Anda di halaman 1dari 41

Kepada Yth:

dr. Stefanus Gunawan, Sp.A(K),MSi.Med

LAPORAN KASUS Dibacakan tgl


Oleh Yusuf Samja Tangdilintin

LEUKEMIA LIMFOBLASTIK AKUTDAN


PAROTITIS EPIDEMIKA PADA SEORANG ANAK

Oleh:

YUSUF SAMJA TANGDILINTIN

PEMBIMBING

dr. Stefanus Gunawan, Sp.A (K), MSi.Med

PROGRAM PROFESI DOKTER

BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SAM RATULANGI

MANADO

2018
LEMBAR PENGESAHAN

Laporankasuspanjangdenganjudul :
“Leukemia Limfoblastik Akut Dan Parotitis Epidemika Pada Seorang Anak”

Telahdikoreksi, disetujui, dandibacakanpadatanggalJanuari 2018

Mengetahui
ResidenPembimbing

dr. Wenny Victory

Supervisor Pembimbing

dr. Stefanus Gunawan, Sp.A (K), MSi.Med

KepalaBagian

Dr.dr. Rocky Wilar, Sp.A(K)

i
BAB I
LAPORAN KASUS

Identitas Pasien
Nama : CK
Jenis Kelamin : Perempuan
Tanggal lahir / Usia : 5 Mei 2008 / 9 tahun 5 bulan
Agama : Kristen
Kebangsaan : Indonesia
Suku Bangsa : Minahasa
Alamat : Desa Karumenga Jaga 1 Langowan Barat
Tanggal masuk R.S : 26 – 10 – 2017
Nomor RM : 48.23.xx

Identitas Orang Tua


No Identitas Ayah Ibu
1 Nama EK SS
2 Umur 45 tahun 40 tahun
3 Pendidikan SMA SMP
4 Pekerjaan Petani Ibu rumah tangga

Family Tree

1
Anggota Keluarga

No Anggota Keluarga Usia Keterangan


1 Ayah 45 tahun Sehat
2 Ibu 40 tahun Sehat
3 Anak Laki-laki 17 tahun Sehat
4 Anak Perempuan 15 tahun Sehat
5 Anak Laki-laki 12 tahun Sehat
6 Penderita 9 tahun Pasien

ANAMNESIS

Aloanamnesis diberikan oleh : Ayah dan Ibu Pasien.

Keluhan Utama :

Nyeri dan bengkakpada leher kiri sejak ±1 hari sebelum masuk rumah sakit.

Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien dengan ayah dan ibunya datang ke RSUP. Prof. R. D. Kandou Manado
dengan keluhan nyeri dan bengkak pada leher kiri sejak ± 1 hari sebelum masuk
rumah sakit. Nyeri bertambah saat mengunyah dan menoleh ke sisi kiri. Demam
disangkal orang tua pasien. Keluhan lainnya adalah batuk dan beringus sejak ± 1
minggu. Terdapat lendir berwarna putih produksi minimal. Muntah sejak 2 hari
frekuensi1x /hari dengan volume muntah ± 1/5 gelas air kemasan tiap kali
muntah, berisi cairan dan sisa makanan.Nafsu makan menurun sejak ± 1 hari.
Sakit kepala, sesak nafas, pendengaran menurun disangkal. Buang air besar
(BAB) dan buang air kecil (BAK) tidak ada keluhan. Pasien telah didiagnosis
menderita Leukemia Limfoblastik Akut (LLA) sejak 29 September 2016.

2
Ringkasan catatan medis sebelum dijadikan kasus:

Berdasarkan anamnesis dari ibu dan ayah pasien awalnya pasien mengalami pucat
yang bertambah dalam 4 bulan. Penderita tidak dibawa berobat karena pucat
dirasakan tidak berat. Selain pucat pasien juga cepat lelah, sering mengalami nyeri
di tungkai, demam, gusi berdarah, muncul bintik-bintik kemerahan di kulit dan
perut yang terlihat membesar.

Ibu pasien membawa pasien ke RS Budi Setia Langowan setelah timbul


keluhan demam dan batuk. Di RS Budi Setia Langowan pasien didiagnosis
malaria dan dirawat. Setelah perawatan pasien masih tampak pucat. Pasien
kemudian dirujuk ke R.S.U.P. Kandou dan dirawat di Irina E Estella pada tanggal
26 September 2016 dengan diagnosis suspek anemia aplastik + gizi kurang.

Dari pemeriksaan fisik awal didapatkan tanda-tanda vital: tekanan darah


90/60 mmHG, nadi 104x /menit, respirasi 28x /menit, suhu badan 36,50C.
Konjungtiva tampak anemis. Thoraks tampak simetris, tidak terlihat retraksi.
Didapatkan bising ejeksi sistolik grade III punctum makimum pada ICS II-III
linea parasternal sinistra. Suara paru bronkovesikuler, tidak terdapat rhonki atau
wheezing. Hepar teraba 4 cm – 4 cm bawah arkus kosta, lien schuffner III.
Extrimitas pucat, CRT < 2 detik.

Pasien diperiksakan beberapa pemeriksaan penunjang antara lain


pemeriksaan apusan darah tepi, laboratorium lengkap, bone marrow puncture
(BMP), immunophenotyping, dan pemeriksaan cairan serebrospinal. Dari
pemeriksaan darah tepi tanggal 26 September 2016 didapatkan hasil diferensial
dominan limfoblas L1 77%, kesan ALL FAB Class 1. Tanggal 28 September
2016 pasien diperiksakan darah lengkap, ureum, creatinine, electrolyte, SGOT,
SGPT dan Calsium. Hasil lab yang didapatkan yaitu leukosit 2499/microliter,
hemoglobin 9,1 g/dL, eritrosit 3x106/microliter, trombosit 24.000/microliter.
Tanggal 29 September 2106 pasien diperiksakan BMP tetapi memberikan
kesimpulan sediaan tidak dapat dievaluasi. Pada tanggal 30 September 2016
sediaan darah tepi pasien diperiksakan leukemia phenotyping di RS Dharmais
yang memberikan hasil hitung jenis leukosit sel Blast 82%, marker gating pada

3
daerah Blast tampak positif dengan HLA-DR (+), CD 19 (+), CD 10 (+), kesan
B-lineage.

Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang


pasien didiagnosis dengan LLA B lineage Risiko Standard. Pasien kemudian
memulai terapi induksi mulai tanggal 1 Oktober 2016 sesuai protokol LLA Risiko
Standard Indonesia 2013.

Pada tanggal 13 Oktober 2016 dilakukan pemeriksaan cairan otak pasien.


Hasil yang didapatkan adalah tidak ditemukan adanya leukosit.

