BRONKOPNEUMONIA
Disusun oleh:
Danang Galih Pamungkas
031052110082
Pembimbing:
dr. Yosianna Liska, Sp. A
“BRONKOPNEUMONIA”
Danang Galih P
031052110082
Puji dan syukur atas kehadirat Allah SWT karena atas rahmat dan karunia-Nya
penulis mampu menyelesaikan penulisan laporan kasus yang berjudul
“BRONKOPNEUMONIA” secara tepat waktu. Laporan kasus disusun sebagai bentuk
evaluasi pembelajaran selama menjalani kepaniteraan klinik Ilmu Kesehatan Anak di
RSUD Karawang.
Penulis menyadari dalam penulisan laporan kasus ini tidak terlepas dari bantuan
dan bimbingan dari berbagai pihak maka dalam kesempatan ini penulis memberikan
rasa hormat dan ucapan terima kasih sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah
membantu terutama kepada:
1. dr. Yosianna Liska, Sp.A selaku pembimbing yang telah memberi bimbingan
dan saran dalam penyusunan laporan kasus ini.
2. Orang tua dan keluarga penulis.
3. Rekan-rekan Ko-ass Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak Rumah Sakit
Umum Daerah Karawang atas bantuan dan dukungan yang diberikan yang
tidak dapat disebutkan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan laporan kasus ini masih terdapat
kekurangan dan masih jauh dari kata sempurna. Penulis memohon maaf kepada para
pembaca karena masih banyak kekurangan didalamnya maka dari itu penulis
membutuhkan kritik dan saran yang membangun supaya laporan kasus ini menjadi
lebih baik kedepannya. Akhir kata, penulis berharap semoga laporan kasus ini dapat
bermanfaat bagi para pembaca terutama bagi perkembangan ilmu khususnya di bidang
kesehatan
BAB I
PENDAHULUAN
Gejala pneumonia pada bayi dan anak bergantung pada beratnya infeksi. Secara
umum gejala umum yaitu demam, sakit kepala, gelisah, malaise, malaise, mual,
muntah, atau diare. Dan ada pula gejala respiratori yaitu, batuk, sesak napas, retraksi
dada, takipneu, napas cuping hidung, air hunger, merintih, dan sianosis.8
Faktor resiko tersebut, yaitu pneumonia yang terjadi pada masa bayi, berat lahir
rendah (BBLR), tidak dapat imunisasi, tidak mendapatkan ASI yang adekuat,
malnutrisi, difisiensi vit A dan tingginya pajanan terhadap polusi udara (polusi industry
atau asap rokok).3
BAB II
LAPORAN KASUS
STATUS PASIEN
Nama Mahasiswa : Danang Galih P Penguji :
NIM : 031052110082 Tanda tangan :
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Andhara kirana Jenis kelamin : Perempuan
Umur : 11 bulan 17 hari Suku bangsa : Sunda
Tanggal Lahir : 17 Agustus 2021 Agama : Islam
Pendidikan :- Anak ke :2
Alamat : Bambu raki No. RM :00xxxxxxx
Pasien berusia 11 bulan 17 hari dibawa ke IGD RSUD Karawang dengan keluhan
sesak nafas, sesak dirasakan sejak pagi hari SMRS. Sesak dirasakan terus menerus
sepanjang hari, tidak ada perbaikan saat istirahat. Orang tua pasien mengatakan
sebelumnya pasien mengeluhkan batuk. Keluhan didahului batuk 6 hari SMRS,
batuk makin memberat, tidak disertai dahak, 3 hari sebelum masuk rumah sakit
terdapat demam yang terus menerus, demam membaik setelah diberi paracetamol
namun demam muncul Kembali. Pasien juga mengalami muntah sebanyak 2x, ibu
pasien juga mengeluhkan pasien BAB cair sejak pagi hari sebanyak 1x, BAB tidak
