termal dihasilkan oleh
tubuh selama latihan (exercise), terjadi perubahan suhu pusat yang diakibatkan
oleh perubahan suhu kulit. Pada keadaan yang sama, gradien termal dihasilkan di
antara kulit dan pusat tubuh. Jika suhu tubuh lebih rendah daripada suhu pusat,
tubuh akan kehilangan panas, kecuali terjadi konstriksi pembuluh darah. Jika suhu
tubuh lebih tinggi daripada suhu pusat, tubuh akan menghasilkan panas, kecuali
terjadi dilatasi pembuluh darah dan perspirasi oleh kelenjar keringat. Kulit
merupakan komponen penting termoregulasi manusia.
Termoregulasi manusia terjadi melalui integrasi beberapa proses fisiologis.
Proses terintegrasi ini mengendalikan refleks termoregulator untuk
mempertahankan suhu internal yang stabil pada “set point” 37ᴼC (98,6ᴼF)
walaupun terdapat stres termal. Set point tidak selalu tetap dan berfluktuasi dalam
rentang 0,5ᴼC-1,0ᴼC (0,9ᴼF-1,8ᴼF), bergantung pada ritme sirkardian dan siklus
menstruasi pada wanita. Peran refleks termoregulator dalam mempertahankan
suhu internal pada set point dikoordinasi oleh neuron yang sensitif secara termal
pada area hipotalamik-preoptik anterior dan medula spinalis, yang memberi
respon pada perubahan suhu internal dan suhu kulit. Sebagai contoh, neuron yang
sensitif terhadap dingin pada area hipotalamik-preoptik anterior dan medula
spinalis mengintegrasikan masukan (input) sensori aferen dan mengaktivasi
mekanisme penahanan panas berupa vasokonstriksi kulit dan peningkatan
produksi panas metabolik (mengigil / shivering). Sebaliknya, stimulasi neuron
yang sensitif terhadap panas pada area hipotalamik-preoptik anterior dan medula
spinalis mengintegrasikan masukan (input) sensori aferen dan mengaktivasi
mekanisme pelepasan panas yang meliputi vasodilatasi kulit dan produksi
keringat.

Kulit dan Termoregulasi


Aspek Anatomi
Peran penting kulit dalam termoregulasi manusia telah dimengerti secara
jelas: termoregulasi dicapai melalui variasi aliran darah dan produksi keringat,
dengan tujuan mempertahankan stabilitas termal. Tanpa variasi ini, stabilitas
termal tidak dapat dipertahankan dan memiliki resiko hipotermia atau hipertermia.
Pada kondisi normotermik, aliran darah kulit manusia saat istirahat berada dalam
rentang 30-40 ml/menit/100 g kulit. Bagaimanapun, penyesuaian pembuluh darah
kulit terhadap perubahan kondisi lingkungan sangat baik, di mana laju aliran
darah kulit bervariasi dari nilai mendekati nol dengan vasokonstriksi normal
selama cold stress sampai dengan nilai 8 L/min pada permukaan tubuh dengan
vasodilatasi maksimal selama heat stress.
Pembuluh darah kulit tersusun dari beberapa pleksus pada lapisan
superfisial dan lapisan dalam kulit yang berada sejajar dengan permukaan kulit.
Hampir seluruh pembuluh darah berada pada lapisan superfisial kulit dan terdiri
dari kumparan arteriol terminal papila dengan resistensi tinggi serta venula post
kapiler. Kumparan papila merupakan pembuluh darah kapiler. Aliran darah pada
kumparan tersebut dikontrol oleh arteriol yang sangat terinervasi. Kumparan
tersebut terdapat di dekat taut dermal-epidermal, yaitu suatu regio yang memiliki
gradien termal maksimal karena berada di dekat permukaan kulit. Kumparan
papila memiliki area permukaan yang luas, sehingga aliran darah yang melalui
pembuluh darah ini merupakan faktor utama dalam pertukaran panas dengan cara
vasodilatasi selama heat stress dan vasokontriksi selama cold stress.
Kumparan papila terdapat pada kulit tidak berambut / glabrous skin
(telapak tangan, aspek plantar pada kaki, dan bibir) dan kulit berambut /
nonglabrous skin (terutama pada permukaan tubuh, meliputi tungkai, kepala, dan
tubuh), sedangkan anastomosis arteri-vena (arteriovenous anastomoses / AVAs)
terutama terdapat pada kulit tidak berambut / glabrous skin. Anastomosis arteri-
vena menunjukkan hubungan langsung antara arteriol dan venula yang melewati
arteriol dan kapiler dengan resistensi tinggi pada kumparan papila. Anastomosis
arteri-vena memiliki dinding otot yang tebal dengan inervasi noradrenergik dan
terletak lebih dalam daripada kumparan papila. Anastomosis arteri-vena kurang
efisien dalam transfer panas daripada kumparan papil karena terletak lebih dalam
pada dermis dan memiliki area permukaan yang lebih kecil. Ketika anastomosis
arteri-vena mengalami dilatasi selama heat stress dan konstriksi selama cold
stress ringan-sedang, anastomosis ini berperan penting untuk memediasi
vasodilatasi lokal selama paparan dingin yang lebih lama. Vasodilatasi tersebut
menyebabkan darah yang hangat mengalir untuk mempertahankan suhu dan
viabilitas jaringan selama vasodilatasi yang diinduksi oleh dingin (“cold-induced
vasodilatation”).
Kelenjar keringat juga sangat berperan dalam termoregulasi manusia.
Peran penting termoregulasi kelenjar keringat ekrin yang meliputi hampir seluruh
permukaan tubuh telah diketahui dengan jelas. Fungsi utama kelenjar keringat
ekrin adalah meningkatkan pelepasan panas melalui evaporasi keringat. Densitas
kelenjar ini bervariasi dari 700 kelenjar cm2 pada kulit planar dan plantar sampai
dengan 64 kelenjar cm2 pada kulit punggung; kelenjar dapat mengalami hipertrofi
pada paparan panas berulang. Setiap kelenjar tersusun oleh gelungan saluran
sekretori yang terdapat pada dermis, dengan duktus yang memanjang melewati
dermis dan epidermis menuju permukaan kulit. Keringat disekresikan oleh
gelungan saluran sekretori sebagai larutan isotonik. NaCl direabsorbsi pada
duktus sehingga keringat yang dikeluarkan di permukaan tubuh bersifat hipotonik.
Setiap liter keringat yang mengalami evaporasi mampu melepaskan energi sebesar
580 kkal dari tubuh. Walaupun kelenjar keringat apokrin tidak dinyatakan sebagai
kelenjar pembau primitif (“atavistic scent gland”) lagi, hal ini dipertanyakan
kembali saat ini. Kelenjar apokrin biasanya berkaitan dengan folikel rambut dan
berkembang pada kulit kepala, wajah, punggung bagian atas, dan dada. Sebum
dari kelenjar apokrin telah dinyatakan berperan sebagai surfaktan pada suhu
tinggi, dan dapat memfasilitasi penyebaran kelenjar ekrin pada permukaan kulit.
Pada suhu rendah, sebum berperan untuk mengeluarkan air dari kulit untuk
mereduksi pelepasan panas.

Mekanisme Termoregulator Kulit


Sirkulasi kulit merupakan efektor utama dalam termoregulasi kulit. Selama
heat stress, peningkatan suhu internal dan suhu kulit menyebabkan vasodilatasi
kulit melalui mekanisme neural dan efek lokal di pembuluh darah kulit pada suhu
yang lebih tinggi. Selama cold stress, penurunan suhu menyebabkan
vasokonstriksi kulit melalui neural dan efek lokal vaskular. Pada kondisi
normotermik, darah pada kulit mengalir dengan rata-rata 5% dari curah jantung
(cardiac output); bagaimanapun, jumlah absolut darah pada kulit bervariasi dari
nilai mendekati nol selama periode vasokonstriksi maksimal pada cold stress berat
sampai dengan 60% dari curah jantung (cardiac output) pada heat stress berat.

Keringat
Pelepasan panas melalui sekresi dan evaporasi pada kelenjar keringat
berperan penting dalam mempertahankan stabilitas termal di lingkungan yang
panas atau selama heat stress yang diinduksi oleh latihan (exercise) dinamis berat.
Ketika suhu lingkungan melebihi suhu darah, evaporasi keringat merupakan
mekanisme satu-satunya untuk melepaskan panas. Sekresi keringat terutama
dikontrol oleh persarafan kolinergik simpatetik yang melepaskan asetilkolin
(acetylcholine / Ach) untuk mengaktifkan reseptor muskarinik pada kelenjar.
Sekresi keringat dapat diaugmentasi oleh produksi lokal nitrit oksida di dekat
kelenjar keringat. Kelenjar yang terstimulasi akan memproduksi larutan isotonik
yang berubah secara progresif menjadi larutan hipotonik saat Na+ direabsorbsi di
dalam duktus kelenjar keringat oleh transfer ion aktif.

Mekanisme Kontrol Neural pada Pembuluh Darah Kulit


Pada kulit tidak berambut (glabrous skin), arteriol kulit diinervasi oleh
persarafan vasokonstriktor simpatetik yang melepaskan noradrenergik dan efek
suhu lokal pada pembuluh darah kulit sendiri.
Pada kulit berambut (nonglabrous skin), perubahan aliran darah kulit
dimediasi oleh dua cabang sistem saraf simpatetik: (1) saraf vasokonstriktor
nonadrenergik yang terdapat pada kulit tidak berambut (glabrous skin) dan (2)
sistem vasodilator aktif kolinergik. Mekanisme kontrol kedua neural simpatetik
ini merupakan efektor utama respon termoregulator. Pembuluh darah pada kulit
berambut (nonglabrous skin) juga berespon terhadap efek perubahan suhu lokal.
Pada keadaan normotermia, arteriol kulit berada di bawah tonus neural
kecil. Selama cold stress, reduksi suhu kulit dan / atau suhu internal menyebabkan
reduksi yang dimediasi refleks termoregulator pada aliran darah kulit untuk
mempertahankan panas tubuh. Peningkatan tonus vasokonstriktor noradrenergik
memediasi vasokonstriksi arteriol dan menyebabkan pernurunan aliran darah
kulit.
Sebaliknya, selama heat stress, refleks termoregulator yang memfasilitasi
pendinginan tubuh dipengaruhi. Ketika suhu internal meningkat lebih lanjut
melebihi nilai ambang (threshold) sebesar 37ᴼC (98,6ᴼF), vasodilatasi kulit
dimulai. Pada nilai ambang (threshold) ini, tonus vasodilator aktif arteriol kulit
meningkat. Saat istirahat, produksi keringat juga dimulai pada ambang (threshold)
suhu internal yang sama. Tonus vasodilator meningkat seiring dengan
peningkatan suhu internal. Peningkatan aktivitas vasodilator menurunkan tonus
otot polos, menyebabkan vasodilatasi arteriol dan meningkatkan aliran darah kulit,
terutama melalui kumparan papila. Peningkatan aliran darah kulit menghantarkan
panas ke permukaan tubuh, di mana terjadi pelepasan panas ke lingkungan yang
berkaitan dengan evaporasi keringat. Secara keseluruhan, sistem vasodilator aktif
bertanggung jawab sebesar 80%-95% terhadap elevasi aliran darah kulit yang
diakibatkan oleh heat stress. Vasodilatasi dalam porsi kecil yang signifikan
dimediasi oleh efek vasodilator langsung dari pemanasan lokal di pembuluh darah
kulit.
Persarafan vasokonstriktor dan persarafan vasodilator pada kulit
dinyatakan pertama kali pada tahun 1931 oleh Lewis dan Pickering, lalu
dikonfirmasi oleh Grant dan Holling. Mereka mengukur suhu kulit sebagai indeks
aliran kulit pada lengan atas manusia dan mendapatkan peningkatan aliran darah
yang besar sebagai respon terhadap heat stress dapat dihentikan dengan
simpatektomi atau pemblokan saraf. Mereka mencatat bahwa saat simpatektomi
atau pemblokan saraf menyebabkan sedikit vasodilatasi kulit selama normotermia,
heat stress menyebabkan peningkatan aliran darah yang lebih besar. Sebagai
tambahan, pemblokan saraf selama heat stress dapat menghentikan vasodilatasi
kulit. Keadaan ini menunjukkan pembuluh darah kulit berambut (nonglabrous
skin) diinervasi oleh persarafan vasodilator aktif simpatetik dan vasokonstriktor
simpatetik. Pada tahun 1950-an, penemuan ini dikonfirmasi oleh Edholm dkk. dan
Roddie dkk. Sebagai tambahan, telah dinyatakan bahwa bretylium tosylate (suatu
agen pemblok prejunctional noradrenergic neuronal) menghentikan
vasokonstriksi kulit yang diinduksi oleh cold stress, tetapi tidak mempengaruhi
respon vasodilator yang diinduksi oleh heat stress. Kondisi ini menunjukkan
bahwa kedua sistem neural eferen mengendalikan arteriol kulit: sistem
vasokonstriksi noradrenergik dan sistem vasodilator aktif noradrenergik.

5. Fisiologi Pigmentasi kulit(pengaturan hormonal)


Kulit merupakan barier utama terhadap sinar matahari serta merupakan target
utama dari radiasi sinar ultraviolet.1 Paparan terhadap sinar matahari memiliki
efek yang menguntungkan maupun merugikan terhadap tubuh manusia,
tergantung pada lama dan frekuensi paparan, intensitas sinar matahari dan
menyangkut sensitivitas masing-masing individu. Pada populasi yang banyak
menghabiskan waktu di bawah sinar matahari, didapatkan meningkatnya
kepedulian terhadap efek paparan sinar matahari yang merugikan dalam
meningkatkan insidensi keganasan kulit, mempercepat penuaan dini dan
perubahan kulit lainnya termasuk kelainan pigmentasi.2 Melanosit adalah
komponen penting dalam sistem pigmentasi kulit lewat kemampuannya dalam
menghasilkan dan mendistribusikan melanin.3 Umumnya melanosit ditemukan di
kulit tetapi juga ditemukan pada beberapa tempat yang lain misalnya pada lepto-
meningens di otak dan mata. Pada kulit, melanosit terdapat pada lapisan basal
epidermis atau dalam dermis di bawahnya dan menjulurkan banyak cabang sel di
antara keratinosit sekitarnya.

Sistem pigmentasi kulit melibatkan melanosit, melanosom, melanin, enzim


tirosinase dan proses melanogenesis. Melanosom merupakan organel spesifik
yang dibentuk oleh melanosit yang merupakan tempat pembentukan melanin
sekaligus sebagai alat transport melanin dari melanosit menuju keratinosit.
Melanin merupakan pigmen yang dihasilkan oleh melanosit dari polimerisasi dan
oksidasi pada proses melanogenesis dan pembentukannya memerlukan adanya
enzim tirosinase. Enzim tirosinase berfungsi dalam oksidasi pada proses
melanogenesis, secara genetik enzim tirosinase berlokasi di dalam kromosom
nomor 11. Pigmentasi kulit mungkin tergantung pada beberapa pengaruh
termasuk faktor keturunan/genetik (warna kulit konstitutif), hormon dan
lingkungan (warna kulit fakultatif). Faktor genetik mempengaruhi ukuran satuan
melanin epidermis dan melanosom serta produksi melanin.

Faktor lingkungan seperti pajanan sinar matahari meningkatkan kegiatan


enzim tirosinase sehingga meningkatkan produksi melanin dan penimbunannya di
dalam keratinosit sehingga mencoklat (tanning).6,7 Pada penelitian yang
dilakukan pada tahun 1961 oleh Lerner dan McGuire melaporkan bahwa
penyuntikan dengan konsentrasi tinggi dari alpha-Melanocyte Stimulating
Hormone (-MSH) dan betha Melanocyte Stimulating Hormone (- MSH) pada
manusia menyebabkan penggelapan kulit. Akan tetapi penelitian ini tidak
membuktikan peran dari melanokortin secara spesifik terhadap melanosit, atau
keberadaan Melanocortin-1 Receptor (MC1R) yang spesifik pada sel-sel ini. Nanti
pada tahun 1992 oleh Mountjoy dkk ditemukan adanya ekspresi MC1R pada
melanosit epidermal manusia. Melanosit yang dikultur tersebut menunjukkan
respon terhadap -MSH dengan meningkatkan proliferasi melanosit dan
melanogenesis.3,9 Melanokortin terdiri atas -MSH, -MSH, -MSH (gamma-
Melanocyte Stimulating Hormone) dan Adrenokortikotropin (ACTH) yang
berasal dari proopiomelanocortin (POMC).

Dalam mengatur pigmentasi kulit, melanokortin berikatan dengan


reseptornya yaitu MC1R yang terletak pada permukaan melanosit.3 Aktivitas
MC1R diatur oleh faktor instrinsik dan ekstrinsik dan yang paling penting adalah
radiasi ultraviolet matahari.11 Keratinosit dan melanosit menyekresikan
melanokortin khususnya -MSH dan ACTH sebagai respon terhadap radiasi
ultraviolet matahari. Hormon-hormon tersebut berperan sebagai faktor parakrin
dan autokrin terhadap melanosit dalam pengaturan pigmentasi kulit yang
diinduksi oleh radiasi ultraviolet matahari.

Melanosit adalah sel khusus yang terdapat dalam stratum basal epidermis
atau dalam dermis di bawahnya dan menjulurkan banyak cabang sel yang disebut
dendrit di antara keratinosit sekitarnya. Melanosit merupakan sel yang dapat
menyintesis enzim tirosinase, enzim tersebut jika bergabung dalam melanosom,
dapat memulai sintesis dan deposit dari melanin.Oleh sebab itu melanosit adalah
komponen penting dalam sistem pigmentasi kulit.

Embriogenesis melanosit Melanosit epidermal berkembang dari krista


neuralis dan bermigrasi ke berbagai tempat dalam bentuk melanoblast.
Melanoblast kulit hanya terdapat di dermis yang mengalami deferensiasi menjadi
melanosit dan tampak dalam epidermis pada kehidupan janin minggu kesebelas.
Pada minggu kedua sesudah pembuahan bagian dorsal embrio menebal
membentuk neural plate, kemudian neural plate membangun sebuah alur yang
akan menjadi neural tube dan kemudian membentuk spinal cord. Pada minggu
ketiga sampai keempat sesudah pembuahan neural tube menutup. Sel-sel krista
neuralis berlokasi antara neural tube dan lapisan epidermis. Pada minggu kelima
sesudah pembuahan sel-sel krista neuralis bermigrasi melalui mesoderm ke
jaringan-jaringan lain. Migrasi tidak mencapai semua tempat di tubuh secara
bersamaan. Beberapa di antaranya menjadi melanoblast yang merupakan
prekursor melanosit. Pada minggu keenam sesudah pembuahan pembentukan
krista neuralis menjadi lengkap. Pada minggu ketujuh sesudah pem-buahan
melanosit di dermis mempunyai premelanosom pada sitoplasmanya. Sesudah
minggu ketujuh kepadatan populasi melanosit epidermis meningkat dan
memuncak sekitar 2300 sel/mm2 pada trimester kedua. Kemudian mengalami
penurunan sampai sesudah lahir dengan kepadatan populasi melanosit sekitar 800
sel/mm2 . Pada minggu kesepuluh sesudah pembuahan melanosit sudah
mengandung melanosom dan menunjukkan proses awal melanisasi.

Histologi melanosit

Pada sajian kulit berpigmentasi normal yang diwarnai dengan


hematoksilin eosin (HE), melanosit tidak tampak sebagai sel berpigmen, karena
cabangcabang sitoplasmanya sukar diamati. Sebaliknya melanosit secara
insidental tampak sebagai sel jernih yang terdapat di stratum basal, oleh sebab itu
melanosit disebut sel jernih (clear cell) bersama dengan sel-sel yang lain yang
juga nampak sebagai sel jernih. Oleh sebab itu sulit untuk membedakan melanosit
terhadap sel jernih lain-nya dengan pewarnaan HE. Daerah jernih di sekeliling inti
sebagian karena sitoplasma kurang basofil daripada keratinosit sekelilingnya
dalam stratum basal, sebagian karena cenderung untuk mengerut.4 Bentuk selnya
sukar ditetapkan.5 Cara terbaik untuk mengidentifikasi melanosit adalah
menggunakan reaksi DOPA (dihydroksyphenylalanine) yaitu epidermis yang telah
dikupas dari dermis kemudian diinkubasi dalam suatu bakal untuk melanin yaitu
DOPA.

DOPA dioksidasi oleh enzim tirosinase di dalam melanosit untuk


menghasilkan melanin coklat tua, sedangkan sitoplasma melanosit terpulas agak
kelabu. 4,7,15 Pada sajian tampak badan sel berbentuk bulat sampai lonjong atau
sedikit bersudut tampak di bagian basal epidermis, tetapi selalu pada sisi epi-
dermal dari membrana basalis, yang dapat menonjol ke dermis di bawahnya. 4,15
Dari sudut badan sel, biasanya tampak empat atau lima cabang dendrit, yang
percabangannya ke arah horizontal dan ke atas dalam ruang-ruang di antara
keratinosit.4 Cabang-cabang ini menjadi semakin tipis dan akhirnya berakhir
membentuk pentul kecil di permukaan keratinosit, kadang cabang-cabang dendrit
melanosit berjarak 100m dari badan selnya. Percabangan ini tampak membentuk
jala-jala yang hampir kontinyu di bagian basal epidermis.

Tampak pula membran sitoplasma yang halus.17 Dendrit melanosit


memanjang di antara keratinosit-keratinosit sekitarnya dan dapat bergerak.
Mereka dapat memanjang atau memendek sesuai kebutuhan pada area-area
berbeda di sekitar melanosit.16 Pada daerah dengan kepadatan melanosit yang
kurang, dendrit melanosit lebih panjang dibandingkan dengan daerah yang lebih
padat. Sedangkan pada jaringan lain seperti uvea dan retina tidak terdapat
dendrit.6 Dengan mikroskop elektron terlihat melanosit berwarna pucat.

Melanosit merupakan sel kelenjar yang khas.4 Sitoplasmanya dipenuhi


dengan organelorganel dan granula karakteristik yang disebut melanosom pada
berbagai tingkat kematangan.6,17 Melanosit mempunyai inti bulat sampai lonjong
yang dikelilingi sejumlah mitokondria dan vesikel. Melanosit juga mempunyai
organelorganel yang lain yaitu mikro-filamen (5- 7 nm), filamen inter-media (10
nm), mikrotubulus (D=25-27 nm), retikulum endoplasma halus, retikulum
endoplasma kasar dengan sisterna pendek, dan aparatus golgi yang menonjol.
Filamen intermedia dan mikro-tubulus terlibat dalam pemindahan melanosom dari
melanosit ke dalam keratinosit yang berbatasan dengannya.6,15-17 Melanosit
mudah dikenal karena tidak mempunyai tonofibril dan desmosom namun
mempunyai dendrit.6 Melanosit tidak melekat dengan sel-sel lain atau dengan
lamina basalis dengan menggunakan hemidesmosom, desmosom atau anchouring
fibril. 4,16 Tetapi melanosit memiliki struktur yang mirip dengan desmosom yang
disebut melanocyte dense plate. 17 Melanosit cenderung mengerut karena tidak
memiliki desmosom.4 Setiap melanosit berhubungan dengan 30-40 keratinosit
dan beberapa sel Langerhans membentuk unit melanin epidermis.3,16,17 Tidak
semua daerah pada tubuh memiliki jumlah melanosit yang sama, rasio melanosit
terhadap sel-sel basal epidermis berkisar antara 1:4 sampai 1:10.5,6 Jumlah
melanosit tiap milimeter persegi lapisan kulit berbeda-beda, rata-rata sekitar 1500
sel/mm2 dengan berat lebih kurang satu gram.6 jumlahnya sekitar 2000 sel/mm2
di bagian-bagian permukaan tubuh yang pigmennya banyak, misalnya di wajah
dan organ genital, sedangkan yang di bagian tubuh lainnya jumlahnya 1000
sel/mm2 . 4,5,15,21 Tidak terdapat perbedaan bermakna antara jumlah melanosit
pada laki-laki dan wanita demikian pula pada perbedaan ras maupun keturunan. 5-
7,15,17,21 Perbedaan warna kulit disebabkan oleh: jumlah melanin yang
dihasilkan dan dipindahkan,5,17 aktivitas melanosit,17,21 jumlah, ukuran dan
degradasi melanosom dalam keratinosit,6,7,21 stadium pembentukan melanin dari
melanosom,22 dan agregasi melanin dalam keratinosit.22 Melanosit akan
bertambah jumlah dan aktivitasnya karena paparan sinar ultraviolet.21 Dengan
bertambahnya usia, jumlah melanosit yang aktif mengalami penurunan. Sejumlah
melanosit epidermal mulai berkurang pada umur 40 tahun, dan melanosit menjadi
lebih besar dan lebih dendritik.

Peran melanosit Melanosit dapat memproduksi dan mendistribusikan


melanin, karenanya berfungsi sebagai komponen penting terhadap sistem
pigmentasi kulit.3 Sebagai komponen suatu sistem jaringan pengatur, melanosit
menghasilkan beberapa sitokin antara lain IL-1 (Interleukin-1), IL-6 (Interleukin-
6) dan TNF- (Tumor Necrotic Factor- alpha) yang bekerja menghambat proses
melanogenesis melalui penurunan aktivitas enzim tirosinase dan proliferasi
melanosit. Melanosit dapat menghasilkan neuropeptida dan neuro-transmiter yang
merupakan komponen penting terhadap jalur komunikasi antara kulit dan sistem
saraf pusat. Sebagai komponen sistem imun kulit, melanosit mampu
mengekspresikan molekul major histocompatibility complex (MHC) kelas II,
intercellular adhesion molecule-1 (ICAM-I) dan menghasilkan beberapa sitokin.
Melanosit mampu berfungsi sebagai fagositosis dan mempunyai melanosom yang
seolaholah bertindak sebagai lisosom (lysosome like function).

Melanosom adalah organel spesifik yang dibentuk oleh melanosit yang


merupakan tempat pembentukan melanin sekaligus sebagai alat transport melanin
dari melanosit menuju keratinosit. Istilah melanosom digunakan untuk tahap akhir
yang memberi DOPA positif.

Proses melanisasi dalam melanosom


Tingkat I merupakan pembentukan melanosom dari matriks protein. Pada
tingkat ini melanosom berbentuk sferis atau lonjong. Berisi enzim tirosinase dan
sedikit filamen, namun belum ada melanin. Tingkat II, eumelanosom berbentuk
lonjong dengan sub-struktur yang lamelar, feo-melanosom berbentuk bulat dengan
substruktur yang tidak teratur. Melanosom berisi banyak filamen namun masih
belum didapatkan melanin. Tingkat III, aktivitas enzim tirosinase meningkat,
melanin telah terbentuk, dimana sebagian menutupi filamen sehingga
gambarannya kabur. Tingkat IV melanosom berisi banyak melanin. Histologi
melanosom Melanosom berukuran sekitar 0,6- 1,3m X 0,4m ukuran tersebut
dipengaruhi oleh faktor genetik. Melanosom pada kulit hitam (Negroid) berukuran
sekitar 1-1,3m dengan kandungan melanin lebih banyak serta proses degradasi
lebih lambat dibandingkan dengan kulit putih (Kaukasoid atau Mongoloid) yang
memiliki ukuran melanosom sekitar 0,6- 0,7m. 4,6 Pada permukaan dalam
melanosom terdapat lamel-lamel yang tersusun konsentris ke arah sumbu panjang
organel. Terdapat dua jenis melanosom yang berhubungan dengan tipe melanin
yang dihasilkan yaitu eumelanosom yang berbentuk elips dan berisi matriks
fibriler dan feomelanosom yang bentuknya bermacammacam, kebanyakan bulat
dan berisi matriks vesikuloglobular. Transfer melanosom ke keratinosit Setelah
melanosom mengalami melanisasi (tingkat III dan IV) kemudian melanosom
dipindahkan ke dalam keratinosit. Selanjutnya melanosom ditransfer oleh filamen
intermedia menuju ke ujung dendrit melanosit. Mekanisme sebenarnya
pemindahan ini, yaitu granula melanin yang utuh ditimbun dalam sitoplasma
keratinosit, belum diketahui dengan pasti. Proses pemindahan ini diduga terjadi
dalam beberapa hal, antara lain:

Proses “penjepitan” ujung dendrit yang menuju keratinosit diikuti dengan


proses “mencerna” dan memindahkan ke keratinosit. Adanya “membran” antara
melanosit dan keratinosit yang membentuk jalan bagi pelepasan melanosom. 3.
Lepasnya melanosom dari melanosit menuju ruang interseluler diikuti proses
endositosis oleh keratinosit. Inokulasi secara langsung. Berkaitan dengan teori
Masson dari suatu “inokulasi”. Dengan mikroskop elektron menunjuk-kan bahwa
segmen dendrit berisi melanosom menembus keratinosit dan akhirnya melanosom
lepas dan hal ini diamati dengan mikro-sinematografi pada kultur sel. Degradasi
melanosom Selama perpindahan sel-sel epidermis ke permukaan kulit, melanosom
dikumpulkan dalam vesikel yang berbatas membran (pada ras kulit putih) disebut
kompleks melanosom yang mempunyai ciri lisosom. Dalam vesikel-vesikel ini,
granula melanin mengalami pemecahan secara bertahap oleh aktivitas enzim
lisosom. Sebaliknya pada orang negro, melanosom tetap sebagai granula tunggal
dalam sitoplasma keratinosit selama migrasi dan keratinisasi. Sub-struktur dari
melanosom didegradasi secara enzimatik, tetapi polimer melanin yang disebut
“melanin dust” bersifat sangat stabil. Tidak diketahui enzim apa yang
mendegradasi polimer melanin. Melanosom didegradasi di dalam keratinosit
selama keratinosit naik menuju permukaan epidermis dan akhirnya “melanin dust”
hilang bersama lepasnya stratum korneum.

Melanin merupakan pigmen yang dihasilkan oleh melanosit dari


polimerisasi dan oksidasi pada proses melanogenesis dan pembentukannya
memerlukan adanya enzim tirosinase.4,6 Istilah granula melanin digunakan dalam
mikroskop cahaya dan terdiri atas melanosom yang berisi melanin.4 Jenis-jenis
melanin Terdapat dua tipe pigmen melanin utama, antara lain : 1. Eumelanin
Pigmen ini memberikan warna coklat atau coklat gelap dan hitam. Tidak larut
dalam semua macam larutan, mempunyai berat molekul tinggi, mengandung
nitrogen dan terjadi oleh karena proses oksidasi dan polimerisasi bentuk 5,6
dihidroksiindol dan 5,6 dihidroksiindol 2 asam karboksil. 2. Feomelanin Pigmen
ini memberi warna cerah, yaitu kuning hingga coklat kemerahan. Larut terutama
dalam alkali, mengandung nitrogen dan sulfur dan terjadi oleh karena proses
polimerisasi sistenil dopa. Selain itu juga dikenal tipe pigmen yang lain, yaitu
oksimelanin, trichrome, melanin campuran (mixed type melanins) dan
neuromelanin.

Fungsi melanin  Memberi warna pada kulit  Sebagai substansi


fotoproteksi (tabir surya alami)  Sebagai komponen pengikat obat (drugs-binding
agents)  Sebagai “energy tranducer” melanin mampu mengubah beberapa bentuk
energi menjadi panas dan kemudian dilepaskan.6 Melanogenesis Proses biokimia
pigmentasi kulit (melanogenesis) bersifat sangat kompleks. Proses melanogenesis
ini menghasilkan pigmen eumelanin dan feomelanin. Baik eumelanin maupun
feomelanin keduanya adalah derivat tirosin melalui beberapa tahapan. Tirosin
mengalami proses oksidasi menjadi 3,4-dihidroksi-fenilalanin (DOPA) oleh
aktivitas enzim tirosinase dan kemudian dioksidasi lagi menjadi bentuk
dopakuinon. Setelah tahap ini, jalur melanogenesis terbagi menjadi dua bagian,
yaitu eumelanogenesis dan feomelanogenesis. Pada jalur eumelanogenesis,
senyawa dopakuinon mengalami oksidasi menjadi bentuk leuko-dopakrom
(siklodopa) yang secara cepat pula berubah menjadi bentuk dopakrom.
Selanjutnya dopakrom mengalami perubahan bentuk menjadi 5,6 dihidroksiindol
dan 5,6 dihidroksiindol 2 asam karboksilik. Pada tahap akhir pembentukan
pigmen eumelanin apakah lebih dipengaruhi oleh polimerisasi senyawa 5,6
dihidroksiindol atau 5,6 dihidroksiindol 2 asam karboksilik sampai saat ini masih
kontroversial. Pada jalur feomelanogenesis, penambahan kelompok sulfhidril
(sistein ataupun glutation) pada senyawa dopakuinon, akan menyebabkan reaksi
nonenzimatis secara cepat pada metabolisme melanosit sehingga terbentuk
senyawa sisteinildopa. Kemudian senyawa ini mengalami oksidasi menjadi
benzotizinilalanin sampai pada tahap terbentuknya pigmen feomelanin.
Melanokortin terdiri atas -MSH, -MSH, -MSH dan ACTH. Rangkaian
asam amino dari melanokortin dimurnikan dan dirangkaikan pada tahun 1950an
menunjukkan  dan -MSH dan ACTH.24 Melanokortin berasal dari suatu
prohormon yaitu POMC.10 POMC diekspresikan dan mengalami pemecahan
secara proteolitik pada sejumlah tempat di tubuh misalnya kelenjar hipofisis dan
kulit, dimana keratinosit kelihatannya merupakan sumber utama dari peptida ini.
POMC juga dihasilkan dalam melanosit, sel Langerhans dan sistem
imun.Melanokortin terlibat dalam pengaturan yang luas dari respon fisiologi
manusia yaitu pigmentasi kulit, fungsi adrenal, fungsi seksual, analgesia, kontrol
temperatur, kontrol kardio-vaskuler, inflamasi, homeostasis energi, sekresi
endokrin, mengontrol masukan makanan, dan fungsi otonom. Secara umum
respon ini diawali dengan pengikatan melanokortin dengan reseptornya.

6. Fisiologi persepsi
Adanya fungsi persepsi pada kulit memungkinkan kulit untuk dapat
merasakan pana, dingin, rabaan dan tekanan. Kulit mengandung ujung-ujung saraf
sensorik di dermis dan subkutis. Terhadap rangsangan panas diperankan oleh
badan-badan Ruffini di dermis dan subkutis. Terhadap dingin diperankan oleh
badan-badan Krause yang terletak di dermis, badan taktil Meissner terletak di
papila dermis berperan terhadap rabaan, demikian pula badan Merkel Ranvier
yang terletak di epidermis. Sedangkan terhadap tekanan diperankan oleh badan
Paccini di epidermis. Saraf-saraf sensorik tersebut lebih banyak jumlahnya di
daerah yang erotik.
Saraf-saraf yang terdapat pada kulit yaitu :

1. Korpuskula paccini : peka terhadap tekanan dan tekanan kuat, terutama


terdapat di telapak tangan, telapak kaki, jari, papila mamae dan genitalia
eksterna.
2. Korpuskula ruffini : peka terhadap panas, selain terdapat pada dermis,
terdapat juga pada jaringan ikat lain seperti kapsula sendi.
3. Korpuskulla meisser : peka terhadap sentuhan, terdapat pada dermis
khususnya pada ujung jari, bibir, papila mamae dan genitalia eksterna.
4. Korpuskulla krause : peka terhadap dingin, terdapat di mikrokutis (bibir
dan genitalia eksterna) serta pada dermis dan berhubungan dengan rambut.
5. Badan merkel : peka terhadap sentuhan dan tekanan ringan dan terletak di
dekat permukaan kulit.
6. Ujung saraf tanpa selaput (free nerve ending) : merupakan ujung saraf
perasa nyeri.
7. Ujung saraf di sekeliling rambut (root hair plexus) : merupakan ujung saraf
peraba.

Sebagian reseptor taktil terhubung dengan β fiber yang dapat menyampaikan


informasi secara cepat, namun sebagian besar free nerve ending dan root hair
plexus terhubung dengan serat delta dan C fiber yang lebih lambat.

Saraf yang peka terhadap sentuhan halus memiliki area penerimaan


informasi yang lebih sempit dibanding saraf yang peka terhadap sentuhan
kuat/kasar sehingga area yang lebih banyak terdapat saraf yang peka terhadap
sentuhan lembut menjadi lebih mudah melokalisasi impuls. Sentuhan kasar dan
tekanan dibawa ke otak melalui spinothalamikus pathway anterior sementara
spinothalamikus pathway lateral membawa impuls nyeri dan temperatur,
perjalanan impuls dari kulit ke otak adalah sebagai berikut : kolumna posterior
medspin thalamus (diproses dan disortir)  primary sensory cortex di
hemisphere cerebri.

7 . Efluoresensi kulit
Dermatologi dapat dipelajari secara sistematis setelah Plenk
(1776( menulis bukunya yang berjudul System der Hautkrankheiten. Berdasarkan
efloresensi (ruam) tersebut penyakit kulit mulai dipelajari secara sistematis.

