Anda di halaman 1dari 45

CASE REPORT SESSION (CRS)

* Kepaniteraan Klinik Senior / G1A221113


** Pembimbing / dr. Kuswaya Waslan, Sp. M

KATARAK SINILIS MATUR OKULI DEXTRA

Mutiarahma, S,Ked *
dr. Kuswaya Waslan, Sp.M **

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR


BAGIAN/SMF MATA RSUD RADEN MATTAHER PROVINSI
JAMBI FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JAMBI
2022

1
HALAMAN PENGESAHAN
CASE REPORT SESSION
(CRS)

KATARAK SINILIS MATUR OKULI DEXTRA

Disusun Oleh:
Mutiarahma, S.Ked
G1A221113

Kepaniteraan Klinik Senior


Bagian/SMF Mata RSUD Raden Mattaher Provinsi Jambi
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Jambi

Laporan ini telah diterima dan di


presentasikan 2022

Pembimbing

dr. Kuswaya Waslan, Sp.M

2
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kepada Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan
karunia- Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Case Report Session (CRS) yang
berjudul “Katarak Sinilis Matur Okuli Dextra” sebagai salah satu syarat dalam
mengikuti Kepaniteraan Klinik Senior di Bagian Mata di RSUD Raden Mattaher
Provinsi Jambi.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Kuswaya Waslan, Sp.M yang telah
bersedia meluangkan waktu dan pikirannya untuk membimbing penulis selama
menjalani Kepaniteraan Klinik Senior di Bagian Mata RSUD Raden Mattaher Provinsi
Jambi.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan pada Case Report Session
(CRS) ini, sehingga penulis mengharapkan kritik dan saran untuk menyempurnakan
laporan ini. Penulis mengharapkan semoga Case Report Session (CRS) ini dapat
bermanfaat bagi penulis dan pembaca.

Jambi, 22 Agustus 2022

Penulis

3
DAFTAR ISI
HALAMAN DEPAN.................................................................................................

HALAMAN PENGESAHAN....................................................................................

KATA PENGANTAR................................................................................................

DAFTAR ISI..............................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................

BAB II LAPORAN KASUS......................................................................................

BAB III TINJAUAN PUSTAKA.............................................................................

3.1 Anatomi dan Fisiologi...............................................................................

3.2 Defenisi......................................................................................................

3.3 Klasifikasi.........................................................................................16

3.4 Etiologi dan Patofisiologi.................................................................20

3.5 Manifestasi Klinis.............................................................................24

3.6 Diagnosis Banding............................................................................26

3.7 Diagnosis Kerja................................................................................26

3.8 Penatalaksanaan................................................................................27

3.9 Pencegahan.......................................................................................35

3.10 Komplikasi.......................................................................................35

3.11 Prognosis.........................................................................................38

BAB IV ANALISIS KASUS...................................................................................

BAB V KESIMPULAN...........................................................................................

DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................

4
BAB 1
PENDAHULUAN

Katarak adalah setiap keadaan kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi akibat
hidrasi (penambahan cairan) lensa, denaturasi protein lensa ataupun akibat keduanya.
Katarak memiliki derajat kepadatan yang sangat bervariasi dan dapat disebabkan oleh
berbagai hal, tetapi biasanya berkaitan dengan proses degenatif. 1 Kekeruhan lensa pada
katarak dapat mengenai kedua mata dan berjalan progresif ataupun dapat tidak
mengalami perubahan dalam waktu yang lama. Kekeruhan lensa ini mengakibatkan
lensa tidak transparan sehingga pupil akan berwarna putih atau abu-abu. Pasien dengan
katarak mengeluh penglihatan seperti berasap dan tajam penglihatan yang menurun
secara progresif.2
Menurut WHO di negara berkembang 1-3% penduduk mengalami kebutaaan dan
50% penyebabnya adalah katarak. Sedangkan untuk negara maju sekitar 1,2% penyebab
kebutaan adalah katarak. Suatu studi yang dilakukan oleh Walmer Eye Institute pada
tahun 2004 mencatat sekitar 20,5 juta penduduk usia lebih dari 40 tahun di Amerika
menderita katarak pada kedua matanya dan sekitar 6,1 juta diantaranya merupakan
pseudofaki atau afaki. Angka ini diperkirakan akan meningkat menjadi 30,1 juta kasus
katarak dan 9,1 juta kasus dengan pseudofaki atau afaki pada tahun 2020. Hasil Survei
Kebutaan Rapid Assessment of Avoidable Blindness (RAAB) tahun 2014-2016 oleh
Persatuan Dokter Spesialis Mata Indonesia (Perdami) dan Badan Litbangkes
Kementerian Kesehatan di lima belas provinsi (Sumatera Barat, Sumatera Utara,
Sumatera Selatan, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Kalimantan
Selatan, Bali, NTB, NTT, Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan, Maluku dan Papua Barat)
diketahui angka kebutaan mencapai 3% dan katarak merupakan penyebab kebutaan
tertinggi (81%). Survei tersebut dilakukan dengan sasaran populasi usia 50 tahun ke
atas.1,2

5
BAB 2
LAPORAN KASUS
Anamnesis

Identifikasi Nama : Ny.N

Umur : 70 Tahun

Jenis kelamin : Perempuan Agama

: Islam

Bangsa : Indonesia

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Alamat : Tungkal

Tanggal Berobat : 15 Agustus 2022

Penglihatan perlahan kabur pada kedua mata sejak 9 bulan yang


Keluhan Utama lalu.

Anamnesa Khusus Sejak 9 bulan yang lalu pasien mengeluh penglihatan mulai kabur
pada kedua mata, akan tetapi pasien masih dapat melihat satu
persatu huruf alquran namun tidak begitu jelas.
Sejak 6 bulan yang lalu pasien mengeluhkan tidak bisa lagi
membaca alquran lagi. Pasien juga mengeluh pandangan berasap,
kedua mata tidak merah, tidak berair, tidak nyeri, tidak silau, dan
tidak ada penglihatan ganda.
Sejak 3 minggu ini, pandangan yang awalnya berasap, kini
semakin lama terlihat putih. Keluhan lebih nyaman melihat pada
malam hari atau tempat redup (-), melihat lingkaran pelangi di
sekitar cahaya (-), penglihatan warna terganggu (-), penglihatan
ganda (-), silau (-). Keluhan mata lain seperti mata merah (-),
nyeri pada mata dan sekitar bola mata (-), mata berair (-), kotoran
pada mata (-), mata terasa mengganjal (-), melihat benda
melayang (-), melihat kilatan cahaya (-), pandangan seperti
melihat tirai (-), seperti dalam terowongan (-).
Selain itu, keluhan sistemik seperti sakit kepala, mual, dan
muntah tidak dirasakan pasien. Pasien belum pernah berobat

6
sebelumnya. Keluhan dirasakan semakin hari semakin
mengganggu aktivitas sehari-hari sehingga pasien memutuskan
untuk berobat ke poliklinik mata RSUD Raden Mattaher Jambi.
a. Riwayat keluhan serupa (-)
b. Riwayat DM (-)
Riwayat Penyakit c. Riwayat hipertensi (-)
d. Riwayat trauma kepala (+)
Dahulu
a. Riwayat keluarga dengan keluhan sama (-)
Riwayat Penyakit b. Riwayat penyakit jantung (-)
c. Riwayat DM (-)
Keluarga d. Hipertensi (-)

Riwayat Sosial Menengah


Ekonomi

Penyakit Sistemik

a. Traktus respiratorius Dalam batas normal


b. Traktus digestivus Dalam batas normal
c. Kardiovaskuler
d. Endokrin Dalam batas normal
e. Kulit Dalam batas normal
f. THT
g. Gigi dan Mulut Dalam batas normal
h. Lain-lain Dalam batas normal
Dalam batas normal
-

7
Pemeriksaan Visus dan Refraksi

OD OS

Visus pre op 1/ 0

Visus post op 2/60 0

PH - -

Muscle Balance

Kedudukan Bola Mata

Orthoporia Orthropia

Pergerakan Bola Mata

Duksi : baik Duksi : baik


Versi : baik Versi : baik
Pemeriksaan Eksternal

OD OS

8
Palpebra Superior Hiperemis (-), edema (-) Hiperemis (-), edema (-)

Palpebra Inferior Hiperemis (-), edema (-) Hiperemis (-), edema (-)

