DISUSUN OLEH :
20180811024019
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS CENDERAWASIH
2019/2020
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini
dengan judul ”Infeksi HIV/AIDS Pada Kehamilan”. Makalah ini disusun untuk memenuhi
salah satu tugas mata kuliah Keperawatan Maternitas II.
Saya berharap semoga makalah ini bisa menambah pengetahuan para pembaca.
Namun terlepas dari itu, saya memahami bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna,
sehingga saya sangat mengharapkan kritik serta saran yang bersifat membangun demi
terciptanya makalah selanjutnya yang lebih baik lagi.
Penulis
Daftar Isi
Kata Pengantar........................................................................................................................2
Daftar Isi...................................................................................................................................3
PENDAHULUAN
I. LATAR BELAKANG
Kehamilan merupakan peristiwa alami yang terjadi pada wanita, namun kehamilan dapat
mempengaruhi kondisi kesehatan ibu dan janin terutama pada kehamilan trimester pertama.
Wanita hamil trimester pertama pada umumnya mengalami mua, muntah, nafsu makan
berkurang dan kelelahan. Menurunnya kondisi wanita hamil cenderung memperberat kondisi
klinis wanita dengan penyakit infeksi antara lain infeksi HIV-AIDS.
Jumlah kasus HIV-AIDS pada kehamilan di Indonesia dan di dunia semakin meningkat.
Hal ini diakibatkan oleh meningkatnya kasus pada penggunaan narkoba suntikan yang pada
umumnya digunakan pada usia subur (usia reproduksi). Penelitian yang dilakukan oleh
Yayasan Pelita Ilmu dan Bagian Kebidanan FKUI di daerah pemukiman kumuh di Jakarta
menunjukkan bahwa infeksi HIV-AIDS di kalangan ibu hamil yang mengikuti layanan
testing dan konseling sukarela melebihi 2%.
Orang-orang yang terinfeksi positif HIV yang mengetahui status mereka mungkin dapat
memberikan manfaat. Namun, seks tanpa perlindungan antara orang yang yang berisiko
membawa HIV sero-positif sebagai super infeksi, penularan infeksi seksual, dan kehamilan
yang tidak direncanakan dapat membuat penurunan kesehatan seksual dan reproduksi. Hal ini
jelas bahwa banyak pasangan yang harus didorong untuk melakukan tes HIV untuk
memastikan status mereka dengan asumsi bahwa mereka mungkin terinfeksi karena pernah
memiliki hubungan seksual dengan seseorang yang telah diuji dan ditemukan sero-positif
HIV.
Perjalanan penyakit bayi yang tertular HIV dari ibunya lebih progresif dibandingkan
dengan penderita dewasa karena paparan pertama terjadi pada saat respons imun masih dalam
tahap perkembangan. Kelainan respons imun yang timbul antara lain limfopenia CD4,
berbagai defek limfosit B dan T, hipergamaglobulinemia poliklonal. Selain itu infeksi HIV
juga akan mempengaruhi tumbuh kembang anak selanjutnya. Anak yang menderita HIV
dilaporkan lebih sering mengalami penyakit infeksi bakteri ataupun virus. Anak yang tertular
HIV dari ibunya juga mengalami keterlambatan pubertas dibandingkan anak seusianya. Oleh
karena itu infeksi HIV pada kehamilan menjadi sangat penting dengan dasar pertimbangan
efek terhadap kehamilan, lebih dari 90% kasus HIV anak ditularkan dari ibunya, anak yang
akan dilahirkan akan menjadi yatim piatu dan sebagian besar wanita yang terinfeksi HIV-
AIDS berada pada usia subur.
