Dokter Pembimbing:
Dr. Ryan Indra, Sp. Rad
Disusun oleh:
Tri Handini (1102014269)
Arki Farros (1102015035)
UNIVERSITAS YARSI
2020
LAPORAN KASUS
Identitas Penderita
Nama : Tn. B
Umur : 52 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Ojek Online
Agama : Islam
Alamat : Kejaksan, Cirebon
Status : Menikah
Suku : Jawa
Tanggal MRS : 15-08-2020 ( pukul 11:30)
Tanggal KRS : 18-08-2020
Anamnesa
1. Keluhan Utama
Nyeri pada lutut kanan setelah kecelakaan saat mengantar penumpang.
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang post KLL ke UGD RSUD RS Arjawinangun jam 11:30 WIB
(15/08/2020) diantar oleh rekan kerja sesame ojek online dengan keluhan
nyeri pada kaki kanan dan sulit untuk digerakkan setelah kecelakaan sepeda
motor vs sepeda motor pada jam 10:30. Pasien menabrak pengendara motor
lain dari belakang karena sepeda motor tersebut berbelok tiba – tiba lalu
terjatuh ke sisi kanan dengan kaki kanan menumpu badan, dan tangan kanan
membentur aspal.
. Pasien dalam keadaan sadar ingat kejadian, tidak pingsan, mual muntah (-),
pusing (-), didapatkan luka pada lutut kaki kanan
4. Riwayat Pengobatan :
Pasien tidak sedang mengkonsumsi obat-obatan apapun.
5. Riwayat Penyakit Keluarga :
Keluarga pasien dalam keadaan sehat dan tidak mengalami sakit apapun
c. Status Generalis
1. Kepala/Leher
Kepala : normocephal, tidak terdapat psikatrik maupun massa
Leher : JVP tidak meningkat, pembesaran kgb (-),pembesaran kelenjar
tiroid(-)
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sclera ikterik (-/-), edema (-/-)
Telinga : Otorhoe (-/-), battle sign (-/-), secret (-/-)
Hidung : Nafas cuping hidung (-), epistaksis (-), secret (-)
Mulut :Luka (-), perdarahan (-)
2. Thorax
a. Paru-paru
Inspeksi : bentuk normal simetris, gerak napas normal, retraksi (-), jejas
(-)
Palpasi : Fremitus raba kiri sama dengan kanan
Perkusi : Sonor
Auskultasi : Suara nafas vesikuler, ronkhi -/-, wheezing -/-
3. Abdomen
Inspeksi : Flat, bekas operasi (-), jejas (-)
Palpasi : Hepar dan lien tidak teraba, jejas (+)
Perkusi : Timpani
Auskultasi : bising usus (+) normal
4. Ekstremitas
Akral hangat (+), CRT < 2 detik
d. Status Lokalis
Regio Genu Dextra
Look : vullnus abratio, deformitas (-), oedem (-), fat bubble (-).
Feel : Nyeri (+), pulsasi a.dorsalis pedis (+), CRT < 2 detik, hangat (+).
Move: ROM aktif terbatas nyeri.
Pemeriksaan Penunjang
1. X-Ray Genu D AP/Lateral
Didapatkan kesan :
• Kominutif pada kondilus lateral genu dextra dengan depresi fragmen
• Fraktur tertutup fibula dextra 1/3 proximal genu dextra
Resume
Pasien datang post KLL ke UGD RSUD RS Arjawinangun jam 11:30 WIB
(15/08/2020) diantar oleh rekan kerja sesame ojek online dengan keluhan nyeri pada kaki
kanan dan sulit untuk digerakkan setelah kecelakaan sepeda motor vs sepeda motor pada
jam 10:30. Pasien menabrak pengendara motor lain dari belakang karena sepeda motor
tersebut berbelok tiba – tiba lalu terjatuh ke sisi kanan dengan kaki kanan menumpu
badan, dan tangan kanan membentur aspal. Pasien dalam keadaan sadar ingat kejadian, tidak
pingsan, mual muntah (-), pusing (-) namun pada bagian lutut mengalami luka.
Pada pemeriksaan eksremitas bawah pasien Di dapatkan vullnus abratio, Nyeri (+), dan ROM
aktif terbatas nyeri, lalu pada pemeriksaan x-ray di dapatkan kesan Close Fracture Tibia
Plateau Dextra Schatzker 2 + Close Fracture Fibula Dextra 1/3 Proximal dan akan dilakukan
tindakan operatif, yaitu ORIF.
