Anda di halaman 1dari 65

LAPORAN AKHIR PRAKTIK

ASUHAN KEBIDANAN PADA BAYI “KH” UMUR 2 BULAN 5


HARI DENGAN IMUNISASI DPT1 DAN POLIO2 DI
RSIA PUCUK PERMATA HATI TANGGAL
24 NOVEMBER 2022

Oleh :

NI MADE OKI PUSPARINI


NIM. P07124222123

KEMENTRIAN KESEHATAN R.I


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES DENPASAR
JURUSAN KEBIDANAN PRODI SARJANA TERAPAN
KEBIDANAN
2022
LEMBAR PERSETUJUAN

LAPORAN AKHIR PRAKTIK

ASUHAN KEBIDANAN PADA BAYI “KH” UMUR 2 BULAN 5


HARI DENGAN IMUNISASI DPT1 DAN POLIO2 DI
RSIA PUCUK PERMATA HATI TANGGAL
24 NOVEMBER 2022

TELAH MENDAPATKAN PERSETUJUAN

Pembimbing Utama : Pembimbing Lapangan/CI :

Ni Nyoman Suindri, S.Si.T.,M.Keb Luh Gede Tresna Yanti


NIP.19720201992032004

MENGETAHUI :
KETUA PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN KEBIDANAN
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES DENPASAR

Ni Wayan Armini, S.ST.,M.Keb


NIP. 198101302002122001
KATA PENGANTAR

Puji syukur peneliti panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
atas berkat rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan laporan akhir ini
yang berjudul “Asuhan Kebidanan Pada Bayi “KH” Umur 2 Bulan 5 Hari
Dengan Imunisasi DPT 1 dan Polio 2 Di RSIA Pucuk Permata Hati Tanggal
24 November 2022” tepat pada waktunya. Laporan ini disusun untuk memenuhi
tugas pada Mata Kuliah Praktik Kebidanan Fisiologis di Program Studi Sarjana
Terapan Kebidanan Politeknik Kesehatan Kemenkes Denpasar.

Selama proses menyusun laporan akhir ini, penulis mendapatkan banyak


dukungan, bimbingan, pengarahan dan bantuan dari berbagai pihak. Melalui
kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan terimakasih kepada semua pihak
yang telah membantu dalam kelancaran pembuatan laporan akhir ini, yaitu kepada
yang terhormat :

1. Gusti Ayu Marhaeni, SKM., M.Biomed selaku Plt. Direktur Politeknik


Kesehatan Kemenkes Denpasar.
2. Dr. Ni Nyoman Budiani, S.Si.T., M.Biomed., selaku Ketua Jurusan
Kebidanan Politeknik Kesehatan Kemenkes Denpasar.
3. Ni Wayan Armini, SST.,M.Keb sebagai Ketua Prodi Sarjana Terapan
Kebidanan Poltekkes Kemenkes Denpasar.
4. Ni Nyoman Suindri, S.Si.T.,M.Keb, selaku Pembimbing Institusi yang telah
meluangkan banyak waktu untuk proses bimbingan.
5. Luh Gede Tresna Yanti, A.Md.Keb, sebagai Pembimbing Lapangan/CI yang
telah meluangkan banyak waktu untuk memberikan bimbingan.
6. Ibu “S” dan keluarga, selaku responden dalam laporan akhir ini yang telah
memberikan izin dan bersedia berpartisipasi serta berperan aktif.
7. Seluruh staff Politeknik Kesehatan Denpasar Jurusan Kebidanan yang telah
banyak membantu dalam proses laporan akhir ini.
8. Pihak-pihak lain yang telah memberikan dukungan dan semangat dalam
penyusunan laporan akhir ini.
Penulis menyadari bahwa laporan akhir ini masih jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan masukan dan saran yang
sifatnya membangun dari semua pihak untuk perbaikan dan kesempurnaan
laporan akhir ini. Semoga laporan akhir ini dapat digunakan dalam memberikan
asuhan kebidanan secara komprehensif dan sesuai standar. Akhir kata penulis
memohon maaf jika ada kesalahan kata atau kalimat dalam laporan akhir ini.

Denpasar, November 2022

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .......................................................................... i


DAFTAR ISI ....................................................................................... ii
DAFTAR TABEL ................................................................................ iii
BAB I PENDAHULUAN ..................................................................... 1
A. Latar Belakang ............................................................................... 1
B. Tujuan ............................................................................................ 2
C. Manfaat ........................................................................................ 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................ 4
A. Adaptasi Neonatus ....................................................................... 4
B. Pertumbuhan dan Perkembangan Bayi dan Balita ....................... 13
C. Kebutuhan Dasar Neonatus, Bayi, Balita, dan Anak Pra Sekolah
(APRAS)....................................................................................... 21
D. Deteksi Dini Komplikasi ................................................................ 38
E. Manajemen Kebidanan................................................................. 43
BAB III TINJAUAN KASUS................................................................ 47
BAB IV PEMBAHASAN ..................................................................... 54
BAB V PENUTUP .............................................................................. 56
A. Simpulan ....................................................................................... 56
B. Saran............................................................................................. 56
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

ii
DAFTAR TABEL

Tabel 1. Jadwal Kegiatan dan Jenis Skrining Deteksi Dini Penyimpangan


Tunbuh Kembang pada Balita dan Anak Pra Sekolah .......... 26
Tabel 2. Identitas orang tua bayi ........................................................ 47
Tabel 3. Riwayat Imunisasi Bayi ......................................................... 49

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Angka Kematian Bayi (AKB) di Indonesia terbilang masih cukup tinggi


yaitu 23 per 1.000 kelahiran hidup. Kematian bayi didefinisikan sebagai
kematian yang terjadi pada tahun pertama kehidupan. Secara global, sebesar 4,5
juta kematian bayi terjadi pada tahun 2015 yaitu 32 kematian per 1.000 kelahiran
hidup. Lebih dari 50% kasus kematian bayi diakibatkan oleh hal-hal yang dapat
dicegah. Oleh karena itu, pencegahan merupakan salah satu upaya yang gencar
dilakukan saat ini.
Salah satu upaya pencegahan yang telah dilakukan adalah memperbaiki
kualitas pelayanan kesehatan pada bayi baru lahir. Kurang baiknya penanganan
Bayi Baru Lahir (BBL) yang sehat dapat menyebabkan kelainan-kelainan yang
mengakibatkan cacat seumur hidup, bahkan kematian. Misalnya bayi baru lahir
dengan hipoterm, kondisi hipotermi apabila tidak ditangani dengan baik
dapat memicu terjadinya hipoglikemia dan akhirnya dapat terjadi kerusakan
otak. Pencegahan merupakan hal terbaik yang harus dilakukan dalam
penanganan neonatal karena periode neonatal merupakan periode yang paling
kritis dalam fase pertumbuhan dan perkembangan bayi.
Selain memperbaiki kualitas pelayanan kesehatan pada BBL, upaya
pencegahan yang dilakukan untuk menekan AKB adalah melaksanakan program
imunisasi. Imunisasi merupakan usaha memberikan kekebalan dengan
memasukkan vaksin ke dalam tubuh. Vaksin adalah suatu bahan yang berasal dari
kuman atau virus yang telah dilemahkan, dimatikan, diambil sebagian, maupun
tiruan dari kuman penyebab penyakit yang sengaja dimasukkan ke dalam tubuh
seseorang atau sekelompok orang yang bertujuan untuk merangsang timbulnya
anti penyakit pada tubuh seseorang atau sekelompok orang yang telah divaksin.
Penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi diantaranya yaitu tuberculosis,
difteri, pertussis, tetanus, poliomyelitis, campak, dan hepatitis B.

1
Imunisasi DPT dan Polio merupakan imunisasi dasar pada bayi yang wajib
didapatkan oleh setiap bayi. Imunisasi DPT pada umumnya dikenal dengan
Pentavalen/Pentabio karena terdiri dari vaksin DPT-HB-HIB untuk mencegah
penyalit difteri, pertusis, tetanus, hepatitis B dan infeksi Haemophilus Influenza
tibe B secara simultan, imunisasi ini diberikan pada anterolateral paha atas pada
bayi secara intramuskular. Sedangkan imunisasi polio adalah imunisasi untuk
mencegah infeksi virus polio yang dapat menyebabkan kelumpuhan. Imunisasi
polio pada bayi diberikan secara per oral sebanyak 2 tetes (Armini dkk, 2017).
Berdasarkan hal tersebut, dapat disimpulkan bahwa imunisasi DPT dan Polio
ini merupakan hal yang sangat penting dilakukan pada bayi untuk menciptakan
insan-insan generasi penerus bangsa yang sehat dan terlindungi dari penyakit
difteri, pertussis, tetanus, hepatitis B dan infeksi Haemophilus Influenza tibe B
serta penyakit polio sehingga bayi dapat tumbuh sehat dan berkembang secara
optimal sehingga mebawa mereka menuju masa depan yang cerah.

B. Tujuan

1. Tujuan Umum
Meningkatkan pemahaman dan keterampilan penulis terkait dengan
Asuhan Kebidanan Pada Bayi serta mampu memberikan Asuhan
Kebidanan pada bayi “KH” umur 2 bulan 5 hari dengan imunisasi DPT1
dan Polio2 berdasarkan evidence based sesuai dengan perkembangan
IPTEKS menggunakan pendekatan manajemen kebidanan.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk meningkatkan pemahaman dan keterampilan penulis terkait
dengan pengumpulan data, analisis data, penata- laksanaan serta
evaluasi, dan pendokumentasian Asuhan Kebidanan pada bayi “KH”
Umur2 bulan 5 hari dengan imunisasi DPT1 dan Polio2.
b. Untuk mengetahui kesesuaian antara teori dalam pelayanan
kebidanan dengan berbagai kasus kebidanan (kasus fiktif) apabila
ditemukan ketidaksesuaian dapat dijadikan sebagai bentuk evaluasi
untuk meningkatkan mutu pelayanan kebidanan suatu saat nanti.

2
C. Manfaat

1. Penulis dan pembaca dapat meningkatkan pemahaman dan keterampilan


terkait dengan Asuhan Kebidanan pada bayi serta mampu memberikan
Asuhan Kebidanan pada bayi “KH” umur 2 bulan 5 hari dengan imunisasi
DPT1 dan Polio2 berdasarkan evidence based sesuai dengan
perkembangan IPTEKS menggunakan pendekatan manajemen kebidanan.
2. Penulis dan pembaca dapat meningkatkan pemahaman dan keterampilan
terkait dengan pengumpulan data, analisis data, penatalaksanaan serta
evaluasi, dan pendokumentasian Asuhan Kebidanan pada bayi “KH” Umur
2 bulan 5 hari dengan imunisasi DPT1 dan Polio2.
3. Penulis dan pembaca dapat mengetahui kesesuaian antara teori pelayanan
kebidanan dengan berbagai kasus kebidanan, apabila ditemukan
ketidaksesuaian dapat dijadikan sebagai bentuk evaluasi untuk
meningkatkan mutu pelayanan kebidanan suatu saat nanti.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Adaptasi Neonatus
1. Pengertian Adaptasi Bayi Baru Lahir
Adaptasi Bayi Baru Lahir (BBL) adalah periode adaptasi terhadap
kehidupan di luar rahim. Periode ini dapat berlangsung hingga satu bulan
atau lebih setelah kelahiran untuk beberapa sistem tubuh bayi. Transisi
paling nyata dan cepat terjadi pada sistem pernapasan dan sirkulasi,
sistem kemampuan mengatur suhu, dan dalam kemampuan mengambil
dan menggunakan glukosa (Setiyani, Sukesi, dan Esyuananik, 2016).
Adaptasi BBL terhadap kehidupan di luar uterus. Pada waktu
kelahiran, sejumlah adaptasi fisik dan psikologis mulai terjadi pada tubuh
BBL, karena perubahan dranatis ini, bayi memerlukan pemantauan ketat
untuk menentukan bagaimana ia membuat suatu transisi yang baik
terhadap kehidupannya di luar uterus. BBL juga membutuhkan perawatan
yang dapat meningkatkan kesempatan menjalani masa transsisi dengan
berhasil (Armini dkk, 2017).
Menurut Armini (2017), periode transisional mencakup tiga
periode, meliputi periode pertama reaktivitas, fase tidur, dan periode
kedua reaktivitas. Karakteristik masing-masing periode memperlihatkan
kemajuan BBL.
a. Rmmeaktivitas I (The First Period of Reactivity)
Periode Reaktivitas I Dimulai pada masa persalinan dan berakhir
setelah 30 menit. Karakteristik periode ini yaitu: Kataktteristik
pertama, tanda-tanda vital BB yaitu frekuensi nadi yang cepat
dengan irama yang tidak teratur, frekuensi pernafasan mencapai
80x/menit, irama tidak teratur dan beberapa bayi mungkin
dilahirkan dengan pernafasan cuping hidung, ekspirasi mendengkur
serta adanya retraksi. Karakteristik kedua, FluktuasiI warna dari
merahjambujingga

4
pucat ke sianosis. Karakteristik ketiga, bising usus biasanya tidak
ada, bayi biasanya tidak berkemih atau tidak mempunyai pergerakan
usus selama periode ini. Karakteristik keempat, BBl mempunyai
sedikit jumlah mukus, menangisn kuat, dan refleks hisap yang kuat.
b. Fase Tidur (Period on Unresponsive Sleep)
Berlangsung selama 30 menit sampai 2 jam persalinan.
Tingkat pernafasan bayi menjadi lebih lambat. Bayi dalam keadaan
tidur, suara usus muncul tapi berkurang.
c. Periode Reaktivitas II (The Second Period of Reactivity) atau
Transisi ke-III
Berlangsung selama 2-6 jam setelah persalinan. Jantug bayi
lebih kabil dan terjadi perubahan warna kulit yang berhubungan
dengan stimulus lingkungan. Pernafasan bervariasi tergantung pada
aktivitas. Neonatus mungkin membutuhkan makanan dan harus
menyusu. Periode transisi ke ekstrauterin berakhir setelah periode
kedua reaktivitas.
2. Faktor yang Mepengaruhi Kehidupan diluar Uterus
Menurut Setiyani, Sukesi, dan Esyuananik (2016), ada beberapa
faktor yang mem-pengaruhi adaptasi bayi baru lahir, berikut
penjelasannya.
a. Riwayat antepartum ibu dan bayi baru lahir, misalnya terpapar zat
toksik, sikap ibu terhadap kehamilannya dan pengalaman pengasuhan
bayi.
b. Riwayat intrapartum ibu dan bayi baru lahir, misalnya lama
persalinan, tipe analgesik atau anestesi intrapartum.
c. Kapasitas fisiologis bayi baru lahir untuk melakukan transisi dari
kehidupan intrauterin ke kehidupan ekstrauterin. Kemampuan petugas
kesehatan dalam mengkaji dan merespon masalah dengan tepat pada
saatterjadi.

