NPM : 181140981541027
2021/2022
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur saya panjatkan Kepada Tuhan yang Maha Esa karna atas
karunia-Nya kepada saya, sehingga dapat menyelesaikan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan, oleh karena
itu penulis mengharap sumbang saran guna penyempurnaan makalah ini. Semoga
makalah ini dapat menambah wawasan dan bermanfaat bagi semua pihak yang
membutuhan.
Jika ada kesalahan dalam penulisan dan kata-kata yang salah menyinggung
para pembaca penulisan meminta maaf yang sebesar-besarnya, saran dari para
pembaca sangat bermanfaat bagi penulis.
Penulis
i
DAFTAR ISI
Kata Pengantar............................................................................................... i
ii
2.6.4 Unsur penanganan secara cepat dan efektif (respond)………….24
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
melakukan vaksinasi ), melakukan olahraga seperti yoga dan senam hamil,
mengkomsumsi makanan yang gizi seimbang dan membaca serta menerapkan
panduan di buku KIA. Dan untuk ibu hamil yang sudah memasuki trimester
ketiga dan sudah mendekati tapsiran persalinan segera untuk mempersiapkan
diri dan barang yang digunakan saat persalinan serta menghubungi bidan yang
sudah dipercayai untuk bersalin ditempat yang sudah dipilih ibu dengan tetap
menerapkan protocol kesehatan.
Berdasarkan pernyataan diatas saya tertarik untuk membuat makalah
mengenai “Kehamilan dan Persalinan dengan COVID-19”.
1.2 Manfaat
1. Mengetahui apakah bayi yang dilahirkan dari ibu yang terinfeksi COVID-
19 akan terinfeksi juga.
2. Mengetahui penatalaksanann kehamilan dan persalinan ibu dengan
COVID-19.
3. Menambah wawasan bagi mahasiswi mengenai ibu hamil yang terinfeksi
COVID-19.
1.3 Tujuan Umum
Secara umum tujuan makalah ini dibuat untuk mengetahui apa dampak
COVID-19 pada kehamilan dan persalinan.
2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian
Coronavirus (CoVs) adalah Virus yang menginfeksi manusia dan berbagai
macam hewan, menyebabkan penyakit pada saluran pernapasan, enterik, hati,
dan sistem neurologis dengan berbagai tingkat keparahan. Virus ini merupakan
virus dari jenis yang sama dengan coronavirus (SARS-CoV) dan sindrom
pernapasan (MERS-CoV) (Y. Chen et al., 2020).
Menurut Manuaba, 2012, mengemukakan kehamilan adalah proses mata
rantai yang bersinambungan dan terdiri dari ovulasi, migrasi spermatozoa dan
ovum, konsepsi dan pertumbuhan zigot, nidasi (implantasi) pada
uterus,pembentukan placenta dan tumbuh kembang hasil konsepsi sampai
aterm (Sholic hah, Nanik, 2017: 79-80). Manuaba (2010) mengemukakan lama
kehamilan berlangsung sampai persalinan aterm (cukup bulan) yaitu sekitar
280 sampai 300 hari (Kumalasari. 2015: 1). Menurut Departemen Kesehatan
RI, 2007, kehamilan adalah masa dimulai saat konsepsi sampai lahirnya janin,
lamanya hamil normal 280 hari (40 minggu / 9 bulan 7 hari) di hitung dari
triwulan/ trimester pertama dimulai dari konsepsi sampai 3 bulan, 11 trimester/
trimester ke-2 dari bulan ke- 4 sampai 6 bulan, triwulan/ trimester ke-3 dari
bulan ke-7 sampai ke-9 (Agustin, 2012: 12).
Menurut WHO ( World Health Organization ) persalinan normal adalah
persalinan yang dimulai secara spontan beresiko rendah pada awal persalinan
dan tetap demikian selama proses persalinan, bayi dilahirkan spontan dengan
presentasi belakang kepala pada usia kehamilan antara 37 hingga 42 minggu
lengkap. Setelah persalinan ibu dan bayi dalam keadaan baik. Persalinan adalah
suatu proses pengeluaran hasil konsepsi (bayi dan Placenta) secara alami, yang
dimulai dengan adanya kontraksi yang adekuat pada uterus, pembukaan dan
penipisan serviks ( Widiastini 2015). Nyeri persalinan merupakan kondisi
fisiologis yang secara umum dialami hampir semua ibu bersalin ( Supliyani
2017 ).
3
2.2 Angka Kejadian
Berdasarkan data dari Pokja Infeksi Saluran Reproduksi Perhimpunan
Obstetri dan Ginekolog Indonesia (POGI) dan POGI Cabang selama bulan
April 2020 hingga April 2021, terdapat 536 kasus Covid pada ibu hamil. Dari
data tersebut, sekitar 51,9% diantaranya merupakan ibu hamil tanpa gejala dan
tanpa bantuan napas (OTG), Usia kehamilan di atas 37 minggu sebanyak 72%,
Kematian komplikasi Covid-19 sebanyak 3%, dan Perawatan intensif ibu
(ICU), sebanyak 4,5% masuk ICU. Kebanyakan dari mereka yang terpapar
virus corona saat usia kandungan mendekati tanggal melahirkan dan
membutuhkan layanan kesehatan. Data tersebut masih terus diperbarui sampai
saat ini. Namun, jika melihat peningkatan kasus pada Mei-Juni 2021 yang
tinggi, kemungkinan kasus positif pada ibu hamil bisa lebih tinggi lagi. Merujuk
data Kementerian Kesehatan, jumlah kasus ibu hamil terkonfirmasi positif
Covid-19 mencapai 35.099 sedangkan bayi baru lahir usia0-12 bulan sebanyak
24.591.
2.3 Etiologi
4
yang sama dengan coronavirus yang menyebabkan wabah SARS pada 2002-
2004 silam, yaitu Sarbecovirus. Atas dasar ini, International Committee on
Taxonomy of Viruses (ICTV) memberikan nama penyebab COVID-19 sebagai
SARS-CoV-2. Belum dipastikan berapa lama virus penyebab COVID-19
bertahan di atas permukaan, tetapi perilaku virus ini menyerupai jenis-jenis
coronavirus lainnya. Lamanya coronavirus bertahan mungkin dipengaruhi
kondisi-kondisi yang berbeda (seperti jenis permukaan, suhu atau kelembapan
lingkungan). Penelitian (Doremalen et al, 2020) menunjukkan bahwa SARS-
CoV-2 dapat bertahan selama 72 jam pada permukaan plastik dan stainless
steel, kurang dari 4 jam pada tembaga dan kurang dari 24 jam pada kardus.
Seperti virus corona lain, SARS-COV-2 sensitif terhadap sinar ultraviolet dan
panas. Efektif dapat dinonaktifkan dengan pelarut lemak (lipid solvents) seperti
eter, etanol 75%, ethanol, disinfektan yang mengandung klorin, asam
peroksiasetat, dan khloroform (kecuali khlorheksidin).
5
2.3.2 Patogenesis
Coronavirus atau Covid-19 termasuk dalam genus betacoronavirus,
hasil anasilis menunjukkan adanya kemiripan dengan SARS. Pada kasus
Covid-19, trenggiling diduga sebagai perantaranya karena genomnya mirip
dengan coronavirus pada kelelawar (90,5%) dan SARS-CoV2 (91%).(10)
Coronavirus disease 2019 Covid-19 atau yang sebelumnya disebut SARS-
CoV2. Covid-19 pada manusia menyerang saluran pernapasan khususnya
pada sel yang melapisi alveoli. Covid-19 mempunyai glikoprotein pada
enveloped spike atau protein S. Untuk dapat menginfeksi “manusia” protein
S virus akan berikatan dengan reseptor ACE2 pada plasma membrane sel
tubuh manusia. Di dalam sel, virus ini akan menduplikasi materi genetik dan
protein yang dibutuhkan dan akan membentuk virion baru di permukaan sel.
