“BRONKIOLITIS”
Preseptor:
dr. Risnelly Syahdeni, Sp. A
apt.Yola Safitri, S.Farm
Disusun oleh :
Elvi Oktavianti, S.Farm (2330122051)
Feti Marida, S.Farm (2330122052)
Lailatul Badri, S.Farm (2330122059)
Penyusun
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................................i
DAFTAR ISI..........................................................................................................ii
BAB I.....................................................................................................................1
PENDAHULUAN..................................................................................................1
1.2 Rumusan masalah.........................................................................................2
1.3 Tujuan...........................................................................................................2
BAB II....................................................................................................................3
TINJAUAN PUSTAKA.........................................................................................3
2.1 Definisi..........................................................................................................3
2.2 Bronkiolitis....................................................................................................4
BAB III.................................................................................................................16
TINJAUAN KHUSUS.........................................................................................16
3.1. Identitas Pasien..........................................................................................16
3.2 Anamnesa....................................................................................................17
3.3 Pemeriksaan................................................................................................18
3.4 Diagnosa......................................................................................................19
3.5 Terapi Pengobatan.......................................................................................19
3.5. Daftar Terapi Obat.....................................................................................20
3.6 Follow up....................................................................................................22
3.7 Lembar Penyesuaian Dosis.........................................................................30
3.9. Analisa Drug Related Problem...................................................................34
LAMPIRAN.........................................................................................................60
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Bronkiolitis adalah suatu penyakit paru obstruktif pada bayi dan anak yang paling
sering disebabkan oleh infeksi RSV (respiratory syncytial virus). Bronkiolitis sering
diderita bayi atau anak berumur kurang dari dua tahun paling sering pada usia 6
bulan.
Penyakit ini disebabkan oleh infeksi yang mempengaruhi saluran udara kecil
(bronkiolus) dan mengganggu fungsi paru-paru penderitanya. Pada saat bronkiolus
meradang, saluran ini membengkak dan menghasilkan lender sehingga menutup jalan
napas.
Sebanyak 95% kasus bronkiolitis disebabkan oleh virus. Namun menurut
penelitian, ada sekitar 1-10% kemungkinan bahwa penyebab bronkiolitis adalah
beberapa bakteri berikut: Mycoplasma pneumonia. Chlamydophila pneumonia.
Diperkirakan bahwa sekitar 34 juta kasus baru infeksi saluran pernapasan bagian
bawah akibat RSV terjadi secara global pada anak di bawah 5 tahun, dengan 3 hingga
4 juta anak membutuhkan perawatan di rumah sakit dan terdapat sekitar 199.000
kematian per tahun, yang didominasi di negara-negara berkembang. Di negara maju
seperti Amerika Serikat, bronkiolitis adalah penyebab paling umum bayi kurang dari
1 tahun untuk dirawat di rumah sakit, yang menyumbang sekitar 100.000 bayi setiap
tahun. Kondisi iklim dan polusi udara seperti asap kendaraan dan asap rokok,
berhubungan dengan peningkatan risiko mengalami infeksi RSV dan beratnya
penyakit.
Bronkiolitis ditandai dengan keluhan demam, pilek dan wheezy cough yang
bersifat kering. Tanda yang ditemukan antara lain merintih, sianosis, suhu tubuh
dapat normal, subfebris atau tinggi, takipnea (ringan hingga terjadi gagal napas),
pernapasan cuping hidung, sekret hidung, retraksi (subkostal, interkostal dan
suprasternal). Pada auskultasi dapat ditemukan suara napas normal atau ekspirasi
memanjang, wheezing dan crackles.
1
1.2 Rumusan masalah
1. Apakah ada kemungkinan terjadi Drug Related problems (DRP) dari obat-
obatan yang diberikan kepada pasien?
2. Bagaimana solusi terkait Drug Related problems (DRP) yang mungkin terjadi
dari obat-obatan yang diberikan kepada pasien?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui kemungkinan terjadi Drug Related problems (DRP) dari
obat-obatan yang diberikan kepada pasien.
2. Untuk menentukan solusi terkait Drug Related problems (DRP) yang
mungkin terjadi dari obat-obatan yang diberikan kepada pasien.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
2.1.1 Anak
2.1.2 Pembagian
1. Anak adalah seseorang yang sampai berusia 18 Tahun, termasuk anak yang masih
dalam kandungan.
3
3. Bayi adalah anak mulai umur 0 sampai 11 bulan.
6. Anak Usia Sekolah adalah anak umur lebih dari 6 tahun sampai sebelum berusia 18
tahun.
2.2 Bronkiolitis
2.2.1 Definisi
4
2.2.2 Epidemiologi dan Etiologi
2.2.3 Patofisiologi
Bronkiolitis biasanya didahului oleh suatu infeksi saluran nafas bagian atas
yang disebabkan virus, parainfluenza, dan bakteri. Bronkiolitis akut ditandai
obstruksi bronkiole yang disebabkan oleh edema, penimbunan lendir serta debris-
debris seluler. Tekanan udara pada lintasan udara kecil akan meningkat baik selama
fase inspirasi maupun selama fase ekspirasi, karena jari-jari suatu saluran nafas
mengecil selama ekspirasi, maka obstruksi pernafasan akan mengakibatkan
5
terperangkapnya udara serta pengisian udara yang berlebihan. Proses patologis yang
terjadi akan mengganggu pertukaran gas normal di dalam paru-paru. Ventilasi yang
semakin menurun pada alveolus akan mengakibatkan terjadinya hipoksemia dini.