PEMBAHASAN
A. Definisi
Kehamilan adalah keadaan mengandung embrio atau fetus didalam tubuh, setelah
penyatuan sel telur dan spermatozoon. Kehamilan ditandai dengan berhentinya haid; mual
yang timbul pada pagi hari (morning sickness); pembesaran payudara dan pigmentasi
puting; pembesaran abdomen yang progresif. Tanda-tanda absolut kehamilan adalah
gerakan janin, bunyi jantung janin, dan terlihatnya janin melalui pemerikasaan sinar-X,
atau USG. Kehamilan atau persalinan merupakan proses alamiah (normal) dan bukan
proses patologis, tetapi kondisi normal dapat menjadi patologi/ abnormal. Menyadari hal
tersebut dalam melakukan asuhan tidak perlu melakukan intervensi-intervensi yang tidak
perlu kecuali ada indikasi.
Pada pemeriksaan antenalal (ANC), pada ibu hamil biasanya dilakukan pemeriksaan
laboratorium terhadap penyakit menular seksual. Namun, ibu hamil memiliki otonomi
untuk menyetujui atau menolak pemeriksaan terhadap HIV, setelah diberikan penjelasan
yang memuaskan mereka dan dokter harus menghormati otonomi pasiennya. Bagi ibu
hamil yang diperiksa dan ternyata HIV sero-positif, perlu diberi kesempatan untuk
konseling mengenai pengaruh kehamilan terhadap HIV, risiko penularan dari ibu ke anak,
tentang pemeriksaan dan terapi selama hamil, rencana persalinan, masa nifas dan masa
menyusui.
Dengan kemajuan pengobatan masa kini, penderita HIV dapat hidup lebih panjang
dan risiko penularan dari ibu ke anak berkurang. Dokter dengan HIV positif tidak perlu
memberitahukan pasiennya tentang dirinya, tetapi harus berhati-hati melakukan tindakan-
tindakan medik yang mengandung risiko, seperti pembedahan obstetrik dan ginekologi,
serta berhati-hati dengan alat-alat yang digunakan. Kasus HIV dan AIDS disebabkan oleh
transmisi heteroseksual. Kehamilan pada ibu dengan AIDS menimbulkan dilema, yaitu
perkembangan penyakit, pilihan penatalaksanaan, dan kemungkinan transmisi vertikal
pada saat persalinan. Transmisi infeksi lewat plasenta ke janin lebih dari 80%. Antibodi
ibu melewati plasenta, dan dapat diteliti melalui uji bayi mereka. Uji antiboti bayi dapat
menentukan status HIV ibu. Uji terbaru untuk bayi adalah reaksi rantai polimer
(polymerase chain reaction, PCR) yang mengidentifikasi virus HIV neonatus. Diperlukan
pemeriksaan virus HIV yang terintegrasi pada pemeriksaan rutin ibu hamil untuk
melindunginya.
B. Etiologi
1) Hubungan seksual yang berganti-ganti pasangan.
2) Perempuan yang menggunakan obat bius injeksi dan bergantian memakai alat suntik.
3) Individu yang terpajan ke cairan vagina sewaktu berhubungan kelamin dengan orang
yang terinfeksi HIV.
4) Orang yang melakukuan transfusi darah dengan orang yang terinfeksi HIV. Berarti
setiap orang yang terpajan darah yang tercemar melalui transfusi atau jarum suntik
yang terkontaminasi.
C. Patofisiologi
HIV merupakan retrovirus yang ditransmisikan dalam darah, sperma, cairan
vagina, dan ASI. Cara penularan telah dikenal sejak 1980-an dan tidak berubah yaitu
secara; seksual hubungan seksual, kontak dengan darah atau produk darah, eksposur
perinatal, dan menyusui. HIV muncul sebagai epidemic global pada akhir tahun 1970.
Pada tahun 2007 diperkirakan 33 juta orang diseluruh dunia hidup dengan HIV, 2 juta
orang meninggal dari komplikasi AIDS, dan 15 juta anak-anak menjadi yatim piatu
akibat kehilangan salah satu atau kedua orang tua mereka karena AIDS.
Secara umum ada 5 faktor yang perlu diperhatikan pada penularan suatu
penyakit yaitu sumber infeksi, vehikulum yang membawa agent, host yang rentan,
tempat keluar kuman dan tempat masuk kuman.
