Anda di halaman 1dari 37

CLINICAL REPORT SESSION

* Kepaniteraan Klinik Senior/ G1A221042/ Januari 2023


** Kepaniteraan Klinik Senior/ G1A221107/ Januari 2023
*** Kepaniteraan Klinik Senior/ G1A221108/ Januari 2023
**** Pembimbing/ dr. Maya Primagustya Achmad, Sp. M

Panoftalmitis OS + Diabetes Melitus Tipe II


+ CKD on HD

Yurisa Putrima Mardhotillah, S. Ked*

Isna Rizkia Wahyuningtias, S.Ked**

Assyifa Qalbiyah, S.Ked***

dr. Maya Primagustya Achmad, Sp. M****

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR


BAGIAN / SMF MATA RUMAH SAKIT UMUM RADEN
MATTAHER JAMBI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JAMBI
2023
i
LEMBAR PENGESAHAN
Clinical Report Session

Oleh:
Yurisa Putrima Mardhotillah, S. Ked
Isna Rizkia Wahyuningtias, S.Ked
Assyifa Qalbiyah, S.Ked

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR


BAGIAN / SMF MATA RUMAH SAKIT UMUM H. ABDUL MANAP
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JAMBI
2023

Jambi, Januari 2023

Pembimbing

dr. Maya Primagustya Achmad, Sp. M

ii
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Case
Report Session (CRS) yang berjudul “Panoftalmitis OS + Diabetes Melitus Tipe
II + CKD on HD” untuk memenuhi tugas Kepaniteraan Klinik Ilmu Mata,
Fakultas Kedokteran Universitas Jambi di RSUD Raden Mattaher.
Dalam kesempatan ini penulis menghaturkan terima kasih kepada dr.
Maya Primagustya Achmad, Sp. M selaku konsulen ilmu mata yang telah
membimbing dalam mengerjakan Case Report Session (CRS) ini sehingga dapat
diselesaikan tepat waktu.
Dengan laporan kasus ini diharapkan dapat menambah pengetahuan bagi
penulis dan orang banyak yang membacanya terutama mengenai masalah Katarak.
Saya menyadari bahwa Case Report Session (CRS) ini masih jauh dari sempurna.
Oleh karena itu saya harapkan saran dan kritik yang membangun untuk perbaikan
yang akan datang.

Jambi, Januari 2023

Penulis

iii
DAFTAR ISI

Halaman Judul............................................................................................... i
Halaman Pengesahan .................................................................................... ii
Kata Pengantar .............................................................................................. iii
Daftar Isi........................................................................................................ iv
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................. 1
BAB II LAPORAN KASUS......................................................................... 2
BAB III TINJAUAN PUSTAKA ................................................................. 11
3.1 Anatomi Mata ..................................................................................... 11
3.2 Definisi Panoftalmitis .......................................................................... 14
3.3 Etiologi Panoftalmitis ......................................................................... 15
3.4 Patofisiologi Panoftalmitis ................................................................. 15
3.5 Diagnosis Panoftalmitis ...................................................................... 19
3.6 Tatalaksana Panoftalmitis .................................................................. 20
3.7 Diagnosis Banding.............................................................................. 24
3.8 Prognosis Panoftalmitis ...................................................................... 26
BAB IV ANALISIS KASUS ......................................................................... 27
BAB V KESIMPULAN................................................................................. 30
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 31

iv
BAB I
PENDAHULUAN

Panoftalmitis ialah peradangan pada seluruh bola mata yang juga


termasuk sklera dan kapsul tenon sehingga bola mata menjadi rongga abses.1
Infeksi yang masuk kedalam bola mata dapat melalui peredaran darah (secara
endogen) atau perforasi dari bola mata (secara eksogen), atau akibat tukak
kornea perforasi.2
Panoftalmitis merupakan suatu peradangan yang biasanya disebabkan
oleh infeksi yang mempengaruhi semua struktur dari mata. Biasanya keadaan
ini terjadi pada pasien yang memiliki kekurangan dalam sistem kekebalan
tubuh untuk setiap penyakit yang kronis seperti diabetes atau infeksi oleh
virus HIV, atau akibat dari trauma atau operasi pada mata yang menyebabkan
terbentuknya jalur yang dapat membuat mikroba menembus ke dalam bola
mata.2
Pneumococcus merupakan suatu organisme yang paling sering
menyebabkan panoftalmitis, disamping itu dapat pula disebabkan oleh
Streptococcus, Staphylococcus dan E.coli. Selain itu, jamur (seperti Candida
albicans, Histoplasma, Cryptococcus, dll), parasit (seperti Toxoplasma,
Toxocara, dll), serta virus (sepert CMV, HIV, dll) juga dapat menyebabkan
terjadinya panoftalmitis.2

1
BAB II
LAPORAN KASUS

2.1 Identitas Pasien


Nama : Ny. E
Umur : 48 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Alamat : Tanjung Jabung
Pekerjaan : IRT
Status perkawinan : Menikah

2.2 Anamnesis
2.2.1 Keluhan Utama
Penglihatan menjadi gelap pada mata kiri ± 4 hari SMRS

2.2.2 Riwayat Penyakit Sekarang


± 1 minggu SMRS. Os mengeluhkan mata sebelah kiri
terasa kabur dan terlihat bayangan hitam setiap kali os melihat.
Keluhan juga disertai dengan mata merah, perih, dan berair. Os juga
mengeluhkan kelopak matanya membengkak. Bengkak awalnya
dirasakan pada kelopak mata atas sebesar kelereng. Bengkak juga
disertai dengan nyeri. Os juga mengatakan bahwa terdapat bercak
putih pada bagian hitam tengah matanya yang semakin lama semakin
melebar. Sebelumnya os juga mengeluhkan demam yang dirasakan
hilang timbul.
± 4 hari SMRS. Os mengeluhkan penglihatannya menjadi
gelap pada mata kirinya. Os juga mengeluhkan bahwa bengkak
dikelopak matanya semakin membesar sehingga os sulit untuk
membuka kelopak matanya. Os juga mengeluhkan nyerinya semakin
bertambah hingga menjalar ke kepalanya. Mata merah (+), mata
berair (+), Mual muntah (+). Kemudian os merendam matanya di air

2
rebusan daun sirih namun keluhan tidak juga membaik. Akhirnya os
di bawa ke poliklinik mata RSUD Raden Mattaher Jambi untuk
dilakukan pemeriksaan dan penanganan selanjutnya.

