Anda di halaman 1dari 40

PRESENTASI KASUS

DEMAM BERDARAH DENGUE

Pembimbing :

dr. Rosida Sihombing, Sp.A

Disusun Oleh :

Siti Herdianty

030.15.184

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BUDHI ASIH

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI

14 DESEMBER 2020 – 23 JANUARI 2021


BAB II

LAPORAN KASUS

BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI

RS PENDIDIKAN : RSUD BUDHI ASIH

STATUS PASIEN KASUS

Nama Mahasiswa : Siti Herdianty Pembimbing : dr. Rosida S, Sp. A

NIM : 030.15.184 Tanda tangan :

IDENTITAS PASIEN

Nama : An. P

Jenis kelamin : Perempuan

Tempat/ tanggal lahir : Jakarta, 15-07-2007

Umur : 13 Tahun 5 bulan

Suku bangsa : Sunda dan Betawi

Agama : Islam

Pendidikan : Pesantren tingkat I

Alamat : Jl. Pisang lama II RT 3

1
ORANG TUA

Identitas Ayah Ibu


Nama Tn. A Ny. M
Umur 42 tahun 36 tahun
Suku/bangsa Betawi Betawi
Agama Islam Islam
Alamat Jl. Pisang lama II RT 3 Jl. Pisang lama II RT 3
Pekerjaan Swasta IRT
Pendidikan SMK SMK
Penghasilan/bula Rp 4.000.000 -
n
Hubungan dengan orang tua : Pasien merupakan anak angkat dari Tn. A
dan anak kandung dari Ny. M

I. ANAMNESIS
Dilakukan secara autoanamnesis dan alloanamnesis dengan Ibu pasien di
ruang Zamrud pada 28 Desember 2020.
Keluhan utama : Demam sejak 4 hari SMRS (Sebelum Masuk Rumah
Sakit).
Keluhan tambahan : Mual, Muntah, perut kembung, nyeri perut, sesak
dan BAK sedikit.

A. Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang ke IGD RSUD Budhi Asih pada 27 Desember 2020


pukul 14.00 WIB dengan keluhan demam sejak 4 hari SMRS. Demam
dirasakan terus menerus dan tidak diikuti kejang, tidak ada pola yang
spesifik untuk menggambarkan demamnya. Awalnya demam
berlangsung hanya 3 hari, kemudian demam turun. Setelah hari ke 4 ibu
mengatakan anaknya mulai lemas dan sulit makan. 3 hari Sebelum
dibawa ke IGD RSUD Budhi asih, pasien sempat berobat ke praktik
dokter pribadi dan diberikan obat penurun panas berupa Paracetamol 500
mg dan antibiotik Amoxicilin 200 mg namun belum ada perbaikan. Sejak
1 hari sebelum masuk IGD, Keluhan demam disertai dengan mual dan

2
muntah setiap makanan dan minuman yang masuk, perut terasa
kembung, frekuensi BAK menurun, nyeri bagian perut kanan atas dan
uluati serta sesak.

B. Riwayat Penyakit yang Pernah Diderita

Penyakit Umur Penyakit Umur Penyakit Umur


Alergi (-) Difteria (-) Jantung (-)
Cacingan (-) Diare 9 bulan Ginjal (-)
Kejang
DBD (-) 7 bulan Darah (-)
demam
Tifoid (-) Kecelakaan (-) Pneumonia (-)
Otitis (-) Morbili (-) TB (-)
Parotis (-) Operasi (-) Lainnya (-)
Kesimpulan riwayat penyakit yang pernah diderita : Pasien memiliki
riwayat penyakit diare pada usia 9 bulan namun tidak sampai dirawat dan
kejang demam pada usia 7 bulan dirawat di RS Persahabatan.

C. Riwayat Kehamilan/ Persalinan

Morbiditas Tidak ada morbiditas selama


kehamilan masa kehamilan
Rutin kontrol sesuai anjuran
KEHAMILAN Perawatan Trimester 1 : 2 kali
antenatal Trimester 2 : 3 kali
Trimester 3 : 3 kali
Tempat lahir RS Persahabatan
Penolong
Dokter
kelahiran
Spontan
Cara persalinan
Penyulit : tidak ada
Berat lahir : 3800 gram
Panjang lahir : 51 cm
Lingkar kepala : ibu pasien tidak
KELAHIRAN ingat
Langsung menangis (+)
Keadaan bayi
Kemerahan (+)
Kuning (-)
Kebiruan (-)
Nilai APGAR : ibu tidak tahu
Kelainan bawaan : tidak ada
Masa gestasi Cukup bulan

3
Kesimpulan riwayat kehamilan/ persalinan : pasien lahir dalam
kondisi baik dengan cara persalinan spontan dengan usia gestasi cukup
bulan.

D. Riwayat Perkembangan
 Pertumbuhan gigi pertama : 11 Bulan
 Gangguan perkembangan mental : (-)
 Psikomotor
Tengkurap : Ibu tidak mengingat
Duduk : Ibu tidak mengingat
Berdiri : Ibu tidak mengingat
Berjalan : Ibu tidak mengingat
Bicara : Ibu tidak mengingat
 Perkembangan pubertas
Rambut : Belum tumbuh
Menarche : 12 tahun
Pertumbuhan bentuk genitalia : 12 tahun

Kesimpulan riwayat pertumbuhan dan perkembangan : Ibu tidak


mengingat riwayat perkembangan pasien dan pasien mengaku mengalami
perkembangan pubertas pada usia 12 tahun.

E. Riwayat Makanan

Umur Buah/biskui
ASI/PASI Bubur susu Nasi tim
(bulan) t
0-2 Susu formula (-) (-) (-)
2-4 Susu formula (-) (-) (-)
4-6 Susu formula + (-) (-)
6-8 Susu formula + + +
8-10 Susu formula + + +
10-12 Susu formula + + +
Kesimpulan: Sejak lahir pasien meminum susu formula

Usia > 1 tahun

Jenis makanan Frekuensi dan Jumlah


Nasi/ pengganti nasi 3xhari (1 ½ centong setiap makan)

4
Sayur 2xhari (1 mangkok kecil setiap makan)
Daging ayam 3x seminggu (1 potong setiap makan)
Telur 4x seminggu (1 butir telur setiap makan)
Ikan 3x seminggu (ukuran 100 g sekali makan)
Tahu Tidak suka
Tempe 5x seminggu (2 potong sekali makan)
Susu 2x/hari (150 ml sekali minum)
Kesulitan makanan : Tidak ada
F. Riwayat Imunisasi

Vakskin Dasar (umur) Ulangan


(umur)
BCG +(1bln)
Hepatitis B + (0 hari) + (2bln) +(3bln) +(4bln)
Polio + (0 hari) + (2bln) +(3bln) +(4bln)
DPT +(2bln) +(3bln) +(4bln) +(6thn)
Hib +(2bln) +(3bln) +(4bln)
Campak +(9bln)
MMR +(15bln)
Kesimpulan riwayat imunisasi : Imunisasi dasar pasien lengkap.
Imunisasi ulangan hanya dilakukan DPT saja.