Sesuai protokol terapi LLA Indonesia 2013, pada akhir fase induksi
dilakukan pemeriksaan BMP. Kesimpulan hasil BMP yang diperiksakan adalah
pada observasi ditemukan predominan seri granulositik dan seri eritroid. Tidak
ditemukan proliferasi sel limfoid.

Saat ini pasien menjalani terapi maintenance protokol LLA Risiko


Standard Indonesia 2013.

Riwayat Penyakit Dahulu :

Pasien telah didiagnosis dengan Leukemia Limfoblastik Akut B lineage Risiko


Standard saat umur 8 tahun 4 bulan.

Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak ada riwayat penyakit yang sama dalam keluarga

Riwayat Kehamilan dan Persalinan

Berat badan lahir: 3200 gram. Lahir secara spontan pervaginam oleh bidan.
Selama hamil ibu kontrol teratur sebannyak ± 9 kali. Mendapat suntikan TT
sebanyak 2 kali. Selama hamil ibu dalam keadaan sehat.

4
Penyakit yang Pernah Dialami
Morbili (-)
Varisela (-)
Pertusis (-)
Diare (+)
Cacing (-)
Batuk/Pilek (+)
Lain-lain: LLA B lineage Risiko Standard.

Kepandaian /Kemajuan Bayi


Pertama kali membalik : 3 bulan
Pertama kali tengkurap : 5 bulan
Pertama kali duduk : 7 bulan
Pertama kali merangkak : 8 bulan
Pertama kali berdiri : 9 bulan
Pertama kali berjalan : 14 bulan
Pertama kali tertawa : 2 bulan
Pertama kali berceloteh : 6 bulan
Pertama kali memanggil mama : 8 bulan
Pertama kali memanggil papa : 8 bulan

Anamnesis MakananTerperinci Sejak Bayi Sampai Sekarang


ASI : Lahir – 1 tahun 4 bulan
PASI : Lahir – 16 bulan
Bubur susu : 4 bulan – 9 bulan
Bubur saring : 9 bulan – 1tahun
Bubur halus : 1 tahun – 1.5 thn
Nasi lembek : 1 tahun 6 bulan

5
Riwayat Imunisasi

Jenis DASAR ULANGAN


Imunisasi I II III IV I II III
BCG +
POLIO + + + +
DTP + + +
CAMPAK +
HEPATITIS B + + + +

Keadaan Sosial, Ekonomi, Kebiasaan, dan Lingkungan

Penderita tinggal di rumah permanen, beratap seng, berdinding beton,


berlantai semen. Di rumah ada 3 buah kamar, dihuni oleh 6 orang. 3 orang dewasa
dan 3 orang anak-anak. Kamar mandi terletak di luar rumah. Sumber penerangan
dari PLN. Sumber air minum berasal dari sumur. Sampah dibakar. Penderita
menggunakan BPJS kelas 3.

Pasien sering terpapar pestisida yang digunakan untuk membasmi rumput


di sekitar rumah pasien. Bahan tersebut berbau tidak sedap dan dirasakan
menaikkan suhu lingkungan selama beberapa saat setelah disemprotkan.

PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan umum : tampak sakit


Kesadaran : kompos mentis, GCS E4-V5-M6
Berat Badan : 26 kg
Tinggi Badan : 131 cm
Body Surface Area: √(tinggi badan X berat badan): 3600

=√(131 cm x 26 Kg): 3600

6
=√0,94= 0,96m2

Status Gizi :
Perempuan, 9 tahun 5 bulan, BB= 26 kg, TB= 131 cm. Menurut kurva
CDC tahun 2000 anak perempuan usia 2-20 tahun:
Indeks BB/U : 26/31 x 100% =83% (BB Kurang)
Indeks TB/U : 131/136 x 100% = 96% (TB Normal)
Indeks BB/TB : 26/28 x 100% = 92% (Gizi Baik)
Kesimpulan : Gizi Baik
Tanda vital
Tekanan Darah : 100/60 mmHg
Nadi : 58x/menit, kualitas kuat, regular, isi cukup
Respirasi : 16 kali/menit, teratur
Suhu : 36,8 °C

Kulit : Kulit berwarna sawo matang, tidak ada sianosis, turgor cepat
kembali, kelembaban cukup, tidak tampak pucat.
Kepala/leher
Kepala : Bentuk kepala simetris, ukuran mesosefali, ubun-ubun
besar menutup, ubun-ubun kecil sudah menutup.
Rambut : Rambut berwarna hitam, tebal, distribusi merata, tidak
terdapat alopesia.
Mata : Palpebra tidak edema, alis dan bulu mata tidak mudah
dicabut dan tidak mudah rontok, konjungtiva anemis -/-,
sklera tidak ikterik, produksi air mata cukup, pupil
berdiameter 3 mm/3 mm, isokor, reflek cahaya +/+.
Telinga : Bentuk normal, simetris, tidak ada sekret, serumen
minimal, nyeri tidak ada.
Hidung : Bentuk normal, simetris, pernapasan cuping hidung (-),
tidak terdapat epistaksis, kotoran hidung minimal.
Mulut : Bentuk tidak ada kelainan, mukosa bibir basah, caries gigi
(-).
Lidah : Tidak kotor, warna merah keputihan.

7
Pharing : Tidak hiperemis, tidakedema, tidak ada abses, tidak
ada pseudomembran.
Tonsil : T1/T1 tenang, Warna merah muda, tidak membesar,
tidakada abses/pseudomembran.
Leher : JVP tidak meningkat. Kaku kuduk tidak ditemukan.
Status Lokalis : Massa (+)pada leher kiri, ukuran 7 cm x 7 cm, teraba
kenyal, permukaan datar, berbatas tidak tegas,
mobile,nyeri tekan (+).
Thoraks
Pulmo
Inspeksi : Bentuk simetris, tidak ditemukan retraksi dinding dada
Palpasi : Pergerakan dinding dada simetris, fremitus fokal simetris
kanan dan kiri
Perkusi : Suara ketok sonor kanan dan kiri sama
Auskultasi: Suara napas vesikuler, tidak ditemukan ronki dan
wheezing
Cor
Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : Iktus kordis teraba sela iga IV garis midclavicula sinistra
Perkusi : Batas kanan : ICS IV LPS kanan
Batas kiri : ICS V LMK kiri
Batas atas : ICS II LPS kanan
Auskultasi : S1 dan S2 tunggal, tidak terdapat bising, tidak ada
takikardia, frekuensi 56 kali/menit, regular.
Abdomen
Inspeksi : Bentuk datar, simetris
Palpasi : Soepel, distensi (-), ascites (-), Hepar tidak teraba dan lien
tidak teraba.
Perkusi : Suara ketuk timpani, tidak ditemukan adanya asites
Auskultasi :Bising usus (+) normal
Ekstremitas

