Anda di halaman 1dari 47

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Gastroenteritis didefinisikan sebagai inflamasi dari membran mukosa saluran
pencernaan yaitu di lambung, usus halus dan atau usus besar. Gastroenteritis ditandai
dengan gejala utamanya yaitu diare, muntah, mual dan kadang disertai demam dan
nyeri abdomen. Definisi Diare menurut Depkes RI (2005), adalah bertambahnya
defekasi (buang air besar) lebih dari tiga kali sehari, disertai dengan perubahan
konsisten tinja (menjadi cair) dengan atau tanpa darah maupun lendir.1
Gastroenteritis akut menyerang anak pada tahun-tahun pertama kehidupannya.
Gastroenteritis akut menjadi salah satu penyebab kesakitan dan kematian tertinggi
pada anak di dunia. Diperkirakan terdapat 520.000 kematian pada anak berusia
kurang dari 5 tahun setiap tahunnya atau sekitar 10% dari kematian anak di seluruh
dunia.2 Berdasarkan data RISKESDAS KEMENKES Tahun 2018, prevalensi Diare
pada Balita menurut provinsi mengalami peningkatan pada tahun 2013 sebesar 8%
menjadi 10% di tahun 2018.3 Diare menempati posisi ke-tiga dari 10 kasus penyakit
terbanyak di Provinsi Kalimantan Tengah Pada tahun 2017. Menurut World
Gastroenterology Organization global guidelines Tahun 2005, etiologi diare akut
dibagi menjadi 4 penyebab : bakteri, virus, parasit dan non infeksi. Pada diare akut
lebih dari 90% disebabkan oleh infeksi.4
Beberapa dampak yang terjadi karena infeksi seluran cerna antara lain
pengeluaran toksin yang dapat menimbulkan gangguan sekresi dan reabsorpsi cairan
dan elektrolit dengan akibat dehidrasi, gangguan keseimbangan elektrolit dan
keseimbangan asam basa. Invasi dan destruksi sel epitel, penetrasi ke lamina propria
serta kerusakan mikrovili dapat menimbulkan keadaan maldigesti dan malabsorpsi.
Bila tidak mendapatkan penanganan yang adekuat pada akhirnya dapat mengalami
invasi sistemik.1

1
Oleh karena itu pada laporan kasus ini akan dibahas kasus Gastroenteritis akut
et causa Amebiasis dengan dehidrasi ringan sedang pada seorang anak yang di rawat
di RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya.

2
BAB II
KASUS

2.1. Anamnesis
Anamnesis dilakukan pada hari Senin, 9 Maret 2020 pukul 15.00 WIB
dengan ibu kandung pasien (allo-anamnesis) di ruang perawatan Flamboyan kelas
III RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya.

2.1.1. Identitas
a. Identitas Pasien
 Nama penderita : An. NR
 Jenis kelamin : Perempuan
 Tanggal lahir : Palangka Raya, 19 Maret 2015 (4 Tahun 11 Bulan)
 No. Rekam Medik : 34.10.22
 Pendidikan terakhir : Belum sekolah
 MRS : 6 Maret 2020 (20.00 WIB)
b. Identitas Orang Tua
 Nama Ibu : Ny. M ▪ Nama Ayah : Tn. LA
 Pendidikan : SLTA ▪ Pendidikan : SLTA
 Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga ▪ Pekerjaan : Swasta
 Alamat : Jl. Kapur Naga I ▪ Alamat : Jl. Kapur Naga I
2.1.2. Keluhan Utama
BAB Cair + 8 kali disertai Muntah ≥3 kali Sejak ±1 hari SMRS
2.1.3. Riwayat Penyakit Sekarang
 Os dibawa orang tuanya ke IGD RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya dengan
keluhan BAB cair disertai Muntah sejak ± 1 hari SMRS. Keluhan BAB cair
dengan frekuensi ≥8x/hari. Volume setiap kali BAB ± ¼ gelas air kemasan,
berwarna kehijauan, konsistensi cair, berbau busuk, sedikit ampas, disertai lendir,
darah (-).

3
 Keluhan BAB cair disertai keluhan muntah dengan frekuensi ≥3x sebanyak ¼
gelas aqua berwarna putih berisi air, sedikit makanan yang dimakan dan susu.
 Sebelumnya sejak ± 2 hari SMRS Os mengalami demam. Demam diketahui
melalui perabaan dan dikeluhkan naik turun setelah diberikan penurun panas.
 Keluhan menggigil (-) Riwayat kejang, batuk, pilek maupun sesak disangkal
keluarga penderita.
 BAK terakhir 1 x pada ± 6 jam SMRS. Os makin lemas dan tidak selera makan
serta tampak kehausan sehingga orang tua Os membawa Os ke IGD.
2.1.4. Riwayat Penyakit Dahulu
 Riwayat Diare Sebelumnya (+) pada saat usia 2 tahun. Di Opname selama 4 hari di
RSDS.
 Riwayat Kejang (-)
2.1.5 Riwayat kehamilan dan persalinan :
Riwayat Antenatal : Ibu rutin melakukan Antenatal Care(ANC) di bidan
praktek setiap bulan. Paparan terhadap zat kimia dan
radiasi disangkal. Ibu juga tidak mengkonsumsi alkohol
dan rokok.
Riwayat Natal : Bayi segera menangis, bernapas spontan dan
bergerak aktif (tidak ada penyulit)
Spontan/tidak spontan : Bayi lahir secara spontan
Nilai APGAR : Ibu tidak tahu
Berat badan lahir : 2600 gram
Panjang badan lahir : 49 cm
Lingkar kepala : Ibu tidak tahu
Penolong : Bidan
Tempat : Klinik Bersalin
Riwayat Neonatal : Anak tidak pernah dirawat selama masa neonatal

4
2.1.6. Riwayat pertumbuhan dan perkembangan :
o Pertumbuhan dan Perkembangan
Perkembaangan anak sejak lahir seperti tiarap, merangkak, duduk, berdiri dan
berjalan menurut ibu pasien sesuai dan sama dengan anak lain seusianya.
o Kesan
Riwayat perkembangan anak normal sesuai usia.
2.1.7. Riwayat imunisasi :
Hb0 : diberikan saat pasien dilahirkan
BCG : diberikan pada usia 1 bulan
Polio :
 Polio 1 : usia 1 bulan
 Polio 2 : usia 2 bulan
 Polio 3 : usia 3 bulan
 Polio 4 : usia 4 bulan
DPT/Hb1 : usia 2 bulan
DPT/HB2 : usia 3 bulan
DPT/HB3 : usia 4 bulan
Campak : Usia 9 bulan dan 24 bulan
2.1.8. Riwayat Makanan :
o 0 - 6 bulan : Anak hanya diberikan ASI eksklusif selama 6 bulan, diberikan
dalam 1 hari lebih dari 10 x tiap kali memberi ASI selama 10-15 menit
pemberian atau diberikan setiap kali menangis.
o 6 bulan – 8 bulan : anak diberikan MPASI, makan bubur saring, berupa nasi
yang dilumatkan ditambah dengan pemberian bubur tim 3x sehari dengan 1x
pemberian makan sebanyak 1 mangkok kecil. Asupan ASI masih diberikan 8-10
kali.
o 9 bulan – 11 bulan : Anak diberikan ASI tetap dan masih diberikan bubur
saring, anak makan 3x sehari dengan jumlah sekali makan yaitu 1 mangkok
kecil. Anak makan bubur dengan lauk yang bermacam-macam setiap harinya

5
seperti sayur, sop, ikan atau daging. Namun anak tidak menyukai pemberian
makanan yang bercampur dengan hati.
o 12 bulan – sekarang : Anak makan 3x sehari dengan jumlah sekali makan yaitu
1 piring. Anak makan nasi dengan lauk yang bermacam-macam setiap harinya
seperti sayur, sop, ikan, ditambah dengan camilan.
2.1.9. Riwayat penyakit keluarga :
Di dalam keluarga tidak ada yang menderita keluhan dan penyakit yang sama atau
keganasan lainnya.
Skema keluarga:

Tn. LA
Ny. M
An.
Keterangan:

= Laki-laki = Meninggal

= Perempuan = Sakit

Gambar 1. Skema Keluarga


Tabel 1. Susunan keluarga
No. Nama Umur L/P Jelaskan:
Sehat/Sakit (apa)/
meninggal (umur/sebab)
1. Tn. M 27 th L Sehat
2. Ny. LA 26 th P Sehat
3. An. NR 4 th 11 P Sakit saat ini
bln

2.1.10. Riwayat sosial lingkungan


Pasien tinggal bertiga dengan keluarga inti. Luas rumah berukuran ± 10x7
m. Lantai terbuat dari kayu dan bersekat dinding. Di rumah terdapat 4 ventilasi

6
dan 2 pintu. Jarak antara rumah dengan septi tank yaitu ± 10 m. jarak anatara
rumah pasien dan rumah tetangga tidak terlalu jauh ±2-3m. tempat pembuangan
sampah berada ±15m dari rumah. Parit-parit/selokan air berada didepan rumah,
terkadang meluap keatas saat hujan dan biasanya mampet karena sampah.
Ibu setiap hari membersihkan rumah, sebelum dan sesudah menyiapkan
makanan, ibu terkadang lupa mencuci tangan namun ibu selalu mencuci peralatan
yang dipakai memasak dan makan. Keluarga menggunakan galon isi ulang dan air
rebusan sebagai sumber minum.
2.2 Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan umum : Tampak lemas, tampak haus, gelisah, tampak sakit
sedang
Kesadaran : Compos mentis
GCS : E4V5 M6
2. Tanda Vital:
o Tekanan darah : 100/70 mmHg
o Frekuensi nadi : 128x/menit, regular, kuat angkat, isi cukup
o Frekuensi napas : 28x/menit, regular
o Temperatur : 36,80C
3. Antropometri
o Berat badan : 12,2 kg
o Panjang Badan : 108 cm
o Lingkar Kepala : 50 cm (Normochepal)