Retensi karbon dioksida (hiperkapnia) biasanya tidak terjadi kecuali pada penderita
yang terserang 3 hebat. Pada umumnya semakin tinggi pernafasan, maka semakin
rendah tekanan oksigen arteri. Hiperkapnia biasanya tidak dijumpai hingga kecepatan
pernafasan melebihi 60 x / menit yang kemudian meningkat sesuai dengan takipne
yang terjadi Mansbach, 2009).
Gejala pada anak dengan bronkiolitis antara lain mengi (yang tidak membaik
dengan tiga dosis bronkodilator kerja cepat), ekspirasi memanjang, hiperinflasi
dinding dada, hipersonor pada perkusi, retraksi dinding dada, crackles atau ronki pada
auskultasi, sulit makan, menyusu atau minum.
a. Anamnesis
Sering terjadi pada anak berusia <2 tahun 90% kasus yang membutuhkan
perawatan dirumah sakit terjadi pada bayi berusia<1 tahun. Insidens
tertinggi terjadi pada usia 3-6 bulan.
Anak yang menderita bronkiolitis mengalami demam atau riwayat
demam, namun jarang terjadi demam tinggi.
Rhinorrhea, nasal discharge (pilek), sering timbul sebelum gejala lain
seperti batuk,sesak napas, dan kesulitan makan.
Batuk disertai gejala nasal adalah gejala yang pertama muncul pada
bronkiolitis. Batuk kering dan mengi khas untuk bronkiolitis.
Poor Feeding. Banyak penderita bronkiolitis kesulitan makan yang
berhubungan dengan sesak napas, namun gejala tersebut bukan hal
mendasar untuk mendiagnosis bronkiolitis.
6
Bayi dengan bronkiolitis jarang tampak. Bayi dengan seperti mengantuk,
letargis, gelisah, pucat, motling, dan takikardi membutuhkan penangan
segera
b. Pemeriksaan Fisik
Napas cepat merupakan gejala utama pada lower respiratory tract
infection(LRTI), terutama pada bronkiolitis dan pneumonia.
Retraksi dinding dada(Subkosta, interkosta, dan supraklavikula) sering
terjadi pada pebderita bronkiolitis. Bentuk dada tampak hiperinflasi dan
keadan tersebut membedakan bronkiolitis dari pneumonia.
Fine inspiratory crackles pada seluruh lapng paru sering ditemukan pada
penderita bronkiolitis.
Apnea dapat terjadi pada bronkiolitis, terutama pada usia yang sangat
muda, bayi premature atau berat badan bayi lahir rendah.
c. Pemeriksaan Penunjang
1. Saturasi oksigen
Harus dilakukan pada setiap anak yang datang ke rumah sakit dengan
bronkiolitis. Bayi dengan saturasi oksigen <92% membutuhkan
perawatan di ruang intensif. Bayi dengan saturasi oksigen >94% pada
utdara ruangan dapat dipertimbangkan untyuk dipulangkan.
2. Analisis gula darah
Umumnya tidak diindikasikan pada bronkiolitus. Pemeriksaan tersebut
berguna untuk menilai bayi dengan distress berat dan kemungkinan
mengalami gagal napas.
3. Foto Thorax
Foto Thorax dipertimbangkan pada bayi dengan diagnosis meragukan
atau penyakit atipikal. Foto thorax sebaiknya tidak dilakukan pada
bronkiolitis yang tipikal. Foto Thorax pada bronkiolitis ringan tidak
memberikan informasi yang dapat mempengaruhi pengobatan.
4. Pemeriksaan virologi
Rapid diagnosis infeksi virus pada saluran napas adalah cost effective
7
karena mengurangi lama perawatan, penggunaan antibiotic, dan
pemeriksaan mikrobiologi.
5. Pemeriksaan bakteriologi
Pemeriksaan bakteriologi secara rutin tidak diindikasikan pada
penderita bronkiolitis bakteriologi tipikal.
6. Pemeriksaan Hematologi
Pemeriksaan darah lengkap tidak diindikasikan dalam menilai dan
menatalaksana bayi dengan bronkiolitis topical.
8
2.2.7 Diagnosis Banding
Diagnosis banding utama bronkiolitis pada anak adalah asma. Kedua penyakit
ini sulit dibedakan pada episode pertama, namun adanya kejadian mengi berulang,
tidak adanya gejala prodromal infeksi virus, dan adanya riwayat keluarga dengan
asma dan atopi dapat membantu menegakkan diagnosis asma. Beberapa penyakit-
penyakit lain harus dibedakan dari bronkiolitis (Tabel 2). Kelainan anatomi seperti
cincin vaskuler dapat menyebabkan obstruksi saluran napas dan gangguan inspirasi
ataupun ekspirasi. Benda asing harus dipertimbangkan sebagai diagnosis
banding.Penyebab mengi lain yang sering pada bayi muda adalah Gastroesophageal
Reflux Disease (GERD). Pneumonia bakterialis harus dibedakan dengan bronkiolitis
karena terkait dengan perbedaan tatalaksana, walaupun pada pneumonia jarang sekali
ditemukan mengi.