Atas : Akral hangat, oedem -/-, sianosis -/-

8
Bawah : Akral hangat, oedem -/-, sianosis -/-.

Otot : Tonus otot baik


Refleks : Refleks fisiologis normal, refleks patologis tidak ada
Sensorik : Tidak ada kelainan
Motorik : Kekuatan keempat anggota gerak tubuh normal
Pemeriksaan Nervus Kranialis :
NI = tidak ada gangguan penciuman
N II = tidak ada gangguan penglihatan
N III,IV,VI = pupil bulat isokor, refleks cahaya +/+, strabismus (-)
NV = tidak ada kelainan
N VIII = tidak ada gangguan pendengaran
N IX = tidak ada kelainan
NX = tidak ada kelainan
N XI = tidak ada kelainan
N XII = tidak ada kelainan
Genitalia :Jenis kelamin perempuan, normal
Status Tanner :
Mammae: Breast bud: penonjolan awal kelenjar, areola, dan papilla mammae,
membentuk suatu penonjolan bulat kecil (B2).
Rambut pubis: Pertumbuhan rambut halus, sedikit berpigmen, panjang,
tersebar, lurus atau hanya sedikit keriting. Terlihat dominan pada sepanjang
labia (P2).

9
PEMERIKSAAN PENUNJANG

Apusan darah tepi 23 November 2017

Eritrosit: normosittik normokrom, polikromasi (+),normoblas (+).

Leukosit: Kesan jumlah normal, granulasi toksik (+), sel muda (-).

Trombosit: Kesan jumlah normal , morfologi normal.

Kesan:Gambaran darah tepi dan data hematologi dengan suspek anemiaaplastik;


menunjukkan gambaran yang kompatibel dengan leukemia limfoblastik akut 
ALL FAB Class 1.

Lab 28 September 2016


Parameter Nilai Normal Satuan Hasil
HEMATOLOGI

10
Leukosit 4000 – 10000 /uL 2499 /uL
Eritrosit 4.70 – 6.10 10ˆ6/uL 3.00 x 10ˆ6/uL
Hemoglobin 12.0 – 14.0 g/dL 9,1 g/dL
Hematokrit 37.0 – 47.0 % 25,7 %
Trombosit 150 – 450 10ˆ3/uL 24 x 10ˆ3/uL
MCH 27.0 – 35.0 pg 30,4 pg
MCHC 30.0 – 40.0 g/dL 35,5g/dL
MCV 80.0 – 100.0 fL 85,6 fL
KIMIA KLINIK
SGOT <33 U/L 30U/L
SGPT <43 U/L 18U/L
Ureum Darah 10–40 mg/dL 26 mg/dL
Creatinin Darah 0,5-1,5 mg/dL 0,3 mg/dL
Chlorida Darah 98 – 109 mEq/L 105 mEq/L
Kalium Darah 3,5 - 5,3 mEq/L 4,1 mEq/L
Natrium Darah 135 – 153 mEq/L 139 mEq/L
Calsium 8,1-10,4 mg/dL 8,82 mg/dL

Bone Marrow Puncture 29 September 2016


Kesimpulan: Gambaran BMP dengan suspek ALL; menunjukkan semua
sediaan tidak dapat dilakukan evaluasi, diferensial, dan observasi.

11
Saran: BMP diulang. Disertakan 6 sediaan BMP yang sudah diwarnai.

Leukemia PhenotypingR.S Dharmais 30 September 2016


JENIS PEMERIKSAAN HASIL RUJUKAN
Diagnostik Molekuler
Leukemia Phenotyping
Bahan Darah tepi
Hitung Jenis Leukosit:
- Basofil 0,0 % 0–1%
- Eosinofil 0,0 %
- Neutrofil Batang 0,0 % 2–6%
- Neutrofil Segmen 7,0 % 50 – 70 %
- Limfosit 10,0 % 20 – 40 %
- Monosit 1,0 % 2–8%
- Blast 82,0 %
Morfologi ALL-L1
Marker Gating pada daerah Blast tampak positif dengan
HLA-DR
CD 19
CD 10
Kesan B-Lineage

Pemeriksaan Cairan Otak 13 Oktober 2016


Tidak ditemukan leukosit.

Lab Darah Tepi 18 Oktober 2016


Pansitopenia dengan anemia sedang normokrom-normositik + leukopeni berat
dengan diferensiasi normal dan tidak ditemukan sel blast + trombositopeni berat

12
 sugestif efek kemoterapi.

BMP 29 November 2016


Kesimpulan: Pada observasi ditemukan predominan seri granulositik dan seri
eritroid. Tidak ditemukan proliferasi sel limfoid.

Echocardiography 30 September 2016


Kesimpulan: Intrakardiak normal

Lab 26 Oktober 2017


Parameter Nilai Normal Satuan Hasil

13
Leukosit 4000 – 10000 /uL 3824 /uL
Eritrosit 4.70 – 6.10 10ˆ6/uL 4.04 x 10ˆ6/uL
Hemoglobin 12.0 – 14.0 g/dL 12.5 g/dL
Hematokrit 37.0 – 47.0 % 38 %
Trombosit 150 – 450 10ˆ3/uL 198 x 10ˆ3/uL
MCH 27.0 – 35.0 Pg 31.1 pg
MCHC 30.0 – 40.0 g/dL 33 g/dL
Eosinofil 1-5 % 0%
Basofil 0-1 % 0%
Neutrofil Batang 2-8 % 17%
Neutrofil Segmen 50-70 % 62%
Limfosit 20-40 % 18%
Monosit 2-8 % 3%
MCV 80.0 – 100.0 fL 94 fL
Absolute Neutrofil Count : {(neutrofil batang + neutrofil segmen)/ 100} x
leukosit.

:3824* ((62/100)+(17/100)) = 3020

RESUME MASUK

14
Perempuan, umur 95/12 tahun, berat badan 26 kg, panjang badan 131 cm masuk
rumah sakit pada tanggal 26Oktober 2017 jam 22.35 WITA, dengan keluhan nyeri
dan bengkak pada leher kiri sejak ±1 hari sebelum masuk rumah sakit. Nyeri
bertambah saat mengunyah dan menoleh ke sisi kiri. Demam disangkal orang tua
pasien. Keluhan lainnya adalah batuk dan beringus sejak ± 1 minggu. Terdapat
lendir berwarna putih produksi minimal. Muntah sejak 2 hari frekuensi1x /hari
dengan volume muntah ± 1/5 gelas air kemasan tiap kali muntah, berisi cairan dan
sisa makanan.Nafsu makan menurun sejak ± 1 hari. Buang air besar (BAB) dan
buang air kecil (BAK) tidak ada keluhan.

