PENDAHULUAN
1
Pengobatan SN menurut ISKDC (International Study of Kidney Disease in
Children) yaitu; pengobatan dengan kortikosteroid (prednison) dimulai dengan
dosis 2 mg/kgBB/hari dibagi menjadi tiga atau empat dosis. Waktu yang
dibutuhkan untuk berespon dengan prednison sekitar 2 minggu, responnya
ditetapkan pada saat urin bebas protein 3 hari berturut-turut. Jika anak berlanjut
menderita proteinuria (+2 atau lebih) setelah 1 bulan pemberian prednison dosis
terbagi secara terus menerus setiap hari, maka disebut resisten steroid dan
mengindikasi dilakukan biopsi ginjal untuk menentukan penyebab penyakit yang
tepat.1,3
Sedangkan pengobatan suportif pada SN yaitu; 1). Terapi dietetik dimana
pemberian garam dibatasi 1 gram/hari dan berikan makanan yang mengandung
protein tinggi sebanyak 3-4 gram/kgBB/hari, 2). Pengobatan terhadap edema;
dapat diberikan diuretik (furosemid) dengan dosis 25-100 mg/hari, 3).
Hiperlipidemia; dapat diberikan obat penghambat HMG-CoA reduktase seperti
simvastatin, lovastatin dan pravastatin. 1,3
Komplikasi dari SN dapat terjadi: (1,3)
1. Infeksi sekunder, dan paling sering adalah selulitis dan peritonitis
2. Hipokalsemia, terjadi karena penggunaan steroid jangka panjang yang
menimbulkan osteoporosis dan karena kebocoran metabolit vitamin D
3. Hipovolemia, akibat pemberian diuretik yang berlebihan dengan gejala
hipotensi, takikardia, ekstremitas dingin dan sering disertai sakit perut
4. Penyulit lain yang dapat terjadi diantaranya hipertensi, gagal ginjal akut,
gagal ginjal kronik (setelah 5-15 tahun).
2
Diare merupakan buang air besar encer lebih dari 3 kali per hari. Buang air
besar encer tersebut dapat/tanpa disertai lendir dan darah.2 Diare dibagi menjadi
dua, yaitu diare akut dan diare persisten atau diare kronik. Diare akut adalah diare
yang berlangsung kurang dari 14 hari, sementara diare persisten atau diare kronis
adalah diare yang berlangsung lebih dari 14 hari.2
Secara umum, diare disebabkan 2 hal yaitu gangguan pada proses absorbsi
atau sekresi.7 Sesuai rekomendasi WHO/UNICEF dan IDAI, sejak tahun 2008
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia menetapkan lima pilar
penatalaksanaan diare “LINTAS DIARE” (Lima Langkah Tuntaskan Diare)
sebagai salah satu strategi dalam pengendalian penyakit diare di Indonesia yaitu
oralit, zink, ASI/nutrisi, antibiotik dan edukasi.7
Prognosisnya baik bila segera dilakukan terapi untuk mencegah terjadinya
dehidrasi yang berat.6
Berikut akan di bahas laporan kasus mengenai Sindrom nefrotik relaps dan
diare akut pada seorang anak yang dirawat di RSU Anutapura Palu.
