Anda di halaman 1dari 22

Tugas Individu

Mata Kuliah : Epidemiologi Terapan


Dosen : Prof. Dr. drg. Andi Zulkifli, M.Kes.

“PELAKSANAAN SKRINING HIV/AIDS DI INDONESIA”

DISUSUN OLEH:
MUHARDIN MUIN
K012191024

KONSENTRASI EPIDEMIOLOGI
PROGRAM PASCASARJANA
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERESITAS HASANUDDIN
2020

i
KATA PENGANTAR

Assalamu ‘Alaikum Warahmatullahi abarakatuh


Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karna atas Berkat,
Rahmat dan Karunia-Nya sehingga penyusunan makalah yang berjudul
“PELAKSANAAN SKRINING HIV DI INDONESIA” ini dapat selesai tepat
waktu sesuai dengan waktu yang diberikan. Salam dan salawat tak lupa kita
kirimkan kapada Rasulullah Muhammad SAW beserta para keluarga, sahabat dan
para pengikutnya.
Penulis menyadari dalam penyusunan makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu kritik dan saran yang sifatnya membangun sangat
diharapkan demi kesempurnaan makalah ini.
Akhirnya semoga Allah SWT senantiasa melimpahkan rahmat-Nya kepada
kita semua dan apa yang disajikan dalam makalah ini dapat bermanfaat bagi kita
semua, Aamiin Ya Rabbal Aalamiin.
Makassar, April 2020

Penulis

1ii
DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL ..........................................................................................i
KATA PENGANTAR ......................................................................................ii
DAFTAR ISI ..............................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .....................................................................................1
B. Tujuan dan Manfaat Makalah ..............................................................2
C. Rumusan Masalah ................................................................................2

BAB II TINJUAN PUSTAKA


A. Tinjuan Umum Tentang Penyakit HIV/AIDS .........................................
B. Pengertian Skrining HIV ..........................................................................
C. Manfaat Skrining HIV/AIDS ...................................................................
D. Peran Pemerintah dalam Skrining HIV/AIDS ..........................................
E. Dilemah Dalam Program Skrining HIV ...................................................
F. Etika atau Norma Skrining HIV/AIDS .....................................................

BAB III PEMBAHASAN


A. Metode Skrining HIV/AIDS ...................................................................5
B. Cara melakukan Skrining HIV/AIDS .....................................................9
C. Tim Skrining .........................................................................................10
D. Biaya Yang Digunakan .........................................................................10
E. Angka Penemuan dan Hasil Skrining ...................................................10

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan ...........................................................................................11
B. Saran .....................................................................................................12

DAFTAR PUSTAKA

1
iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Epidemi HIV/AIDS merupakan krisis global dan tantangan yang berat bagi
pembangunan dan kemajuan sosial. Banyak negara-negara miskin yang sangat
dipengaruhi epidemi ini ditinjau dari jumlah infeksi dan dampak yang ditimbulkannya.
Bagian terbesar orang yang hidup dengan HIV/AIDS (ODHA) adalah orang dewasa
yang berada dalam usia kerja dan hampir separuhnya adalah wanita, yang akhir-akhir ini
terinfeksi lebih cepat daripada laki-laki. Secara global berdasarkan laporan Worl Health
Organization (WHO), jumlah orang dengan HIV/AIDS (ODHA) pada tahun 2012
sebesar 35,3 juta orang dan meningkat pada tahun selanjutnya yaitu sekitar 2,1 juta
penduduk setiap tahunnya terinfeksi virus HIV pada tahun 2015 yang menunjukkan
presentase 0,3 infeksi baru per 1000 penduduk yang tidak terinfeksi dan pada akhir tahun
2015 tercatat sekitar 37,7 juta penduduk hidup dengan terdiagnosa HIV. Berdasarkan
data tersebut pada tahun 2012 mortalitas akibat AIDS mencapai 1,6 juta orang dan
menurun pada tahun 2015 tercatat sekitar 1,2 juta penduduk meninggal akibat penyakit
yang berhubungan dengan HIV (WHO,2017).
Di Indonesia, setiap 25 menit terdapat satu orang baru yang terinveksi HIV
(UNICEF Indonesia, 2012). Satu dari setiap lima orang yang terinveksi di bawah usia 25
tahun. Sejak pertama kali ditemukan tahun 1987 sampai Maret 2017, HIV/ AIDS
tersebar di 407 (80%) dari 507 kabupaten/kota di seluruh provinsi di Indonesia. Jumlah
kumulatif infeksi HIV di Indonesia sampai maret 2017 sebanyak 242.699 orang. Secara
nasional, Provinsi dengan jumlah infeksi HIV terbesar berturut-turut DKI 2 Jakarta
(46.758), Jawa Timur (33.043) dan Papua (25.586), sedangkan jumlah kumulatif AIDS
dari tahun 1987 sampai Maret 2017 sebanyak 87.453 orang. Berdasarkan pekerjaan-
pekerjaan dengan penderita AIDS tertinggi adalah Ibu rumah tangga, sedangkan
berdasarkan jenis kelamin jumlah penderita AIDS tertinggi pada laki – laki sebanyak
56%. Provinsi dengan infeksi AIDS tertinggi adalah Jawa Timur, Papua pada posisi
kedua dan maluku dengan posisi ke 10 dengan case rate dengan case rate 35,25 per
100.000 penduduk (Kemenkes RI, 2017).
Pada beberapa tahun terakhir telah tercatat kemajuan dan pelaksanaan program
pengendalian HIV di indonesia. Berbagai layanan HIV telah berkembang dan jumlah
orang yang memanfaatkannya juga telah bertambah dengan pesat.