Pasien adalah penderita LLA B lineage Risiko Standard. Saat ini pasien
sedang menjalani terapi fase maintenance sesuai protokol LLA Risiko Standard
Indonesia2013.

Keadaan umum: tampak sakit, Kesadaran: compos mentis

TD: 100/60 mmHg N: 58 x/m R: 16 x/m S: 36.8˚C

Kepala : Konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-), pernapasan cuping


hidung (-).

Status Lokalis : Massa (+) pada leher kiri, ukuran 7 cm x 7 cm,


teraba kenyal, permukaan datar, berbatas tidak tegas, mobile, nyeri
tekan (+).
Thoraks : Simetris, retraksi (-)

Cor : Bising (-)

Pulmo : Sp. vesikuler, ronkhi (-), wheezing (-)

Abdomen : Datar, lemas, bising usus (+) normal; hepar dan lien tidak teraba.

Ekstremitas : Akral hangat, CRT ≤ 2 detik

Diagnosis

15
LLA B lineage Risiko Standard Fase Maintenance M54H1 + Parotitis Epidemika.

Penatalaksanaan

Medikamentosa:

- Paracetamol 3x250 mg tab

- 6 mercaptopurine 1 x 50 mg(1 tablet)

- Methotrexate 1 x 19,2 mg (71/2 tablet)

Non – medikamentosa:

- Perawatan di ruang isolasi.

- Makanan padat polimerik 3 x 1 /hari sesuai kebutuhan nutrisi Recommended


Daily Allowances (RDA) dengan perhitungan:

Berat badan aktual: 26 kg, tinggi badan: 131 cm, umur: 9 tahun 5 bulan.

Indeks BB/TB : 26/28 x 100% = 92%.

Status Gizi baik (Berdasarkan kurva CDC 2000)

Kebutuhan nutrisi:

BB ideal x RDA menurut usia-tinggi:

Berat badan ideal = 28 kg

Kebutuhan kalori = 70 kkal x 28 = 1960 kkal/hari.

Kebutuhan protein = 1 g x 28 = 28 g/hari.

Kebutuhan cairan = (70 - 85 mL) x 28 = 1960 – 2380 mL/hari.

FOLLOW UP

16
27 Oktober 2017 (Pengamatan dan perawatan hari ke-2)
S demam (-), nyeri pipi kiri hingga rahang kiri bawah (+), nyeri mengunyah (+).
O Keadaan umum: tampak sakit, Kesadaran: compos mentis
TD: 90/60 mmHg N: 90x/m R: 26 x/m S: 36.4˚C
Kepala : Konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-), pernapasan cuping hidung (-).
Status lokalis: Massa (+) pada leher kiri, ukuran 7 cm x 7 cm, teraba
kenyal, permukaan datar, berbatas tidak tegas, mobile, nyeri tekan (+).
Thoraks : Simetris, retraksi (-)
Cor : Bising (-)
Pulmo : Sp. Bronkovesikuler, ronkhi (-), wheezing (-)
Abdomen : Datar, lemas, bising usus (+) normal; hepar dan lientidak teraba.
Ekstremitas : Akral hangat, CRT ≤ 2 detik
A LLA B lineage Risiko Standard Fase Maintenance M54H1 + Parotitis Epidemika.

P Medikamentosa:
- Paracetamol 3 x 250 mg tab
- 6 mercaptopurine 1 x 50 mg (1 tablet)
- Methotrexate 1 x 19,2 mg (71/2 tablet)
Non – Medikamentosa:
- Perawatan di ruang isolasi.
- Makanan padat polimerik 3 x 1 /hari dengan perhitungan:

Kebutuhan kalori = 70 kkal x 28 = 1960 kkal/hari.

Kebutuhan protein = 1 g x 28 = 28 g/hari.

Kebutuhan cairan = (70 - 85 mL) x 28 = 1960 – 2380 mL/hari.

Pemantauan:
Tanda vital, keluhan terutama nyeri mengunyah.

FOLLOW UP

17
28 Oktober 2017 (Pengamatan dan perawatan hari ke-3)
S demam (-), intake (+), nyeri mengunyah (+).
O Keadaan umum: tampak sakit, Kesadaran: compos mentis
TD: 100/70 mmHg N: 105x/m R: 16 x/m S: 36.2˚C
Kepala : Konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-), pernapasan cuping hidung (-)
Status lokalis: Massa (+) pada leher kiri, ukuran 6 cm x 6 cm, teraba kenyal,
permukaan datar, berbatas tidak tegas, mobile, nyeri tekan (+).
Thoraks : Simetris, retraksi (-)
Cor : Bising (-)
Pulmo : Sp. Bronkovesikuler, ronkhi (-), wheezing (-)
Abdomen : Datar, lemas, bising usus (+) normal; hepar dan lien tidak teraba.
Ekstremitas : Akral hangat, CRT ≤ 2 detik
A LLA B lineage Risiko Standard Fase Maintenance M54H1 + Parotitis Epidemika.

P Medikamentosa:
- Paracetamol 3 x 250 mg tab
- 6 mercaptopurine 1 x 50 mg (1 tablet)
- Methotrexate 1 x 19,2 mg (71/2 tablet)
Non – Medikamentosa:
- Perawatan di ruang isolasi.
- Makanan padat polimerik 3 x 1 /hari dengan perhitungan:

Kebutuhan kalori = 70 kkal x 28 = 1960 kkal/hari.

Kebutuhan protein = 1 g x 28 = 28 g/hari.

Kebutuhan cairan = (70 - 85 mL) x 28 = 1960 – 2380 mL/hari.

Pemantauan:
Tanda vital, keluhan terutama nyeri mengunyah

FOLLOW UP

18
29 Oktober 2017 (Pengamatan dan perawatan hari ke-4
S demam (-), nyeri (-).
O Keadaan umum: tampak sakit. Kesadaran: compos mentis
TD: 110/70 mmHg N: 94x/m R: 16 x/m S: 36˚C
Kepala : Konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-), pernapasan cuping hidung (-)
Status lokalis: Massa (+) pada leher kiri, ukuran 2 cm x 2 cm, teraba kenyal,
permukaan datar, berbatas tidak tegas, mobile, nyeri tekan (-).
Thoraks : Simetris, retraksi (-)
Cor : Bising (-)
Pulmo : Sp. Bronkovesikuler, ronki -/-, wheezing -/-
Abdomen : Datar, lemas, bising usus (+) normal; hepar dan lien tidak teraba.
Ekstremitas : Akral hangat, CRT ≤ 2 detik
A LLA B lineage Risiko Standard Fase Maintenance M54H1 + Parotitis Epidemika.

