Anda di halaman 1dari 72

Case Report

PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER (PKPA)


DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH Dr. M. Zein PAINAN

“BRONKIOLITIS”

Preseptor:
dr. Risnelly Syahdeni, Sp. A
apt.Yola Safitri, S.Farm

Disusun oleh :
Elvi Oktavianti, S.Farm (2330122051)
Feti Marida, S.Farm (2330122052)
Lailatul Badri, S.Farm (2330122059)

PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS PERINTIS INDONESIA
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah Subhanahu Wa Ta’ala


atas segala rahmat dan hidayahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan
laporan case study Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Rumah Sakit
Umum Daerah Dr. M.Zein Painan.
Dalam proses penyelesaian laporan kasus ini penulis banyak
mendapatkan bantuan dan dukungan dari berbagai pihak, oleh sebab itu pada
kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terimakasih kepada:
1. dr.Risnelly Syahdeni, Sp.A, dan apt.Yola Safitri, S.Farm selaku preseptor
yang telah meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan, petunjuk, dan
arahan sehingga laporan case study ini dapat diselesaikan.
2. apt. Sanubari Rela Taubat, M. Farm dan Ibu apt. Lola Azyenela, M.Farm
selaku dosen pembimbing PKPA RSUD M. Zein Painan.
3. Staf Instalasi Farmasi Rumah Sakit Umum Daerah Dr.M. Zein Painan yang
telah memberikan bantuan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan
laporan case study ini.
Terimakasih atas semua bimbingan, bantuan dan dukungan yang telah
diberikan kepada penulis, semoga dapat bermanfaat bagi kita semua untuk
perkembangan ilmu pengetahuan pada masa mendatang khususnya tentang
pelayanan klinis farmasi rumah sakit mengenai “Bronkiolitis”. Penulis
menyadari laporan kasus ini memiliki banyak kekurangan dan jauh dari
sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang
membangun dari semua pihak.

Painan, November 2023

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................i
DAFTAR ISI..........................................................................................................ii
BAB I.....................................................................................................................1
PENDAHULUAN..................................................................................................1
1.2 Rumusan masalah.........................................................................................2
1.3 Tujuan...........................................................................................................2
BAB II....................................................................................................................3
TINJAUAN PUSTAKA.........................................................................................3
2.1 Definisi..........................................................................................................3
2.2 Bronkiolitis....................................................................................................4
BAB III.................................................................................................................16
TINJAUAN KHUSUS.........................................................................................16
3.1. Identitas Pasien..........................................................................................16
3.2 Anamnesa....................................................................................................17
3.3 Pemeriksaan................................................................................................18
3.4 Diagnosa......................................................................................................19
3.5 Terapi Pengobatan.......................................................................................19
3.5. Daftar Terapi Obat.....................................................................................20
3.6 Follow up....................................................................................................22
3.7 Lembar Penyesuaian Dosis.........................................................................30
3.9. Analisa Drug Related Problem...................................................................34
LAMPIRAN.........................................................................................................60

ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Bronkiolitis adalah suatu penyakit paru obstruktif pada bayi dan anak yang paling
sering disebabkan oleh infeksi RSV (respiratory syncytial virus). Bronkiolitis sering
diderita bayi atau anak berumur kurang dari dua tahun paling sering pada usia 6
bulan.
Penyakit ini disebabkan oleh infeksi yang mempengaruhi saluran udara kecil
(bronkiolus) dan mengganggu fungsi paru-paru penderitanya. Pada saat bronkiolus
meradang, saluran ini membengkak dan menghasilkan lender sehingga menutup jalan
napas.
Sebanyak 95% kasus bronkiolitis disebabkan oleh virus. Namun menurut
penelitian, ada sekitar 1-10% kemungkinan bahwa penyebab bronkiolitis adalah
beberapa bakteri berikut: Mycoplasma pneumonia. Chlamydophila pneumonia.
Diperkirakan bahwa sekitar 34 juta kasus baru infeksi saluran pernapasan bagian
bawah akibat RSV terjadi secara global pada anak di bawah 5 tahun, dengan 3 hingga
4 juta anak membutuhkan perawatan di rumah sakit dan terdapat sekitar 199.000
kematian per tahun, yang didominasi di negara-negara berkembang. Di negara maju
seperti Amerika Serikat, bronkiolitis adalah penyebab paling umum bayi kurang dari
1 tahun untuk dirawat di rumah sakit, yang menyumbang sekitar 100.000 bayi setiap
tahun. Kondisi iklim dan polusi udara seperti asap kendaraan dan asap rokok,
berhubungan dengan peningkatan risiko mengalami infeksi RSV dan beratnya
penyakit.
Bronkiolitis ditandai dengan keluhan demam, pilek dan wheezy cough yang
bersifat kering. Tanda yang ditemukan antara lain merintih, sianosis, suhu tubuh
dapat normal, subfebris atau tinggi, takipnea (ringan hingga terjadi gagal napas),
pernapasan cuping hidung, sekret hidung, retraksi (subkostal, interkostal dan
suprasternal). Pada auskultasi dapat ditemukan suara napas normal atau ekspirasi
memanjang, wheezing dan crackles.

1
1.2 Rumusan masalah
1. Apakah ada kemungkinan terjadi Drug Related problems (DRP) dari obat-
obatan yang diberikan kepada pasien?
2. Bagaimana solusi terkait Drug Related problems (DRP) yang mungkin terjadi
dari obat-obatan yang diberikan kepada pasien?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui kemungkinan terjadi Drug Related problems (DRP) dari
obat-obatan yang diberikan kepada pasien.
2. Untuk menentukan solusi terkait Drug Related problems (DRP) yang
mungkin terjadi dari obat-obatan yang diberikan kepada pasien.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi

2.1.1 Anak

Menurut WHO definisi anak adalah dihitung sejak seseorang didalam


kandungan sampai dengan usia 19 tahun. Menurut Undang – Undang Republik
Indonesia nomor 23 tahun 2002 pasal 1 ayat 1 tentang perlindungan anak, anak
adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun, termasuk juga yang masih di dalam
kandungan. Anak merupakan aset bangsa yang akan meneruskan perjuangan suatu
bangsa, sehingga harus diperhatikan pertumbuhan dan perkembangannya (Depkes RI,
2014). Masa paling penting dari tumbuh kembang anak adalah masa balita. Pada
masa balita terjadi pertumbuhan dasar yang akan menentukan perkembangan anak
selanjutnya. Perkembangan pada periode ini terjadi sangat cepat seperti
perkembangan kemampuan berbahasa, kreatifitas danintelegensi yang akan menjadi
landasan sangat penting untuk perkembangan anak selanjutnya (Susanto, 2011). Masa
balita adalah masa yang sangatpeka terhadap lingkungan dan tidak dapat diulang
kembali. Masa balita juga sebagai periode kritis dan periode emas (Kusbiantoro,
2015). Periode sensitif atau peka pada anak berbeda beda, ini sejalan dengan laju
pertumbuhan dan perkembangan anak sendiri (Uce, 2017). Jadi harus dipastikan
balita mengalami perkembangan yang sesuai agar tercipta generasi yang berkualitas
apalagi jumlah balita di Indonesia sangat besar (Kusbiantoro, 2015).

2.1.2 Pembagian

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2014

1. Anak adalah seseorang yang sampai berusia 18 Tahun, termasuk anak yang masih
dalam kandungan.

2. Bayi Baru Lahir adalah bayi umur 0 sampai dengan 28 hari.

3
3. Bayi adalah anak mulai umur 0 sampai 11 bulan.

4. Anak Balita adalah anak umur 12 bulan sampai dengan 59 bulan.

5. Anak Prasekolah adalah anak umur 60 bulan sampai 72 bulan.

6. Anak Usia Sekolah adalah anak umur lebih dari 6 tahun sampai sebelum berusia 18
tahun.

7. Remaja adalah kelompok usia 10 tahun sampai berusia 18 tahun.

2.2 Bronkiolitis

2.2.1 Definisi

Bronkiolitis adalah infeksi saluran napas kecil atau bronkiolus yang


disebabkan oleh virus, biasanya dialami lebih berat pada bayi dan ditandai dengan
obstruksi saluran napas dan mengi. Penyebab paling sering adalah Respiratory
Syncytial Virus (RSV). Episode mengi dapat terjadi beberapa bulan setelah serangan
bronkiolitis (Watts KD, 2011). Episode pertama serangan, yang biasanya paling
berat, terjadi paling sering pada bayi usia 2 sampai 6 bulan. Kejadian bronkiolitis
dapat terjadi pada bulan pertama kehidupan dan episode berulang akan terjadi di
tahun kedua kehidupan oleh virus yang sama(Welliver RC,2009).

Menurut Wohl, Bronkiolitis adalah inflamasi bronkioli pada bayi <2tahun.


Berdasarkan guideline dari UK, bronkiolitis adalah penyakit seasonal viral yang
ditandai dengan adanya panas, pilek, batuk, dan mengi. Pada pemeriksaan fisik
ditemukan inspiratory crackles atau hugh pitched expiratory wheeze. Etiologi
bronkiolitis antara lain adalah respiratory Syncytial Virus (RSV), Rhinovirus,
Adenovirus, Parainfluenzae virus, Enterovirus, dan Influenza Virus. Bromkiolitis
merupakan penyebab tersering perawatan rumah sakit pada anak usia 2-6 bulan dan
sering terjadi misdiagnosis dengan asma.(IDAI,2009).