1
B. Tujuan dan Manfaat Makalah
Adapun tujuan dan manfaat makalah ini adalah untuk mengetahui bagaimana proses
skrining HIV/AIDS di indonesia.

C. Rumusan Masalah
Sebelum merumuskan tentang masalah yang dihadapi dalam penulisan makalah ini,
terlebih dahulu mengetahui pengertian dari masalah itu sendiri.masalah adalah
merupakan suatu kejadian dimana kejadian tersebut memerlukan pemecahan atau
masalah adalah kejadian yang menimbulkan pertanyaan kenapa dan bagaimana.
Adapun rumusan masalah yang dikemukakan dalam penulisan makalah ini sesuai
dengan latar belakang diatas,maka yang menjadi masalah adalah :
1. Defenisi skrining HIV/AIDS
2. Bagaiamana Mengetahui Metode skrining HIV/AIDS?
3. Bagaimana cara melakukan skrining HIV/AIDS?
4. Siapa saja tim dalam proses skrining HIV/AIDS?
5. Biaya yang digunakan dalam proses skrining HIV/AIDS?
6. Bagaimana angka penemuan dan hasil skrining HIV/AIDS?

2
BAB II
TINJUAN PUSTAKA

A. Tinjuan Umum Tentang Penyakit HIV/AIDS


AIDS atau Sindrom Kehilangan Kekebalan tubuh adalah sekumpulan gejala
penyakit yang menyerang tubuh manusia sesudah sistem kekebalannya dirusak oleh virus
HIV. Akibat kehilangan kekebalan tubuh, penderita AIDS mudah terkena bebrbagai jenis
infeksi bakteri, jamur, parasit, dan virus tertentu yang bersifat oportunistik. Selain itu
penderita AIDS sering kali menderita keganasan,khususnya sarcoma Kaposi dan imfoma
yang hanya menyerang otak. Virus HIV adalah retrovirus yang termasuk dalam family
lentivirus. Retrovirus mempunyai kemampuan menggunakan RNA-nya dan DNA pejamu
untuk membentuk virus DNA dan dikenali selam periode inkubasi yang panjang. Seperti
retrovirus yang lain, HIV menginfeksi tubuh dengan periode imkubasi yang panjang
(klinik-laten), dan utamanya menyebabkan munculnya tanda dan gejala AIDS. HIV
menyebabkan beberapa kerusakan system imun dan menghancurkannya. Hal tersebut
terjadi dengan menggunakan DNA dari CD4+ dan limfosit untuk mereplikasi diri. Dalam
prose itu, virus tersebut menghancurkan CD4+ dan limfosit.
Secara structural morfologinya, bentuk HIV terdiri atas sebuah silinder yang
dikelilingi pembungkus lemak yang melingkar-melebar. Pada pusat lingkaran terdapat
untaian RNA. HIV mempunyai 3 gen yang merupakan komponen funsional dan
structural. Tiga gen tersebut yaitu gag, pol, dan env. Gag berarti group
antigen, pol mewakili polymerase, dan env adalah kepanjangan darienvelope (Hoffmann,
Rockhstroh, Kamps,2006).
Gengagmengodeprotein inti. Genpolmengodeenzimreverse transcriptase,
protease, integrase. Gen env mengode komponen structural HIV yang dikenal dengan
glikoprotein. Gen lain yang ada dan juga penting dalam replikasi virus, yaitu : rev, nef,
vif, vpu, dan vpr.
1. Cara penularan HIV/AIDS
Virus HIV menular melalui enam cara penularan, yaitu :
a. Hubungan seksual dengan pengidap HIV/AIDS
Hubungan seksual secara vaginal, anal, dan oral dengan penderita HIV
tanpa perlindungan bisa menularkan HIV. Selama hubungan seksual berlangsung,
air mani, cairan vagina, dan darah dapat mengenai selaput lender vagina, penis,
dubur, atau mulut sehingga HIV yang terdapat dalam cairan tersebut masuk ke