2.2.3 Riwayat Penyakit Dahulu


• Riwayat keluhan serupa (-)
• Riwayat operasi mata (-)
• Riwayat penggunaan obat-obatan dalam waktu yang lama (-)
• Riwayat diabetes melitus (+) sejak ± 15 tahun yang lalu
• Riwayat gagal ginjal kronik (+) sejak ± 6 bulan yang lalu
• Riwayat hipertensi (+) sejak ± 15 tahun yang lalu
• Riwayat penyakit jantung (-)
• Riwayat trauma pada mata (-)

2.2.4 Riwayat Penyakit Keluarga


• Keluhan serupa (-)
• Riwayat diabetes melitus (+)
• Riwayat hipertensi (+)
• Riwayat penyakit jantung (-)

2.2.5 Riwayat Gizi

• Riwayat gizi pasien kurang baik dengan konsumsi makanan yang


tidak cukup

• TB : 150 cm

• BB : 40 kg

2.2.6 Keadaan Sosial Ekonomi


• Pasien merupakan seorang IRT
• Pasien sudah menikah dan tinggal bersama keluarga

3
• Pasien merupakan pengguna BPJS

2.2.7 Penyakit Sistemik


- Traktus Respiratorius : tidak ada keluhan
- Traktus Digestivus : tidak ada keluhan
- Kardiovaskular : Hipertensi
- Endokrin : Diabetes Mellitus Tipe II, Gagal
ginjal kronik
- Neurologi : tidak ada keluhan
- Kulit : tidak ada keluhan
- THT : tidak ada keluhan
- Gigi dan Mulut : tidak ada keluhan
- Lain-lain : tidak ada keluhan

2.3 Pemeriksaan Fisik


Oculi Dextra (OD) Oculi Sinistra (OS)

4
Pemeriksaan Visus dan Refraksi

OD OS

Visus: 6/60 Visus: 0 ( NLP)

Muscle Balance

Kedudukan Bola Ortoforia Ortoforia


mata

Pergerakan Bola
O O -4 -4
mata
O O -4 -4

O O -4 -4

Baik ke Tidak bisa


segala ke segala
arah arah
Pemeriksaan Eksternal

OD OS

Palpebra Superior Palpebra Superior

Edema (-), Hiperemis (-), Massa (-) Edema (+), Hiperemis (+), Massa (-)

Palpebra Inferior Palpebra Inferior

Edema (-), Hiperemis (-), Massa (-) Edema (+), Hiperemis (+), Massa (-)

Cilia Cilia

Trichiasis (-), madarosis (-), distikiasis (-) Trichiasis (-), madarosis (-), distikiasis (-)

Ap. Lacrimalis Ap. Lacrimalis

Sumbatan (-), tampak normal Sumbatan (-), tampak normal

5
Conjungtiva tarsus superior Conjungtiva tarsus superior

Papil (-), folikel (-), hiperemis (-) Papil (-), folikel (-), hiperemis (+)

Conjungtiva tarsus inferior Conjungtiva tarsus inferior

Papil (-), folikel (-), hiperemis (-) Papil (-), folikel (-), hiperemis (+)

Conjungtiva bulbi Conjungtiva bulbi

Hiperemis (-), injeksi silier (-), injeksi Hiperemis (+), injeksi silier (+), injeksi
konjungtiva (-) konjungtiva (+), kemosis (+)
Kornea Kornea

Jernih, edema (-), ulkus (-), sikatrik (-) Keruh, edema (+), ulkus (-), sikatrik (-)
COA COA
Kedalaman sedang, Hipopion (-), Kedalaman dangkal, Hipopion (+),
Hipema (-) Hipema (-)
Pupil Pupil

Bulat, reguler, sentral, diameter 3mm, Sulit dinilai


RC Direct (+),RC Konsensuil (+)
Iris Iris

Coklat, sinekia (-) Sulit dinilai


Lensa Lensa

Jernih Sulit dinilai

Tekanan Intraokuler

OD OS

Palpasi N N++

17.7 48.7

Visual Field
+ -
+ -

6
+ -

+++ +++ --- ---

+ -
+ -
+ -

Pemeriksaan Slit Lamp

Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Pemeriksaan Umum

Tinggi badan 150 cm

Berat badan 40 Kg

Tekanan darah 150/70 mmHg

Nadi 85 x / menit

Suhu 36.4o C

Pernapasan 22x / menit

7
2.4 Pemeriksaan Penunjang
Hematologi Rutin (03/01/2023)
Jenis Hasil Satuan Nilai Rujukan Ket
pemeriksaan
Hemoglobin 9.00 g/dL 12-16 L
Hematokrit 27.0 % 34.5-54 L
Eritrosit 3.41 x106/µL 4.5-5.5 L
MCV 79.1 fL 80-96 L
MCH 26.4 Pg 27-31 L
MCHC 33.3 g/dL 32-36
RDW 13.7 %
Trombosit 443. x103/µL 150-450
PCT .238 % 0,150-0.400
MPV 5.36 fL 7.2-11.1 L
PDW 19.2 fL 9-13 H
Leukosit 18.3 x103/µL 4.0-10.0 H

Glukosa Darah (03/01/23)

Jenis
Hasil Satuan Nilai Rujukan Ket
pemeriksaan
Glukosa darah 492 <200 mg/dL H

sewaktu

Faal Ginjal (03/01/23)

Jenis
Hasil Satuan Nilai Rujukan Ket
pemeriksaan
Ureum 63 15-39 mg/dL H

Creatinin 3.31 0.55-1.3 mg/dL H

8
Glukosa Darah (05/01/23)

Jenis
Hasil Satuan Nilai Rujukan Ket
pemeriksaan
HbA1C 9.2 <6,5 % H

Pemeriksaan USG

2.5 Diagnosis
Panoftalmitis OS + DM Tipe II + CKD on HD

2.6 Pemeriksaan Anjuran


• CT scan Orbita sinistra dengan kontras
• Kultur vitreous humor atau aqueous humor

9
2.7 Tatalaksana Awal
a. Non Farmakologi
- Penjelasan kepada pasien dan keluarga mengenai penyakit
pasien.
- Edukasi pasien untuk menjaga kebersihan mata, menjaga
kebersihan tangan dan tidak mengucek mata.

b. Farmakologi
- IVFD RL 20tpm
- Inj. Cefotaxime 2x1 mg
- Inj. Ranitidine 2x1mg
- Inj. Metronidazole 3x500mg
- Inj. Metilpredisolone 1x48mg
- Inj. Lantus 1x10 IU (SC)
- Inj. Novorapid 3x8 IU (SC)
- PO. Glaucon 3x250mg
- PO. KSR 1x600mg
- PO. Amlodipine 1x10 mg
- Moxifloxacin HCl 0,5% 4x1gtt OS
- Atropine sulfat 1%3x1 gtt OS

