Anda di halaman 1dari 42

DIAGRAM WAKTU PEMERIKSAAN

15 Juni 2016 16 Juni 2016 23 Juni 2016 13 Juli 2016

Penderita MRS  Pemeriksaan Pemantauan Pelaporan


RSUP Prof. Dr. pertama selesai
R.D. Kandou  Pemantauan
dimulai

1
STATUS PEMERIKSAAN PENDERITA
Oleh: Silvia Wowiling

IDENTITAS

IDENTITAS PENDERITA

No register : 00. 25.31.18


Nama : An HN
Jenis kelamin : Laki-laki
Tanggal lahir : 16 September 2010
Umur : 5 tahun 9 bulan
Kebangsaan : Indonesia
Suku : Minahasa
Agama : Kristen Protestan
Anak ke : 2 dari satu bersaudara
Alamat : Malalayang 1
Tanggal MRS : 15 Juni 2016
Jam : 20.30 WITA

IDENTITAS ORANG TUA


AYAH IBU
Nama : WW AM
Umur : 51 tahun 44 tahun
Pekerjaan : Buruh Ibu rumah tangga
Pendidikan : SD SD
Agama : Kristen Protestan Kristen Protestan
Suku : Sanger Sanger
Pernikahan : 1 1

2
ANAMNESIS

(Alloanamnesis dari orang tua penderita dan dari rekam medis penderita)
 Keluhan utama
Timbul bintil-bintil merah berair sejak 4 hari SMRS
 Keluhan tambahan
Tidak ada.

Riwayat Penyakit Sekarang


Penderita dibawa oleh orangtuanya ke instalasi rawat darurat anak
(IRDA) RSUP Prof. Dr. dr. R. D. Kandou dengan keluhan timbul bintil-bintil
merah berair sejak 4 hari SMRS. Awalnya bintik-bintik tersebut muncul di jari-
jari kemudian ke badan hingga meluas sampai ke seluruh tubuh. Demam
disangkal oleh ibu penderita SMRS. Riwayat lemas dan lemah badan telah
sering dialami penderita karena sedang dalam pengobatan kemoterapi.
Batuk dan pilek tidak dialami penderita. Mual maupun muntah juga tidak
ada. Buang air besar dan buang air kecil masih dalam batas normal. Selama
sakit, nafsu makan penderita berkurang. Riwayat berkontak dengan teman
yang sakit seperti ini di sekitar rumah disangkal. Ibu penderita hanya
mendengar bahwa di lingkungan tempat tinggal, ada yang sakit seperti ini.
Selama sakit penderita sudah pernah berobat ke poliklinik anak untuk kontrol
rutin pada 2 hari SMRS.

Riwayat Penyakit Dahulu


Penderita telah terdiagnosa leukemia limfoblastik akut (LLA) atau acute
lymphoblastic leukemia (ALL) sejak Januari 2015 dan sudah mendapat
kemoterapi. Penderita pertama kali datang saat itu dengan keluhan pucat sejak
pertengahan bulan November 2014. Pucat makin hari makin terlihat oleh
keluarga penderita. Penderita juga mengalami demam sejak 2 bulan SMRS.
Demam sumer-sumer pada perabaan namun suhu tidak diukur oleh orangtua

3
penderita. Demam tidak disertai mimisan atau perdarahan gusi. Batuk,
beringus dan sesak tidak dialami penderita. Saat itu penderita juga mengalami
sulit berjalan, kemudian oleh orangtua dibawa berobat ke dokter umum lalu
sembuh dan dapat berjalan lagi. Penderita juga memiliki keluhan nyeri perut
yang berulang bila diberi makan. Riwayat BAB berwarna kehitaman pada awal
Desember ada tapi tidak ada mual maupun muntah. BAK biasa, tidak ada
kelainan. Nafsu makan penderita menurun sejak sakit. Penderita sudah dibawa
ke dokter umum sebanyak 2 kali dan tidak ada perubahan sehingga oleh
orangtua dibawa ke RSUP Prof. dr. R.D.Kandou.
Pemeriksaan darah lengkap pertama kali pada tanggal 2 Januari 2015
didapatkan hemoglobin 3,9 gr/dl, hematokrit 12,6 %, leukosit 36.600/mm3,
trombosit 141.000/mm3 dan pada hitung jenis leukosit ditemukan sel blas. Pada
18 Desember 2015 dari hasil hapusan darah tepi didapatkan: eritrosit:
mikrositik normokrom, sel target (-), fragmentosit (-), sel helmet (-), bintik
basofil (-), polikromatofilia (-), normoblas (-), malaria (-); leukosit: kesan jumlah
leukositosis, kesan diferensial ditemukan dominasi sel blas dengan ukuran
sedang/besar, membran inti tidak beraturan, nukleoli (+) satu atau lebih,
sitoplasma moderate; trombosit kesan jumlah trombositopenia berat,
aggregasi (-), morfologi tidak dapat dinilai. Kesimpulan dari hasil hapusan
darah tepi adalah gambaran darah tepi dan data hematologi dengan ALL B-
lineage menunjukkan anemia grafis dengan eritrosit mikrositik normokrom +
leukositosis berat dengan nominasi sel blas ukuran sedang/besar dengan
membran inti tidak beraturan disertai 1 atau lebih nukleoli dan sitoplasma
moderate + trombositopenia berat, diagnosis diferensial; ALL-L2 atau AML
M5a. Penderita kemudian di bone marrow puncture (BMP) pada tanggal 29
Desember 2015 dan hasilnya didapatkan pada semua sediaan ditemukan
relatif cukup sel-sel berinti dengan morfologi llimfoblas dengan ukuran
besar/sedang/kecil, sitoplasma minimal/moderate; nukleoli (+) satu atau lebih;
bentuk hand-mirror (+), bentuk split (+), morfologi sesuai dengan limfoblas L2.
Eritropeisi: hipoplasia berat. Granulopoeisis: hipoplasia amat berat.

4
Limfopoiesis: hiperplasi berat dengan morfologi yang sesuai dengan limfoblas
L2 (limfoblas 88,4% dan limfosit 8,2%). Kesimpulan: gambaran BMP dengan
ALL B-lineage; menunjukkan gambaran yang morfologis sesuai dengan ALL
Fab Class L2. Pada tanggal 9 Januari 2015 didapatkan hasil
immunofenotyping dari RS Kanker Dharmais: ALL L1, B lineage with abberant
exp CD13.
Penderita memulai kemoterapi pada tanggal 14 Januari 2015 sesuai dengan
Indonesian protocol acute lymphoblastic leukemia 2013 selama 34 minggu.
Hasil pemeriksaan BMP tanggal 29 Desember 2015 didapatkan gambaran
BMP dengan ALL B-lineage: menunjukkan gambaran yang morfologis sesuai
dengan ALL FAB Class L2. Penderita kemudian ddiagnosis dengan LLA high
risk dan memulai terapi 31 Desember 2015.
Saat ini penderita dalam fase maintenance minggu 21 hari ke-3.

Riwayat Penyakit Keluarga


Hanya penderita yang sakit seperti ini dalam keluarga

Silsilah keluarga

5
Susunan anggota keluarga

No Nama Hubungan Jenis Umur Keterangan


kelamin
1. WN Ayah L 51 tahun Sehat
2. AM Ibu P 44 tahun Sehat
3. NN Kakak P 16 tahun Sehat
4. HN Penderita L 5 9/12 tahun Penderita

Riwayat Pribadi dan Sosial


Riwayat Kehamilan, Persalinan, dan Pasca Lahir
Selama hamil, ibu melakukan pemeriksaan antenatal di dokter spesialis
kandungan secara teratur. Ibu mendapatkan imunisasi TT sebanyak 2 kali.
Selama hamil ibu mengaku didiagnosis chikungunya dan mendapat obat-
obatan dari dokter umum. Ibu penderita tidak memiliki riwayat mengkonsumsi
alkohol dan merokok selama kehamilan.
Penderita lahir di RSUP Prof. Dr. R.D. Kandou, cukup bulan, dengan
berat badan lahir (BBL) 2600 gram, panjang badan lahir (PBL) 45 cm, ditolong
oleh dokter, lahir secara sectio caesaria ai KPD 1 hari. Setelah lahir pasien
langsung menangis, dan dipulangkan 1 minggu kemudian dalam keadaan aktif.

