Anda di halaman 1dari 43

GAMBARAN PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU

TERHADAP IMUNISASI DASAR LENGKAP


DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PEKIK NYARING

Disusun Oleh:
dr. Vina Risya
dr. Helvi Fridayani Dalimunthe
dr. Fitri Kemala Sari
dr. Aminatun Nakhrowiyah
dr. Latira Lestiyani
dr. Titania Dwi Sartika
dr. Arif Trisaktiadi Nugroho

Dokter Pembimbing:
dr. Hery Kurniawan

PUSKESMAS PEKIK NYARING


PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA
PERIODE FEBRUARI 2016

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala limpahan nikmat, petunjuk,
dan kemudahan yang telah diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan mini
project di Puskesmas Pekik Nyaring yang berjudul “Gambaran Pengetahuan dan
Sikap Ibu terhadap Imunisasi Dasar Lengkap di Wilayah Kerja Puskesmas Pekik
Nyaring.”
Mini project ini terwujud atas bimbingan serta pengarahan dari berbagai
pihak, maka dalam kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terima kasih yang
tidak ternilai kepada:
1. dr. Hery Kurniawan selaku dokter pembimbing Internsip stase
Puskesmas.
2. dr. Rina Aprilia selaku Kepala Puskesmas Pekik Nyaring.
3. dr. Sulastri, seluruh staf, dan karyawan Puskesmas Pekik Nyaring.
4. Rekan-rekan Dokter Internsip dan seluruh pihak terkait atas bantuan dan
kerjasamanya.
Dalam penyusunan mini project, penulis menyadari masih terdapat banyak
kekurangan, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran membangun demi
kesempurnaan penyusunan mini project ini. Penulis berharap mini project ini
dapat bermanfaat bagi kita semua.

Bengkulu, Juni-Oktober 2016

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL............................................................................................... ii
KATA PENGANTAR ............................................................................................ ii
DAFTAR ISI ........................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang ......................................................................................... 1
1.2. Pernyataan Masalah .................................................................................. 3
1.3. Tujuan ....................................................................................................... 3
1.4. Manfaat ..................................................................................................... 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................. 4
BAB III METODE ................................................................................................ 25
BAB IV HASIL .................................................................................................... 31
4.1. Profil Puskesmas Pekik Nyaring ............................................................ 31
4.2. Data Geografis ........................................................................................ 31
4.3. Data Demografik .................................................................................... 32
4.4. Kondisi Sarana dan Tenaga Kesehatan .................................................. 32
4.5. Analisis Univariat .................................... Error! Bookmark not defined.
BAB V DISKUSI ................................................... Error! Bookmark not defined.
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN .............................................................. 39
6.1. Kesimpulan ............................................................................................. 39
6.2. Saran ....................................................................................................... 40

iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Bidang preventif merupakan prioritas utama dalam lingkup pelayanan
kesehatan. Imunisasi adalah salah satu bentuk intervensi kesehatan yang sangat
efektif dalam upaya menurunkan angka kematian bayi dan balita.
United Nations Children's Fund (UNICEF) tahun 2007 menyebutkan bahwa
27 juta anak di bawah lima tahun (balita) dan 40 juta ibu hamil di seluruh dunia
masih belum mendapatkan layanan imunisasi rutin, akibatnya diperkirakan sekitar
2 juta orang meninggal tiap tahunnya (WHO, 2007; WHO, 2002).
Pada perkembangan selanjutnya, banyak negara gagal mencapai tujuan
imunisasi yang ditetapkan pada Sidang Istimewa World Health Organiation
(WHO) saat membahas masalah anak pada tahun 2002. Afrika Barat dan Afrika
Tengah dianggap paling tidak berhasil dengan cakupan rata-rata imunisasi tidak
pernah meningkat dari kisaran 53% selama lebih dari satu dasawarsa (WHO,
2007; WHO, 2002).
Sejak diluncurkannya Program Pengembangan Imunisasi (EPI) pada 1974,
imunisasi telah menyelamatkan lebih dari 20 juta jiwa pada dua dasawarsa.
Imunisasi dapat menyelamatkan lebih banyak nyawa dan dana dibandingkan
bentuk-bentuk intervensi lainnya. Program imunisasi merupakan intervensi
kesehatan dengan pembiayaan efektif, tidak hanya jiwa yang terselamatkan, tetapi
juga memacu pembangunan yaitu dengan mengurangi beban biaya penyakit dan
kematian pada sebuah keluarga. Imunisasi adalah cara untuk mencegah agar anak
terhindar dari cacat atau penyakit yang mematikan dengan biaya efektif.
(DEPKES, 2004).
Kegiatan Imunisasi merupakan salah satu kegiatan prioritas Kementerian
Kesehatan, dan sebagai salah satu bentuk nyata komitmen pemerintah untuk
mencapai Milenium Development Goals (MDGs) khususnya untuk menurunkan
angka kematian pada anak. Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas, 2010),
menunjukkan masih rendahnya cakupan imunisasi secara nasional dimana capaian
tertinggi yaitu imunisasi BCG untuk anak usia 12-23 bulan adalah 77,9%, dan

1
terendah adalah DPT-HB 61,9%. Sedangkan persentase imunisasi dasar lengkap
secara nasional hanya 53,8%, tidak lengkap 33,5%, dan tidak diimunisasi 12,7%.
Dari 33 provinsi yang ada di Indonesia Provinsi Papua merupakan daerah yang
paling rendah persentase cakupan imunisasi dasar lengkap yaitu 28,2% dan
merupakan daerah yang persentase tertinggi untuk anak yang tidak mendapatkan
imunisasi yaitu 35,3%, dimana secara nasional hanya 12,7% anak usia 12-23
bulan yang tidak mendapatkan imunisasi (Kemenkes RI, 2010).
Survey atas dugaan kasus polio yang dilakukan WHO pada tahun 2007
menunjukkan bahwa di beberapa daerah angka cakupan imunisasi kurang dari
56%. Tiga tahun sebelumnya angka cakupan imunisasi mencapai 70%. Hal ini
menunjukkan turunnya pelayanan kesehatan di beberapa daerah miskin (WHO,
2007).
Pada tahun 2014 di Provinsi Bengkulu diketahui angka imunisasi dasar
lengkap sebanyak 32.232 (87,7%) dengan rincian laki-laki sebanyak 15.947
(86,5%) dan perempuan sebanyak 15.982 (87,2%). Cakupan tertinggi terdapat di
Kabupaten Bengkulu Utara sebesar 122,3% dan terendah adalah di Kabupaten
Lebong sebesar 71,0%, sedangkan di Kabupaten Bengkulu Tengah sendiri
sebesar 85,9%. (Profil Dinkes Bengkulu, 2014).
Peran orang tua terutama ibu pada program imunisasi sangatlah penting.
Petugas kesehatan harus memberikan pendidikan kesehatan dan pengetahuan
tentang imunisasi sebelum imunisasi diberikan pada bayi dan anak, menggali
pemahaman orang tua tentang imunisasi dengan menggunakan pertanyaan terbuka
untuk mendapatkan informasi seluas-luasnya mengenai pemahaman orang tua
tentang pemeliharaan kesehatan bayi melalui pencegahan penyakit dengan
imunisasi agar dapat memberikan edukasi yang tepat.3 (Ali, 2002).
Semakin tingginya tingkat kematian anak dan balita serta ancaman bahaya
kesehatan yang dapat ditimbulkan akibat tidak dilakukannya imunisasi, membuat
kami ingin mengetahui gambaran pengetahuan dan sikap ibu terhadap imunisasi
dasar anak di wilayah kerja Puskesmas Pekik Nyaring.