3
BAB II
LAPORAN KASUS
A. IDENTITAS PASIEN
a. Nama : An. B
b. Jenis kelamin : Perempuan
c. umur : 27 Mei 2008/9 Tahun 11 Bulan
d. Agama : Hindu
e. Kebangsaan : Indonesia
f. Suku bangsa : Bali
g. Nama ibu : Ny.S Umur : 30
h. Nama ayah : Tn.W Umur : 33
i. Pekerjaan ayah : Wiraswasta
j. Pekerjaan ibu : Ibu Rumah Tangga
k. Alamat : Pantai Timur
l. No. Telp :-
m. Dikirim oleh : Puskesmas Sumber Sari
n. Masuk dengan diagnose :Glomerulonefritis Akut Paska Streptococcus
o. Tanggal /jam masuk rumah sakit : 25 April 2018
p. Masuk ke ruangan : Murai Bawah
q. Diagnosis : Sindroma Nefrotik Relaps
r. Anamnesis : oleh ibu pasien
s. Anak : Ke 2 dari 3 bersaudara
t. Tanggal lahir : 27 Agustus 2012
u. Partus / oleh : Normal / bidan
5
FAMILY TREE
Ayah Ibu
= Laki- laki
= Perempuan
= Pasien
B. ANAMNESIS
6
4. Riwayat Penyakit Keluarga :
Tidak ada keluarga dirumah yang sakit serupa. Tidak ada keluarga yang
memiliki riwayat alergi, asma, diabetes, tekanan darah tinggi serta penyakit
lainnya.
Anak tinggal di jalan Jamur. Lingkungan rumah dekat pasar Inpres merupakan
lingkungan padat penduduk dan berpolusi tinggi. Status sosial ekonomi anak
masuk dalam kategori menengah.
7. Riwayat Kehamilan :
1) Riwayat ANC lengkap
2) Riwayat sakit saat awal kehamilan tidak ada
3) Riwayat sakit dan hipertensi saat kehamilan : -
8. Riwayat Persalinan :
1) Anak lahir spontan dirumah bersalin dengan BB lahir 3000 gr dan PB : 48 cm
2) Saat lahir anak langsung menangis, kebiruan dan kuning patologis saat lahir
(-) dan gerak bebas
7
6) Berjalan : 1 tahun 2 bulan
7) Tertawa : 1 tahun
8) Berceloteh : 1 tahun 2 bulan
9) Memanggil papa : 11 bulan
8
C. PEMERIKSAAN FISIK
9
1) Wajah : Bulat (+), kesan edema, edema periorbital (+)
2) Deformitas : Tidak ada
3) Bentuk : Normocephal
4) Rambut : Hitam, lurus, sulit dicabut
5) Ubun ubun besar : Menutup
8. Mata
1) Exopthalmus : Tidak ditemukan
2) Tekanan Bola Mata : Palpasi normal
3) Konjungtiva : Anemis -/-
4) Sklera : Ikterik -/-
5) Corneal refleks : Positif
6) Pupil : Isokor, RCL+/+, RCTL+/+
7) Lensa : jernih
8) Fundus : tidak dilakukan
9) Visus : tidak dilakukan
10) Gerakan : baik kesegala arah
9. Telinga : Othore (-)
10. Hidung : Rhinore (-)
11. Mulut
1) Bibir : basah
2) Lidah : kotor (-)
3) Gigi : tidak ada kelainan
4) Selaput mulut : basah
5) Gusi : perdarahan (-)
6) Bau pernapasan : tidak berbau
7) Tenggorokan : hiperemis (-)
a. Tonsil : T1/T1 Hiperemis (-)
b. Pharynx : Hiperemis (-)
12. Leher
1) Trachea : letak di tengah
2) Kelenjar : pembesaran KGB (-), thiroid (-)
10
3) Kaku kuduk : tidak dilakukan
4) Dan lain lain : tidak dilakukan
13. Thorax
1) Bentuk : simetris bilateral
2) Rachitic rosary : tidak ditemukan
3) Ruang intercosta : tidak melebar
4) Pericordial bulding : tidak ditemukan
5) Lain-lain : tidak ditemukan
6) Xiphosternum : tidak ditemukan
7) Hamston’s grove : tidak ditemukan
8) Pernapasan paradoxal : tidak ditemukan
9) Retraksi : tidak ditemukan
14. Paru-paru
1) Inspeksi : Simetris, retraksi (+), massa (-), sikatriks (-)
2) Palpasi : Vokal fremitus (+) sama kiri kanan, Nyeri tekan (-)
3) Perkusi : Sonor (+) diseluruh lapang paru
4) Auskultasi : Bunyi vesikular (+/+), Ronkhi (-/-), Wheezing (-/-)
15. Jantung
1) Detak jantung : 96 kali / menit
2) Ictus cordis : Ictus Cordis tampak dan teraba pada SIC V linea
midclavicula sinistra
3) Batas kiri : SIC V linea midclavicula sinistra
4) Batas kanan : SIC V linea Parasternal dextra
5) Batas atas : SIC II linea midclavikula sinistra
6) Bunyi jantung apex :
7) Bising jantung : tidak ditemukan
16. Abdomen
1) Bentuk : Cembung (+), massa (-), distensi (-), sikatris (-)
2) Lain-lain : peristaltik (+),kesan meningkat,ascites (+), perkusi
` redup (+) sifting dulnes (+)