Diagnosis
Close Fracture Tibia Plateau Dextra Schatzker 2 + Close Fracture Fibula Dextra 1/3
Proximal
Tindakan Tatalaksana
Dilakukan Tindakan Open Reduction Interna Fixation (ORIF) tanggal 21 Agustus
2020
Follow Up
1. 15 Agustus 2020
S : Pasien mengeluh nyeri pada kaki kanan
O : GCS : 15
TD : 130/90 mmHg
Suhu : 360C
Nadi : 86 x/menit
Rr : 20x/menit
A : CF Tibia Plateau D Sch II + CF Fibula D 1/3 Proximal
P : Konsul Interna
Inf. RL 1000cc/24 jam
Inj. Ketorolac 3x30 mg
Inj. Ceftriaxon 2 x1 gr
16 Agustus 2020
S : Pasien mengeluh nyeri pada kaki kanan
O : GCS : 15
TD : 130/90 mmHg
Suhu : 360C
Nadi : 86x/menit
Rr : 16x/menit
A : CF Tibia Plateau D Sch II + CF Fibula D 1/3 Proximal
P : Operasi ORIF
2. 17 Agustus 2020
S : Pasien nyeri pada kaki kanan dan gatal
O : GCS : 15
TD : 130/80
Suhu : 360C
Nadi : 89x/menit
Rr : 20x/menit
A : CF Tibia Plateau D Sch II + CF Fibula D 1/3 Proximal
P : Inj. Ketorolac 3x30 mg
Inj. Ceftriaxon 2 x1 gr
Inj. Gentamicin 80mg
Inj. Ranitidin 1x40 mg
Rawat Luka
X-Ray Genu D AP/Lat
Prognosis
Quo ad vitam : Dubia ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam
Quo ad sanationam : dubia ad bonam
BAB I
PENDAHULUAN
TINJAUAN PUSTAKA
Sumber :
Plateu tibia normal mempunyai bagian lembah sebesar 10 derajat. Dua plateu
dipisahkan satu dengan yang lainnya oleh ligamen interkondilar, dimana tidak
mempunyai artikulasi dan merupakan perlekatan dari ligamentum cruciatum
tibia.Terdapat tiga penonjolan tulang sepanjang 2 hingga 3 cm di bagian distal dari tibia
plateu.
Permukaan sendi medial dan kondilus medial lebih kuat dibandingkan bagian
lateralnya. Sebagai hasilnya, fraktur di bagian lateral plateu lebih sering terjadi. Fraktur
medial plateu berhubungan dengan trauma karena energi yang tinggi dan sebagian besar
berhubungan dengan kerusakan jaringan lunak seperti rusaknya ligamentum kolateral
yang komplek. Lesi pada nervus peroneal dan kerusakan pada pembuluh popliteal.
Facies articularis dibagi menjadi dua bagian, dari anterior ke posterior, oleh fossa
intercondyloidea anterior, eminentia intercondyloidea dan fossa intercondyloidea
posterior. Fossa intercondyloidea anterior mempunyai bentuk yang lebih besar daripada
fossa intercondyloidea posterior. Tepi eminentia intercondyloidea membentuk tuberculum
intercondylare mediale dan tuberculum intercondylare laterale. Eminentia epicondylaris
bervariasi dalam bentuk dan sering juga absen
Facies articularis dari condylus medialis berbentuk oval, sedangkan facies articularis
condylus lateralis hampir bundar. Condylus lateralis lebih menonjol daripada condylus
medialis. Pada facies inferior dari permukaan dorsalnya terdapat facies articularis,
berbentuk lingkaran, dinamakan facies articularis fibularis, mengadakan persendian
dengan capitulum fibulae. Di sebelah inferior dari condylus tibiae terdapat tonjolan ke
arah anterior, disebut tuberositas tibiae. Di bagian distalnya melekat ligamentum patellae.
Corpus tibiae mempunyai tiga buah permukaan, yaitu (1) facies medialis, (2) facies
lateralis dan (3) facies posterior. Mempunyai tiga buah tepi, yaitu (1) margo anterior, (2)
margo medialis dan (3) margo interosseus. Facies medialis datar, agak konveks, ditutupi
langsung kulit dan dapat dipalpasi secara keseluruhan. Facies lateralis konkaf, ditempati
oleh banyak otot. Bagian distalnya menjadi konveks, berputar ke arah ventral,
melanjutkan diri menjadi bagian ventral ujung distal tibia. Facies posterior berada di
antara margo medialis dan margo interosseus. Pada sepertiga bagian proximal terdapat
linea poplitea, suatu garis yang oblique dari facies articularis menuju ke margo medialis
(Luhulima, 2002).