Kulit adalah organ tubuh yang terletak paling luar dan membatasinya dari
lingkungan hidup manusia. Luas kulit orang dewasa 1,5 m2 dengan berat kira kira
15 % berat badan. Kulit merupakan organ yang essensial dan vital serta
merupakan cermin kesehatan dan kehidupan.

Kulit juga sangat kompleks, elastis, dan sensitif bervariasi pada keadaan
iklim, umur, seks, ras dan juga bergantung pada lokasi tubuh. Warna kulit berbeda
beda, dari kulit yang bewarna terang (fair skin), pirang dan hitam, warna merah
muda pada telapak kaki dan tangan bayi, serta warna hitam kecoklatan pada
genitalia orang dewasa. Demikian pula kulit bervariasi mengenai lembut, tipis dan
tebalnya kulit, kulit elastis dan longgar terdapat pada palpebra, bibir dan
preputium, kulit yang tebal dan tegang terdapat di telapak kaki dan tangan orang
dewasa. Kulit yang tipis terdapat pada muka, yang tebal pada kepala dan yang
lembut pada leher dan badan

Menurut Siregar, 2003, ada 2 jenis ruam kulit.

1. Ruam kulit primer


- Makula adalah perubahan warna kulit tanpa perubahan bentuk seperti
pada tinea versikolor.
- Eritema adalah makula yang bewarna merah, seperti pada dermatitis
lupus, eritematosus.
- Papula adalah penonjolan padat diatas permukaan kulit, berbatas tegas,
berukuran kurang dari ½ cm.
- Nodula sama seperti papula tetapi diameternya lebih besar dari 1 cm,
misalnya pada prurigo nodularis.
- Vesikula adalah gelembung gelembung yang berisi cairan serosa
dengan diameter kurang dari 1 cm, misalnya pada varisela dan herpes
zoster
- Bula adalah vesikel dengan diameter lebih besar dari 1 cm, misalnya
pemfigus, luka bakar. Jika vesikel berisi darah disebut vesikel
hemoragik, jika bula berisi nanah disebut bula purulen.
- Pustula adalah vesikel berisi nanah, seperti pada variola, varisela,
psoriasis pustulosa.
- Urtika adalah penonjolan diatas permukaan kulit akibat edema
setempat dan dapat hilang perlahan-lahan, misalnya pada dermatitis
medikamentosa dan gigitan serangga.
- Tumor adalah penonjolan di atas permukaan kulit berdasarkan
pertumbuhan sel maupun jaringan tubuh.
- Kista adalah penonjolan diatas permukaan kulit berupa kantong yang
berisi cairan serosa atau padat atau setengah padat, seperti kista
epidermoid.
- Plak adalah peningian di atas permukaan kulit, permukaanya rata dan
berisi zat padat (biasanya infiltrat), diameternya 2 cm atau lebih.

2. Ruam kulit sekunder


- Skuama adalah pelepasan lapisan tanduk dari permukaan kulit.
- Krustosa adalah onggokan cairan darah, kotoran, nanah, dan obat yang
sudah mengering diatas permukaan kulit, misalnya impetigo krustosa,
dermatitis kontak.
- Erosi adalah kerusakan kulit sampai stratum spinosum. Kulit tampak
menjadi merah dan keluar cairan serosa, misalnya pada dermatitis
kontak.
- Ekskoriasi adalah kerusakan kulit sampai ujung stratum papilaris
sehingga kulit tampak merah disertai bintik bintik perdarahan.
Ditemukan pada dermatitis kontak dan ektima.
- Ulkus adalah kerusakan kulit (epidermis dan dermis) yang memiliki
dasar, dinding, tepi, isi misalnya ulkus tropikum, ulkus durum.
- Parut adalah jaringan ikat yang menggantikan epidermis dan dermis
yang sudah hilang.
- Abses adalah kantong yang berisi nanah didalam jaringan.

8 . Impetigo
Impetigo merupakan infeksi superfisial kulit yang disebabkan oleh
stafilokokus, streptokokus atau lebih dari satu bakteri.
(Brunner&Suddart:2002).

Impetigo adalah infeksi bakteri akut yang terjadi secara superficial


pada kulit berupa vesikel serosa dan purulen yang selanjutnya pecah dan
membentuk krusta keemasan. Sering terjadi pada anak-anak, tetapi individu
sehat juga dapat terkena. Lokasi yang umum adalah wajah, tetapi dapat
mengenai ekstremitas. (dr. Jan Tambayong ; 2000)
Impetigo merupakan infeksi bakteri pada kulit yang paling sering
ditemukan. Infeksi ini disebabkan oleh streptokokkus dan stafilokokus.
(Sylvia : 1991)
Impetigo adalah infeksi kulit yang biasanya disebabkan oleh
staphylococcus aureus meskipun sering disertai dengan streptokokus. (Sir
Roy M & Simon J. Newel ; 2005)
Impetigo adalah infeksi kulit yang sering di sebabkan oleh
stafilokokus aurea atau kadang-kadang oleh streptokokus, dan mudah
menular. Penularan dapat melalui 2cara, yaitu kontak langsung dengan
penderita dan kontak tidak langsung melalui benda yang terkontaminasi,
seperti pakaian, handuk, mainan, dan lain-lainnya. (Fitri R.A. & Nita
Nasution;2012)
Impetigo adalah penyakit infeksi piogenik pada kulit yang bersifat
superficial, bersifat mudah menular yang disebabkan oleh staphylococcus dan
streptococcus, impetigo terbagi dalam dua bentuk yaitu impetigo bulosa dan
impetigo nonbulosa. (Muttaqin, Arif;2011)
Impetigo biasanya infeksi kulit akibat stafilokokkus yang ditandai
oleh vesikel yang menjadi pustule, pecah dan membentuk keropeng.
(Dorlan:2012)

KLASIFIKASI
A. Impetigo bulosa
Impetigo jenis ini utamanya menyerang bayi dan anak di bawah
usia 2 tahun. Namun ada pendapat lain yang mengatakan bahwa Impetigo
bulosa terdapat pada anak dan juga pada orang dewasa, paling sering
muncul di ketiak, dada, dan punggung.

Kelainan kulit berupa eritema, vesikel, dan bula. Kadang-kadang


waktu penderita datang berobat, vesikel atau bula telah pecah. Impetigo
ini meski tak terasa sakit, tapi menyebabkan kulit melepuh berisi cairan.
Bagian tubuh yang diserang seringkali badan, lengan dan kaki. Kulit di
sekitar luka biasanya berwarna merah dan gatal tapi tak terasa sakit. Luka
akibat infeksi ini dapat berubah menjadi koreng dan sembuhnya lebih
lama ketimbang serangan impetigo jenis lain

B. Impetigo nonbulosa

Impetigo krustosa hanya terdapat pada anak-anak, paling sering


muncul di muka, yaitu di sekitar hidung dan mulut. Kelainan kulit berupa
eritema dan vesikel yang cepat memecah sehingga penderita datang
berobat yang terlihat adalah krusta tebal berwarna kuning seperti madu.
Jika dilepaskan tampak erosi dibawahnya. Jenis ini biasanya berawal dari
luka warna merah pada wajah anak, dan paling sering di sekitar hidung
dan mulut. Luka ini cepat pecah, berair dan bernanah, yang akhirnya
membentuk kulit kering berwarna kecoklatan. Bekas impetigo ini bisa
hilang dan tak menyebabkan kulit seperti parut. Luka ini bisa saja terasa
gatal tapi tak terasa sakit. Impetigo jenis ini juga jarang menimbulkan
demam pada anak, tapi ada kemungkinan menyebabkan pembengkakan
kelenjar getah bening pada area yang terinfeksi. Dan karena impetigo
sangat mudah menular, makanya jangan menyentuh atau menggaruk luka
karena dapat menyebarkan infeksi ke bagian tubuh lainnya.

JENIS KRUSTOSA BULOSA

ETIOLOGI Etiologi terbanyak adalah Etiologi terbanyak adalah


Streptococcus  hemoliticus Staphylococcus aureus

EPIDEMIOL Hanya pada anak Pada anak dan orang dewasa


OGI

PREDILEKS Wajah, sekitar lubang hidung, Aksila, dada, punggung


I mulut

EFLORESE Macula eritematosa disertai Eritema, bula, bula hipopion,


NSI vesikel yang cepat pecah dan daerah kulit sekitar tidak ada
menjadi krusta kuning tebal peradangan
seperti madu

PEMERIKS - Peradangan superficial - Epidermis berisi sel


AAN HISTO folikel pilosebasea bagian radang leukosit
PA atas - Dermis berisi sebukan
- Terbentuk vesikopustul sel radang dan dilatasi
subkorneum yang berisi pembuluh darah
debris leukosit dan sel
epidermis
- Di bagian dermis terjadi
dilatasi pembuluh darah,
edema, infiltrasi PMN
DIAGNOSIS 1. Varicela, lesi lebih kecil, 1. Pemfigus, dinding
BANDING batas tegas bula tebal, dikelilingi
2. Ektima, lesi lebih besar, daerah eritematosa,
peradangan lebih berat kondisi umum buruk
TERAPI - Jika krusta banyak, - Jika bula besar dan
dilepas dengan mencuci banyak, pecahkan,
pakai H2O2 dalam air bersihkan dengan
lalu beri salap antibiotic antiseptic/betadin lalu
kloramfenikol 2% beri salap antibiotic
- Jika disertai demam, beri kloranfenikol 2%
antibiotic sistemik seperti - Jika disertai demam,
penisilin/sefalosporin beri antibiotic
sistemik seperti
penisilin/sefalosporin

KOMPLIKA Glomerulonefritis post Erisipelas


SI streptococcus
Selulitis

ETIOLOGI
A. Bakteri staphylococcus aureus
B. Bakteri streptokokkus
Faktor predisposisi :
A. Higine yang buruk
B. Pediculosis capitis (trauma kepala)
C. Scabies (kudis)
D. Herpes simpleks
E. Getah tanaman yang beracun (poison ivy)
F. Gigitan serangga
G. Ekzema. (Brunner&Suddart:2002).

PATOFISIOLOGI

Impetigo merupakan penyakit menular dan dapat menyebar ke bagian


kulit pasien yang lain atau ke anggota keluarga yang menyentuh pasien atau
memakai handuk atau sisir yang tercemar oleh eksudat lesi. Meskipun
impetigo dijumpai pada segala usia, namun penyakit ini terutama ditemukan
di antara anak-anak yang hidup dalam kondisi hygiene yang buruk. Sering
kali impetigo terjadi sekunder akibat pediculosis capitis (tuma kepala) ,
scabies (penyakit kudis), herpes simpleks, gigitan serangga, getah tanaman
yang beracun (poison ivy), atau eczema. Kesehatan yang buruk, hygiene yang
buruk, dan manultrusi dapat menjadi predisposisi terjadinya impetigo pada
orang dewasa. Daerah-daerah tubuh, wajah, tangan, leher, dan ekstremitas
yang terbuka merupakan bagian yang paling sering terkena. (Muttaqin,
Arif;2011)

Masa inkubasi impetigo ini sekitar 2 sampai 5 hari. Impetigo di awali


dengan tumbuhnya bulae (lepuh) berisi nanah berwarna kuning yang
besarnya mulai dari beberapa mlimeter sampai beberapa centimeter, mudah
pecah, dan menjadi luka terbuka yang ukurannya dapat bertambah besar.
Bulae ini akan pecah dalam 1 atau 2 hari dengan meningalkan warna merah,
basah, dan tertutup krustae berwarna keemasan (keropeng) serta dapat
menyebar kebagian kulit yang lain. Bentuk keropeng mirip dengan madu
yang mengeras. Pasien yang menderita eksim kadang-kadang mengalami
impetigo sekunder akibat ekskorasi lesi kulit yang gatal.
MANIFESTASI KLINIS
A. Gatal (rasa tidak nyaman)
B. Pembesaran kelenjar limfe
C. Makula eritematus kecil
D. Vesikel (gelembung berisi cairan)
E. Kemerahan pada kulit.

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Bila diperlukan dapat memeriksa isi vesikel dengan pengecatan gram


untuk menyingkirkan diagnosis banding dengan gangguan infeksi gram
negative. Bisa dilanjutkan dengan tes katalase dan koagulase untuk
membedakan antara Staphylococcus dan Streptococcus (Brooks, 332:2005)

PENATALAKSANAAN MEDIS
Penatalaksanaan medis menurut arif muttaqin 2011
A. Pengobatan topikal dengan krem antibiotik
B. Drainage: bula dan pustula dengan ditusuk jarum steril untuk mencegah
penyebaran lokal
C. Kompres larutan sodium kloride 0,9%
D. Pengobatan sistemik (FK Unair, 2007)
1. Diberikan pada kasusu-kasus berat, lama pengobatan paling sedikit 7-10
hari
2. Penisilin dan semisintetiknya ( pilh salah satu )
a. Kloksilin ( untuk staphylococci yang kebal pensilin ) dosis. 250-
500mg/dosis, 4 kali/hari a.c anak-anak: 10-25mg/kg/dosis 4 kali a.c
b. Dikloksasilin ( untuk staphylococci yang kebal pensilin ) dosis: 125-
250 mg/dosis, 3-4 kali/hari a.c. anak-anak: 5-15 mg/kg/dosis, 3-4
kali/hari a.c.
c. Fenoksimetil pensilin ( pensilin V ) dosis: 250-500 mg, 4 kali/hari a/c.
anak-anak 7,5-12,5 mgg/dosis, 4 kali/hari a.c.
d. Eritomisin dosis: 250-500 mg/dosis, 4 kali/hari p.c. anak-anak: 12,5-
50 mg/kg/dosis, 4 kali/hari p.c
e. Klindamisin dosis: 150-300mg/dosis, 3-4kali/hari anak-anak lebih 1
bulan: 8-20 mg/kg/hari, 3-4 kali/hari.

KOMPLIKASI

Impetigo biasanya sembuh tanpa penyulit dalam 2 minggu walaupun tidak


diobati. Komplikasi berupa radang ginjal pasca infeksi Streptococcus terjadi
pada 1-5% pasien terutama usia 2-6 tahun dan hal ini tidak dipengaruhi oleh
pengobatan antibiotic. Gejala berupa bengkak dan kenaikan tekanan darah, pada
sepertiga terdapat urine seperti warna teh. Keadaan ini umumnya sembuh secara
spontan walaupun gejala-gejala tadi muncul (Yayasan Orang Tua Peduli,
4:2008).

Komplikasi lainnya yang jarang terjadi adalah infeksi tulang


(osteomielitis), radang paru-paru (pneumonia), selulitis, psoriasis,
Staphylococcal scalded skin syndrome, radang pembuluh limfe atau kelenjar
getah bening (Yayasan Orang Tua Peduli, 4:2008).

PENCEGAHAN
A. Cuci tangan segera dengan menggunakan air mengalir bila habis kontak
dengan pasien, terutama apabila terkena luka.
B. Jangan menggunakan pakaian yang sama dengan penderita
C. Bersihkan dan lakukan desinfektan pada mainan yang mungkin bisa
menularkan pada orang lain, setelah digunakan pasien
D. Mandi teratur dengan sabun dan air (sabun antiseptik dapat digunakan,
namun dapat mengiritasi pada sebagian kulit orang yang kulit sensitif)
E. Higiene yang baik, mencakup cuci tangan teratur, menjaga kuku jari tetap
pendek dan bersih
F. Jauhkan diri dari orang dengan impetigo
G. Cuci pakaian, handuk dan sprei dari anak dengan impetigo terpisah dari
yang lainnya. Cuci dengan air panas dan keringkan di bawah sinar matahari
atau pengering yang panas. Mainan yang dipakai dapat dicuci dengan
disinfektan.
H. Gunakan sarung tangan saat mengoleskan antibiotik topikal di tempat yang
terinfeksi dan cuci tangan setelah itu.
(Sumber: Northern Kentucky Health Department, 1:2005).

9 . Impegtigo ulseratif/ektima
Masalah kesehatan Ektima adalah pioderma ulseratif kulit yang umumnya
disebabkan oleh Streptococcus β-hemolyticus. Penyebab lainnya bisa Staphylococcus
aureus atau kombinasi dari keduanya. Menyerang epidermis dan dermis membentuk
ulkus dangkal yang ditutupi oleh krusta berlapis, biasanya terdapat pada tungkai
bawah. Pioderma ialah penyakit kulit yang disebabkan oleh Staphylococcus,
Streptococcus, atau oleh kedua-duanya. Faktor predisposisi yang dapat menyebabkan
timbulnya penyakit ini adalah hygiene yang kurang, menurunnya daya tahan tubuh,
atau jika telah ada penyakit lain di kulit. Gambaran ektima mirip dengan impetigo,
namun kerusakan dan daya invasifnya pada kulit lebih dalam daripada impetigo.
Hasil Anamnesis (Subyektif)

Pasien datang ke dokter dengan keluhan adanya luka dan gatal. Terjadi dalam waktu
yang lama akibat trauma berulang, seperti gigitan serangga. Riwayat penyakit
sebelumnya, misalnya, Diabetes melitus dapat menyebabkan penyembuhan luka yang
lama.

Faktor risiko :

- tingkat kebersihan dari pasien dan kondisi kehidupan sehari- harinya


merupakan penyebab yang paling terpenting untuk perbedaan angka serangan,
beratnya lesi, dan dampak sistemik yang didapatkan pada pasien ektima.
- Frekuensi pada anak-anak lebih tinggi daripada dewasa
- Daerah yang panas dan lembap
- Malnutrisi
- Penyakit DM

Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana (Obyektif)

- Pemeriksaan fisik o Lokalisasi : ekstremitas bawah, wajah dan ketiak


- Efloresensi : awalnya berupa pustul kemudian pecah membentuk ulkus yang
tertutupi krusta. Pada Lesi ektima yang diangkat krustanya akan terlihat ulkus
yang dangkal.
- Pemeriksaan penunjang: o biopsi kulit dengan jaringan dalam untuk
pewarnaan Gram dan kultur o pemeriksaan histopatologi : didapatkan
peradangan dalam yang diinfeksi kokus, dengan infiltrasi PMN dan
pembentukan abses mulai dari folikel pilosebasea. Pada dermis, ujung
pembuluh darah melebar dan terdapat sebukan sel PMN. Infiltrasi
granulomatous perivaskuler yang dalam dan superficial terjadi dengan edema
endotel. Krusta yang berat menutupi permukaan dari ulkus pada ektima.

Komplikasi ektima

Komplikasi ektima antara lain selulitis, erisipelas, gangren, limfangitis, limfadenitis


supuratif, dan bakteremia.

Penegakan Diagnosis (Assessment)


Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, gejala klinis dan pemeriksaan
penunjang.

Diagnosis banding

- Folikulitis, didiagnosis banding dengan ektima sebab predileksi biasanya di


tungkai bawah dengan kelainan berupa papul atau pustul yang eritematosa.
Perbedaannya, pada folikulitis, di tengah papul atau pustul terdapat rambut
dan biasanya multipel.
- Impetigo krustosa, didiagnosa banding dengan ektima karena memberikan
gambaran Effloresensi yang hampir sama berupa lesi yang ditutupi krusta.
Bedanya, pada impetigo krustosa lesi biasanya lebih dangkal, krustanya lebih
mudah diangkat, dan tempat predileksinya biasanya pada wajah dan punggung
serta terdapat pada anak-anak sedangkan pada ektima lesi biasanya lebih
dalam berupa ulkus, krustanya lebih sulit diangkat dan tempat predileksinya
biasanya pada tungkai bawah serta bisa terdapat pada usia dewasa muda

Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)

- Sistemik : Pengobatan sistemik digunakan jika infeksinya luas. Pengobatan


sistemik dibagi menjadi pengoatan lini pertama dan pengobatan lini kedua.
Pengobatan lini pertama (golongan Penisilin) :
Dewasa: Dikloksasilin 4 x 250 - 500 mg selama 5 - 7 hari.
Anak : 5 - 15 mg/kgBB/dosis, 3 - 4 kali/hari.
Amoksisilin + Asam klavulanat 3 x 25 mg/kgBB
Sefaleksin 40 - 50 mg/kgBB/hari selama 10 hari
Pengobatan lini kedua (golongan Makrolid)
Azitromisin 1 x 500 mg, kemudian 1 x 250 mg selama 4 hari
Klindamisin 15 mg/kgBB/hari dibagi 3 dosis selama 10 hari
Dewasa: Eritomisin 4 x 250 - 500 mg selama 5 - 7 hari.
Anak : 12,5 - 50 mg/kgBB/dosis, 4 kali/hari.
- Topikal
Pengobatan topikal digunakan jika infeksi terlokalisir, tetapi jika luas maka
digunakan pengobatan sistemik. Neomisin, Asam fusidat 2%, Mupirosin, dan
Basitrasin merupakan antibiotik yang dapat digunakan secara topikal.
Neomisin merupakan obat topikal yang stabil dan efektif yang tidak digunakan
secara sistemik, yang menyebabkan reaksi kulit minimal, dan memiliki angka
resistensi bakteri yang rendah sehingga menjadi terapi antibiotik lokal yang
valid. Neomisin dapat larut dalam air dan memiliki kestabilan terhadap
perubahan suhu. Neomisin memiliki efek bakterisidal secara in vitro yang
bekerja spektrum luas gram negatif dan gram positif. Efek samping neomisin
berupa kerusakan ginjal dan ketulian timbul pada pemberian secara parenteral
sehingga saat ini penggunaannya secara topical dan oral.

Konseling dan edukasi

- Menjaga kebersihan diri dan lingkungan


- Menghindari bergantian memakai handuk secara bersama
- Mencegah kontak langsung maupun tidak langsung dengan penderita
- Perbaiki keadaan umum
- Menghilangkan faktor-faktor predisposisi
- Pada daerah tropis, perhatikan kebersihan dan gunakan lotion antiserangga
untuk mencegah gigitan serangga.

Kriteria rujukan

- Komplikasi mulai dari selulitis.


- Tidak sembuh dengan pengobatan selama 5-7 hari.
- Terdapat penyakit sistemik (gangguan metabolik endokrin dan
imunodefisiensi).

Prognosis :

Biasanya baik. Ektima sembuh secara perlahan, tetapi biasanya meninggalkan


jaringan parut (skar).

10 . Folikulitis superfisial

Folikulitis adalah peradangan pada selubung akar rambut (folikel). Penyebabnya


adalah infeksi oleh bakteri Staphylococcus aureus.
Folikulitis bisa terjadi di bagian kulit manapun, biasanya merupakan akibat dari
kerusakan folikel rambut karena:
 bergesekan dengan pakaian
 penyumbatan folikel rambut
 pencukuran.

Pada kulit yang terkena akan timbul ruam, kemerahan dan rasa gatal. Di sekitar
folikel rambut tampak beruntus-beruntus kecil berisi cairan yang bisa pecah lalu
mengering dan membentuk keropeng.
Diagnosis ditegakkan dengan melihat efloresensi pasien. Untuk memastikan bahwa
penyebabnya adalah Staphylococcus aureus bisa dilakukan pembiakan contoh
jaringan yang terinfeksi di laboratorium.
Kompres hangat bisa mempercepat pengempesan folikulitis. Untuk mengendalikan
infeksi, bisa diberikan antibiotik dalam sediaan salep maupun oral.

Folikulitis adalah radang pada folikel rambut, yang paling sering disebabkan oleh
bakteri Staphylococcus aureus. Terdapat 2 klasifikasi, yaitu :
1. Folikulitis superficialis atau Impetigo Bockhart, dimana terdapat di dalam
epidermis. Tempat predileksi di tungkai bawah, kelainan berupa papul atau
pustule yang eritematosa dan di tengahnya terdapat rambut, biasanya multiple.
2. Folikulitis profundal, dimana terdapat sampai ke subkutan. Gambaran
klinisnya hamper sama, hanya teraba infiltrate di subkutan. Contohnya sikosis
barbe yang berlokasi di bibir atas dan dagu, bilateral.
Pengobatan dapat diberikan antibiotic sistemik/topical, dan cari factor
predisposisinya. Antibiotik sistemik yang digunakan adalah Ampisilin dosis 4 x
500mg, 1 jam sebelum makan, atau Amoksisilin 4 x 500mg. Antibiotik topical dapat
digunakan Basitrasin, Neomisin, dan Mupirosin.
11. Furunkel

Furunkel adalah peradangan folikel rambut dan jaringan subkutan sekitarnya.


Furunkel dapat terjadi sekunder terhadap dermatosis lain. Sering mengenai anak-anak
sebagai komplikasi penyakit parasit, seperti pedikulosis atau skabies. Furunkel sering
terjadi pada kulit yang sering mendapat gesekan, tekanan, dan iritasi lokal, seperti
garukan. Sedangkan karbunkel adalah gabungan beberapa furunkel yang dibatasi oelh
trabekula fibrosa yang berasal dari jaringan subkutan yang padat. Perkembanangan
dari furunkel menjadi karbunkel bergantung pada status imunologis
penderita.Penyebab keduannya adalah Staphylococcus aureus.

Hasil Anamnesis (Subyektif)

Penderita datang ke dokter karena rasagatal dan nyeri pada daerah lesi yang
timbul mendadak. Keluhan disertai demam dan malaise. Faktor risiko :

- Lebih sering pada musim panas, karena banyak berkeringat.

- Kebersihan dan hygiene yang kurang-Lingkungan yang kurang bersih-Penyakit DM,


obesitas, hiperhidrosis, anemia, stress, kuranggizi, penderita imunodefisiensi.
Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana (Obyektif)

- Pemeriksaan fisik Lokalisasi : sering pada tubuh yang berambut dan mudah
terkena iritasi, gesekan, atau tekanan; atau padadaerah yang lembap seperti
ketiak, bokong, punggung,leher, dan wajah.
- Efloresensi : mula-mula berupa macula eritematosalentikular numular
setempat, kemudian menjadi nodulalentikular-numular berbentuk kerucut.
Dalam satu minggu terjadi supurasi dan pus keluar melalui beberapa muara
folikel. Kemudian muara-muara ini bersatu dan terbentuklah nekrosis sebagai
jaringan mati berwarna kuning, yang jika dibuang akan terbentuk cekungan
seperti kawah. Lesi yang sembuh akan membentuk parut.

Pemeriksaan penunjang

- Gambaran histopatologis : berupa abses yang dibentukoleh limfosit dan


leukosit PMN, mula-mula pada folikelrambut. Pada bagian bawah folikel
rambut (dalam jaringan subkutis), abses dapat pula mengandungstafilokokus.
Pembuluh darah mengalami dilatasi.Terjadii nekrosis kelenjar dan jaringan
sekitar kemudianmembentuk inti yang dikelilingi oleh daerah dilatasivaskuler,
lekosit, dan limfosit.
- Pemeriksaan bakteriologis dari sekret Penegakan Diagnosis (Assessment)
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala klinis dan pemeriksaan penunjang.

Diagnosis banding :

1.Sporotrikosis: kelainan jamur sitemik, menimbulkanbenjolan-benjolan yang berjejer


sepanjang aliran limfe, padaperabaan kenyal dan nyeri.

2.Blastomikosis: benjolan multiple dengan beberapa pustula,daerah sekitarnya


melunak.
3.Skrofuloderma: biasanya berbentuk lonjong, livid danditemukan jembatan-jembatan
kulit (skin bridges).

4.Akne konglobata: selain di punggung, nodula-nodula merahhitam tampak di daerah


wajah dan lengan, menyebar di saturegio.

Penatalaksanaan Komprehensif

Furunkel : Jika masih berupa infiltrat, topikal diberikan kompressalep iktiol 5%


atau salep antibiotic. Antibiotik sistemik : Eritromisin 4 x 250 mg atau penisilin, Jika
lesi matang, lakukan insisi dan aspirasi, selanjutnya dikompres atau diberi salep
kloramfenikol 2%.

Konseling dan edukasi : Mengatasi faktor predisposisi seperti obesitas, DM, dan
hiperhidrosis. Menjaga kebersihan dan mencegah luka-luka kulit, Menjaga kebersihan
lingkungan.

Pasien dirujuk apabila terjadi: Komplikasi mulai dari selulitis, Tidak sembuh dengan
pengobatan selama 5-7 hari, Terdapat penyakit sistemik (gangguan metabolic
endokrin dan imunodefisiensi).

Prognosis : baik, jika faktor predisposisi dapat teratasi. Prognosis menjadi kurang baik
jika terjadi rekurensi.

Sarana Prasarana

1.laboratorium : mikroskop, pemeriksaan secret

2.Lup

3.obat-obatan

12. Skrofuloderma
Skrofuloderma adalah tuberculosis kutis murni sekunder yang terjadi secara
per kontinuitatum dari jaringan di bawahnya, misalnya kelenjar getah bening, otot dan
tulang. Penyebabnya Mycobacterium tuberculosis (jenis human), basil tahan asam.
Dapat terjadi pada semua umur, tetapi biasanya terjadi pada anak-anak dan dewasa
muda. Frekuensi terbanyak pada Negara-negara yang belum berkembang. Penyebaran
lebih mudah pada musim penghujan.

Hasil Anamnesis (Subyektif)

Pasien datang ke dokter karena terdapat peradangan di leher, aksila, lumbal atau
inguinal. Dimulai dengan infeksi sebuahkelenjar yang selanjutnya berkembang
menjadi banyak.

Faktor risiko:

-Biasanya pasien menderita gizi kurang-tinggal di daerah yang sanitasinya buruk.

Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana (Obyektif)

Pemeriksaan fisik

- Lokalisasi : leher, aksila, lumbal dan inguinal.o


- Efloresensi : ulkus berbentuk oval, pinggir meninggi,tepi tidak rata, dinding
menggaung, dasar kotor, secret mukopurulen, tidak berbau. Daerah sekitar
ulkus tampak livide dan ditemukan jembatan-jembatan kulit.

Pemeriksaan penunjang

- Gambaran histopatologi : tanmpak radang kronik dan jaringan nekrotik mulai


dari lapisan dermis sampai subkutis tempat ulkus terbentuk. Jaringan
mengalami nekrosis kaseosa dikelilingi oleh sel-sel epitel dan sel-sel
Langhans.
- Tes mantoux dan radiogram paru untuk melihat apakah masih ada fokus-fokus
infeksi yang masih aktif.
- Biakan sekret ulkus dan tes resistensi
- Pemeriksaan darah, hitung jenis, laju endap darah dan kimia darah

Penegakan Diagnosis (Assessment)

Diagnosis ditegakkan berdasarkan atas gejala klinis dan pemeriksaan penunjang.


Diagnosis banding : tergantung lokalisasi

- Leher: Aktinomikosis, biasanya menimbulkan benjolan/deformitas dengan beberapa


muara fistel, produktif.
-Ketiak: Hidradenitis supurativa, biasanya menimbulkan sikatriks sehingga terjadi
tarikan-tarikan yang mengakibatkan kontraksi ketiak.

-Inguinal: Limfoma venereum, biasanya akut, dengan gambaran limfadenitis akut,


merah dengan gejala umum panasdan malaise.

Penatalaksanaan Komprehensif

Sistemik :

- Streptomisin 40mg/kgBBoINH 20mg/kgBB/hari


- Etambutol 25mg/kgBB/hari
- Vitamin B6 10 mg/kgBB/hari

Alternatif lain :

Rifampisin 15mg/kgBB/hari untuk mengganti streptomisin

Kanamisin injeksi 25mg/kgBB/hari

Pirazinamid 30-40mg/kgBB/hari

Topikal :

- jika basah kompres dengan PK 1/5000.


- Jika kering diberikan krim, salep antibiotic dan salep minyak ikan digunakan
untuk merangsang pinggir ulkus agar cepat menutup.

Konseling dan edukasi : Jaga kebersihan diri dan lingkungan, Makan makanan yang
bergizi. Minum obat secara teratur, Istirahat cukup, Pasien lebih baik diisolasi.
Kriteria rujukan : Pasien dirujuk apabila terjadi:

- Komplikasi mulai dari selulitis.

- Tidak sembuh dengan pengobatan selama 5-7 hari.

- Terdapat penyakit sistemik (gangguan metabolik endokrin dan imunodefisiensi).

Prognosis: baik Sarana Prasarana

1.Laboratorium : mikroskop, tes mantoux, foto Rongten, pemeriksaan darah, biakan


sekret ulkus

2.Obat-obatan
13. Karbunkel
Karbunkel adalah infeksi bakteri pada sekelompok folikel rambut dan jaringan
sekitarnya yang berdekatan. Karbunkel terbentuk dari gabungan beberapa furunkel
yang berkelompok dan dibatasi oleh trabekula fibrosa yang berasal dari jaringan
subkutan yang padat7. Karbunkel merupakan nodul inflamasi pada daerah folikel
rambut yang lebih luas dan dasarnya lebih dalam daripada furunkel.

Gambar 1 Karbunkel. Lesi menunjukkan furunkel konfluens multipel yang sebagian


mengeluarkan pus.

Epidemiologi

Karbunkel memiliki prevalensi yang kecil. Umumnya terjadi pada anak-anak,


remaja sampai dewasa muda3. Berdasarkan statistik Departemen Kesehatan Inggris,
pada tahun 2002 dan 2003 terdapat sekitar 0,19% atau 24.525 penderita yang berobat
ke Rumah Sakit Inggris dengan diagnosa furunkel abses kutaneus dan karbunkel. Dari
24.525 pasien tersebut terdapat 90% yang memerlukan rawat inap. 54% dari pasien
yang berobat tersebut adalah laki-laki dan 46% pasien adalah perempuan. Usia rata-
rata dari pasien yang berobat adalah 37 tahun. 72% berusia 15-59 tahun dan 6%
berusia diatas 75 tahun.

Etiologi
Karbunkel disebabkan infeksi bakteri, umumnya stafilokokus (Stafilokokus
aureus). Bakteri S.aureus berbentuk bulat (coccus), memiliki diameter 0,5 – 1,5 µm,
memiliki susunan bergerombol seperti anggur, tidak memiliki kapsul, nonmotil,
katalase positif dan pada pewarnaan gram tampak berwarna ungu.

Patogenesis

Kulit memiliki flora normal, salah satunya S.aureus. yang merupakan flora
residen pada permukaan kulit dan kadang-kadang pada tenggorokan dan saluran
hidung. Predileksi terbesar penyakit ini pada wajah, leher, ketiak, pantat atau paha.
Bakteri tersebut masuk melalui luka, goresan, robekan dan iritasi pada kulit7.
Selanjutnya, bakteri tersebut berkolonisasi di jaringan kulit. Respon primer host
terhadap infeksi S.aureus adalah pengerahan sel PMN ke tempat masuk kuman
tersebut untuk melawan infeksi yang terjadi. Sel PMN ini ditarik ke tempat infeksi
oleh komponen bakteri seperti formylated peptides atau peptidoglikan dan sitokin
TNF (tumor necrosis factor) dan interleukin (IL) 1 dan 6 yang dikeluarkan oleh sel
endotel dan makrofag yang teraktivasi. Hal tersebut menimbulkan inflamasi dan pada
akhirnya membentuk pus yang terdiri dari sel darah putih, bakteri dan sel kulit yang
mati.

Faktor Resiko

Setiap orang dapat beresiko terkena karbunkel, namun terdapat beberapa


faktor yang dapat meningkatkan resiko, antara lain :

1. Karier S.aureus kronik (pada hidung, aksila, perineum, vagina).

2. Diabetes. Pada diabetes terjadi gangguan fungsi leukosit sehingga membuat tubuh
sulit untuk melawan infeksi.

3. Higiene yang buruk. Hal ini mempermudah bakteri berkolonisasi di permukaan


kulit, sehingga meningkatkan resiko infeksi.

4. Pakaian yang ketat. Iritasi yang terus menerus dari pakaian yang ketat dapat
menyebabkan luka pada kulit, membuat bakteri mudah untuk masuk kedalam
tubuh.
5. Kondisi kulit tertentu. Karena kerusakan barier protektif kulit, masalah kulit
seperti jerawat, dermatitis, scabies, atau pedukulosis membuat kulit rentan
menjadi furunkel atau karbunkel.

6. Penggunaan kortikosteroid. Hal ini terkait dengan efek kortikosteroid berupa


supresi sistem imun tubuh.

7. Defek fungsi netrofil seperti pada pasien yang mendapatkan obat kemoterapi atau
mendapat obat omeprazole.

8. Penyakit imunodefisiensi primer seperti penyakit granulomatosa kronik, sindrom


Chediak-Higashi, defisiensi C3, hiperkatabolisme C3, hipogammaglobulinemia
transient, timoma dengan imunodefisiensi, dan sindrom Wiskott-Aldrich.

Diagnosa

Anamnesa

Penderita datang dengan keluhan terdapat nodul yang nyeri. Ukuran nodul
tersebut meningkat dalam beberapa hari dan dapat mencapai diameter 3-10 cm atau
bahkan lebih. Beberapa pasien mengeluh demam dan malaise.

Pemeriksaan Fisik

Terdapat nodul berwarna merah, hangat dan berisi pus. Supurasi terjadi setelah
kira-kira 5-7 hari dan pus dikeluarkan melalui saluran keluar yang multipel (multiple
follicular orifices). Karbunkel yang pecah dan kering kemudian membentuk lubang
yang kuning keabuan ireguler pada bagian tengah dan sembuh perlahan dengan
granulasi.

