“RETINOPATI HIPERTENSI”
STASE MATA
OLEH
Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang
telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penyusunan Laporan CBD
dapatdiselesaikan tepat pada waktunya.
Dalam menyelesaikan Laporan CBD ini, penulis mendapatkan banyak
bimbingan, petunjuk, dan dukungan dari berbagai pihak. Penyusunan laporan ini
tidak dapat berjalan lancar tanpa bantuan dari berbagai pihak, maka dari itu dalam
kesempatan ini, izinkan penulis untuk mengucapkan terimakasih kepada:
1. dr. H. Samsul Rizal Ziaulhaq, Sp.M. Sebagai pembimbing yang senantiasa
memberikan saran serta bimbingan dalam penyusunan laporan CBD.
2. Sumber literatur dan jurnal-jurnal ilmiah yang relevan sebagai referensidalam
penyusunan laporan CBD.
3. Keluarga yang senantiasa memberikan dorongan dan motivasi.
4. Serta berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung yangikut
serta membantu dalam penyelesaian penyusunan laporan ini.
Mengingat pengetahuan dan pengalaman penulis yang terbatas untuk
menyusun laporan ini, maka kritik dan saran yang membangun dari semua pihak
sangat diharapkan demi kesempurnaan laporan ini. Saya berharap semoga laporan
CBD ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
COVER .................................................................................................................... i
KATA PENGANTAR ...........................................................................................ii
DAFTAR ISI ......................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 4
1.1 Latar Belakang ......................................................................................... 4
BAB II LAPORAN KASUS .................................................................................. 6
2.1 Identitas Pasien......................................................................................... 6
2.2 Anamnesa ................................................................................................. 6
2.3 Pemeriksaan Oftalmologi ......................................................................... 8
2.4 Pemeriksaan Lain ..................................................................................... 9
2.5 Diagnosis Kerja : Retinopati Hipertensi (grade I) .................................. 10
2.6 Diagnosis Banding ................................................................................. 10
2.7 Penatalaksanaan ..................................................................................... 10
2.8 Prognosis ................................................................................................ 10
BAB III TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................ 11
3.1 Anatomi Retina ...................................................................................... 11
3.2 Definisi ................................................................................................... 14
3.3 Epidemiologi .......................................................................................... 14
3.4 Etiologi ................................................................................................... 15
3.5 Manifestasi Klinis .................................................................................. 15
3.6 Klasifikasi............................................................................................... 15
3.7 Faktor Risiko .......................................................................................... 20
3.8 Patofisiologi ........................................................................................... 21
3.9 Diagnosis ................................................................................................ 24
3.10 Tatalaksana ............................................................................................. 29
BAB V PENUTUP ................................................................................................ 33
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 33
iii
BAB I
PENDAHULUAN
4
Penatalaksanaan retinopati hipertensi bertujuan untuk membatasi kerusakan
dan menghindari komplikasi pada retina. Penatalaksanaan yang diberikan
berdasarkan tingkat kerusakan retina, berupa konservatif dan laser fotokoagulasi.
Prognosis visual ini tergantung kepada kontrol tekanan darah. Kerusakan
penglihatan yang serius biasanya tidak terjadi sebagai dampak langsung dari proses
hipertensi kecuali terdapat oklusi vena atau arteri lokal.
5
BAB II
LAPORAN KASUS
2.2 Anamnesa
a. Keluhan Utama: Mata Kabur
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke poli mata Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kota
Mataram dengan keluhan kedua mata kabur dan ingin membuat kacamata. Keluhan
mata kabur sudah dirasakan sejak awal bulan mei tahun 2023 (5 bulan yang lalu).
Keluhan mata kabur yang dirasakan timbul secara perlahan dan semakin lama
dirasakan semakin memberat, dan saat ini dirasakan yang paling memberat. Riwayat
trauma pada mata disangkal. Pasien mengeluhkan silau setiap melihat cahaya lampu.
Keluhan nyeri, gatal, terasa mengganjal, dan penglihatan ganda pada kedua mata
disangkal. Penglihatan kabur seperti melihat awan, ataupun seperti dalam
terowongan disangkal.