7
Gambar 2. Status Gizi Pasien Berdasarkan Kurva
CDC
BB aktual
Status gizi= ×100 %
BB ideal untuk Tinggi Aktual
12,2kg
¿ ×100 %=72 % (Gizi Kurang)
17 kg

TB aktual
Status gizi= × 100 %
TB bakuuntuk umur
108 cm
¿ × 100 %=102 % (Normal)
105 cm

8
Gambar 3. Hasil Pengukuran Antropometri Lingkar Kepala Menurut Nellhaus
Hasil Pengukuran Antropometri Lingkar Kepala Menurut Nellhaus (50 cm =
Normochepal)
4. Kulit
a. Warna : Kuning langsat
b. Sianosis : (-)
c. Hemangiom : (-)
d. Turgor : kembali cepat
e. Kelembaban : cukup
f. Pucat : (-)
5. Kepala
a. Bentuk : normocephal
b. UUB : sudah menutup
c. UUK : sudah menutup
d. Rambut :
i. Warna : hitam

9
ii. Tebal/tipis : tipis
iii. Distribusi : merata
iv. Alopesia : (-)
e. Mata:
i. Palpebra : tidak edema, mata cekung (+)
ii. Alis, bulumata: merata
iii. Konjungtiva : anemis (-)
iv. Sklera : tidak ikterik
v. Produksi air mata: Minimal
vi. Pupil : isokor, 3mm/3mm, refleks cahaya (+/+)
vii. Kornea : jernih
f. Telinga:
i. Bentuk : kartilago keras, liang telinga (+)
ii. Sekret : (-)
iii. Serumen : (-)
iv. Nyeri : (-)
g. Mulut:
i. Bentuk : simetris
ii. Bibir : mukosa kering
iii. Gusi : perdarahan (-) , bengkak (-)
iv. Gigi geligi : (+)
h. Lidah:
i. Bentuk : dalam batas normal
ii. Pucat : (-)
iii. Tremor : (-)
iv. Kotor : (-)
v. Warna : kemerahan
i. Faring:
i. Hiperemis : (-)

10
ii. Edema : (-)
iii. Membran/pseudomembran : (-)
j. Tonsil:
i. Warna : kemerahan
ii. Pembesaran : T1-T1
iii. Abses : (-)
iv. Membran/pseudomembran : (-)
6. Leher
a. Vena jugularis : teraba, 5+2 cmH2O
b. Pembesaran kelenjar getah bening: (-)
c. Kaku kuduk : (-)
d. Massa : (-)
e. Tortikalis : (-)
7. Thoraks
a. Dinding dada/paru:
Inspeksi : Bentuk : simetris
Retraksi : tidak ada
Dispnea : tidak ada
Pernafasan : thorakoabdominal
Palpasi : Fremitus fokal : simetris
Perkusi : sonor/sonor
Auskultasi : Suara Napas Dasar : Suara napas vesikuler
Suara Napas Tambahan :Rhonki (-/-), Wheezing (-/-)
b. Jantung :
Inspeksi : Iktus cordis: tidak terlihat
Palpasi : Apeks : tidak teraba
Thrill : tidak ada
Perkusi : Batas kanan: ICS II LPS Dex – ICS VI LPS Dex
Batas kiri : ICS II LPS Sin – ICS VI LMK Sin

11
Batas atas : ICS II LPS Dex – LCS II LPS Sin
Auskultasi : Frekuensi : 128x/menit, irama : reguler
Suara dasar: S1 dan S2 tunggal
Bising : tidak ada
8. Abdomen
Inspeksi : Bentuk : Datar
Lain-lain :-
Auskultasi : bising usus (+) 10x/menit
Palpasi :Supel, nyeri tekan (+) Reg. Epigastrik, hepar, lien dan ginjal tidak
teraba. Turgor kembali cepat.
Perkusi : hiper timpani (+), asites (-)
9. Ekstremitas : akral hangat, sianosis (-), CRT <2 detik, pitting edema (-)
Kekuatan otot 5/5/5/5
10. Susunan saraf : dalam batas normal
11. Genitalia : Perempuan.
12. Anus : eritema natum (-)

2.3 Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan saat di RSUD Dr. Doris Sylvanus:
1. Hasil Laboratorium tanggal 06/03/2020
Tabel 2. Hasil Laboratorium tanggal 06/03/2020
Pemeriksaan Nilai Nilai Rujukan
WBC 12.31 x 10^3/uL 4.00-12.00
Neu% 63.4% 50.0-70.0
Lym% 18.8% 20.0-60.0
Mon% 17.3% 3.0-12.0
Eos% 0.3% 0.5-0.5
Bas% 0.2% 0.0-1.0
Neu# 7.80x 10^3/uL 1.50-7.00
Lym# 2.31x 10^3/uL 1.00-3.70
Mon# 2.13x 10^3/uL 0.00-0.70
Eos# 0.04x 10^3/uL 0.00-0.40
Bas# 0.03x 10^3/uL 0.00-0.10

12
RBC 4.24x 10^6/uL 4.00-6.00
HGB 12.2 g/dL 10.5-18.0
HCT 33.1% 37.0-48.0
PLT 439x 10^3/uL 150-400
GDS 107 mg/dL

2. Hasil Laboratorium Pemeriksaan Feses tanggal 07/03/2020


Tabel 3. Pemeriksaan Makroskopis Tinja tanggal 07/03/2020
Perameter Hasil
Konsistensi dan bentuk Encer
Warna Hijau
Bau Khas
Darah -/neg
Lendir (+)/pos
Parasit -/neg
Lain-lain -/neg

Tabel 4. Pemeriksaan Makroskopis Tinja tanggal 07/03/2020


Jenis Hasil Satuan
Serat Makanan (+)/pos Lp 40x
Kristal -/neg Lp 40x
Lemak -/neg Lp 40x
Leukosit 10-12 sel Lp 40x
Eritrosit 2-3 sel Lp 40x
Telur Cacing -/neg Lp 40x
Amuba E.histolytica (+)/pos Lp 40x
Jamur -/neg Lp 40x

2.4. Daftar Abnormalitas


a. Anamnesis
 BAB Cair sejak ±1 hari SMRS. Frekuensi ≥8x/hari ,Volume ¼ gelas air
kemasan, Warna hijau kehitaman, konsistensi cair, ampas(+), lendIr (+),
darah (-).
 Muntah sejak ±1 hari SMRS, frekuensi ≥3x. warna putih, isi susu dan
makanan.
 Demam sejak ±2 hari SMRS,(tidak diukur dengan thermometer)
 Tidak mau makan, tampak kehausan.

13
b. Pemeriksaan Fisik
 Status gizi termasuk gizi kurang
 Mata Cekung
 Air Mata Minimal
 Mukosa Bibir Kering
 Hipertimpani (+)
 NT Epigastrik (+)
c. Pemeriksaan Penunjang
 Darah Lengkap→ Leukositosis, Neutrofilia,Monositosis.
 FL  Lendir (+), Leukosit (+), Amuba (E.Hystolytica)
2.5. Diagnosa
2.5.1. Diagnosa banding :

- OMA
- DBD
Malaria -Pankreatitis
Demam Infeksi virus Akut
- Hepatitis Akut
Non - malaria
Infeksi bakteri ISK

Ringan
Entamoeba
Histolytica Sedang
Parasite
Infeksi Bakteri Berat
Diare Virus
Non-infeksi

Tanpa dehidrasi
Dehidrasi
Ringan-sedang
Berat

14
2.5.2. Diagnosa kerja : GEA dengan dehidrasi ringan sedang ec Amoebiasis
2.5.3. Status gizi : Gizi Kurang ( berdasarkan kurva CDC)
BB/U : 72% (Gizi Kurang)
TB/U : 102% (normal)
Lingkar kepala (Normochepal)
2.6. Penatalaksanaan
1. Medikamentosa
Saat di IGD:
o IVFD RL 12tpm900cc habis dalam 5 Jam
o Inj. Ranitidine 15 mg IV
o Inj. Ondansentron 1,5 mg IV
o Cek Laboratorium
Advice dokter spesialis Anak
o IVFD RL 900 cc Habis dalam 5 Jam
o Inj. Ranitidine 2x15 mg IV
o Inj. Ondansentron 1,5 mg IV (k/p)
Peroral :
o Paracetamol syrup 3x1 cth
o Zink 1x20 mg.
o Cek FL diruangan
Saat di Ruangan:
o IVFD RL 12 tpm
o Inj. Metronidazole 3x40 mg IV
o Inj. Ranitidine 2x15 mg IV
o Inj. Ondansentron 3x1,5 mg IV
Peroral :
o Paracetamol syrup 3x1 cth
o Zink 1x20 mg.

15
o Multivitamin syr 1x1 cth
Non-medikamentosa
o Disarankan diit tinggi kalori tinggi protein, seperti susu, telur, daging,
o Disarankan untuk mengkosumsi makanan yang bersih dan menjaga
kebersihan.
2.7. Usulan Pemeriksaan
1. Pemeriksaan kultur darah
2. Pemeriksaan sediaan hapusan darah tepi
2.8. Prognosis
Quo ad vitam : Bonam
Quo ad functionam : Bonam
Quo ad sanationam : Bonam
2.9. Follow Up
Follow-up hari ke-1

06 Maret 2020
S  BAB cair sebanyak 2x di ruangan. Lendir (+) Darah (-)
 Muntah (-)
 Demam (-)
 Os masih tidak nafsu makan.
 BAK (+)
O Tanda-tanda vital Pemeriksaan Fisik
N : 108x/menit, kuat Kepala : Mata Cekung (-),Mukosa Bibir Kering
angkat, reguler (+)
RR : 24x/menit Abdomen : Supel (+) Hipertimpani (+) NT
S : 37,2oC Epigastrik (+) Turgor Kembali cepat.
A  GEA Dehidrasi Ringan-Sedang
P  Disarankan diit tinggi o IVFD RL 12 tpm
kalori tinggi protein, o Inj. Ranitidine 2x15 mg IV
seperti susu, telur, o Inj. Ondansentron 3x1,5 mg IV
daging, Peroral :
 Cek Feses Lengkap o Paracetamol syrup 3x1 cth
o Zink 1x20 mg.