disertai lender dan darah. Tidak ada keluhan pada BAK. Riwayat kontok dengan
orang dengan batuk lama disangkal. Riwayat penyakit yang serupa di lingkungan
tempat tinggal pasien tinggal disangkal. Riwayat alergi disangkal. Ayah pasien
merupakan seorang perokok
C. Riwayat perkembangan
Psikomotor dan kognitif
Menatap muka : 0 bulan (N: 0-1 bulan)
Mengangangkat kepala : 1 bulan (N: 0-3 bulan)
Mengenal suara : 3 (N: 3-6 bulan)
Tengkurap : 4 (N: 3-6 bulan)
Berceloteh : 5 (N:6-9 bulan)
Duduk : 9 (N:9-12 bulan)
Merangkak : 8 (N:6-9 bulan)
Berdiri : 10 (N: 9-12 bulan)
Berjalan : 11 (N:12-18 bulan)
Kesimpulan riwayat perkembangan: Riwayat perkembangan baik
D. Riwayat makanan
Usia ASI/ PASI Buah/biskuit Bubur susu Nasi TIM
(bulan)
0-6 ASI + Susu - - -
formula
6-12 Susu formula v v v
12-18 - - - -
18-24 - - - -
Kesimpulan Riwayat makanan:
Pasien Riwayat nutrisi tidak baik
E. Riwayat imunisasi
Vaksin Dasar (usia) Ulangan (usia)
Hepatitis B 0 bulan 2 bulan -
-
Polio - -
BCG 1 bulan
DPT 2 bulan - -
HIB 2 bulan - - -
Campak - - -
Kesimpulan Riwayat imunisasi : Riwayat imunisasi tidak lengkap sampai
usianya
F. Riwayat keluarga:
1. Corak reproduksi:
No. Tanggal Jenis Hidup Lahir Abortus Mati Keterangan
lahir kelamin mati (sebab) kesehatan
1. 9 tahun Laki-laki + - - - Sehat
2. 11 bulan Perempuan + - - - Pasien
2. Riwayat pernikahan:
Ayah Ibu
Nama Ahmad Pitri
Perkawinan ke 1 1
Usia saat menikah 26 tahun 16 tahun
Pendidikan terakhir SMA SMA
Agama Islam Islam
Suku Sunda Sunda
Keadaan kesehatan Sehat Sehat
Kosanguinitas - -
2. Antropometri
Berat badan : 8,3 kg
Panjang badan : 71 cm
Status gizi (dengan menggunakan kurva CDC)
BB/U : 8,9/9,1 x 100% = 97%
TB/U : 71/73 x 100% = 97%
BB/TB : 8,3/8,9 x 100% = 93%
Kesan gizi : Gizi cukup
3. Tanda vital
a. Tekanan darah : tidak dilakukan
b. Nadi : 132x/ menit
c. Pernafasan : 42x/ menit
d. Suhu : 36,4oC
e. SpO2 : 98%
4. Status generalis
A. Kepala : Normocefali
B. Rambut : Distribusi rambut rata, berwarna hitam, tebal
C. Wajah : Simetris, tidak ada dismorfik, tidak ada edema
D. Mata : Pupil isokor +/+, sclera icterik -/-, conjungtiva
anemis -/-
E. Telinga : Normotia
F. Hidung : Deviasi septum -, jejas -, nafas cuping hidung -/-,
secret -/-
G. Bibir : Sianosis -, pucat -
H. Mulut : Mukosa mulut merah muda
I. Lidah : Tidak ada lidah kotor, tidak hiperemis
J. Tenggorokan : Tonsil T1/T1, faring hiperremis -, uvula ditengah
K. Leher : Pembesaran KGB -, deviasi trakea -
L. Thorax
M. Paru-paru
Inspeksi : Bentuk horax normal, gerakan dinding dada
simetris, restraksi dinding dada pada subcostal
dan supraclavicular
Palpasi : Gerak dinding simetris
Perkusi : Sonor kedua lapang paru
Auskultasi : Suara nafas vasicular +/+, Ronki basah halus
+/+, wheezing -/-
N. Jantung
Inspeksi : Iktus cordia tidak terlihat
Palpasi : Iktus cordia tidak teraba
Auskultasi : S1/S2 reguler, murmur -, gallop -
O. Abdomen
Inspeksi : Tampak buncit, gerak dinding perut saat bernafas
simetris
Palpasi : Supel, turgor baik, tidak teraba pembesaran hepar
dan lien
Auskultasi : Bising usus 5-6 x/menit
Perkusi : Timpani diseluruh abdomen
P. Genitalia : Tidak ada kelainan anatomis
Q. Kelenjar getah : Tidak mebesar