Sama halnya SARS-CoV setelah masuk ke dalam sel selanjutnya virus ini
akan mengeluarkan genom RNA ke dalam sitoplasma dan golgi sel
kemudian akan ditranslasikan membentuk dua lipoprotein dan protein
struktural untuk dapat bereplikasi. Faktor virus dengan respon imun
menentukan keparahan dari infeksi Covid-19 ini. Efek sitopatik virus dan
kemampuannya dalam mengalahkan respon imun merupakan faktor
keparahan infeksi virus. Sistem imun yang tidak adekuat dalam merespon
infeksi juga menentukan tingkat keparahan, di sisi lain respon imun yang
berlebihan juga ikut andil dalam kerusakan jaringan. Saat virus masuk ke
dalam sel selanjutnya antigen virus akan dipresentasikan ke Antigen
Presentation Cell (APC). Presentasi sel ke APC akan merespon sistem imun
humoral dan seluler yang dimediasi oleh sel T dan sel B. IgM dan IgG
terbentuk dari sistem imun humoral. Pada SARS-CoV IgM akan hilang pada
hari ke 12 dan IgG akan bertahan lebih lama. Virus dapat menghindar dari
sistem imun dengan cara menginduksi vesikel membran ganda yang tidak
mempunyai pattern recognition receptors (PRRs) dan dapat bereplikasi di
dalam vesikel tersebut sehingga tidak dapat dikenali oleh sel imun. Pasien
konfirmasi potitif Covid-19 dengan gejala klinis ringan menunjukkan
respon imun didapatkan peningkatan sel T terutama CD8 pada hari ke 7-9,
selain itu ditemukan T helper folikular dan Antibody Secreting Cells
6
(ASCs). Pada hari ke 7 hingga hari ke 20, ditemukan peningkatan IgM/IgG
secara progresif. Jika dibandingkan dengan kontrol sehat, jumlah monosit
CD14+ dan CD16+ mengalami penurunan. Namun pada orang konfirmasi
positif Covid-19 dengan tanda dan gejala yang ringan tidak ditemukan
peningkatan kemokin dan sitokin proinflamasi. Pada pasien konfirmasi
positif Covid19 dengan gejala klinis berat memberikan hasil profil
imunologi yang berbeda dengan klinis ringan. Pada kasus klinis berat
ditemukan hitung limfosit yang rendah, serta hasil monosit, basofil, dan
eosinofil lebih rendah pada pasien Covid-19 dengan klinis berat. Teradapat
pula peningkatan mediator proinflamasi (TNF-α, IL 1, IL6 dan IL 8) namun
pada sel T helper, T supresor dan T regulator mengalami penurunan pada
kasus Covid-19 klinis berat. Pasien Covid-19 yang mengalami Acute
Distress Respiratory Syndrome (ADRS) juga ditemukan sel T CD4 dan CD
8 mengalami penurunan, limfosit CD 4 dan CD8 mengalami hiperaktivasi.
ARDS merupakan salah satu penyebab kematian pada kasus Covid-19 yang
diakibatkan oleh peningkatan mediator proinflamasi (badai sitokin) yang
tidak terkontrol. Hal itu akan mengakibatkan kerusakan paru terbentuknya
jaringan fibrosis sehingga dapat terjadinya kegagalan fungsi.
7
A. Anamnesis COVID-19
Gejala pasien COVID-19 umumnya timbul setelah masa inkubasi 2–14
hari, umumnya diawali dengan keluhan demam (≥ 38⁰C), lemas, dan batuk
kering. Kemudian, perkembangan keluhan pasien akan menunjukkan
derajat gejala COVID-19.
Riwayat komorbid dan terapi rutin pasien juga perlu dievaluasi untuk
mengetahui faktor risiko yang dapat memperburuk progresivitas maupun
prognosis penyakit. Berbagai studi telah menunjukkan bahwa prognosis
COVID-19 lebih buruk pada pasien lansia, diabetes mellitus,
hipertensi, obesitas, dan kehamilan.
1. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pasien COVID-19 harus diawali dengan pemeriksaan
keadaan umum dan tanda vital pasien. Pemeriksaan fisik toraks dan
status generalis dapat diikuti selanjutnya.
a. Keadaan Umum dan Tanda-Tanda Vital merupakan pemeriksaan
pertama dan utama dalam menentukan triase pasien. Pasien
COVID-19 umumnya memiliki temperatur ≥38°C. Pada pasien
dengan komplikasi, seperti pneumonia, sepsis, maupun syok
sepsis, akan ditemukan tanda sebagai berikut:
2) Takipnea
3) Hipotensi
8
a. Perubahan suara paru ditemukan sangat beragam, dari yang tanpa
kelainan suara paru hingga wheezing dan ronkhi basah halus yang
menunjukkan kondisi pneumonia pada umumnya
b. Tanda distress pernapasan berat, seperti stridor dan retraksi dinding
dada, ditemukan pada pneumonia berat.
3. Pemeriksaan Generalisata
4. Diagnosis Banding
Presentasi klinis COVID-19 umumnya sulit dibedakan dengan penyakit
infeksi saluran pernapasan lainnya. Pada awal gejala, dapat didiagnosis
banding dengan penyakit infeksi virus lain, seperti demam dengue dan
demam chikungunya. Sedangkan gejala pneumonia pada gejala sedang
- berat dapat didiagnosis banding dengan pneumonia komuniti yang
disebabkan virus lainnya atau bakterial.
5. Pemeriksaan Penunjang
Diagnosis COVID-19 didasari dengan pemeriksaan penunjang. CT
scan toraks nonkontras merupakan pemeriksaan yang dapat digunakan
untuk mengevaluasi COVID-19 namun ini tidak dianjurkan untuk ibu
hamil. Nucleic acid amplification test (NAAT) seperti RT-PCR dengan
jenis spesimen usap nasofaring dan orofaring merupakan tes diagnostik
untuk mengkonfirmasi diagnosis COVID-19.
6. Pemeriksaan Laboratorium
9
a. Hematologi:
10
Tes Laboratorium Lainnya:
c. Peningkatan aminotransferase
d. Peningkatan prokalsitonin
7. Pencitraan
11
2) Crazy paving appearance: GGO dengan penebalan septal
inter/intra-lobular
3) Konsolidasi bilateral, perifer, dan basal
4) Penebalan bronkovaskular
5) Bronkiektasis traksi
7) Limfadenopati mediastinal
8) Efusi pleura
9) Nodul pulmonari kecil multipel
b. Rontgen Toraks:
3) Konsolidasi alveolar
12
5) Pemulihan aerasi saat pemulihan dengan penampakan A-line
bilateral[29-31]
13
merupakan baku emas menegakkan diagnosis COVID-19. Apabila
secara klinis pasien telah membaik atau bebas demam tiga hari
tetapi memiliki hasil RT-PCR yang masih positif, maka ini
menandakan pasien mengalami positif persisten. Kondisi ini yang
disebabkan oleh terdeteksinya fragmen atau partikel virus yang
sudah tidak aktif, sehingga perlu mempertimbangkan cycle
threshold (CT) value untuk menilai fase infeksius pasien.
e. Rapid Test
14
Rapid Test Antigen (RTD-Ag) : RTD-Ag menggunakan sampel
swab nasopharyngeal, dan bertujuan untuk mendeteksi antigen
protein virus SARS-CoV-2. Berdasarkan kriteria wilayah C, RTD-
Ag dapat digunakan sebagai dasar manajemen klinis. Rekomendasi
WHO menyebutkan bahwa RTD-Ag yang dianjurkan adalah yang
memiliki memiliki sensitivitas ≥80% dan spesifisitas ≥97%.
Pemeriksaan harus dilakukan oleh operator terlatih dalam waktu 5–
7 hari setelah onset gejala.
f. Viral Sequencing
15
2.3.5 Transmisi Virus SARS-CoV-2
Penularan Coronavirus merupakan zoonosis (ditularkan antara hewan
dan manusia). Penelitian menyebutkan bahwa SARS ditransmisikan dari
kucing luwak (civet cats) ke manusia dan MERS dari unta ke manusia.