Margo anterior disebut crista anterior, sangat menonjol, di bagian proximal mulai dari
tepi lateral tuberositas tibiae, dan di bagian distal menjadi tepi anterior dari malleolus
medialis. Margo medialis, mulai dari bagian dorsal condylus medialis sampai ke bagian
posterior malleolus medialis. Margo interosseus mempunyai bentuk yang lebih tegas
daripada margo medialis, tempat melekat membrana interossea. Di bagian proximal mulai
pada condylus lateralis sampai di apex incisura fibularis tibiae membentuk bifurcatio
(Luhulima, 2002).
Gambar II.2: Facies Tibia Dilihat dari Depan dan Belakang
2.3. Epidemiologi
Predisposisi fraktur tibia plateu sebesar 1% dari keseluruhan fraktur dan 8% dari
keseluruhan fraktur yang biasa terjadi pada usia tua. Trauma yang terbatas pada bagian
lateral plateu mencapai 55% hingga 70% dari fraktur tibia plateu, dibandingkan dengan
fraktur yang terjadi di medial hanya sebesar 10% hingga 25%, sedangkan 10% hingga
30% fraktur tibia adalaha bikondilar. 1% hingga 3% dari fraktur ini merupakan fraktur
terbuka (Chairuddin, 2003).
Sumber :
Usia muda dengan tulang yang kaku memiliki angka kejadian lebih tinggi untuk
terjadinya robekan ligament sedangkan usia tua dengan kekuatan tulang yang menurun
memiliki angka kejadian lebih rendah untuk robekan ligament (Koval, 2010).
2.5. Faktor Resiko
Faktor resiko untuk terjadinya fraktur tibial plateau adalah :
Pasien-pasien memiliki resiko untuk cedera ini adalah trauma dengan kecepatan tinggi
(usia muda, laki-laki, alcohol dan pecandu obat).
Usia lebih tua dengan kualitas tulang yang jelek memiki resiko fraktur.
Tipe I : Fraktur biasa pada kondilus tibia lateral. Pada pasien yang lebih muda
yang tidak menderita osteoporosis berat, mungkin terdapat retakan
vertikan dengan pemisahan fragmen tunggal. Fraktur ini mungkin
sebenarnya tidak bergeser, atau jelas sekali tertekan dan miring, kalau
retakannya lebar, fragmen yang lepas atau meniscus lateral dapat
terjebak dalam celah.
Tipe II : Peremukan kominutif pada kondilus lateral dengan depresi pada fragmen.
Tipe fraktur ini paling sering ditemukan dan biasanya terjadi pada
orang tua dengan osteoporosis.
Tipe III : Peremukan komunitif dengan fragmen luar yang utuh. Fraktur ini mirip
dengan tipe 2, tetapi segmen tulang sebelah luar memberikan selembar
permukaan sendi yang utuh.
Tipe IV : Fraktur pada kondilus tibia medial. Ini kadang-kadang akibat cedera
berat, dengan perobekan ligament kolateral lateral
Tipe V : Fraktur pada kedua kondilus dengan batang tibia yang melesak diantara
keduanya
Tipe VI : Kombinasi fraktur kondilus dan subkondilus, biasanya akibat daya aksial
yang hebat.
(Saloni Malik, ett all. 2020)
2.9. Diagnosis
2.9.1. Anamnesis
Anamnesis merupakan langkah pertama yang dilakukan untuk mengevaluasi
pasien dengan fraktur. Pada anamnesis didapatkan adanya keluhan nyeri, bengkak,
ataupun deformitas. Keluhan lain yang dipaparkan oleh pasien adalah tidak mampu
untuk menggerakkan lutut secara seluruhan ataupun sebagian. Anmnesis penting
untuk mengetahui apakah pasien mengalami trauma dengan energy besar atau tidak.
Kecelakan motor, jatuh dari ketinggian lebih dari 10 kaki, dan ditabrak dengan
kendaraan sementara berjalan merupakan contoh mekanisme trauma dengan energi
tinggi. Anamnesis lainnya yang pertu ditanyakan adalah factor-faktor komorbid dari
pasien yang akan berpengaruh pada terapi ataupun prognosis. Pasien dengan penyakit
penyerta seperti penyakit arteri koroner, emfisema, perokok, ataupun diabetes tidak
terkontrol memiliki resiko besar untuk timbulnya komplikasi dari cedera yang terjadi
(Dirchsl, 2007).
2.9.2. Pemeriksaan Fisik
1. Look (Inspeksi)
Deformitas : angulasi ( medial, lateral, posterior atau anterior), diskrepensi
(rotasi, perpendekan atau perpanjangan).