Berdasarkan pernyataan pasien pasien memiliki riwayat hipertensi, pasien
sudah mengalami hipertensi kurang lebih 10 tahun yang lalu. Merokok dan minum
alkohol disangkal. Pasien mengaku rutin mengkonsumsi obat hipertensi yaitu
amlodipin. Sebelumnya hasil pemeriksaan tekanan darah pasien biasanya diatas
150mmHg. Pasien sebelumnya tidak pernah memakai kacamata ataupun melakukan
6
pengobatan berupa operasi pada matanya, riwayat trauma pada mata juga disangkal.
Pasien pernah melakukan operasi katarak pada kedua matanya kanan dan kiri
setahun yang lalu dirumah sakit mata mataram.
c. Riwayat Penyakit Dahulu
• Riwayat Keluhan yang sama : (-)
• Riwayat Penyakit Diabetes Melitus : (-)
• Riwayat Penyakit Hipertensi : (+)
• Riwayat Penyakit Jantung : (-)
• Riwayat Penyakit Tiroid : (-)
d. Riwayat Penyakit Keluarga
• Riwayat Keluhan yang sama : (-)
• Riwayat Penyakit Diabetes Melitus : (-)
• Riwayat Penyakit Hipertensi : (-)
• Riwayat Penyakit Jantung : (-)
e. Riwayat Sosial dan Pribadi
• Riwayat Merokok : (-)
• Riwayat Minum Alkohol : (-)
• Riwayat Pemakaian Obat Tetes Mata : (+)
• Riwayat Operasi pada Mata : (+)
• Alergi Makanan atau Obat-obatan : (-)
7
2.3 Pemeriksaan Oftalmologi
8
2.4 Pemeriksaan Lain
OD
(R)
9
OS (L)
10
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
11
diretina pada angiografi flourosensi. Secara histologis, fovea ditandai dengan
menipisya lapisan inti luar dan tidak adanya lapisan parenkim karena akson -
akson sel fotoreseptor (lapisan serat henle) berjalan oblik dan pergeseran secara
sentrifugal lapisan retina yang lebih dekat ke permukaaan dalam retina. Foveola
adalah bagian paling tengah pada fovea, fotoreseptornya adalah sel kerucut, dan
bagian retina yang paling tipis.
Secara histologis, lapisan-lapisan retina terdiri atas 10 lapisan, mulai dari
sisi dalam adalah sebagai berikut:
1. Membrana limitan interna, merupakan membran hialin antara retina dan badan
kaca.
2. Lapisan serabut saraf, yang mengandung akson – akson sel ganglion yang
berjalan menuju ke Nervus Optikus. Di dalam lapisan – lapisan ini terletak
sebagian besar pembuluh darah retina.
3. Lapisan sel ganglion, yang merupakan lapis badan sel dari pada Nervus Optikus.
4. Lapisan pleksiform dalam, yang mengandung sambungan – sambungan sel
ganglion dalam sel amakrin dan sel bipolar.
5. Lapisan inti dalam, merupakan badan sel bipolar, amakrin dan sel horizontal.
Lapisan ini mendapat metabolisme dari arteri retina sentral.
6. Lapisan pleksiform luar, yang mengandung sambungan – sambungan sel bipolar
dan sel horizontal dengan fotoreseptor.
7. Lapisan inti luar, yang merupakan susunan lapis nukleus, sel kerucut dan batang.
Ketiga lapis di atas avaskuler dan mendapat metabolisme dari kapiler koroid.
8. Membrana limitan eksterna, yang merupakan membram ilusi.
9. Lapisan fotoreseptor, merupakan lapis terluar retina terdiri atas sel batang yang
mempunyai bentuk ramping dan sel kerucut.