Adapun, hewan yang menjadi sumber penularan COVID-19 ini masih
belum diketahui. Masa inkubasi COVID-19 rata-rata 5-6 hari, dengan range
antara 1 dan 14 hari namun dapat mencapai 14 hari. Risiko penularan
tertinggi diperoleh di hari-hari pertama penyakit disebabkan oleh
konsentrasi virus pada sekret yang tinggi. Orang yang terinfeksi dapat
langsung dapat menularkan sampai dengan 48 jam sebelum onset gejala
(presimptomatik) dan sampai dengan 14 hari setelah onset gejala. Sebuah
studi Du Z et. al, (2020) melaporkan bahwa 12,6% menunjukkan penularan
presimptomatik. Penting untuk mengetahui periode presimptomatik karena
memungkinkan virus menyebar melalui droplet atau kontak dengan benda
yang terkontaminasi. Sebagai tambahan, bahwa terdapat kasus konfirmasi
yang tidak bergejala (asimptomatik), meskipun risiko penularan sangat
rendah akan tetapi masih ada kemungkinan kecil untuk terjadi penularan.
Berdasarkan studi epidemiologi dan virologi saat ini membuktikan bahwa
COVID-19 utamanya ditularkan dari orang yang bergejala (simptomatik) ke
orang lain yang berada jarak dekat melalui droplet. Droplet merupakan
partikel berisi air dengan diameter >5-10 µm. Penularan droplet terjadi
ketika seseorang berada pada jarak dekat (dalam 1 meter) dengan seseorang
yang memiliki gejala pernapasan (misalnya, batuk atau bersin) sehingga
droplet berisiko mengenai mukosa (mulut dan hidung) atau konjungtiva
(mata). Penularan juga dapat terjadi melalui benda dan permukaan yang
terkontaminasi droplet di sekitar orang yang terinfeksi. Oleh karena itu,
penularan virus COVID-19 dapat terjadi melalui kontak langsung dengan
orang yang terinfeksi dan kontak tidak langsung dengan permukaan atau
benda yang digunakan pada orang yang terinfeksi (misalnya, stetoskop atau
termometer). Dalam konteks COVID-19, transmisi melalui udara dapat
dimungkinkan dalam keadaan khusus dimana prosedur atau perawatan
16
suportif yang menghasilkan aerosol seperti intubasi endotrakeal,
bronkoskopi, suction terbuka, pemberian pengobatan nebulisasi, ventilasi
manual sebelum intubasi, mengubah pasien ke posisi tengkurap, memutus
koneksi ventilator, ventilasi tekanan positif noninvasif, trakeostomi, dan
resusitasi kardiopulmoner. Masih diperlukan penelitian lebih lanjut
mengenai transmisi melalui udara.
17
kardiorespiratorik seperti peningkatan diafragma sehingga total lung capacity
juga berkurang. Hal ini dapat mendorong terjadinya gagal napas pada ibu
hamil. Ibu hamil pada umumnya mengalami perubahan fisiologi yang memicu
perubahan respon imun dari respon Th1 ke arah respon Th2. Th2 merupakan
sel limfosit yang memproduksi sitokin anti inflamasi seperti IL-4, IL-10, IL-13,
dan TGFβ. Hal tersebut menyebabkan, ibu hamil lebih rentan untuk terinfeksi
termasuk terinfeksi SARS-CoV-2. Pada ibu hamil yang telah mengalami infeksi
SARS-CoV-2, terjadi peningkatan ekspresi sitokin proinflamasi yaitu IL-6, IL-
12, IL-1β, dan IFNγ yang menyebabkan kerusakan paru-paru. Adanya
perubahan hormonal yang mengubah kondisi fisiologi dan sistem imun menjadi
Th2 yang lebih dominan, menyebabkan ekspresi sitokin anti inflamasi dapat
mengimbangi ekspresi sitokin proinflamasi, seperti IL-6 yang menyebabkan
keparahan dan kematian pada pasien COVID-19. Hal ini menyebabkan tingkat
keparahan COVID-19 pada ibu hamil lebih rendah dibandingkan dengan wanita
yang tidak hamil. Gejala yang timbul pada setiap wanita bisa sangat berbeda
tergantung dari banyak hal, salah satunya kondisi obesitas dan adanya penyakit
penyerta. Obesitas pada wanita hamil dengan COVID-19 berpotensi
menyebabkan emboli paru (pulmonary embolism). Hal ini disebabkan karena
kondisi obesitas sangat berkaitan erat dengan aktivasi protrombotik yang
memicu terjadinya pembekuan pada pembuluh darah yang menyebabkan risiko
terjadinya emboli paru. Selain obesitas, emboli paru juga dapat terjadi jika
pasien telah mengalami infeksi pada paru-paru sebelumnya misalkan karena
adanya infeksi bakteri seperti Streptocoocus aureus yang menyebabkan
pneumonia. Terjadinya emboli paru pada ibu hamil menyebabkan oksigen
saturasi mengalami penurunan (PaO2< 70 mmHg) dan laju napas hingga 30 kali
per menit 13 (tachypnea).
18
dan muntah, mialgia atau kelelahan, nyeri dada, diare, sakit kepala dan dispnea.
Tes laboratorium menunjukkan bahwa limfopenia sering terjadi. Selain itu,
peningkatan konsentrasi ALT atau AST mungkin menjadi salah satu
manifestasi klinis. Namun, tidak ada gejala-gejala khusus yang dirasakan setiap
pasien (H. Chen et al., 2020). Trombositopenia adalah manifestasi lain yang
sering terdeteksi pada tes laboratorium. Gejala-gejala yang dialami biasanya
bersifat ringan dan muncul secara bertahap. Beberapa orang yang terinfeksi
tidak menunjukkan gejala apapun dan tetap merasa sehat. Gejala COVID-19
yang paling umum adalah demam, rasa lelah, dan batuk kering. Beberapa pasien
mungkin mengalami rasa nyeri dan sakit, hidung tersumbat, pilek, nyeri kepala,
konjungtivitis, sakit tenggorokan, diare, hilang penciuman dan pembauan atau
ruam kulit. Menurut data dari negara-negara yang terkena dampak awal
pandemi, 40% kasus akan mengalami penyakit ringan, 40% akan mengalami
penyakit sedang termasuk pneumonia, 15% kasus akan mengalami penyakit
parah, dan 5% kasus akan mengalami kondisi kritis. Pasien dengan gejala ringan
dilaporkan sembuh setelah 1 minggu. Pada kasus berat akan mengalami Acute
Respiratory Distress Syndrome (ARDS), sepsis dan syok septik, gagal
multiorgan, termasuk gagal ginjal atau gagal jantung akut hingga berakibat
kematian. Orang lanjut usia (lansia) dan orang dengan kondisi medis yang
sudah ada sebelumnya seperti tekanan darah tinggi, gangguan jantung dan paru,
diabetes dan kanker berisiko lebih besar mengalami keparahan.
2. Gejala Ringan adalah pasien tanpa bukti pneumonia virus atau tanpa
hipoksia. Gejala umumnya tidak spesifik, yaitu:
19
c. Batuk, napas pendek, sakit tenggorokan, kongesti hidung
3. Gejala Sedang termasuk gejala sedang pada pasien dewasa atau remaja
adalah tanda klinis pneumonia, yaitu demam, batuk, sesak, dan napas
cepat, tetapi tidak ada tanda pneumonia berat. Pasien gejala sedang
memiliki SpO2 >93% dengan udara ruangan. Sedangkan pada pasien
anak-anak ditemukan tanda klinis pneumonia tidak berat, yaitu batuk
atau sulit bernapas, disertai napas cepat dan/atau tarikan dinding dada.
Namun, tidak disertai tanda pneumonia berat seperti sianosis sentral.
20
g. Napas cepat/takipnea: usia kurang dari 2 bulan >60 x/menit, usia
2–11 bulan >50 x/menit, usia 1–5 tahun >40 x/menit, dan lebih dari
5 tahun >30 x/menit.