2
1.2. Pernyataan Masalah
1.2.1. Bagaimana gambaran karakteristik ibu yang meliputi usia, pendidikan,
pekerjaan, dan penghasilan?
1.2.2. Bagaimana gambaran pengetahuan dan sikap ibu terhadap imunisasi
dasar anak di Puskesmas Pekik Nyaring pada tahun 2016?
1.3. Tujuan
1.3.1. Tujuan Umum :
Meningkatkan derajat kesehatan masyarakat terutama anak dan balita
dengan mengubah pola pikir ibu tentang imunisasi dasar anak.
1.3.2. Tujuan Khusus :
Mengetahui gambaran pengetahuan, dan sikap ibu terhadap imunisasi
dasar di Puskesmas.
1.4. Manfaat
1.4.1. Bagi Puskesmas Pekik Nyaring
Sebagai bahan masukan dalam peningkatan mutu dan peningkatan
jumlah kunjungan imunisasi.
1.4.2. Bagi Institusi Pendidikan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan ajar bagi
institusi pendidikan.
1.4.3. Bagi Peneliti
Menambah wawasan, pengalaman, dan mengaplikasikan ilmu
pengetahuan yang telah didapat selama menjalani pendidikan dokter.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Imunisasi adalah suatu cara meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif
terhadap suatu antigen, sehingga bila kelak ia terpajan pada antigen yang serupa
tidak terjadi penyakit. Imunisasi berasal dari kata immune yang berarti kebal atau
resisten. Imunisasi terhadap suatu penyakit hanya akan memberikan kekebalan
atau resistensi pada penyakit itu saja, sehingga untuk terhindar dari penyakit yang
lain diperlukan imunisasi lainnya.6
Imunisasi menurut IDAI (Ikatan Dokter Anak Indonesia) adalah suatu cara
untuk meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif terhadap suatu antigen,
sehingga bila kelak terpajan pada antigen serupa, tidak terjadi penyakit. Imunisasi
dilakukan dengan memberikan vaksin yang merupakan kuman penyakit yang
telah dibuat lemah kepada seseorang agar tubuh dapat membuat antibodi sendiri
terhadap kuman penyakit yang sama. 5,6 (WHO, 2002 dan IDAI, 2008), sedangkan
menurut Permenkes, imunisasi adalah suatu upaya untuk menimbulkan atau
meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif terhadap penyakit, sehingga bila
suatu saat terpajan dengan penyakit tersebut tidak akan sakit atau hanya
mengalami sakit ringan. (Permenkes, 2013).
Vaksin adalah antigen berupa mikroorganisme yang sudah mati, masih
hidup tapi dilemahkan, masih utuh atau bagiannya, yang telah diolah, berupa
toksin mikroorganisme yang telah diolah menjadi toksoid, protein rekombinan
yang bila diberikan kepada seseorang akan menimbulkan kekebalan spesifik
secara aktif terhadap penyakit infeksi tertentu.7 (Permenkes, 2013).
2.2. Manfaat Imunisasi
Manfaat imunisasi tidak terlihat dalam bentuk materi dan tidak bias
langsung dirasakan. Manfaat imunisasi yang utama adalah menurunkan angka
kejadian penyakit, kecacatan, maupun kematian akibat penyakit-penyakit infeksi
yang dapat dicegah dengan imunisasi. Imunisasi tidak hanya memberikan
perlindungan pada individu namun juga memberikan perlindungan kepada
kelompok atau populasi8 (Keputusan Menteri Kesehatan Nomor

4
1611/Menkes/SK/XI/2005 tentang Pedoman Penyelenggaraan Imunisasi). Melalui
studi yang mendalam, vaksin dianggap sebagai alat pencegahan yang paling cost
effective9 (Achmadi, 2006). Imunisasi juga merupakan investasi kesehatan masa
depan karena pencegahan penyakit melalui imunisasi merupakan perlindungan
terhadap infeksi yang paling efektif dan jauh lebih murah dibanding mengobati
seseorang apabila telah jatuh sakit dan harus dirawat di rumah sakit.
2.2.1. Untuk Anak
Mencegah penderitaan yang disebabkan oleh penyakit dan kemungkinan
cacat atau kematian.
2.2.2. Untuk Keluarga
Menghilangkan kecemasan dan psikologi pengobatan bila anak sakit.
Mendorong pembentukan keluarga apabila orang tua yakin bahwa anaknya akan
menjalani masa kanak-kanak yang nyaman.
2.2.3. Untuk Negara
Memperbaiki tingkat kesehatan, mrnciptakan bangsa yang kuat dan berakal
untuk melanjutkan pembangunan negara. (Proverawati, 2010)
2.3. Aspek Imunisasi
Istilah imunisasi dan vaksinasi seringkali diartikan sama, padahal tidaklah
sama. Imunisasi adalah suatu proses yang bertujuan untuk membuat tubuh kebal
terhadap suatu penyakit. Imunisasi dibagi menjadi dua, yaitu imunisasi aktif dan
imunisasi pasif. Imunisasi aktif adalah suatu tindakan yang dengan sengaja
memberikan paparan kepada tubuh dari antigen yang berasal dari suatu patogen,
dengan harapan tubuh akan membentuk sistem kekebalan terhadap patogen
tersebut. Imunisasi aktif sering disebut dengan vaksinasi (Abul dan Grabenstein,
2006). Imunisasi pasif adalah memberikan imunoglobulin (kekebalan yang sudah
jadi) kepada tubuh seseorang sehingga dapat memberikan perlindungan dengan
segera dan cepat yang seringkali dapat terhindar dari kematian. Hanya saja
perlindungan tersebut tidaklah permanen. Vaksinasi adalah bagian dari imunisasi,
namun tidak semua imunisasi adalah vaksinasi. 10,11 (Abul dan Grabenstein, 2006).

5
2.4. Jenis Vaksin
Pada dasarnya, vaksin dibagi menjadi 2 jenis, yaitu:
2.4.1. Vaksin hidup attenuated (bakteri atau virus hidup yang dilemahkan)
Diproduksi di laboratorium dengan cara melakukan modifikasi virus atau
bakteri penyebab penyakit. Vaksin mikroorganisme yang dihasilkan masih
memiliki kemampuan untuk tumbuh menjadi banyak (replikasi) dan menimbulkan
kekebalan tetapi tidak menyebabkan penyakit.
Vaksin hidup dibuat dari virus atau bakteri liar (wild) penyebab penyakit.
Virus atau bakteri liar ini dilemahkan (attenuated) di laboratorium, biasanya
dengan cara pembiakan berulang-ulang, misalnya vaksin campak yang dipakai
sampai sekarang, diisolasi untuk mengubah virus liar campak menjadi virus
vaksin dibutuhkan 10 tahun dengan cara melakukan penanaman pada jaringan
media pembiakan secara serial dari seorang anak yang menderita penyakit campak
pada tahun 1954.
 Supaya dapat menimbulkan respons imun, vaksin hidup atteuated harus
berkembang biak (mengadakan replikasi) di dalam tubuh resipien.
 Apapun yang merusak organisme hidup dalam botol (misalnya panas
atau cahaya) atau pengaruh luar terhadap replikasi organisme dalam
tubuh (antibodi yang beredar) dapat menyebabkan vaksin tersebut tidak
efektif.
 Respons imun terhadap vaksin hidup attenuated pada umumnya sama
dengan yang diakibatkan oleh infeksi alamiah. Respons imun tidak
membedakan antara suatu infeksi dengan virus vaksin yang dilemahkan
dan infeksi dengan virus liar.
 Vaksin virus hidup attenuated secara teoritis dapat berubah menjadi
bentuk patogenik seperti semula. Hal ini hanya terjadi pada vaksin polio
hidup.
 Antibodi dari sumber apapun (misalnya transplasental, transfusi) dapat
mempengaruhi perkembangan vaksin mikroorganisme dan menyebabkan
tidak adanya respons. Vaksin campak merupakan mikroorganisme yang

6
paling sensitif terhadap antibodi yang beredar dalam tubuh. Virus vaksin
polio dan rotavirus paling sedikit terkena pengaruh.
 Vaksin hidup attenuated bersifat labil dan dapat mengalami kerusakan
bila kena panas dan sinar, maka harus dilakukan pengelolaan dan
penyimpanan dengan baik dan hati-hati.
Vaksin hidup attenuated yang tersedia, yaitu:
 Berasal dari virus hidup : Vaksin campak, gondongan (parotitis),
rubela, polio, rotavirus, demam kuning (yellow fever).
 Berasal dari bakteri : Vaksin BCG dan demam tifoid oral.
2.4.2. Vaksin Inactivated (bakteri, virus atau komponennya dibuat tidak aktif)
 Vaksin inactivated dihasilkan dengan cara membiakkan bakteri atau
virus dalam media pembiakan (persemaian), kemudian dibuat tidak aktif
dengan penambahan bahan kimia (biasanya formalin).
 Vaksin inactivated tidak hidup dan tidak dapat tumbuh, maka seluruh
dosis antigen dimasukkan dalam suntikan. Vaksin ini tidak menyebabkan
penyakit (walaupun pada orang dengan defisiensi imun) dan tidak dapat
mengalami mutasi menjadi bentuk patogenik. Antigen inactivated tidak
dipengaruhi oleh antibodi yang beredar. Vaksin inactivated dapat
diberikan saat antibodi berada di dalam sirkulasi darah.
 Vaksin inactivated selalu memerlukan dosis ganda. Pada umumnya pada
dosis pertama tidak menghasilkan imunitas protektif, tetapi hanya
memacu atau menyiapkan sistem imun. Respons imun protektif baru
timbul setelah dosis kedua atau ketiga. Hal ini berbeda dengan vaksin
hidup, yang mempunyai respons imun yang mirip atau sama dengan
infeksi alami, respons imun terhadap vaksin inactivated sebagian besar
humoral, hanya sedikit atau tak menimbulkan imunitas selular. Titer
antibodi terhadap antigen inactivated menurun setelah beberapa waktu.
 Pada beberapa keadaan suatu antigen untuk melindungi terhadap
penyakit masih memerlukan vaksin seluruh sel (whole cell), namun
vaksin bakterial seluruh sel bersifat paling reaktogenik dan menyebabkan
paling banyak reaksi ikutan atau efek samping. Ini disebabkan respons