Pemeriksaan Penunjang

Karbunkel biasanya menunjukkan leukositosis. Pemeriksaan histologis dari


karbunkel menunjukkan proses inflamasi dengan PMN yang banyak di dermis dan
lemak subkutan. Pada karbunkel, abses multipel yang dipisahkan oleh trabekula
jaringan ikat menyusup dermis dan melewati sepanjang pinggir folikel rambut,
mencapai permukaan melalui lubang pada epidermis yang terkikis.
Gambar 3. Gambaran histopatologi Karbunkel.

Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan gambaran klinis yang dikonfirmasi


dengan pewarnaan gram dan kultur bakteri.. Pewarnaan gram S.aureus akan
menunjukkan sekelompok kokus berwarna ungu (gram positif) bergerombol seperti
anggur, tidak bergerak. Kultur pada medium agar MSA (Manitot Salt Agar) selektif
untuk S.aureus. Bakteri ini dapat mefermentasikan manitol sehingga terjadi
perubahan medium agar dari warna merah menjadi kuning. Pada kultur S. aureus pada
agar darah menghasilkan koloni bakteri yang lebar (6-8 mm), permukaan halus,
sedikit cembung, dan warna kuning keemasan. Uji sensitivitas antibiotik diperlukan
untuk penggunaan antibiotik secara tepat.
Gambar 4. Gambaran Mikroskopik S.aureus dengan Pengecatan Gram.

Gambar 5. Hasil Kultur S. aureus dalam Medium MSA.


Gambar 6. Hasil Kultur S.aureus dalam Medium Agar Darah.

Diagnosa Banding

Kista Epidermal

Diagnosa banding yang paling utama dari karbunkel adalah kista epidermal
yang mengalami inflamasi. Kista epidermal yang mengalami inflamasi dapat dengan
tiba-tiba menjadi merah, nyeri tekan dan ukurannya bertambah dalam satu atau
beberapa hari sehingga dapat menjadi diagnosa banding karbunkel. Diagnosa banding
ini dapat disingkirkan berdasarkan terdapatnya riwayat kista sebelumnya pada tempat
yang sama, terdapatnya orificium kista yang terlihat jelas dan penekanan lesi tersebut
akan mengeluarkan masa seperti keju yang berbau tidak sedap sedangkan pada
karbunkel mengeluarkan material purulen.

Hidradenitis Suppurativa

Hidradenitis suppurativa (apokrinitis) sering membuat salah diagnosis


karbunkel. Berbeda dengan karbunkel, penyakit ini ditandai oleh abses steril dan
sering berulang. Selain itu, daerah predileksinya berbeda dengan karbunkel yaitu pada
aksila, lipat paha, pantat atau dibawah payudara. Adanya jaringan parut yang lama,
adanya saluran sinus serta kultur bakteri yang negatif memastikan diagnosis penyakit
ini dan juga membedakannya dengan karbunkel..

Komplikasi

Invasi bakteri kedalam aliran darah biasanya terjadi kapan saja, tidak dapat
ditentukan. Prevalensi infeksi metastasis selama bakteremia diperkirakan sekitar 30%
dan menyebabkan komplikasi endokarditis, osteomyelitis, septic arthritis, perinephric
abses, meningitis dan sepsis. Manipulasi pada lesi dapat memfasilitasi penyebaran
infeksi melalui aliran darah.

Endokarditis merupakan akibat tersering dari bakteremia akibat S.aureus.


Insidensi endokarditis disebabkan S.aureus meningkat selama 20 tahun terakhir dan
sekarang menjadi penyebab utama endokarditis di seluruh dunia, terhitung sekitar 25-
30% kasus. Komplikasi berat seperti sepsis, memberikan tanda dan gejala awal
menggigil, demam, gelisah, takikardi dan takipnea.

Komplikasi lainnya yang jarang yaitu trombosis sinus kavernosus. Lesi pada
bibir dan hidung juga dapat menyebabkan bakteremia melalui vena-vena emisaria
wajah dan sudut bibir yang menuju sinus kavernosus.

Penatalaksanaan

Penatalaksanaan karbunkel meliputi pembedahan untuk mengeluarkan pus,


pemberian antibiotic sistemik dan terapi adjuvans.

Pembedahan

Terapi adekuat dari karbunkel adalah insisi dan drainase pus. Persetujuan
tindakan medis diperlukan sebelum melakukan tindakan. Selanjutnya semua
perlengkapan operasi disiapkan. Pertama disinfeksi area karbunkel dan sekitarnya
didisinfeksi dan dibatasi dengan duk steril.. Anastesi lokal yang umumnya digunakan
adalah lidokain 1%.. Scalpel dipegang menggunakan ibu jari dan jari telunjuk untuk
membuat initial entry. insisi dilakukan langsung ke pusat abses. Insisi dibuat searah
dengan skin-tension line. Insisi dilebarkan untuk membuat ruang yang cukup
memadai sehingga semua pus dapat keluar. Hal ini dapat mencegah terjadinya
rekurensi. Pengambilan pus utuk kultur dapat menggunakan hapusan atau spuit ke
dalam ruang abses. Setelah pus mengalir spontan. klem yang berujung bengkok untuk
membuka seluruh ruang abses. Klem dimasukkan ke dalam ruang abses ke dalam
sampai menyentuh jaringan yang sehat, kemudian ujung klem dibuka dan digerakkan
melingkar untuk mengeksplorasi memisahkan jaringan sehat dan ruang abses.
Selanjutnya dilakukan irigasi menggunakan spuit tanpa jarum dengan normal saline
sampai cairan irigasi yang keluar dari ruang abses jernih. Wound-packing material
ukuran seperempat atau setengan inchi dimasukkan dalam ruang abses. Kemudian
tutup luka dengan kasa steril dan plester. Penderita follow-up setelah 2-3 hari, jika
tidak ada pus, wound-packing material di ambil.
Gambar 7.. Insisi dan Drainase Abses.

Antibiotik Sistemik

Antibiotik sistemik mempercepat resolusi penyembuhan dan wajib diberikan


pada seseorang yang beresiko mengalami bakteremia. Antibiotik diberikan selama
empat sampai tujuh hari.

.Tabel 1 Antibiotik Sistemik3

Antimicrobial Agent Dosing (PO Unless Indicated), Usually For


7 to 14 Days

Natural penicillins
Penicillin V 250–500 mg tid/qid for 10 days

Penicillin G 600,000–1.2 million U IM qd for 7 days

Benzathine penicillin G 600,000 U IM in children 6 years, 1.2 million


units if 7 years, if compliance is a problem

Penicillinase-resistant penicillins

Cloxacillin 250–500 mg (adults) qid for 10 days

Dicloxacillin (drug of choice) 250–500 mg (adults) qid for 10 days

Nafcillin 1.0–2.0 g IV q4h

Oxacillin 1.0–2.0 g IV q4h

Aminopenicillins

Amoxicillin 500 mg tid or 875 mg q12h

Amoxicillin plus clavulanic acid 875/125 mg bid; 20 mg/kg per day tid for 10
(Betha-lactamase inhibitor) days

Ampicillin 250–500 mg qid for 7–10 days

Cephalosporins

Cephalexin (drug of choice) 250-500 mg (adults) qid for 10 days; 40–50


mg/kg per day (children) for 10 days

Cephradine 250–500 mg (adults) qid for 10 days; 40–50


mg/kg per day (children) for 10 days

Cefaclor 250–500 mg q8h

Cefprozil 250–500 mg q12h

Cefuroxime axetil 125–500 mg q12h


Cefixime 200–400 mg q12–24h

Erythromycin group

Erythromycin ethylsuccinate 250–500 mg (adults) qid for 10 days; 40


mg/kg per day (children) qid for 10 days

Clarithromycin 500 mg bid for 10 days

Azithromycin Azithromycin: 500 mg on day 1, then 250 mg


qd days 2–5

Clindamycin 150-300 mg (adults) qid for 10 days; 15 mg/kg


per day (children) qid for 10 days

Tetracylines

Minocycline 100 mg bid for 10 days

Doxycycline 100 mg bid

Tetracycline 250–500 mg qid

Miscellaneous agents

Trimethoprim-sulfamethoxazole 160 mg TMP + 800 mg SMX bid

Metronidazole 500 mg qid

Ciprofloxacin 500 mg bid for 7 days

Bila infeksi berasal dari methicillin resistent Streptococcus aureus (MRSA)


dapat diberikan vankomisin sebesar 1 gram tiap 12 jam. Pilihan lain adalah tetrasiklin,
namun obat ini berbahaya untuk anak-anak. Terapi pilihan untuk golongan
penicilinase-resistant penicillin adalah dicloxacilin Pada penderita yang alergi
terhadap penisilin dapat dipilih golongan eritromisin. Pada orang yang alegi terhadap
β-lactam antibiotic dapat diberikan vancomisin.

Terapi antimikrobial harus dilanjutkan sampai semua bukti inflamasi


berkurang. Lesi yang didrainase harus ditutupi untuk mencegah autoinokulasi. Pasien
dengan karbunkel yang berulang memerlukan evaluasi dan penanganan lebih
komplek.

Tabel 2. Manajemen furunkulosis atau karbunkel rekuren

 Evaluasi penyebab yang mendasari dengan teliti

- Proses sistemik

- Faktor-faktor predisposisi yang terlokalisasi spesifik: paparan zat industri (zat


kimia, minyak).

- higiene yang buruk.

- Sumber kontak Staphylococcus: infeksi piogenik dalam keluarga, olahraga


kontak seperti gulat, autoinokulasi.

- Stahphylococcus aureus dari hidung : disini tempat dimana penyebaran


organisme ke tempat tubuh yang lain.terjadi. Frekuensi dari bawaan nasal
bervariasi : 10%-15% pada balita 1 tahun, 38% pada mahasiswa, 50% pada
dokter RS dan siswa militer.

 Perawatan kulit secara umum: tujuannya adalah mengurangi jumlah S.aureus


pada kulit. Perawatan kulit pada kedua tangan dan tubuh dengan air dan sabun
adalah penting. Sabun antimikrobial yang mengandung providone iodine atau
benzoyl peroxide atau klorheksidin 4% dapat digunakan untuk mengurangi
kolonisasi stafilokokus pada kulit.. Handuk yang terpisah harus digunakan dan
secara hati-hari dicuci dengan air panas sebelum digunakan.

 Jenis Pakaian : pakaian yang menyerap keringat, ringan dan longgar harus
digunakan sesering mungkin. Sejumlah besar stafilokokus sering berada pada
seprai dan pakaian dalam pasien dengan furunkulosis atau karbunkel dan dapat
menyebabkan reinfeksi pada pasien dan infeksi pada anggota keluarganya.
Pakaian secara terpisah dicuci dalam air hangat dan diganti tiap hari.

 Pertimbangan umum : beberapa pasien tetap memiliki siklus lesi rekuren.


Kadang-kadang, masalah dapat diperbaiki atau dihilangkan dengan menyuruh
pasien agar tidak melakukan pekerjaan rutin regular. Terutama pada individu
dengan stres emosional dan kelelahan fisik. Liburan selama beberapa minggu,
idealnya pada iklim sejuk atau kering akan membantu dengan cara menyediakan
istirahat dan juga menyisihkan waktu yang dibutuhkan untuk melaksanakan
program perawatan kulit.

 Pertimbangkan hal yang bertujuan eliminasi S.aureus (yang `peka methicillin


maupun yang resisten methicillin) dari hidung (dan kulit) :

- Penggunaan salep lokal pada vestibulum nasalis mengurangi S.aureus pada


hidung dan secara sekunder mengurangi sekelompok organisme pada kulit,
sebuah proses yang menyebabkan furunkulosis rekuren. Pemakaian secara
intranasal dari salep mupirocin calcium 2% dalam base paraffin yang putih
dan lembut selama 5 hari dapat mengeliminasi S.aureus pada hidung sekitar
70% pada individu yang sehat selama 3 bulan. Resistensi stafilokokus
terhadap mupirocin hanya didapatkan pada 1 dari 17 pasien. Profilaksis
dengan salep asam fusidat yang dioleskan pada hidung dua kali sehari setiap
minggu keempat pada pasien dan anggota keluarganya yang merupakan karier
strain infeksius S.aureus pada hidung (bersamaan dengan pemberian
antibiotik anti-stafilokokus peroral selama 10-14 hari pada pasien) telah
terbukti dengan beberapa keberhasilan.

- Antibiotik oral (misalnya rifampin 600 mg PO tiap hari selama 10 hari) efektif
dalam mengeradikasi S.aureus untuk kebanyakan nasal carrier selama
periode lebih dari 12 minggu. Penggunaan rifampin dalam jangka waktu
tertentu untuk mengeradikasi S.aureus pada hidung dan menghentikan siklus
berkelanjutan dari furunkulosis rekuren adalah beralasan pada pasien yang
dengan pengobatan lain gagal. Namun, strain yang resisten rifampin dapat
muncul dengan cepat pada terapi seperti itu. Penambahan obat kedua
(dikloxacillin bagi S.aureus yang peka methicillin; trimethoprim-
sulfametaxole, siprofloksasin, atau minoksiklin bagi S.aureus yang resisten
methicillin) telah digunakan untuk mengurangi resistensi rifampin dan untuk
mengobati furunkulosis rekuren.

Prognosis

Umumnya pasien mengalami resolusi, setelah mendapatkan terapi insisi dan


drainase pus serta antibiotic sistemik. Beberapa pasien mengalami komplikasi
bakteremia dan bermetastasis ke organ lain . Beberapa pasien mengalami rekurensi,
terutama pada penderita dengan penurunan kekebalan tubuh.

14. Erispelas
Erisipelas merupakan suatu kelainan kulit akut yang termasuk dalam tipe dari
selulitis superfisial. Erisipelas melibatkan sistem limfatik dermal yang prominen.
Biasanya disebabkan oleh streptococcus, dengan gejala utamanya ialah eritema
berwarna merah cerah dan berbatas tegas serta disertai gejala konstitusi. Pada
penyakit ini, terjadi peninggian kulit pada bagian yang terjadinya inflamasi dan
terdapat area berbatas tegas yang membedakan antara kulit normal dan kulit yang
terjadinya erisispelas. Bagian tubuh yang sering terlibat adalah kedua tungkai bawah,
wajah, dan telinga

ETIOLOGI

Penyebab utama yang paling sering adalah β-hemolitik streptokokus grup A


dan jarang karena S.aureus. Pada anak-anak yakni H. Influenzae tipe b (Hib),
streptokokus grup A dan S.aureus Infeksi Streptococcus mengakibatkan tingginya
angka kesakitan

Faktor resiko dapat disebabkan oleh penggunaan alkohol dan obat-obatan,


kanker dan sedang menjalani kemoterapi kanker, limpedema kronik (post
mastectomy,postcoronary artery grafting, episode lanjut dari selulitis/erisepelas),
sirosis hepatis, diabetes melitus, sindrom nefritik, neutropenia, sindrom
immunodefisiensi, malnutrisi, gagal ginjal, aterosklerosis.
PATOGENESIS

Pada umumnya kuman akan masuk melalui portalt of entry. Sumber bakteri
erisipelas yang terdapat pada wajah sering kali yang menjadi host-nya adalah
nasofaring dan adanya riwayat infeksi streptokokkus sebelumnya berupa faringitis
yang dilaporkan terjadi pada sepertiga kasus. Masuknya bakteri dari kulit yang
mengalami trauma adalah peristiwa awal terjadinya erisipelas. Setelah masuk, infeksi
menyebar diantara ruang jaringan dan terjadi perpecahan polisakarida oleh
hialuronidase yang dapat membantu dalam penyebaran kuman, fibrinolisin yang
berperan dalan penghancuran fibrin, lesitin yang dapat merusak membran sel.

Pada erisepelas, infeksi dengan cepat menyerang dan berkembang di dalam


pembuluh limfatik. Hal ini dapat menyebabkan kulit menjadi “streaking” dan
pembesaran kelenjar limfe regional serta adanya tenderness.

DIAGNOSIS

Diagnosis dapat ditegakkan dengan adanya gejala klinis. Terdapat gejala


konstitusi yakni demam, malaise. Lapisan kulit yang diserang ialah epidermis dan
dermis. Penyakit ini didahului trauma, karena itu biasanya temapt predileksinya di
tungkai bawah. Kelainan kulit yang utama ialah eritema yang berwarna merah cerah,
berbatas tegas, dan pinggirnya meninggi dengan tanda-tanda radang akut. Dapat
disertai edema, vesikel, dan bula.

Eritema, panas, bengkak, dan nyeri adalah gejala yang sering timbul pada
erisipelas. Lesi klasik penyakit ini adalah lesi yang berbatas tegas pada wajah. Namun
begitu kedua tungkai turut bisa menjadi bagian yang sering terkena erisipelas.
Kadang-kadang terdapat bula yang timbul di sekitar lesi seiring dengan menyebarnya
plak eritema tadi. Kelenjar limfe regional juga dapat mengalami pembesaran.
Gambar 1: Erisipelas pada wajah oleh karena Streptococcus grup A : nyeri
berbatas tegas, mengkilat, plak eritema disertai edema. Pada palpasi kulit
teraba panas dan lunak.(2)

Pada pemeriksaan mikroskop hapusan Gram dari eksudat, nanah, cairan bulla,
aspirasi dapat terlihat bakteri. Dimana untuk bakteri Streptococcus Grup A (GAS)
berbentuk rantai kokus gram positif. Sedangkan Staphylococcus aureus kokus
berbentuk anggur. Sel darah putih (leukosit) dan laju endapan darah (LED) dapat
meningkat.

DIAGNOSIS BANDING

Jika terdapat di wajah, erisepelas sukar dibedakan dengan angioderma dan


dermatitis kontak alergi, tetapi pada kondisi ini biasanya dapat dibedakan oleh karena
adanya tenderness dan keluhan sistemik.

 Selulitis
Gambaran klinis selulitis menyerupai gambaran klinis yang dimiliki oleh
erisipelas. Selulitis tidak mempunyai batas yang jelas seperti erisipelas.
Kelainan kulit berupa infiltrat yang difus di subkutan dengan tanda-tanda
radang akut, juga terdapat pembengkakan, merah dan nyeri lokal disertai
gejala sistemik dan demam. Lebih sering didapatkan pada tungkai.(2,3,8)
Gambar 2. Selulitis: terdapat eritema, edema Gambar 3: Erisipelas pada kaki(5)
dan tenderness. (1)

 Dermatitis kontak alergi akut


Penderita umumnya mengeluh gatal. Pada fasa akut, lesi dimulai dengan
bercak eritematosa yang berbatas tegas kemudian diikuti dengan edema,
papulovesikel, vesikel atau bula. Vesikel atau bula dapat pecah dan
menimbulkan erosi dan eksudasi (basah).

Gambar 4: Lesi dermatitis kontak alergi Gambar 5: Erisipelas pada


akut pada bibir(2) wajah(5)

 Angioedema
Angioedema merupakan lesi yang udem dan ekstensif sampai ke dalam
lapisan dermis dan/atau subkutan dan submukosa. Sebagian pasien mengalami
pembengkakan yang masif pada wajah termasuk lidah dan leher yang dapat
menyebabkan obstruksi jalan nafas. Keluhan gatal tidak didapatkan, beberapa
hanya mengeluh rasa panas.

Gambar 6: Angioedema pada wajah.(8) Gambar 5: Erisipelas pada wajah(5)

PENATALAKSANAAN

Istirahat, tungkai bawah dan kaki yang diserang ditinggikan (elevasi),


tingginya sedikit lebih tinggi daripada letak jantung. Pengobatan sistemik adalah
antibiotik, topikal, kompres terbuka dengan larutan antiseptik. Jika terdapat edema
diberikan diuretika

Respon pengobatan yang baik biasanya dapat dilihat jika diberikan pengobatan
yang tepat. Terapi topikal tidak tepat diberikan dan penicilin sebaiknya diberikan
sesuai ketentuan. Streptococcus pyogenes lebih sensitif. Terapi parenteral lebih
dibutuhkan sebagai pertolongan pertama pada infeksi berat., biasanya diberikan
benzylpenicilin untuk 2 hari atau lebih. Penicilin V oral dapat diberikan untuk 7-14
hari. Pada kasus berat, penicilin V tepat diberikan. Eritromisin dapat diberikan jika
alergi terhadap penisilin. Erisipelas yang berulang (lebih dua episode pada satu
tempat) diberikan penicilin V (250 mg 1-2 kali sehari) dengan selalu menjaga
kebersihan, terutama tempat yang menjadi potensial portal of entry.

15. Scabies
Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh investasi dan
sensitisasi (kepekaan) terhadap Sarcoptes scabiei var. Humini.s. Scabies adalah
penyakit kulit yang disebabkan oleh tungau (mite) yang mudah menular dari
manusia ke manusia, dari hewan ke manusia atau sebaliknya. Penyebabnya
scabies adalah Sarcoptes scabiei.
Scabies adalah penyakit zoonosis yang menyerang kulit, mudah menular dari
manusia ke manusia, dari hewan ke manusia atau sebaliknya, dapat mengenai
semua ras dan golongan di seluruh dunia yang disebabkan oleh tungau (kutu atau
mite) Sarcoptes scabiei.
Jadi menurut kelompok scabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh
infeksi kuman parasitik (Sarcoptes scabiei) yang mudah menular manusia ke
manusia, dari hewan ke manusia atau sebaliknya, dapat mengenai semua ras dan
golongan yang ada dimuka bumi ini. Skabies adalah penyakit kulit yang
disebabkan oleh infestisasi dan sensitisasi terhadap Sarcoptes scabiei varian
hominis dan produknya. Sinonim dari penyakit ini adalah kudis, the itch, gudig,
budukan, dan gatal agogo. Penyakit scabies ini merupakan penyakit menular oleh
kutu tuma gatal Sarcoptes scabei tersebut, kutu tersebut memasuki kulit stratum
korneum, membentuk kanalikuli atau terowongan lurus atau berkelok sepanjang
0,6 sampai 1,2 centimeter.

ETIOLOGI
Scabies disebabkan oleh kutu atau kuman sarcoptes scabei. Secara morfologik
sarcoptes scabei merupakan tungau kecil berbentuk oval punggungnya cembung
dan bagian perutnya rata berwarna putih kotor dan tidak memiliki mata.
Sarcoptes betina yang berada di lapisan kulit stratum corneum dan lucidum
membuat terowongan ke dalam lapisan kulit. Di dalam terowongan inilah
Sarcoptes betina bertelur dan dalam waktu singkat telur tersebut menetas menjadi
hypopi yakni sarcoptes muda. Akibat terowongan yang digali Sarcoptes betina
dan hypopi yang memakan sel-sel di lapisan kulit itu, penderita mengalami rasa
gatal. Sarcoptes scabiei termasuk filum Arthropoda, kelas Arachnida, super
famili Sarcoptes. Pada manusia disebut Sarcoptes scbiei var. hominis. Kecuali itu
terdapat S. Scabiei yang lain, misalnya kambing dan babi.
Secara morfologik merupakan tungau kecil, berbentuk oval, punggungnya
cembung dan bagian perutnya rata. Tungau ini translusen, berwarna puith kotor,
dan tidak bermata. Ukurannya yang betina berkisar antara 330-450 mikron x 250-
350 mikron, sedangkan yang jantan lebih kecil, yakni 200-240 mikron x 150-200
mikron. Bentuk dewasa mempunyai 4 pasang kaki, 2 pasang kaki di depan
sebagai alat untuk melekat, dan 2 pasang kaki kedua pada betina berakhir dengan
rambut, sedangkan pada jantan pasangan kaki ketiga berakhir dengan rambut dan
keempat berakhir dengan alat perekat. Siklus hidup tungau ini sebagai berikut.
Setelah kopulasi (perkawinan) yang terjadi diatas kulit, yang jantan akan mati,
kadang-kadang masih dapat hidup beberapa hari dalam terowongan yang digali
oleh betina. Tungau betina yang telah dibuahi menggali terowongan dalam
stratum korneum, dengan kecepatan 2-3 mm sehari dan sambil meletakkan
telurnya 2 atau 4 butir sehari sampai mencapai jumlah 40 atau 50. Bentuk betina
yang dibuahi ini dapat hidup sebulan lamanya. Telur akan menetas, biasanya
dalam waktu 3-5 hari, dan menjadi larva yang mempunyai 3 pasang kaki. Larva
ini dapat tinggal dalam terowongan, tetapi dapat juga keluar. Setelah 2-3 hari
larva akan menjadi nimfa yang mempunyai 2 bentuk, jantan dan betina, dengan 4
pasang kaki. Seluruh siklus hidupnya mulai dari telur sampai bentuk dewasa
memerlukan waktu antara 8-12 hari.

PATOFISIOLOGI
Kelainan kulit dapat disebabkan tidak hanya dari tungau scabies, akan tetapi
juga oleh penderita sendiri akibat garukan. Dan karena bersalaman atau
bergandengan sehingga terjadi kontak kulit yang kuat,menyebabkan lesi timbul
pada pergelangan tangan. Gatal yang terjadi disebabkan leh sensitisasi terhadap
secret dan ekskret tungau yang memerlukan waktu kira-kira sebulan setelah
infestasi. Pada saat it kelainan kulit menyerupai dermatitis dengan ditemuannya
papul, vesikel, dan urtika. Dengan garukan dapat timbul erosi, ekskoriasi, krusta,
dan infeksi sekunder. Kelainan kulit dan gatal yang terjadi dapat lebih luas dari
lokasi tungau.
FAKTOR RESIKO
1. Skabies pada bayi dan anak
Lesi skabies pada anak dapat mengenai seluruh tubuh, termasuk seluruh
kepala, leher, telapak tangan, telapak kaki, dan sering terjadi infeksi sekunder
berupa impetigo, ektima sehingga terowongan jarang ditemukan. Pada bayi,
lesi terdapat di muka.
2. Skabies yang ditularkan oleh hewan.
Sarcoptes scabiei varian canis dapat menyerang manusia yang pekerjaanya
berhubungan erat dengan hewan tersebut. Misalnya peternak dan gembala.
Gejalanya ringan, rasa gatal kurang, tidak timbul terowongan, lesi terutama
terdapat pada tempat-tempat kontak. Dan akan sembuh sendiri bila menjauhi
hewan tersebut dan mandi bersih-bersih.
3. Skabies inkognito
Obat steroid topikal atau sistemik dapat menyamarkan gejala dan tanda
skabies, sementara infestasi tetap ada. Sebaliknya, pengobatan dengan steroid
toikal yang lama dapat menyebabkan lesi bertambah hebat. Hal ini mungkin
disebabkan oleh karena penurunan respon imun seluler.
4. Skabies terbaring di tempat tidur (bed ridden)
Penderita penyakit kronis dan orang tua yang terpaksa harus tinggal di tempat
tidur dapat menderita skabies yang lesinya terbatas.

Cara penularan (transmisi) :


1. Kontak langsung (kontak kulit dengan kulit), misalnya berjabat tangan, tidur
bersama dan hubungan seksual.
2. Kontak tak langsung (melalui benda), misalnya pakaian, handuk, sprei,
bantal, dan lain-lain.

Penularannya biasanya oleh Sarcoptes scabiei betina yang sudah dibuahi atai
kadang-kadang oleh bentuk larva. Dikenal pula Sarcoptes scabiei var. animalis
yang kadang-kadang dapat menulari manusia, terutama pada mereka yang banyak
memelihara binatang peliharaan misalnya anjing

MANIFESTASI KLINIS
Diagnosis dibuat dengan menemukan 2 dari 4 tanda kardial berikut ini :
1. Pruritus (gatal pada malam hari) karena aktivitas tungau lebih tinggi pada
suhu yang lebih lembab dan panas.
2. Penyakit ini menyerang manusia secara berkelompok, misalnya dalam sebuah
keluarga biasanya seluruh anggota keluarga terkena infeksi. Begitu pula
dalam sebuah perkampungan yang padat penduduknya, sebagian besar
tetangga yang berdekatan akan diserang tungau tersebut.
3. Kunikulus (adanya terowongan) pada tempat-tempat predileksi yang
berwarna putih atau keabu-abuan, berbentuk garis lurus atau berkelok, rata-
rata panjang 1 cm, pada ujung terowongan itu ditemukan papul atau vesikel.
Jika timbul infeksi sekunder ruam kulit menjadi polimorfi (pustula,
ekskoriasi, dll). Tempat predileksi biasanya daerah dengan stratum korneum
tipis, yaitu sela-sela jari tangan, peregelangan tangan bagian volar, siku
bagian luar, lipatan ketiak bagian depan, areola mammae (wanita) dan lipatan
glutea, umbilikus, bokong, genitalia eksterna (pria), dan perut bagian bawah.
Pada bayi dapat menyerang telapak tangan dan telapak kaki bahkan seluruh
permukaan kulit. Pada remaja dan orang dewasa dapat timbul pada kulit
kepala dan wajah
4. Terdapat agen parasitik satu atau lebih stadium hidup agen parasitik ini,
merupakan hal yang paling diagnostik.
Pada pasien yang menjaga hygiene, lesi yang timbul hanya sedikit sehingga
diagnosis kadangkala sangat sulit ditegakkan. Jika penyakit berlangsung lama,
dapat timbul likenifikasi, impetigo, da furunkulosis.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Cara menemukan tungau :
1. Carilah mula – mula terowongan, kemudian pada ujung dapat terlihat papula
atau vesikel. Congkel dengan jarum dan letakkan diatas kaca obyek, lalu
tutup dengan kaca penutup dan lihat dengan mikroskop cahaya.
2. Dengan cara menyikat dengan sikat dan ditampung diatas selembar kertas
putih dan dilihat dengan kaca pembesar
3. Dengan membuat biopsi irisan. Caranya jepit lesi dengan 2 jari kemudian
buat irisan tipis dengan pisau dan periksa dengan mikroskop cahaya
4. Dengan biopsi eksisional dan periksa dengan pewarnaan HE.
PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan skabies dibagi menjadi 2 bagian :
1. Penatalaksanaan secara umum.
Pada pasien dianjurkan untuk menjaga kebersihan dan mandi secara teratur
setiap hari. Semua pakaian, sprei, dan handuk yang telah digunakan harus
dicuci secara teratur dan bila perlu direndam dengan air panas. Demikian pula
dengan anggota keluarga yang beresiko tinggi untuk tertular, terutama bayi
dan anak - anak, juga harus dijaga kebersihannya dan untuk sementara waktu
menghindari terjadinya kontak langsung. Secara umum meningkatkan
kebersihan lingkungan maupun perorangan dan meningkatkan status gizinya.
Beberapa syarat pengobatan yang harus diperhatikan :
a) Semua anggota keluarga harus diperiksa dan semua harus diberi
pengobatan secara serentak.
b) Higiene perorangan : penderita harus mandi bersih, bila perlu
menggunakan sikat untuk menyikat badan. Sesudah mandi pakaian yang
akan dipakai harus disetrika.
c) Semua perlengkapan rumah tangga seperti bangku, sofa, sprei, bantal,
kasur, selimut harus dibersihkan dan dijemur dibawah sinar matahari
selama beberapa jam.
2. Penatalaksanaan secara khusus.
Dengan menggunakan obat – obatan, obat - obat anti skabies yang tersedia
dalam bentuk topikal antara lain :
a) Belerang endap (sulfur presipitatum), dengan kadar 4 - 20% dalam bentuk
salep atau krim. Kekurangannya ialah berbau dan mengotori pakaian dan
kadang - kadang menimbulkan iritasi. Dapat dipakai pada bayi berumur
kurang dari 2 tahun.
b) Emulsi benzil - benzoas (20 – 25 %), efektif terhadap semua stadium,
diberikan setiap malam selama tiga hari. Obat ini sulit diperoleh, sering
memberi iritasi, dan kadang - kadang makin gatal setelah dipakai.
c) Gama benzena heksa klorida (gameksan = gammexane) kadarnya 1%
dalam krim atau losio, termasuk obat pilihan karena efektif terhadap
semua stadium, mudah digunakan, dan jarang memberi iritasi.
Pemberiannya cukup sekali, kecuali jika masih ada gejala diulangi
seminggu kemudian.
d) Krotamiton 10% dalam krim atau losio juga merupakan obat pilihan,
mempunyai dua efek sebagai anti skabies dan anti gatal. Harus dijauhkan
dari mata, mulut, dan uretra.
e) Permetrin dengan kadar 5% dalam krim, kurang toksik dibandingkan
gameksan, efektifitasnya sama, aplikasi hanya sekali dan dihapus setelah
10 jam. Bila belum sembuh diulangi setelah seminggu. Tidak anjurkan
pada bayi di bawah umur 12 bulan.

KOMPLIKASI
Jika skabies tidak diobati selama beberapa minggu atau bulan, dapat timbul
dermatitis akibat garukan. Erupsi dapat berbentuk impetigo, ektima, sellulitis,
limfangitis, dan furunkel. Infeksi bakteri pada bayi dan anak kecil yang diserang
scabies dapat menimbulkan komplikasi pada ginjal. Dermatitis iritan dapat timbul
karena penggunaan preparat anti skabies yang berlebihan, baik pada terapi awal
atau dari pemakaian yang terlalu sering. Salep sulfur, dengan konsentrasi 15%
dapat menyebabkan dermatitis bila digunakan terus menerus selama beberapa
hari pada kulit yang tipis. Benzilbenzoat juga dapat menyebabkan iritasi bila
digunakan 2 kali sehari selama beberapa hari, terutama di sekitar genetalia pria.
Gamma benzena heksaklorida sudah diketahui menyebabkan dermatitis iritan bila
digunakan secara berlebihan. Selain itu dapat terjadi sebagai berikut:
1. Urtikaria
Urtikaria adalah reaksi dari pembuluh darah berupa erupsi pada kulit yang
berbatas tegas dan menimbul (bentol), berwarna merah, memutih bila
ditekan, dan disertai rasa gatal. Urtikaria dapat berlangsung secara akut,
kronik, atau berulang. Urtikaria akut umumnya berlangsung 20 menit sampai
3 jam, menghilang dan mungkin muncul di bagian kulit lain.
2. Infeksi sekunder
3. Folikulitis
Folikulitis adalah peradangan pada selubung akar rambut (folikel). Pada kulit
yang terkena akan timbul ruam, kemerahan dan rasa gatal. Di sekitar folikel
rambut tampak beruntus - beruntus kecil berisi cairan yang bisa pecah lalu
mengering dan membentuk keropeng
4. Furunkel
Furunkel (bisul) adalah infeksi kulit yang meliputi seluruh folikel rambut dan
jaringan subkutaneus di sekitarnya. Paling sering ditemukan di daerah leher,
payudara, Wajah dan bokong. Akan terasa sangat nyeri jika timbul di sekitar
hidung atau telinga atau pada jari - jari tangan. Furunkel berawal sebagai
benjolan keras berwarna merah yang mengandung nanah. Lalu benjolan ini
akan berfluktasi dan ditengahnya menjadi putih atau kuning (membentuk
pustula). Bisul bisa pecah spontan atau mengeluarkan nanahnya, kadang
mengandung sedikit darah.
5. Infiltrat
6. Eksema infantum
Eksema atau Dermatitis atopik atau peradangan kronik kulit yang kering dan
gatal yang umumnya dimulai pada awal masa kanak - kanak. Eksema dapat
menyebabkan gatal yang tidak tertahankan, peradangan, dan gangguan tidur

CARA PENCEGAHAN
Cara pencegahan penyakit skabies adalah dengan :
1. Mandi secara teratur dengan menggunakan sabun.
2. Mencuci pakaian, sprei, sarung bantal, selimut dan lainnya secara teratur
minimal 2 kali dalam seminggu.
3. Menjemur kasur dan bantal minimal 2 minggu sekali.
4. Tidak saling bertukar pakaian dan handuk dengan orang lain.
5. Hindari kontak dengan orang-orang atau kain serta pakaian yang dicurigai
terinfeksi tungau skabies.
6. Menjaga kebersihan rumah dan berventilasi cukup.
7. Menjaga kebersihan tubuh sangat penting untuk menjaga infestasi parasit.
Sebaiknya mandi dua kali sehari, serta menghindari kontak langsung dengan
penderita, mengingat parasit mudah menular pada kulit. Walaupun penyakit
ini hanya merupakan penyakit kulit biasa, dan tidak membahayakan jiwa,
namun penyakit ini sangat mengganggu kehidupan sehari-hari. Bila
pengobatan sudah dilakukan secara tuntas, tidak menjamin terbebas dari
infeksi ulang, langkah yang dapat diambil adalah sebagai berikut :
a. Cuci sisir, sikat rambut dan perhiasan rambut dengan cara merendam di
cairan antiseptik.
b. Cuci semua handuk, pakaian, sprei dalam air sabun hangat dan gunakan
seterika panas untuk membunuh semua telurnya, atau dicuci kering.
c. Keringkan peci yang bersih, kerudung dan jaket.
d. Hindari pemakaian bersama sisir, mukena atau jilbab.