bening
R. Ekstremitas
Inspeksi : Simetris, tidak ada deformitas, tidak ada edema
Palpasi : Akral hangat ke-empat ekstremitas, tidak ada
edema, CRT <2 detik
S. Kulit : Tidak ada edema, tidak ada ruam
IV. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan latorium (03 Agustus 2022, pukul 22:30)
Basophil 0 % 0-1
Eosinophil 0 % 1-3
Neutrophil 64 % 54-62
Limfosit 30 % 25-33
Monosit 6 % 3-7
MCV 79 fl 72-88
MCH 26 pg 24-30
RDW-CV 13,4 %
RESUME
Pasien berusia 11 bulan 17 hari dibawa ke IGD RSUD Karawang dengan keluhan
sesak nafas, sesak dirasakan sejak pagi hari SMRS. Sesak dirasakan terus menerus
sepanjang hari, tidak ada perbaikan saat istirahat. Orang tua pasien mengatakan
sebelumnya pasien mengeluhkan batuk. Keluhan didahului batuk 6 hari SMRS, batuk
makin memberat, tidak disertai dahak, 3 hari sebelum masuk rumah sakit terdapat
demam yang terus menerus, demam membaik setelah diberi paracetamol namun
demam muncul Kembali. Pasien juga mengalami muntah sebanyak 2x, ibu pasien
juga mengeluhkan pasien BAB cair sejak pagi hari sebanyak 1x, BAB tidak disertai
lender dan darah. Tidak ada keluhan pada BAK. Riwayat kontok dengan orang
dengan batuk lama disangkal. Riwayat penyakit yang serupa di lingkungan tempat
tinggal pasien tinggal disangkal. Riwayat alergi disangkal. Ayah pasien merupakan
seorang perokok. Pasien tidak mendapatkan ASI esklusif. Riwayat nutrisi pasien
kurang baik. Pasien tidak imunisasi lengkap sampai umur saat ini.
Pada pemeriksaan fisik kesadaran kompos mentis, kesan sakit sedang, kesan
gizi baik. Pemeriksaan tanda vital nadi : 132x/menit, napas : 42x/menit, suhu : 36,4C,
SpO2 : 98%, status gizi normal
Kepala : normosefali,konjungtiva tidak anemis,sklera tidak ikterik, pupil isokor
Hidung : tidak ada secret, tidak ceviasi, tidak ada nafas cuping hidung
Bibir : mukosa bibir merah muda, tidak terdapat sianosis
Leher : tidak terdapat pembesaran KGB dan tiroid
Thorax : Gerakan dada simetris, terdapat retraksi dinding dada subcostal dan
supraclavicular, suara napas vesikuler, suara napas ronkhi basah halus, tidak terdapat
wheezing, bunyi jantung S1 dan S2 reguler, tidak terdapat murmur dan gallop.
Abdomen : dinding perut simetris, terdapat bising usus, bunyi timpani, tidak ada
nyeri, turgor baik.
Ekstremitas : tidak terdapat edema, sianosis dan deformitas. akral hangat CRT < 2
V. DIAGNOSIS KERJA :
1. Broncopneumonia
2. Gizi baik
3. Imunisasi tidak lengkap usianya
VIII. PENATALAKSANAAN
a. Non-medikamentosa
● Rawat inap
● Pemberian O2 1 L/menit
● Pemasangan Sonde
● Nebulasi Nacl 3% 3x/hari
● Pemberian diet dengan kebutuhan kalori 979 kkal
Perhitungan Recommended Daily Allowances
(berat bada ideal x RDA menurut usia-tinggi) = 8,9kg x 110kkl = 980
kkal
- Karbohidrat= 979 kkal x 50% = 489kkal: 4 = 120 kkal
- Protein= 979 kkal x 35% = 342 kkal: 4 = 85 kkal
- Lemak= 979 kkal x 15% = 146 kkal: 9 = 15 kkal
b. Medikamentosa
● IVFD 10 tpm
● Sefalosporin 3x200 mg
● Kloramfenikol 3x100 mg
● Paracetamol infuse 3x100 mg
● Ambroxol 3x 7,5mg / 2,5ml
c. Edukasi
● Mengedukasi keluarga apabila saat keadaan sesak jangan diberikan
makan dan minum karna angkat memperparah keadaan.