HIV mempunyai target sel utama yaitu sel limfosit T4, yang mempunyai
reseptor CD4. Setelah masuk ke dalam tubuh, HIV akan menempel pada sel yang
mempunyai molekul CD4 pada permukaannya. Molekul CD4 ini mempunyai afinitas
yang sangat besar terhadap HIV, terutama terhadap molekul gp 120 dari selubung
virus. Diantara sel tubuh yang memiliki CD4, sel limfosit T memiliki molekul CD4
yang paling banyak. Oleh karena itu, infeksi HIV dimulai dengan penempelan virus
pada limfosit T. Setelah penempelan, terjadi diskontinuitas dari membran sel limfosit
T yang disebabkan oleh protein gp41 dari HIV, sehingga seluruh komponen virus
harus masuk ke dalam sitoplasma sel limfosit-T, kecuali selubungnya. Setelah masuk
ke dalam sel, akan dihasilkan enzim reverse transcriptase.
Dengan adanya enzim reverse transcriptase, RNA virus akan diubah menjadi
suatu DNA. Karena reverse transcriptase tidak mempunyai mekanisme proofreading
(mekanisme baca ulang DNA yang dibentuk) maka terjadi mutasi yang tinggi dalam
proses penerjemahan RNA menjadi DNA ini. Dikombinasi dengan tingkat reproduktif
virus yang tinggi, mutasi ini menyebabkan HIV cepat mengalami evolusi dan sering
terjadi resistensi yang berkelanjutan terhadap pengobatan. Bersamaan dengan enzim
reverse trancriptase, akan dibentuk RNAse. Akibat aktivitas enzim ini, maka RNA
yang asli dihancurkan. Sedangkan seuntai DNA yang tadi telah terbentuk akan
mengalami polimerisasi menjadi dua untai DNA dengan bantuan enzim polymerase.
DNA yang terbentuk ini kemudian pindah dari sitoplasma ke dalam inti sel
limfosit T dan menyisip ke dalam DNA sel penjamu dangan bantuan enzim integrase,
dan DNA ini disebut sebagai provirus. Provirus yang terbentuk ini tinggal dalam
keadaan laten atau dalam keadaan replikasi yang sangat lambat, tergantung pada
aktivitas dan diferensiasi sel penjamu (T-CD4) yang diinfeksinya, sampai kelak
terjadi suatu stimulasi yang dapat memicu DNA ini untuk keluar dari DNA inang dan
menjadi aktif, serta selanjutnya terjadi replikasi dalam kecepatan yang tinggi.
Keadaan laten ini dapat berlangsung selama 1 sampai 12 tahun dari infeksi
awal HIV dan dalam keadaan ini pasien tidak mempunyai gejala (asimptomatik). Pada
stadium laten ini, HIV dan respon imun anti HIV dalam tubuh pasien dalam keadaan
steady state. Infeksi akut dengan cepat meningkatkan viral load dan menyebabkan
viremia yang ringan sampai moderat. Walaupun viral load cenderung menurun
dengan cepat setelah infeksi akut pada orang dewasa, viral load menurun lebih lambat
pada anak-anak yang terinfeksi secara vertical (2-3 bulan setelah terinfeksi, jumlah
viral load dalam tubuh mereka menetap sekitar 750.000/mL) dan dapat tidak
mencapai level steady state sampai mereka berumur 4-5 tahun.
Hal ini disebabkan karena imaturitas sistem imun mereka. Walaupun bayi-bayi
mempunyai sejumlah antigen presenting cell dan sel-sel efektor lebih banyak daripada
orang dewasa, produksi sitokin, proliferasi dan sitotoksisitas sel-sel tersebut pada
mereka jauh lebih berkurang karena infeksi HIV ini.
Siklus Replikasi HIV16 Infeksi HIV pada limfosit T-CD4 diatas
mengakibatkan perubahan pada fungsi dan penghancuran sel T-CD4, hingga
populasinya berkurang. Mekanisme disfungsi dan penurunan jumlah sel limfosit T-
CD4 ini diduga melalui proses pengaruh sitopatik langsung HIV (single cell killing),
pembentukkan sinsitium, respon imun spesifik, limfosit T sitolitik yang spesifik untuk
HIV, mekanisme autoimun dan anergi. Dengan menurunnya jumlah dan fungsi sel T-
CD4 yang merupakan ‘orchestrator’ dari suatu sistem imun, maka individu yang
terinfeksi HIV akan lebih berisiko untuk terkena infeksi opportunistik, infeksi
sistemik berat, penyakit sistem organ yang kemudian berakhir dengan kematian.