16. Pediculosis capitis


Pedikulosis kapitis adalah infeksi kulit dan rambut kepala yang disebabkan
oleh Pediculus humanus var. capitis. kutu rambut (Pediculus humanus var. capitis)
secara efektif berinfestasi hanya kepala manusia dan berbeda dari kutu tubuh
(Pediculus humanus var. corporis) dan kutu kemaluan (Pthirus pubis). Kutu ini
adalah parasit obligat artinya menghisap darah manusia untuk dapat
mempertahankan hidup.

Epidemologi

Kutu kepala yang disebabkan oleh Pedikulosis kapitis adalah masalah


kesehatan masyarakat di seluruh dunia. Kutu kepala umunya menyerang anak
perempuan yang bersekolah di sekolah dasar, baik pada negara berkembang
maupun negara maju.

Di Amerika Serikat, Pedikulosis kapitis menyerang sekitar 6-12 juta orang


setiap tahun. Sedangkan pada survei epidemiologi di sekolah tertentu di beberapa
negara untuk mengetahui prevalensi kutu kepala telah ditemukan sebanyak 6,8%
di Turki, 8,9% di Belgia, 13% di Australia, 35% di Brazil, 5,8% di Korea dan
52% di Ukraina .

Ada banyak faktor yang berhubungan dengan host yang dapat


dihubungkan dengan prevalensi kutu kepala antara lain ras, kelompok umur, jenis
kelamin, kondisi sosial-ekonomi dan karakteristik rambut. Kondisi hidup penuh
sesak dan munculnya resistensi terhadap insektisida telah memberi kontribusi
pada di-kutu kepala dalam beberapa tahun terakhir.2,4

Pedikulosis kapitis tidak memandang usia atau strata ekonomi yang dapat
kebal terhadap penyakit ini, meski pun kondisi hidup yang penuh sesak cenderung
dikaitkan dengan prevalensi yang lebih tinggi. Setiap keluarga yang memiliki anak
kecil setidaknya satu orang akan terjangkit, kutu kepala dapat menjangkit orang
dari segala usia, tetapi anak-anak rentan terhadap infestasi karena kebiasaan
mereka bermain dalam kontak dekat, berbagi topi, telfon selular, sisir dan sikat
dan pakaian. Tambahan pula dalam kondisi higine yang tidak baik, misalnya
jarang memberishkan rambut atau rambut yang relatif susah dibersihkan (rambut
yang sangat panjang pada wanita). Anak perempuan sekitar dua kali lebih
mungkin untuk mendapatkan kutu kepala dari pada anak laki-laki.Infestasi di
Amerika Serikat untuk ras kulit hitam tidak umum terjangkit, karena karakteristik
fisik batang rambut mereka, yang lebih berbentuk oval dan karena itulebih sulit
untuk dipahami.

Etiopatogenesis

Kutu termasuk dalam kelompok order Phthiraptera. Kutu ini tidak


bersayap, mulut kutu berada di dorsoventral yang mana wajib dimiliki
ectoparasites. Manusia dapat disinggahi parasit oleh tiga spesies Anoplura:
Pediculus capitis (kutu rambut), Pediculus humanus dan Phitirus Pubis.

Kutu betina dewasa berwarna putih keabu-abuan dengan panjang mulut 3-


4 mm sedangkan kutu jantan dewasa sedikit lebih kecil. Cakar berada pada kaki
kutu yang digunakan untuk adaptasi pada pertumbuhan rambut.

Kutu ini mempunyai 2 mata 3 pasang kaki, berwarna abu-abu dan menjadi
kemerahan jika telat menghisap darah. Terdapat 2 jenis kelamin, ialah jantan dan
betina, yang betina betina dengan ukuran panjang 1,2-3,2 mm dan lebar lebih
kurang ½ panjangnya, jantan lebih kecil dan jumlahnya hanya sedikit.
a. b.

Gambar 1. Menunjukkan Pediculus capitis (a) induk kutu


(betina). (b) telur kutu yang melekat pada helai rambut. 7

Siklus hidupnya melalui stadium telur,larva, nimfa, dan dewasa. Telur


(nits) diletakkan disepanjang rambut dan mengikuti tumbuhnya rambut, yang
berarti makin ke ujung terdapat telur yang lebih matang.

Kutu kepala, pedikulosis capitis, Kutu betina hidup selama 30 hari, dan
selama itu ia meletakkan antara 5 dan 10 telur sehari pada batang rambut atau
kurang lebih 150 telur dalam 30 hari. Kapsul telur berbentuk oval (nits)
biasanya di letakkan dekat dengan kulit kepala untuk kehangatan, dan pada
umumnya telur terletak 0,6 mm dari kulit kepala yang belum menetas. Di iklim
hangat, bagaimanapun, nits layak dapat ditemukan 15 cm atau lebih dari kulit
kepala, terutama di daerah di atas tengkuk. Nits yang melekat pada rambut
individu melalui suatu matriks protein yang eratresem konstituen asam amino
dari batang rambut manusia itu sendiri sehingga setiap senyawa masa depan
yang mudah akan membubarkan lapisan nit juga akan cenderung merusak
batang rambut. Kutu jarang hidup lebih dari 36 jam dari host tanpa makan
darah. Namun, mengingat suhu yang sesuai (28-32'C /82-90'F) dan kelembaban
(70-90% RH), nits dapat bertahan hidup dan menetas setelah 10 hari jauh dari
host.

Gambar 2. Siklus hidup kutu (Pediculus capitis)

Kutu kepala dan manusia telah berevolusi bersama, karena fakta bahwa
kutu tergantung sepenuhnya pada manusia untuk hidup mereka dan tidak terjadi
pada setiap spesies inang lainnya. Kutu menghabiskan sebagian besar hidup
mereka di rambut, bukan di kulit kepala, dan datang ke kulit kepala untuk
memberi makan. Mencari kutu di rambut sangat susah karena mereka bergerak
cepat jauh dari gangguan, memanjat cepat dan bawah poros dan samping
menyeberang ke poros lain. Telur pediculus humanus tidak sulit untuk melihat
pada poros rambut. Telur yang baru diletakkan adalah biasanya dalam 1,5 cm
dari kulit kepala, sedangkan telur tua lebih lebih tinggi poros rambut. Pediculus
capitis

Transfer dari rambut untuk rambut sangat tergantung pada pola spasial
dan kinetik. Itu preferensi untuk rambut yang lewat perlahan dari ekor ke kepala
mungkin karena faktor anatomi dan perilaku. Cakar pertama pada kaki kutu
adalah satu-satunya cakar yang digunakan untuk membuat kontak dengan
rambut baru dan kaki lainnya hanya digunakan setelah cakar pertama itu
terpasang. Kepala kutu berorientasi untuk makanan darah, maka mereka
mendekatkan kepala mereka dekat dengan kulit kepala.3,9

Kutu yang tidak mencari makan darah sesekali memposisikan diri di atas
kulit kepala tuan rumah dengan ekor mereka menghadap kepala host. Posisi ini
akan memudahkan penularan karena rambut lewat.9,12
Selain transmi kutu dengan kontak langsung, ternyata dapat juga melalui
kontak tidak langsung seperti peralatan umum dalam rumah tangga. Hal ini juga
menyatakan terjadi melalui sisir, sikat untuk semir rambut, atau topi.5,10

Jika kutu mencari makan di kepala manusia, mereka menuju ke kulit


kepala dan mengisap darah. Pada saat mengisap darah tersebut kutu juga
memasukkan liur dan ekskreta ke dalam kulit. Rasa gatal akan timbul akibat
pengaruh air liur dan ekskreta dari kutu. Kelainan kulit yang timbul disebabkan
oleh garukan untuk menghilangkan rasa gatal tersebut.1,3

Manifestasi Klinis
Infestasi kutu kepala ditandai dengan nits melekat pada rambut sekitar
0,7 cm dari kulit kepala. Nits sering ditemukan dibagian oksipital dan retro
auricular kepala dan lebih mudah untuk mengamati dari pada merangkak kutu
dewasa. Pruritus adalah gejala utama, meskipun pasien dengan kutu bisa tanpa
gejala. Reaksi gigitan, excoriations, impetiginization sekunder, pioderma,
limfadenopati servikal, konjungtivitis, demam, dan malaise juga manifestasi
yang mungkin. Pioderma bisa disertai dengan alopecia. Ruam morbilliform
hipersensitivitas dapat meniru eksantema virus. Dalam kasus lama, dermatitis
keparahan variabel dapat dilihat, ditandai dengan eksudasi dan pengerasan kulit,
terutama didaerah oksipital.

Kejadian yang jarang, dalam sangat penuh dan pasien yang tidak
berobat, rambut bisa menjadi kusut dengan eksudat, predisposisi daerah
terhadap infeksi jamur. Hal ini mengakibatkan massa malodorous. Kutu tak
terhitung jumlahnya dan nits dapat ditemukan di bawah massa rambut
terjerat.11,14

Gigitan baru dapat menyebabkan reakti vasi gigitan sudah sembuh.


Penyebab yang paling mungkin dari gigitan menjadi respon inflamasi terhadap
air liur kutu disuntikkan atau antikoagulan. Pada saat kutu-kutu pertama,
pruritus tidak dapat dilihat selama 1 sampai 2 bulan karena butuh waktu untuk
mengembangkan kepekaan. Oleh karena itu, pada saat pasien merupakan gejala,
ia mungkin telah penuh selama minimal 1 bulan.

Pasien datang dengan pruritus berat pada kulit kepala, dan sering
memiliki limfadenopati servikal posterior. Eksoriasi dan bintik kecil dari
kotoran kutu ditemukan pada kulit kepala, dan impetigo sekunder merupakan
hal yang biasa terjadi. Kutu dapat diidentifikasi, terutama saat menyisir rambut.
Telur bisa ditemukan pada seluruh kulit kepala,tapi yang paling umum di daerah
retroauricular. Umumnya, hanya telur yang dekat kulit kepala yang memiliki isi
dan telur di daerah distal telah kosong. Pada keadaan sangat lembab, telur dapat
ditemukan di sepanjang rambut. Bila infeksi sekunder berat, rambut akan
menggumpal dibabkan oleh banyaknya pus dan krusta (plikapelonika) dan
disertai pembesaran kelenjar getah bening regional (oksiput dan retroartikular).
Pada keadaan tersebut kepala memberikan bau busuk.

Gambar 3. Telur kutu pada rambut

Dan cangkang telur yang kosong.7


(a) (b)
Gambar 4. Pedikulosis kapitis. (a) telur kutu (nits) yang banyak. (b) dengan
dermatitis nuchal khas.13

Diagnosis
Untuk mendiagnosis kutu adalah mencari kutu atau telur yang layak (nits)
pada pemeriksaan. Ekskoriasis dan pioderma juga dapat tampak. Karena kutu
menghindari cahaya dan merangkak dengan cepat, inspeksi visual tanpa
menyisir sulit. Menggunakan sisir kutu meningkatkan kemungkinan
menemukan kutu hidup dan merupakan alat skrining pembantu. Diagnosis kutu
menggunakan sisir kutu ini empat kali lipat lebih efisien dari pada pemeriksaan
visual langsung.14,15

Nits kecil lebih mudah untuk diamati, terutama pada


tengkuk leher atau di belakang telinga. Nits sendiri tidak diagnostik kutu aktif.
Namun, jika nits ditemukan dalam 0,7 cm dari kulit kepala,
infestasi aktif kemungkinan. Kutu bisa sulit untuk dideteksi. Sebuah cahaya
terang (woods lamp), lensa pembesar. Dermoskopi juga merupakan bantuan
dalam diagnosis dan tindak lanjut dari capitis pedikulosis.2,5,14

Telur mati dapat tetap terpaku pada rambut selama 6 bulan. Rambut
manusia tumbuh pada tingkat sekitar 1cm/bulan. Karena ikut dengan rambut
yang tumbuh, telur kutu yang kosong yang telah melekat pada helai rambut
akan menjauh dari kulit kepala. Setelah 2 sampai 3 bulan, ini telur kutu kosong
menjadi lebih terlihat, terutama pada rambut gelap.2,15

Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan laboratorium

o Mikroskopi
Kutu atau telur kutu pada helai rambut dapat di periksa
untuk mengkonfirmasi pemeriksaan makroskopi dari kulit
kepala dan rambut.
o Kultur
Jika dicurigai impetiginasi, perlu dilakukan cultur bakteri.1,16

Diffensial diagnosis
 Dilihat dari manifestasi klinis adanya benjolan-benjolan kecil seperti
mutiara di rambut dapat didiagnosis banding dengan Piedra hitam.
Piedra hitam merupakan infeksi jamur pada rambut yang
mengakibatkan benjolan-benjolan di luar permukaan rambut. Selain itu
mengakibatkan juga rambut mudah patah.16

Gambar 5. Piedra hitam. Rambut diuji dengan


pemeriksaan 30% KOH, dengan latar cerah.
Nodul gelap terbentuk hifa dematiaceous melekat
bersama-sama untuk membentuk massa keras.7
Gambar 7. Psoriasis kapitis.

o Dengan adanya manifestasi klinis gatal pada kulit kepala dapat


didiagnosis banding dengan
 psoriasis capitis, namun terdapat adanya skuama.
 Impetigo, merupakan infeksi kulit yang menyebabkan pustula,
atau krusta
 lichen simplex kronik adalanya kelainan kulit berupa eritema,
papul, berskuama, hiperpigmentasi.

a. Psocids adalah kutu-seperti serangga (Rayap buku) yang jarang dapat


menyebabkan kutu kepala manusia, mereka mudah dibedakan dari kutu
manusia dengan kepala mereka lebih besar, mulut besar, kaki belakang
yang besar, dan antena panjang.15

Gambar 8. Psocids

Penatalaksanaan
b. Non medikamentosa
 Menyisir kutu
Tujuan menyisir kutu setiap hari adalah untuk menghapus
nimfa yang menetas antara perlakuan pediculicidal. Kutu menunjukkan
kerentanan berbagai pediculicides berdasarkan tahap perkembangan
mereka. Satu dapat mengharapkan untuk menemukan kutu sama sekali
tahap pengembangan pada kepala penuh, karena itu mereka akan mati
pada waktu yang berbeda mengikuti aplikasi pediculicide. Proses
menyisir kutu rambutnya harus dibasahi dengan air, bukan
kondisioner. Pada akhirsetiap sesi, mencucisisir di bawah keran.
Rendam sisir dalam air yang sangat panas selama 10 menit atau
simpan dalam freezer selama 24 jam sebelum menggunakan lagi.8,10

 Kontrol keadaan sekitar


Pengobatan harus dipertimbangkan hanya jika kutu hidup atau
nits layak diamati. Semua pakaian, handuk, seprei, boneka binatang,
dan kain mainan yang digunakan oleh anak penuh dalam waktu 2 hari
sebelum diagnosis harus dicuci dalam air panas dari 50 ° C, atau mesin
dikeringkan pada pengaturan panas tertinggi, setidaknya 30 menit .
Tutup kepala, sisir, headphone, dan helm harus dibersihkan dan
didesinfeksi dengan pediculicide atau isopropil alkohol. Jika tidak ada
modalitas tersebut adalah dapat juga menyegel benda dalam kantong
plastik selama 2 minggu juga pilihan untuk memastikan
dekontaminasi. Lantai, karpet, area bermain, bantal, kotak karpet,
furnitur berlapis dan harus disedot untuk menghilangkan rambut
ditumpahkan dengan telur layak.8,15

c. Medikamentosa

Topikal agen

 Malathion
Malathion (0,5% atau 1%) adalah lotion atau spray yang harus
diterapkan pada rambut, dibiarkan terbuka, dan dibersihkan setelah 8
sampai 12 jam. 1,15
 Gama benzen heksaklorida
Gama benzen heksaklorida (gameksan) 1% berbentuk krim
yang digunakan dengan cara dioleskan lalu didiamkan 12 jam
kemudian dicuci dan disisir.

 Benzil benzoat 25%


Benzil benzoat 25% emulsi yang digunakan dengan cara
dioleskan lalu didiamkan 12 jam kemudian dicuci dan disisir.1

 Pyrethrin:
Krim permetrin 1% bilas. Pertama kali keramas rambut dengan
sampo non-condisioner dan handuk kering. Setelah itu, diterapkan
krim permetrin 1%, biarkan selama 10 menit dan kemudian dibilas.15

 Pyrethrins plus butoksida piperonyl


Produk ini yang banyak dipasarkan kebanyakan shampoo yang
diterapkan untuk mengeringkan rambut dan biarkan selama 10 menit
sebelum dibilas.

 Permetrin (5%)
Permetrin (5%) adalah krim. Produk ini biasanya diterapkan
semalam untuk kutu. Ini diterapkan ke kulit kepala dan biarkan selama
beberapa jam atau semalaman, setelah itu harus dibilas.15

 Carbaryl (0,5%),
Carbaryl (0,5%) adalah karbamat yang mengikat ke situs yang
sama pada enzim acetylcholinesterase sebagai organofosfat.
Penggunaan carbaryl semakin sedikit, sebagian didasarkan pada bukti
bahwa hal itu mungkin karsinogenik. Memiliki potensi mutagenik, dan
harus terus telah dibatasi hanya menggunakan.15

 Lindane (1%)
Lindane (1%) adalah sedian yang tersedia sebagai sampoo yang
harus dibiarkan selama tidak lebih dari 10 menit, dengan aplikasi
berulang-ulang dalam 7 sampai 10 hari. 15

Komplikasi
Infeksi bakteri sekunder mungkin cukup memperparah untuk membuat anak
demam dan lesu.

Prognosis
Infeksi ini pada dasarnya tidak berbahaya. Namun, stigma yang terkait dengan
kutu kepala dan trauma psikologis yang dialami oleh beberapa orang dalam upaya
mereka untuk menghilangkan infeksi sangat outweight dampak fisik kutu. Reaksi
sensitasi untuk kutu air liur dan kotoran dapat menyebabkan iritasi lokal dan eritema,
infeksi sekunder dari goresan mungkin terjadi. kutu telah diidentifikasi sebagai vektor
mekanis utama dari kulit kepala pioderma disebabkan streptokokus dan staphylococci
biasanya ditemukan pada kulit.

17. Pediculosis pubis


Pediculosis pubis disebabkan karena Pthirus pubis atau kutu kepiting yang hidup
pada area berambut di sekitar genitalia eksterna (pubis). Kutu ini berukuran 1,5-2 mm
dan dapt dilihat dengan mata telanjang, kutu betina dewasa dalam 1 bulan kemudian
bertelur, telur ini menetas dalam waktu 1 minggu, masa inkubasi berlangsung sekitar
1 bulan atau lebih. Pediculosis pubis paling sering ditularkan lewat kontak langsung
saat berhubungan seksual dan bisa juga lewat kontak tidak langsung seperti
pemakaian handuk bersama tetapi kutu pediculosis pubis tidak dapat bertahan lebih
dari 24 jam tanpa makanan (menghisap darah).
Keluhan yang dialami pasien yaitu gatal-gatal diarea pubis, adanya makula berwarna
kebiruan (maculae cerulae) berukuran kurang dari 1cm atau papula kemerahan pada
area gigitan kutu.

Diagnosis ditegakkan dengan temuan kutu Pthirus pubis yang dapat dilihat dengan
mata telanjang atau dengan dermatoskop.

Tatalaksana :

- Sediaan krim yang mengandung permethrin 1%, digunakan dengan cara


dioleskan pada area pubis, didiamkan selama 10 menit kemudian dibilas.
Diulang selama 7-10 hari. Permethin juga aman digunakan untuk ibu hamil
- Mencukur rambut kemaluan tidak harus dilakukan namun mencukur terbukti
dapat menurunkan kejadian pediculosis pubis karena hilangnya habitat dari
kutu ini.
- Pasien dengan pediculosis pubis sebaiknya melakukan pemeriksaan skrining
untuk penyakit menular seksual yang lainnya, termasuk HIV. Hal ini
dikarenakan sekitar 30% dari penderita pediculosis pubis terdeteksi memiliki
penyakit menular seksual lain.

18. Veruka vulgaris(HPV)

Sinonim

Common warts, kutil

Veruka vulgaris atau yang sering disebut kutil atau common warts merupakan
infeksi human papiloma virus (HPV) pada epidermis dengan gambaran klinis
berupa papul, nodul berbentuk kubah sewarna dengan kulit, permukaan kasar
dan berbatas tegas, dapat tunggal maupun berkelompok. Pernyakit ini menular
dengan cara kontak langsung kulit dengan kulit, dan trauma dengan kerusakan stratum
korneum yang menyebabkan infeksi epidermis.

Epidemiologi
Veruka vulgaris dapat timbul pada segala usia, tetapi jarang pada bayi dan
anak kecil. Kelainan meningkat selama umur sekolah prevalensinya adalah 10-20%
dan menurun setelah umur 20 tahun. Sebagian besar orang pernah terinfeksi
dengan HPV dalam kehidupannya. Veruka vulgaris merupakan gambaran infeksi
HPV yang paling umum, terdapat paling banyak pada usia 5-20 tahun dan hanya 15%
yang terdapat pada usia di atas 35 tahun. 1,3,5,6

Frekuensi yang meningkat juga terlihat pada pasien imunosupresi dan orang
yang kontak dengan daging. Veruka vulgaris umum muncul kira-kira dua kali lebih
sering di kulit putih seperti pada kulit hitam atau orang Asia. Laki-laki dan perempuan
memiliki prevalensi yang sama.

Etiologi

Veruka vulgaris adalah jenis veruka yang banyak ditemukan dan disebabkan
terbanyak oleh HPV serotipe 2, 4, 27, dan 29. Semua genom HPV tersusun dari 8000
pasang basa nukleotida, yang ditampilkan sebagai suatu sekuens linear tetapi
sebenarnya merupakan lingkaran tertutup dari DNA untai ganda. Kotak-kotak tersebut
menggambarkan gen-gen virus, masing-masingnya mengkode suatu protein. Regio
regulasinya ialah segmen DNA yang tidak mengkode protein, tetapi berpartisipasi
dalam meregulasi ekspresi gen virus dan replikasi dari DNA virus.1,3,6
Patofisiologi

Gambar 1. Patogenesis Veruka Vulgaris

Dikutip dari kepustakaan no. 6

Infeksi HPV terjadi melalui inokulasi virus pada epidermis yang utuh melalui
defek pada epitel. Maserasi kulit mungkin merupakan faktor predisposisi yang
penting, seperti yang ditunjukkan dengan meningkatnya insidens veruka plantar pada
perenang yang sering menggunakan kolam renang umum.3,6

Meskipun reseptor seluler untuk HPV belum diidentifikasi, permukaan sel


heparan sulfat, yang dikode oleh proteoglikan dan berikatan dengan partikel HPV
dengan afinitas tinggi, dibutuhkan sebagai jalan masuknya. Untuk mendapat infeksi
yang persisten, penting untuk memasuki sel basal epidermis yang juga sel punca (sel
stem) atau diubah oleh virus menjadi sesuatu dengan properti (kemampuan/ karakter)
seperti sel punca. Diketahui bahwa single copy atau sebagian besar sedikit copy
genom virus dipertahankan sebagai suatu plasmid ekstrakromosom dalam sel basal
epitel yang terinfeksi. Ketika sel-sel ini membelah, genom virus juga bereplikasi dan
berpartisi menjadi tiap sel progeni, kemudian ditransportasikan dalam sel yang
bereplikasi saat mereka bermigrasi ke atas untuk membentuk lapisan yang
berdiferensiasi.3,6,7

Setelah inokulasi HPV, veruka biasanya muncul dalam 2 sampai 9 bulan.


Observasi ini mengimplikasikan bahwa periode infeksi subklinis yang relatif panjang
dan dapat merupakan sumber yang tidak terlihat dari virus infeksius. Permukaan yang
kasar dari veruka dapat merusak kulit yang berdekatan dan memungkinkan inokulasi
virus ke lokasi yang berdekatan, dengan perkembangan veruka yang baru dalam
periode minggu sampai bulan. Tiap lesi yang baru diakibatkan paparan insial atau
penyebaran dari veruka yang lain. Tidak ada bukti yang meyakinkan untuk
penyebaran melalui darah. Autoinokulasi virus pada kulit yang berlawanan seringkali
terlihat pada jari-jari yang berdekatan dan di regio anogenital.3,6,7

Ekspresi virus (transkripsi) sangat rendah sampai lapisan Malpigi bagian atas,
persis sebelum lapisan granulosum, dimana sintesis DNA virus menghasilkan ratusan
kopi genom virus tiap sel. Protein kapsid virus disintesis menjadi virion di sel
nukleus. DNA virus yang baru disintesis ini dikemas menjadi virion dalam nukleus
dari sel-sel Malpigi yang berdifferensiasi ini. Protein virus yang dikenal dengan E1-
E4 (produk RNA yang membelah dari gen-gen E1 dan E4) dapat menginduksi
terjadinya kolaps dari jaring-jaring filamen keratin sitoplasma ini. Hal ini
dipostulasikan untuk memfasilitasi pelepasan virion dari sitoskeleton yang saling
berikatan silang dari keratinosit sehingga virus dapat diinokulasikan ke lokasi lain
atau berdeskuamasi ke lingkungan.2

HPV tidak bertunas dari nukleus atau membran plasma, seperti halnya banyak
virus seperti virus herpes simpleks atau human immnodeficiency virus (HIV). Oleh
karena itu, mereka tidak memiliki selubung lipoprotein yang menyebabkan
kerentanan terhadap inaktivasi yang cepat oleh kondisi lingkungan seperti
pembekuan, pemanasan, atau dehidrasi dengan alkohol. Berlainan dengan itu, virion
HPV resisten terhadap desikasi dan deterjen nonoksinol-9, meskipun paparan virion
dengan formalin, deterjen yang kuat seperti sodium dodesil sulfat, atau temperatur
tinggi berkepanjangan mengurangi infektivitasnya. HPV dapat tetap infeksius selama
bertahun-tahun ketika disimpan di gliserol dalam temperatur ruangan. Memang,
bentuk L1 dan L2 membentuk kapsid protein yang sangat stabil dan terbungkus
rapat.2,6

Karena replikasi virus terjadi pada tingkatan yang lebih tinggi dari epitel dan
yang terdiri dari keratinosit yang tidak bereplikasi, HPV harus memblok differensiasi
akhir dan menstimulasi pembelahan sel untuk memungkinkan enzim-enzim dan
kofaktor yang penting untuk replikasi DNA virus. HVP memiliki kebutuhan yang
tinggi akan sel-sel epidermis manusia pada tingkat diferensiasi tertentu. Hal ini
menyebabkan proliferasi keratinosit yang sebagian mengalami keratinisasi dan
akhirnya melindungi virus ini dari eliminasi oleh sistem imun. Lesi ini bisa sporadik,
rekuren, atau persisten.2,8

Veruka biasanya mereda secara spontan dalam 6 bulan hingga 2 tahun. Lesi
ini dapat tumbuh dimana saja tetapi paling sering tumbuh di tangan, terutama
permukaan dorsal dan daerah peringual, dan lesi papula putih abu-abu hingga cokelat,
datar hingga konveks, berukuran 0,1 hingga 1,0 cm , dan berpermukaan kasar seperti
kerikil.2,6

Manifestasi Klinis

Veruka vulgaris terutama terdapat pada anak, tetapi juga terdapat pada dewasa
dan orang tua. Tempat predileksinya terutama di ekstremitas bagian ekstensor seperti
jari, tangan, lutut, siku atau lainnya pada situs trauma. Walaupun demikian
penyebaran dapat ke bagian yang lain dari tubuh termasuk mukosa mulut dan hidung1.
Lesi dimulai dari papul kecil yang kemudian membesar, dan menjadi bentuk verukosa
dengan diameter beberapa milimeter sampai sentimeter.

Veruka ini berbentuk bulat berwarna abu-abu, besarnya lentikular atau kalau
berkonfluensi berbentuk plakat, permukaan kasar (verukosa). Dengan goresan dapat
timbul autoinokulasi sepanjang goresan (fenomena Kobner). Common wart sebagian
besar asimtomatik dan memiliki manifestasi klinis yang spesifik.1,2,6

Gambar 2. Veruka vulgaris pada ibu jari

Dikutip dari kepustakaan no.2


Gambar 3. A. Veruka vulgaris pada dorsum manus

B. Veruka vulgaris pada regio palmar manus

Dikutip dari kepustakaan no.2

Gambar 4. Veruka vulgaris pada pasien HIV

Dikutip dari kepustakaan no. 8

Pemeriksaan Penunjang
Histopatologi

Gambar 5. Gambaran Histologik Veruka Vulgaris

Dikutip dari kepustakaan no. 10

Veruka terdiri dari epidermis yang akantotik dengan papillomatosis,


hiperkeratosis, dan parakeratosis. Rete ridges yang memanjang seringkali tertuju
langsung pada pusat veruka. Pembuluh darah kapiler dermis ialah prominen dan
mungkin mengalami trombosis. Sel-sel mononuklear mungkin ada. Keratinosit besar
dengan nukleus piknosis eksentrik dikelilingi oleh halo perinukleus (sel koilositotik
atau koilosit) merupakan karakteristik dari papilloma yang dikaitkan dengan HPV.
Koilosit yang divisualisasikan dengan pengecatan Papanicolaou (Pap)
menggambarkan tanda terjadinya infeksi HPV.

Sel yang terinfeksi HPV mungkin memiliki granul-granul eosinofilik kecil dan
kelompok padat granul-granul keratohialin basofilik. Granul-granul tersebut dapat
terdiri dari protein HPV E4 (E1-E4) dan tidak menunjukkan banyaknya partikel-
partikel virus. Veruka yang datar kurang memiliki akantosis dan hiperkeratosis dan
tidak memiliki parakeratosis atau papillomastosis. Sel koilositotik biasanya sangat
banyak, menunjukkan sumber lesi virus.2,6,,8,9

Diagnosis Banding
1 Veruka Plana

Veruka yang berwarna kehitaman, lunak, berbentuk papula-papula datar


berdiameter 1-3mm, terutama timbul di derah wajah, leher, permukaan ekstensor
lengan bawah dan tangan.3

Gambar 6. Veruka Plana


Dikutip dari kepustakaan no. 6

2 Prurigo Nodularis

Pada ekstremitas bagian bawah disertai rasa gatal. Dapat dibedakan dengan
veruka vulgaris dari pemeriksaan histopatologi.3

Gambar 7. Prurigo Nodularis


Dikutip dari kepustakaan no. 6
3 Moluskum Kontagiosum
Pada Molluskum kontagiosum terlihat lesi solid dan tersebar berupa papul
berdiameter 1-2mm. pada bagian tengahnya terdapat daerah umbilikasi disebut
dele berisi badan moluskum.3

Gambar 8: (A) Molluskum Kontagiosum pada badan.

(B) Molluskum Kontagiosum pada penis.

Dikutip dari kepustakaan no. 6

Penatalaksanaan

1 Terapi non bedah

1.1 Asam Salisilat

Efek keratolitik asam salisilat membantu untuk mengurangi ketebalan


veruka dan dapat merangsang inflamasi respon. Sebuah persiapan yang
mengandung 12-26% salisilat asam, mungkin dengan tambahan asam laktat,
dalam collodion dasar atau akrilat, merupakan pilihan pertama untuk veruka
vulgaris dan plantar.2,6,7

Plester perekat yang mengandung asam salisilat 40% berguna untuk


veruka plantar. Plester tersebut digunakan setiap hari dan dipotong menjadi
bentuk veruka atau kelompok veruka dan ditempel di tempat veruka
menggunakan perekat polos. Penggunaan teratur asam salisilat pada veruka
mungkin perlu dilanjutkan selama minimal 3 bulan.5,6,7

1.2 Glutaraldehida
Sifat virucidal dari glutaraldehida dapat digunakan dalam pengobatan
veruka. Sediaan dapat mengandung glutaraldehid 10% dalam etanol berair
atau dalam formulasi gel. Fakta bahwa glutaraldehida mengering ke dalam
kulit (tanpa terhapus) berguna untuk veruka pada kaki. Sediaan glutaraldehida
20% dalam larutan air memberikan 72% angka kesembuhan untuk berbagai
veruka kulit yang berbeda pada 25 individu. Dermatitis kontak alergi dan
nekrosis kulit adalah komplikasi yang jarang terjadi.5,6,9
1.3 5-fluorourasil topikal
Pemakaian larutan 5-fluorourasil (5-FU) 5% harus hati-hati bila
digunakan setiap hari selama sebulan terutama pada daerah periungual karena
bisa menyebabkan onikolisis. Penelitian pada pekerja unggas menggunakan
cairan yang mengandung 5-FU 5% dan asam salisilat 10% dilaporkan
memberikan hasil kesembuhan 50% pada veruka di tangan dibandingkan
dengan penggunaan asam salisilat 4% saja. Salep yang mengandung 5-FU 5%
efektif untuk pengobatan veruka plana, meskipun mempunyai efek samping
kejadian hiperpigmentasi, eritema dan erosi yang tinggi.5,6,9

1.4 Kaustik

Monochloracetic, asam trichloracetic, perak nitrat dan bahan kimia


lainnya yang bersifat iritan dapat digunakan untuk pengobatan veruka tetapi
menimbulkan efek samping rasa sakit.1,2,5,6

1.5 Imiquimod

Imunomodulator topikal adalah terapi baru yang menjanjikan pada


pengobatan veruka. Imiquimod krim 5% saat ini digunakan tiga kali seminggu
selama 16 minggu pada pengobatan veruka dengan tingkat kesembuhan 65%
dan tingkat kekambuhan 20%.

2 Terapi Bedah

2.1 Cryotherapy

Nitrogen cair umum digunakan di praktek rumah sakit. Nitrogen


dimasukkan ke dalam instrumen canggih yang tersedia untuk memproduksi
aliran tipis cairan yang akan diarahkan pada lesi, Selain itu nitrogen juga dapat
diaplikasikan menggunakan cotton bud yang dicelupkan ke dalam cairan.
Setiap keratin yang tebal harus dilepaskan karena hal ini dapat membantu
tingkat penyembuhan veruka plantar yang cukup dalam. Permukaan mukosa
harus kering untuk menghindari pembentukan permukaan es. Dalam
pengobatan standar, pengaplikasian dilanjutkan sampai 1mm disekitar kulit
normal.

Terapi ini dapat merangsang pengembangan respon imun. Setelah


pencairan, siklus beku akan meningkatkan angka kesembuhan di veruka
plantar, meskipun manfaat kurang ditemukan dalam veruka di tangan. Respon
terhadap pengobatan dengan cryotherapy sebanding dengan yang dicapai
dengan asam salisilat. Pengobatan yang diulang setiap 3 minggu memberikan
angka kesembuhan 30-70% pada veruka tangan setelah 3 bulan. Pengobatan
yang lebih sering dapat meningkatkan respon penyembuhan namun
menyebabkan rasa sakit, dan interval pengobatan yang lebih panjang.2,6,8

Kerugian utama dari pembekuan adalah nyeri. Hal ini tak terduga dan
berbeda respon begantung pada pasien, tetapi dalam beberapa kasus, terutama
dengan waktu pembekuan lebih lama, nyeri bisa berat dan menetap selama
beberapa jam atau bahkan beberapa hari. Aspirin oral dan steroid topikal yang
kuat dapat membantu dalam pengelolaan nyeri. Kulit melepuh, kadang-kadang
berdarah, mungkin terjadi dalam satu atau dua hari setelah pengobatan.

Setelah terapi, reaksi nyeri biasanya hilang dalam waktu 2-3 minggu.
Kadang-kadang, kerusakan jaringan di bawah kulit yang diterapi bisa terjadi,
misalnya kerusakan tendon atau matriks kuku, oleh karena itu pembekuuan
yang berlebihan harus dihindari. Depigmentasi mungkin terjadi, dan bisa
menjadi kelemahan kosmetik yang signifikan pada pasien dengan pigmen kulit
gelap.5,6,8

2.2 Kauter/ elektrokoagulasi

Biasanya dalam kombinasi, dapat digunakan untuk veruka yang


membandel atau resisten. Meskipun elektrodesipasi dan kuretase mungkin
lebih efektif daripada cryotherapy , sangat menyakitkan, lebih cenderung
bekas luka, dan HPV dapat diisolasi dari bulu mata. Hindari penggunaan
eksisi bedah pada kebanyakan keadaan karena risiko jaringan parut dan
kekambuhan.1,2,5,6

2.3 Laser

Laser karbon dioksida telah digunakan untuk mengobati berbagai bentuk


veruka, baik di kulit maupun mukosa. Hal ini efektif dalam memberantas
veruka yang sulit disembuhkan, seperti veruka periungual dan subungual,
yang tidak responsif terhadap pengobatan lainnya. Dalam jarak 12 bulan,
hingga 70% veruka dilaporkan sembuh. Namun, sebagai salah satu metode
invasif, terapi laser dapat menyebabkan rasa sakit paska-operasi yang
signifikan, dan menimbulkan jaringan parut.5,6,9

Prognosis

Sekitar 65% dari veruka vulgaris mengalami regresi spontan dalam waktu 2
tahun. Jaringan parut dapat timbul pada pasien yang mendapatkan terapi tertentu.
Pasien yang sebelumnya telah terinfeksi memiliki risiko lebih tinggi untuk
pengembangan lesi baru daripada mereka tidak pernah terinfeksi. Tingkat
kesembuhan dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti jenis virus, status kekebalan tubuh,
tingkat dan durasi veruka.