4
2.2.2 Epidemiologi dan Etiologi

Bronkiolitis umumnya disebut sebagai disease of infancy, umumnya


mengenai bayi dengan insidens puncak pada usia 2 sampai 6 bulan; lebih dari 80%
kasus terjadi pada tahun pertama kehidupan. Di AS kejadian bronkiolitis lebih sering
terjadi pada anak laki-laki, pada anak yang tidak diberi ASI dan tinggal di lingkungan
padat penduduk.Risiko lebih tinggi pada anak dari ibu usia muda atau ibu yang
merokok selama kehamilan Etiologi utama epidemi bronkiolitis adalah RSV (Tabel
1). Sekitar 75,000 – 125,000 anak di bawah 1 tahun dirawat di Amerika Serikat
akibat infeksi RSV setiap tahun.Infeksi saluran napas bawah disebabkan oleh RSV
pada 22,4 dari 100 anak pada tahun pertama kehidupan. Dari semua infeksi RSV pada
anak di bawah 12 bulan, sepertiga kasus diikuti penyakit saluran napas bawah.3
Meskipun tingkat serangan RSV menurun seiring dengan bertambahnya usia,
frekuensi infeksi saluran napas bawah pada anak terinfeksi RSV tidak berkurang
hingga usia 4 tahun.

Tabel 1. Agen Penyebab infeksi virus di saluran napas anak

2.2.3 Patofisiologi

Bronkiolitis biasanya didahului oleh suatu infeksi saluran nafas bagian atas
yang disebabkan virus, parainfluenza, dan bakteri. Bronkiolitis akut ditandai
obstruksi bronkiole yang disebabkan oleh edema, penimbunan lendir serta debris-
debris seluler. Tekanan udara pada lintasan udara kecil akan meningkat baik selama
fase inspirasi maupun selama fase ekspirasi, karena jari-jari suatu saluran nafas
mengecil selama ekspirasi, maka obstruksi pernafasan akan mengakibatkan

5
terperangkapnya udara serta pengisian udara yang berlebihan. Proses patologis yang
terjadi akan mengganggu pertukaran gas normal di dalam paru-paru. Ventilasi yang
semakin menurun pada alveolus akan mengakibatkan terjadinya hipoksemia dini.
Retensi karbon dioksida (hiperkapnia) biasanya tidak terjadi kecuali pada penderita
yang terserang 3 hebat. Pada umumnya semakin tinggi pernafasan, maka semakin
rendah tekanan oksigen arteri. Hiperkapnia biasanya tidak dijumpai hingga kecepatan
pernafasan melebihi 60 x / menit yang kemudian meningkat sesuai dengan takipne
yang terjadi Mansbach, 2009).

2.2.4 Diagnosis (IDAI, 2009)

Gejala pada anak dengan bronkiolitis antara lain mengi (yang tidak membaik
dengan tiga dosis bronkodilator kerja cepat), ekspirasi memanjang, hiperinflasi
dinding dada, hipersonor pada perkusi, retraksi dinding dada, crackles atau ronki pada
auskultasi, sulit makan, menyusu atau minum.

a. Anamnesis
 Sering terjadi pada anak berusia <2 tahun 90% kasus yang membutuhkan
perawatan dirumah sakit terjadi pada bayi berusia<1 tahun. Insidens
tertinggi terjadi pada usia 3-6 bulan.
 Anak yang menderita bronkiolitis mengalami demam atau riwayat
demam, namun jarang terjadi demam tinggi.
 Rhinorrhea, nasal discharge (pilek), sering timbul sebelum gejala lain
seperti batuk,sesak napas, dan kesulitan makan.
 Batuk disertai gejala nasal adalah gejala yang pertama muncul pada
bronkiolitis. Batuk kering dan mengi khas untuk bronkiolitis.
 Poor Feeding. Banyak penderita bronkiolitis kesulitan makan yang
berhubungan dengan sesak napas, namun gejala tersebut bukan hal
mendasar untuk mendiagnosis bronkiolitis.

6
 Bayi dengan bronkiolitis jarang tampak. Bayi dengan seperti mengantuk,
letargis, gelisah, pucat, motling, dan takikardi membutuhkan penangan
segera
b. Pemeriksaan Fisik
 Napas cepat merupakan gejala utama pada lower respiratory tract
infection(LRTI), terutama pada bronkiolitis dan pneumonia.
 Retraksi dinding dada(Subkosta, interkosta, dan supraklavikula) sering
terjadi pada pebderita bronkiolitis. Bentuk dada tampak hiperinflasi dan
keadan tersebut membedakan bronkiolitis dari pneumonia.
 Fine inspiratory crackles pada seluruh lapng paru sering ditemukan pada
penderita bronkiolitis.
 Apnea dapat terjadi pada bronkiolitis, terutama pada usia yang sangat
muda, bayi premature atau berat badan bayi lahir rendah.
c. Pemeriksaan Penunjang
1. Saturasi oksigen
Harus dilakukan pada setiap anak yang datang ke rumah sakit dengan
bronkiolitis. Bayi dengan saturasi oksigen <92% membutuhkan
perawatan di ruang intensif. Bayi dengan saturasi oksigen >94% pada
utdara ruangan dapat dipertimbangkan untyuk dipulangkan.
2. Analisis gula darah
Umumnya tidak diindikasikan pada bronkiolitus. Pemeriksaan tersebut
berguna untuk menilai bayi dengan distress berat dan kemungkinan
mengalami gagal napas.
3. Foto Thorax
Foto Thorax dipertimbangkan pada bayi dengan diagnosis meragukan
atau penyakit atipikal. Foto thorax sebaiknya tidak dilakukan pada
bronkiolitis yang tipikal. Foto Thorax pada bronkiolitis ringan tidak
memberikan informasi yang dapat mempengaruhi pengobatan.
4. Pemeriksaan virologi
Rapid diagnosis infeksi virus pada saluran napas adalah cost effective

7
karena mengurangi lama perawatan, penggunaan antibiotic, dan
pemeriksaan mikrobiologi.
5. Pemeriksaan bakteriologi
Pemeriksaan bakteriologi secara rutin tidak diindikasikan pada
penderita bronkiolitis bakteriologi tipikal.
6. Pemeriksaan Hematologi
Pemeriksaan darah lengkap tidak diindikasikan dalam menilai dan
menatalaksana bayi dengan bronkiolitis topical.

2.2.6 Algoritma Tatalaksana Bronkiolitis

8
2.2.7 Diagnosis Banding

Diagnosis banding utama bronkiolitis pada anak adalah asma. Kedua penyakit
ini sulit dibedakan pada episode pertama, namun adanya kejadian mengi berulang,
tidak adanya gejala prodromal infeksi virus, dan adanya riwayat keluarga dengan
asma dan atopi dapat membantu menegakkan diagnosis asma. Beberapa penyakit-
penyakit lain harus dibedakan dari bronkiolitis (Tabel 2). Kelainan anatomi seperti
cincin vaskuler dapat menyebabkan obstruksi saluran napas dan gangguan inspirasi
ataupun ekspirasi. Benda asing harus dipertimbangkan sebagai diagnosis
banding.Penyebab mengi lain yang sering pada bayi muda adalah Gastroesophageal
Reflux Disease (GERD). Pneumonia bakterialis harus dibedakan dengan bronkiolitis
karena terkait dengan perbedaan tatalaksana, walaupun pada pneumonia jarang sekali
ditemukan mengi.

Tabel 2. Diagnosis Banding mengi pada anak

Infeksi Respiratory Syncytial Virus (RSV),


Human metapneumovirus,
Parainfluenza, Adenovirus, Influenza,
Rhinovirus, Bocavirus, Chlamydia
trachomatis, Tuberculosis,
Histoplasmosis, Papilomatosis

Asma Mengi sementara, mengi persisten,

Mengi onset terlambat

Kelainan anatomi Abnormalitas saluran napas sentral


(malacia laring, trakea, dan/atau bronki,
trakeoesofageal fistula, laryngeal cleft)
Kompresi saluran napas (tumor, benda
asing) Anomali saluran napas intrinsik

9
(hemangioma saluran napas, malformasi
cystic adenomatoid, kista bronchial atau
paru, emfisema lobar kongenital, benda
asing, penyakit jantung kongenital)
Imunodefisiensi (Imunoglobulin A
deficiency, defisiensi ß-cell, AIDS,
bronkiektasis)

Kelainan Mucociliary Clearence Fibrosis kistik, diskinesia silier primer,


bronkiektasis

Sindroma Aspirasi Gastroesofageal refluks, disfungsi


faringeal

2.2.8 Tatalaksana

Infeksi virus RSV biasanya bersifat self limiting, sehingga pengobatan


biasanya hanya suportif:

1. Oksigenasi

Pemberian oksigen dilakukan pada semua anak dengan mengi dan distres
pernapasan berat, metode yang direkomendasikan adalah dengan nasal prongs, kateter
nasal, atau kateter nasofaringeal dengan kadar oksigen 30 – 40%. Apabila tidak ada
oksigen, anak harus ditempatkan dalam ruangan dengan kelembapan udara tinggi,
sebaiknya dengan uap dingin (mist tent) untuk mencairkan sekret di tempat
peradangan. Terapi oksigen diteruskan sampai tanda hipoksia hilang. Penggunaan
kateter nasal >2 L/menit dengan maksimal 8-10 L/menit dapat menurunkan
kebutuhan rawat di Paediatrics Intensive Care Unit (PICU). Penggunaan kateter nasal
serupa efektifnya dengan nasal CPAP bahkan mengurangi kebutuhan obat sedasi.
Pemberian oksigen suplemental pada anak dengan bronkiolitis perlu memperhatikan
gejala klinis serta saturasi oksigen anak, karena tujuannya adalah untuk pemenuhan

10
kebutuhan oksigen anak yang terganggu akibat obstruksi yang mengganggu perfusi
ventilasi paru. Transient oxygen desaturation pada anak umum terjadi saat anak
tertidur, durasinya <6 detik, edangkan hipoksia pada kejadian bronkiolitis cenderug
terjadi dalam hitungan jam sampai hari.