2.8 Prognosis
OS
Quo ad vitam : dubia ad malam
Quo ad fungsionam : dubia ad malam

Quo ad sanationam : dubia ad malam

10
11
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 ANATOMI MATA

Gambar 1. Anatomi Mata


Mata merupakan sebuah bola yang brisi cairan dengan diameter
kurang lebih 24 mm. secara garis besar organ penglihatan ini terbagi atas 2,
yaitu:
a. Adneksa Mata
Adneksa adalah jaringan penyokong mata yang terdiri dari
beberapa bagian. Bagian pertama adalah kelopak mata. Bagian ini
melindungi mata dengan berkedip. Selain itu kelopak mata juga
melicinkan dan menjadikan mata tetap basah.3 Bagian kedua terdiri
dari. Konjungtiva yang merupakan membrane tipis pelapis dan
pelindung bola mata bagian luar. Sistem lakrimal adalah penghasil
cairan air mata. Bagian ini berda di pinggir luar dari alis mata.
Rongga dari bola mata yang terdiri dari tulang-tulang merupakan
bagian lain adneksa mata. Kemudian sebagai penggerak bola mata
sendiri terdapat otot-otot bola mata dimana masing-masing bola
mata mempunyai enam otot.4

11
b. Bola Mata
Bola mata menempati bagian depan orbit dengan diameter antara
24,2 – 25 mm saat dewasa. Bola mata terdiri dari:
- Kornea
Kornea atau yang memiliki nama lain selaput bening mata akan
mengganggu penglihatan jika terjadi kekeruhan. Kornea
merupaka media refrakta. Kornea ini tembus cahaya dan
menutup bagian depan dari bola mata. Pembiasan sinar terkuat
dilakukan oleh kornea, sekita 40 dioptri. Selain bening dan
transparan, kornea juga merupakan struktur avaskuler, dan
berukuran 11-12 mm horizontal dan 10 – 11 mm vertical. Secara
histologis kornea terdiri dari lima lapis, yaitu: lapisan epitel,
membrane bowman, stroma, membrane descement, dan lapisan
endotel. Kornea adalah bagian mata yang mendapat nutrisi dari
pembuluh-pembuluh darah limbus dan aqueous humor. Saraf-
saraf sensorik dari kornea berasal dari divisi oftalmik nervus
trigeminus. Itulah sebabnya korne akan nyeri bile disentuh
karena saraf trigeminus ini memiliki sensitivitas yang tinggi.4
- Humor aquos
Humor aquos mengandung nutrisi untuk lensa dan kornea
dimana kedua struktur bola mata tersebut tidak mendapatkan
pasokan darah karena dengan adanya pembuluh darah dapat
mengganggu lewatnya cahaya ke fotoreseptor. Kecepatan
pembentukan humor aquos adalah 5ml/hari. Pembentukannya
dilakukakan di jaringan kapiler di dalam korpus siliaris. Setelah
terbentuk, humor aquos harus beriringan dengan cepatnya waktu
pembentukannya karena jika tidak, misalnya karena tersumbat,
akan terjadi kelebihan cairan yang kemudian tertimbun di
rongga anterior dan dapat meningkatkan tekanan intraokuler.
Kelebihan humor aquos tersebut juga akan mengakibatkan lensa
terdorong ke belakang ke dalam vitrous humor, yang kemudian

12
menekan dan merusak retina dan saraf optikus yang dapat
berujung pada kebutaan jika tidak diatasi.5
- Sklera
Skelra merupakan jaringan ikat yang kenyal dan memberikan
bentuk bentuk pada mata, merupakan bagian terluar yang
melindungi bola mata. Sklera memiliki konsistensi relative keras
berwarna putih sebagai pembentuk bola mata dibawah
konjungtiva.1
- Uvea
Merupakan jaringan vascular, yang terdiri atas iris, badan siliar,
dan koroid. Iris mengatur banyaknya cahaya yang masuk ke
mata. Badan siliar merupakan penghasil cairan pengisi bilik
mata, sedangkan koroid adalah lapisan yang didalamnya
terdapat banyak pembuluh darah sebagai pemberi nutrisi mata.1
- Pupil
Pupil diiaratkan sebagai suatu lubang dibana cahaya masuk ke
dalam mata. Lebar pupil sendiri diatur oleh pergerakan iris.4
- Lensa
Lensa berperan dalam pembiasan berkas-berkas cahaya pantulan
dari benda yang dilihat sehingga banyangan dari benda tersebut
menjadi jelas pada retina.
Lensa adalah salah satu dari media refrakta yang sangat penting.
Fungsi dari lensa adalah memfokuskan cahaya yang masuk ke
dalam mata agar dapat tepat jatuh di retina. Lensa sendiri
memiliki derajat kekuatan sekitar 10 – 20 dioptri. Derajat
kekuatan tergantung dari kuat lemahnya akomodasi. Lensa
berbentuk bikonveks dan merupakan struktur kristal yang
transparan. Dikatakan bikonveks karena memiliki dua
permukaan, permukaan anterior dan posterior. Permukaan
anterior lebih cekung daripada permukaan posterior. Lensa
adalah jaringan avaskuler. Lensa juga tidak memiliki serabut

13
saraf. Lensa digantung pada tempatnya oleh serat zonula Zinii
yang kaya akan fibrilin. Serat ini berada di antara lenca dan
badan siliar.
- Corpus Vitreous
Sekitar 80% dari volume bola mata ditempati oleh corpus
vitreous, yang juga menjadi salah satu media refrakta. Bagian
anterior corpus vitreous berbatasan dengan korpus siliaris,
zonula, dan lensa. Sedangkankan bagian posterior berbatasan
dengan retina. Corpus vitreous merupakan suatu struktur tanpa
warna. Bagian ini merupakan gel transparan yang mengisi suatu
kavitas vitreous. Oleh karena corpus vitreous merupakan bagian
avascular dan tidak memiliki serbaut saraf, Ketika suatu
pathogen masuk dan berlangsung secara multiple, sorpus
vitreous tidak akan terganggu untuk waktu yang cukup relative
lama sebelum akhirnya timbul suatu respon imun dari struktur di
sekitarnya.6
- Retina
Retina adalah reseprot yang peka terhadap cahaya. Kepekaan
retina terhadap cahaya merupakan sebuah mekanisme persarafan
penglihatan. Bagian ini memuat ujung-ujung nervus optikus.4

3.2 DEFINISI PANOFTALMITIS

14
Gambar 2. Gambaran Klinis Panoftalmitis
Panoftalmitis ialah peradangan pada seluruh bola mata yang juga
termasuk sklera dan kapsul tenon sehingga bola mata menjadi rongga abses.
Infeksi yang masuk kedalam bola mata dapat melalui peredaran darah
(secara endogen) atau perforasi dari bola mata (secara eksogen), atau akibat
tukak kornea perforasi.1
Panoftalmitis merupakan suatu peradangan yang biasanya disebabkan
oleh infeksi yang mempengaruhi semua struktur dari mata. Biasanya
keadaan ini terjadi pada pasien yang memiliki kekurangan dalam sistem
kekebalan tubuh untuk setiap penyakit yang kronis seperti diabetes atau
infeksi oleh virus HIV, atau akibat dari trauma atau operasi pada mata yang
menyebabkan terbentuknya jalur yang dapat membuat mikroba menembus
ke dalam bola mata.2