9
(hemangioma saluran napas, malformasi
cystic adenomatoid, kista bronchial atau
paru, emfisema lobar kongenital, benda
asing, penyakit jantung kongenital)
Imunodefisiensi (Imunoglobulin A
deficiency, defisiensi ß-cell, AIDS,
bronkiektasis)
2.2.8 Tatalaksana
1. Oksigenasi
Pemberian oksigen dilakukan pada semua anak dengan mengi dan distres
pernapasan berat, metode yang direkomendasikan adalah dengan nasal prongs, kateter
nasal, atau kateter nasofaringeal dengan kadar oksigen 30 – 40%. Apabila tidak ada
oksigen, anak harus ditempatkan dalam ruangan dengan kelembapan udara tinggi,
sebaiknya dengan uap dingin (mist tent) untuk mencairkan sekret di tempat
peradangan. Terapi oksigen diteruskan sampai tanda hipoksia hilang. Penggunaan
kateter nasal >2 L/menit dengan maksimal 8-10 L/menit dapat menurunkan
kebutuhan rawat di Paediatrics Intensive Care Unit (PICU). Penggunaan kateter nasal
serupa efektifnya dengan nasal CPAP bahkan mengurangi kebutuhan obat sedasi.
Pemberian oksigen suplemental pada anak dengan bronkiolitis perlu memperhatikan
gejala klinis serta saturasi oksigen anak, karena tujuannya adalah untuk pemenuhan
10
kebutuhan oksigen anak yang terganggu akibat obstruksi yang mengganggu perfusi
ventilasi paru. Transient oxygen desaturation pada anak umum terjadi saat anak
tertidur, durasinya <6 detik, edangkan hipoksia pada kejadian bronkiolitis cenderug
terjadi dalam hitungan jam sampai hari.
2. Cairan
11
4. Antivirus
5. Antibiotik
Anti-bakterial tidak perlu karena sebagian besar kasus disebabkan oleh virus,
kecuali bila dicurigai ada infeksi tambahan. Terapi antibiotik sering digunakan
berlebihan karena khawatir terhadap infeksi bakteri yang tidak terdeteksi, padahal hal
ini justru akan meningkatkan infeksi sekunder oleh kuman yang resisten terhadap
antibiotik tersebut; sehingga penggunaannya diusahakan hanya berdasarkan indikasi.
Pemberian antibiotik dapat dipertimbangkan untuk anak dengan bronkiolitis yang
membutuhkan intubasi dan ventilasi mekanik untuk mencegah gagal napas.
Antibiotik yang dipakai biasanya yang berspektrum luas, namun untuk Mycoplasma
pneumoniae diatasi dengan eritromisin.
6. Fisioterapi
Fisioterapi dada pada anak bronkiolitis dengan teknik vibrasi ataupun perkusi
(5 trials) atau teknik pernapasan pasif tidak lebih baik selain pengurangan durasi
pemberian terapi oksigen. Penghisapan sekret daerah nasofaring untuk meredakan
sementara kongesti nasal atau obstruksi saluran napas atas, namun sebuah studi
retrospektif menyatakan deep suctioning berhubungan dengan durasi rawat inap lebih
lama pada anak usia 2 – 12 bulan.
12
2.2.9 Faktor Resiko (IDAI, 2009)
13
berulang mengi selama masa kanak-kanak. Tatalaksana episode mengi yang dipicu
virus sama dengan asma bronkial. Tidak dapat dibuktikan secara jelas bahwa
bronkiolitis terjadi pada anak dengan kecendrungan asma. Akan tetapi bila bayi yang
terkena bronkiolitis dihubungkan dengan asma, keberhasilan pengobatan dengan
kortikosteroid mungkin dapat mengurangi prevalens asma pada anak dari kelompok
pengobatan.
14
BAB III
TINJAUAN KHUSUS
DATA UMUM
No. MR 32XXXX
Agama Islam
Umur 3 Bulan
Pekerjaan -
Diagnosa Bronkiolitis
DD/ Bronkopneumonia
Mulai perawatan 06 November 2023 – 08 November 2023
15
3.2 Anamnesa
3.2.1 Keluhan Utama
Demam sudah 1 minggu, batuk sudah 3 hari, muntah satu kali, sesak nafas
yang meningkat sejak beberapa jam sebelum masuk Rumah Sakit.
3.2.2 Riwayat Penyakit Sekarang
Demam 1 minggu sebelum masuk Rumah Sakit, sesak nafas yang meningkat
sejak beberapa jam sebelum masuk Rumah Sakit, batuk sudah 3 hari, Muntah 1 kali
pada hari itu.
3.2.3 Riwayat penyakit dahulu
Tidak diketahui.