10. Epitelium pigmen retina.
12
Gambar 2. Penampang histologis lapisan retina
Retina memperoleh vaskularisasi dari 2 sumber, yaitu khoriokapilaris
dan arteri retina sentralis. Khoriokapilaris berada tepat di luar membrana bruch,
memperdarahi sepertiga bagian luar retina. Sedangkan arteri retina sentralis
memperdarahi dua pertiga bagian sebelah dalam. Arteri retina sentralis berasal
dari cabang pertama arteri ophtalmika, menembus bola mata dibagian medial
bawah 12 mm sebelah optik nervus dibelakang bola mata. Setelah masuk ke
dalam bola mata, arteri retina sentralis bercabang dua (bifurcatio), yaitu cabang
superior dan inferior. Setelah percabangan pertama, pembuluh darah menjadi
arteriol dan kehilangan lapisan otot serta lamina elastik internanya. Arteriol retina
yang berada dilapisan serat saraf akan bercabang-cabang akhirnya menjadi
jaringan kapiler yang luas, yang terletak pada semua lapis retina dalam sampai
membrana limitan eksterna.
Arteriol berbeda dengan venula dari penampang yang bulat dan dindingnya lebih
tebal. Dinding kapiler terdiri dari suatu lapis endotel yang tidak terputus,
dikelilingi oleh selapise sel perisit yang terputus-putus. Ikatan endotel pembuluh
darah yang bersifat impermeabel merupakan sawar darah retina bagian dalam
(inner barrier), sedangkan sawar darah retina bagian luar dibentuk oleh ikatan
yang erat bagian lateral sel-sel epitel pigmen retina pada zonula adherens dan
zonula occludens (outer barrier).
13
Vena mengikuti distribusi arteri. Secara histologi vena terdiri dari lapisan
endotelial dan jaringan penunjang yang lebih tipis dibandingkan dengan arteri.
Pada tempat-tempat tertentu terjadi persilangan arteri dengan vena, dimana 70%
arteri berada di atas vena. Pada persilangan arteri dan vena juga akan dijumpai
perselubungan (sheating) yang berasal dari tunika adventisia dari pembuluh darah.
3.2 Definisi
Retinopati hipertensi merupakan kelainan pembuluh darah retina atau
kelainan pada retina itu sendiri yang terjadi akibat tekanan darah tinggi. Tekanan
darah tinggi akan menyebabkan pembuluh darah mengalami kerusakan berupa
sklerosis, penebalan dinding pembuluh darah ataupun kebocoran plasma.
Kelainan pembuluh darah yang terjadi sangat mengikuti derajat tingginya dan
lamanya tekanan darah yang diderita pasien. Kelainan ini pertama kali
dikemukakan oleh Marcus Gunn pada kurun abad ke-19 pada sekelompok
penderita hipertensi dan penyakit ginjal. Tanda-tanda pada retina yang diobservasi
adalah penyempitan arteriolar secara general dan fokal, perlengketan atau
“nicking” arteriovenosa, perdarahan retina dengan bentuk flame-shape dan blot-
shape, cotton-wool spots, dan edema papilla.
3.3 Epidemiologi
Sejak tahun 1990, beberapa penelitian epidemiologi telah dilakukan pada
sekelompok populasi penduduk yang menunjukkan gejala retinopati hipertensi
dan didapatkan bahwa kelainan ini banyak ditemukan pada usia 40 tahun ke atas.
Prevalensi retinopati hipertensi bervariasi antara 2%-15%. Data ini berbeda
dengan hasil studi epidemiologi yang dilakukan oleh Framingham Eye Study
yang mendapatkan hasil prevalensi rata-rata kurang dari 1%. Dalam penelitian
yang dilakukan di Australia, didapatkan arteriolar retina lebih sempit pada
orang-orang yang lebih tua yaitu usia diatas 40 tahun. Hal ini dikarenakan pada
usia lebih tua, dinding arteri akan mengalami penebalan oleh karena adanya
penumpukan zat kolagen pada lapisan otot, sehingga pembuluh darah semakin
menyempit dan kaku, hal yang sama juga berlaku pada arteriol retina.
14
3.4 Etiologi
Penyebab utama Retinopati Hipertensi adalah tekanan darah tinggi
(hipertensi). Hipertensi adalah kondisi yang terjadi ketika sejumlah darah
dipompakan oleh jantung melebihi kemampuan yang dapat ditampung dinding
arteri.
Hipertensi terjadi jika peningkatan tekanan darah sistolik seseorang lebih dari
140 mmHg dan diastoliknya lebih dari 90 mmHg pada dua kali pengukuran. Jarak
waktu antar pengukuran minimal lima menit dengan kondisi cukup istirahat.