P Medikamentosa:
- Paracetamol 3 x 250 mg tab p.r.n
- 6 mercaptopurine 1 x 50 mg (1 tablet)
- Methotrexate 1 x 19,2 mg (71/2 tablet)
- Cotrimoxasole 480 mg tablet
Non – Medikamentosa:
- Perawatan di ruang isolasi.
- Makanan padat polimerik 3 x 1 /hari dengan perhitungan:

Kebutuhan kalori = 70 kkal x 28 = 1960 kkal/hari.

Kebutuhan protein = 1 g x 28 = 28 g/hari.

Kebutuhan cairan = (70 - 85 mL) x 28 = 1960 – 2380 mL/hari.

Pemantauan:
Tanda vital, keluhan bengkak di leher kiri.

BAB II

19
PEMBAHASAN

Leukemia Limfoblastik Akut (LLA) adalah penyakit keganasan sumsum


tulang dimana prekursor awal limfoid berproliferasi tidak terkendali hingga
menggantikan sel-sel hematopoiesis normal sumsum tulang.1Penyakit ini
mencakup neoplasma limfoid yang secara morfologis dan immunofenotipe
tergolong sebagai sel-sel prekursor B-lineage dan T-lineage.2

Kebanyakan kasus LLA terjadi pada anak. 34% dari keseluruhan kanker
anak adalah LLA. Dari semua kasus leukemia akut pada anak, LLA mencakup
75% dari keseluruhannya.2Insidensi LLA bervariasi berdasarkan umur, etnis, area
geografis, serta subtype immunologis dan molekular.Pada umur 0 sampai 14
tahun insidensi LLA 3-4/100.000 sedangkan pada umur lebih dari 15 tahun
insidensi LLA 1/100.000. Puncak insidensi berada pada umur antara 2 hingga 5
tahun.2

Pada kasus ini, umur pasien saat pertama kali didiagnosis LLA adalah 8
tahun. Sesuai kepustakaan pasien berada pada umur dimana insidensi
LLAsebanyak 3-4 kasus /100.000 orang.

Faktor risiko LLA yang telah diajukan antara lain: (1) Berat badan lahir ≥
4000 gram. (2) Paparan radiasi diagnostikin utero. (3) Maternal/Paternalsmoking.
(4) Paparan terhadap pestisida.3Terdapat literatur yang menuliskan paparan
terhadap pestisida in utero dan setelah lahir berhubungan dengan peningkatan
risiko mengalami LLA. Beberapa pestisida telah diklasifikasikan sebagai
probable atau possible carcinogens oleh International Agency for Research on
Cancer.4
Dari anamenesis didapatkan faktor risiko LLA yang terdapat pada pasien
adalah pasien sering terpapar pestisida yang digunakan untuk membasmi rumput
di sekitar rumah pasien. Bahan tersebut berbau tidak sedap dan dirasakan
menaikkan suhu lingkungan selama beberapa saat setelah disemprotkan.
Untuk mendiagnosis LLA secara lengkap diperlukan data-data klinis yang
digabungkan dengan evaluasi morfologis, immunofenotipe, dan analisis

20
karyotype. College of American Pathologist (CAP) bekerjasama dengan
American Society of Hematology (ASH) telah menyusun suatu panduan evaluasi
diagnostik awal leukemia akut yang dipublikasikan pada bulan Februari 2017.
Menurut pedoman tersebut hal-hal yang perlu diperoleh dan dievaluasi pada
pemeriksaan awal pasien terduga leukemia akut adalah:
1. Anamnesis yang berhubungan dengan leukemia.
2. Pemeriksaan fisik dan radiologi
3. Hitung darah lengkap sebelumnya dan aktual
4. Differential count leukosit
5. Apusan darah tepi
6. Aspirasi sumsum tulang
7. Immunofenotipe
8. Analisis karyotype
9. Analisis sampel liquor serebrospinal.5

Riwayatyang diperoleh dari anamnesis merupakan titik awal pemeriksaan


pasien terduga leukemia akut.5Manifestasi LLA berhubungan dengan tiga proses
patologikal utama yakni (1) Kegagalan sumsum tulang oleh karena infiltrasi
ekstensif sel-sel blast, (2) Infiltrasi jaringan-jaringan lain oleh sel-sel blast, dan
(3) Efek sistemik sitokin-sitokin yang dilepaskan oleh sel-sel tumor.6 Tabel 1
memuat manifestasi-manifestasi LLA pada anak. Tabel 2 memuat komplikasi
mengancam nyawa LLA.

Dari anamnesis diketahui awalnya pasien mengalami pucat yang


bertambah dalam 4 bulan. Selain pucat pasien juga cepat lelah, sering mengalami
nyeri di tungkai, demam, gusi berdarah, muncul bintik-bintik kemerahan di kulit
dan perut membesar. Gejala-gejala tersebutsesuai dengan manifestasi yang dapat
disebabkan oleh infiltrasi sumsum tulang dan infiltrasi retikuloendotelial oleh sel-
sel blastserta efek sistemik sitokin-sitokin yang dilepaskan oleh sel-sel leukemik
(Tabel 1).

21
Tabel 1. Manifestasi LLA pada anak6
Patofisiologi yang Tanda dan gejala
mendasari
Infiltrasi sumsum tulang
Anemia Pucat
Letargi
Nafas pendek
Pusing
Palpitasi
Penurunan toleransi latihan
Neutropenia Demam
Infeksi
Infeksi berulang
Infeksi oportunis
Trombositopenia Lebam
Ptekie
Epistaksis
Efek sistemik sitokin Malaise
Kelelahan
Mual
Demam
Infiltrasi retikuloendotelial Hepatosplenomegali
Lymphadenopathy
Wheezing oleh karena massa mediastinum
Infiltrasi organ lain
Sistim saraf pusat Sakit kepala
Muntah
Kelumpuhan nervus kranialis
Konvulsi
Testis Pembesaran testis
*Leukostasis Sakit kepala
Stroke
Nafas dangkal
Gagal jantung
*Leukostasis = peningkatan viskositas plasma oleh karena jumlah leukosit yang
terlalu banyak.

