Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

HIV/AIDS

Mata Kuliah : Askeb Remaja dan Prakonsepsi

Dosen Pembimbing : Juli Purnama Hamudi.,STr.Keb.,M.Kes

OLEH :
KELOMPOK IX
NURLINSA (PBD23046)
IKA JAYANTI (PBD23037)
SUSILA WATI (PBD23057)
ASRIANTI BASRIN (PBD23026)

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN PELITA IBU

PROGRAM STUDI S1 KEBIDANAN

TAHUN AJARAN 2023/2024


KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji selalu Kami panjatkan kepada Allah SWT


atas ridho-Nya, makalah ini akhirnya dapat diselesaikan dengan baik oleh
penulis.Makalah berjudul “Evidence Based Terkait Asuhan Kebidanan” ini
dibuat sebagai tugas dari dosen dan menjadi bahan untuk para tenaga
kesehatan khususnya yang melayani diunit Kebidanan yang berkaitan
langsung dengan pendampingan pra nikah dan Pra Konsepsi.

Dalam penyusunan makalah ini penyusun menyampaikan ucapan


terima kasih kepada pihak-pihak yang membantu dalam menyelesaikan
makalah ini, khususnya kepada Dosen kami yang telah memberikan tugas dan
petunjuk kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas ini.

Harapan besar penulis, makalah ini dapat terus diperbaharui, untuk


semakin sempurna. Segala kritik, masukan dan saran dari pembaca, Penulis
terima dengan terbuka. Dalam Penyusunan makalah ini kami merasa masih
banyak kekurangan baik pada teknis penulisan maupun materi, mengingat
akan kemampuan yang kami miliki. Untuk itu, kritik dan saran dari semua
pihak sangat kami harapkan demi penyempurnaan penyusunan makalah ini.

Kendari, Desember 2023

Penulis

PAGE \* MERGEFORMAT 2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................................. i

DAFTAR ISI............................................................................................................................. ii

BAB I PENDAHULUAN...................................................................................................... 1

A. Latar Belakang....................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah............................................................................................... 2
C. Tujuan......................................................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN....................................................................................................... 3

A. Define HIV/AIDS ................................................................................................. 3

B. Cara Penularan........................................................................................ 4

C. Stadium Klinis HIV/AIDS...................................................................... 6

D. Pencegahan HIV/AIDS........................................................................... 8

E. Pengobatan
HIV/AIDS…………………………………………………………………….................. 9

F. Diagnosis HIV/AIDS……………………………………………………………….. 12

G. Hubungan Dan Pengetahuan Terhadap Stogma ODHA…………. 14

H. UUD Hak Pendidikan ODHA…………………………………………………. 15

BAB III PENUTUP............................................................................................................... …17

A. Kesimpulan.............................................................................................................. …17
B. Saran............................................................................................................. …17

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................. 18

PAGE \* MERGEFORMAT 2
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Seperti yang kita ketahui bersama, AIDS adalah suatu penyakit


yang belum ada obatnya dan belum ada vaksin yang bisa mencegah
serangan virus HIV, sehingga penyakit ini merupakan salah satu penyakit
yang sangat berbahaya bagi kehidupan manusia baik sekarang maupun
waktu yang datang. Selain itu AIDS juga dapat menimbulkan
penderitaan, baik dari segi fisik maupun dari segi mental. Mungkin kita
sering mendapat informasi melalui media cetak, elektronik, ataupun
seminar-seminar, tentang betapa menderitanya seseorang yang
mengidap penyakit AIDS. Dari segi fisik, penderitaan itu mungkin, tidak
terlihat secara langsung karena gejalanya baru dapat kita lihat setelah
beberapa bulan. Tapi dari segi mental, orang yang mengetahui dirinya
mengidap penyakit AIDS akan merasakan penderitaan batin yang
berkepanjangan. Semua itu menunjukkan bahwa masalah AIDS adalah
suatu masalah besar dari kehidupan kita semua. Dengan pertimbangan-
pertimbangan dan alasan itulah kami sebagai pelajar, sebagai bagian dari
anggota masyarakat dan sebagai generasi penerus bangsa, merasa perlu
memperhatikan hal tersebut.