Cilia Trichiasis (-), distikiasis (-) Trichiasis (-), distikiasis (-)

Pembengkakan l (-), Pembengkakan (-),

Apparatus Lakrimalis Sumbatan (-) Sumbatan (-)

Konjungtiva Tarsal Tenang


Tenang
Superior
Konjungtiva Tarsal Tenang
Tenang
Inferior
Injeksi Konjungtiva (-), Injeksi Konjungtiva (-),
Konjungtiva Bulbi
Injeksi siliar (-) Injeksi siliar (-)
Ada jaringan fibrovaskular
Cornea Tampak jernih Tampak jaringan
fibrovaskular
COA Tampak dalam Tampak dalam

Pupil Bulat, sentral, isokor Bulat, sentral, isokor

Diameter 3 mm 3 mm

Reflek Cahaya

Direct Ada Tidak ada

Konsensual Ada Tidak ada

Iris Bewarna coklat, kripta jelas Bewarna coklat, kripta jelas

Lensa Keruh, shadow test (-) keruh, shadow test (-)

Pemeriksaan Slit Lamp dan Biomicroscopy

Tidak dilakukan

9
Pemeriksaan Tekanan Intra Okular

Palpasi TIO tidak meningkat TIO tidak meningkat

NCT Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Funduskopi : tidak dilakukan

Visual Field : tidak dilakukan

Pemeriksaan Umum

Tinggi badan 150 cm

Berat badan 63 kg

Tekanan darah 120/70

Nadi 84 kali/menit

Suhu 36 oC

Pernapasan 20 kali/menit

Diagnosis : Katarak Senilis Matur OD

Tatalaksana :
- Midriatil 1 tetes tiap 30 menit 3 jam sebelum operasi
- C.Citrol 6x1 tts OD
- C.Floxa 4x1 tts OD
- C.Siloxam 3x1 tts OD
- Paracetamol
Saran 3x500 mg
Pemeriksaan:

- Pemeriksaan Visus
- Pemeriksaan Slit lamp
- Pemeriksaan USG Mata

10
Prognosis:
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam
Quo ad sanationam : dubia ad bonam

11
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Anatomi dan Fisiologi Lensa
Lensa berbentuk bikonveks dan transparan. Lensa menyumbang kekuatan refraksi
sebanyak 15-20 dioptri dalam penglihatan. Kutub anterior dan posterior lensa dihubungkan
oleh garis khayal yang disebut axis, sedangkan equator merupakan garis khayal yang
mengelilingi lensa. Lensa merupakan struktur yang tidak memiliki pembuluh darah dan
tidak memiliki pembuluh limfe. Di dalam mata, lensa terfiksir pada serat zonula yang
berasal dari badan silier. Serat zonula tersebut menempel dan menyatu dengan lensa pada
bagian anterior dan posterior dari kapsul lensa. Kapsul ini merupakan membran dasar yang
melindungi nukleus, korteks dan epitel lensa.3

Gambar 1. Anatomi Lensa


Lensa tersusun atas beberapa lapisan. Lapisan-lapisan pada lensa adalah3,4:

12
 Kapsul

Kapsul lensa merupakan membran dasar yang elastis dan transparan tersusun dari kolagen
tipe IV yang berasal dari sel-sel epitel lensa. Kapsul ini mengandung isi lensa serta
mempertahankan bentuk lensa pada saat akomodasi. Bagian paling tebal kapsul berada di
bagian anterior dan posterior zona pre- equator dan bagian paling tipis berada di bagian
tengah kutub posterior.3

 Serat Zonula

Lensa terfiksir oleh serat zonula yang berasal dari lamina basal pars plana dan pars plikata
badan silier. Serat-serat zonula ini menyatu dengan lensa pada bagian anterior dan psterior
kapsul lensa.4

 Epitel Lensa

Tepat di belakang kapsul anterior lensa terdapat satu lapis sel-sel epitel. Sel-sel epitel ini
dapat melakukan aktivitas seperti yang dilakukan sel-sel lainnya, seperti sintesis DNA,
RNA, protein dan lipid. Sel-sel tersebut juga dapat membentuk ATP untuk memenuhi
kebutuhan energi lensa. Sel-sel epitel yang baru terbentuk akan menuju equator lalu
berdiferensiasi menjadi serat lensa.3

 Nukleus dan Korteks

Sel-sel berubah menjadi serat, lalu serat baru akan terbentuk dan akan menekan serat-serat
lama untuk berkumpul di bagian tengah lensa. Serat-serat paling tua yang terbentuk
merupakan lensa fetus yang diproduksi pada fase embrionik dan masih menetap hingga
sekarang. Serat-serat yang baru akan membentuk korteks dari lensa. Lensa berbentuk
bikonveks dan transparan. Lensa menyumbang kekuatan refraksi sebanyak 15-20 dioptri

13
dalam penglihatan. Kutub anterior dan posterior lensa dihubungkan oleh garis khayal yang
disebut axis, sedangkan equator merupakan garis khayal yang mengelilingi lensa. Lensa
merupakan struktur yang tidak memiliki pembuluh darah dan tidak memiliki pembuluh
limfe. Di dalam mata, lensa trfiksir pada serat zonula yang berasal dari badan silier. Serat
zonula tersebut menempel dan menyatu dengan lensa pada bagian anterior dan posterior
dari kapsul lensa. Kapsul ini merupakan membran dasar yang melindungi nukleus, korteks
dan epitel lensa.4

Lensa tidak memiliki pembuluh darah maupun sistem saraf. Untuk mempertahankan
kejernihannya, lensa harus menggunakan aqueous humor sebagai penyedia nutrisi dan
sebagai tempat pembuangan produknya. Namun hanya sisi anterior lensa saja yang terkena
aqueous humor. Oleh karena itu, sel-sel yang berada di tengah lensa membangun jalur
komunikasi terhadap lingkungan luar lensa dengan membangun low-resistance gap
junction antar sel.4

1. Keseimbangan Elektrolit dan Air Dalam Lensa

Lensa normal mengandung 65% air, dan jumlah ini tidak banyak berubah seiring
bertambahnya usia. Sekitar 5% dari air di dalam lensa berada di ruangan ekstrasel.
Konsentrasi sodium di dalam lensa adalah sekitar 20µM dan potasium sekitar 120µM.
Konsentrasi sodium di luar lensa lebih tinggi yaitu sekitar 150µM dan potasium sekitar
5µM. Keseimbangan elektrolit antara lingkungan dalam dan luar lensa sangat tergantung
dari permeabilitas membran sel lensa dan aktivitas pompa sodium, Na +, K+ -ATPase.
Inhibisi Na+, K+ -ATPase dapat mengakibatkan hilangnya keseimbangan elektrolit dan
meningkatnya air di dalam lensa.5
Keseimbangan kalsium juga sangant penting bagi lensa. Konsentrasi kalsium di dalam
sel yang normal adalah 30µM, sedangkan di luar lensa adalah sekitar 2µM. Perbedaan
konsentrasi kalsium ini diatur sepenuhnya oleh pompa kalsium Ca 2+-ATPase. Hilangnya

14
keseimbangan kalsium ini dapat menyebabkan depresi metabolisme glukosa, pembentukan
protein high-molecular-weight dan aktivasi protease destruktif.4
Transpor membran dan permeabilitas sangat penting untuk kebutuhan nutrisi lensa.
Asam amino aktif masuk ke dalam lensa melalui pompa sodium yang berada di sel epitel.
Glukosa memasuki lensa secara difusi terfasilitasi, tidak langsung seperti sistem transport
aktif.5

2. Akomodasi Lensa

Mekanisme yang dilakukan mata untuk merubah fokus dari benda jauh ke benda dekat
disebut akomodasi. Akomodasi terjadi akibat perubahan lensa oleh aksi badan silier
terhadap serat-serat zonula. Setelah umur 30 tahun, kekakuan yang terjadi di nukleus lensa
secara klinis mengurangi daya akomodasi.4
Saat otot silier berkontraksi, serat zonular relaksasi mengakibatkan lensa menjadi lebih
cembung. Ketika otot silier berkontraksi, ketebalan axial lensa meningkat, kekuatan dioptri
meningkat, dan terjadi akomodasi. Saat otot silier relaksasi, serat zonular menegang, lensa
lebih pipih dan kekuatan dioptri menurun.4
Tabel 1. Perubahan yang terjadi pada saat akomodasi.
Akomodasi Tanpa Akomodasi
Otot silier Kontraksi Relaksasi
Ketegangan serat zonular Menurun Meningkat
Bentuk lensa Lebih cembung Lebih pipih
Tebal axial lensa Meningkat Menurun
Dioptri lensa Meningkat Menurun
Terjadinya akomodasi dipersarafi oleh saraf simpatik cabang nervus III
(okulomotorius). Obat-obat parasimpatomimetik (pilokarpin) memicu akomodasi,
sedangkan obat-obat parasimpatolitik (atropine) memblok akomodasi. Obat-obatan yang