Riwayat Makanan
ASI : 1 minggu - 7 bulan
PASI : 7 bulan – 18 bulan
Bubur susu : -
Bubur saring : 6 bulan – 18 bulan
Bubur halus : 18 bulan – 2 tahun
Nasi lembek : 2 tahun – 2 5/12 tahun
Nasi : 2 5/12 tahun – sekarang

6
Riwayat Tumbuh Kembang
Pertama kali membalik : 6 bulan
Pertama kali tengkurap : 8 bulan
Pertama kali duduk : 8 bulan
Pertama kali merangkak : 10 bulan
Pertama kali berdiri : 12 bulan
Pertama kali berjalan : 14 bulan
Pertama kali tertawa : 4 bulan
Pertama kali berceloteh : 6 bulan
Pertama kali memanggil mama : 8 bulan
Pertama kali memanggil papa : 8 bulan

Riwayat Imunisasi
Penderita mendapat imunisasi teratur di puskemas. Pasien sudah
mendapat imunisasi BCG, imunisasi polio 4x, DPT/Hepatitis B 3x dan campak.

Riwayat Kebutuhan Dasar Anak


Asuh (Fisis Biomedis)
Kebutuhan primer (makan, pakaian, dan tempat tinggal) penderita dapat
diberikan dengan cukup oleh orangtua. Kebersihan rumah,peralatan sehari-
hari serta kebersihan penderita sangat diperhatikan oleh ibu terutama sejak
penderita terdiagnosa LLA dan membutuhkan penanganan khusus dalam hal
higiene karena telah dijelaskan sebelumnya tentang daya tahan tubuh
penderita yang menurun selama kemoterapi. Penderita awalnya tinggal di
rumah singgah khusus penderita kanker anak, tetapi setelah masuk fase
maintenance, penderita pindah ke rumah sendiri yang berada di kawasan
padat penduduk. Setiap minggu penderita diperiksakan oleh orangtua ke
poliklinik anak

7
Asih (Kebutuhan Emosional)
Penderita senantiasa mendapat kasih sayang dan perhatian dari ibu dan ayah
serta saudaranya perempuannya
Asah (Stimulai Mental Dini)
Ayah dan ibu sering mengajak penderita bermain begitupun dengan saudara
maupun sepupu penderita.

Keadaan Sosial-Ekonomi dan Lingkungan/Tempat Tinggal


Penderita tinggal di rumah semi permanen dengan atap seng, dinding
tripleks, lantai semen. Rumah terdiri dari 2 kamar, dihuni oleh 2 orang dewasa
dan 2 anak-anak. Kamar mandi dan WC di luar rumah. Sumber penerangan
listrik dari Perusahaan Listrik Negara (PLN). Sumber air minum dari air isi
ulang. Penanganan sampah dengan cara dibakar. Cara pembiayaan rumah
sakit dengan menggunakan asuransi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
(BPJS) kelas III.

KEADAAN SEBELUM DIJADIKAN KASUS PANJANG


(Riwayat penyakit selama perawatan di RS diberikan oleh orangtua penderita
dan dari catatan medis RS).
Pada saat dijadikan kasus pada tanggal 16 Juni 2016, penderita sudah
dirawat selama 1 hari. Penderita masuk RS pada tanggal 15 Juni 2016 jam
20.30 WITA dari IRDA. Penderita datang dengan keluhan timbul bintil-bintil
kemerahan berair di seluruh tubuh sejak 4 hari SMRS, demam tidak ada, batuk
pilek tidak ada, BAB dan BAK tidak ada keluhan.
Penderita sudah terdiagnosa LLA sejak awal tahun 2015 dan dinyatakan relaps
pada Januari 2016 dan sedang kemoterapi fase maintenance.
Pada pemeriksaan laboratorium darah1 hari SMRS pada saat kontrol di
poloklinik anak (14 Juni 2016) didapatkan hemoglobin 10,6 gr/dl, hematokrit
37,2%, leukosit 4.700/mm3, trombosit 338.000/mm3, natrium 134 mEq/L,
kalium 3,8 mEq/L, klorida 98,8 mEql/L, ureum 13 mg/dl, kreatinin 0,3 mg/dl,

8
serum glutamic oxaloacetic transaminase (SGOT) 88 U/L, serum glutamic
pyruvic transaminase (SGPT) 113 U/L. Berat badan penderita 20,3 kg dan
tinggi badan 105 cm, berdasarkan kurva CDC 2000, penderita didapatkan gizi
baik.
Penderita didiagnosis dengan varisela dan LLA high risk fase
maintenance. Penderita diberikan terapi berupa acyclovir 5 x 400 mg,
paracetamol 3 x 1 ¾ tab dan bedak salycil serta dirawat di ruang isolasi irina E
atas. Obat kemoterapi 6-merkaptopurin metothrexate oral tidak diberikan untuk
sementara.

PEMERIKSAAN FISIK SAAT DIJADIKAN KASUS PANJANG


(dilakukan pada tanggal 16 Juni 2016, perawatan hari ke-2)
Tanda vital :
- Keadaan Umum : tampak sakit
- Kesadaran : compos mentis
- Tekanan Darah : 90/60 mmHg
- Frekuensi Nadi : 100 x/menit, reguler, isi cukup, sama pada
keempat ekstremitas
- Pernapasan : 24 x/menit reguler
- Suhu : 36,8oC (aksila)

Status Gizi dan Antropometri


Status antropometri berdasarkan kurva CDC 2000 :
Berat badan : 19,5 kg Tinggi badan : 106 cm
 Status gizi baik ( BB/TB= 108%)
Kulit : Warna sawo matang, efloresensi (-), jaringan parut (-),
pigmentasi (-), parut BCG (+) di lengan kanan atas, edema
(-), lemak subkutan cukup, kulit berkeriput (-), ikterik (-),
vesikel yang tersebar di seluruh tubuh.

9
Kepala dan leher
Kepala : Bentuk mesosefal, UUB datar, rambut hitam tidak mudah
dicabut, alopesia (-), kaku kuduk (-), moon face (+)
Mata : Konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-), lensa jernih,
refleks kornea +/+, pupil bulat isokor diameter 3-3 mm,
refleks cahaya langsung +/+, refleks cahaya tidak
langsung +/+, bola mata letak di tengah, strabismus -/-,
gerakan bola mata normal, nistagmus -/-
Hidung : Bentuk normal, sekret (-), pernapasan cuping hidung (-).
Telinga : Bentuk normal, sekret (-), membran timpani utuh pada
kedua telinga
Mulut : Mukosa basah, atrofi papil lidah (-), sianosis (-)
Tenggorokan : Tonsil T1/T1 tidak hiperemis, faring tidak hiperemis
Leher : Trakea letak ditengah, kelenjar getah bening tidak teraba
membesar, di kulit leher tampak papul eritema, multiple di
atas dasar eritema, skuama (-), erosi (-).