3
aliran darah (PELKESI, 1995). Selama berhubungan juga bisa terjadi lesi mikro
pada dinding vagina, dubur, dan mulut yang bisa menjadi jalan HIV untuk masuk
ke aliran darah pasangan seksual (Syaiful, 2000).
b. Ibu pada bayinya
Penularan HIV dari ibu pada saat kehamilan (in utero). Berdasarkan
laporan CDC Amerika, prevalensi HIV dari ibu ke bayi adalah 0,01% sampai
0,7%. Bila ibu baru terinfeksi HIV dan belum ada gejala AIDS, kemungkinan
bayi terinfeksi sebanyak 20% sampai 35%, sedangkan kalau gejala AIDS sudah
jelas pada ibu kemungkinannya mencapai 50% (PELKESI, 1995). Penularan juga
terjadi selama proses persalinan melalui transfuse fetomaternal atau kontak antara
kulit atau membrane mukosa bayi dengan darah atau sekresi maternal saat
melahirkan (Lily V, 2004).
c. Darah dan produk darah yang tercemar HIV/AIDS
Sangat cepat menularkan HIV karena virus langsung masuk ke pembuluh darah
dan menyebar ke seluruh tubuh.
d. Pemakaian alat kesehatan yang tidak steril
Alat pemeriksaan kandungan seperti speculum,tenakulum, dan alat-alat lain yang
darah,cairan vagina atau air mani yang terinfeksi HIV,dan langsung di gunakan
untuk orang lain yang tidak terinfeksi bisa menularkan HIV.(PELKESI,1995).
e. Alat-alat untuk menoleh kuli
Alat tajam dan runcing seperti jarum,pisau,silet,menyunat seseorang, membuat
tato,memotong rambut,dan sebagainya bisa menularkan HIV sebab alat tersebut
mungkin di pakai tampa disterilkan terlebih dahulu.
f. Menggunakan jarum suntik secara bergantian
Jarum suntik yang di gunakan di fasilitas kesehatan,maupun yang di
gunakan oleh parah pengguna narkoba (injecting drug user-IDU) sangat
berpotensi menularkan HIV. Selain jarum suntik, pada para pemakai IDU secara
bersama-sama juga mengguna tempat penyampur, pengaduk,dan gelas pengoplos
obat,sehingga berpotensi tinggi untuk menularkan.
HIV tidak menular melalui peralatan makan,pakaian,handuk,sapu
tangan,toilet yang di pakai secara bersama-sama,berpelukan di pipi,berjabat
tangan,hidup serumah dengan penderita HIV/AIDS, gigitan nyamuk,dan
hubungan social yang lain.

4
2. Perjalanan Infeksi HIV/AIDS
Pada saat seseorang tekena infeksi virus AIDS maka diperlukan waktu 5-10
tahun untuk sampai ke tahap yang disebut sebagai AIDS. Setelah virus masuk ke
dalam tubuh manusia, maka selama 2-4 bulan keberadaan virus tersebut belum bisa
terdeteksi dengan pemeriksaan darah meskipun virusnya sendiri sudah ada dalam
tubuh manusia. Tahap ini disebut sebagai periode jendela. Sebelum masuk pada tahap
AIDS, orang tersebut dinamai HIV positif karena dalam darahnya terdapat HIV. Pada
tahap HIV positif ini maka keadaan fisik yang bersangkutan tidak mempunyai
kelainan khas ataupun keluhan apapun, dan bahkan bisa tetap bekerja seperti biasa.
Dari segi penularan, maka dalam kondisi ini yang bersangkutan sudah aktif
menularkan virusnya ke orang lain jika dia mengadakan hubungan seks atau menjadi
donor darah.
Sejak masuk virus dalam tubuh manusia maka virus ini akan menggerogoti sel
darah putih yang berperan dalam sistem kekebalan tubuh. Setelah 5-10 tahun maka
kekebalan tubuh akan hancur dan penderita masuk dalam tahap AIDS dimana terjadi
berbagai infeksi seperti infeksi jamur, virus-virus lain, kanker, dan sebagainya.
Penderita akan meninggal dalam waktu 1-2 tahun kemudian karena infeksi tersebut.

3. Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit HIV/AIDS


Pada prinsipnya, pencegahan dapat dilakukan dengan cara mencegah
penularan virus AIDS. Karena penularan AIDS terbanyak adalah melalui hubungan
seksual maka penularan AIDS bisa dicegah dengan tidak berganti-ganti pasangan
seksual. Pencegahan lain adalah melalui pencegahan kontak darah, misalnya
pencegahan penggunaan jarum suntik yang tercemar, dan pengidap virus tidak boleh
menjadi donor darah.Secara ringkas, pencegahan dapat dilakukan dengan formula A-
B-C. A adalah abstinensia, artinya tidak melakukan hubungan seks sebelum menikah.
B adalah be faithful, artinya jika sudah menikah hanya berhubungan seks dengan
pasangannya saja. C adalahcondom, artinya jika memang cara A dan B tidak bisa
dipatuhi maka harus digunakan alat pencegahan dengan menggunakan kondom.
Upaya penanggulangan AIDS di Indonesia masih banyak ditujukan kepada
kelompok-kelompok seperti pekerja seks dan waria, meskipun juga sudah digalakkan
upaya yang ditujukan pada masyarakat umum, seperti kaum ibu, mahasiswa dan
remaja sekolah lanjutan. Yang masih belum digarap secara memadai adalah kelompok
pekerja di perusahaan yang merupakan kelompok usia produktif.

