NSTEMI
Pembimbing:
dr. Rizky Aulia Fanani, Sp. JP, FIHA
Disusun oleh:
Danang Galih Pamungkas
031052110082
“NSTEMI”
2
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan YME karena atas berkah dan
nikmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan penyusunan laporan kasus yang berjudul
“NSTEMI” tepat pada waktunya. Penulisan laporan kasus ini merupakan salah satu
persyaratan untuk memenuhi tugas Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu Penyakit
Dalam Pendidikan Dokter Universitas Trisakti di Rumah Sakit Umum Daerah
Budhi Asih Jakarta.
Penulis menyadari bahwa laporan kasus ini tidak akan selesai tepat waktu tanpa
dukungan dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini
penulis ingin mengucapkan terima kasih sebesar- besarnya kepada semua pihak
yang telah membantu penulis menyelesaikan laporan kasus ini:
1. dr. Rizky Aulia Fanani, Sp. JP, FIHA selaku pembimbing yang telah
memberi masukan dan saran serta memberikan bimbingan dalam
penyusunan laporan kasus ini selama penulis menempuh kepaniteraan
klinik di Bagian Ilmu Penyakit Dalam di RSUD Budhi Asih.
2. Teman-teman yang turut memberikan masukan serta saran dalam
penyelesaian laporan kasus ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan laporan kasus ini masih jauh dari
sempurna. Atas semua keterbatasan yang penulis miliki, maka semua saran dan
kritik yang membangun akan penulis terima untuk perbaikan diwaktu yang akan
datang. Akhir kata, penulis berharap semoga laporan kasus ini dapat bermanfaat
bagi pembaca.
3
DAFTAR ISI
COVER……………………………………………………………………………1
LEMBAR PENGESAHAN .................................................................................................. 2
KATA PENGANTAR .......................................................................................................... 3
DAFTAR ISI......................................................................................................................... 4
BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................................... 5
BAB II LAPORAN KASUS................................................................................................. 6
BAB III TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................................... 22
BAB IV DISKUSI .............................................................................................................. 53
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................................... 57
4
BAB I
PENDAHULUAN
Sebanyak 36 juta orang meninggal setiap tahunnya (63% dari seluruh kematian)
oleh karena Penyakit Tidak Menular (PTM). Secara global, penyakit kardiovaskular
merupakan PTM penyebab kematian nomor satu setiap tahunnya (Kemenkes RI, 2014).
Penyakit kardiovaskular adalah penyakit yang disebabkan oleh karena gangguan pada
fungsi jantung dan pembuluh darah, salah satunya adalah Sindrom Koroner Akut. Sindrom
Koroner Akut (SKA) merupakan penyakit kardiovaskular utama yang memiliki tingkat
mortalitas yang tinggi dan menjadi penyebab kematian utama di seluruh dunia. Bedasarkan
data dari Kemenkes tahun 2013, SKA menempati posisi ke-7 sebagai penyakit tidak
menular tertinggi di Indonesia, dimana terdapat sekitar 1,5% penduduk atau 2.650.340
orang yang terdiagnosis oleh dokter bedasarkan gejala yang mengalami SKA di Indonesia.
Selain itu, diperkirakan kematian yang disebabkan oleh penyakit kardiovaskular, terutama
penyakit jantung koroner dan stroke akan terus meningkat mencapai 23,3 juta kematian
pada tahun 2030.
SKA dapat disebabkan oleh karena aliran darah di koroner yang terhenti secara
tiba-tiba akibat oklusi yang disebabkan oleh karena pecahnya plak ateroma pada pembuluh
darah koroner, sehingga terjadi gangguan aliran darah ke miokardium yang mengakibatkan
iskemia yang signifikan dan berkelanjutan. Penyakit ini dapat dibagi menjadi tiga bagian
utama yaitu Infark Miokard Akut dengan Elevasi Segmen ST (IMA-EST)/ ST Segment
Elevation Myocardial Infarction (STEMI), Infark Miokard Non-Elevasi Segmen ST (IMA-
NEST)/ Non-ST Segment Elevation Myocardial Infarction (NSTEMI), dan Angina
pektoris tidak stabil/Unstable Angina Pectoris (UAP), yang ditegakkan melalui anamnesis
dengan gejala nyeri dada tipikal, pemeriksaan elektrokardiogram, dan pemeriksaan
biomarka jantung.
5
BAB II
LAPORAN KASUS
BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM RUMAH SAKIT
UMUM DAERAH BUDHI ASIH
Tanggal Pemeriksaan :
Pemeriksa : Danang Galih P
2.1 IDENTITAS
Nama : Ny. T
No. RM : 01247750
Umur : 53 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Kramatjati
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Agama : Islam
Suku Bangsa : Jawa
Tanggal Masuk RS : 29 Maret 2023
2.2 ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara alloanamnesis dengan pasien di ruang
Aster Timur pada tanggal 01 April 2023 pukul 09.00 WIB
Keluhan utama Nyeri dada sejak 2 jam SMRS
Keluhan Sesak nafas,berdebar-debar, keringat dingin
tambahan
6
Riwayat Penyakit • Pasien datang ke IGD pada tanggal 29
Sekarang Maret 2023 dengan keluhan nyeri dada kiri
sejak 2 jam SMRS dan menjalar ke lengan
kiri sampai ke bagian punggung bagian
kiri. Dada terasa seperti tertindih benda
berat yang dirasakan terus menerus.