D. Epidemiologi
Sampai saat ini obat dan vaksin yang diharapkan dapat membantu
memecahkan masalah penanggulangan HIV/AIDS belum ditemukan. Salah satu
alternatif dalam upaya menanggulangi problematik jumlah penderita yang terus
meningkat adalah upaya pencegahan yang dilakukan semua pihak yang
mengharuskan kita untuk tidak terlibat dalam lingkungan transmisi yang
memungkinkan dapat terserang HIV.
Epidemi HIV di Indonesia telah berlangsung 20 tahun. Sejak tahun 2000
epidemi tersebut sudah mencapai tahap terkonsentrasi pada beberapa sub-populasi
berisiko tinggi (dengan prevalens > 5%), yaitu pengguna Napza suntik (penasun),
wanita penjaja seks (WPS), dan waria. Situasi demikian menunjukkan bahwa pada
umumnya Indonesia berada pada tahap concentrated epidemic. Situasi penularan ini
disebabkan kombinasi transmisi HIV melalui penggunaan jarum suntik tidak steril
dan transmisi seksual di antara populasi berisiko tinggi. Di Tanah Papua (Provinsi
Papua dan Papua Barat), keadaan yang meningkat ini ternyata telah menular lebih
jauh, yaitu telah terjadi penyebaran HIV melalui hubungan seksual berisiko pada
masyarakat umum (dengan prevalensi > 1%). Situasi di Tanah Papua menunjukkan
tahapan telah mencapai generalized epidemic.
Epidemi HIV yang terkonsentrasi ini tergambar dari laporan Departemen
Kesehatan (Depkes) tahun 2006. Sejak tahun 2000 prevalens HIV mulai konstan di
atas 5% pada beberapa sub-populasi berisiko tinggi tertentu. Dari beberapa tempat
sentinel, pada tahun 2006 prevalens HIV berkisar 21% – 52% pada penasun, 1%-22%
pada WPS, dan 3%-17% pada waria. Situasi epidemi HIV juga tercermin dari hasil
Estimasi Populasi Dewasa Rawan Tertular HIV pada tahun 2006. Diperkirakan ada 4
juta sampai dengan 8 juta orang paling berisiko terinfeksi HIV dengan jumlah terbesar
pada sub-populasi pelanggan penjaja seks (PPS), yang jumlahnya lebih dari 3,1 juta
orang dan pasangannya sebanyak 1,8 juta. Sekalipun jumlah sub-populasinya paling
besar namun kontribusi pelanggan belum sebanyak penasun dalam infeksi HIV.
Gambaran tersebut dapat dilihat dari hasil estimasi orang dengan HIV dan AIDS
(ODHA) di Indonesia tahun 2006, yang jumlahnya berkisar 169.000-217.000, dimana
46% diantaranya adalah penasun sedangkan PPS (Peria Penjajah Seks)14%.
Prevalensi HIV-AIDS menurun dikalangan wanita hamil pendapat ini
berdasarkan hasil survey di daerah perkotaan Kenya terutama di Busnia, Meru,
Nakura, Thika, dimana rata-rata prevalensi HIV menurun tajam dari kira-kira 28%
pada tahun 1999 menjadi 9% pada tahun 2003. Di wilayah India prevalensi secara
nasional dikalangan wanita hamil masih rendah di daerah miskin padat penduduk
yaitu Negara bagian utara Uttar Pradesh dan Bihar. Tetapi peningkatan angka
penularan relatif kecil dapat berarti sejumlah besar orang terinfeksi karena wilayah
tersebut dihuni oleh seperempat dari seluruh populasi India. Prevalensi HIV lebih dari
1% ditemukan dikalangan wanita hamil, di wilayah industri di bagian barat dan
selatan India.