Dada : Bentuk simetris, retraksi (-)


Jantung
Periksa Pandang: Iktus kordis tidak tampak.
Periksa Raba : Iktus kordis teraba di ruang interkosta V medial dari linea
midclavicularis sinistra.
Periksa Ketuk : batas kiri pada linea midklavikularis kiri, batas kanan pada
linea parasternalis kanan, batas atas setinggi iga II kiri
Periksa Dengar : Frekuensi detak jantung 100x/menit, reguler, bising dan
gallop tidak ada.
Paru-paru
Periksa Pandang: pergerakan simetris kiri dan kanan, retraksi (-)
Periksa Raba : stem fremitus kanan= kiri
Periksa Ketuk : sonor kanan=kiri

10
Periksa Dengar : suara pernapasan bronkovesikuler kanan= kiri,
ronkhi tidak ada, wheezing tidak ada
Perut
Periksa Pandang: datar
Periksa Raba : lemas, hepar dan lien tidak teraba, massa (-),
Periksa Ketuk : timpani, shifting dullness (-)
Periksa dengar : bising usus dalam batas normal

Tulang belulang : deformitas (-)


Alat kelamin : laki-laki, normal, kedua testis (+) di dalam scrotum
(kelainan/anomali genitalia (-),
Anggota gerak : akral hangat, deformitas (-), edema -/-, sianosis (-),
capillary refill time (CRT) < 2 detik, spastis (-/-), klonus (-
/-)
Otot : tonus normal
Refleks : refleks fisiologis normal, refleks patologis (-)
Sensorik : normal
Motorik (kekuatan) : normal
St generalisata : tampak vesikel-vesikel yang tersebar di seluruh tubuh,
terbanyak di regio abdominal dan juga facialis

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Laboratorium (14 Juni 2016)
Darah lengkap
- Hb : 10,6 g/dl - Natrium : 134 mEq/L
- Hematokrit: 37,2% - Kalium : 3,8 mEq/L
- Leukosit : 4700/mm3 - Klorida : 98,8 mEq/L

11
- Eritrosit : 3,52. 105 /mm3 - SGOT : 88 U/L
- Trombosit : 338.000/mm3 - SGPT : 113 U/L
- MCV : 91,5 fL - Ureum : 13 mg/dL
- MCHC : 32,9 g/dL - Kreatinin : 0,3 mg/dl
- MCH : 39,1 pg

RESUME
Seorang anak laki laki berusia 5 tahun 9 bulan datang dengan timbul
bintil-bintil merah berair sejak 4 hari SMRS dan tidak ada keluhan tambahan
lainnya seperti demam dan batuk pilek. Penderita masuk rumah sakit pada
tanggal 15 Juni 2016 jam 20.30 WITA rujukan dari IRDA.
Pada pemeriksaan fisik awal masuk rumah sakit didapatkan berat
badan 19,5 kg dan panjang badan 106 cm. Status gizi adalah gizi lebih (kurva
WHO 2000). Keadaan umum tampak sakit dan kesadaran compos mentis.
Tanda-tanda vital didapatkan tekanan darah 90/60 mmHg, nadi 100 x/menit,
laju pernafasan 24 x/menit, suhu 36,8 0C. Pada seluruh tubuh didapatkan
vesikel multiple yang tersebar, . Pemeriksaan fisik lain dalam batas normal.
Pada pemeriksaan laboratorium saat MRS didapatkan hemoglobin 10,6
gr/dl, hematokrit 37,2%, leukosit 4.700/mm3, trombosit 338.000/mm3, natrium
134 mEq/L, kalium 3,8 mEq/L, klorida 98,8 mEql/L, ureum 13 mg/dl, kreatinin
0,3 mg/dl, SGOT 88 U/L, SGPT 113 U/L. Penderita dalam fase maintenance
LLA dengan kemoterapi protokol high risk dan mendapat terapi sebelumnya
berupa methotrexate dan 6-merkaptopurin.
Penderita didiagnosis dengan varisela, LLA high risk fase maintenance.
Penderita diberikan terapi berupa acyclovir 5 x 400 mg, paracetamol 3 x 1 ¾
tablet, bedak salycil dan tidak diberikan obat kemoterapi untuk sementara.
Perawatan penderita di ruang isolasi irina E atas dan ditangani oleh sub divisi
infeksi penyakit tropik.

12
DIAGNOSIS KERJA
Varisela (B01.9)
Leukemia limfoblastik akut relaps (C91.02)

PERMASALAHAN
Permasalahan diagnosis
- Perlu dipertimbangkan pemeriksaan penunjang seperti isolasi virus
varisela.
Permasalahan tatalaksana
- Perlu dipertimbangkan pemberian imunostimulan dan penanganan
higiene dengan lebih baik untuk mencegah infeksi sekunder
Permasalahan pemantauan
- Perlu pemantauan terhadap komplikasi dari penyakit dasar
- Pemantauan terhadap respon terapi

RENCANA PENGELOLAAN
a. Tatalaksana kegawatdaruratan :-
b. Rencana pemeriksaan penunjang diagnosis :
Urine dan feses lengkap
c. Rencana terapi medikamentosa : vitamin
d. Asuhan Nutrisi Pediatrik
1. Status gizi: gizi baik
2. Kebutuhan gizi
- Kebutuhan kalori sesuai dengan Recommended Dietary Allowances
(RDA )= 108 kkal/kg/hari = 2160 kkal/hari
- Kebutuhan protein 1 g/kg/hari = 20 g/hari
- Kebutuhan cairan 140-160 ml/kgBB/hari = 2800- 3200 ml/hari
3. Cara pemberian nutrisi : oral
a. Jenis makanan : makanan padat 3 x 1 porsi berupa nasi, lauk-
pauk, sayur dan buah-buahan

13
4. Evaluasi: akseptabilitas dan monitoring berat badan

e. Rencana pemantauan
1. Pemantauan keadaan umum dan tanda vital
2. Pemantauan kebersihan umum penderita
3. Pengawasan kebersihan bagi orang tua/pengasuh, perawat, tenaga
medis
4. Pemantauan asupan nutrisi, cairan dan kalori setiap hari
5. Pemantauan pemberian terapi, evaluasi respon terapi, efek samping
terapi
6. Pemantauan tumbuh kembang
7. Pemantauan tanda-tanda komplikasi
8. Support mental ke orang tua
f. Rencana edukasi
- Menjelaskan tentang penyakit yang diderita anak : penyebab,
perjalanan penyakit, perawatan, prognosis, komplikasi, dan rencana
pengobatan

- Edukasi untuk menjaga kebersihan dan lingkungan dan terutama


menjauhkan dari kontak dari jenis penyakit virus yang menular
- Menjelaskan tentang evaluasi yang rutin dilakukan setelah anak
dipulangkan (saat kontrol rawat jalan terutama untuk kelanjutan
kemoterapi)
- Memotivasi orang tua untuk tetap kontrol rutin

PEMANTAUAN SETELAH DIJADIKAN KASUS

16 Juni 2016 (pengamatan hari ke-1, perawatan hari ke-2)


S Demam (-), lesi kulit (+), gatal (+)
O Keadaan Umum : tampak sakit Kesadaran : compos mentis
- Tekanan darah : 90/60 mmHg

14
- Frekuensi nadi : 112 x /menit, teratur, isi cukup
- Pernapasan : 24 x/menit
- Suhu : 36,8˚C
Kepala: konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-), pernafasan cuping
hidung (-)
Thoraks: simetris, retraksi (-)
cor dan pulmo dalam batas normal
Abdomen: datar, lemas, BU (+) normal, hepar dan lien
tidak teraba
Ekstremitas: akral hangat, CRT<2”
St generalisata : tampak vesikel multiple yang tersebar di
seluruh tubuh
Varisela (B01.9)
A
Leukemia limfoblastik akut relaps (C91.02)
P Medikamentosa :
Acyclovir 2 x 500 mg
Paracetamol 3 x 1 ¾ tab
Bedak salycil
Asuhan gizi : makanan lunak 3 x 1 porsi,

17 Juni 2016 (pengamatan hari ke-2, perawatan hari ke-3)


S Demam (-), lesi bertambah banyak di seluruh tubuh, gatal (+)

O - Keadaan Umum : tampak sakit Kesadaran : compos mentis


- Tekanan darah : 90/60 mmHg
- Frekuensi nadi : 120 x /menit, teratur, isi cukup
- Pernapasan : 24 x/menit
- Suhu : 36,7˚C

15
Kepala : konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-), pernafasan cuping
hidung (-)
Thoraks: simetris, retraksi (-)
cor dan pulmo dalam batas normal
Abdomen: datar, lemas, BU (+) normal, hepar dan lien tidak teraba
Ekstremitas: akral hangat, CRT<2”
St generalisata : tampak vesikel-vesikel yang tersebar bertambah di
seluruh tubuh, sebagian telah menjadi krusta dan mengering dan
berwarna coklat kehitaman

