Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN KOMPREHENSIF

ASUHAN KEBIDANAN HOLISTIK PADA BAYI DENGAN IMUNISASI


PENTAVALEN I DI PUSKESMAS

LOGO

NAMA
NIM

PRODI PENDIDIKAN PROFESI KEBIDANAN


JURUSAN KEBIDANAN
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN BENGKULU
TAHUN 2021
LEMBAR PENGESAHAN

“ASUHAN KEBIDANAN HOLISTIK PADA BAYI DENGAN IMUNISASI


PENTAVALEN I DI ”

Disusun oleh :
NAMAi
NIM
Telah disetujui oleh pembimbing pada tanggal:
Menyetujui,
Pembimbing Akademik, Pembimbing Lahan,

NAMA NAMA
NIP. NIP.

Mengetahui,
Ketua Program Studi Pendidikan Profesi Bidan,

NAMA
NIP.
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL........................................................................................i
HALAMAN PENGESAHAN..........................................................................ii
KATA PENGANTAR......................................................................................iii
DAFTAR ISI....................................................................................................iv

BAB I PENDAHULUAN...............................................................................1
A. Latar Belakang...............................................................................1
B. Tujuan............................................................................................2
C. Ruang Lingkup..............................................................................3
D. Manfaat..........................................................................................3

BAB II KAJIAN KASUS DAN TEORI........................................................4


A. Kajian Masalah Kasus...................................................................4
B. Kajian Teori...................................................................................4

BAB III PEMBAHASAN...............................................................................13


A. Pengkajian......................................................................................13
B. Analisis..........................................................................................14
C. Penatalaksanaan.............................................................................15

BAB IV PENUTUP.........................................................................................17
A. Kesimpulan....................................................................................17
B. Saran..............................................................................................18

DAFTAR PUSTAKA......................................................................................19
LAMPIRAN....................................................................................................21