5
3. Perubahan Sistem Pernapasan a.
Perkembangan Paru
Paru berasal dari benih yang tumbuh di rahim, yg
bercabang-cabang dan beranting menjadi struktur pohon bronkus.
Proses ini berlanjut dari kelahiran hingga sekitar usia 8 tahun ketika
jumlah bronkiol dan alveol sepenuhnya berkembang, walaupun janin
memperlihatkan gerakan pernapasan pada trimester II dan III.
Ketidakmatangan paru terutama akan mengurangi peluang
kelangsungan hidup bayi baru lahir sebelum usia 24 minggu. Keadaan
ini karena keterbatasan permukaan alveol, ketidakmatangan sistem
kapiler paru dan tidak mencukupinya jumlah surfaktan (Setiyani,
Sukesi, dan Esyuananik, 2016).
b. Awal Timbulnya Pernapasan
Ada dua faktor yang berperan pada rangsangan napas pertama
bayi. Faktor pertama yaitu hipoksia pada akhir persalinan dan
rangsangan fisik lingkungan luar rahim yang merangsang pusat
pernapasan di otak. Dan faktor kedua yaitu tekanan dalam dada, yang
terjadi melalui pengempisan paru selama persalinan, merangsang
masuknya udara ke dalam paru secara mekanik. (Setiyani, Sukesi, dan
Esyuananik, 2016).
Interaksi antara sistem pernapasan, kardiovaskuler, dan
susunan saraf pusat menimbulkan pernapasan yang teratur dan
berkesinambungan serta denyut yang diperlukan untuk kehidupan. Jadi
sistem-sistem harus berfungsi secara normal. Upaya napas pertama
bayi berfungsi untuk mengeluarkan cairan dalam paru dan
mengembangkan jaringan alveol paru untuk pertama kali. Untuk
mendapat fungsi alveoli, harus terdapat surfaktan yang cukup dan
aliran darah melalui paru (Setiyani, Sukesi, dan Esyuananik, 2016).

6
1) Produksi surfaktan mulai 20 minggu kehamilan dan
jumlahnya meningkat sampai paru matang sekitar 30-34
minggu.
2) Surfaktan mengurangi tekanan permukaan dan
membantu menstabilkan dinding alveol sehingga tidak kolaps
pada akhir persalinan.
3) Tanpa surfaktan alveol akan kolaps setelah tiap kali
pernapasan, yang menyebabkan sulit bernapas. Untuk itu
diperlukan banyak energi pada kerja tambahan pernapasan.
Peningkatan energi memerlukan dan menggunakan lebih
banyak oksigen dan glukosa. Peningkatan ini menimbulkan
stress bayi.
4) Pada waktu cukup bulan, terdapat cairan didalam paru bayi.
5) Pada waktu bayi melalui jalan lahir selama persalinan,
sekitar sepertiga cairan ini diperas keluar dari paru.
6) Seorang bayi yang dilahirkan melalui SC (Sectio
Caesarea) kehilangan manfaat perasan thorax ini dapat
menderita paru basah dalam jangka waktu lama. Pada beberapa
tarikan napas pertama, udara ruangan memenuhi trachea dan
bronkus bayi baru lahir. Sisa cairan di dalam paru dikeluarkan
dari paru dan diserap oleh pembuluh limfe dan darah. Semua
alveoli akan berkembang terisi udara sesuai dengan perjalanan
waktu. Fungsi pernapasan dalam kaitan dengan fungsi
kardiovaskuler
7) Oksigenasi merupakan faktor yang sangat penting dalam
mempertahankan kecukupan pertukaran udara.
8) Jika terjadi hipoksia, pembuluh darah paru akan
mengalami vasokonstriksi.
9) Pengerutan pembuluh darah ini berarti tidak ada
pembuluh darah yang berguna menerima oksigen yang

7
berada dalam alveol, sehingga terjadi penurunan oksigenasi ke
jaringan,yang memperburuk hipoksia.
10) Peningkatan aliran darah paru akan memperlancar
pertukaran gas dalam alveoli dan menyingkirkan cairan paru,
dan merangsang perubahan sirkulasi janin menjadi sirkulasi
luar rahim.
4. Perubahan Sistem Kardiofaskuker
Setelah lahir, darah bayi baru lahir harus melewati paru untuk
mengambil oksigen dan mengadakan sirkulasi melalui tubuh guna
mengantarkan oksigen ke jaringan. Untuk membuat sirkulasi yang baik
guna mendukung kehidupan diluar rahim, harus terjadi dua perubahan
besar yaitu penutupan foramen ovale pada atrium jantung dan penutupan
duktus arteriosus antara arteri dan paru- paru serta aorta (Sudarti &
Fauziah, 2012).
Menurut Sudarti & Fauziah (2012).Dua peristiwa yang mengubah
tekanan dalam sistem pembuluh darah:
a Saat tali pusat dipotong, resestensi pembuluh sistemik
meningkat dan tekanan atrium kanan menurun. Tekanan atrium
kanan menurun karena berkurangnya aliran darah ke atrium kanan
tersebut. Ini menyebabkan penurunan volume dan tekanan atrium
kanan. Kedua kejadian ini membantu darah, dengan sedikit
kandungan oksigen mengalir ke paru- paru dan menjalani proses
oksigenasi ulang.
b Pernapasan pertama menurunkan resistensi pembuluh darah
paru-paru dan meningkatkan tekanan atrium kanan. Oksigen
pada saat pernapasan pertama ini menimbulkan relaksasi dan
terbukanya sistem pembuluh darah paru– paru. Peningkatan
sirkulasi ke paru-paru mengakibatkan peningkatan volume
darah dan tekanan pada atrium kanan. Dengan peningkatan
volume darah dan tekanan pada atrium kiri, foramen ovale secara
fungsionalakanmenutup.

8
5. Perubahan Pada Sistem Termoregulasi
Bayi baru lahir mempunyai kecendrungan untuk mengalami stress
fisik akibat perubahan suhu di luar uterus. Tiga faktor yang berperan
dalam kehilangan panas tubuh bayi yaitu luasnya permukaan tubuh bayi,
pusat pengaturan suhu tubuh bayi yang belum berfungsi secara sempurna,
dan tubuh bayi yang terlalu kecil untuk memproduksi dan menyimpan
panas. (Sudarti & Fauziah,
2012)
Menurut Armini (2017), ada 4 mekanisme kemungkinan hilangnya
panas tubuh bayi baru lahir (BBL) ke lingkungannya.
a Konduksi, yaitu kehilangan panas yang disebabkan oleh
pemiindahan panas dari tubuh bayi ke benda-benda disekitarnya
yang kontak langsung dengan tubuh bayi. Contohnya menimbang
bayi tanpa alas timbangan, tangan penolong dingin saat memegang
bayi, dan lain sebagainya.
b Konveksi, yaitu perpindahan panas tubuh bayi ke udara
sekitarnya yang sedang bergerak (jumlah panas yang hilang
tergantung pada kecepatan dan suhu udara). Contohnya BBL
dibiarkan dalam kamar ber AC tanpa diletakkan pada radiant
warmer, BBL dibiarkan dalam keadaan telanjang dan lain
sebagainya.
c Evaporasi, yaitu pemindahan panas dengan cara mengubah cairan
menjadi uap. Jadi panas tubuh bayi akan hilang melalui proses
penguapan tergantung pada kecapatan dan ke- lembapan udara.
6. Prubahan Sistem Gastroinestinal
Menurut Setiyani, Sukesi, dan Esyuananik (2016), sebelum lahir
janin cukup bulan akan mulai menghisap dan menelan. Reflek gumoh dan
batuk yang matang sudah mulai terbentuk dengan baik pada saat lahir.
Kemampuan bayi cukup bulan menerima dan menelan makanan terbatas,
hubungan esofagus bawah dan lambung belum sempurna sehingga
mudahgumohterutamabayi

9
baru lahir dan bayi muda. Kapasitas lambung terbatas kurang dari
30 cc untuk bayi cukup bulan. Kapasitas lambung akan bertambah
bersamaan dengan tambah umur.Usus bayi masih belum matang sehingga
tidak mampu melindungi diri dari zat berbahaya, kolon bayi baru lahir
kurang efisien dalam mempertahankan air dibanding dewasa sehingga
bahaya diare menjadi serius pada bayi baru lahir.
Bila dibandingkan dengan ukuran tubuh, saluran pencernaan pada
neonatus relatif lebih berat dan panjang dibandingkan orang dewasa.
Pada neonatus, traktus digestivus mengandung zat-zat yang berwarna
hitam kehijauan yang terdiri dari mukopolosakarida dan disebut
mekonium. Pada masa neonatus saluran pencernaan mengeluarkan tinja
pertama biasanya dalam 22 jam pertama berupa mekonium. Dengan
adanya pemberian susu, mekonium mulai digantikan dengan tinja yang
berwarna coklat kehijauan pada hari ketiga sampai keempat (Sudarti &
Fauziah, 2012).
7. Perubahan Sistem Ginjal
Ginjal sangat penting dalam kehidupan janin, kapasitasnya kecil
hingga setelah lahir. Urine bayi encer, berwarna kekuning- kuningan dan
tidak berbau. Warna coklat dapat disebabkan oleh lendir bebas membrane
mukosa dan udara asam akan hilang setelah bayi banyak minum. Garam
asam urat dapat menimbulkan warna merah jambu pada urine, namun hal
ini tidak penting. Tingkat filtrasi glomerolus rendah dan kemampuan
reabsorbsi tubular terbatas. Bayi tidak mampu mengencerkan urine
dengan baik saat mendapat asupan cairan, juga tidak dapat mengantisipasi
tingkat larutan yang tinggi rendah dalam darah. Urine dibuang dengan cara
mengosongkan kandung kemih secara reflek. Urine pertama dibuang saat
lahir dan dalam 24 jam, dan akan semakin sering dengan banyak cairan
(Noordiati, 2018).
8. Perubahan Pada Sistem Integumen
Lailiyana dkk (2015) menjelaskan bahwa semua struktur kulit bayi
sudah terbentuk saaat lahir, tetapi masih belum matang.

10
Epidermis dan dermis tidak terikat dengan baik dan sangat tipis. Verniks
kaseosa juga berfungsi dengan epidermis dan berfungsi sebagai lapisan
pelindung. Kulit bayi sangat sensitif dan mudah mengalami kerusakan.
Bayi cukup bulan mempunyai kulit kemerahan (merah daging) beberapa
setelah lahir, setelah itu warna kulit memucat menjadi warna normal.
Kulit sering terlihat berbecak, terutama didaerah sekitar ekstremitas.
Tangan dan kaki terlihat sedikit sianotik. Warna kebiruan ini, akrosianois,
disebabkan ketidakstabilan vasomotor, stasis kapiler, dan kadar
hemoglobin yang tinggi. Keadaan ini normal, bersifat sementara, dan
bertahan selama 7 sampai 10 hari, terutama bila terpajan udara dingin.
9. Perubahan Pada Sistem Imunitas
Sistem imunitas bayi baru lahir masih belum matang sehingga rentan
terhadap berbagai infeksi dan alergi. Sistem imunitas matang
meyebabkan kekebalan alami dan buatan. Kekebalan alami terdiri dari
struktur tubuh yang mencegah dan meminimalkan infeksi misalnya
perlindungan oleh kulit membran mukosa, fungsi saringan saluran gas,
pembentukan koloni mikroba oleh kulit dan usus dan perlindungan kimia
oleh asam lambung (Noordiati, 2018).
10. Perubahan Pada Sistem Reproduksi
Lailiyana dkk (2012) menjelaskan sistem reproduksi pada
perempuan saat lahir, ovarium bayi berisi beribu-ribu sel germinal
primitif. Sel-sel ini mengandung komplemen lengkap oval yang
matur karena tidak terbentuk oogonia lagi setelah bayi cukup bulan
lahir. Korteks ovarium yang terutama terdiri dari folikel primordial,
membentuk bagian ovarium yang lebih tebal pada bayi baru lahir dari
pada orang dewasa. Jumlah ovum berkurang sekitar 90 persen sejak
bayi lahir sampai dewasa.
11. Perubahan Pada Sistem Skeletal
Lailiyana, dkk (2012) menjelaskan pada bayi baru lahir arah
pertumbuhan sefalokaudal pada pertumbuhan tubuh terjadi secara

11
keseluruhan.Kepala bayi cukup bulan berukuran seperempat panjang
tubuh. Lengan sedikit lebih panjang dari pada tungkai. Wajah relatif
kecil terhadap ukuran tengkorak yang jika dibandingkan lebih besar
dan berat. Ukuran dan bentuk kranium dapat mengalami distorsi akibat
molase (pembentukan kepala janin akibat tumpang tindih tulang-tulang
kepala). Ada dua kurvatura pada kolumna vertebralis, yaitu toraks dan
sakrum. Ketika bayi mulai dapat mengendalikan kepalanya, kurvatura
lain terbentuk di daerah servikal. Pada bayi baru lahir lutut saling
berjauhan saat kaki diluruskan dan tumit disatukan, sehingga tungkai
bawah terlihat agak melengkung. Saat baru lahir, tidak terlihat
lengkungan pada telapak kaki. Ekstremitas harus simetris. Harus terdapat
kuku jari tangan dan jari –jari kaki. Garis-garis telapak tangan sudah
terlihat. Terlihat juga garis pada telapak kaki bayi cukup bulan.
12. Perubahan Pada Sistem Neuromuskuler (Refleks-refleks)
Sistem neurologis bayi secara anatomik atau fisiologisbelum
berkembang sempurna. Bayi baru lahir menunjukkan gerakan- gerakkan
tidak terkoordinasi, pengaturan suhu yang labil, kontrol otot yang
buruk, mudah terkejut, dan tremor pada ekstermita. Perkemihan neonatus
terjadi cepat. Sewaktu bayi bertumbuh, perilaku yang lebih kompleks
(misalkan kontrol kepala, tersenyum, dan meraih dengan tujuan) akan
berkembang (W ahyuni, 2012)
Bayi baru lahir normal memiliki banyak refleks neurologis yang
primitif Ada atau tidaknya refleks tersebut menunjukkan kematangan
perkembangan sistem saraf yang baik antara lain sebagai berikut.
a Refleks rooting (mencari)
Bayi menoleh kearah benda yang menyentuh pipi. Dapat dinilai
dengan mengusap pipi bayi dengan lembut, bayi akan
menolehkan kepalanya ke arah jari kita dan membuka mulutnya.
Refleks rooting terjadi sejak bayi lahir dan Hilang setelah 3-4 bulan
(Wahyuni,2012).

