Anda di halaman 1dari 17

MONITORING EFEK SAMPING OBAT (ppt)

DOWNLOAD
Monitoring Efek Samping Obat ( MESO )
DEFINISI E.S.O MENURUT WHO
Tiap respon terhadap obat yang merugikan atau tidak diharapkan, yang terjadi pada dosis yang
digunakan pada manusia untuk tujuan profilaksis, diagnosis dan terapi
MONITORING EFEK SAMPING OBAT
Aspek yang harus dipertimbangkan dalam pemakaian obat adalah:
1. Efektivitas
2. Keamanan
3. Mutu
4. Rasional
5. Harga
Aspek keamanan tidak terlepas dari kemungkinan terjadinya efek samping obat (E.S.O)

ADANYA E.S.O AKAN MENAMBAH MASALAH DALAM HAL:


Morbiditas → Penderitaan

Perawatan/ → Pekerjaan dan


perpanjangan penyerapan
masa perawatan dana & fasilitas

Kematian penderita
MENGAPA PERLU MESO

Informasi obat secara lengkap mengenai obat sebelum beredar di pasaran sulit didapat, uji
klinik yang memenuhi syarat tetap menghasilkan informasi yang terbatas.
Maka perhatian terhadap reaksi yang tidak diinginkan selama pemakaian sangat perlu dipantau
secara sistemik
DATA PRE REGISTRASI

Uji Coba pada Hewan


Tidak cukup menjamin keamanannya pada manusia
Uji Klinis Terbatas
Baik kualitas maupun kuantitasnya (hanya Efek Samping Obat yang≥1%)
Beberapa informasi mengenai efek samping jarang dilaporkan
EVALUASI OBAT
PRA PEMASARAN
Data uji klinik fase I – III: terbatas terhadap keuntungan dan keamanan obat.
ESO belum lengkap karena pada fase III:
500 – 3000 kasus
ESO yang tidak biasa timbul umumnya < 1% kasus
Populasi sangat selektif, misalnya:
golongan umur tertentu, wanita hamil, pasien dengan penyakit yang bukan indikasi, pasien
yang pada saat bersamaan menggunakan obat lain
Lama penelitian terbatas (1 - 2 tahun)
Setelah jangka panjang tidak dapat menemukan ESO

POST MARKETING SURVEILLANCE (PMS)


Perlu pengawasan terus menerus setelah obat dipasarkan → demi keamanan pemakaian obat
KLASIFIKASI ESO
Berdasarkan dari patogenesis atau mekanisme terjadinya ESO:

REAKSI AKIBAT KELAINAN BAWAAN


1. Alergi
Reaksi terjadi akibat mekanisne emunologi

2. Kelainan genetik
- Reaksi akibat perubahan farmakokinetik obat
- Reaksi akibat perubahan respons jaringan

KELAINAN YANG DIDAPAT PADA PASIEN


Reaksi disebabkan adanya penyakit yang memang telah ada pada penderita
KLASIFIKASI ESO (lanjutan)
KELAINAN AKIBAT BENTUK DAN CARA PEMBERIAN OBAT
- Reaksi akibat respons yang berlebihan
- Reaksi akibat perubahan bioavailability
- Reaksi akibat cara pemberian yang kurang tepat

D. INTERAKSI OBAT
Reaksi terjadi akibat interaksi lebih dari satu macam obat yang diberikan pada saat yang sama
FAKTOR YANG MENENTUKAN KEJADIAN ESO
FAKTOR OBAT
- efek sitotoksik dalam dosis terapi
- obat dengan “margin of safety” yang sempit
- perubahan formulasi
- perubahan fisik obat

FAKTOR PENDERITA
- kelainan genetik
- keadaan umum penderita
- penyakit yang menyertai
FAKTOR YANG MENENTUKAN KEJADIAN ESO (lanjutan)
FAKTOR PEMBERI OBAT
- penggunaan yang berlebihan
- interaksi obat

FAKTOR PERUSAHAAN OBAT


- sumber informasi satu-satunya bagi dokter
- menutupi kekurangan/bahaya penggunaan obat

FAKTOR REGULASI
- peraturan yang terlalu longgar dalam hal:
pengadaan, distribusi, penyimpanan, penandaan dan penggunaan
TUJUAN MESO
A. LANGSUNG DAN SEGERA

Menemukan ESO sedini mungkin, terutama:


- yang berat
- tidak dikenal
- frekuensinya jarang

Menentukan frekuensi dan insidensi ESO


- yang sudah dikenal sekali
- yang baru saja ditemukan

Mengenal semua faktor yang mungkin dapat menimbulkan/mempengaruhi timbulnya ESO atau
mempengaruhi angka kejadian dan hebatnya reaksi ESO
TUJUAN MESO
B. SELANJUTNYA

Memberi unpan balik adanya interaksi pada petugas kesehatan


Membuat peraturan yang sesuai
Memberi peringatan pada umum bila dibutuhkan
Membuat data esensial yang tersedia sesuai sistem yang dipakai WHO
KEGUNAAN MESO
BADAN PENGAWASAN OBAT
Menilai hubungan kausal obat dengan gejala yang dicurigai sebagai keluhan efek samping
obat → berdampak pada peredaran dan penandaan obat

PERUSAHAAN FARMASI
Pengamanan investasi yang telah ditanamkan dalam pengembangan dan penelitian obat baru
→ berdampak pada keamanan obat