A Varisela (B01.9)
Leukemia limfoblastik akut relaps (C91.02)
P Medikamentosa :
Acyclovir 2 x 500 mg
Paracetamol 3 x 1 ¾ tab
Bedak salycil
Asuhan gizi : makanan lunak 3 x 1 porsi

18 Juni 2016 (pengamatan hari ke-3, perawatan hari ke-4)


S Demam (-), lesi bertambah banyak di seluruh tubuh, gatal (+)
O - Keadaan Umum : tampak sakit Kesadaran : compos mentis
- Tekanan darah : 10/60 mmHg
- Frekuensi nadi : 120 x /menit, teratur, isi cukup
- Pernapasan : 28 x/menit
- Suhu : 37˚C
Kepala : konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-), pernafasan cuping
hidung (-)
Thoraks: simetris, retraksi (-)
cor dan pulmo dalam batas normal

16
Abdomen: datar, lemas, BU (+) normal, hepar dan lien tidak teraba
Ekstremitas: akral hangat, CRT<2”
St generalisata : tampak vesikel-vesikel yang tersebar bertambah di
seluruh tubuh, sebagian telah menjadi krusta dan mengering dan
berwarna coklat kehitaman

A Varisela (B01.9)
Leukemia limfoblastik akut relaps (C91.02)
P Medikamentosa :
Acyclovir 5 x 400 mg
Paracetamol 3 x 1 ¾ tab
Bedak salycil
Asuhan gizi : makanan lunak 3 x 1 porsi

19 Juni 2016 Pengamatan hari ke-4 Perawatan hari ke-5


S
Demam (-), lesi kulit (+) berkurang
O - Keadaan Umum : tampak sakit
Kesadaran : compos mentis
- Tekanan darah : 90/60 mmHg
- Frekuensi nadi : 128 x /menit, teratur, isi cukup
- Pernapasan : 28 x/menit
- Suhu : 37,0˚C
Kepala: konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-), pernafasan
cuping hidung (-)
Thoraks: simetris, retraksi (-)
cor dan pulmo dalam batas normal
Abdomen: datar, lemas, BU (+) normal, hepar dan lien tidak teraba,

17
Ekstremitas: akral hangat, CRT<2”
St generalisata : tampak vesikel-vesikel yang tersebar bertambah
di seluruh tubuh, sebagian telah menjadi krusta dan mengering dan
berwarna coklat kehitaman

A Varisela (B01.9)
Leukemia limfoblastik akut relaps (C91.02)
P Medikamentosa :
Acyclovir 5 x 400 mg
Paracetamol 3 x 1 ¾ tab
Bedak salycil
Asuhan gizi: makanan padat 3 x 1 porsi

20-22 Juni 2016 (pengamatan hari ke-5-7, perawatan hari ke-5-7


S Demam (-), lesi berkurang (+) kering
OO Keadaan Umum : tampak sakit
Kesadaran : compos mentis
- Tekanan darah : 90/60 mmHg
- Frekuensi nadi : 110-120 x /menit, teratur, isi cukup
- Pernapasan : 28 x/menit
- Suhu : 36,7˚C
Kepala : konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-), pernafasan
cuping hidung (-)
Thoraks : simetris, retraksi (-)
cor dan pulmo dalam batas normal
Abdomen: datar, lemas, BU (+) normal, hepar dan lien tidak teraba
Ekstremitas: akral hangat, CRT<2”

18
St generalisata : tampak vesikel-vesikel yang tersebar bertambah di
seluruh tubuh, sebagian telah menjadi krusta dan mengering dan
berwarna coklat kehitaman

Pemeriksaan Laboratorium tanggal 20 Juni 2016:


hemoglobin 10,4 gr/dl, hematokrit 39,7%, leukosit 5.200/mm3, trombosit
194.000/mm3, differensial count: 3/0/2/53//32/10. ANC:2860 natrium 135
mEq/L, kalium 3,06 mEq/L, klorida 96,9 mEql/L, ureum 8 mg/dl,
kreatinin 0,2 mg/dl, SGOT 90 U/L, SGPT 104 U/L.

A Varisela (B01.9)
Leukemia limfoblastik akut relaps (C91.02)
P Medikamentosa :
Acyclovir 5 x 400 mg
Paracetamol 3 x 1 ¾ tab
Bedak salycil
Asuhan gizi : makanan lunak 3 x 1 porsi

PROGNOSIS
Prognosis ad vitam : dubia ad bonam
Prognosis ad functionam : dubia ad bonam
Prognosis ad sanationam : dubia ad bonam

19
BAGAN RIWAYAT PERJALANAN PENYAKIT
Saat dijadikan kasus

8 Januari 31 Desember
15 Juni 2016 16 Juni 2016 22 Juni 2016
2015 2015

MRS Lesi makin


terdidiagnosis banyak dan Lesi mengering
MRS
LLA B-lineage  MRS menyebar di di seluruh tubuh
Terdiagnosis
standard risk  Bintil-bintil merah berair sejak 4 hari seluruh tubuh
LLA relapse
SMRS
BMP: ALL fab dan memulai
class L2 kemoterapi
high risk Varisela (B01.9)
Immunofenoty Leukemia Varisela (B01.9)
Pada tanggal
pin:B lineage limfoblastik akut Leukemia
31/12/15
with BMP: ALL relaps (C91.02) limfoblastik akut
abberant exp relapse relaps (C91.02)
St generalisata: tampak vesikel multiple
CD13
yang tersebar di seluruh tubuh
hemoglobin 10,6 gr/dl, hematokrit
37,2%, leukosit 4.700/mm 3, trombosit
Rawat jalan
Pasien 338.000/mm3, Acyclovir 5 x 400 Kontrol kembali
menjalani mg untuk melanjutkan
kemoterapi Paracetamol 3 x 1 kemoterapi
¾ tab
Bedak salycil
Asuhan gizi :
Varisela makanan lunak 3 x
Leukemia limfoblastik akut relaps 1 porsi

Acyclovir 5 x 400 mg
Paracetamol 3 x 1 ¾ tab
Bedak salycil 20
Asuhan gizi : makanan lunak 3 x 1
porsi
Diagram Analisis Kasus
Anak ♂, 5 9/12 tahun
Keluhan : timbul bintil-bintil merah berair, dalam kemoterapi LLA high risk

Vaksinasi Varisela pada anak Smedegaard,dkk.Pediatric infectious disease.2016 (LoeIIB)


Pencegahan dengan ALL dalam masa Van de Wetering,dkk. Pediatric oncology. 2016 (LoeIIB)
kemoterapi Cakir,dkk. Pediatric hematology and oncology.2012 (LoeIIB)
Caniza,et al. Pediatr Blood cancer. 2012.(LoeIIIB)

Masalah Penyakit Infeksi Hemato-onkologi

Diagnosis Varisela ALL

Gejala Timbul bintil- bintil merah berair di


seluruh tubuh
klinis

Pemeriksaan Urine dan feses lengkap Tunda pemberian obat


penunjang kemoterapi

Tatalaksana Acyclovir 5 x 400 mg tab Tidak ada penanganan

Prognosis  Evaluasi terapi Ad vitam : dubia ad bonam  Edukasi orang tua


 Evaluasi hasil Ad functionam : dubia ad bonam  Jaga kebersihan penderita dan lingkungan
pemeriksan penunjang Ad sanationam : dubia ad malam  Tetap di ruang isolasi
 Komplikasi