12
b Refleks hisap
Refleks ini dinilai dengan memberi tekanan pada mulut bayi di
bagian dalam antara gusi atas yang akan menimbulkan isapan yang
kuat dan cepat. Refleks juga dapat dilihat pada saat bayi
melakukan kegiatan menyusu. Refleks hisap dimulai sejak bayi
lahir dan hilang setelah 3-4 bulan, tetapi dapat menetap sampai
usia1 tahun (Wahyuni, 2012).
c Refleks Genggam (grapsing)
Refleks ini dinilai dengan mendekatkan jari telunjuk pemeriksa pada
telapak tangan bayi, tekanan dengan perlahan, pada kondisi normal
bayi akan menggenggam dengan kuat. Jika telapak bayi ditekan,
bayi akan mengepalkan tinjunya. Refleks ini muncul sejak baru lahir
dan bertahan hingga usia 3-4 bulan (Wahyuni, 2012).
d Refleks babinsky
Pemeriksaan refleks ini dengan memberikan goresan telapak kaki
dimulai dari tumit. Gores sisi lateral telapak kai kearah atas
kemudian gerakkan kaki sepanjang telapak kaki. Maka bayi akan
menunjukkan respons berupa semua jari hiper- ekstensi dengan
ibu jari dorsofleksi. Reflek babinsky muncul sejak lahir hingga usia
4 bulan (Wahyuni, 2012).
e Refleks moro
Refleks ini ditunjukkan dengan timbulnya pergerakan tangan yang
simetris apabila kepala tiba-tiba digerakkan atau dikejutkan dengan
cara bertepuk tangan Refleks moro ini muncul sejak lahir dan
hanya bertahan hingga usia 4 bulan (Wahyuni, 2012).

B. Pertumbuhan dan Perkembangan Bayi dan Balita


1. Konsep Dasar Pertumbuhan dan Perkembangan
Pertumbuhan dan perkembangan memiliki makna yang
berbeda. Pertumbuhan adalah bertambahnya ukuran dan jumlah

13
sel serta jaringan interseluler, yang berarti bertambahnya ukuran fisik dan
struktur tubuh sebagian atau keseluruhan, sehingga dapat diukur dengan
satuan panjang dan berat. Sedangkan perkembangan adalah
bertambahnya struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam
kemampuan gerak kasar dan gerak halus, bicara dan bahasa, serta
sosialisasi dan kemandirian. Pada proses pertumbuhan dan perkembangan
seorang anak, mempunyai beberapa ciri-ciri yang saling berkaitan. Ciri -
ciri tersebut adalah sebagai berikut. (Setiyani, Sukesi, dan Esyuananik,
2016).
a. Perkembangan menimbulkan perubahan Perkembangan dan
pertumbuhan berjalan secara bersamaan. Setiap pertumbuhan
disertai dengan perkembangan.
b. Pertumbuhan dan perkembangan pada tahap awal akan
menentukan perkembangan selanjutnya. Setiap anak tidak akan
bisa melewati satu tahap perkembangan sebelum ia melewati
tahapan sebelumnya.
c. Pertumbuhan dan perkembangan mempunyai kecepatan yang
berbeda Pada setiap anak mempunyai kecepatan yang berbeda baik
dalam pertumbuhan dan perkembangannya.
d. Perkembangan berkolerasi dengan pertumbuhan Anak yang sehat,
bertambah umur, bertambah berat dan tinggi badannya serta
kepandaiannya. Pada saat pertumbuhan berlangsung cepat maka
perkembanganpun demikian terjadi peningkatan baik memori,
daya nalar dan lain-lain.
e. Perkembangan mempunyai pola yang tetap. Perkembangan fungsi
organ tubuh, terjadi menurut dua hukum yang tetap yaitu sebagai
berikut:
1) Perkembangan terjadi lebih dulu didaerah kepala, kemudian
menuju ke arah kaudal / anggota tubuh (pola sefalokaudal),

14
2) Perkembangan terjadi lebih dahulu didaerah proksimal (gerak
kasar) lalu berkembang kebagian distal seperti jari-jari yang
mempunyai kemampuan gerak halus (pola proksimodistal).
f. Perkembangan memeiliki tahap yang berurutan Tahap
perkembangan seorang anak mengikuti pola yang teratur dan
berurutan. Misalnya, anak mampu membuat lingkaran dulu
sebelum mampu membuat kotak.
g. Tahapan pertumbuhan dan perkembangan yang paling
memerlukan perhatian dan menentukan kualitas seseorang dimasa
mendatang adalah pada masa anak, karena pada masa ini
merupakan masa pertumbuhan dan perkembangan dasar yang akan
mempengaruhi dan menentukan perkembangan anak selanjutnya.
Pertumbuhan dan perkembangan pada masa anak sudah dimulai
sejak dalam kandungan sampai usia 18 tahun. Hal ini sesuai
dengan pengertian anak menurut WHO yaitu sejak terjadinya
konsepsi sampai usia 18 tahun. Pada dasarnya dalam kehidupan
manusia mengalami berbagai tahapan dalam tumbuh kembangnya
dan setiap tahap mempunyai ciri tertentu.
Tahapan pertumbuhan dan perkembangan yang paling
memerlukan perhatian dan menentukan kualitas seseorang dimasa
mendatang adalah pada masa anak, karena pada masa ini merupakan
masa pertumbuhan dan perkembangan dasar yang akan mempengaruhi
dan menentukan perkembangan anak selanjutnya. Pertumbuhan dan
perkembangan pada masa anak sudah dimulai sejak dalam kandungan
sampai usia 18 tahun. Hal ini sesuai dengan pengertian anak menurut
WHO yaitu sejak terjadinya konsepsi sampai usia 18 tahun. Pada
dasarnya dalam kehidupan manusia mengalami berbagai tahapan dalam
tumbuh

15
kembangnya dan setiap tahap mempunyai ciri tertentu (Setiyani,
Sukesi, dan Esyuananik, 2016).
Menurut Armini (2017), secara umum terdapat dua faktor
utama yang berpengaruh terhadap tumbuh kembang anak, yaitu a.
Faktor Genetik
Faktor genetic merupakan modal dasar dalam mencapai hasil akhir
proses tumbuh kembang anak. Hal yang termasuk faktor genetic
antara lain adalah berbagai faktor bawaan yang normal dan
patologik, jenis kelamin, suku bangsa atau bangsa.
b. Faktor Lingkungan
Lingkungan merupakan faktor yang sangat menentukan tercapai
atau tidaknya potensi bawaan. Lingkungan yang cukup baik akan
memungkinkan tercapainya potensi bawaan, sedangkan
lingkungan yang kurang baik akan menghambatnya. Lingkungan
ini merupakan lingkungan “bio-fisik-psiko-sosial” yang
mempengaruhi individu setiap hari, mulai dari konsepsi sampai
akhir hayatnya. Faktor lingkungan dibagi lagi menjadi dua yaitu:
1) Faktor lingkungan yang mempengaruhi anak pada waktu
masih dalam kandungan (pranatal). Faktor ini antara lain:
gizi waktu ibu hamil, mekanis, toksin, endokrin, radiasi,
infeksi, stres, imunitas dan anoksia embrio.
2) Faktor lingkungan yang mempengaruhi tumbuh kembang
anak setelah lahir (faktor postnatal). Lingkungan postnatal
yang mempengaruhi tumbuh kembang anak secara umum
dapat digolongkan menjadi lingkungan biologi (ras/suku
bangsa, jenia kelamin, umur dan lain-lain), faktor fisik
(cuaca, musim, keadaan geograis, sanitasi dan lain-lain),
faktor psikososial (stimulus, motivasi belajar, ganjaran

16
atau hukuman yang wajar dan lain-lain), dan faktor
keluarga dan adat istiadat (pekerjaan orang tua, pendapatan
orang tua, jumlah saudara dan lain-lain).
2. Tahap-tahap Pertumbuhan dan Perkembangan
Ada beberapa tahapan pertumbuhan dan perkembangan pada masa
anak, tahapan tersebut sebagai berikut. (Setiyani, Sukesi, dan Esyuananik,
2016).
a. Masa pranatal
Periode terpenting pada masa prenatal adalah trimester I
kehamilan. Pada periode ini pertumbuhan otak janin sangat peka
terhadap pengaruh lingkungan janin. Kehidupan bayi pada masa
pranatal dikelompokkan dua periode, yaitu:.
1) Masa embrio Masa embrio dimulai sejak konsepsi sampai
kehamilan 8minggu hingga 12 minggu. Pada masa ini, ovum
yang telah dibuahi dengan cepat menjadi suatu organisme
yang berdeferensiasi dengan cepat untuk membentuk berbagai
sistem organ tubuh.
2) Masa fetus Masa fetus yaitu sejak kehamilan 9 minggu sampai
kelahiran. Masa fetus ini terbagi dua yaitu masa fetus dini
(usia 9 minggu sampai trimester dua), dimana terjadi
percepatan pertumbuhan dan pembentukan manusia sempurna
dan alat tubuh mulai berfungsi. Berikutnya adalah masa fetus
lanjut (trimester akhir) yang ditandai dengan pertumbuhan
tetap berlangsung cepat disertai perkembangan fungsi-
fungsi.Pada 9 bulan masa kehamilan, kebutuhan bayi sangat
bergantung pada ibunya. Oleh karena itu kesehatan ibu sangat
penting dijaga dan perlu dihindari faktor-faktor risiko
terjadinya kelainan bawaan / gangguan penyakit pada janin
yang dapat berdampak pada pertumbuhan dan
perkembangannya.

17
b. Masa Neonatal
Pada masa ini terjadi adaptasi terhadap lingkungan dan
terjadi perubahan sirkulasi darah serta oragan-organ tubuh mulai
berfungsi. Saat lahir berat badan normal dari ibu yang sehat berkisar
3000 gr - 3500 gr, tinggi badan sekitar 50 cm, berat otak sekitar 350
gram. Pada sepuluh hari pertama biasanya terdapat penurunan berat
badan sepuluh persen dari berat badan lahir, kemudian berangsur-
angsur akan mengalami kenaikan. Pada masa neonatal ini, refleks-
refleks primitif yang bersifat fisiologis akan muncul. Diantaranya
yaitu refleks moro (reflek merangkul), yang akan menghilang pada
usia 3--5 bulan; refleks menghisap (sucking refleks); refleks
menoleh (rooting refleks); refleks mempertahankan posisi
leher/kepala (tonick neck refleks); refleks memegang (palmar graps
refleks) yang akan menghilang pada usia 6--8 tahun. Refleks-refleks
tersebut terjadi secara simetris, dan seiring bertambahnya usia,
refleks-refleks itu akan menghilang. Pada masa neonatal ini, fungsi
pendengaran dan penglihatan juga sudah mulai berkembang.
c. Masa bayi ( 1-12 bulan)
Pada masa bayi, pertumbuhan dan perkembangan terjadi
secara cepat. Umur 5 bulan berat badan anak 2x berat badan lahir
dan umur 1 tahun sudah 3x berat badan saat lahir. Sedangkan untuk
panjang badannya pada 1 tahun sudah satu setengah kali panjang
badan saat lahir. Pertambahan lingkar kepala juga pesat. Pada enam
bulan pertama, pertumbuhan lingkar kepala sudah 50%. Oleh
karena itu perlu pemberian gizi yang baik yaitu dengan
memperhatikan prinsip menu gizi seimbang. Pada tiga bulan
pertama, anak berusaha mengelola koordinasi bola mata untuk
mengikuti suatu objek, membedakan seseorang dengan benda,
senyum naluri, dan bersuara. Terpenuhinya rasa aman dan kasih
sayangyang

18
cukup mendukung perkembangan yang optimal pada masa ini. Pada
posisi telungkup, anak berusaha mengangkat kepala. Jika tidur
telentang, anak lebih menyukai sikap memiringkan kepala ke
samping.
Pada tiga bulan kedua, anak mampu mengangkat kepala dan
menoleh ke kirikanan saat telungkup. Setelah usia lima bulan anak
mampu membalikkan badan dari posisi telentang ke telungkup, dan
sebaliknya berusaha meraih benda-benda di sekitarnya untuk
dimasukkan ke mulut. Anak mampu tertawa lepas pada suasana
yangmenyenangkan, misalnya diajak bercanda, sebaliknya akan
cerewet/menangis pada suasana tidak menyenangkan. Pada enam
bulan kedua, anak mulai bergerak memutar pada posisi telungkup
untuk menjangkau benda-benda di sekitarnya. Sekitar usia sembilan
bulan anak bergerak merayap atau merangkak dan mampu duduk
sendiri tanpa bantuan. Bila dibantu berdiri, anak berusaha untuk
melangkah sambil berpegangan. Koordinasi jari telunjuk dan ibu
jari lebih sempurna sehingga anak dapat mengambil benda dengan
menjepitnya. Kehadiran orang asing akan membuat cemas (stranger
anxiety) demikian juga perpisahan dengan ibunya.
Pada usia 9 bulan sampai dengan 1 tahun, anak mampu
melambaikan tangan, bermain bola, memukul-mukul mainan, dan
memberikan benda yang dipegang bila diminta. Anak suka sekali
bermain ci-luk-ba. Pada masa bayi terjadi perkembangan interaksi
dengan lingkungan yang menjadi dasar persiapan untuk menjadi
anak yang lebih mandiri. Kegagalan memperoleh perkembangan
interaksi yang positif dapat menyebabkan terjadinya kelainan
emosional dan masalah sosialisasi pada masa mendatang. Oleh
karena itu, diperlukan hubungan yang mesra antara ibu (orang tua)
dananak.