2. Cairan

Pemberian cairan sangat penting untuk koreksi asidosis metabolik dan


respiratorik yang mungkin timbul dan mencegah dehidrasi akibat keluarnya cairan
melalui mekanisme penguapan tubuh (evaporasi) karena pola pernapasan cepat dan
kesulitan minum. Jika tidak terjadi dehidrasi, dapat diberikan cairan rumatan, bisa
melalui intravena maupun nasogastrik. Pemberian cairan melalui lambung dapat
menyebabkan aspirasi, dapat memperberat sesak, akibat tekanan diafragma ke paru
oleh lambung yang terisi cairan. Pemberian cairan melalui jalur nasogastik atau
intravena perlu pada anak bronkiolitis yang tidak dapat dihidrasi oral.

3. Bronkodilator dan Kortikosteroid

Albuterol dan epinefrin, serta kortikosteroid sistemik tidak harus diberikan.


Beberapa penelitian meta-analisis dan systematic reviews di Amerika menemukan
bahwa bronkodilator dapat meredakan gejala klinis, namun tidak mempengaruhi
penyembuhan penyakit, kebutuhan rawat inap, ataupun lama perawatan, sehingga
dapat disimpulkan tidak ada keuntungannya, sedangkan efek samping takikardia dan
tremor dapat lebih merugikan. Sebuah penelitian randomized controlled trial di Eropa
pada tahun 2009 menunjukkan bahwa nebulisasi epinefrin dan deksametason oral
pada anak dengan bronkiolitis dapat mengurangi kebutuhan rawat inap, lama
perawatan di rumah sakit, dan durasi penyakit. Nebulisasi hypertonic saline dapat
diberikan pada anak yang dirawat. Nebulisasi ini bermanfaat meningkatkan kerja
mukosilia saluran napas untuk membersihkan lendir dan debris-debris seluler yang
terdapat pada saluran pernapasan.

11
4. Antivirus

Ribavirin adalah obat antivirus bersifat virus statik. Penggunaannya masih


kontroversial baik efektivitas maupun keamanannya.The American Academy of
Pediatrics merekomendasikan penggunaan ribavirin pada keadaan yang diperkirakan
akan menjadi lebih berat seperti pada penderita bronkiolitis dengan kelainan jantung,
fibrosis kistik, penyakit paru kronik, imunodefisiensi, dan pada bayi-bayi prematur.
Ribavirin dapat menurunkan angka morbiditas dan mortalitas penderita bronkiolitis
dengan penyakit jantung jika diberikan sejak awal. Penggunaan ribavirin biasanya
dengan cara nebulizer aerosol dengan dosis 20 mg/mL diberikan dalam 12-18 jam per
hari selama 3- 7 hari.

5. Antibiotik

Anti-bakterial tidak perlu karena sebagian besar kasus disebabkan oleh virus,
kecuali bila dicurigai ada infeksi tambahan. Terapi antibiotik sering digunakan
berlebihan karena khawatir terhadap infeksi bakteri yang tidak terdeteksi, padahal hal
ini justru akan meningkatkan infeksi sekunder oleh kuman yang resisten terhadap
antibiotik tersebut; sehingga penggunaannya diusahakan hanya berdasarkan indikasi.
Pemberian antibiotik dapat dipertimbangkan untuk anak dengan bronkiolitis yang
membutuhkan intubasi dan ventilasi mekanik untuk mencegah gagal napas.
Antibiotik yang dipakai biasanya yang berspektrum luas, namun untuk Mycoplasma
pneumoniae diatasi dengan eritromisin.

6. Fisioterapi

Fisioterapi dada pada anak bronkiolitis dengan teknik vibrasi ataupun perkusi
(5 trials) atau teknik pernapasan pasif tidak lebih baik selain pengurangan durasi
pemberian terapi oksigen. Penghisapan sekret daerah nasofaring untuk meredakan
sementara kongesti nasal atau obstruksi saluran napas atas, namun sebuah studi
retrospektif menyatakan deep suctioning berhubungan dengan durasi rawat inap lebih
lama pada anak usia 2 – 12 bulan.

12
2.2.9 Faktor Resiko (IDAI, 2009)

 Bayi dengan bronkiolitis mempunyai resiko lebih tinggi untuk mendapat


perawatan dirumah sakit.
 Prematuritas, bayi lahir premature kemungkinan menderita RSV lebih tinggi
dari pada bayi cukup bulan.
 Orang tua perokok
 Kelainan jantung bawaan.
2.2.10 Pencegahan
Higiene perorangan merupakan salah satu bentuk pencegahan terhadap RSV.
Higiene perorangan ini termasuk desinfeksi tangan menggunakan alcohol based rubs
atau dengan air dan sabun sebelum dan sesudah kontak langsung dengan pasien atau
objek tertentu yang berdekatan dengan pasien. Perlindungan terhadap paparan asap
rokok serta polusi udara serta pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan juga berdapak
baik untuk mencegah terjadinya bronkiolitis. Selain itu upaya pencegahan meliputi
pemberian immunoglobulin dan vaksinasi. Salah satu terapi profilaksis terhadap
infeksi paru, terutama yang disebabkan RSV adalah palivizumab. Antivirus ini dapat
diberikan terutama pada anak yang memiliki risiko tinggi terinfeksi agen tersebut.
Palivizumab perlu dibatasi pada anak yang dilahirkan sebelum usia kehamilan 29
minggu, kecuali dengan penyakit jantung yang signifikan atau penyakit paru kronik
akibat prematuritas. Hal ini terkait dengan peran vitamin D dalam aktivitas sistem
kekebalan bawaan. Sistem kekebalan tubuh bawaan, khususnya aktivitas cathelicidin,
membantu mencegah infeksi bakteri dan virus. The American Academy of Pediatrics
(AAP) merekomendasikan konsumsi vitamin D 400 IU setiap hari untuk bayi baru
lahir dilanjutkan sampai memasuki usia remaja anak-anak yang awalnya menderita
bronkiolitis, meskipun tidak jelas apakah karena bronkiolitis atau faktor risiko lain
seperti kecenderungan genetik untuk asma dan faktor lingkungan seperti asap
rokok10 Pada sebagian besar kasus, mengi biasanya disebabkan oleh virus. Riwayat
episode mengi berulang dan keluarga atau riwayat penyakit asma, riwayat alergi, atau
eksim membantu mendukung diagnosis asma. Beberapa bayi akan memiliki episode

13
berulang mengi selama masa kanak-kanak. Tatalaksana episode mengi yang dipicu
virus sama dengan asma bronkial. Tidak dapat dibuktikan secara jelas bahwa
bronkiolitis terjadi pada anak dengan kecendrungan asma. Akan tetapi bila bayi yang
terkena bronkiolitis dihubungkan dengan asma, keberhasilan pengobatan dengan
kortikosteroid mungkin dapat mengurangi prevalens asma pada anak dari kelompok
pengobatan.

14
BAB III

TINJAUAN KHUSUS

3.1. Identitas Pasien

DATA UMUM

No. MR 32XXXX

Nama Pasien An.K

Agama Islam

Jenis Kelamin Perempuan

Tanggal Lahir 24 Agustus 2023

Umur 3 Bulan

Berat Badan 4,9 Kg

Pekerjaan -

Alamat Ranah Pesisir

Ruang Rawatan Arafah

Diagnosa Bronkiolitis
DD/ Bronkopneumonia
Mulai perawatan 06 November 2023 – 08 November 2023

Jenis pembiayaan Umum

Dokter yang merawat dr. Risnelly Syahdeni.Sp.A

15
3.2 Anamnesa
3.2.1 Keluhan Utama
Demam sudah 1 minggu, batuk sudah 3 hari, muntah satu kali, sesak nafas
yang meningkat sejak beberapa jam sebelum masuk Rumah Sakit.
3.2.2 Riwayat Penyakit Sekarang
Demam 1 minggu sebelum masuk Rumah Sakit, sesak nafas yang meningkat
sejak beberapa jam sebelum masuk Rumah Sakit, batuk sudah 3 hari, Muntah 1 kali
pada hari itu.
3.2.3 Riwayat penyakit dahulu

Tidak diketahui.
3.2.4 Riwayat penyakit keluarga

Tidak ada riwayat penyakit keluarga.


3.2.5 Riwayat penggunaan obat

Tidak ada riwayat penggunaan obat.

3.2.6. Riwayat Alergi

Tidak ada riwayat alergi.

3.2.7. Riwayat Pengobatan

Tidak ada riwayat pengobatan.