keluhan disertai dengan keringat dingin
(diaphoresis), kunang-kunang, serta napas
terasa berat yang membuat pasien merasa
sedikit sesak. Keluhan muncul tiba-tiba
saat pasien beraktivitas, sudah mencoba
istirahat namun tidak membaik. Keluhan
tidak nyaman pada dada kiri pasien sudah
dirasakan sejak kurang lebih 3 hari yang
lalu namun keluhan hilang timbul, durasi
kurang lebih 20 menit dan biasanya
keluhan hilang sendiri, sehingga pasien
belum pernah konsultasi/berobat ke dokter.
Pasien memiliki kebiasaan makan goreng-
gorengan, tidak rutin berolahraga.
7
Riwayat Pasien rutin mengkonsumsi obat darah tinggi
Pengobatan
Kepala Trauma (-), sakit kepala (-), nyeri pada sinus (-)
Mata Merah (-), ikterus (-), nyeri (-), diplopia (-), buram (-),
secret (-)
Hidung Berbau (-), secret (-), berdarah (-), trauma (-), nyeri (-),
pilek (-), tersumbat (-), gangguan penciuman (-)
8
Tenggorokkan Nyeri (-), serak (-)
Thoraks Jantung: nyeri dada (+), rasa tertekan di bagian dada kiri
(+), menjalar (+), berdebar (+)
Saluran Kemih Nyeri BAK (-), poliuria (-), oligouria (-), hematuria (-),
volume urin ( )
Ekstremitas Atas Kulit kering (-), bengkak (-), ulkus (-), nyeri (-),
deformitas (-), sianosis (-), kebas (-)
9
Tanda vital Tekanan Darah: 150/89 mmHg
Nadi: 60x/menit
Pernapasan: 20x/menit
Suhu: 36.0 ºC
SpO2:99 %
Berat Badan 70 kg
Tinggi Badan 167 cm
Indeks Massa 25.09 (Overweight)
Tubuh
STATUS GENERALIS
Kepala Kepala Normosefali, tidak ada deformitas
10
Tenggorokkan Uvula di tengah, arkus faring simetris, tonsil T1/T1,
dinding faring posterior tidak hiperemis, post nasal drip (-)
Jantung:
• Inspeksi: Pulsasi iktus cordis tidak terlihat
• Palpasi: iktus cordis tidak teraba
• Perkusi: batas jantung kanan atas di ICS 2 linea
parasternal kanan, batas jantung kiri atas ICS II
11
Abdomen • Inspeksi: Permukaan datar, spider naevi (-), caput
medusae (-), benjolan (-)
• Auskultasi: Bising usus 2-3x/menit, arterial bruit (),
venous hum (-)
• Palpasi: Distensi abdomen (-), supel (+), defans
muscular (-), nyeri tekan di regio epigastrium (-),
ballottement (-), murphy sign (-), hepatomegaly (-),
splenomegaly (-), turgor < 2 detik
• Perkusi: Timpani di 9 regio abdomen, shifting
dullness (-)
Kulit Bisul (-), ikterus (-), sianosis (-), kering (-), eritema (-),
hiperpigmentasi (-), skuama (-)
12
MCH 28.1 pg 26 – 34
MCHC 28.1 g/dL 32 – 36
MCV 81.7 fL 80 – 100
Hematokrit (HCT) 37 % 35 – 47
Hemoglobin (HGB) 12.6 g/dL 13.2 – 17.3
Leukosit (WBC) 8.0 ribu/uL 3.8 – 10.6
RDW 12.0 % < 14
Trombosit (PLT) 382 ribu/uL 150 - 440
Kimia Klinik
Ginjal
Laboratorium (30/03/2023)
JENIS PEMERIKSAAN HASIL SATUAN NILAI
NORMAL
Kimia Klinik
13
Lemak
Deskripsi:
• Jantung ukuran kesan membesar
• Aorta elongasi
• Mediastinum superior tidak melebar
• Trakea relatif di tengah
• Kedua hilus tidak menebal
• Corakan bronkovaskular masih baik, tidak tampak infiltrate
• Lengkung diafragma dan sinus kostofrenikus normal
• Tulang-tulang yang tervisualisasi optimal kesan intak
Kesimpulan:
• Kardiomegali dengan aorta elongasi
14
EKG (29/03/2023)
• Irama : Sinus
• QRS rate : Reguler, 60x/menit
• Aksis : Normoaksis
• P wave : Normal
• PR interval : 0,12 detik
• QRS durasi : 0,12 detik
Kesan
• NSTEMI
15
• LVH (+) LVMI :167 g/m2
• Fungsi sistolik RV baik, TAPSE : 28 mm
• Katup dalam batas normal
Pasien datang ke IGD pada tanggal 29 Maret 2023 dengan keluhan nyeri
dada kiri sejak 2 jam SMRS dan menjalar ke lengan kiri sampai ke bagian punggung
bagian kiri. Dada terasa seperti tertindih benda berat yang dirasakan terus menerus.
keluhan disertai dengan keringat dingin (diaphoresis), kunang-kunang, serta napas
terasa berat yang membuat pasien merasa sedikit sesak. Keluhan muncul tiba-tiba
saat pasien beraktivitas, sudah mencoba istirahat namun tidak membaik. Keluhan
tidak nyaman pada dada kiri pasien sudah dirasakan sejak kurang lebih 3 hari yang
lalu namun keluhan hilang timbul, durasi kurang lebih 20 menit dan biasanya
keluhan hilang sendiri, sehingga pasien belum pernah konsultasi/berobat ke dokter.