G. Riwayat Keluarga

Tanggal Lahir
Jenis Mati
No lahir Abortus Kesehatan
kelamin Hidup Mati (sebab)
(umur)
1. 20 Tahun P + Sehat
2. 13 Tahun P + Pasien
3. 9 Tahun L + Sehat
4. 7 Tahun P + Sehat
5.
Kesimpulan riwayat keluarga : Pasien memiliki 3 saudara kandung,
pasien merupakan anak ke 2 dari 4 bersaudara.

H. Riwayat Lingkungan
Pasien tinggal bersama dengan ayah sambung, ibu kandung dan 3
saudara kandung dirumah kontrakan. Dinding rumah terbuat dari tembok,
lantai cor, ventilasi dan pencahayaan baik, udara dalam rumah tidak
terasa pengap. Rumah pasien terletak di kawasan padat penduduk dan

5
berdempetan antara rumah satu dengan rumah lainnya. Sumber air
sehari-hari didapat dari sumur, sementara air minum menggunakan air
galon yang dibeli diluar. Jarak antara kamar mandi dan sumber air
kurang dari 10 meter.

Kesimpulan riwayat lingkungan perumahan : Saat ini pasien tinggal


bersama ibu dan 3 saudara kandung. ventilasi dan pencahayaan baik,
tinggal di lingkungan yang padat. Sumber air sehari-hari didapat dari
sumur, sementara air minum menggunakan air galon yang dibeli diluar.
Jarak antara kamar mandi dan sumber air kurang dari 10 meter.

II. PEMERIKSAAN FISIK


KEADAAN UMUM
Kesan sakit : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Composmentis
Kesan Gizi : Gizi baik

TANDA VITAL
- Tekanan Darah : 100/70 mmHg
- Frekuensi nadi : 68 kali/ menit
- Frekuensi napas : 24 kali/ menit
- Suhu : 37,1 °C

ANTROPOMETRI

- Berat badan : 40 kg
- Tinggi/ panjang badan : 155 cm
- Lingkar Kepala : 54 cm

6
STATUS GIZI

- BB/U : 40/46 x 100% = 86% (Berat badan baik)


- TB/U : 155/157x 100% = 98 % (Tinggi normal)
- BB/TB : 43/44 x 100% = 102 % (Normal)
Kesan : Status gizi baik

STATUS GENERALIS

Kepala :Normosefali, tidak ada deformitas, tidak ada luka bekas


operasi.

Rambut :Rambut hitam, bergelombang, distribusi merata dan tidak


mudah dicabut.

Wajah :Dismorfik (-) , tidak ada pembengkakan, luka ataupun


jaringan parut.

Mata :Sklera ikterik -/-, konjungtiva anemis -/-, cekung -/-. Oedem
palpebra -/-, ptosis -/-.

Telinga :Normotia, tidak ada gangguan pendengaran, serumen (+),


Memran timpani intak +/+, reflex cahaya +5 dan +7.

Hidung :Tidak ada septum deviasi, Sekret -/- , mukosa tidak


hiperemis.

Bibir :Sianosis (-), pucat (+), kering (+), hiperemis (-), darah
kering (+)

Lidah : Seluruh bagian lidah berwarna merah muda papil lidah


dalam batas normal.

Gusi :Terdapat perdarahan di gusi (Premolar I kiri atas),


terdapat caries pada molar I kanan bawah dan molar I
kiri bawah.

Tenggorok : Uvula ditengah, faring dalam batas normal.

7
Leher :Tampak tidak ada kelainan, edema (-), massa (-), tidak
teraba pembesaran kelenjar getah bening dan tiroid.

Thoraks (Jantung)

Inspeksi :Gerakan dinding dada simetris, iktus kordis tidak tampak.

Palpasi :Iktus cordis teraba pada sela iga ke 5 garis midsternalis kiri

Perkusi : Batas jantung kanan di ICS IV linea sternalis dextra,

Batas jantung kiri: ICS V linea midklavikularis sinistra.

Auskultasi :BJ I dan II regular, murmur (-), gallop (-)

Thorax (Paru – paru)

Inspeksi :Pergerakan dinding dada simetris kiri dan kanan, retraksi


interkostal (-), pemakaian otot bantu pernafasan (-), sela iga
melebar (-).

Palpasi :Gerak dinding dada simetris kiri dan kanan, Vokal fremitus
(+/+) saat mengucapkan 77.

Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru.

Auskultasi :Suara napas vesikuler +/+, ronkhi -/-, wheezing -/-.

Abdomen

Inspeksi :Perut supel, ruam merah (-), kulit keriput (-)

Auskultasi :Bising usus (+)

Perkusi :Pekak pada regio hipokondrium kanan dan timpani pada


regio hipokondium kiri, regio lumbal kanan, regio umbilikal,
regio lumbal kiri, regio inguinal kanan, regio hipogastric dan
regio inguinal kiri.

Palpasi :Supel, Nyeri Tekan (+) pada regio hipokondrium kanan,


deffance muscular(-), hepatomegali 3 jari dibawah arcus
costae , splenomegali (-)

8
Anggota gerak

Ekstremitas

Inspeksi :Simetris, tidak terdapat kelainan bentuk tulang, edema


tungkai -/-,pucat (-)

Palpasi :Akral dingin pada keempat ekstremitas, capillary refill time


>3 detik.

9
HEMATOLOGI (UGD)
27 Desember 2020
Hasil Satuan Nilai normal
Leukosit (WBC) 3.7 ribu/uL 5 – 14.5
Eritrosit (RBC) 4.8 juta/uL 3.6 – 5.8
Hemoglobin (HGB) 13.1 g/dL 10.7 – 14.7
Hematokrit (HCT) 38 % 33 – 45
Trombosit (PLT) 57 ribu/uL 217 – 497
MCV 78.7 fL 72 – 88
MCH 27.3 Pg 22 – 34
MCHC 34.7 g/dL 32 - 36
RDW 13.6 % <14
KIMIA KLINIK

METABOLISME KARBOHIDRAT
Hasil Satuan Nilai normal
GDS 120 mg/dL 69 - 100
ELEKTROLIT
Natrium 136 mmol/L 135 – 155
Kalium 3.7 mmol/L 3.6 – 5.5
Klorida 102 mmol/L 98 - 109
III. PEMERIKSAAN PENUNJANG