Secara global tahun 2016 jumlah Orang Dengan HIV/AIDS (ODHA)


ada 36,7 juta dengan 2,2 juta kasus HIV dan sekitar 1,5 juta orang
meninggal karena AIDS. Kasus HIV di Asia Tenggara dari tahun 2000-
2015 terus mengalami peningkatan, dari 2,9 juta menjadi 3,5 juta
penderita (Kemenkes RI, 2017). Jumlah kasus yang tercatat bulan
Oktober 2005 – Desember 2017 sebanyak 2.528 yang terdiri dari 859
kasus HIV dan AIDS sebesar 1.669, serta meninggal dunia sebanyak 701
orang (UNAIDS, 2017).

PAGE \* MERGEFORMAT 2
Menurut data Kemenkes RI, kasus HIV/AIDS di Indonesia pada
tahun 2017 sebanyak 330.152 orang, dengan terinfeksi HIV sebanyak
242.699 orang dan yang mengalami AIDS sebanyak 87.453 orang. Urutan
prevalensi HIV/AIDS yang cukup tinggi di provinsi yang ada di Indonesia
antara lain DKI Jakarta, Jawa Timur, Papu, Jawa Barat, Jawa Tengah, Bali
dan Sumatera utara.

B. Rumusan Masalah
1. Mengetahui tentang penyakit HIV/AIDS
2. Bagaimana cara penularan HIV/AIDS
3. Tanda dan gejala penderita HIV/AIDS
4. Bagaimana cara pencegahan HIV/AIDS
5. Bagaimana cara pengobatan HIV/AIDS

C. Tujuan
1. Mengetahui penyakit HIV/AIDS
2. Mengetahui cara penularan HIV/AIDS
3. Mengetahui tanda dan gejala penderita HIV/AIDS
4. Mengetahui cara pencegahan HIV/AIDS
5. Mengetahui cara pengobatan HIV/AIDS

PAGE \* MERGEFORMAT 2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi HIV/AIDS

HIV ( Human Immunodeficiency Virus) adalah virus yang dapat


menyebabkan AIDS. HIV termasuk keluarga virus retro yaitu virus
yang memasukan materi genetiknya ke dalam sel tuan rumah ketika
melakukan cara infeksi dengan cara yang berbeda (retro), yaitu dari
RNA menjadi DNA, yang kemudian menyatu dalam DNA sel tuan
rumah, membentuk pro virus dan kemudian melakukan replikasi.

Virus HIV ini dapat menyebabkan AIDS dengan cara menyerang


sel darah putih yang bernama sel CD4 sehingga dapat merusak sistem
kekebalan tubuh manusia yang pada akhirnya tidak dapat bertahan
dari gangguan penyakit walaupun yang sangat ringan sekalipun. Virus
HIV menyerang sel CD4 dan merubahnya menjadi tempat
berkembang biak Virus HIV baru kemudian merusaknya sehingga
tidak dapat digunakan lagi. Sel darah putih sangat diperlukan untuk
sistem kekebalan tubuh. Tanpa kekebalan tubuh maka ketika diserang
penyakit maka tubuh kita tidak memiliki pelindung. Dampaknya
adalah kita dapat meninggal dunia akibat terkena pilek biasa.

AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome) merupakan dampak


atau efek dari perkembang biakan virus HIV dalam tubuh makhluk
hidup. Virus HIV membutuhkan waktu untuk menyebabkan sindrom
AIDS yang mematikan dan sangat berbahaya. Penyakit AIDS
disebabkan oleh melemah atau menghilangnya sistem kekebalan
tubuh yang tadinya dimiliki karena sel CD4 pada sel darah putih yang
banyak dirusak oleh Virus HIV.

Ketika kita terkena Virus HIV kita tidak langsung terkena AIDS.
Untuk menjadi AIDS dibutuhkan waktu yang lama, yaitu beberapa

PAGE \* MERGEFORMAT 2
tahun untuk dapat menjadi AIDS yang mematikan. Saat ini tidak ada
obat, serum maupun vaksin yang dapat menyembuhkan manusia dari
Virus HIV penyebab penyakit AIDS.