5. Kritis : Pasien pada fase kritis yaitu pasien dengan kondisi acute
respiratory distress syndrome (ARDS), sepsis, dan syok sepsis.
21
dilakukan rawat gabung dengan kriteria seperti yang tercantum pada
Bab VI pedoman ini.
6. Pemulangan pasien post partum harus sesuai dengan rekomendasi.
2.6.3 Upaya Pencegahan Umum yang Dapat Dilakukan oleh Ibu Hamil, Bersalin,
dan Nifas :
1. Membersihkan tangan secara teratur dengan cuci tangan memakai
sabun selama 40 - 60 detik atau menggunakan cairan antiseptik berbasis
alkohol (hand sanitizer) selama 20 – 30 detik. Hindari menyentuh mata,
hidung dan mulut dengan tangan yang tidak bersih. Gunakan hand
sanitizer berbasis alkohol yang setidaknya mengandung alkohol 70%,
jika air dan sabun tidak tersedia. Cuci tangan terutama setelah Buang
Air Besar (BAB) dan Buang Air Kecil (BAK), dan sebelum makan
(baca Buku KIA).
2. Sebisa mungkin hindari kontak dengan orang yang sedang sakit.
3. Saat sakit tetap gunakan masker, tetap tinggal di rumah atau segera ke
fasilitas kesehatan yang sesuai, jangan banyak beraktivitas di luar.
4. Tutupi mulut dan hidung saat batuk atau bersin dengan tisu. Buang tisu
pada tempat yang telah ditentukan. Bila tidak ada tisu, lakukan sesuai
etika batuk-bersin.
5. Bersihkan dan lakukan disinfeksi secara rutin permukaan dan benda
yang sering disentuh.
6. Menggunakan masker adalah salah satu cara pencegahan penularan
penyakit saluran napas, termasuk infeksi COVID-19. Akan tetapi
penggunaan masker saja masih kurang cukup untuk melindungi
22
seseorang dari infeksi ini, karenanya harus disertai dengan usaha
pencegahan lain. Pengunaan masker harus dikombinasikan dengan
hand hygiene dan usaha-usaha pencegahan lainnya, misalnya tetap
menjaga jarak.
7. Penggunaan masker yang salah dapat mengurangi keefektivitasannya
dan dapat membuat orang awam mengabaikan pentingnya usaha
pencegahan lain yang sama pentingnya seperti hand hygiene dan
perilaku hidup sehat.
8. Masker medis digunakan untuk ibu yang sakit dan ibu saat persalinan.
Sedangkan masker kain dapat digunakan bagi ibu yang sehat dan
keluarganya.
9. Cara penggunaan masker yang efektif :
a) Pakai masker secara seksama untuk menutupi mulut dan hidung,
kemudian eratkan dengan baik untuk meminimalisasi celah antara
masker dan wajah.
b) Saat digunakan, hindari menyentuh masker.
c) Lepas masker dengan teknik yang benar (misalnya: jangan
menyentuh bagian depan masker, tapi lepas dari belakang dan
bagian dalam).
d) Setelah dilepas jika tidak sengaja menyentuh masker yang telah
digunakan, segera cuci tangan.
e) Gunakan masker baru yang bersih dan kering, segera ganti masker
jika masker yang digunakan terasa mulai lembab.
f) Jangan pakai ulang masker yang telah dipakai.
g) Buang segera masker sekali pakai dan lakukan pengolahan sampah
medis sesuai SOP.
10. Gunakan masker kain apabila dalam kondisi sehat. Masker kain yang
direkomendasikan oleh Gugus Tugas COVID-19 adalah masker kain 3
lapis. Menurut hasil penelitian, masker kain dapat menangkal virus
hingga 70%. Disarankan penggunaan masker kain tidak lebih dari 4
jam. Setelahnya, masker harus dicuci menggunakan sabun dan air, dan
dipastikan bersih sebelum dipakai kembali.
23
11. Keluarga yang menemani ibu hamil, bersalin, dan nifas harus
menggunakan masker dan menjaga jarak.
12. Menghindari kontak dengan hewan seperti kelelawar, tikus, musang
atau hewan lain pembawa COVID-19 serta tidak pergi ke pasar hewan.
13. Hindari pergi ke negara/daerah terjangkit COVID-19, bila sangat
mendesak untuk pergi diharapkan konsultasi dahulu dengan spesialis
obstetri atau praktisi kesehatan terkait.
14. Bila terdapat gejala COVID-19, diharapkan untuk menghubungi
telepon layanan darurat yang tersedia (Hotline COVID-19 : 119 ext 9)
untuk dilakukan penjemputan di tempat sesuai SOP, atau langsung ke
RS rujukan untuk mengatasi penyakit ini.
15. Rajin mencari informasi yang tepat dan benar mengenai COVID-19
dari sumber yang dapat dipercaya.
24
d. Dilarang berkumpul massal di kerumunan dan fasilitas umum
e. Hindari bepergian ke luar kota/luar negeri termasuk ke tempat-
tempat wisata
f. Hindari berkumpul teman dan keluarga, termasuk
berkunjung/bersilaturahmi/mengunjungi orang sakit/melahirkan
tatap muka dan menunda kegiatan bersama. Hubungi mereka
dengan telepon, internet, dan media social
g. Gunakan telepon atau layanan online untuk menghubungi dokter
atau fasilitas lainnya
h. Jika anda sakit, dilarang mengunjungi orang tua/lanjut usia. Jika
anda tinggal satu rumah dengan mereka, maka hindari interaksi
langsung dengan mereka dan pakai masker kain meski di dalam
rumah
i. Untuk sementara waktu, anak sebaiknya bermain bersama
keluarganya sendiri di rumah
j. Untuk sementara waktu, dapat melaksanakan ibadah di rumah
k. Jika terpaksa keluar harus menggunakan masker kain
l. Membersihkan /disinfeksi rumah, tempat usaha, tempat kerja,
tempat ibadah, kendaraan dan tempat tempat umum secara berkala
m. Dalam adaptasi kebiasaan baru, maka membatasi jumlah
pengunjung dan waktu kunjungan, cek suhu pengunjung,
menyediakan tempat cuci tangan pakai sabun dan air mengalir,
pengecekan masker dan desinfeksi secara berkala untuk mall dan
tempat tempat umum lainnya
n. Memakai pelindung wajah dan masker kepada para
petugas/pedagang yang berinteraksi dengan banyak orang Semua
orang harus mengikuti ketentuan ini.
Pada suatu wilayah yang telah terjadi penularan COVID-19 di
komunitas, perlu dilakukan tindakan Pembatasan Sosial Berskala
Besar (PSBB) untuk mencegah kemungkinan penyebaran
COVIDI9 dengan tetap memperhatikan pembatasan fisik. PSBB
diberlakukan berdasarkan pada pertimbangan epidemiologis,
25
besarnya ancaman, efektifitas, dukungan sumber daya, teknis
operasional, pertimbangan politik, ekonomi, sosial, budaya,
pertahanan dan keamanan. PSBB paling sedikit meliputi:
meliburkan sekolah dan tempat kerja; pembatasan kegiatan
keagamaan; dan/atau pembatasan kegiatan di tempat atau fasilitas
umum. Selain itu, pembatasan sosial juga dilakukan dengan
meminta masyarakat untuk mengurangi interaksi sosialnya dengan
tetap tinggal di dalam rumah maupun pembatasan penggunaan
transportasi publik. Penjelasan lebih lengkap mengenai PSBB
mengacu pada ketentuan peraturan perundang-undangan.
2. Penerapan Etika Batuk dan Bersin Menerapkan etika batuk dan bersin
meliputi:
a. Jika memiliki gejala batuk bersin, pakailah masker medis. Gunakan
masker dengan tepat, tidak membuka tutup masker dan tidak
menyentuh permukaan masker. Bila tanpa sengaja menyentuh
segera cuci tangan dengan sabun dan air mengalir atau
menggunakan pembersih tangan berbasis alcohol
b. Jika tidak memiliki masker, saat batuk dan bersin gunakan tisu lalu
langsung buang tisu ke tempat sampah tertutup dan segera cuci
tangan dengan sabun dan air mengalir atau menggunakan
pembersih tangan berbasis alcohol
c. Jika tidak ada tisu, saat batuk dan bersin tutupi dengan lengan atas
bagian dalam
26
rumah yaitu perawatan rawat inap tidak tersedia atau tidak aman.