10
IV. RESUME
Pasien datang ke IGD RSUD Budhi Asih pada 27 Desember 2020
pukul 14.00 WIB dengan keluhan demam sejak 4 hari SMRS. Demam
dirasakan terus menerus dan tidak diikuti kejang, tidak ada pola yang
spesifik untuk menggambarkan demamnya. Awalnya demam
berlangsung hanya 3 hari, kemudian demam turun. Setelah hari ke 4 ibu
mengatakan anaknya mulai lemas dan sulit makan. 3 hari Sebelum
dibawa ke IGD RSUD Budhi asih, pasien sempat berobat ke praktik
dokter pribadi dan diberikan obat penurun panas berupa Paracetamol
500 mg dan antibiotik Amoxicilin 200 mg namun belum ada perbaikan.
Sejak 1 hari sebelum masuk IGD, Keluhan demam disertai dengan mual
dan muntah setiap makanan dan minuman yang masuk, perut terasa
kembung, frekuensi BAK menurun, nyeri bagian perut kanan atas dan
uluati serta sesak.
Hasil pemeriksaan fisik ditemukan tanda vital tekanan darah 100/70
mmHg, nadi 68 x/menit, pernapasan 24 x/ menit, suhu 37,1’C, SpO2
98%. Kesadaran composmentis, tampak sakit sedang. Status generalis
didapatkan bibir kering, perdarahan gusi kanan atas, mukosa hiperemis.
Pada abdomen dilakukan palpasi didapatkan nyeri tekan regio
hipokondium kanan dan regio epigastrium. Saat dilakukan perkusi
ditemukan pekak pada regio hipokondium kanan sejauh 3 cm dari arcus
costae. CRT >3 detik.
Hasil pemeriksaan penunjang didapatkan Leukosit 3.7 ribu/uL
(menurun), Hemoglobin 13.1 g/dL (normal), Hematokrit 38% (normal),
trombosit 57 ribu/uL ( menurun).

V. DIAGNOSIS BANDING
-Demam Tifoid
-Malaria
-Demam Cikungunya
-Ideopatik Trombositopenik Purpura

11
VI. DIAGNOSIS KERJA
-Demam Berdarah Dengue grade II

VII. PENATALAKSANAAN
-IVFD Asering 2cc/ Jam
- O2 2 L nasal kanul
-Injeksi Ranitidine 2 x 50 ml
-Paracetamol oral 3 x500 mg

VIII. PROGNOSIS
Ad Vitam : Dubia Ad Bonam
Ad Fungsionam: Ad Bonam
Ad Sanationam : Dubia Ad Bonam

12
FOLLOW UP

28/12/2020 29/12/2020 30/12/2020


S Nyeri perut (+), badan masih Pasien mengatakan masih mual Pasien mengatakan mual
terasa hangat, sesak (+), saat tetapi tidak ada muntah, badan sudah mulai berkurang,
makan dam minum terasa mual, masih merasa hangat, nyeri muntah (-), badan sudah tidak
muntah (+), belum BAB sejak 6 perut hilang timbul, gusi masih terasa hangat lagi, nyeri perut
hari yll, BAK (+) sedikit, nyeri berdarah, belum BAB sejak 7 berkurang dari hari
kepala (-), pusing (-). hari yll, BAK (+) lebih banyak sebelumnya, gusi berdarah
dari kemarin, sesak mulai (-), BAB (+), BAK (+), sesak
berkurang, nyeri kepala (-), (-) nyeri kepala (-), pusing (-).
Pusing (-).
O KU : Tampak sakit sedang KU : Tampak sakit sedang KU : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Composmentis Kesadaran : Composmentis Kesadaran : Composmentis
TD : 100/70 mmHg TD : 97/70 mmHg TD : 115/80 mmHg
HR :88x/menit HR :70 x/menit HR :68 x/menit
RR : 22x/menit RR : 24 /menit RR : 24 /menit
T : 36,9oC T : 37,2 oC T : 36,9 oC
SpO2: 98% SpO2: 98% SpO2: 99 %
Mata : Ca -/-, SI -/- Mata : Ca -/-, SI -/- Mata : Ca -/-, SI -/-
Hidung : sekret -/- Hidung : sekret -/- Hidung : sekret -/-
Mulut : bibir kering (+), Mulut : bibir kering (+), Mulut : bibir kering (-),
Hipremis (-), gusi berdarah (+). Hipremis (-), gusi berdarah (+). Hipremis (-), gusi berdarah
Leher ; tidak ada pembesaran Leher : tidak ada pembesaran (-).
KGB KGB Leher : tidak ada pembesaran
Thorax : SNV +/+, wheezing -/-, Thorax : SNV +/+, wheezing -/-, KGB
ronki -/-. ronki -/-. Thorax : SNV +/+, wheezing
BJ I dan II regular, Murmur (-), BJ I dan II regular, Murmur (-), -/-, ronki -/-.
gallop (-). gallop (-). BJ I dan II regular, Murmur
Abdomen: Supel, Nyeri tekan Abdomen : Supel, Nyeri tekan (-), gallop (-).
regio hipokondrium kanan dan regio hipokondrium kanan dan Abdomen : Supel, Nyeri
epigastrium. Nyeri ketuk pada epigastrium. Nyeri ketuk pada tekan regio hipokondrium
regio hipokondium kanan dan regio hipokondium kanan dan kanan dan epigastrium. Nyeri
epigastrium. Bising usus (+). epigastrium. Hepatomegali 3 jari ketuk pada regio
Ekstremitas : Akral dingin (+) di dibawah arcus costae. Bising hipokondium kanan dan
keempat ekstremitas, oedem (-) usus (+). epigastrium. Hepatomegali 3
Kulit : CRT > 3 detik. Kulit : CRT >3 detik jari dibawah arcus costae.
Bising usus (+).
Laboratorium 28/12/2020 Laboratorium 29/12/2020 Kulit : CRT < 2 detik
Hemoglobin : 13,7 (Normal)
Hemoglobin : 14.4 (Normal)
Laboratorium 30/12/2020
Hematokrit : 39 (normal)
Hematokrit : 42 (normal) Hemoglobin : 14.2 (Normal)
Leukosit : 4.6 (Menurun)
Leukosit : 3.4 (Menurun) Hematokrit : 41 (normal)
Trombosit : 24 (Menurun)
Trombosit : 23 (Menurun) Leukosit : 4.5 (Menurun)
Hitung jenis: Trombosit : 31 (Menurun)
0/1/0/32/51/16

13
NLR : 0,63
Limfosit total 1734

A Demam berdarah dengue gradde Demam berdarah dengue grade Demam berdarah dengue
II II grade II
Dehidrasi ringan-sedang Dehidrasi ringan-sedang Dehidrasi ringan- sedang
Trombositonpenia Trombositonpenia (Perbaikan)
Trombositonpenia
P IVFD asering 2 cc/kgBB/jam -> IVFD asering 4 cc/kgBB/jam IVFD asering 3 cc/kgBB/jam
loading 10 cc/kgBB/Jam (500 (160 cc/jam) (120 cc/jam)
cc/jam) O2 2 L Inj Ranitidine 2 x 50 mg
O2 2 L Inj Ranitidine 2 x 50 mg Paracetamol 4 x 500 mg
Inj Ranitidine 2 x 50 mg Paracetamol 4 x 500 mg
Paracetamol 3 x 500 mg

31/12/2020
S Pasien mengatakan mual (-),
muntah (-), demam (-), nyeri
perut berkurang dari hari
sebelumnya, gusi berdarah (-),
BAB (+), BAK (+), nyeri
kepala (-), pusing (-), napsu
makan membaik.
O KU : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Composmentis
TD : 100/80 mmHg
HR :59 x/menit
RR : 24 /menit
T : 37,1 ’C
SpO2: 99 %
Mata : Ca -/-, SI -/-
Hidung : sekret -/-
Mulut : bibir kering (-),
Hipremis (-), gusi berdarah (-).
Leher : tidak ada pembesaran
KGB
Thorax : SNV +/+, wheezing -/-,
ronki -/-.
BJ I dan II regular, Murmur (-),
gallop (-).
Abdomen : Supel, Nyeri tekan
regio hipokondrium kanan dan