SISI AKADEMIK
Menguji suatu hipotesis → analisa struktur kimia obat atau golongan obat
Misal: MESO Cimetidine dilakukan karena struktur kimianya mirip dengan Methiamide yang
telah ditarik karena menyebabkan agranulositosis
CARA MONITORING ESO
LAPORAN INSIDENTAL
- biasanya dikemukakan pada pertemuan-pertemuan di RS atau laporan kasus di majalah
- tidak dapat tersebar dengan cepat karena tidak ada organisasi nasional yang mengatur
- pengendalian ESO yang diduga, sangat tergantung pada motivasi masing-masing klinikus

LAPORAN SUKARELA
- dikoordinir oleh pusat
- disebut “laporan spontan”
- diminta melaporkan ESO pada praktek sehari-hari

LAPORAN INTENSIF di RS
- kelompok dokter, perawat terlatih, ahli farmasi mencari dan mengumpulkanESO
- populasi tertentu dan terbatas di RS
- data yang terkumpul dianalisa oleh tim ahli
CARA MONITORING ESO
LAPORAN LEWAT CATATAN MEDIK
- pengumpulan data melalui riwayat penyakit serta pengobatan yang diterima
dari bermacam sumber
- mungkin dikerjakan di tempat dimana pelayanan medik yang lengkap, terorganisir baik
dan fasilitas komputer yang canggih

LAPORAN WAJIB
- ada peraturan yang mewajibkan setiap petugas kesehatan melaporkan ESO di tempat
tugas atau praktek sehari-hari
FORMULIR MESO
Identitas pasien
Reaksi yang terjadi
Obat yang diberikan
Kronologis timbulnya efek samping
Semua obat yang digunakan
Faktor resiko
Nama dan alamat pelapor
APA YANG HARUS DILAPORKAN
Setiap kejadian ESO walau masih dugaan, bila ragu-ragu lebih baik melapor dari pada tidak
melapor sama sekali.

Eso yang berat


ESO yang tidak diketahui sebelumnya oleh pelapor
Dugaan ketergantungan obat
PROSEDUR PELAPORAN ESO
MESO DI RUMAH SAKIT
Merupakan salah satu tugas PFT

Tim Meso dalam PFT adalah :


- Para Klinisi Terkait
- Ahli Farmakologi
- Apoteker
- Perawat

MENGAPA MESO MERUPAKAN TUGAS DARI PFT ?


Kegiatan ini menyangkut pengetahuan, kemampuan dan kewaspadaan dari tim pelayanan
kesehatan (dokter, perawat, farmasis)

KFT merupakan forum komunikasi para dokter dan farmasis tentang segala aspek obat dalam
seluruh kegiatan pelayanan kesehatan di rumah sakit
FAKTOR PENENTU ESO
ONSET OF REACTION
DOSIS OBAT YANG DIBERIKAN
UMUR
PENYAKIT dan VARIABEL KEADAAN PATOFISIOLOGIS TUBUH
JENIS KELAMIN
RIWAYAT TERJADINYA ALERGI atau reaksi terhadap obat
MULTIPLE DRUG THERAPY
FAKTOR RASIAL ATAU GENETIK
FAKTOR PENENTU ESO
ONSET OF REACTION
Respon obat abnormal dapat terjadi pada setiap saat selama jangka waktu pengobatan atau
sesudah pengobatan itu selesai

DOSIS OBAT YANG DIBERIKAN


Karena adanya perbedaan farmakokinetik suatu obat; maka suatu obat yang dapat ditoleransi
oleh seseorang dapat menyebabkan ESO pada orang lain → perlu pengaturan dosis yang tepat
pada pengobatan jangka panjang

UMUR
ESO mudah terjadi pada individu dengan umur dangat muda atau sangat tua karena:
- Fungsi fisiologis alat tubuh belum sempurna atau sudah tidak sempurna
- Penurunan kapasitas ikatan protein, terutama obat-obatan yang bersifat asam
- Perubahan distribusi obat
- Sensitivitas jaringan berbeda
- Perubahan homeostatis
→ perlu dosis obat yang lebih kecil daripada dosis dewasa
FAKTOR PENENTU ESO
PENYAKIT dan VARIABEL KEADAAN PATOFISIOLOGIS TUBUH
Dapat terjadi karena ada perubahan:
- Pengaturan farmakokinetik
- Sensitivitas jaringan
Misalnya: pada pasien ginjal, saat kehamilan dan penyakit hati

JENIS KELAMIN
ESO lebih banyak ditemukan pada wanita dibandingkan pria. Mungkin disebabkan:
- Kasus ESO pada wanita kebanyakan berasal dari bagian ObsGyn
- Wanita cenderung lebih banyak menggunakan obat dibandingkan pria
- Adanya perbedaan hormon kelamin

RIWAYAT TERJADINYA ALERGI atau REAKSI TERHADAP OBAT


ESO lebih sering terjadi pada pasien dengan riwayat yang telah pernah mengalami reaksi
terhadap obat

MULTIPLE DRUG THERAPY


Makin banyak jenis obat yang diberikan, makin besar kemungkinan terjadi ESO

Reaksi Obat Yang Tidak Dikehendaki


Posted by nikorusmedi ⋅ April 1, 2012 ⋅ 4 Comments

3 Votes

Berikut ini adalah sebagian tulisan/materi yang pernah saya jadikan bahan ajar :

”Jika dikatakan bahwa suatu obat tidak menunjukkan efek samping, maka terdapat
dugaan kuat bahwa obat tersebut juga tidak mempunyai efek utama” (G. Kuschinsky).
Reaksi obat yang tidak dikehendaki didefinisikan sebagai respon terhadap suatu obat yang
berbahaya dan tidak diharapkan serta terjadi pada dosis lazim yang dipakai oleh manusia
untuk tujuan profilaksis, diagnosis maupun terapi. Reaksi obat yang tidak dikehendaki ini
dapat berupa kontraindikasi maupun efek samping obat (adverse drug reactions). Reaksi
obat yang tidak dikehendaki ini dapat muncul dari faktor tenaga kesehatan, kondisi pasien
maupun obat itu sendiri.