7
terhadap komponen-komponen sel yang sebenarnya tidak diperlukan
untuk perlindungan (contoh antigen pertusis dalam vaksin DPT).
Vaksin inactivated yang tersedia saat ini berasal dari:
 Seluruh sel virus yang inactivated, contoh influenza, polio, rabies,
hepatitis A.
 Seluruh bakteri yang inactivated, contoh pertusis, tifoid, kolera, lepra.
 Vaksin fraksional yang masuk sub-unit, contoh hepatitis B, influenza,
pertusis a-seluler, tifoid Vi, lyme disease.
 Toksoid, contoh difteria, tetanus, botulinum.
 Polisakarida murni, contoh pneumokokus, meningokokus, dan
haemophilus influenzae tipe b.
 Gabungan polisakarida (haemophillus influenzae tipe B dan
pneumokokus).
2.5. Macam-macam Imunisasi di Indonesia
2.5.1. BCG (Bacille Calmette-Guerin)
a. Perlindungan penyakit :
TBC / Tuberkulosis.
b. Vaksin BCG tidak dapat mencegah infeksi tuberkulosis, namun dapat
mencegah komplikasinya atau tuberkulosis berat.
c. Kandungan :
Mycobacterium bovis yang dilemahkan
d. Waktu pemberian :
Usia < 2 bulan, apabila BCG diberikan di atas usia 3 bulan, sebaiknya
dilakukan uji tuberkulin terlebih dahulu.
e. Vaksin BCG diberikan apabila uji tuberkulin negatif.
f. Kontran indikasi :
 Reaksi uji tuberkulin > 5 mm
 Menderita inveksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) atau
dengan resiko tinggi infeksi HIV
 Menderita gizi buruk
 Menderita demam tinggi

8
g. Efek samping :
Setelah 2 minggu akan terjadi pembengkakan kecil dan merah di tempat
suntikan. Setelah 2-3 minggu kemudian pembengkakan menjadi abses
kecil dan kemudian menjadi luka dengan garis tengah ± 10 mm. Luka
akan sembuh sendiri dengan meninggalkan luka parut yang kecil
(DEPKES, 2000 dan IDAI, 2000 dan CDC-MMWR, 2005).

Gambar 1. Vaksin BCG


2.5.2. DPT/DT (Difteri, Pertusis, Tetanus)
a. Perlindungan penyakit :
Difteri, pertusis, dan tetanus.
b. Difteri adalah suatu infeksi bakteri gram positif yang menyerang
tenggorok dan dapat menyebabkan komplikasi yang fatal. Komplikasi
berupa destruksi jaringan setempat akibat adanya selaput/membran yang
dapat menyumbat jalan nafas.
c. Pertusis (batuk rejan) adalah infeksi bakteri pada saluran udara yang
ditandai dengan batuk hebat yang menetap serta bunyi pernafasan yang
melengking. Pertusis berlangsung selama beberapa minggu dan dapat
menyebabkan serangan batuk hebat sehingga anak tidak dapat bernafas,
makan atau minum. Pertusis juga dapat menimbulkan komplikasi serius,
seperti kejang dan kerusakan otak.
d. Tetanus adalah infeksi bakteri yang bisa menyebabkan kekakuan pada
rahang serta kejang.

9
e. Waktu pemberian :
Jadwal untuk imunisasi rutin pada anak, dianjurkan pemberian 5 dosis
pada 2, 4, 6, 15-18 bulan dan usia 5 tahun atau saat masuk sekolah.
f. Kontra indikasi :
 Riwayat anafilaksis pada pemberian vaksin sebelumnya
 Ensefalopati sesudah pemberian vaksin sebelumnya
g. Efek samping :
Kebanyakan bayi menderita panas pada waktu sore hari setelah
mendapatkan imunisasi DPT, tetapi panas akan turun dan hilang dalam
waktu 2 hari. Sebagian besar merasa nyeri, sakit, merah, atau bengkak di
tempat suntikan. Keadaan ini tidak berbahaya dan tidak perlu
mendapatkan pengobatan khusus, akan sembuh sendiri. Bila gejala
tersebut tidak timbul tidak perlu diragukan bahwa imunisasi tersebut
tidak memberikan perlindungan dan imunisasi tidak perlu diulang. Jika
demam pakailah pakaian yang tipis, bekas suntikan yang nyeri dapat
dikompres air dingin, jika demam berikan parasetamol 15 mg/kgbb setiap
3 - 4 jam bila diperlukan (CDC-ACIP, 2006).

Gambar 2. Vaksin DPT

10
Gambar 3. Vaksin DPT Kombinasi (DPT-HB-Hib)
2.5.3. POLIO
a. Perlindungan penyakit :
Poliomielitis / Polio (lumpuh layuh).
b. Waktu Pemberian :
Vaksin polio oral diberikan pada bayi baru lahir sebagai dosis awal,
kemudian diteruskan dengan imunisasi dasar mulai umur 2-3 bulan yang
diberikan tiga dosis terpisah berturut-turut dengan interval waktu 6-8
minggu.
c. Jenis vaksin :
 OPV (oral polio vaccine) adalah vaksin trivalen merupakan cairan
berwarna kuning kemerahan dikemas dalam vial gelas yang
mengandung suspensi dari tipe 1, 2, dan 3 virus Polio hidup (strain
Sabin) yang telah dilemahkan. Vaksin Polio Oral ini merupakan
suspensi “drops” untuk diteteskan melalui droper (secara oral).
 IPV (inactivated polio vaccine), virus inaktif (salk), injeksi.
d. Kontra indikasi :
 Demam (>38.50C).
 Muntah atau diare.
 Keganasan, HIV (Human Immunodeficiency Virus).
e. Efek samping :
Diperkirakan terdapat 1 kasus poliomyelitis paralitik yang berkaitan
dengan vaksin terjadi setiap 2,5 juta dosis OPV (Oral Polio Vaksin) yang
diberikan. Resiko terjadi paling sering pada pemberian pertama

11
dibandingkan dengan dosis-dosis berikutnya. Setelah vaksinasi sebagian
kecil resipien dapat mengalami gejala pusing, diare ringan, dan nyeri otot
(IDAI, 2008).

Gambar 4. Vaksin Polio Oral


2.5.4. Campak
a. Perlindungan penyakit :
Campak.
b. Penyakit campak adalah penyakit akut yang disebabkan oleh virus
campak yang sangat menular pada anak-anak, ditandai dengan panas,
batuk, pilek, konjungtivitis, dan ditemukan spesifik enantem (Koplik’s
spot) diikuti dengan erupsi mukopapular yang menyeluruh.
c. Penyebab :
Campak disebabkan oleh virus campak yang termasuk dalam family
Paramyxovirus. Virus ini sensitif terhadap panas, dan sangat mudah
rusak pada suhu 370C.
d. Waktu pemberian :
Pemberian diberikan pada umur 9 bulan, secara subkutan, walaupun
demikian dapat diberikan secara intramuskular.

12
e. Efek samping :
Efek samping pemberian imunisasi campak berupa demam > 39,5oC
yang terjadi pada 5-15% kasus dijumpai pada hari ke 5-6 setelah
imunisasi dan berlangsung selama 2 hari. Ruam dapat dijumpai pada 5%
resipien, timbul pada hari ke 7-10 berlangsung selama 2-4 hari. Reaksi
yang berat dapat ditemukan gangguan fungsi sistem saraf pusat seperti
ensefalitis dan ensefalopati timbul pada 30 hari setelah imunisasi (IDAI,
2008).