14
epigastrium. Nyeri ketuk pada
regio hipokondium kanan dan
epigastrium. Hepatomegali 3 jari
dibawah arcus costae. Bising
usus (+).
Kulit : CRT< 2 detik

Laboratorium 31/12/2020
Hemoglobin : 13.5 (Normal)
Hematokrit : 39 (Normal)
Leukosit : 4.8 (Normal)
Trombosit : 69 (Menurun)

A Demam berdarah dengue grade


II
Dehidrasi ringan- sedang
(Perbaikan)
Trombositonpenia
P IVFD asering 2 cc/kgBB/jam
(80 cc/jam)
Inj Ranitidine 2 x 50 mg
Paracetamol 4 x 500 mg

15
BAB III

ANALISA KASUS

Demam berdarah dengue/ DBD (dengue haemorrhagic fever/ DHF) adalah


penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dengan manifestasi klinis
demam, nyeri otot dan atau nyeri sendi yang disertai ruam, trombositopenia dan
hemokonsentrasi. Penyakit Demam Berdarah ini disebabkan oleh virus dengue
yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictu.

Pasien datang ke IGD RSUD Budhi Asih pada 27 Desember 2020 pukul
14.00 WIB dengan keluhan demam 38,5’C sejak 4 hari SMRS. Demam dirasakan
terus menerus dan tidak diikuti kejang. Sesuai dengan teori, hal pertama yang
terjadi setelah virus masuk ke dalam tubuh penderita adalah penderita mengalami
demam dan bisa berlangsung selama 2-7 hari yang dimana fase demam terjadi sejak
hari pertama virus menginfeksi hingga hari ke 3. Keluhan demam disertai dengan
mual dan muntah setiap makanan dan minuman yang masuk, perut terasa kembung,
frekuensi BAK menurun, nyeri bagian perut kanan atas dan uluati serta sesak.
Sesuai dengan teori bahwa di hari ke 4 dimana fase demam sudah berakhir dan
berpindah ke fase kritis yaitu demam turun yang diikuti dengan muntah terus
menerus akibat kebocoran plasma. Terjadinya nyeri perut juga disebabkan oleh
keterlibatan organ hati yang mengalami pembesaran (Hepatomegali).

Sesuai dengan triase primer WHO, keluhan pasien tersebut sudah


menunjukkan tanda-tanda waspada (Warning signt) yaitu tidak ada perbaikan klinis
atau perburukan selama fase transisi dari fase demam ke fase kritis, muntah terus
menerus, tidak mau makan dan minum, nyeri perut hebat, anak mengalami lemah,
letih, lesu, terjadi perdarahan spontan seperti petekie, epitaksis, gusi berdarah,
menstruasi berlebihan, perdarahan gastrointestinal, urin berwarna gelap atau
hematuri, pusing, akral dingin dan lembap, pengeluaran urin berkurang dari
biasanya. Difase ini pasien harus dirawat dan dipantau ketat mulai dari gejala, tanda
vital serta laboratoriumnya.

16
Setelah dilakukan follow up 29 desember 2020 pada pemeriksaan fisik
didapatkan nadi lambat dan teraba lembut, gusi berdarah pada premolar I kiri atas
dan pemeriksaan laboratorium didapatkan leukosit menurun yaitu 4.6 ribu/uL dan
trombositosis yaitu 23 ribu/uL. Ini disebabkan karena fenomena patologis yang
utama pada penderita DHF adalah meningkatnya permeabilitas dinding kapiler
yang mengakibatkan terjadinya perdarahan spontan dan perembesan atau kebocoran
plasma, peningkatan permeabilitas dinding kapiler mengakibatkan berkurangnya
volume plasma yang secara otomatis membuat jumlah trombosit berkurang,
terjadinya hipotensi (tekanan darah rendah) yang dikarenakan kekurangan
haemoglobin, terjadinya hemokonsentrasi (peningkatan hematocrit > 20%) dan
renjatan. (syok).

Terapi yang diberikan saat pertama kali tiba di IGD RSUD Budhi asih yaitu
asering 2 cc/kgBB/jam (80cc/kgBB/jam) namun akral masih dingin dan terjadi
perdarahan gusi, kemudian diloading cairan menjadi 10 cc/kgBB/jam. Setelah
loading cairan diberikan, keadaan umum membaik, akral mulai hangat, perdarahan
gusi berangsur berhenti, cairan diturunkan menjadi 7 cc/kgbb/jam. Setelah tanda
vital mulai stabil, cairan diturunkan menjadi 5 cc/kgbb/jam. Pemberian terapi cairan
untuk menggantikan cairan yang hilang dan mencegah komplikasi ke arah syok dan
diberikan antipiretik Paracetamol 500 mg untuk menurunkan demamnya.

17
BAB IV

TINJAUAN PUSTAKA

Definisi

Demam berdarah dengue/ DBD (dengue haemorrhagic fever/ DHF) adalah


penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dengan manifestasi klinis
demam, nyeri otot dan atau nyeri sendi yang disertai ruam, trombositopenia dan
hemokonsentrasi. Penyakit Demam Berdarah ini disebabkan oleh virus dengue
yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictu.1

Etiologi

Penyakit demam akut yang disebabkan oleh virus genus Flavivirus, famili
Flaviviridae, mempunyai 4 jenis serotipe yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-
4, melalui perantara nyamuk Aedes aegypti atau Aedes albopictus. Keempat
serotipe dengue terdapat di Indonesia, DEN-3 merupakan serotipe dominan dan
banyak berhubungan dengan kasus berat, diikuti serotipe DEN-2.3

Epidemiologi

Pada saat ini jumlah kasus masih tetap tinggi rata-rata 10-25 per 100.000
penduduk, namun angka kematian telah menurun bermakna <2%. Umur terbanyak
yang terkena infeksi dengue adalah kelompok umur 4-10 tahun, walaupun makin
banyak kelompok umur lebih tua. Spektrum klinis infeksi dengue dapat dibagi
menjadi (1) gejala klinis paling ringan tanpa gejala (silent dengue infection), (2)
demam dengue (DD), (3) demam berdarah dengue (DBD) dan (4) demam berdarah
dengue disertai syok (sindrom syok dengue/DSS).3

Demam berdarah dengue (DBD) masih merupakan salah satu masalah


kesehatan masyarakat yang utama di Indonesia. Seiring dengan meningkatnya
mobilitas dan kepadatan jumlah penduduk, jumlah penderita dan luas daerah

18
penyebarannya semakin bertambah. Di Indonesia, demam berdarah pertama kali
ditemukan di kota Surabaya pada tahun 1968, dimana sebanyak 58 orang terinfeksi
dan 24 orang diantaranya meninggal dunia, dengan Angka Kematian (AK)
mencapai 41,3%. Sejak saat itu penyakit ini menyebar luas ke seluruh Indonesia.5