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Angka Kematian Bayi (AKB) di Indonesia masih tinggi, 80%
diakibatkan oleh Pneumonia. Hal tersebut juga ditegaskan oleh Strategic
Advisory Group of Experts (SAGE) kelompok penasehat utama WHO
untuk vaksinasi dan imunisasi didunia dalam pertemuan di Swiss,
Pneumokokus merupakan penyebab utama morbititas dan mortalitas di
dunia dan vaksinasi merupakan upaya terbaik untuk mencegah penyakit
Pneumokokus.
Imunisasi berarti suatu usaha untuk mendapatkan kekebalan tubuh
terhadap suatu penyakit dengan memasukkan kuman atau produk kuman
yang sudah dilemahkan atau dimatikan. Imunisasi bertujuan untuk
memberikan kekebalan kepada bayi agar dapat mencegah terjadinya
penyakit tertentu dan juga mencegah kematian bayi serta anak. Dengan
kata lain, tujuan dari pemberian imunisasi ini adalah untuk mengurangi
angka penderita suatu penyakit yang yang sangat membahayakan
kesehatan, bahkan bisa menyebabkan kematian pada penderitanya.
Menurut World Health Organization (WHO) (2016), ada 21,8 juta
anak pada tahun 2013 tidak mendapatkan imunisasi. Pelaksanaan
imunisasi dapat mencegah 2-3 juta kematian setiap tahun akibat penyakit
difteri, tetanus, pertusis, dan campak pada tahun 2014, namun pada tahun
2014 terdapat 18,7 juta bayi diseluruh dunia tidak mendapat imunisasi
rutin DPT3. Pada tahun 2011, Indonesia menduduki peringkat kedua
dengan 806 kasus difteri setelah India (Arifin & Prasasti, 2017).
Imunisasi DPT dapat mencegah penyakit diptheri, pertusis dan
tetanus. Diptheri menyebabkan infeksi saluran pernafasan atas, yang
dalam beberapa kasus dapat menyebabkan kesulitan bernafas bahkan
kematian. Tetanus menyebabkan kekakuan otot dan kekejangan otot yang
menyakitkan dan dapat mengakibatkan kematian. Pertusis atau batuk rejan
mempengaruhi saluran pernafasan dan dapat menyebabkan batuk hingga
delapan minggu.
Difteria merupakan penyakit menular yang sangat berbahaya bagi
anak-anak dan bisa mematikan. Penyakit ini mudah menular dan
menyerang, terutama daerah saluran pernapasan bagian atas. Penularan
bisa terjadi melalui percikan ludah dari orang yang membawa kuman ke
orang lain yang sehat. Selain itu, penyakit ini bisa juga ditularkan melalui
benda atau makanan yang terkontaminasi. Mengingat pentingnya
imunisasi dasar pada anak. Peran bidan untuk menurun angka kesakitan
pada bayi salah satunya dengan memberikan asuhan kebidanan yang
efektif. Sehingga sehingga masalah kesehatan pada bayi dapat dicegah dan
dideteksi secara dini.
B. Tujuan
1. Tujuan umum
Mahasiswa mampu menjelaskan dan mengimplementasikan asuhan
kebidanan pada bayi menggunakan pola pikir manajemen kebidanan
serta mendokumentasikan hasil asuhannya.
2. Tujuan khusus
a. Mahasiswa dapat melaksanakan pengkajian pada kasus bayi M
usia 2 bulan dengan imunisasi pentavalen I.
b. Mahasiswa dapat mengidentifikasi diagnosa/masalah
kebidanan berdasarkan data subyektif dan data obyektif pada
kasus bayi M usia 2 bulan dengan imunisasi pentavalen I.
c. Mahasiswa dapat merencanakan tindakan yang akan dilakukan
pada kasus bayi M usia 2 bulan dengan imunisasi pentavalen I.
d. Mahasiswa dapat melaksanakan tindakan untuk menangani
kasus bayi M usia 2 bulan dengan imunisasi pentavalen I.
e. Mahasiswa dapat melaksanakan evaluasi untuk menangani
kasus bayi M usia 2 bulan dengan imunisasi pentavalen I.
f. Mahasiswa dapat melakukan pendokumentasian kasus bayi M
usia 2 bulan dengan imunisasi pentavalen I.
C. Ruang Lingkup
Ruang lingkup laporan komprehensif ini adalah pelaksanaan pelayananan
kebidanan yang berfokus pada masalah kesehatan bayi yang berkaitan
dengan imunisasi pentavalen I.
D. Manfaat
1. Manfaat Teoritis
Dapat meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan pengalaman
secara langsung, sekaligus penanganan dalam menerapkan ilmu yang
diperoleh selama pendidikan. Selain itu, menambah wawasan dalam
menerapkan asuhan kebidanan pada kasus imunisasi pentavalen I.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Mahasiswa
Dapat mengkaji teori, menjabarkan ilmu, serta mengaplikasikan
asuhan yang akan diberikan pada kasus imunisasi pentavalen I.
b. Bagi Bidan Pelaksana di Puskesmas Kotagede I
Laporan komprehensif ini dapat dijadikan dokumentasi di
Puskesmas Kotagede I, dapat juga menjadi bahan update
keilmuan.
BAB II
KAJIAN KASUS DAN TEORI
A. Kajian Masalah Kasus
Ny. U datang membawa anaknya yaitu bayi M ke Puskesmas
Kotagede I pada hari Kamis, 14 November 2019 pukul 09.30 WIB. Ny. U
mengatakan ingin mengimunisasikan penta pada anaknya. Kemudian
dilakukan anamesa, Ny. U mengatakan tanggal lahir anaknya yaitu tanggal
02 September 2019 dan saat ini anaknya berusia 2 bulan 12 hari, beliau
mengatakan imunisasi sebelumnya yaitu BCG. Ibu mengatakan riwayat
persalinan spontan ditolong oleh dokter. Tidak ada komplikasi pada ibu
dan bayi. BB lahir : 3370 gram, PB lahir : 48 cm, LK lahir : 33 cm.
Ny. U mengatakan bahwa bayi M dan keluarga tidak pernah dan
tidak sedang menderita penyakit seperti hepatitis, HIV, TBC, asma,
jantung dan lain-lain. Ny. U juga mengatakan bahwa bayi M tidak
memiliki riwayat alergi. Ny. U mengatakan riwayat imunisasi HB 0 :
tanggal 02-09-2019, BCG: tanggal 10-10-2019. Berdasarkan hasil
anamnesa, Ny. U mengatakan anaknya masih diberikan ASI saja hingga
saat ini tidak ditambah apapun. Ibu mengatakan saat ini keadaan anaknya
sehat, tidak dalam keadaan demam batuk, dan pilek.
Berdasarkan hasil pemeriksaan objektif didapatkan hasil BB : 6,8 kg,
PB : 59 cm, N : 124 kali/menit, S : 36,7, R : 38 kali/menit, LK : 39,2 cm.
Dari hasil pemeriksaan diketahui bahwa bayi M dalam keadaan sehat
sehingga dapat dilakukan imunisasi pentavalen I. Kemudian melakukan
injeksi vaksin pentavalen I, penyuntikan dilakukan pada 1/3 atas paha kiri
secara anterolateral dengan dosis 0,5 ml diberikan secara intramuskular
(IM). Menjelaskan Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) imunisasi
pentavalen I pada Ny. U, bahwa akan terjadi nyeri pada bekas suntikan
dan kemungkinan terjadi demam selama 1-2 hari setelah imunisasi
pentavalen. Memberikan terapi obat paracetamol yang diminumkan jika
hanya anak demam.
B. Kajian Teori
1. Definisi bayi
Bayi baru lahir normal adalah bayi yang lahir dengan umur
kehamilan 37 minggu sampai 42 minggu dengan berat lahir 2.500
gram sampai 4000 gram, cukup bulan, langsung menangis dan tidak
ada cacat bawaan, serta ditandai dengan pertumbuhan dan
perkembangan yang cepat. Bayi merupakan makhluk yang sangat
peka dan halus, apakah bayi itu akan terus tumbuh dan berkembang
dengan sehat, sangat bergantung pada proses kelahiran dan
perawatannya. Tidak saja cara perawatannya, namun pola pemberian
makan juga sangat mempengaruhi perkembangan dan pertumbuhan
bayi.
Bayi dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu bayi cukup bulan,
bayi premature, dan bayi dengan berat bayi lahir rendah (BBLR). Bayi
(Usia 0-11 bulan) merupakan masa pertumbuhan dan perkembangan
yang pesat yang mencapai puncaknya pada usia 24 bulan, sehingga
kerap diistilahkan sebagai periode emas sekaligus periode kritis.
2. Imunisasi
a. Pengertian imunisasi
Imunisasi merupakan suatu program yang dengan sengaja
memasukkan antigen lemah agar merangsang antibodi keluar
sehingga tubuh dapat resisten terhadap penyakit tertentu. Sistem
imun tubuh mempunyai suatu sistem memori (daya ingat), ketika
vaksin masuk kedalam tubuh, maka akan dibentuk antibodi untuk
melawan vaksin tersebut dan sistem memori akan menyimpannya
sebagai suatu pengalaman. Jika nantinya tubuh terpapar dua atau
tiga kali oleh antigen yang sama dengan vaksin maka antibodi
akan tercipta lebih kuat dari vaksin yang pernah dihadapi
sebelumnya.