Namun data terbaru dari Afrika Selatan memperlihatkan bahwa prevalensi
HIV dikalangan wanita hamil saat ini telah mencapai angka tertinggi, yaitu 29,5%
dari seluruh wanita yang mengunjungi klinik bersalin yang positif terinfeksi HIV
ditahun 2004. Prevalensi tertinggi adalah dikalangan wanita usia 25-34 tahun atau
lebih yaitu satu dari tiga wanita yang diperkirakan akan terinfeksi HIV. Tingkat
prevalensi yang tertinggi melebihi 30% dikalangan wanita hamil masih terjadi juga
pada empat Negara lain di wilayah Botswana, Lesotho, Nambia dan Swaziland.
E. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis infeksi HIV sangat luas spektrumnya, karena itu ada
beberapa macam klasifikasi. Yang paling umum dipakai adalah klasifikasi yang
dibuat oleh Center for Disease Control (CDC), USA, sebagai berikut :
Stadium awal infeksi HIV
Stadium tanpa gejala Stadium ARC (AIDS related compleks)
Stadium AIDS
Stadium gangguan susunan saraf pusat
Masa Inkubasi
Masa inkubasi adalah waktu terjadinya infeksi sampai munculnya gejala
pertama pada pasien. Pada infeksi HIV hal ini sulit diketahui. Dari penelitian pada
sebagian besar kasus dikatakan masa inkubasi rata-rata 5-10 tahun, dan bervariasi
sangat lebar, yaitu antara 6 bulan sampai lebih dari 10 tahun. rata-rata 21 bulan pada
anak-anak dan 60 bulan pada orang dewasa walaupun belum ada gejala, tetapi yang
bersangkutan telah dapat menjadi sumber penularan.
Stadium awal infeksi
Gejala ini serupa dengan gejala infeksi virus umumnya yaitu berupa demam,
sakit kepala, sakit tenggorokan, mialgia, pembesaran kelenjar dan rasa lemah. Pada
sebagian orang, infeksi dapat berat disertai kesadaran menurun.10 Sindrom ini akan
menghilang dalam beberapa minggu. Dalam waktu 3-6 bulan kemudian tes serologi
baru akan positif, karena telah terbentuk antibodi. Masa 3-6 bulan ini disebut window
periode, dimana penderita dapat menularkan naamun secara laboratorium hasil tes
HIV-nya negatif.
Stadium tanpa gejala
Fase akut akan diikuti fase kronik asimptomatik yang lamanya bisa bertahun-
tahun (5-7 tahun). Virus yang ada didalam tubuh secara pelan-pelan terus menyerang
sistem pertahanan tubuhnya. Walaupun tidak ada gejala, kita tetap dapat mengisolasi
virus dari darah pasien dan ini berarti bahwa selama fase ini pasien juga infeksius.
Tidak diketahui secara pasti apa yang terjadi pada HIV pada fase ini. Mungkin terjadi
replikasi lambat pada sel-sel tertentu dan laten pada sel-sel lainnya. Tetapi jelas
bahwa aktivitas HIV terjadi dan ini dibuktikan dengan menurunnya fungsi sistem
imun dari waktu ke waktu. Mungkin sampai jumlah virus tertentu tubuh masih dapat
mengantisipasi sistem imun.
Stadium AIDS related compleks
Stadium ARC (AIDS Related Complex) adalah bila terjadi 2 atau lebih gejala
klinis yang berlangsung lebih dari 3 bulan, antara lain :
i. Berat badan turun lebih dari 10%
ii. Demam lebih dari 38 derajat
iii. Keringat malam hari tanpa sebab yang jelas
iv. Diare kronis tanpa sebab yang jelas
v. Rasa lelah berkepanjangan
vi. Herpes zoster dan kandidiasis mulut
vii. Pembesaran kelenjar limfe, anemia, leucopenia, limfopenia,
trombositopenia
viii. Ditemukan antigen HIV atau antibody terhadap HIV.