16
3.3 Pemeriksaan
3.3.1 Pemeriksaan Fisik
Pada tanggal 06-11-2023 didapatkan hasil:
 Tekanan darah : 100/60 mmHg
 Pernafasan (RR) : 48 x/menit
 Nadi : 110 x/menit
 Suhu : 37,7℃
 Kepala : Tidak Anemis
 Sklera : Tidak Ikterik
 Leher : Kaku kuduk (Tidak ada)
 Thorax : Rh(+/+) Wh(+/+)
 Abdomen : Supel, Bu (+) n, Timpani
 Genetalia : Tidak di periksa

3.3.2 Pemeriksaan Penunjang


Data Laboratorium tanggal 06/11/2023
 Hemoglobin : 10,0 g/dL
 Leukosit : 14.100/ mm3
 Eritrosit : 3.41 106/µl
 Trombosit : 432.000 106/µL
 Hematokrit : 30,0 %
 MCV : 88.9 fl
 MCH : 28.4 µg
 MCHC : 32.0 %
 Gula Darah Sewaktu : 90 mg/dL

3.4 Diagnosa
Bronkiolitis
DD/Bronkopneumonia

17
3.5 Terapi Pengobatan
3.5.1 Terapi IGD (06/11/2023)
 IVFD KAEN 1B 18 Tetes/menit (mikro)
 Injeksi Cefriaxon 2x125 mg (IV)
 Paracetamol drop 3x0,6 ml (60mg) (PO)
 Salbutamol 4x0,5mg (PO)
 Ambroxol 3x 2.5 mg (PO) (racikan)
 Pseudoefedrin HCL 60mg, triprolidine 2,5mg 3x4,7mg (PO) (racikan)
 Methylprednisolon 3x1,5mg (PO) (racikan)

18
3.6 Daftar Terapi Obat
Nama obat Dosis 06/11 07/11 08/11
IVFD KA EN 1B 18 tetes/menit √ √ √
Ceftriaxon (IV) 2x125mg √ √
Paracetamol drop (PO) 3x0,6 ml (60mg) √ √ √
Salbutamol (PO) 4x0,5 mg √ √ √
Ambroxol (PO) 3x2.5mg √ √ √
Cefadroxil sirup (PO) 2x1/2 cth √
(62,5mg)
Pseudoefedrin HCL 60mg, triprolidine 2,5mg 3x4,7 mg √ √ √
(PO)

Metylprednisolon 3x1,5mg √ √ √

17
3.7 Follow up
Nama : No Diagnosa : Bronkiolitis Dokter : dr.Risnelly Syahdeni.Sp.A
An.K RM :32XXXX DD/ Bronkopneumonia

Umur : 3 BB : 4,9 kg Ruangan : Arafah Apoteker : apt. Yola Safitri, S.Farm


Bulan
Tanggal DOKTER APOTEKER
Subjective Objective Assessment Plan Assessment Plan
06/11/23  Sesak napas Tanda-tanda vital: Bronkiolitis  IVFD KAEN 1B 18 1) Pemberian IVFD KA  Pantau sesak pada
 Batuk  Suhu: 37,7oC DD/Bronkopneumonia tetes/menit (mikro) EN 1B untuk pasien
berdahak dan  RR : 35 x/i  Injeksi Cefriaxon memelihara  Pantau kondisi
Pilek  Nadi : 102 x/i 2x125 mg (IV) keseimbangan cairan pasien
 Demam  TD: 100/60 mmHg  Paracetamol drop tubuh dan nutrisi  Pemberian Informasi
3x0,6 ml (PO) bila pada pasien. Obat (PIO).
Data Laboratorium: demam 2) Injeksi Cefriaxon
 Leukosit :  Salbutamol 4x0,5mg bekerja dengan
14.100/mm3 (PO) menginhibisi sintesis
(tinggi)
 Pseudoefedrin HCL dinding sel bakteri.
 Eritrosit: 3.41 60mg, triprolidine 3) Paracetamol bekerja
106/µL (Normal) 2,5mg 3x4,7mg dengan menghambat

22
 Trombosit:  Ambroxol 3x2.5mg prostaglandin pada
432.000 (Normal) pusat pengatur panas
 Hemotokrit 30.0 %  Metylprednisolon hipotalamus.
(rendah) 3x1,5mg 4) Salbutamol bekerja
 MCV: 88.9 fL dengan cara
(Normal) melemaskan otot-otot
 MCH : 28.4 pg disekitar saluran
(Normal) pernapasan yang
 MCHC 32.0 % menyempit, sehingga
(Normal) udara dapat mengalir
 Hemoglobin : 10,0 lebih lancer kedalam
g/dL (Normal) paru-paru.
5) Pseudoefedrin HCl
bekerja dengan cara
mempersempit
pembuluh darah untuk
mengurangi
pembekakan
pembuluh darah.
6) Ambroxol bekerja

23
dengan cara
meningkatkan sekresi
saluran pernafasan
dengan meningkatkan
produksi surfactant
paru dan merangsang
aktivitas silia dan
menghasilkan
peningkatan
pembersihan
mukosiliar serta
peningkatan sekresi
cairan yang
memfasilitasi
pengeluaran dan
meredakan batuk.
7) Cefadroxil sirup
bekerja dengan cara
menghambat
pembentukan dinding

24
sel bakteri sehingga
bakteri tidak dapat
bertahan hidup.
8) Methylprednisolon
bekerja dengan cara
mengurangi zat
pemicu peradangan
didalam tubuh.
Dengan begitu, gejala
peradangan, seperti
nyeri dan
pembengkakan akan
berangsur mereda.

25
07/11/23  Sesak napas Tanda-tanda vital: Bronkiolitis  IVFD KAEN 1B 18  Pemberian IVFD KAEN  Pantau sesak
berkurang  Suhu: 36,5oC DD/Bronkopneumonia tetes/menit (mikro) 1B untuk memelihara pasien
 Batuk dan  RR : 34 x/i  Injeksi Cefriaxon keseimbangan cairan tubuh  Pantau kondisi
pilek masih  Nadi : 108 x/i 2x125 mg (IV) dan nutrisi pada pasien. pasien
ada  TD: 90/60 mmHg  Paracetamol drop 3x0,6  Injeksi Cefriaxon  Pemberian
 Demam ml (PO) Bila demam digunakan untuk infeksi Informasi Obat
tidak ada  Salbutamol 4x0,,5 (PO) bakteri. (PIO)
 Pseudoefedrin HCL  Paracetamol digunakan
60mg, triprolidine untuk menurunkan suhu
2,5mg 3x4,7mg (PO) badan.
 Ambroxol 3x2.5mg  Salbutamol untuk
(PO) mengatasi sesak nafas
 Metylprednisolon yang dialami pasien.
3x1,5mg  Pseudoefedrin HCl untuk
mengatasi gejala gangguan
saluran pernapasan bagian
atas seperti alergi dan pilek
 Ambroxol digunakan
untuk mengatasi batuk
pada pasien.

26
 Metylprednisolon
digunakan untuk
antiinflamasi.

 Cefadroxil sirup digunakan


untuk mengatasi infeksi
bakteri pada pasien.

27
08/11/23  Sesak nafas Tanda-tanda vital: Bronkiolitis  Salbutamol 4x0,5mg 1) Pemberian IVFD KA  Pemberian
berkurang  Suhu: 36,0oC DD/Bronkopneumonia (PO) EN 1B untuk Informasi Obat
 Demam tidak  RR : 30 x/i  Pseudoefedrin HCL memelihara (PIO)
ada  Nadi : 108x/i 60mg, triprolidine keseimbangan cairan
 Batuk pilek TD:90/60 mmHg 2,5mg 3x4,7mg (PO) tubuh dan nutrisi pada
masih ada  Ambroxol 3x2.5mg pasien.
 Metylprednisolon 2) Injeksi Cefriaxon
3x1,5mg bekerja dengan
 Cefadroxil sirup 2x1/2 menginhibisi sintesis
cth (62,5mg) dinding sel bakteri.
3) Paracetamol bekerja
dengan menghambat
prostaglandin pada pusat
pengatur panas
hipotalamus.
4) Salbutamol bekerja
dengan cara melemaskan
otot-otot disekitar
saluran pernapasan yang
menyempit, sehingga

28
Pasien udara dapat mengalir
diperbolehkan lebih lancer kedalam
pulang paru-paru.
5) Pseudoefedrin HCl
bekerja dengan cara
mempersempit pembuluh
darah untuk mengurangi
pembekakan pembuluh
darah.
6) Ambroxol bekerja dengan
cara meningkatkan
sekresi saluran
pernafasan dengan
meningkatkan produksi
surfactant paru dan
merangsang aktivitas silia
dan menghasilkan
peningkatan pembersihan
mukosiliar serta
peningkatan sekresi

29
cairan yang memfasilitasi
pengeluaran dan
meredakan batuk.
7) Cefadroxil sirup bekerja
dengan cara
menghambat
pembentukan dinding sel
bakteri sehingga bakteri
tidak dapat bertahan
hidup.
8) Methylprednisolon
bekerja dengan cara
mengurangi zat pemicu
peradangan didalam
tubuh. Dengan begitu,
gejala peradangan,
seperti nyeri dan
pembengkakan akan
berangsur mereda.

30
3.8 Lembar Penyesuaian Dosis
No Nama obat Dosis terapi Dosis literature Keterangan
1. IVFD KA EN 1B 18 tetes/menit Dosis anak (literature) : anak < 10 kg:100ml/kgBB/hari Sesuai
anak < 10kg : 4 ml/kgBB/jam
Perhitungan dosis : 4ml x 4,9 kg = 18,8 ml/jam

Dosis yang diberikan :


Tetes Per Menit
= X x 60 tetes
24 jam x 60 menit
18 tetes/menit = X x 60 tetes
1440 menit
X = 432 ml = 1 kolf
(Basic Pharmacology & Drugs Notes, 2023 hal. 436).