Kontraindikasi adalah efek obat yang secara nyata dapat memberikan dampak kerusakan
fisiologis atau anatomis secara signifikan, memperparah penyakit serta lebih lanjut dapat
membahayakan kondisi jiwa pasien. Pemberian obat – obatan yang dikontraindikasikan
pada kondisi tertentu ini harus dihindarkan atau di bawah penanganan khusus. Dalam
beberapa hal kontraindikasi juga dianggap merupakan bagian dari efek samping obat.

Sebagai contoh asetosal dikontraindikasikan pada anak di bawah 12 tahun, ibu hamil dan
menyusui karena sifat antiplateletnya (antitrombosit); atau timbulnya stroke hemorragik
pada penderita selesma yang juga hipertensi tingkat berat setelah diberi obat selesma yang
berisi fenilpropanolamin.

Efek samping obat adalah efek yang tidak menjadi tujuan utama pengobatan (efek
sekunder), namun efek ini dapat bermanfaat ataupun mengganggu (merugikan)
tergantung dari kondisi dan situasi pasien. Pada kondisi tertentu, efek samping obat ini
dapat juga membahayakan jiwa pasien. Efek samping obat ini pada dasarnya terjadi
setelah pemberian obat tersebut, yang kejadiannya dapat diramalkan atau belum dapat
diramalkan sebelumnya. Sebagai contoh, penggunaan kortikosteroid (deksametason)
dalam waktu lama dapat menimbulkan efek moonface dan peningkatan nafsu makan.

Beberapa faktor penyebab yang dapat menimbulkan kontraindikasi (atau menimbulkan


efek samping obat) adalah :

1. Usia pasien (misalnya, anak di bawah < 2 tahun atau lansia > 65 tahun).
2. Kondisi penyakit tertentu pada pasien (misalnya, kerusakan fungsi hati dan ginjal).
3. Reaksi hipersensitivitas (alergi) terhadap obat tertentu.
4. Interaksi membahayakan dengan senyawa kimia atau obat – obatan lain.
5. Kondisi hamil dan menyusui.
6. Perbedaan ras dan genetika.
7. Jenis kelamin.
8. Polifarmasi (pengobatan yang tidak rasional).

Identifikasi reaksi obat yang tidak diinginkan harus mengacu kepada faktor – faktor
penyebab tersebut di atas. Identifikasi reaksi obat yang tidak dikehendaki ini dapat
diperoleh atas dasar laporan dari pasien ataupun kondisi nyata yang ditemukan oleh
petugas kesehatan di lapangan.

Kriteria untuk mengidentifikasi reaksi obat yang tidak dikehendaki (apabila sudah terjadi
efek samping) ini adalah :

1. Waktu.
Kapan kejadian tersebut muncul? Apakah terjadi sesaat setelah minum obat
ataukah berselang dalam waktu yang lama? Apakah reaksi tersebut terkait dengan
pemakaian obat?
2. Dosis.
Apakah dosis yang diberikan kepada pasien dengan kondisi tertentu terlalu besar?
3. Sifat permasalahan.
Apakah ciri – ciri reaksi obat yang tidak diinginkan tersebut sama dengan sifat
farmakologis obatnya? Adakah kemungkinan interaksi obat?
4. Pengalaman.
Apakah reaksi yang muncul tersebut mirip dengan reaksi yang pernah dilaporkan
dalam pustaka atau literatur?
5. Penghentian keterulangan.
Apa yang terjadi apabila pemakaian obat dihentikan? Bagaimana jika di suatu hari
kelak obat yang menimbulkan reaksi yang tidak dikehendaki tersebut digunakan
kembali, apakah reaksinya muncul kembali?

Pencegahan reaksi obat yang tidak dikehendaki ini dapat melalui cara sebagai berikut :

1. Jangan menggunakan obat bila tidak diindikasikan dengan jelas. Jika pasien
sedang hamil, jangan gunakan obat kecuali benar – benar diperlukan.
2. Alergi dan idiosinkrasi merupakan penyebab penting reaksi obat yang tidak
dikehendaki. Tanyakan pasien apakah pernah mengalami reaksi sebelumnya atau
dengan mengecek riwayat penyakitnya.
3. Tanyakan kepada pasien jika sedang menggunakan obat – obat lainnya termasuk
obat yang dipakai sebagai swamedikasi (self medication), karena dapat terjadi
kemungkinan interaksi obat.
4. Usia dan penyakit hati atau ginjal dapat mengubah metabolisme dan ekskresi obat,
sehingga diperlukan dosis yang lebih kecil. Faktor genetik juga mungkin terkait
dengan variasi kecepatan metabolisme, termasuk isoniazid dan anti depresan
(trisiklik).
5. Resepkan obat sesedikit mungkin dan berikan petunjuk yang jelas kepada pasien
lanjut usia dan pasien yang kurang memahami petunjuk yang rumit.
6. Jika memungkinkan, gunakan obat yang sudah dikenal. Penggunaan obat baru
perlu waspada akan timbulnya reaksi obat yang tidak dikehendaki atau kejadian
yang tidak diharapkan.
7. Jika kemungkinan terjadinya reaksi obat tak dikehendaki cukup serius, pasien
perlu diperingatkan.