Ad sanationam bonam

21
ANALISA KASUS
Varisela sebagai infeksi primer lebih sering terjadi pada anak-anak dan
bermanifestasi sebagai rash pruritic yang diikuti dengan demam serta gejala
dan tanda sistemik yang biasa ringan hingga sedang. 1 Varisela Zoster Virus
(VZV) termasuk kelompok herpes virus dengan diameter kira – kira 150 – 200
nm. Inti virus disebut capsid, terdiri dari protein dan DNA dengan rantai ganda
serta membentuk suatu garis dengan berat molekuil 100 juta yang disusun dari
162 capsomer dan sangat infeksius.2
Varisela dapat mengenai semua kelompok umur termasuk neonatus,
tetapi hampir sembilan puluh persen kasus mengenai anak dibawah umur 10
tahun dan terbanyak pada umur 5-9 tahun.3 Di Amerika Serikat, sebelum
diperkenalkan vaksin varisela terjadi epidemic varisela tahunan setiap musim
dingin dan musim semi, tercatat sekitar 4 juta kasus.
Pada tahun 2000, angka kejadian varisela menurun 71%-84% sejak
diperkenalkannya vaksin varisela. Angka kesakitan dan kematian menurun
terutama pada kelompok Umur 1-4 tahun.3,4 Angka kejadian varisela di
Indonesia belum pernah diteliti sedangkan berdasarkan data dari poliklinik
umum Ilmu Kesehatan Anak Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (IKA-RSCM)
dalam lima tahun. Terakhir tercatat 77 kasus varisela tanpa penyulit.4
Infeksi VZV sangat menular tetapi biasanya penyakit yang ringan dan
self-limiting pada anak yang sehat. Tapi di sisi lain,pada anak
immunocompromised berisiko tinggi untuk penyakit yang lebih berat, lama dan
dengan komplikasi.5 Infeksi VZV yang tidak diobati angka kematiannya 7-10%
pada kelompok pasien ini. Sekitar 30% pasien yang tidak mendapat terapi
antiviral, menderita gangguan paru, hepar dan jantung.5
Penularan VZV yang terbanyak ialah kontak orang ke orang melalui
sekret dari saluran pernafasan. Penularan juga dapat terjadi dengan kontak
saluran nafas dengan droplet di udara atau kontak langsung atau inhalasi
cairan vesikuler dari lesi kulit dari varisela akut.6,7

22
Patogenesis1
Masa inkubasi virus varisela antara 10 sampai 23 hari (rata-rata 14 hari).
Selama masa inkubasi, virus varisela tersebar pada daerah nodus kelenjar
getah bening, bermultiplikasi, dan menyebabkan fase primer viremia tingkat
rendah, setelah sekitar 5 hari virus menyebar ke viscera dimana terjadi
multiplikasi virus . Proses ini terjadi pada fase kedua dan viremik yang lebih
besar, yang membawa virus ke kulit yang menyebabkan rash yang
karakteristik. VZV dapat diisolasi dari kultur darah pada beberapa hari sebelum
onset rash atau dalam 1 atau 2 hari setelahnya pada anak yang
immunocompetent. Alternatif baru-baru ini memunculkan mekanisme
patogenik dimana VZV mencapai keratinosit segera setelah infeksi terjadi
dengan menginfeksi CD4+ sel T memori. Sel memori ini saat tak terinfeksi,
normalnya bersirkulasi ke kulit. Pada contoh ini, perlawanan dari imunitas yang
didapat di kulit dimulai dari 2 sampai 3 minggu masa inkubasi yang mengikuti
infeksi.
Perubahan histopatologik lesi kulit pada varisela dan herpes zoster sama.
Penanda dari keduanya adalah sel giant multinucleated dan inklusi
intranuklear. Pada varisela terlokalisir primer di dermis dan epidermis, dimana
balon degenerasi dari sel pada lapisan yang lebih dalam diikuti oleh edema
seluler. Dengan berlanjutnya edema, lapisan korneum dan basal terbagi untuk
membentuk vesikel beratap tipis. Eksudat dari sel mononuklear terlihat di
dermis.
Baik imunitas humoral maupun seluler berespon pada perkembangan
VZV dalam beberapa hari setelah onset varisela. Level puncak dari antibodi
bertahan selama 4 sampai 8 minggu setelah onset, tetap tinggi hingga sekitar
6 bulan dan kemudian menurun. Serum IgG, IgA, dan IgM terdeteksi setelah
varisela dan zoster.
Respon imun seluler berperan penting dalam perlawanan host terhadap
virus. Imunitas seluler terhadap VZV dapat didemonstrasikan in vitro dengan
stimulasi limfosit dengan antigen VZV, skin test intradermal, lisis spesifik dari

23
sel target histokompatibilitibel spot assay. Reaksi sel imun seluler tetap positif
beberapa tahun setelah kasus varisela sekalipun menurun pada individu di
atas 50 tahun. Sel yang predominan pada lesi vesikuler VZV adalah leukosit
polimorfonuklear. Leukosit ini berperan penting dalam mengaktifkan interferon
pada lesi vesikuler, yang merupakan faktor dalam penyembuhan. Respon
yang mencegah penyakit klinis setelah reinfeksi VZV diduga adalah limfosit
sitotoksik T namun antibodi juga mengambil peranan.Individu yang lebih tua
dengan respon imun seluler yang rendah terhadap VZV bukan subyek chicken
pox recurrent. Sebagai tambahan, antibodi juga bermanfaat karena imunisasi
pasif yang berhasil mencegah atau memodifikasi varisela pada orang yang
rentan terpajan, diduga dengan netralisasi VZV cell-free pada awal infeksi.
Akan tetapi, masalah ini tidak sesuai. Varisela dapat terjadi pada bayi setelah
pajanan, sekllipun terdeteksi titer antibodi transplasental dan kasus modifikasi
dari terobosan baru dari varisela yang berkembang pada anak leukemia yang
sudah divaksinasi walaupun ada respon imun seluler dan humoral pada
pajanan VZV.

Manifestasi Klinis
Dimulai dengan gejala prodromal .yang timbul 14-15 hari setelah masa
inkubasi seperti demam, malaise, sakit kepala, dan sakit abdomen, yang
langsung 24-48 jam sebelum lesi kulit muncul. Gejala sistemik seperti demam,
lelah, dan anoreksia dapat timbul bersamaan dengan lesi kulit. Gejala pada
saluran pernafasan dan muntah jarang sekali terjadi.2,8,9 Lesi kulit awal
mengenai kulit kepala, muka, badan, biasanya sangat gatal, dan menyebar
cepat ke ekstremitas. Penyebaran lesi bersifat sentifugal. Gambaran yang
menonjol adalah perubahan cepat dari makula kemerahan ke papula, vesikula,
pustula hingga akhirnya menjadi krusta. Perubahan ini hanya terjadi dalam
waktu 8-12 jam. Gambaran vesikel khas, superfisial, dinding tipis dan terlihat
seperti tetesan air.2 Penyembuhan adalah terbentuknya sel epitel kulit baru
yang muncul dari dasar lesi. Hipopigmentasi dapat terjadi akibat penyembuhan

24
lesi.scar atau bekas luka jarang terjadi akibat infeksi varisela.8,9
BreakthroughVarisela
Apabila infeksi terjadi 2 minggu pasca infeksi primer ataupun immunisasi
dengan ditandai munculnya kembali ruam-ruam kulit (bentuk
makulopapular) tanpa disertai demam, diperkirakan disebabkan oleh VZV tipe
virulen.8,9
Progresif Varisela
Progresif varisela adalah suatu keadaan yang ditandai dengan koagulopati,
perdarahan hebat, dan terus munculnya lesi-lesi baru.Timbul rasa sakit yang
hebat di daerah abdominal disertai dengan perdarahan pada
vesikel. Faktor resiko keadaan ini adalah penderita kongenital dengan
imundefisiensi,keganasan, kemoterapi, dan jumlah limfosit <500 sel/mm3.8,9
Neonatal Chickenpox
Infeksi ini timbul apabila jarak infeksi varisela pada ibu dengan kelahiran < 1
minggu. Sangat direkomendasikan pemberian antibodi (VZIG)
pada neonatus yang terinfeksi. Bayi Dengan ibu terinfeksi varisela 5 hari
sebelum partus dan 2 hari setelah partus juga memerlukan
pemberian VZIG sebanyak 1 vial. Untuk ibu terinfeksi varisela dengan jarak
lebih dari 1 minggu sebelum partus, bayi yang dilahirkan
tetap diberikan VZIG. Pada neonatus yang telah terinfeksi varisela hingga
dapat mengancam jiwa atau yang mengalami komplikasi berat dapat diberikan
asiklovir IV sebanyak 10 mg/kgBB tiap 8 jam.8,9
Sindroma Varisela Kongenital
Diketahui hanya 2% fetus dengan Ibu terinfeksi varisela yang menampilkan
VZV embriopati pada usia 20 minggu kehamilan. Fetus yang terinfeksi pada
usia 6-12 minggu dapat menyebabkan gangguan pada
pertumbuhan ekstremitas. Infeksi pada fetus 16-20 minggu dapat
menyebabkan gangguan pada mata dan otak. Infeksi pada fetus juga
dapat menyebabkan gangguan pada saraf simpatis pada servikal dan
lumbosakral sehingga menyebabkan sindroma horner dan disfungsi dari uretra