Gambar 5. Vaksin Campak


2.5.5. Hepatitis B
a. Perlindungan penyakit :
Hepatitis B
b. Waktu dan dosis pemberian :
Minimal diberikan sebanyak 3 kali. Imunisasi pertama diberikan segera
setelah lahir Interval antara dosis pertama dan kedua minimal 1 bulan.
Dosis ketiga merupakan penentu respons antibodi karena merupakan
dosis booster (3-6 bulan).
c. Efek samping :
Kejadian pasca imunisasi pada hepatitis B jarang terjadi, segera setelah
imunisasi dapat timbul demam yang tidak tinggi, pada tempat
penyuntikan timbul kemerahan, pembengkakan, nyeri, rasa mual, dan
nyeri sendi. Orangtua atau pengasuh dianjurkan untuk memberikan
minum lebih banyak (ASI atau air buah), jika demam pakailah pakaian
yang tipis, bekas suntikan yang nyeri dapat dikompres air dingin, jika

13
demam berikan parasetamol 15 mg/kgbb setiap 3 - 4 jam bila diperlukan,
boleh mandi atau cukup diseka dengan air hangat. Jika reaksi tersebut
menjadi berat dan menetap, atau jika orangtua merasa khawatir, bawalah
bayi / anak ke dokter (Balisteri, 2000 dan Lok, 2004).

Gambar 6. Vaksin Hepatitis B


2.5.6. Measles, Mumps, Rubella (MMR)
a. Imunisasi MMR memberi perlindungan terhadap campak, parotitis, dan
campak Jerman (Rubella).
b. Parotitis menyebabkan demam, sakit kepala dan pembengkakan pada
salah satu maupun kedua kelenjar liur utama yang disertai nyeri. Parotitis
bisa menyebabkan meningitis (infeksi pada selaput otak dan korda
spinalis) dan pembengkakan otak.
c. Campak Jerman (Rubella) menyebabkan demam ringan, ruam kulit dan
pembengkakan kelenjar getah bening leher. Rubella juga bisa
menyebabkan pembengkakan otak atau gangguan perdarahan.
d. Perlindungan penyakit :
Campak, Parotitis, dan Rubella.
e. Waktu dan dosis pemberian :
Diberikan dosis tunggal 0.5 ml subkutan, dan diberikan pada umur 12-18
bulan
f. Kontra indikasi
 Keganasan
 Demam akut, defisiensi imun

14
g. Efek samping
Pada penelitian yang mencakup 6000 anak yang berusia 1-2 tahun,
dilaporkan setelah vaksinasi MMR dapat terjadi malaise, demam, atau
ruam yang terjadi 1 minggu setelah imunisasi. Dalam masa 6-11 hari
setelah imunisasi, dapat terjadi kejang demam pada 0.1 % anak
ensefalitis pasca imunisasi < 1/1000.000 dan pembengkakan kelenjar
parotis pada 1 % anak berusia sampai 4 tahun, biasanya terjadi pada
minggu ketiga dan kadang-kadang lebih.
h. Trombositopenia biasanya akan sembuh sendiri, kadang-kadang
dihubungkan dengan komponen rubella dari MMR (IDAI, 2008).
2.5.7. Hepatitis A
a. Perlindungan penyakit :
Hepatitis A
b. Penyebab :
Virus hepatitis A
c. Waktu pemberian :
Vaksin diberikan 2 kali, suntikan kedua atau booster bervariasi antara 6-
18 bulan setelah dosis pertama, tergantung produk (IDAI, 2008). Vaksin
diberikan pada usia > 2 tahun.
d. Jarang menimbulkan efek samping. Reaksi lokal merupakan efek
samping tersering (21%-54%) tetapi umumnya ringan (WHO, 2007 dan
IDAI, 2008).
2.5.8. Typhoid & Parathypoid
a. Perlindungan penyakit :
Demam typhoid
b. Dibuat dari kuman Salmonella typhi yang telah dilemahkan
c. Penyebab penyakit typhoid:
Bakteri Salmonella typhi
d. Cara pemberian :
Oral dan parenteral

15
e. Dosis :
Kemasan dalam bentuk kapsul, untuk anak umur > 6 tahun atau lebih.
Pemberian suntikan untuk anak > 2 tahun.
f. Waktu pemberian :
Imunisasi diulang setiap 3 tahun (WHO, 2007).
2.5.9. Varicella
a. Perlindungan penyakit :
Cacar air
b. Penyebab penyakit varicella :
Virus varicella-zoster
c. Waktu pemberian :
Vaksin varicella dapat diberikan setelah umur 12 bulan, terbaik pada
umur sebelum masuk sekolah dasar. Bila diberikan pada umur >12 tahun,
diperlukan 2 dosis dengan interval minimal 4 minggu.
d. Kontra indikasi
 Demam tinggi
 Defisiensi imun
 Pasien dengan pengobatan kortikosteroid dosis tinggi (WHO, 2007).
2.5.10. Hib (Haemophillus Influenza b)
a. Perlindungan penyakit :
Meningitis
b. Bagian kapsul Hib yang disebut polyribosyribitol phosphate (PRP)
menentukan virulensi dari Hib.
c. Vaksin Hib yang beredar di Indonesia adalah vaksin konjugasi dengan
membran protein luar dari Neisseria meningitides yang disebut sebagai
PRP-OMP dan konjugasi dengan protein tetanus yang disebut sebagai
PRP-T. Kedua vaksin tersebut menunjukan efikasi dan keamanan yang
sangat tinggi.
d. Vaksin Hib diberikan sejak umur 2 bulan.
e. PRP-OMP diberikan 2 kali sedangkan PRP-T diberikan 3 kali dengan
jarak waktu 2 bulan Vaksin tidak boleh diberikan sebelum bayi berumur

16
2 bulan karena bayi tersebut belum dapat membentuk antibodi (IDAI,
2008).
2.5.11. Pneumokokus
a. Penyebab penyakit :
Pneumonia
b. Waktu pemberian :
Diberikan pada bayi berumur 2, 4, 6, bulan dan diulang pada umur 12-15
bulan.
c. Interval antara dua dosis 4-8 minggu.
d. Efek samping :
 Eritema, bengkak, indurasi dan nyeri di bekas tempat suntikan.
 Efek sistemik yaitu demam, pusing, gelisah.
 Reaksi berat seperti reaksi anafilaktik jarang ditemukan.
 Efek samping biasanya terjadi setelah dosis kedua namun tidak
berlangsung lama, akan menghilang dalam 3 hari (IDAI, 2008).
2.5.12. Influenza
a. Penyebab penyakit :
Influenza
b. Vaksin Influenza mengandung virus yang tidak aktif, diproduksi dari
virus yang tumbuh pada embrio ayam.
c. Terdapat dua macam vaksin, yaitu whole-virus vaccine dan split virus
vaccine.
d. Jadwal pemberian :
Diberikan pada anak sehat usia 6-23 bulan.
e. Dosis :
Untuk < 3 tahun 0.25 ml dan untuk > 3 tahun 0.5 ml.
f. Efek samping: efek samping minimal berupa ruam makula/papula, 9%
menunjukan reaksi lokal ringan dan transien serta 28% reaksi sistemik
ringan.

17
g. Kontra indikasi :
 Individu dengan hipersensitif anafilaksis terhadap pemberian vaksin
influenza sebelumnya dan komponen vaksin seperti telur.
 Individu yang sedang menderita penyakit demam akut yang berat.
 Ibu hamil dan menyusui (IDAI, 2008).
2.5.13. HPV (Human Papilloma Virus)
a. Penyebab penyakit :
Kanker serviks
b. Terdapat 2 jenis vaksin HPV, yaitu vaksin bivalen dan quadrivalen.
c. Diberikan pada anak perempuan sejak usia > 10 tahun
d. Dosis 0.5 ml diberikan intramuskular pada daerah deltoid.
e. Efek samping :
 Nyeri, reaksi kemerahan dan bengkak pada tempat suntikan.
 Reaksi sistemik, yaitu demam, nyeri kepala, dan mual (IDAI, 2008).
2.6. Lima Imunisasi Dasar Lengkap (LIL)
2.6.1. BCG
Imunisasi BCG merupakan imunisasi yang digunakan untuk
mencegah terjadinya penyakit TBC yang berat sebab terjadinya penyakit
TBC primer atau yang ringan dapat terjadi walaupun sudah dilakukan
imunisasi BCG. TBC yang berat contohnya adalah TBC pada selaput otak,
TBC milier pada seluruh lapangan paru, atau TBC tulang. Vaksin BCG
merupakan vaksin yang mengandung kuman TBC yang telah dilemahkan.
Frekuensi pemberian imunisasi BCG adalah 1 dosis sejak lahir
sebelum umur 3 bulan. Vaksin BCG diberikan melalui
intradermal/intracutan. Efek samping pemberian imunisasi BCG adalah
terjadinya ulkus pada daerah suntikan, limfadenitis regionalis, dan reaksi
panas.
2.6.2. Hepatitis B
Imunisasi hepatitis B merupakan imunisasi yang digunakan untuk
mencegah terjadinya penyakit hepatitis B. Kandungan vaksin ini adalah