Stadium AIDS
Dalam stadium ini kekebalan tubuh penderita telah demikian rusaknya,
sehingga pada tahap ini penderita mudah diserang infeksi oportunistik antara lain :
TBC, kandidiasistoxoplasmosis, pneumocystis, disamping itu juga dapat terjadi
sarkoma kaposi (kanker pembuluh darah kapiler) dan limfoma.
Gejala AIDS dikatakan lengkap bila gejala ARC ditambah dengan satu atau
lebih penyakit oportunistik seperti pneumonia pneumocystis carinii, sarcoma Kaposi,
infeksi sitomegalovirus.
Orang dewasa dicurigai menderita AIDS bila dijumpai minimal 2 gejala
mayor dan 1 gejala minor. 3 Gejala-gejala mayor tersebut adalah :
i. Penurunan berat badan lebih dari 10%
ii. Diare kronik lebih dari 1 bulan
iii. Demam lebih dari 1 bulan (terus-menerus/intermitten)
PENUTUP
A. Kesimpulan
Penularan HIV dapat melalui hubungan seksual, terjadi secara horizontal
maupun vertikal (dari ibu ke anak). Transmisi horisontal dapat terjadi melalui darah
(diantaranya transfusi darah atau produk darah yang tercemar HIV, penggunaan alat
yang tidak steril disarana pelayanan kesehatan, penggunaan alat yang tidak steril
dilayanan kesehatan tradisional ) dan melalui hubungan seks (misalnya pelecehan
seksual pada anak, pelacuran anak ).
Kurang lebih 10% penularan HIV terjadi melalui transmisi horizontal. Dan
yang cukup penting adalah penularan secara vertikal dari ibu ke anak. Penularan
vertikal dapat terjadi selama intra uterine, intra partum maupun post partum.
Penatalaksanaan klinis penyakit HIV pada kehamilan terus dikembangkan
untuk menekan transmisi secara vertikal. Pemberian antiretrovirus bertujuan untuk
mengurangi viral load agar menjadi sangat rendah atau dibawah tingkat yang dapat
terdeteksi untuk jangka waktu yang lama. Rekomendasi cara persalinan dikeluarkan
oleh Perinatal HIV Guidelines Working Group di Amerika Serikat untuk mengurangi
transmisi HIV dari ibu ke anak dan persalinan dengan seksio sesarea dipikirkan dapat
mengurangi paparan bayi dengan cairan servikovaginal yang mengandung HIV.
Selain itu WHO, Unicef dan UNAIDS mengeluarkan rekomendasi untuk
menghindari air susu ibu yang terkena HIV jika alternatif susu lain tersedia dan aman.
Cara yang efektif untuk mengurangi resiko penularan HIV dari ibu ke anak tergantung
pada saat kapan wanita tersebut mengetahui status HIV-nya sehingga dapat ditentukan
penatalaksanaannya secepat mungkin. Oleh karena itu peranan konseling dan tes HIV
bagi ibu hamil sangatlah penting sebagai salah satu cara untuk deteksi dini terhadap
infeksi HIV.
B. Saran
HIV/AIDS adalah virus yang paling berbahaya bagi manusia, khususnya yang
tinggal pada daerah yang endemik. Oleh sebab itu, kita harus sangat berhati-hati dan
menjaga tubuh kita agar tidak terkena ataupun tertular dari virus ini. Jika terdapat
gejala-gejala demikian, baiklah langsung kita berobat untuk mengatasi masalah yang
lebih lanjut.
Daftar Pustaka
file:///C:/Users/TOSHIBA/Downloads/4873-1-7525-1-10-20130301.pdf
http://yopangumilar.blogspot.com/2012/03/makalah-askep-pada-ibu-hamil-dengan.html
http://referensikedokteran.blogspot.com/2010/07/hiv-dalam-kehamilan.html
https://www.academia.edu/16755308/KEHAMILAN_DENGAN_HIV
https://angelinaps88.blogspot.com/2018/03/ibu-hamil-dengan-human-
immunodeficiency.html
http://maria-biologywimamadiun.blogspot.com/