15
menyebabkan relaksasi otot silier disebut cycloplegik.4
3.2 Definisi
Definisi katarak menurut WHO adalah kekeruhan yang terjadi pada lensa mata, yang
menghalangi sinar masuk ke dalam mata. Katarak senilis adalah semua kekeruhan lensa
yang terdapat pada usia lanjut, yaitu usia diatas 50 tahun. Katarak matur berarti terjadi
kekeruhan pada seluruh bagian lensa.5

3.3 Klasifikasi12
Katarak dapat diklasifikasikan berdasarkan beberapa kriteria yang berbeda.
1. Waktu terjadinya (katarak didapat atau katarak congenital)
2. Maturitas atau kematangan
3. Morfologi
Katarak Dapatan
1. Katarak Senil
Katarak jenis ini juga disebut sebagai “katarak terkait usia”, dimana katarak ini
merupakan jenis yang paling banyak ditemukan setelah mencapai usia 70 tahun sekitar
90%. Kondisi ini biasanya terjadi secara bilateral, tetapi biasanya ditemukan salah satu
mata mengalami gejala yang lebih berat dan lebih cepat dibandingkan dengan mata lainnya.
Secara morfologis, katarak senilis memiliki dua bentuk, yaitu kortikal dan nuklear.
Etiologi
Katarak senilis merupakan suatu katarak proses penuaan. Meskipun etiopatogenesis
pasti dari kondisi ini masih belum jelas, terdapat berbagai macam Faktor – faktor yang
mempengaruhi usia onset, jenis dan maturasi dari katarak senilis :
 Herediter.
 Iradiasi siner ultraviolet.
 Faktor diet.
 Krisis dehidrasi.

16
 Merokok .
2. Katarak Metabolik.
Katarak yang terjadi pada penderita diabetes mellitus
3. Katarak komplikata
Kekeruhan lensa sekunder yang berhubungan dengan penyakit mata lainnya.
Etiologi
Beberapa kondisi mata penting yang dapat menimbulkan katarak komplikata :
 Kondisi inflamasi. Hal ini termasuk inflamasi uvea (seperti iridosiklitis,
parsplanitis,koroiditis), ulkus kornea hypopion dan endoftalmitis.
 Kondisi degeneratifseperti retinitis pigmentosa dan retinitis pigmentosa distrofi lain, dan
degenerasi korioretinal myop.
 Ablasio retina. Katarak komplikata dapat timbul pada kasus-kasus lama
 Glaukoma(primer atau sekunder)
 Tumor intraokularseperti retinoblastoma atau melanoma dapat menimbulkan
katarak komplikata dalam tahap akhir.
4. Katarak toksik
Cortikosteroid-induced cataract. Katarak yang diinduksi oleh penggunaan obat yang
mengandung kortikosteroid.
5. Katarak radiasi
Paparan hampir semua jenis energi radiasi diketahui dapat menimbulkan katarak dengan
menyebabkan kerusakan pada epitel lensa.
6. Katarak elektrik
Hal ini diketahui terjadi setelah aliran arus listrik yang kuat melalui tubuh. Katarak
biasanya dimulai sebagai kekeruhan subkapsular pungtata yang matang dengan cepat.
Sumber arus dapat merupakan kawat listrik hidup atau kilatan petir.

Katarak senilis secara klinik dikenal dalam empat stadium yaitu insipien, intumesen,

17
imatur, matur dan hipermatur.5

1. Katarak Insipien
Pada katarak stadium insipien terjadi kekeruhan mulai dari tepi ekuator menuju
korteks anterior dan posterior (katarak kortikal). Vakuol mulai terlihat di dalam korteks.
Pada katarak subkapsular posterior, kekeruhan mulai terlihat anterior subkapsular posterior,
celah terbentuk antara serat lensa dan korteks berisi jaringan degeneratif (benda Morgagni)
pada katarak isnipien. Kekeruhan ini dapat menimbulkan polipia oleh karena indeks
refraksi yang tidak sama pada semua bagian lensa. Bentuk ini kadang-kadang menetap
untuk waktu yang lama.6
2. Katarak Intumesen.
Pada katarak intumesen terjadi kekeruhan lensa disertai pembengkakan lensa akibat
lensa yang degeneratif menyerap air. Masuknya air ke dalam celah lensa mengakibatkan
lensa menjadi bengkak dan besar yang akan mendorong iris sehingga bilik mata menjadi
dangkal dibanding dengan keadaan normal. Pencembungan lensa ini akan dapat
memberikan penyulit glaukoma. Katarak intumesen biasanya terjadi pada katarak yang
berjalan cepat dan mengakibatkan mipopia lentikular. Pada keadaan ini dapat terjadi hidrasi
korteks hingga lensa akan mencembung dan daya biasnya akan bertambah, yang
memberikan miopisasi. Pada pemeriksaan slitlamp terlihat vakuol pada lensa disertai
peregangan jarak lamel serat lensa.5
3. Katarak Imatur
Pada katarak senilis stadium imatur sebagian lensa keruh atau katarak yang belum
mengenai seluruh lapis lensa. Pada katarak imatur akan dapat bertambah volume lensa
akibat meningkatnya tekanan osmotik bahan lensa yang degeneratif. Pada keadaan lensa
mencembung akan dapat menimbulkan hambatan pupil, sehingga terjadi glaukoma
sekunder.6
4. Katarak Matur

18
Pada katarak senilis stadium matur kekeruhan telah mengenai seluruh masa lensa.
Kekeruhan ini bisa terjadi akibat deposisi ion Ca yang menyeluruh. Bila katarak imatur atau
intumesen tidak dikeluarkan maka cairan lensa akan keluar, sehingga lensa kembali pada
ukuran yang normal. Akan terjadi kekeruhan seluruh lensa yang bila lama akan
mengakibatkan kalsifikasi lensa. Bilik mata depan akan berukuran kedalaman normal
kembali, tidak terdapat bayangan iris pada lensa yang keruh, sehingga uji bayangan iris
negatif.5
5. Katarak Hipermatur
Pada katarak stadium hipermatur terjadi proses degenerasi lanjut, dapat menjadi
keras atau lembek dan mencair. Masa lensa yang berdegenerasi kelur dari kapsul lensa
sehingga lensa menjadi mengecil, berwarna kuning dan kering. Pada pemeriksaan terlihat
bilik mata dalam dan lipatan kapsul lensa. Kadang-kadang pengkerutan berjalan terus
sehingga hubungan dengan zonula Zinn menjadi kendor. Bila proses katarak berjalan lanjut
disertai dengan kapsul yang tebal maka korteks yang berdegenerasi dan cair tidak dapat
keluar, maka korteks akan memperlihatkan bentuk sebagai sekantong susu disertai dengan
nukleus yang terbenam di dalam korteks lensa karena lebih berat. Keadaan ini disebut
sebagai katarak Morgagni.6

Tabel 2. Perbedaan stadium katarak senilis.6


Insipien Imatur Matur Hipermatur
Kekeruhan Ringan Sebagian Seluruh Masif
Cairan lensa Normal Bertambah Normal Berkurang
Iris Normal Terdorong Normal Tremulans
Bilik mata Normal Dangkal Normal Dalam
Depan
Sudut bilik Normal Sempit Normal Terbuka

19
Mata
Iris shadow Negatif Positif Negatif Pseudopos
Test
Penyulit - Glaukoma - Uveitis +
Glaukoma

Gambar 2. Tahapan maturasi lensa pada katarak.6

3.4 Etiologi dan Patofisiologi


Umumnya penyebab katarak adalah proses degeneratif yang berhubungan dengan umur,
faktor penyebab lain meliputi metabolik, trauma, inflamasi, kurang gizi serta pengaruh
kortikosteroid. 12
1. Umur
Proses normal penuaan mengakibatkan lensa menjadi keras dan keruh yang sering terjadi
mulai usia 50 tahun ke atas. Dengan meningkatnya umur maka ukuran lensa akan
bertambah dengan timbulnya serat-serat lensa yang baru. Serat – serat yang terbentuk lebih