B. Cara Penularan HIV/AIDS

HIV tidak ditularkan atau disebarkan melalui hubungan sosial


yang biasa seperti jabatan tangan, bersentuhan, berciuman biasa,
berpelukan, penggunaan peralatan makan dan minum, gigitan nyamuk,
kolam renang, penggunaan kamar mandi atau WC/Jamban yang sama
atau tinggal serumah bersama Orang Dengan HIV/AIDS (ODHA)
Penularan HIV dapat terjadi melalui beberapa faktor diantaranya
kontak seksual, homoseksual dan heteroseksual, melalui darah atau
produk darah, oleh ibu yang terinfeksi kepada bayi secara perinatal atau
melalui Air Susu Ibu (ASI) maupun melalui pekerjaan khusunya pada
pekerja kesehatan.
Penularan seksual adalah cara utama penularan di seluruh dunia.
Penularan secara homoseksual merupakan penyebab tersering di
Amerika, sedangkan penyebab tersering penularan HIV di dunia adalah
penularan secara heteroseksual terutama di negara berkembang. Virus
HIV ditemukan di dalam cairan semen, baik dalam sel mononukleus yang
terinfeksi maupun dalam cairan seminalis bebas sel. Virus HIV ada pada
cairan seminalis yang memiliki konsentrasi limfoit tinggi, seperti pada
kondisi peradangan genitalia misalnya uretritis dan epididimitis.
HIV dapat ditularkan dengan mudah melalui trauma saat
melakukan hubungan seksual. Hubungan seksual melalui anus lebih
rentan mengalami penularan dikarenakan mukosa rektum lebih tipis
dibandingkan dengan mukosa vagina.
Penularan virus HIV melalui darah dapat terjadi pada individu
yang sering tukar-menukar jarum suntik yang sudah terpapar HIV yang
digunakan untuk menyuntik obat-obatan terlarang dan penularan

PAGE \* MERGEFORMAT 2
melalui produk darah, yaitu pada saat individu yang menerima transfusi
darah. Diperkirakan 90-100% orang yang menerima transfusi dari darah
yang tercemar virus tersebut akan mengalami infeksi.
Penularan HIV dari ibu kepada janin atau anak dapat terjadi
sewaktu ibu hamil ataupun sewaktu persalinan. Infeksi HIV dapat terjadi
pada kehamilan di trimester pertama dan kedua. Hal tersebut didasari
dari temuan analisis virologi atas janin yang mengalami abortus. Namun,
diperkirakan penularan maternal kepada janin atau bayi terutama pada
masa perinatal. Hal ini didasari saat identifikasi polymerase chain
reaction (PCR) pada bayi baru lahir negatif dan positif pada beberapa
bulan kemudian. Angka penularan HIV dari ibu kepada janin atau bayinya
diperkirakan sekitar 30% dengan angka terendah 12.9% pada penelitian
bersama di Eropa dan tertinggi 45% di Nairobi, Kenya. Walaupun jarang
namun, penularan HIV melalui kolostrum dan Air Susu Ibu (ASI) dapat
terjadi maka dari itu ASI dari ibu yang terinfeksi sebaiknya tidak
diberikan kepada anak.
Ditemukan risiko penularan HIV melalui pekerjaan, seperti
pekerja kesehatan, petugas laboratorium dan orang lain yang bekerja
dengan spesimen atau bahan yang terinfeksi HIV terutama saat
menggunakan benda tajam. Infeksi HIV tersebut menular melalui luka
atau erosi yang ada pada pekerja yang bekerja dengan spesimen HIV.
Penularan infeksi HIV melalui luka atau erosi hanya sebesar 0.3%.
Centers for Disease Control and Prevention (CDC) melaporkan pada
tahun 1990 seorang dokter gigi yang terinfeksi HIV menularkan infeksi
HIV kepada lima pasiennya sewaktu melakukan tindakan gigi invasif.
Walaupun mekanisme penularannya tidak pernah jelas diketahui diduga
infeksi terjadi melaui instrumen yang terkontaminasi HIV. Virus HIV yang
ditularkan melalui petugas kesehatan terhadap pasiennya masih sangat
rendah kasusnya.