3) Lien : tidak teraba
11
4) Hepar : tidak teraba
17. Genital : tidak diperiksa
18. Kelenjar : tidak ada pembesaran KGB
19. Anggota gerak : Ekstremitas atas dan bawah akral hangat (+).
Edema (+/+)
20. Tulang belulang : Skoliosis (-), Lordosis (-), Kyphosis (-)
21. Otot-otot : Atrofi (-), eutrofi (+)
22. Refleks : Refleks fisiologis normal, patologis (-)
Laboratorium :
Darah Lengkap
RBC = 4,8 x106 /m2 Nilai rujukan 3.5 – 5.5 106 /m2
WBC = 29,5x103/ m2 Nilai rujukan 4 – 10 x103/ m2
HGB = 13,5 g/dl Nilai rujukan 14-18 g/dl
HCT = 37,9 % Nilai rujukan 42-52 %
PLT = 399x103/ m2 Nilai rujukan 150-450 x 103/Ul
Kimia Darah
Lemak :
Kolesterol : 375 Nilai rujukan < 200 mg/dl
Faal ginjal :
Ureum : 26 Nilai rujukan10,0-50,0 mg/dl
Creatinin : 0,35 Nilai rujukan 0,70 – 1,20 mg/dl
Faal hati :
Total Protein : 3,0 Nilai rujukan6,6 - 8,7 mg/dl
Albumin : 1,8 Nilai rujukan 3,4 – 4,8 mg/dl
Urinalisis
PH : 6,0 Nilai rujukan 4,8-8,0
BJ : 1,020 Nilai rujukan 1,003-1,022
Protein : +2 Nilai rujukan negative
12
Reduksi : Negatif Nilai rujukan negative
Urobilinogen : Negatif Nilai rujukan negative
Bilirubin : Negatif Nilai rujukan negative
Keton : Negatif Nilai rujukan negative
Nitroit : Negatif Nilai rujukan negative
Blood : Negatif Nilai rujukan negative
Leukosit : Negatif Nilai rujukan negative
Resume :
Pasien masuk dengan keluhan bengkak pada wajah dan perut yang dialami
sejak 1 hari hari yang lalu, hal ini timbul tiba-tiba. sudah sering berulang dan
pernah terjadi pada 2 bulan lalu dan saat usia 2 dan 5 tahun. Awal mulanya pasien
sempat demam 1 bulan sebelum bengkak yang pertama kali, serta bengkak
dimulai dari kelopak mata dan pipi kemudian keperut dan tungkai.
Pasien juga mengeluh Panas (+), naik turun, disertai muntah (+) 1 kali berisi air
dan makanan berwarna kuning. Buang air besar (BAB) encer 5 kali dan buang air
kecil (BAK) lancar, warna putih-kekuningan, dan keruh,
Pada pemeriksaan fisis didapatkan : Keadaan Umum : Sakit Sedang, kesadaran
: kompos mentis, BB : 28 kg (BB koreksi 22,5 kg), TB : 130 cm, LP : 60 cm,
Status gizi : Gizi kurang. Pada pemeriksaan fisik kepala : edema palpebra +/+,
paru - paru : auskultasi : vesikuler (+/+), Jantung : auskultasi : BJ I/II Reguler,
abdomen tampak cembung, asites (+), Perkusi : redup (+) Shifting dullness (+)
(pitting edema).