Pertimbangan tersebut harus memperhatikan kondisi klinis dan
keamanan lingkungan pasien. Pertimbangan lokasi dapat dilakukan di
rumah, fasilitas umum, atau alat angkut dengan mempertimbangkan
kondisi dan situasi setempat. Perlu dilakukan informed consent
sebagaimana formulir terlampir terhadap pasien yang melakukan
perawatan rumah. Penting untuk memastikan bahwa lingkungan tempat
pemantauan kondusif untuk memenuhi kebutuhan fisik, mental, dan
medis yang diperlukan orang tersebut. Idealnya, satu atau lebih fasilitas
umum yang dapat digunakan untuk pemantauan harus diidentifikasi dan
dievaluasi sebagai salah satu elemen kesiapsiagaan menghadapi
COVID-19. Evaluasi harus dilakukan oleh pejabat atau petugas
kesehatan masyarakat. Selama proses pemantauan, pasien harus selalu
proaktif berkomunikasi dengan petugas kesehatan. Petugas kesehatan
yang melakukan pemantauan menggunakan APD minimal berupa
masker bedah dan sarung tangan karet sekali pakai (jika harus kontak
dengan cairan tubuh pasien). Prosedur pencegahan dan pengendalian
infeksi untuk isolasi di rumah:
a. Tempatkan pasien/orang dalam ruangan tersendiri yang memiliki
ventilasi yang baik (memiliki jendela terbuka, atau pintu terbuka).
b. Batasi pergerakan dan minimalkan berbagi ruangan yang sama.
Pastikan ruangan bersama (seperti dapur, kamar mandi) memiliki
ventilasi yang baik.
c. Anggota keluarga yang lain sebaiknya tidur di kamar yang berbeda,
dan jika tidak memungkinkan maka jaga jarak minimal 1 meter dari
pasien (tidur di tempat tidur berbeda).
d. Batasi jumlah orang yang merawat pasien. Idealnya satu orang
yang benar-benar sehat tanpa memiliki gangguan kesehatan lain
atau gangguan kekebalan. Pengunjung/penjenguk tidak diizinkan
sampai pasien benarbenar sehat dan tidak bergejala.
e. Lakukan hand hygiene (cuci tangan) segera setiap ada kontak
dengan pasien atau lingkungan pasien. Lakukan cuci tangan
27
sebelum dan setelah menyiapkan makanan, sebelum makan,
setelah dari kamar mandi, dan kapanpun tangan kelihatan kotor.
Jika tangan tidak tampak kotor dapat menggunakan handsanitizer,
dan untuk tangan yang kelihatan kotor menggunakan air dan sabun.
f. Jika mencuci tangan menggunakan air dan sabun, handuk kertas
sekali pakai direkomendasikan. Jika tidak tersedia bisa
menggunakan handuk bersih dan segera ganti jika sudah basah.
g. Pasien menggunakan masker bedah jika berada di sekitar orang-
orang yang berada di rumah atau ketika mengunjungi fasyankes
untuk mencegah penularan melalui droplet. Anak berusia 2 tahun
ke bawah tidak dianjurkan menggunakan masker.
h. Orang yang memberikan perawatan menggunakan masker bedah
terutama jika berada dalam satu ruangan dengan pasien. Masker
tidak boleh dipegang selama digunakan. Jika masker kotor atau
basah segera ganti dengan yang baru. Buang masker dengan cara
yang benar (jangan disentuh bagian depan, tapi mulai dari bagian
belakang dengan memegang tali masker). Buang masker bedah
segera dan segera cuci tangan.
i. Gunakan sarung tangan dan masker bedah jika harus memberikan
perawatan mulut atau saluran nafas dan ketika kontak dengan
darah, tinja, air kencing atau cairan tubuh lainnya seperti ludah,
dahak, muntah dan lain-lain. Cuci tangan sebelum dan sesudah
membuang sarung tangan dan masker.
j. Jangan gunakan masker atau sarung tangan yang telah terpakai.
k. Pisahkan alat makan untuk pasien (cuci dengan sabun dan air
hangat setelah dipakai agar dapat digunakan kembali).
l. Bersihkan permukaan di sekitar pasien termasuk toilet dan kamar
mandi secara teratur. Sabun atau detergen rumah tangga dapat
digunakan, kemudian larutan NaOCl 0.5% (setara dengan 1 bagian
larutan pemutih dan 9 bagian air).
m. Cuci pakaian, seprai, handuk, masker kain pasien menggunakan
sabun cuci rumah tangga dan air atau menggunakan mesin cuci
28
dengan suhu air 60-900C dengan detergen dan keringkan.
Tempatkan pada kantong khusus dan jangan digoyang-goyang, dan
hindari kontak langsung kulit dan pakaian dengan bahan-bahan
yang terkontaminasi. Menggunakan sarung tangan saat mencuci
dan selalu mencuci tangan sebelum dan setelah menggunakan
sarung tangan.
n. Sarung tangan, masker dan bahan-bahan sisa lain selama
perawatan harusdibuang di tempat sampah di dalam ruangan pasien
yang kemudian ditutup rapat sebelum dibuang sebagai kotoran
infeksius.
o. Hindari kontak dengan barang-barang terkontaminasi lainya
seperti sikat gigi, alat makan-minum, handuk, pakaian dan sprei.
p. Ketika petugas kesehatan memberikan pelayanan kesehatan
rumah, maka selalu perhatikan APD dan ikut rekomendasi
pencegahan penularan penyakit melalui droplet.
29
9. perencanaan persalinan berdasarkan pendekatan individual / indikasi
obstetri,
10. dan pendekatan berbasis tim dengan multidisipin.
30
Berdasarkan rekomendasi penanganan infeksi virus Corona (COVID-
19) pada maternal (wanita hamil, bersalin, dan nifas) Pokjainfeksi saluran
reproduksi Perkumpulan Obstetri dan ginekologi Indonesia Tahun 2020,
wanita hamil dengan COVID-19 membutuhkan penanganan khusus
meliputi antenatal, persalinan, dan post partum. Prinsip-prinsip manajemen
COVID-19 pada kehamilan meliputi isolasi awal, prosedur pencegahan
infeksi sesuai standar, terapi oksigen, hindari kelebihan cairan, pemberian
antibiotik empiris (mempertimbangkan risiko sekunder akibat infeksi
bakteri), pemeriksaan SARS-CoV-2 dan pemeriksaan infeksi penyerta
yang lain, pemantauan janin dan kontraksi uterus, ventilasi mekanis lebih
dini apabila terjadi gangguan pernapasan yang progresif, perencanaan
persalinan berdasarkan pendekatan individual / indikasi obstetri, dan
pendekatan berbasis tim dengan multidisipin. Pemberian obat pada pasien
COVID-19 wanita hamil dengan gejala ringan sebaiknya memperhatikan
obat yang non teratogenik.
Meski hingga saat ini belum ada data ilmiah mengenai efektivitas
maupun potensi bahaya pemberian vaksin Covid-19 untuk ibu hamil dan
menyusui mengingat tergolong dalam kelompok vulnerable population.