Mengatasi munculnya efek samping obat dapat menggunakan prinsip farmakoterapi yang
rasional yaitu M – 5 dan 4T + 1W. Prinsip M – 5 terdiri dari :

1. Mengenali gejala – gejala dan tanda – tanda penyakit.


2. Menegaskan dianosis penyakit.
3. Memilih tatalaksana terapi (non – farmakologik, farmakologik, gabungan non –
farmakologik dan farmakologik).
4. Memilih dan menetapkan produk obat.
5. Memantau dan mengevaluasi output pengobatan.

Prinsip 4T + 1W meliputi :
1. Tepat indikasi –> obat yang akan digunakan didasarkan pada diagnosis penyakit
yang akurat.
2. Tepat penderita –> tidak ada kontraindikasi dan atau kondisi khusus yang
memerlukan penyesuaian dosis dan atau kondisi yang mempermudah timbulnya
efek samping.
3. Tepat obat –> pemilihan obat didasarkan pada pertimbangan nisbah/rasio
keamanan – kemanjuran di antara obat yang ada.
4. Tepat dosis dan cara pemberian –> takaran, jalur pemberian, waktu dan lama
pemberian (lama pemakaian) tergantung kondisi penderita.
5. Waspada terhadap efek samping obat.

Langkah – langkah prosedural untuk dapat mengatasi kemungkinan memburuknya efek


samping obat sedangkan pengobatan harus tetap dilakukan adalah :

1. Analisa manfaat – resiko, bila terpaksa digunakan, hendaknya manfaat yang ingin
dicapai lebih besar daripada faktor resiko.
2. Penyesuaian dosis.
3. Pengaturan waktu pemberian obat.
4. Lama pemberian/pemakaian oleh pasien.
5. Pemantauan kondisi pasien secara intensif (pemantauan kadar obat dalam darah).
6. Menggunakan varian atau derivat obat lain yang yang lebih aman, tetapi memiliki
khasiat dan efek farmakologis yang serupa.
7. Penanganan kedaruratan (misalnya pada syok anafilaksis, peningkatan toksisitas).
8. Penggunaan obat – obatan lini pertama dapat memperkecil resiko terjadinya efek
samping, misalnya yang ada dalam Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN).

Semoga bermanfaat dan komentar para rekan sejawat kesehatan maupun awam
(pengamat dunia kesehatan) sangat dibutuhkan apabila ada poin-poin di atas yang kurang
tepat.

https://nikorusmedi.wordpress.com/2012/04/01/reaksi-obat-yang-tidak-dikehendaki/

\
Thursday, 16 October 2008
OBAT-OBAT DENGAN EFEK TIDAK DIHARAPKAN

OBAT-OBAT DENGAN EFEK TIDAK DIHARAPKAN

Obat yang bekerja pads SSP


1,4 Berbagai obat neuro aktif terlibat dalam efek teratogenik . Faktor fisiologis dan patologis ibu
dengan faktor yang dapat merubah kerja dismorfogen. maupun induksi pasif,Yang paling jelas
adalah efek teratogenik dari beberapa antikonvulsan, alkohol dan analog vitamin A; sedangkan
adiksi pasif khususnya menonjol pada analgetik narkotik dan sedatif hipnotik tertentu.
Pemakaian antikonvulsan pada ibu dapat menimbulkan efek pada janin berupa konstelasi
kerusakan spesifik, gangguan koagulasi dan adiksi pasif; mekanismenya belum jelas, mungkin
melibatkan gangguan metabolisme asam folat, produksi metabolit obat yang bersifat teratogen
oleh plasenta, gangguan sistem transport elektron dan perubahan biosintesa poliamina. Jaket
kulit

Pada ibu peminum alkohol kronis pertumbuhan bayi yang lahir sangat terlambat, kepala kecil,
kelainan fasial dan depresi neonatus. Waktu lahir hambatan pertumbuhan lebih besar pada
panjang badan dibandingkan dengan pada bobot badan bayi, selanjutnya pertambahan bobot
badan lebih terhambat daripada pertumbuhan linier. Pengurangan/penghentian konsumsi alkohol
selama hamil memberikan efek preventif yang menguntungkan dan bila dilakukan pada masa
dini kehamilan, hambatan pertumbuhan dan kelainan bawaan dapat dicegah. How To Make A
Website
Bilapenghentian konsumsi dilakukan pada pertengahan kehamilan, retardasi mental dicegah
tetapi kelainan bawaan tidak. Karena derajat penurunan konsumsi alkohol yang dibutuhkan
untuk mencegah efek yang tidak diharapkan tidak diketahui dan data klinis menunjukkan
hubungan yang bergantung pada dosis, maka dianjurkan penghentian konsumsi alkohol secara
mutlak.
Masalah analog vitamin A yang bersifat teratogenik, isotretinoin, timbul karena banyak
digunakan oleh wanita usia muda (13--19 th) untuk penatalaksanaan akne berat, dengan gejala
kelainan jantung dan kraniofasial. Efek pemaparan prenatal analgetik narkotik (heroin, kodein,
methadon) yang paling jelas adalah adiksi pasif dan sindrom withdrawal pada neonatus dengan
gejala klinis utama bobot badan lahir rendah (kurang dari 2,5 kg) akibat hambatan pertumbuhan
intrauterin. Kemungkinan terjadinya gejala withdrawal bergantung pada dosis ibu, durasi adiksi
ibu, tenggang waktu dari dosis terakhir sampai saat kelahiran dan kecepatan eliminasi obat oleh
bayi. Pads golongan barbital--kerja--cepat gejala withdrawal terutama ditandai oleh gejala SSP
pada awal kehidupan, sedangkan pada barbital kerja--panjang gejala mungkin barn timbul waktu
bayil keluar dari rumah sakit dan mungkin berlanjut dalam beberapa minggu bahkan beberapa
bulan dalam bentuk hiperaktif, gangguan tidur dan menyusu serta tangis berlebih. cooking
recipes