● Melakukan catchup imunisasi
● Edukasi supaya ayahnya berhenti merokok atau tidak merokok didekat
pasien
IX. DIAGNOSIS AKHIR :
• Bronkopneumonia
• Gizi baik
• Imunisasi tidak lengkap
X. PROGNOSIS
Ad vitam : bonam
Ad fungsionam : dubia ad bonam
Ad sanasionam : dubia ad bonam
FOLLOW UP
Tgl 5 agustus 2021 6 agustus 2021
Hari 1 2
S Batuk sudah berkurang, sesak sudah Batuk sudah berkurang, sesak sudah
berkurang, BAB dan BAK dalam tidak dirasakan, BAB dan BAK dalam
batas normal batas normal
O Keadaan umum : compos metis, Keadaan umum : compos metis, tampak
tampak sakit ringan sakit ringan
Tanda vital Tanda vital
TD: TD:
HR: 132 x/menit HR: 122 x/menit
RR: 42 x/menit RR: 24 x/meni
o
T: 36,4 C T: 36,7oC
Kepala: normocepali Kepala: normocepali
Mata: konjungtiva anemis -/-, sklera Mata: konjungtiva anemis -/-, sklera
ikterik -/- ikterik -/-
Leher: kelenjar getah bening tidak Leher: kelenjar getah bening tidak
teraba teraba
Thorax: Thorax:
Paru: retraksi dinding dada subcostal Paru: retraksi dinding dada subcostal
dan supraclavicular +, ronki +/+, dan supraclavicular +, ronki +/+,
wheezing -/- wheezing -/-
Jantung: S1S2 reguler, mumur-, Jantung: S1S2 reguler, mumur-, gallop -
gallop - Abdomen: tampak cembung, turgor
Abdomen: tampak cembung, turgor kulit baik, supel
kulit baik, supel Ekstremitas: akral hangat pada keempat
Ekstremitas: akral hangat pada ekstremitas, CRT < 2 detik
keempat ekstremitas, CRT < 2 detik
A 1. Broncopneumonia 1. Broncopneumonia
2. Imunisasi lengkap sesuai usianya 2. Imunisasi lengkap sesuai usianya
P ● Nebu Nacl 3% 3x/hari ● Nebu Nacl 3% 3x/hari
● Sefalosporin 3x200 mg ● Sefalosporin 3x200 mg
● Kloramfenikol 3x100 mg ● Kloramfenikol 3x100 mg
● Ambroxol 3x 7,5mg / 2,5ml ● Ambroxol 3x 7,5mg / 2,5ml
Tgl 7 agustus 2021
Hari 3
S Batuk sudah berkurang, sesak sudah
tidak dirasakan, BAB dan BAK
dalam batas normal
O Keadaan umum : compos metis,
tampak sakit ringan
Tanda vital
TD:
HR: 120 x/menit
RR: 24 x/menit
T: 36,4oC
Kepala: normocepali
Mata: konjungtiva anemis -/-, sklera
ikterik -/-
Leher: kelenjar getah bening tidak
teraba
Thorax:
Paru: retraksi dinding dada subcostal
dan supraclavicular +, ronki +/+,
wheezing -/-
Jantung: S1S2 reguler, mumur-,
gallop -
Abdomen: tampak cembung, turgor
kulit baik, supel
Ekstremitas: akral hangat pada
keempat ekstremitas, CRT < 2 detik
A 1. Broncopneumonia
2. Imunisasi lengkap sesuai usianya
P ● Nebu Nacl 3% 3x/hari
● Sefalosporin 3x200 mg
● Kloramfenikol 3x100 mg
● Ambroxol 3x 7,5mg / 2,5ml
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Bronchopneumonia (pnumonia lobaris) adalah suatu infeksi saluran pernafasan
akut bagian bawah dari parenkim paru yang melibatkan bronkus/bronkiolus yang
berupa distribusi berbentuk bercak-bercak (patchy distribution) yang disebabkan oleh
bermacam-macam etiologi seperti bakteri, virus, jamur, dan benda asing.