16
Follow-up hari ke-2

07 Maret 2020
S  BAB cair ≥4x, Lendir (-), Darah (-), Warna Kuning Kehijauan
 Muntah (-)
 Demam (-)
 Os masih tidak nafsu makan
 BAK (+)
O Tanda-tanda vital Pemeriksaan Fisik
N : 108x/menit, kuat Kepala : Mata Cekung (-),Mukosa Bibir Kering
angkat, reguler (+)
RR : 24x/menit Abdomen : Supel (+) Hipertimpani (+) NT
S : 36,2oC Epigastrik (+) Turgor Kembali cepat.
Pemeriksaan Penunjang
Hasil FL  Amuba : E. Hystolytica (+)
Serat Makanan (+)
Konsistensi dan bentuk : Encer
Warna : Kuning
Lendir (+)
A  GEA Dehidrasi Ringan-Sedang e.c Amebiasis
P  Disarankan diit tinggi o IVFD RL 12 tpm
kalori tinggi protein, o Inj. Ranitidine 2x15 mg IV
seperti susu, telur, o Inj. Ondansentron 3x1,5 mg IV (k/p)
daging. o Inj. Metronidazole 3x40 mg IV (H1)
Peroral :
o Paracetamol syrup 3x1 cth (k/p)
o Zink 1x20 mg.

Follow-up hari ke-3

08 Maret 2020
S  BAB cair ≥3x, Lendir (-), Darah (-), Warna Kuning Kehijauan, sedikit –
sedikit.
 Muntah (-)
 Demam (-)
 Nyeri Perut
 Os sudah mau makan sedikit – sedikit
 BAK (+)
O Tanda-tanda vital Pemeriksaan Fisik
N : 100x/menit, kuat Kepala : Mata Cekung (-),Mukosa Bibir Kering

17
angkat, reguler (-)
RR : 24x/menit Abdomen: Supel (+) Hipertimpani (+) NT
S : 36,6oC Epigastrik (-) Turgor Kembali cepat.
A  GEA Dehidrasi Ringan-Sedang e.c Amebiasis (Perbaikan)
P  Disarankan diit tinggi o IVFD RL 12 tpm
kalori tinggi protein, o Inj. Ranitidine 2x15 mg IV
seperti susu, telur, o Inj. Ondansentron 3x1,5 mg IV (k/p)
daging. o Inj. Metronidazole 3x40 mg IV (H2)
Peroral :
o Paracetamol syrup 3x1 cth (k/p)
o Zink 1x20 mg.

Follow-up hari ke-4

09 Maret 2020
S  BAB cair (-), Lendir (-), Darah (-)
 Muntah (-)
 Demam (-)
 Nyeri Perut (-)
 Os sudah mau makan minum sedikit – sedikit
 BAK (+)
O Tanda-tanda vital Pemeriksaan Fisik
N : 102x/menit, kuat Kepala : Mata Cekung (-),Mukosa Bibir Kering
angkat, reguler (-)
RR : 23x/menit Abdomen: Supel (+)Timpani (+) NT Epigastrik (-)
S : 36,7oC Turgor Kembali cepat.
A  GEA Dehidrasi Ringan-Sedang e.c Amebiasis (Perbaikan)
P  Disarankan diit tinggi o IVFD RL 12 tpm
kalori tinggi protein, o Inj. Ranitidine 2x15 mg IV
seperti susu, telur, o Inj. Ondansentron 3x1,5 mg IV (k/p)
daging. o Inj. Metronidazole 3x40 mg IV (H3)
 Bila keadaan umum Peroral :
baik, Besok BLPL o Paracetamol syrup 3x1 cth (k/p)
o Zink 1x20 mg.

Follow-up hari ke-5

10 Maret 2020
S  BAB cair 2x sedikit - sedikit, Lendir (-), Darah (-), Warna Kuning
 Muntah (-)

18
 Demam (-)
 Nyeri Perut (-)
 Os sudah mau makan minum. BAK (+)
O Tanda-tanda vital Pemeriksaan Fisik
N : 104x/menit, kuat Kepala : Mata Cekung (-),Mukosa Bibir Kering
angkat, reguler (-)
RR : 24x/menit Abdomen: Supel (+) Timpani (+) NT Epigastrik
S : 36,5oC (-) Turgor Kembali cepat.
A  GEA Dehidrasi Ringan-Sedang e.c Amebiasis (Perbaikan)
P  BLPL Tx Oral
 Metronidazole 2x120 mg
 Multivitamin Syrup 1x1cth

BAB III

19
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Diare Akut


3.1.1 Definisi
Diare akut adalah buang air besar (BAB) pada bayi atau anak dengan
konsistensi yang lebih lunak atau cair dengan atau tanpa lendir dan darah yang
terjadi dengan frekuensi ≥3× dalam 24 jam dan berlangsung dalam waktu <14
hari.1,2
3.1.2. Etiologi5
Beberapa penyebab diare akut yang dapat menyebabkan diare pada manusia
adalah sebagai berikut :
a. Infeksi
- Bakteri: E. coli, Shigella, Salmonella, Vibrio, Yersinia, Campylobacter
- Virus: rotavirus, Norwalk virus, Adenovirus
- Parasit: Entamoeba histolytica, Giardia lamblia, Cryptosporidium parvum
- Alergi: protein air susu sapi
b. Intoleransi: karbohidrat
c. Malabsorpsi: karbohidrat, lemak, protein
d. Keracunan makanan
e. Zat kimia beracun
f. Toksin mikroorganisme: Clostridium perfringens, Staphylococcus aureus
g. Imunodefisiensi
3.1.3. Patofisiologi6
Diare terjadi karena adanya gangguan proses absorpsi dan sekresi cairan
serta elektrolit di dalam saluran cerna. Pada keadaan normal, usus halus akan
mengabsorbsi Na+, Cl-, HCO3-. Timbulnya penurunan dalam absorpsi dan
peningkatan sekresi mengakibatkan cairan berlebihan melebihi kapasitas kolon
dalam mengabsorpsi. Mekanisme ini sangat dipengaruhi oleh faktor mukosa
maupun faktor intra luminal saluran cerna.

20
Faktor mukosa dapat berupa perubahan dinamik mukosa yaitu adanya
peningkatan cell turnover dan fungsi usus yang belum matang dapat
menimbulkan gangguan absorpsi-sekresi dalam saluran cerna. Penurunan
area permukaan mukosa karena atrofi vilus, jejas pada brush border serta
pemotongan usus dapat menurunkan absorpsi. Selain itu, gangguan pada
sistem pencernaan (enzim spesifik) atau transport berupa defisiensi enzim
disakaridase dan enterokinase serta kerusakan pada ion transport (Na+/H+,
Cl-/HCO3-) juga menimbulkan gangguan absorpsi.
Faktor-faktor dalam intraluminal sendiri juga ikut berpengaruh,
seperti peningkatan osmolaritas akibat malabsorpsi (defisiensi disakaridase)
dan bacterial overgrowth. Insufisiensi pankreatik eksokrin, defisiensi garam
empedu danparasit adalah faktor intra luminal lain penyebab
penurunan absorbsi. Sedangkan peningkatan sekresi disebabkan oleh toksin
bakteri ( toxin cholera, E. coli), mediator inflamasi ( eicosanoids, produk sel
Mast lain), asam empedu dihidroksi, asam lemak hidroksi dan obat-obatan.
3.1.4. Manifestasi Klinis6,7
Infeksi usus menimbulkan tanda dan gejala gastrointestinal serta gejala
lainnya bila terjadi komplikasi ekstra intestinal termasuk manifestasi neurologik.
Maka pada penderita diare cair mengeluarkan tinja yang mengandung sejumlah
ion natrium, klorida, dan bikarbonat. Kehilangan air dan elektrolit akan semain
bertambah jika ada muntah dan kehilangan air juga meningkat bila ada panas. Hal
ini dapat terjadi dehidrasi, asidosis metabolik dan hipokalemia.
3.1.5. Diagnosis 7,8
3.1.5.1.Anamnesis
Hal-hal yang perlu ditanyakan pada anamnesis anak atau bayi dengan BAB cair :
a. Lama diare, frekuensi, volume, konsistensi feses, warna, bau,ada atau tidak
ada lendir maupun darah.
b. Bila disertai dengan muntah: volume dan frekuensi
c. Jumlah atau frekuensi buang air kecil

21
d. Makanan dan minuman yang diberikan selama diare
e. Gejala lain seperti panas badan, kejang atau penyakit lain yang menyertai
seperti batuk, pilek, dan campak
f. Tindakan yang sudah dilakukan: pemberian oralit, riwayat pengobatan
sebelumnya, dan riwayat imunisasi.
3.1.5.2.Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik meliputi BB dan tanda vital. Pemeriksaan
ditujukan pada tanda-tanda utama dehidrasi, berikut dibawah ini adalah tabel
derajat dehidrasi.7,8
Tabel 5. Derajat dehidrasi menurut WHO 200510

3.1.5.3.Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium pada diare yang diperlukan :
a. Feses rutin, makroskopik (warna, konsistensi, darah, lendir, nanah), dan
mikroskopik (eritrosit, leukosit, telur cacing, ameba, lemak).
b. Pada dehidrasi berat, perlu pemeriksaan laboratorium lebih lengkap seperti
darah rutin, elektrolit, dan analisis gas darah.7
3.1.6 Penatalaksanaan 8,9