Patofisiologi
Patofisiologi utama pada DBD dan DSS adalah peningkatan permeabilitas
akut, yang menyebabkan keluarnya plasma ke rongga ekstraseluler. Kebocoran
plasma dapat dibuktikan dengan adanya timbunan cairan dalam rongga pleura,
peritoneum dan perikardium.3

Gambar 1. Bagan Patofisiologi

19
Fenomena patologis yang utama pada penderita DHF adalah meningkatnya
permeabilitas dinding kapiler yang mengakibatkan terjadinya perembesan atau
kebocoran plasma, peningkatan permeabilitas dinding kapiler mengakibatkan
berkurangnya volume plasma yang secara otomatis jumlah trombosit berkurang,
terjadinya hipotensi (tekanan darah rendah) yang dikarenakan kekurangan
haemoglobin, terjadinya hemokonsentrasi (peningkatan hematocrit > 20%) dan
renjatan. (syok).7 Hal pertama yang terjadi setelah virus masuk ke dalam tubuh
penderita adalah penderita mengalami demam, sakit kepala, mual, nyeri otot, pegal-
pegal di seluruh tubuh, ruam atau bitnik-bintik merah pada kulit (petekie), sakit
tenggorokan dan hal lain yang mungkin terjadi seperti pembesaran limpa
(splenomegali). Hemokonsentrasi menunjukkan atau menggambarkan adanya
kebocoran atau perembesan plasma ke ruang ekstra seluler sehingga nilai
hematocrit menjadi penting untuk patokan pemberian cairan intravena. Oleh karena
itu, pada penderita DHF sangat dianjurkan untuk memantau hematocrit darah
berkala untuk mengetahuinya. Setelah pemberian cairan intravena peningkatan
jumlah trombosit menunjukkan kebocoran plasma telah teratasi sehingga pemberian
cairan intravena harus dikurangi kecepatan dan jumlahnya untuk mencegah
terjadinya edema paru dan gagal jantung. Sebaliknya jika tidak mendapatkan cairan
yang cukup, penderita akan mengalami kekurangan cairan yang dapat
mengakibatkan kondisi yang buruk bahkan bisa mengalami renjatan dan apabila
tidak segera ditangani dengan baik maka akan mengakibatkan kematian.
Sebelumnya terjadinya kematian biasanya dilakukan pemberian transfusi guna
menambah semua komponen-komponen di dalam darah yang telah hilang.3

20
Klasifikasi

Gambar 2. Klasifikasi menurut WHO 2011

Manifestasi klinis

Gambar 3. Manifestasi klinis menurut WHO 2011

21
-Demam dengue

Umumnya demam dengue bersifat akut, dan kadang-kadang demam bifasik


dengan gejala tambahan sakit kepala, mialgia, artralgia, ruam, leukopenia dan
trombositopenia. Meskipun DD tidak terlalu parah, kadang dapat terjadi perdarahan
yang tidak biasa seperti perdarahan gastrointestinal, hipermenore dan epistaksis
masif. 1

-Demam berdarah dengue/ DSS

Lebih sering terjadi pada anak-anak kurang dari 15 tahun di daerah


hiperendemik, sehubungan dengan infeksi dengue berulang. DBD ditandai dengan
onset demam akut tinggi dan berhubungan dengan tanda dan gejala yang mirip
dengan DD pada fase awal demam. terdapat diatesis hemoragik umum seperti tes
tourniquet positif (TT), petekie, perdarahan gastrointestinal, perdaraha gusi dan
epitaksis. Pada kasus yang parah. Pada akhir fase demam, terdapat kecenderungan
terjadinya syok hipovolemik (sindrom syok dengue) akibat kebocoran plasma.
Adanya tanda-tanda peringatan (warning sign) sebelumnya seperti muntah terus-
menerus, sakit perut, lesu atau gelisah, atau mudah tersinggung dan oliguria penting
untuk intervensi untuk mencegah syok. Hemostasis abnormal dan kebocoran
plasma adalah tanda patofisiologis utama DBD. Trombositopenia dan
peningkatan hematokrit atau hemokonsentrasi merupakan temuan konstan
sebelum demam atau onset syok mereda.1

-Expanded dengue syndrom

Manifestasi yang tidak biasa dari pasien dengan keterlibatan organ yang
parah seperti hati, ginjal, otak atau jantung yang berhubungan dengan infeksi
dengue semakin banyak dilaporkan pada DBD dan juga pada pasien dengue yang
tidak memiliki bukti kebocoran plasma. Manifestasi yang tidak biasa ini mungkin
berhubungan dengan koinfeksi, komorbiditas atau komplikasi syok yang
berkepanjangan. Investigasi menyeluruh harus dilakukan dalam kasus ini. Sebagian
besar pasien DBD yang memiliki manifestasi yang tidak biasa merupakan akibat
dari syok berkepanjangan dengan gagal organ atau pasien dengan penyakit penyerta
atau koinfeksi.1

22
Perjalanan penyakit DBD4

Manifestasi klinis DBD terdiri atas tiga fase yaitu fase demam, kritis, serta
konvalesens. Setiap fase perlu pemantauan yang cermat, karena setiap fase
mempunyai risiko yang dapat memperberat keadaan sakit.

 Fase Demam
Pada kasus ringan semua tanda dan gejala sembuh seiring dengan
menghilangnya demam. Penurunan demam terjadi secara lisis, artinya suhu
tubuh menurun segera, tidak secara bertahap. Menghilangnya demam dapat
disertai berkeringat dan perubahan pada laju nadi dan tekanan darah, hal ini
merupakan gangguan ringan sistem sirkulasi akibat kebocoran plasma yang tidak
berat. Pada kasus sedang sampai berat terjadi kebocoran plasma yang bermakna
sehingga akan menimbulkan hipovolemi dan bila berat menimbulkan syok
dengan mortalitas yang tinggi.

 Fase kritis (fase syok)


Fase kritis terjadi pada saat demam turun (time offever defervescence), pada
saat initerjadi puncak kebocoran plasma sehingga pasien mengalami syok
hipovolemi. Kewaspadaan dalam mengantisipasi kemungkinan terjadinya syok
yaitu dengan mengenal tanda dan gejala yang mendahului syok (warning signs).
Warning signs umumnya terjadi menjelang akhir fase demam, yaitu antara hari
sakit ke 3—7. Muntah terus-menerus dan nyeri perut hebat merupakan petunjuk
awal perembesan plasma dan bertambah hebat saat pasien masuk ke keadaan
syok. Pasien tampak semakin lesu, tetapi pada umumnya tetap sadar. Gejala
tersebut dapat menetap walaupun sudah terjadi syok. Kelemahan, pusing atau
hipotensi postural dapat terjadi selama syok. Perdarahan mukosa spontan atau
perdarahan di tempat pengambilan darah merupakan manifestasi perdarahan
penting. Hepatomegali dan nyeri perut sering ditemukan. Penurunan jumlah
trombosit yang cepat dan progresif menjadi di bawah 100.000 sel/mm serta
kenaikan hematokrit dl atas data dasar merupakan tanda awal perembesan
plasma, dan pada umumnya didahului oleh leukopenia (65.000 sel/mm3 ).
Peningkatan hematokrit di atas data dasar merupakan salah satu tanda paling

23
awal yang sensitif dalam mendeteksi perembesan plasma yang pada umumnya
berlangsung selama 24-48 jam. Peningkatan hematokrit mendahului perubahan
tekanan darah serta volume nadi, oleh karena itu, pengukuran hematokrit berkala
sangat penting, apabila makin meningkat berarti kebutuhan cairan intravena
untuk mempertahankan volume intravaskular bertambah, sehingga penggantian
cairan yang adekuat dapat mencegah syok hipovolemi.