Pasien memiliki kebiasaan makan goreng-gorengan, tidak rutin berolahraga.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum sakit sedang, dengan
kesadaran kompos mentis. Kesan gizi pasien normal (IMT 25 kg/m2). Tanda vital
didapatkan tekanan darah 150/89 mmHg, suhu 36,0oC, nadi 60 x/menit, SpO2 99%
room air, Pernapasan 20 x/menit. Pada pemeriksaan status generalis dalam batas
16
normal. Pemeriksaan Troponin I meningkat. Pada pemeriksaan EKG didapatkan
ST depresi dan pada foto thorax didapatkan kardiomegali.
17
1. NSTEMI Atas dasar • Foto thorax Non-farmakologi
Anamnesis • Darah • Tirah baring
Keluhan nyeri lengkap, • Aspilet 1 x
dada hitung jenis 80 mg PO
memberat dan • Atorvastatin
• Ureum,
seperti di 1 x 40 mg
tekan serta kreatinin
PO
menjalar lebih • Elektrolit
dari 20 mnt, • ISDN 3 x 5
disertai • Troponin I mg PO
berdebar • Profil lipid • Bisoprolol 1
debar, mual, • Ekokardiografi x 2,5 mg PO
keringat • Brilianta 2 x
• EKG
dingin 90 mg PO
• GDS
• Riwayat HT • Lovenox 2 x
• Riwayat 0,6 cc
kebiasaan
makan
berlemak
Pemeriksaan fisik
:
• JVP
meningkat, (-
)pitting edema
(-/-), ronkhi
basah halus
paru
(-/-)
18
• Auskultasi : BJ
I dan II regular,
gallop (-),
murmur (-)
Pemeriksaan
penunjang :
• EKG : ST
Depresi
• Rontgen thorax :
kesan
kardiomegali
dengan aorta
• Troponin I :
0.340
19
2. Hiperglikemi Atas dasar • DM Diet rendah gula
Pemeriksaan
penunjang
• Peningkatan
kadar GDS
(142
mg/dL)
2.10 FOLLOW UP
Hari ke- 3, Tanggal: 01/04/2023
S • Sesak (-)
• Nyeri dada (-)
20
P • Aspilet 1 x 80 mg PO
• Atorvastatin 1 x 40 mg PO
• ISDN 3 x 5 mg PO
• Bisoprolol 1 x 2,5 mg PO
• Brilianta 2 x 90 mg PO
• Amlodipine 1 x 5 mg PO
• Spironolactone 1 x 25 mg PO
21
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 DEFINISI
22
3.3 ETIOLOGI
Lebih dari 90% SKA terjadi akibat rupture plak aterosklerotik yang
diikuti agregasi platelet dan formasi thrombus intrakoroner. Trombus
intrakoroner tersebut mengakibatkan obstruksi berat hingga oklusi total
intrakoroner. Bentuk manifestasi SKA seperti gangguan alirah darah
tergantung dari beratnya obstruksi koroner yang terjadi. Trombus pada SKA
dibentuk akibat interaksi antara plak aterosklerotik, endotel koroner, platelet
yang bersirkulasi, dan tonus vasomotor dinding pembuluh darah yang
dinamis yang melebihi mekanisme antitrombotik alami.2
Sebanyak 10% SKA terjadi akibat factor nonaterosklerotik namun
jarang sekali terjadi. Penyebab SKA lain, selain formasi thrombus harus
dicurigai jika SKA terjadi pada pasien muda atau seseorang tanpa factor
fisiko penyakit jantung koroner. Sebagai contoh, emboli koroner dari katup
mekanik atau katup jantung yang terinfeksi dapat terlepas ke sirkulasi
koroner, inflamasi dari vasculitis akut dapat menyebabkan oklusi koroner,
atau pasien dengan kelainan jaringan ikat, atau Wanita peripartum, dapat
secara jarang mengalami diseksi arteri koroner spontan (robekan di dinding
pembuluh darah yang dapat mengarah ke oklusi). Spasme koroner berat
yang sementara terkadang dapat mengurangi suplai darah miokard dan
menyebabkan UAP atau infark.2
23
3.4 KLASIFIKASI
24
Tabel 2. Perbedaan UAP, NSTEMI, dan STEMI
25
Tabel 3. Faktor Risiko yang dapar dimodifikasi dan tidak dapat dimodifikasi
- Usia : Risiko penyakit jantung koroner meningkat sesuai usia. Usia 40-60
tahun mengalami peningkatan risiko karena proses degeneratif dari
pembuluh darah. Proses degeratif juga menurunkan kontraktilitas jantung
dan membuat pembuluh darah lebih kaku yang meningkatkan risiko
pembentukan plak atherosklerotik yang mengarah ke penyakit jantung
koroner.