22
Pengantian cairan dan elektrolit merupakan elemen yang penting dalam
terapi efektif diare akut. Beratnya dehidrasi secara akurat dinilai berdasarkan berat
badan yang hilang sebagai persentasi kehilangan total berat badan dibandingkan
berat badan sebelumnya sebagai baku emas.
a. Rehidrasi pada dehidrasi ringan-sedang
Rehidrasi pada dehidrasi ringan dan sedang dapat dilakukan dengan
pemberian oral sesuai dengan defisit yang terjadi namun jika gagal dapat diberikan
secara intravena sebanyak : 75 ml/kg bb/3jam. Pemberian cairan oral dapat
dilakukan setelah anak dapat minum sebanyak 5ml/kgbb/jam. Biasanya dapat
dilakukan setelah 3-4 jam pada bayi dan 1-2 jam pada anak . Penggantian cairan
bila masih ada diare atau muntah dapat diberikan sebanyak 10ml/kgbb setiap diare
atau muntah.
b. Rehidrasi pada dehidrasi berat
Penderita dengan dehidrasi berat, yaitu dehidrasi lebih dari 10% untuk bayi
dan anak dan menunjukkan gangguan tanda-tanda vital tubuh ( somnolen-koma,
pernafasan Kussmaul, gangguan dinamik sirkulasi ) memerlukan pemberian cairan
elektrolit parenteral. Penggantian cairan parenteral menurut panduan WHO
diberikan sebagai berikut:
- Usia <12 bln: 30ml/kgbb/1jam, selanjutnya 70ml/kgbb/5jam
- Usia >12 bln: 30ml/kgbb/1/2-1jam, selanjutnya 70ml/kgbb/2-2½ jam
Walaupun pada diare terapi cairan parenteral tidak cukup bagi kebutuhan
penderita akan kalori, namun hal ini tidak menjadi masalah besar karena tidak untuk
jangka waktu panjang. Apabila dehidrasi telah teratasi diberikan diet sebagaimana
biasanya. Itulah sebabnya mengapa pada pemberian terapi cairan diusahakan agar
penderita bila memungkinkan cepat mendapatkan makanan / minuman sebagai
biasanya bahkan pada dehidrasi ringan sedang yang tidak memerlukan terapi cairan
parenteral makan dan minum tetap dapat dilanjutkan.
Cara Pemberian Zink Pada Pasien Anak dengan Diare 7:

23
Pastikan semua anak yang menderita Diare mendapat obat Zink selama 10 hari
berturut-turut
1. Dosis obat Zinc (1 tablet = 20 mg)
- Umur < 6 bulan : 1/2 tablet /hari
- Umur ≥ 6 bulan : 1 tablet /hari
2. Larutkan tablet dalam satu sendok air matang atau ASI (tablet mudah larut
± 30 detik), segera berikan kepada anak.
3. Bila anak muntah sekitar setengah jam setelah pemberian obat Zink,
ulangi pemberian dengan cara memberikan potongan lebih kecil dilarutkan
beberapa kali hingga satu dosis penuh.
4. Bila anak menderita dehidrasi berat dan memerlukan cairan infus, tetap
berikan obat Zink segera setelah anak bisa minum atau makan
Penatalaksanaan Diare secara ringkas dikenal dengan LINTAS DIARE (Lima
Langka Tuntaskan Diare).6
1. Berikan oralit
2. Berikan tablet Zinc selama 10 hari berturutturut
3. Teruskan ASI-makan
4. Berikan antibiotik secara selektif
5. Berikan nasihat pada ibu/keluarga
Penatalaksanaan Diet Diare Akut
1. Tujuan
Tatalaksana diet pada anak dengan diare akut bertujuan memenuhi
kebutuhan zat gizi tanpa memperberat kerja saluran cerna dan mencegah serta
mengurangi resiko dehidrasi.
2. Prinsip
Prinsip Prinsip diet yang diperlukan pada anak dengan diare akut :
A. Pasien segera diberikan makanan oral setelah rehidrasi atau keadaan telah
memungkinkan, sedapat mungkin dilakukan dalam 24 jam pertama.

24
Pemberian makanan secara dini penting untuk mengurangi perubahan
keseimbangan protein kalori sekecil mungkin.
B. Makanan cukup energi dan protein. Bila terjadi gizi kurang dapat
diberikan diet energi tinggi 25% dari kebutuhan normalnya dan tinggi
protein.
C. Pemberian ASI diutamakn pada bayi. Pada anak yang mendapat susu
formula dapat diberikan selang-seling dengan oralit sehingga terjadi
ppengenceran laktosa dalam perut. Biila diare bertambah parah, pikirkan
kemungkinan terjadinya intoleransi terhadap laktosa sehingga susu
formula bebas laktosa dapat dianjurkan selama kira-kira 2-3 minggu,
selanjutnya dapat di coba ke susu formula yang biasa dipakai sebelumnya.
Susu formula diberikan sedikit demi sedikit dan sering, di antara
pemberian susu formula dapat diberikan makanan yang bermanfaat untuk
memfermentasi, pH susu menjadi rendah sehingga dapat menghambat
pertumbuhan bakteri dalam usus. Pemberian susu formula diencerkan
dalam jangka waktu yang lama hendaknya dicegah karena dapat
meningkatkan air pada feses. Pada bayi yang berusia kurang dari 6 bulan
yang diberi susu formula hendaknya diberi susu formula pada takaran
penuh setelah rehidrasi oral tercapai dalam 24 jam.
D. Pemberian cairan dan elektronik sesuai dengan kebutuhan menurut berat
badan dan umur.
E. Pemberian vitamin dan mineral dalam jumlah yang cukup.
F. Makanan yang diberikan tidak merangsang (bumbu tajam, tidak
menimbulkan gas dan rendah serat).
G. Makanan diberikan bertahap mulai dengan yang mudah dicerna ke bentuk
yang sesuai umur dan keadaan penyakit. 8)Makanan diberikan dalam porsi
kecil dengan frekuensi sering.
H. Khusus untuk penderita diare karena melabsorpsi, makanan yang
diberikan disesuaikan dengan penyebabnya :

25
 Malabsorpsi lemak (berikan trigliserida rantai menengah)
 Intoleransi laktosa (berikan makanan rendah atau bebas laktosa)
 Panmalabsorpsi (berikan makanan rendah laktosa atau disakarida
lain, glukosa polimer, trigliserida rantai menengah dan protein
hidrolisat yang bersifat isomolar dan hipoalergis)
3. Syarat
Syarat diet diare pada anak tanpa dehidrasi atau setelah redehidrasi adalah
sebagai berikut :
A. Energi normal sesuai dengan kebutuhan berdasarkan BB ideal sesuai
tinggi badan aktual. Diet sesuai usia anak di samping pemberian cairan
ORS rumatan.
B. Protein 10-15% total energi.
C. Lemak 25-30% total energi.
D. Karbohidrat 50-60% total energi.
E. Kebutuhan vitamin dan mineral sesuai dengan AKG.
F. Bila terjadi hipoglikemi berikan makanan tinggi kalium.
G. Suplemen mineral Zn diberikan minimal 14 hari.
H. Porsi kecil dengan frekuensi sering (minimal 6 kali per hari).
I. Volume kecil bertahap sesuai kemampuan.
J. Pemberian secara oral, enteral, parenteral atau kombinasi sesuai
kemampuan dan kondisi klinis.
K. Sesudah episod diare, energi semakin meningkat sesuai toleransi anak
L. Hindari: Jus buah kemasan atau minuman yang mengandung gas.
3.1.7 Prognosis
Dengan penggantian cairan yang adekuat, perawatan yang mendukung,
dan terapi antimikrobial jika diindikasikan, prognosis diare infeksius sangat baik
dengan morbiditas dan mortalitas minimal. Seperti kebanyakan penyakit,
morbiditas dan mortalitas terutama pada anak-anak dan pada lanjut usia. Di
Amerika Serikat, mortalitas berhubungan dengan diare infeksius < 1,0%.

26
Pengecualiannya pada infeksi EHEC dengan mortalitas 1,2% yang berhubungan
dengan sindrom uremik hemolitik.8

3.2. Amebiasis9
3.2.1 Definisi
Amebiasis (disentri ameba, enteritis ameba, colitis ameba) adalah penyakit
infeksi usus besar yang disebabkan oleh parasit usus Entamoeba Histolytica.10
Infeksi Entamoeba histolytica Amebiasis diderita lebih dari 50 juta orang setiap
tahunnya, dan menyebabkan 100.000 kematian.10
3.2.2 Etiologi10
Entamoeba histolytica merupakan protozoa usus, sering hidup sebagai
mikroorganisme komensal (apatogen) di usus besar manusia. Apabila kondisi
mengijinkan dapat berubah menjadi patogen dengan cara membentuk koloni di
dinding usus dan menembus dinding usus sehingga menimbulkan ulserasi.
Siklus hidup ameba ada 2 macam bentuk, yaitu bentuk trofozoit yang
dapat bergerak dan bentuk kista. Bentuk trofozoit ada 2 macam, yaitu trofozoit
komensial (<10 mm) dan trofozoit patogen (>10 mm).
Trofozoit komensal dapat dijumpai di lumen usus tanpa menyebabkan
gejala penyakit. Bila pasien mengalami diare, maka trofozoit akan keluar bersama
tinja. Pada pemeriksaan tinja di bawah mikroskop tampak trofozoit bergerak aktif
dengan pseudopodinya dan dibatasi oleh ektoplasma yang terang seperti kaca. Di
dalamnya ada endoplasma yang berbentuk butir-butir kecil dan sebuah inti di
dalamnya. Sementara trofozoit patogen yang dapat dijumpai di lumen dan dinding
usus (intraintestinal) maupun di luar usus (ekstraintestinal), mengakibatkan gejala
disentri. Diameternya lebih besar dari trofozoit komensal (sampai 50 mm) dan
mengandung beberapa eritrosit di dalamnya karena trofozoit ini sering menelan
eritrosit (haematophagus trophozoite). Bentuk trofozoit ini bertanggung jawab
terhadap timbulnya gejala penyakit namun cepat mati apabila berada di luar tubuh
manusia.

27
Bentuk kista ada 2 macam yaitu kista muda dan kista dewasa. Kista muda
berinti satu mengandung satu gelembung glikogen dan badan-badan kromatoid
yang berbentuk batang berujung tumpul. Kista dewasa berinti empat. Kista hanya
terbentuk dan dijumpai di dalam lumen usus, tidak dapat terbentuk di luar tubuh
dan tidak dapat dijumpai di dalam dinding usus atau di jaringan tubuh di luar usus.
Bentuk kista bertanggung jawab terhadap penularan penyakit, dapat hidup
lama di luar tubuh manusia, tahan terhadap asam lambung, dan kadar klor standard
di dalam sistem air minum. Diduga faktor kekeringan akibat penyerapan air
sepanjang usus besar menyebabkan trofozoit berubah menjadi kista. E. histolytica
oleh beberapa penulis dibagi menjadi dua ras yaitu ras besar dan ras kecil,
bergantung pada apakah dapat membentuk kista berdiameter lebih besar atau lebih
kecil dari 10 mm. strain kecil ternyata tidak patogen terhadap manusia dan
dinyatakan sebagai spesies tersendiri yaitu E. hartmanni.