25
dan sfingter anal. Gejala yang khas biasanya terlihat pada kulit,ekstremitas,
mata, dan otak. Gejala pada kulit sikatriks, malformasi ekstremitas. Kelainan
pada mata berupa katarak; serta afasia bila mengenai otak secara
keseluruhan Pada pemeriksaan histologi ditemukan adanya
proses nekrosis pada otak. Diagnosis dapat menggunakan pemeriksaan DNA
virus dengan metode PCR.8,9

Herpes Zoster
Herpes zoster sangat jarang ditemukan pada anak; namun dapat pula timbul
sebagai akibat terinfeksi varisela pada awal kehidupan anak yang didapat dari
ibu.7 Vesikel yang timbul juga serupa dengan varisela, yaitu berupa
vesikel berisi cairan dan disertai rasa nyeri neuropatik. Herpes zoster biasanya
menyerang dermatom toraks, sekitar T5 hingga T12. Sekitar 14 sampai 20%
pasien memiliki penyakit yang terdistribusi pada saraf kranial dan 16% pasien
terinfeksi pada dermatom lumbosakral terutama L1 hingga L2.24 Sekitar 40%
pasien dengan herpes zoster memiliki nilai leukosit dan
protein yang meningkat pada cairan serebrospinal.25 Pada individu yang
memiliki sistem imun yang baik, dermatom yang terinfeksi akan sembuh dalam

26
2 minggu, namun hipersensitivitas kulit dapat terus
berlangsung hingga 2 bulan.7,8
Faktor risiko terjadinya varisela berat dapat terjadi pada:2
 Neonatus umur 1 bulan , terutama lahir dari ibu dengan seronegatif.
Persalinan sebelum masa gestasi 28 minggu juga dengan resiko tinggi
terjadi varisela berat karena imunoglobulin G baru dapat masuk
transplasental ke bayi setelah umur 28 minggu.
 Dewasa muda atau dewasa
 Terapi steroid dosis tinggi (>2 mg/kg/hari) selama 2 minggu walaupun dosis
sama dalam jangka waktu pendek terutama saat memasuki atau selama
masa inkubasi.
 Keganasan terutama pada penderita leukemia. Hampir 30% penderita
leukemia terdapat varisela menyerang luas ke dalam alat viscera dengan
angka kematian 7%
 Gangguan imunitas (obat kanker, HIV), gangguan pada imunitas seluler
lebih mudah menyebabkan varisela berat.
 Kehamilan

Diagnosis Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium tidak perlu dilakukan untuk menegakkan
diagnosis.2 Bila memungkinkan atau terkait dengan kasus tertentu atau kasus
yang memerlukan konfirmasi laboaratoirum maka dapat dilakukan untuk
menegakkan varisela.6 Leukopenia terjadi pada 72 jam pertama, diikuti oleh
limfositosis. Pemeriksaan fungsi hati (75%) juga mengalami kenaikan. Pasien
dengan gangguan neurologi akibat varisela biasanya mengalami limfositik
pleositosis dan peningkatan protein pada cairan serebrospinal serta glukosa
yang umumnya dalam batas normal.8 Untuk pemeriksaan varisela bahan
dapat diambil dari dasar dasar vesikel dengan cara kerokan atau apusan dan
dicat dengan Giemsa, Hematoksillin Eosin (HE) atau apusan Tzank. Dari

27
bahan ini akan telihat sel-sel raksasa (giant cell) yang multi-nucleus dan epitel
sel dengan berisi acidophilic inclusion body.2
 Tehnik PCR

Varisela zoster polymerase chain reaction (PCR) adalah metode pilihan untuk
diagnosis varisela. VZV PCR ini merupakan metode yang dipilih untuk
diagnosis cepat pada kasus berat atau penyakit yang tidak biasa agar dapat
memulai terapi antiviral yang spesifik.6
 Teknik serologi

Salah satu metode serologik yang digunakan untuk mendiagnosis infeksi VZV
di dasarkan pada pemeriksaan serum akut dan konvalesens yaitu IgM dan IgG.
Pemeriksaan VZV IgM memiliki sensitifitas dan spesifisitas yang rendah.
Reaktivasi VZV memacu IgM yang terkadang sulit dibedakan dengan
kehadiran IgM pada infeksi primer. Salah satu kepentingan pemeriksaan
antibody IgG adalah untuk mengetahui status imun seseorang, dimana riwayat
penyakit variselanya tidak jelas. Pemeriksaan IgG mempunyai kepentingan
klinis, guna mengetahui antibodi pasif atau pernah
mendapat vaksin aktif terhadap varicela. Keberadaan IgG, pada dasarnya
merupakan petanda dari infeksi laten terkecuali pasien telah menerima
antibodi pasif dari immunoglobulin. Teknik lain adalah dengan menggunakan
fluorescent-antibodi membrane antigen assay, pemeriksaan ini dapat
mendeteksi antibodi yang terikat pada sel yang terinfeksi oleh VZV. Tes ini
sangat sensitif dan spesifik, hampir serupa dengan pemeriksaan enzyme
immunoassay atau imunoblotting.8 Pemeriksaan serologik lain yang
mendukung adalah lateks aglutinasi (LA) untuk mengetahui status imunitas
terhadap VZV.9,10 Jumlah dari enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA)
yang dapat digunakan untuk menangani penyakit yang diinduksi imunitas. Saat
ini metode ELISA tidak cukup sensitif untuk medeteksi serokonversi terhadap
vaksin, tapi berguna untuk skrining bagi mereka yang rentan terhadap
varisela.6

28
Terapi2,3,7
 Obat topikal
Pengobatan lokal dapat diberikan kalamin lotion atau bedak salisil
 Antipiretik/analgetik
Biasanya dipakai aspirin, asetaminofen; ibuprofen
 Antihistamin
Golongan antihistamin yang dapat digunakan, yaitu diphenhydramin
dengan dosis 1,25 mg/kgbb setiap 6 jam
 Obat antivirus
Asiklovir = 9 (2 hidroksi etoksi metil ) guanine)2
Asiklovir merupakan obat sintetik jenis analog nukleosida purin, mempunyai
sifat antiviral terhadap virus varisela-zoster dengan menghambat sintesis
DNA virus. Untuk mengaktifkan asiklovir, obat ini harus diubah ke bentuk
monofosfat oleh timidin kinase milik virus. Setelah terbentuk asiklovir-
monofosfat (asiklo-GMP), oleh guanil kinase dan enzim milik sel hospes
dirubah menjadi bentuk difosfat (asiklo-GDP) dan trifosfat (asiklo-GTP).
Bentuk akhir ini menghentikan replikasi DNA virus melalui tiga cara yaitu,
menghambat DNA-polimerase virus dengan berkompetisi terhadap
desoksiguanosintrifosfat, inkorporasi ke dalam DNA virujs yang sedang
memanjang mengakibatkan terminasi biosintesis rantai
DNA virus dan menonaktifkan DNA-polimerase virus.4 Obat antivirus
asiklovir menjadi pilihan utama untuk pengobatan spesifik untuk infeksi VZV,
namun obat ini tidak mencegah maupun mengobati VZV laten. Asiklovir
tersedia dalam bentuk topikal, oral maupun intravena, namun hanya oral
dan intravena yang berguna untuk melawan VZV.Pada pemberian peroral
hanya sekitar 15%-20% asiklovir yang diserap.11 Pada pasien
imunokompromais, varisela dapat menjadi berat bahkan menyebabkan
kematian. Terjadinya penyulit dikarenakan respon imun yang gagal
mengatasi replikasi dan penyebaran virus. Pemberian asiklovir intravena