20
dahulu akan terdorong kearah tengah membentuk nukleus. Nukleus ini akan memadat dan
mengalami dehidrasi sehingga terjadi sklerosis. Sklerosis ini menyebabkan lensa tidak
elastis, sehingga kemampuan akomodasi menjadi turun.
2. Jenis kelamin
Ada indikasi bahwa penderita katarak wanita lebih meningkat dibanding laki-laki terutama
usia di atas 65 tahun, seperti hasil survey yang dilakukan NHANES, Framingham Eye
Study.
3. Penyakit Diabetes Mellitus
Katarak umumnya merupakan masalah bagi orang usia lanjut, tetapi pada penderita
Diabetes Mellitus yang tidak terkontrol dengan baik, katarak dapat terjadi pada usia yang
lebih muda. Diperkirakan bahwa proses terjadinya katarak akibat penumpukan zat-zat sisa
metabolisme gula oleh sel-sel lensa mata. Dalam keadaan kadar gula normal, penumpukan
zat-zat sisa ini tidak terjdi. Bila kadar gula darah meningkat, maka perubahan glukosa oleh
aldose reduktase menjadi sorbitol meningkat. Selain itu perubahan sorbitol menjadi
fruktose relatif lambat dan tidak seimbang sehingga kadar sarbitol dalam lensa mata
meningkat. Disusun suatu hipotesa bahwa sarbitol menaikkan tekanan osmosis intraseluler
dengan akibat meningkatnya water uptake dan selanjutnya secara langsung maupun tidak
langsung terbentuk katarak.
4. Sinar Ultraviolet
Sinar ultraviolet dari matahari dapat mempercepat kekeruhan pada lensa mata. Seseorang
dengan pekerjaan sehari-hari sering terpapar sinar ultraviolet meningkatkan faktor resiko
katarak.
5. Obat-obatan
Obat-obatan jenis tertentu dapat menstimulasi pembentukan katarak, diantaranya :
Amiodarone, Chlorpromazide, kortikosteroid, Lovastatin, Phenytoin. Penggunaan obat
kortikosteroid sebagai faktor resiko perkembangan katarak subkapsular posterior.
6. Merokok

21
Individu yang merokok 20 batang atau lebih dalam sehari beresiko 2 kali lipat mengalamai
katarak.

7. Nutrisi
Faktor nutrisi merupakan salah satu resiko terjadinya katarak. Diet kaya laktosa atau
galaktosa dapat menyebabkan katarak. Begitu juga diet rendah riboflavin, triptofan dan
berbagai asam amino lain.

Patogenesis katarak senilis bersifat multifaktorial dan berhubungan dengan proses


degenerasi, akan tetapi belum dimengerti sepenuhnya. Semakin bertambahnya usia, terjadi
akumulasi berbagai macam faktor yang dapat mempermudah pembentukan katarak. Jumlah
protein kristalin yang larut dalam air akan semakin berkurang seiring dengan maturasi
lensa. Perubahan kimiawi protein lensa menyebabkan agregasi protein dan menghasilkan
pigmen warna kuning kecoklatan yang berlebihan.Selain itu seiring dengan bertambahnya
usia, lensa menjadi lebih tebal dan berat. Produksi serabut lensa yang terus menerus akan
menyebabkan kompresi dan pengerasan nukleus (sklerosis nukleus).
Seiring bertambahnya usia, terjadi peningkatan massa, dan ketebalan lensa, serta
penurunan kemampuan akomodasi. Lapisan serat korteks berbentuk konsentris, akibatnya
nukleus dari lensa mengalami penekanan dan pergeseran (nuclear sclerosis). Kristalisasi
(protein lensa) adalah perubahan yang terjadi akibat modifikasi kimia dan agregasi protein
menjadi high-molecular-weight-protein. Hasil dari agregasi protein secara tiba tiba
mengalami fluktuasi index refraktif pada lensa, cahaya yang menyebar, penurunan
kejernihan lensa.

22
Gambar 3 Perubahan warna lensa
Perubahan lensa pada usia lanjut yaitu sebagai berikut6:

1. Kapsul

 Menebal dan kurang elastis (1/4 dibanding anak)


 Mulai presbiopia
 Bentuk lamel kapsul berkurang atau kabur
 Terlihat bahan granular

23
2. Epitel → makin tipis

 Sel epitel (germinatif) pada ekuator bertambah besar dan berat


 Bengakak dan fakuolisasi mitokondria yang nyata

3. Serat lensa:

 Lebih iregular
 Pada korteks jelas kerusakan serat sel
 Brown sclerotic nucleus, sinar ultraviolet lama kelamaan merubah protein nukleus
(histidin, triptofan, metionin, sistein dan tirosin) lensa, sedang warna coklet protein
lensa nukleus mengandung histidin dan triptofan dibanding normal.
 Korteks tidak berwarna karena:

- Kadar asam askorbat tinggi dan menghalangi fotooksidasi.


- Sinar tidak banyak mengubah protein pada serat muda.

Kekeruhan lensa dengan nukleus yang mengeras akibat usia lanjut biasanya mulai terjadi
pada usia lebih dari 60 tahun.

3.5 Manifestasi Klinis


Gejala katarak senilis biasanya berupa keluhan penurunan tajam penglihatan secara
progresif (seperti rabun jauh memburuk secara progresif). Penglihatan seakan-akan melihat
asap/kabut dan pupil mata tampak berwarna keputihan. Apabila katarak telah mencapai
stadium matur lensa akan keruh secara menyeluruh sehingga pupil akan benar-benar
tampak putih.7
Tanda dan gejala yang sering ditemukan pada penderita katarak antara lain7:

24
 Penglihatan kabur dan berkabut
 Merasa silau terhadap sinar matahari, dan kadang merasa seperti ada film didepan
mata
 Melihat seperti ada titik gelap di depan mata
 Penglihatan ganda
 Sukar melihat benda yang menyilaukan
 Melihat halo; warna disekitar sumber sinar
 Warna manik mata berubah atau putih
 Sukar mengerjakan pekerjaan sehari-hari
 Penglihatan di malam hari lebih baik
 Sukar mengendarai kendaraan dimalam hari
 Waktu membaca memerlukan sinar lebih cerah
 Sering berganti kaca mata
 Penglihatan menguning, dan untuk sementara jelas melihat dekat.

Katarak imatur pada stadium yang lebih lanjut, akan terjadi kekeruhan yang lebih tebal
tetapi tidak atau belum mengenai seluruh lensa sehingga masih terdapat bagian-bagian yang
jernih pada lensa. Pada stadium ini terjadi hidrasi kortek yang mengakibatkan lensa
menjadi bertambah cembung. Pencembungan lensa akan memberikan perubahan indeks
refraksi dimana mata akan menjadi mioptik. Kecembungan ini akan mengakibatkan
pendorongan iris kedepan sehingga bilik mata depan akan lebih sempit.8

25
3.6 Diagnosis Banding
Diagnosis banding katarak matur adalah katarak imatur, kelainan refraksi, dan
glaukoma kronik.8

Katarak matur Katarak imatur Kelainan Gkaukoma kronik


refraksi
Visus Penurunan Penurunan visus, Penurunan visus, Penurunan visus
visus, pinhole pinhole (-) pinhole maju
(-)
TIO Normal Normal Normal Meningkat
Pandangan Seperti melihat Seperti melihat Dipengaruhi jarak Melihat seperti di
kabur asap asap dalam terowongan
Lensa Kekeruhan Keruh Sebagian Jernih Jernih
seluruh
Iris Normal Terdorong Gambaran baik Gambaran baik
Bilik mata Normal Dangkal Sedang Dangkal
depan
Shadow test Negatif Positif Negatif Negatif

3.7 Diagnosis Kerja


Diagnosis katarak senilis dibuat berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik.
Pemeriksaan laboratorium preoperasi dilakukan untuk mendeteksi adanya penyakit-
penyakit yang menyertai (contoh: diabetes mellitus, hipertensi, cardiac anomalies).