Secara teoritis, kehamilan tidak mengubah efikasi suatu vaksin, namun hal
ini perlu penelitian lebih lanjut. Dapat terjadi transfer IgG dari ibu ke fetus
sehingga bisa memberikan imunitas pasif pada neonatus. Vaksin yang
masuk ke dalam tubuh akan masuk ke dalam sel, kemudian ditangkap oleh
APC / sel penyaji antigen dan dipecah menjadi peptide kecil yang diikat
oleh MHC, setelah itu akan di presentasi kan ke sel T helper/ CD4. Sel CD
4 akan merangsang sel limfosit B untuk mengeluarkan berbagai macam
sitokin yang kemudian berkembang menjadi sel plasma untuk
memproduksi antibodi. Antibodi yang diproduksi adalah IgM, IgG dan
neutralizing antibodi (netralisasi antibodi). Proses ini mencapai waktu
kurang lebih 2 minggu. Bila seseorang sudah melakukan vaksinasi Covid-
19, maka jika terjadi infeksi Covid 19, tubuh yang sudah memiliki sel B
memori akan lebih cepat mengenali antigen tersebut sehingga antibodi
netralisasi akan segera terbentuk dalam waktu singkat. Penundaan
31
kehamilan tidak disarankan pada ibu yang telah mendapatkan vaksinasi
Covid-19 secara lengkap dan vaksinasi tidak berpengaruh pada infertilitas.
Adapun efek samping lokal dari pemberian vaksin Sinovac adalah nyeri,
indurasi, kemerahan dan pembengkakab. Sedangkan efek samping sistemik
adalah myalgia, fatigue dan demam.
2.7 Komplikasi
Prof Dr dr Budi Wiweko SpOG(K)-FER MPH, Sekjen Pengurus Pusat
POGI mengatakan Covid 19 meningkatkan risiko kejadian persalinan
prematur dan komplikasi kehamilan lainnya. WHO (World Health
Organization) menyatakan bahwa ibu hamil dengan usia diatas 35 tahun,
IMT yang tinggi dan memiliki komorbid seperti diabetes dan hipertensi,
serta kelompok resiko tinggi terpapar COVID-19, direkomendasikan
mendapatkan vaksinasi Sinovac. Setelah dilakukan uji sampel cairan
amnion dan cord blood pada neonatus didapatkan seluruh sampel
menunjukkan hasil yang negatif. Kasus bayi lahir prematur dan
kematian bayi terjadi pada pasien wanita hamil dengan obesitas, diabetes,
hipertensi dan asma. Berdasarkan kasus ini diketahui bahwa kelahiran bayi
prematur dan kematian bayi pada wanita hamil dengan COVID-19
dapat terjadi karena adanya factor lain seperti obesitas dan penyakit
penyerta. Pada tahap awal kehamilan, infeksi SARS-CoV-2 mungkin
berpotensi dapat mempengaruhi organogenesis dan perkembangan janin,
walaupun sejauh ini transmisi SARS-CoV-2 secara vertikal dari ibu kepada
janin belum terbukti. Hal yang pasti bahwasannya semakin dini
terjadinya kasus infeksi, maka risiko abortus semakin besar sebab
kondisi ibu yang menurun dapat mempengaruhi aliran nutrisi dan oksigen
melalui plasenta pada perkembangan janin. Tidak ada penelitian langsung
yang melaporkan kemungkinan penularan vertikal COVID- 19 dari ibu ke
janin hingga saat ini. Namun, mereka harus menghindari menyusui secara
langsung sampai dipastikan mereka tidak terinfeksi COVID-19 (Panahi et
al., 2020; Wang et al., 2020). Selain itu, para ibu dengan dikonfirmasi
COVID-19 harus diobati dengan antibiotik dan antivirus setelah
32
melahirkan. Gejala klinis COVID-19 pada kehamilan tidak berbeda secara
signifikan dari wanita yang tidak hamil, dengan gejala umum termasuk
nyeri dada, sesak napas, demam dan lesu (Chua et al., 2020).
Persalinan pada Wanita dengan COVID-19. Persalinan merupakan
tahapan yang penting bagi ibu dan bayi. Setelah perdebatan mengenai
ada tidaknya transmisi vertikal, penularan melalui persalinan baik normal
(vaginal delivery) maupun Sectio Caesarea (SC) juga menjadi pertanyaan.
Berdasarkan studi kasus menyebutkan bahwa bayi yang dilahirkan secara
normal dari ibu yang terinfeksi COVID-19 menunjukkan hasil yang
negatif pada tes swabnya. Suatu tindakan persalinan yang baik dapat
mencegah terjadinya paparan virus SARS-CoV-2 dari Ibu ke bayi
maupun petugas medis. Jika dibandingkan antara persalinan ibu hamil
normal dengan COVID-19, risiko gagal napas pada wanita hamil
dengan COVID - 19 lebih berat dibandingkan dengan kondisi normal.
Pada ibu hamil dengan COVID-19 diupayakan agar kadar oksigen ibu
normal (PaO > 70 mmHg atau sebanding dengan oksigen saturasi
>95%). Selain itu faktor iatrogenik seperti kesalahan diagnosis,
komplikasi, dan kekeliruan tenaga medis diminimalisir.
33
ditemukan adanya materi genetik virus SARS-CoV-2 pada sampel ASI dari
ibu yang terkonfirmasi positif COVID-19.
34
BAB III
ASUHAN KEBIDANAN DARI KASUS KEHAMILAN IBU DENGAN
COVID-19
Peran bidan sebagai salah satu tenaga kesehatan digarda terdepan tentu
diharapkan tetap semangat tanpa pamrih memberikan “Asuhan Kebidanan
Yang Berkualitas “ namun harus lebih hati-hati dan waspada terhadap “ High
Risk “ terpapar nya penularan covid -19 karena di era new normal bukan berarti
bebas resiko penularan covid -19. Bidan dalam memberikan pelayanan dan
asuhan harus tetap mengacu pada pedoman dan prinsip - prinsip manajemen
Covid -19 yang sudah di tetapkan oleh pemerintah baik fasilitas, penggunaan
APD, maupun prosedur (SPO) pencegahan pemutusan mata rantai penularan
infeksi.
Edukasi pada klien : ibu Hamil , bersalin ,nifas , bayi baru lahir ibu
menyusui :
1. Selalu cuci tangan dengan sabun dan air mengalir sedikitnya selama 20
detik (cara cuci tangan yang benar pada buku KIA hal. 28).
2. Gunakan hand sanitizer berbasis alkohol yang setidaknya mengandung
alkohol 70%, jika air dan sabun tidak tersedia.
a) Cuci tangan terutama setelah Buang Air Besar (BAB) dan Buang Air
Kecil (BAK), dan sebelum makan (Buku KIA hal 28 ).
b) Khusus untuk ibu nifas, selalu cuci tangan setiap kali sebelum dan
sesudah memegang bayi dan sebelum menyusui
c) Hindari menyentuh mata, hidung dan mulut dengan tangan yang
belum dicuci.
d) Sebisa mungkin hindari kontak dengan orang yang sedang sakit.
e) Gunakan masker medis saat sakit. Tetap tinggal di rumah saat sakit
atau segera ke fasilitas kesehatan yang sesuai, jangan banyak
beraktivitas di luar.
f) Tutupi mulut dan hidung saat batuk atau bersin dengan tissue. Buang
tissue pada tempat yang telah ditentukan. Bila tidak ada tissue,
lakukan batuk sesuai etika batuk.
35
g) Bersihkan dan lakukan disinfeksi secara rutin permukaan dan benda
yang sering disentuh.
h) Menggunakan masker medis adalah salah satu cara pencegahan
penularan penyakit saluran napas, termasuk infeksi Covid -19.
36
di Trimester 3. Minimal 2x diperiksa oleh dokter saat kunjungan 1 di
Trimester 1 dan saat kunjungan ke 5 di Trimester 3.
a) ANC ke-1 di Trimester 1 : skrining faktor risiko dilakukan oleh
Dokter dengan menerapkan protokol kesehatan. Jika ibu datang
pertama kali ke bidan, bidan tetap melakukan pelayanan antenatal
seperti biasa, kemudian ibu dirujuk ke dokter untuk dilakukan
skrining. Sebelum ibu melakukan kunjungan antenatal secara tatap
muka, dilakukan janji temu/ teleregistrasi dengan skrining
anamnesa melalui media komunikasi (telepon)/ secara daring
untuk mencari faktor risiko dan gejala COVID-19.
1) Jika ada gejala COVID-19, ibu dirujuk ke RS untuk dilakukan
swab atau jika sulit untuk mengakses RS Rujukan maka
dilakukan Rapid Test. Pemeriksaan skrining faktor risiko
kehamilan dilakukan di RS Rujukan.