- Jenis Kelamin : Sebagian besar sindrom koroner akut mengenai laki-laki.
Didalam sebuah studi prevalensi laki-laki yang mengalami sindrom koroner
akut sebanyak 73 % dengan rasio laki-laki dibandingkan wanita sebanyak
2.7:1. Sebuah studi menyatakan bahwa terdapat faktor endogen estrogen
yang menghambat pembentukan aterosklerosis pada perempuan produktif.
Estrogen memiliki manfaat dan menghambat pembentukan plak
aterosklerosis, vasodilatasi, regulasi tekanan darah, efek antioksidan dan
menurunkan risiko penyakit jantung koroner.
- Hipertensi : Hipertensi merupakan salah satu faktor risiko yang
berkontribusi pada sindrom koroner akut, dimana menyebabkan stress
oksidatif dan mekanik pada dinding pembuluh darah. Hipertensi
menyebabkan kerusakan endotel dan pembentukan plak aterosklerotik. Jika
tidak terkontrol, hipertensi bisa menyebabkan hipertrofi ventrikel kiri
karena peningkatan beban jantung.
26
- Dislipidemia : Dislipidemia merupakan faktor risiko yang paling sering
kedua terhadap penyakit jantung. Insidensi penyakit jantung koroner
berkolerasi terhadap kadar LDL dan berbanding terbalik dengan kadar
HDL. Kadar LDL yang tinggi akan menyebabkan penebalan dinding
pembuluh darah melalui pembentukan plak aterosklerotik. Sebuah studi
menyatakan bahwa orang dengan kadar LDL yang tinggi memiliki risiko 3
kali lebih tinggi mengalami penyakit jantung koroner dibandingkan orang
dengan kadar LDL yang normal.
- Diabetes Mellitus : Diabetes mellitus merupakan salah satu faktor risiko
penyakit jantung koroner. Diabetes mellitus menyebabkan jaringan
mengalami proses degenerasi dan disfungsi endotel dengan onset yang lebih
cepat. Proses ini menyebabkan penebalan dari kapiler dan pembuluh darah
koroner, dan kadar gula yang tinggi menyebabkan adhesi glukosa pada
dinding pembuluh darah yang jika terjadi terus menerus menyebabkan
kerusakan pada pembuluh darah. Pembuluh darah yang rusak menyebabkan
penumpukan lipid dan pembentukan plak aterosklerotik yang mengarah ke
penyakit jantung koroner. Orang dengan diabetes mellitus memiliki risiko
2-4 kali lebih tinggi mengalami penyakit jantung koroner dibandingkan
orang tanpa diabetes mellitus.
- Merokok : Sebuah studi menyatakan bahwa orang dengan usia lebih dari
45 tahun dan perokok mengalami risiko 2.4 kali lebih besar mengalami
penyakit jantung dibandingkan dengan bukan perokok. Merokok memiliki
korelasi dengan disfungsi endotel, proses inflamasi, modifikasi lipid,
perubahan faktor anti trombotik dan pro trombotik. Merokok dapat
menginduksi aterogenesis melalui efek langsung pada dinding pembuluh
darah, dimana karbon dioksida pada rokok menyebabkan hipoksia arteri dan
nikotin dapat menyebabkan reaksi trombotik dan glikoprotein pada rokok
dapat menyebabkan hipersensitivitas pada dinding pembuluh darah.
27
3.6 PATOFISIOLOGI
28
Terbentuk fibrious cap. Lesi akan mengandung inti lipid / lipid core dengan
dibungkus oleh lapisan tebal dari jaringan ikat fibrosa atau dengan kapsul
tipis yang bisa lepas yang dapat menyebabkan pembentukan thrombus dan
poliferasi sel otot polos ekstensif. Apabila thrombus kecil akan
berkontribusi dalam pembentukan plaque atherosklerotik. Apabila
thrombus besar akan menutupi lumen dan menyebabkan acute coronary
syndrome.
29
3.7 GAMBARAN KLINIS
30
Gambar 4. Indeks nyeri curiga iskemia
3.8 DIAGNOSIS
a. Anamnesis
31
• Angina tipikal persisten selama lebih dari 20 menit (80 %)
• Angina awitan baru (de novo) kelas II klasifikasi CCS (20 %)
• Angina stabil yang mengalami destabilisasi (angina progresif atau
kresendo) menjadi makin sering, lebih lama atay menjadi makin berat
minimal kelas III klasifikasi CCS
• Angina pasca Infark miokard yaitu angina yang terjadi dalam 2
minggu setelah infark miokard.