3.3 ETIOLOGI PANOFTALMITIS


Panoftalmitis biasanya dapat disebabkan oleh masuknya organisme
piogenik kedalam mata melalui luka yang terdapat pada kornea yang terjadi
secara kebetulan atau akibat mengikuti perforasi suatu ulkus kornea.
Sebagian kecil, kemungkinan dapat disebabkan oleh adanya metastasis
alamiah dan terjadi dalam kondisi seperti pyaemia, meningitis maupun
septikaemia purpural.2,7
Pneumococcus merupakan suatu organisme yang paling sering
menyebabkan panoftalmitis, disamping itu dapat pula disebabkan oleh
Streptococcus, Staphylococcus dan E.coli. Selain itu, jamur (seperti
Candida albicans, Histoplasma, Cryptococcus, dll), parasit (seperti
Toxoplasma, Toxocara, dll), serta virus (sepert CMV, HIV, dll) juga dapat
menyebabkan terjadinya panoftalmitis.2,8

3.4 PATOFISIOLOGI PANOFTALMITIS


Terjadinya panofthalmitis biasanya dikarenakan infeksi eksogen,
misalnya pascabedah intraocular (terutama ekstraksi katarak), trauma

15
tembus, atau tukak kornea yang mengalami perforasi. Panoftalmitis atau
peradangan supuratif pada isi bola mata memiliki gejala yaitu
terdapatnya nanah, palpebra yang bengkak, dan mata masih dapat
digerakkan apabila pus keluar karena perforasi, panas, tetapi tekanan
bola mata menjadi menurun, jaringan yang mengkerut, kemudian akan
menjadi ptisis bulbi. Saat terjadi trauma penetrasi pada mata, korpus
vitreum menjadi bagian yang pertama kali akan terkena kemudian
diikuti uvea dan retina. Kasus metastasis, peradangan dimulai dengan
terjadinya emboli septik pada arteri retina dan arteri choroid. Keadaan
ini biasanya mengenai kedua mata, bila pada kasus perforasi ulkus
kornea atau infeksi pasca bedah intra-ocular, peradangan dimulai
dengan iridocyclitis jika infeksi tidak terlalu virulent, dapat dikontrol
dengan pengobatan sedini mungkin. Tapi jika kuman terlalu virulent,
peradangan purulen akan berangsur-angsur menyebar ke bagian uvea
posterior dan mengenai seluruh jaringan uvea dan retina, akhirnya
terjadi pembentukan pus atau nanah dalam bola mata meskipun diobati.
Infeksi endogen biasanya melalui hematogen dan merupakan
penyulit dari bakteremia atau septikemia. Dan sangat jarang terjadi
adanya invasi infeksi orbita ke dalam bola mata yang bersifat langsung.
Infeksi ini proses penyebarannya juga dipengaruhi organisme
penyebabnya yaitu bakteri, jamur, parasite, dan virus.9
1. Bakteri Bila panoftalmitis yang disebabkan karena bakteri, maka
perjalanan penyakitnya akan cepat dan berat.
a. Pseudomonas
Bakteri batang gram negatif, bergerak, aerob; beberapa
diantaranya menghasilkan pigmen yang larut dalam air. Bakteri
ini merupakan bakteri tipe ganas, merupakan patogen utama bagi
manusia. Bisa menghancurkan semua bagian termasuk kornea;
sekret purulen, berupa nanah biru kehijauan; mempunyai zat
proteolitik yang dapat menghancurkan fibrin; banyak sel-sel
yang mati, terutama leukosit, dan jaringan nekrosis.

16
b. Staphylococcus
Adalah bakteri gram positif berbentuk bulat, biasanya tersusun
dalam rangkaian tak beraturan separti anggur. Bakteri ini mampu
menghasilkan substansi (eksotoksin, leukosidin, koagulase, dan
enterotoksin), substansi ini meningkatkan kemampuannya untuk
berlipat ganda dan menyebar secara luas ke dalam jaringan dan
menghasilakan sekret mucopurulen (kental berwarna
kekuningan, elastis). Permukaan Stafilokok ditutupi dengan
substansi yang dinamakan protein A, yang menghambat
fagositosis. Bakteri stafilokok yang telah difagostosis masih
mampu bertahan dalam jangka waktu lama.
c. Streptococcus
Adalah bakteri gram positif berbentuk bulat yang secara khas
membentuk pasangan atau rantai selama masa pertumbuhan.
Sekret pseudo-membranacea, seolah-olah melekat pada
konjungtiva tetapi mudah diambil dan tidak mengakibatkan
pedarahan; infeksi oleh bakteri ini akan membentuk sekret,
terdapatnya sel-sel lepas dan jaringan nekrotik,sehingga terjadi
defek pada konjungtiva.
2. Jamur
Bila panoftalmitis akibat jamur perjalanan penyakit akan berjalan
perlahan-lahan dan malahan gejala akan terlihat setelah beberapa
minggu setelah terjadinya infeksi. Candida albicans adalah salah
satu jamur oportunis yang terpenting. Lesi candida awal berwujud
retinitis granulomatosa nekrotikans fokal dengan atau tanpa
koroiditis, yang ditandai lesi eksudatif putih berjonjot yang
berhubungan dengan sel-sel dalam badan kaca yang menutupi lesi
tersebut. Lesi ini bisa menyebar dan mengenai saraf optik dan
struktur mata lainnya. Jamur ini juga bisa menyebabkan
endoftalmitis, panoftalmitis, bercak Roth, papilitis, dan ablasi retina.
Penyebaran ke badan kaca dapat mengakibatkan terjadinya abses

17
badan kaca. Juga bisa akan terjadi uveitis anterior dengan sel-sel dan
flare di dalam bilik mata depan, serta hipopion.9
3. Parasit
a. Toxoplasma gondii
Lesi okuler mungkin didapat inutero atau muncul sesudah
serangan infeksi sistemik akut. Toksoplasmosis adalah penyebab
retinokoroiditis paling umum pada manusia. Kucing peliharaan
dan spesies kucing lain berfungsi sebagai hospes definitif bagi
parasit ini. Wanita peka yang terkena penyakit ini selama
kehamilan dapat menularkan penyakit ini ke janin. Sumber
infeksi pada manusia adalah ookista di tanah atau lewat udara
ikut debu, daging kurang matang yang mengandung bradizoit
(parasit bentuk kista), dan takizoit (bentuk proliferatif), yang
diteruskan melalui plasenta. Tanda dan gejala infeksi parasit ini
yaitu seperti melihat benda mengambang, penglihatan kabur,
atau fotofobia. Lesi okuler berupa daerah-daerah retinokoroiditis
fokal nekrotik keputih-putihan, kecil atau besar, satu-satu atau
mulipel. Lesi yang aktif dapat bersebelahan dengan parut retina
yang telah sembuh dan dikelilingi edem retina. Dapat terjadi
vaskulitis retina, yang menimbulkan perdarahan retina.
Peradangan berakibat terlihatnya sel-sel didalam vitreus dan
eksudasi. Mungkin juga akan menimbulkan edem pada makula
kistoid. Iridosklitis sering dijumpai pada pasien retinokoroiditis
toksoplasmik.
b. Toxocara cati dan Toxocara canis
Toksokariasis okuler dapat terjadi tanpa manifestasi sistemik.
Anak-anak yang rentan terkena penyakit ini, berhubungan erat
dengan binatang peliharaan dan karena memakan kotoran yang
terkontaminasi ovum Toxocara. Telur yang termakan
membentuk larva yang menembus mukosa usus dan masuk ke
dalam sirkulasi sistemik, dan akhirnya sampai di mata. Tanda