22
Tabel 2. Komplikasi mengancam nyawa LLA6

Mekanisme Komplikasi
Neutropenia Infeksi: sepsi, dengan atau tanpa
koagulasi intravascular diseminata
(KID)
Trombositopenia Perdarahan: stroke, pulmonary
hemorrhage, perdarahan saluran
cerna.
Electrolyte imbalance Hyperkalemia dan hiperfosfatemia
oleh karena sel-sel blast yang lisis.
Nefropati hyperuricemia Gangguan ginjal akut
Infiltrasi retikuloendotelial Obstruksi saluran pernafasan akut oleh
massa thymus mediastinal
Leukostasis Stroke, edema paru akut, gagal
jantung

Pemeriksaan fisik dan radiologis awal yang sebaiknya dilakukan saat


evaluasi awalpasien terduga leukemia adalah pemeriksaan neurologis untuk
menapis adanya keterlibatan sistim saraf pusat dan visualisasi mediastinal
(misalnya dengan foto thoraks) untuk mendeteksi adanya pembesaran mediastinal
(berhubungan dengan LLA-T).5

Saat evaluasi awal pasien (26 September 2016) tidak didapatkanadanya


gejala keterlibatan sistim saraf pusatdari pemeriksaan fisik.Tidak didapatkan
pembesaran mediastinaldari foto thoraks.

Pemeriksaan darah lengkapdapat digunakan untuk mengetahui adanya


depresi fungsi sumsum tulang (penurunan jumlah eritrosit, leukosit, dan
trombosit).Pemeriksaan darah lengkap juga dapat digunakan untukscreening
keadaan yang berbahaya misalnya level hemoglobin dan trombosit yang sangat
rendah dimana kondisi tersebut memerlukan penanganan yang segera.5

23
Dari pemeriksaan darah lengkap pasien tanggal 28 September 2016
didapatkan adanya leukopenia (2499/uL), eritropenia (3,00x106/ul), dan
trombositopeni (24x103/ul). Hal ini menunjukkan adanya depresi fungsi sumsum
tulang.

Menurut pedoman dari CAP dan ASH 2017 semua pasien dengan terduga
LLA musti dilakukan pemeriksaan aspirasi sumsum tulang. Jika material aspirasi
sumsum tulang tidak adekuat atau terdapat kontraindikasi aspirasi sumsum
tulang, darah perifer dapat digunakan untuk diagnosis. Konfirmasi persentase sel
blast 20% atau lebih pada aspirasi sumsum tulang atau darah tepi adalah kriteria
diagnosis WHO untuk leukemia akut.5

Hasil pemeriksaan awal darah tepi pasien tanggal 26 September 2016


menunjukkan adanya 77% sel blast tipe L1. Hasil pemeriksaan BMP pada
tanggal 29 September 2016tidak dapat dievaluasi. Walaupun material aspirasi
sumsum tulang pasien tidak dapat dievaluasi/ tidak adekuat diagnosis leukemia
akut tetap dapat ditegakkan berdasarkan presentase sel blast pada darah tepi yang
melebihi 20% (77%).

Sel-sel leukemik mengekspresikan suatu set unik marker permukaan sel


bergantung dari lineage (B atau T) dan tingkat kematangannya.
Immunophenotyping adalah suatu proses identifikasi sel dengan cara mendeteksi
marker-marker cluster of differentiation (CD). B- lineage mencakup sekitar 80 -
85% LLA pada anak. B-lineage dideteksi dengan ditemukannya marker CD10+,
CD19+, dan CD20+.7

Dari pemeriksaan immunophenotyping darah tepi pasien yang


diperiksakan di R.S Kanker Dharmais (Pusat Kanker Nasional) didapatkan
marker CD10+ dan CD19+. Sesuai dengan kepustakaan yang ada pasien
diklasifikasikan sebagai LLA B lineage.

24
Gambar 1. Immunophenotyping.7

Klasifikasi LLA yang terbaru adalah sesuai dengan klasifikasi WHO tahun
2016 (tabel 3).8 Untuk mengklasifikasikan LLA sesuai klasifikasi WHO
diperlukan analisis kromosom. Pada kasus belum dilakukan analisis kromosom.

Tabel 3. Klasifikasi LLA WHO 20168

25
Lumbal pungsi dilakukan pada semua pasien LLA untuk memeriksa ada
atau tidaknya keterlibatan sistim saraf pusat. Klasifikasi status sistim saraf pusat/
central nervus system (CNS) LLA adalah:

1. CNS1: tidak ditemukan sel blast, leukosit < 5/uL


2. CNS2: ditemukan sel blast, leukosit < 5/uL
3. CNS3: ditemukan sel blast, leukosit > 5/uL.7

Dari hasil pemeriksaan cairan otak pasien tanggal 13 Oktober 2017 tidak
didapatkan adanya leukosit. Oleh karena itu status sistim saraf pusat pasien adalah
CNS 1.

Untuk terapi LLA, perlu diketahui terlebih dahulu tingkat risiko pasien.
Kriteri high-risk LLA pediatrik adalah jika terdapat salah satu:

 umur kurang dari 1 tahun atau lebih dari 10 tahun saat didiagnosis;
 leukosit awal >50.000/uL;
 ada keterlibatan sistim saraf pusat;
 ada keterlibatan testikular;
 sitogenetik yang kurang baik (hypodiploidy, t(9;22), 11q23, 1AMP21);
 respon induksi suboptimal (gagal induksi atau minimum residual disease
positif).9

Pada kasus ini umur pasien saat pemeriksaan awal adalah 8 tahun, leukosit
< 50.000/uL, tidak ada keterlibatan SSP, respon induksi optimal. Pasien
diklasifikasikan ke dalam LLA-Risiko Standard.

Setelah diagnosis LLAB lineage Risiko Standardditegakkan pasien


diterapi sesuai protokol LLA Standard Risk Indonesia 2013. Saat ini pasien
menjalani terapi fase maintenance protokol LLARisiko Standard Indonesia 2013
minggu ke-54. Gambar 2menunjukkan catatan terapi pasien fase induksi dan
konsolidasi sedangkan gambar 3 menunjukkan catatan terapi pasien fase
maintenance.

26
Ga
mb
ar
2.
Cat
ata
n
tera
pi
pasi
en
fase
ind
uksi
dan
kon
soli
dasi

27
Ga
mb
ar
3.
Cat
ata
n
ter
api
pas
ien
fas
e
ma
int
en
anc
e

Sesuai protokol LLARisiko Standard fase maintenance Indonesia 2013


pasien saat ini menjalani kemoterapi dengan 6-mercaptopurine per oral dan
methotrexate per oral. Dosis yang diberikan disesuaikan dengan body surface area
pasien yakni 0,96 m2 sehingga 6-mercaptopurine diberikan 50 mg sedangkan
methotrexate diberikan 20 mg.

Efek samping obat kemoterapi yang dapat timbul pada pasien adalah:

28
 Methotrexate: kulit kemerahan, stomatitis ulcerative, glossitis, gingivitis,
mual, muntah, diare, anoreksia, leukopeni, trombositopeni, gangguan fungsi
ginjal, faringitis.10
 6-mercaptopurine: peningkatan liver function test, nausea, muntah, stomatitis,
trombositopenia, ruam, diare, pusing, alopesia, leukopeni.11

Untuk mengantisipasi efek samping obat kemoterapi pasien diperiksakan


lab secara berkala dan diberikan profilaksis infeksi berupa sulfametoksazol-
trimetroprim 400-80 mg. Sulfametoksazol-trimetropim diberikan selama 3 hari
berturut-turut tiap minggu.