5
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2013
Tentang Penanggulangan HIV dan AIDS meliputi:
1. Pencegahan penularan HIV melalui hubungan seksual dilakukan melalui upaya
untuk:
 Tidak melakukan hubungan seksual (Abstinensia);
 Setia dengan pasangan (Be Faithful);
 Menggunakan kondom secara konsisten (Condom use);
 Menghindari penyalahgunaan obat/zat adiktif (no Drug);
 Meningkatkan kemampuan pencegahan melalui edukasi termasuk mengobati
IMS sedini mungkin (Education); dan
 Melakukan pencegahan lain, antara lain melalui sirkumsisi
2. Pencegahan penularan HIV melalui hubungan non seksual ditujukan untuk
mencegah penularan HIV melalui darah meliputi:
 Uji saring darah pendonor;
 Pencegahan infeksi hiv pada tindakan medis dan non medis yang melukai
tubuh; dan
 Pengurangan dampak buruk pada pengguna napza suntik.
3. Pencegahan Penularan HIV dari Ibu ke Anaknya dilaksanakan melalui 4 (empat)
kegiatan yang meliputi:
 Pencegahan penularan HIV pada perempuan usia reproduktif;
 Pencegahan kehamilan yang tidak direncanakan pada perempuan dengan HIV;
 Pencegahan penularan HIV dari ibu hamil dengan HIV ke bayi yang
dikandungnya; dan
 Pemberian dukungan psikologis, sosial dan perawatan kepada ibu dengan HIV
beserta anak dan keluarganya.
4. Strategi yang dipergunakan dalam melakukan kegiatan Penanggulangan HIV dan
AIDS meliputi :
 Meningkatkan pemberdayaan masyarakat dalam penanggulangan HIVdan
AIDS melalui kerjasama nasional, regional, dan global dalam aspek legal,
organisasi, pembiayaan, fasilitas pelayanan kesehatan dan sumber daya
manusia;
 Memprioritaskan komitmen nasional dan internasional;
 Meningkatkan advokasi, sosialisasi, dan mengembangkan kapasitas;

6
 Meningkatkan upaya penanggulangan HIV dan AIDS yang merata, terjangkau,
bermutu, dan berkeadilan serta berbasis bukti, dengan mengutamakan pada
upaya preventif dan promotif;
 Meningkatkan jangkauan pelayanan pada kelompok masyarakat berisiko
tinggi, daerah tertinggal, terpencil, perbatasan dan kepulauan serta bermasalah
kesehatan;
 Meningkatkan pembiayaan penanggulangan hiv dan aids;
 Meningkatkan pengembangan dan pemberdayaan sumber daya manusia yang
merata dan bermutu dalam penanggulangan hiv dan aids;
 Meningkatkan ketersediaan, dan keterjangkauan pengobatan, pemeriksaan
penunjang hiv dan aids serta menjamin keamanan, kemanfaatan, dan mutu
sediaan obat dan bahan/alat yang diperlukan dalam penanggulangan hiv dan
aids; dan
 Meningkatkan manajemen penanggulangan hiv dan aids yang akuntabel,
transparan, berdayaguna dan berhasil guna.
Secara umum berikut beberapa kegiatan pengendalian HIV AIDS yag
dilakukan:
1. Advokasi Sosialisasi dan KIE
2. Pengembangan SDM
3. Jejaring kerja dan partisipasi masyarakat
4. Pengadaan logistik
5. Pengamanan darah donor dan produk darah.
6. Pengendalian IMS
7. Pengurangan dampak buruk Napza
8. Pencegahan penularan HIV ibu ke anak
9. Kewaspadaan standar
10. Konseling dan tes HIV
11. Perawatan,dukungan dan pengobatan
12. Kolaboraasi TB dan HIV
13. Surveilans Epidemiologi dan sistem Informasi
14. Monitong dan Evaluasi

7
B. Pengertian Skrining HIV
Skrining HIV adalah tes HIV anonim yang dilakukan pada sampel darah, produk
darah, jaringan dan organ tubuh sebelum didonorkan. Tes HIV tanpa identitas yang
dilakukan pada sampel darah, produk darah, jaringan dan organ tubuh sebelum
didonorkan Tes HIV adalah suatu tes darah yang digunakan untuk memastikan apakah
seseorang sudah positif terinfeksi HIV atau tidak, yaitu dengan cara mendeteksi adanya
antibody HIV di dalam sample darahnya.
Hal ini perlu dilakukan setidaknya agar seseorang bisa mengetahui secara pasti
status kesehatan dirinya, terutama menyangkut resiko dari perilakunya selama ini.
Skrining HIV mempunyai makna melakukan pemeriksaan HIV pada suatu populasi
tertentu, sementara uji diagnostik HIV berarti melakukan pemeriksaan HIV pada orang-
orang dengan gejala dan tanda yang konsisten dengan infeksi HIV.
Upaya untuk menilai status HIV individu apakah secara langsung (tes HIV) atau
secara tidak langsung (seperti prilaku berisiko, mengajukan pertanyaan tentang
pengobatan) KTHIV menjadi pendekatan utama dalam deteksi dini layanan tes HIV harus
menjadi prosedur dalam setiap tindakan bedah/tidankan lainnya. Penemuan kasus dapat
dilakukan di faskes tingkat puskesmas, pustu, polindes dan posyandu yang memiliki
tenaga terlatih sebagai bagian dari LKB ted HIV perlu dipastikan untuk penanganan
rujukan PDP HIV.
Penawaran tes HIV di faskes dapat dilakukan oleh semua tenaga kesehatan
melalui pelatihan KTIP. Penemuan kasus HIV pada daerah dengan pendemi terkosentrasi
dilakukakan pada pasien TB, pasien IMS, pasien hepatitis dan ibu hamil serta populasi
kunvi seperti pekerja seks, penasun, waria/transgender, LSL dan warga binaan di
rutan/lapas. Pada daearah dengan epidemi meluas pememuan kasus yang diilakukan pada
semua pasien yang datang di faskes.
Persetujuan untuk tes HIV dapatdilakukan secara lisan (verbal consent) sesuai
dengan Permenkes No. 21 tahun 2013. Pasien diperkenankan menolak tes HIV.
Jika pasien menolak, maka pasiendiminta untuk menandatangani surat penolakan secara
tertulis. Di daerah epidemi HIV meluas dan terkonsentarasi, tes HV wajib ditawarkan
kepada semua ibu hamil secara inklusif pada pemeriksaan laboratorium rutin lainnnya
saat pemeriksaan antenatal atau menjelang persalinan.
Di daerah epidemi HIV rendah, penawaran tes HIVdiprioritaskan pada ibu
hamil.Dengan demikian maka pasien yang terdeteksi sebagai ODHA akan didiagnosis
dan ditangani lebih dini dan optimal.