Pada pemeriksaan laboratorium darah rutin WBC : 29,5 (leukositosis). Kimia
darah Kolesterol : 375 (kolesterolemia). Faal hati total protein : 3,0
(hipoproteinemia) dan albumin : 1,8 (hipoalbuminemia) Urinalalisis : Protein : +2.
13
Terapi :
- IVFD Asering 10 tpm
- PCT syr 3 x 1 ½ cth
- Vip albumin 2 x 1 sachset
- Inj. Furosemide 20 mg/12 jam IV
- Inj. Ceftriaxone 650 mg/12 jam IV
- Prednison 65 mg dibagi dalam 5 mg tablet (5-4-4 tab)
- Transfusi albumin 20%
- Zink 20 mg 1x1 tab
14
FOLLOW UP
P :
- Diet nasi lauk + rendah garam 0,5 gr/hari
- IVFD Asering 10 tpm
- PCT syr 3 x 1 ½ cth (kp)
- Vip albumin 2 x 1 sachset
- Inj. Furosemide 20 mg/12 jam IV
- Inj. Ceftriaxone 650 mg/12 jam IV
- Prednison 65 mg dibagi dalam 5 mg tablet (5-4-4 tab)
- Transfusi albumin 20%
- Zink 20 mg 1x1 tab
15
TANGGAL 27 APRIL 2018 (Perawatan hari ke-3)
S : Panas (-), batuk (-), muntah (-), edema (+) palpebra, asites (+).
BAB encer 1x, BAK lancar
16
TANGGAL 28 APRIL 2018 (Perawatan hari ke-4)
S : Panas (-), batuk (-), muntah (-), edema (+) palpebra, asites (-).
BAB/BAK lancar
P :
- Diet nasi lauk + rendah garam 0,5 gr/hari, cukup protein 1 gr/hari
- IVFD Asering 10 tpm
- PCT syr 3 x 1 ½ cth (kp)
- Vip albumin 2 x 1 sachset
- Inj. Ceftriaxone 650 mg/12 jam IV
- Prednison 65 mg dibagi dalam 5 mg tablet (5-4-4 tab)
17
TANGGAL 29 APRIL 2018 (Perawatan hari ke-5)
S : Panas (-), batuk (-), muntah (-), edema palpebra (-), asites (-),
BAB/BAK lancar
P :
- Diet nasi lauk + rendah garam 0,5 gr/hari, cukup protein 1 gr/hari
- IVFD Asering 10 tpm
- PCT syr 3 x 1 ½ cth (kp)
- Vip albumin 2 x 1 sachset
- Inj. Ceftriaxone 650 mg/12 jam IV
- Prednison 65 mg dibagi dalam 5 mg tablet (5-4-4 tab)
18
TANGGAL 30 APRIL 2018 (Perawatan hari ke-6)
S : Panas (-), batuk (-), muntah (-), edema palpebra, asites (-).
BAB/BAK lancar
Laboratorium :
RBC = 4,52 x106 /m2 Nilai rujukan 3.5 – 5.5 106 /m2
WBC = 10,9 x103/ m2 Nilai rujukan 4 – 10 x103/ m2
HGB = 13,5 g/dl Nilai rujukan 14-18 g/dl
HCT = 39,8 % Nilai rujukan 42-52 %
PLT = 148 x103/ m2 Nilai rujukan 150-450 x 103/Ul
P :
- Diet nasi lauk + rendah garam 0,5 gr/hari, cukup protein 1 gr/hari
- IVFD Asering 10 tpm
- PCT syr 3 x 1 ½ cth (kp)
- Vip albumin 2 x 1 sachset
- Inj. Ceftriaxone 650 mg/12 jam IV
- Prednison 65 mg dibagi dalam 5 mg tablet (5-4-4 tab)
Pasien pulang paksa karena alasan bengkaknya sudah berkurang
19
BAB III
DISKUSI KASUS
Seorang anak perempuan berusia 4 tahun masuk RSU. Anutapura Palu pada
tanggal 25 APRIL 2018, berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisis
didapatkan:
- Keluhan utama berupa bengkak pada wajah dan perut
- Lokasi sembab pada daerah kelopak mata (palpebra) dan perut
Dari hasil anamnesis juga didapatkan Pasien mengalami buang air besar
dengan konsistensi cair sejak sehari sebelum masuk RS, frekuensi 5 kali sebelum
masuk rumah sakit, berampas (+), lendir (-),warna kuning, tidak disertai darah,
berbau seperti biasanya.