Gambar 7. Skematis E. histolytica10

Gambar 4. Trofozoit dan kista Entamoeba histolytica14

3.2.3. Patofisiologi10,11

28
Trofozoit mula-mula hidup sebagai komensal di dalam lumen usus besar,
dapat berubah menjadi patogen, menembus mukosa usus dan menimbulkan ulkus.
Faktor yang menyebabkan perubahan sifat trofozoit tersebut sampai saat ini masih
belum diketahui dengan pasti. Diduga baik faktor kerentanan tubuh pasien, sifat
keganasan (virulensi) ameba, maupun lingkungannya mempunyai peran. Faktor-
faktor yang dapat menurunkan kerentanan tubuh misalnya kehamilan, kurang gizi,
penyakit keganasan, obat-obat imunosupresif, dan kortikosteroid. Sifat keganasan
ameba ditentukan oleh strainnya.
Strain amuba di daerah tropis ternyata lebih ganas dari pada strain di
daerah sedang. Akan tetapi sifat keganasan tersebut tidak stabil, dapat berubah
apabila keadaan lingkungan mengizinkan. Ameba yang ganas dapat memproduksi
enzim fosfoglukomutase dan lisozim yang dapat mengakibatkan kerusakan dan
nekrosis jaringan dinding usus. Bentuk ulkus ameba sangat khas yaitu di lapisan
mukosa berbentuk kecil, tetapi di lapisan submukosa dan muskularis melebar
(menggaung).
Akibatnya terjadi ulkus di permukaan mukosa usus menonjol dan hanya
terjadi reaksi radang yang minimal. Mukosa usus antara ulkus-ulkus tampak
normal. Gambaran ini sangat berbeda dengan disentri basiler, dimana mukosa
usus antara ulkus meradang. Pada pemeriksaan mikroskopik eksudat ulkus
tampak sel leukosit dalam jumlah banyak, akan tetapi lebih sedikit jika
dibandingkan dengan disentri basiler. Tampak pula kristal Charcot Leyden dan
kadang-kadang ditemukan trofozoit. Ulkus yang terjadi dapat menimbulkan
perdarahan dan apabila menembus lapisan muscular akan terjadi perforasi dan
peritonitis. Ulkus dapat terjadi di semua bagian usus besar, tetapi berdasarkan
frekuensi dan urut-urutan tempatnya adalah sekum, kolon asenden,
rectum,sigmoid, apendiks dan ileum terminalis. Infeksi kronik dapat
menimbulkan reaksi terbentuknya masa jaringan granulasi yang disebut
ameboma, yang sering terjadi di daerah sekum dan sigmoid. Dari ulkus di dalam
dinding usus besar, ameba dapat mengadakan metastasis ke hati lewat cabang

29
vena porta dan menimbulkan abses hati. Embolisasi lewat pembuluh darah atau
pembuluh getah bening dapat pula terjadi ke paru, otak, atau limpa dan
menimbulkan abses di sana, akan tetapi peristiwa ini jarang terjadi.
Infeksi terjadi jika menelan kista matang dari parasit. Ameba ini masuk ke
dalam usus dan dapat menginfeksi jaringan hospes, hidup di lumen usus besar
tanpa invasi atau menjadi kista. Jika sistem kekebalan tubuh lemah maka akan
terjadi invasi ameba ke jaringan. Bentuk histolitika akan memasuki mukosa usus
besar yang utuh dan mengeluarkan enzim dan dapat menghancurkan jaringan.
Enzim ini yaitu cystein proteinase yang disebut histolisin. Invasi pada jaringan
menyebabkan sel-sel darah merah dimakan oleh trofozoit dan menyebabkan
perdarahan. Trofozoit ini memasuki jaringan usus dan merusak epitel dari usus
besar dengan memproduksi enzim proteolitik . Luka-luka akibat destruksi epitel
dapat dangkal karena hanya mukosa atau dapat juga dalam jika mengenai
submukosa. Pada submukosa trofozoit memperbanyak diri dan menimbulkan
mikroabses yang akhirnya menimbulkan ulkus. Dengan peristaltik usus, bentuk
ini dikeluarkan bersama isi ulkus rongga usus dan dikeluarkan bersama tinja.
Tinja ini disebut disentri yaitu tinja yang bercampur lendir dan darah.
3.2.4. Klasifikasi110,11
Berdasarkan berat ringannya gejala yang ditimbulkan maka amebiasis dapat
dibagi menjadi carrier (cyst passer), amebiasis intestinal ringan (disentri ameba
ringan), amebiasis intestinal sedang (disentri ameba sedang), disentri ameba berat dan
disentri ameba kronik.
A. Carrier (Cyst Passer)
Pasien tidak menunjukkan gejala klinis sama sekali. Hal ini disebabkan
karen ameba yang berada di dalam lumen usus besar tidak mengadakan invasi ke
dinding usus.

B. Amebiasis Intestinal Ringan (Disentri Ameba Ringan)

30
Timbulnya penyakit (onset penyakit) perlahan-lahan. Penderita biasanya
mengeluh perut kembung dan kadang-kadang nyeri perut ringan. Dapat timbul
diare ringan, 4-5 kali sehari, dengan tinja berbau busuk. Kadang-kadang tinja
bercampur darah dan lendir. Sedikit nyeri tekan di daerah sigmoid. Jarang nyeri di
daerah epigastrium yang mirip ulkus peptik, keadaan tersebut bergantung kepada
lokasi ulkusnya. Keadaan umum pasien biasanya baik, tanpa atau disertai demam
ringan (subfebril). Kadang–kadang terdapat hepatomegali yang tidak atau sedikit
nyeri tekan.
C. Amebiasis Intestinal Sedang (Disentri Ameba Sedang)
Keluhan pasien dan gejala klinis lebih berat dibanding disentri ringan,
tetapi pasien masih mampu melakukan aktivitas sehari-hari, tinja disertai darah
dan lendir. Pasien mengeluh perut kram, demam dan lemah badan, disertai
hepatomegali yang nyeri tekan.
D. Disentri Ameba Berat
Keluhan dan gejala klinis lebih hebat lagi. Penderita mengalami diare
disertai darah yang banyak, lebih dari 15 kali sehari. Demam tinggi (40 oC-
40,5oC), disertai mual dan anemia. Pada saat ini tidak dianjurkan melakukan
pemeriksaan sigmoidoskopi karena dapat mengakibatkan perforasi usus.
E. Disentri Ameba Kronik
Gejalanya menyerupai disentri ameba ringan, serangan-serangan diare
diselingi dengan periode normal atau tanpa gejala. Keadaan ini dapat berjalan
berbulan-bulan sampai bertahun-tahun. Pasien biasanya menunjukkan gejala
neurasthenia. Serangan diare biasanya terjadi karena kelelahan, demam atau
makanan yang sukar dicerna.
3.2.5. Diagnosis11
Diagnosis pada disentri ameba dapat ditegakan dengan anamnesis,
pemeriksaan fisik serta pemeriksaan laboratorium. Pada disentri amoeba ringan
penderita biasanya mengeluh perut kembung, kadang nyeri perut ringan. Dapat
timbul diare ringan, 4-5 kali sehari, dengan tinja berbau busuk. Kadang juga tinja

31
bercampur darah dan lendir. Terdapat sedikit nyeri tekan di daerah sigmoid, jarang
nyeri di daerah epigastrium. Keadaan tersebut bergantung pada lokasi ulkusnya.
Keadaan umum pasien biasanya baik, tanpa atau sedikit demam ringan (subfebris).
Kadang dijumpai hepatomegali yang tidak atau sedikit nyeri tekan.
Sedangkan pada disentri amoeba sedang, keluhan pasien dan gejala klinis
lebih berat dibanding disentri ringan, tetapi pasien masih mampu melakukan
aktivitas sehari-hari. Tinja biasanya disertai lendir dan darah. Pasien mengeluh
perut kram, demam dan lemah badan disertai hepatomegali yang nyeri ringan. Pada
disentri amoeba berat keluhan dan gejala klinis lebih berat lagi. Penderita
mengalami diare disertai darah yang banyak, lebih dari 15 kali sehari, demam
tinggi (400 C-40,50C) disertai mual dan anemia. Sedangkan pada disentri amoeba
kronik gejalanya menyerupai disentri amoeba ringan, serangan-serangan diare
diselingi dengan periode normal atau tanpa gejala. Keadaan ini dapat berjalan
berbulan-bulan hingga bertahun-tahun. Pasien biasanya menunjukkan gejala
neurastenia. Serangan diare yang terjadi biasanya dikarenakan kelelahan, demam
atau makanan yang sulit dicerna.
3.2.6. Komplikasi12
1. Toxic megacolon
2. Fulminant necrotizing colitis
3. Ameboma
4. Perforasi
5. Pendarahan saluran cerna
3.2.7. Penatalaksanaan12
1. Terapi Supportive (supportive therapy)
Terapi ini berhubungan dengan sifat virulensi amoeba. Biasanya dengan
menggunakan diet tinggi protein dan rendah karbohidrat, yakni :
- Tinggi protein, akan mempertinggi daya tahan host.
- Rendah karbohidrat, akan menurunkan virulensi infeksi.
2. Terapi Kausal ( Causal therapy ) Ditujukan terhadap:

32
- Parasit.
- Bakteri yang menyebabkan sekunder infeksi.
Dengan Terapi Farmakologi sebagai berikut :
a. Metronidazol (Nitraomidazol).
Metronidazol merupakan obat pilihan, karena efektif terhadap bentuk
histolytica dan bentuk kista. Efek samping ringan, antara lain, mual,
muntah dan pusing, dosis untuk anak 50 mg/kgBB/hari.
b. Emetin Hidroklorida.
Obat ini berkhasiat terhadap bentuk histolitika. Pemberian emetin ini
hanya efektif bila diberikan secara parenteral karena pada pemberian
secara oral absorpsinya tidak sempurna. Toksisitasnya relatif tinggi,
terutama terhadap otot jantung. Dosis maksimum untuk orang dewasa
adalah 65 mg sehari. Lama pengobatan 4 sampai 6 hari. Pada orang tua
dan orang yang sakit berat, dosis harus dikurangi. Pemberian emetin tidak
dianjurkan pada wanita hamil, pada penderita dengan gangguan jantung
dan ginjal. Dehidroemetin relatif kurang toksik dibandingkan dengan
emetin dan dapat diberikan secara oral. Dosis maksimum adalah 0,1 gram
sehari, diberikan selama 4–6 hari. Emetin dan dehidroemetin efektif untuk
pengobatan abses hati (amoebiasis hati).
c. Klorokuin.
Obat ini merupakan amoebisid jaringan, berkhasiat terhadap bentuk
histolytica. Efek samping dan efek toksiknya bersifat ringan antara lain,
mual, muntah, diare, sakit kepala. Dosis untuk orang dewasa adalah 1
gram sehari selama 2 hari, kemudian 500 mg sehari selama 2 sampai 3
minggu.