PAGE \* MERGEFORMAT 2
C. Stadium Klinis HIV/AIDS
Menurut World Health Organization (WHO) stadium HIV/AIDS
dapat dibagi menjadi 4 berdasarkan gejala yang muncul seperti pada
tabel berikut :

Stadium Gejala Yang Timbul

Stadium 1  Tidak ada gejala


 Limfadenopati generalista (LGP)

Stadium 2  Penurunan berar badan bersifat sedang


yang tak diketahui penyebapnya (<10%
dari perkiraan berat badan atau badam
sebelumnya)
 Infeksi saluran pernapasan yang
berulnag (sinusitis, tonsilitas, otitis
media, faringitis)
 Herpes zozter
 Ulkus mulut yang berulnag
 Ruam kulit berupa papul yang gatal
(popular pruritic eruption)
 Dermatis seboroik
 Infeksi jamur pada kuku

Stadium 3  Penurunan berat badan bersifat berat


yang tak diketahui penyebapnya (lebih
dari 10% dari perkiraan berat badan
atau berat badan sebelumnya
 Diare kronis yang tak diketahui
penyebapnya selama lebih dari 1 bulan
 Demam menetap yang tak diketahui
penyebapnya

PAGE \* MERGEFORMAT 2
 Kandidiasis pada mulut yang menetap
oral hairy leukoplakia
 Tuberkulosisi paru
 Infeksi bakteri yang berat (contoh
pneumonia, empyema, menigitis,
piomiositis, infeksi tulang atau sendi,
bakteremia, penyakit inflamasi panggul
yang berat).
 Stomatis nekrotikan ulseratif akut,
gingivitis atau periodontitis
 Anemia yang tak diketahui penyebapnya
(<8g/dL), neutropenia (<0,5 x 109/L
dan/atau trombositopenia kronis (<50 x
109/L)

Stadium 4  Sindrom wasting HIV


 Pneumonia pneumocystis jiroveci
 Pneumonia bakteri berat yang berulang
infeksi herpes simpleks kronis
(orolabial,genital, atau anorectal selama
lebih dari 1 bulan atau visceral di
bagian manapun).
 Kandidiasis esofageal (atau kandidiasis
 trakea, bronkus atau paru)
 Tuberkulosis ekstra paru)
 Sarkoma Kaposi
 Penyakit cytomegalovirus (retinitis atau
infeksi organ lain, tidak termasuk hati,
limpa dan kelenjar getah bening)
 Toksoplasmosis di sistem saraf pusat

PAGE \* MERGEFORMAT 2
 Ensefalopati HIV
 Pneumonia kriptokokus
ekstrapulmoner,
termasuk meningitis
 Infeksi mycobacterium non-tuberculosis
yang menyebar
 Leukoencephalopathy multifocal
progresif
 Cryptosporidiosis kronis
 Isosporiasis kronis
 Mikosis diseminata (histoplasmosis,
coccidiomycosis)
 Septikemia yang berulang (termasuk
 Salmonella non-tifoid)
 Limfoma (serebral atau Sel B non-
Hodgkin)
 Karsinoma serviks invasif
 Leishmaniasis diseminata atipikal
 Nefropati atau kardiomiopati terkait
HIV
yang simptomatis.

D. Cara pencegahan HIV/AIDS


1. Hindarkan hubungan seksual diluar nikah. Usahakan hanya
berhubungan dengan satu orang pasangan seksual, tidak berhubungan
dengan orang lain.
2. Pergunakan kondom bagi resiko tinggi apabila melakukan hubungan
seksual.

PAGE \* MERGEFORMAT 2
3. Ibu yang darahnya telah diperiksa dan ternyata mengandung virus,
hendaknya jangan hamil. Karena akan memindahkan virus AIDS pada
janinnya.
4. Kelompok resiko tinggi di anjurkan untuk menjadi donor darah.
5. Penggunaan jarum suntik dan alat lainnya ( akupuntur, tato, tindik )
harus dijamin sterilisasinya.

Adapun usaha-usaha yang dapat dilakukan pemerintah dalam


mencegah penularan AIDS yaitu, misalnya : memberikan penyuluhan -
penyuluhan atau informasi kepada seluruh Masyarakat tentang segala
sesuatu yang berkaitan dengan AIDS, yaitu melalui seminar-seminar
terbuka, melalui penyebaran brosur atau poster-poster yang
berhubungan dengan AIDS, ataupun melalui iklan diberbagai media
massa baik media cetak mapun media elektronik. Penyuluhan atau
informasi tersebut secara terus menerus dan berkesinambungan, kepada
semua lapisan Masyarakat, agar seluruh Masyarakat dapat menegtahui
bahay AIDS, sehingga berusaha menghindarkan diri dari segala sesuatu
yang bisa menimbulkan virus AIDS.