2. Injeksi Cefriaxon 2x125mg=250 Dik : BB Pasien : 4,9 kg Sesuai


(IV) mg/hari
Dosis anak (literatur) : 20-80 mg/kgBB/hari.
Perhitungan dosis : (20-80 mg) x 4,9 kg = 98-392
mg/hari

31
(Basic Pharmacology & Drugs Notes, 2023 hal. 282).
3. Paracetamol drop Dik : BB Pasien : 4,9 kg Sesuai
3X0,6ml
60mg/0,6ml (PO)
(60mg)=180mg/
Dosis anak (literatur): 10-15 mg/kgBB/kali
hari
diberikan tiap 4-6 jam
Perhitungan Dosis : (10-15 mg) x 4,9 kg = 49-73,5mg/kali
= 147 – 220,5 mg/hari

(Basic Pharmacology & Drugs Notes, 2023, hal 331).


3. Salbutamol (PO) 4x0,5mg=2mg Dik : BB Pasien : 4,9 kg Sesuai

Dosis anak (literatur) : 0,05 - 0,1 mg/kgBB/kali


setiap 6-8 jam
Perhitungan dosis : (0,05 - 0,1 mg) x 4,9 kg = 0,245-0,49
mg/kali
= 0,98 – 1,96 mg/hari

(Basic Pharmacology & Drugs Notes, 2023, hal 146).

32
4. Pseudoefedrin 3x4,7mg = 14,1 Dik : BB Pasien : 4,9 kg Sesuai
HCL 60mg, mg
triprolidine 2,5mg Dosis anak (literatur): 1- 1,5 mg/kgBB/kali
(PO) Dosis : (1 – 1,5 mg) x 4,9 kg = 4,9- 7,35 mg/kali
= 14,7 – 22,05 mg/hari

(Basic Pharmacology & Drugs Notes, 2023, hal 141).

5. Ambroxol (PO) 3x2.5 mg = 7,5mg Dik : BB Pasien : 4,9 kg Sesuai

Dosis anak (literatur) : 1,2 – 1,6 mg/kgBB/hari.


Perhitungan dosis : (1,2 – 1,6 mg) x 4,9 kg = 5,88-7,84
mg/hari

(Basic Pharmacology & Drugs Notes, 2023, hal. 138).


6. Methylprednisolo 3x1,5mg =4,5mg Dik : BB Pasien : 4,9 kg Sesuai
ne (PO)
Dosis anak (literatur) : 0,5 – 1,7 mg/kgBB/hari.
Perhitungan dosis : (0,5 – 1,7 mg) x 4,9 kg = 2,45-8,33
mg/hari

33
(Basic Pharmacology & Drugs Notes, 2023, hal. 359).
7. Cefadroxil sirup 2x1/2 cth Dik : BB Pasien : 4,9 kg Sesuai
125mg/5ml (PO) (62,5mg)=125mg/hari
Dosis anak : 25-30 mg/kgBB/hari dalam 2 dosis
terbagi
Dosis : (25-30 mg) x 4,9 kg = 122, 5 - 147 mg/hari

Dosis yang diberikan : 250 mg/hari

(Basic Pharmacology & Drugs Notes, 2023 hal 279).

34
3.9. Analisa Drug Related Problem

No Drug Related Problem Check list Rekomendasi


1 Terapi obat yang tidak diperlukan
Terdapat terapi tanpa indikasi medis : - Pasien telah mendapatkan terapi sesuai dengan indikasi:
9) Pemberian IVFD KA EN 1B untuk memelihara
keseimbangan cairan tubuh dan nutrisi pada pasien.
10) Injeksi Cefriaxon bekerja dengan menginhibisi
sintesis dinding sel bakteri.
11) Paracetamol bekerja dengan menghambat
prostaglandin pada pusat pengatur panas hipotalamus.
12) Salbutamol bekerja dengan cara melemaskan otot-otot
disekitar saluran pernapasan yang menyempit, sehingga
udara dapat mengalir lebih lancer kedalam paru-paru.
13) Pseudoefedrin HCl bekerja dengan cara mempersempit
pembuluh darah untuk mengurangi pembekakan
pembuluh darah.
14) Ambroxol bekerja dengan cara meningkatkan sekresi
saluran pernafasan dengan meningkatkan produksi
surfactant paru dan merangsang aktivitas silia dan

35
menghasilkan peningkatan pembersihan mukosiliar serta
peningkatan sekresi cairan yang memfasilitasi
pengeluaran dan meredakan batuk.
15) Cefadroxil sirup bekerja dengan cara menghambat
pembentukan dinding sel bakteri sehingga bakteri tidak
dapat bertahan hidup.
16) Methylprednisolon bekerja dengan cara mengurangi
zat pemicu peradangan didalam tubuh. Dengan begitu,
gejala peradangan, seperti nyeri dan pembengkakan akan
berangsur mereda.

Pasien mendapatkan terapi tambahan yang tidak - Pasien tidak memerlukan terapi tambahan, pasien telah
diperlukan mendapatkan terapi sesuai dengan kondisi medis.

36
√ Pasien memerlukan terapi non farmakologi seperti
Pasien masih memungkinkan menjalani terapi
non farmakologi  Hindari paparan debu dan asap

Terdapat duplikasi terapi - Tidak terdapat duplikasi terapi karena obat yang

37
digunakan mekanisme kerja nya berbeda-beda dan ada
nya jeda waktu pemberian obat.

38
Pasien mendapat penanganan terhadap efek - Pasien tidak mendapatkan penanganan terhadap efek
Samping yang seharusnya dapat dicegah. samping yang seharusnya dapat dicegah, karena pasien
tidak mengalami efek samping yang signifikan.

1) IVFD KA EN 1B
Efek samping: Hipersensitif (gatal-gatal, terbentuk ruam),
nyeri pada tempat injeksi, pembengkakan paru-paru dan
otak
2) Injeksi Cefriaxon
Efek samping: Gangguan saluran cerna (mual,
muntah,tinja lunak, stomatitis), rekasi kulit (urtikaria,
edema, dermatitis alergi).
3) Parasetamol drop 60mg/0,6ml
Kontra Indikasi:
Hipersensitif, gangguan hati berat atau penyakit hati
aktif.
(Basic Pharmacology and Drug, 2023 Hal 141)
4) Salbutamol
Efek samping: Tremor, sakit kepala, vasodilatasi
perifer,kram otot, takikardia, aritmia jantung, berpotensi

39
hipokalemia serius.
(Basic Pharmacology and Drug Notes 2023 Edition hal 146)
5) Pseuefedrin Hcl
Efek samping:
Palpitasi, aritmia, reaksi kulit, pusing, mual, muntah,
hipertensi, mulut kering, sakit kepala, retensi urin.
(Basic Pharmacology and Drug, 2023 Hal 141)
6) Ambroxol
Efek samping:
Gangguan saluran cerna ringan, reaksi alergi, reaksi pada
kulit (seperti eritema multiforme, sindrom steven johnson,
dan acut generalized exanthematous pustulosis),
pembengkakan wajah, dispnea, demam.
(Basic Pharmacology and Drug, 2023 Hal 138)

7. Methylprednisolone
Efek samping:
Penggunaan obat secara tiba-tiba setelah penggunaan
yang lama dapat menyebabkan insufiensi adrenal akut
dengan gejala demam, myalgia,arthralgia,dan malaise.

40
(Basic Pharmacology and Drug, 2023 Hal 357)
Kondisi pasien tidak dapat disembuhkan oleh - Kondisi pasien masih bisa disembuhkan dengan obat dengan
obat syarat pasien teratur dan disiplin mengkonsumsi obat, dan
menghindari faktor- faktor resiko yang dapat
mempengaruhi kondisi k esehatan pasien.
Obat tidak diindikasikan untuk kondisi pasien - Terapi obat yang diberikan telah efektif dalam proses
penyembuhan pasien.

3. Dosis tidak tepat


Dosis terlalu rendah - Dosis yang diberikan sudah tepat.
 IVFD KAEN 1B 18 tetes/menit (mikro)
Dosis anak (literature) : anak < 10 kg:100ml/kgBB/hari
anak < 10kg : 4 ml/kgBB/jam
Perhitungan dosis : 4ml x 4,9 kg = 18,8 ml/jam

Dosis yang diberikan :


Tetes Per Menit
= X x 60 tetes

41
24 jam x 60 menit
18 tetes/menit = X x 60 tetes
1440 menit
X = 432 ml = 1 kolf
 Injeksi Cefriaxon 2x125 mg (IV)
Dik : BB Pasien : 4,9 kg

Dosis anak (literatur) : 20-80 mg/kgBB/hari.