Diagnosis sindrom koroner akut menjadi lebih kuat jika keluhan tersebut
ditemukan pada pasien dengan karakteristik sebagai berikut :2
• Pria
• Diketahui mempunyai penyakit aterosklerosis non-koroner
• Diketahui mempunyai penyakit jantung koroner atas dasar pernah
mengalami infark miokard, bedah pintas koroner atau IKP
• Mempunyai faktor risiko : umur, hipertensi, merokok, dislipidemia,
diabetes mellitus, riwayat PJK dini dalam keluarga.
b. Pemeriksaan Fisik
32
c. Pemeriksaan Penunjang
Elektrokardiografi (EKG)
• Non-diagnostik
• Normal
33
segmen ST difusa dan PR segmen depresi mensugestikan adanya
pericarditis. Takikardi dengan deviasi aksis ke kanan, RBBB, inversi
gelombang T pada lead V1 – V4 dan gelombang S pada lead I, dan inversi
Q & T wave pada lead III, mengsugestikan adanya PE.10
34
Tabel 6. Korelasi tempat oklusi koroner
35
Gambar 5. Biomarka Jantung
36
Gambar 6. Algoritma diagnosis ACS “rule out” “rule in”
Pemeriksaan Non-Invasif
37
dengan kemungkinan PJK rendah hingga menengah dan jika pemeriksaan
troponin dan EKG tidak meyakinkan.2
Pemeriksaan Laboratorium
38
Berikut adalah beberapa kondisi yang harus diwaspadai sebagai
diagnosis banding sindrom koroner akut karena potensial mengancam
nyawa seperti diseksi aorta, emboli paru, dan pneumothoraks. Berikut
adalah diagnosis banding dari sindrom koroner akut : (11)
39
(Thrombolysis In Myocardial Infarction), dan GRACE (Global Registry of
Acute Coronary Events) sedangkan CRUSADE (Can Rapid risk
stratification of Unstable angina patients Suppress ADverse outcomes with
Early implementation of the ACC/AHA guidelines) digunakan untuk
menstratifikasi risiko terjadinya perdarahan. Stratifikasi perdarahan penting
untuk menentukan pilihan penggunaan antitrombotik. Tujuan stratifikasi
risiko adalah untuk menentukan strategi penanganan selanjutnya
(konservatif atau intervensi segera) bagi seorang dengan NSTEMI. 2
40
Tabel 9. Skor TIMI
41
berpengaruh melalui perhitungan klirens kreatinin. Skor CRUSADE yang
tinggi dikaitkan dengan kemungkinan perdarahan yang lebih tinggi.
Berdasarkan skor CRUSADE, pasien dapat ditentukan dalam berbagai
tingkat risiko perdarahan.2
42
3.11 TATALAKSANA
A. Tatalaksana Umum
1. Tirah baring
43
4. Pemberian penghambat reseptor adenosin difosfat (ADP), dosis
awal ticagrelor yang dianjurkan adalah 180 mg dilanjutkan dengan dosis
pemeliharaan 2x 90 mg/hari kecuali pasien STEMI direncanakan reperfusi
menggunakan agen fibrinolitik. Untuk Clopidogrel dosis awal adalah 300
mg dilanjutkan dosis pemeliharaan 75 mg/hari (pada pasien yang
direncanakan untuk terapi reperfusi menggunakan agen fibrinolitik,
penghambat reseptor ADP yang dianjurkan adalah clopidogrel)
44
1. Penyekat beta
2. Nitrat
Keuntungan terapi nitrat terletak pada efek dilatasi vena yang mengakibatkan
berkurangnya preload dan volume akhir diastolik ventrikel kiri sehingga konsumsi
oksigen miokardium berkurang. Efek lain adalah dilatasi pembuluh darah koroner
baik normal maupun yang mengakami aterosklerosis. Dapat digunakan pada fase
akut baik secara oral maupun intravena. Pemberian diindikasikan pada iskemia
persisten, gagal jantung, atau hipertensi dalam 48 jam pertama UAP atau NSTEMI.
Nitrat tidak diberikan kepada pasien dengan tekanan darah sistolik < 90 mmHg atau
> 30 mmHg di bawah nilai awal, bradikardia berat <50 kali permenit, takikardia
tanpa gejala gagal janttung atau infark ventrikel kanan. Nitrat juga tidak boleh
diberikan kepada psien yang telah mengosumsi penghambat fosfodiesterase seperti
sidenafil (24 jam), tadalafil (48 jam).2
45
Tabel 13. Jenis dan obat nitrat untuk terapi IMA2
Nifedipine dana amlodipine mempunyai efek vasodilator arteri dengan sedikit atau
tanpa efek pada nodus SA atau AV. Sebaliknya verapamil dan diltiazem
mempunyai efek terhadap SA Node dan AV Node yang menonjol dan sekaligus
efek dilatasi arteri. Semua CCB tersebut di atas mempunyai efek dilatasi koroner
yang seimbang. Oleh karena itu CCB, terutama golongan dihidropiridin,
merupakan obat pilihan untuk mengatasi angina vasospastik.2
4. Antiplatelet
46
2. Penghambat reseptor ADP perlu diberikan bersama aspirin sesegera
mungkin dan dipertahankan selama 12 bulan kecuali ada kontraindikasi
seperti risiko perdarahan berlebih.
47
Tabel 15. Jenis dan dosis antiplatelet
6. Antikoagulan
5. Heparin tidak terfraksi (UFH) dengan target aPTT 50-70 detik atau
heparin berat molekul rendah (LMWH) lainnya (dengan dosis yang
direkomendasikan) diindaksikan apabila fondaparinux atau enoxaparin
tidak tersedia.