19
d. Masa Toddler (1--3 tahun)
Pada masa ini pertumbuhan fisik anak relatif lebih pelan
daripada masa bayi tetapi perkembangan motoriknya berjalan lebih
cepat. Anak sering mengalami penurunan nafsu makan sehingga
tampak langsing dan berotot, dan anak mulai belajar jalan. Pada
mulanya, anak berdiri tegak dan kaku, kemudian berjalan dengan
berpegangan. Sekitar usia enambelas bulan, anak mulai belajar
berlari dan menaiki tangga, tetapi masih kelihatan kaku. Oleh
karena itu, anak perlu diawasi karena dalam beraktivitas, anak tidak
memperhatikan bahaya.
Perhatian anak terhadap lingkungan menjadi lebih besar
dibanding masa sebelumnya yang lebih banyak berinteraksi dengan
keluarganya. Anak lebih banyak menyelidiki benda di sekitarnya
dan meniru apa yang diperbuat orang. Mungkin ia akan mengaduk-
aduk tempat sampah, laci, lemari pakaian, membongkar mainan,
dan lain- lain. Benda-benda yang membahayakan hendaknya
disimpan di tempat yang lebih aman.Anak juga dapat menunjuk
beberapa bagian tubuhnya, menyusun dua kata dan mengulang
kata-kata baru.
Pada masa ini, anak bersifat egosentris yaitu mempunyai
sifat keakuan yang kuat sehingga segala sesuatu yang disukainya
dianggap miliknya. Bila anak menginginkan mainan kepunyaan
temannya, sering ia akan merebutnya karena dianggap miliknya.
Teman dianggap sebagai benda mati yang dapat dipukul, dicubit
atau ditarik rambutnya apabila menjengkelkan hatinya. Anak
terkadang juga berperilaku menolak apa saja yang akan dilakukan
terhadap dirinya (self defense), misalnya menolak mengenakan baju
yang sudah disediakan orang tuanya dan akan memilih sendiri
pakaianyangdisukainya.

20
e. Masa Prasekolah
Pada usia 5 tahun, pertumbuhan gigi susu sudah lengkap.
Anak kelihatan lebih langsing. Pertumbuhan fisik juga relatif
pelan. Anak mampu naik turun tangga tanpa bantuan, demikian
juga berdiri dengan satu kaki secara bergantian atau melompat
sudah mampu dilakukan. Anak mulai berkembang superegonya
(suara hati) yaitu merasa bersalah bila ada tindakannya yang keliru.
Pada masa ini anak berkembang rasa ingin tahu (courius)
dan daya imaginasinya, sehingga anak banyak bertanya tentang
segala hal disekelilingnya yang tidak diketahuinya. Apabila orang
tua mematikan inisiatif anak, akan membuat anak merasa bersalah.
Anak belum mampu membedakan hal yang abstrak dan konkret
sehingga orang tua sering menganggap anak berdusta, padahal anak
tidak bermaksud demikian.
Anak mulai mengenal perbedaan jenis kelamin perempuan
dan laki-laki. Anak juga akan mengidentifikasi figur atau
perilaku orang tua sehingga mempunyai kecenderungan untuk
meniru tingkah laku orang dewasa disekitarnya. Pada akhir tahap
ini, anak mulai mengenal cita- cita, belajar menggambar, menulis,
dan mengenal angka serta bentuk/warna benda. Orang tua perlu
mulai mempersiapkan anak untuk masuk sekolah. Bimbingan,
pengawasan, pengaturan yang bijaksana, perawatan kesehatan dan
kasih sayang dari orang tua dan orang-orang disekelilingnya sangat
diperlukan oleh anak.

C. Kebututan Dasar Neonatus, Bayi, Balita, dan Anak Pra Sekolah


Menurut Armini (2017), Kebutuhan dasar neonatus ada dua yaitu
kebutuhan Asah dan Asih. Berikut Penjelasannya

21
1. Asah (Stimulasi dan Deteksi)
Asah merupakan stimulasi mental yang akan menajdi cikal bakal
proses pendidikan yang bertujuan untuk mengembangkan mental,
kecerdasan, keterampilan, kemandirian, kreativitas, agama, moral,
produktivitas, dan lain-lain. Stimulasi sebaiknya dilakukan setiap kali
ada kesempatan berinteraksi dengan bayi/balita, misalnya ketika
memandikan, mengganti popok, menyusui, menggendong, mengajak
berjalan-jalan, bermain, maupun menonton TV menjelang tidur.
a. Neonatus
Stimulasi pada neonatus dilakukan dengan cara me- ngusahakan
rasa nyaman, aman dan menyenangkan, memluk, menggendong,
menatap bayi, menyajaknya tersenyum, berbicara, menyembunyikan
berbagai suara atau music bergantian, menggantung dan
menggerakkan benda berwarna mencolok, benda-benda berbunyi,
serta dirangsang untuk meraih dan memegang mainan.
b. Bayi
Stimulasi pada bayi merupakan kelanjutan dari stimulasi pada
neonatus. Beberapa stimulasi yang dapat dilakukan untuk bayi adalah
sebagai berikut.
1) Bantu bayi duduk sendiri, mulai dengan mendudukkan bayi
di kursi yang mempunyai sandaran.
2) Latih kedua tangan bayi masing-masing memegang benda
dalam waktu yang bersamaan.
3) Latih bayi menirukan kata-kata dengan cara menirukan suara
bayi dan buat bayi agar menirukannya kembali.
4) Latih bayi bermain “ci luk ba” atau permainan lain, seperti
melambaikan tangan sambil menyebut “da..da..”
5) Angkat bayi dan bantu ia berdiri di atas permukaan yang datar
dan kokoh.

22
6) Latih bayi memasukkan dan mengeluarkan benda dari
wadah.
7) Perlihatkan gambar benda dan bantu bayi menunjuk
nama benda yang Anda sebutkan.
8) Ajak bayi untuk bermain permainan yang perlu dilakukan
bersama.
9) Latih bayi berjalan sendiri.
10) Latih bayi menggelindingkan bola.
11) Berikan kesempatan kepada bayi untuk menggambar.
12) Ajak bayi makan bersama. c.
Balita
1) Tahap 1-2 Tahun
a) Latih anak naik turun.
b) Bermain dengan anak, menunjukkan cara me-
nangkap bola besar dan melemparkannya kembali dengan
anak.
c) Latih anak menyebut nama bagian tubuh dengan
menunjuk bagian tubuh anak, menyebutkannya namanya,
dan minta ia menyebutkannya kembali.
d) Beri kesempatan pada anak untuk melepaskan
pakaiannya sendiri.
e) Latih keseimbangan tubuh anak dengan cara berdiri
dengan satu kaki secara bergantian.
f) Latih anak menggambar bulatan garis, segitiga, dan
gambar wajah.
g) Latih anak agar mau menceritakan apa yang diliatnya. h)
Latih anak dalam kebersihan diri, seperti mencuci
tangan dan kaki serta mengeringkannya sendiri.
2) Tahap 2-3 Tahun
a) Latih anak melompat dengan satu kaki.
b) Latih anak menyusun dan menumpuk balok. c)
Latih anak mengenal bentuk dan warna.

23
d) Latih anak dalam hal kebersihan diri, seperti
mencuci tangan dan kaki serta mengeringkannya
sendiri.
3) Tahap 3-4 Tahun
a) Beri kesempatan agar anak dapat melakukan hal yang
kira-kira mampu untuk dia kerjakan, misalnya
melompat dengan satu kaki.
b) Latih anak cara memotong, menggunting gambar-
gambar, mulai dengan gambar besar.
c) Latih anak mengancingkan baju.
d) Latih anak dalam ber-sopan santun, misalnya
berterima kasih, menerima tangan, dan lain sebagainya.
d. Anak Pra Sekolah
1) Beri kesempatan agar anak dapat melakukan hal yang kira-kira
mampu untuk dia kerjakan, misalnya melompat tali, main
engklek dan sebagainya.
2) Melatih anak agar melengkapi gambar, misalnya menggambar
baju pada gambar orang atau menggambar pohon, bunga pada
gambar rumah, dan sebagainya.
3) Jawab pertanyaan anak dengan benar, jangan membohongi
atau menunda jawabannya.
4) Ajak anak dalam aktivitas keluarga, seperti berbelanja ke pasar,
memasak, dan membetulkan mainan.
Menurut Armini (2017), selain stimulasi, hal yang tak kalah
penting untuk dilakukan pada proses tumbuh kembang anak adalah deteksi
dini tumbuh kembang. Deteksi dini tumbuh kembang adalah langkah
antisipasi yang dilakukan untuk menemukan kasus penyimpangan tumbuh
kembang secara dini serta mengenali faktor resiko penyimpangan tersebut.
Bentuk penyimpangan dapat bersifat positif, misalnya anak memiliki
tingkat kecerdasan di atas rata-rata, atau negative misalnya balita yang
mengalamiketerlambatan

24
perkembangan. Intervensi dini penyimpangan tumbuh kembang adalah
upaya intervensi segera yang diberikan sesuai keadaan anak untuk
membantu anak mencapai kemampuan yang optimal. Contohnya
pemberian sirup Fe pada anak balita anemia, pemberian suplemeni makan
rutin dan makan tambahan pada balita dengan KEP, stimulasi
perkembangan pada balita dengan keterlambatan perkembangan atau
melakukan perujukan ke fasilitas kesehatan yang lebih mampu
Tujuan umum deteksi dini tumbuh kembang balita dan anak pra
sekolah adalah untuk membentuk sumber daya manusia yang berkualitas.
Tujuan khususnya adalah mengupayakan ter- selengaranya kegiatan
deteksi dan intervensi tumbuh kembang balita di tingkat pelayanan
kesehatan dasar dan rujukan, terlaksananya pembinaan keluarga, kader dan
masyarakat dalam kegiatan SDIDTK. Kegiatan Stimulasi, Deteksi dan
Intrvensi dini Tumbuh Kembang (SDIDTK) yang mencakup pemeriksaan
kesehatan, pemantauan berat badan, sekaligus deteksi dan intervensi dini
tumbuh kembang di tingkat pelayanan dasar akan memerlukan waktu lebih
lama dibandingkan pemeriksaan kesehatan pemantauan berat badan biasa.
Menurut Kementerian Kesehatan R.I (2016), ada 3 jenis deteksi dini
yang dapat dikerjakan oleh tenaga kesehatan ditingkat puskesmas dan
jaringannya antara lain sebagai berikut.
a. Deteksi dini penyimpangan pertumbuhan, yaitu untuk
mengetahui/menemukan status gizi kurang/buruk dan mikro/
makrosefali. Jenis instrument yang digunakan:
1) Berat Badan menurut Tinggi Badan Anak (BB/TB)
2) Pengukuran Lingkar Kepala Anak (LKA)
b. Deteksi dini penyimpangan perkembangan, yaitu untuk
mengetahui gangguan perkembangan anak (keterlambatan),
gangguan daya lihat, gangguan daya dengar. Jenis instrumen yang
digunakan:

25
1) Kuesioner Pra-Skrining Perkembangan (KPSP)
2) Tes Daya Lihat (TDL)
3) Tes Daya Dengar Anak (TDD)
c. Deteksi dini penyimpangan mental emosional, yaitu untuk
mengetahui adanya masalah mental emosional, autism, gangguan
pemusatan perhatian, dan hiperaktivitas. Instrumen yang digunakan:
1) Kuesioner Masalah Mental Emosional (KMME)
2) Checklist for Autism in Toddlers (CHAT)

3) Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktivitas


(GPPH)

Jenis Deteksi Tumbuh Kembang yang harus


Umur dilakukan
Anak Deteksi Dini
Deteksi Dini Deteksi Dini Penyimpangan
Penyimpangan
Penyimpangan Mental Emosional
Pertumbuhan
Perkembangan
BB/TB LK KPSP TDD TDL KM M- GPPH
M CHAT
E
0 bulan √ √
3 bulan √ √ √ √
6 bulan √ √ √ √
9 bulan √ √ √ √
12 bulan √ √ √ √
15 bulan √ √
18 bulan √ √ √ √ √
21 bulan √ √ √
24 bulan √ √ √ √ √
30 bulan √ √ √ √
36 bulan √ √ √ √ √ √ √ √
42 bulan √ √ √ √ √ √
48 bulan √ √ √ √ √ √ √
54 bulan √ √ √ √ √ √
60 bulan √ √ √ √ √ √ √
66 bulan √ √ √ √ √ √
72 bulan √ √ √ √ √ √ √

Tabel 1.
Jadwal Kegiatan dan Jenis Skrining Deteksi Dini Penyimpangan Tumbuh
Kembang Pada Balita dan Anak Pra Sekolah
(Sumber: Kementerian Kesehatan R.I., 2016)
Keterangan:
BB/TB : Berat Badan/Tinggi Badan

26
LK : Lingkar Kepala
KPSP : Kuesioner Pra Skrining Perkembangan
TDD : Tes Daya Dengar
TDL : Tes Daya Lihat
KMME : Kuesioner Mental Emosional
M-CHAT : Modified Checklist for Autism in Toddlers
GPPH : Gangguan pemusatan Perhatian dan Hiperaktivitas

Berikut adalah penjelasan mengenai jenis-jenis pemeriksaan yang


dilakukan dalam rangka pemeriksaan SDIDTK menurut Kementerian
Kesehatan R.I (2016).
a. Pengukuran Berat Badan, Tinggi Badan dan Lingkar Kepala
1) Berat Badan
Berat badan merupakan salah satu ukuran antro- pometri
yang terpenting untuk mengetahui keadaan status gizi anak dan
untuk memeriksa kesehatan anak pada kelompok umur,
misalnya, apakah anak dalam keadaan normal dan sehat.
Keuntungan lainnya adalah pengukurannya mudah, sederhana
dan murah. Oleh karena itu, kegunaan BB adalah sebagai
informasi tentang keadaan gizi anak, pertumbuhan, dan kondisi
kesehatannya, selain itu pengukuran BB juga berguna untuk
monitoring kesehatan sehingga dapat menentukan terapi apa
yang sesuai dengan kondisi anak. Dan keuntungan yang
terakhir yaitu sebagai dasar untuk menentukan dasar
perhitungan dosis obat ataupun diet yang diperlukan untuk
anak. Meskipun berat badan merupakan ukuran yang dianggap
paling penting, tapi mempunyai kelemahan, antara lain : tidak
sensitif terhadap proporsi tubuh, terjadi perubahan secara
fluktuasi setiap hari yang masih dalam batas normal, Pada usia
beberapa hari, berat badan akan mengalami

