Anda di halaman 1dari 10

WORKPLAN ASSESSMENT OBAT PADA LANSIA

Fatimah Beutari
2007101010024
A-05

Fakultas Kedokteran
Universitas Syiah Kuala
2021/2022
WORKPLAN ASSESSMENT OBAT PADA LANSIA

Nailah Azka
2007101010030
A-05

Fakultas Kedokteran
Universitas Syiah Kuala
2021/2022
WORKPLAN ASSESSMENT OBAT PADA LANSIA

Putri Amalia Ridwan


2007101010084
A-03

Fakultas Kedokteran
Universitas Syiah Kuala
2021/2022
1. Jelaskan tentang perubahan farmakokinetik dan farmakodinamik pada Usia Lanjut

Farmakokinetik

Farmakokinetik Ini terdiri dari absorpsi, distribusi, metabolisme dan ekskresi


obat. Sesudah absorbsi obat melewati hati dan mengalami metabolisme tahap awal.
Bila tahap ini turun sisa dosis obat yang masuk dalam darah dapat melebihi perkiraan
dan mungkin menambah efek obat, bahkan sampai efek yang merugikan yaitu (ADR,
adverse drug reaction).

Pada obat dengan metabolism pintas awal tinggi ada beda besar antara dosis
intravena (rendah) dengan dosis oral (tinggi).Makanan dan obat lain dapat
mempengaruhi absorbsi obat yang diberikan oral.

Distribusi obat dipengaruhi oleh berat badan dan komposisi tubuh, yaitu cairan
tubuh, massa otot, fungsi dan peredaran darah berbagai organ , juga organ yang
mengatur ekskresi obat.

Kadar albumin plasma memastikan kadar obat bebas dalam sirkulasi. Hal ini
memerlukan pedoman yang menyesuaikan dosis obat dengan berat badan untuk
meningkatkan rasio risiko/kegunaan pada pasien tua yang kurus.

Metabolism di hati dipengaruhi oleh umur, genotip, gaya hidup, curah jantung,
penyakit, dan interaksi antara berbagai obat. Obat dapat mengalami biotransformasi di
hati dengan cara oksidasi (mengaktifkan obat) dan konjugasi (obat jadi inaktif).
Mengecilnya massa hati dan proses menua dapat mempengaruhi metabolisme obat.
Untuk obat yang ekskresinya terutama lewat ginjal pedoman kebersihan
kreatinin 24 jam penting diperhatikan, yaitu untuk memperkirakan dosis awal. Kadar
kreatinin serum tidak menggambarkan penurunan fungsi ginjal karena massa otot
berkurang pada proses menua. GFR (glomerular filter rate) lebih penting dan jika
turun sampai 10-50 ml/menit, dosis obat harus disesuaikan.

Farmakodinamik

Farmakodinamik ada perubahan lain pada usia lanjut, yaitu perubahan reaksi
pada reseptor seperti penurunan kegiatan reseptor adrenergic a atau perubahan di
jaringan dan organ, berakit akibat kesadaran semakin menurun. Sebagai contoh :
hilang ingatan dengan pemberian benzodiazepin.

Perubahan mekanisme homeostasis tidak mampu mengurangi denyut jantung


dan menurunkan curah jantung waktu tekanan darah naik akibat obat pada pasien
mudah. Hipotensi postural akibat obat tertentu pada pasien tua disebabkan kurang
tanggapnya pengendalian lewat pembuluh darah tepi yang menghasilkan tekanan
darah.
Perubahan farmakodinamik dan farmakokinesis obat harus diperhatikan oleh
dokter yang meresepkan obat kepada pasien tua. Faktor lain yang berperan pada
pemberian ialah multipatologi (adanya lebih dari satu penyakit) pada pasien geriatri.
Multipatologi dan pengobatannya Walaupun cara nonfarmakologi juga merupakan
pilihan dalam penanganan berbagai masalah, obat tetap menjadi pilihan utama
sehingga macam dan jumlah obat menjadi banyak.

Polifarmasi Ada beberapa definisi untuk istilah ini :


1) meresepkan obat melebihi indikasi klinis.
2) pengobatan yang mencangkup paling tidak satu obat yang tidak perlu.
3) penggunaan empiris lima obat atau lebih.