48
Tabel 16. Jenis dam obat antikoagulan
49
Tabel 17. Dosis ACE untuk IMA
8. Statin
2. Usia lanjut : Pasien dengan usia lanjut (>75 tahun) sering memiliki
presentasi yang atipikal, sehingga perlu diinvestigasi untuk NSTEMI
meskipun tingkat kecurigaan rendah.(12) Pemilihan pengobatan untuk
pasien lanjut usia dibuat dengan mempertimbangkan perkiraan harapan
hidup, komorbiditas, kualitas kehidupan, serta keinginan dan pilihan
pasien. Pemilihan dan dosis obat-obat antitrombotik perlu disesuaikan
untuk mencegah kejadian efek samping.2
50
3. Jenis kelamin : Meskipun demikian, wanita yang datang dengan
NSTEMI biasanya berusia lebih lanjut dan lebih sering menderita
diabetes, hipertensi, gagal jantung, dan berbagai komorbiditas lainnya,
serta sering menampilkan gejala atipikal seperti dispnea atau gejala
gagal jantung. Prognosis NSTEMI pada pria dan wanita serupa kecuali
pada usia lanjut, di mana wanita memiliki prognosis lebih baik daripada
pria. Untuk perdarahan, wanita dengan NSTEMI memiliki risiko yang
lebih tinggi.2
51
kasus status hemodinamik yang terganggu atau Hb< 8 g/dL atau Ht< 25
%. 2
3.11 PROGNOSIS
Sindrom koroner akut dikaitkan dengan angka mortalitas yang
tinggi. Mortalitas saat hospitalisasi biasanya berkaitan dengan variasi usia.
Pasien STEMI biasanya berusia lebih muda, dan memiliki komorbiditas
lebih sedikit sedangkan pasien NSTEMI biasanya berusia lebih tua dan
memiliki penyakit jantung koroner yang lebih kompleks. Prognosis juga
dipengaruhi oleh tatalaksana. PCI secara urgensi biasanya dikaitkan dengan
angka mortalitas di rumah sakit yang tinggi. Gagal jantung sebagai
komplikasi juga berkaitan dengan angka mortalitas yang tinggi dan
morbiditas serta penurunan kualitas hidup. Perempuan memiliki prognosis
jangka panjang yang lebih buruk dibandingkan laki-laki.12
52
BAB IV
DISKUSI
Pasien datang ke IGD pada tanggal 29 Maret 2023 dengan keluhan nyeri
dada kiri sejak 2 jam SMRS dan menjalar ke lengan kiri sampai ke bagian punggung
bagian kiri. Dada terasa seperti tertindih benda berat yang dirasakan terus menerus.
keluhan disertai dengan keringat dingin (diaphoresis), kunang-kunang, serta napas
terasa berat yang membuat pasien merasa sedikit sesak. Keluhan muncul tiba-tiba
saat pasien beraktivitas, sudah mencoba istirahat namun tidak membaik. Keluhan
tidak nyaman pada dada kiri pasien sudah dirasakan sejak kurang lebih 3 hari yang
lalu namun keluhan hilang timbul, durasi kurang lebih 20 menit dan biasanya
keluhan hilang sendiri, sehingga pasien belum pernah konsultasi/berobat ke dokter.
Pasien memiliki kebiasaan makan goreng-gorengan, tidak rutin berolahraga.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum sakit sedang, dengan
kesadaran kompos mentis. Kesan gizi pasien normal (IMT 25 kg/m2). Tanda vital
didapatkan tekanan darah 150/89 mmHg, suhu 36,0oC, nadi 60 x/menit, SpO2 99%
room air, Pernapasan 20 x/menit. Pada pemeriksaan status generalis dalam batas
normal. Pemeriksaan Troponin I meningkat. Pada pemeriksaan EKG didapatkan
ST depresi dan pada foto thorax didapatkan kardiomegali.
Pasien pada kasus ini datang dengan keluhan nyeri pada bagian dada dengan
karakteristik seperti tertekan benda berat. Nyeri tersebut menjalar ke lengan kiri dan
punggung bagian kiri. Nyeri tersebut muncul setelah pasien beraktivitas , nyeri
tersebut tidak hilang saat pasien beristirahat. Dari data tersebut, kita dapat
menentukan diagnosis pasien tersebut sebagai NSTEMI. Sesuai teori, NSTEMI
adalah gejala dari penyakit jantung iskemik yang berupa rasa nyeri pada dada,
dengan rasa tertekan, ditimpa benda berat dan terasa panas di daerah perikardium,
sternal, atau substernum dada. Nyeri tersebut dapat menjalar ke leher, dagu, bahu,
dan punggung. Pasien pada kasus ini mempunyai keluhan-keluhan tersebut. Selain
itu, NSTEMI biasanya disertai dengan keluhan tambahan seperti mual, muntah,
fatik, diaforesis, sesak nafas dan pingsan. Pasien juga mengalami diaphoresis,
kunang-kunang seperti mau pingsan serta sesak pada saat nyeri dada berlangsung.