27
penurunan yang sifatnya normal yaitu sekitar 10% dari berat
badan lahir. Hal ini disebabkan keluarnya mekonium dan air
seni yang belum diimbangi dengan asupan yang adekuat,
misalnya, produksi ASI yang belum lancar. Umumnya, berat
badan akan kembali mencapai berat lahir pada hari
kesepuluh.
Pada bayi sehat, kenaikan berat badan normal pada triwulan
I sekitar 700-1000 g/bulan, triwulan II sekitar 500-
600 g/bulan, triwulan III sekitar 350-450 g/bulan, dan pada
triwulan IV sekitar 250-350 gram/bulan. Dari perkiraan
tersebut, dapat diketahui bahwa pada usia enam bulan pertama
berat badan akan bertambah sekitar 1 kg/bulan, enam bulan
berikutnya ± 0,5 kg/bulan. Pada tahun kedua kenaikan ± 0,25
kg/bulan. Setelah dua tahun kenaikan berat badan tidak tentu,
yaitu sekita 2-3 kg/tahun. Pada tahap adolesens (masa remaja)
akan terjadi pertumbuhan berat badan secara cepat (growth
spurt). Selain dengan perkiraan tersebut, dapat juga
memperkirakan berat badan (BB) dengan menggunakan rumus
atau pedoman dari Behrman (1992) yang dikutip oleh Rekawati
dkk (2013), sebagai berikut.
a) Berat badan lahir rata – rata: 3,25 kg b)
Berat badan usi 3 – 12 bulan
c) Berat badan usia 1 – 6 tahun,
2) Tinggi Badan
Ukuran antropometri yang terpenting kedua adalah tinggi
badan. Keuntungan dari pengukuran tinggi badan ini adalah
alatnya murah, mudah dibuat, dan dibawa sesuai keinginan
tempat tinggi badan akan diukur. Seperti terdapat pada tabel
tinggi badan dan berat badan, dengan mengetahui tinggi badan
dan berat badan anak dapat diketahui keadaan status gizinya.
Sedangkankerugiannya

28
adalah perubahan dan pertambahan tinggi badan relatif pelan
serta sukar pengukurannya karena terdapat selisih nilai antara
posisi pengukuran saat berdiri dan saat tidur.
Tinggi badan untuk anak kurang dari 2 tahun sering
diistilahkan panjang badan. Pada bayi baru lahir, panjang badan
rata-rata +50 cm. Pada tahun pertama per- tambahannya 1,25
cm/bulan (1,5 x panjang badan lahir). Penambahan tersebut
berangsur-angsur berkurang sampai usia 9 tahun yaitu hanya
sekitar 5 cm/tahun. Baru pada masa pubertas ada peningkatan
pertumbuhan tinggi badan yang cukup cepat yaitu pada wanita
5-25 cm/tahun sedangkan laki-laki sekitar 10-30 cm/tahun.
Pertambahan tinggi badan akan berhenti pada usia 18-20 tahun.
Seperti halnya berat badan, tinggi badan juga dapat
diperkirakan berdasarkan rumus dari Behrman (1992), sebagai
berikut.
a) Perkiraan panjang lahir: 50 cm
b) Perkiraan panjang badan usia 1 tahun = 1,5 x Panjang
Badan Lahir
c) Perkiraan tinggi badan usia 2 – 12 tahun = (Umur x 6)
+ 77 = 6n + 77 Keterangan: nadalah usia anak dalam tahun,
bila usia lebih enam bulan dibulatkan ke atas, bila enam
bulan atau kurang dihilangkan.
3) Pengukuran Lingkar Kepala
Pengukuran LKA bertujuan untuk menaksir per- tumbuhan
otak. Pertumbuhan ukuran kepala umumnya mengikuti
pertumbuhan otak, sehingga apabila ada hambatan atau
gangguan pertumbuhan lingkar kepala, pertumbuhan otak
biasanya juga terhambat. Berat otak janin saat kehamilan 20
minggu diperkirakan 100 gr, waktu lahir sekitar 350 gram, pada
usia 1 tahun hampir mencapai
3 kali lipat yaitu 925 gram atau mencapai 75% dari berat

29
seluruhnya. Pada usia 3 tahun sekitar 1100 gr dan pada 6 tahun
pertumbuhan otak telah mencapai 90% (1260 gr). Pada usia
dewasa, berat otak mencapai 1400 gr.
Secara normal, pertambahan ukuran lingkaran kepala setiap
tahap relatif konstan. Saat lahir, ukuran lingkar kepala
normalnya 34-35 cm. kemudian bertambah ± 0,5 cm/bulan pada
bulan pertama ataumenjadi 44 cm. Pada 6 bulan pertama,
pertumbuhan kepala paling cepat, kemudian tahun-tahun
pertama lingkar kepala bertambah tidak lebih dari 5 cm/tahun.
Pada dua tahun pertama, pertumbuhan otak relatif pesat, dan
setelah itu sampai usia 18 tahun lingkar kepala hanya
bertambah ± 10 cm.
Jadwal pengukuran disesuaikan dengan umur anak. Umur 0
– 11 bulan, pengukuran dilakukan setiap bulan. Pada anak yang
lebih besar, umur 12 – 72 bulan, pengukuran dilakukan setiap
enam bulan. Pengukuran dan penilaian lingkar kepala anak
dilakukan oleh tenaga yang kesehatan terlatih.
b. Kuisioner Pra Skrining Perkembangan (KPSP)
KPSP merupakan skrining pendahuluan untuk menilai
perkembangan anak usia 0-72 bulan. Daftar pertanyaan singkat yang
ditujukan pada orang tua. KPSP adalah suatu daftar pertanyaan
singkat yang ditujukan kepada orang tua. Skrining/pemeriksaan dapat
dilakukan oleh tenaga kesehatan, guru TK/PAUD terlatih.
Alat yang digunakan untuk pemeriksaan adalah formulir KPSP
sesuai umur dan alat untuk pemeriksaan yang berupa pensil, kertas,
bola sebesar bola tenis, kerincingan, kubus berukuran 2,5 cm
sebanyak 8 buah, kismis, kacang tanah dan potongan biscuit. Usia
ditetapkan menurut tahun dan bulan. Kelebihan 16 hari dibulatkan
menjadi 1 bulan. Daftar pertanyaan KPSP berjumlah sepuluh
nomoryangdibagi

30
menjadi dua, yaitu pertanyaan yang harus dijawab oleh
orangtua/pengasuh dan perintah yang harus dilakukan sesuai dengan
pertanyaan KPSP. Pertanyaan dalam KPSP harus dijawab “ya”
atau “tidak” oleh orangtua. Bila jawaban “ya” berjumlah 9-10
berarti per-kembangan anak normal sesuai dengan tahapan
perkembangan.
c. Tes Daya Lihat
Tes ini untuk memeriksa ketajaman daya lihat serta kelainan
mata pada anak berusia 3-6 tahun yang dilakukan setiap enam bulan.
Tujuan tes ini untuk mendeteksi adanya kelainan daya lihat pada
anak usia prasekolah secara dini, sehingga jika ada penyimpangan
dapat segera ditangani.
Selain tes daya lihat, anak juga perlu diperiksakan kesehatan
matanya. Perlu ditanyakan dan diperiksa adakah hal sebagai berikut :
1) keluhan seperti mata gatal, panas, penglihatan kabur atau pusing
2) perilaku seperti sering menggosok mata, membaca terlalu dekat,
sering mengkedipkedipkan mata
3) kelainan mata seperti bercak bitot, juling, mata merah dan keluar
air
d. Tes Daya Dengar (TDD)
Anak tidak dapat belajar berbicara atau mengikuti pelajaran
sekolah dengan baik tanpa pendengaran yang baik. Oleh karena itu
perlu deteksi dini fungsi pendengaran. Tujuan TDD adalah untuk
menemukan gangguan pendengaran secara dini, agar dapat segera
ditindak lanjuti untuk meningkatkan kemampuan daya dengar dan
bicara anak.
TDD dapat dilakukan setiap 3 bulan pada bayi usia < 12 bulan
dan setiap 6 bulan pada anak oleh tenaga kesehatan, guru TK/PAUD
terlatih. Peralatan yang diperlukan adalah instrumen untuk TDD
sesuai usia anak, gambar binatang

31
(ayam, anjing, kucing), manusia dan mainan(boneka, kubus, sendok,
cangkir dan bola).
Tes Daya Dengar ini berupa pertanyaan-pertanyaan yang
disesuaikan dengan kelompok usia anak. Jawaban „ya‟ jika menurut
orang tua/pengasuh, anak dapat melakukan perintah dan jawaban
„tidak‟ jika anak tidak dapat atau tidak mau melakukan perintah. Jika
anak dibawah 12 bulan, pertanyaan ditujukan untuk kemampuan 1
bulan terakhir. Setiap pertanyaan perlu dijawab „ya.‟ Apabila ada
satu atau lebih jawaban „tidak‟, berarti pendengaran anak tidak
normal, sehingga perlu pemeriksaan lebih lanjut.
e. Denver Developmenttal Scining Test (DDST).
DDST merupakan salah satu metode skrining terhadap kelainan
perkembangan anak usia1 bulan sampai 6 tahun. Pelaksanaan
DDST tergolog cepat dan mudah serta mempunyai validitas yang
tinggi. DDST bukan untuk mendiagnosa atau untuk test kecerdasan
(IQ). Perkembangan yang dinilai meliputi perkembangan personal
sosial, motorik halus bahasa dan motorik kasar.
f. Deteksi Dini Penyimpangan Mental Emosional (KMPE /KMME)
Deteksi Dini Masalah Mental Emosional pada Anak
Prasekolah bertujuan untuk mendeteksi secara dini adanya
penyimpangan/ masalah mental emosional pada anak
prasekolah. Jadwal deteksi masalah mental emosional
sebaiknya rutin setiap enam bulan pada anak anak umur 36 bulan
sampai dengan 72 bulan. Instrumen yang digunakan adalah
KMME (Kuesioner Masalah Mental Emosional). Kuesioner
berisi 12 pertanyaan untuk mengenal masalah mental emosional
anak usia 36 – 72 bulan. (Kuesioner bisa dilihat pada lampiran).
Cara melakukannya yaitu tanyakan setiap pertanyaan dengan
lambat, jelas dan nyaring, satu persatu perilaku yang tertulis
pada KMME, kepada orang

32
tua/pengasuh. Jangan lupa atat jawaban “Ya”, kemudian hitung
jumlah jawaban “Ya” untuk menentukan hasil pemeriksaan.
Interprestasi: jika ada jawaban “Ya”, maka kemungkinan anak
mengalami masalah mental emosional.
g. Deteksi Dini Autis pada Anak Prasekolah
Bertujuan untuk mendeteksi secara dini adanya autis pada anak
usia 18 – 36 bulan. Deteksi dilakukan jika ada indikasi atau keluhan
dari orang tua/pengasuh atau ada kecurigaan dari tenaga kesehatan,
kader, atau guru sekolah. Keluhan dapat berupa keterlambatan
berbicara, gangguan komunikasi/interaksi sosial, atau perilaku yang
berulang - ulang. Alat atau instrument yang digunakan untuk
mendeteksinya adalah CHAT (Checklist for Autism in Toddlers).
h. Deteksi Dini gangguan pemusatan Perhatian dan HIperaktivitas
(GPPH) pada anak Prasekolah
Deteksi GPPH dilakukan pada anak usia 36 bulan keatas dan
atas indikasi atau jika ada keluhan dari orang tua/pengasuh, serta
ada kecurigaan dari tenaga kesehatan atau kader. Keluhan dapat
berupa anak tidak bisa duduk tenang, anak selalu bergerak tanpa
tujuan dan tidak mengenal lelah, maupun perubahan suasana hati
yang mendadak (impulsive). Alat yang digunakan adalah formulir
deteksi dini GPPH yang berisi 10 pertanyaan yang harus dijawab
oleh orangtua/pengasuh dan perlu pengamatan pemeriksa tentang
keadaan anak.
2. Asih (Kebutuhan Kasih Sayang/ Bounding Attachmet )
Ikatan antara ibu dan bayinya telah terjadi sejak masa kehamilan dan
pada saat persalinan ikatan itu akan semakin kuat. Bounding merupakan
suatu hubungan yang berawal dari saling mengikat diantara orangtua
dan anak, ketika pertama kali bertemu. Bounding Attachment
adalah suatu perasaan kasih

33
sayang yang meningkat satu sama lain setiap waktu dan bersifat unik dan
memerlukan kesabaran. Hubungan antara ibu dengan bayinya harus
dibina setiap saat untuk mempercepat rasa kekeluargaan. Kontak
dini antara ibu, ayah dan bayi disebut Bounding Attachment melalui
touch/sentuhan (Legawati, 2018).
Menurut Armini (2017), prinsip-prinsip dan upaya bonding
attachment antara lain sebagai berikut.
a. Bonding Attachment dilakukan di menit dan jam pertama.
b. Orang tua merupakan orang yang menyentuh bayi pertama kali.
c. Adanya ikatan yang baik dan sistematis.
d. Orang tua ikut terlibat dalam proses persalinan. e.
Persiapan (perinatal care)
f. Cepat lakukan proses adaptasi.
g. Kontak sedini mungkin, sehingga dapat membantu dalam memberi
kehangatan pada bayi, menurunkan rasa sakit ibu, serta memberi
rasa nyaman
h. Tersedianya fasilitas untuk kontak lebih lama.
i. Penekanan pada hal positif, dan libatkan anggoa keluarga j.
Adanya perawat maternitas khusus (bidan).
k. Pemberian informasi bertahap mengenai bonding attachment.
Dampak positif bonding attachment adalah bayi merasa dicintai,
diperhatikan, merasa aman, serta berani mengadakan eksplorasi. Hambatan
yang biasa ditemui adalah kurangnya sistem dukungan, ibu dan bayi yang
beresiko, serta kehadiran bayi yang tidak diinginkan.
3. Asuh
Asuh adalah kebutuhan yang meliputi pangan atau kebutuhan gizi
pemantauan panjang badan dan berat badan secara teratur, perawatan
kesehatan dasar seperti pemberian Vitamin K dan Salep Mata pada bayi
baru lahir, imunisasi sesuai jadwal yaitu imunisasi HB-0 (0-7 hari), BCG
dan Polio1 (0-1 bulan), DPT1 dan Polio2 (2