 Fase penyembuhan (fase konvalesens)


Apabila pasien dapat melalui fase kritis yang berlangsung sekitar 24-48 jam,
terjadi reabsorpsi cairan dari ruang ekstravaskular ke dalam ruang intravaskular
yang berlangsung secara bertahap pada 48—72 jam berikutnya. Keadaan umum
dan nafsu makan membaik, gejala gastrointestinal mereda, status hemodinamik
stabil, dan diuresis menyusul kemudian. Pada beberapa pasien dapat ditemukan
ruam konvalesens, beberapa kasus lain dapat disertai pruritus umum. Bradikardia
dan perubahan elektrokardiografi pada umumnya terjadi pada tahap ini.
Hematokrit kembali stabil atau mungkin lebih rendah karena efek dilusi cairan
yang direabsorbsi. Jumlah leukosit mulai meningkat segera setelah penurunan
suhu tubuh akan tetapi pemulihan jumlah trombosit umumnya lebih lambat.
Gangguan pernapasan akibat efusi pleura masif dan ascites, edema paru atau gagal
jantung kongestif akan terjadi selama fase kritis dan/atau fase pemulihan jika
cairan intravena diberikan berlebihan.

Penegakan diagnosis DBD

Klinis1
1. Demam: Onset akut, tinggi dan terus menerus, berlangsung 2-7 hari.
2. Manifestasi perdarahan berikut termasuk tes torniquet positif (paling
umum), petekie, purpura, epistaksis , perdarahan gusi, dan hematemesis dan
/ atau melena.
3. Pembesaran hati (hepatomegali) diamati pada beberapa tahap penyakit pada
90% -98% kasus anak-anak.

24
4. Frekuensi bervariasi dengan waktu dan atau pengamat. Syok,
dimanifestasikan oleh takikardia, perfusi jaringan yang buruk dengan
denyut nadi lemah dan menyempit tekanan nadi (<20 mmHg ) atau
hipotensi dengan adanya kulit dingin, lembap dan gelisah.

Warning sign

Gambar 4. Warning Sign menurut WHO tahun 2011

25
Laboratorium1
 Trombositopenia (100 000/μl atau kurang)
 Adanya kebocoran plasma karena peningkatan permeabilitas kapiler,
dengan manifestasi sebagai berikut:
o Peningkatan hematokrit ≥ 20% dari nilai standar
o Penurunan hematokrit ≥ 20%, setelah mendapat terapi cairan
o Efusi pleura/perikardial, asites, hipoproteinemia.
 Dua kriteria klinis pertama ditambah satu dari kriteria laboratorium (atau
hanya peningkatan hematokrit) cukup untuk menegakkan Diagnosis Kerja
DBD.

1. Deteksi antigen virus dengue


Deteksi antigen virus dengue yang banyak dilaksanakan pada saat ini adalah
pemeriksaan NS-I antigen virus dengue (NS-I dengue antigen), yaitu suatu
glikoprotein yang diproduksi oleh semua flavivirus yang penting bagi
kehidupan dan replikasi virus. Protein ini dapat dideteksi sejalan dengan
viremia yaitu sejak hari pertama demam dan menghilang setelah 5 hari,
sensitivitas tinggi pada 1—2 hari demam dan kemudian makin menurun
setelahnya.

2. Uji serologis
5 tes serologi dasar telah secara rutin digunakan untuk diagnosis
infeksi dengue: Hemaglutinasi-inhibisi (HI), complement fixation(CF), uji
netralisasi (NT), imunoglobulin M (IgM) enzyme-linked immunosorbent
assay capture (MAC-ELISA), dan imunoglobulin G langsung ELISA.
Terlepas dari uji yang digunakan, diagnosis serologi tergantung
kenaikan titer antibodi spesifik (4x/lebih) antara sampel serum fase
akut dan fase sembuh. Antigen baterai untuk sebagian besar tes serologi
harus mencakup semua serotipe dengue empat virus, flavivirus lain (seperti
virus demam kuning, virus ensefalitis Jepang, atau St Louis ensefalitis
virus), non flavivirus (seperti virus Chikungunya atau timur kuda virus
ensefalitis ). Dari tes di atas, HI paling sering digunakan; karena

26
sensitif, mudah untuk dilakukan, hanya membutuhkan peralatan minim, dan
sangat tepat jika dilakukan dengan benar. Karena antibodi HI bertahan
untuk waktu yang lama (hingga 48 tahun dan mungkin lebih lama), tes ini
ideal untuk studi seroepidemiologic. Tes CF tidak sering digunakan untuk
pemeriksaan diagnostic serologis secara rutin. Karena lebih sulit untuk
dilakukan, dibutuhkan tenaga yang sangat terlatih, dan karena itu tidak
digunakan di sebagian besar laboratorium dengue. NT adalah tes
serologi yang paling spesifik dan sensitif untuk virus dengue. Protokol
yang paling umum digunakan di laboratorium dengue adalah serum
pengenceran pengurangan plak NT. Secara umum, titer antibodi
penetral-naik pada waktu yang sama atau sedikit lebih lambat dari titer
antibodi HI dan ELISA tetapi lebih cepat dari pada titer antibodi CF dan
bertahan selama setidaknya 48 tahun. MAC ELISA adalah tes serologis
yang sangat sering digunakan untuk mendiagnosis dengue yang terjadi pada
beberapa tahun yang lalu. Karena mudah dan cepat. Anti dengue IgM
berkembang menjadi sedikit lebih cepat daripada antibody IgG.
Kespesifikan dari MAC-ELISA sama dengan HI.