Imunisasi adalah memberikan kekebalan pada bayi dan


anak dengan memasukkan vaksin kedalam tubuh agar tubuh
membuat zat anti untuk mencegah terhadap suatu penyakit
tertentu. Sedangkan vaksin adalah bahan yang dipakai untuk
merangsang pembentukan zat anti yang dimasukkan kedalam
tubuh melalui suntikan, seperti vaksin, BCG, DPT, campak dan
melalui mulut seperti vaksin polio.
Imunisasi adalah upaya yang dilakukan dengan sengaja
memberikan kekebalan (imunitas) pada bayi atau anak sehingga
terhindar dari penyakit. Pentingnya imunisasi didasarkan pada
pemikiran bahwa pencegahan penyakit merupakan upaya
terpenting dalam pemeliharaan kesehatan anak.
b. Tujuan imunisasi
Tujuan imunisasi adalah untuk mencegah terjadinya
penyakit tertentu pada seseorang dan menghilangkan penyakit
tertentu pada sekelompok masyarakat (populasi) atau bahkan
menghilangkan penyakit tertentu dari dunia seperti pada
imunisasi cacar variola. Keadaan yang terakhir ini lebih mungkin
terjadi pada jenis penyakit yang hanya dapat ditularkan melalui
manusia, seperti penyakit difteria.
c. Jenis-jenis imunisasi
Imunisasi telah dipersiapkan sedemikian rupa agar tidak
menimbulkan efek-efek yang merugikan. Imunisasi ada 2 macam,
yaitu:
1) Imunisasi aktif
Merupakan suatu pemberian bibit penyakit yang telah
dilemahkan (vaksin) agar nantinya sistem imun tubuh
berespon spesifik dan memberikan suatu ingatan terhadap
antigen ini, sehingga ketika terpapar lagi tubuh dapat
mengenali dan merespon.