29
pada pasien imunokompromais adalah penting dan dianjurkan diberikan
secepatnya,dalam 24 jam setelah timbulnya ruam walaupun
jumlah lesi baru sedikit dan tampak sakit ringan. Hal ini karena pada pasien
imunokompromais sulit untuk memprediksi derajat keparahan penyakit dan
pengobatan yang lebih cepat memberikan hasil luaran
yang lebih baik. Pasien imunokompromais termasuk leukemia, penyakit
keganasan yang mendapatkan pengobatan kortikosteroid, dan status
imunitas yang menurun. Pada kasus ini obat antivirus harus diberikan
secepat mungkin dalam 24 jam setelah timbulnya ruam. Dosis asiklovir
peroral adalah 20 mg/kg per kali (dosis maksimum 800. mg) lima kali sehari
selama lima hari dan dimulai dalam 24 jam setelah onset ruam sedangkan
asiklovir intravena pada umumnya diberikan dengan dosis 500 mg/m2
setiap 8 jam selama 7-10 hari.4

Komplikasi
1. Infeksi sekunder
Komplikasi yang paling sering ditemukan akibat infeksi varicella adalah
infeksi bakteri S. aureus atau Streptococcus pyogenes (grup
A beta hemolitik streptococcus).2,8, Antibiotik sebenarnya dapat dipakai
untuk mengurangi resiko kematian, namun pada keadaan sepsis kurang
berguna. Infeksi sekunder akibat bakteri biasanya ditandai dengan
munculnya bula atau selulitis,limfadenitis regional dan abses subkutan
dapat muncul. S. pyogenes umumnya menyebabkan varicela
gangrenosa yang bersifat invasif. Manifestasi lain yang adalah
pneumonia,arthritis, dan osteomyelitis.2
2. Otak2
Komplikasi ini lebih sering karena adanya gangguan imunitas. Acute
postinfectious cerebellar ataxia merupakan komplikasi pada otak yang
paling sering ditemukan (1:4000 kasus varisela). Biasanya timbul tiba-

30
tiba 2-3 minggu setelah varisela dan menetap selama 2 bulan.
Ensefelitis biasanya terjadi 1 dari 1000 kasus varisela dan memberikan
gejala ataksia serebelar dan biasanya timbul antara hari ke-3 sampai
hari ke-8 selama timbulnya rash. Biasanya besifat fatal.2 Komplikasi
pada susunan saraf pusat biasanya terjadi pada anak dibawah 5 tahun
dan lebih dari usia 20 tahun. Varicella ensefalitis biasanya dapat hilang
dengan sendirinya dalam waktu 24 hingga 72 jam. Begitu pula dengan
ataksia serebelum, biasanya hilang dalam beberapa waktu.2
3. Pneumonitis
Komplikasi ini biasanya dijumpai pada penderita keganasan, neonatus,
imunodefisiensi dan orang dewasa. Gambaran klinis penumonitis
adalah panas yang tetap tinggi, batuk, sesak napas, takipnu dan
kadang-kadang sianosis serta hemoptoe.2
4. Sindroma Reye
Komplikasi ini lebih jarang dijumpai. Sindrom ini merupakan
ensefalopati non inflamasi dengan degenerasi lemak pada hati dengan
gejala sebagai berikut yaitu nause dan vomitus serta hepatomegali.
Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan peningkatan SGOT dan
SGPT serta amonia. dapat merupakan komplikasi yang menyulitkan.
meningoensefalitis dan serebelar ataxia merupakan gejala utama yang
biasa terjadi.
Komplikasi lain yang mungkin pula terjadi, namun jarang sekali
ditemukan adalah myocarditis,hepatitis, perikarditis, pankreatitis, dan
orkitis.2
Komplikasi yang paling sering pada pasien onkologi anak adalah
pneumonia interstitial atau necrotizing, hepatitis dengan gagal hati akut,
superinfeksi bakteri, sekuele post-infeksi inflamatori (seperti ataksia
seberallar, hematologi yang abnormal, glomerulonefritis, ensefalitis).12

31
Pencegahan
Pencegahan Pasif dengan Antibodi
Varisela zoster immunoglobulin (VZIG) adalah antibodi IgG terhadap VZV
dengan dosis pemberian 125 unit/10 kg berat badan secara intramuskular (IM).
VZIG profilaksis diindikasikan untuk individu beresiko tinggi, termasuk anak-
anak imunodefisiensi, wanita hamil yang pernah mempunyai kontak langsung
dengan penderita varisela, neonatal yang terekspose oleh Ibu yang terinfeksi
varisela, setidaknya diberikan dalam waktu tidak lebih dari 96 jam. Antibodi
yang diberikan setelah timbulnya gejala tidak dapat mengurangi keparahan
yang terjadi. Profilaksis dengan Terapi Antiviral Uji efikasi profilaksis asiklovir
memberikan hasil yang cukup baik pada penderita transplantasi sumsum
tulang yang beresiko tinggi terkena infeksi VZV. Namun secara klinis,
profilaksis asiklovir sebagai pencegahan infeksi VZV jarang dipergunakan,
karena terapi VZV akan lebih efektif apabila gejala telah muncul. 1,3,13,14

Vaksinasi
Vaksin varisela hidup pertama kali dikembangkan di Jepang oleh
Takahashi (Takahashi,dkk,1974). Awalnya vaksin digunakan untuk
memproteksi anak dengan leukemia high risk (Gershon dkk. 1984;
Takahashi,dkk 1985). Pada 1989 vaksin pertama kali diperkenalkan pada anak
sehat di Jepang dan Korea dan di tahun 1995 di Amerika Serikat vaksin
disetujui oleh Food and Drug administration (FDA) untuk anak umur paling
tinggi 12 tahun dengan riwayat varisela negatif.15
Ada dua jenis vaksin VZV yang tersedia, Varillix dan Varivax. Keduanya
terdiri dari strain viral varisela Jepang, Oka, dan aman serta immunogenik
tinggi.6 Pada September 2005, FDA melisensi kombinasi vaksin hidup dari
measle-mumps-rubella dan varisela yang digunakan pada anak umur 12 bulan
sampai 12 tahun. Titer dari Oka VZV pada MMRV lebih tinggi dibanding
dengan antigen pada varisela vaksin tunggal, minimum 9,772 plaqueforming
unit (PFU) dibanding dengan 1,350 PFU berturut-turut.6