Bronkhopneumonia adalah peradangan paru, biasanya dimulai di bronkiolus
terminalis. Bronkiolus terminalis menjadi tersumbat dengan eksudat mukopurulen
membentuk bercak-bercak konsolidasi di lobulus yang bersebelahan.5
2.2 Epidemiologi
Berdasarkan data WHO, kejadian infeksi pneumonia di Indonesia pada balita
diperkirakan antara 10-20% pertahun. Insiden penyakit ini pada negara berkembang
termasuk Indonesia hampir 30% pada anak-anak di bawah umur 5 tahun dengan risiko
kematian yang tinggi.6 Menurut Riskesdas 2018, prevalensi anak usia dibawah 1 tahun
dan anak usia 1-4 tahun dengan pneumonia adalah 2,1%, lalu anak dengan usia 5-14
tahun dengan pneumonia adalah 1,7% .3
2.3 Etiologi
Etiologi pneumonia pada neonates dan bayi kecil meliputi Strptococcus group
B dan bakteri gran negatif seperti Escericia coli, Pseudomonas sp, atau Klebsiella sp.
Pada bati lebih besar dan anak balita, pneumonia sering disebabkan oleh Streptococcus
pneumonia, Haemophillus influenza tipe B, dan Staphylococcus aureus, sedangkan
pada anak yang lebih besar dan remaja, selain bakteri tersebut, sering juga ditemukan
infeksi Mycoplasma pneumoniae.3
Usia Etiologic yang sering dijumpai Etiologic yang jarang
dijumpai
Lahir-20 hari bakteri bakteri
E. colli Streptococcus group D
Sterotococcus group B Haemophillus Influenzae
Listeria monocytogenes Streptococcus pneumonia
Ureaplasma urealyticum
Virus
Virus sitomegalo
Virus herpes simpleks
3minggu-3 bulan bakteri bakteri
Chlamydia trachomatis Bordetella pertussis
Streptococcus pneumoniae Haemophillus influenza tipe B
Virus Moraxella catharalis
Virus adeno Staphylococcus aureus
Virus influenza Urea plasma urealyticum
Virus para influenza Virus
Respiratory syncytial virus Virus sitomegalo
4 bulan-5 tahun bakteri bakteri
Chlamydia pneumoniae Haemophillus influenza tipe B
Mycoplasma pneumoniae Moraxella catharalis
Streptococcus pneumoniae Neisseria meningitidis
Virus Staphylococcus aureus
Virus adeno Virus
Virus influenza Virus varisela0zoster
Virus parainfluenza
Virus rino
Respiratory syncytial virus
5 tahun-remaja Bakteri Bakteri
Chlamydia pneumoniae Haemophillus influenza tipe B
Mycoplasma pneumoniae Legionella sp
Streptococcus pneumoniae Staphylococcus aureus
Virus
Virus adeno
Virus Epstein-barr
Virus influenza
Virus parainfluenza
Virus rino
Respiratory syncytial virus
Virus varisela-zoster
2.4 Patologi dan pathogenesis
Pada individu yang sehat, patogen yang mencapai paru-paru dikeluarkan dan
ditahan melalui mekanisme pertahanan diri. Jika mikroorganisme melewati mekanisme
pertahanan saluran napas atas, seperti refleks batuk dan pembersihan mokosiliar,
pertahanan berikutnya adalah makrofag alveolar. Fagositosit ini mampu
menghilangkan sebagian besar agen infeksi tanpa memicu respon inflamasi atau imun