18
dan gejala larva Toxocara diam di retina dan mati, menimbulkan
reaksi radang hebat dan pembentukan antibodi Toxocara
setempat. Keluhan berupa penglihatan kabur, atau pupil
keputihan. Terdapat tiga presentasi klinik, yaitu endoftalmitis,
granuloma posterior lokal, dan granuloma posterior perifer
dengan uveitis intermediate.
4. Virus Manifestasi okuler pada infeksi HIV adalah bintik ”cotton
wool”, peradarahan retina, sarcoma Kaposi pada permukaan mata
dan adneksa, dan kelainan neurooftalmologik pada penyakit
intrakranial. Selain itu sering terkena infeksi oportunistik. Retinopati
sitomegalovirus adalah penyakit yang membutakan dan merupakan
infeksi okuler paling umum.9

3.5 DIAGNOSIS PANOFTALMITIS


Diagnosis ditegakan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang.
a. Anamnesis
Pada umumnya pasien datang dengan keluhan demam, sakit kepala
dan kadang-kadang muntah, rasa nyeri, mata merah, kelopak mata
bengkak atau edem, serta terdapat penurunan tajam penglihatan.
Panoftalmitis akan memberikan gejala kemunduran tajam
penglihatan disertai rasa sakit, mata menonjol, edema kelopak,
konjungtiva kemotik, kornea keruh, bilk mata dengan hipopion dan
reflek putih didalam fundus dan okuli. Akibat jaringan ekstraokular
juga meradang, maka bola mata menonjol atau eksoftalmus di sertai
pergerakan mata yang terganggu maka memberikan rasa sakit bila
bergerak.1
b. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan, ditemukan congesti conjungtiva dengan injeksi
ciliar hebat dan hemosis konjungtiva selalu ada dan kornea tampak
keruh, camera oculi anterior sering menunjukkan pembentukan

19
hypopion. Pupil mengecil dan menetap. Sebuah reflek berwarna
kuning terlihat pada pupil dengan illuminasi oblique. Hal ini juga
dapat terlihat pada eksudasi purulen dalamvitreus humor. Terjadi
peningkatan tekanan intra okuler. Proptosis derajat sedang serta
gerakan bola mata terbatas disebabkan peradangan pada kapsul
tenon (tenonitis).
c. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan klinis yang baik dibantu dengan menggunakan slit
lamp, sedangkan kausanya atau penyebabnya ditegakkan
berdasarkan pemeriksaan mikroskpik dan kultur. Diagnosis
laboratorium panoftalmitis secara integral berkaitan dengan
terapinya. Biasanya cairan badan kaca (corpusvitreum) diambil
untuk contoh pada waktu dikerjakan debridemen rongga badan kaca
(vitrekomi). Jika gejala radang sangat berat dan eviserasi tidak
segera dilakukan, maka pus atau nanah akan keluar melewati bagian
anterior sklera setelah rasa nyeri dan gejala yang lainnya berkurang.
Setelah beberapa minggu peradangan berlangsung dapat berakhir
dengan terbentuknya fibrosis yang akan mengakibatkan ptisis
bulbi.9

3.6 TATALAKSANA PANOFTALMITIS


Medikamentosa
Pada tahap awal, tepi luka, baik itu luka karena operasi atau
kecelakaan, harus di cauterisasi dengan asam carbolic murni. Pengobatan
dengan antibiotik dosis tinggi lokal dan sistemik harus segera dimulai,
seperti Vancomycin dan obat obat sulfa, misalnya Trimethoprim
sulfamethoxazole. Deksametason Na fosfat 1 mg, neomisina 3,5 mg,
polimiksina B sulfat 6000 UI (kandungan tiap ml tetes mata atau g salep
mata). Jika peradangan terjadi pada segmen anterior bola mata, pengobatan
yang intensif dengan kompres hangat atropin lokal dan sulfonamide
sistemik serta antibiotik sebaiknya diperiksa kemajuannya. Jika

20
penyebabnya jamur diberikan amfotererisin B150 mikrogram sub
konjungtiva, flusitosin, ketokonazol secara sistemik, dan vitrektomi.10
Antibiotik sistemik awal dalam kombinasi dengan antibiotik
intravitreal tetap menjadi andalan pengobatan pada panophthalmitis
endogen. Injeksi intravitreal diberikan sebagai tambahan untuk terapi
intravena pada panophthalmitis endogen mengingat penurunan
permeabilitas epitel berpigmen retina terhadap obat yang diberikan secara
sistemik.11
Penyebab parasit (toxoplasma) diberikan pyrimetamine, 25 mg peroral
per hari, sulfadiazine, 0,5 g per oral empat kali sehari selama 4 minggu.
Selain itu mg kalsium leukovorin per oral dua kali seminggu, dan urin harus
tetap dijaga agar tetap alkalis dengan minum satu sendok teh natrium
bikarbonat setiap hari. Alternatif lain clindamicyn, 300 mg per oral empat
kali sehari, dengan trisulfapyrimidine, 0,5 1 g peroral empat kali sehari.
Antibiotik lain spiramycin dan minocycline. Toksokakariasis okuler
pengobatan dengan kortikosteroid secara sistemik atau periokuler bila ada
tanda reaksi radang intra okuler, dipertimbangkan vitrektomi pada pasien
dengan fibrosis vitreus nyata.12
Sedangkan bila penyebabnya virus dapat diberikan sulfasetamid dan
antivirus (IDU). Apabila mata sudah tidak dapat diselamatkan lagi harus
segera dilakukan eviserasi atau enukleasi.
Peran steroid dalam panophthalmitis endogen masih kontroversial.
Studi sebelumnya menunjukkan bahwa ada beberapa manfaat dalam
menggunakan kortikosteroid intravitreal, karena menghasilkan hasil visual
yang baik. Namun, tidak ada dukungan yang cukup dalam literatur saat ini
untuk merekomendasikan kortikosteroid intravitreal sebagai standar
perawatan.12
Non Medikamentosa
Eviserasi
Pengangkatan isi bola mata dengan meninggalkan bagian dinding bola
mata, sclera, otot otot ekstra okuli dan saraf optik.6 Indikasi dari