34
bulan), DPT2 dan Polio3 (3 bulan) dan seterusnya. Selain hal hal tersebut,
kebutuhan asuh juga berhubungan dengan hygiene dan sanitasi, sandang
dan papan, kesegaran dan jasmani, rekreasi dan pemanfaatan waktu luang
(Armini, 2017).
a. Imunisasi Hb0
Imunisasi HB0 merupakan imunisasi untuk membentuk
kekebalan terhadap penyakit hebatitis B pada neonatus. Imunisasi HB0
diberikan pada saat bayi berusia 12 jam setelah lahir. Vaksin ini
diberikan dengan satu kali suntikan dosis 0,5 ml. Dari hasil riset
membuktikan bahwa bayi yang sudah mendapatkan vaksin sebanyak
3x, pada umur 5 tahun masih terdapat titer antibodi anti HBsAg
protektif (>10 IU/ml) itu artinya vaksin hepatitis B tidak perlu
dilakukan, kecuali titer anti HBsAg
< 10 IU/ml. namun bila sampai anak berumur 5 tahun belum mendapat
vaksin, maka secepatnya berikan. Ulangan imunisasi hepatitis B (hep
B-4) dapat dipertimbangkan umur 10-12 tahun (Armini, 2017).
Efek samping yang terjadi pasca imunisasi hepatitis B pada
umumnya ringan, hanya berupa nyeri, bengkak, panas, mual, dan nyeri
sendi maupun otot. Sampai saat ini belum dipastikan adanya
kontraindikasi absolut terhadap pemberian imunisasi hepatitis B,
kecuali pada ibu hamil (Armini, 2017).
b. Imunisasi BCG
Menurut Armini (2017), imunisasi BCG adalah prosedur
memasukkan vaksin BCG yang bertujuan memberi kekebalan tubuh
terhadap kuman mycrobacterium tuberculosis dengan cara menghambat
penyebaran kuman. Imunisasi BCG diberikan pada semua bari baru
lahir (neonatus) sampai usia kurang dari 2 bulan. Penyuntikan biasanya
dilakukan di bagian atas lengan kanan (region deltoid) dengan dosis
0,05 ml. reaksi yang mungkin timbul setelah penyuntikan adalah
kemerahan di sekitar suntikan, dapat timbul luka yang lama sembuh
di daerah suntikan, dan terjadi

35
pembengkakan di kelenjar sekitar daerah suntikan.
Penyuntikan BCG secara intrakutan yang benar akan
menimbulkan ulkus local superficial di 3 minggu setelah penyuntikan.
Ulkus akan sembuh dalam 2-3 bulan dan meninggalkan parut bulat
dengan diameter 4-8 mm tergantung pada dosis yang diberikan, dan
apabila penyuntikan dilakukan terlalu dalam, maka parut akan
tertarik ke dalam (retracted) (Armini, 2017).
c. Imunisasi DPT (Pentavalen/Pentabio)
Imunisasi pentavalen/pentabio terdiri dari vaksin DPT-HB- HIB
yang digunakan untuk pencegahan terhadap difteri, pertussis (batuk
rejan), hepatitis B dan infeksi Haemophilus influenza tibe B secara
simultan. Vaksin pentavalen ini harus diberikan secara intramuscular
pada antero lateral paha atas dengan dosis 0,5 ml. vaksin
pentavalen/pentabio harus disimpan dengan baik pasa suhu 2-8 oC.
Kontra indikasi dari vaksin pentavalen/pentabio adalah kejang atau
gejala kelainan otak ppada bayi baru lahir atau kelainan saraf serius
(Armini, 2017).
Efek samping dari vaksin ini berupa reaksi local sementara
seperti bengkak, nyeri dan kemerahan pada lokasi suntikan. Selain itu
dalam sejumlah besar kasus dapat juga timbul demam. Apabila efek
samping tidak ditangani dengan baik dapat menimbulkan reaksi berat
seperti demam tinggi, irritabilitas (rewel) dan menangis dengan nada
tinggi, hal ini dapat terjadi dalam 24 jam pertama setelah pemberian
vaksin. Penanganan efek samping dapat dilakukan dengan cara
menganjurkan orang tua untuk memberikan ASI lebih sering,
menggunakan pakaian yang tipis saat demam, mengompres bekas
suntikan dengan air dingin, memberikan paracetamol atau obat penurun
panas dengan dosis 15mg/kg BB setiap 3-4 jam (maksimal 6 kali dalam
24 jam). Apabila setelah diberikan penanganan efek samping
seperti di atas bayi tidak kunjung sembuh atau kondisi bayi malah

36
semakin memburuk, orang tua bayi dianjurkan untuk membawa bayi
ke dokter agar mendapat penanganan lebih lanjut (Armini,
2017).
d. Imunisasi Polio
Imunisaai polio adalah imunisasi yang diberikan dengan tujuan
untuk mencegah infeksi virus polio yang dapat menyebabkan kelumpuhan.
Imunisasi dasar polio (polio 1,2,3) pada bayi diberikan secara per oral
sebanyak 2 tetes dengan interval tidak kurang dari
4 minggu. Oleh karena Indonesia merupakan daerah endemic polio, maka
PPI menambahkan imunisasi polio segera setelah lahir (polio-
0 pada kunjungan 1) dengan tujuan untuk meningkatkan cakupan
imunisasi polio. Polio-1 diberikan saat bayi akan pulang ke rumahnya.
Imunisasi ulangan diberikan 1 tahun sejak imunisasi polio 4, selanjutnya
saat masuk sekolah usia 5-6 tahun (Armini,
2017).
Vaksin polio per oral harus disimpan tertutup pada suhu 2-8oC,
jangan tempatkan pada waah terbuka. Selain itu dapat pula disimpan beku
pada temperatur 20 oC, dapat dipakai 2 tahun serta dapat dicairkan dengan
cara ditempatkan pada telapak tangan dan digulir-gulirkan, jaga agr warna
tidak berubah, dan tanggal kadaluarsa tidak terlampaui, hal ini dapat juga
berlaku pada vaksin yang telah terpakai (Armini, 2017).
Menurut Armini (2017), kontra indikasi pemberian vaksin
polio yaitu mengalami penyakit akut atau demam (> 38,5 oC), muntah
atau diare, sedang dalam masa pengobatan kortikosteroid atau
imunosupresif oral maupun suntikan serta pengobatan radiasi umum, anak
dengan imunologis terganggu, sedang menderita penyakit HIV dan
pemberian bersamaan dengan vaksin tiroid oral. Hal-hal tersebut
menyebabkan pemberian vaksin polio harus ditunda.

37
D. Deteksi Dini Komplikasi
Dalam melakukan deteksi dini komplikasi, perlu dilakukan
pemeriksaan fisik secara menyeluruh. Prosedur ini biasanya dilakukan saat
bayi baru lahir. Berikut adalah langkah-langkah pengkajian segera BBL
untuk mendeteksi dini komplikasi menurut Jamil, Sukma, dan Hamidah
(2017).
1. Penilaian Nilai kondisi bayi :
a. Apakah bayi menangis kuat/bernafas tanpa kesulitan ?
b. Apakah bayi bergerak dengan aktif/lemas?
c. Apakah warna kulit bayi merah muda, pucat/biru?
2. Berikut langkah-langkah dalam pemeriksaan fisik pada bayi.
a. Pemeriksaan umum Pengukuran antropometri yaitu
pengukuran lingkar kepala yang dalam keadaan normal berkisar 32-
37 cm, lingkar dada 34-36 cm, panjang badan 45-
53 cm, berat badan bayi 2500-4000 gram.
b. Pemeriksaan tanda-tanda vital Suhu tubuh, nadi, pernafasan bayi baru
lahir bervariasi dalam berespon terhadap lingkungan.
1) Suhu bayi Suhu bayi dalam keadaan normal berkisar antara
36,5-37,50 C pada pengukuran diaxila.
2) Nadi Denyut nadi bayi yang normal berkisar 120-140 kali
permenit.
3) Pernafasan Pernafasan pada bayi baru lahir tidak teratur
kedalaman, kecepatan, iramanya. Pernafasannya bervariasi dari
40 sampai 60 kali permenit.
c. Pemeriksaan fisik secara sistematis (head to toe) Pemeriksaan fisik
secara sistematis pada bayi baru lahir di mulai dari:
1) Kepala
Raba sepanjang garis sutura dan fontanel, apakah ukuran
dan tampilannya normal. Sutura yang berjarak lebar
mengidentifikasikan yang preterm, moulding yang buruk atau
hidrosefalus. Pada kelahiran spontan letak kepala, sering
terlihat tulang kepala tumpang tindih yang

38
disebut moulding atau moulase. Fontanel anterior harus diraba,
fontanel yang besar dapat terjadi akibat prematuritas atau
hidrosefalus, sedangkan yang terlalu kecil terjadi pada
mikrosefali. Jika fontanel menonjol, hal ini diakibatkan oleh
peningkatan tekanan intakranial, sedangkan yang cekung dapat
terjadi akibat dehidrasi. Periksa adanya trauma kelahiran
contohnya seperti : caput suksedaneum, sefalhematoma,
perdarahan sub- aponeurotik / fraktur tulang tengkorak.
Perhatikan adanya kelainan congenital seperti : anensefali,
mikrosefali, kraniotabes dan sebagainya.
2) Telinga
Periksa dan pastikan jumlah, bentuk dan posisinya pada
bayi cukup bulan, tulang rawan sudah matang. Daun telinga
harus berbentuk sempurna dengan lengkungan yang jelas
dibagian atas. Perhatikan letak daun telinga. Daun telinga yang
letaknya rendah (low set ears) terdapat pada bayi yang
mengalami sindrom tertentu (Pierre- robin). Perhatikan adanya
kulit tambahan atau aurikel hal ini dapat berhubungan dengan
abnormalitas ginjal.
3) Mata
Periksa adanya strabismus yaitu koordinasi mata yang
belum sempurna. Periksa adanya glaucoma congenital,
mulanya akan tampak sebagai pembesaran kemudian sebagai
kekeruhan pada kornea. Katarak congenital akan mudah terlihat
yaitu pupil berwarna putih. Pupil harus tampak bulat.
Terkadang ditemukan bentuk seperti lubang kunci (kolobama)
yang dapat meng- indikasikan adanya defek retina. Periksa
adanya trauma seperti palpebra, perdarahan konjungtiva atau
retina, adanya secret pada mata, konjungtivitis oleh kuman
gonokokus dapat menjadi panoftalmiadanmenyebabkan

39
kebutaan. Apabila ditemukan epichantus melebar
kemungkinan bayi mengalami sindrom down.
4) Hidung atau mulut
Bibir bayi baru lahir harus kemerahan dan lidahnya harus
rata dan simetris.bibir dipastikan tidak adanya sumbing dan
langit-langit harus tertutup. Reflek hisaf bayi harus bagus, dan
berespon terhadap rangsangan. Kaji benttuk dan lebar hidung,
pada bayi cukup bulan lebarnya harus lebih 2,5 cm. Bayi harus
bernafas dengan hidung, jika melalui mulut harus diperhatikan
kemungkinan adanya obstruksi jalan nafas karena atresia koana
bilateral, fraktur tulang hidung atauensefalokel yang menonjol
ke nasofaring.
5) Leher
Ukuran leher normalnya pendek dengan banyak lipatan
tebal. Leher berselaput berhubungan dengan abnormalitas
kromosom. Periksa kesimetrisannya. Pergerakannya harus
baik. Jika terdapat keterbatasan pergerakan kemungkinan ada
kelainan tulang leher. Periksa adanya trauma leher yang dapat
menyebabkan kerusakan pada fleksus brakhialis.lakukan
perabaan untuk mengidentifikasi adanya pembengkakan.
Periksa adanya pembesaran kelenjar tiroid dan vena jugularis.
Adanya lipatan kulit yang berlebihan dibagian belakang leher
menunjukan adanya kemungkinan trisomi 21.
6) Dada
Kontur dan simetrisitas dada normalnya adalah bulat dan
simetris. Payudara baik pada laki-laki maupun perempuan
terlihat membesar.karena pengaruh hormone wanita dari darah
ibu. Periksa kesimetrisan gerakan dada saat bernafas. Apabila
tidak simetris kemungkinan bayi mengalami pneumotorik,
paresis diafragma atau hernia

40
diafragmatika.pernafasan yang normal dinding dada dan
abdomen bergerak secara bersamaan. Tarikan sternum atau
interkostal pada saat bernafas perlu diperhatikan.
7) Bahu, lengan dan tangan
Gerakan normal, kedua lengan harus bebas gerak, jika
gerakan kurang kemungkinan adanya kerusakan neurologis
atau fraktur. Periksa jumlah jari. Perhatikan adanya plidaktili
atau sidaktili. Telapak tangan harus dapat terbuka, garis
tangan yang hanya satu buah berkaitan dengan abnormalitas
kromosom, seperti trisomi. Periksa adanya paronisia pada kuku
yang dapat terinfeksi atau tercabut sehingga menimbulkan luka
dn perdarahan.
8) Perut
Bentuk, penonjolan sekitar tali pusat pada saat menagis,
perdarahan tali pusat. Perut harus tampak bulat dan bergerak
secara bersamaan dengan gerakan dada saat beernafas. Kaji
adanya pembengkakan, jika perut sangat cekung kemungkinan
terdapat hernia diafragmatika, perut yang membuncit
kemungkinan karena hepatosplenomegali atau tumor lainnya.
Jika perut kembung kemungkinan adanya enterokolitis
vesikalis, omfalokel atau duktus omfaloentriskus persisten.
9) Kelamin
Pada wanita labia minora dapat ditemukan adanya
verniks dan smegma (kelenjar kecil yang terletak dibawah
prepusium mensekresi bahan yang seperti keju) pada
lekukan. Labia mayora normalnya menutupi labia minora dan
klitoris. Klitoris normalnya menonjol. Menstruasi palsu kadang
ditemukan, diduga pengaruh hormon ibu disebut juga
psedomenstruasi, normalnya terdapat umbai hymen. Pada bayi
laki-laki rugae normalnya tampak pada skrotum dan kedua testis
turun kedalam skrotum. Meatus urinarius

41
normalnya terletak pada ujung glands penis. Epispadia adalah
istilah yang digunakan untuk menjelaskan kondisi meatus
berada dipermukaan dorsal. Hipospadia untuk menjelaskan
kondisi meatus berada dipermukaan ventral penis.
10) Ekstremitas atas dan bawah
Ekstermitas bagian atas normalnya fleksi dengan baik
dengan gerakan yang simetris. Refleks menggengam normalnya
ada. Kelemahan otot parsial atau komlet dapat menandakan
trauma pada pleksus brakhialis. Nadi brakhialis normalnya ada.
Ekstermitas bagian bawah normalnya pendek, bengkok dan
fleksi dengan baik. Nadi femoralis dan pedis normalnya ada.
11) Punggung dan Anus
Periksa spina dengan cara menelungkupkan bayi, cari
adanya tanda-tanda abnormalitas seperti spina bifida,
pembengkakan atau cekungan, lesung atau bercak 69 kecil
berambut yang dapat menunjukan adanya abnormalitas medulla
spinalis atau kolumna vertebrata.
12) Kulit
Verniks (tidak perlu dibersihkan karena untuk menjaga
kehangatan tubuh bayi), warna, pembengkakan atau bercak-
bercak hitam, tanda-tanda lahir. Perhatikan adanya lanugo,
jumlah yang banyak terdapat pada bayi kurang bulan.
Setelah melakukan pemeriksaan fisik pada BBL, dan apabila
ditemukan suatu kondisi yang mengarah pada kelaian yang
memerlukan tindakan segera, petugas kesehatan dapat melakukan
rujukan sesuai prosedur yang ditetapkan pada instansi masing-
masing agar pasien segera mendapat penanganan yang optimal.