Perhitungan dosis : (20-80 mg) x 4,9 kg = 98-392 mg/hari

 Paracetamol 3x0,6 ml (PO)


Dik : BB Pasien : 4,9 kg

Dosis anak (literatur): 10-15 mg/kgBB/kali diberikan tiap 4-6


jam
Perhitungan Dosis : (10-15 mg) x 4,9 kg = 49-73,5mg/kali
= 147 – 220,5 mg/hari
 Salbutamol 4x05mg (PO)
Dik : BB Pasien : 4,9 kg

42
Dosis anak (literatur) : 0,05 - 0,1 mg/kgBB/kali setiap 6-8 jam
Perhitungan dosis : (0,05 - 0,1 mg) x 4,9 kg = 0,245-0,49 mg/kali
= 0,98 – 1,96 mg/hari
 Pseudoefedrin HCL 60mg, triprolidine 2,5mg 3x4,7 mg
(PO)
Dik : BB Pasien : 4,9 kg

Dosis anak (literatur): 1- 1,5 mg/kgBB/kali


Dosis : (1 – 1,5 mg) x 4,9 kg = 4,9- 7,35 mg/kali
= 14,7 – 22,05 mg/hari
 Ambroxol 3x2.5 mg = 7,5mg (PO)
Dik : BB Pasien : 4,9 kg

Dosis anak (literatur) : 1,2 – 1,6 mg/kgBB/hari.


Perhitungan dosis : (1,2 – 1,6 mg) x 4,9 kg = 5,88-7,84 mg/hari

 Methylprednisolone 3x1,5 mg = 4,5 mg (PO)


Dik : BB Pasien : 4,9 kg

Dosis anak (literatur) : 0,5 – 1,7 mg/kgBB/hari.

43
Perhitungan dosis : (0,5 – 1,7 mg) x 4,9 kg = 2,45-8,33 mg/hari

 Cefadroxil syr 2x1/2 cth (62,5mg)=125mg/hari (PO)


Dik : BB Pasien : 4,9 kg

Dosis anak : 25-30 mg/kgBB/hari dalam 2 dosis terbagi


Dosis : (25-30 mg) x 4,9 kg = 122, 5 - 147 mg/hari

Dosis yang diberikan : 250 mg/hari

Dosis terlalu tinggi - Dosis yang diberikan sudah tepat.


 IVFD KAEN 1B 18 tetes/menit (mikro)
Dosis anak (literature) : anak < 10 kg:100ml/kgBB/hari
anak < 10kg : 4 ml/kgBB/jam
Perhitungan dosis : 4ml x 4,9 kg = 18,8 ml/jam
Dosis yang diberikan :
Tetes Per Menit
= X x 60 tetes

44
24 jam x 60 menit
18 tetes/menit = X x 60 tetes
1440 menit
X = 432 ml = 1 kolf
 Injeksi Cefriaxon 2x125 mg (IV)
Dik : BB Pasien : 4,9 kg

Dosis anak (literatur) : 20-80 mg/kgBB/hari.


Perhitungan dosis : (20-80 mg) x 4,9 kg = 98-392 mg/hari

 Paracetamol 3x0,6 ml (PO)


Dik : BB Pasien : 4,9 kg

Dosis anak (literatur): 10-15 mg/kgBB/kali diberikan tiap 4-6


jam
Perhitungan Dosis : (10-15 mg) x 4,9 kg = 49-73,5mg/kali
= 147 – 220,5 mg/hari

 Salbutamol 4x05mg (PO)


Dik : BB Pasien : 4,9 kg

45
Dosis anak (literatur) : 0,05 - 0,1 mg/kgBB/kali setiap 6-8 jam
Perhitungan dosis : (0,05 - 0,1 mg) x 4,9 kg = 0,245-0,49 mg/kali
= 0,98 – 1,96 mg/har

 Pseudoefedrin HCL 60mg, triprolidine 2,5mg 3x4,7 mg


(PO)
Dik : BB Pasien : 4,9 kg

Dosis anak (literatur): 1- 1,5 mg/kgBB/kali


Dosis : (1 – 1,5 mg) x 4,9 kg = 4,9- 7,35 mg/kali
= 14,7 – 22,05 mg/hari
 Ambroxol 3x2.5 mg = 7,5mg (PO)

Dik : BB Pasien : 4,9 kg

Dosis anak (literatur) : 1,2 – 1,6 mg/kgBB/hari.


Perhitungan dosis : (1,2 – 1,6 mg) x 4,9 kg = 5,88-7,84 mg/hari

 Methylprednisolone 3x1,5 mg = 4,5 mg (PO)

46
Dik : BB Pasien : 4,9 kg

Dosis anak (literatur) : 0,5 – 1,7 mg/kgBB/hari.


Perhitungan dosis : (0,5 – 1,7 mg) x 4,9 kg = 2,45-8,33 mg/hari

 Cefadroxil syr 2x1/2 cth (62,5mg)=125mg/hari (PO)

Dik : BB Pasien : 4,9 kg

Dosis anak : 25-30 mg/kgBB/hari dalam 2 dosis terbagi


Dosis : (25-30 mg) x 4,9 kg = 122, 5 - 147 mg/hari

Dosis yang diberikan : 250 mg/hari

Frekuensi penggunaan tidak tepat - Frekuensi penggunaan obat yang diberikan sudah tepat.
1. Ceftriaxon t1/2 = 6 jam (hal 237.1)
2. Salbutamol t1/2 = 4-6 jam (hal 1131.3)
3. Paracetamol t1/2 = 1-3 jam (hal 108.1)
4. Pseudoefedrin t1/1= 5-8 jam (hal 1571.2)
5. Triprolidin t ½ = 3-5 jam (hal

47
6. Cefadroxil t1/2= 1,5 jam (hal 218.1)

Sumber : Martindal,2009
Durasi penggunaan tidak tepat - Durasi penggunaan sudah tepat.
Penyimpanan tidak tepat - Penyimpanan obat sudah tepat karena telah disimpan di
tempat kering dan terhindar dari matahari dan disimpan pada tempat
yang sesuai dalam tempat obat pasien.
Terdapat interaksi obat Penggunaan obat rawat inap tanggal 06/11/23

 IVFD KAEN 1B 18 tetes/menit (mikro)


 Injeksi Cefriaxon 2x125 mg (IV)
 Paracetamol 3x0,6 ml (PO)
 Salbutamol 4x05mg (PO)
 Pseudoefedrin HCL 60mg, triprolidine 2,5mg 3x4,7 mg
(PO)
 Ambroxol 3x2,5mg
 Methylprednisolone 3x1,5mg
Terdapat interaksi moderate
 Salbutamol + Pseudoefedrin
Keduanya meningkatkan tekanan darah dan detak jantung.

48
Solusinya : Solusi yang dapat dilakukan untuk interaksi obat
dengan memantau tekanan darah, nadi, serta
mengkonfirmasikan kepada dokter, jika diperlukan lakukan
penyesuaian dosis.
 Penggunaan obat rawat inap tanggal 07/11/2023
 IVFD KAEN 1B 18 tetes/menit
 Injeksi Cefriaxon 2x125 mg (IV)
 Paracetamol 3x0,6 ml (PO)
 Salbutamol 4x0,5mg (PO)
 Pseudoefedrin HCL 60mg, triprolidine 2,5mg 3x4,7 mg
(PO)
 Ambroxol 3x2,5mg
 Methylprednisolone 3x1,5mg

Terdapat interaksi moderate


 Salbutamol + Pseudoefedrin
Keduanya meningkatkan tekanan darah dan detak jantung
Solusinya: Solusi yang dapat dilakukan untuk interaksi obat
dengan memantau tekanan darah, nadi, serta
mengkonfirmasikan kepada dokter, jika diperlukan lakukan

49
penyesuaian dosis.
 Penggunaan obat rawat inap tanggal 08/11/2023
 Salbutamol 4x0,5mg (PO)
 Pseudoefedrin HCL 60mg, triprolidine 2,5mg 3x4,7 mg
(PO)
 Ambroxol 3x2,5mg
 Methylprednisolone 3x1,5mg
Terdapat interaksi moderate
 Salbutamol + Pseudoefedrin
Keduanya meningkatkan tekanan darah dan detak jantung
Solusinya: Solusi yang dapat dilakukan untuk interaksi obat
dengan memantau tekanan darah, nadi, serta
mengkonfirmasikan kepada dokter, jika diperlukan lakukan
penyesuaian dosis.
4. Reaksi yang tidak diinginkan
Obat tidak aman untuk pasien - Pemberian terapi pada pasien telah disesuaikan dengan
dosis yang tepat untuk pasien. Obat yang diberikan aman digunakan
pada pasien.
Terjadi reaksi alergi - Pasien tidak mengalami alergi selama pengobatan.
Dosis obat dinaikan atau diturunkan terlalu cepat - Dosis obat sudah sesuai.

50
Muncul efek yang tidak diinginkan - Tidak muncul efek yang tidak diinginkan.
Administrasi obat yang tidak tepat - Administrasi obat telah sesuai.

5. Ketidak sesuaian kepatuhan pasien


Obat tidak tersedia - Obat-obat yang dibutuhkan pasien tersedia pada depo farmasi di
rumah sakit
Pasien tidak mampu menyediakan Obat - Keluarga pasien dapat membantu menyiapkan obat.
Pasien tidak bisa menelan atau menggunakan obat - Kondisi pasien bisa menelan obat atau menggunakan obat sesuai
kebutuhan pasien.
Pasien tidak mengerti intruksi penggunaan obat - Pasien dan keluarga pasien mengerti instruksi penggunaan obat yang
diberikan informasi oleh petugas farmasi sebelum penggunaannya.