yang signifikan. Namun, jika mikroorganisme tersebut virulen atau hadir dalam jumlah
yang cukup besar, ia dapat membanjiri makrofag alveolar dan mengakibatkan aktivasi
dari mekanisme pertahanan tubuh, termasuk beberapa mediator inflamasi, infiltrasi
seluler, dan kompleks imun dapat merusak membran mukosa bronkus dan membran
alveolocapillary, menyebabkan asinus dan bronkiolus terminalis terisi oleh debris
infeksi dan eksudat. Selain itu, beberapa mikroorganisme mengeluarkan toxin dari
dinding selnya yang dapat menyebabkan kerusakan paru-paru lebih lanjut. Akumulasi
eksudat di asinus menyebabkan dispnea dan ketidakcocokan perfusi dan ventilasi serta
hipoksemia.6
2.10 Tatalaksana
Dasar tatalaksana pneumonia rawat inap adalah pengobatan kausal dengan
antibiotic yang sesuai, serta Tindakan suportif. Pengobatan suportif meliputi pemberian
cairan intravena, terapi oksigen, koreksi terhadap gangguan keseimbangan asam basa,
elektrolit dan gula darah. Untuk nyeri dan demam dapat diberikan analgetic/antipyretic.
Pengobatan antibiotikyang tepat merupakan kunci utama keberhasilan pengobatan,
terapi antibiotic harus segera diberikan pada anak dengan pneumonia yang diduga
disebabkan oleh bakteri.3
Terapi suportif berupa pemberian O2 1 L/menit sudah tepat. Oksigen diberikan
untuk mengatasi hipoksemia, menurunkan usaha untuk bernapas, dan mengurangi kerja
miokardium. Oksigen penting diberikan kepada anak yang menunjukkan gejala adanya
tarikan dinding dada (retraksi) bagian bawah yang dalam; SpO2 <90%; frekuensi napas
60 x/menit atau lebih; merintih setiap kali bernapas untuk bayi muda; dan adanya head
nodding (anggukan kepala). Pemberian Oksigen melalui nasal pronge yaitu 1- 2
L/menit atau 0,5 L/menit untuk bayi kecil.5
Pilihan antibiotic lini pertama dapat menggunakan golongan beta-laktam atau
kloramfenikol. Pada pneumonia yang tidak responsive terhadap beta-laktam dan
kloramfenokol dapat diberika antibiotic lain seperti gentamisin, amikasin atau
sefalosporin sesuai dengan petunjuk etiologi yang ditemuka. Terapi antibiotic
diteruskan selama 7-10 hari pada pasien dengan pneumonia tanpa komplikasi,
meskipun tidak ada studi control mengenai lama terapi antibiotic yang optimal.3
Pada neonates dan bayi keci, terapi awal antibiotik intravena harus dimulai
sesegera mungkin. Oleh karena pada neonates dan bayi kecil sering terjadi sepsis dan
meningitis, antibiotic yang direkomendasikan adalah antibiotic spektrum luas seperti
kombinasi beta-laktam atau klavulanat dengan aminoglikosid atau sefalosporin
generasi ketiga, bila keadaan sudah stabil, antibiotik dapat diganti dengan antibiotic
oral selama 10 hari.3
Pada pneumonia rawat inap, berbagai RS di Indonesia memberikan antibiotic
beta-laktam, ampisilin atau amoksisilin, dikombinasikan dengan kloramfenikol.