E. Pengobatan HIV/AIDS

Meski sampai saat ini belum ada obat untuk menyembuhkan HIV,
tetapi ada jenis obat yang dapat memperlambat perkembangan virus.
Jenis obat ini disebut sebagai antiretroviral (ARV). ARV bekerja dengan
menghilangkan unsur yang dibutuhkan oleh virus HIV untuk
menggandakan diri dan mencegah virus HIV menghancurkan sel CD4.

Selain antiretroviral, pengobatan infeksi HIV juga akan melibatkan


antivirus lainnya, seperti lopinavir-ritonavir. Hal ini dilakukan untuk
meningkatkan efektivitas obat. Selama mengonsumsi obat antivirus HIV,
dokter akan memonitor viral load dan sel CD4 untuk menilai respons
pasien terhadap pengobatan. Hitung sel CD4 akan dilakukan tiap 3–6

PAGE \* MERGEFORMAT 2
bulan, sedangkan pemeriksaan viral load dilakukan sejak awal
pengobatan dan dilanjutkan tiap 3–4 bulan selama masa pengobatan.

Pasien harus segera mengonsumsi ARV begitu didiagnosis menderita


HIV agar perkembangan virus HIV dapat dikendalikan. Penting untuk
diingat, menunda pengobatan dapat membuat virus terus merusak
sistem kekebalan tubuh dan meningkatkan risiko infeksi berkembang
menjadi AIDS.

Pengobatan ARV bertujuan untuk:

1. Menurunkan jumlah virus (viral load) dalam darah sampai tidak


terdeteksi

2. Menurunkan risiko penularan HIV

3. Menurunkan infeksi oportunistik

4. Meningkatkan kualitas hidup

Efek samping Pengobatan ARV :

a. Pusing

b. Sakit kepala

c. Mual dan muntah

d. Diare

e. Mulut kering

f. Tulang rapuh

g. Kadar gula darah tinggi

h. Kadar kolesterol tidak normal

i. Kerusakan jaringan otot (rhabdomyolysis)

j. Penyakit jantung

PAGE \* MERGEFORMAT 2
k. Sulit tidur

l. Tubuh terasa Lelah

Penyebab kegagalan pengobatan ARV:

1. Ketidakpatuhan minum obat

Ketidakpatuhan minum obat dapat dilihat terkait dosis, cara


minum obat, waktu minum obat dan periode minum obat yang tidak
sesuai dengan aturan.

2. Gangguan penyerapan obat

Terjadinya gangguan pada proses penampungan dan


penghancuran obat di lambung, penyerapan nutrisi oleh lapisan
mukosa usus halus, dan pengaliran nutrisi tersebut ke seluruh tubuh
melalui aliran darah.

3. Interaksi antar obat

Interaksi obat adalah perubahan (dalam kadar atau lamanya)


aksi satu obat oleh karena adanya zat lain (termasuk obat, makanan
dan alkohol) sebelum atau bersamaan dengan obat tersebut.
Interaksi obat dapat memberikan dampak buruk berupa kegagalan
pengobatan karena dosis terapeutik yang suboptimal dan atau
sebaliknya dapat terjadi efek yang menguntungkan.

4. Resistensi virus terhadap obat

HIV dianggap ‘resisten (kebal)’ terhadap obat antiretroviral


(ARV) tertentu bila virus itu terus menggandakan diri (bereplikasi)
walaupun kita memakai obat tersebut. Penyebab resistensi adalah
mutasi pada virus. Cara terbaik untuk mencegah terjadinya
resistensi, adalah mengendalikan HIV dengan minum obat ARV

PAGE \* MERGEFORMAT 2
secara teratur dan tepat waktu. Bila pasien tidak patuh minum obat
ARV maka HIV akan lebih mudah bereplikasi.