Tekanan sistolik adalah tekanan ketika jantung memompa darah ke seluruh tubuh.
Sedangkan tekanan diastolik adalah tekanan ketika jantung berelaksasi sebelum
kembali memompa darah.
Hipertensi yang berlangsung terus menerus dalam waktu tertentu
menyebabkan pembuluh darah menebal sehingga terjadi penyempitan. Akibatnya,
asupan darah berkurang dan membuat Retina tidak bekerja normal. Perlahan, Retina
akan kehilangan kemampuannya dalam membentuk penglihatan. Jika tidak ada
penanganan yang tepat, akan menyebabkan kebutaan.
3.6 Klasifikasi
Klasifikasi retinopati hipertensi pertama kali dibuat pada tahun 1939 oleh
Keith Wagener Barker. Klasifikasi dan modifikasi yang dibuat didasarkan pada
15
hubungan antara temuan klinis dan prognosis yaitu tediri atas empat kelompok
retinopati hipertensi.
Stadium Karakteristik
Stadium I • Penyempitan ringan, sklerosis, sehingga tampak lebih kurus, lebih
pucat, dan lebih sempit
• Hampir tak ada keluhan
• Dalam periode 8 tahun : 4 % meninggal
Lanjutan Tabel 1
Stadium Karakteristik
Stadium II • Tanda arteriosklerotik lebih jelas, konstriksi fokal, sklerosis, dan
crossing phenomena, tampak copper wire arteriola atau silver wire
arteriola
• Tekanan darah semakin tinggi
• Dalam periode 8 tahun : 20 % meninggal
Stadium III • Stadium II + edema retina, perdarahan, eksudat, cottonwoll patch,
starshaped figure, penyempitan arteriola lebih luas.
• Tekanan darah sangat tinggi disertai keluhan sakit kepala, sesak
napas, nokturia
• Dalam periode 8 tahun : 80 % meninggal
Stadium Karakteristik
16
Stadium II Penciutan pembuluh darah arteri menyeluruh, dengan kadang-kadang
Stadium III Lanjutan stadium II, dengan eksudasi cotton, dengan perdarahan yang
Lanjutan tabel 2
Stadium Karakteristik
Stadium IV Seperti stadium III dengan edema papil dengan eksudat star figure,
150 mmHg
Stadium Karakteristik
17
Mild Satu atau lebih dari tanda berikut : Asosiasi ringan dengan
Moderate Retinopati mild dengan satu atau lebih Asosiasi berat dengan
exudates
dengan edema papil dan dapat disertai mortalitas dan gagal ginjal
dengan kebutaan
(Ilyas, 2005)
Tipe Funduskopi
Tipe 1 : Arteri menyempit dan pucat, arteri
Fundus hipertensi dengan atau tanpa meregang dan percabangan tajam,
retinopati, tidak ada sklerose, dan terdapat perdarahan ada atau tidak ada, eksudat
pada orang muda. ada atau tidak ada.
Tipe 2 : Pembuluh darah mengalami
Fundus hipertensi dengan atau tanpa penyempitan, pelebaran, dan sheating
retinopati sklerose senile, pada orang tua. setempat. Perdarahan retina, tidak ada
edema papil
Tipe 3 : Penyempitan arteri, kelokan bertambah
18
Fundus dengan retinopati hipertensi dan fenomena crossing, perdarahan
arteriosklerosis, terdapat pada orang muda. multiple, cotton wall patches, macula
star figure.
Tipe 4 : Edema papil, cotton wall patches, hard
Hipertensi progresif exudates, soft exudates, star figure yang
nyata.
19
Gambar 4. Moderate Hypertensive Retinopathy. AV nicking (panah
putih) dan cotton wool spot (panah hitam) (A). Perdarahan retina (panah
hitam) dan gambaran cotton wool spot (panah putih) (B).
Gambar 5. Multiple cotton wool spot (panah putih) dan perdarahan retina
(panahhitam) dan papiledema.
20
hipertensi adalah lamanya pasien menderita hipertensi. Penyempitan arteri retina
dan AV nicking menjadi penanda hipertensi yang berlangsung kronis. Perubahan
retina itu' secara langsung berkaitan dengan peningkatan tekanan darah yang diukur
5 tahun sebelumnya.