53
Dari keluhan tersebut, diagnosis bandingnya adalah STEMI dan NSTEMI (Non-
ST-Elevation Myocardial Infarction).
Angina pektoris tidak stabil / NSTEMI didefinisikan sebagai angina
pektoris (atau ekuivalen rasa tidak nyaman didada tipe iskemik) dengan satu
diantara tampilan klinis: (1) terjadi saat istirahat (atau aktivitas minimal) dan
biasanya berlangsung lebih dari 20 menit (jika tidak ada penggunaan nitrat atau
analgetik); (2) nyeri hebat dan biasanya nyerinya jelas; atau (3) biasanya lambat
laun bertambah berat (misalnya nyeri yang membangunkan pasien dari tidur atau
yang semakin parah, terus-menerus atau lebih sering dari sebelumnya).
Pada pasien dilakukan pemeriksaan EKG dimana sangat penting baik untuk
diagnosis NSTEMI. Pada NSTEMI terdapat abnormalitas EKG, seperti pada EKG
pasien ini. Rekaman EKG dibuat dalam 10 menit sejak kedatangan pasien di ruang
gawat darurat. Pemeriksaan EKG sebaiknya diulang setiap keluhan timbul
kembali. Pemeriksaan marka jantung pada kasus pasien, didapatkan troponin I
meniingkat . Ini sesuai dengan diagnosis NSTEMI karena perbedaan NSTEMI dan
Unstable angina pektoris dibedakan berdasarkan kejadian infark miokard yang
ditandai dengan peningkatan marka jantung. Marka jantung yang lazim digunakan
adalah Troponin I/T atau CK-MB. Bila hasil pemeriksaan biokimia marka jantung
terjadi peningkatan bermakna, maka diagnosis menjadi Infark Miokard Akut
Segmen ST Non Elevasi (Non ST-Elevation Myocardial Infarction, NSTEMI).
Sedangkan pada Angina Pektoris tidak stabil marka jantung tidak meningkat secara
bermakna. Pemeriksaan troponin I meingkat pada kasus pasien, hasil pemeriksaan
ini dapat di konfirmasi karena keluhan pasien sudah lebih dari 2 jam. Hal ini sesuai
literatur yaitu pemeriksaan troponin I/T adalah standard baku emas dalam diagnosis
NSTEMI, di mana peningkatan kadar marka jantung tersebut akan terjadi dalam
waktu 2 hingga 4 jam. Dari pemeriksaan keduanya, diagnosis banding UAP dapat
disingkirkan.
Tatalaksana awal pada pasien saat di IGD yaitu stabilisasi terlebih dahulu
dengan pemberian terapi O2 NK 3 lpm karena pada pasien terdapat keluhan sesak
dan Spo2 menunjukkan 96%. Untuk pengobatan secara simptomatik, obat
isosorbide dinitrat (ISDN) diberikan secara sublingual, dengan dosis 5 mg untuk
54
meredakan nyeri dada. ISDN merupakan obat golongan nitrat dan bekerja sebagai
vasodilator. Obat ini menyebabkan dilatasi dari pembuluh darah agar darah dapat
mengalir lebih mudah, sehingga dapat mengatasi rasa nyeri dada. Namun,
penggunaan ISDN harus dilakukan evaluasi dan pemeriksaan tekanan darah, karena
efek dari vasodilator tersebut dapat menyebabkan hipotensi. Pasien juga diberikan
PO brilinta 2 tab. brilinta merupakan obat yang dapat menghambat agregasi platelet
(antiagregasi trombosit) yang merupakan salah satu dasar dalam pengobatan angina
tak stabil maupun infark tanpa elevasi segemen ST. Pasien diberikan PO Aspilet 2
tab, pemberian obat antiplatelet diindikasikan pada pasien SKA. Aspirin wajib
diberikan pada semua pasien tanpa kontraindikasi dan tanpa memandang strategi
pengobatan yang diberikan (PERKI, 2018). Mekanisme kerja obat aspirin yaitu
mengurangi agregasi platelet dengan cara menghambat enzim COX-1 dan COX-2
secara irreversibel di prostaglandin synthesis pathway (PGH2). Dalam dosis rendah
(75–150 mg) hanya dapat menginhibisi enzim COX-1 sehingga diperlukan dosis
tinggi atau Loading pada fase awal untuk menginhibisi enzim COX-2.
Setelah pasien stabil, pasien direncanakan untuk rawat inap dengan
pemantauan di CVCU dan direncanakan PCI. Saat di ruang perawatan, diberikan
terapi tambahan yaitu Inj. Arixtra 1 x 2,5 mg selama 5 hari. Arixtra adalah obat
yang mengandung Fondaparinux sodium yang masuk ke dalam golongan agen
antitrombotik senyawa penghambat agregasi/penggumpalan trombosit.