Pemberian sulfametoksazol-trimetropim bertujuan untuk mencegah infeksi


opportunistik jamur Pneumocystis jiroveci yang dapat mengakibatkan
Pneumocystis jiroveci Pneumonia (PJP). Sebelum profilaksis antibiotik ini ada ±
40% anak-anak dengan malignansi mengalami PJP yang ditandai dengan demam,
batuk kering, hypoxia, dan nafas cepat yang dapat berkembang menjadi gagal
nafas.12

Salah satu yang dimonitor melaluipemeriksaan laboratorium rutin pada


pasien adalah absolute neutrophil count (ANC). ANC < 1500/ uL pada anakusia
lebih dari 1 tahun dikategorikan sebagai neutropenia.13Risiko infeksi serius
meningkat saat ANC < 500/ uL.14

ANC terbaru pasien(26 Oktober 2017) adalah 3020/ uL. Tidak terdapat
peningkatan risiko infeksi serius pada pasien yang berhubungan dengan
neutropenia.

Saat ini pasien masuk rumah sakit dengan keluhan nyeri dan bengkak di
leher kiri sejak ± 1 hari. Nyeri bertambah saat mengunyah dan menoleh ke sisi
kiri. Demam disangkal orang tua pasien. Keluhan lainnya adalah batuk dan
beringus sejak ± 1 minggu. Dari pemeriksaan fisik didapatkan massa pada leher
kiri, ukuran 7 cm x 7 cm, teraba kenyal, permukaan datar, berbatas tidak tegas,
mobile, nyeri tekan (+).

Kelenjar parotis adalah kelenjar air liur yang terletak sesuai dengan lokasi
pembengkakan pada kasus yakni di regio preaurikular dan sepanjang permukaan

29
posterior mandibular.Bagian superior kelenjar ini berbatasan dengan arkus
zygomatikum sedangkan bagian inferior kelenjar ini berbatasan dengan muskulus
sternocleidomastoideus.15 Parotitis adalah istilah yang digunakan untuk
menyebutkan pembengkakan kelenjar parotis yang disertai dengan tanda-tanda
inflamasi.16

Gambar 4. Anatomi kelenjar parotis.15

Penyebab pembengkakan kelenjar parotis antara lain:

 Virus: Mumps, parainfluenza tipe 1 dan 3, virus coxsackie, influenza A, dan


cytomegalovirus;
 Bakteri: Staphylococcus aureus;
 Leukemia;
 Obat-obatan: phenotiazines, phenylbutazone, thiouracil, iodida;
 Tumor;
 Batu yang menyebabkan obstruksi kelenjar.17

30
Klasifikasi parotitis yaitu:

1. Parotitis supuratif akut: kelenjar parotis dengan tanda-tanda inflamasi akut


yang disertai dengan adanya produksi pus.
2. Parotitis nonsupuratif: kelenjar parotis dengan tanda-tanda inflamasi akut
tanpa adanya produksi pus.
3. Chronic recurrent parotitis: parotitis nonspesifik dengan episode
pembengkakan dan remisi atau pembengkakan persisten kelenjar parotis
dengan infeksi berulang.16

Pada kasus, terdapat pembengkakan kelenjar parotis dengan tanda-tanda


inflamasi akut tanpa disertai adanya produksi pus. Tidak didapatkan adanya
riwayat parotitis berulang. Parotitis pada pasien ini diklasifikasikan sebagai
parotitis nonsupuratif.

Infeksi virus mumps adalah penyebab parotitis yang paling sering pada
anak.18 Infeksi terjadi melalui inhalasi droplet yang mengandung virus Mumps.
Virus bereplikasi di mukosa nasofaring dan nodus limfa regional sebelum
kemudian terjadi viremia, menyebar ke jaringan-jaringan tubuh yang lain
termasuk kelenjar parotis. Di kelenjar parotisvirus Mumps mengakibatkan edema
interstisial difus dan eksudat serofibrinosa dengan infiltrasi limfosit dan
makrofag.19Parotitis timbul 2 – 3 minggu setelah paparan virus Mumps dan
biasanya bertahan selama 2 – 3 hari. Virus diekskresikan di dalam saliva selama 1
minggu sebelum parotitis timbul hingga 1 minggu setelah parotitis timbul.20

Pada kasus ini pasien batuk dan beringus ± 1 minggu sebelum timbul
parotitis. Gejala saluran napas atas yang timbul sebelum terjadi parotitis sesuai
dengan kepustakaan yang menuliskan virus Mumps terlebih dahulu menginfeksi
mukosa nasofaring sebelum kemudian terjadi viremia dan virus tersebar ke
jaringan tubuh yang lain termasuk kelenjar parotis yang menyebabkan parotitis.
Sesuai kepustakaan, parotitis hanya berlangsung selama 3 hari. Berdasarkan
anamnesis dan pemeriksaan fisik pasien didiagnosis Parotitis Epidemika.

31
Gambar 5. Gambaran skematik kelenjarparotis yang terinfeksi Mumps (kanan)
dibanding kelenjar parotis normal (kiri).17

Gambar 6. Gejala klinis dan patogenesis virus Mumps.20

Tatalaksana parotitis epidemika adalah secara supportif dan simtomatik.


Nutrisi dan hidrasi yang adekuat harus diperhatikan berhubung adanya trismus
yang dapat terjadi selama parotitis. Analgesik dan antipiretik diberikan jika
terdapat nyeri atau demam.17

32
Pada kasus ini pasien nyeri mengunyah oleh karena adanya peradangan
kelenjar parotis. Pasien diberikan asetaminofen (parasetamol) untuk mengurangi
nyeri. Asuhan nutrisi diberikan secara peroral.

Pada pengukuran antropometri penderita saat perawatan hari pertama


didapatkan berat badan aktual 26 kg sedangkan tinggi badan 131 cm. Indeks
BB/TB pasien berdasarkan kurva CDC 2000adalah26/28 x 100% = 92% (Gizi
baik).

Menurut asuhan nutrisi pediatrik rekomendasi IDAI 2011 kebutuhan kalori


untuk pasien dengan status gizi baik adalah: BB ideal x RDA menurut usia
tinggi.21Pada kasus ini berat badan ideal pasien (berat badan menurut tinggi badan
pada P50) adalah 28 kg. Kebutuhan kalori pasien sesuai RDA adalah 70
kkal/kgBB/hari, sehingga kebutuhan kalori pasien adalah 28 x 70 kkal = 1960
kkal/hari.