3.2.4 Riwayat penyakit keluarga
16
3.3 Pemeriksaan
3.3.1 Pemeriksaan Fisik
Pada tanggal 06-11-2023 didapatkan hasil:
Tekanan darah : 100/60 mmHg
Pernafasan (RR) : 48 x/menit
Nadi : 110 x/menit
Suhu : 37,7℃
Kepala : Tidak Anemis
Sklera : Tidak Ikterik
Leher : Kaku kuduk (Tidak ada)
Thorax : Rh(+/+) Wh(+/+)
Abdomen : Supel, Bu (+) n, Timpani
Genetalia : Tidak di periksa
3.4 Diagnosa
Bronkiolitis
DD/Bronkopneumonia
17
3.5 Terapi Pengobatan
3.5.1 Terapi IGD (06/11/2023)
IVFD KAEN 1B 18 Tetes/menit (mikro)
Injeksi Cefriaxon 2x125 mg (IV)
Paracetamol drop 3x0,6 ml (60mg) (PO)
Salbutamol 4x0,5mg (PO)
Ambroxol 3x 2.5 mg (PO) (racikan)
Pseudoefedrin HCL 60mg, triprolidine 2,5mg 3x4,7mg (PO) (racikan)
Methylprednisolon 3x1,5mg (PO) (racikan)
18
3.6 Daftar Terapi Obat
Nama obat Dosis 06/11 07/11 08/11
IVFD KA EN 1B 18 tetes/menit √ √ √
Ceftriaxon (IV) 2x125mg √ √
Paracetamol drop (PO) 3x0,6 ml (60mg) √ √ √
Salbutamol (PO) 4x0,5 mg √ √ √
Ambroxol (PO) 3x2.5mg √ √ √
Cefadroxil sirup (PO) 2x1/2 cth √
(62,5mg)
Pseudoefedrin HCL 60mg, triprolidine 2,5mg 3x4,7 mg √ √ √
(PO)
Metylprednisolon 3x1,5mg √ √ √
17
3.7 Follow up
Nama : No Diagnosa : Bronkiolitis Dokter : dr.Risnelly Syahdeni.Sp.A
An.K RM :32XXXX DD/ Bronkopneumonia
22
Trombosit: Ambroxol 3x2.5mg prostaglandin pada
432.000 (Normal) pusat pengatur panas
Hemotokrit 30.0 % Metylprednisolon hipotalamus.
(rendah) 3x1,5mg 4) Salbutamol bekerja
MCV: 88.9 fL dengan cara
(Normal) melemaskan otot-otot
MCH : 28.4 pg disekitar saluran
(Normal) pernapasan yang
MCHC 32.0 % menyempit, sehingga
(Normal) udara dapat mengalir
Hemoglobin : 10,0 lebih lancer kedalam
g/dL (Normal) paru-paru.
5) Pseudoefedrin HCl
bekerja dengan cara
mempersempit
pembuluh darah untuk
mengurangi
pembekakan
pembuluh darah.
6) Ambroxol bekerja
23
dengan cara
meningkatkan sekresi
saluran pernafasan
dengan meningkatkan
produksi surfactant
paru dan merangsang
aktivitas silia dan
menghasilkan
peningkatan
pembersihan
mukosiliar serta
peningkatan sekresi
cairan yang
memfasilitasi
pengeluaran dan
meredakan batuk.
7) Cefadroxil sirup
bekerja dengan cara
menghambat
pembentukan dinding
24
sel bakteri sehingga
bakteri tidak dapat
bertahan hidup.
8) Methylprednisolon
bekerja dengan cara
mengurangi zat
pemicu peradangan
didalam tubuh.
Dengan begitu, gejala
peradangan, seperti
nyeri dan
pembengkakan akan
berangsur mereda.
25
07/11/23 Sesak napas Tanda-tanda vital: Bronkiolitis IVFD KAEN 1B 18 Pemberian IVFD KAEN Pantau sesak
berkurang Suhu: 36,5oC DD/Bronkopneumonia tetes/menit (mikro) 1B untuk memelihara pasien
Batuk dan RR : 34 x/i Injeksi Cefriaxon keseimbangan cairan tubuh Pantau kondisi
pilek masih Nadi : 108 x/i 2x125 mg (IV) dan nutrisi pada pasien. pasien
ada TD: 90/60 mmHg Paracetamol drop 3x0,6 Injeksi Cefriaxon Pemberian
Demam ml (PO) Bila demam digunakan untuk infeksi Informasi Obat
tidak ada Salbutamol 4x0,,5 (PO) bakteri. (PIO)
Pseudoefedrin HCL Paracetamol digunakan
60mg, triprolidine untuk menurunkan suhu
2,5mg 3x4,7mg (PO) badan.
Ambroxol 3x2.5mg Salbutamol untuk
(PO) mengatasi sesak nafas
Metylprednisolon yang dialami pasien.
3x1,5mg Pseudoefedrin HCl untuk
mengatasi gejala gangguan
saluran pernapasan bagian
atas seperti alergi dan pilek
Ambroxol digunakan
untuk mengatasi batuk
pada pasien.
26
Metylprednisolon
digunakan untuk
antiinflamasi.
27
08/11/23 Sesak nafas Tanda-tanda vital: Bronkiolitis Salbutamol 4x0,5mg 1) Pemberian IVFD KA Pemberian
berkurang Suhu: 36,0oC DD/Bronkopneumonia (PO) EN 1B untuk Informasi Obat
Demam tidak RR : 30 x/i Pseudoefedrin HCL memelihara (PIO)
ada Nadi : 108x/i 60mg, triprolidine keseimbangan cairan
Batuk pilek TD:90/60 mmHg 2,5mg 3x4,7mg (PO) tubuh dan nutrisi pada
masih ada Ambroxol 3x2.5mg pasien.
Metylprednisolon 2) Injeksi Cefriaxon
3x1,5mg bekerja dengan
Cefadroxil sirup 2x1/2 menginhibisi sintesis
cth (62,5mg) dinding sel bakteri.