21
pembedahan eviserasi adalah keadaan kebutaan pada mata dengan infeksi
berat atau kondisi mata yang sangat nyeri. Tumor intraocular dan phitisis
merupakan kontraindikasi dalam meaksanakan pebedahan eviserasi.
Eviserasi memiliki keuntungan dibandingkan enukleasi yaitu pembedahan
dapat dilaksanakan dengan komplikasi yang lebih sedikit, anastesi dapat
dilakukan dengan anastesi local berupa blok retrobulbar dan proses
pebedahan dilakukan dalam waktu yang lebih singkat.
1. Pembedahan dilakukan menggunakan anastesi local dengan blok
retrobulbi. Jika jaringan mengalami inflamasi maka anastesi
ditambahkan atau diberikan anastesi sistemik seperti Pethidine 100
mg i.m. Pada kasus endophtalmitis anastesi sistemik lebih baik
digunakan.
2. Spekulum dimasukkan pada lipatan kelopak mata.
3. Dengan menggunakan skapel, insisi dimulai pada bagian limbus,
kemudian kornea dieksisi menggunakan gunting.
4. Isi bola mata dilepaskan menggunakan sharp currete atau spoon.
Pendahan sering terjadi sehingga sangat penting untuk memastikan
semua bagian hitam koroid dilepaskan menggunakan bare white
sclera. Jika terdapat jaringan koroid, maka terdapat factor resiko
yang memungkinkan terjadinya sympatetik ophtalmologis
dikemudian hari. Bersihkan cavum sklera menggunakan swab basah
phenol 5% untuk membantu mengurangi rasa nyeri pasca operasi.
5. Sklera dibuka melalui drainase, cara ini digunakan untuk eviserasi
pada endhoptalmitis, namun pada eviserasi yang diindikasikan
penyakit lain penggunaan catgut untuk menutup sklera dan jaringan
konjungtiva disekitarnya.
6. Salep antibiotik digunakan sebelum dilakukan bebat tekan pada
mata yang dilakukan pembedahan.

22
Enukleasi10,11,12
Pengangkatan keseluruhan isi bola mata termasuk nervus optikus.
Indikasinya adalah visus yang sngat turun dengan nyeri pada rongga orbita,
tumor intraocular, trauma hebat dengan resiko sympathetic ophthalmia,
phthisis bulbi, microphthalmia, endophthalmitis/ panophthalmitis, kosmetik.
Proses Pembedahan:
1. Pembedahan dilakukan dengan anastesi local yaitu blok retrobulbar
namun pada anak-anak dianjurkan untuk menggunakan anastesi
sistemik.
2. Sebuah speculum dimasukkan.
3. Menggunakan forceps dan gunting dibuat insisi pada konjungtiva,
memutaari limbus untuk memisahkan konjungtiva dan kornea.
4. Menggunakan gunting, konjungtiva dipisahkan dari bola mata menjadi
empat kuadran yang dibuat diantara otot-otot ekstraokular.
5. Menggunakan pengait otot (strabismus hook) untuk menjepit masing-
masing kuadran. Tandai dengan strabismus hook dibelakang
konjungtiva diantara otot-otot rectus kemudian buat simpul dibawah
otot-otot. Masing-masing otot dibagi sekitar 1-2 mm dari orbita.
6. Gunting melingkar sekitar mata dari temporal atau nasal sampai ke
saraf optik yang terasa sempit pada gunting. Ujung gunting membuka
dan kemudian mengguntik saraf optik. Ketika pembedahan enukleasi
dilakukan karena suspek retinoblastoma, sangat penting untuk
menggungting saraf sejauh mungkin yang dapat silakukan. Pendarahan
yang terjadi diatasi menggunakan artery forceps.
7. Prolaps bola mata dapat terjadi selama pembedahan. Dinding bola
mata ditahan dengan swab gauze dan ditekan selama 5 menit untuk
menghentikan pendarahan.
8. Semestinya luka dinutup dalam dua lapisan. Satu lapis kapsul tenon
dan lapis kedua adalah konjungtiva yang dijahit menggunakan
absorsable sutures
9. Salep antibiotik digunakan sebelum dilakukan bebat tekan pada mata

23
3.7 DIAGNOSIS BANDING
a. Panuveitis
Panuveitis yang merupakan radang pada uveitis anterior maupun
uveitis posterior yang akan memberikan gambaran atau gejala-gejala
uveitis anterior maupun gejala uveitis posterior. Dimana peradangan
merata pada kamera okuli anterior, vitreous, dan retina dan atau
koroid seperti retinitis, koroiditis, dan vaskulitis retinal). Keadaan
ini seringnya disebabkan karena infeksi yang berkembang pada
toxocariasis infantil, endoftalmitis bakterial postoperasi, atau
toksoplasmosis yang berat ciri morfologis khas seperti infiltrat
geografik secara khas tidak ada. Keluhan pasien dengan uveitis
anterior akut biasanya adalah mata sakit, merah, fotofobia,
penglihatan turun ringan dengan mata berair, dan mata merah.
Keluhan sukar melihat dekat pada pasien uveitis akibat ikut
meradangnya otot-otot akomodasi. Pada pemeriksaan, biasanya
ditemukan kemerahan sirkumkorneal dengan injeksi konjungtiva
palpebra dan sekret yang minimal. Pupil mengecil akibat rangsangan
proses inflamasi pada otot sfingter pupil atau karena terdapatnya
sinekia posterior dan terdapatnya edem iris, pada proses radang akut
dapat terjadi miopisasi akibat rangsangan badan siliar dan edema
lensa, fler atau efek tyndal di dalam bilik mata depan. Jika inflamasi
akut maka akan terlihat hifema atau hipopion sedang pada yang
kronis terlihat edema makula dan kadang katarak. Terbentuknya
sinekia posterior, miosis pupil, tekanan bola mata yang turun akibat
hipofungsi badan siliar, tekanan bola mata dapat meningkat hal ini
menunjukkan terjadinya gangguan pengaliran keluar cairan mata
oleh sel radang atau perlengketan yang terjadi pada sudut bilik mata.
Perjalanan penyakit uveitis adalah sangat khas, yaitu penyakit
berlangsung hanya antara 2-4 minggu. Kadang-kadang penyakit ini
memperlihatkan gejala-gejala kekambuhan atau menjadi menahun.14