BAB IV

33
PEMBAHASAN

Dilaporkan anak perempuan 4 tahun 11 bulan dengan berat badan 12,2 kg


di rawat inap di ruang Flamboyan RSUD dr. Doris Sylvanus pada 9 Maret 2020
dengan keuhan diare, muntah dan demam. Setelah dilakukan anamnesis,
pemeriksaan fisik dan penunjang pasien didiagnosis dengan Gastroenteritis Akut
dengan dehidrasi ringan sedang ec Amoebiasis dan Gizi Kurang.
Anak didiagnosis Gastroenteritis Akut dengan dehidrasi ringan sedang ec
Amoebiasis dan Gizi Kurang berdasarkan :
1. Anamnesis
 Dari anamnesis didapatkan keluhan utama BAB cair sejak ± 1 hari SMRS. Os
dibawa orang tuanya ke IGD RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya
dengan keluhan BAB cair sejak ± 1 hari SMRS. Keluhan BAB cair dengan
frekuensi ≥8x/hari. Pagi hari sebelum ke RS Os BAB cair ≥3x. Volume setiap
kali BAB ± ¼ gelas air kemasan, berwarna kehijauan, konsistensi cair, sedikit
ampas, berbau busuk, disertai lendir (+), darah (-).
 Pasien juga mengeluh muntah sejak ±1 hari SMRS, frekuensi ≥3x. warna
putih, isi susu dan makanan.
 Sebelumnya sejak ± 2 hari SMRS Os mengalami demam. Demam diketahui
melalui perabaan dan dikeluhkan naik turun setelah diberikan penurun panas.
 Keluhan menggigil (-) Riwayat kejang, batuk, pilek maupun sesak disangkal
keluarga penderita.
 BAK terakhir Pada ± 6 jam SMRS. Os makin lemas dan tidak selera makan
serta tampak kehausan sehingga orang tua Os membawa Os ke IGD.
 Riwayat Penyakit Dahulu : Diare Sebelumnya (+) pada saat usia 2 tahun. Di
Opname selama 4 hari di RSDS.
 Riwayat sosial pasien diketahui juga apabila pasien tinggal bertiga dengan
keluarga inti. Luas rumah berukuran ± 10x7 m. Lantai terbuat dari kayu dan
bersekat dinding. Di rumah terdapat 4 ventilasi dan 2 pintu. Jarak antara

34
rumah dengan septi tank yaitu ± 10 m. jarak anatara rumah pasien dan rumah
tetangga tidak terlalu jauh ±2-3m. tempat pembuangan sampah berada ±15m
dari rumah. Parit-parit/selokan air berada didepan rumah, terkadang meluap
keatas saat hujan dan biasanya mampet karena sampah.
Ibu setiap hari membersihkan rumah, sebelum dan sesudah menyiapkan
makanan, ibu terkadang lupa mencuci tangan namun ibu selalu mencuci peralatan
yang dipakai memasak dan makan. Keluarga menggunakan galon isi ulang dan air
rebusan sebagai sumber minum.
Berdasarkan literature diare akut adalah buang air besar (BAB) pada bayi
atau anak dengan konsistensi yang lebih lunak atau cair dengan atau tanpa lender
dan darah yang terjadi dengan frekuensi ≥3× dalam 24 jam dan berlangsung
dalam waktu <14 hr. Diare terjadi karena adanya gangguan proses absorpsi dan
sekresi cairan serta elektrolit di dalam saluran cerna. Pada keadaan normal, usus
halus akan mengabsorbsi Na+, Cl-, HCO3-. Timbulnya penurunan dalam absorpsi
dan peningkatan sekresi mengakibatkan cairan berlebihan melebihi kapasitas
kolon dalam mengabsorpsi. Mekanisme ini sangat dipengaruhi oleh faktor
mukosa maupun faktor intra luminal saluran cerna.
Amebiasis (disentri ameba, enteritis ameba, colitis ameba) adalah penyakit
infeksi usus besar yang disebabkan oleh parasit usus Entamoeba Histolytica.
Entamoeba histolytica merupakan protozoa usus, sering hidup sebagai
mikroorganisme komensal (apatogen) di usus besar manusia. Apabila kondisi
mengijinkan dapat berubah menjadi patogen dengan cara membentuk koloni di
dinding usus dan menembus dinding usus sehingga menimbulkan ulserasi.
Trofozoit komensal dapat dijumpai di lumen usus tanpa menyebabkan gejala
penyakit. Bila pasien mengalami diare, maka trofozoit akan keluar bersama tinja.
Pada pasien ini diare timbul dengan frekuensi > 3 x dalam 24 jam,
konsistensi cair, berwarna kehijauan dan berbau busuk. Pasien juga mengalami
muntah > 3 x disertai dengan, BAK (+) 1x + 6 jam SMRS, kehilangan selera
makan dan tampak kehausan. Diketahui juga berdasarkan riwayat sosial pasien

35
dan keluarga, Parit-parit/selokan air berada didepan rumah, terkadang meluap
keatas saat hujan dan biasanya mampet karena sampah. Ibu setiap hari
membersihkan rumah, sebelum dan sesudah menyiapkan makanan, ibu terkadang
lupa mencuci tangan namun ibu selalu mencuci peralatan yang dipakai memasak
dan makan serta keluarga menggunakan galon isi ulang. Pasien juga pernah
mengalami diare pada usia 2 tahun dan dirawat di RS Doris Sylvannus Palangka
Raya. Hal ini menunjukkan kurangnya hygiene pada lingkungan social pasien
yang dapat memicu terjadinya diare.

2. Pemeriksaan Fisik
 Pada keadaan umum pasien tampak lemas, haus, tampak sakit sedang. Tanda
– tanda vital pasien masih daam batas normal namun didapatkan peningkatan
denyut nadi 128 x/menit.
 Pemeriksaan Status Gizi dengan Kurva CDC :
BB aktual
Status gizi= ×100 %
BB ideal untuk Tinggi Aktual
12,2kg
¿ ×100 %=72 % (Gizi Kurang)
17 kg

TB aktual
Status gizi= × 100 %
TB bakuuntuk umur
108 cm
¿ × 100 %=102 % (Normal)
105 cm
 Pada pemeriksaan fisik status generalisata saat di ruang pemeriksaan
didapatkan tanda-tanda dehidrasi seperti mata cekung, produksi air mata
minimal, dan mukosa bibir kering.
 Pada pemeriksaan abdomen ditemukan Hipertimpani (+) dan Nyeri Tekan
region epigastrik. Tidak ditemukan adanya eritema natum(-).
Berdasarkan literature dehidrasi adalah kurangnya cairan di dalam tubuh
karena jumlah yang keluar lebih besar dari pada jumlah yang masuk. Jika tubuh
kehilangan banyak cairan, maka tubuh akan mengalami dehidrasi. Bahaya
dehidrasi diantaranya adalah penurunan kemampuan kognitif karena sulit
berkonsentrasi, risiko infeksi saluran kemih dan terbentuknya batu ginjal. Infeksi

36
pada usus menimbulkan tanda dan gejala gastrointestinal serta gejala lainnya bila
terjadi komplikasi ekstra intestinal termasuk manifestasi neurologik. Maka pada
penderita diare cair yang mengeluarkan tinja yang mengandung sejumlah
elektrolit dapat menyebabkan berbagai komplikasi. Kehilangan air dan elektrolit
akan semain bertambah jika ada muntah dan kehilangan air juga meningkat bila
ada panas. Hal ini dapat terjadi dehidrasi.
Pada pasien ini menunjukkan tanda – tanda dehidrasi ringan sedang akibat
dari diare dan muntah yaitu tampak lemas dan haus, pada pemeriksaan fisik
ditemukan mata tampak cekung, air mata minimal, mukosa kering, turgor kembali
cepat.
Pada kasus ini pasien diduga mengalami diare akibat dari amebiasis oleh
parasite Entamoeba histolytica. Entamoeba histolytica merupakan protozoa usus,
sering hidup sebagai mikroorganisme komensal (apatogen) di usus besar
manusia.Berdasarkan berat ringannya gejala yang ditimbulkan maka amebiasis
dapat dibagi menjadi carrier (cyst passer), amebiasis intestinal ringan (disentri
ameba ringan), amebiasis intestinal sedang (disentri ameba sedang), disentri
ameba berat dan disentri ameba kronik.
Amebiasis Intestinal ringan menunjukkan gejala klinis timbulnya penyakit
(onset penyakit) perlahan-lahan. Penderita biasanya mengeluh perut kembung dan
kadang-kadang nyeri perut ringan, dapat timbul diare ringan, 4-5 kali sehari,
dengan tinja berbau busuk. Kadang-kadang tinja bercampur darah dan lendir.
Sedikit nyeri tekan di daerah sigmoid. Jarang nyeri di daerah epigastrium yang
mirip ulkus peptik, keadaan tersebut bergantung kepada lokasi ulkusnya. Keadaan
umum pasien biasanya baik, tanpa atau disertai demam ringan (subfebril).
Kadang–kadang terdapat hepatomegali yang tidak atau sedikit nyeri tekan.
Pada pasien ini menunjukkan amebiasis intestinal ringan selain terdapat
diare > 3x dengan lendir dan berbau busuk serta demam, pada pemeriksaan fisik
juga ditemukan nyeri tekan pada abdomen ringan di daerah epigastrium,