Telah dibuktikan bahwa pada pasien lanjut usia sering terjadi interaksi obat
antara obat yang digunakan, makin banyak obat, semakin sering interaksinya,
beberapa interaksi obat :
a. Obat-makanan. Bila absorpsi obat dipengaruhi makanan, obat harus
digunakan sebelum atau sesudah makan, tergantung toleransi pasien terhadap obat
waktu puasa. Contoh : warfarin sebagai antikoagulan berkurang pada pemberian
suplemen nutris berisi vitamin K.
b. Obat-penyakit. Penyakit yang mengenai hati dan ginjal atau yang
menghambat sampainya obat ke organ itu menyebabkan interaksi yang landasannya
farmakokinetik dan farmakodinamis. Contoh : perubahan prednisone menjai bentuk
prednisolon terhambat, obstipasi bertambah karena suplemen Ca dan opioid.
c. Obat-obat. Interaksi disini juga berlandasan farmakokinesis dari tahap
absorbs sampai ekskresi. Landasan farmakodinamis dapat terjadi bila NSAID
diberikan bersamaan antikoagulan oral, yang dapat meningkatkan resiko perdarahan.

Prinsip pemberian pengobatan pada lansia menurut Leipzig :


A. Riwayat pengobatan lengkap. Pasien harus membawa semua obat,
termasuk obat resep, vitamin dan bahan dari took bahan kesehatan. Tanya tentang
alergi, efek yang merugikan (ADE), merokok, alkohol, kopi, obat waktu santai dan
siapa pemberi obat.
B. Jangan memberi obat sebelum waktunya. Hindari pemberian resep sebelum
diagnosis ditentukan, bila keluhan ringan atau tidak khas, atau jika manfaat
pengobatan meragukan.
C. Jangan menggunakan obat terlalu lama. Hentikan obat yang tidak perlu
lagi, nilai penggunaan obat sesuai kebutuhan, juga tanpa resep.
D. Kenali obat yang digunakan. Ketahui sifat farmakologi obat yang
diberikan. Efek merugikan dan keracunan yang mungkin terjadi. Nilai dengan teliti
tanda-tanda kemunduran segi fungsi dan mental yang mungkin disebabkan oleh obat.
E. Mulai dengan dosis rendah naikkan perlahan-lahan. Pakai selalu dosis
terendah untuk mendapatkan hasil. Gunakan kadar obat dalam darah bila ada dan
tepat untuk masalah ini.
F. Obati sesuai patokan. Gunakan dosis cukup untuk mencapai tujuan terapi,
yang sesuai toleransi. Jangan mengurungkan terapi untuk penyakit yang dapat
ditangani.
G. Beri dorongan supaya patuh berobat. Jelaskan kepada pasien tujuan
pengobatan dan cara mencapainya. Buat instruktur tertulis. Pertimbangkan sulit
tidaknya jadwal pemberian obat, biaya dan kemungkinan efek merugikan bila
memilih obat.
H. Hati-hati menggunakan obat baru. Obat baru belum dinilai tuntas untuk
kelompok usia lanjut, dan rasio risiko/kegunaan sering tidak diketahui.

2. Jelaskan obat-obat yang harus dihindari pemberiannya pada usia lanjut

Kriteria obat lansia terbentuk oleh karena banyak misdiagnosa, pemberian obat yang
tidak tepat, serta efek samping obat yang ditimbulkan pada pasien lansia. Berdasarkan
studi yang dilakukan tahun 2016, 6 – 12% seluruh kasus rawat inap oleh lansia disebabkan
oleh adverse drug reaction (ADR) oleh obat-obatan yang diresepkan.

Pemberian obat yang tidak tepat dan tidak terindikasi ini seringkali meningkatkan
risiko efek samping yang tidak diinginkan dibandingkan manfaat yang didapat. Sehingga
dibutuhkan daftar obat-obatan acuan yang aman digunakan bagi lansia dan mudah
dimengerti oleh klinis.

Pada Beers Criteria terdiri dari tiga kategori. Kategori 1 yang merupakan obat yang
harus dihindari secara umum pada pasien geriatri. Kategori 2 adalah obat yang harus
dihindari jika menderita riwayat penyakit tertentu. Kategori 3 adalah obat yang masih
bisa digunakan namun dengan perhatian khusus.