18
HbsAg dalam bentuk cair. Frekuensi pemberian imunisasi hepatitis B adalah
3 dosis. Imunisasi hepatitis ini diberikan melalui intramuscular.
2.6.3. Polio
Imunisasi polio merupakan imunisasi yang digunakan untuk
mencegah terjadinya penyakit poliomyelitis yang dapat menyebabkan
kelumpuhan pada anak. Kandungan vaksin ini adalah virus yang
dilemahkan. Frekuensi pemberian imunisasi polio adalah 4 dosis. Imunisasi
polio diberikan melalui oral.
2.6.4. DPT
Imunisasi DPT merupakan imunisasi yang digunakan untuk mencegah
terjadinya penyakit difteri, pertusis dan tetanus. Vaksin DPT ini merupakan
vaksin yang mengandung racun kuman difteri yang telah dihilangkan sifat
racunnya, namun masih dapat merangsang pembentukan zat anti (toksoid).
Frekuensi pemberian imuisasi DPT adalah 3 dosis. Pemberian pertama
zat anti terbentuk masih sangat sedikit (tahap pengenalan) terhadap vaksin
dan mengaktifkan organ-organ tubuh membuat zat anti. Pada pemberian
kedua dan ketiga terbentuk zat anti yang cukup. Imunisasi DPT diberikan
melalui intramuscular.
Pemberian DPT dapat berefek samping ringan ataupun berat. Efek
ringan misalnya terjadi pembengkakan, nyeri pada tempat penyuntikan, dan
demam. Efek berat misalnya terjadi menangis hebat, kesakitan, kesadaran
menurun, terjadi kejang, encephalopathy, dan syok.
2.6.5. Campak
Imunisasi campak merupakan imunisasi yang digunakan untuk
mencegah terjadinya penyakit campak pada anak karena termasuk penyakit
menular. Kandungan vaksin ini adalah virus yang dilemahkan. Frekuensi
pemberian imunisasi campak adalah 1 dosis. Imunisasi campak diberikan
melalui subkutan. Imunisasi ini memiliki efek samping seperti terjadinya
ruam pada tempat suntikan dan panas. (Alimul, 2009)

19
2.7. Jadwal Lima Imunisasi Dasar Lengkap (LIL)

Gambar 7. Jadwal Imunisasi berdasarkan Depkes tahun 2009


2.8. Hambatan Imunisasi
Manfaat dan keuntungan dari imunisasi yang tidak dapat langsung dirasakan
ini merupakan salah satu hambatan terlaksananya imunisasi (Markum, 1997).
Masalah lain dalam pelaksanaan status imunisasi dasar lengkap, yaitu pemahaman
orang tua yang masih kurang pada sebagian masyarakat, mitos yang salah tentang
imunisasi, dan keterlambatan jadwal imunisasi. Keadaan geografis Indonesia yang
terdiri atas pulau-pulau juga menyebabkan sulitnya pelayanan kesehatan untuk
menjangkau anak-anak di pulau-pulau maupun akan-anak yang tinggal di daerah
terisolir (IDAI, 2010). Pemahaman mengenai imunisasi yaitu bahwa imunisasi
dapat menyebabkan efek samping yang berbahaya atau biasa disebut Kejadian
Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI), seperti demam, menggigil, nyeri, lesu, dan
pembengkakan lokal, menyebabkan orang tua tidak membawa anaknya ke
pelayanan kesehatan untuk memberikan imunisasi karena takut risiko (Achmadi,
2006). Tantangan imunisasi di Indonesia yang dihadapi antara lain SDM yang
sering berganti, rantai dingin, sistem distribusi, dan kampanye negatif imunisasi
serta kemungkinan pengembangan vaksin baru di masa datang (Aditama, 2012).

20
2.9. Definisi Pengetahuan
Secara etimologi pengetahuan berasal dari kata dalam bahasa inggris yaitu
knowledge. Dalam Encyclopedia of Phisolophy dijelaskan bahwa definisi
pengetahuan adalah kepercayaan yang benar (knowledge is justified true belief),
sedangkan secara terminologi akan dikemukakan beberapa definisi tentang
pengetahuan. Menurut Drs. Sidi Gazalba, pengetahuan adalah apa yang diketahui
atau hasil pekerjaan tahu. Pekerjaan tahu tersebut adalah hasil dari kenal, sadar,
insaf, mengerti, dan pandai. Pengetahuan itu adalah semua milik atau isi pikiran.
Dengan demikian pengetahuan merupakan hasil proses dari usaha manusia untuk
tahu (Bakhtiar, 2012). 5
Menurut Notoatmodjo (2011), pengetahuan adalah hasil ‘tahu, dan ini
terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu.
Pengindraan terjadi melalui pancaindra manusia, yakni: indra penglihatan,
pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia
diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain
yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang. Karena dari
pengalaman dan penelitian ternyata perilaku yang didasarkan oleh pengetahuan
akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan.6
2.10. Tingkat Pengetahuan
Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk
terbentuknya tindakan seseorang. Menurut Notoatmodjo (2011), pengetahuan
yang dicakup dalam domain kognitif mempunyai enam tingkat, yakni:
1. Tahu (know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari
sebelumnya. Oleh sebab itu,’tahu’ ini merupakan tingkat pengetahuan yang
paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa
yang dipelajari antara lain : menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan,
menyatakan, dan sebagainya.

21
2. Memahami (comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara
benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasi materi
tersebut secara benar.
3. Aplikasi (application)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi
yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi riil (sebenarnya) serta dapat
diartikan aplikasi atau penggunaan hokum - hukum, rumus, metode, prinsip,
dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain.
4. Analisis (analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau
suatu objek kedalam komponen - komponen, tetapi masih dalam suatu
struktur organisasi tersebut, dan masih ada kaitannya satu sama lain.
Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata - kata kerja:
dapat menggambarkan (membuat bagan), membedakan, memisahkan,
mengelompokkan, dan sebagainya.
5. Sintesis (synthesis)
Sintesis menunjuk pada suatu kemampuan untuk meletakkan atau
menghubungkan bagian - bagian dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.
Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun
formulasi baru dari formulasi - formulasi yang ada. Misalnya: dapat
menyusun, dapat merencanakan, dapat meringkaskan, dapat menyesuaikan,
dan sebagainya, terhadap suatu teori atau rumusan -rumusan yang telah ada.
6. Evaluasi (evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan jastifikasi
atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian - penilaian itu
berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan
kriteria - kriteria yang telah ada.

22
2.11. Faktor Yang Mempengaruhi Ilmu Pengetahuan
Menurut Mubarak (2011), ada tujuh faktor yang mempengaruhi
pengetahuan seseorang, yaitu:7
a. Pendidikan
Pendidikan berarti bimbingan yang diberikan seseorang kepada orang
lain agar dapat memahami sesuatu hal. Tidak dapat dipungkiri lagi bahwa
semakin tinggi pendidikan seseorang, semakin mudah mereka menerima
informasi, daripada akhirnya pengetahuan yang dimilikinya akan semakin
banyak.
b. Pekerjaan
Pekerjaan, satu lingkungan pekerjaan dapat membuat seseorang
memperoleh pengalaman dan pengetahuan, baik secara langsung maupun
tidak langsung.
c. Umur
Umur, dengan bertambahnya umur seseorang akan mengalami
perubahan aspek fisik dsn psikologis (mental). Perubahan ini terjadi karena
pematangan fungsi organ. Pada aspek psikologis atau mental, taraf berfikir
seseorang menjadi semakin matang dan dewasa.
d. Minat
Minat, sebagai suatu kecenderungan atau keinginan yang tinggi
terhadap sesuatu. Minat menjadikan seseorang untuk mencoba dan
menekuni suatu hal, sehingga seseorang memperoleh pengetahuan yang
lebih mendalam.
e. Pengalaman,
Pengalaman, suatu kejadian yang pernah dialami seseorang dalam
berinteraksi dengan lingkungannya.
f. Kebudayaan
Kebudayaan, lingkungan sekitar sangat berpengaruh dalam
pembentukan sikap pribadi atau sikap seseorang. Apabila dalam suatu
wilayah mempunyai sikap menjaga kebersihan lingkungan, maka sangat

23
mungkin masyarakat sekitarnya mempunyai sikap selalu menjaga
kebersihan lingkungan.
g. Informasi
Informasi, kemudahan untuk memperoleh suatu informasi dapat
mempercepat seseorang memperoleh pengetahuan yang baru.
2.12. Cara Mengukur Ilmu Pengetahuan
Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket
yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian
responden (Mubarak, 2012). Menurut Arikunto (2006), dalam buku machfoedz
(2009), penentuan tingkat pengetahuan responden penelitian tentang sub variable
dan variable dengan cara mengkonversikan nilai sub variabel maupun variable
kedalam kategori kualitatif, sebagai berikut:8
a. Baik bila subjek mampu menjawab dengan benar 76% - 100% dari seluruh
pertanyaan
b. Cukup bila subjek mampu menjawab dengan benar 56% - 75% dari seluruh
pertanyaan
c. Kurang bila mampu menjawab dengan benar <56% dari seluruh pertanyaan.