F. Diagnosis HIV/AIDS
a. Diagnosis dini infksi HIV
Diagnosis dini untuk menemukan infeksi HIV saat ini harus
dilihat dari kemajuan-kemajuan yang diperoleh dalam hal patogensis
dan perjalanan penyakit dan juga perkembangan pengobatan.
Keuntungan menemukan diagnosis dini yaitu:
1. Intervensi pengobatan fase infeksi asimtomatik dapat
diperpanjang.
2. Menghambat perjalanan penyakit ke arah AIDS.
3. Pencegahan infeksi oportunistik.
4. Konseling dan pendidikan untuk kesehatan umum penderita.
5. Penyembuhan (bila mungkin) hanya dapat terjadi bila pengobatan
pada fase dini.
Diagnosis dini ditegakkan melalui pemeriksaan laboratorium
dengan petunjuk gejala-gejala klinis atau dari adanya perilaku risiko
tinggi individu tertentu. Diagnosis laboratorium dapat dilakukan
dengan 2 metode, yaitu:
a. Langsung: isolasi virus dari sampel yang umumnya dilakukan
dengan menggunakan mikroskop elektron dan deteksi antigen
virus. Salah satu cara deteksi antigen virus yang makin populer
belakang ini ialah Polymerase Chain Reaction (PCR).
b. Tidak langsung: dengan melihat respon zat anti spesifik misalnya
dengan Enzyme-linked Immunosorbent Assay (ELISA), Western
blot, Immunofluorescent Assay (IFA) atau
Radioimmunoprecipitation Assay (RIPA).
c. Untuk diagnosis HIV yang sering dilakukan dan efektif, yaitu:
1. Enzyme-linked Immunosorbent Assay (ELISA): sensitivitas
tinggi (98.1%- 100%). Biasanya memberikan hasil positif 2-3

PAGE \* MERGEFORMAT 2
bulan sesudah infeksi. Hasil positif harus dikonfirmasi dengan
pemeriksaan Western blot. Akhir-akhir ini tes ELISA telah
menggunakan recombinant antigen yang sangat spesifik
terhadap envelope dan core. Antibodi terhadap envelope
ditemukan pada semua stadium infeksi HIV, sedangkan
antibodi terhadap p24 (protein core) bila positif menunjukan
bahwa penderita sedang mengalami kemunduran.
2. Western blot: spesifitas tinggi (99.6%-100%). Namun,
pemeriksaannya cukup sulit, mahal dan membutuhkan waktu
sekitar 24 jam. Mutlak diperlukan untuk konfirmasi hasil
pemeriksaan ELISA yang positif.
3. PCR (Polymerase Chain Reaction) Penggunaan PCR antara lain
untuk: 1) Tes HIV pada bayi. Dimana zat anti maternal masih
ada pada bayi dan menghambat pemeriksaan secara serologis.
2) Menetapkan status individu yang seronegatif pada kelompok
risiko tinggi. 3) Tes pada kelompok risiko tinggi sebelum terjadi
serokonversi. 4) Tes konfirmasi untuk HIV-2, sebab ELISA
sensitivitasnya rendah untuk HIV-2.

b. Diagnosis AIDS
AIDS merupakan stadium akhir infeksi HIV. Penderita
dinyatakan sebagai AIDS bila dalam perkembangan infeksi HIV
selanjutnya menunjukan infeksiinfeksi dan kanker oportunistik yang
mengancam jiwa penderita. Selain infeksi dan kanker dalam
penetapan CDC (1993) yang juga termasuk, yaitu: ensefalopati,
sindrom kelelahan yang berkaitan dengan AIDS dan hitungan CD4+ +
<200/µl. CDC menetapkan kondisi dimana infeksi HIV sudah
dinyatakan sebagai AIDS.