Pada Beers Criteria kategori 1 obat yang harus dihindari secara umum pada pasien
geriatri yaitu digoksin 17,5%, alprazolam 3,5%, ketorolac 14,0%. terdapat terapi sistem
organ yaitu kardiovaskuler dengan kategori obat yaitu digoxin. Kategori obat digoxin
Dosis tidak boleh melebihi 0.125mg/ hari kecuali ketika menangani kasus atrial
arrhythmias. Daya pembersihan ginjal yang berkurang akan meningkatkan resiko
toksisitas.
Alprazolam harus digunakan pada orang yang hanya memiliki ketergantungan secara
fisik atau yang sedang ditangani dengan terapi jangka pendek untuk kondisi akut. Tingkat
keparahan tinggi dengan pengecualian yang jarang terjadi (Setyowati et al., 2011). Pada
ketorolac penggunaannya harus dihindari pada pasien geriatri karena banyak di antara
mereka memiliki patologi gastrointestinal asimtomatik. Penanganan nyeri pada geriatri,
sebagaimana penanganan nyeri pada umumnya, sebaiknya berdasarkan tipe, sifat, dan
keparahan nyeri. Terapi farmakologis tetap memainkan peranan penting untuk mengatasi
nyeri pada lansia. Penting untuk diingat bahwa pada lansia terdapat peningkatan
sensitivitas terhadap kerja obat. Setiap pilihan analgetik perlu dimulai dari dosis kecil dan
dinaikkan bertahap sesuai dengan toleransi pasien dan sasaran terapi.

Kategori 2 obat yang harus dihindari pada pasien geriatri dengan penyakit penyerta
yaitu tramadol 3.5%, terdapat terapi sistem saraf pusat, dengan penggunaan tramadol,
yang mana penggunaan harus secara hati-hati, karena dapat menurunkan ambang batas
kejang. Dapat diberikan jika kejang sudah terkontrol baik. Dapat juga digunakan sebagai
alternatif pada pasien lansia dengan osteoartritis yang memiliki kontraindikasi terhadap
obat anti-infl amasi nonsteroid (OAINS). Penggunaan OAINS selektif COX-2 sebaiknya
dihindari pada pasien gagal jantung, karena dapat memperberat edema sehingga
memperburuk keadaan. OAINS berhubungan dengan buruknya derajat gagal ginjal, oleh
karena itu tidak dianjurkan pada pasien lansia dengan gagal ginjal.

Kategori 3 obat yang masih bisa digunakan namun dengan perhatian khusus yaitu
ranitidine terapi sistem organ gastrointestinal, yang mana dari hasil penelitian
menunjukkan golongan obat yang paling banyak diresepkan dalam terapi sistem organ
gastrointestinal sebanyak 37 (61,5%), Pada fungsi absorbsi dan traktus gastrointestinal
terdapat perubahan sejalan dengan proses penuaan yaitu pemanjangan waktu
pengosongan lambung dan penurunan fungsi peristaltik usus dan Penurunan aliran darah
di saluran cerna, sehingga konsekuensi klinis terjadi yaitu peningkatan efek samping
saluran cerna terkait penggunaan obat yang dapat mengurangi gerakan peristaltik,
misalnya opioid.
Hal yang harus diperhatikan :
1. Hati-hati terhadap obat dosis tinggi karena fungsi ginjal sudah menurun
2. Interaksi obat mudah terjadi karena obat yang diminum biasanya banyak jenisnya
3. Perlu diingatkan untuk rutin minum obat karena sering lupa
4. Dosis yang diberikan harus hati-hati sebab kepekaan terhadap obat meningkat,
sehingga lebih sensitif
5. Efek obat yang ditimbulkan lebih hebat dan bertahan lama
6. Obat yang diberikan sebaiknya yang paling aman, sebab efek samping pada lansia
lebih mudah timbul

3. Jelaskan tentang DRP (Drug Related Problem)

Drug Related Problems atau Masalah Terkait Obat adalah peristiwa atau keadaan
yang melibatkan terapi obat yang benar-benar atau berpotensi mengganggu hasil kesehatan
yang diinginkan.

Masalah terkait obat menurut Hepler dan Strand dapat dikategorikan sebagai berikut:
1. Untreated indications
2. Improper drug selection
3. Subtherapeutic dosage
4. Failure to receive drugs
5. Over dosage
6. Adverse reactions
7. Drug interactions
8. Drug use without indication.