19. Kondiloma akuminata


Kondiloma akuminata juga dikenal sebagai anogenital warts terdiri dari
epidermis dan papula atau nodul dermal pada perineum, genitalia, lipatan crural,
dan anus. Mereka bervariasi dalam ukuran dan dapat membentuk besar,
exophytic, massa seperti kembang kol, terutama di lingkungan yang lembab
perineum.1 Human papillomavirus (HPV) adalah penyebab etiologi kondiloma
akuminata. Kutil dapat menyebar ke dalam vagina, uretra, dan epitel perirectal.1,2
ETIOLOGI
Kutil kelamin atau kondiloma disebabkan oleh infeksi pada epidermis oleh
jenis Human Papiloma Virus yang spesifik pada sebagian besar lesi yang terjadi
akibat HPV 6 dan 11 yang dijumpai, namun terkadang HPV 16 atau jenis lain juga
dijumpai hubungan antara kutil kelamin dengan kutil kulit biasanya telah banyak
dibahas sebelumnya namun tidak ada bukti hubungan klinis atau virologis antara
keduanya meskipun demikian sejumlah kecil pasien dengan kutil kulit biasa juga
mengalami kutil yang sama pada bagian genital autoinokulasi dengan HIV 1,2
atau 4 tampaknya merupakan penjelasan yang paling mungkin, karena jenis –
jenis tersebut telah diidentifikasi pada beberapa material kutil.

Beberapa faktor-faktor resiko yang mempengaruhi :

1. Aktivitas Seksual
Kondiloma akuminata atau infeksi HPV sering terjadi pada orang yang
mempunyai aktivitas seksual yang aktif dan mempunyai pasangan seksual
lebih dari 1 orang (multiple). Beberapa penelitian menunjukkan bahwa
mahasiswi-mahasiswa yang sering bergonta-ganti pasangan seksual dapat
terinfeksi HPV melalui pemeriksaan DNA. Wanita dengan lima atau lebih
pasangan seksual dalam lima tahun memiliki resiko 7,1% mengalami infeksi
HPV (anogenital warts) dan 12,8% mengalami kekambuhan dalam rentang
waktu tersebut. Pada penelitian yang lebih luas, yang melibatkan wanita
berusia 18-25 tahun yang memiliki tiga kehidupan seksual dengan pasangan
yang berbeda berpotensi untuk terinfeksi HPV.
2. Penggunaan Kontrasepsi
Penelitian pada 603 mahasiswa yang menggunakan alat kontrasepsi oral
ternyata menunjukkan adanya hubungan terjadinya infeksi HPV pada servik.
Namun hubungan pasti antara alat kontrasepsi oral dengan angka kejadian
terjadinya kondiloma akuminata masih menjadi perdebatan di dunia.
3. Merokok
Hubungan antara merokok dengan terjadinya kondiloma akuminata masih
belum jelas. Namun pada penelitian ditemukan adanya korelasi antara
terjadinya infeksi HPV pada seviks dengan penggunaan rokok tanpa filter
(cigarette) dengan cara pengukuran HPV DNA.
4. Kehamilan
Penyakit ini tidak mempengaruhi kesuburan, hanya pada masa kehamilan
pertumbuhannya makin cepat, dan jika pertumbuhannya terlalu besar dapat
menghalangi lahirnya bayi dan dapat timbul perdarahan pasca persalinan.
Selain itu dapat juga menimbulkan kondiloma akuminata atau papilomatosis
laring (kutil pada saluran nafas) pada bayi baru lahir. Keluhan keputihan yang
di alami dapat terjadi akibat adanya kondiloma di vagina dan serviks, atau
mungkin juga keputihan oleh sebab lain seperti jamur misalnya.
5. Imunitas
Kondiloma juga sering ditemukan pada pasien yang immunocompromised
(misal HIV).8
EPIDEMIOLOGI
Jumlah infeksi HPV telah meningkat secara signifikan dalam dekade
terakhir. Infeksi genital wart diakui sebagai STD virus yang paling umum di
Amerika Serikat, dan salah satu dari tiga penyakit menular seksual yang paling
sering diidentifikasi. Infeksi HPV sering pada pasien dengan penyakit menular
seksual lainnya seperti klamidia, gonore, syphillis, dan trikomoniasis. Sebagian
besar infeksi terjadi pada populasi yang aktif secara seksual, terutama yang
berusia antara 20-24. Kehangatan tubuh, daerah mukosa lembab, dan kehamilan
mempercepat pertumbuhan kutil kelamin. Pasien dengan infeksi subklinis dan
baik imunosupressed oleh obat-obatan atau terinfeksi human immunodeficiency
virus (HIV) yang rentan terhadap infeksi klinis yang signifikan.3
Kondiloma akuminata adalah penyakit yang diperkenalkan oleh infeksi
HPV. Pola pembelahan enzim restriksi HPV DNA mendefinisikan jenis atau
subtipe. Jenis HPV subtipe baru kurang dari 50% homologi DNA dengan jenis
yang diketahui dan subtipe baru homologi DNA lebih dari 50% dengan jenis yang
ada, tetapi mereka berbeda dalam pembatasan pola belahan endonuklease mereka.
HPV adalah partikel yang melingkar, DNA untai ganda dengan diameter 45-55
mn dan mengandung 72 kapsomer, sekitar 7900 pasangan basa dengan berat
molekul hampir 5x106 Dal. Infeksi HPV yang spesifik dan penyakit yang
berhubungan dengan tipe HPV tertentu. HPV tipe 6 dan 11 telah terbukti menjadi
jenis virus yang dominan klasik di kutil kondiloma acuminata. Jenis kondiloma
akuminata yang terlibat telah meningkat menjadi enam belas: 1-
6,10,11,16,18,31,33,35,39,41, dan 42. HPV tipe 16,18,31,33,35,39, 41,45,51, dan
52 telah menunjukkan potensi onkogenik yang paling signifikan.3,5
Karena infeksi HPV tidak dilaporkan dan mungkin sulit untuk didiagnosa,
tingkat kejadian yang akurat luar biasa. Antara 1975-1978 tingkat kejadian rata-
rata kondiloma akuminata pada semua kelompok adalah 0,1%. Sebagian besar
pasien yang berusia antara 15-30 tahun dengan infeksi lebih sering pada wanita
dibandingkan pria. Menurut Centers for Disease Control (CDC) data nasional,
65% pasien adalah antara 15-29 tahun dengan tingkat kejadian terbesar dalam
kelompok usia antara 20-24. Pasangan seksual laki-laki perempuan dengan
kondiloma acuminata terlihat abnormal Masa inkubasi untuk pengembangan
infeksi HPV klinis jelas bervariasi dari 3 minggu sampai 8 bulan. Transmisi
seksual infeksi HPV terkait masalah dengan pemberantasan dan reinfeksi. Infeksi
HPV menetap pada tingkat subklinis, menyediakan reservoir untuk penularan
virus.5

PATOFISIOLOGI
HPV merupakan kelompok virus DNA double-strand. Sekitar 30 jenis
HPV dapat menginfeksi traktus anogenital. Virus ini menyebabkan lokal infeksi
dan muncul sebagai lesi kondiloma papilomatous. Infeksi HPV menular melalui
aktivitas seksual. HPV yang berhubungan dengan traktus genital dibagi dalam
kelompok resiko rendah dan resiko tinggi yang didasarkan atas genotipe masing-
masing. Sebagian besar kondiloma genital diinfeksi oleh tipe HPV-6 atau HPV-
11. Sementara tipe 16, 18, 31, 33, 45, 51, 52, 56, 68, 89 merupakan resiko
tinggi.4,6
Papiloma virus bersifat epiteliotropik dan reflikasinya tergantung dari
adanya epitel skuamosa yang berdeferensisasi. DNA virus dapat ditemui pada
lapisan bawah epitel, namun struktur protein virus tidak ditemukan. Lapisan basal
sel yang terkena ditandai dengan batas yang jelas pada dermis. Lapisan menjadi
hiperplasia (akantosis), pars papilare pada dermis memanjang. Gambaran
hiperkeratosis tidak selalu ada, kecuali bila kutil telah ditemui pada waktu yang
lama atau pengobatan yang tidak berhasil, dimana stratum korneum hanya
mengandung 2 lapisan sel yang parakeratosis. Koibeytes terpancar – pencar keluar
dari lapisan terluar dari kutil genialia. Merupakan sel skuamosa yang zona mature
perinuclear yang luas dibatasi dari peripheral sitoplasma. Intinya bisa diperluas
dan hyperchromasi, dua atau lebih nuklei/inti bisa terlihat. Penelitian
ultrastruktural menunjukkan adanya partikel – partikel virus pada suatu bagian
nuklei sel. Koilositosis muncul untuk menunjukkan kembali suatu efek sitopatik
spesifik dari HPV.4
Hubungan seksual

Kontak dengan HPV

PV 6 & 11 masuk
melalui mikro lesi

Penetrasi melalui kulit

Ditumpangi oleh patogen Mikroabrasi permukaan epitel

HPV masuk lapisan basal


Keputihan Respon radang
disertai infeksi
mikrorganisme Mengambil alih DNA
Merangsang
mediator kimia:
Bau, berwarna histamin
kehijauan HPV naik ke epidermis
Stimulasi saraf perifer

Gatal dan terasa Bereplikasi


terbakar Menghantarkan pesan
gatal ke otak
Tidak terkendali
Tidak nyaman Impuls elektronikimia
saat melakukan (gatal) sepanjang nervus ke
hubungan dorsal spinal cord Nodul kemerahan di
seksual sekitar genitalia
Gangguan Thalamus
pola fungsi
Penumpukan nodul merah Gangguan
seksual Korteks (intensitas) dan
membentuk seperti bunga citra diri
lokasi gatal kol
dipersepsikan
Persepsi gatal Pecah/muncul lesi Gang. Integritas
kulit

Gangguan rasa
Lesi terbuka,
nyaman : Gatal
terpajan
mikroorganisme
Pelepasan virus
bersama sel epitel

Resti
penularan

PEMERIKSAAN DIAGNOSIS
Gambaran Klinis
Kondiloma pada permukaan kulit muncul sebagai papula lobus yang
rata-rata 2-5 mm dalam ukuran, tetapi mereka mungkin berkisar dari
mikroskopis beberapa sentimeter untuk diameter dan tinggi. Lesi sering
multifokal. Banyak kutil kelamin mungkin muncul selama kehamilan.
Kondiloma akuminata terjadi pada pria terutama penis atau sekitar anus.
Pada wanita, lesi muncul di permukaan mukosa vulva, leher rahim, pada
perineum, atau sekitar anus. Massa seperti kembang kol dapat berkembang
di tempat lembab, daerah tersumbat seperti kulit perianal, vulva, dan lipatan
inguinal. Sebagai hasil dari akumulasi materi purulen dalam celah, mungkin
timbul bau busuk. Warna mereka umumnya abu-abu, kuning pucat, atau
merah muda.5
Kutil kelamin adalah sexually transmitted disease (STD) dan STD
lainnya dapat ditemukan pada pasien dengan kutil kelamin. Sejarah lengkap
harus diambil dan pasien disaring untuk STD lainnya yang sesuai. Wanita
dengan kutil kelamin eksternal harus dilakukan skrining sitologi servikal
rutin untuk mendeteksi adanya displasia serviks.5

Gambar 1. Kondiloma akuminata pada penis.4


Gambar 2. Kondiloma akuminata pada perianal.4

Gejala dan tanda yang sering muncul


 Kondiloma akuminata sering muncul disaerah yang lembab, biasanya
pada penis, vulva, dinding vagina dan dinding serviks dan dapat
menyebar sampai daerah perianal
 Berbau busuk
 Warts/kutil memberi gambaran merah muda, flat, gambaran bunga kol
 Pada pria dapat menyerang penis, uretra dan daerah rektal. Infeksi
dapat dormant atau tidak dapat dideteksi, karena sebagian lesi
tersembunyi didalam folikel rambut atau dalam lingkaran dalam penis
yang tidak disirkumsisi.
 Pada wanita condiloma akuminata menyerang daerah yang lembab dari
labia minora dan vagina. Sebagian besar lesi timbul tanpa simptom.
Pada sebagian kasus biasanya terjadi perdarah setelah coitus, gatal atau
vaginal discharge
 Ukuran tiap kutil biasanya 1-2 mm, namun bila berkumpul sampai
berdiameter 10, 2 cm dan bertangkai. Dan biasanya ada yang sangat
kecil sampai tidak diperhatikan. Terkadang muncul lebih dari satu
daerah.
 Pada kasus yang jarang, perdarahan dan obstruksi saluran kemih jika
virus mencapai saluran uretra
 Memiliki riwayat kehidupan seksual aktif dengan banyak pasangan7
Pemeriksaan Penunjang
Hampir semua kondiloma dapat didiagnosis dengan inspeksi.
Pencahayaan terang dan pembesaran harus digunakan ketika memeriksa
untuk infeksi HPV genital. Flat, sessile dan lesi berpigmen mungkin
disebabkan papulosis bowenoid dan mungkin memerlukan biopsi. Infeksi
subklinis dan laten ada tidak lagi dicari atau diselidiki karena mereka sangat
umum dan tidak ada strategi manajemen dikenal untuk memberantas bentuk-
bentuk infeksi HPV.5
Perendaman dengan asam asetat umumnya tidak diperlukan, tetapi
dapat membantu untuk mendeteksi lesi awal di bawah kulup. Pada pasien
dengan beberapa kali kambuhan, perendaman asam asetat dapat menentukan
tingkat infeksi dan membantu untuk menentukan daerah untuk penerapan
terapi topikal. Prosedur ini dilakukan dengan merendam alat kelamin
eksternal pada pria dan vagina dan leher rahim pada wanita dengan 3%
sehingga 5% asam asetat hingga 10 menit. Kutil kelamin menjadi putih
(acetowhitening), membuat mereka mudah diidentifikasi. Proses apa saja
yang mengubah epidermis akan menjadi acetowhite, namun (dermatitis,
misalnya), sehingga hanya lesi khas acetowhite harus diperlakukan sebagai
kutil.5
Dalam kasus atipikal, percobaan selama 2 minggu dilakukan dengan
1% hidrokortison ditambah krim topikal antikandidal imidazol. Jika
acetowhitening tetap ada, dilakukan biopsi dan bukti histologi infeksi HPV
dicari. Immunoperoxidase atau in situ hybridization methods dapat
membantu dalam evaluasi. PCR sebaiknya tidak dilakukan pada specimen
yang dibiopsi, kecuali mungkin dalam kasus kanak-kanak. Tingkat latar
belakang infeksi laten (hingga 50 %) membuat interpretasi dari PCR positif
mustahil. Sebaliknya, chromogenic in situ hybridization clearing
menunjukkan lokalisasi inti positif dalam lesi.5

Pemeriksaan histologis menunjukkan kelainan pada epidermis,


termasuk akantosis (menebalnya stratum spinosum), parakeratosis (retensi
nuklei di sel stratum korneum), dan hiperkeratosis (menebalnya stratum
korneum), menyebabkan pembentukan papillomatosis yang khas.
Karakteristik lain yang ditemukan dari pemeriksaan jaringan yang dibiopsi
adalah koilosit (sel epitel squamous dengan nukleus abnormal di dalam halo
sitoplasma yang besar). Biopsi tidak tarlalu diperlukan untuk diagnosa kutil
kelamin, mengingat tampilan klinisnya yang khas. Bagaimanapun, disarankan
melakukan biopsi jika temuan atipikal seperti pigmentasi, ulserasi, masa
nodular, untuk menyingkirkan kemungkinan displasia tingkat tinggi atau
malignansi.5

Kondiloma Selama Kehamilan

a. Kehamilan dan kondiloma acuminata/HPV


Wanita yang terpapar HPV selama kehamilan memiliki kekhawatiran
bahwa virus ini akan membahayakan bayi mereka. Dalam kebanyakan
kasus HPV tidak mempengaruhi perkembangan janin.
b. Pengaruh kondiloma selama kehamilan
Jika seorang wanita terpapar kondiloma selama kehamilan, maka
kondiloma akan cepat berkembang, kemungkinan karena terjadi
pengeluaran cairan vagina berlebih yang membuat lingkungan yang baik
untuk virus, perubahan hormonal atau penurunan kekebalan tubuh.8
c. Pengaruh kondiloma acuminata/HPV terhadap bayi
HPV tidak mempengaruhi kehamilan dan kesehatan bayi secara
langsung. Resiko transmisi virus ini terhadap bayi sangat rendah. Jika
bayi terpapar virus saat kehamilan atau saat melahirkan maka transmisi
ini bisa menyebabkan terjadinya perkembangan wart/kutil pada korda
vokalis dan kadang pada daerah lain pada infan atau anak-anak. Kondisi
ini disebut recurrent respiratory papillomatous (RRP), hal ini sangat
berbahaya, namun hal ini sangat jarang terjadi.8
d. Pengaruh kandiloma acuminata bagi persalinan
Menurut Sinal, Woods (2005), melahirkan melalui jalan lahir dari vagina
yang terinfeksi dapat menyebabkan lesi (semacam luka) di pernafasan
bayi. Kutil kelamin memang ditularkan ke bayi baru lahir atau
pasangannya, dan ada kemungkinan untuk berulang (kambuh).
Untuk alasan-alasan yang tidak diketahui, kutil genital sering meningkat
jumlah dan ukurannya selama kehamilan, terkadang memenuhi vagina
atau menutupi perineum sehingga pelahiran pervaginam atau episiotomi
sulit dilakukan
1. Kemungkinan keadaan basah daerah vulva pada saat kehamilan
merupakan kondisi yang bagus untuk pertumbuhan virus
2. Adanya perubahan endokrin dan imunitas pada kehamilan juga dapat
mempengaruhi pertumbuhan kondiloma akuminata Pada kehamilan
trimester akhir, kondiloma akuminata sangat kering, mudah rusak
dan berdarah. Selama hamil, virus bereplikasi cepat dan dapat
menyebabkan tumor
3. Penelitian juga melaporkan selama kehamilan prevalensi kondiloma
akuminata meningkat dari trimester 1-3 dan secara signifikan akan
mengalami penurunan pada periode post partum.

Pada persalinan dengan Condyloma genital, adanya candyloma


beresiko :
1. Risiko penularan ke anaknya kalau dilahirkan melalui vagina.
2. Risiko terjadi perdarahan bila dilahirkan melalui vagina, yaitu bila
jaringan yang mengalami infeksi condyloma itu mengalami ruptur
(mudahnya robek), bisa menimbulkan perdarahan banyak.8
DIAGNOSA BANDING

Papul dan nodul pseudoverucosa adalah suatu kondisi yang dapat dilihat
berkaitan dengan ureterostomi dan pada daerah perianal yang berkaitan dengan
defekasi yang tidak dapat ditahan juga bisa menyerupai kondiloma acuminata.
Papul – papul yang terdapat didaerah anogenital seperti molusca dan skintag,9

 Veruka vulgaris yang tidak bertangkai, kering dan berwarna abu – abu atau
sama dengan warna kulit.
 Kondiloma latum atau sifilis stadium II, klinis berupa plakat yang erosi,
 Karsinoma sel skuamosa vegetasi yang seperti kembang kol mudah berdarah
dan berbau.
1. Bowenoid Papulosis
Bowenoid papulosis terdiri dari papula merah-coklat atau konfluen, kadang-
kadang plak leukoplakia-like pada pasien HIV-positif itu mungkin sulit untuk
membedakan dari kondiloma akuminata. Lesi analog squamous intraepithelial
hadir pada perianal dan pada leher rahim.6

Gambar 3. Bowenoid papulosis.6

2. Giant Condyloma Acuminatum


Giant condyloma acuminatum, atau Buschke–Löwenstein tumor, secara klinis
dicurigai oleh ukuran dan atau adanya fistula. Gambaran histologi mungkin
tampak sangat jinak, dan perbedaan dari kutil kelamin besar sehingga dapat
menjadi sulit pada tahap awal. Namun, pencitraan resolusi tinggi
mengungkapkan tingkat infiltrasi, dan biopsi besar dapat mendeteksi
pertumbuhan destruktif lokal dan jarang berubah menjadi karsinoma sel
skuamosa.

Gambar 4. Giant condyloma acuminatum.6

PENATALAKSANAAN
Karena virus infeksi HPV sangat bersifat subklinis dan laten, maka tidak
terdapat terapi spesifik terhadap virus ini, maka perawatan diarahkan pada
pembersihan kutil – kutil yang tampak dan bukan pemusnahan virus. Perhatian
pada pribadi harus ditekankan karena kelembaban mendukung pertumbuhan
kutil.10
Terapi
Farmakologis
a. Podophylin
Podophylin adalah resin yang diambil dari tumbuhan dengan
kandungan beberapa senyawa sitotoksik yang rasionya tidak
dapat dirubah. Podophylino yang paling aktif adalah
podophylotoksin. Jenis ini mungkin terdiri atas berbagai
konsentrasi 10 – 25 % dengan senyawa benzoin tinoture, spirit
dan parafin cair.yang digunakan adalah tingtur podofilin 25 %,
kulit di sekitarnya dilindungi dengan vaselin atau pasta agar
tidak terjadi iritasi setelah 4 – 6 jam dicuci. Jika belum ada
penyembuhan dapat diulangi setelah 3 hari, setiap kali
pemberian tidak boleh lebih dari 0,3 cc karena akan diserap dan
bersifat toksik. Gejala toksik ialah mual, muntah, nyeri
abdomen gangguan alat napas dan keringat kulit dingin. Pada
wanita hamil sebaiknya jangan diberikan karena dapat terjadi
kematian fetus. Respon pada jenis perawatan ini bervariasi,
beberapa pasien membutuhkan beberapa sesi perawatan untuk
mencapai kesembuhan klinis, sementara pasien – pasien yang
lain menunjukkan respon yang kecil dan jenis perawatan lain
harus dipertimbangkan.
b. Podofilytocin
Ini merupakan satu bahan aktif resin podophylin dan tersedia
sebanyak 0,5 % dalam larutan etanol. Ini merupakan agen anti
mitotis dan tidak disarankan untuk penggunaan pada masa
kehamilan atau menyusui, jenis ini lebih aman dibandingkan
podophylin. Apilkasi mandiri dapat diperbolehkan pada kasus –
kasus keluhan yang sesuai.
c. Asam Triklorasetik ( TCA )
Ini agent topikal alternatif dan seringkali digunakan pada kutil
dengan konsentrasi 30 – 50 % dioleskan setiap minggu dan
pemberian harus sangat hati – hati karena dapat menimbulkan
ulkus yang dalam. Bahan ini dapat digunakan pada masa
kehamilan.10
d. Topikal 5-Fluorourasil (5 FU )
Krim 5 FU dapat digunakan khususnya untuk perawatan kutil
uretra dan vulva vagina, konsentrasinya 1 – 5 % pemberian
dilakukan setiap hari sampai lesi hilang dan tidak miksi selama
pemberian. Iritasi lokal bukan hal yang tidak biasa.
e. Interferon
Meskipun interferon telah menunjukkan hasil yang
menjanjinkan bagi verucciformis dan infeksi HPV anogenital,
keefektifan bahan ini dalam perawatan terhadap kutil kelamin
masih dipertanyakan. Terapi parentral dan intra lesional
terhadapa kutil kelamin dengan persiapan interferon alami dan
rekombinasi telah menghasilkan tingkat respon yang berkisar
antara 70 – 80 % pada laporan – laporan awal. Telah
ditunjukkan pula bahwa kombinasi IFN dengan prosedur
pembedahan ablatif lainnya menghasilkan tingkat kekambuhan
( relapse rate ) lebih rendah. Efek samping dari perlakuan
inerferon sistemik meliputi panyakit seperti flu dan neutropenia
transien10
Non Farmakologis
Obat Kutil pada kelamin (Kutil Kondiloma pada pria / Kutil
Jengger Ayam pada wanita). Penggunaan: Bubuk WARTS
POWDER dicampur dengan air hangat dan dioleskan pada bagian
yang sakit, secara teratur 2x sehari. Tidak pedih, ampuh dan aman
karena terbuat dari bahan-bahan alami.9,10
Terapi pembedahan
1. Kuret atau Kauter ( Elektrokauterisasi )
Kuret atau Kauter (Elektrokauterisasi) dengan kondisi anastesi lokal
dapat digunakan untuk pengobatan kutil yang resisten terhadap
pengobatan topikal munculnya bekas luka parut adalah salah satu
kekurangan metode ini.
2. Bedah Beku ( N2, N2O cair )
Bedah beku ini banyak menolong untuk pengobatan kondiloma
akuminata pada wanita hamil dengan lesi yang banyak dan basah.
3. Laser
Laser karbondioksida efektif digunakan untuk memusnahkan
beberapa kutil – kutil yang sulit. Tidak terdapat kekawatiran
mengenai ketidakefektifan karbondioksida yang dibangkitkan selama
prosedur selesai, sedikit meninggalkan jaringan parut.
4. Terapi Kombinasi
Berbagai kombinasi terapi yang telah dipergunakan terhadap kutil
kelamin yang membandel, contohnya kombinasi interferon dengan
prosedur pembedahan, kombinasi TCAA dengan podophylin,
pembedahan dengan podophylin. Seseorang harus sangat berhati –
hati ketika menggunakan terapi kombinasi tersebut dikarenakan
beberapa dari perlakuan tersebut dapat mengakibatkan reaksi yang
sangat serius.10

KOMPLIKASI
KA merupakan IMS yang berbahaya karena dapat menyebabkan
terjadinya komplikasi penyakit lain yaitu :4,6
a. Kanker serviks
Lama infeksi KA meningkatkan risiko terjadinya kanker serviks. Beberapa
melaporkan bahwa risiko tertinggi terkena kanker serviks adalah pada
kasus infeksi KA selama 1 – 2 tahun. Risiko ini menurun pada infeksi KA
selama < 1 tahun dan infeksi KA selama 2 – 3 tahun. Kanker serviks
merupakan penyebab kematian kedua pada perempuan karena kanker di
negara berkembang dan penyebab ke 11 kematian pada perempuan di AS.
Tahun 2005, sebanyak 10.370 kasus kanker serviks baru ditemukan dan
3.710 diantaranya mengalami kematian 7,10.
b. Kanker genital lain
Selain menyebabkan kanker serviks, KA juga dapat menyebabkan kanker
genital lainnya seperti kanker vulva, anus dan penis
c. Infeksi HIV
Seseorang dengan riwayat KA lebih berisiko terinfeksi HIV.
d. Komplikasi selama kehamilan dan persalinan
KA selama masa kehamilan, dapat terus berkembang membesar di daerah
dinding vagina dan menyebabkan sulitnya proses persalinan. Selain itu,
kondisi KA dapat menurunkan sistem kekebalan tubuh, sehingga terjadi
transmisi penularan KA pada janin secara tenggorokannya4,6.
PENCEGAHAN

Penyakit ‘Condiloma Akuiminata’ merupakan salah satu penyakit


menular seksual yang sering dikeluhkan masyarakat. Oleh karena itu cara
pencegahannya dilakukan berdasarkan program IMS (Infeksi Menular
Seksual).3

1. Pencegahan Primer
 Perubahan perilaku
- Memperbaiki gaya hidup seksual yang terkesan ‘bebas’ dan ‘cuek’
ke arah yang lebih memperhatikan kesehatan pasangan masing –
masing. Setia hanya pada 1 pasangan
- Tanggap dan segera periksa ke rumah sakit atau puskesmas bila
terjadi hal yang abnormal di sekitar genitalia untuk menghindari
kondisi yang parah
 Akses kondom dan pengadaannya
- Membiasakan penggunaan kondom saat berhubungan seksual
2. Pencegahan sekunder
 Layanan IMS
- Pemerintah daerah atau pusat sebaiknya membuat suatu lembaga
yang bisa melayani masyarakat terkait penyakit – penyakit IMS
( Infeksi Menular Seksual ).
Risiko untuk akuisisi infeksi HPV genital baru atau serviks berkorelasi
dengan jumlah pasangan seksual. Risiko infeksi genital tampaknya lebih
rendah pada laki-laki yang disirkumsisi dan pasangan seksual mereka, dan ada
bukti bahwa penggunaan rutin kondom sebagian dapat melindungi terhadap
akuisisi infeksi HPV genital. Meluasnya skrining pap smear di Amerika
Serikat dan negara-negara maju lainnya telah sangat mengurangi kejadian
kanker serviks invasif.3
Vaksin HPV profilaksis merupakan pendekatan terbaru untuk
mencegah infeksi HPV genital. Vaksin yang tidak menular, didasarkan pada
self-assembly dari protein L1 menjadi virus like particles ( VLPs ) yang
morfologi dan antigennya menyerupai authentic capsids. Vaksin VLP
profilaksis melindungi terhadap sebagian besar infeksi HPV yang
menyebabkan kanker serviks.3
PROGNOSIS

Kondiloma akuminata dapat memberikan prognosis baik dengan


perawatan yang teliti dengan memperhatikan higiene serta jaringan parut yang
timbul sangat sedikit. Pengrauh terhadap kehamilan, perkembangan
kehamilan, janin sangat minimal.

20. Moluskum kontangiosum


Moluskum kontagiosum merupakan infeksi virus DNA genus Moluscipox. Pada
individu sehat dapat sembuh spontan atau swasima setelah beberapa bulan. Namun
terkadang menetap sampai 2 bulan atau lebih. Meskipun sesungguhnya tidak
diperlukan terapi, tetapi terapi dengan intervensi dapat mengurangi kemungkinan
terjadi autoinokulasi dan memutus rantai penularan.

Klinis berupa papul berbentuk kubah, berkilat, dan pada permukaannya terdapat
lekukan (delle/umbilikasi) berisi massa yang mengandung bahan moluskum.

Penyakit ini terutama menyerang anak kadang-kadang juga dewasa dan pasien
dengan imunokompremais. Jika pada orang dewasa, digolongkan dalam penyakit
infeksi menulat seksual (IMS). Lokasi penyakit ini di daerah wajah, leher, ketiak,
badan, dan ekstremitas, sedangkan pada dewasa di daerah pubis dan genitalia
eskterna.
Tatalaksananya adalah mengeluarkan massa yang mengandung badan moluskum.
Untuk mengeluarkan massa tersebut, dapat dipakai alat yaitu ekstraktor komeda,
jarum suntik, atau kuret. Sebelum tindakan dapat diberikan anastetik local, misalnya
krim yang mengandung lidokain/prilokain.

Beberapa peneliti mencoba obat topical kantaridin 0,7-0,9%, obat kantaridin-


salisilat, krim imiquimod 1-5%, dan ketiga obat tersebut cukup efektif. Cantharidin
adalah ekstrak racun lebah jenis Cantharis vesicatoria yang mampu menimbulkan
gelembung di kulit.

Pasien diminta untuk menjaga kebersihan diri, tidak saling meminjam alat mandi,
misalnya handuk dan pakaian, mencegah kontak fisik, dan selama sakit dilarang
berenang.

21. Lentigo
Lentigo adalah makula coklat atau coklat kehitaman berbentuk bulat atau
polisiklik. Lentiginosis adalah keadaan timbulnya lentigo dalam jumlah yang banyak
atau dengan distribusi tertentu.

Etiologi : Disebabkan karena bertambahnya jumlah melanosit pada taut dermo-


epidermal tanpa adanya poliferasi fokal. Klasifikasi :

- Lentiginosis generalisata Lesi lentigo umumnya multipel, timbul satu demi


satu dalam kelompok kecil sejak masa kanak-kanak.
- Lentiginosis sentrofasial Distribusi terbatas pada garis horisontal melalui
sentral muka tanpa mengenai membran mukosa.
- Sindrom Peutz-Jegher.

Gejala klinis : Lesi berupa makula hiperpigmentasi yang timbul sejak lahir dan
berkembang pada masa anak-anak. Makula tersebut selalu mengenai selaput lendir
mulut berbentuk bulat, oval, atau tidak teratur berwarna coklat kehitaman berukuran
1-5 cm.

Pembantu diagnosis : Pada pemeriksaan histopatologik dari makula hiperpigmentasi


didapatkan jumlah melanosit bertambah di lapisan sel basal dan makrofag berisi
pigmen di dermis bagian atas. Diseluruh epidermis terdapat banyak granula melanin.

Penatalaksanaan : Terapi pembedahan untuk mengurangi gejala saja. Polip yang


meluas dan sifatnya jinak merupakan kontraindikasi untuk tindakan radikal, kecuali
kalau lambung, duodenum, atau kolon terkena, maka reseksi profilaksis dapat
dianjurkan.

Prognosis : Prognosis pada lentigo bervariasi bergantung pada tipe lentigo dan
pengobatannya. Tetapi pada umumnya prognosis baik kecuali pada tipe sindrom
lentigo yang tidak diterapi dengan baik.

22. Xanthoma
Xanthoma adalah suatu kelainan kulit yang terjadi akibat penumpukan lemak
yang terlokalisir di bawah kulit. Penumpukan lemak dapat muncul di mana saja pada
seluruh tubuh. Gejala klinis yang muncul adalah Timbul plak irregular di kulit, warna
kekuningan sering kali disekitar mata Ukuran xanthelasma bervariasi berkisar antara 2
– 30 mm. adakalanya simetris dan cenderung bersifat permanen.

Gambaran klinis
Secara klinis, xanthoma dapat diklasifikasikan sebagai xanthoma eruptif,
tuberous, tendon, atau planar.

a. Xanthoma planar
Gambar 1. Xanthomelasma/Xanthoma Planar

b. Xanthoma tuberous

Gambar 2. Xanthomas tuberous

c. Xanthoma tendinosa

Gambar 3. Xanthoma tendinosa

d. Xantoma eruptif
Gambar 4. Xanthoma eruptif

A. Terapi

Pengobatan xanthoma tergantung dari penyebab yang mendasarinya. Jika xanthoma


adalah gejala dari suatu kondisi medis, maka penyebab yang mendasarinya harus
diobati. Penyakit diabetes dan kadar kolesterol yang terkontrol dengan baik cenderung
dapat mengatasi gejala xanthoma.

Perawatan lain untuk xanthoma termasuk tindakan operatif atau perawatan kimia
dengan asam trikloroasetat. Namun, kelainan kulit pada xanthoma dapat kembali
bahkan setelah perawatan, sehingga metode ini tidak dapat menyembuhkan kondisi
tersebut.

23. Basal cell carcinoma


Karsinoma sel basal adalah salah satu jenis kanker kulit yang ditandai dengan
adanya benjolan yang mudah berdarah dan dapat bertambah besar setiap tahun.
Benjolan tersebut umumnya tidak terasa sakit dan muncul pada area tubuh yang
sering terpapar sinar matahari. Jika tidak mendapatkan penanganan yang tepat,
karsinoma sel basal dapat memicu komplikasi berupa menyebarnya kanker ke organ
lain, seperti tulang dan pembuluh darah.

Gejala Karsinoma Sel Basal


Penyakit ini ditandai dengan pertumbuhan kulit berupa benjolan yang terdapat
pembuluh darah di dalamnya. Benjolan tersebut tidak terasa sakit, mudah berdarah,
dan berwarna merah muda, cokelat, atau hitam. Gejala karsinoma sel basal tersebut
biasanya muncul di area-area tubuh yang sering terpapar matahari, seperti wajah,
leher, dan tangan. Di kasus yang tergolong jarang, karsinoma sel basal juga dapat
terjadi di area tubuh yang tidak terpapar matahari, seperti payudara.
Penampakan benjolan dapat berbeda pada tiap orang, antara lain:

 Ruam datar, bersisik, dan kemerahan.


 Lesi seperti luka goresan, berwarna putih, lembut, tanpa tepi luka yang jelas.

Penyebab Karsinoma Sel Basal


Karsinoma sel basal merupakan dampak dari adanya mutasi atau perubahan pada
DNA sel basal. Sel basal adalah sel yang terletak di bagian paling bawah dari lapisan
kulit paling luar (epidermis). Sel ini berfungsi untuk memproduksi sel baru, dan
mendorong atau membuang sel lama ke permukaan kulit. Sel lama yang berhasil
didorong ke permukaan kulit kemudian akan mengelupas. Ketika terjadi kelainan
DNA sel basal, fungsi sel basal itu sendiri akan terganggu dan menyebabkan produksi
sel tidak terkendali hingga menimbun di kulit dan membentuk sel kanker.
Paparan sinar matahari yang sering dan lama diduga menjadi faktor utama penyebab
terjadinya perubahan DNA sel basal tersebut. Maka dari itu, seseorang yang sering
beraktivitas di luar ruangan dan terpapar sinar matahari, memiliki risiko tinggi
mengalami karsinoma sel basal.
Selain paparan sinar matahari, terdapat beberapa faktor lain yang dapat meningkatkan
risiko karsinoma sel basal, yakni:

 Pernah menjalani terapi radiasi (radioterapi).