26
Penyakit seperti diabetes militus dapat menyebabkan perdarahan perioperatif sehingga
perlu dideteksi secara dini sehingga bisa dikontrol sebelum operasi.8

Sebagian besar katarak tidak dapat dilihat oleh pengamat awam sampai menjadi cukup
padat (matur atau hipermatur) dan menimbulkan kebutaan. Namun pada stadium
perkembangan yang paling dini dari katarak, dapat dideteksi melalui pupil yang berdilatasi
maksimum dengan oftalmoskop, loupe atau slitlamp. Dengan penyinaran miring (45 derajat
dari poros mata) dapat dinilai kekeruhan lensa dengan mengamati lebar pinggir iris pada
lensa yang keruh (iris shadow). Bila letak bayangan jauh dan besar berarti kataraknya
imatur, sedang bayangan kecil dan dekat dengan pupil terjadi pada katarak matur. Katarak
hipermatur, lensa akan mengeriput.9

Pada pemeriksaan slit lamp biasanya dijumpai keadaan palpebra, konjungtiva, dan
kornea dalam keadaan normal. Iris, pupil, dan COA terlihat normal. Pada lensa pasien
katarak, didapatkan lensa keruh. Lalu, dilakukan pemeriksaan shadow test untuk
menentukan stadium pada penyakit katarak senilis. Ada juga pemeriksaan-pemeriksaan
lainnya seperti biomikroskopi, stereoscopic fundus examination, pemeriksaan lapang
pandang dan pengukuran TIO. Pada pasien katarak sebaiknya dilakukan pemeriksaan visus
untuk mengetahui kemampuan melihat pasien. Visus pasien dengan katarak subkapsuler
posterior dapat membaik dengan dilatasi pupil.9

Pemeriksaan prabedah lainnya seperti adanya infeksi pada kelopak mata dan
konjungtiva karena dapat menimbulkan penyulit yang berat berupa panoftalmitis pasca
bedah. Sebelum pembedahan juga harus dilakukan pemeriksaan tajam penglihatan untuk
melihat apakah kekeruhan sebanding dengan turunnya tajam penglihatan. Misalnya pada
katarak nuklear tipis dengan miopia tinggi akan terlihat tajam penglihatan yang tidak sesuai
sehingga mungkin penglihatan yang turun adalah akibat dari kelainan retina dan bila
dilakukan pembedahan akan memberikan hasil tajam penglihatan yang tidak memuaskan.8

27
3.8 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan katarak dilakukan berdasarkan pemeriksaan pasien dan faktor-faktor


penyulit yang mungkin ada. Evaluasi pasien yang penting antara lain: apakah penurunan
kemampuan visual pasien dapat ditolong dengan operasi, apakah akan terjadi perbaikan
visus jika operasi dilakukan tanpa komplikasi, apakah pasien atau keluarga dapat dipercaya
untuk perawatan postoperatif, apakah opasitas lensa berpengaruh terhadap kondisi sistemik
dan okuler pasien.10
Beberapa pengobatan non-bedah mungkin efektif sementara untuk fungsi visual pasien
katarak. Sebagi contoh, keadaan refraksi dapat ditingkatkan dengan koreksi untuk
penglihatan jauh dan dekat. Dilatasi pupil mungkin dapat membantu pada katarak aksialis
yang kecil dengan cahaya yang lewat melalui bagian perifer lensa. Penatalaksanaan
medikal pada katarak secara ketat dilakukan. Penghambat aldose reduktase bekerja dengan
menghambat konversi glukosa menjadi sorbitol, menunjukkan pencegahan katarak karena
gula pada hewan. Agen antikatarak lainnya termasuk sorbitol-lowering agent, aspirin,
glutathion-raising agent dan antioksidan vitamin C dan E.11
Beberapa pasien dengan fungsi visual yang terbatas dapat dibantu dengan alat bantu
optik bila operasi belum bisa dilakukan. Dengan monokuler 2,5 x 2,8, dan 4x lebih dekat ke
objek, penggunaan magnifier, teleskop dapat membantu membaca dan kerja dekat. Katarak
akan mengurangi kontras dan menyebabkan kabur. Panjang gelombang yang pendek
menyebabkan penyebaran warna, intensitas dan jarak cahaya, jika pasien mampu
mengatasinya terutama pada kondisi terang, penggunaan lensa absortif mampu mengurangi
disabilitas.10
Pasien dapat dioperasi bila ada kemauan dari pasien itu sendiri untuk memperbaiki
tajam penglihatannya (visus). Kemauan untuk dioperasi ini biasanya datang bila sudah
terjadi gangguan pekerjaan atau aktifitas sehari-hari. Keputusan untuk melakukan operasi
harus didasarkan pada kebutuhan visual pasien dan potensi kesembuhannya. Secara umum,

28
indikasi operasi katarak bila terdapat kondisi stereopsis, penyusutan lapangan pandang
perifer dan gejala anisomethrophia. Indikasi medikal dilakukannya operasi termasuk
pencegahan komplikasi seperti glaukoma fakolitik, glakukoma fakomorfik, uveitis
facoantigenik dan dislokasi lensa ke bilik mata depan. Indikasi tambahannya adalah untuk
diagnosis atau penatalaksanaan penyakit okuler lainnya, seperti retinopati diabetik atau
glaukoma.11
Indikasi untuk operasi katarak 12
Apakah dengan operasi atau tidak terutama bergantung pada efek katarak pada penglihatan
pasien.Beberapa tahun yang lalu, dokter bedah menunggu sampai katarak menjadi matur
atau matang (ketika isinya menjadi cair) karena ini membuat aspirasi dari isi lensa menjadi
lebih mudah. Dengan kemajuan dalam mikro surgery sekarang tidak lagi menunggu lama
untuk katarak menjadi matur dan pembedahan katarak dapat dilaksanakan pada berbagai
stadium dengan resiko yang minimal.
1. Meningkatkan ketajaman penglihatan.
Adalah indikasi yang paling sering untuk operasi katarak, walaupun kebutuhan dari orang
ke orang berbeda. Operasi di indikasikan hanya jika dan ketika katarak berkembang ke
level yang cukup untuk menyebabkan kesulitan dalam melakukan aktivitas sehari-hari.
2. Indikasi medis.
Adalah suatu keadaan dimana katarak menyebabkan gangguan kesehatan yang merugikan
pada mata.Contohnya glaukoma fakolitik atau glaukoma fakomorfik. Operasi katarak untuk
meningkatkan kejernihan dari media penglihatan yang dibutuhkan dalam konteks proses
patologi pada fundus (contoh: retinopati diabetik) yang membutuhkan pengawasan atau
penanganan dengan laser fotokuagulasi.
3. Indikasi kosmetik.
Jarang dilakukan, seperti ketika katarak dalam keadaan matur. Dimana kebutaan
dihilangkan untuk mengembalikan pupil yang hitam.
Persiapan untuk operasi katarak:

29
1. Biometri: pengukuran ultrasound pada panjang mata dan keratometri untuk
mengukurkurvatur kornea dan kemudian menjumlahkan kekuatan dari implant untuk
dimasukkan ke mata selama pembedahan.
2. Memastikan masalah kesehatan umum dalam kondisi stabil, seperti hipertensi, penyakit
pernapasan, dan diabetes.
3. Beberapa pengobatan meningkatkan insidens perdarahan. Warfarin tidak dianjurkan
untuk dihentikan, tetapi INR harus dibawah 3. Aspirin harus dihentikan seminggu setelah
operasi
4. Informed consent pada pasien untuk hasil yang diharapkan dan komplikasi dari operasi
Tipe dan pilihan teknik pembedahan
1. Intracapsular Cataract Extraction (ICCE)  merupakan teknik pembedahan dengan
cara mengeluarkan seluruh lensa bersama kapsul. Dapat dilakukan pada zonula zinni yang
telah rapuh atau berdegenerasi dan mudah putus. Karena alasan tersebut, teknik ini tidak
dapat digunakan untuk pasien yang lebih muda dimana zonula kuat. ICCE dapat dilakukan
antara usia 40-50 tahun dengan menggunakan enzim alpha chymotripsyn (yang akan
menguraikan Zonula).ICCE telah dilakukan pengetesan dari waktu ke waktu dan telah
dilakkan secara umum sekitar 50 tahun yang lalu diseluruh dunia. Saat ini indikasinya
hanyalah untuk subluksasi dislokasi lensa.