2) Jika tidak ada gejala COVID-19, maka dilakukan skrining oleh
Dokter di FKTP.
b) ANC ke-2 di Trimester 1, ANC ke-3 di Trimester 2, ANC ke-4 di
Trimester 3, dan ANC ke-6 di Trimester 3 : Dilakukan tindak lanjut
sesuai hasil skrining. Tatap muka didahului dengan janji
temu/teleregistrasi dengan skrining anamnesa melalui media
komunikasi (telepon)/secara daring untuk mencari faktor risiko dan
gejala COVID-19.
1) Jika ada gejala COVID-19, ibu dirujuk ke RS untuk dilakukan
swab atau jika sulit mengakses RS Rujukan maka dilakukan
Rapid Test.
2) Jika tidak ada gejala COVID-19, maka dilakukan pelayanan
antenatal di FKTP.
c) ANC ke-5 di Trimester 3 Skrining faktor risiko persalinan
dilakukan oleh Dokter dengan menerapkan protokol kesehatan.
Skrining dilakukan untuk menetapkan :
1) Faktor risiko persalinan,
2) Menentukan tempat persalinan, dan
37
3) Menentukan apakah diperlukan rujukan terencana atau tidak.
Tatap muka didahului dengan janji temu/teleregistrasi dengan
skrining anamnesa melalui media komunikasi (telepon)/secara
daring untuk mencari faktor risiko dan gejala COVID-19. Jika
ada gejala COVID-19, ibu dirujuk ke RS untuk dilakukan
swab atau jika sulit mengakses RS Rujukan maka dilakukan
Rapid Test.
3. Rujukan terencana diperuntukkan bagi:
a) Ibu dengan faktor risiko persalinan. Ibu dirujuk ke RS untuk
tatalaksana risiko atau komplikasi persalinan. Skrining COVID-19
dilakukan di RS alur pelayanan di rumah sakit.
b) Ibu dengan faktor risiko COVID-19. Skrining faktor risiko
persalinan dilakukan di RS Rujukan. Jika tidak ada faktor risiko
yang membutuhkan rujukan terencana, pelayanan antenatal
selanjutnya dapat dilakukan di FKTP.
4. Janji temu/teleregistrasi adalah pendaftaran ke fasilitas pelayanan
kesehatan untuk melakukan pemeriksaan antenatal, nifas, dan
kunjungan bayi baru lahir melalui media komunikasi
(telepon/SMS/WA) atau secara daring. Saat melakukan janji
temu/teleregistrasi, petugas harus menanyakan tanda, gejala, dan faktor
risiko COVID-19 serta menekankan pemakaian masker bagi pasien saat
datang ke Fasilitas Pelayanan Kesehatan.
5. Skrining faktor risiko (penyakit menular, penyakit tidak menular,
psikologis kejiwaan, dll) termasuk pemeriksaan USG oleh Dokter pada
Trimester 1 dilakukan sesuai Pedoman ANC Terpadu dan Buku KIA.
a) Jika tidak ditemukan faktor risiko, maka pemeriksaan kehamilan
ke 2, 3, 4, dan 6 dapat dilakukan di FKTP oleh Bidan atau Dokter.
Demikian pula untuk ibu hamil dengan faktor risiko yang bisa
ditangani oleh Dokter di FKTP.
b) Jika ditemukan ada faktor risiko yang tidak dapat ditangani oleh
Dokter di FKTP, maka dilakukan rujukan sesuai dengan hasil
skrining untuk dilakukan tatalaksana secara komprehensif
38
(kemungkinan juga dibutuhkan penanganan spesialistik selain oleh
Dokter Sp.OG)
6. Pada ibu hamil dengan kontak erat, suspek, probable, atau terkonfirmasi
COVID-19, pemeriksaan USG ditunda sampai ada rekomendasi dari
episode isolasinya berakhir. Pemantauan selanjutnya dianggap sebagai
kasus risiko tinggi.
7. Ibu hamil diminta mempelajari dan menerapkan buku KIA dalam
kehidupan sehari-hari.
a) Mengenali TANDA BAHAYA pada kehamilan. Jika ada keluhan
atau tanda bahaya, ibu hamil harus segera memeriksakan diri ke
Fasilitas Pelayanan Kesehatan.
b) Ibu hamil harus memeriksa kondisi dirinya sendiri dan gerakan
janinnya. Jika terdapat risiko/tanda bahaya (tercantum dalam buku
KIA), seperti mual-muntah hebat, perdarahan banyak, gerakan
janin berkurang, ketuban pecah, nyeri kepala hebat, tekanan darah
tinggi, kontraksi berulang, dan kejang atau ibu hamil dengan
penyakit diabetes mellitus gestasional, pre eklampsia berat,
pertumbuhan janin terhambat, dan ibu hamil dengan penyakit
penyerta lainnya atau riwayat obstetri buruk, maka ibu harus
memeriksakan diri ke Fasilitas Pelayanan Kesehatan.
c) Pastikan gerak janin dirasakan mulai usia kehamilan 20 minggu.
Setelah usia kehamilan 28 minggu, hitunglah gerakan janin secara
mandiri (minimal 10 gerakan dalam 2 jam). Jika 2 jam pertama
gerakan janin belum mencapai 10 gerakan, dapat diulang
pemantauan 2 jam berikutnya sampai maksimal dilakukan hal
tersebut selama 6x (dalam 12 jam). Bila belum mencapai 10
gerakan selama 12 jam, ibu harus segera datang ke Fasilitas
Pelayanan Kesehatan untuk memastikan kesejahteraan janin.
d) Ibu hamil diharapkan senantiasa menjaga kesehatan dengan
mengkonsumsi makanan bergizi seimbang, menjaga kebersihan
diri dan tetap melakukan aktivitas fisik berupa senam ibu hamil/
39
yoga/pilates/peregangan secara mandiri di rumah agar ibu tetap
bugar dan sehat.
e) Ibu hamil tetap minum Tablet Tambah Darah (TTD) sesuai dosis
yang diberikan oleh tenaga kesehatan.
8. Pemberian Tablet Tambah Darah (TTD) bagi ibu hamil dengan status
suspek, probable, atau terkonfirmasi positif COVID-19 dilakukan
dengan pertimbangan dokter yang merawat.
9. Pada ibu hamil suspek, probable, dan terkonfirmasi COVID-19, saat
pelayanan antenatal mulai diberikan KIE mengenai pilihan IMD, rawat
gabung, dan menyusui agar pada saat persalinan sudah memiliki
pemahaman dan keputusan untuk perawatan bayinya.
10. Konseling perjalanan untuk ibu hamil. Ibu hamil sebaiknya tidak
melakukan perjalanan ke luar negeri atau ke daerah dengan transmisi
lokal/ zona merah (risiko tinggi) dengan mengikuti anjuran perjalanan
(travel advisory) yang dikeluarkan pemerintah. Dokter harus
menanyakan riwayat perjalanan terutama dalam 14 hari terakhir dari
daerah dengan penyebaran COVID-19 yang luas.
40
Pelayanan Persalinan
41
pemeriksaan darah NLR atau rapid test (jika tersedia fasilitas dan
sumber daya). Untuk daerah yang mempunyai kebijakan lokal dapat
melakukan skrining lebih awal.
e) Pada zona hijau (tidak terdampak/tidak ada kasus), skrining COVID-19
pada ibu hamil jika ibu memiliki kontak erat dan atau gejala.
f) Untuk ibu dengan status kontak erat tanpa penyulit obstetrik (skrining
awal: anamnesis, pemeriksaan darah normal (NLR < 5,8 dan limfosit
normal), rapid test non reaktif), persalinan dapat dilakukan di FKTP.