 Berusia di atas 50 tahun.
 Memiliki anggota keluarga yang pernah menderita karsinoma sel basal.
 Menggunakan obat imunosupresif.
 Terpapar racun arsenik.
 Memiliki penyakit keturunan yang berisiko menyebabkan kanker kulit,
seperti nevoid basal cell carcinoma syndrome.

Diagnosis Karsinoma Sel Basal


Dalam mendiagnosis, dokter akan terlebih dahulu melakukan pemeriksaan terhadap
gejala yang muncul, riwayat penyakit, dan kondisi pasien secara menyeluruh. Setelah
itu, pemeriksaan dapat dilanjutkan dengan biopsi. Dalam proses biopsi, dokter akan
mengambil sampel dari kulit yang bermasalah, kemudian memeriksanya di
laboratorium dengan menggunakan mikroskop, untuk memastikan kondisi beserta
penyebabnya.
Pengobatan Karsinoma Sel Basal
Penanganan karsinoma sel basal adalah dengan pemberian obat atau operasi.
Beberapa operasi yang dapat dilakukan untuk menangani karsinoma sel basal
meliputi:

 Elektrodikasi dan kuretase. Prosedur ini biasa digunakan untuk mengatasi


kanker yang berukuran kecil. Dalam prosesnya, dokter akan memotong
jaringan kanker yang terdapat di permukaan kulit, kemudian mengendalikan
perdarahan yang ada, sekaligus membunuh sel kanker yang tersisa
menggunakan jarum elektrik khusus.
 Pemotongan dengan pisau bedah. Prosedur ini digunakan apabila kanker yang
ada tergolong cukup besar. Dalam prosedur ini, penanganan karsinoma sel
basal dilakukan dengan memotong kanker yang ada beserta sebagian kulit di
sekitarnya. Lalu, dokter akan memeriksa kulit di bawah mikroskop untuk
memastikan bahwa tidak ada sel kanker yang tersisa.
 Krioterapi. Prosedur ini menggunakan cairan khusus yang mengandung
nitrogen untuk membekukan dan membunuh sel kanker. Krioterapi biasa
digunakan untuk mengatasi kanker yang tipis dan tidak terlalu dalam ke kulit.
 Operasi Mohs. Prosedur ini biasa digunakan untuk mengatasi karsinoma sel
basal yang kambuh, atau yang terdapat di wajah dan berukuran cukup besar.
Dalam prosesnya, dokter akan mengangkat lapisan kulit yang bermasalah,
sedikit demi sedikit. Tiap lapisnya akan diperiksa di bawah mikroskop untuk
memastikan bahwa tidak ada sel kanker yang tertinggal di kulit.

Setiap tindakan yang dilakukan akan menggunakan anestesi. Oleh karena itu, beri
tahu dokter apabila memiliki riwayat alergi terhadap anestesi. Pasien juga harus
berkonsultasi dengan dokter guna mengetahui hal-hal yang perlu diperhatikan,
sekaligus manfaat dan risiko operasi yang akan di jalani.
Selain operasi, penanganan karsinoma sel basal juga dapat dilakukan dengan
pemberian obat oles. Beberapa di antaranya adalah:

 Imiquimod (misalnya aldara).


 Fluorouracil (misalnya fluroplex).

Selain obat oles, dokter juga dapat memberikan obat oral (kapsul)
seperti vismodegib (misalnya erivedge) atau sonidegib (misalnya odomzo) ketika
metode lain tidak efektif mengatasi karsinoma sel basal. Obat-obat ini juga digunakan
ketika kanker yang diderita telah menyebar ke area lain. Sebisa mungkin, hindari
penggunaan obat tanpa anjuran dokter. Dosis yang tidak sesuai bisa meningkatkan
risiko munculnya efek samping penggunaan obat.

Komplikasi Karsinoma Sel Basal


Komplikasi yang dapat terjadi pada penderita karsinoma sel basal meliputi:

 Karsinoma sel basal yang kambuh. Ini merupakan komplikasi yang paling
sering terjadi. Gejala yang muncul pun dapat terjadi di lokasi yang sama.
 Kanker kulit tipe lain. Contohnya, karsinoma sel skuamosa atau melanoma.
 Penyebaran kanker. Kanker dapat merusak organ tubuh terdekat, seperti otot,
pembuluh darah, dan tulang.

Pencegahan Karsinoma Sel Basal


Beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk mengurangi risiko terjadinya karsinoma
sel basal adalah:

 Hindari paparan sinar matahari yang terlalu lama dan sering.


 Gunakan sunscreen atau tabir surya ketika beraktivitas di luar ruangan.
 Gunakan pakaian yang tertutup.
 Lakukan pemeriksaan rutin.

24. Squamosa cell carcinoma

Karsinoma sel skuamosa (KSS) adalah salah satu jenis kanker kulit yang paling
banyak ditemui, terutama pada populasi Kaukasia. KSS dilaporkan ditemukan pada
20% dari seluruh keganasan pada kulit. KSS kulit umumnya muncul sebagai ulkus
dangkal dengan peninggian pada tepinya, seringkali tertutup plak dan memiliki lokasi
pada daerah yang terpapar sinar matahari. Karsinoma sel skuamosa juga dapat
ditemukan di area lain di tubuh, misalnya di vesika urinaria dan esofagus.

Etiologi
 Memiliki warna kulit yang lebih cerah. Memliki lebih sedikit pigmen
pada kulit berarti berkurang proteksi terhadap radiasi ultraviolet dari
matahari. Orang dengan rambut pirang, mata berwarna terang,
mempunyai bintik-bintik pada muka, atau kulit mudah terbakar di bawah
sinar matahari mempunyai risiko yang lebih tinggi terserang kanker kulit
dibandingkan dengan orang yang berkulit lebih gelap.
 Terpapar sinar matahari secara berlebihan, terutama jika tidak
menggunakan tabir surya.
 Mempunyai riwayat menderita lesi kulit prakanker, seperti aktinik
keratosis (solar keratosis) dan Bowen’s Disease.
 Pernah menderita kanker kulit
 Lemahnya sistem kekebalan tubuh, termasuk di dalamnya orang dengan
leukemia atau limfoma, serta orang yang mengonsumsi obat penekan
sistem imun.

Pencegahan
 Berusaha untuk tidak terpapar sinar matahari pada siang hari
 Menggunakan tabir surya saat di luar rumah
 Menggunakan pakaian tertutup
25. Nevus pigmentosus

Tahi lalat pada dasarnya tidak berbahaya, tetapi ada kemungkinan berubah
menjadi melanoma, bentuk kanker kulit paling serius karena kemampuannya untuk
menyebar. Itulah mengapa sangat penting untuk mendeteksi perubahan tahi lalat
menjadi melanoma sejak awal.

Semua orang memiliki tahi lalat. Pada umumnya, sebagian besar tahi lalat bersifat
jinak. Namun tahi lalat juga dapat berubah sifat menjadi ganas dan menjadi kanker
kulit, yang disebut dengan melanoma maligna. Tipe kulit dan paparan sinar ultra
violet matahari menjadi faktor yang sangat berpengaruh terhadap angka kejadian
melanoma maligna.

Rata-rata orang memiliki 10-40 tahi lalat di tubuhnya. Kebanyakan tahi lalat
adalah bawaan lahir, tetapi ada juga yang baru muncul setelah lahir. Sebagian besar
tahi lalat muncul selama 20 tahun pertama kehidupan, meskipun ada juga yang terus
berkembang hingga usia 40-an. Namun, biasanya sebagian tahi lalat menghilang
seiring bertambahnya usia.

Tahi lalat adalah tumor jinak pada kulit yang paling umum dijumpai pada
manusia. Dalam istilah kedokteran tahi lalat disebut dengan nevus pigmentosus. Ciri
khas tumor jinak ini adalah warnanya yang gelap, sebagian mempunyai ukuran yang
menetap, namun sebagian lain terus membesar sehingga mengkhawatirkan si
pemiliknya. Umumnya perkembangan ukuran ini dipicu oleh adanya kontak dengan
sinar matahari.

Tahi lalat timbul akibat terkena sinar matahari secara terbuka sehingga
berdampak pada meningkatnya pigmen melanin menjadi berlebih. Orang kulit putih
misalnya, lebih rentan terkena melanoma bila dibandingkan orang Asia atau Afrika.
Demikian pula paparan ultra violet matahari yang bersifat kronik kumulatif akan
meningkatkan risiko terjadinya masalah ini.

Tanda Awal Kanker Kulit

Tahi lalat secara umum tidak berbahaya, dan biasanya hanya menimbulkan
keluhan kosmetis, meski dapat pula berubah menjadi kanker. Tahi lalat yang datar
umumnya bersifat jinak, tapi bisa juga berubah menjadi ganas. Untuk tahi lalat yang
berupa benjolan, atau tumor dalam bahasa kedokteran, bisa digolongkan menjadi 3
jenis, yaitu jinak, bakal kanker (pra kanker), dan ganas. Tahi lalat dapat berubah
semakin besar, terasa gatal, dan akhirnya menjadi kanker kulit yang sangat ganas.
Tanda-tanda tahi lalat yang berubah menjadi ganas (melanoma maligna), yaitu
bila muncul rasa gatal atau nyeri, perubahan warna menjadi lebih gelap, ukurannya
membesar, melebar tidak teratur, permukaan menjadi tidak rata, sering diganggu
(dikorek atau digaruk), gampang berdarah, menjadi luka dan koreng yang tidak
sembuh-sembuh.

Tahi lalat yang masuk dalam kategori berbahaya yaitu jika ukurannya terus
membesar hingga memiliki diameter lebih dari 6 milimeter. Masalah tahi lalat bukan
hanya masalah di permukaan kulit, tapi masalah di dalam lapisan bawah kulit,
sehingga jarang sekali tahi lalat dapat ditangani dengan pengobatan tradisional. Tahi
lalat yang berisiko kanker harus ditangani segera sebelum mengalami metastatis atau
penyebaran ke bagian tubuh lainnya.

Itulah mengapa sangat penting untuk mendeteksi perubahan tahi lalat menjadi
melanoma sejak awal, ketika angka kesembuhan dengan operasi hampir 100%.
Melanoma dapat muncul di manapun pada tubuh, namun paling sering ditemukan di
punggung, pantat, kaki, kulit kepala, leher, dan di belakang telinga.

Waspadai Melanoma

Melanoma adalah jenis kanker kulit yang paling serius, terjadi pada sel yang
menghasilkan pigmen melanin yang memberikan warna pada kulit. Melanoma dapat
juga terjadi di mata dan organ internal, seperti saluran pencernaan, meskipun jarang
terjadi. Penyebab pasti melanoma tidak jelas, tetapi radiasi sinar ultraviolet (UV)
dapat meningkatkan risiko terkena melanoma. Faktor lainnya adalah genetik yang
mungkin juga memainkan peran.

Tahi lalat yang tidak wajar dapat mengindikasikan melanoma. Ciri-cirinya adalah
bentuk yang tidak beraturan, batas yang tidak beraturan yang merupakan karakteristik
dari melanoma, perubahan warna pada tahi lalat, dan diameter lebih besar dari 6
milimeter. Selain itu, pada tahi lalat melanoma dapat muncul tanda dan gejala baru,
seperti rasa gatal atau pendarahan. Bila terjadi perubahan pada tahi lalat Anda seperti
ciri-ciri yang disebutkan di atas, segera periksakan ke dokter.

Diagnosa dan Pencegahan

Segeralah mengunjungi dokter kulit jika Anda menemukan tahi lalat dengan ciri
yang mengindikasikan melanoma. Dokter Anda mungkin akan meminta informasi
tentang perkembangan tahi lalat Anda serta riwayat keluarga, untuk menilai risiko
yang Anda miliki. Risiko melanoma meningkat bila Anda memiliki keluarga yang
juga terkena penyakit tersebut.

Umumnya dokter akan memeriksa dan menggunakan aturan ABCDE untuk menilai
tahi lalat, yaitu:

Asymmetry: simetris berarti baik dan sebaliknya

Border: bila tahi lalat berbatas tegas berarti baik

Color: bila terdapat banyak warna patut dicurigai

Diameter ukuran yang disepakati adalah 0,6 cm (6 mm). Bila lebih besar dari 0,6 cm
(6 mm) bukan tanda yang baik

Elevation/enlargement: meninggi dari permukaan kulit berarti bukan hal yang baik

Di samping itu juga perlu waspada apabila memiliki jumlah tahi lalat yang
banyak. Satu hal yang perlu Anda perlu ketahui adalah bahwa tahi lalat berambut
bukan tanda ke arah kanker. Umumnya bila terdapat kecurigaan, dokter akan
melakukan biopsi dan bila positif, terapi terbaik adalah dengan pengangkatan tahi
lalat (tindakan bedah).

26. Vitiligo
Vitiligo adalah hipomelanosis idiopatik, didapat ditandai dengan adanya
makula putih yang dapat meluas. Dapat mengenai seluruh bagian tubuh yang
mengandung sel melanosit, misalnya rambut dan mata.4

EPIDEMIOLOGI
Vitiligo ditemukan pada 0,1-2,9% populasi penduduk dunia, di usia berapapun, tersering pada
usia 10-40 tahun, dengan dominasi pada perempuan. Di Amerika, sekitar 2 juta orang menderita
vitiligo. Di Eropa Utara dialami 1 dari 200 orang. Di Eropa, sekitar 0,5% populasi menderita vitiligo.
Di India, angkanya mencapai 4%. Prevalensi vitiligo di China sekitar 0,19%. Sebagian besar kasus
terjadi sporadis, sekitar 10-38% penderita memiliki riwayat keluarga dan pola pewarisannya konsisten
dengan trait poligenik.5-8 Umumnya vitiligo muncul setelah kelahiran, dapat berkembang di masa anak-
anak, onset usia rata-ratanya adalah 20 tahun. Sementara ahli berpendapat vitiligo dijumpai baik pada
pria maupun wanita, tidak berbeda signifikan dalam hal tipe kulit atau ras tertentu.9,10 Pada 25% kasus,
dimulai pada usia 14 tahun; sekitar separuh penderita vitiligo muncul sebelum berusia 20 tahun. Pada
RSUD Kardinah Tegal terdapat total jumlah kejadian Vitiligo pada tahun 2014 ialah sebanyak 178
kasus di mana jumlah kasus baru berjumlah 36 kasus. Penderita wanita lebih banyak dari pada
penderita pria dan paling banyak ditemukan pada kelompok usia 25 - 44 tahun.
Gambar 2. Vitiligo35

Insiden Vitilgo tahun 2014 di RSUD Kardinah


6

0
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des

Laki-laki Perempuan

Gambar 3. Insiden Vitiligo tahun 2014 di RSUD Kardinah


Jumlah kasus berdasarkan kelompok usia
12

10

0
< 1 bulan < 1 tahun 1 - 4 tahun 5 - 14 tahun 15 - 24 25 - 44 45 - 64 >65 tahun
tahun tahun tahun

jumlah kasus

Gambar 4. Jumlah kasus vitiligo berdasarkan kelompok usia tahun 2014 di RSUD
Kardinah

ETIOPATOGENESIS
Etiopatogenesis vitiligo multifaktorial. Misalnya: faktor defek genetik (pola
poligenetik, multifactorial inheritance), berbagai jenis stres (stres emosional, stres
oksidatif dengan akumulasi radikal bebas), kerusakan melanosit karena mekanisme
autoimmunity (kekebalan tubuh), self-destructive, sitotoksik (keracunan tingkat
seluler), ketidakseimbangan kalsium, peningkatan ROS (reactive oxygen species),
oksidan-antioksidan, autotoksik/metabolik, penyakit autoimun, dan mekanisme
biokimiawi yang diperantarai saraf.11,12 Vitiligo tidak hanya memengaruhi kulit,
melainkan juga terkait dengan beragam abnormalitas metabolik, termasuk intoleransi
glukosa dan abnormalitas lemak, yang memperkuat sifat sistemik vitiligo. Melanosit,
terutama yang dijumpai di jaringan adipose, karena mampu mengurangi inflamasi dan
kerusakan oksidatif, dapat juga mencegah sindrom metabolik.13

Hipotesis genetik

Secara genetik vitiligo telah menunjukkan keterkaitan dengan dua sinyal


asosiasi independen (rs11966200 dan rs9468925) di dalam major histocompatibility
comlex (MHC) dengan kerentanan HLA (terkait dengan HLA-A3001, HLA-B1302,
HLA-C0602 dan HLADRB1 * 0701 alel). Berbagai lokus yang berisiko pada genetik
seperti 3p13 meliputi FOXP1 (rs17008723), 6q27 meliputi CCR6 (rs6902119),
(rs2236313 dan RNASET2, FGFR1OP dan c6orf10-BTNL2 (rs7758128) telah
dicurigai dalam vitiligo.

Ekspresi yang meningkat dari gen kandidat biologis, X-box binding protein 1
(XBP1, yang terletak dikromosom 22) dan modulasi transkripsi oleh regulasi
polimorfisme kuman memiliki dampak pada perkembangan vitiligo. Ditemukan
bahwa dalam lesi kulit pasien vitiligo membawa gen risiko C alel-rs2269577.

DDR1 dikemukakan sebagai gen kerentanan untuk vitiligo, karena melibatkan


adhesi sel yang rusak dalam patogenesis vitiligo. Sebuah kecenderungan yang lebih
besar untuk vitiligo adalah ditemukannya delesi homozigot dari GSTT1 dan / atau
GSTM1. Vitiligo juga diyakini memiliki kecenderungan genetik pada perubahan
katalase (perubahan katalase yand dimediasi SNP membuatnya lebih rentan terhadap
ROS). FOXD3 (regulator utama diferensiasi melanoblast di neural crest embrio)
bertanggung jawab untuk disregulasi banyak gen yang terlibat dalam mengendalikan
siklus sel, pembelahan sel, pertumbuhan sel, dan proliferasi yang menyebabkan
vitiligo.

Faktor genetik juga berperan penting pada perkembangan vitiligo. MYG1


(Melanocyte proliferating gene 1) adalah gen yang memiliki fungsi spesifik pada
melanosit. MYG1 adalah gen kandidat vitiligo. Beberapa studi replikasi menyatakan
keterlibatan gen PTPN22 (1p13), kluster gen MHC (6p21.3), dan NALP (SLEV1;
17p13) berulang-ulang berasosiasi dengan vitiligo. Beberapa gen ini secara langsung
berkaitan dengan regulasi respons imun.14 PTPN22 mengkode lymphoid protein
tyrosine phosphatase, yang penting di dalam kontrol negatif dari aktivasi limfosit T.
NALP1 menyandi NACHT leucine-rich-repeat protein 1, suatu regulator sistim imun
bawaan.15 Major histocompatibility complex (MHC) adalah daerah yang dipadati gen-
gen imun dimana variasinya adalah kunci penentu kerentanan dan ketahanan terhadap
sejumlah penyakit infeksi, autoimun, dan penyakit lainnya.16

Mitokondria yang berlokasi di MYG1 terlibat pada regulasi dari perubahan


metabolism dan ketidakseimbangan antioksidan pada penderita vitiligo. Bukti
selanjutnya memperlihatkan perubahan fungsi mitokondria.17
Sebuah studi berhasil menemukan beberapa lokus antara lain: AIS1 (1p31),
AIS2 (7q), dan SLEV1 terutama dari beberapa keluarga yang terkait autoimun, dan
efek linkage AIS3 lokus (8p) terutama dari keluarga yang tidak memiliki penyakit
autoimun.18

Untuk mengetahui kerentanan gen/lokus pada vitiligo, telah dilakukan studi


genom vitiligo berskala-luas yang disebut GWAS (a large-scale vitiligo genome-wide
association study) pada populasi Eropa (seperti Rumania) dan China.19,20 Kajian
genetika dan biomolekuler menyatakan beberapa lintasan gen pembawa vitiligo pada
keturunan Eropa merupakan bagian dari kerentanan (diathesis) autoimun atau
“isolasi”. Pada kelompok autoimun, telah teridentifikasi gen pengkode NACHT
leucine-rich-repeat protein 1 (NALP1).15,19,20 Sejumlah faktor kerentanan genetik
(genetic susceptibility) telah teridentifikasi melalui studi. Hanya sedikit lokus, seperti:
NLRP1 (pengkode famili NLR, pyrin domain–containing 1 dan juga dikenal sebagai
NALP1) dan beberapa alel HLA (Human Leukocyte Antigen), yang telah diujicoba
berkali-kali pada berbagai riset.15,19,20 Beberapa gen yang rentan vitiligo adalah 6q27
dan 10q22 (yang berlokasi di intron 4 pada lokus ZMIZ1). Lokus 6q27 mengandung
RNASET2, FGFR1OP, dan CCR6. Di Rumania, juga telah teridentifi kasi gen yang
berhubungan dengan vitiligo, SMOC2 (encoding SPARC related modular calcium
binding 2), pada 6q27. Namun berdasarkan analisis GWAS (genome-wide association
study) terkini, lokus 6q27 teridentifikasi bebas dari lokus SMOC2.19,20

MYG1 (Melanocyte proliferating gene 1, pada manusia disebut juga C12orf10


merupakan protein nucleo-mitochondrial yang ada dimana-mana (ubiquitous). Gen
MYG1 tersusun dari 7 exons yang menjangkau (span) 7,5 kb DNA genomik pada
daerah kromosom 12q13, juga tersusun dari 10 polimorfisme yang sudah dikenal
sebagai single nucleotide polymorphisms (SNPs). Ekspresi MYG1 pada jaringan
orang dewasa sehat bersifat stabil dan dapat berubah terutama sebagai respons
terhadap stres atau saat sakit. Ekspresi MYG1 mRNA ini meningkat pada kulit
penderita vitiligo. MYG1 juga ditemukan up-regulated secara konsisten pada biopsi
kulit penderita dermatitis atopik (eksim).22 MYG1 berada di nukleus dan mitokondria,
terlibat di dalam cellular pathways yang berimplikasi pada stres seluler, respons
imun, perkembangan, dan metabolisme. Baik MYG1 promoter polymorphism -
119C/G dan Arg4Gln polymorphism di sinyal mitokondria memiliki pengaruh pada
fungsi gen dan protein MYG1. Studi analisis aktivitas promoter in vivo dan in vitro
bersama analisis asosiasi mengkonfirmasikan bahwa polimorfisme -119C/G
memengaruhi kadar MYG1 mRNA. -119C/G adalah risk-allele untuk perkembangan
vitiligo dan risk-allele yang lebih spesifik untuk perkembangan penyakit.23,24,25

Bukti eksperimen menunjukkan bahwa tumor necrosis factor (TNF)-alpha


berperan pada patogenesis vitiligo nonsegmental. Di masa depan, pewarnaan TNF-
alpha pada lesi penderita vitiligo berpotensi sebagai biomarker untuk terapi potensial
anti TNF-alpha pada kasus vitiligo nonsegmental yang refrakter terhadap terapi
konvensional.26

Ketidakseimbangan melanosit

Penyebab lain antara lain: gangguan homeostasis melanosit (lemahnya


kalsium intraseluler dan ekstraseluler), rusaknya melanosit karena produk metabolik
sintesis melanin atau mediator neurokimiawi tertentu, akumulasi prekursor melanin
yang toksik di melanosit (seperti: DOPA dopachrome, 5, 6-dihydroxyindole). Stres
oksidatif berperan penting pada proses degradasi melanosit, juga paparan bahan
kimia, seperti: monobenzileterhidrokinon pada sarung-tangan atau detergen yang
mengandung fenol.8,12
Hipotesis biokimia

Hipotesis biokimiawi menyatakan terjadi peningkatan sintesis hydrobiopterin,


suatu kofaktor hidroksilase tirosin yang menghasilkan peningkatan katekolamin dan
reactive oxygen species (ROS) toksik untuk melanosit. Penurunan kadar katalase dan
peningkatan konsentrasi H2O2 pada kulit penderita vitiligo memperkuat hipotesis
biokimiawi. Riset dasar biokimiawi menemukan bahwa pada penderita vitiligo terjadi
akumulasi H2O2, kadar catalase di seluruh epidermis menurun, ekspresi catalase
mRNA tetap tidak berubah. Uniknya, limfosit darah tepi pada penderita vitiligo juga
memiliki kadar catalase yang rendah dan sel-sel ini rentan terhadap tekanan (stress)
H2O2. H2O2 dapat memodulasi respons sel-sel Langerhans epidermis pada vitiligo.
Didapatkan hubungan langsung antara tekanan H2O2 dan kerusakan sel serta onset
respons imun seluler adaptif.28

Komponen fluorescent pada epidermis penderita vitiligo adalah oxidized


pterins. Defective sintesis 6BH4 (tetrahidrobiopterin) memicu produksi H2O2 dan
7BH4 pada vitiligo. Defek sintesis pterin berpasangan dengan oxidative stress dapat
langsung memengaruhi integritas dan populasi melanosit pada vitiligo terutama
karena sitotoksisitas 6-biopterin dan oxidized pterins lainnya. Selain itu, kadar
noradrenaline di kulit dan plasma pada penderita vitiligo aktif meningkat, kadar
catecholamine metabolites di urin juga tinggi; peningkatan sintesis ini menyebabkan
induksi catecholamine–degrading enzymes monoamine oxidase A (MAO-A) dan
catecholamine-O-methyl transferase (COMT).28

Mayoritas eumelanin disintesis di melanosit dari konversi autocrine L-


phenylalanine menjadi L-tyrosine via PAH, gangguan (perturbation) homeostasis
kalsium di sel-sel penderita vitiligo ini amat berperan penting pada hilangnya pigmen
di vitiliginous melanocytes.28 Dengan spektroskopi FT-Raman in vivo, 40% penderita
vitiligo memiliki metabolisme fenilalanin yang rendah dibandingkan orang sehat.
Namun, 60% tidak memiliki problem saat memproduksi L-tyrosine dari L-
phenylalanine melalui phenylalanine hydroxylase. L-phenylalanine secara aktif
diangkut menuju sel oleh mekanisme calciumdependent ATPase antiporter.28

Hipotesis virus

Beberapa virus, seperti cytomegalovirus (CMV) dan Epstein-Barr virus


(EBV), pernah terdeteksi di epidermis penderita vitiligo di California tahun 1996 dan
1999, dengan teknik PCR (Polymerase Chain Reaction). Keberadaan DNA CMV
pada specimen biopsi kulit penderita vitiligo menunjukkan potensi kerusakan yang
diinduksi virus pada melanosit. Infeksi virus dapat memicu respons autoimun karena
molecular mimicry dari sekuens peptide virus mengaktivasi subset T-cells.
Keterlibatan virus lainnya, seperti: hepatitis C, HIV, dan virus Epstein-Barr juga
pernah dilaporkan.29,30,31
Hipotesis neurogenik

Menurut teori neurogenik, gangguan pelepasan katekolamin dari ujung saraf


otonom berperan penting dalam perkembangan vitiligo melalui produksi partikel
toksik di microenvironment melanosit area yang terkena; melalui aksi sitotoksik
langsung dari katekolamin; atau metabolite (produk–metabolisme)-nya. Peningkatan
konsentrasi katekolamin juga menjadi fenomena sekunder karena stress yang
berhubungan dengan vitiligo. Vitiligo melibatkan interaksi kompleks berbagai faktor
lingkungan dan genetik yang pada akhirnya berkontribusi terhadap destruksi
melanosit. Selain hilangnya fungsi melanosit, keratinosit dan sel-sel Langerhans juga
terganggu pada penderita vitiligo. Peningkatan kadar neuropeptide Y juga dijumpai
pada kulit penderita vitiligo. Hilangnya epidermal melanocytes memang merupakan
tanda khas (hallmark) vitiligo. Meskipun demikian, mekanisme dasar kehilangan
melanosit atau bagaimana melanosit kehilangan fungsi dan viability pada vitiligo,
serta terbatasnya repigmentasi folikuler atau marginal masih belum jelas, sehingga
peluang riset tetap terbuka dan menjanjikan.

Lymphocyte Mediated

Ekspresi berlebih dari B lymphocyte activating factor (BAF) dapat


menghancurkan toleransi sistem imun diri sendiri pada vitiligo. BAF mengaktifkan
sel-sel B yang reaktif untuk menghasilkan auto-antibodi terhadap melanosit,
meningkatkan efek CD4+ T-helper pada aktivasi CD8+ T cells dan
mempresentasikan antigen melanosit langsung ke CD8+ T cells. Antibodi untuk
Lamin A (VIT75, melanocyte membrane antigen) juga meningkat pada vitiligo
autoimun. Peningkatan Th1 / Th2 dan rasio IL-2 / IL-4, ketergantungan kuat
terhadap IFN-γ dan CXCR3 dengan peningkatan signifikan IL-17 dan penurunan
TGF-β, polimorfisme gen dari cluster / reseptor IL19 dan IL20RB semuanya telah
tercatat dalam vitiligo. Sel T CD8 + melanosit spesifik (sel CD8 + / CD45RO +) dan
hilangnya melanosit pada vitiligo berkorelasi dengan aktivitas penyakit.

Transplantasi organ dikenal sebagai faktor risiko vitiligo melalui peningkatan


penghancuran melanosit yang disebabkan oleh reaksi autoimun yang dipicu oleh
graft-versus-host-disease (GVHD) kronik. Dalam sebuah studi, enam kasus vitiligo
generalista terjadi setelah transplantasi sel hematopoietik alogenik / allogeneic
hematopoietic cell transplantation (AHCT). Laporan kasus lain menunjukkan vitiligo
pasca transplantasi hati & ginjal yang terduga sebagai penyebab kehancuran melanosit
oleh sitotoksik alloreactive T-limfosit yang diturunkan donor atau antibodi yang
ditransfer selama transplantasi. Seorang pasien dengan penyakit sickle-cell, yang
menerima HCT alogenik dari HLA vitiligo identik nya, dapat terkena vitiligo.

Melanin / tirosinase Associated


Karakteristik depigmentasi diproduksi oleh haptogenic ortho-quinones yang
mengikat tirosinase (enzim yang menghasilkan melanin) atau protein melanosomal
lainnya dengan menghasilkan neo-antigen yang bertanggung jawab untuk
hipersensitivitas tipe IV pada melanosit tertentu. Melanocyte-MART-1 (melanoma
antigen yang dikenali oleh T-sel) ditemukan berkorelasi dengan mekanisme autoimun
pada anak-anak dengan vitiligo. Di antara mediator melanogenic, stem cell factor
(SCF) dan endothelin-1 (ET-1) mRNA secara signifikan berkurang pada lesi bila
dibandingkan dengan epidermis di sekitar lesi. Melanin, hidrasi stratum korneum, dan
indeks eritema telah terbukti secara signifikan rendah pada vitiligo dan pemulihan
epidermal barrier juga tertunda.

Stres oksidatif

Antioksidasi oleh 5,6-Dihydroxyindole-2-carboxylic-acid (DHICA)


memainkan peran penting dalam pemeliharaan respon rendah imun terhadap protein
melanosomal. Pada keratinosit dari kulit di sekitar lesi vitiligo kadar tinggi p38
activated, NF-kB p65 subunit, p53, dan Smac / DIABLO protein dan rendahnya kadar
ERK fosforilasi menunjukkan peran stres oksidatif dalam vitiligo. Terdapat bukti
bahwa kadar superoxide dismutase (SOD) dan malondialdehid (MDA) secara
signifikan lebih tinggi dan kadar katalase (CAT) dan glukosa dehidrogenase 6-fosfat
(G6PD) signifikan lebih rendah pada vitiligo. Sintesis abnormal dan pengolahan
tyrosinase-related protein (TRP-1) dan interaksinya dengan calnexin menghasilkan
peningkatan sensitivitas melanosit vitiligo terhadap stres oksidatif dan kematian sel.

Disfungsi mitokondria

Mitokondria telah diusulkan menjadi target stimuli, seperti pembangkit spesies


oksigen reaktif, produksi sitokin, pelepasan katekolamin, perubahan metabolisme
kalsium, yang semuanya mampu merangsang degenerasi melanosit. Pengurangan
kadar cardiolipin dalam membran dalam mitokondria, peningkatan ekspresi
HMGCoA reduktase dan kadar kolesterol, ekspresi subunit rantai transport elektron
dan perubahan potensial transmembran mitokondria telah dicatat dalam vitiligo.

Kerusakan DNA

Terdapat bukti peningkatan kerusakan DNA dalam vitiligo. Dalam sebuah


penelitian yang merinci kultur sel melanosit epidermal pada 18 pasien vitiligo,
kerusakan DNA disebabkan oleh peningkatan kadar 8-oxoguanine, pengikatan DNA
abnormal karena nitrasi protein penekan tumor p53 oleh epidermal peroxynitrite
(ONOO-), peningkatan epidermis p53 (in-vitro dan in-vivo) dan p53 antagonis
p76MDM2. Peningkatan regulasi mekanisme perbaikan DNA seperti perbaikan short-
patch base-excision melalui hOgg1 (8-oxoguanine glikosilase DNA), apurinic /
apyrimidinic endonuklease 1 (APE1), dan perbaikan DNA polimerase-β juga
ditemukan.

Apoptosis

NACHT-leucine-rich-repeat protein-1 (NALP1) (NLR family of proteins)


memainkan peran kunci dalam apoptosis spontan dan mungkin menjadi bagian dari
APAF 1 apoptosome. NALP1, bagian dari kaskade inflamasi, diidentifikasi
memainkan peran penting dalam vitiligo. Maker atau penanda apoptosis secara
signifikan meningkat pada biopsi kulit pasien vitiligo. Antibodi IgG serum dari pasien
vitiligo dapat menembus ke dalam kultur in vitro melanosit, dan memicu apoptosis.

Homosistein

Metabolisme homosistein tergantung pada kedua asam folat dan vitamin B12,
yang keduanya turun pada pasien dengan vitiligo. Peningkatan kadar homosistein
serum ditemukan pada vitiligo yang luas dan mungkin merupakan penanda
keparahan.

Hubungan dengan Tiroid

Bukti kuat menunjukkan bahwa adanya hubungan yang signifikan antara


vitiligo dengan disfungsi tiroid. Dalam sebuah studi, insiden yang lebih tinggi pada
disfungsi tiroid ditemukan pada orang-orang dengan vitiligo non-segmental
dibandingkan dengan kontrol (11,8% vs 4,3%). Insiden antibodi anti-TPO dalam
vitiligo juga tercatat tinggi. Vitiligo seringkali bermanifestasi sebelum perkembangan
penyakit tiroid, maka itu skrining untuk fungsi tiroid dan kadar antibodi bermanfaat
penting.

KLASIFIKASI
Lesi pada vitiligo dikelompokkan berdasarkan distribusi dan perluasan pada
kulit. Secara umum Vitiligo dapat dibagi atas.34
Tipe lokalisata

- Fokal : Satu atau beberapa Makula depigmentasi yang tersebar pada satu daerah.
Terutama terdapat pada daerah menurut distribusi N. Trigeminus, Leher dan trunkus.
- Segmental : Persebaran makula depigmentasi menurut distribusi dermatomal yang
unilateral. Peptida neural biasanya terlibat dalam patogenesis vitiligo tipe ini. Anak-anak
merupakan kelompok utama penderita.
- Mukosal : Makula depigmentasi hanya terdapat pada membran mukosa.

Tipe Generalisata
Tipe yang sering dijumpai, tersebar luas di bagian tubuh dan biasanya
memiliki pola yang simetris dan bilateral.
- Akrofasial : Makula depigmentasi yang terdapat pada distal ekstremitas dan wajah.
- Vulgaris : Makula depigmetasi yang menyebar luas.
- Campuran : Campuran antara akrofasial dan Vulgaris

Tipe Universalis

Proses depigmentasi yang hampir mengenai seluruh tubuh dan hanya sedikit
yang mengalami pigmentasi normal. Tipe ini jarang ditemukan.34 Menurut klasifikasi
Nardlund, dikatakan sebagai vitiligo universal apabila lesi >80% permukaan kulit
tubuh.35

GEJALA KLINIS

Bentuk yang paling umum dari vitiligo yaitu makula amelanosis yang dilapisi
kulit normal. Makula-makula tersebut memiliki warna yang seragam yaitu putih susu
atau layaknya seperti warna kapur. Berbatas tegas dan berbentuk konveks dengan
perbatasan kulit normal seakan-akan menginvasi kulit normal. Memiliki ukuran
bundar atau linear, ukuran beberapa millimeter sampai centimeter. Lesi biasanya
meluas secara sentrifugal.34

Lesi yang ada biasanya asimptomatik atau tidak disertai gejala yang biasanya
menyertai lesi kulit lainnya seperti gatal dan nyeri. Walaupun kadang pada lesi yang
sering terpapar matahari dapat merasakan nyeri akibat luka bakar.34

Vitiligo dapat mengenai seluruh bagian tubuh tanpa pengecualian, namun


daerah yang sering mengalami trauma atau mendapat paparan sinar matahari lebih
rentan menjadi tempat predileksi. Tempat predileksi vitiligo diantaranya muka, bagian
dorsum manus, axilla, nipple, umbilicus, sacrum , inguinal maupun daerah
anogenital.34

Depigmentasi juga dapat terjadi pada rambut pada kulit kepala yang ditandai
dengan perubahan warna pada rambut menjadi warna putih atau abu-abu. Pada
awalnya hanya sebagian kecil rambut yang mengalami depigmentasi. Perubahan
warna tersebut juga dapat terjadi pada rambut pada alis, bulu mata, ketiak dan pubis.
Oleh karena itu rambut putih yang lebih dini muncul yaitu dibawah usia dekade ketiga
mengindikasikan vitiligo. Pada kasus ini tidak terjadi repigmentasi spontan.34
Berikut merupakan variasi klinis pada vitiligo :
 Trichrome vitiligo
Vitiligo dengan lesi kulit depigmentasi dan hipopigmentasi. Lesi hipopigmentasi
cenderung akan menjadi depigmentasi total.
 Quadricrhome vitiligo
Terdapat makula perifollikular atau batas hiperpigmentasi pada daerah yang mengalami
proses repigmentasi.
 Inflammatory vitiligo
Eritema pada tepi lesi makula depigmentasi.34

HISTOPATOLOGI

Gambar 5. Anak panah menunjukkan batas yang memisahkan kulit yang


mempunyai pigmen melanin (kiri) dan tidak (kanan).36

Pada lesi kulit depigmentasi dilakukan biopsi di sekitar pinggir lesi dan
diperiksa dengan bantuan mikroskop cahaya. Hasilnya menunjukkan hilangnya
sebagian atau seluruh melanosit pada epidermis dan pada batas epidermis terdapat
dendrit yang besar dan panjang. Histokimia dengan menggunakan pewarnaan DOPA
untuk mendeteksi adanya enzim tyrosinase yang merupakan enzim khusus pada
melanosit, serta pewarnaan Fontana mason untuk mendeteksi melanin. Pada
pemeriksaan mikroskop elektron, penemuan sel langerhans lebih banyak terdapat
pada daerah basal epidermis dibandingkan dengan daerah tengah epidermis.