24
BAB III
METODE
3.1. Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan sebuah penelitian eksperimental dengan intervensi
langsung berupa penyuluhan mengenai imunisasi dasar lengkap pada balita
terhadap sampel. Tingkat keberhasilan akan diukur menggunakan metode pre test
dan post test sebelum dan sesudah dilakukan intervensi.
3.2. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Posyandu wilayah kerja Puskesmas Pekik
Nyaring. Waktu Penelitian dilakukan pada bulan Juli-Agustus 2016.
3.3. Populasi dan Sampel
a. Populasi
Populasi pada penelitian ini adalah semua ibu yang memiliki balita di
wilayah kerja Puskesmas Pekik Nyaring.
b. Sampel
Sampel yang diambil adalah ibu yang memiliki balita yang datang ke
posyandu balita di wilayah kerja Puskesmas Pekik Nyaring.
Rumus jumlah sampel yg dibutuhkan untuk mengetahui proporsi :
n = Zα2 x P x Q
d2
 α= 0,05  Zα = 1.96 (tabel kurva normal)
 d = akurasi 10%, = presisi = tingkat ketelitian yaitu kesalahan maksimal
yang dapat ditolerir, pada umumnya diambil 5% atau 10%
 P = persentase taksiran hal yang akan diteliti / proporsi variabel yang
diteliti, diambil dari referensi, bila tidak diketahui adalah 50%, dengan
catatan tak akan kekurangan jumlah sampel
 Q=1–P

25
Besarnya Sampel
n = Zα2 x P x Q
d2
n = (1.96)2 . 0,5 . 0,5 = 98 + 10 = 108 orang (110 orang)
(0,1)2
Berdasarkan rumus besar sampel di atas, maka jumlah sampel minimum
yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah 98 responden. Untuk mengantisipasi
terdapatnya bias, maka jumlah sampel ditambah 10% dari besar sampel sehingga
total jumlah sampel menjadi 110 responden.
3.4. Kriteria Inklusi dan Eksklusi
a. Kriteria Inklusi:
 Ibu yang berusia produktif (15-45 tahun) pada bulan Juli dan Agustus
2016.
 Ibu yang memiliki balita di wilayah kerja Puskesmas Pekik Nyaring
bulan Juli dan Agustus 2016.
b. Kriteria Ekslusi:
 Subjek yang menolak berpartisipasi dalam penelitian.
 Subyek yang mengalami kelainan jiwa.
3.5. Cara Kerja
1. Menentukan pertanyaan penelitiaan.
2. Mengidentifikasi variabel penelitian.
3. Menentukan populasi.
4. Menentukan besar dan cara pengambilan sampel.
5. Mengembangkan instrumen pengumpulan data.
6. Pengumpulan data.
a. Menjelaskan kepada orang tua subjek penelitian tentang tujuan dan
cara kerja.
b. Meminta persetujuan orang tua subjek untuk dijadikan sampel dalam
penelitian.
c. Meminta orang tua subjek penelitian untuk mengisi kuesioner.
d. Memandu subjek penelitian dalam mengisi kuesioner.

26
3.6. Variabel Penelitian
Variabel-variabel yang terdapat dalam penelitian ini adalah:
a. Variabel terikat : pengetahuan dan sikap ibu.
b. Variabel bebas : usia ibu, tingkat pendidikan ibu, pekerjaan ibu, dan
tingkat penghasilan keluarga.
3.7. Definisi Operasional
a. Imunisasi
Imunisasi adalah suatu cara untuk meningkatkan kekebalan seseorang
secara aktif terhadap suatu antigen, sehingga bila kelak terpajan pada
antigen serupa, tidak terjadi penyakit (IDAI, 2008).
b. Definisi Istilah
1. UNICEF (United Nations Children's Fund) adalah Badan PBB
untuk anak-anak
2. WHO (World Health Organization) adalah adalah salah satu badan
PBB yang bertindak sebagai sebagai koordinator kesehatan umum
Internasional.
3. HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah suatu virus yang
menyebabkan penyakit AIDS (Acquired Immune Deficiency
Syndrome) . Virus ini menyerang sistem kekebalan tubuh manusia
sehingga menyebabkan penurunan fungsi kekebalan tubuh pada
manusia.
c. Data primer adalah data yang dikumpulkan secara langsung oleh peneliti.
d. Data kuantitatif adalah data yang diperoleh dari hasil pengukuran, dapat
berupa bilangan bulat maupun desimal, dinyatakan dalam kuantitas
numerik dalam variabel.
e. Variabel adalah karakteristik tertentu yang akan diteliti sifatnya.
f. Variabel terikat adalah variabel dependent yang biasanya merupakan
efek dari suatu faktor resiko.
g. Variabel bebas adalah variabel independent yang biasanya merupakan
faktor resiko.

27
h. Populasi adalah sekumpulan individu-individu atau item-item yang akan
diselidiki.
i. Populasi target adalah populasi yang menjadi sasaran akhir penerapan
hasil penelitian tidak semua populasi target dapat terjangkau.
j. Populasi terjangkau atau sampling population adalah populasi yang lebih
kecil dari populasi target dan dipergunakan apabila peneliti membatasi
populasi target dengan tempat dan waktu.
3.8. Analisis dan Penyajian Data
Langkah awal dimulai dengan editing, coding, data entry, dan dilanjutkan
dengan tabulasi. Untuk mengetahui gambaran distribusi frekuensi dan proporsi
dari tiap variabel yang diteliti, yaitu variabel dependen dan independen, akan
digunakan analisis univariat. Hasil penelitian disajikan dalam bentuk tekstular dan
tabular.
3.9. Batasan Operasional
a. Responden
Responden adalah ibu-ibu yang memiliki anak balita yang mengunjungi
Posyandu di wilayah kerja Puskesmas Pekik Nyaring pada bulan Juli sampai
Agustus 2016.
b. Umur
Umur adalah yang sesuai dengan KTP dengan faktor bulan/tahun. Dibagi
dalam 3 golongan umur, yaitu umur di bawah 20 tahun, 20 sampai 40 tahun
dan di atas 40 tahun.
c. Pendidikan
Pendidikan adalah jenjang pendidikan formal yang mencakup tingkat SD,
SMP, SMU, dan Perguruan Tinggi. Pendidikan dibagi dalam tiga tingkatan,
yaitu:
 Rendah : Tamat/ tidak tamat SD dan yang sederajat.
 Sedang : Tamat/ tidak tamat SMP dan yang sederajat.
 Tinggi : Tamat/ tidak tamat SMA dan yang sederajat

28
d. Pekerjaan
Pekerjaan adalah kegiatan rutin yang dilakukan dalam upaya
mendapatkan penghasilan untuk pemenuhan kebutuhan hidup keluarga.
Jenis-jenis pekerjaan tersebut dikelompokkan dalam:
 Ibu rumah tangga.
 Petugas kesehatan.
 Wiraswata.
 Lain-lain.
e. Tingkat Penghasilan Keluarga
Tingkat penghasilan perkapita perbulan dihitung dengan cara penghasilan
perbulan seluruh anggota keluarga dibagi jumlah orang yang menjadi
tanggungan. Tingkat penghasilan dikelompokkan menurut rata- rata upah/
gaji/ pendapatan pekerja perbulan setiap provinsi menurut Biro Pusat
Statistik Agustus 2007 menjadi:
 Rendah : < Rp. 1.074.485
 Sedang : Rp. 1.074.485 – Rp. 1.202.749
 Tinggi : > Rp. 1.202.749
f. Pengetahuan
Pengetahuan adalah segala informasi yang diketahui berkaitan dengan
proses observasi, pembelajaran ataupun penelitian. Proses pembelajaran ini
dapat dipengaruhi oleh faktor dari luar seperti informasi. Hal yang diteliti
dalam penelitian ini adalah pengetahuan responden tentang imunisasi dasar
lengkap pada balita. Total skor untuk penilaian terhadap pengetahuan adalah
18 dan dilakukan penilaian sebagai berikut (Arikunto, 2006) :
a. Baik : 76% - 100%
b. Cukup : 56% - 75%
c. Kurang : < 56%

29
g. Sikap
Sikap adalah kecenderungan yang dipelajari untuk bertingkah laku secara
konsisten terhadap seseorang, sekelompok orang, atau suatu objek. Yang
ingin diteliti adalah sikap responden terhadap imunisasi dasar lengkap pada
balita. Total skor untuk penilain terhadap sikap adalah 16 dan dilakukan
penilaian sebagai berikut (Sugiyono, 2008)
a. Baik : 76% - 100%.
b. Cukup : 56% - 75%.
c. Kurang : < 56%.