Pemakaian diazepam dalam kehamilan disertai oleh terjadinya hipotermia, hiperbilirubinemia


dan depresi SSP dengan gejala mirip dengan analgetik-narkotik. Karena molekulnya kecil dan
mudah larut dalam lemak, diazepam dapat menembus plasenta dan berakumulasi dalam jaringan
adiposa fetus. Di samping itu kemampuan bayi yang terbatas untuk mobilisasi, metabolisme dan
ekskresi diazepam mengakibatkan adanya metabolit obat dalam urine untuk beberapa minggu
dan mugkin menyebabkan lamanya gejala tersebut. resep masakan Indonesia

Pada pemakaian anastetik lokal efek samping yang umum adalah bradikardia fetus dan depresi,
sedangkan lithium khas menyebabkan kelainan jantung bawaan sebelah kanan dan gondok.

Definisi
Efek samping obat adalah suatu reaksi yang tidak diharapkan dan berbahaya yang diakibatkan
oleh suatu pengobatan. Efek samping obat, seperti halnya efek obat yang diharapkan, merupakan
suatu kinerja dari dosis atau kadar obat pada organ sasaran.

Interaksi obat juga merupakan salah satu penyebab efek samping. Hal ini terjadi ketika tenaga
kesehatan (dokter, apoteker, perawat) lalai dalam memeriksa obat yang dikonsumsi oleh pasien,
sehingga terjadi efek-efek tertentu yang tidak diharapkan di dalam tubuh pasien.

Bertambah parahnya penyakit pasien yang dapat berujung kematian merupakan kondisi yang
banyak terjadi di seluruh dunia akibat interaksi obat ini.

interaksi ini dapat terjadi antar obat atau antara obat dengan makanan/minuman. Bahkan
tanaman yang digunakan dalam pengobatan alternatif yang disangka aman oleh sebagian besar
masyarakat juga dapat berinteraksi dengan obat lainnya. Contohnya adalah tanaman St. John's
wort (Hypericum perforatum), yang digunakan untuk pengobatan depresi sedang. Tanaman ini
menyebabkan peningkatan enzim sitokrom P450 yang berperan dalam metabolisme dan
eliminasi banyak obat-obatan di tubuh, sehingga pasien yang mengkonsumsi St John's wort akan
mengalami pengurangan kadar obat lain dalam darah yang digunakan bersamaan.

Efek samping adalah dampak dari obat yang tidak diinginkan. Obat diresepkan untuk maksud
tertentu, misalnya untuk menangani HIV. Dampak lain obat adalah efek samping.

 Penanganan efek samping

 Bicara dengan dokter tentang efek samping yang dapat terjadi. Tanyakan kapan
sebaiknya lapor ke dokter bila efek samping bertahan terlalu lama, atau menjadi berat.
 Tanyakan apakah kita dapat mengobati efek samping ringan dengan jamu atau cara yang
lazim dipakai di rumah, atau dengan obat yang dapat diperoleh tanpa resep.
 Kadang kala, dokter dapat menyediakan resep untuk obat yang dapat membantu jika efek
samping menjadi berat.
 Jika mengalami masalah perut, pastikan disediakan makanan yang cocok dan ringan.

Contoh dari efek samping obat :

 Aborsi atau keguguran, akibat Misoprostol, obat yang digunakan untuk pencegahan (gastric
ulcer) borok lambung yang disebabkan oleh obat anti inflamasi non steroid.
 Ketagihan, akibat obat-obatan penenang dan analgesik seperti diazepam serta morfin.
 Kerusakan janin, akibat Thalidomide dan Accutane
 Pendarahan usus, akibat Aspirin.
 Penyakit kardiovaskular, akibat obat penghambat COX-2.
 Tuli dan gagal ginjal, akibat antibiotik Gentamisin.
 Kematian, akibat Propofol.
 Depresi dan luka pada hati, akibat Interferon.
 Diabetes, yang disebabkan oleh obat-obatan psikiatrik neuroleptik.
 Diare, akibat penggunaan Orlistat.
 Disfungsi ereksi, akibat antidepresan.
 Demam, akibat vaksinasi
 Glaukoma, akibat tetes mata kortikosteroid.
 Rambut rontok dan anemia, karena kemoterapi melawan kanker atau leukemia
 Hipertensi, akibat penggunaan Efedrin. Hal ini membuat FDA mencabut status ekstrak tanaman
efedra (sumber efedrin) sebagai suplemen makanan.
 Kerusakan hati akibat Parasetamol.
 Mengantuk dan meningkatnya nafsu makan akibat penggunaan antihistamin.
 Bunuh diri akibat penggunaan Fluoxetine, suatu antidepresan.

monitoring efek samping obat

BAB I
PENDAHULUAN

A. Efek Samping Obat


Definisi Efek Samping Obat menurut DEPKES RI, 1984 dan Laurence &Bennet 1986 adalah
pengaruh obat yang tidak dikehendaki,yang merugikan atau membahayakan pasien dan terjadi
pada dosis lazim untuk pencegahan diagnosis atau pengobatan penyakit.
Efek samping tidak mungkin dihindari atau dihilangkan sama sekali,tapi dapat ditekan/dicegah
seminimal mungkin dengan menghindari factor-faktor resiko yang sebagian besar sudah
diketahui.beberapa contoh efek samping misalnya:
a. Reaksi alergi akut karena penisilin (reaksiimunologik)
b. Hiperglikemia berat karena pemberian insulin(efek farmakologi yang berlebihan)
c. Osteoporosis karena pengobatan kortikosteroid jangka lama(efek samping karena penggunaan
jangka panjang)
d. Hipertensi karena penghentian klonidin (gejala penghentian obat-withdrawal syndrome)
e. Fakomelia pada anak karena ibunya menggunakan talidomid pada masa kehamilan (efek
teratogenik)