Antibiotic yang dibandingkan adalah gabungan penisilin G intravena (25.000 U/kgBB
setiap 4 jam) dan kloramfenikol (15mg/kgBB setiap 6 jam) dan seftriakson intravena
(50mg/kgBB setiap 12 jam). Keduanya diberikan selama 10 hari.3
2.11 Komplikasi
Komplikasi pneumonia umumnya merupakan akibat dari penyebaran langsung
infeksi bakteri pada ronggga throrax atau bakteremia dan penyebaran secara
hematogen.10 Komplikasi pneumonia pada thorax meliputi empyema torasis,
pericarditis purulebta, pneumothoraks atau infeksi ekstrapulmonaer seperti meningitis
purulenta. Empiema torasis merupakan komplikasi tersering yang terjadi pada
pneumonia bakteri. Suatu penelitian melaporkan mengenai komplikasi miokarditis
(tekana sistolik ventrikel kanan meningkat, kreatinin kinase meningkat dan gagal
jantung) yang cukup tinggi pada seri pneumonia anak berua 2-24 bulan. Oleh karena
miokarditis merupakan keadaan yang fatal, maka dianjurkan untuk melakukan deteksi
dengan Teknik noninvasif seperti EKG, Ekokardiografi dan pemeriksaan enzim.3
komplikasi akibat penyebaran secara hematogen dari pneumococcus atau H. influenzae
tipe B meliputi meningitis, endocarditis, artritis supuratif, dan osteomyelitis, namun
komplikasi tersebut jarang ditemukan. 10
BAB IV
ANALISIS KASUS
Pasien berusia 11 bulan 17 hari dibawa ke IGD RSUD Karawang dengan
keluhan sesak nafas, sesak dirasakan sejak pagi hari SMRS. Sesak dirasakan terus
menerus sepanjang hari, tidak ada perbaikan saat istirahat. Orang tua pasien
mengatakan sebelumnya pasien mengeluhkan batuk. Keluhan didahului batuk 6 hari
SMRS, batuk makin memberat, tidak disertai dahak, 3 hari sebelum masuk rumah
sakit terdapat demam yang terus menerus, demam membaik setelah diberi
paracetamol namun demam muncul Kembali. Pasien juga mengalami muntah
sebanyak 2x, ibu pasien juga mengeluhkan pasien BAB cair sejak pagi hari sebanyak
1x, BAB tidak disertai lender dan darah. Tidak ada keluhan pada BAK. Riwayat
kontok dengan orang dengan batuk lama disangkal. Riwayat penyakit yang serupa di
lingkungan tempat tinggal pasien tinggal disangkal. Riwayat alergi disangkal. Ayah
pasien merupakan seorang perokok. Pasien tidak mendapatkan ASI esklusif. Riwayat
nutrisi pasien kurang baik. Pasien tidak imunisasi lengkap sampai umur saat ini.
Faktor resiko terjadinya pneumonia dimana pasien tidak mendapatkan ASI ekslusif,
lalu imunisasi yang tidak lengkap, serta memiliki resiko terpapar asap rokok dari
bapak pasien.
Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan adanya retraksi subcostal dan
supraclavicular dan pada auskultasi didapatkan ronki. Adanya ronki basah halus
berasal dari alveolus karena adanya eksudat sehingga terdengar vibrasi terputus-putus
(tidak kontinu) akibat getaran, bisanya terdengar pada akhir ispirasi atau inspirasi
yang dalam. Adanya retraksi subcostal dan supraclavicular karena adanya eksudat
pada alveolus sehingga pertukaran oksigen dan karbondioksida tidak baik, terjadi
ketidak cocokan V/Q, adanya retraksi pada dada merupakan suatu kompensasi pada
tubuh supaya O2 yang masuk lebih banyak. Pada pemeriksaan rontgen thorax terdapat
bercak konsolidasi dilapang paru, pada tinjauan pustaka dikatakan bahwa konsolidasi
yang terjadi karena adanya pemadatan akibat eksudat yang terbentuk pada alveolus.
Diagnosis banding pada kasus ini adalah bronkiolitis, dimana mekanisme
patofisiologis pada bronkiolitis, mengganggu pertukaran O2 dan Co2 diparu.