30
Gambar 4 Teknik operasi ICCE + implantasi IOL pada bilik mata depan.
A. Jahitan pada muskulus rektus superior;
B. Flap konjungtiva;
C. Membuat alur;
D. Memotong bagian kornea-skleral;
E. Iridektomi peripheral;
F. Ekstraksi kriolens;
G&H. insersi IOL Kelman multiflex pada bilik mata depan;
I. Jahit kornea-skleral.

2. Ekstra Capsular Cataract Extraction (ECCE) Pengeluaran isi lensa (epithelium,


korteks dan nukleus) melalui kapsul anterior yang dirobek (kapsulotomi anterior) dengan
meninggalkan kapsul posterior. Indikasi saat ini tekhnik ECCE adalah pilihan operasi untuk
semua tipe dari dewasa sampai anak-anak kecuali ada kontra indikasi. Kontra indikasi
absolut untuk ECCE adalah subluksasi dan dislokasi lensa yang nyata.

31
Gambar 5. Teknik operasi ECCE + implantasi IOL pada bilik mata belakang.
A. Kapsulotomi anterior dengan teknik Can-opener;
B. Pengeluaran kapsul anterior;
C. Memotong bagian kornea-skleral;
D. Pengeluaran nukleus (metode pressure and counter-pressure);
E. Aspirasi korteks;
F. Insersi inferior haptic IOL pada bilik mata belakang;
G. Insersi PCIOL superior haptic;
H. Putar IOL;
I. Jahit kornea-skleral.

3. Small Incision Cataract Surgery (SICS)  adalah modifikasi dari ekstraksi katarak
ekstrakapsular merupakan salah satu teknik pilihan yang dipakai dalam operasi katarak
dengan penanaman lensa intraokuler.

32
Gambar 6. Teknik operasi SICS.
A. Jahit muskulus rectus superior;

33
B. Flap konjungtiva dan buka sclera;
C,D&E. Insisi sclera eksterna dan membuat insisi terowong;
F. terowong sclerakornea dengan pisau berbentuk bulan sabit;
G. Insisi kornea interna;
H. Side port entry;
I. CCC besar;
J. Hydrodissection;
K. Prolapsus nukleus pada bilik mata depan;
L. Irigasi nukleus dengan wire vectis;
M. Aspirasi korteks;
N. Insersi inferior haptic IOL pada bilik mata depan;
O. Insersi superior haptic PCIOL;
P. Putar IOL;
Q. Reposisi dan konjungtival flap.
4. Phaco Emulsification  Fakoemulsifikasi adalah tekhnik ekstraksi katarak ekstra
kapsular yang paling sering digunakan. Tekhnik ini menggunakan fibrator ultrasonik
genggam untuk menghancurkan nukleus yang keras hingga substansi nukleus dan korteks
dapat diaspirasi melalui suatu insisi berukuran sekitar 3 mm. ukuran insisi tersebut cukup
untuk memasukkan lensa intraokuler yang dapat dilihat. Jika digunakan lensa intraokuler
yang kaku, insisi perlu dilebarkan sekitar 5 mm. keuntungan yang dapat diperoleh dari
tindakan bedah insisi kecil adalah kondisi intraoperasi lebih terkendali, menghindari
penjahitan, perbaikan luka lebih cepat dengan derajat distorsi kornea lebih rendah dan
mengurangi peradangan intra okuler pasca operasi.

34
Gambar . Teknik operasi fakoemulsifikasi.
A.Membuat kurvalinier capsulirhexis;
B. Lakukan hidrodiseksi;
C. Hidrodelineasi;
D&E. Emulsifikasi nukleus menggunakan alat dan teknik conquer (menghancurkan 4
kuadran);
F. Aspirasi korteks

3.9 Pencegahan

Katarak senilis tidak dapat dicegah karena penyebab terjadinya katarak senilis ialah
oleh karena faktor usia, namun dapat dilakukan pencegahan terhadap hal-hal yang
memperberat seperti mengontrol penyakit metabolik, mencegah paparan langsung terhatap
sinar ultraviolet dengan menggunakan kaca mata gelap dan sebagainya.10

3.10 Komplikasi 12

Komplikasi dari katarak :

35
- Fakoanafilaktik uveitis. Katarak hipermatur boleh menyebabkan kebocoran protein lensa
ke dalam bilik anterior. Protein ini boleh bertindak sebagai antigen dan inducereaksi
antigen-antibodi yang seterusnya menyebabkan uveitis.
- Glaukoma ‘lens-induced’. Boleh terjadi disebabkan oleh mekanisme yang berbeda.
- Katarak imatur (lensa intumescent)  Glaukoma fakomorfik. Lensa menerima cairan
yang agak banyak selama perubahan kataraktous, menyebabkan pertambahan ukuran. Ini
mengganggu bilik anterior, menimbulkan pupillary block dan sudut padat yang
menyebabkan sudut tertutup akut. Terapi adalah ekstraksi lensa bila tekanan intraokular
sudah terkendali secara medis.
- Katarak hipermatur  Glaukoma fakolitik. Beberapa katarak yang telah lanjut boleh
menyebabkan kebocoran pada kapsul lensa anterior yang membolehkan protein lensa yang
mencair masuk ke bilik anterior. Ini akan menimbulkan reaksi inflamasi di bilik anterior,
trabekular meshwork udem dan obstruksi protein lensayang seterusnya menyebabkan
kenaikan yang akut pada tekanan intraokular. Ekstraksi lensa adalah terapi definitif setelah
tekanan intraokular sudah ditanganisecara teratur dan terapi intensif steroid topikal sudah
menurunkankan inflamasi intraokular.
- Subluksasi atau dislokasi lensa. Ini boleh terjadi disebabkan oleh degenerasi zonules
pada stadium hipermatur.
Komplikasi dari operasi katarak
Lebih dari 200000 operasi katarak dilakukan setiap tahunnya di Inggris, dan meskipun
teknik operasi modern memiliki tingkat keamanan yang diharapkan, komplikasi masih
terjadi. Harapan pasien untuk operasi katarak sangat tinggi. Semua pasien harus diingatkan
untuk kemungkinan resiko pembedahan sebelum diberikan persetujuan untuk operasi.
Komplikasi katarak dapat dibagi menjadi komplikasi intraoperatif, early post operatif, dan
late post operatif.
1. Komplikasi Intraoperatif :

36
- Perdarahan suprakoroid. Perdarahan intraoperatif yang berat dapat menyebabkan
penurunan penglihatan yang serius dan permanen.
- Perforasi okuli. Jarum yang tajam digunakan untuk berbagai bentuk anestesi intraokuler,
dan perforasi bola mata sangat kecil kemungkinannya. Bentuk modern dari anestesi okuler
telah menggantikan banyak teknik jarum tajam.
- Iridodialisis. Iridodialisis adalah satu keadaan dimana iris robek yang diakibatkan oleh
manipulasi jaringan intraokuler. Kerusakan pada iris diakibatkan oleh insersi dari phaco tip
atau IOL.
- Cyclodialisis. Satu keadaan dimana korpus siliaris lepas dari insersinya pada sklera yang
juga diakibatkan oleh manipulasi bedah pada jaringan tisu intraokuler.
- Conjungtival Ballooning. Terjadi pada kasus operasi yang menggunakan teknik insisi
pada konjuktiva atau peritomi, dimana cairan irigasi dapat berkumpul di bawah konjuktiva
dan kapsula Tenon dan mengakibatkan konjuktiva membengkak. Keadaan ini akan
menganggu operasi karena cairan yang terkumpul akan menghasilkan refleksi dari cahaya
mikroskop yang akan menganggu operator.
- Ablasio membran Descement. Keadaan ini akan mengakibatkan pembengkakan pada
stromal. Komplikasi ini diakibatkan apabila instrumen atau IOL dimasukkan dan dapat juga
diakibatkan oleh cairan irigasi yang dimasukkan dekat lapisan stromal kornea dan membran
descement.
- Ruptur kapsul posterior dan hilangnya cairan vitreus. Jika kapsul yang lembut rusak
selama pembedahan atau ligament yang halus (Zonula) yang menahan lensa menjadi lemah,
kemudian cairan vitreus akan prolaps ke bilik mata depan. Komplikasi iniberarti bahwa
lensa intraokuler tidak dapat dimasukkan dalam pembedahan, pasien juga dalam resiko
tinggi ablasio retina post operatif.
2. Komlikasi early post operatif :
- Endophtalmitis infeksi. Infeksi yang merusak ini terjadi sangat jarang (sekitar 1 dalam
1000 operasi) tapi dapat menyebabkan penurunan penglihatan berat yang permanen.