8
C. Manfaat Skrining HIV/AIDS
Sebenarnya, semakin cepat kita mengetahui status HIV kita, semakin banyak hal
positif yang bisa kita lakukan dalam hidup ini. Banyak orang yang selama ini tidak
menyadari resiko perilakunya terhadap kemungkinan tertular atau pun menularkan HIV,
dan karena tidak segera menjalani tes HIV perilakunya tetap saja berisiko tinggi. Hal ini
tentunya berkaitan erat dengan kesadaran untuk menjaga kesehatan diri sendiri, pasangan
maupun (calon) anak-anak .Secara umum tes HIV juga berguna untuk mengetahui
perkembangan kasus HIV/AIDS serta untuk meyakinkan bahwa darah untuk transfusi dan
organ untuk transplantasi tidak terinfeksi HIV.
Penemuan kasus baru secara rutin mempunyai keungungan sebagai berikut :
1. Penemuan kasus HIV lebih dini meningkatkan akses perawat dan pengobatan yang
memadai sehingga mengurangi perawatan di rumah sakit dan angka kematian
2. Pasien mendapatkan akses layanan seperti skrining TB, skrining IMS, pemberian
kotrimoksasol dan atau INH, serta pengobatn ARV.
3. Penurunan stigma dan diskriminasi karena masyarakat akan melihat bahwa hal
tersebut merupakan kegiatan rutin.
4. Meskipun demikian semua pemeriksaan HIV harus mengikuti prinsip yang telah
disepakati secara gobal yaitu 5 komponen dasar yang disebut “5 C”( Informed
consent, conffidentality, counseling. Correct test resultes and connection linked to
provention care, and treatmens services) yang tetap diterapkan dalam pelaksannaya.
Prinsip konfidensial sesuai dengan permenkes No.21 tahun 2013 pasal 21 ayat 3
berarti bahwa hasil pemeriksaan harus dirahasiakan dan hanya dapat dibuka kepada :
 yang bersangkutan
 tenaga kesehatan yang menangani
 keluarga terdekat dalam hal yang bersangkutan tidak cakap
 pasangan seksual dan
 pihak lain sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
D. Peran Pemerintah dalam screening HIV/AIDS
 Pemerintah pusat bertugas melakukan regulasi dan standarisasi secara nasional
kegiatan program AIDS dan pelayanan bagi Odha
 Penyelenggaraan dan pelaksanaan program dilakukan sesuai azas desentralisasi
dengan Kabupaten/kota sebagai titik berat manajemen program.
 Pemerintah berkewajiban menjamin tersedianya ARV maupun reagen pemeriksaan
secara berkesinambungan.

9
 Pengembangan layanan bagi Odha dilakukan melalui pengkajian menyeluruh dari
berbagai aspek yang meliputi : situasi epidemi daerah, beban masalah dan
kemampuan, komitmen, strategi dan perencanaan, kesinambungan, fasilitas, SDM dan
pembiayaan. Sesuai dengan kewenangannya pengembangan layanan ditentukan oleh
Dinas Kesehatan.
 Setiap pemeriksaan untuk mendiagnosa HIV AIDS harus didahului dengan penjelasan
yang benar dan mendapat persetujuan yang bersangkutan (informed consent).
Konseling yang memadai harus diberikan sebelum dan sesudah pemeriksaan, dan
hasil pemeriksaan diberitahukan kepada yang bersangkutan tetapi wajib dirahasiakan
kepada pihak lain.
 Setiap pemberi pelayanan berkewajiban memberikan layanan tanpa diskriminasi
kepada Odha.
 Keberpihakan kepada Odha dan masyarakat (patient and community centered); Upaya
mengurangi infeksi HIV pada pengguna napza suntik melalui kegiatan pengurangan
dampak buruk (harm reduction) dilaksanakan secara komprehensif dengan juga
mengupayakan penyembuhan dari ketergantungan  napza;
 Penguatan dan pengembangan program diprioritaskan bagi peningkatan mutu
pelayanan, dan kemudahan akses terhadap pencegahan, pelayanan dan pengobatan
bagi Odha
 Layanan bagi Odha dilakukan secara holistik, komprehensif dan integratif sesuai
dengan konsep layanan perawatan yang berkesinambungan;
 Pengembangan layanan dilakukan secara bertahap pada seluruh pelayanan yang ada
sesuai dengan fungsi dan strata pelayanan dengan mempertimbangkan kemampuan
dan kesiapan sarana, tenaga dan dana;
 Pencapaian target program nasional juga memperhatikan komitmen dan target
internasional.
E. Dilemah Dalam Program Sreening HIV
 Kurangnya Pemberdayaan dan koordinasi pada para pelaku utama, termasuk ODHA
 Kurangnya Pertemuan berkala dan diskusi kasus dengan para pemangku kepentingan
(stakes holder)
 Minimya Mengembangkan prosedur tetap dan kriteria rujukan
 Tidak adanya dukungan dan bimbingan pada perawatan di layanan kesehatan strata I
(Puskesmas atau perawatan berbasis rumah)