Fondaparinux adalah alternatif terapi pada pasien UA/NSTEMI karena rendahnya
risiko perdarahan dan direkomendasikan terutama untuk pasien dengan risiko tinggi
perdarahan. Statin berperan dalam mengurangi konsentrasi lipoprotein aterogenik
yang bersirkulasi sehingga dapat mengurangi risiko terjadinya kejadian
kardiovaskular. Statin dapat diberikan secara langsung tanpa melihat kadar LDL
maupun diet pada pasien dan direkomendasikan dimulai sedini mungkin. Pada
pasien ini diberikan obat statin berupa atorvastatin 1 x 40 mg. Obat golongan
benzodiazepine diazepam 1 x 5 mg juga diberikan kepada pasien sebagai anti-
ansietas dimana sekitar 50% pasien mengalami kecemasan oleh karena nyeri dada
dan SKA yang dapat mengancam nyawa. Melalui pengurangan kecemasan juga
diyakini dapat berperan dalam efek kardiovaskular baik secara langsung maupun
55
tidak langsung seperti vasodilatasi, anti-iskemik, anti-aritmia, inhibisi trombosit,
dan menurunkan kadar katekolamin. Secara keseluruhan, penatalaksanaan yang
dilakukan terhadap pasien sudah sesuai dengan teori dan konsensus.
Dalam menentukan prognosis pada pasien SKA dapat menggunakan
berbagai perhitungan stratifikasi risiko. Pada pasien ini didapatkan skoring Killip I,
TIMI 1, GRACE 75. Stratifikasi risiko kelas killip ditentukan melalui indikator
klinis gagal jantung pada pasien sebagai komplikasi yang disebabkan oleh infark
miokard akut dan dapat memperkirakan mortalitas pasien dalam 30 hari. Killip juga
digunakan sebagai variabel dalam klasifikasi GRACE (PERKI, 2018). Pada pasien
didapatkan skor Killip I yang memiliki bahwa pasien mempunyai persentase
mortalitas sebesar 6% dalam 30 hari pasca infark miokard akut. Sedangkan skor
GRACE ditujukan untuk memperkirakan mortalitas pasien saat dirawat di rumah
sakit dan 6 bulan pasca keluar dari rumah sakit (PERKI, 2018). Pada pasien
ditemukan bahwa skor GRACE 75 yang dimana pasien memiliki persentase
mortalitas di rumah sakit sebesar <2% dan mortalitas <2% dalam 6 bulan setelah
keluar rumah sakit.
56
DAFTAR PUSTAKA
1. Singh, Anumeha. Museedi Abdulrahman. Acute Coronary Syndrome.
StatPearls. 2022
2. PERKI. Pedoman Tata Laksana Sindrom Koroner Akut. Edisi Keempat.
PERKI. 2018
3. Wilder J, Sabatine MS, Lily LS. Acute Coronary Syndromes. In: Lily LS,
editor. Pathophysiology of Heart Disease, Baltimore, MD: Wolters Kluwer
Health; 2016.
4. alapanawa U, Kumarasiri PVR, Jayawickreme KP, et al. Epidemiology and
risk factors of patients with types of acute coronary syndrome presenting to a
tertiary care hospital in Sri Lanka. BMC Cardiovasc Disord.
2019.Dec;19(1):229.
5. SUHARDI, Feryandi Limanto; SHUJUAN, Sri. SINDROMA KORONER
AKUT AKIBAT HIPOKSIA: SEBUAH LAPORAN KASUS. Jurnal Medika
Hutama, 2021,
2.02 Januari: 642-646.
6. Yuniadi Y, Hermanto DY, Rahajoe AU. Buku ajar kardiovaskular. Sagung
seto. 2017
7. QOTHI, Ikhsanuddin; FUADI, Muhamad Robi’ul; SUBAGJO, Agus. Profile
of Major Risk Factors in Acute Coronary Syndrome (ACS) at Pusat Pelayanan
Jantung Terpadu (PPJT) Dr. Soetomo Public Hospital Surabaya Between the
Period of January-December 2019. Cardiovascular and Cardiometabolic
Journal (CCJ), 2021, 2.2: 59-72.
8. Camm AJ, Luscher TF. The ESC Textbook of Cardiovascular Medicine. 3rd
edition. ESC. 2019
9. Crea F, Libby P. Acute Coronary Syndromes: The way forward from
mechanisms to precision treatment. CirculationAHAJournal. 2017; 136: 1155
– 1166
10. WRITING COMMITTEE MEMBERS, et al. 2021
AHA/ACC/ASE/CHEST/SAEM/SCCT/SCMR guideline for the evaluation
and diagnosis of chest pain: a report of the American College of
Cardiology/American Heart Association Joint Committee on Clinical Practice
Guidelines. Journal of the American College of Cardiology, 2021, 78.22: e187-
e285.
11. Braunwald E. Braunwald’s Heart Disease: a textbook of cardiovascular
medicine. Philadelphia. Elsevier. 2015
12. COLLET, Jean-Philippe, et al. 2020 ESC Guidelines for the management of
acute coronary syndromes in patients presenting without persistent ST-
segment elevation: the Task Force for the management of acute coronary
syndromes in patients presenting without persistent ST-segment elevation of
the European Society of Cardiology (ESC). European heart journal, 2021,
42.14: 1289- 1367.
13. YE, Fan, et al. Assessing prognosis of acute coronary syndrome in recent
clinical trials: a systematic review. Clinical Medicine & Research, 2019, 17.1-
2: 11-19.
57