1. Paracetamol 3x0,6ml sesudah makan


2. Salbutamol 4x0,5mg sesudah makan
3. Pseudoefedrin HCL 60mg, triprolidine 2,5mg 3x4,7 mg sesudah
makan.
4. Ambroxol 3x2,5mg sesudah makan
5. Methylprednisolone 3x1,5mg sesudah makan

Pasein tidak patuh atau memilih untuk tidak - Pasien patuh menggunakan obat, karena distribusi obat kepada pasien

51
menggunakan obat rawat inap yang di siapkan dalam bentuk dosis tunggal siap pakai
selama 24 jam atau Unit Daily Dose
(UDD).
6. Pasien membutuhkan terapi tambahan
Terdapat kondisi yang tidak diterapi - Kondisi pasien telah diberikan terapi yang sesuai.
Pasien membutuhkan obat lain yang sinergis - Pasien tidak membutuhkan obat lain yang sinergis
Pasien membutuhkan terapi profilaksis. - Pasien tidak membutuhkan terapi profilaksis.

52
BAB IV
PEMBAHASAN
Seorang pasien anak bernama K. berumur 3 bulan masuk ke IGD RSUD Dr. M.Zein Painan pada tanggal 06 November 2023
jam 10.00 WIB. Pasien datang kerumah sakit dengan keadaan demam sudah 1 minggu disertai flu dan batuk dan muntah 1x sebelum
masuk rumah sakit. Hasil pemeriksaan tanda-tanda vital tekanan darah 100/60mmHg, pernafasan 48x/i, nadi 110x/i, suhu 37,7 oC .
Pemeriksaan laboratorium pasien didapatkan hasil : Hemoglobin 10,0 g/dL(normal), Leukosit 14.100/mm 3 (tinggi), Eritrosit 3.41 106/µL,
Trombosit 432.000 106/µL, Hematokrit 30,0% (rendah), MCV 88.9 fl, MCH 28.4 µg, MCHC 32.0%. Terapi yang diberikan IVFD
KA-EN 1B 18 tetes/i, injeksi ceftriaxone 2x 125mg, Paracetamol drop 3x0,6 ml,salbutamol 4x 0,5mg, dan metilprednisolon
3x1,5mg, Ambroxol 3x2,5mg, dan Lapifed 3x 4,7mg. Pasien di diagnosa dengan Bronkopneumania pasien dipindahkan keruang
rawatan bangsal anak ruangan Arafah untuk mendapatkan terapi lebih intensif.
Hari rawatan kedua tanggal 07 November 2023 pasien mengeluhkan sesak nafas berkurang batuk dan pilek masih ada dan
tidak lagi demam. Pemeriksaan tanda-tanda vital: Suhu 36,5 oC, Laju pernafasan 34x/i, Nadi 108x//i dan tekanan darah 90/60mmHg.
Pasien masih mendapatkan terapi yang sama dengan hari sebelumnya.
Hari rawatan ketiga tanggal 08 November pasien mengeluh sesak nafas berkurang, demam tidak ada. Pemeriksaan tanda-
tanda vital : suhu 36,0 oC, pernapasan : 30x/i, nadi : 108x/i, TD : 90/60mmHg. Terapi yan diberikan sama dengan hari sebelumnya.
Jam 12.00 WIB pasien sudah diperbolehkan pulang dengan terapi:
 Cefadroxil sirup 2x ½ sendok takar untuk pengobatan infeksi saluran pernafasan,
 Salbutamol 4x0,5mg untuk meredakan sesak anak,
 Methylprednisolone 3x1,5mg + Ambroxol 3x2,5mg + Lapifed (Pseudoefedrin HCL 60mg, triprolidine 2,5mg) 3x
4,7mg untuk pengobatan batuk dan pilek pasien.

53
 Dianjurkan kepada orang tua pasien untuk bisa menghindari pasien dari paparan debu dan polusi ( Asap rokok, asap
obat nyamuk bakar, asap bakar sampah, asap pedagang makanan bakar, asap kendaraan, debu jalan, debu dikasur,
udara dingin).
 Pemberian ASI ekslusif selama 6 bulan. Asi mengandung antibody ig G, Ig A dan interferon gamma yang dapat
menetralkan patogenisistas RSV. Imunoregulator dan imunomodulator dalam ASI juga meningkatkan maturase sistem
imun.
 Anjurkan kepada orang tua pasien untuk melakukan imunisasi influenza dan pneumococcal conjugate vaccine (PCV)

54
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
1. Pasien di diagnosa Bronkiolitis, pasien mendapatkan terapi yang tepat
untuk indikasi bronkiolitis dan pasien pulang dengan kondisi perbaikan.
2. Pada bayi usia 2-6 bulan paling sering terjadi bronkiolitis
3. Terdapat Interaksi obat(dapat dilihat tabel DRP)`

5.2 Saran
1. Dianjurkan kepada orang tua pasien untuk menghindari pasien dari paparan
debu dan polusi ( asap rokok,kendaraan,debu jalan,udara).

55
DAFTAR PUSTAKA

Ashraf H, Chisti MJ, Alam NH. 2010. Treatment of childhood pneumonia in


developing countries. Dalam: Smigorski K, editor. Health management.
Croatia: Sciyo; hlm. 60-88.
Carroll KN, Gebretsadik T, Griffin MR, Wu P, Dupont WD, Mitchel EF, et al.
Increasing burden and risk factors for bronchiolitisrelated medical visits
in infants enrolled in a state health care insurance plan. Pediatrics
2008;122(1): 58–64. doi: 10.1542/peds.2007-2087.
Departemen Kesehatan RI. 2002. Pedoman pemberantasan penyakit infeksi
saluran pernafasan akut untuk penanggulangan pneumonia pada balita.
Jakarta
Dewi, L. P. R. (2018). Gambaran Asuhan Keperawatan pada Anak Bronkiolitis
dengan Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif Di Ruang Abimanyu Rsud
Sanjiwani Gianyar Tahun 2018 (Doctoral dissertation, Jurusan
Keperawatan 2018).
Florin TA, Plint AC, Zorc JJ. Viral bronchiolitis. Lancet. 2017; 38(16): 211-24.
Garna H, Nataprawira HM. Pedoman diagnosis dan terapi ilmu kesehatan
anak.Edisi ke-5. Bandung: Fakultas Kedokteran Universitas
Padjadjaran; 2014.
Hernawati, luban dkk. 2023. Broncopneumonia Dengan Ketidakefektifan
Bersihan Jalan Nafas Di Rumah Sakit Tk Ii Putri Hijau Medan. Medan.
Akper.
HIDAYAH, S. N. (2015). ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK
DENGAN BRONKIOLITIS DI PAVILIUN SERUNI RSUD
JOMBANG (Doctoral dissertation, Universitas Pesantren Tinggi Darul
Ulum).
Karatekin G, Kaya A, Salihoglu O, Balci H, Nuhoğlu A. Association of
Subclinical Vitamin D decifiency in Newborn with Acute Lower
Respiratory Infection and Their Mother. Eur J Clin Nutr.

56
2009;63(4):473-7. [Epub 2007 Nov 21]

Kementerian Kesehatan RI. 2018. Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018.
Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian
RI.
Klassen TP. Recent advances in the treatment of Bronchiolitis and Laryngitis.
Pediatric Clin of North Am 1997; 44:249-58
Laskmi A. 2006. Pneumonia pediatric. http://www.emedicine.com (diakses
tanggal 10 maret 2014).
Mayfield S, Bogossian F, O’Malley L, Schibler A. High-flow nasal cannula
oxygen therapy for infants with bronchioltis: Pilot study. J Paediatrics
and Child Health. 2014;50(5):373-8. doi: 10.1111/jpc.12509.
PDPI. 2014. Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan Pneumonia Komunitas di
Indonesia Edisi II. Jakarta: Indonesia.
Plint AC, Johnson DW, Patel H, Wiebe N, Correll R, Brant R, et al. Epinephrine
and Dexamethasone in Children with Bronchiolitis. N Engl J Med
2009; 360:2079-89.
Technical updates of the guidelines on the Integrated Management of Childhood
Illness (IMCI): Evidence and recommendations for further adaptations.
Geneva: WHO; 2005.
Setiawati L., Asih R., & Makmuri, Tata Laksana Bronkiolitis. Divisi Respirologi
Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas
Airlangga, 2005 Surabaya
Simoes EA. Environmental and demographic risk factors for respiratory syncytial
virus lower respiratory tract disease. J Pediatr. 2003;143(5 Suppl):118–
26. [PubMed:14615710]
Walsh P, Rothenberg SJ. American Academy of Pediatrics 2014 bronchiolitis
guidelines: Bonfire of the evidence. Western J Emergency Med. 2015;
16(1):85-8.10. Plint AC, Johnson DW, Patel H, Wiebe N, Correll R,
Brant R, et al. Epinephrine and Dexamethasone in Children with
Bronchiolitis. N Engl J Med 2009; 360:2079-89.
Watts KD, Goodman DM. Wheezing in infants: Bronchiolitis. In: Behrman RE,

57
Kliegman RM, Arvin AM, editors. Nelson textbook of pediatrics. 19th
ed. Philadelphia: WB Saunders; 2011. p. 1456-9.
Welliver RC. Bronchiolitis and infectious asthma. In: Feigin RD, et al. Feigin
Textbook of Pediatric Infectious Disease. 6th ed. Philadelphia: WB
Saunders; 2009. p. 277-85
Wijaya S. Pedoman diagnosis bronkiolitis akut.JIMKI. 2014,2:94-100
World Health Organization. Pocket book of hospital care for children: Guidelines
for the management of common childhood illnesses. 2nd ed. 2013.