3) Paracetamol bekerja
dengan menghambat
prostaglandin pada pusat
pengatur panas
hipotalamus.
4) Salbutamol bekerja
dengan cara melemaskan
otot-otot disekitar
saluran pernapasan yang
menyempit, sehingga
28
Pasien udara dapat mengalir
diperbolehkan lebih lancer kedalam
pulang paru-paru.
5) Pseudoefedrin HCl
bekerja dengan cara
mempersempit pembuluh
darah untuk mengurangi
pembekakan pembuluh
darah.
6) Ambroxol bekerja dengan
cara meningkatkan
sekresi saluran
pernafasan dengan
meningkatkan produksi
surfactant paru dan
merangsang aktivitas silia
dan menghasilkan
peningkatan pembersihan
mukosiliar serta
peningkatan sekresi
29
cairan yang memfasilitasi
pengeluaran dan
meredakan batuk.
7) Cefadroxil sirup bekerja
dengan cara
menghambat
pembentukan dinding sel
bakteri sehingga bakteri
tidak dapat bertahan
hidup.
8) Methylprednisolon
bekerja dengan cara
mengurangi zat pemicu
peradangan didalam
tubuh. Dengan begitu,
gejala peradangan,
seperti nyeri dan
pembengkakan akan
berangsur mereda.
30
3.8 Lembar Penyesuaian Dosis
No Nama obat Dosis terapi Dosis literature Keterangan
1. IVFD KA EN 1B 18 tetes/menit Dosis anak (literature) : anak < 10 kg:100ml/kgBB/hari Sesuai
anak < 10kg : 4 ml/kgBB/jam
Perhitungan dosis : 4ml x 4,9 kg = 18,8 ml/jam
31
(Basic Pharmacology & Drugs Notes, 2023 hal. 282).
3. Paracetamol drop Dik : BB Pasien : 4,9 kg Sesuai
3X0,6ml
60mg/0,6ml (PO)
(60mg)=180mg/
Dosis anak (literatur): 10-15 mg/kgBB/kali
hari
diberikan tiap 4-6 jam
Perhitungan Dosis : (10-15 mg) x 4,9 kg = 49-73,5mg/kali
= 147 – 220,5 mg/hari
32
4. Pseudoefedrin 3x4,7mg = 14,1 Dik : BB Pasien : 4,9 kg Sesuai
HCL 60mg, mg
triprolidine 2,5mg Dosis anak (literatur): 1- 1,5 mg/kgBB/kali
(PO) Dosis : (1 – 1,5 mg) x 4,9 kg = 4,9- 7,35 mg/kali
= 14,7 – 22,05 mg/hari
33
(Basic Pharmacology & Drugs Notes, 2023, hal. 359).
7. Cefadroxil sirup 2x1/2 cth Dik : BB Pasien : 4,9 kg Sesuai
125mg/5ml (PO) (62,5mg)=125mg/hari
Dosis anak : 25-30 mg/kgBB/hari dalam 2 dosis
terbagi
Dosis : (25-30 mg) x 4,9 kg = 122, 5 - 147 mg/hari
34
3.9. Analisa Drug Related Problem
35
menghasilkan peningkatan pembersihan mukosiliar serta
peningkatan sekresi cairan yang memfasilitasi
pengeluaran dan meredakan batuk.
15) Cefadroxil sirup bekerja dengan cara menghambat
pembentukan dinding sel bakteri sehingga bakteri tidak
dapat bertahan hidup.
16) Methylprednisolon bekerja dengan cara mengurangi
zat pemicu peradangan didalam tubuh. Dengan begitu,
gejala peradangan, seperti nyeri dan pembengkakan akan
berangsur mereda.
Pasien mendapatkan terapi tambahan yang tidak - Pasien tidak memerlukan terapi tambahan, pasien telah
diperlukan mendapatkan terapi sesuai dengan kondisi medis.
36
√ Pasien memerlukan terapi non farmakologi seperti
Pasien masih memungkinkan menjalani terapi
non farmakologi Hindari paparan debu dan asap
Terdapat duplikasi terapi - Tidak terdapat duplikasi terapi karena obat yang
37
digunakan mekanisme kerja nya berbeda-beda dan ada
nya jeda waktu pemberian obat.
38
Pasien mendapat penanganan terhadap efek - Pasien tidak mendapatkan penanganan terhadap efek
Samping yang seharusnya dapat dicegah. samping yang seharusnya dapat dicegah, karena pasien
tidak mengalami efek samping yang signifikan.
1) IVFD KA EN 1B
Efek samping: Hipersensitif (gatal-gatal, terbentuk ruam),
nyeri pada tempat injeksi, pembengkakan paru-paru dan
otak
2) Injeksi Cefriaxon
Efek samping: Gangguan saluran cerna (mual,
muntah,tinja lunak, stomatitis), rekasi kulit (urtikaria,
edema, dermatitis alergi).
3) Parasetamol drop 60mg/0,6ml
Kontra Indikasi:
Hipersensitif, gangguan hati berat atau penyakit hati
aktif.
(Basic Pharmacology and Drug, 2023 Hal 141)
4) Salbutamol
Efek samping: Tremor, sakit kepala, vasodilatasi
perifer,kram otot, takikardia, aritmia jantung, berpotensi
39
hipokalemia serius.