37
Banyak kasusinfeksi post operatif timbul dalam 2 minggu post operasi biasanya pasien
datang dengan riwayat penurunan penglihatan dan mata merah yang sangat nyeri. Ini
adalah kegawatdaruratan mata. Infeksi derajat rendah dengan pathogen seperti
Propioniobacterium dapat menyebabkan pasien datang dalam beberapa minggu setelah
operasi dengan uveitis refraktori.
- Edema kornea. Komplikasi ini terjadi akibat kombinasi dari trauma mekanikal, operasi
yang lama, inflamasi, dan peningkatan IOP.
- Uveitis. Peradangan post operatif lebih sering terjadi dalam berbagai tipe mata.Sebagai
contoh pada pasien dengan riwayat diabetes atau penyakit radang mata sebelumnya.
3. Komplikasi late post operatif :
- Ablasio retina. Ini adalah komplikasi post operatif yang serius dan jarang terjadi, tetapi
lebih sering terjadi pada pasien miop setelah komplikasi intra operatif.
- Kesalahan refraktif setelah operatif. Banyak operasi bertujuan untuk membuat pasien
menjadi emetrop atau sedikit miop, tetapi pada kasus yang jarang kesalahan biometrik
dapat terjadi atau suatu lensa intraokuler dengan kekuatan yang salah digunakan.
- Edema makular cystoids. Akumulasi cairan pada macula selama post operatif dapat
menurunkan visus pada minggu-minggu pertama setelah operasi katarak berhasil dilakukan.
Pada banyak kasus, ini dapat diobati dengan penanganan radang post operasi.
- Glaukoma. Peningkatan tekanan intraokuler secara persisten akan membutuhkan
penanganan post operatif.

3.11 Prognosis

Dengan teknik bedah yang mutakhir, komplikasi atau penyulit menjadi sangat jarang.
Hasil pembedahan yang baik dapat mencapai 95%. Pada bedah katarak, resiko ini kecil dan
jarang terjadi. Keberhasilan tanpa komplikasi pada pembedahan dengan ECCE atau
fakoemulsifikasi menjanjikan prognosis dalam penglihatan dapat meningkat hingga 2 garis
pada pemeriksaan dengan menggunakan Snellen Chart. Pasien telah terjadi kerusakan

38
retina atau mengalami komplikasi pascaoperasi serius tidak dapat mencegah perbaikan
visual yang signifikan, misalnya, glaukoma, ablasi retina, perdarahan intraokular, atau
infeksi. Lensa intraocular yang telah dibuat untuk penyesuaian setelah operasi katarak jauh
lebih mudah daripada kacamata katarak yang tebal atau lensa kontak aphakic yang
tersedia.12

Apabila pada proses pematangan atau maturisasi katarak dilakukan penanganan yang
tepat sehingga tidak menimbulkan komplikasi serta dilakukan tindakan pembedahan yang
tepat maka prognosis pada katarak senilis umumnya baik.13

BAB IV
ANALISIS KASUS

Pasien Ny. N, 70 tahun datang dengan keluhan pandangan perlahan kabur pada kedua
mata sejak 9 bulan yang lalu. Sejak 3 bulan ini, pandangan yang awalnya berasap, kini
semakin lama terlihat putih. Keluhan mata lain hingga keluhan sistemik seperti mual,
muntah dan sakit kepala tidak dirasakan pasien. Pasien belum pernah berobat sebelumnya.
Keluhan dirasakan semakin hari semakin mengganggu aktivitas sehari-hari sehingga pasien
memutuskan untuk berobat ke poliklinik mata RSUD Raden Mattaher Jambi.

39
Penegakan diagnosis pada pasien dibuat berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang. Pada anamnesis didapatkan keluhan berupa pandangan perlahan
kabur. Keluhan ini mengarahkan kepada diagnosis mata tenang dengan penurunan visus
perlahan yang diantaranya disebabkan oleh katarak senilis matur, kelainan refraksi,
glaukoma kronik, retinopati hipertensi, dan retinopati diabetik.
Diagnosis kelainan refraksi dapat disingkirkan dari anamnesis dimana tajam
penglihatan pasien tidak membaik dengan penggunaan kacamata baca. Sedangkan
diagnosis glaukoma kronik dapat disingkirkan dari anamnesis dimana pada pasien inti tidak
terdapat keluahan penglihatan seperti di dalam terowongan. Hal ini juga didukung dengan
hasil pemeriksaan fisik pasien dimana tekanan introkular pasien masih dalam batas normal.
Retinopati hipertensi dan diabetik dapat disingkirkan karena pasien tidak memiliki riwayat
penyakit tersebut sebelumnnya.
Berdasarkan anamnesis, didapatkan usia pasien 70 tahun yang merupakan faktor risiko
untuk terjadinya katarak senilis. Dari anamnesis juga didapatkan keluhan berupa pandangan
perlahan kabur sejak 9 bulan yang lalu dan keluhan pandangan berasap (+). Keluhan
tambahan berupa pandangan kabur seperti melihat asap ini dapat terjadi dikarenakan
adanya kekeruhan pada lensa sehingga menutupi aksis visual. Kekeruhan tersebut terjadi
secara kronik progresif dimana kekeruhan semakin lama semakin bertambah hingga
akhirnya pasien mengalami pandangan terlihat putih.
Pasien juga tidak memakai kacamata baca tidak dapat lagi memperbaiki tajam
penglihatan pasien. Hal ini dikarenakan penyebab keluhan pasien ini bukan merupakan
kelainan refraktif. Hasil pemeriksaan oftalmologi pada pasien ini juga menunjukkan VOD
1/∞ dan VOS 0 dan lensa ODS keruh dengan shadow test (-). Lensa OD keruh dengan
shadow test (-) menunjukkan bahwa lensa pada pasien ini sudah mengalami kekeruhan
diseluruh bagian sehingga apabila lensa disenter dari arah temporal sebesar 45o, maka tidak
terdapat bayangan iris pada lensa.Temuan inilah yang mengarahkan pasien ini kepada
diagnosis katarak senilis matur OD. Lalu untuk lensa OS visus nya sudah 0 yang berarti

40
pasien sudah tidak dapat melihat dan tidak bisa dilakukan operasi ketarak. Pada
pemeriksaan juga ditemukan terdapat jaringan fibrovaskular pada OS pasien yang
merupakan ciri dari pterygium , namun pterygeum ini tidak berpengaruh terhadap
penurunan visus pasien, pterygium yang dialami pasien masih derajat I dikarenakan
jaringannya hanya terbatas pada limbus kornea saja.
Katarak senilis matur adalah keadaan kekeruhan seluruh massa lensa yang disebabkan
oleh adanya hidrasi atau denaturasi protein pada lensa yang terjadi pada usia lanjut (di atas
50 tahun). Katarak dapat disebabkan oleh beberapa sebab lain seperti trauma (yang
disangkal oleh pasien ini), kongenital (yang juga disangkal dari ketiadaan riwayat penyakit
terdahulu), atau diinduksi oleh obat-obatan seperti steroid (disangkal). Beberapa faktor
risiko yang meningkatkan kejadian katarak senilis selain usia adalah penyakit sistemik,
riwayat operasi mata sebelumnya, dan seringnya mata terpapar udara panas atau sinar
matahari. Katarak senilis terjadi akibat edema lensa, perubahan protein, peningkatan
proliferasi, dan kerusakan kontinuitas normal serat-serat lensa.

1. Teori hidrasi : Kegagalan mekanisme pompa aktif pada epitel lensa → air tidak dapat
dikeluarkan dari lensa → peningkatan tekanan osmotik.
2. Teori sklerosis : Serabut kolagen terus bertambah → terjadi pemadatan serabut kolagen di
tengah → sklerosis pada nukleus lensa.