DRPs merupakan suatu masalah yang timbul dalam penggunaan obat atau terapi obat
yang secara potensial maupun aktual dapat mempengaruhi outcome terapi pasien,
meningkatkan biaya perawatan serta dapat menghambat tercapainya tujuan terapi.
DRPs terdiri dari tujuh kategori, empat kategori diantaranya adalah ketidaktepatan pemilihan
obat, dosis kurang, dosis lebih dan interaksi obat. Ketidaktepatan pemilihan obat dapat
menyebabkan obat tidak efektif, menimbulkan toksisitas atau efek samping obat, dan
membengkakan biaya pengobatan. Faktor pendukung yang menyebabkan pasien menerima
dosis lebih atau kurang, antara lain ialah obat diresepkan dengan metode fixed-model (hanya
2 merujuk pada dosis lazim) tanpa mempertimbangkan lebih lanjut usia, berat badan, jenis
kelamin dan kondisi penyakit pasien sehingga terjadi kesalahan pada peresepan, adanya
asumsi dari tenaga kesehatan yang lebih menekankan keamanan obat dan meminimalisir efek
toksik sampai mengorbankan sisi efektivitas terapinteraksi obat merupakan salah satu
kesalahan pengobatan yang paling banyak dilakukan.
Drug Related Problems (DRPs) adalah kejadian yang tidak diharapkan, berupa
pengalaman pasien yang melibatkan atau diduga melibatkan terapi obat dan pada
kenyataannya atau potensial mengganggu keberhasilan penyembuhan yang diharapkan.

Komponen primer dari Drug Related Problems:


a. Pasien mengalami keadaan yang tidak dikehendaki.
Pasien mengalami keluhan medis, gejala, diagnosa penyakit kerusakan, cacat atau
sindrom dan dapat mengakibatkan gangguan psikologis, fisiologis, sosial, bahkan kondisi
ekonomi.

b. Ada hubungan antara keadaan yang tidak dikehendaki dengan terapi obat.
Sifat hubungan ini tergantung akan kekhususan Drug Related Problems (DRPs).
Hubungan yang biasanya terjadi antara keadaan yang tidak dikehendaki dengan terapi obat
adalah kejadiaan itu akibat dari terapi obat atau kejadian itu membutuhkan terapi obat.

Drug Related Problems (DRPs) terdiri dari DRPs aktual dan DRPs potensial. DRPs
aktual adalah problem yang sedang terjadi berkaitan dengan terapi obat yang sedang
diberikan pada pasien. DRPs potensial adalah problem yang diperkirakan akan terjadi yang
berkaitan dengan terapi obat yang sedang digunakan oleh pasien.

Kategori umum Drug Related Problems (DRPs) :


a. Membutuhkan obat tambahan.
Penyebabnya yaitu pasien membutuhkan obat tambahan misalnya untuk profilaksis
atau pramedikasi, memiliki penyakit kronik yang memerlukan pengobatan kontinu,
memerlukan terapi kombinasi untuk menghasilkan efek sinergis atau potensiasi dan atau ada
kondisi kesehatan baru yang memerlukan terapi obat.

b. Menerima obat tanpa indikasi yang sesuai atau tidak perlu obat.
Hal ini dapat terjadi sebagai berikut : menggunakan obat tanpa indikasi yang tepat,
dapat membaik kondisinya dengan terapi non obat, minum beberapa obat padahal hanya satu
terapi obat yang diindikasikan atau minum obat untuk mengobati efek samping.

c. Menerima obat yang salah.


Kasus yang mungkin terjadi adalah : obat tidak efektif, ketidaktepatan pemilihan obat,
alergi, adanya resiko kontraindikasi, resisten terhadap obat yang diberikan, kombinasi obat
yang tidak perlu dan atau obat bukan yang paling aman.

d. Dosis terlalu besar.


Beberapa penyebabnya adalah dosis salah, frekuensi tidak tepat, dan jangka waktu
tidak tepat.
e. Dosis terlalu kecil.
Penyebabnya antara lain : dosis terlalu kecil untuk menghasilkan respon yang
diinginkan, jangka waktu terlalu pendek, pemilihan obat, dosis, rute pemberian, dan sediaan
yang tidak tepat.

f. Pasien mengalami adverse drug reactions.


Penyebab umum untuk kategori ini : pasien menerima obat yang tidak aman,
pemakaian obat tidak tepat, interaksi dengan obat lain, dosis dinaikkan atau diturunkan terlalu
cepat sehingga menyebabkan adverse drug reaction dan atau pasien mengalami efek yang tak
dikehendaki yang tidak diprediksi.

g. Pasien mengalami kondisi keadaan yang tidak diinginkan akibat tidak minum obat secara
benar (non compliance).
Beberapa penyebabnya adalah : obat yang dibutuhkan tidak ada, pasien tidak mampu
membeli, pasien tidak memahami instruksi, pasien memilih untuk tidak mau minum obat
karena alasan pribadi dan atau pasien lupa minum obat.

Identifikasi dan pemecahan masalah pada Drug Related Problems (DRPs) tergantung
pada beberapa faktor. Faktor pertama adalah adanya semua data esensial dan farmasis
bertugas menentukan data apa yang dibutuhkan.

Anda mungkin juga menyukai