42
E. Manajemen Kebidanan
Manajemen kebidanan adalah suatu metode proses berfikir secara
logis dan sistematis dalam memberi asuhan kebidanan, agar menguntungkan
kedua belah pihak baik klien maupun pemberi asuhan. Oleh karena itu,
manajemen kebidanan merupakan alur fikir bagi seorang bidan dalam
memberikan arah atau menjadi kerangka pikir dalam menangani kasus yang
menjadi tanggung jawabnya. Manajemen kebidanan merupakan proses
pemecahan masalah yang digunakan sebagai metode untuk
mengorganisasikan pikiran dan tindakan berdasarkan teori ilmiah, temuan-
temuan, keterampilan suatu keputusan yang berfokus pada klien
(Wahyuningsih, 2018).
Dalam melaksanakan tugasnya pada pelayanan kebidanan, seorang
bidan melakukan pendekatan dengan metode pemecahan masalah yang
dikenal dengan manajemen kebidanan. Langkah- langkah pokok manajemen
kebidanan dalam mengaplikasikan asuhan kebidanan adalah sebagai berikut.
1. Identifikasi dan analisa masalah yang mencakup
pengumpulan data subjektif dan objektif dan analisis dari data
yang dikumpul atau dicatat.
2. Perumusan diagnosa masalah utama, masalah yang mungkin
akan timbul (potensial) serta penentuan perlunya konsultasi,
kolaborasi, dan rujukan.
3. Penyusunan rencana tindakan berdasarkan hasil perumusan
diagnosa.
4. Pelaksanaan tindakan kebidanan harus sesuai dengan
kewenangannya.
5. Evaluasi hasil tindakan, di mana hasil evaluasi ini
digunakan untuk menentukan tingkat keberhasilan tindakan
kebidanan yang telah dilakukan dan sebagai bahan tindak lanjut.
Semua tahapan dari manajemen kebidanan ini didokumen- tasikan
sebagai bahan tanggung jawab (responbility) dan tanggung

43
gugat (accountability) serta untuk keperluan lain misalnya sebagai bahan
kajian untuk penelitian, pengembangan praktik kebidanan, termasuk menjadi
bahan kajian evidence based practice.
Prinsip proses manajemen kebidanan menurut Varney dengan
mangacu pada standar yang dikeluarkan oleh American College of Nurse
Midwife (ACNM), terdiri dari sebagai berikut.
1. Secara sistematis mengumpulkan data dan memperbaharui data
yang lengkap dan relevan dengan melakukan pengkajian yang
komprehensif terhadap kesehatan setiap klien, termasuk
mengumpulkan riwayat kesehatan dan pemeriksa fisik.
2. Mengidentifikasi masalah dan membuat diagnosa berdasarkan
interpretasi data dasar.
3. Mengidentifikasi kebutuhan terhadap asuhan kebidanan dalam
menyelesaikan masalah dan merumuskan tujuan asuhan kebidanan
bersama klen.
Menurut Hellen Varney, manajemen kebidanan adalah proses
pemecahan masalah yang digunakan sebagai metode untuk mengorganisasi
pikiran dan tindakan berdasarkan teori ilmiah, penemuan-penemuan,
keterampilan dalam memberikan asuhan kebidanan kepada individu, keluarga
dan masyarakat. Berikut adalah tujuh langkah pendokumentasian asuhan
kebidanan menurut Hellen Varney.
1. Langkah I : Pengumpulan data dasar
Melakukan pengkajian dengan pengumpulan semua data yang diperlukan
untuk mengevaluasi keadaan klien meliputi, riwayat kesehatan,
pemeriksaan fisik, meninjau catatan terbaru atau catatan sebelumnya,
meninjau data laboratorium dan membandingkannya dengan hasil studi.
2. Langkah II : Interpretasi data dasar
Menetapkan diagnosis atau masalah berdasarkan penafsiran data dasar
yang telah dikumpulkan.
3. Langkah III : Mengidentifikasi diagnosis atau masalah potensial,

44
berdasarkan diagnose mengantisipasi penanganannya atau
masalah yang telah ditetapkan.
4. Langkah IV : Identifikasi kebutuhan akan tindakan segera
Untuk melakukan konsultasi kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain
berdasarkan kondisi klien.
5. Langkah V : Perencanaan
Tindakan yang dilakukan merupakan kelanjutan penata-laksanaan
terhadap masalah atau diagnose yang telah diidentifikasikan dan
diantisipasi.
6. Langkah VI : Pelaksanaan
Melaksanakan rencana asuhan komprehensif.
7. Langkah VII : Evaluasi
Pada langkah ini dilaksanakan evaluasi keefektifan dari asuhan yang
sudah diberikan meliputi pemenuhan kebutuhan akanbantuan
apakah sudah benar-benar terpenuhi sesuai kebutuhan sebagaimana
telah diidentifikasi dalam masalah dan diagnosa.
Selain metode Varney, dalam dunia kebidanan ada juga yang disebut
dengan metode dokumentasi SOAP. Dokumentasi SOAP merupakan urutan
langkah yang dapat membantu kita mengatur pola pikir kita dan
memberikan asuhan yang menyeluruh. Dalam metode SOAP, S adalah
data subjektif, O adalah data objektif, A adalah analisis/assessment dan P
adalah planning.
1. Data Subjektif (S)
Merupakan pendokumen manajemen kebidanan menurut Hellen
Varney langkah pertama (pengkajian data), terutama data yang diperoleh
dari anamnesis. Data subjektif ini berhubungan dengan masalah dari
sudut pandang klien (ekspresi mengenai kekhawatiran dan keluhannya).
Data subjektif ini nantinya akan menguatkan diagnosis yang akan
disusun.
2. Data Objektif (O)
Merupakan pendokumentasian manajemen kebidanan

45
menurut Hellen Varney langkah pertama (pengkajian data), terutama
data yang diperoleh melalui hasil observasi dari pemeriksaan fisik
pasien, pemeriksaan laboratorium atau pemeriksaan diagnostik lain.
Data ini akan memberikan bukti gejala klinis pasien dan fakta yang
berhubungan dengan diagnosis.
3. Analisis/Assesment (A)
Merupakan pendokumentasian hasil analisis dan interpretasi dari
data subjektif dan objektif. Analisis/Assesment merupakan
pendokumentasian manajemen kebidanan menurut Hellen varney
langkah kedua, ketiga dan keempat sehingga mencakup hal-hal berikut
ini : diagnosa / masalah kebidanan, diagnosa / masalah potensial serta
perlunya mengidentifikasi kebutuhan tindakan segera harus diidentifikasi
menurut kewenangan bidan, meliputi tindakan mandiri, tindakan
kolaborasi dan tindakan merujuk klien.
4. Perencanaan (P)
Planning / perencanaan adalah membuat rencana asuhan saat ini
dan yang akan datang. Rencana asuhan disusun berdasarkan hasil
analisis dan interpretasi data. Planning dalam metode SOAP ini juga
merupakan gambaran pendokumentasian implementasi dan evaluasi.
Sehingga P dalam SOAP meliputi pendokumentasian manajemen
kebidanan menurut Hellen Varney langkah kelima, keenam dan ketujuh.

46
BAB III
TINJAUAN KASUS

ASUHAN KEBIDANAN PADA BAYI “KH” UMUR 2 BULAN 5


HARI DENGAN IMUNISASI DPT1 DAN POLIO2 DI
RSIA PUCUK PERMATA HATI TANGGAL
24 NOVEMBER 2022

Tanggal / Waktu Pelayanan : 24 November 2022


Tempat pelayanan : Ruang Anak RSIA Pucuk Permata Hati
Jam Diberikan Pelayanan : 19.00 WITA

A. DATA SUBJEKTIF
1. Identitas Anak
Nama : Bayi “KH”
Umur/tanggal lahir : 2 Bulan 5 Hari / 19 September 2022
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Hindu
Anak ke- :2

Identitas Orang Tua


Ibu Ayah

Ny”KJ” Tn”LK”
Nama
30 Tahun 32 Tahun
Umur
Hindu Hindu
Agama

Status Sah Sah


perkawinan
SMA SMA
Pendidikan
Pedagang Karyawan Swasta
Pekerjaan
Jl. Pulau Saelus Jl. Pulau Saelus
Alamat Rumah
Gg Melati No 9 Gg Melati No 9
Jaminan
BPJS Kelas 2 BPJS Kelas 2
kesehatan

47
2. Keluhan utama/alasan kunjungan
Ingin melakukan imunisasi pada anaknya yang berumur 2 bulan 5 hari.
3. Riwayat prenatal
a. Riwayat ANC ibu
Pada masa kehamilannya, ibu melakukan ANC sebanyak 6 kali. ANC
tersebut dilakukan di puskesmas sebanyak 2x, di dokter SpOG
sebanyak 2x, dan di bidan sebanyak 2x. Ibu mengatakan tidak
memiliki riwayat atau tidak sedang menderita penyakit jantung,
hipertensi, asma, TORCH, ISK, Epilepsi, malaria, penyakit keluarga
yang menular (HIV/AIDS, Hepatitis, TBC, dan lain-lain), penyakit
keturunan (DM), dan tidak memiliki riwayat faktor keturunan
(Kelainan Kongenital, Kelainan Jiwa dan lain-lain).
b. Imunisasi TT
Status imunisasi (TT) ibu sudah lengkap yaitu TT5
c. Obat-obatan yang dikonsumsi ibu
Obat yang pernah dikonsumsi ibu selama masa kehamilan yaitu
Asam folat, Fe, vitamin C dan Kalk.
d. Kebiasaan buruk yang berpengaruh terhadap kondisi kehamilan
: Tidak Ada
e. Penyulit atau komplikasi yang dialami : Tidak Ada
f. Tindakan pengobatan atau perawatan untuk mengatasi penyulit atau
komplikasi : Tidak Ada
4. Riwayat intranatal
a. Masa gestasi saat dilahirkan : 38 minggu 1 hari

48
b. Kala I
1) Penyulit dan komplikasi yang dialami : Tidak Ada
c. Kala II
1) Penyulit dan komplikasi yang dialami : Tidak Ada
2) Penolong persalinan : bidan
3) Cara bersalin : spontan
4) Kondisi anak saat dilahirkan : bernafas spontan, menangis kuat
dan gerak aktif
5) APGAR skor : 9/10
6) Inisiasi menyusu dini : dilakukan
5. Riwayat pascanatal (28 hari pertama)
a. Rawat gabung : dilakukan
b. Antropometri baru lahir (6 jam pertama) : BB 2800 gram, PB 46 cm,
LK 33 cm, LD 33 cm, LLA 10 cm
6. Penyakit yang pernah atau sedang diderita anak termasuk
hospitalisasi serta tindakan orang tua terkait penyakit anak : Tidak ada
7. Riwayat imunisasi

Umur Tanggal Jenis Imunisasi Efek samping yang


Anak Pemberian yang didapat dialami

2 jam 19/09/2022 HB-0 Tidak Ada

1 bulan 19/10/2022 BCG dan Polio 1 Tidak ada

8. Data bio-psiko-sosial-spiritual
a. Bernafas : tidak ada kesulitan
b. Nutrisi :
1) Jenis minuman : ASI

49
2) Frekuensi minum on demand : ±2 kali dalam 1 jam
3) Jumlah minum : 50 ml per sekali minum
4) Makanan lain yang diberikan : Tidak ada
c. Eliminasi :
1) Buang air besar
a) Frekuensi dalam sehari : ± 2 kali
b) Konsistensi : Lunak
c) Warna feses : kuning kehijauan
d) Masalah : Tidak Ada
2) Buang air kecil
a) Frekuensi dalam sehari : ±7-8 kali
b) Konsistensi : Encer, warna kekuningan
c) Jumlah : ± 15-20 ml per jam
d) Masalah : Tidak Ada
d. Istirahat
a) Lama tidur dalam sehari : ± 18 jam
b) Masalah : Tidak Ada
e. Psikologi
1) Penerimaan orang tua terhadap anak : diterima
2) Pengasuhan anak dominan dilakukan oleh : orang tua
3) Pola asuh anak yang dominan : demokratis
f. Sosial
1) Hubungan intern keluarga : harmonis
2) Pengambilan keputusan dalam keluarga : ibu dan suami
3) Sibling : Tidak ada
4) Kebiasaan orang tua yang berpengaruh pada tumbuh
kembang anak : Tidak Ada
5) Kepercayaan yang berhubungan dengan pertumbuhan dan per-
kembangan anak : Tidak Ada
g. Pengetahuan orang tua tentang
1) Tanda anak sakit : Tahu
2) Asuhan dasar anak : Tahu

50
3) Tumbuh kembang anak : Tahu
4) Stimulasi perkembangan anak : Tahu

B. DATA OBJEKTIF
Pemeriksaan Fisik
1. Pemeriksaan fisik umum
a. Keadaan umum : Baik
b. Warna kulit : Kemerahan
c. Kesadaran : Kompos mentis
d. Tanda vital : Suhu 36,5 0C, RR 36 kali per menit, HR 130 kali
per menit
2. Pengukuran Antropometri
a. Berat badan: 4400 gram, BB sebelumnya 3600 gram (19/10/2022)
b. Panjang badan: 47 cm, PB sebelumnya : 47 cm (19/10/2022)
c. Lingkar kepala: 34 cm, LK sebelumnya : 34 cm (19/10/2022)
3. Pemeriksaan fisik
a. Kepala dan leher
1) Wajah normal, rambut bersih dan tidak mudah dicabut, ubun- ubun
datar, tidak ada kelainan kongenital pada kepala.
2) Mata normal, konjungtiva merah muda, sklera putih, dan tidak ada
kelainan kongenital pada mata.
3) Tidak ada nafas cuping hidung, tidak ada pengeluaran dan tidak
ada kelainan kongenital pada hidung.
4) Mukosa mulut lembab, lidah bersih, dan tidak ada kelainan
kongenital pada mulut.
5) Telinga simetris, kebersihan baik (bersih), dan tidak ada
kelainan kongenital pada telinga.
6) Pada leher tidak ada pembesaran kelenjar tiroid maupun
pembesaran kelenjar limfe, tidak ada bendungan vena jugularis, dan
tidak ada kelainan kongenital pada leher.