Berdasarkan hal diatas diagnosis sementara yang dapat ditegakkan pada kasus
ini adalah sindrom nefrotik (SN). Untuk lebih memastikannya maka dilakukan
pemeriksaan laboratorium dan diperoleh hasil :
- Kadar albumin serum 1,7 gr/dl (hipoalbuminemia)
- Kadar protein total 3.0 gr/dl (hipoproteinemia)
- Kadar kolesterol total 375 mg/dl (hiperkolesterolemia)
- Terdapat protein dalam urin (poteinuria +2)
Pada pasien ini bengkak dimulai dari kelopak mata yang timbul mendadak
dipagi hari, kemudian berlanjut hingga terjadi edema pada seluruh tubuh. Hal ini
menunjukan bahwa bengkak pada pasien ini mengarah pada kelainan ginjal.
Untuk membantu menegakkan diagnosis maka dibutuhkan pemeriksaan
penunjang berupa pemeriksaan laboratorium darah lengkap, kimia darah dan urin
lengkap.
20
menyebabkan peningkatan permeabilitas glomerulus terhadap protein plasma dan
protein utama yang dieksresikan dalam urin adalah albumin. Dalam keadaan
normal membran basal glomerulus (MBG) mempunyai mekanisme penghalang
untuk mencegah kebocoran protein. Mekanisme penghalang pertama berdasarkan
ukuran molekul (size barrier) dan yang kedua berdasarkan muatan listrik (charge
barrier). Pada SN kedua mekanisme penghalang tersebut ikut terganggu. Selain
itu konfigurasi molekul protein juga menentukan lolos tidaknya protein melalui
MBG. Proteinuria dibedakan menjadi selektif dan non-selektif berdasarkan ukuran
molekul protein yang keluar melaui urin. Proteinuria selektif apabila yang keluar
terdiri dari molekul kecil misalnya albumin. Sedangkan non-selektif apabila
protein yang keluar terdiri dari molekul besar seperti immunoglobulin. Seletivitas
proteinuria ditentukan oleh keutuhan struktur MBG. 2,3,4
21
ginjal, jenis lesi gromerulus, dan keterkaitan dengan penyakit jantung atau hati
akan menentukan mekanisme mana yang lebih berperan.9,10
Proteinuria
Hipoalbuminemia
Volume plasma↓
Sistem RAA
ADH↑ ANP N/↓
EDEMA
Retensi Na
Volume plasma↑
ADH↓/N ANP ↑
Aldosteron
↓
Tubulus resisten
terhadap ANP
EDEMA
22
Dyslipidemia diakibatkan oleh karena kolesterol serum, very low density
lipoprotein (VLDL), low density lipoprotein (LDL), trigliserida meningkat
sedangkan high density lipoprotein (HDL) dapat menurun. Hal ini disebabkan
peningkatan sintesis lipid di hepar dan penurunan katabolisme di perifer
(penurunan pengeluaran lipoprotein, VLDL, kilomikron dan intermediate density
lipoprotein dari darah). Peningkatan sintesis lipoprotein lipid distimulasi oleh
penurunan albumin serum dan penurunan tekanan onkotik. Oleh karena
proteinuria sehingga kompensasi hati untuk meningkatkan kadar protein dalam
darah. 2,3,4
Batasan
1. Remisi: proteinuria negatif atau trace (proteinuria < 4 mg/m2 LPB/jam) 3
hari berturut-turut dalam 1 minggu
2. Relaps: proteinuria ≥ 2+ (proteinuria >40 mg/m2 LPB/jam) 3 hari
berturut-turut dalam 1 minggu
3. Relaps jarang: relaps kurang dari 2 x dalam 6 bulan pertama setelah
respons awal atau kurang dari 4 x per tahun pengamatan
4. Relaps sering(frequent relaps): relaps ≥ 2 x dalam 6 bulan pertama
setelah respons awal atau ≥ 4 x dalam periode 1 tahun
5. Dependen steroid: relaps 2 x berurutan pada saat dosis steroid diturunkan
(alternating) atau dalam 14 hari setelah pengobatan dihentikan
6. Resisten steroid: tidak terjadi remisi pada pengobatan prednison dosis
penuh (full dose) 2 mg/kgbb/hari selama 4 minggu.