(Basic Pharmacology and Drug Notes 2023 Edition hal 146)
5) Pseuefedrin Hcl
Efek samping:
Palpitasi, aritmia, reaksi kulit, pusing, mual, muntah,
hipertensi, mulut kering, sakit kepala, retensi urin.
(Basic Pharmacology and Drug, 2023 Hal 141)
6) Ambroxol
Efek samping:
Gangguan saluran cerna ringan, reaksi alergi, reaksi pada
kulit (seperti eritema multiforme, sindrom steven johnson,
dan acut generalized exanthematous pustulosis),
pembengkakan wajah, dispnea, demam.
(Basic Pharmacology and Drug, 2023 Hal 138)
7. Methylprednisolone
Efek samping:
Penggunaan obat secara tiba-tiba setelah penggunaan
yang lama dapat menyebabkan insufiensi adrenal akut
dengan gejala demam, myalgia,arthralgia,dan malaise.
40
(Basic Pharmacology and Drug, 2023 Hal 357)
Kondisi pasien tidak dapat disembuhkan oleh - Kondisi pasien masih bisa disembuhkan dengan obat dengan
obat syarat pasien teratur dan disiplin mengkonsumsi obat, dan
menghindari faktor- faktor resiko yang dapat
mempengaruhi kondisi k esehatan pasien.
Obat tidak diindikasikan untuk kondisi pasien - Terapi obat yang diberikan telah efektif dalam proses
penyembuhan pasien.
41
24 jam x 60 menit
18 tetes/menit = X x 60 tetes
1440 menit
X = 432 ml = 1 kolf
Injeksi Cefriaxon 2x125 mg (IV)
Dik : BB Pasien : 4,9 kg
42
Dosis anak (literatur) : 0,05 - 0,1 mg/kgBB/kali setiap 6-8 jam
Perhitungan dosis : (0,05 - 0,1 mg) x 4,9 kg = 0,245-0,49 mg/kali
= 0,98 – 1,96 mg/hari
Pseudoefedrin HCL 60mg, triprolidine 2,5mg 3x4,7 mg
(PO)
Dik : BB Pasien : 4,9 kg
43
Perhitungan dosis : (0,5 – 1,7 mg) x 4,9 kg = 2,45-8,33 mg/hari
44
24 jam x 60 menit
18 tetes/menit = X x 60 tetes
1440 menit
X = 432 ml = 1 kolf
Injeksi Cefriaxon 2x125 mg (IV)
Dik : BB Pasien : 4,9 kg
45
Dosis anak (literatur) : 0,05 - 0,1 mg/kgBB/kali setiap 6-8 jam
Perhitungan dosis : (0,05 - 0,1 mg) x 4,9 kg = 0,245-0,49 mg/kali
= 0,98 – 1,96 mg/har
46
Dik : BB Pasien : 4,9 kg
Frekuensi penggunaan tidak tepat - Frekuensi penggunaan obat yang diberikan sudah tepat.
1. Ceftriaxon t1/2 = 6 jam (hal 237.1)
2. Salbutamol t1/2 = 4-6 jam (hal 1131.3)
3. Paracetamol t1/2 = 1-3 jam (hal 108.1)
4. Pseudoefedrin t1/1= 5-8 jam (hal 1571.2)
5. Triprolidin t ½ = 3-5 jam (hal
47
6. Cefadroxil t1/2= 1,5 jam (hal 218.1)
Sumber : Martindal,2009
Durasi penggunaan tidak tepat - Durasi penggunaan sudah tepat.
Penyimpanan tidak tepat - Penyimpanan obat sudah tepat karena telah disimpan di
tempat kering dan terhindar dari matahari dan disimpan pada tempat
yang sesuai dalam tempat obat pasien.
Terdapat interaksi obat Penggunaan obat rawat inap tanggal 06/11/23
48
Solusinya : Solusi yang dapat dilakukan untuk interaksi obat
dengan memantau tekanan darah, nadi, serta
mengkonfirmasikan kepada dokter, jika diperlukan lakukan
penyesuaian dosis.
Penggunaan obat rawat inap tanggal 07/11/2023
IVFD KAEN 1B 18 tetes/menit
Injeksi Cefriaxon 2x125 mg (IV)
Paracetamol 3x0,6 ml (PO)
Salbutamol 4x0,5mg (PO)
Pseudoefedrin HCL 60mg, triprolidine 2,5mg 3x4,7 mg
(PO)
Ambroxol 3x2,5mg
Methylprednisolone 3x1,5mg
49
penyesuaian dosis.
Penggunaan obat rawat inap tanggal 08/11/2023
Salbutamol 4x0,5mg (PO)
Pseudoefedrin HCL 60mg, triprolidine 2,5mg 3x4,7 mg
(PO)
Ambroxol 3x2,5mg
Methylprednisolone 3x1,5mg
Terdapat interaksi moderate
Salbutamol + Pseudoefedrin
Keduanya meningkatkan tekanan darah dan detak jantung
Solusinya: Solusi yang dapat dilakukan untuk interaksi obat
dengan memantau tekanan darah, nadi, serta
mengkonfirmasikan kepada dokter, jika diperlukan lakukan
penyesuaian dosis.
4. Reaksi yang tidak diinginkan
Obat tidak aman untuk pasien - Pemberian terapi pada pasien telah disesuaikan dengan
dosis yang tepat untuk pasien. Obat yang diberikan aman digunakan
pada pasien.