24
b. Endoftalmitis
Endoftalmitis adalah peradangan intraokular yang jarang terjadi
namun mengancam penglihatan. Ini adalah istilah yang digunakan
untuk menggambarkan peradangan intraokular yang melibatkan
rongga vitreous dan ruang anterior mata dan dapat melibatkan
jaringan mata yang berdekatan lainnya seperti koroid atau retina,
sklera atau kornea. Endoftalmitis dibagi menjadi dua berdasarkan
penyebabnya yaitu endoftalmitis endogen dan eksogen. Dalam
infeksi endoftalmitis, organisme mungkin mencapai mata dari
bagian yang terinfeksi lainnya di tubuh dan dalam kasus ini diberi
label endoftalmitis endogen. Endoftalmitis endogen terjadi akibat
dari penyebaran hematogen bakteri atau jamur ke dalam mata.
Endoftalmitis endogen, organisme disebarkan melalui aliran darah.
Bakteri endogen penyebab endoftalmitis bervariasi sesuai dengan
fokus infeksinya, penyebab tersering dari jenis Gram positif
diantaranya species Streptococcus Sp (endokarditis), Staphylococcus
aureus (infeksi kulit), dan species Bacillus (dari penggunaan obat
intravena) sedangkan untuk bakteri Gram negatif paling sering
Neisseria meningitidis, Haemophilus influenza, Neisseria gonorrhoe,
dan bakteri enterik seperti Escherichia colli dan Klebsiella.
Endoftalmitis endogen akibat jamur disebabkan oleh candida
(penyebab terbanyak), aspergillus dan cocidioides. Endoftalmitis
endogen karena jamur juga bisa disebabkan oleh infeksi
Histoplasma capsulatum, Cryptococcus neoformans, Sporothrix
schenkii dan Blastomyces dermatitidis namun kasusnya lebih jarang
dibandingkan candida dan aspergillus. Endoftalmitis yang
disebabkan jamur, di dalam corpus vitreous ditemukan masa putih
abu-abu, hipopion ringan, bentuk abses satelit di dalam badan kaca,
dengan proyeksi sinar yang baik.
c. Ulkus Kornea
Ulkus biasanya disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu:

25
a. Infeksi bakteri (misalnya Staphylococcus sp., Pseudomonas sp.
atau Strepococcus pneumoniae), jamur, virus (misalnya herpes)
atau protozoa Acanthamoeba.
b. Kekurangan vitamin A atau protein
c. Mata kering (karena kelopak mata tidak menutup secara
sempurna dan melembabkan kornea).
Gejala yang muncul akibat ulkus kornea misalnya, rasa nyeri, peka
terhadap cahaya (fotofobia) dan peningkatan pembentukan air mata,
gangguan penglihatan, mata terasa gatal, kornea akan tampak bintik
nanah yang berwarna kuning dan lain sebagainnya.

3.8 PROGNOSIS PANOFTALMITIS


Panoftalmitis memiliki prognosis yang buruk, dan merupakan salah
satu dari sedikit indikasi dari eviserasi. Prognosis untuk mata yang
terinfeksi oleh staphylococcus epidermidis keadaannya lebih baik, tetapi
jika infeksinya karena Pseudomonas atau spesies gram negatif lainnya
prognosisnya tetap suram. Prognosis panoftalmitis sangat buruk terutama
bila disebabkan jamur atau parasit.13

26
BAB IV
ANALISA KASUS

Telah dilaporkan pasien atas nama Ny. E usia 48 tahun datang dengan keluhan
penglihatan menjadi gelap pada mata kiri ± 4 hari SMRS. Awalnya ± 1 minggu SMRS. Os
mengeluhkan mata sebelah kiri terasa kabur dan terlihat bayangan hitam setiap kali os
melihat. Keluhan juga disertai dengan mata merah, perih, dan berair. Os juga mengeluhkan
kelopak matanya membengkak. Bengkak awalnya dirasakan pada kelopak mata atas
sebesar kelereng. Bengkak juga disertai dengan nyeri. Os juga mengatakan bahwa terdapat
bercak putih pada bagian hitam tengah matanya yang semakin lama semakin melebar.
Sebelumnya os juga mengeluhkan demam yang dirasakan hilang timbul.
± 4 hari SMRS. Os mengeluhkan pandangannya menjadi gelap pada mata kirinya.
Os juga mengeluhkan bahwa bengkak dikelopak matanya semakin membesar sehingga os
sulit untuk membuka kelopak matanya. Os juga mengeluhkan nyerinya semakin bertambah
hingga menjalar ke kepalanya. Mata merah (+), mata berair (+), Mual muntah (+).
Kemudian os merendam matanya di air rebusan daun sirih namun keluhan tidak juga
membaik. Akhirnya os di bawa ke poliklinik mata RSUD Raden Mattaher Jambi untuk
dilakukan pemeriksaan dan penanganan selanjutnya.
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan oftalmologis dan
pemeriksaan penunjang.
Pada pemeriksaan oftamologis didapatkan pada mata kiri visus 0 (No light
perception), Palpebra edema (+), hiperemis (+), Konjungtiva injeksi silier (+), injeksi
konjungtiva (+), kemosis (+), kornea keruh dan edema (+), hipopion (+), gangguan
gerakan bola mata , lapang pandang (-).
Panoftalmitis adalah peradangan supuratif intraokular yang melibatkan rongga mata
hingga lapisan luar bola mata, kapsul tenon dan jaringan bola mata. Terjadinya
panofthalmitis dikarenakan infeksi eksogen, misalnya pascabedah intraocular (terutama
ekstraksi katarak), trauma tembus, atau tukak kornea yang mengalami perforasi dan Infeksi
endogen biasanya melalui hematogen dan merupakan penyulit dari bakteremia atau
septikemia. Dan sangat jarang terjadi adanya invasi infeksi orbita ke dalam bola mata yang

27
bersifat langsung. Infeksi ini proses penyebarannya juga dipengaruhi organisme
penyebabnya yaitu bakteri, jamur, parasite, dan virus.
Pada pasien kemungkinan terjadi melalui endogen dimana adanya akibat
penyebaran bakteri, jamur atau parasit dari focus infeksi di dalam tubuh pasien yang
menyebar secara hematogen atau akibat penyakit sistemik dari pasien itu sendiri seperti
diabetes melitus, gagal ginjal yang memerlukan dialisis, dan hipertensi. Kemungkinan
penyebab eksogen dapat disingkirkan karena dari hasil anamnesis pasien tidak adanya
riwayat trauma, komplikasi bedah sebelumnya maupun infeksi sekunder.
Pada umumnya pasien datang dengan keluhan demam, sakit kepala dan kadang-
kadang muntah, rasa nyeri, mata merah, kelopak mata bengkak atau edem, serta terdapat
penurunan tajam penglihatan. Panoftalmitis akan memberikan gejala kemunduran tajam
penglihatan disertai rasa sakit, mata menonjol, edema kelopak, konjungtiva kemotik,
kornea keruh, bilk mata dengan hipopion dan reflek putih didalam fundus dan okuli.
Akibat jaringan ekstraokular juga meradang, maka bola mata menonjol atau eksoftalmus di
sertai pergerakan mata yang terganggu maka memberikan rasa sakit bila bergerak.
Pada pasien ini terapi obat-obatan secara intraviteral merupakan langkah pertama
yang diambil. Pemberian antibiotik dilakukan secepatnya bila dugaan sudah ada, dan
antibiotik yang sesuai segera diberikan, bila hasil kultur sudah ada. Antibiotik yang dapat
diberikan dapat berupa antibiotik yang bekerja terhadapa membran set, seperti golongan
Penicilin, Cephalosporin dengan antibiotik yang dapat menghambat sintesa protein dengan
reseptor ribosomal, seperti golongan Chloramphenicol, Aminoglycosida. Antibiotik
tersebut dapat diberikan secara dosis tunggal ataupun kombinasi, pada pasien diberikan
cefotaxime dan metronidazole. Kombinasi yang dianjurkan adalah gabungan antara
golongan aminoglikosida. Pilihan kombinasi tersebut merupakan yang terbaik, karena:
Toksisitas minimal terhadap retina dan jaringan okular, Kombinasi tersebut lebih memiliki
arti klinis dibandingkan pemberian antibiotik tunggal maupun kombinasi lainnya. Sebagai
terapi awal yang agresif untuk mencegah kerusakan jaringan intraokular yang luas, karena
kadang mikroorganisme sulit di identifikasi. Ataupun ditemukan faktor-faktor predisposisi
seperti, pasien sedang dalam pengobatan antibiotik spektrum luas dalam jangka waktu
lama, pasien menderita keganasan ataupun dalam keadaan imunitas yang buruk. Pada
pasien ini diberi cefotaxime 2x1 mg yang merupakan antibiotic spektrum luas termasuk
generasi sefalosporin dan metronidazole 3x500mg merupakan antibiotic spektrum luas.
Pemberian kortikosteroid berupa Metilpredisolone 1x48mg.