10
 Tidak adanya Pertemuan berkala dan kegiatan peningkatan kapasitas (pengetahuan
dan ketrampilan) bagi ODHA
 Kurang Melibatkan ODHA dalam perencanaan, pemberian dan evaluasi layanan di
sarana Konseling dan tes HIV
 Minimnya penyediaan klinik konseling dan tes HIV sukarela (KTS) yang berupa
konseling pra-tes, tes antibodi HIV, dan konseling pasca-tes
 Kurangnya penyediaan Klinik KTS harus di rumah sakit kabupatan/ kota sebagai
pusat PDP HIV/ AIDS strata II Layanan Klinis
 Kurangnya Dukungan psikologis dan sosial ekonomi
 Kurangnya tenaga Konseling dan edukasi perorangan, pasangan, keluarga dan
kelompok
 Tidak adanya edukasi untuk SDM rumah sakit dan masyarakat
F. Etika atau Norma Screening HIV/AIDS
Ketika menyinggung masalah hiv/aids  maka yang menjadi tantangan kedepan 
adalah mengembangkan sebuah program intervensi yang secara sinergis dapat
memadukan pendekatan praktis dan pragmatis dalam sebuah kerangka intervensi yang
komprehensif dan berkelanjutan.
Penanganan dan memecahkan masalah HIV/AIDS dengan melakukan pendekatan
bersama pemerintah secara pragmatis dan praktis tadi terdapat juga pendekatan lain yang
memang secara khusus lebih sering dilakukan untuk memecahkan masalah sosial, dalam
hal ini HIV-AIDS melalui pendekatan manajemen kasus, seorang pekerja sosial memiliki
peranan yang besar dalam hal ini. Peranan adalah sekumpulan kegiatan altruistis yang
dilakukan guna tercapainya tujuan yang telah ditentukan bersama antara penyedia dan
penerima pelayanan. peranan merupakan cara yang dilakukan oleh seseorang untuk
menggunakan kemampuannya dalam situasi tertentu.
Manajemen kasus merupakan pelayanan terpadu dan berkesinambungan yang
diberikan kepada ODHA untuk dapat menghadapi permasalahan dalam
hidupnya. Masalah kesinambungan Manajemen Kasus HIV baru bisa diatasi jika
Manager kasus HIV menjadi pegawai fasilitas layanan kesehatan yang juga menerima
gaji. Jadi manajemen kasus adalah jasa atau layanan yang mengaitkan dan
mengkoordinasi bantuan dari berbagai lembaga dan badan penyedia dukungan medis,
psikososial, dan praktis bagi orang-orang yang membutuhkan bantuan itu.

11
BAB III
PEMBAHASAN

A. Metode Skrining HIV /AIDS


Rapit test adalah tes yang digunakan untuk melakukan penapisan (skrining) awal
sehingga dapat dilakukan deteksi dini. Tes ini sangat bermanfaat jika berada dilokasi
yang memilikin keterbatasan peralatan. Salah satu keuntungan menggunakan rapit test
yaitu :
1. Tes berkualis tinggi dan mudah digunakan dilingkungan dengan perlengkapan tes
yang kurang memadai
2. Tes dengan dasar aglutinasi, imuno-dot, imuno-kromatografi dan teknik imuno –
filtrasi
3. Selain mudah digunakan, hasil dapat diperoleh dapat waktu singkat (10 menit-2 jam).
4. Hanya dibutuhkan sedikit peralatan. Tes lebih ekonomi dibamdingkan ELISA yang
memerlukan pemeriksaan di laboratorium.
5. Tes ini didesain untuk pemeriksaan individu atau dalam pengambilan sampel dalam
jumlah terbatas
6. Dapat disimpan dalam suhu kamar apabila perlu pemanjangan periode waktu
pemeriksaan
7. Semakin cepat mengetahui hasil test, maka semakin cepat dalam melakukan
intervensi pengobatan.
Selain rapid tes HIV ada meode lain untuk pemeriksaan HIV , yaitu ELISA
(Enzyme-Linked Imnunosorbent Assay). ELISA merupakan tes imunologi yang memilki
sensitivitas dan spesifitas yang tinggi, selain itu dapat mendeteksi HIV-1, maupun HIV-2
dan variannya. Pemeriksaan ini membutahkan peralatan yang khusus dan harus dilakukan
perawatan secara berkala, menggunakan suplai yang besar dan butuh keahlian khusus dari
tenaga kesehatan yang melakukan tes ini. ELISA kurang cocok digunakan pada
laboratorium berskala kecil, dan lebih cocok digunakan untuk tes sampel dalam jumlah
banyak seperti pemeriksaan kantong donor darah.
Beberapa jenis rapid test hiv yang telah disetujui the US food Administration
(FDA) dengan hasil yang dilaporkan reaktif atau non reaktif dengan sensitifitas dan
spesifisitas yang dimiliki oleh test ini dapat melebihi 99% yaitu :
1. Oraquick rapid HIV-1/2 Antibody test .