Terjadi reaksi alergi - Pasien tidak mengalami alergi selama pengobatan.
Dosis obat dinaikan atau diturunkan terlalu cepat - Dosis obat sudah sesuai.
50
Muncul efek yang tidak diinginkan - Tidak muncul efek yang tidak diinginkan.
Administrasi obat yang tidak tepat - Administrasi obat telah sesuai.
Pasein tidak patuh atau memilih untuk tidak - Pasien patuh menggunakan obat, karena distribusi obat kepada pasien
51
menggunakan obat rawat inap yang di siapkan dalam bentuk dosis tunggal siap pakai
selama 24 jam atau Unit Daily Dose
(UDD).
6. Pasien membutuhkan terapi tambahan
Terdapat kondisi yang tidak diterapi - Kondisi pasien telah diberikan terapi yang sesuai.
Pasien membutuhkan obat lain yang sinergis - Pasien tidak membutuhkan obat lain yang sinergis
Pasien membutuhkan terapi profilaksis. - Pasien tidak membutuhkan terapi profilaksis.
52
BAB IV
PEMBAHASAN
Seorang pasien anak bernama K. berumur 3 bulan masuk ke IGD RSUD Dr. M.Zein Painan pada tanggal 06 November 2023
jam 10.00 WIB. Pasien datang kerumah sakit dengan keadaan demam sudah 1 minggu disertai flu dan batuk dan muntah 1x sebelum
masuk rumah sakit. Hasil pemeriksaan tanda-tanda vital tekanan darah 100/60mmHg, pernafasan 48x/i, nadi 110x/i, suhu 37,7 oC .
Pemeriksaan laboratorium pasien didapatkan hasil : Hemoglobin 10,0 g/dL(normal), Leukosit 14.100/mm 3 (tinggi), Eritrosit 3.41 106/µL,
Trombosit 432.000 106/µL, Hematokrit 30,0% (rendah), MCV 88.9 fl, MCH 28.4 µg, MCHC 32.0%. Terapi yang diberikan IVFD
KA-EN 1B 18 tetes/i, injeksi ceftriaxone 2x 125mg, Paracetamol drop 3x0,6 ml,salbutamol 4x 0,5mg, dan metilprednisolon
3x1,5mg, Ambroxol 3x2,5mg, dan Lapifed 3x 4,7mg. Pasien di diagnosa dengan Bronkopneumania pasien dipindahkan keruang
rawatan bangsal anak ruangan Arafah untuk mendapatkan terapi lebih intensif.
Hari rawatan kedua tanggal 07 November 2023 pasien mengeluhkan sesak nafas berkurang batuk dan pilek masih ada dan
tidak lagi demam. Pemeriksaan tanda-tanda vital: Suhu 36,5 oC, Laju pernafasan 34x/i, Nadi 108x//i dan tekanan darah 90/60mmHg.
Pasien masih mendapatkan terapi yang sama dengan hari sebelumnya.
Hari rawatan ketiga tanggal 08 November pasien mengeluh sesak nafas berkurang, demam tidak ada. Pemeriksaan tanda-
tanda vital : suhu 36,0 oC, pernapasan : 30x/i, nadi : 108x/i, TD : 90/60mmHg. Terapi yan diberikan sama dengan hari sebelumnya.
Jam 12.00 WIB pasien sudah diperbolehkan pulang dengan terapi:
Cefadroxil sirup 2x ½ sendok takar untuk pengobatan infeksi saluran pernafasan,
Salbutamol 4x0,5mg untuk meredakan sesak anak,
Methylprednisolone 3x1,5mg + Ambroxol 3x2,5mg + Lapifed (Pseudoefedrin HCL 60mg, triprolidine 2,5mg) 3x
4,7mg untuk pengobatan batuk dan pilek pasien.
53
Dianjurkan kepada orang tua pasien untuk bisa menghindari pasien dari paparan debu dan polusi ( Asap rokok, asap
obat nyamuk bakar, asap bakar sampah, asap pedagang makanan bakar, asap kendaraan, debu jalan, debu dikasur,
udara dingin).
Pemberian ASI ekslusif selama 6 bulan. Asi mengandung antibody ig G, Ig A dan interferon gamma yang dapat
menetralkan patogenisistas RSV. Imunoregulator dan imunomodulator dalam ASI juga meningkatkan maturase sistem
imun.
Anjurkan kepada orang tua pasien untuk melakukan imunisasi influenza dan pneumococcal conjugate vaccine (PCV)
54
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
1. Pasien di diagnosa Bronkiolitis, pasien mendapatkan terapi yang tepat
untuk indikasi bronkiolitis dan pasien pulang dengan kondisi perbaikan.
2. Pada bayi usia 2-6 bulan paling sering terjadi bronkiolitis
3. Terdapat Interaksi obat(dapat dilihat tabel DRP)`
5.2 Saran
1. Dianjurkan kepada orang tua pasien untuk menghindari pasien dari paparan
debu dan polusi ( asap rokok,kendaraan,debu jalan,udara).
55
DAFTAR PUSTAKA
56
2009;63(4):473-7. [Epub 2007 Nov 21]
Kementerian Kesehatan RI. 2018. Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018.
Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian
RI.
Klassen TP. Recent advances in the treatment of Bronchiolitis and Laryngitis.
Pediatric Clin of North Am 1997; 44:249-58
Laskmi A. 2006. Pneumonia pediatric. http://www.emedicine.com (diakses
tanggal 10 maret 2014).