7. Sensitif steroid: remisi terjadi pada pemberian prednison dosis penuh
selama 4 minggu. 7,8
Dari hasil pemerikasaan laboratorium didapatkan total protein total 3,0 g/dl,
kolestrol 375 mg/dl, albumin 1,7 g/dl, ureum 26 mg/dl, kreatinin 0,35 mg/dl,
protein urin +2.
23
terdiri dari edema generalisata (anasarka), hipoalbuminemia, hiperlipidemia
(hiperkolesterolemia) dan proteinuria.
Penyebab utama terjadinya SN pada anak ini tidak dapat diketahui secara
pasti, karena sebenarnya untuk lebih memastikan tipe (penyebab) dari SN ini
dengan melakukan biopsi ginjal. Namun pada anak ini tidak dilakukan
pemeriksaan biopsi ginjal.
SN pada kasus ini didiagnosis banding dengan GNAPS karena gejala klinis
kedua penyakit ini sama yakni berupa edema, serta pada GNAPS didapatkan
adanya hipertensi dan hematuria.
24
Dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium,
pasien ini didapatkan udem pada palpebra dan asites, hipoalbuminemia,
hiperkolesterolemia, dan proteinuria masif. Maka pasien ini didiagnosis Sindrom
Nefrotik karena memenuhi semua kriteria berdasarkan Konsensus Tatalaksana
Sindrom Nefrotik Idiopatik Pada Anak.
Diare merupakan buang air besar encer lebih dari 3 kali per hari. Buang air
besar encer tersebut dapat/tanpa disertai lendir dan darah.2 Diare dibagi menjadi
dua, yaitu diare akut dan diare persisten atau diare kronik. Diare akut adalah diare
yang berlangsung kurang dari 14 hari, sementara diare persisten atau diare kronis
adalah diare yang berlangsung lebih dari 14 hari.2 Pada kasus ini tergolong diare
akut karena berlangsung kurang dari 14 hari. Dari hal diatas dan dari hasil
anamnesis maka diagnosis pada kasus ini yaitu diare akut.
25
intraluminal yang besar dengan kadar Na normal. Sebagian cairan
diabsorpsi kembali, sebagian lainnya akan tetap tinggal di lumen dan
kemudian melebihi kapasitas absorpsi kolon sehingga terjadi diare.