58
LAMPIRAN

1. IVFD KA-EN 1B

Nama Obat IVFD KA-EN 1B

Komposisi Dextrose 2,25 mg dan Sodium Chloride 37,5 mg

Indikasi KA-EN 1B digunakan untuk membantu mengganti


cairan dan elektrolit pada kondisi, seperti: dehidrasi pada
pasien yang kekurangan karbohidrat, penyakit yang belum
diketahui penyebabnya, pra dan pasca operasi.

Kontra Indikasi Pasien yang memiliki riwayat hipersensitif terhadap salah


satu komposisi dari KA-EN 1B.

Efek samping Hipersensitif (gatal-gatal, terbentuk ruam) , Nyeri pada


tempat injeksi , Pembengkakan paru-paru dan otak.

Dosis - Dosis lazim : 500-1000 mL untuk sekali pemberian


secara intravena (pembuluh). Kecepatan laju infus
Dewasa : 300 ml/jam
Anak-anak : 50-100 ml/jam

Bayi premature/Bayi baru lahir:


lebih dari 100 ml/jam
Pemberian obat Intravena

Sediaan Larutan

59
Gambar sediaan

60
2. Injeksi Ceftriaxon

Nama Obat Ceftriaxone


Bentuk Injeksi
Sediaan
Dosis Dosis umum dewasa dan anak > 12 tahun:1-2 gram/hari Pada
infeksi berat dosis dapat ditingkatkan hingga 4 gram/hari.
Cefriaxone dapat diberikan secara injeksi IV dan IM.
Komposisi Ceftriaxone 1 g
Indikasi Infeksi yang disebabkan oleh patogen yang sensitif terhadap
ceftriaxone dalam kondisi sepsis, meningitis, infeksi
abdomen peritonitis, infeksi kandung empedu dan saluran
cerna, infeksi tulang, persendiaan dan jaringan lunak,
pencegahan infeksi prabedah, infeksi ginjal, dan saluran kemih,
infeksi saluran pernapasan, terutama pneumonia, infeksi
THT, infeksi kelamin (termasuk gonorea)
Kontra Hipersensitif terhadap antibiotik cephalosporin
Indikasi (Basic Pharmacology and Drug, 2019)
Efek Reaksi hematologi; gangguan saluran cerna (mual, muntah,
Samping tinja lunak, stomatitis, glositis), reaksi kulit (urtikaria, edema,
dermatitis alergi, eritema multiforme, pruritus, eksantema)
(Basic Pharmacology and Drug, 2019)

Mekanisme Ceftriaxone bekerja membunuh bakteri dengan menginhibisi


Kerja sintesis dinding sel bakteri. Ceftriaxone memiliki cincin beta
laktam yang menyerupai struktur asam amino D-alanyl-D-
alanine yang digunakan untuk membuat peptidoglikan

61
Gambar
Sediaan

62
3.Salbutamol

Nama sediaan Salbutamol


Golongan obat Beta 2 Agonis / bronkodilator
Komposisi Salbutamol 2 mg,4 mg
Indikasi Bronkospasme pada asma bronkial, bronkitis kronik, dan
emfisema
Mekanisme kerja Relaksasi otot polos jalan napas dengan menstimulasi
reseptor beta 2 adrenergik dengan meningkatkan cAMP
dan menghasilkan antagonisme fungsional terhadap
bronkontriksi
Dosis umum Dewasa: 3-4 x 4 mg/hari (lansia dan pasien yang sensitif
awal 2 mg)
Anak : 0,05 – 0,1 mg/kgBB/kali setiap 6-8 jam.
Bentuk sediaan Tablet
Gambar sediaan

63
4. Paracetamol drop

Nama sediaan Analgetik – anti piretik


Golongan obat Acetaminophen 60mg/0,6ml
Indikasi Nyeri ringan sedang, demam
Meringankan rasa sakit pada keadaan
sakit kepala dan sakit gigi
Mekanisme kerja Paracetamol digunakan sebagai analgetik
nyeri ringan-sedang dan antipiretik.
Efeknya sebagai antipiretik disebabkan
oleh penghambatan prostaglandin pada
pusat pengatur panas hipotalamus.
Dosis umum Dewasa: 500-1000 mg/dosis,
diberikan tiap 4-6 jam. Maksimum 4 g/
hari.
Anak <12 tahun: 10 mg/kgBB/kali (bila
ikterik: 5mg/kgBB/kali) diberikan tiap 4-
g jam. Maksimum 4 dosis sehari
Bentuk sediaan Drops

64
Gambar sediaan

5.Cefadroxyl Syrup
Nama sediaan Cefadroxyl 125 mg/5ml
Golongan obat Antibiotik
Indikasi Pengobatan infeksi yag disebabkan oleh
bakteri gram positif yang sensitif
terhadap cefadroxil seperti
staphylococcus pneumoniae.
Infeksi saluran napas, infeksi kulit dan
jaringan lunak, infeksi saluran kemih dan
kelamin.
Mekanisme kerja menghalangi proses pembentukan
dinding sel dan mengaktifkan enzim
autolitik untuk menghancurkan dinding
sel bakteri
Dosis umum Dewasa : 1 -2 gram/ hari dalam 2 dosis
terbagi.
Anak - anak : 30mg/kgBB/hari diberikan
dalam dosis 2 terbagi

65
Bentuk sediaan Sirup
Gambar sediaan

6.Ambroxol

Nama sediaan Ambroxol


Golongan obat Mukolitik
Indikasi Sebagai sekretolitik pada gangguan
saluran napas akut dan kronis
Memecah benang- benang
Mekanisme kerja mukoprotein dan mukopolisakarida
dari sputum.
Efek samping Reaksi pada kulit seperti eritema
multiforme, Sindrom

Steven Johson, dan acute


generalized exanthematous
pustulosisi), pembengkakan wajah ,
dispneu.

66
Dosis umum Dewasa & Anak diatas 12 tahun : 2-3 x
30 mg/hari. Dosis yang dianjurkan
untuk anak-anak: 1,2-1,6
mg/kgBB/hari.
Kontra indikasi Hipersensitif terhadap ambroxol.
Komposisi Ambroxol 30 mg
Bentuk sediaan Tablet

Gambar sediaan

7.Methyl prednisolone

Nama sediaan Methyl prednisolone


Golongan obat Kortikosteroid
Indikasi Penyakit Alergi, Eksaserbasi Akut
Sklerosis Multipel, Pneumonia
Pneumocystis (carinii) jiroveci pada
Pasien AIDS (Luar Indikasi), Cedera
Akut pada Sumsum Tulang Belakan,
Nefritis Lupus Berat,

67
Mekanisme kerja Methylprednisolone adalah
glukokortikoid sintetik dan turunan metil
dari prednisolon, yang memiliki sifat
antiinflamasi dan imunosupresi yang
kuat. Methylprednisolone bekerja
terutama dengan mengatur ekspresi gen
setelah berikatan dengan reseptor
intraseluler tertentu dan translokasi ke
inti sel. Selain itu, methylprednisolone
mengurangi peradangan dengan
menghambat migrasi leukosit
polimorfonuklear dan
Dosis umum Dewasa: Dosis disesuaikan secara
individual berdasarkan kondisi yang
sedang diobati dan respons pasien.
Sebagai metilprednisolon Na suksinat:
Awalnya, 10-500 mg setiap hari melalui
injeksi atau infus. Berikan dosis yang
melebihi 250 mg selama setidaknya 30
menit dan dosis hingga 250 mg selama
setidaknya 5 menit. Rekomendasi dosis
dapat bervariasi antara negara dan
produk individu (lihat produk spesifik
atau pedoman pengobatan lokal).

Anak: Untuk pengobatan indikasi dosis


tinggi (misalnya, kondisi hematologis,
rematik, ginjal, dan dermatologis):
Sebagai metilprednisolon Na suksinat: 30
mg/kg setiap hari melalui injeksi atau
infus. Maksimum: 1.000 mg per hari.
Dosis dapat diberikan satu kali sehari

68
atau setiap hari lainnya hingga 3 dosis.
Rekomendasi dosis dapat bervariasi
antara negara dan produk individu (lihat
produk spesifik atau pedoman
pengobatan lokal).
Komposisi Methylprednisolon Tablet 4mg
Bentuk sediaan Tablet
Gambar sediaan

69
8. Pseudoefedrin HCL

Nama sediaan Pseudoefedrin HCL


Golongan obat antihistamin generasi pertama
Komposisi Pseudoephedrine HCL 60mg
Indikasi Meringankan gejala ganggua saluran
pernapasan bagian atas, misalnya:
rhinitis (pilek), baik karena alergi
maupun gangguan vasomotor.
Mekanisme kerja merupakan anti Histamin yang daat
mengurangi bersin dan secret hidung.
Pseudoephedrine HCl merupakan
senyawa golngan simpatomitemik yang
mempunyai efek dekongestan pada
hidung.
Aturan pakai Dewasa : 1 tablet, 3 kali sehari
Bentuk sediaan Tablet
Efek samping Mengantuk, depresi atau eksitasi saraf
pusat, tremor, tinnitus, takikardi,aritia,
palpitasi, mulut, Hidung dan tenggorokan
kering, sakit kepala, ruam kulit, retensi
urin, insomnia,pandangan kabur, gelisah,
kadnag-kadang terjadi halusinasi.
Gambar sediaan

70
71

Anda mungkin juga menyukai