B. Hati

Hepar adalah organ utama dalam metabolisme obat, terutama obat-obat per oral. Pada dasarnya
enzim hepar merubah obat menjadi bahan yang lebih polar dan mudah larut dalam air sehingga,
mudah diekresi melalui ginjaldan empedu.
Hepar merupakan kelenjar yang terbesar dalam tubuh manusia. Hepar pada manusia terletak
pada bagian atas cavum abdominis, di bawah diafragma, di kedua sisi kuadran atas, yang
sebagian besar terdapat pada sebelah kanan. Beratnya 1200 – 1600 gram. Permukaan atas
terletak bersentuhan di bawah diafragma, permukaan bawah terletak bersentuhan di atas organ-
organ abdomen. Hepar difiksasi secara erat oleh tekanan intraabdominal dan dibungkus oleh
peritoneum kecuali di daerah posterior-superior yang berdekatan dengan v.cava inferior dan
mengadakan kontak langsung dengan diafragma. Bagian yang tidak diliputi oleh peritoneum
disebut bare area.Terdapat refleksi peritoneum dari dinding abdomen anterior, diafragma dan
organ-organ abdomen ke hepar berupa ligamen.

Macam-macam ligamennya:
1. Ligamentum falciformis : Menghubungkan hepar ke dinding ant. abd dan terletak di antara
umbilicus dan diafragma.
2. Ligamentum teres hepatis = round ligament : Merupakan bagian bawah lig. falciformis ;
merupakan sisa-sisa peninggalan v.umbilicalis yg telah menetap.
3. Ligamentum gastrohepatica dan ligamentum hepatoduodenalis :Merupakan bagian dari
omentum minus yg terbentang dari curvatura minor lambung dan duodenum sblh prox ke
hepar.Di dalam ligamentum ini terdapat Aa.hepatica, v.porta dan duct.choledocus communis.
Ligamen hepatoduodenale turut membentuk tepi anterior dari Foramen Wislow.
4. Ligamentum Coronaria Anterior ki–ka dan Lig coronaria posterior ki-ka :Merupakan
refleksi peritoneum terbentang dari diafragma ke hepar.
5. Ligamentum triangularis ki-ka : Merupakan fusi dari ligamentum coronaria anterior dan
posterior dan tepi lateral kiri kanan dari hepar.
Secara anatomis, organ hepar tereletak di hipochondrium kanan dan epigastrium, dan melebar
ke hipokondrium kiri. Hepar dikelilingi oleh cavum toraks dan bahkan pada orang normal tidak
dapat dipalpasi (bila teraba berarti ada pembesaran hepar). Permukaan lobus kanan dpt mencapai
sela iga 4/ 5 tepat di bawah aerola mammae. Lig falciformis membagi hepar secara topografis
bukan scr anatomis yaitu lobus kanan yang besar dan lobus kiri.