3. PCR
Reverse transcriptase PCR (RT-PCR) telah dikembangkan untuk
sejumlah virus RNA dalam beberapa tahun terakhir dan memiliki potensi
untuk merevolusi diagnosis laboratorium; untuk demam berdarah, RT-
PCR menyediakan diagnosis-serotipe spesifik yang cepat. Metode ini
cepat, sensitif, sederhana, dan direproduksi jika dikontrol dengan baik dan
dapat digunakan untuk mendeteksi RNA virus dalam sampel manusia
klinis, jaringan otopsi, atau nyamuk. Meskipun RT-PCR memiliki
sensitivitas yang mirip dengan sistem isolasi virus yang menggunakan C6 /
36 kultur sel, penanganan yang buruk, penyimpanan yang buruk, dan
adanya antibodi biasanya tidak mempengaruhi hasil PCR seperti yang
mereka lakukan isolasi virus. Sejumlah metode yang melibatkan primer
dari lokasi yang berbeda dalam genom dan pendekatan yang berbeda untuk
mendeteksi produk RT-PCR telah dikembangkan selama beberapa tahun

27
terakhir. Harus ditekankan, bagaimanapun RT-PCR tidak boleh
digunakan sebagai pengganti isolasi virus. Ketersediaan virus isolat
penting untuk karakteristik perbedaan strain virus, karena informasi ini
sangat penting untuk pengawasan dan patogenesis studi virus.
Sayangnya, banyak laboratorium sekarang melakukan tes RT-PCR
tanpa kontrol yang tepat kualitas, yaitu, isolasi virus atau pengujian
serologis. Sejak RT-PCR sangat sensitif terhadap kontaminasi amplikon,
tanpa kontrol yang tepat hasil positif palsu dapat terjadi. Perbaikan
dalam teknologi ini, bagaimanapun, harus membuatnya lebih berguna di
masa depan.

Diagnosis banding8

- Malaria
Suatu penyakit akut maupun kronik disebabkan oleh protozoa genus
Plasmodium dengan manifestasi berupa demam, anemia dan pembesaran
limpa. Sedangkan meurut ahli lain malaria merupakan suatu penyakit infeksi
akut maupun kronik yangdisebakan oleh infeksiPlasmodiumyang menyerang
eritrosit dan ditandai dengan ditemukannya bentuk aseksual dalam darah,
dengan gejala demam, menggigil, anemia, danpembesaran limpa.

- Demam Tyfoid
Penyakit demam tifoid (typhoid fever) atau yang biasanya disebut tifus
merupakan penyakit yang disebabkan oleh bakteri Salmonella typhi yang
menyerang bagian saluran pencernaan. Selama terjadi infeksi,bakteritersebut
bermultiplikasi dalam sel fagositik mononuklear dan secara berkelanjutan
dilepaskan ke aliran darah.

- Demam chikungunya (DC)


Pada DC biasanya seluruh anggota keluarga dapat terserang dan penularannya
miripdengan influenza. Bila dibandingkan dengan DBD, DC memperlihatkan
serangandemam mendadak, masa demam lebih pendek, suhu lebih tinggi,
hampir selaludisertai ruam makulopapular, injeksi konjungtiva, dan lebih

28
sering dijumpai nyerisendi. Proporsi uji tourniquet positif, petekie dan
epistaksis hampir sama denganDBD. Pada DC tidak ditemukan perdarahan
gastrointestinal dan syok.

- Idiopathic Thrombocytopenic Purpura (ITP)


Sulit dibedakan dengan DBD derajat II, oleh karena didapatkan demam disertai
perdarahan di bawah kulit. Pada hari-hari pertama, diagnosis ITP sulit
dibedakan dengan penyakit DBD, tetapi pada ITP demam cepat menghilang
(pada ITP bisa tidak disertai demam), tidak dijumpai leukopeni, tidak dijumpai
hemokonsentrasi, tidak dijumpai pergeseran ke kanan pada hitung jenis. Pada
fase penyembuhan DBD jumlah trombosit lebih cepat kembali normal dari
pada ITP.

Tatalaksana4,7

Perbedaan patofisilogik utama antara DD/DBD/SSD danpenyakit lain


adalahadanya peningkatan permeabilitas kapiler yang menyebabkan perembesan
plasmadangangguan hemostasis. Gambaran klinis DBD/SSD sangat khas yaitu
demam tinggimendadak, diastesis hemoragik, hepatomegali, dan kegagalan
sirkulasi. Makakeberhasilan tatalaksana DBD terletak pada bagian mendeteksi
secara dini fase kritisyaitu saat suhu turun (the time of defervescence) yang
merupakan fase awal terjadinyakegagalan sirkulasi, dengan melakukan observasi
klinis disertai pemantauan perembesanplasma dangangguan hemostasis.

DBD tanpa syok (derajat I dan II)


Medikamentosa

 Antipiretik dapat diberikan, dianjurkan pemberian parasetamol bukan


aspirin

 Diusahakan tidak memberikan obat-obat yang tidak diperlukan (misalnya


antasid, -antiemetik) untuk mengurangi beban detoksifikasi obat dalam hati.

29
 Kortikosteroid diberikan pada DBD ensefalopati, apabila terdapat
perdarahan saluran cerna kortikosteroid tidak diberikan.

DBD disertai syok (Sindrom Syok Dengue, derajat III dan IV)
 Penggantian volume plasma segera, cairan intravena larutan ringer laktat
10-20 ml/kgbb secara bolus diberikan dalam waktu 30 menit. Apabila syok
belum teratasi tetap berikan ringer laktat 20 ml/kgbb ditambah koloid 20-30
ml/kgbb/jam, maksimal 1500 ml/hari.
 Pemberian cairan 10ml/kgbb/jam tetap diberikan 1-4 jam pasca syok.
Volume cairan -diturunkan menjadi 7ml/kgbb/jam, selanjutnya 5ml, dan 3
ml apabila tanda vital dan diuresis baik.
 Jumlah urin 1 ml/kgbb/jam merupakan indikasi bahwa sirkulasi membaik.
 Pada umumnya cairan tidak perlu diberikan lagi 48 jam setelah syok
teratasi.
 Oksigen 2-4 L/menit pada DBD syok
 Indikasi pemberian darah

Penggantian cairan
Jenis cairan yang diberikan kristaloid isotonik, Tidak dianjurkan pemberian
cairan hipotonik seperti NaCl 0,45%. Dalam keadaan normal setelah satu
jam pemberian cairan hipotonis, hanya 1/12 volume yang bertahan dalam
ruang intravaskular sedangkan cairan isotonis 1/4 volume yang bertahan,
sisanya terdistribusi ke ruang intraselular dan ekstraselular. Pada keadaan
permeabilitas yang meningkat volume cairan yang bertahan akan semakin
berkurang sehingga lebih mudah terjadi kelebihan cairan pada pemberian
cairan hipotonis.Cairan koloid hiperonkotik (osmolaritas >300 mOsm/L)
seperti dextran 40 atau HES walaupun lebih lama bertahan dalam ruang
intravaskular namun memiliki efek samping seperti alergi, mengganggu
fungsi koagulasi, dan berpotensi mengganggu fungsi ginjal. Jeniscairan ini
hanya diberikan pada:

30
l) perembesan plasma masif yang ditunjukkan dengan nilai hematokrit yang
makin meningkat atau tetap tinggi sekalipun telah diberi cairan kristaloid
yang adekuat.
2) pada keadaan syok yang tidak berhasil dengan pemberian bolus cairan
kristaloid yang kedua