12
Oraquick adalah test anty body dengan menggunakan spesimen darah yang
dapat diambil dengan fungsi vena ataupun dari ujung jari. Selain itu juga dapat
digunakan spesimen dari swab mulut dan cairan plasma. Pemeriksaan ini
membutuhkan waktu 20 menit untuk mendapatkan hasilnya. Darah atau plasma cairan
dalam mulut dicampur dalam vial dengan larutan devoloper dan hasilnya dibaca dari
perangkat pengujian berbentuk berbentuk stick. Tes oraQuick dapat mendeteksi anti
body HIV-1 dan HIV -2.

Untuk melakukan pengujian, letakan botol larutan developer dalam dudukan


plastik, dudukan harus diposisikan sedemikian rupa hingga perangkat uji tertetak pada
sudut yang benar untuk memastikan hasil test yang akurat. Dalam proses pengambilan
sampel darah, darah dikumpulkan dengan loop spesimen yang dipindahkan kebotol
plastik kecil berisi larutan devoloper dengan volume tertentu yang telah di ukur,
kemudian sampel dicampur, pada penggunaan sampel cairan mulut, spesimen
dikumpulkan dengan dengan menggunakan bantalan penyerapan di ujung perangkat
uji untuk spons permukaan luar pada gusi atas dan bawah.
Hasil tes harus dibaca tidak lebih cepat dari 20 menit dan tidak lebih lama dari
40 menit. Hasil uji dapat dibaca langsung pada perangkat uji OraQuick. Pembacaan
hasil berdasarkan pita kemerahan yang muncul dengan penjelasan sebagai berikut :
 Jika 1 pita kemerahan muncul diibaris kontrol (C) hasil tes adalah negatif untuk
anto bodi HIV (Sensitivitas 99,8%)
 Jika 2 pita kemerahan muncul, satu dibaris kontrol (C) dan satu dibaris test (T),
Test adalah “reaktif”, artinya hasil tes awal positif untuk antobodi HIV-1 atau
HIV-2 (sensitivitas 99,3%)
 Jika tidak ada pita muncul dibaris C, Jika ada pita muncul di luar baris C atau T,
atau jika latar belakang merah mudah-merah mucul dijendala perangkat, artinya
tes ini tidak sah dan harus di ulang.

13
2. Recombigen Uni-gold HIV test
Uni-gold adalah rapid Test yang dapat memperoleh hasil dalam waktu sangat
cepat, hanya 10-12 menit. Pemeriksaan ini dapat menggunakan spesimen darah yang
utuh yang dapat diambil dari fungsi vena maupun ujung jari. Cara melakukan uji ini
cukup mudah, specimen darah yang mau di uji diambil dengan menggunakan pipet,
lalu specimen ditetaskan diatas port sampel dan ditambahkan 4 tetes larutan pencuci
dari botol penetes ke port sampel. Sepuluh menit kemudian akan terbaca hasilnya.

Sebuah garis kemerahan digaris “kontrol” tanpa garis dibaris “test”


menunjukan bahwa hasil test ini adalah negatif untuk anti body HIV-1. Sebuah garis
kemerahan dalam instenstis berapapun baik dibaris “test”dan “kontrol” (terklepas dari
garis membentuk di baris “test”) atau garis yang tidak berdekatan dengan daerah
masing-masing-masing menunjukan tes tidak valid dan harus diulang.
3. Clearview HIV-1/2 Stat-Pak

HIV Clearview 1/2 Stat-Pak dapat mendeteksi HIV-1 dan HIV-2, tes ini
menggunakan specimen darah, sama seperti HIV-lainnya. Waktu untuk pemeriksaan
ini sekitar 15 hingga hasil dapat dibaca. Dalam pengujian ini, Clearview HIV ½ stat
pak catridge harus diletakan pada permukaan rata. Kemudian isi loop dengan
specimen dan sentuhan loop kebantalan spesimen dengan posisi loop secara vertical.
Tambahan 3 tetes larutan buffer secara perlahan. Hasil uji reaktif dapat terlihat
kurang dari 15 menit, untuk memastikan hasil tes nonreaktif, tunggu sampai 15 menit.

14
Jangan membaca hasil setelah 20 menit. Tes reaktif akam menunjukan dua garis
merah muda atau tungu-1 garis didaerah uji (T) dan 1 garis di daerah kontrol (C). Tes
non reaktif akan menunjukan 1 garis merah muda atau garis ungu di daerah kontrol,
tapi tidak ada garis di daerah uji. Hasil pengujian di interpretasiikan sebagai negatif
untuk kedua antibody. Tes ini tidak berlaku jika tidak ada garis merah muda-ungu di
daerah kontrol demikian pula tes ini tidak valid jika ada garis muncul di luar daerah
kontrol atau daerah tes. Tes tidak valid tidak bisa di tafsirkan. Tes tidak valid harus
diulang dengan perangkat baru.
Hasil rapid test yang reaktif dapat dikonfirmasikan dengan menggunakan
metode Westorn Bolt atau immunofluorescent assay (IFA). Hasil tes westorn bolt
dapat positif, negatif atau intermidiate. Jika memperoleh intermidiate, sebagai tes di
ulang dalam jangka waktu 1 bulan. Jika hasil tes nonreaktif tetapi pasien memiliki
resiko yang tinggi maka dapat dilakukan pemeriksaan tambahan virologi seperti HIV
RNA assay. Dalam keadaan infeksi HIV akut maka jumlah virus yang terdeteksi
dapat melebihi 100.000/ml virologi tes yang positif dapat dilanjutkan dengan
pengulangan tes anti body 3 bulan kemudian setelah seronkoversi. Pada pemeriksaan
rapid tes, tidak dapat dipungkiri dapat terjadi hasil positif palsu maupun negatif palsu.
Positif palsu juga biasa juga terjadi pada populasi dengan resiko HIV sangat rendah.
B. Cara Melakukan Skrining HIV/AIDS
Biasanya tes dilakukan dengan jalan tes darah di puskesmas, rumah sakit, atau
klinik. HIV ini dilakukan dengan cara mengambil sampel darah pasien. Darah pasien
diambil menggunakan jarum suntik sekali pakai, jika tes HIV ini menunjukkan hasil yang
positif, maka darah pasien akan diambil kembali, tes HIV akan dilakukan lagi dengan
metode tes yang berbeda untuk mendapatkan hasil tes yang lebih akurat