Bengkak atau kebiruan.
Fungsio laesa (hilangnya fungsi gerak)
2. Feel (Palpasi)
- Tenderness (nyeri tekan) pada derah fraktur.
- Krepitasi.
- Nyeri
3. Move (Gerakan)
- Nyeri bila digerakan, baik gerakan aktif maupun pasif.
- Gerakan yang tidak normal yaitu gerakan yang terjadi tidak pada sendinya.
4. Pemeriksaan trauma di tempat lain seperti kepala, thorak, abdomen, tractus
urinarius dan pelvis.
5. Pemeriksaan komplikasi fraktur seperti neurovaskular bagian distal fraktur yang
berupa pulsus arteri, warna kulit, temperatur kulit, pengembalian darah ke kapiler
(Capillary refil test), sensasi motorik dan sensorik. Pada fraktur tibial plateau,
perlu dilakukan pemeriksaan terhadap arteri popliteal yaitu diantara proksimal
dari adductor hiatus dan distal dari soleus serta pemeriksaan nervus peroneal.
6. Pada fraktur tibial plateau, hemarthrosis sering terjadi yaitu berupa edem, nyeri
pada lutut dimana pasien tidak dapat memikul berat tubuh (Chairuddin, 2003).
2.9.3. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan standar untuk trauma pada lutut adalah foto Xray dengan posisi
anteroposterior (AP), lateral, dan dua oblik. Foto X-ray digunakan untuk
mengidentifikasi garis fraktur dan pergeseran yang terjadi tetapi tingkat kominusi atau
depresi plateau mungkin tidak terlihat jelas (Alan,2010).
CT-scan digunakan untuk mengidentifikasi adanya pergeseran dari fraktur
tibial plateau. CT-scan potongan sagital meningkatkan akurasi diagnosis dari fraktur
tibial plateau dan diindikasikan pada kasus dengan depresi artikular. Magnetic
resonance imaging (MRI) digunakan untuk mengevaluasi trauma ataupun sebagai
alternative dari CT-scan atau arthroscopy. MRI dapat mengevaluasi tulang serta
komponen jaringan lunak dari lokasi trauma. Namun, tidak ada indikasi yang jelas
untuk penggunaan MRI pada fraktur tibial plateau (Chapman, 2019).
2.10. Terapi
Terapi pada fraktur tibial plateau dibagi menjadi non-operative dan operative.
2.10.1. Non-operative
Untuk tatalaksana Fraktur tibial plateau sangat membutuhkan konsultasi
ortopedi. Cedera ini dapat ditangani non-operatif jika tidak terdapat perpindaha
(displacement), depresi tibial plateau, kominutif, atau cedera ligamen atau meniscal
yang terkait terkait, dan biasanya diperuntungkan untuk post trauma yang terjadi
dengan mekanisme energi rendah.
Fraktur yang sesuai untuk manajemen non-operatif dapat menggunakan
penyangga lutut berengsel dan dibuat tanpa beban. Pasien harus dievaluasi setiap
minggu dengan foto polos selama 3 minggu setelah cedera, dengan asumsi tidak ada
cedera lain atau perpindahan lebih lanjut. Pasien tidak diperbolehkan menahan bebas
selama 6 minggu hingga kondisi membaik. Pasien harus tetap menggunakan brace
sampai dilakukan radiografi berulang dan didapatkan kesan membaik yang mungkin
memakan waktu hingga 12 minggu.
Rehabilitasi dapat dilkukan sesegera mungkin ntidak dapat kembali namun
tidak dapat berfungsi secara normal dalam kururn waktu 16 hingga 20 minggu atau
bahkan lebih.
Tidak boleh beraktifitas berat seperti berolahraga, atau melakukan hal hal yang
membutuhkan energi dalam mengangkat beban yang berat hingga terapi dinyatakan
selesai.
(Saloni Malik, ett all. 2020)
Operative
Indikasi operasi pada fraktur tibial plateau adalah :
1. Depresi pada articular yang dapat ditoleransi adalah <2mm sampai 1 cm.
2. Instabilitasi >10 derajat dari lutut yang diperpanjang dibandingkan dengan sisi
sebaliknya. Fraktur yang retak lebih tidak stabil dibandingkan fraktur yang
hanya kompresi.
3. Fraktur terbuka
4. Sindrom kompartemen
5. Adanya kerusakan vascular.
Schatzker tipe 1. Fraktur yang bergeser. Fragmen kondilus yang besar harus
benar-benar direduksi dan difiksasi pada posisinya. Ini terbaik dilakukan dengan
operasi terbuka.