32
Indikasi:6,16,17
- Usia 12 bulan -13 tahun. Diberikan satu dosis
- Usia 13 tahun hingga dewasa diberikan dua dosis interval 4-8 minggu
- Infeksi limfoblastik leukemia akut dalam masa remisi dan HIV dengan
CD4 >25%, diberikan vaksin dalam 2 dosis dengan jarak 3 bulan.
Pada penelitian Van de Wetering dkk, dari 31 pasien onkologi,
keganasan hematologi (n=24) dan solid tumor (n=7), igG serokonversi terjadi
pada 14 pasien dari 31, atau 45% dari vaksinasi pertama. Hanya 20 pasien
yang di vaksinasi lagi setelah 3 bulan, karena pasien ini tidak serokonversi
(n=5) dan sisanya 15 orang untuk mempertahankan seropositif. Dari 20 pasien
ini rata-rata serokonversinya 70%.17
Pada pasien ini, tidak pernah diberikan vaksin varisela sejak bayi bahkan
hingga terdiagnosis LLA dan menjalani kemoterapi dengan protokol high risk
sebab vaksin VZV tidak termasuk dalam vaksinasi dasar di Indonesia. Dengan
adanya kemajuan vaksinasi saat ini dan pertimbangan bahwa pasien
tergolong dalam immunocompromised, demi menghindari komplikasi berat
dari varisela maka dapat diberikan vaksin VZV tanpa menginterupsi
kemoterapi yang sedang dijalani.
Menurut Smedegard, dkk, dari 52 anak yang divaksinasi didapatkan,
tidak ada anak yang meninggal atau mengalami efek yang serius dari
dikarenakan vaksinasi VZV.Pada sampel anak terjadi cacar air di luar dari
vaksinasi. Proteksi jangka panjang didapatkan pada 86% anak yang tidak
menerima asiklovir. Serokonversi jangka panjang didapatkan pada 52% anak.
Tidak ada anak yang terputus kemoterapinya selama vaksinasi, tetapi 33%
tidak meneruskan kemoterapi karena rash yang diinduksi vaksin.4
Pasien masih menjalani kemoterapi fase maintenance dan sudah
memasuki minggu ke-21 hari ke-3 saat terdiagnosa varisela. Obat kemoterapi
yang sedang diminum pasien adalah 6 merkatopurin dan methotrexate. Untuk
menjalani vaksinasi varisela, steroid harus dihentikan minimal 1 minggu

33
sebelum vaksinasi dan sebaiknya tidak dilakukan pada fase induksi dan
konsolidasi.17,18
Vaksinasi VZV pada anak dengan leukemia ditunda jika jumlah limfosit
< 0,7-1,2 x109/L atau pasien tidak dalam remisi 12 bulan atau sedang
menjalani radioterapi. Vaksin juga tidak diberikan untuk anak di bawah 12
bulan.19
Pada penelitian Cakir,dkk, didapatkan serokonversi pada pasien LLA
dengan double dose 1.48± 0.04 (P<.001, Wilcoxon signed-rank test) lebih baik
dibanding single dose 0.61±0.05 (P<.05 Wilcoxon signed-rank test). Untuk
mempertahankanserokonversi vaksin VZV pada pasien kanker, double dose
harus dilakukan.20

Kontraindikasi vaksin varisela dan vaksin yang terdiri dari VZV:6,15,16


- Reaksi alergi berat terhadap komponen vaksin atau pada dosis awal
sebelumnya
- Imunosupresi
- Kehamilan
- Penyakit akut yang berat atau sedang
- Penderita atau keluarga (orangtua atau saudara) dengan riwayat kejang
dikarenakan berbagai sebab
- Infeksi HIV simptomatik
- Kortikosteroid dosis tinggi
Caniza,dkk dalam penelitiannya menyatakan bahwa vaksinasi VZV
sendiri tidak disetujui sebagaimana yang diharapkan oleh para onkolog saat
vaksin telah tersedia, meskipun angka serokonversinya baik (80-85% setelah
1 dosis dan 90% setelah 2 dosis), risiko efek samping adalah alasan utamanya.
Lebih lanjut, kasus yang berkembang pada infeksi VZV yang berat dan
kematian setelah vaksinasi telah dilaporkan.pada penelitian ini. 22

34
Pada pasien ini tidak pernah sebelumnya diberikan vaksinasi VZV
selain karena bukan vaksinasi dasar di Indonesia, juga disebabkan
pertimbangan risiko yang timbul akibat vaksinasi.

35
DAFTAR PUSTAKA
1. Cherry , Harrison, Kaplan, Steinbach, Hotez. Feigin and Cherry’s: Textbook
of Pediatric Infectious Disease Seventh edition. Philadelphia: Saunders
Eklsevier: 2014. H 2023- 2032
2. Rampengan TH. Penyakit Infeksi Tropik pada Anak. Edisi 2. Jakarta: EGC;
2006. Hal. 90-102.
3. UKK Infeksi dan Penyakit Tropis. Varisela. Dalam:
Soedarmo SSP, Garna H, Hadinegoro SRS, Satari HI.
Buku Ajar Infeksi & Pediatri Tropis. Edisi ke-2. Jakarta:
Badan Penerbit IDAI; 2002. h. 134-42.
4. Theresia, Hadinegoro SRS. Terapi asiclovir pada anak dengan varisela
tanpa penyulit. Sari Pediatri. 2010;11: 440-447.
5. Gunawan S, Linardi P, Mantik MF, Veerman AP. Varicella Outbreak in
Pediatri Oncology Ward: the Manado experience. Asian Pac J Cancer Prev.
2010. 11:289-292
6. Smedegaard LM, Poulsen Anja, Kristensen IA ,dkk. Varicella Vaccination
of Children with Leukemia without Interruption of
Maintenance Therapy – A Danish Experience. Pediatr Infect Dis . 2016. 1-
23.
7. Center for Disease Control. Varicella. 11 September 2007. Diunduh dari
http://www,cdc.gov. Diakses pada tanggal 19 Juni 2016.
8. Heininger U, Seward JF. Varicella. Lancet 2006;368:1365-76.
9. Myers MG, Seward JF, LaRussa PS. Varisela-zoster
virus. Dalam: Kliegman RM, Behrman RE, Jenson HB,
Stanton BF, penyunting. Nelson Textbook of Pediatrics. Edisi ke-20.
Philadelphia: Saunders Elsevier; 2015 .h 1366-72.7.
10. Kliegman RM, Marcdante KJ, Jenson HB, Behrman RE. Nelson Essentials
of Pediatrics. Edisi ke-7. Philadelphia: Elseviers Saunders; 2014. h.470-
472.

36
11. Wolff Klaus, Johnson RA, Saavedra AP. Fitzspatrick Color Atlas and
Synopsis of Clinical Dermatology. Edisi ke-7. Gambar 1. 2015. Chapter 28.
12. Hay WW, Hayward AR, Levin MJ, Sondheimer JM. Current Pediatric
Diagnosis & Treatment. Edisi ke-22. New York: McGraw Hill; 2014. h.1117-
1119.
13. Alam MM, Qamar FN, Khan ZW. Risk factor for complicated Varicella
Infection in Pediatric Oncology Patient at tertiery health care facility in
Pakistan. J Infect Dev Ctries. 2014; 8(2):215-220.
14. Kimberlin DW, Brady MT, Jackson MA, Long SS, editor. Red Book 2015,
30th edition. 2015: 846
15. Papaloukas O, Giannouli G, Papaevangelou V. Successes and challenges
in varicella vaccine. Ther Adv Vaccine. 2014. 2(2). 39-55.
16. Fisher BT, Alexander Sarah, Dvorak CC. Epidemiology and Potential
Preventative Measures for ViralInfections in Children With Malignancy and
Those Undergoing Hematopoietic Cell Transplantation. Pediatr Blood
Cancer. 2012 July 15; 59(1): 11–15.
17. CDC. Prevention of varicella: recommendations of the Advisory Committee
on Immunization Practices (ACIP) MMWR 2007;56(No. RR-4):1–40.
18. Van de Wetering MD, Vossen Mireille TM., Jansen MH,dkk.
Varicella vaccination in pediatric oncology patients without
interruption of chemotherapy. Elsevier. Journal of clinical Virology. 47-52
19. Smith Michael. Vaccine Safety: medical contraindication, myths, and risk
communication. Pediatric. 2015; 36:24-35.
20. Cesaro Simone, Giacchino Mareva, Fioredda Francesca, dkk. Review
article. Guidelines on Vaccinations in Paediatric Haematology and
Oncology Patients. BioMed Research International. 2014. 1-10
21. Cakir FB, Timur Cetin, Yoruk Asim. Serokonversion status after single dose
an doses of varicella vaccination in children with leukemia. Pediatric
hemtology and oncology. 2012;29:191-194.

37
22. Caniza MA, Hunger SP, Schrauder A,dkk. The Controversy of Varicella
Vaccination in children with Acute Lymphoblastic Leukemia. Pediatr Blood
Cancer. 2012: 58(1):12-16.

38
LAMPIRAN
FOTO PASIEN

39
STATUS GIZI

40
41
42

Anda mungkin juga menyukai