2) Imunisasi pasif
Merupakan suatu proses peningkatan kekebalan tubuh
dengan cara pemberian zat immunoglobulin, yaitu zat yang
dihasilkan melalui suatu proses infeksi yang dapat berasal
dari plasma manusia (kekebalan yang didapat bayi dari ibu
melalui placenta) atau binatang yang digunakan untuk
mengatasi mikroba yang sudah masuk dalam tubuh yang
terinfeksi.
d. Imunisasi dasar
1) Vaksin BCG (Bacillus Calmette Guerin)
a) Pengertian
Bacillus Calmette Guerin adalah vaksin hidup
yang dibuat dari Mycobacterium bovis yang dibiak
berulang selama 1-3 tahun sehingga didapatkan hasil
yang tidak virulen tetapi masih mempunyai
imunogenitas. Vaksinasi BCG menimbulkan
sensitivitas terhadap tuberkulin, tidak mencegah
infeksi tuberculosis tetapi mengurangi risiko terjadi
tuberculosis berat seperti meningitis TB.
b) Cara pemberian dan dosis:
( 1 ) Sebelum disuntikkan vaksin BCG harus
dilarutkan terlebih dahulu. Melarutkan dengan
mengggunakan alat suntik steril Auto Distruct
Scheering(ADS) 5 ml.
( 2 ) Dosisi pemberian: 0,05 ml.
( 3 ) Disuntikkan secara intrakutan di daerah lengan
kanan atas (insertion musculus deltoideus).
Dengan menggunakan Auto Distruct Scheering
(ADS) 0,05 ml.
( 4 ) Vaksin yang sudah dilarutkan harus digunakan
sebelum lewat 3 jam.
c) Indikasi
Untuk pemberian kekebalan aktif terhadap
tuberculosis.
d) Kontra indikasi:
( 1 ) Adanya penyakitkulit yang
berat/menahun seperti: eksim, furunkulosis
dan sebagainya.
( 2 ) Mereka yang sedang menderita TBC.
e) Efek samping
Imunisasi BCG tidak menyebabkan reaksi yang
bersifat umum seperti deman. Setelah 1-2 minggu
akan timbul indurasi dan kemerahan ditempat
suntikan yang berubah menjadi pustule, kemudian
pecah menjadi luka. Luka tidak perlu pengobatan,
akan sembuh secara spontan dan meninggalkan tanda
parut.
2) Vaksin DPT
a) Pengertian
Vaksin DPT (Difteri Pertusis Tetanus) adalah
vaksin yang terdiri dari toxoid difteridan tetanus yang
dimurnikan serta bakteri pertusis yang telah
diinaktivasi. Difteri merupakan penyakit yang
disebabkan oleh bakteri Corynebacterium diphtheria.
Difteri bersifat ganas, mudah menular dan menyerang
terutama saluran nafas bagian atas. Penularannya bisa
karena kontak langsung dengan penderita melalui
bersin atau batuk atau kontak tidak langsung karena
adanya makanan yang terkontaminasi bakteri difteri.
Penderita akan mengalami beberapa gejala seperti
demam lebih kurang 38°C, mual, muntah, sakit waktu
menelan dan terdapat pseudomembranputih keabu-
abuan di faring, laring, atau tonsil. Pertusis
merupakan suatu penyakit yang disebabkan oleh
kuman Bordetella Pertusis. Kuman ini mengeluarkan
toksin yang menyebabkan ambang rangsang batuk
yang hebat dan lama.
Tetanus merupakan penyakit yang disebabkan oleh
infeksi kuman Clostridium tetani. Tetanus dapat
menyerang bayi, anak-anak bahkan orang dewasa.
b) Cara pemberian dan dosis:
( 1 ) Sebelum digunakan vaksin harus dikocok
terlebih dahulu agar suspensi menjadi homogen.
( 2 ) Disuntik secara intramuskuler dengan dosis
pemberian 0,5 ml sebanyak 3 dosis.
( 3 ) Dosis pertama diberikan pada umur 2 bulan,
dosis selanjutnya diberikan dengan interval
paling cepat 4 minggu (1 bulan).
( 4 ) Cara memberikan vaksin ini, sebagai berikut:
(a) Letakkan bayi dengan posisi miring
diatas pangkuan ibu dengan seluruh
kaki terlentang.
(b) Orang tua sebaiknya memegang kaki
bayi.
(c) Pegang paha dengan ibu jari dan jari
telunjuk.
(d) Masukkan jarum dengan sudut 90
derajat.
(e) Tekan seluruh jarum langsung ke
bawah melalui kulit sehingga masuk
kedalam otot.
c) Indikasi
Untuk pemberian kekebalan secara simultan terhadap
difteri, pertusis, dan tetanus.
d) Kontra indikasi
Gejala-gejala keabnormalan otak pada periode bayi
baru lahir atau gejala serius keabnormalan pada syaraf
merupakan kontraindikasi pertusis. Anak-anak yang
mengalami gejala-gejala parah pada dosis pertama,
komponen pertusisharus dihindarkan pada dosis
kedua, dan untuk meneruskan imunisasinya dapat
diberikan DT.
e) Efek samping
Gejala-gejala yang bersifat sementara seperti lemas,
demam tinggi, iritabilitas, dan meracau yang biasanya
terjadi 24 jam setelah imunisasi.
3) Vaksin hepatitis B
a) Pengertian
Vaksin hepatitis B adalahvaksin virus rekombinan
yang telah diinaktivasikan dan bersifat in infectious,
berasal dari HBsAg yang dihasilkan dalam sel ragi
(Hansenula polymorph) menggunakan teknologi
DNA rekombinan.
b) Cara pemberian dan dosis:
( 1 ) Sebelum digunakan vaksin harus dikocok
terlebih dahulu agar suspensi menjadi homogen.
( 2 ) Vaksin disuntikkan dengan dosis 0,5 ml,
pemberian suntikan secara intramuskuler
sebaiknya pada anterolateral paha.
( 3 ) Pemberian sebanyak 3 dosis. Dosis pertama
diberikan pada usia 0-7 hari, dosis berikutnya
dengan interval minimum 4 minggu (1 bulan).
c) Indikasi
Untuk pemberian kekebalan aktif terhadap infeksi
yang disebabkan virus hepatitis B.
d) Kontra indikasi
Hipersensitif terhadap komponen vaksin. Sama
halnya seperti vaksin- vaksin lain, vaksin ini tidak
boleh diberikan kepada penderita infeksi berat disertai
kejang.
e) Efek samping
Reaksi lokal seperti rasa sakit, kemerahan dan
pembengkakan disekitar tempat penyuntikan. Reaksi
yang terjadi bersifat ringan dan biasanya hilang
setelah 2 hari.
4) Vaksin IPV
a) Pengertian
Merupakan imunisasi yang bertujuan mencegah
penyakit poliomyelitis. Pemberian vaksin polio dapat
dikombinasikan dengan vaksin DPT. Inactivated
Polio Vaccine (IPV = Vaksin Salk), mengandung
virus polio yang telah dimatikan dan diberikan
melalui suntikan. Poliomielitis adalah penyakit pada