Schatzker tipe 4. Fraktur pada kondilus medial. Fraktur yang sedikit bergeser
dapat diterapi dalam gips penyangga. Kalau fragmen nyata sekali bergeser atau
miring, reduksi terbuka dan fiksasi diindikasikan. Kalau ligament lateral juga robek,
ini harus diperbaiki sekaligus.
Fraktur kompleks pada tibia proksimal sulit difiksasi dan banyak ahli bedah
lebih suka member terapi dengan traksi dan mobilisasi. Kalau dipilih terapi operasi,
pemaparan luka secara memadai sangat diperlukan. Schatzker menganjurkan
membelah ligament patella dan membalik patella ke atas. Pasca operasi, tungkai
ditinggikan dan dibebat hingga pembengkakan mereda, gerakan dimulai secepat
mungkin dan dianjurkan melakukan latihan aktif. Pada akhir minggu keempat pasien
biasanya diperbolehkan dalam gips penyangga, menahan beban sebagian dengan
penopang ; penahanan beban penuh dilanjutkan bila penyembuhan telah lengkap.
Fraktur tibial plateau- fiksasi. (a) sekrup tunggal mungkin sudah mencukupi untuk
retakan sederhana, meskipun (b) plat penopang dan sekrup lebih aman. (c) depresi
yang lebih dari 1 cm dapat diterapi dengan peninggian dari bawah dan (d) disokong
dengan pencangkokan tulang. (e) fraktur kompleks dapat diterapi dengan operasi.
2.11. Prognosis
Prognosis fraktur tibial plateau setelah dilakukan tindakan operatif yaitu Open
Reduction Interna Fixation (ORIF) dikaitkan dengan penurunan hasil fungsional. Namun,
perlu dilkaukan evaluasi pasca tindakan operatif dengan melakukan foto polos pada
bagian genu yang cedera. Fraktur tibia plateau dikarenakan trauma dengan energi yang
lebih tinggi dikaitkan dengan hasil prognosis yang buruk.
2.12 Komplikasi
Komplikasi pada fraktur tibial plateau dapat dibagi menjadi dua yaitu dini dan lanjut.
1. Komplikasi dini
Sindroma kompartemen. Pada fraktur bikondilus tertutup terdapat banyak
perdarahan dan resiko munculnya sindrom kompartemen. Kaki dan ujung kaki harus
diperiksa secara terpisah untuk mencari tanda-tanda iskemia.
Kerusakan dari nervus peroneal. Hal ini umum terjadi pada trauma di aspek lateral
dimana nervus peroneal berjalan dari proksimal ke bagian atas dari fibula dan lateral
dari tibial plateau
Laserasi arteri popliteal
2. Komplikasi lanjut
Komplikasi jangka panjang dari fraktur dataran tinggi tibialis termasuk
ketidakmampuan untuk berjalan kembali secara normal, osteoartritis lutut,
osteoartritis pergelangan kaki dan nyeri kronis. Hal tersebut dapat
mempengaruhi kualitas hidup pada pasien terutama pada pasie yang memiliki
pekerjaan dengan tingkat mobilitas yang tinggi.
Alan Graham Aplpley. Appley’s System of Orthopedics and Fracture 9th edition.
Butterworths Medical Publications. 2010.
Chairuddin, Rasjad Prof, MD, PhD.Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. 2003. Makasar
Chapman, Michael W. Chapman’s Comprehensive Orthopaedic Surgery 4th edition.
2019
Dirchsl Douglas, dkk. Staged Management of Tibial Plateau. American Journal
ofOrthopaedic. 2007
Frassica, Frank dkk. The 5-Minute Orthopaedic Consult 3rd edition. 2019
Kingsley Chin, dkk. Orthopaedic Key Review Concept, 1st edition. Lippincolt William
Wilkins. 2008
Koval, Kenneth J. Handbook of Fractures 4th edition. Lippincolt William & Wilkins.
2010
Luhulima JW. Musculoskeletal. Bagian Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas
Hasanuddin. Makassar. Indonesia. 2002.
Netter, Frank H. Netter’s Concise Orthopaedic Anatomy 2nd edition. Saunders Elseiver.
Saloni Malik, ett all. Tibial Plateau Fractures. March 28, 2020
van Dreumel RL, van Wunnik BP, Janssen L, Simons PC, Janzing HM. Mid- to long-
term functional outcome after open reduction and internal fixation of tibial plateau
fractures. Injury. 2015 Aug;46(8):1608-12.