Jumlah cairan
Volume cairan yang diberikan disesuaikan dengan berat badan, kondisi
klinis dan temuan laboratorium. Pasien dengan obesitas, pemberian jumlah cairan
harus hati-hati karena mudah terjadi kelebihan cairan, penghitungan cairan
sebaiknya berdasarkan berat badan ideal.Pada DBD terjadi hemokonsentrasi akibat
kebocoran plasma >20%, oleh karena itu jumlah cairan yang diberikan diperkirakan
sebesar kebutuhan rumatan (maintenance) ditambah dengan perkiraan defisit cairan
5%. Untuk memudahkan, tabel 8 memperlihatkan kebutuhan volume cairan yang
harus diberikan dosis rumatan dan apabila disertai defisit cairan 5%.
memperlihatkan kecepatan dari volume cairan yang akan diberikan. Contoh untuk
anak dengan berat badan ideal 20 kg, maka kebutuhan cairan adalah 2.500 mL/24
jam dengan kecepatan 5mL/kgBB/jam. Apabila hematokrit meningkat jumlah
cairan harus dinaikkan dan bila menurun jumlah cairan dikurangi.Banyak
ditemukan di klinis adalah pasien yang belum menunjukkan peningkatan
hematokrit yang berarti (pada keadaan ini diagnosis yang ditegakkan masih DD),
namun dihawatirkan merupakan fase awal sakit DBD, maka volume cairan yang
diberikan cukup rumatan atau sesuai kebutuhan. Volume cairan ditingkatkan
apabila nilai hematokrit naik dan kemudian diturunkan bertahap seiring dengan
penurunan nilai hematokrit. (gambar terlampir) merupakan ilustrasi bagaimana
volume cairan ditambah dan dikurangi seiring dengan perubahan nilai hematokrit.

31
Gambar 5. kebutuhan cairan berdasarkan BB Ideal

32
33
34
35
Kriteria memulangkan pasien:
 Tidak demam selama 24 jam tanpa antipiretik
 Nafsu makan membaik
 Secara klinis tampak perbaikan
 Hematokrit stabil
 Tiga hari setelah syok teratasi
 Jumlah trombosit > 50.000/ml
 Tidak dijumpai distres pernapasan

Komplikasi9

1. Dengue syok sindrome


Karena peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah yangmendadak.
Dengan akibat terjadinya perembesan plasma dan elektrolitmelalui endotel.
Dinding pembuluh darah dan masuk ke dalam ruanginterstitial sehingga
menyebabkan hipotensi, hemokonsentrasi,hipoproteinemia dan efusi cairan ke
rongga serosa.
2. Ensefalopati
Karena edema otak sebagai akibat meningkatnya permeabilitas dinding
pembuluh darah otak.
3. Disseminated Intravascular Coagulation (DIC)
Dapat terjadi pada penderita DHF baik yang disertai renjatan maupunyang
tidak.
4. Efusi pleura
Meningkatnya hematokrit bahwa syok terjadi akibat bocornya plasma
kejaringan ekstravaskuler sehingga menyebabkan terjadinya adanya cairan
berlebih pada pleura.

Pencegahan10
Kasus demam berdarah terjadi karena perilaku hidup masyarakat yang kurang
memperhatikan kebersihan lingkungan. Demam Berdarah Dengue (DBD)
merupakan salah satu penyakit yang perlu diwaspadai karena dapat menyebabkan

36
kematian dan dapat terjadi karena lingkungan yang kurang bersih. Berbagai upaya
dilakukan untuk mencegah merebaknya wabah DBD. Salah satu caranya adalah
dengan melakukan PSN 3M Plus.
1. Menguras, merupakan kegiatan membersihkan/menguras tempat yang
sering menjadi penampungan air seperti bak mandi, kendi, toren air, drum
dan tempat penampungan air lainnya. Dinding bak maupun penampungan
air juga harus digosok untuk membersihkan dan membuang telur nyamuk
yang menempel erat pada dinding tersebut. Saat musim hujan maupun
pancaroba, kegiatan ini harus dilakukan setiap hari untuk memutus siklus
hidup nyamuk yang dapat bertahan di tempat kering selama 6 bulan.
2. Menutup, merupakan kegiatan menutup rapat tempat-tempat penampungan
air seperti bak mandi maupun drum. Menutup juga dapat diartikan sebagai
kegiatan mengubur barang bekas di dalam tanah agar tidak membuat
lingkungan semakin kotor dan dapat berpotensi menjadi sarang nyamuk.
3. Memanfaatkan kembali limbah barang bekas yang bernilai ekonomis (daur
ulang), kita juga disarankan untuk memanfaatkan kembali atau mendaur
ulang barang-barang bekas yang berpotensi menjadi tempat
perkembangbiakan nyamuk demam berdarah.
Yang dimaksudkan Plus-nya adalah bentuk upaya pencegahan tambahan seperti
berikut:
 Memelihara ikan pemakan jentik nyamuk
 Menggunakan obat anti nyamuk
 Memasang kawat kasa pada jendela dan ventilasi
 Gotong Royong membersihkan lingkungan
 Periksa tempat-tempat penampungan air
 Meletakkan pakaian bekas pakai dalam wadah tertutup
 Memberikan larvasida pada penampungan air yang susah dikuras
 Memperbaiki saluran dan talang air yang tidak lancar
 Menanam tanaman pengusir nyamuk

Wabah DBD biasanya akan mulai meningkat saat pertengahan musim hujan, hal
ini disebabkan oleh semakin bertambahnya tempat-tempat perkembangbiakan

37
nyamuk karena meningkatnya curah hujan. Tidak heran jika hampir setiap
tahunnya, wabah DBD digolongkan dalam kejadian luar biasa (KLB).

DAFTAR PUSTAKA

1. World Health Organization (WHO).Comprehensive Guidelines For


Prevention and Control ff Dengue and Dengue Haemorrhagic Fever.
Revised and Expanded Edition. 2011
2. WHO. Dengue: Guidlines for Diagnosis, Treatment, Prevention and
Control. New Edition. Geneva: World Health Organization. 2009
3. Sukohar A. Demam Berdarah Dengue. Medula. Lampung: Fakultas
Kedokteran Universitas Lampung. 2014.
4. Pudjiadi A, Hegar B, Handryastuti S, Idris Nikmah S, Gandaputra EP,
Harmoniati Eva D. Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak
Indonesia. Infeksi Virus Dengue. H 144-145. 2009
5. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Infodatin Situasi DBD di
Indonesia. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2016.
6. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Demam Berdarah Dengue di
Indonesia Tahun 1968-2009. Buletin Jendela Epidemiologi. Jakarta:
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2010
7. Hadinegoro R. S Moerdjito Ismoedijantom Chairulfatah Alex. UKK Infeksi
dan Penyakit Tropis. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Pedoman Diagnosis
dan Tatalaksana Infeksi Virus Dengue Anak. 2014
8. World Health Organization. Buku saku pelayanan kesehatan anak di rumah
sakit. Jakarta: WHO. 2009
9. Schaefer TJ, Panda PK, Wolford RW. Dengue Fever. [Updated 2020 Aug
23]. In: StatPearls. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2020 Jan.
Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK430732/ accesed
30 Desember 2020.
10. Kementerian Kesehatan. Upaya Pencegahan DBD dengan 3M Plus.
Direktorat Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat. 2019

38
39

Anda mungkin juga menyukai