26
Terdapat 2 atau lebih dari tanda-tanda
berikut :
Gelisah, rewel
DIARE DEHIDRASI
Mata cekung
RINGAN/ SEDANG
Haus
Turgor kembali lambat
27
Untuk pengobatan pada pasien ini diberikan steroid full dose sesuai dengan
International Study on Kidney Diseases in Children (ISKDC) diberikan prednison
50 mg/m2LPB/hari atau 2 mg/kgBB/hari (maksimal 80 mg/hari dalam dosis
terbagi untuk menginduksi remisi). Untuk pemberian dosis prednison sesuai berat
badan ideal (BB terhadap TB) (KDIGO, 2012). Berdasarkan WHO Growth Chart
Standart, pada pasien ini BB ideal nya di umur 9 tahun 11 bulan (10 tahun)
sehingga dosis prednison yang diberikan adalah 32 kg x 2 mg/kgBB/hari = 64
mg/hari, dibulatkan menjadi 65 mg/hari dikarenakan :
1. Satu tablet prednison mengandung 5 mg sehingga mempermudah dalam
penentuan jumlah tablet yang akan diberikan dan mempermudah dalam
pengkonsumsian obat
2. Dosis pembulatan menjadi 65 mg masih dalam dosis aman prednison yaitu
maksimal 80 mg/hari.
Lalu, untuk mengatasi edema pada pasein ini diberikan diuretik furosemide
dengan dosis 1-2 mg/kgBB/hari sehingga dosis yang diberikan pada pasien ini
adalah 21,8 x 1 mg/kgBB/hari jadi 21,8 mg/hari, Pemberian furosemid ini
diindikasikan untuk edema berat.2,3 Tetapi diberikan terapi albumin dengan
indikasi pemberian albumin 20% 1 g/kgBB.
28
Bila tidak terjadi remisi selama 4 minggu, maka kasus ini disebut resisten
steroid. Penelitian sekarang memperlihatkan bahwa disebut resisten bila respon
sampai 8 minggu. Pada kasus resisten prednisone, maka dapat di tambahkan obat-
obat imunosupresif yang lain seperti siklofosfamid, siklosporin, atau levamizole.
Mengingat obat tersebut mahal dan susah didapat dipasaran, maka bisa dipakai
levamizole yang lebih murah dan mudah didapat dalam bentuk tablet yaitu
askamex.8
Levamizole merupakan derivat tetramizole,immunomodulator dapat
merangsang pembentukan antibody terhadap beberapa antigen melalui imunitas
seluler,lovamizole meningkatkan respon sel T dengan merangsang aktivitas sel T,
mempotensiasi monosit dan makrofag, termasuk fagositosis,kemotoksis dan lain-
lain.8
Sesuai rekomendasi WHO/UNICEF dan IDAI, sejak tahun 2008 Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia menetapkan lima pilar penatalaksanaan diare
“LINTAS DIARE” (Lima Langkah Tuntaskan Diare) sebagai salah satu strategi
dalam pengendalian penyakit diare di Indonesia yaitu 7:
1. Rehidrasi dengan menggunakan oralit baru
a. Dosis oralit bagi penderita diare tanpa dehidrasi sbb :
Umur < 1 tahun : ¼ - ½ gelas setiap kali anak mencret
Umur 1 – 4 tahun : ½ - 1 gelas setiap kali anak mencret
Umur diatas 5 Tahun : 1 – 1½ gelas setiap kali anak mencret
b. Dosis oralit bagi penderita diare derajat dehidrasi ringan-sedang
Dosis oralit yang diberikan dalam 3 jam pertama 75 ml/kgBB dan
selanjutnya dilanjutkan dengan pemberian oralit setiap kali BAB.
c. Derajat dehidrasi berat
Penderita diare yang tidak dapat minum harus segera dirujuk ke
Puskesmas untuk diinfus.
Pada kasus ini digunakan dosis oralit pada penderita diare tanpa
dehidrasi.
2. Zink diberikan selama 10 hari berturut-turut
29
Zinc merupakan salah satu mikronutrien yang penting dalam tubuh. Zinc
dapat menghambat enzim INOS (Inducible Nitric Oxide Synthase), dimana
ekskresi enzim ini meningkat selama diare dan mengakibatkan hipersekresi
epitel usus. Zinc juga berperan dalam epitelisasi dinding usus yang
mengalami kerusakan morfologi dan fungsi selama kejadian diare. Cara
pemberian tablet zinc : Larutkan tablet dalam 1 sendok makan air matang
atau ASI, sesudah larut berikan pada anak diare.