Penurunan kerja ventilasi paru menyebabkan ketidak seimbangan ventilasi-perfusi,
akan menyebabkan hipoksemia kedian hipoksia jaringan. Pada pemeriksaan fisik juga
terdapat retraksi subcostal dan supraclavicular akibat usaha-usaha pernafasan yang
dilakukan, dan adanya rongki karena sekresi mucus. Namun pada bronkiolitis
Umumnya anak pernah terpajan dengan anggota keluarga yang menderita infeksi
virus beberapa minggu sebelumnya Pada pemeriksaan fisis didapatkan frekuensi
nafas yang meningkat (takipnu), disertai adanya ekspirasi yang memanjang bahkan
mengi. Pada kasus yang berat mengi dapat terdengar tanpa stetoskop. Pada
pemeriksaan laboratorium (darah tepi) umumnya tidak memberikan gambaran yang
bermakna, dapat disertai dengan limfopenia. 9
Pemeriksaan rontgen thorax didapatkan corakan bronkovaskular meningkat
pada kedua padang paru dan bercak-bercak konsolidasi merata di seluruh lapang paru
hal ini karena pada tinjauan Pustaka, brokopneumonia menghasilkan eksudat pada
alveolus dan bagian distal dari bronkiolus yang dapat menyebabkan penumpukan
eksudat pada alveolus dapat terlihat opak pada pemeriksaan rontgen.
Tatalaksana yang diberikan Pemberian O2 1 L/menit, antibiotic golongan
ampicillin, kloramfenikol, dan paracetamol. Menurut tinjauan pustaka tatalaksana
pada bronkopneumonia meliputi terapi suportif berupa pemberian O2, pemberian
antipiretik pada demam, cairan intravena, dan pemberian terapi utama pada
broncopneumonia yaitu antibiotic. Pilihan antibiotic lini pertama dapat menggunakan
golongan beta lactam atau kloramfenikol.
Prognosis pasien bonam karena tanda vital pasien membaik dan tidak ada
demam. Untuk fungsi kehidupan pasien dubia ad bonam karena dengan tatalaksana
tepat dapat menetalaksana etiologi penyakit. Untuk kekambuhan dubia ad malam
bergantung pada faktor resiko pasien, jika pasien masih tetap terpapar oleh rokok dan
imunisasi tidak dilakukan.
REFERENSI
1. Ashraf H, Chisti MJ, Alam NH. Treatment of childhood pneumonia in
developing countries. Dalam: Smigorski K, editor. Healt management.
Croatia: Sciyo; 2010: 6088.
2. Klein JO. Bacterial. Bacterial pneumonias. Dalam: Cherry J, Demmler-
Harrison GJ, Kaplan SL, editor. Feigin and Cherry’s textbook of pediatric
infectious disease. 4th ed.
Philadelphia: Saunders. 2008; 10: 431-46.
3. Rahajoe NN, Supriyatno B, Setyanto DB. Buku ajar respirologi anak, 1st
ed. Jakarta: IDAI; 2010: 350-65
4. Radlović N, Zoran L , Biljana V , Et al. Acute Diarrhea in Children : Srp
Arh Celok Lek. 2015 Nov-Dec;143(11-12):755-762 . DOI:
10.2298/SARH1512755R
5. Samuel A. Bronkopneumonia on pediatric patient. J Agromed Unila.
2014;1(2):185-9
6. Mccance KI, Hether SE. PATHOPHYSIOLOGI: the biologic basis for
disease in adults and children. St. Louise: Elsevier Mosby; 1990.
7. Olowu A, Elusiyan J, Esangbedo D, Ekure E, Esezobor C, Falade A, et al.
Management of Community Acquired Pneumonia (CAP) in Children:
Clinical Practice Guidelines by the Paediatrics Association of Nigeria
(PAN). Niger J Paediatr. 2015;42(4):283. DOI:10.4314/njp.v42i4.1
8. Kasundriya SK, Dhaneria M, Mathur A, Pathak A. Incidence and Risk
Factors for Severe Pneumonia in Children Hospitalized with Pneumonia
in Ujjain, India. Int J Environ Res Public Health. 2020;17(13):4637.
Published 2020 Jun 27. doi:10.3390/ijerph17134637
9. Supriyatno B, Infeksi respiratorik akut bawah pada anak. Sari Pediatri,
2006;8(2): 100-6
10. Kliegmen RM, St Geme JW, Blum NJ, et al. Nelson textbook of pediatric,
21st edition. Philadelphia: Elsevier; 2020
LAMPIRAN