DIAGNOSIS
Penegakkan diagnosis vitiligo berdasarkan lesi kulit yang khas, yaitu makula
depigmentasi berupa bercak putih dengan batas tegas serta distribusi yang jelas. Umur
penderita saat lesi mulai muncul penting untuk menyingkirkan kausa kongenital. Pada
keadaan kulit penderita yang berwarna putih sehingga sulit dibedakan antara vitiligo
dengan kulit yang normal, dapat dilakukan pemeriksaan sinar wood yang akan
memberikan hasil berupa makula amelanosis yang putih berkilau. Pemeriksaan
histopatologi sangat penting untuk membedakan dengan kelainan depigmentasi
lainnya.
Gambar 6. Pemeriksaan dengan menggunakan Lampu Wood.37

Lampu Wood merupakan alat pencahayaan yang menggunakan sinar ultraviolet A


yang dipancarkan pada gelombang 365nm. Pemeriksaan ini dilakukan didalam ruang
yang gelap. Pemeriksa dibiarkan beradaptasi dengan ruangan gelap selama 30s
sebelum memulakan pemeriksaan. Lampu Wood memberi kesan putih berkilau pada
lesi hipopigmentasi (Gambar A) berbanding pada pencahayaan menggunakan sinar
normal (Gambar B)

Skor Vitiligo disease activity (VIDA) digunakan untuk mengetahui derajat


keparahan vitiligo dan keperluan terapi. Cara memberi skor VIDA adalah sebagai
berikut:

Skor VIDA Aktivitas penyakit

+4 Aktif 6 minggu yang lalu

+3 Aktif 3 bulan yang lalu

+2 Aktif 6 bulan yang lalu

+1 Aktif di tahun yang lalu

0 Tetap, stabil, atau tak berubah sekurangnya satu tahun

-1 Repigmentasi (terbentuk pigmen) secara spontan

Yang dimaksud “aktif”: penampakan lesi baru atau meluasnya lesi yang sudah
ada

Tabel 1. Skor VIDA38

Skor lain yang juga dapat dipakai adalah Vitiligo European Task Force
(VETF) dan Vitiligo Area Scoring Index (VASI). VASI merupakan skor objektif
kuantitatif. VASI dan VETF menawarkan pengukuran yang lebih akurat dibandingkan
fotografi klinis (bahkan jika dikombinasikan dengan computerized morphometry)
sebaiknya dipakai pada riset. Penilaian VETF menambahkan dua parameter, yaitu:
severity (staging) dan progression (spreading).39

DIAGNOSIS BANDING
Berikut beberapa penyakit yang memiliki lesi seperti vitiligo.34
 Piebaldism
Merupakan bercak kulit yang tidak mengandung pigmen yang ditemukan sejak lahir dan menetap
seumur hidup. Penyakit ini diturunkan secara dominan autosomal, akibat diferensiasi dan mungkin
migrasi melanoblas. Gejala klinis berupa bercak kulit yang tidak mengandung pigmen terdapat di
dahi, median atau paramedian, disertai pula rambut yang putih. Bercak putih tersebut kadang-
kadang ditemukan pula di dada bagian atas, perut, dan tungkai. Pulau dengan warna kulit normal
atau hipermelanosis terdapat di daerah yang hipermelanosis

 Tinea Vesicolor
Merupakan infeksi kronik oleh Malassezia furfur, yang tampak sebagai hiperpigmentasi atau yang
lebih umum yaitu makula hipopigmentasi dan bersisik. Biasanya menyerang usia muda antara 15-
35 tahun, dengan lesi terlokalisasi pada dada, leher, lengan atas dan punggung. Pada neonates dan
anak-anak, beberapa kasus menyerang pada bagian muka dengan transmisi dari orangtua yang
terinfeksi. Pemeriksaannya yaitu menggunakan Wood’s lamp atau pemeriksaan KOH dengan
hasilnya tampak hifa dan spora

 Pytiriasis Alba
Bentuk dermatitis yang tidak spesifik dan belum diketahui penyebabnya. Ditandai dengan adanya
bercak kemerahan dan skuama halus yang akan menghilang serta meninggalkan area yang
depigmentasi. Diduga adanya infeksi Streptococcus, tetapi belum dapat dibuktikan. Sering
dijumpai pada anak berumur 3-16 tahun. Wanita dan pria sama banyak. Lesi berbentuk bulat, oval
atau plakat yang tak teratur. Warna merah muda atau sesuai warna kulit dengan skuama halus.

 Nevus depigmentosus
Merupakan bercak hipopigmentasi yang besar, dijumpai pada semua umur, tidak mengalami
depigmentasi dan biasnaya tidak berkembang. Pada pemerikaan histologi dijumpai melanosit dan
melanin tetapi dengan jumlah sel dan pigmen yang berkurang dibandingkan pada kulit yang
normal.

 Post inflammatory Hypopigmentation

PENATALAKSANAAN
Prinsip penatalaksanaan pada vitiligo yaitu repigmentasi dan menstabilkan
proses depigmentasi.33 Proses repigmentasi yang dimaksud yaitu membentuk
cadangan baru melanosit yang diharapkan akan tumbuh dalam kulit dan menghasilkan
pigmen melanin. Ada banyak pilihan terapi yang dapat memberikan hasil cukup
memuaskan pada sebagian besar pasien. Walaupun begitu, pengobatan vitiligo
membutuhkan waktu, karena sel yang baru terbentuk akan berproliferasi dan
bermigrasi ke daerah yang mengalami depigmentasi. Oleh karenanya 3 bulan
merupakan waktu minimal untuk melihat derajat respon terhadap pengobatan yang
diberikan.33
Metode pengobatan vitiligo dapat dibagi atas:
Pengobatan secara umum

 Memberikan keterangan mengenai penyakit, pengobatan yang diberikan dan menjelaskan


perkembangan penyakit selanjutnya kepada penderita maupun orang tua. 34
 Penggunaan tabir surya (SPF12-30) pada daerah yang terpapar sinar matahari. Melanosit
merupakan pelindung alami terhadap sinar matahari yang tidak dijumpai pada penderita vitiligo.
Penggunaan tabir surya mempunyai beberapa alasan yaitu:
 Kulit yang mengalami depigmentasi lebih rentan terhadap sinar matahari (sunburn) dan dapat
mengakibatkan timbulnya kanker kulit
 Trauma yang diakibatkan sinar matahari (sunburn) selanjutnya dapat memperluas daerah
depigmentasi (Koebner phenomenon)
 Pengaruh sinar matahari dapat mengakibatkan daerah kulit normal menjadi lebih gelap.
Dianjurkan menghindari aktivitas diluar rumah pada tengah hari dan menggunakan tabir surya
yang dapat melindungi dari sinar UVA dan UVB.33

 Kamuflase kosmetik

Tujuan penggunaan kosmetik yaitu menyamarkan bercak putih sehingga tidak terlalu
kelihatan. Yang biasa digunakan adalah Covermark dan Dermablend.34

Gambar 7. Koebner phenomenon

Repigmentasi vitiligo

Dapat dilakukan dengan berbagai cara dan melihat usia penderita yaitu:
A. Anak-anak
 Steroid topikal
Penggunaan steroid diharapkan dapat meningkatkan mekanisme pertahanan
terhadap autodestruksi melanosit dan menekan proses immunologis. Steroid topikal
merupakan bentuk pengobatan yang paling mudah. Steroid yang aman digunakan
pada anak adalah yang potensinya rendah. Respon pengobatan dilihat minimal 3
bulan. Pengguaan steroid topikal yang berpotensi kuat dalam jangka waktu lama,
dapat menimbulkan efek samping yaitu terjadinya atrofi pada kulit, telengiektasis.33.34

Golongan ini paling sering diresepkan. Steroid topikal kekuatan sedang


(prednicarbate 0,25%) dua kali sehari untuk sedikitnya 4 bulan menghasilkan
setidaknya 50% repigmentasi. Anak-anak dengan vitiligo non-segmental memiliki
respons lebih baik bila dibandingkan dengan vitiligo segmental. Hati-hati dengan efek
samping baik lokal maupun sistemik.32

 Imunomodulator topikal (Penghambat calcineurin)

Penghambat calcineurin, seperti tacrolimus dan pimecrolimus, merupakan


agen antiinflammasi nonsteroidal. FK506 (tacrolimus) dikombinasikan dengan
endothelin (ET-3) terbukti efektif menstimulasi diferensiasi sel-sel neural crest yang
mengindikasikan manajemen yang lebih baik. Krim pimecrolimus 1% menghasilkan
repigmentasi hampir semua lesi pada kelopak mata dan genital.42

Tacrolimus adalah makrolid lakton yang diisolasi dari hasil fermentasi


Streptomyces tsukubaensis. Merupakan suatu immunosupressor yang poten dan
selektif. Mekanisme kerja berdasarkan inhibisi kalsineurin yang menyebabkan supresi
dari aktivasi sel T dan inhibisi pelepasan sitokin. Tacrolimus 0,03% atau 0,1%
ointment diberikan 1-2 x sehari untuk setidaknya 3 bulan, sebaiknya sebagai terapi
pilihan untuk vitiligo di kepala dan leher, termasuk vitiligo segmental pada anak-
anak, dan sebagai alternatif dari kortikosteroid topikal untuk vitiligo di daerah tubuh
dan anggota gerak. Tacrolimus topikal efektif untuk anak dengan vitiligo.
Kemanjuran pimecrolimus sebagai terapi vitiligo pada anak-anak memerlukan riset
lanjutan.34

Berdasarkan penelitian, penggunaan tacrolimus topical 0.1% memberikan


hasil yang baik pada daerah wajah dan memiliki efek samping yang lebih minimal
dibandingkan dengan steroid topikal poten yaitu adanya rasa panas atau terbakar dan
rasa gatal, namun biasanya menghilang setelah beberapa hari pengobatan.41

 PUVA topikal

Diindikasikan pada anak yang berusia lebih dari 10 tahun dengan vitiligo tipe
lokalisata atau pada lesi yang luasnya kurang dari 20% permukaan tubuh. Digunakan
cream atau solution Methoxsalen (8-Methoxypsoralen, Oxsoralen) dengan konsentrasi
0,1-0,3%. Dioleskan 12-30 menit sebelum pemaparan pada lesi yang dpigmentasi.
Pemaparan menggunakan UV-A dengan dosis awal 0,12 joule dan pada pemaparan
berikutnya dosis dapat ditingkatkan sebanyak 0,12 joule sampai terjadi eritema yang
ringan. Pemaparan dapat juga menggunakan sinar matahari. Lamanya pemaparan
pada awal pengobatan selama 5 menit pada pengobatan berikutnya dapat ditambahkan
5 menit dan maksimum selama 15-30 menit. Pengobatan diberikan satu atau dua kali
seminggu, tetapi tidak dalam 2 hari berturut – turut. Setelah selesai pemaparan, daerah
tersebut dicuci dengan sabun dan dioleskan tabir surya. Efek samping yang dapat
timbul adalah photoaging, reaksi fototoksik dan penggunaan yang lama dapat
meningkatkan timbulnya resiko kanker kulit. Respon pengobatan dilihat selama 3-6
bulan.

 Analog vitamin D3

Analog vitamin D3 efektif untuk terapi vitiligo sebagai terapi tunggal atau
dikombinasikan dengan paparan fototerapi NB-UVB, cahaya matahari, atau
kortikosteroid topikal. Studi prospektif dari 12 anak vitiligo (usia rata-rata:13,1 tahun)
menunjukkan bahwa 10 anak mengalami sekitar 95% repigmentasi setelah menjalani
terapi kombinasi kortikosteroid topikal di pagi hari dan calcipotriene ointment di sore
hari selama sekitar 4,5 bulan (kisarannya: 2-7 bulan). Kombinasi dua terapi lebih
efektif daripada kortikosteroid topical sebagai monoterapi.42

 Terapi ultraviolet

Fototerapi narrowband UVB (NB-UVB) dipertimbangkan sebagai pilihan


terapi yang aman dan efektif untuk vitiligo pada anak-anak. Paparan NB-UVB 2-3
kali seminggu pada hari yang tidak berurutan atau tak beraturan selama 6-12 bulan
menghasilkan lebih dari 75% repigmentasi pada sekitar 50%-75% anak-anak.
Respons terapi tergantung lokasi, luas, dan durasi vitiligo. Anak-anak dengan vitiligo
dan/atau dengan lesi berlokasi di wajah dan leher memiliki respons yang lebih baik.
Helioterapi (paparan terhadap sinar UV alami) merupakan alternatif meskipun
juga diperlukan perawatan untuk menghindari terbakar sinar matahari. Tak seperti
fototerapi NB-UVB, peralatan laser 308 nm excimer mengirimkan radiasi hanya ke
kulit yang dihinggapi vitiligo saja, sehingga ini diindikasikan untuk vitiligo lokal.
Paparan sinar UV buatan (artificial), amat memakan waktu dan mengganggu aktivitas
anak-anak di sekolah.43

B. Dewasa
 PUVA sistemik

Indikasi penggunaan sistemik psoralen dengan pemaparan UV-A yaitu pada


vitiligo tipe generalisata. Obat yang digunakan yaitu Methoxsalen (8-MOP,
Oxsolaren), bekerja dengan cara menghambat mitosis yaitu dengan berikatan secara
kovalen pada dasar pyrimidin dari DNA yang difotoaktivasi dengan UV-A. dosis
yang diberikan 0,2 – 0,4 mg/kg/BB/oral, diminum 2 jam sebelum pemaparan.
Pemaparan menggunakan UV-A yang berspektrum 320-400 nm. Dosis awal
pemberian UV-A yaitu 4 joule. Pada setiap pngobatan dosis UV-A dapat ditingkatkan
2-3 joule sehingga lesi yang depigmentasi akan berubah menjadi merah jambu muda.
Dosis tersebut akan dipertahankan pada level yang konstan pada kunjungan yang
berikutnya, sehingga terjadi repigmentasi pada kulit. Pemaparan dapat juga
menggunakan sinar matahari. Lamanya pemaparan pada awal pengobatan selama 5
menit, pada pengobatan berikutnya dapat ditambahkan 5 menit sehingga dicapai
eritema ringan dan maksimum 30 menit. Terapi ini biasanya diberikan satu atau dua
kali seminggu tetapi tidak dilakukan 2 hari berturut-turut.

Efek samping yang dapat timbul yaitu mual, muntah, sakit kepala, kulit
terbakar dan meningkatnya resiko terjadinya kanker kulit. Penderita mendapat
pengobatan dengan psoralen secara sistemik, sebaiknya sewaktu dilakukan pemaparan
menggunakan kacamata pelindung terhadap sinar matahari hingga sore hari, untuk
menghindari terjadinya toksisitas pada mata. Terapi dilanjutkan minimum 3 bulan
untuk menilai respon pengobatan.33,34

 NB-UVB

Terapi lain yakni dengan NB-UVB, yaitu: narrowband ultraviolet B (NB-


UVB) light (311+/-2e), biasa digunakan untuk vitiligo lokalisata. Ada tiga pilihan
NB-UVB: nonfocused NB-UVB, microphototherapy, NB excimer light. Beberapa
keuntungan NB-UVB yaitu dapat mencegah efek samping psoralen, mengurangi dosis
kumulatif radiasi. Juga dapat digunakan untuk wanita hamil dan anak-anak tanpa efek
fototoksik atau atrofi epidermis, dengan sedikit erythema dibandingkan dengan
fototerapi lain. Masalah yang mungkin timbul adalah timbulnya kemerahan sementara
(transient erythema), dengan deskuamasi.

Fototerapi NB-UVB direkomendasikan untuk vitiligo generalisata. Baru-baru


ini, fototerapi NB-UVB telah dikombinasikan dengan suatu antioxidant pool yang
mengandung alpha-lipoic acid, vitamin C, vitamin E, dan polyunsaturated fatty acids,
atau Polypodium leucotomos, suatu ekstrak tumbuhan yang berefek antioxidative dan
immunomodulator, dengan perbaikan respons yang objektif. Selain itu, ekstrak
tanaman, dari Cucumis melo, memiliki properti antioksidan (menunjukkan aktivitas
super-oxide dismutase dan catalaselike) yang berhubungan dengan focused NBUVB
treatment.44

 Kortikosteroid topikal

Obat golongan kortikosteroid, seperti: triamcinolone, hydrocortisone, atau


prednisone, dipakai untuk menghentikan penyebaran vitiligo dan menyempurnakan
pembentukan kembali pigmen kulit. Jika merupakan reaksi autoimun, maka dapat
diberi kortikosteroid fluorinasi kuat.45
Problem penggunaan kortikosteroid topical yang umum adalah: jerawat dan
erupsi acneiform, rosasea, atrofi kulit, gatal, erythema, teleangectasias, striae
distensae, hypertrichosis, blistering dan berisi cairan (vesciculation), bengkak,
terbakar dan reaksi mirip terbakar sinar surya, photoaging, meningkatnya risiko
berkembang menjadi kanker kulit nonmelanoma.8

 Imunomodulator topikal

Pimecrolimus menghambat aktivasi T-cell, sehingga secara teoretis lebih


efektif pada lesi yang aktif daripada di lesi yang stabil. Efek terapeutik pimecrolimus
mirip dengan glukokortikosteroid topikal potensi sedang dan kuat. Repigmentasi awal
dengan kortikosteroid topikal terlihat dari 2 minggu hingga 4 bulan setelah terapi
dimulai. Untuk kasus vitiligo di wajah yang diterapi dengan tacrolimus, diperlukan
waktu 6 minggu untuk repigmentasi. Namun dari segi efektivitas, pimecrolimus
topikal 1% lebih aman dibandingkan dengan clobetasol propionate 0,05%.

 Analog vitamin D

Kombinasi topical calcipotriene (analog vitamin D3 atau analog vitamin D


topikal) dan terapi NB-UVB, juga antara analog vitamin D topikal dan terapi PUVA
sebaiknya tidak digunakan sebagai terapi vitiligo. Begitu pula dexametason oral tidak
direkomendasikan untuk menahan laju atau progresivitas vitiligo. Inhibitor
calcineurin topikal umumnya lebih disukai untuk lesi wajah dan leher karena tidak
menyebabkan atrofi kulit dan dapat meningkatkan repigmentasi tanpa penekanan
respon/sistem kekebalan alamiah tubuh.46

 Pembedahan

Pasien dengan area vitiligo yang tidak luas dan aktivitasnya stabil, dapat
dilakukan transplantasi secara bedah. Tekniknya dapat secara punchgraft, minigraft,
suction-blister, autologouscultures dan autologous-melanocytes-grafts,
micropigmentation, split thickness graft. Kini minigraft tidak lagi direkomendasikan
karena tingginya efek samping dan hasil kosmetik yang jelek, termasuk cobblestone
appearance dan polka dot appearance. Teknik yang memiliki nilai rata-rata sukses
tertinggi adalah split skin grafting dan epidermal blister grafting.47
1. Autologous skin graft
Sering dilakukan pada pasien dengan bercak depigmentasi yang tidak luas. Tehnik ini
menggunakan jaringan graft yang berasal dari pasien itu sendiri dengan pigmen yang normal, yang
kemudian akan dipindahkan ke area depigmentasi pada tubuh pasien itu sendiri. Repigmentasi
akan menyebar dalam waktu 4-6 minggu setelah dilakukan graft. Komplikasi yang dapat terjadi
pada tempat donor yang resipien yaitu infeksi, parut, cobblestone appearance ataupun
dijumpainya bercak-bercak pigmentasi atau tidak terjadi samasekali repigmentasi.
2. Suction Blister
Prosedur tekhnik ini yaitu dibentuknya bulla pada kulit yang pigmentasinya normal menggunakan
vakum suction dengan tekanan 150 Hg ataupun menggunakan alat pembekuan. Kemudian atap
bula yang terbentuk dipotong dan dipindahkan ke daerah depigmentasi. Komplikasi tekhnik ini
adalah timbulnya jaringan parut, cobble stone appearance ataupun terjadi repigmentasi yang tidak
sempurna. Tetapi dengan tekhnik ini, resiko timbulnya jaringan parut lebih sedikit dibandingkan
prosedur graft yang lain.34

Efek samping pembedahan pada vitiligo antara lain: infeksi (reaktivasi herpes
simpleks), hiperpigmentasi pasca-inflamasi, repigmentasi tak merata, jaringan parut
berupa skar hipertrofik, thick grafts, dan permukaan tak teratur. Pembedahan boleh
dilakukan pada area yang sensitif secara kosmetik jika tidak ada lesi baru, tidak ada
fenomena Koebner, tidak ada perluasan lesi dalam 12 bulan sebelumnya.

 Depigmentasi

Terapi ini merupakan pilihan pada pasien yang gagal terapi PUVA atau pada
vitiligo yang luas dimana melibatkan lebih dari 50% area permukaan tubuh atau
mendekati tipe vitiligo universal. Pengobatan ini menggunakan bahan pemutih seperti
20% monobenzyl ether dari hydroquinone (benzoquin 20%), yang dioleskan pada
daerah normal (dijumpai adanya melanosit). Dilakukan sekali atau dua kali sehari.
Efek samping yang utama adalah timbulnya iritasi lokal berupa kemerahan ataupun
timbul rasa gatal. Oleh karena itu dilakukan test pengolesan hanya pada satu lengan
bawah yang dioleskan sehari sekali. Apabila dalam 2 minggu tidak terjadi iritasi
selanjutnya cream dapat dioleskan sehari 2 kali. Kemudian setelah 2 minggu
pengolesan tidak terjadi iritasi maka krim tersebut dapat dioleskan pada tempat
dimana saja pada tubuh. Bahan ini bersifat sitotoksik terhadap melanosit dan
menghancurkan melanosit. Depigmentasi bersifat permanen dan irreversibel. Kulit
penderita akan menjadi albinoid dan membutuhkan tabir surya.

 Tato (mikropigmentasi)

Tato merupakan pigmen yang ditanamkan dengan menggunakan peralatan


khusus yang bersifat permanen. Teknik ini memberikan respon yang terbaik pada
daerah bibir dan pada daerah yang berkulit gelap. Efek sampingnya yaitu terdapat
herpes simplex labialis.

PROGNOSIS
Perkembangan penyakit vitiligo sulit diramalkan, dimana lesi depigmentasi
dapat menetap, meluas atau bahkan mengalami repigmentasi. Biasanya perkembangan
penyakit vitiligo bertahap dan pengobatan dapat mencegah menetapnya lesi seumur
hidup pada penderita. Perkembangan lesi depigmentasi sering kali responsif pada
masa awal pengobatan. Repigmentasi spontan terjadi pada 10-20% penderita
walaupun secara kosmetik hasilnya kurang memuaskan.
27. Albino
Albino berasal dari kata albus yang berarti putih, albino adalah suatu kondisi
hipopigmentasi bawaan yang disebabkan karena tubuh tidak dapat membentuk enzim
yang diperlukan untuk merubah asam amino tirosin menjadi β-3,4-
dihidroksifenilalanin untuk selanjutnya diubah menjadi pigmen melanin. Albino
diturunkan secara autosomal resesif kecuali pada tipe ocular albinism yang diturunkan
oleh ibu ke anak laki-lakinya (X-linked). Insidensi kasus albino di US adalah sekitar
1 : 17.000. Penderita albinism biasanya memiliki kulit yang sangat sensitif terhadap
cahaya matahari sehingga memiliki risiko yang lebih besar untuk mengalami kanker
kulit. Semua tipe albinism juga disertai dengan kelainan perkembangan fungsi
penglihatan yang disebabkan karena pertumbuhan irreguler dari nerve pathway.
Albino dapat dikelompokkan berdasarkan gen yang mengalami mutasi, ada 4 gen
yang mengatur pembentukan melanin dan jika salah satu mengalami mutasi maka
akan terjadi kelainan kulit albinism.

Tipe-tipe albino : Tipe 1 : kromosom 11, tipe 2 : kromosom 15, tipe 3 : kromosom 9,
tipe 4 : kromosom 5, selain itu ada pula X-linked ocular albino, hermansky pudlak
syndrome dan chediak higashi syndrome.

Komplikasi :

- Gangguan penglihatan yang dalam jangka panjang jika tidak tertangani


dengan baik akan mengganggu kegiatan sehari-hari terutama akademik,
- Kanker kulit, karena kulit orang albino jauh lebih sensitif terhadap paparan
sinar matahari dibandingkan orang normal,
- Masalah sosial dan emosional terkait determinasi yang mungkin dialami
penderita albino.

Penatalaksanaan

Albino tidak dapat disembuhkan karena merupakan kelainan genetik, namun


penderita albino dapat melakukan intervensi-intervensi untuk mencegah terjadinya
komplikasi, seperti :

- Rehabilitasi visual : penggunaan kacamata dengan lensa yang sesuai dapat


membantu memperbaiki kemampuan penglihatan
- Pemeriksaan tahunan mata oleh oftalmologist untuk mengetahui kondisi mata.
Jika pasien mengalami strabismus maka dapat dilakukan operasi koreksi.
- Pemeriksaan kulit tahunan yang bertujuan untuk mengetahui sedini mungkin
apabila ada lesi yang potensial menjadi kanker.
- Terkait dengan kondisi psikis pasien diperlukan dukungan yang kuat dari
lingkungan sekitar, edukasi dapat diberikan kepada teman-teman pasien
tentang kondisi pasien untuk mencegah terjadinya bullying.

28. Melasma
Melasma dalam bahasa Yunani dikenal dengan “black spot” yang artinya titik
hitam, kloasma16 merupakan hipermelanosis kutaneus yang ditandai dengan makula
hiperpigmentasi pada area wajah yang terpajan sinar matahari. Namun kadang-kadang
dapat dijumpai pada leher dan dagu.8

Melasma juga dikenal dengan nama kloasma atau mask of pregnancy.8,16


Melasma adalah hipermelanosis yang didapat (acquired) biasanya tidak merata
terutama pada wajah, memiliki lesi berupa makula yang tidak merata berwarna coklat
muda sampai coklat tua, berkembang lambat, dan umumnya simetrik,9 terutama bila
mengenai pipi, sedangkan penyebarannya menyerupai topeng.6

Gambar 2.1
Melasma10

Etiologi

Etiologi melasma sampai saat ini belum diketahui secara pasti. Faktor kausatif
yang dianggap berperan pada patogenesis melasma adalah :

1. Genetik, dilaporkan adanya kasus keluarga sekitar 20-70%

2. Sinar ultra violet, dapat memacu proses pembentukan pigmen melanin.


Spektrum sinar matahari ini merusak gugus sulfhidril di epidermis yang
merupakan penghambat enzim tirosinase dengan cara mengikat ion Cu dari
enzim tersebut. Sinar ultra violet menyebabkan enzim tirosinase tidak
dihambat lagi sehingga memacu proses melanogenesis.

3. Hormon, seperti esterogen, progesteron, dan MSH (Melanin Stimulating


Hormone) berperan pada terjadinya melasma.14 Pada kehamilan, melasma
biasanya meluas pada trimester ke-3. Perubahan pigmen yang mengganggu
secara kosmetik terjadi sampai 75% pada wanita hamil. Pada pemakai pil
kontrasepsi, melasma tamapak dalam 1 bulan sampai 2 tahun setelah dimulai
pemakaian pil tersebut.

4. Obat, seperti difenil hidantoin, mesantoin, klorpromasin, sitostatik, dan


minosiklin dapat menyebabkan timbulnya melasma. Obat ini dtimbun di
lapisan dermis bagian atas dan secara kumulatif dpat merangsang
melanogenesis.

5. Ras, melasma banyak dijumpai pada golongan kulit berwarna gelap.

6. Kosmetika, pemakaiannya yang mengandung parfum, zat pewarna, atau


bahan-bahan tertentu dapat menyebabkan fotosensitivitas yang mengakibatkan
timbulnya hiperpigmentasi pada wajah, jika terpajan sinar matahari.

7. Idiopatik.8,15

EPIDEMIOLOGI

Melasma dapat mengenai semua ras terutama penduduk yang tinggal di daerah
tropis. Melasma terutama dijumpai pada wanita, meskipun didapat pula pada pria
(10%). Di indonesia perbandingan kasus wanita dan pria adalah 24:1. Terutama pada
wanita usia subur dengan riwayat langsung terkena pajanan sinar matahari. Insidens
terbanyak pada usia 30-44 tahun.
Kelainan ini dapat mengenai wanita hamil, wanita pemakai pil kontrasepsi,
pemakai kosmetik, pemakai obat, dll. Melasma jarang ditemui pada masa prepubertas,
dan jauh sering ditemukan pada terutama pada masa produktif.
Terjadinya melasma memiliki kaitan dengan riwayat keluarga yang pernah
menderita juga sebelumnya. Hal ini dihubungkan bahwa peningkatan pigmentasi yang
sejalan dengan paparan radiasi UV merupakan kosekuensi dari perbaikan DNA,
dengan gen yang mempengaruhi faktor keturunan ini adalah gen SLC24A5
(Solute Carrier Family 24 member 5 ).

ETIOPATOGENESIS

Sampai saat ini penyebab melasma belum diketahui pasti. Faktor kausatif yang
dianggap berperan pada patogenesis melasma adalah:

a. Paparan sinar matahari (sinar UV)

Sintesis melanin dapat terjadi karena paparan sinar matahari secara


langsung maupun tak langsung. Secara langsung bila pajanan sinar matahari
memicu melanosit pada membran sel yang akan mengahasilkan ROS sebagai
photoproduct, selanjutnya ROS mengaktifkan phopholipase-C (PLC) dan
membebaskan diacetyl glycerol (DAG) dan inositoltriphosphat. Kedua
senyawa ini bergungsi sebagai second messenger yang akan mengaktifkan
faktor nuklear sehingga transkripsi DNA yang ada di inti sel terpicu.
Transkripsi DNA akan menghasilkan tyrosinase dan berakhir dengan sintesis
melanin. Secara tidak langsung pajanan sinar matahari akan memicu
keratinosit, dan juga melalui pelepasan DAG kedalam sitoplasma akan
mempengaruhi transkripsi DNA yang berujung pada sintesis dan sekresi
berbagai sitokin yang berperan sebagai mitogen bagi melanosit untuk
berproliferasi, migrasi dan melakukan sintesis melanin.

Dituliskan pada Fitzpatrick, bahwa terdapat perbedaan jumlah


melanosit diantara berbagai lokasi di badan setiap individu. Pada lokasi yang
seringkali terpapar matahari seperti pada wajah, terdapat sekitar 2.000 atau
lebih melanosit tiap millimeter persegi, sedangkan pada lokasi yang lain
sekitar 1.000 tiap milimeter persegi. Hal ini menjelaskan mengapa melasma
terlokalisir pada wajah, terutama dahi, pipi dan bibir bagian atas. Kulit
wajah juga menerima pajanan sinar matahari terbanyak dibandingkan kulit
di lokasi lainnya. Spektrum sinar matahari merusak gugus sulfihidril di
epidermis yang merupakan penghambat enzim tirosinase dengan cara
mengikat ion Cu dari enzim tersebut. Sinar ultraviolet menyebabkan enzim
tirosinase tidak dihambat lagi sehingga memacu proses melanogenesis.

b. Hormon

Dari segi hormonal, estrogen, progesteron, MSH (Melanocyte


Stimulating Hormon), dan ACTH (Adrenocorticotropic hormon) merupakan
faktor penting timbulnya melasma, meskipun kadarnya tak selalu meninggi
pada penderita melasma.

Estrogen berperan langsung pada melanosit sebagai salah satu


reseptornya di kulit. Hal ini terbukti dari timbulnya hiperpigmentasi
melalui pemberian estrogen topikal pada puting susu. Estrogen akan
meningkatkan jumlah melanin dalam sel. Sedangkan terhadap melanin,
progesteron meningkatkan penyebarannya dalam sel. Mekanisme seluler
estrogen dan progesteron terjadi dengan perantara hormon tropik (peptide dan
glikoprotein) pada membrane sel dan melibatkan aktivitas c-AMP (Cyclic
Adenosin Monophosphat), yang kemudian meningkatkan pembentukan
tirosinase, melanin, dan penyebaran melanin, di samping efek peniadaan
aktivitas inhibitor enzim, yang akhirnya meningkatkan jumlah dan penyebaran
melanin.

Saat terjadi kehamilan, keseimbangan hormon di dalam tubuh


juga ikut berubah. Selama kehamilan, terjadi peningkatan pigmentasi pada
90% wanita dan kebanyakan lebih ditonjolkan pada tipe kulit yang lebih
gelap. Bercak pigmentasi yang menetap seperti nevi dan ephelides menjadi
berwarna lebih gelap. Juga jaringan parut baru sering kelihatan lebih gelap.
Area yang mempunyai pigmen normal seperti puting susu, areola mammae
dan genital, pigmentasi menjadi lebih kuat. Linea alba, garis tengah dinding
perut anterior selalu menjadi lebih gelap selama kehamilan dan kemudian
dinamai linea nigra. Dalam kelompok kecil wanita hamil, hiperpigmentasi
terjadi di ketiak atau paha atas bagian dalam. Melasma atau sering
disebut topeng kehamilan terjadi pada 50% wanita hamil.

Hormon lain yang berperan dan kadarnya meninggi pada kehamilan


adalah β MSH (Beta Melanocyte Stimulating Hormone). β MSH mengandung
rangkaian 7 asam amino yang identik dengan gugusan asam amino 4-10
dalam α MSH dan ACTH. Sehingga ACTH juga mempunyai banyak
aktivitas yang sama dengan MSH, termasuk menyebabkan hipermelanosis.

c. Obat-obatan
Peran obat-obatan dalam menimbulkan melasma dapat melalui beragam cara.
Obat-obatan yang menimbulkan hiperpigmentasi lewat proses deposisi antara
lain logam berat, fenotiasid, anti malaria, arsen inorganik, dan merkuri. Difenil
hidantoin, mesantoin, klorpromasin, sitostatik dan minosiklin merupakan obat-
obat yang ditimbun di lapisan dermis bagian atas dan secara kumulatif dapat
merangsang melanogenesis yang menyebabkan timbulnya melasma.

Klorpromasin dapat merangsang sintesis melanin melalui peningkatan


jumlah melanosom dalam sel epidermis dan lisosom dalam makrofag dermis.
Didapatkan adanya penambahan kromofor pada endotel yang merupakan
bentuk polimer dari diklorpromasin.
Tetrasiklin dan amiodaron menyebabkan hiperpigmentasi melalui
mekanisme reaksi fotohipersensitivitas. Sedangkan hidantoin dan derivatnya
bekerja langsung pada melanosit. Obat-obatan sitostatika, antara lain
siklofosfamit, trietilentiofosfo-amida menimbulkan hiperpigmentasi melalui
penurunan turn over sel-sel malphigi. Akibatnya terjadi penurunan produksi
sel, sehingga keratinosit lebih banyak kontak dengan melanosit dan penuh
dengan melanosom, akhirnya timbul hiperpigmentasi.