Secara umum, edema lensa bervariasi sesuai stadium perkembangan katarak. Seiring
bertambahnya usia, secara alami akan terjadi proliferasi serat-serat lensa dari arah korteks
ke arah nuklear yang pada akhirnya akan menimbulkan kekeruhan lensa, belum lagi jika
ditambah edema lensa akibat proses osmotik yang biasanya terjadi pada penyakit diabetes
melitus. Komposisi lensa sebagian besar berupa air dan protein yaitu kristalin. Kristalin α
dan β adalah chaperon, yang merupakan heat shock protein yang berguna untuk menjaga
keadaan normal dan mempertahankan molekul protein agar tetap inaktif sehingga lensa

41
tetap jernih. Lensa orang dewasa tidak dapat lagi mensintesis kristalin untuk menggantikan
kristalin yang rusak, sehingga dapat menyebabkan terjadinya kekeruhan lensa.
Karena mengganggu kualitas hidup, katarak yang telah mencapai stadium matur dapat
dilakukan operasi pengangkatan dan pergantian lensa. Operasi ekstraksi lensa pada katarak
memiliki beberapa tujuan yaitu perbaikan visus, terapi (apabila ada komplikasi katarak,
seperti glaukoma), diagnostik, atau kosmetik. Persiapan operasi katarak meliputi persiapan
kesiapan kondisi fisiologis pasien untuk dilakukan pembedahan, dengan melakukan
konsultasi pada sejawat penyakit dalam dan anestesi (disertai dengan pemeriksaan
penunjang seperti laboratorium darah dan rontgen thoraks), untuk menilai kelayakan
pasien. Selain itu dilakukan pemeriksaan biometri untuk menentukan antara lain kurvatura
kornea, axial length, white-to-white measurements, dalam hal ini untuk membantu
penentuan kekuatan IOL (intraocular lens) yang akan digunakan. B-scan ultrasonography
juga dilakukan sebelum operasi untuk menilai kelainan segmen posterior bola mata,
terutama pada kasus-kasus dengan kekeruhan media refraksi seperti katarak.
Terdapat beberapa metode operasi katarak yang telah dikenal, di antaranya adalah ICCE
(Intracapsular Cataract Extraction), ECCE (Extracapsular Cataract Extraction), SICS
(Small Incision Cataract Surgery) dan phacoemulsification. Setelah dilakukan operasi
nantinya, pasien dirawat terlebih dahulu untuk memantau komplikasi yang dapat terjadi.
Pasien post-operasi biasa akan mengalami reaksi peradangan akut yang menimbulkan
hiperemis, subconjungtiva bleeding dan kemosis konjungtiva serta edema kornea.
Komplikasi yang paling ditakutkan dan berbahaya pada pasien post-operasi katarak, yaitu
endoftalmitis. Endoftalmitis adalah sebuah diagnosis klinis yang dibuat ketika terdapat
inflamasi intraokular yang melibatkan baik ruang posterior dan anterior mata yang
berhubungan dengan infeksi bakteri dan jamur. Endoftalmitis terbagi atas endogen dan
eksogen, pada endoftalmitis endogen dapat terjadi akibat penyebaran bakteri maupun jamur
yang berasal dari fokus infeksi di dalam tubuh terjadi sekitar 2-8%, sedangkan
endoftalmitis eksogen sering terjadi oleh karena trauma pada bola mata (20%) atau pasca

42
operasi intraokular (62%). Adanya kemungkinan endoftalmitis kronis inilah yang membuat
pasien post-op katarak harus tetap kontrol hingga 6 minggu pasca-operasi dan pada waktu
yang ditentukan setelahnya.
Prognosis keadaan vital pasien ini umumnya baik karena katarak senilis merupakan
penyakit mata yang tidak mengancam kehidupan, yaitu merupakan penyakit degeneratif
akibat suatu proses penuaan. Prognosis fungsi penglihatan pada pasien ini tidak dapat
dipastikan karena pada pasien ini tidak dapat dinilai keadaan segmen posterior pada kedua
mata. Apabila nantinya setelah diekstraksi katarak terdapat kelainan segmen posterior
akibat penyakit lainnya seperti hipertensi dan diabetes melitus, maka prognosis pasien tidak
baik. Begitu pula sebaliknya, jika segmen posterior pasien normal, maka tajam penglihatan
pasien akan membaik.

BAB V
KESIMPULAN
Katarak merupakan suatu keadaan dimana terjadi penurunan kejernihan pada lensa yang
menyebabkan kelemahan atau penurunan data penglihatan. Normalnya lensa memusatkan
arah sinar. Kekeruhan pada lensa akan menyebabkan sinar menjadi menyebar atau
terhalang. Jika kekeruhan lensa berukuran kecil dan berada pada daerah perifer lensa, hanya
akan sedikt atau tidak ada gangguan pada penglihatan. Sebaliknya, Ketika kekeruhan
terletak di tengah lensa dan bersifat padat atau tebal, arah sinar akan terganggu. Hal ini
akan menyebabkan penglihatan menjadi kabur. Pada umumnya sebagian besar penyebab

43
katarak adalah usia tua atau penuaan dan disebut juga sebagai katarak senil. Banyak juga
faktor lain yang terlibat, mencakup: trauma, toksisitas obat (steroid), penyakit metabolik
(diabetes dan hiperparatiroidisme) dan penyakit mata (uveitis dan ablasio retina).
Katarak senil biasa juga disebut sebagai “ age-related cataract”, katarak ini biasanya
ditemukan pada usia di atas 50 tahun. Pada usia 70 tahun 90% individu mengalami katarak
senil. Secara morfologi, katarak senil terdiri dari dua bentuk, yaitu kortikal (katarak lembek
atau lunak) dan nuklear ( katarak keras). Sebagian besar katarak tidak terlihat pada
pengamatan sepintas sampai lensanya menjadi cukup keruh untuk menyebabkan gangguan
penglihatan yang berat. Dengan semakin keruhnya lensa, fundus okuli akan semakin sulit
untuk dilihat, sampai akhirnya reflex fundus menjadi hilang sama sekali, katarak telah
matur. Terapi katarak pada dasarnya terdiri dari operasi pengangkatan lensa yang keruh.
Jika ditemukan pasien katarak harus segerah dirujuk ke dokter spesialis mata. Tidak ada
obat-obatan yang efektif terhadap penanganan katarak. Penaganannya adalah dengan
pembedahan.

DAFTAR PUSTAKA

1. Ilyas, Sidarta., Yulianti, Sri Rahayu. 2014. Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Indonesia.
2. American Academy of Ophthalmology. 2018. Basic And clinical Sience Course.
American Academy of Ophthalmology.

44
3. Salmon, John F. 2020. Kanski's Clinical Ophthalmology, A Systemic Approach
Ninth Edition. Elsevier.
4. Augsburger, James J., Riordan-Eva, Paul. 2018. Vaughan & Asbury's General
Ophthalmology Nineteenth Edition. McGraw-Hill Education.
5. Liu YC, Wilkins M, Kim T, Malyugin B, Mehta JS. 2017. Cataracts. The Lancet.
Vol 390 (10094): 600-120.
6. Guptan, Varun B. 2014. Etiopathogenesis of cataract: An appraisal lndian Journal
of Ophthalmology. Vol 62(2): 103–110.
7. Song,. Sun, Hongpeng., Xu, Yong., Ma, Yana. 2014. Age-Related Cataract,
Cataract Surgery and Subsequent Mortality: A Systematic Review and Meta-
Analysis. PLoS One. Vol 9 (11): e112054.
8. Olson RJ, Braga-Mele R, Chen SH, Miller KM, Pineda R, Tweeten JP et al.
Cataract in the Adult Eye Preferred Practice Pattern. Ophthalmology 2017; 124(2):
P1-P119.
9. Asbell PA, Dualan I, Mindel J, Brocks D, Ahmad M, Epstein S. Age-related
cataract. Lancet 2005; 365(9459): 599-609
10. Allen D, Vasavada A. Cataract and surgery for cataract. BMJ 2006; 333(7559):
128-132.
11. Murthy,. Gupta, Sanjeev K., Vashist, Praveen. 2008. Current status of cataract
blindness and Vision 2020: The right to sight initiative in India. Indian J
Ophthalmol. 56(6): 489–494.
12. Syawal R, Suliati, Marliyanti dkk. 2018. Buku Ajar Bagian Ilmu Kesehatan Mata.
Makasar : Universitas Muslim Indonesia.
13. Khurana, AK. 2007. Diseases of the Lens, Comprehensive Opthalmology 4th ed.
New Delhi: New Age International (P) Ltd.

45

Anda mungkin juga menyukai