G. Hubungan pengetahuan dan sikap terhadap stigma ODHA

PAGE \* MERGEFORMAT 2
Pengetahuan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
sikap dan perilaku seseorang. Menurut Lawrence Green dan Marshall
Kreuter pengetahuan seseorang merupakan salah satu faktor yang
cenderung dapat mempengaruhi perubahan perilaku seseorang.
Selain itu, terjadinya stigma berdampak terhadap tindakan
penanggulangan HIV/AIDS, yaitu orang yang mempunyai risiko terkena
HIV/AIDS menjadi takut untuk melakukan pemeriksaan kesehatan.
Karena kurangnya pengetahuan dan sikap masyarakat dalam setiap
upaya pencegahan dan penanggulangan HIV/AIDS mengakibatkan
munculnya stigma dan diskriminasi. Stigma dan diskriminasi dapat
terjadi karena tidak memahami dan mendapatkan informasi yang tepat
tentang HIV/AIDS khususnya dalam pemahaman bagaimana penularan
HIV/AIDS tersebut. Perilaku diskriminasi pada ODHA tidak hanya
melanggar 24 hak asasi manusia namun, juga mempersulit upaya
pencegahan dan penanggulangan HIV/AIDS.
Selain pengetahuan ada pula faktor lain yang mempengaruhi
stigma dan diskriminasi yaitu sikap terhadap ODHA. Penelitian oleh Wati
dkk menunjukkan bahwa seseorang yang mempunyai sikap postif atau
tidak mendukung adanya sikap diskriminatif pada ODHA memiliki
kemungkinan lebih besar untuk tidak terjadinya perilaku diskriminatif
pada ODHA dibandingkan dengan seseorang yang memiliki sikap negatif
atau mendukung adanya sikap diskriminatif pada ODHA.
Hal diatas juga didukung oleh penelitian Shaluhiyah dkk dimana
mereka menyimpulkan bahwa prevalensi responden yang memberikan
persepsi negatif dan menimbulkan stigma tinggi sebesar 58.9%
dibandingkan pada persepsi positif.
Menurut hasil penelitian Sri Wahyuni dan Sudarto Ronoatmdjo
yang berjudul “Hubungan Antara Pengetahuan HIV/AIDS Dengan Sikap
Penolakan Terhadap Orang Dengan HIV/AIDS (ODHA) Pada Masyarakat
Indonesia” menyatakan bahwa sikap penolakan terhadap ODHA pada

PAGE \* MERGEFORMAT 2
masyarakat Indonesia masih memiliki tingkat yang cukup tinggi. Hal ini
disebabkan karena rendahnya tingkat pengetahuan HIV/AIDS pada
masyarakat Indonesia. Hasil analisis penelitian ini menyimpulkan bahwa
adanya hubungan yang bermakna antara pengetahuan HIV/AIDS dengan
sikap terhadap ODHA dimana variabel tingkat pendidikan menjadi suatu
pengaruh terhadap sikap diskriminasi terhadap ODHA dan pengetahuan
HIV/AIDS.2
Maka apabila tingkat pengetahuan baik setidaknya dapat
mendorong untuk mempunyai sikap dan perilaku yang baik pula begitu
pun sebaliknya.

H. Kebijakan dan undang-undang tentang hak atas Pendidikan ODHA


Penderita HIV/AIDS adalah salah satu kelompok yang paling
rentan mendapatkan stigma dan diskriminasi karena kondisi kesehatan
mereka yang buruk. Stigma dan diskriminasi terhadap orang dengan
HIV/AIDS terjadi pada hampir semua bidang termasuk dalam bidang
pendidikan. Diskriminasi terhadap orang dengan HIV/AIDS adalah
pelanggaran hak asasi manusia karena 25 menghambat mereka atas hak
untuk memperoleh pendidikan. Hak atas pendidikan bukanlah hak yang
muncul tanpa alasan karena pendidikan itu membuka jalan bagi
pemenuhan hak-hak lainnya. Pendidikan berperan penting dalam
pemberdayaan kelompok masyarakat rentan dan upaya penghapusan
kemiskinan. Dari hal itu pendidikan akan menaikkan harkat dan
martabat manusia.
Komentar Umum PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa) Nomor 13
tentang Hak atas Pendidikan, Paragraf 6 menyebutkan empat prinsip
dalam pemenuhan hak atas pendidikan, yaitu:
a. Ketersediaan yang berarti bahwa institusi pendidikan formal maupun
nonformal harus tersedia dalam kuantitas yang cukup.