Zidovudine yang telah dipakai pada pasien AIDS (Acquired


Immunodeficiency Syndrome) adalah salah satu obat yang masuk dalam daftar
obat-obatan yang menyebabkan hiperpigmentasi belakangan ini.

d. Genetik

Terjadinya melasma memiliki kaitan dengan riwayat keluarga yang


pernah menderita juga sebelumnya. Hal ini dihubungkan bahwa peningkatan
pigmentasi yang sejalan dengan paparan radiasi UV merupakan kosekuensi
dari perbaikan DNA.6 Dengan gen yang mempengaruhi faktor keturunan ini
adalah gen SLC24A5 ( Solute Carrier Family 24 member 5 ), sebuah gen yang
terdapat pada kromosom ke-15 dalam tubuh manusia. Gen ini tersusun dari
396 molekul asam amino. Menurut penelitian, aktivitas gen SLC24A5 inilah
yang menentukan jumlah dan aktivitas melanosit. Semakin tinggi aktivitas gen
SLC24A5, semakin tinggi jumlah melanosit yang akan memproduksi banyak
melanin. Artinya, kulit akan semakin gelap. Demikian pula sebaliknya, jika
aktivitas gen SLC24A5 ini semakin sedikit, kulit cenderung semakin terang.

e. Ras

Melasma banyak dijumpai pada golongan Hispanik dan golongan kulit


berwarna gelap.

f. Kosmetika

Faktor lain yang berperan pada timbulnya melasma adalah faktor lokal
yaitu pemakaian kosmetika. Beberapa bahan yang ada dalam kosmetika wajah
seperti pewangi, mulai dari benzyl alcohol sampai lavender oil, juga
hydroquinone, antiseptic, PABA ( Para Amino Benzoic Acid ) dan berbagai
pengawet bersifat sebagai photo sensitizer yang dapat meningkatkan
terbentuknya ROS ( Reactive Oxygen Species ) dan memicu aktifitas
melanosit. Khusus hydroquinone yang banyak digunakan sebagai pemutih
kulit di pasaran dengan dosis yang tidak akurat, selain dapat menyebabkan
hipermelanosis, justru berperan sebagai sumber ROS yang dapat merusak sel
dan DNA (Deoksiribonucleatic Acid). Maka tidak heran apabila penderita
yang diberi obat pemutih kadang dapat terjadi reaksi sebaliknya, kulit menjadi
lebih hitam. Namun yang lebih berbahaya adalah dengan penggunaan pemutih
untuk mencegah sintesis melanin, fungsi melanin sebagai proteksi hilang dan
pada tingkat seluler terjadi kerusakan DNA yang apabila mekanisme repair tak
berhasil maka sangat beresiko menghasilkan gen mutan yang pada akhirnya
timbul keganasan kanker kulit.

Mekanisme faktor kosmetik dapat menjadi pencetus terjadinya


melasma diduga merupakan suatu reaksi fotosensitisisasi setelah terkena
paparan sinar matahari (hipersensitivitas tipe lambat). Bahan fotosensitiser
yang terkandung dalam kosmetika tadi menyerap sinar, kemudian terbentuk
hapten yang akan bergabung dengan protein karier dan memacu respon imun.
Mediator yang mempunyai kemampuan merangsang melanosit adalah
leukotrien C4 dan D4. Selain itu juga terdapat peningkatan jumlah makrofag
dermis bagian atas dan multiplikasi lamina basalis. Terjadi juga respon
edemakutis akibat degenerasi dan regenerasi sel-sel basal, yang berakibat
berpindahnya melanosom dalam keratinosit yang degenerasi ke dermis,
sehingga timbul hipermelanosis dermal.

g. Idiopatik

KLASIFIKASI

Terdapat beberapa jenis melasma ditinjau dari gambaran klinis, pemeriksaan


sinar Wood, dan pemeriksaan histopatologik.

Berdasarkan gambaran klinis.

1. Bentuk Sentro-Fasial meliputi daerah dahi, hidup, pipi bagian medial, bawah
hidung, serta dagu (63%).
2. Bentuk Malar meliputi hidung dan pipi bagian lateral (21%).
3. Bentuk Mandibular meliputi daerah mandibula (16%).

Berdasarkan pemeriksaan dengan sinar Wood

1. Tipe Epidermal : melasma tampak lebih jelas dengan sinar Wood


dibandingkan dengan sinar biasa.
2. Tipe Dermal : dengan sinar Wood tak tampak warna kontras dibanding dengan
sinar biasa.
3. Tipe Campuran : tampak beberapa lokasi lebih jelas sedang lainnya tidak jelas.
4. Tipe Sukar Dinilai : karena warna kulit yang gelap, dengan sinar Wood lesi
menjadi tidak jelas, sedangkan dengan sinar biasa jelas terlihat.

Pemeriksaan dengan sinar Wood lebih bermakna pada kulit warna terang dan
sedang. Pada kulit warna gelap (tipe IV), pemeriksaan dengan sinar Wood tidak
bermanfaat.

Berdasarkan pemeriksaan histopatologis.

1. Tipe Epidermal : pada umumnya berwarna coklat, melanin terutama terdapat


di lapisan basal dan suprabasal, kadang-kadang di seluruh stratum korneum
dan stratum spinosum

2. Tipe Dermal : biasanya berwarna coklat kebiruan, terdapat makrofag


bermelanin di sekitar pembuluh darah dalam dermis bagian atas dan bawah,
pada dermis bagian atas terdapat fokus-fokus infiltrat.

GEJALA KLINIS

Gambaran klinis kasus melasma pada dasarnya cukup mudah dikenali. Di antaranya
lesi kulit berupa makula hiperpigmentasi berwarna coklat muda terkadang dapat sampai
berwarna coklat tua-hitam dengan batas jelas, tepi irregular dan biasanya simetris. Bagian
wajah yang terkena biasanya daerah pipi, hidung, dan mulut bagian atas.
DIAGNOSIS

Anamnesis

Dari anamnesis yang seksama dapat membantu menegakkan diagnosis secara


tepat terutama untuk mengetahu segala hal terkait dengan pasien. Anamnesis yang
dapat mendukung menegakkan diagnosis melasma, sehingga perlu ditanyakan:

a. Pasien wanita dengan kisaran umur 30-40 tahun


b. Pasien dengan riwayat kehamilan berulang
c. Pasien dengan penggunaan oral kontrasepsi
d. Pasien yang memiliki aktivitas yang sering berpaparan dengan sinar matahari
secara langsung
e. Lesi timbul setelah berminggu-minggu dan semakin terlihat saat kontak
dengan sinar matahari
f. Pasien dengan riwayat penggunaan kosmetik
g. Pasien wanita menopause yang sedang menjalani terapi hormon

Pemeriksaan fisik

Pengamatan gambaran klinis yang akurat dilakukan dengan pemeriksaan fisik


pasien. Pada melasma ditemukan lesi yang khas pada wajah yaitu makula
hiperpigmentasi berwarna coklat muda terkadang dapat sampai berwarna coklat tua-
hitam dengan batas jelas, tepi irregular dan biasanya simetris. Daerah yang paling
sering terkena seperti pipi, hidung, bibir bagian atas, dan dagu. Namun juga
ditemukan dalam persentase lebih kecil di daerah malar dan mandibular.

Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Histopatologik

1. Tipe Epidermal : pada umumnya berwarna coklat, melanin terutama terdapat


di lapisan basal dan suprabasal, kadang-kadang di seluruh stratum korneum
dan stratum spinosum

2. Tipe Dermal : biasanya berwarna coklat kebiruan, terdapat makrofag


bermelanin di sekitar pembuluh darah dalam dermis bagian atas dan bawah,
pada dermis bagian atas terdapat fokus-fokus infiltrat.

b. Pemeriksaan Mikroskop Elektron


Gambaran ultrastruktur melanosit dalam lapisan basal memberi kesan aktivitas
melanosit yang meningkat.

c. Pemeriksaan dengan Sinar Wood


1. Tipe Epidermal : warna lesi tampak lebih kontras
2. Tipe Dermal : warna lesi tidak bertambah kontras
3. Tipe Campuran : warna lesi ada yang bertambah kontras, ada yang tidak
4. Tipe Sukar Dinilai : dengan sinar wood lesi menjadi tidak jelas, sedangkan
dengan sinar biasa jelas terlihat
DIAGNOSIS BANDING

a. Hiperpigmentasi post inflamasi (PIH)

Pada umumnya pasien datang dengan keluhan utama berupa bercak


hitam, bintik hitam, perubahan warna kulit, dan noda. Pasien dengan PIH
mempunyai riwayat klinikal atau subklinikal atau riwayat trauma kutaneus
inflamasi. PIH ialah hasil dari respon patofisiologi dari inflamasi kutaneus
seperti akne, dermatitis atopic, liken planus, dan psoriasis.

b. Lentiginosis

Lentigo adalah makula coklat atau coklat kehitaman berbentuk bulat


atau polisiklik. Lentiginosis adalah keadaan timbulnya lentigo dalam jumlah
yang banyak atau dengan distribusi tertentu. Mungkin dapat berkelompok di
atas pipi. Lesi lentiginosis generalisata umumnya multipel, timbul satu demi
satu dalam kelompok kecil sejak masa anak-anak. Patogenesisnya tidak
diketahui dan tidak dibuktikan adanya faktor genetik.
3. Efelid (Freckles)

Bercak-bercak kecil warna coklat di daerah kulit yang terpajan sinar


matahari (muka, leher, lengan dan tangan) sering terlihat pada orang kulit putih
dengan mata biru dan rambut pirang atau merah. Di Indonesia kelainan ini
terdapat pada mereka yang berkulit terang, atau berdarah campuran Eropa.
Kelainan diturunkan secara dominan autosomal sehingga akan terlihat beberapa
anggota keluarga menderita penyakit yang sama. Efelid adalah hipermelanosis
epidermal melanotik, akibat peningkatan melanosom terutama fase IV, dan
bertambahnya dendrit, sehingga reaksi terhadap sinar ultraviolet bertambah.

PENATALAKSANAAN

Pengobatan melasma memerlukan waktu yang cukup lama, kontrol yang


teratur serta kerjasama yang baik antara penderita dan dokter yang menanganinya.
Kebanyakan penderita berobat untuk alasan kosmetik. Pengobatan dan perawatan
kulit harus dilakukan secara teratur dan sempurna karena melasma bersifat kronis
residif. Pengobatan yang sempurna adalah pengobatan yang kausal, maka penting
dicari etiologinya.

1. Pengobatan Topikal
a. Hidroquinon

Hidroquinon (HQ), juga dikenal sebagai dihydroxybenzene, adalah


hydroxyphenolic senyawa yang secara struktural mirip dengan prekursor
melanin. Menghambat konversi Dopa terhadap melanin dengan inhibisi enzim
tirosinase. HQ tidak hanya mempengaruhi pembentukan, melanisasi, dan
degradasi melanosom, tetapi juga mempengaruhi struktur membran melanosit
dan akhirnya menyebabkan nekrosis seluruh melanosit.

Hidroquinon dipakai dengan konsentrasi 2 – 5%. Krim tersebut dipakai


pada malam hari disertai pemakaian tabir surya pada siang hari. Umumnya
tampak perbaikan dalam 6 – 8 minggu dan dilanjutkan sampai 6 bulan. Efek
samping adalah dermatitis kontak iritan atau alergik. Setelah penghentian
penggunaan hidrokuinon sering terjadi kekambuhan. Penggunaan yang lebih
lama dapat menimbulkan efek samping yang tidak diinginkan, terutama pada
konsentrasi tinggi, berupa Okronosis yaitu pigmentasi berbentuk jala pada
wajah, yang biasanya mengenai pipi, dahi dan daerah periorbita.

b. Asam Retinoat (Tretinoin)


Asam retinoat 0,1% terutama digunakan sebagai terapi tambahan atau
terapi kombinasi dengan HQ. Krim tersebut juga dipakai pada malam hari,
karena pada siang hari dapat terjadi fotodegradasi. Kini asam retinoat dipakai
sebagai monoterapi dan didapatkan perbaikan klinis secara bermakna,
meskipun berlangsung agak lambat. Efek samping berupa eritema,
deskuamasi dan fotosensitasi.
Trenitoin ini mempengaruhi beberapa langkah di jalur melanisasi.
Tretinoin menyebabkan cepat hilangnya pigmen melalui epidermis
epidermopoiesis dan peningkatan omset dengan mengurangi waktu kontak
antara keratinosit dan melanosit.
c. Asam azaleat
Asam azaleat adalah sembilan asam dikarboksilat karbon yang
menghambat tirosinase kompetitif. Asam azaleat awalnya dikembangkan
sebagai anti-jerawat topikal agen tapi karena efeknya terhadap tirosinase, hal
itu juga telah digunakan untuk mengobati gangguan seperti hiperpigmentasi
melasma. Mekanisme aksi yang meliputi penghambatan sintesis DNA dan
enzim mitokondria, sehingga merangsang efek sitotoksik langsung terhadap
melanosit. Radikal bebas dipercaya untuk berkontribusi hiperpigmentasi, dan
asam azaleat bertindak dengan mengurangi produksi radikal bebas.
Asam azeleat merupakan obat aman untuk dipakai. Pengobatan dengan
asam azeleat 20% selama 6 bulan memberikan hasil yang baik. Secara acak
studi telah menunjukkan bahwa 20% konsentrasi asam azeleat setara dengan
4% hidroquinon dalam pengobatan melasma, tapi tanpa efek samping. Efek
samping dari asam azeleat termasuk pruritus, eritema ringan, dan rasa
terbakar.
d. Asam Kojik

Asam kojik diproduksi oleh jamur Aspergiline oryzae dan berperan


sebagai inhibitor tirosinase. Double-blind study membandingkan penggunaan
Asam Glikolik 5% dan Hidroquinon 4% dengan penggunaan Asam Kojik 4%
selama 3 bulan. Baik kedua kombinasi membuktikan efektifitas yang hampir
sama dalam mengurangi sebanyak 51% pigmentasi dari pasien. Penelitian lain,
membuktikan bahwa perbaikan pada melasma mulai tampak setelah 1 bulan
pengobatan berdasarkan skor MASI (Melasma Area Severity Index) dan efek
samping yang terjadi relatif ringan berupa kemerahan pada kelompok Asam
kojik 4% Pada kelompok HIdroquinon 4% dilaporkan timbulnya rasa panas
dan kemerahan pada hari ke 14 dan kulit kering yang disertai sedikit
pengelupasan kulit, yang kesemuanya menghilang dalam waktu 1-14 minggu.

2. Pengobatan sistemik

Beberapa preparat oral yang bermanfaat pada pengobatan melasma antara lain:

a. Asam Askorbat
Asam Askorbat atau Vitamin C mempunyai sifat sebagai antioksidan
yang dapat mengubah melanin bentuk oksidasi yang berwarna gelap menjadi
bentuk reduksi yang berwarna pucat serta mencegah pembentukan melanin
dengan mengubah dopakuinon menjadi dopa. Dosis yang diperlukan 1-2
g/hari peroral tergantung pada toleransi penderita.
b. Glutation
Merupakan suatu tripeptida yang terdiri atas asam glutamat, sistin dan
glisin. Asam amino sistein mempunyai gugus sulfhidril yang dapat mengikat
Cuprum dari enzim tirosinase yang merupakan enzim penting untuk proses
melanogenesis. Dipakai secara oral dengan dosis 150 mg-300 mg setiap hari
selama 6 sampai 12 minggu.

3. Tindakan khusus
a. Pengelupasan kimiawi (Chemical peeling)
Pengelupasan kimiawi dapat membantu pengobatan kelainan
hiperpigmentasi. Pengelupasan kimiawi dilakukan dengan mengoleskan asam
glikolat 50 – 70% selama 4 – 6 menit dilakukan setiap 3 minggu selama 6x.
sebelum dilakukan pengelupasan kimiawi diberikan krim asam glikolat 10%
selama 14 hari.
b. Bedah laser
Bedah laser dengan menggunakan laser Q-switched Ruby dan laser Argon,
namun kekambuhan dapat terjadi. Pemeriksaan Wood’s lamp harus
dilaksanakan untuk menentukan lokasi melasma di lapisan epidermal atau
dermal. Penelitian menunjukkan pada kebanyakan pasien, laser Fraxel lebih
efektif pada melasma lapisan dermal. Namun intense pulsed light sebenarnya
menyebabkan bintik bertambah gelap. Melasma dermal pada umumnya tidak
responsif pada kebanyakan terapi, dan cuma mengurangi hiperpigmentasi
dengan produk yang mengandung mandelic acid atau laser Fraxel.

PENCEGAHAN

a. Meminimalisir paparan sinar UV


Lokasi geografis sering menempatkan pasien dalam risiko untuk terpapar
UV saat kegiatan sehari-hari. Penderita diharuskan menghindari pajanan
langsung sinar ultraviolet terutama antara pukul 09.00-15.00. Menggunakan
pakaian, topi atau payung yang melindungi dari sinar matahari. Melindungi kulit
dengan memakai tabir surya yang tepat, baik mengenai bahan maupun cara
pemakaiannya. Pemakaian tabir surya dianjurkan 30 menit sebelum terkena
pajanan sinar matahari.
Terdapat 2 macam tabir surya yang dikenal, yaitu tabir surya fisis dan tabir
surya kimiawi.
1. Tabir Surya Fisis
Adalah bahan yang dapat memantulkan/ menghamburkan sinar ultraviolet,
misalnya titanium dioksida, seng oksida, kaolin
2. Tabir Surya Kimiawi
Adalah bahan yang menyerap sinar UV, ada 2 jenis yaitu:
 Yang mengandung PABA (Para Amino Benzoic Acid) atau derivatnya,
misalnya octil PABA
 Yang tidak mengandung PABA (nonPABA), misalnya bensofenon,
sinamat, salisilat, dan antranilat.
b. Meminimalisir efek hormonal
Baik pil oral kontrasepsi dan Hormone Replacing Therapy mempunyai
peran dalam perkembangan melasma. Sebagai tambahannya, riwayat medikasi
diperlukan untuk mengidentifikasi substansi-substansi yang memiliki hormone-
like activity seperti suplemen-suplemen antiaging dan krim pharmacy-
compounded yang digunakan untuk mengurangi gejala-gejala dari menopause.

PROGNOSIS

Pigmen dermal mengambil waktu lebih lama untuk hilang berbanding pigmen
epidermal. Namun, pengobatan tidak boleh diabaikan untuk pigmen dermal. Pigmen
dermal berasal dari epidermis, dan apabila melanosis epidermal dihambat untuk
jangka waktu yang panjang, pigmen dermal tidak akan berkembang dan menghilang
secara perlahan. Melasma menjadi resisten dan kambuh bisa terjadi akibat
penghindaran cahaya matahari tidak baik.

Prognosis melasma pada umumnya baik, dengan terapi yang adekuat,


kerjasama yang baik antara dokter - pasien, dan menghindari faktor-faktor resiko
terjadinya melasma. Biasanya melasma menetap selama beberapa tahun. Melasma
yang berkaitan dengan kehamilan akan menetap selama beberapa bulan setelah
melahirkan dan melasma yang berkaitan dengan pengobatan hormonal akan menetap
dalam periode yang panjang setelah berhenti mengkonsumsi kontrasepsi oral.

29. Hiperpigmentasi pasca inflamasi

Hiperpigmentasi post inflamasi adalah kelainan pigmentasi kulit yangdisebabkan


oleh peningkatan melanin akibat oleh proses inflamasi.Hipermelanosis ini dapat
terjadi pada epidermis, dermis, atau kedua-duanya.

HPI adalah kelainan kulit yang sangat umum terjadi. Sebagian besardermatosis
dapat menyebabkan HPI termasuk psoriasis, infeksi kulit seboroik,infeksi kulit atopi,
sarcoidosis, ptiriasis likenoides kronik.

Epidemiologi
Semua ras rentan terhadap HPI tetapi insiden kelainan kulit ini lebih tinggipada
orang berkulit hitam. Dalam sebuah survey diagnostic terhadap 2000 pasienAfrika-
Amerika yang mencari perawatan dermatologi, diagnosis ketiga yangpaling sering
adalah gangguan pigmen dimana HPI merupakan diagnosis palingbanyak.
Beberapa penelitian epidemiologi menunjukkan bahwa HPI cenderungterjadi pada
pasien berkulit hitam daripada pasien berkulit putih.
(gambar dri Fitzpatrick)

Etiologi
Ada banyak jenis peradangan pada kulit yang dapat menyebabkanperubahan
pigmen Namun beberapa penyakit menunjukkan kecenderungan untuk menyebabkan
HPI daripada hipopigmentasi. Etiologi HPi adalah infeksi seperti
dermatofitosis atau eksema virus, reaksi alergi seperti gigitan serangga ataudermatitis
kontak, penyakit papuloskuamous seperti psoriasis atau liken planus,akibat induksi
obat seperti reaksi hipersensitivitas, cedera kulit karena iritasi danluka bakar akibat
prosedur kosmetik. Namun penyebab umum HPI di kulit adalahakne vulgaris,
dermatitis atopi, dan impetigo. Bahkan HPI merupakan segala sisayang sering pada
akne pasien berkulit gelap.

Hiperpigmentasi post inflamasi dapat terjadi karena proses berbagaipenyakit yang


mempengaruhi kulit misalnya alergi, infeksi, dan trauma.
Photothermolysis laser fractional
kadang-kadang menyebabkan HPI. Penyakitperadangan yang menyebabkan HPI adalah akne,
liken planus, Sistemik LupusEritematous (SLE), dermatitis kronis, dan kutaneus T-cell
limfoma terutamavarian eritroderma. Paparan sinar UV dan berbagai bahan kimia dan
obat-obatanseperti tetrasiklin, doxorubicin, bleomycin, 5-flourourasil, busulfan,
arsenik,perak, emas, obat antimalaria, hormone, dan klofazimin dapat
menyebabkanHPI.

Patogenesis
Hiperpigmentasi post inflamasi terjadi akibat kelebihan produksi melaninatau
tidak teraturnya produksi melanin setelah proses inflamasi. Jika HPI terbataspada
epidermis, terjadi peningkatan produksi dan transfer melanin ke kerainositsekitarnya.
Meskipun mekanisme yang tepat belum diketahui, peningkatanproduksi dan transfer
melanin dirangsang oleh prostanoids, sitokin, kemokin, danmediator inflamasi serta
spesi oksigen reaktif yang dilepaskan selama inflamasi.Beberapa studi menunjukkan
difat terangsang melanosit diakibatkan olehleukotrien (LT), seperti LT-C4 dan LT-
D4, prostaglandin E2 dan D2, tromboksan-2, interleukin-1 (IL-1), IL-6,
Tumor Nekrosis Faktor-α (TNF-α), factor pertumbuhan epidermal, dan spesi oksigen
reaktif seperti NO. HPI pada dermisterjadi akibat inflamasi yang disebabkan
kerusakan keratinosit basal yangmelepaskan sejumlah besar melanin. Melanin
tersebut ditangkap oleh makrofagsehingga dinamakan melanofag. Melanofag
pada dermis bagian atas pada kulityang cedera memberikan gambaran biru abu-abu.
Gejala Klinis
Proses inflamasi awal pada HPI biasanya bermanifestasi sebagai maculaatau bercak
yang tersebar merata. Tempat kelebihan pigmen pada lapisan kulitakan menentukan
warnanya. Hipermelanosis pada epidermis memberikan warnacoklat dan dapat hilang
berbulan-bulan sampai bertahun-tahun tanpa pengobatan.Sedangkan hipermelanosis
pada dermis memberikan warna abu-abu dan birupermanen atau hilang selama
periode waktu yang berkepanjangan jika dibiarkantidak diobati.

Distribusi lesi hipermelanosit tergantung pada lokasi inflamasi. Warna lesiberkisar


antara warna coklat muda sampai hitam dengan penampakan warnacoklat lebih ringan
jika pigmen dalam epidermis dan penampakan warna abu-abugelap jika pigmen
dalam dermis.

Diagnosis
Diagnosis HPI berdasarkan anamnesis yang cermat dan pengamatangambaran klinis yang
akurat. Anamnesis yang cermat dapat membantumenegakkan diagnosis. Anamnesis yang dapat
mendukung penegakan diagnosisHPI adalah riwayat penyakit sebelumnya yang
mempengaruhi kulit sepertiinfeksi, reaksi alergi, luka mekanis, reaksi obat,
trauma (misalnya luka bakar), danpenyakit inflamasi seperti akne vulgaris, liken
planus, dan dermatitis atopik

Pemeriksaan lampu Wood dapat digunakan untuk membedakan HPI padaepidermis dan HPI
pada dermis. Lesi pada epidermis cenderung memberikanbatas tegas di bawah
pemeriksaan lampu Wood. Sedangkan lesi pada dermis tidak menonjol pada
pemeriksaan lampu Wood. Jika sebelum inflamasi, dermatosistidak jelas atau tidak
ada, biopsy kulit dapat dilakukan untuk menyingkirkanpenyebab lain hiperpigmentasi.
Pewarnaan pada spesimen biopsy denganmenggunakan perak Fontana-Masson
memudahkan penentuan lokasi melanin pada epidermis atau dermis.

Diagnosis Banding
Diagnosis banding HPI yang terutama adalah :1.
MelasmaMelasma adalah hipermelanosis didapat yang umumnya simetrisberupa
macula yang tidak merata berwarna coklat muda sampai coklat tua. Dapatmengenai
area yang terpajan sinar ultraviolet dengan tempat predileksi pada pipi,dahi, daerah
atas bibir, hidung dan dagu. Namun kadang-kadang dapat dijumpaipada leher dan
lengan atas.

LentiginosisLentigo adalah macula coklat atau coklat kehitaman berbentuk bulatzatau


polisiklik. Lentiginosis adalah keadaan timbunya lentigo dalam jumlah yangbanyak
atau dengan distribusi tertentu. Lentiginosis disebabkan karena jumlahmelanosit pada
hubungan dermo-epidermal tanpa adanya proliferasi lokal.3. EfelidEfelid berupa
makula hiperpigmentasi berwarna coklat terang yangtimbul pada kulit yang sering
terkena sinar matahari. Pada musim panas jumlahnya akan bertambah lebih besar dan
gelap

IX. Pengobatan
Terapi hiperpigmentasi post inflamasi (HPI) cenderung menjadiproses yang sulit dan
sering memakan waktu 6-12 bulan untuk mencapai hasilyang diinginkan masing-
masing pilihan pengobatan berpotensi meningkatkanhipermelanosis epidermis. Tetapi
tidak ada yang terbukti efektif untuk hipermelanosis dermal. Penggunaan
faktor perlindungan matahari-15 ( SPF-15)spektrum luas atau lebih merupakan bagian
penting dari setiap regimen terapi.

Terapi HPI harus dimulai dengan mengatasi peradangan pada kulityang mendasrinya.
Memulai pengobatan dini untuk HPI dapat membantumempercepat resolusi
dan mencegah hiperpigmentasi lebih lanjut. Namun sangatpenting untuk
memperhatikan dan mengevaluasi pengobatan yang telah diberikankarena jika tidak
berhati-hati dapat menyebabkan iritasi sehingga memperburuk HPI. Ada berbagai
obat dan prosedur di samping fotoproteksi yang dapat secaraaman dan efektif
mengobati HPI pada pasien berkulit gelap. Agen topikaldepigmentasi
seperti hidrokuinon, asam azelat, kojic acid, ekstrak licorice, danretinoic 0,1-0,4%
dapat dgunakan bersamaan dengan salep hidrokuinon-asamlaktat. Kombinasi dari
berbagai agen terapi topikal telah terbukti bermanfaatterutama pada wajah. Prosedur
seperti
chemexfoliation
dan terapi laser juga dapatdimasukkan ke dalam manajemen terapi jika diperlukan.
1. FotoproteksiFotoproteksi merupakan terapi HPI yang tidak dapat diabaikan
danpenting untuk mencegeah memberatnya HPI. Edukasi pasien
tentang penggunaantabir surya spektrum luas dalam kehidupan sehari-hari dengan
faktor perlindunganmatahari-30 (SPF-30) sa,bil menghindari paparan sinar matahari
secara langsungkarena efek sinar UV merupakan faktor penting penyebab
hiperpigmentasi.
Studi klinis telah menunjukkan bahwa kadar vitamin D dalam serumberkurang pada
pengguna tabir surya dibandingkan dengan yang tidak menggunakannya tetapi kadarnya
masih dalam batas normal. Hal ini tidak begitu
penting bagi individu berkulit gelap yang berisiko untuk kekurangan vitamin Dkarena
konsentrasi melanin inheren lebih tinggi dalam kulit.
The American Academy of Dermatology
telah menyatakan bahwa kelompok-kelompok yangberesiko kekurangan vitamin D
termasuk individu berkulit helap memerlukanvitamin D total dosis harian 1000 IU
yang dapat diperoleh melalui diet dansuplemen. Oleh karena itu, konseling dan
pendidikan amat penting dilakukanuntuk menganjurkan penggunaan tabir surya
spetrum luas sehari-hari dengan SPF30, menghindari paparan sinar matahari
secara langsung dan asupan makanankaya vitamin D seperti salmon dan minyak hati
ikan.
2. Terapi MedisHidrokuinon (HQ) merupakan yang tama dalam terapi HPI. Iniadalah
senyawa fenolik yang menghalangi konversi dihydroxyphenylalanine(dopa) untuk
menghambat melanin oleh tirosinase. Mekanisme kerjanyamelibatkan inhibisi asam
deoksiribonukleat (DNA) dan asam ribonukleat (RNA)sintesis secara selektif
tergadap sitotoksisitas melanosit dan degradasi melanosom.HQ umumnya digunakan
pada konsentrasi dari 2 sampai 4 %.

Monoterapi hidrokuinon efektif dalam terapi HPI, tetapi saat ini HQtelah
dikombinasikan dengan agen lainnya, seperti retinoid, antioksidan, asamglikolat, tabir
surya, dan kortikosteroid untuk meningkatkan efektifitasnya. Cook-Bolden et al
menyatakan kombinasi HQ 4% dan retinol 0,15% dengan antioksidanselama 12 minggu
pada 21 pasien menunjukkan adanya penurunan yangsignifikan dalam ukuran
lesi, pigmentasi, dan tingkat keparahan penyakit padaminggu ke-4. Analisis dengan
spektofotometer reflektansi statisik menunjukkanhasil yang sama. Terjadi penurunan yang
signifikan kadar melanin pada mingguke-4. Sebuah penelitian yang sama dilakukan
pada mayoritas pasien berkulit gelapyang diberi terapi 4% HQ, retinol 0,15% dan
tabir surya. Hasilnya adalah agen iniaman dan efektif untuk HPI dan melasma.

Penggunaan jangka panjang hidrokuinon 4% yang dikombinasikandengan retinoid


dapat menyebabkan iritasi. Namun penggunaan bersamakortikosteroid topikal dapat
mengurangi iritasi sehingga mengurangi resiko

hiperpigmentasi lebih lanjut. Formulasi awal formula Kligman yang berisi


5%HQ, 0,1% tretinoin, dan 0,1 deksametason adalah salah satu kombinasi
yangefektif. Agen kombinasi dengan efek yang mengandung 4% HQ, tretinoin
0,05%dan 0,01% asetonid fluokinolone. Kombinasi ini telah terbukti aman
dan efektif dalam pengobatan melasma,
photoaging
dan sukses dalam praktek klinis untuk mengobati HPI. Namun studi klinis masih
diperlukan untuk mengevaluasipenggunaan pada terapi HPI.

Asam topikal azelat, yang telah disetujui untuk pengobatan jerawatvulgaris, juga
berguna untuk HPI. Ini mungkin digunakan untuk mengobati aknedengan HPI yang
cenderung untuk berkembang. Manfaat krim 0,1% tazaroteneuntuk pengobatan akne
vulgaris mungkin bermanfaat terutama pada orang dengankulit gelap untuk membantu
meminimalkan abnormalitas pigmen. Modalitaspengobatan lain termasuk penggunaan
asam trikloroasetat dan
cryotherapy
lembutdengan nitrogen cair. Setiap metode harus digunakan dengan sangat hati-
hatiuntuk menghindari nekrosis. Metode pengobatan ini harus berhati-hati padapasien
berkulit gelap karena risiko depigmentasi permanen dan jaringan parut.
Retinaldehid (RAL) telah menunjukkan depigmenting activity,sedangkan
GA mengurangi kelebihan pigmen dan berperan pada prosesrepithelisasi. Kombinasi
RAL 0,1% dan GA 6% RALGA (Diacneal) dalampengobatan akne vulgaris dan
HPI telah terbukti berhasil.
X. Prognosis
HPI cenderung memudar seiring waktu dan terapi. Sisa-sisahiperpigmentasi
epidermal dapat bertahan untuk jangka waktu yang lama,biasanya 6-12 bulan setelah
penyembuhan proses awal inflamasi.

30. Hipopigmentasi pasca inflamasi


Warna kulit yang tidak normal disebabkan oleh ketidakseimbangan pigmen atau
oleh adanya pigmen yang abnormal. Gangguan kehilangan atau pengurangan
pigmentasi mungkin terkait dengan hilangnya melanosit atau ketidakmampuan
melanosit untuk memproduksi melanin atau transportasi melanosom. Dalam
prakteknya, sebagian besar masalah pigmentasi disebabkan oleh terlalu banyak
(hiperpigmentasi), atau terlalu sedikit melanin (hipopigmentasi). Hal ini bisa
disebabkan akibat dari proses peradangan

Hasil Anamnesis
Pasien mengalami keluhan kelainan kulit berupa keputihan atau kegelapan pada kluit
setelah mengalami peradangan kulit yang terkana. Hasil pemeriksaan fisik dan
penunjang.

Pemeriksaan fisik

Ukuran dan bentuk lesi hipopigmentasi biasanya berkorelasi dengan distribusi


dan konfigurasi dermatosis inflamasi asli, dan warna berkisar dari hipopigmentasi ke
depigmentasi

Pemeriksaan penunjang : -
Penegakan diagnosis
Diagnosis klinis
Diagnosis klinis ditegakkan dengan anamnesis dan pemeriksaan klinis.
Diagnosis banding
Hipopigmentasi dan hiperpigmentasi non inflamasi.
Komplikasi : -

Penatalaksanaan
Pengobatan melibatkan identifikasi dan mengobati penyebab yang mendasarinya.
Selama peradangan masih berlanjut, repigmentation tidak mungkin terjadi. Setelah
penyebab yang mendasari secara efektif diobati, hipopigmentasi yang biasanya
membaik seiring waktu. Aplikasi dua kali sehari dari steroid topikal potensi sedang
dalam kombinasi dengan preparat berbasis tar. Steroid dapat mempengaruhi sel
inflamasi yang bertanggung jawab untuk peradangan , sementara tar dapat
menyebabkan melanogenesis.Aplikasi dua kali sehari 1 % pimecrolimus krim selama
16 minggu. Tingkat perbaikan selama 2 minggu pertama setelah penggunaan pertama.
Aplikasi topikal dari 0,1 % 8 - methoxypsoralen , 0,5-1 % tar batubara atau anthralin
diikuti oleh paparan sinar matahari dapat membantu dalam memulihkan pigmen.
Berbagai regimen photochemotherapy topikal (topikal psoralen UVA, PUVA) seperti
aplikasi topikal dari 0,001- 0,5% 8-methoxypsoralen di aquaphor atau salep
hidrofilikke daerah yang sakit selama 20-30 menit, diikuti oleh UVA 1-3 kali per
minggu pada dosis awal 0,2 - 0,5 J / cm2 ,ditingkatkan 0,2-0,5 J / cm2 perminggu.
Excimer laser 308 nm dapat digunakan untuk merangsang pigmentasi lesi
hipopigmentasi, danmemiliki tingkat respon 60-70 % setelah sembilan perawatan dua
kali seminggu . Namun, pengobatan selanjutnya teratur diperlukan setiap 1-4 bulan
untuk menjaga hasil . Untuk lesi yang luas, narrow-band UVB fototerapi atau oral
PUVA dapat digunakan 2-3 kali seminggu.

DAFTAR PUSTAKA
1. Habif, Thomas P. Clinical Dermatology: A Colour Guide to Diagnosis and
Therapy. Edisi 4. Hanover : Mosby ; 2003. Hal: 273-5
2. Wolff, Klaus., Johnson, R.A. Fitzpatrick’s Color Atlas & Synopsis of Clinical
Dermatology. Edisi 6. United Stated of America : The McGraw Hill
Compenies; 2009. Hal: 27, 609, 611-2, 615

3. Djuanda A. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi 5 Jakarta: Fakultas


Kedokteran Universitas Indonesia; 2007. Hal 60-1, 135, 169

4. Kelly, A.P., Taylor S.C. Derrmatology for Skin of Color. United Stated of
America : The McGraw Hill Compenies; 2009. Hal: 416

5. Sterry, W., Paus, R., Burgdorf, W. Thieme Clinical Companions Dermatology.


New York: Thieme; 2006. Hal: 78-9

6. Davis, Loretta. Erysipelas. Chief Editor: Elston, Dirk. Updated 2012 May.
[cited on May 2012]. Available from URL: http://emedicine.medscape.com

7. Burns T, Breathnach S, Cox N, Griffiths C. Rook’s textbook of dermatology.


Edisi 7. Australia: Blackwell Science; 2004. Hal: Chapter 27

8. Gawkrodger D. Dermatology An Illustrated Color Text. Edisi 3. London:


Churchill Livingstone;2003. Hal: 72

Anda mungkin juga menyukai