15
C. Tim Skrining
Adapun tim dalam skrining hiv terdiri dari dari bebarapa tim yakni tim pendataan,
pelacakan dan pemeriksaan (lab).

D. Biaya Yang Digunakan


Masyarakat yang terdaftar anggota BPJS/JKN tidak dipungut biaya namun bila pasien
umum di dikenakan biaya administrasi yang tarifnya berbeda-beda tergantung tipe
faskesnya (puskesmas dan rumah sakit).
E. Angka Penemuan dan Hasil Skrining
Skrining hiv berdampak positif karna hasilnya cepat dimana akan semakin banyak kasus
yang ditemukan sehingga intervensi baik pengobatan, pencegahan dan pengendalian
dapat dilakukan dengan cepat dan tepat.

16
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan
Skrining HIV adalah tes HIV anonim yang dilakukan pada sampel darah, produk
darah, jaringan dan organ tubuh sebelum didonorkan. dimana berdampak positif karna
hasilnya cepat dimana akan semakin banyak kasus yang ditemukan sehingga intervensi
baik pengobatan, pencegahan dan pengendalian dapat dilakukan dengan cepat dan tepat.
Rapit test adalah tes yang digunakan untuk melakukan penapisan (screening) awal
sehingga dapat dilakukan deteksi dini. Beberapa jenis rapid test hiv yang telah disetujui
the US food Administration (FDA) dengan hasil yang dilaporkan reaktif atau non reaktif
dengan sensitifitas dan spesifisitas yang dimiliki oleh test ini dapat melebihi 99% yaitu :
 Oraquick rapid HIV-1/2 Antibody test .

 Recombigen Uni-gold HIV test

 Clearview HIV-1/2 Stat-Pak

Cara melakukan skrining HIV yaitu Biasanya tes dilakukan dengan jalan tes darah
di puskesmas, rumah sakit, atau klinik. HIV ini dilakukan dengan cara mengambil sampel
darah pasien.
Tim Skrining hiv terdiri dari dari bebarapa tim yakni tim pendataan, pelacakan
dan pemeriksaan (lab) dimana biaya pemeriksaan bagi masyarakat yang terdaftar anggota
BPJS/JKN tidak dipungut biaya namun bila pasien umum di dikenakan biaya administrasi
yang tarifnya berbeda-beda tergantung tipe faskesnya (puskesmas dan rumah sakit).

17
B. Saran
Adapun saran yang dapat penulis sampaikan dalam penyajian makalah yaitu :
a. Diharapkan dukungan dari berbagai pihak baik pemerintah, masyarakat dan seluruh
stok holder agar bagaimana bersama-sama menekan laju kasus HIV.
b. Diharapakan pemeriksaan atau kegiatan skrining agar lebih luas dan alat skriningya
dapat memeriksa dalam skala besar.
c. Lakukan pemeriksaan sedini mungkin untuk mengetahui status anda

18
DAFTAR PUSTAKA

Zulmiar Yanri, Dkk (2005), PEdoman bersama ilo/who tentang pelayanan


HIV/AIDS Departemen Tenaga Kerja Dan Transmigrasi RI.

Depkes RI,2012.Petunjuk Pemantauan Program Nasional Pemberantasan dan


Pencegahan AIDS. Jakarta : WHO

Kemenkes RI Laporan Perkembangan HIV-AIDS Tahun 2016Direktoral jendral


Pencegahandan Pengendalian Penyakit 2016

Fresia, S. (2017). Efektivitas Pemberian Edukasi Berbasis Audiovisual dan


Tutorial Tentang Antiretroviral (ARV) Terhadap Kepatuhan Pengobatan
pada Pasien HIV/AIDS di Klinik. The Indonesian Journal of Infectious
Disease, 38–45. Retrievedfrom http://ijid-
rspisuliantisaroso.co.id/index.php/ijid/article/view/35
Azanella, L. A. (2018, 12 01). HIV/Aids di Asia. HIV/Aids dalam angka 36,9 juta
penderita 25 persen tidak menyadarinya.

Sri Wahyuni, 2019, Pengaruh Konseling Terhadap Kepatuhan Dan Respon Terapi
Arv Pada Odha Di Rumah Sakit Umum H.A.Sulthan Daeng Radja Kab.
Bulukumba. Program Pascasarjana Universitas Hasanuddin Makassar

https://www.sehatq.com/tindakan-medis/tes-hiv
https://www.medicalogy.com/blog/rapid-test-hiv-cara-cepat-mendeteksi-hiv

Anda mungkin juga menyukai