susunan syaraf pusat yang disebabkan oleh satu dari
tiga virus yang berhubungan, yaitu virus polio tipe 1,
2, atau 3.
b) Cara pemberian dan dosis
Imunisasi dasar polio diberikan 4 kali (polio I,
II, III dan IV) dengan interval tidak kurang dari 4
minggu. Imunisasi ulangan diberikan 1 tahun setelah
imunisasi polio IV, kemudian pada saat masuk SD (5-
6 tahun) dan pada saat meninggalkan SD (12 tahun).
Cara memberikan vaksin ini, sebagai berikut:
(1) Letakkan bayi dengan posisi miring diatas
pangkuan ibu dengan seluruh kaki terlentang.
(2) Orang tua sebaiknya memegang kaki bayi.
(3) Pegang paha dengan ibu jari dan jari
telunjuk.
(4) Masukkan jarum dengan sudut 90 derajat.
(5) Tekan seluruh jarum langsung ke bawah
melalui kulit sehingga masuk kedalam otot.
c) Kontraindikasi
Pemberian imunisasi polio tidak boleh
dilakukan pada orang yang menderita defisiensi
imunitas. Tidak ada efek yang berbahaya yang timbul
akibat pemberian polio pada anak yang sedang sakit.
5) Vaksin MR
a) Pengertian
Penyakit campak dikenal juga sebagai morbili
atau measles, merupakan penyakit yang sangat
menular (infeksius) yang disebabkan oleh virus.
Manusia diperkirakan satu-satunya reservoir,
walaupun monyet dapat terinfeksi tetapi tidak
berperan dalam penularan.
Penyebab rubella adalah togavirus jenis
rubivirus dan termasuk golongan virus RNA. Virus
rubella cepat mati oleh sinar ultra violet, bahan kimia,
bahan asam dan pemanasan. Virus tersebut dapat
melalui sawar plasenta sehingga menginfeksi janin
dan dapat mengakibatkan abortus atau congenital
rubella syndrome (CRS). Penyakit rubella ditularkan
melalui saluran pernapasan saat batuk atau bersin.
Virus dapat berkembang biak di nasofaring dan
kelenjar getah bening regional, dan viremia terjadi
pada 4 – 7 hari setelah virus masuk tubuh. Masa
penularan diperkirakan terjadi pada 7 hari sebelum
hingga 7 hari setelah rash. Masa inkubasi rubella
berkisar antara 14 – 21 hari. Gejala dan tanda rubella
ditandai dengan demam ringan (37,2°C) dan bercak
merah/rash makulopapuler disertai pembesaran
kelenjar limfe di belakang telinga, leher belakang dan
sub occipital.
Rubella pada anak sering hanya menimbulkan
gejala demam ringan atau bahkan tanpa gejala
sehingga sering tidak terlaporkan. Sedangkan rubella
pada wanita dewasa sering menimbulkan arthritis
atau arthralgia. Rubella pada wanita hamil terutama
pada kehamilan trimester 1 dapat mengakibatkan
abortus atau bayi lahir dengan CRS.
Dengan pemberian imunisasi campak dan
rubella dapat melindungi anak dari kecacatan dan
kematian akibat pneumonia, diare, kerusakan otak,
ketulian, kebutaan dan penyakit jantung bawaan.
Vaksin MR diberikan secara subkutan dengan dosis
0,5 ml. Vaksin hanya boleh dilarutkan dengan pelarut
yang disediakan dari produsen yang sama. Vaksin
yang telah dilarutkan harus segera digunakan paling
lambat sampai 6 jam setelah dilarutkan. Pada tutup
vial vaksin terdapat indikator paparan suhu panas
berupa Vaccine Vial Monitor (VVM). Vaksin yang
boleh digunakan hanyalah vaksin dengan kondisi
VVM A atau B.
b) Kontraindikasi:
(1) Individu yang sedang dalam terapi
kortikosteroid, imunosupresan dan radioterapi.
(2) Wanita hamil.
(3) Leukemia, anemia berat dan kelainan
darah lainnya.
(4) Kelainan fungsi ginjal berat
Decompensatio cordis.
(5) Setelah pemberian gamma globulin atau
transfusi darah.
(6) Riwayat alergi terhadap komponen vaksin
(neomicyn).
c) Pemberian imunisasi ditunda pada keadaan sebagai
berikut:
(1) Demam.
(2) Batuk pilek.
(3) Diare.
d) Cara pemberian
Berikan imunisasi MR untuk anak usia 9 bulan
sampai dengan <15 tahun tanpa melihat status
imunisasi dan riwayat penyakit campak atau rubella
sebelumnya. Berikut adalah langkah-langkah dalam
melakukan penyuntikan vaksin MR:
(1) Imunisasi dilakukan dengan menggunakan
alat suntik sekali pakai (autodisable
syringe/ADS) 0,5 ml. Penggunaan alat suntik
tersebut dimaksudkan untuk menghindari
pemakaian berulang jarum sehingga dapat
mencegah penularan penyakit HIV/AIDS,
Hepatitis B dan C.
(2) Pengambilan vaksin yang telah dilarutkan
dilakukan dengan cara memasukkan jarum ke
dalam vial vaksin dan pastikan ujung jarum
selalu berada di bawah permukaan larutan
vaksin sehingga tidak ada udara yang masuk
ke dalam spuit.
(3) Tarik torak perlahan-lahan agar larutan
vaksin masuk ke dalam spuit dan keluarkan
udara yang tersisa dengan cara mengetuk alat
suntik dan mendorong torak sampai pada skala
0,5 cc, kemudian cabut jarum dari vial.
(4) Bersihkan kulit tempat pemberian suntikan
dengan kapas kering sekali pakai atau kapas
yang dibasahi dengan air matang, tunggu
hingga kering. Apabila lengan anak tampak
kotor diminta untuk dibersihkan terlebih
dahulu.
(5) Penyuntikan dilakukan pada otot deltoid di
lengan kiri atas.
(6) Dosis pemberian adalah 0,5 ml diberikan
secara subkutan (sudut kemiringan
penyuntikan 45o).
(7) Setelah vaksin disuntikkan, jarum ditarik
keluar, kemudian ambil kapas kering baru lalu
ditekan pada bekas suntikan, jika ada
perdarahan kapas tetap ditekan pada lokasi
suntikan hingga darah berhenti.
e) KIPI pada MR
Vaksin MR adalah vaksin yang sangat amat aman,
namun seperti sifat setiap obat memiliki reaksi
simpang. Reaksi simpang yang mungkin terjadi
adalah reaksi lokal seperti nyeri, bengkak dan
kemerahan di lokasi suntikan dan reaksi sistemik
berupa ruam atau rash, demam, dan malaise dan
reaksi simpang tersebut akan sembuh dengan
sendirinya. Reaksi alergi berat seperti reaksi
anafilaksis dapat terjadi pada setiap orang terhadap
setiap obat, kemungkinan tersebut dapat juga terjadi
pada pemberian vaksin MR.