30
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Profil Puskesmas Pekik Nyaring
Puskesmas Pekik Nyaring merupakan satu dari 19 Puskesmas yang
berada di wilayah Kabupaten Bengkulu Tengah. sejak diberlakukanya
Undang-Undang nomor 24 tahun 2008 tentang pembentukan kabupaten
Bengkulu Tengah. Puskesmas Pekik Nyaring yang berada di Wilayah
Kecamatan Pondok Kelapa termasuk salah satu wilayah yang menjadi
bagian dari Kabupaten Bengkulu Tengah. Adanya peralihan proses
pemerintahan dari kabupaten induk Bengkulu Utara ke Kabupaten Bengkulu
Tengah sedikit banyak turut berdampak pada kinerja penyelenggaraan
pembangunan dan pelayanan kesehatan yang diselenggarakan oleh
Puskesmas Pekik Nyaring sebagai pusat penggerak pembangunan
berwawasan kesehatan di Wilayah kerjannya.
Letak Puskesmas Pekik Nyaring sangat strategis karena berada di jalur
perlintasan utara dimana transportasi antar wilayah sangat lancar dan
keberadaaan puskesmas yang mudah dijangkau dengan transportasi umum.
Puskesmas Pekik Nyaring yang semulah memiliki 14 desa wilayah kerja,
terhitung sejak 1 April 2010 dengan adannya peningkatan satus Puskesmas
Pembantu Sidodadi dan Sri Kuncoro menjadi Puskesmas Induk, maka
jumlah desa yang menjadi wilayah kerja Puskesmas berkurang sehingga
menjadi 7 Desa, yaitu Pekik Nyaring, Pasar Pedati, Pondok Kelapa, Sunda
Kelapa, Abu Sakim, Padang Betuah, dan Desa Harapan.
4.2. Data Geografis
Puskesmas Pekik Nyaring terletak di Ibu Kota kecamatan Pondok
Kelapa, terletak kurang ± 30 km dari Karang Tinggi Ibu Kota Kabupaten
Bengkulu Tengah dan ± 10 km dari Kota Bengkulu sebagai Ibu Kota
Provinsi Bengkulu, suhu berkisar antara 21 ºC s/d 31 º C. Terdiri dari 7 desa
wilayah kerja.

31
4.3. Data Demografik
Jumlah total penduduk tujuh desa di wilayah kerja Puskesmas Pekik
Nyaring di tahun 2015 adalah 17.395 jiwa. Distribusi jumlah penduduk laki-
laki sebanyak 8.861 jiwa sedangkan perempuan sebanyak 8.534 jiwa.
4.4. Kondisi Sarana dan Tenaga Kesehatan
Dalam penyelenggaraan pelayanan kesehatan diwilayah kerjanya,
puskesmas pekik nyaring didukung oleh pasilitas pelayan kesehatan seperti
1 buah Puskesmas induk, 4 Buah puskesmas Pembantu, Bidan Desa yang
ada di 7 desa wilayah kerja Puskesmas serta 15 buah Posyandu. Partisipasi
masyarakat dalam bidang kesehatan di wujudkan dalam bentuk pos
pelayanan terpadu di setiap desa di wilayah kerja Puskesamas, terlihat dari
rasio posyandu dengan jumlah 7 desa mempunyai 15 buah psoyandu.
Pada Januari 2015, jumlah tenaga kesehatan di wilayah kerja
Puskesmas Pekik Nyaring berstatus PNS adalah 46 orang, 6 orang bidan
PTT dan 7 orang sebagai tenaga kerja sukarela Puskesmas. Jumlah tersebut
terdiri dari dua orang dokter umum, lima orang sarjana kesehatan
masyarakat, 5 orang ahli madya keperawatan, 5 orang sarjana keperawatan,
2 orang perawat lulusan SPK, dua orang ahli gizi, satu orang asisten
apoteker, dan 34 orang bidan dengan perincian D IV kebidanan, D III
kebidanan, PPBA, dan PBC.
4.5. Analisis Univariat
Setelah dilakukan analisis univariat dari hasil penelitian pengetahuan,
sikap, dan perilaku Ibu terhadap imunisasi pada balita di wilayah kerja
Puskesmas Pekik Nyaring tahun 2016, diperoleh gambaran sebagai berikut:

32
4.5.1. Usia Responden
Tabel 1. Sebaran Responden berdasarkan Golongan Usia

Usia Responden Jumlah Presentasi %


<20 tahun 39 62,72
20 – 40 tahun 69 35,45
>40 tahun 2 1,83
Jumlah 110 100
Dari tabel 1 dapat diketahui bahwa sebagian besar responden berada
pada golongan usia antara 20 – 40 tahun sebanyak 69 responden (62,72%),
sesuai dengan target responden pada penelitian ini yaitu ibu-ibu usia
produktif yang memiliki anak balita yang diprediksikan sudah mengetahui
tentang imunisasi.
Menurut Muhammad (2002) berdasarkan penelitian yang dilakukan di
Medan terhadap sebaran responden berdasarkan usia pada golongan usia <
20 tahun sebanyak 3 responden (3,9%), 20-35 tahun sebanyak 68 responden
(89,4%), > 35 tahun sebanyak 5 responden (6,7%). Hal ini sesuai dengan
penelitian ini bahwa usia 20-35 tahun merupakan usia ibu produktif yang
memiliki anak balita dan diperkirakan juga telah mengetahui tentang
imunisasi.
4.5.2. Pendidikan Responden
Tabel 2. Sebaran Responded berdasarkan Pendidikan
Tingkat Pendidikan Jumlah Persentase (%)
Pendidikan Rendah 26 23,63
Pendidikan Sedang 68 61,81
Pendidikan Tinggi 16 14,56
Jumlah 110 100
Dari tabel 2 tingkat pendidikan responden dikategorikan menjadi tiga
kelompok. Hanya sebagian kecil responden yang memiliki tingkat
pendidikan tinggi (tamat/tidak tamat SMA) yaitu sebanyak 16 orang

33
(14,56%). Sebanyak 68 responden (61,81%) berpendidikan sedang dan
sebanyak 16 responden (14,56%) berpendidikan rendah.
Berdasarkan penelitian Muhammad (2002), sebaran responden
berdasarkan tingkat pendidikan dikategorikan dalam 4 kelompok yaitu; SD
sebanyak 17 responden (22%), SMP sebanyak 22 responden (28%), SMA
sebanyak 36 responden (47%), dan Perguruan Tinggi sebanyak 1 responden
(3%). Hal ini menggambarkan bahwa tingkat pendidikan masyarakat
sebagian besar setingkat SMA.
4.5.3. Pekerjaan Responden
Tabel 3. Sebaran Responden berdasarkan Pekerjaan
Pekerjaan Jumlah Persentase (%)
Ibu Rumah Tangga 61 55,45
Petugas Kesehatan 2 1,81
Wiraswasta 35 31,81
Lain-lain 12 10,93
Jumlah 110 100
Dari tabel 3 terlihat bahwa sebagian besar dari total responden
sebanyak 61 responden (55,45%) tidak memiliki pekerjaan (ibu rumah
tangga). Sebanyak 2 responden bekerja sebagai petugas kesehatan (1,81%),
sebanyak 35 responden bekerja sebagai wiraswasta (31,81%), dan lain-lain
sebanyak 12 responden (10,93%).
Berdasarkan data yang ada di wilayah Pekik Nyaring kebanyakan
responden tidak memiliki pekerjaan atau hanya sebagai ibu rumah tangga.
Berdasarkan penelitian Muhammad (2002), sebaran responden berdasarkan
pekerjaan hanya dikategorikan dalam 2 kelompok yaitu; ibu bekerja dan ibu
tidak bekerja. Kategori ibu bekerja sebanyak 38 responden (50%) dan ibu
tidak bekerja juga sebanyak 38 responden (50%). Hal ini menunjukan
jumlah ibu bekerja dan tidak bekerja berjumlah sama.