Pada kasus ini pasien berusia 9 tahun 11 bulan sehingga diberikan tablet
zink 20 mg/hari (1 tablet)
3. ASI dan makanan tetap diteruskan
Pemberian makanan selama diare bertujuan untuk memberikan gizi pada
penderita terutama pada anak agar tetap kuat dan tumbuh serta mencegah
berkurangnya berat badan. Anak yang masih minum ASI harus lebih sering
diberi ASI. Anak yang minum susu formula juga diberikan lebih sering dari
biasanya. Anak usia 6 bulan atau lebih termasuk bayi yang telah mendapatkan
makanan padat harus diberikan makanan yang mudah dicerna dan diberikan
sedikit lebih sedikit dan lebih sering. Setelah diare berhenti, pemberian
makanan ekstra diteruskan selama 2 minggu untuk membantu pemulihan
berat badan.12,13
4. Antibiotik selektif
Antibiotika hanya bermanfaat pada penderita diare dengan darah (sebagian
besar karena shigellosis), suspek kolera. Obat-obatan Anti diare juga tidak
boleh diberikan pada anak yang menderita diare karena terbukti tidak
bermanfaat. Obat anti muntah tidak dianjurkan kecuali muntah berat. Obat-
obatan ini tidak mencegah dehidrasi ataupun meningkatkan status gizi anak,
bahkan sebagian besar menimbulkan efek samping yang bebahaya dan bisa
berakibat fatal. Obat anti protozoa digunakan bila terbukti diare disebabkan
oleh parasit (amoeba, giardia).6,12
Pada kasus ini : pasien diberikan antibiotic berupa Inj. Ceftriaxone 650
mg/12 jam IV, dimana dosisnya 50-100 mg/kgBB/hari bisa dibagi 2-4 kali
pemberian perhari.
30
5. Nasihat kepada orang tua.
Ibu atau pengasuh yang berhubungan erat dengan balita harus diberi nasehat
tentang :
- Cara memberikan cairan dan obat di rumah
- Kapan harus membawa kembali balita ke petugas kesehatan bila :
Diare lebih sering
Muntah berulang
Sangat haus
Makan/minum sedikit
Timbul demam
Tinja berdarah
Tidak membaik dalam 3 hari.
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada kasus diare akut yakni
pemeriksaan feses, analisis gas darah dan pemeriksaan elektrolit. Pemeriksaan
feses atau tinja tidak rutin dilakukan pada diare akut, kecuali apabila ada tanda
intoleransi laktosa dan kecurigaan amubiasis. Hal yang dinilai pada pemeriksaan
tinja berupa makroskopis yakni konsistensi, warna, lendir, darah, bau dan
mikroskopis berupa leukosit, eritrosit, parasit, bakteri, dan pemeriksaan kimia
feses berupa PH, elektrolit (Na, K, HCO3). Selain itu dapat pula dilakukan kultur
atau biakan feses dan uji sensitivitas (kepekaan terhadap antibiotika). Selain
pemeriksaan feses dapat pula dilakukan pemeriksaan analisis gas darah dan
elektrolit (jika secara klinis dicurigai adanya gangguan keseimbangan asam basa
dan elektrolit) pada kasus dehidrasi berat. Pada kasus ini hanya dilakukan
pemeriksaan darah rutin.11,12,13
Pada kasus ini prognosisnya dubia ad bonam dikarenakan pasien didiagnosis
Sindrom Nefrotik yang dalam perjalanan penyakitnya masih sensitif terhadap
pengobatan steroid ditandai dengan kondisi pasien sampai pulang mengalami
perbaikan dan diare yang dialami pasien dapat teratasi serta karena tidak
ditemukan tanda-tanda dehidrasi yang berat sehingga prognosisnya semakin baik.
31
DAFTAR PUSTAKA
WHO; 2015.
32
12. UKK Gastroenterologi Hepatologi IDAI. Buku Ajar Gastroenterologi-
33