Persalinan di FKTP dapat menggunakan delivery chamber tanpa
melonggarkan pemakaian APD (penggunaan delivery chamber belum
terbukti dapat mencegah transmisi COVID-19).
g) Apabila ibu datang dalam keadaan inpartu dan belum dilakukan
skrining, Fasilitas Pelayanan Kesehatan harus tetap melayani tanpa
menunggu hasil skrining dengan menggunakan APD sesuai standar.
h) Hasil skrining COVID-19 dicatat/dilampirkan di buku KIA dan
dikomunikasikan ke Fasilitas Pelayanan Kesehatan tempat rencana
persalinan.
i) Pelayanan KB pasca persalinan tetap dilakukan sesuai prosedur,
diutamakan menggunakan Metode Kontrasepsi Jangka Panjang
(MKJP).
42
SOAP
KASUS :
SUBJEKTIF :
OBJEKTIF :
Head to toe :
43
Kepala ; rambut warna hitam, tidak rontok dan tidak berketombe
Abdomen : tidak ada bekas operasi, djj 150 x/menit, gerakan janin aktif
ASSESMENT :
Ny. A usia 34 tahun GIIPIA0M0 hamil 24 minggu TFU tepat pusat janin
intrauterine tunggal hidup dengan COVID-19.
Masalah : demam, batuk kering, kelelahan dan tidak dapat mencium aroma serta
hilang indera perasa
44
PLANNING :
2. Menjelaskan pada ibu dan keluarga hasil pemeriksaan dan hasil tes PCR ibu
positif COVID-19
3. Menjelaskan pada ibu dan keluarga bahwa sebaiknya ibu melakukan ISOMAN
dirumah karena ibu hanya bergejala ringan namun jika ibu mengalami sesak
dan gejala yang menggangu lainnya untuk segera ke tenaga kesehatan terdekat.
4. Menjelaskan pada ibu bahwa ibu yang terpapar COVID-19 tidak berpengaruh
berat pada kehamilannya kecuali ibu hamil yang memiliki penyakit penyerta
seperti asma dan hipertensi.
6. Menjelaskan pada ibu dan keluarga bahwa jika selama masa ISOMAN ibu
mengalami gejala yang lebih buruk lagi seperti sesak napas dan tidak ada
pergerakan janin harap segera ke faskes.
9. Batasi jumlah orang yang merawat pasien. Idealnya satu orang yang benar-
benar sehat tanpa memiliki gangguan kesehatan lain atau gangguan kekebalan.
10. Lakukan hand hygiene (cuci tangan) segera setiap ada kontak dengan pasien
atau lingkungan pasien. Lakukan cuci tangan sebelum dan setelah menyiapkan
makanan, sebelum makan, setelah dari kamar mandi, dan kapanpun tangan
45
kelihatan kotor. Jika tangan tidak tampak kotor dapat menggunakan
handsanitizer, dan untuk tangan yang kelihatan kotor menggunakan air dan
sabun.
11. Orang yang memberikan perawatan menggunakan masker bedah terutama jika
berada dalam satu ruangan dengan pasien. Masker tidak boleh dipegang selama
digunakan. Jika masker kotor atau basah segera ganti dengan yang baru. Buang
masker dengan cara yang benar (jangan disentuh bagian depan, tapi mulai dari
bagian belakang dengan memegang tali masker). Buang masker bedah segera
dan segera cuci tangan
12. Jangan gunakan masker atau sarung tangan yang telah terpakai.
13. Pisahkan alat makan untuk pasien (cuci dengan sabun dan air hangat setelah
dipakai agar dapat digunakan kembali).
14. Bersihkan permukaan di sekitar pasien termasuk toilet dan kamar mandi secara
teratur. Sabun atau detergen rumah tangga dapat digunakan, kemudian larutan
NaOCl 0.5% (setara dengan 1 bagian larutan pemutih dan 9 bagian air).
15. Cuci pakaian, seprai, handuk, masker kain pasien menggunakan sabun cuci
rumah tangga dan air atau menggunakan mesin cuci dengan suhu air 60-900C
dengan detergen dan keringkan. Tempatkan pada kantong khusus dan jangan
digoyang-goyang, dan hindari kontak langsung kulit dan pakaian dengan
bahan-bahan yang terkontaminasi. Menggunakan sarung tangan saat mencuci
dan selalu mencuci tangan sebelum dan setelah menggunakan sarung tangan.
16. Sarung tangan, masker dan bahan-bahan sisa lain selama perawatan
harusdibuang di tempat sampah di dalam ruangan pasien yang kemudian
ditutup rapat sebelum dibuang sebagai kotoran infeksius.
17. Hindari kontak dengan barang-barang terkontaminasi lainya seperti sikat gigi,
alat makan-minum, handuk, pakaian dan sprei.
18. Menjelaskan pada ibu komplikasi yang dapat terjadi seperti abortus dan
kelahiran premature.
46
19. Menjelaskan pada keluarga tetap untuk melakukan protocol kesehatan dan
memantau ibu yang sedang hamil dan melakukan disinfektan dirumah.
20. Menjelaskan pada ibu untuk tidak khawatir dan tetap melakukan protocol
kesehatan COVID-19 dan menjaga kesehatan dengan mengkomsumsi
makanan yang seimbang dan vitamin serta olahraga yang secukupnya untuk
ibu hamil.
21. Menjelaskan pada ibu agar tidak stress dan menganjurkan ibu untuk melakukan
hal yang disukai seperti senam hamil dengan bimbingan melalui media social.
22. Menganjurkan ibu tetap minum tablet fe dan vitamin yang diberikan seperti
vitamin C dan D untuk daya tahan tubuh ibu.
23. Menganjurkan ibu untuk menghitung gerakan janin dan menjelaskan normal
gerakan janin dalam 2 jam adalah 10 kali.
24. Menjelaskan pada ibu tanda bahaya selama kehamilan seperti keluarnya darah
sedikit apapun dari vagina ibu, sesak napas dan lain-lain.
25. Menjelaskan pada ibu untuk tetap melatih indra penciuman ibu dengan
mencium aroma yang menyengat seperti mengunakan diffuser.
26. Menjelaskan pada ibu jika ibu sesak akan berdampak buruk pada janin karena
tidak mendapatkan suplai oksigen dan memberitahu ibu bahwa oksigen normal
dalam tubuh adalah diatas 90%
27. Menjelaskan pada ibu dan keluarga ibu akan menjalani isolasi minimal selama
10 hari sejak muncul gejala ditambah 3 hari bebas gejala demam ini dan gejala
lainnya dan setelah itu akan dilakukan tes PCR kembali oleh tenaga kesehatan.
47
3. Hasil pemeriksaan laboratorium dan tes PCR ibu positif
48
BAB IV
SOAL KASUS
49
dan anamesa didapati hasil bahwa ibu reaktif COVID-19. Dari kasus diatas
apa resiko pada kehamilan wanita tersebut ?
a. Pneumonia
b. Abortus
c. Asma
d. Premature
e. KET
5. Seorang ibu hamil 28 minggu datang ke puskesmas dengan keluhan demam,
batuk dan sesak sudah 2 hari. Bidan melakukan pemeriksaan didapati
saturasi ibu 90% dan hasil test PCR positif. Dari kasus diatas apa diagnose
yang tepat untuk ibu ?
a. Ibu hamil dengan COVID-19
b. Ibu hamil dengan pneumonia
c. Ibu hamil dengan dyspnea
d. Ibu hamil dengan asma
e. Ibu hamil dengan TBC
50
KUNCI JAWABAN
1. D. Dokter
2. C. Pasang oksigen
3. E. Semua jawaban benar
4. B. Abortus
5. A. Ibu hamil dengan COVID-19
51
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
5.2 Saran
Mengharapkan dengan prokes yang sudah dibuat pemerintah dapat
menekan angka COVID-19 di Indonesia khususnya ibu hamil yang rentan
terhadap terpaparnya COVID-19. Dan pemerintah lebih ketat lagi terhadap
pelayanan kesehatan khususnya pelayanan Antenatal Care. Dan mengharapkan
masyarakat, kader dan keluarga lebih memperhatian lagi terhadap ibu hamil
mengenai tanda bahaya dalam kehamilan.
52
BAB VI
DAFTAR PUSTAKA
53