34
4.5.4. Tingkat Penghasilan Responden
Tabel 4. Sebaran Responden berdasarkan Penghasilan
Penghasilan Responden Jumlah Persentase (%)
Rendah 79 71,81
Sedang 21 19,09
Tinggi 10 9,10
Jumlah 110 100
Pada tabel 4 di atas memperlihatkan sebaran tingkat penghasilan
responden. Dalam penelitian ini tingkat penghasilan responden
dikategorikan menjadi tiga kelompok. Diketahui mayoritas dari total
responden yaitu sebanyak 79 responden (71,81%) berpenghasilan rendah,
sebanyak 21 responden (19,09%) berpenghasilan sedang, dan 10 responden
(9,10%) berpenghasilan tingi. Belum ada data penelitian sebelumnya di
Puskesmas Pekik Nyaring tentang penghasilan sehingga tidak dapat
dibandingkan.
4.5.5. Sebaran Responden berdasarkan Pengetahuan
Pengetahuan responden tentang imunisasi pada balita dilihat dari
beberapa pertanyaan mengenai imunisasi. Pertanyaan terdiri dari 18
pertanyaan. Skor nilai pertanyaan responden tertinggi 18 (100%) dan nilai
terendah 0 (0%). Untuk pengolahan lebih lanjut, maka skor nilai
pengetahuan responden tersebut dikategorikan menjadi tiga kelompok, yaitu
baik, cukup, dan kurang. Pengetahuan baik bila jumlah nilai skor 14-18,
pengetahuan cukup bila jumlah nilai skor 9-13 dan pengetahuan kurang bila
jumlah nilai skor 0-8. Berdasarkan pembagian kategori tersebut, maka dapat
dilihat pada tabel 5 di bawah ini.

35
Tabel 5. Sebaran Responden berdasarkan Pengetahuan Sebelum Intervensi
Pengetahuan Responden Jumlah Persentase (%)
Baik 23 20,90
Cukup 41 37,27
Kurang 46 41,83
Jumlah 110 100
Dari tabel 5 dapat disimpulkan bahwa sebanyak 46 responden
(41,83%) dari total responden memiliki pengetahuan yang kurang tentang
imunisasi, sedangkan yang memiliki pengetahuan baik sebanyak 23 orang
(20,90%), dan pengetahuan cukup sebanyak 41 responden (37,27%).

Tabel 6. Sebaran Responden berdasarkan Pengetahuan Setelah Intervensi


Pengetahuan Responden Jumlah Persentase (%)
Baik 79 71,81
Cukup 18 16,36
Kurang 13 11,81
Jumlah 110 100
Dari tabel 6 dapat disimpulkan bahwa terdapat peningkatan
pengetahuan jumlah responden setelah dilakukan intervensi (penyuluhan)
dari 23 responden (20,90%) menjadi 79 responden (71,81%)
berpengetahuan baik. Peningkatan yang tampak adalah sebesar 56
responden dari jumlah semula.
4.5.6. Sebaran Responden berdasarkan Sikap
Sikap responden tentang imunisasi pada balita dilihat dari beberapa
pernyataan mengenai imunisasi. Pertanyaan terdiri dari 16 pertanyaan. Skor
nilai pertanyaan responden tertinggi 16 dan nilai terendah 0. Untuk
pengolahan lebih lanjut, maka skor nilai sikap responden tersebut
dikategorikan menjadi tiga kelompok, yaitu baik, cukup, dan kurang dengan
nilai skor yaitu 12 - 16 sikap baik, sikap cukup bila jumlah nilai skor 8 –
11, sikap kurang bila jumlah nilai skor 0 - 7. Berdasarkan kategori tersebut,
maka dapat dilihat pada tabel 7 di bawah ini.

36
Tabel 7. Sebaran Responden berdasarkan Sikap Sebelum Intervensi
Sikap Responden Jumlah Persentase (%)
Baik 27 24,54
Cukup 49 44,54
Kurang 34 30,92
Jumlah 110 100
Dari tabel 7 dapat disimpulkan bahwa sebanyak 49 responden
(44,54%) dari total responden memiliki sikap yang cukup terhadap
imunisasi. Sedangkan yang memiliki sikap baik sebanyak 27 orang
(24,54%), dan sikap kurang sebanyak 34 responden (30,92%).

Tabel 8. Sebaran Responden berdasarkan Sikap Setelah Intervensi


Pengetahuan Responden Jumlah Persentase (%)
Baik 59 53,63
Cukup 38 34,54
Kurang 13 11,83
Jumlah 110 100
Dari tabel 8 dapat disimpulkan bahwa terdapat peningkatan sikap
jumlah responden terhadap imunisasi setelah dilakukan intervensi
(penyuluhan) dari 27 responden (24,54%) menjadi 59 responden (53,63%)
dengan sikap baik. Peningkatan yang tampak adalah sebesar 32 responden
dari jumlah semula.
4.2 Keterbatasan Penelitian
Penelitian ini mempunyai keterbatasan-keterbatasan yang dapat
mempengaruhi hasil penelitian. Keterbatasan-keterbatasan tersebut, yaitu:
a. Subyek dalam penelitian ini adalah ibu-ibu yang berkunjung ke Posyandu
balita wilayah kerja Puskesmas Pekik Nyaring sehingga kurang mewakili
suatu populasi.
b. Proses pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara
wawancara langsung kepada responden. Selama proses pengumpulan data
ada beberapa kendala yang dialami oleh peneliti beberapa responden saat

37
dilakukan wawancara ada beberapa yang menolak bahkan ada yang sampai
ketakutan karena kami memakai jas putih.
c. Ada beberapa responden saat dilakukan wawancara kurang kooperatif
karena suasana yang tidak mendukung (ramai, cuaca panas, bentrok dengan
panggilan pasien, dan anak yang menangis saat wawancara) sehingga
responden terkesan tergesa-gesa yang mengakibatkan jawaban yang
diberikan cenderung sekedarnya saja. Hal ini dapat menyebabkan bias
informasi.

38
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada bab IV, maka dapat
ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut :

1. Dilihat dari usia responden, pada umumnya berusia 20-40 tahun (62,7%),
responden yang berusia lebih dari 40 tahun sebanyak 2 responden (1,8%),
dan responden yang berusia kurang dari 20 tahun sebanyak 39 responden
(35,4%).
2. Dilihat sari segi pendidikan kebanyakan responden memiliki tingkat
pendidikan sedang yaitu sekitar 68 responden (61,8%), tingkat pendidikan
rendah sebanyak 26 responden (23,6%), dan responden yang
berpendidikan tinggi sebanyak 16 responden (14,5%).
3. Dilihat dari pekerjaan, mayoritas responden bekerja sebagai ibu rumah
tangga yaitu sebanyak 61 responden (55,4%), wiraswasta sebanyak 35
responden (31,8%), petugass kesehatan sebanyak 2 responden (1,8%), dan
lain-lain sebanyak 12 responden (10,9%).
4. Dilihat dari penghasilan sebagian besar responden memiliki tingkat
penghasilan rendah yaitu sebanyak 79 responden (71,8%), responden yang
memiliki sedang 21 responden (19,0%), dan yang berpenghasilan tinggi
hanya 10 responden (9,0%).
5. Sebelum diberikan intervensi, sebagian besar responden memiliki
pengetahuan yang kurang mengenai imunisasi yaitu sebanyak 46
responden (41,8%).
6. Sebelum diberikan intervensi, sebagian besar responden memiliki sikap
yang cukup yaitu sebanyak 49 responden (44,54%).
7. Setelah diberikan intervensi, sebagian besar responden memiliki
pengetahuan yang baik yaitu sebanyak 79 responden (71,8%), dan
sebagian besar responden memiliki sikap yang baik sebanyak 59
responden (53,6%).

39
5.2. Saran
1. Bagi Puskesmas Pekik Nyaring diharapkan dapat melakukan program
promotif dan preventif secara rutin dan berkesinambungan agar dapat
meningkatkan pengetahuan dan sikap ibu terhadap imunisasi dasar
lengkap.
2. Bagi petugas kesehatan setempat diharapkan lebih sering bertemu
langsung dengan masyarakat dan memberikan informasi mengenai
imunisasi agar dapat menghilangkan keraguan pada masyarakat yang
disebabkan oleh kampanye negatif imunisasi.
3. Bagi peneliti lain diharapkan dapat menggunakan tambahan variabel
perilaku ibu yang dibandingkan dengan variabel pengetahuan dan sikap
ibu terhadap imunisasi dasar lengkap.

40

Anda mungkin juga menyukai