PAGE \* MERGEFORMAT 2
b. Keterjangkauan yang berarti semua orang bisa mengakses pendidikan
tanpa diskriminasi. Prinsip ini memiliki empat dimensi yaitu:
1) Non-diskriminasi: pendidikan tanpa diskriminasi harus dijamin
dalam legislasi negara. Negara juga harus secara aktif
mempromosikan prinsip non-diskriminasi. Selain itu, negara juga
harus memastikan tidak ada praktik diskriminasi dalam dunia
pendidikan.
2) Keterjangkauan fisik: insitusi pendidikan harus terjangkau secara
jarak dan dapat dijangkau secara aman.
3) Keterjangkauan ekonomi: pendidikan harus bisa diakses semua
orang secara ekonomi. Pendidikan dasar harus tersedia secara
gratis, sedangkan pendidikan menengah dan menengah atas harus
secara bertahap dibuat terjangkau ataupun gratis.
c. Keberterimaan yang berarti bentuk dan substansi dari pendidikan
harus dapat diterima oleh siswa dan orang tua berdasarkan budaya
setempat.
d. Adaptabilitas yang berarti pendidikan harus fleksibel agar dapat
beradaptasi sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Dari hal di atas kita
dapat menganalisis jaminan hak atas pendidikan bagi penderita
HIV/AIDS khususnya pada anak, baik dalam peraturan perundang-
undangan maupun kebijakan serta implementasi dari peraturan yang
ada.

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan

PAGE \* MERGEFORMAT 2
1. HIV (Human Immuno–Devesiensi) adalah virus yang hanya hidup
dalam tubuh manusia, yang dapat merusak daya kekebalan tubuh
manusia. AIDS (Acguired Immuno–Deviensi Syndromer) adalah
kumpulan gejala menurunnya gejala kekebalan tubuh terhadap
serangan penyakit dari luar.
2. Tanda dan Gejala Penyakit AIDS seseorang yang terkena virus HIV
pada awal permulaan umumnya tidak memberikan tanda dan gejala
yang khas, penderita hanya mengalami demam selama 3 sampai 6
minggu tergantung daya tahan tubuh saat mendapat kontak virus HIV
tersebut.
3. Hingga saat ini penyakit AIDS tidak ada obatnya termasuk serum
maupun vaksin yang dapat menyembuhkan manusia dari Virus HIV
penyebab penyakit AIDS yang ada hanyalah pencegahannya saja.

B. Saran
1. Bagi penderita HIV/AIDS
Para penderita HIV/AIDS diharapkan untuk aktif di dalam
mengikuti program-program yang diperlukan penderita seperti
program pendampingan terapi ARV (antiretroviral) maupun konseling
2. Bagi keluarga dan teman-teman penderita HIV/AIDS
Keluarga dan teman sangat berperan di dalam memberikan
motivasi dan dukungan-dukungan bagi para penderita HIV/AIDS agar
penderita tidak terlalu terganggu dengan penyakit yang dialaminya.
3. Bagi individu yang tidak terinfeksi HIV/AIDS
Bagi individu yang tidak terinfeksi HIV/AIDS diharapkan dapat
melakukan pencegahan terhadap penyebap terinfeksinya HIV/AIDS.
DAFTAR PUSTAKA

PAGE \* MERGEFORMAT 2
Pardede, Jek A., Johansen Hutajulu, and Palti Elesson Pasaribu. "Harga Diri

dengan Depresi Pasien Hiv/aids." Jurnal Media Keperawatan: Politeknik

Kesehatan Makassar 11.01 (2020): 57-64.

Faridah, Ida. "Pengetahuan dan sikap tentang HIV/AIDS dan upaya

pencegahan HIV/AIDS." Jurnal Kesehatan 9.1 (2020): 43-58.

Gumarianto, Ramadhani Safira, Soroy Lardo, and Aulia Chairani. "Hubungan

antara Hitung Jumlah CD4 dengan Kejadian Wasting Syndrome pada Pasien

HIV/AIDS Di RSPAD Gatot Soebroto Periode Januari-Desember 2020." Jurnal

Kedokteran dan Kesehatan: Publikasi Ilmiah Fakultas Kedokteran Universitas

Sriwijaya 9.2 (2022): 133-142.

Fahriati, Andriyani Rahmah, et al. “Kepatuhan minum antiretroviral pada

ODHA (orang dengan HIV/AIDS).” Pharmaceutical science Journal 1.1 (2021):

29-46.

Hia, Helen. "HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP ORANGTUA TERHADAP

STIGMA HIV/AIDS DI LINGKUNGAN SEKOLAH." (2020).

PAGE \* MERGEFORMAT 2

Anda mungkin juga menyukai