28
Pemberian Metilpredisolone 1x48mg yang merupakan kortikosteroid.
Kortikosteroid memiliki efek anti inflamasi dan teah banyak digunakan oleh para ahli ilmu
penyakit mata karna struktur-struktur mata yang halus dan transparan sangat peka terhadap
kerusakan-kerusakan fungsionel yang diakibatkan proses inflamasi dan jaringan parut.
Terapi kortikosteroid pada penyakit mata adalah untuk mengurangi inflamasi yang disertai
eksudat dan untuk mengurangi granulasi jaringan. Kedua efek ini penting karena prognosis
visusnya dipengaruhi oleh inflamasi yang terus berlanjut.
Pemberian glaucon 3x250 mg yang mengandung asetazolamid yang termasuk
dalam golongan karbonik anhidrase inhibitor sistemik. Efeknya dapat menurunkan TIO
dengan menghambat produksi humor akuos sehingga sangat berguna untuk menurunkan
TIO secara cepat. Pemberian obat ini memberikan efek samping hilangnya kalium tubuh,
parastesi, anoreksia, diarea, hipokalemia, batu ginjal dan miopia sementara. Untuk
mencegah efek samping tersebut, pada pasien ini diberikan pemberian KSR tablet
1x600mg.
Pemberian moxifloxacin HCl 0,5% 4x1gtt. Moxifloxacin HCl 0,5% merupakan
antibiotic merupakan antibiotic spektrum luas termasuk golongan fluorokuinolon
Pemberian atropine sulfat 1% 3x1gtt. Atropine sulfat merupakan anti midriatikum yang
berfungsi untuk melebarkan pupil dan untuk menekan peradangan dan untuk melepaskan
dan mencegah terjadinya sinekia anterior, karena atropine sulfat memiliki efek sikloplegik
yang menyebabkan pupil midriasi, sehingga mencegah perlengketan iris dan kornea.

29
BAB V
KESIMPULAN

Panoftalmitis adalah peradangan supuratif intraokular yang melibatkan rongga


mata hingga lapisan luar bola mata, kapsul tenon dan jaringan bola mata. Panoftalmitis
biasanya disebabkan oleh masuknya organisme piogenik ke dalam mata melalui luka
pada kornea yang terjadi secara kebetulan atau akibat operasi atau mengikuti perforasi
suatu ulkus kornea. Sebagian kecil, kemungkinan akibat metastasis alamiah dan terjadi
dalam kondisi seperti pyaemia, meningitis atau septikemia purpural. Panoftalmitis
menimbulkan beberapa gejala yaitu, kemunduran penglihatan disertai rasa sakit, mata
menonjol, edema kelopak, konjungtiva kemotik, kornea keruh, bilik mata dengan
hipopion dan refleks putih di dalam fundus dan okuli. Panoftalmitis memerlukan
penanganan yang tepat dan cepat karena merupakan infeksi mata yang paling serius
mengancam penglihatan. Panoftalmitis dapat terjadi didahului dengan endoftalmitis
disertai dengan proses peradangan yang mengenai ketiga lapisan mata (retina, koroid, dan
sklera) dan badan kaca. Disamping itu dapat pula karena suatu uveitis septik yang lebih
hebat dan akibat tukak kornea perforasi. Karena ini suatu keadaan septis maka ada gejala-
gejala seperti: demam, menggigil, muntah-muntah, dan sebagainya.

30
DAFTAR PUSTAKA

1. Ilyas, Sidarta. Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: Fakultas Kedokteran


Universitas Indonesia, 2014
2. Radjamin, Tamin, R.K., dkk, Ilmu Penyakit Mata, Airlangga University
Press , Surabaya, 1998
3. Ilyas, Sidarta. Masalah Kesehatan Mata Anda. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, 2004.
4. Pearce, Evelyn. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis.Jakarta:
Gramedia, 1999
5. Holekamp MN. The vitrous Gel: More than Meets the Eye, In American
Journal of Ophthalmology, Elsevier Inc, 2010; 149:32 - 36
6. Khuarana, A.K. Comprehensive Ophthalmology. 4th ed. New Delhi: New
Age International (P) Limited, 2007
7. James, Bruce, dkk. Lecture Notes Oftalmologi, Edisi 9, Jakart: Penerbit
Erlangga, 2006
8. Jawetz Melnick, Aselberg. Mikrobiologi Kedokteran, Edisi 20. Jakarta:
EGC, 1996
9. Vaugh, Daniel G., Oftalmologi Umum, Edisi 14, Widya Medika, Jakarta,
2000: 155-165.
10. American Academy of Ophthalmology: Basic and clinical science course:
orbit, eyelids, and lacrimal system. Section 7. American Academy of
Ophthalmology: Chicago;2014
11. Nerald JS, Carter KD, Alford MA: Lower eyelid involutional changes. In
rapid diagnosis in ophthalmology oculoplastic and recontructive surgery.
Philadelphia: Mosby Elsevier; 2008.p. 68-79.
12. Ababneh OH, Abotaleb EA, Ameerh MAB, Yousef YA. Enucleation and
evisceration at tertiary care hospital in developoing country. BMC
ophthalmology; 2015.p. 120

31
13. Nayak MK, Singh N. Endogenous panophthalmitis in a case of multiple
myeloma and diabetes mellitus. Journal of Clinical and Diagnostic
Research: JCDR. 2016
14. Riordan-Eva, P., Whitcher, J., Vaughan, D., & Asbury, T. (2008). Vaughan
& Asbury's general ophthalmology. New York, Lange Medical
Books/McGraw-Hill Medical Pub.

32

Anda mungkin juga menyukai