Central of Disease Control dan American Academy of Pediatric


merekomendasikan isolasi hingga 5 hari setelah Parotitis Epidemika timbul. Hal
ini disebabkan Parotitis Epidemika sangat menular dalam 5 hari setelah timbul
parotitis.19Sesuai dengan rekomendasi CDC dan AAP pasien dirawat di ruangan
isolasi.

Kemampuan virus Mumps menyebar ke jaringan – jaringan lain selama


viremia menyebabkan Parotitis Epidemika bukanlah satu-satunya gejala yang
dapat timbul akibat infeksi virus Mumps. Gejala-gejala lain yang dapat timbul
akibat infeksi virus seperti yang dipaparkan pada gambar 6 antara lain meningitis,
ensefalitis, ketulian dan pankreatitis. Selama follow up pada pasien tidak
didapatkan adanya gejala – gejala tersebut.

Kategori prognosis pasien, ad vitam adalah dubia ad bonam karena pasien


telah memasuki fase maintenance pengobatan LLA Risiko Standard tanpa adanya
komplikasi mengancam nyawa LLA dan Parotitis Epidemika yang ditemukan, ad
functionam adalah dubia ad bonam karena pasien menunjukkan perbaikan tanpa
adanya sekuele, ad sanationam adalah dubia karena walaupun LLA memiliki
angka kesembuhan yang tinggi dapat terjadi relaps setelah akhir terapi.

33
DAFTAR PUSTAKA

1. Seiter K. Acute lymphoblastic leukemia (ALL). Medscape. Available


from:https://emedicine.medscape.com/article/207631-
overview[Diakses tanggal 13 November 2017].
2. Onciu M. Acute lymphoblastic leukemia. Hematol Oncol Clin.
2009;23;655-674.
3. Vora A. Childhood acute lymphoblastic leukemia. Switzerland:
Springer International Publishing; 2017.
4. Bailey HD, Infante-Rivard C, Metayer C, Clavel J, Lightfoot T,
Kaatsch P. Home pesticide exposues and risk of childhood leukemia:
findings from the Childhood Leukemia International Consortium. Int J
Cancer. 2015;137(11);2644-2663.
5. Mitchell C, Hall G, Clarke RT. Acute leukemia in children: diagnosis
and management. BMJ. 2009;338;1491-1495.
6. Arber DA, Borowitz MJ, Cessna M, Etzell J, Foucar K, Hasserjian RP.
Initial diagnostic workup of acute leukemia. Arch Pathol Lab Med.
2017;141;1342-1393.
7. Bhatt MD, Athale UH. Childhood acute lymphoblastic leukemia:
diagnosis, management, and complications. Medscape. Available
from: https://reference.medscape.com/features/slideshow/acute-
lymphoblastic-leukemia [Diakses tanggal 10 Desember 2017].
8. Arber DA, Orazi A, Hasserjian R, Thiele J, Borowitz MJ, Le Beau
MM. The 2016 revision to the World Health Organization
classification of myeloid neoplasm and acute leukemia. BLOOD.
2016;127(20);2391-2405.
9. Cooper SL, Brown PA. Treatment of Pediatric Acute Lymphoblastic
Leukemia. Pediatr Clin North Am. 2015;62(1);61-73.

34
10. Medscape. Methotrexate. Medscape. Available from:
https://reference.medscape.com/drug/trexall-methotrexate-
343201#4[Diakses tanggal 19 Desember 2017].
11. Medscape. Mercaptopurine. Medscape. Available from:
https://reference.medscape.com/drug/purinethol-purixan-
mercaptopurine-342094#4 [Diakses tanggal 19 Desember 2017].
12. Lighter-Fisher J, Stanley K, Philips M, Pham V, Klejmont LM.
Preventing infections in children with cancer. Pediatrics in Review.
2016;37(6);247-258.
13. Inoue S. Pediatric autoimmune and chronic benign neutropenia.
Medscape. Available from:
https://emedicine.medscape.com/article/954781-overview#a1 [Diakses
tanggal 11 Desember 2017].
14. Braden CD. Neutropenia. Medscape. Available from:
https://emedicine.medscape.com/article/204821[Diakses tanggal 11
Desember 2017].
15. Holsinger FC, Bui DT. Anatomy, function, and evaluation of the
salivary glands. Dalam: Myers EN, Ferris RL. (ed.) Salivary glands
disorders. New York: Springer; 2007.
16. Bagheri SC, Jo C. Clinical review of oral and maxillofacial surgery: a
case based approach second edition. China: Elsevier; 2014.
17. Ferri FF. Ferri’s clinical advisor 2015: 5 books in 1. USA: Elsevier
Health Sciences; 2014.
18. Tomar LCRPS, Vasudevan CR, Kumar LCM, Gupta MDK. Juvenile
recurrent parotitis. Medical Journal Armed Forces India. 2014;70;83-
84.
19. Long SS, Prober CG, Fischer M. Principles and practice of pediatric
infectious diseases. Canada: Elsevier. 2017.
20. Rubin S, Eckhaus M, Rennick LJ, Bamford CGG, Duprex WP.
Molecular biology, pathogenesis and pathology of mumps virus. J
Pathol. 2015; 235(2): 242-252.

35
21. Sjarif DR, Nasar SS, Devaera Y, Tanjung C. Asuhan Nutrisi Pediatrik
(Pediatric Nutrition Care). Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia.
2011.

36
LAMPIRAN

KURVA PERTUMBUHAN

CK, P, 9 tahun 5 bulan

BB/U: 26/31 X 100% = 83%

TB/U: 131/136 X 100% = 96%

BB/ TB: 26/28 X 100% = 92%

37
Recommended Daily Allowancesuntuk bayi dan anak

Umur BB TB Kalori Protein Cairan


(Tahun) (kg) (Ibs) (cm) (in) (kkal/kg) (g/kg) (ml/kg)
Bayi 0.0-0.5 6 13 60 24 108 2.2 140-160
0.5-1.0 9 20 71 28 98 1.5 125-145
Anak 1-3 13 29 90 35 102 1.23 115-125
4-6 20 44 112 44 90 1.2 90-110
7-10 28 62 132 52 70 1.0 70-85
Pria 11-14 45 99 157 62 55 1.0 70-85
15-18 66 145 176 69 45 0.8 50-60
Wanita 11-14 46 101 157 62 47 1.0 70-85
15-18 55 120 163 64 40 0.8 50-60

38
DOKUMENTASI

Follow up hari perawatan ke-5

Follow up hari perawatan ke-3

39

Anda mungkin juga menyukai