BAB III
PEMBAHASAN
A. Pengkajian
Ny. U datang membawa anaknya yaitu bayi M ke Puskesmas
Kotagede I pada hari Kamis, 14 November 2019 pukul 09.30 WIB. Ny. U
mengatakan ingin mengimunisasikan penta pada anaknya. Imunisasi
adalah memberikan kekebalan pada bayi dan anak dengan memasukkan
vaksin kedalam tubuh agar tubuh membuat zat anti untuk mencegah
terhadap suatu penyakit tertentu. Sedangkan vaksin adalah bahan yang
dipakai untuk merangsang pembentukan zat anti yang dimasukkan
kedalam tubuh melalui suntikan, seperti vaksin, BCG, DPT, campak dan
melalui mulut seperti vaksin polio.
Kemudian dilakukan anamesa, Ny. U mengatakan tanggal lahir
anaknya yaitu tanggal 02 September 2019 dan saat ini anaknya berusia 2
bulan 12 hari. Bayi (usia 0-11 bulan) merupakan masa pertumbuhan dan
perkembangan yang pesat yang mencapai puncaknya pada usia 24 bulan,
sehingga kerap diistilahkan sebagai periode emas sekaligus periode kritis.
Ibu mengatakan riwayat persalinan spontan ditolong oleh dokter. Tidak
ada komplikasi pada ibu dan bayi. BB lahir : 3370 gram, PB lahir : 48 cm,
LK lahir: 33 cm.
Ny. U mengatakan bahwa bayi M dan keluarga tidak pernah dan
tidak sedang menderita penyakit seperti hepatitis, HIV, TBC, asma,
jantung dan lain-lain. Ny. U juga mengatakan bahwa bayi M tidak
memiliki riwayat alergi. Ny. U mengatakan riwayat imunisasi HB 0 :
tanggal 02-09-2019 dan BCG : tanggal 10-10-2019. Berdasarkan hasil
anamnesa, Ny. U mengatakan anaknya hanya diberikan ASI saja tanpa
ditambahi apapun. Ibu mengatakan saat ini keadaan anaknya sehat, tidak
dalam keadaan demam batuk, dan pilek.