37
Pada pasien ini menunjukkan pasien mengalami gizi kurang berdasarkan
pemeriksaan dengan kurva CDC, dengan hasil ≥-2.0 s/d Zscore ≤-3.0. Gizi kurang
adalah suatu keadaan dimana kebutuhan nutrisi pada tubuh tidak terpenuhi dalam
jangka waktu tertentu sehingga tubuh akan memecah cadangan makanan yang
berada di bawah lapisan lemak dan lapisan organ tubuh.14
Gizi kurang merupakan keadaan kurang gizi tingkat berat yang disebabkan
oleh rendahnya konsumsi energi protein dari makanan sehari-hari dan terjadi
dalam waktu yang cukup lama.15
3. Pemeriksaan Penunjang
Pada pasien ada dilakukan pemeriksaan berupa :
Tabel 2. Hasil Laboratorium tanggal 06/03/2020
Pemeriksaan Nilai Nilai Rujukan
WBC 12.31 x 10^3/uL 4.00-12.00
Neu% 63.4% 50.0-70.0
Lym% 18.8% 20.0-60.0
Mon% 17.3% 3.0-12.0
Eos% 0.3% 0.5-0.5
Bas% 0.2% 0.0-1.0
Neu# 7.80x 10^3/uL 1.50-7.00
Lym# 2.31x 10^3/uL 1.00-3.70
Mon# 2.13x 10^3/uL 0.00-0.70
Eos# 0.04x 10^3/uL 0.00-0.40
Bas# 0.03x 10^3/uL 0.00-0.10
RBC 4.24x 10^6/uL 4.00-6.00
HGB 12.2 g/dL 10.5-18.0
HCT 33.1% 37.0-48.0
PLT 439x 10^3/uL 150-400
GDS 107 mg/dL
Kesan : Hasil pemeriksaan Darah Lengkap menunjukkan leukositosis, neutrofilia
dan monositosis.
Dari hasil pemeriksaan laboratorium pada hari pertama masuk di IGD
didapatkan hasil yang abnormal yaitu pada pemeriksaan leukosit 12.310/uL
dengan Hitung jenis Leukosit Neutrofil 63,4% dan monosit 17,3%. Peningkatan
Leukosit dapat menjadi tanda – tanda terjadinya infeksi. Pada hitung jenis

38
leukosit, peningkatan Neutrofil dan monosit menjadi tanda bahwa sedang terjadi
proses infeksi dan inflamasi.
Tabel 3. Pemeriksaan Makroskopis Tinja tanggal 07/03/2020
Perameter Hasil
Konsistensi dan bentuk Encer
Warna Hijau
Bau Khas
Darah -/neg
Lendir (+)/pos
Parasit -/neg
Lain-lain -/neg

Tabel 4. Pemeriksaan Makroskopis Tinja tanggal 07/03/2020


Jenis Hasil Satuan
Serat Makanan (+)/pos Lp 40x
Kristal -/neg Lp 40x
Lemak -/neg Lp 40x
Leukosit 10-12 sel Lp 40x
Eritrosit 2-3 sel Lp 40x
Telur Cacing -/neg Lp 40x
Amuba E.histolytica (+)/pos Lp 40x
Jamur -/neg Lp 40x

Kesan :
FL  Lendir (+), Leukosit (+), Amuba (E.Hystolytica)
Menurut literatur Entamoeba hystolytica merupakan protozoa usus, sering
hidup sebagai mikroorganisme komensal (apatogen) di usus besar manusia.
Apabila kondisi mengijinkan dapat berubah menjadi patogen dengan cara
membentuk koloni di dinding usus dan menembus dinding usus sehingga
menimbulkan ulserasi.
Pada pasien ini dilakukan pemeriksaan Feses Lengkap dan didapatkan
hasil Konsistensi encer, warna kuning, lendir (+), dan ditemukan Parasit
Entamoeba hystolytica. Hal ini sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa 90%
etiologi dari diare akut adalah Infeksi. Baik infeksi virus, bakteri, parasit.

39
Entamoeba hystolytica adalah salah satu penyebab diare karena parasit yang
disebut dengan disentri amuba / amebiasis. Infeksi Entamoeba histolytica
Amebiasis diderita lebih dari 50 juta orang setiap tahunnya, dan menyebabkan
100.000 kematian.13
Trofozoit mula-mula hidup sebagai komensal di dalam lumen usus besar,
dapat berubah menjadi patogen, menembus mukosa usus dan menimbulkan ulkus.
11
Faktor yang menyebabkan perubahan sifat trofozoit tersebut sampai saat ini
masih belum diketahui dengan pasti.11 Diduga baik faktor kerentanan tubuh
pasien, sifat keganasan (virulensi) ameba, maupun lingkungannya mempunyai
peran. Faktor-faktor yang dapat menurunkan kerentanan tubuh misalnya
kehamilan, kurang gizi, penyakit keganasan, obat-obat imunosupresif, dan
kortikosteroid. Sifat keganasan ameba ditentukan oleh strainnya.11
Infeksi terjadi jika menelan kista matang dari parasit. Ameba ini masuk ke
dalam usus dan dapat menginfeksi jaringan hospes, hidup di lumen usus besar tanpa
invasi atau menjadi kista. Jika sistem kekebalan tubuh lemah maka akan terjadi
invasi ameba ke jaringan. Bentuk hystolit akan memasuki mukosa usus besar yang
utuh dan mengeluarkan enzim dan dapat menghancurkan jaringan. Enzim ini yaitu
cystein proteinase yang disebut histolisin. Invasi pada jaringan menyebabkan sel-
sel darah merah dimakan oleh trofozoit dan dapat menyebabkan perdarahan.
Trofozoit ini memasuki jaringan usus dan merusak epitel dari usus besar dengan
memproduksi enzim proteolitik . Ukus – ulkus akibat destruksi epitel dapat dangkal
karena hanya mukosa atau dapat juga dalam jika mengenai submukosa. Pada
submukosa trofozoit memperbanyak diri dan menimbulkan mikroabses yang
akhirnya menimbulkan ulkus. Dengan peristaltik usus, bentuk ini dikeluarkan
bersama isi ulkus rongga usus dan dikeluarkan bersama tinja. Tinja ini disebut
disentri yaitu tinja yang bercampur lendir dan darah. 11 Sehingga pada kasus ini
didapatkan diare cair akut dengan dehidrasi ringan sedang yang diakibatkan oleh
Infeksi Entamoeba histolytica.
Tatalaksana

40
Dehidrasi merupakan keadaan yang paling berbahaya karena dapat
menyebabkan hipovolemia, kolaps kardiovaskuler, dan kematian bila tidak diobati
dengan tepat. Dehidrasi yang terjadi menurut tonisitas plasma dapat berupa
dehidrasi isotonic, dehidrasi hipertonik (hipernatremik) atau dehidrasi hipotonik.
Menurut derajat dehidrasinya bisa tanpa dehidrasi, dehidrasi ringan sedang, tanpa
dehidrasi dan dehidrasi berat. Penderita diare dengan dehidrasi ringan-sedang
segera diberikan terapi rehidrasi oral dengan oralit. Jumlah oralit yang diberikan 3
jam pertama 75 cc/kgBB.9 Untuk terapi terhadap infeksi amuba, terdiri atas :
1. Terapi Supportive (supportive therapy)
Terapi ini berhubungan dengan sifat virulensi amoeba. Biasanya dengan
menggunakan diet tinggi protein dan rendah karbohidrat, yakni :
- Tinggi protein, akan mempertinggi daya tahan host.
- Rendah karbohidrat, akan menurunkan virulensi infeksi.
Prinsip Pemberian Diet :15
Prinsip Prinsip diet yang diperlukan pada anak dengan diare akut :
1. Pasien segera diberikan makanan oral setelah rehidrasi atau keadaan telah
memungkinkan, sedapat mungkin dilakukan dalam 24 jam pertama.
Pemberian makanan secara dini penting untuk mengurangi perubahan
keseimbangan protein kalori sekecil mungkin.
2. Makanan cukup energi dan protein. Bila terjadi gizi kurang dapat
diberikan diet energi tinggi 25% dari kebutuhan normalnya dan tinggi
protein.
3. Pemberian ASI diutamakn pada bayi. Pada anak yang mendapat susu
formula dapat diberikan selang-seling dengan oralit sehingga terjadi
ppengenceran laktosa dalam perut. Biila diare bertambah parah, pikirkan
kemungkinan terjadinya intoleransi terhadap laktosa sehingga susu
formula bebas laktosa dapat dianjurkan selama kira-kira 2-3 minggu,
selanjutnya dapat di coba ke susu formula yang biasa dipakai sebelumnya.
Susu formula diberikan sedikit demi sedikit dan sering, di antara

41
pemberian susu formula dapat diberikan makanan yang bermanfaat untuk
memfermentasi, pH susu menjadi rendah sehingga dapat menghambat
pertumbuhan bakteri dalam usus. Pemberian susu formula diencerkan
dalam jangka waktu yang lama hendaknya dicegah karena dapat
meningkatkan air pada feses. Pada bayi yang berusia kurang dari 6 bulan
yang diberi susu formula hendaknya diberi susu formula pada takaran
penuh setelah rehidrasi oral tercapai dalam 24 jam.
4. Pemberian cairan dan elektronik sesuai dengan kebutuhan menurut berat
badan dan umur.
5. Pemberian vitamin dan mineral dalam jumlah yang cukup.
6. Makanan yang diberikan tidak merangsang (bumbu tajam, tidak
menimbulkan gas dan rendah serat).
7. Makanan diberikan bertahap mulai dengan yang mudah dicerna ke bentuk
yang sesuai umur dan keadaan penyakit. 8)Makanan diberikan dalam porsi
kecil dengan frekuensi sering.
8. Khusus untuk penderita diare karena melabsorpsi, makanan yang
diberikan disesuaikan dengan penyebabnya :
 Malabsorpsi lemak (berikan trigliserida rantai menengah)
 Intoleransi laktosa (berikan makanan rendah atau bebas laktosa)
 Panmalabsorpsi (berikan makanan rendah laktosa atau disakarida lain,
glukosa polimer, trigliserida rantai menengah dan protein hidrolisat
yang bersifat isomolar dan hipoalergis)
Syarat
Syarat diet diare pada anak tanpa dehidrasi atau setelah redehidrasi adalah
sebagai berikut :
1. Energi normal sesuai dengan kebutuhan berdasarkan BB ideal sesuai
tinggi badan aktual. Diet sesuai usia anak di samping pemberian cairan
ORS rumatan.
2. Protein 10-15% total energi.