51
b. Dada dan aksila
Tidak ada tarikan intercostal, suara nafas normal, payudara simetris dan
tidak ada pengeluaran. Tidak ada pembesaran kelenjar limfe aksila serta
tidak ada kelainan.
c. Abdomen
Bentuk perut simetris, tidak ada peristaltic usus tidak ada distensi, dan
tidak ada kelainan.
d. Anogenetalia dan anus
Labia mayor sudah menutupi labia minor, tidak ada pengeluaran pada
vulva dan tidak ada kelainan pada genetalia. Lubang anus ada.
e. Ekstremitas
Tidak ada oedema, kuku pada tangan dan kaki merah muda, tangan dan
kaki tidak teraba dingin, tidak ada kelainan pada bentuk kaki serta
tidak ada kelainan pada tangan maupun kaki.
f. Punggung
Punggung normal, tidak ada kelainan.

PEMERIKSAAN PERKEMBANGAN DAN EMOSI ANAK


(memakai lembar kuesioner baku pada buku SDIDTK)
1. KPSP : Tidak Dilakukan
2. TDD : Tidak Dilakukan
3. TDL : Tidak dilakukan
4. KMME : Tidak dilakukan
5. GPPH : Tidak dilakukan
6. CHAT : Tidak dilakukan

C. ANALISIS
1. Doiagnosa : Bayi “KH” Umur 2 bulan 5 hari dengan Imunisasi DPT1 dan
Polio2
2. Masalah : Tidak Ada

52
D. PENATALAKSANAAN
1. Menginformasikan hasil pemeriksaan kepada ibu dan suami, ibu dan suami
mengetahui hasil pemeriksaan.
2. Melakukan informed consent tentang tindakan yang akan dilakukan, ibu
dan suami bersedia menandatangani informed consent.
3. Menyiapkan vaksin DPT dan Polio tetes, vaksin telah disiapkan.
4. Mengatur bayi dalam posisi tidur terlentang dengan bantuan
ibu/suami, bayi sudah dalam posisi terlentang dan siap diberikan
imunisasi.
5. Memberikan injeksi DPT pada 1/3 bagian paha luar (paha kanan) bayi,
imunisasi DPT telah diberikan.
6. Memberikan imunisasi polio sebanyak 2 tetes ke dalam mulut bayi,
imunisasi telah diberikan.
7. Melakukan KIE kepada ibu dan suami bahwa imunisasi DPT dapat
menyebabkan demam pada bayi, ibu dan suami paham dengan penjelasan
yang diberikan.
8. Menganjurkan Ibu untuk tidak menyusui bayinya selama ±10 menit
setelah pemberian imunisasi polio agar vaksin polio dapat ditelan bayi
dengan baik, ibu paham dan bersedia melakukannya.
9. Memberikan puyer (paracetamol) untuk diminum 3x sehari selama bayi
mengalami demam, ibu dan suami paham dan bersedia melakukannya.
10. Menyepakati jadwal imunisasi selanjutnya 1 bulan lagi / saat bayi berumur
3 bulan, atau datang kembali sewaktu-waktu apabila ada keluhan, ibu dam
suami paham serta bersedia untuk melakukan imunisasi selanjutnya /
kunjungan ulang sesuai dengan anjuran yang diberikan.
11. Melakukan pendokumentasian, pendokumentasian telah dilakukan sesuai
dengan system rekam medis yang berlaku.

53
BAB IV
PEMBAHASAN

Asuhan Kebidanan pada bayi “KH” merupakan salah satu asuhan yang
diberikan untuk memenuhi kebutuhan dasar bayi (kebutuhan Asuh), yaitu
kebutuhan akan imunisasi agar bayi dapat terhindar dari berbagai penyakit seperti
difteri, pertussis, tetanus, hepatitis B dan infeksi Haemophilus Influenza tibe B,
penyakit polio dan lain sebagainya. Melalui pemberian imunisasi bayi diharapkan
mampu membentuk sistem kekebalan terhadap penyalit sehingga dapat tumbuh
dalam keadaan sehat. Sebelum melakukan imunisasi pada bayi “KH” bidan
melakukan pengumpulan data subjektif maupun data objektif. Data subjektif
dikumpulkan melalui proses wawancara singkat dengan orang tua bayi
(anamnesis). Sedangkan pengumpulan data objektif dilakukan melalui
pemeriksaan fisik pada bayi. Pengumpulan data subjektif dan objektif ini
digunakan sebagai dasar dalam penegalan diagnosis sekaligus pembuatan
keputusan apakah bayi dapat diberikan imunisasi atau tidak. Bayi dapat diberikan
imunisasi apabila sudah cukup umur dan dalam kondisi sehat.
Setelah melakukan pengumpulan data secara menyeluruh, bidan
merumuskan diagnosis Bayi “KH” umur 2 bulan 5 hari dengan imunisasi DPT1
dan Polio2. Hal tersebut mengartikan bahwa Bayi “KH” dalam kondisi sehat dan
layak untuk mendapat imunisasi. Imunisasi DPT1 artinya imunisasi DPT yang
pertama, sedangkan imunisasi Polio2 artinya imunisasi polio yang ke-2. Imunisasi
Polio yang pertama sudah didapatkan saat bayi berumur 24 hari bersamaan dengan
imunisasi BCG.
Menurut Armini (2017), imunisasi DPT atau yang lebih sering disebut
sebagai imunisasi pentabio/pentavalen merupaka imunisasi yang teridiri dari
Imunisasi pentavalen/pentabio terdiri dari vaksin DPT-HB-HIB yang digunakan
untuk pencegahan terhadap difteri, pertusis (batuk rejan), hepatitis B dan infeksi
Haemophilus influenza tibe B secara simultan. Vaksin pentavalen ini harus
diberikan secara intramuscular pada antero lateral paha atas dengan dosis 0,5 ml.
Salah satu efek sampingnya adalah

54
dapat menyebabkan demm pada bayi pasca imunisasi. Untuk mengantisipasi hal
tersebut penulis telah melakukan KIE kepada ibu dan suami tentang efek samping
imunisasi DPT serta memberikan puyer (paracetamol) untuk diminum 3x sehari
selama bayi mengalami demam, ibu dan suami paham dan bersedia melakukannya.
Prosedur pemberian imunisasi yang dilakukan penulis telah sesuai dengan
evidence based/standar pelayanan kebidanan yaitu diberikan pada 1/3 bagian paha
luar bayi (paha kanan) secara intramuscular dengan dosis 0,5 ml. Berdasarkan
urain tersebut penulis menyimpulkan bahwa tidak ada kesenjangan antara teori dan
kasus.
Selanjutnya imunisasi polio, imunisasi polio merupakan Imunisaai polio
adalah imunisasi yang diberikan dengan tujuan untuk mencegah infeksi virus polio
yang dapat menyebabkan kelumpuhan. Imunisasi dasar polio (polio
1,2,3) pada bayi diberikan secara per oral sebanyak 2 tetes dengan interval tidak
kurang dari 4 minggu (Armini, 2017). Prosedur pemberian imunisasi polio yang
penulis lakukan sudah sesuai dengan evidence based/standar pelayanan kebidanan
yaitu diberikan secara per oral sebanyak 2 tetes. Penulis juga menganjurkan ibu
untuk tidak langsung menyusui anaknya dengan cara diberikan jeda selama ± 10
menit dengan tujuan memberikan kesempatan pada bayi untuk menelan vaksin
dengan baik. Selain itu, tidak menyusui bayi secara langsung setelah pemberian
imunisasi polio dapat mencegah terjadinya gumoh pada bayi yang kemungkinan
dapat menyebabkan vaksin polio tidak terlelan dengan baik sehingga
pemberiannya menajdi gagal. Berdasarkan uraian tersebut penulis dapat
menyimpulkan bahwa tidak ada kesenjangan antara teori dan kasus.
Asuhan kebidanan yang diberikan pada bayi “KH” telah sesuai dengan
teori, evidence based/standar pelayanan kebidanan, dan telah
diimplementasikan secara terstruktur sehingga bayi “KH” telah mendapatkan
asuhan yang bermutu dan berkualitas.

55
BAB V
PENUTUP

A. Simpulan
Salah satu kebutuhan dasar bayi adalah kebutuhan asuh, yang salah
satunya adalah kebutuhan imunisasi yang dilaksanakan sesuai jadwal.
Imunisasi merupakan usaha memberikan kekebalan dengan memasukkan
vaksin ke dalam tubuh seseorang atau sekelompok orang yang bertujuan untuk
merangsang timbulnya anti penyakit pada tubuh seseorang atau sekelompok
orang yang telah divaksin. Oleh sebab itu, kegiatan imunisasi sangat penting
untuk diberikan pada bayi agar dapat terhindar dari berbagai penyakit.

Berdasarkan hasil pemberian asuhan kebidanan pada bayi ”KH” umur


2 bulan 5 hari dengan imunisai DPT1 dan Polio2 dapat disimpulkan bahwa
tidak ditemukan adanya jesenjangan antara teori dan kasus. Asuhan yang
diberikan pada bayi “KH” telah diimplementasikan berdasarkan evidence
based/standar pelayanan kebidanan. Anamnesis yang dilakukan sesuai
dengan data fokus yang dibutuhkan dalam pendokumentasian, pemeriksaan
fisik yang dilakukan telah terstruktur dengan baik secara head-to-toe,
kegiatan imunisasi yang dilakukan telah disesuaikan dengan umur bayi,
kebutuhan bayi dan berpedoman pada tabel imunisasi buku KIA yang
diterbitkan oleh Kementerian Keseharan R.I. Jadi, asuhan kebidanan yang
diberikan pada bayi “KH” umur 2 bulan 5 hari di RSIA Pucuk Permata Hati
telah diberikan secara optimal.

B. Saran
1. Institusi pendidikan
Dengan disusunnya laporan ini, penulis berharap institusi pendidikan
khususnya yang bergerak di bidang kesehatan, dapat menjadikan laporan
ini sebagai tolok ukur dalam menilai pemahaman dan keterampilan
mahasiswa dalam memberikan asuhan kebidanan pada bayi.

56
Sehingga dengan berbagai evaluasi yang didapat, mahasiwa mampu
memahami kesalahan yang dilakukan, kemudian memperbaiki kesalahan
tersebut dan menyempurnakan asuhan yang diberikan. Dengan itu penulis
berharap institusi pendidikan di bidang kesehatan ini mampu mencipkatan
lulusan tenaga kesehatan yang berkualitas dengan ilmu dan keterampilan
yang unggul di dunia kerja.
2. Petugas kesehatan
Petugas kesehatan diharapkan selalu menjaga mutu pelayanan
kesehatan, khususnya di bidang kebidanan, dalam memberikan asuhan
neonatus, bayi, balita, dan anak pra sekolah. Asuhan yang diberikan harus
sesuai standar atau lebih dikenal dengan istilah evidence based, selain itu
petugas kesehatan terutama bidan diharapkan mampu memberikan
pelayanan imunisasi yang tepat sehingga setiap anak dapat tumbuh menjadi
sehat dan terhindar dari berbagai penyakit.
3. Orang tua bayi (pasien)
Penulis berharap dalam proses pemberian asuhan kebidanan neonatus,
bayi, balita dan anak pra sekolah selama penyusunan laporan ini, orang tua
bayi mampu menambah wawasan, serta menambah pengalamannya terkait
dengan jenis-jenis imunisasi beserta jadwal imunisai yag tepat, sehingga
orang tua dapat memenuhi kebutuhan asuh anak mereka untuk tumbuh
menjadi anak yang sehat.
.

57
DAFTAR PUSTAKA

Armini, N. W., Sriasih, N. G. K., dan Marhaeni, G. A. 2017. Asuhan


Kebidanan Neonatus, Bayi, Balita, dan Anak Pra Sekolah. Yogyakarta:ANDI

Jamil, .S. N., Suksma, .F. 2017. Buku Ajar Asuhan Kebidanan pada
Neonatus, Bayi, Balita, dan Anak Pra Sekolah. Jakarta: Fakultas Kedokteran dan
Kesehatan Universitas Muhammadiyah

Kementerian Kesehatan R.I. 2016. Pedoman Pelaksanaan Stimulasi, Deteksi,


Intervensi Dini Tumbuh Kembang Anak Di Tingkat Pelayanan Kesehatan Dasar.
Kemenkes R.I

Lailiyana ,dkk 2012.Asuhan Kebidana Persalinan. Jakarta: EGC

Legawati. (2018). Asuhan Persalinan dan Bayi Baru Lahir. Malang :


Wineka Media

Noordiati. (2018). Asuhan Kebidanan Neonatus, Bayi, Balita dan


Anak Pra sekolah. Malang : Wineka Media.

Rekawati, S. dkk. 2013. Asuhan Keperawatan Bayi Dan Anak.


Jakarta: Salemba Medika

Setiyani S., Sukesi, dan Esyuananik, 2016). Asuhan Kebidanan pada


Neonatus, Bayi, Balita dan Anak Prasekolah. Jakarta: Kementrian Kesehatan R.I

Sudarti,& Fauziah (2012) Buku Ajar Asuhan Kebidanan Neonatus, Bayi


dan Anak Balita.Yogyakarta:Nuha Medika

Wahyuni, 2012. Asuhan Neonatus Bayi, dan Balita,Penuntun


Belajar Praktek Klinik,Jakarta: EGC

Wahyuningsih, H.P. 2018. Bahan Ajar Kebidanan Asuhan


KebidananNIfas dan Menyusui. Kementerian Kesehatan RI

Anda mungkin juga menyukai