Secara Mikroskopis
Hepar dibungkus oleh simpai yg tebal, terdiri dari serabut kolagen dan jaringan elastis yg
disebut Kapsul Glisson. Simpai ini akan masuk ke dalam parenchym hepar mengikuti pembuluh
darah getah bening dan duktus biliaris. Massa dari hepar seperti spons yg terdiri dari sel-sel yg
disusun di dalam lempengan-lempengan/ plate dimana akan masuk ke dalamnya sistem
pembuluh kapiler yang disebut sinusoid. Sinusoid-sinusoid tersebut berbeda dengan kapiler-
kapiler di bagian tubuh yang lain, oleh karena lapisan endotel yang meliputinya terediri dari sel-
sel fagosit yg disebut sel kupfer. Sel kupfer lebih permeabel yang artinya mudah dilalui oleh sel-
sel makro dibandingkan kapiler-kapiler yang lain .Lempengan sel-sel hepar tersebut tebalnya 1
sel dan punya hubungan erat dengan sinusoid. Pada pemantauan selanjutnya nampak parenkim
tersusun dalam lobuli-lobuli Di tengah-tengah lobuli tdp 1 vena sentralis yg merupakan cabang
dari vena-vena hepatika (vena yang menyalurkan darah keluar dari hepar).Di bagian tepi di
antara lobuli-lobuli terhadap tumpukan jaringan ikat yang disebut traktus portalis/ TRIAD yaitu
traktus portalis yang mengandung cabang-cabang v.porta, A.hepatika, ductus biliaris.Cabang dari
vena porta dan A.hepatika akan mengeluarkan isinya langsung ke dalam sinusoid setelah banyak
percabangan Sistem bilier dimulai dari canaliculi biliaris yang halus yg terletak di antara sel-sel
hepar dan bahkan turut membentuk dinding sel. Canaliculi akan mengeluarkan isinya ke dalam
intralobularis, dibawa ke dalam empedu yg lebih besar , air keluar dari saluran empedu menuju
kandung empedu.
Fisiologi Hati
Hati merupakan pusat dari metabolisme seluruh tubuh, merupakan sumber energi tubuh
sebanyak 20% serta menggunakan 20 – 25% oksigen darah. Ada beberapa fung hati yaitu :
1. Fungsi hati sebagai metabolisme karbohidrat
Pembentukan, perubahan dan pemecahan KH, lemak dan protein saling berkaitan 1 sama
lain.Hati mengubah pentosa dan heksosa yang diserap dari usus halus menjadi glikogen,
mekanisme ini disebut glikogenesis. Glikogen lalu ditimbun di dalam hati kemudian hati akan
memecahkan glikogen menjadi glukosa. Proses pemecahan glikogen mjd glukosa disebut
glikogenelisis.Karena proses-proses ini, hati merupakan sumber utama glukosa dalam tubuh,
selanjutnya hati mengubah glukosa melalui heksosa monophosphat shunt dan terbentuklah
pentosa. Pembentukan pentosa mempunyai beberapa tujuan: Menghasilkan energi, biosintesis
dari nukleotida, nucleic acid dan ATP, dan membentuk/ biosintesis senyawa 3 karbon (3C)yaitu
piruvic acid (asam piruvat diperlukan dalam siklus krebs).
2. Fungsi hati sebagai metabolisme lemak
Hati tidak hanya membentuk/ mensintesis lemak tapi sekaligus mengadakan katabolisis asam
lemak Asam lemak dipecah menjadi beberapa komponen :
1. Senyawa 4 karbon – KETON BODIES
2. Senyawa 2 karbon – ACTIVE ACETATE (dipecah menjadi asam lemak dan gliserol)
3. Pembentukan cholesterol
4. Pembentukan dan pemecahan fosfolipid
Hati merupakan pembentukan utama, sintesis, esterifikasi dan ekskresi kholesterol.Dimana
serum Cholesterol menjadi standar pemeriksaan metabolisme lipid.
3. Fungsi hati sebagai metabolisme protein
Hati mensintesis banyak macam protein dari asam amino. dengan proses deaminasi, hati
juga mensintesis gula dari asam lemak dan asam amino.Dengan proses transaminasi, hati
memproduksi asam amino dari bahan-bahan non nitrogen. Hati merupakan satu-satunya organ yg
membentuk plasma albumin dan ∂ - globulin dan organ utama bagi produksi urea.Urea
merupakan end product metabolisme protein.∂ - globulin selain dibentuk di dalam hati, juga
dibentuk di limpa dan sumsum tulang β – globulin hanya dibentuk di dalam hati.albumin
mengandung ± 584 asam amino dengan BM 66.000
4. Fungsi hati sehubungan dengan pembekuan darah
Hati merupakan organ penting bagi sintesis protein-protein yang berkaitan dengan koagulasi
darah, misalnya: membentuk fibrinogen, protrombin, faktor V, VII, IX, X. Benda asing menusuk
kena pembuluh darah – yang beraksi adalah faktor ekstrinsi, bila ada hubungan dengan katup
jantung – yang beraksi adalah faktor intrinsik.Fibrin harus isomer biar kuat pembekuannya dan
ditambah dengan faktor XIII, sedangakan Vit K dibutuhkan untuk pembentukan protrombin dan
beberapa faktor koagulasi.
5. Fungsi hati sebagai metabolisme vitamin
Semua vitamin disimpan di dalam hati khususnya vitamin A, D, E, K
6. Fungsi hati sebagai detoksikasi
Hati adalah pusat detoksikasi tubuh, Proses detoksikasi terjadi pada proses oksidasi, reduksi,
metilasi, esterifikasi dan konjugasi terhadap berbagai macam bahan seperti zat racun, obat over
dosis.
7. Fungsi hati sebagai fagositosis dan imunitas
Sel kupfer merupakan saringan penting bakteri, pigmen dan berbagai bahan melalui proses
fagositosis. Selain itu sel kupfer juga ikut memproduksi ∂ - globulin sebagai imun livers
mechanism.
8. Fungsi hemodinamik
Hati menerima ± 25% dari cardiac output, aliran darah hati yang normal ± 1500 cc/ menit atau
1000 – 1800 cc/ menit. Darah yang mengalir di dalam a.hepatica ± 25% dan di dalam v.porta
75% dari seluruh aliran darah ke hati. Aliran darah ke hepar dipengaruhi oleh faktor mekanis,
pengaruh persarafan dan hormonal, aliran ini berubah cepat pada waktu exercise, terik matahari,
shock.Hepar merupakan organ penting untuk mempertahankan aliran darah.

Metabolisme obat dalam hepar ada dua tahap:


Pada tahap I, terjadi reduksi hidrolisa dan terutama oksidasi. Pada tahap ini belum terjadi proses
detoksikasi,karenanya kadang-kadang terbentuk suatu bahan metabolit yang justru bersifat
toksik.
Pada tahap II,terjadi reaksi konjugasi dengan asam glukoronat, sulfat glisin dan lain-
lain,sehingga terbentuk bahan yang kurang toksik, mudah larut dalam air dan secara biologis
kurang aktif.metabolisme ini terjadi dalam mikrosom sel hati, dan yang berperan : NADPH C
Reduktase dan Sitokrom P 450.
Efek samping obat dapat terjadi melalui berbagai cara, baik langsung maupun tak langsung.
Selain itu, diantara obat penyebab, terdapat keseragaman jenis dan wujud kerusakan, gambaran
klinik, dan diagnosis, serta penatalaksanaan terapinya. Kerusakan hati yang disebabkan oleh obat
dapat berwujud hati yang akut dan kronis.
1. Kerusakan Hati Akut
Kerusakan hati akut yang disebabkan oleh obat digolongkan menjadi tiga jenis. Yaitu: jenis luka
sitotoksik, kholestatik, dan campuran keduanya.jenis luka sitotoksik berkaitan dengan kerusakan
pada parenkim selhati.luka jenis ini dapat berupa nekrosis atau steanosis. Jenis luka kholestatik
terdiri dua macam luka yang menggambarkan terjadinya aliran empedu. Yakni,luka yang
terwujud sebagai respon radang (kholestatik perikolangitis atau hepatokanalikuler) dengan
prototip steroid kontrseptif dan steroid anabolic. Selain kedua jenis luka di atas, terkadang juga
dijumpai jenis luka hepatic campuran sitotoksik dan kholestatik.
2. Kerusakan Hati Kronik
Kerusakan hati kronis karena obat dapat dibedakan dalam dua golongan, yaitu hepatitis aktif
kronis dan nekrosis hati subakut. Hepatitis aktif kronis dapat disebabkan oleh metildopa,
sulfonamide, isoniazid, dan nitrofurantoin. Nekrosis hati subakut dapat timbul akibat pengobatan
dengan sinkofen, isoniazid, metildopa, dan propiltiourasil. Penyakit biasanya berjalan progresif,
disertai ikterus berat dan tanda-tanda sirosis. Kelainan berlangsung lebih cepat darihepatitis aktif
kronis tetapi tidak secepat nekrosis hati akut.