Mayfield S, Bogossian F, O’Malley L, Schibler A. High-flow nasal cannula
oxygen therapy for infants with bronchioltis: Pilot study. J Paediatrics
and Child Health. 2014;50(5):373-8. doi: 10.1111/jpc.12509.
PDPI. 2014. Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan Pneumonia Komunitas di
Indonesia Edisi II. Jakarta: Indonesia.
Plint AC, Johnson DW, Patel H, Wiebe N, Correll R, Brant R, et al. Epinephrine
and Dexamethasone in Children with Bronchiolitis. N Engl J Med
2009; 360:2079-89.
Technical updates of the guidelines on the Integrated Management of Childhood
Illness (IMCI): Evidence and recommendations for further adaptations.
Geneva: WHO; 2005.
Setiawati L., Asih R., & Makmuri, Tata Laksana Bronkiolitis. Divisi Respirologi
Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas
Airlangga, 2005 Surabaya
Simoes EA. Environmental and demographic risk factors for respiratory syncytial
virus lower respiratory tract disease. J Pediatr. 2003;143(5 Suppl):118–
26. [PubMed:14615710]
Walsh P, Rothenberg SJ. American Academy of Pediatrics 2014 bronchiolitis
guidelines: Bonfire of the evidence. Western J Emergency Med. 2015;
16(1):85-8.10. Plint AC, Johnson DW, Patel H, Wiebe N, Correll R,
Brant R, et al. Epinephrine and Dexamethasone in Children with
Bronchiolitis. N Engl J Med 2009; 360:2079-89.
Watts KD, Goodman DM. Wheezing in infants: Bronchiolitis. In: Behrman RE,
57
Kliegman RM, Arvin AM, editors. Nelson textbook of pediatrics. 19th
ed. Philadelphia: WB Saunders; 2011. p. 1456-9.
Welliver RC. Bronchiolitis and infectious asthma. In: Feigin RD, et al. Feigin
Textbook of Pediatric Infectious Disease. 6th ed. Philadelphia: WB
Saunders; 2009. p. 277-85
Wijaya S. Pedoman diagnosis bronkiolitis akut.JIMKI. 2014,2:94-100
World Health Organization. Pocket book of hospital care for children: Guidelines
for the management of common childhood illnesses. 2nd ed. 2013.
58
LAMPIRAN
1. IVFD KA-EN 1B
Sediaan Larutan
59
Gambar sediaan
60
2. Injeksi Ceftriaxon
61
Gambar
Sediaan
62
3.Salbutamol
63
4. Paracetamol drop
64
Gambar sediaan
5.Cefadroxyl Syrup
Nama sediaan Cefadroxyl 125 mg/5ml
Golongan obat Antibiotik
Indikasi Pengobatan infeksi yag disebabkan oleh
bakteri gram positif yang sensitif
terhadap cefadroxil seperti
staphylococcus pneumoniae.
Infeksi saluran napas, infeksi kulit dan
jaringan lunak, infeksi saluran kemih dan
kelamin.
Mekanisme kerja menghalangi proses pembentukan
dinding sel dan mengaktifkan enzim
autolitik untuk menghancurkan dinding
sel bakteri
Dosis umum Dewasa : 1 -2 gram/ hari dalam 2 dosis
terbagi.
Anak - anak : 30mg/kgBB/hari diberikan
dalam dosis 2 terbagi
65
Bentuk sediaan Sirup
Gambar sediaan
6.Ambroxol
66
Dosis umum Dewasa & Anak diatas 12 tahun : 2-3 x
30 mg/hari. Dosis yang dianjurkan
untuk anak-anak: 1,2-1,6
mg/kgBB/hari.
Kontra indikasi Hipersensitif terhadap ambroxol.
Komposisi Ambroxol 30 mg
Bentuk sediaan Tablet
Gambar sediaan
7.Methyl prednisolone
67
Mekanisme kerja Methylprednisolone adalah
glukokortikoid sintetik dan turunan metil
dari prednisolon, yang memiliki sifat
antiinflamasi dan imunosupresi yang
kuat. Methylprednisolone bekerja
terutama dengan mengatur ekspresi gen
setelah berikatan dengan reseptor
intraseluler tertentu dan translokasi ke
inti sel. Selain itu, methylprednisolone
mengurangi peradangan dengan
menghambat migrasi leukosit
polimorfonuklear dan
Dosis umum Dewasa: Dosis disesuaikan secara
individual berdasarkan kondisi yang
sedang diobati dan respons pasien.
Sebagai metilprednisolon Na suksinat:
Awalnya, 10-500 mg setiap hari melalui
injeksi atau infus. Berikan dosis yang
melebihi 250 mg selama setidaknya 30
menit dan dosis hingga 250 mg selama
setidaknya 5 menit. Rekomendasi dosis
dapat bervariasi antara negara dan
produk individu (lihat produk spesifik
atau pedoman pengobatan lokal).
68
atau setiap hari lainnya hingga 3 dosis.
Rekomendasi dosis dapat bervariasi
antara negara dan produk individu (lihat
produk spesifik atau pedoman
pengobatan lokal).
Komposisi Methylprednisolon Tablet 4mg
Bentuk sediaan Tablet
Gambar sediaan
69
8. Pseudoefedrin HCL
70
71