42
3. Lemak 25-30% total energi.
4. Karbohidrat 50-60% total energi.
5. Kebutuhan vitamin dan mineral sesuai dengan AKG.
6. Bila terjadi hipoglikemi berikan makanan tinggi kalium.
7. Suplemen mineral Zn diberikan minimal 14 hari.
8. Porsi kecil dengan frekuensi sering (minimal 6 kali per hari).
9. Volume kecil bertahap sesuai kemampuan.
10. Pemberian secara oral, enteral, parenteral atau kombinasi sesuai
kemampuan dan kondisi klinis.
11. Sesudah episode diare, energi semakin meningkat sesuai toleransi anak
12. Hindari: Jus buah kemasan atau minuman yang mengandung gas.
Saran Pemberian : Pemberian diet pada pasien berupa pemberian makanan
secara oral setelah rehidrasi, makanan yang diberikan berupa makanan yang
cukup energy dan protein, makanan diberikan dalam porsi kecil dengan frekuensi
sering makanan yang diberikan dalam bentuk lunak dan mudah dicerna dapat
berupa bubur/nasi lunak, sop/tahu, ayam/telur. Pada pasien juga disarankan untuk
memperbanyak minum air putih, untuk menghindari dehidrasi.15
2. Terapi Kausal ( Causal therapy ) Ditujukan terhadap:
- Parasit.
- Bakteri yang menyebabkan sekunder infeksi.
Pada pasien diberikan rencana terapi B (Diare dengan Dehidrasi Ringan
Sedang) untuk terapi rehidrasi dilakukan pemberian cairan melalui jalur intravena,
pemenuhan cairan rumatan dan pengganti cairan yang ongoing loss. Pada dehidrasi
ringan dan sedang, bila diare profus dengan pengeluaran air tinja yang hebat (>100
ml/kg/hari) atau mutah hebat (severe vomiting) dimana penderita tak dapat minum
sama sekali, atau kembung yang sangat hebat (violent meteorism) sehingga rehidrasi
oral tetap akan terjadi defisit maka dapat dilakukan rehidrasi parenteral walaupun
sebenarnya rehidrasi parenteral dilakukan hanya untuk dehidrasi berat dengan
gangguan sirkulasi.12 Sehingga penanganan dengan LINTAS diare juga harus

43
diberikan dengan prinsip memperhatikan cairan, nutrisi, antibiotik selektif,
pemberian zinc, dan juga edukasi pada keluarga. Pada pasien diberikan Zink Syrup
1x20mg.
Pada pasien diberikan terapi Inj. Metrodinazole 3x40mg sebagai terapi
kausatif. Metronidazol merupakan obat pilihan, karena efektif terhadap bentuk
histolytica dan bentuk kista. Efek samping ringan, antara lain, mual, muntah dan
pusing, dosis untuk anak 50 mg/kgBB/hari. Terapi simtomatik, pasien diberikan
Inj.Ranitidine 3x15mg, Inj. Ondansentron 3x1,5 mg (k/p), dan Paracetamol syrup
3x2 cth.
Sampai hari ke -5 perawatan, tidak ditemukan adanya tanda dan gejala
dehidrasi, intake oral mengalami perbaikan, tidak ada tanda komplikasi berupa perut
kembung dan nyeri perut. Pasien diperbolehkan pulang dan diresepkan obat pulang
peroral Syrup Paracetamol 3x2cth, Syrup Zink 1x1 cth, Metronidazole syrup 2x120
mg dan Multivitamin Syrup 1x1cth serta disarankan untuk Kontrol ulang ke poli
anak. Kondisi pada pasien ini baik dikarenakan perbaikan dari keluhan utama dan
tidak adanya manifestasi yang berat. Namun, kejadian ini dapat terulang kembali jika
pasien dan keluarga pasien tidak memperhatikan asupan dan lingkungan bermain
anak, karena mengingat anak sudah berulang dua kali dengan penyakit yang sama.
Perlu ada nya edukasi terkait hidup sehat dan bersih. Pada saat pasien pulang,
disarankan bagi keluarga untuk Memelihara personal hygiene mencuci tangan
sebelum dan sesudah makan, bawa segera anak jika ditemukan BAB bercampur
darah, muntah dengan cairan kuning kehijauan atau darah, demam > 38,5ºc dan
tanda - tanda dehidrasi berat, mata cekung, nafas cepat dan dalam tidak mau minum.
Prognosis pada pasien ini baik dikarenakan perbaikan dari keluhan utama dan
tidak adanya manifestasi klinis yang berat. Namun kejadian ini dapat terulang
kembali jika pasien dan keluarga pasien tidak memperhatikan asupan dan
lingkungan bermain anak, karena mengingat anak sudah berulang kali menderita
penyakit yang sama. Perlu ada nya edukasi terkait hidup sehat dan bersih. Dan
dilakukan tindak lanjut baik dirumah sakit maupun pada saat pasien dipulangkan.

44
BAB V
KESIMPULAN

Dilaporkan An.NR 4 tahun 11 bulan dengan berat badan 12,2 kg di rawat


inap di ruang Flamboyan RSUD dr. Doris Sylvanus dengan diagnosis GEA
dengan dehidrasi ringan sedang ec Amoebiasis.
Diagnosis daire cair akut ditegakan dengan adanya keluhan BAB dengan
konsistensi cair. Frekuensi ≥8x/hari tidak disertai darah, lendir (+), berbau busuk
(+), ampas (+) bewarna hijau kehitaman (+) disertai dengan adanya mual dan
muntah ≥3x. Didapatkan keluhan perut kembung dan nyeri perut. Sejak 1 hari
SMRS. Diare cair akut disertai dengan dehidrasi ringan sedang. Berdasarkan hasil
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang didapatkan tanda – tanda dehidrasi
ringan sedang dan etiologi gastroenteritis akut pada pasien ini diduga karena
Entamoeba histolytica.
Tatalaksana utama pada pasien adalah terapi rehidrasi. Pada pasien
diberikan terapi rehidrasi dengan rencana terapi B (diare dengan dehirasi ringan
sedang) dan untuk tatalaksana kausatif pada kasus ini pasien diberikan obat
Metronidazol yaitu merupakan obat pilihan, karena efektif terhadap bentuk
histolytica dan bentuk kista.
Prognosis pada pasien ini baik dikarenakan perbaikan dari keluhan utama
dan tidak adanya manifestasi klinis yang berat. Namun kejadian ini dapat terulang
kembali jika pasien dan keluarga pasien tidak memperhatikan asupan dan
lingkungan bermain anak, karena mengingat anak sudah berulang kali menderita
penyakit yang sama. Perlu ada nya edukasi terkait hidup sehat dan bersih. Dan
dilakukan tindak lanjut baik dirumah sakit maupun pada saat pasien dipulangkan.

45
DAFTAR PUSTAKA

1. Sulaiman Y. (2011) Profil Diare pada Ruang Rawat Inap Anak. Sari Pediatri ,
Vol. 14 No. 3.
2. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. (2018). Hasil Riset Kesehatan Dasar
Tahun 2018.
3. M. Juffrie. (2011) Gangguan Keseimbangan Cairan dan Elektrolit pada Penyakit
Saluran Cerna. Sari Pedriatri. Vol.6 No.1.2011.
4. M. Aden Architobias. (2016). Diare Akut dengan dehidrasi Ringan Sedang dan
Hipokalemia. J Med ula Unila. Volume 4 Nomor 3. 2016.
5. Antonius H. Pudjiadi (2011) Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak
Indonesia ed I.
6. Antonius H. Pudjiadi (2011) Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak
Indonesia ed II.
7. Hasri Salwan S.d. (20114). Kadar Natrium dan Kalium Plasma Berdasarkan
Status Nutrisi Sebelum dan Sesudah Rehidrasi pada Kasus Diare. Sari Pediatri
,Vol 9 No.6. 2014.
8. Yaswir. Ira. (2012) Fisiologi dan Gangguan Keseimbangan Natrium, Kalium dan
Klorida serta Pemeriksaan Laboratorium. Journal of Andalas.
9. Jeannete I.Ch. Manoppo.(2011) Profil Diare Akut dengan Dehidrasi Berat di
Ruang Perawatan Intensif Anak. Sari Pediatri, Vol. 12 No.3.2011.
10. Herry G. (2014) Pedoman Diagnosis Dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak. Edisi 5.
11. Buku Ajar Gastroenterologi-Hepatologi.(2012) Jilid 1. Ikatan Dokter Anak
Indonesia (IDAI).
12. Ghosh, Sudip K. (2009). Molecular Characterization of Entamoeba invadens
chitinases: an encystation specific protein.
13. Purnomo, Budi. Hegar, Badriul. (2011) Intestinal Amebiasis In Children With
Bloody Driarrhea. Faculty f Medcine. Universitas Indonesia. RSCM: Jakarta.

46
14. Gandahusada, Srisasi. (2004) Parasitologi Kedokteran. Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. Jakarta.
15. Adiningsih, S. (2010). Waspada Gizi Balita Anda.Jakarta : PT. Elex Media
Komputindo

47

Anda mungkin juga menyukai