BAB II
ISI DAN PEMBAHASAN

Obat-obat yang menyebabkan gangguan hepar, antara lain:


a) INH

Indikasi:TBC
• EPIDEMIOLOGI
 Distribusi ESO Prosentase paling besar terjadinya ESO adalah pengguna INH dalam jangka
waktu lama. Derajat/tingkat ESO, bisamenyebabkan kematian karena dapat menimbulkan
hepatitis pada pemakaian antara 4-8 minggu setelah pengobatan dimulai.Isoniazid mengalami
inaktivasi di hepar melalui proses asetilasi menjadi asetil Isoniazid yang kemudian dihidrolisis
menjadi Free Asetyl Hydrozine dan oleh enzim sitokrom P450 dirubah menjadi bahan metabolit
yang toksis.
Faktor Resiko ESO:
 Faktor Intrinsik (kondisi), seperti:
 Umur > 35 tahun
 Factor patologi : penyakit yang diderita pasien yaitu TBC dan Kolesterol
 Factor genetic
 Factor alergi
 Factor Ekstrinsik (Faktor Obat), seperi:
 Factor farmasetik : lamapenggunaan > 4 minggu
 Pengguanaan alcohol
• PATOGENESIS ESO
 Wujud : hepatitis
 Mekanisme : meningkatkan aktivitas enzim transaminase pada hati
 Tingkat keparahan : bila sampai pada taraf hepatitis yang parah, maka bisa menyebabkan
kematian.
 Efek samping : termasuk efek samping tipe A, karena kejadiannya dapat diramalkan.
• PENATALAKSANAAN ESO
 Dosis dikurangi dengan dimonitoring
 Obat dihentikan penggunaannya dan diganti dengan obat lain yang indikasinya sama.

b) PARACETAMOL

Indikasi: Antipiretik dan Analgetik


• EPIDEMIOLOGI
Distribusi ESO
Yang mengalami ESO dari Paracetamol adalah pengguna antipiretik.jadi umumnya yang terkena
demam dan nyeri.
Pada umumnya efek hepatotoksik terjadi bila minum obat ini secara berlebih (7,5-10 gram
dalam waktu 8jam atau kurang), sedangkan kematian bisa terjadi jika parasetamol digunakan
sampai 15 gram. Namun sudah ada 32 Cermin Kedokteran No. 40, 1985 laporan tentang
intoksikasi pada pemakaian yang lama dengan dosis pengobatan biasa, dan nampaknya di sini
ikut berpengaruh pemakaian obat lain (Enzyminducer), alcohol serta status gizi penderita.
Gejala klinis dapat timbul beberapa jam setelah pemberian obat.penderita menjadi
anoreksia,mual, danmuntah.ikterus timbul setelah had kedua, dapat berlanjut dengan
kesadaran,koma, dan akhirnya meninggal. Pada kasus yang berat angka kematian tinggi.
Faktor Intrinsik (kondisi), seperti:
 Umur > 60 tahun
 Factor patologi : penyakit yang diderita pasien,misalnya adanya factor demam dan nyeri.
 Factor genetic
 Factor alergi
 Factor Ekstrinsik (Faktor Obat), seperi:
 Factor farmasetik : dosis obat dengan pemakaian >15 gram/hari
 Faktor interaksi obat
 Pengguanaan alcohol:adainteraksi obat dengan alkohol
• PATOGENESIS ESO
Wujud :gangguan fungsi hati
Mekanisme : hepatotoksik ini disebabkan oleh metabolit-metabolitnya yang pada dosis normal
dapat ditangkal oleh glutation (suatu tripeptida dengan-SH). Pada dosis diatas 15
gram,persediaan peptide tersebut habis dan metabolit sama dengan mengikat pada protein
dengan –SH disel-sel hati dan terjadilah irreversible
Tingkat keparahan : bila sampai taraf kerusakan berat, maka bisa menyebabkan kematian.Efek
samping : termasuk efek samping tipe A, karena kejadiannya dapat diramalkan.
• PENATALAKSANAAN ESO
Untuk mencegah terjadinya ESO maka dosis obat jangan lebih dari 15 gram/hari dan hindari
factor resiko pendukung efek samping. Jika telah timbul tanda-tanda efek samping obat
dihentikan penggunaannya. Jika efek samping terjadi makapemberian antidotum N-Acetylsistein
efekti mengeluarkan racun. Bilapasien mual dan muntah pemberiannya dapat dilakukan dengan
menggunakan gastric tube.

Anda mungkin juga menyukai