Berdasarkan hasil pemeriksaan objektif didapatkan hasil BB : 6,8 kg,


PB : 59 cm, N : 124 kali/menit, S : 36,7, R : 38 kali/menit, LK : 39,2 cm.
Dari hasil pemeriksaan diketahui bahwa bayi M dalam keadaan sehat
sehingga dapat dilakukan imunisasi pentavalen I. Definisi sehat disini
adalah bayi M tidak dalam keadaan demam yaitu S : 36,7, dan dari
anamnesa ibu mengatakan bahwa bayi M tidak sedang menderita batuk
pilek. Imunisasi DPT-HB-Hib diberikan sebanyak tiga dosis sebagai
imunisasi dasar (pada usia 2 bulan, tiga bulan, dan empat bulan), lalu
diberikan sebagai imunisasi ulangan satu kali pada rentang usia 18-24
bulan (interval satu tahun setelah DPT3) (Gunardi H., Kartasasmita CB.,
Hadinegoro SRS et al., 2017). Imunisasi DPT adalah pencegahan terhadap
penyakit difteri, pertusis (batuk rejan), dan tetanus, HB untuk pencegahan
penyakit HepatitisB dan Hib untuk pencegahan infeksi Haemophilus
influenzae tipe b. Vaksin DPT-HB-Hib dapat digunakan secara kombinasi
yang disebut dengan vaksin Pentavalen/Pentabio (Kementerian kesehatan
RI,2014).
Kemudian melakukan injeksi vaksin pentavalen I, penyuntikan
dilakukan pada 1/3 atas paha kiri secara anterolateral dengan dosis 0,5 ml
diberikan secara intramuskular (IM). Penatalaksaan tersebut sesuai dengan
teori mengenai cara pemberian imunisasi pentavalen yaitu imunisasi
dilakukan dengan menggunakan alat suntik sekali pakai (autodisable
syringe/ADS) 0,5 ml. Lalu membersihkan kulit tempat pemberian suntikan
dengan kapas kering sekali pakai atau kapas yang dibasahi dengan air
matang. Penyuntikan dilakukan pada 1/3 atas paha kiri secara
anterolateral. Dosis pemberian adalah 0,5 ml diberikan secara subkutan
(45o). Setelah vaksin disuntikkan, jarum ditarik keluar, kemudian ambil
kapas kering baru lalu ditekan pada bekas suntikan.
Menjelaskan Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) imunisasi
pentavalen I pada Ny. U, bahwa akan terjadi nyeri pada bekas suntikan
dan kemungkinan terjadi demam selama 1-2 hari setelah imunisasi.
Memberikan terapi obat paracetamol yang diminumkan jika hanya anak
demam. Pemberian konseling tersebut sejalan dengan teori yang
menjelaskan bahwa efek samping yang dapat timbul berupa reaksi lokal
sementara (bengkak, nyeri, kemerahan) pada lokasi suntikan, demam, dan
perubahan perilaku seperti rewel, dan menangis (Rizky, 2010). Gejala-
gejala ini dapat terjadi dalam 24 jam setelah pemberian imunisasi
(Kementerian Kesehatan RI, 2014)..
B. Analisis
Diagnosa : bayi M usia 2 bulan dengan imunisasi pentavalen I.
C. Penatalaksanaan
1. Memberitahu ibu mengenai hasil pemeriksaan bahwa anak dalam
kondisi baik dan sehat dan usia anak cukup untuk dilakukan imunisasi
pentavalen I.
Evaluasi : ibu mengerti hasil pemeriksaan.
2. Menjelaskan kepada ibu mengenai prosedur dan tujuan imunisasi
pentavalen I yaitu untuk mencegah anak terkena penyakit pencegahan
terhadap penyakit difteri, pertussis, tetanus, hepatitis B, dan
Haemophilus influenzea type b (Hib).
Evaluasi: ibu mengetahui tujuan imunisasi pentavalen I.
3. Memberikan informed consent kepada ibu untuk dilakukan imunisasi
pentavalen I
Evaluasi: ibu bersedia anaknya diimunisasi.
4. Menyiapkan vaksin pentavalen I, kemudian melakukan gerakan
memutar pada tempat yang datar, lalu mengambil vaksin sebanyak 0,5
cc dalam spuit 0,5 cc
Evaluasi: vaksin telah siap.
5. Melakukan penyuntikan vaksin pentavalen I
a. Memposisikan bayi di tempat tidur.
b. Memakai sarung tangan.
c. Mempersiapkan bagian 1/3 atas paha kanan secara anterolateral
d. Membersihkan daerah yang akan disuntik dengan kapas DTT
dengan gerakan sirkuler.
e. Memasukkan jarum pada lokasi penyuntikan dengan posisi jarum
450 (subkutan), melakukan tindakan dengan cepat kemudian
melakukan aspirasi untuk memastikn jarum tidak menembus
pembuluh darah.
f. Menyuntikkan vaksin dengan pelan-pelan untuk mengurangi rasa
sakit dan menarik jarum dengan segera.
g. Melakukan penekanan pada lokasi penyuntikkan dengan kapas
Evaluasi: imunisasi pentavalen I telah diberikan.
6. Memberitahu kepada ibu mengenai efek samping dari imunisasi
pentavalen I seperti nyeri pada bekas suntikan dan kemungkinan
terjadi demam selama 1-2 hari setelah imunisasi.
Evaluasai: ibu mengerti.
7. Memberikan ibu obat penurun panas paracetamol drop 3x0,6 cc dan
meminta ibu untuk memberikan obat tersebut jika anak panas atau
demam saja.
Evaluasi: ibu mengerti dan bersedia
8. Memberitahu kepada ibu untuk mengimunisasikan anaknya kembali
saat anak berusia 3 bulan untuk mendapatkan imunisasi pentavalen II.
Evaluasi: ibu mengerti dan bersedia mengimunisasikan anaknya
kembali.
Pada kasus bayi M usia 2 bulan dengan imunisasi pentavalen I,
penatalaksanaan yang diberikan sudah tepat dan sesuai dengan
Standar Operasional Prosedur (SOP) di Puskesmas.

BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dalam kasus ini, kami memahami kasus secara nyata tentang asuhan
yang diberikan pada kasus imunisasi pentavalen I. Asuhan kebidanan yang
diberikan pada bayi M di Puskesmas Kotagede I berjalan sesuai teori.
Selain itu dari penatalaksanaan kasus ini kami dapat:
1. Asuhan kebidanan pada bayi M dilakukan berdasarkan pengkajian dan
pemeriksaan fisik, sehingga penanganan yang diberikan berdasarkan
kebutuhan dan kewenangan bidan.
2. Asuhan kebidanan pada bayi M dapat diidentifikasi diagnosa
kebidanan yaitu imunisasi pentavalen I.
3. Asuhan kebidanan pada bayi M dengan merencanakan tindakan yang
akan dilakukan pada kasus imunisasi pentavalen I yaitu dengan
melakukan imunisasi pentavalen I.
4. Asuhan kebidanan pada bayi M dengan melaksanakan tindakan untuk
menangani kasus imunisasi pentavalen I dengan melakukan imunisasi
pentavalen I.
5. Asuhan kebidanan pada bayi M dengan melakukan evaluasi untuk
menangani kasus imunisasi pentavalen I bahwa sudah dilakukan
imunisasi pentavalen I.
6. Asuhan kebidanan pada bayi M dengan melakukan pendokumentasian
kasus imunisasi pentavalen I.
B. Saran
1. Bagi Mahasiswa
Diharapkan dapat menambah pengalaman melakukan pengkajian
dan pengambilan keputusan dalam melaksanakan asuhan
kebidanan pada bayi.

2. Bagi Bidan Pelaksana di Puskesmas Kotagede I


Diharapkan dapat mempertahankan mutu pelayanan dalam
memberikan asuhan kebidanan pada bayi dengan imunisasi
pentavalen I.
DAFTAR PUSTAKA
1. Rahun, Gde., IGW. Pedoman Imunisasi di Indonesia Edisi Ketiga.
Jakarta: Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2016.
2. Departemen Kesehatan RI. Survei Demografi Keshatan Indonesia dan
Angka Kematian Bayi. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI; 2012.
3. Departemen Kesehatan RI. Sistem Kesehatan Nasional. Jakarta:
Kementerian Kesehatan RI; 2009.
4. Kementerian Kesehatan RI. Pusat Data dan Informasi Kementerian
Kesehatan. 2010.
5. Yuniarti, Sri. Asuhan Tumbuh Kembang Neonatus Bayi, balita dan
anak Prasekolah. Bandung: PT Rafika Aditama; 2015.
6. Fida dan Maya. Pengantar Ilmu Kesehatan Anak. Yogyakarta: D
Medika; 2012.
7. Marmi. Asuhan Neonatus Bayi, Balita, dan Anak Prasekolah.
Yogyakata: Pustaka Pelajar; 2015.
8. Hayati, W. Tumbuh Kembang Anak dan Remaja. Jakarta: EGC; 2009.
9. Yudianti. Pola Asuh Kejadian Stunting pada Balita di Kabupaten
Polewali Mandar. Jurnal Kesehatan Manarang, 2 (1);21-25. 2016.
10. Melisa. Hubungan Pemberian Imunisasi Dasar dengan Tumbuh
Kembang pada Bayi (0-1 tahun) di Puskesmas Tombakulu Kabupaten
Minahasa, Vol.4. 2016.
11. Hikmah. Hubungan Kelengkapan Imunisasi Dasar dengan Tumbuh
Kembang Toddler di Posyandu Bunga Padi Kota Tangerang. 2016.
12. Moonik, P, Hesti, H. L, Wilar, R. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Keterlambatan Perkembangan Anak Taman Kanak-Kanak. Jurnal E-
Clinic. Vol3. No:1. 2015.
13. Khatharina. Hubungan Antara Pengetahuan Ibu dengan Sikap
Terhadap Tumbuh Kembang Anak Usia 0-24 Bulan. Jurnal
Kebidanan. 2016.
14. Azizah, N., Suyati, Rhmawati, E., V. Hubungan Tingkat Pengetahuan
Ibu Tentang Pentingnya Imunisasi Dasar Dengan Kepatuhan
Melaksanakan Imunisasi Dasar. 2012.
15. Kementterian Kesehatan RI. Permenkes Nomor 12 Tahun 2017
Tentang Penyelenggaraan Imunisasi. Jakarta: Kementerian Kesehatan
RI; 2017.
16. Andriana, Dian. Tumbuh Kembang dan Terapi Bemain pada Anak.
Jakarta: Salemba Medika; 2013.
17. Soetjiningsih. Perkembangan Anak dan Permaslahan Dalam Buku
Ajar Ilmu Perkembangan Anak dan Remaja. Jarkarta: Sagung Seto;
2012.
18. Depkes RI. Panduan Tumbuh Kembang Anak. Jakarta: Depkes RI;
2010.
19. Depkes RI. Pedoman Pelaksanaan Stimulasi Deteksi dan Intervensi
Dini Tumbuh Kembang (SDIDTK) Anak. Jakarta:Depkes RI; 2016.
20. Goi, Misrawatie. Gizi Bayi. Jurnal Kesehatan. 2013.

Anda mungkin juga menyukai