Faktor lain yang berhubungan dengan retinopati hipertensi adalah usia.
Penelitian menunjukkan bahwa tanda-tanda retinopati hipertensi meringkat seiring
bertambahnya usia dan peningkatan tekanan darah
3.8 Patofisiologi
Pada keadaan hipertensi, pembuluh darah retina akan mengalami beberapa seri
perubahan patofisiologis sebagai respon terhadap peningkatan tekanan darah.
Terdapat teori bahwa terjadi spasme arterioles dan kerusakan endothelial pada tahap
akut sementara pada tahap kronis terjadi hialinisasi pembuluh darah yang
menyebabkan berkurangnya elastisitas pembuluh darah.
Tahap awal, pembuluh darah retina akan mengalami vasokonstriksi secara
generalisata. Hal ini merupakan akibat dari peningkatan tonus arteriolus dari
mekanisme autoregulasi yang seharusnya berperan sebagai fungsi proteksi. Pada
pemeriksaan funduskopi akan terlihat penyempitan arterioles retina secara
generalisata dengan kaliber pembuluh yang menjadi lebih kecil atau ireguler, arteriol
berwarna lebih pucat dan percabangan arteriol yang tajam. Peningkatan tekanan
darah secara persisten akan menyebabkan terjadinya penebalan intima pembuluh
darah, hiperplasia dinding tunika media, degenerasi hialin dan fibrosis
(Arteriosklerosis). Dengan terjadinya fibrosis dari dinding pembuluh darah, maka
menjadi tebal dan kurang tembus pandang sehingga kolom darah menjadi sempit,
sedikit tidak teratur, refleks cahaya lebih jelas, warna kolom darah lebih pucat.
Dengan bertambahnya ketebalan dinding arteriola, dapat menekan pada venula yang
ada dibawahnya, pada tempat persilangan arterio-venula yang dikenal sebagai
arteriovenous nicking.
Dinding aretriol normal bersifat transparan, sehingga yang terlihat sebenarnya
adalah darah yang mengalir. Pantulan cahaya yang tipis dibagian tengah lumen
tampak sebagai garis refraktif kuning sekitar selebar seperlima dari lebar lumen.
Apabila dinding arteriol diinfiltrasi oleh sel lemak dan kolesterol akan menjadi
21
sklerotik. Dinding pembuluh darah secara bertahap menjadi tidak transparan dan
dapat dilihat, dan refleksi cahaya yang tipis menjadi lebih lebar. Bila proses
sklerosis berlanjut, dinding arteriola bertambah tebal, sehingga warna kuning dari
dinding yang tebal bercampur dengan warna kolom darah, memberikan warna
seperti tembaga, yang dikenal sebagai copper wire arteriola.Jika bertambah tebal
lagi, dapat mengalami kalsifikasi dapat terlihat sebagai garis putih sepanjang kolom
darah (sheating). Jika menutupi kolom darah, maka arteriol akan terlihat sebagai
kawat perak(silver-wire).
22
dari arteriola itu sendiri, sehingga menimbulkan gangguan sirkulasi pada area
yang diperdarahinya, disertai dengan edema dan perdarahan. Oklusi dapat terjadi
juga pada tempat prekapiler, sehingga jaringan kapiler dibawahnya tak dapat
dilalui darah, menjadi iskemik dan retina yang diperdarahinya menjadi nekrotik
yang dapat dilihat melalui funduskopi sebagai bercak putih seperti kapas yang
disebut cottonwool patch. Akibat gangguan sirkulasi ini, maka didaerah
cottonwool patch dan didaerah lain timbul pembuluh darah baru yang
menimbulkan kebocoran perdarahan dan edema.
23
yang menetap pula, meskipun hipertensinya telah diatasi.
3.9 Diagnosis
24
Gambar 8. Funduskopi pada penderita hipertensi
25
Gambar 10. Gambaran Cotton wool spot , macula star figure disertai papil edema
Ket : Panah biru : Cotton wool spot ; Panah putih : perdarahan (blot shape) ; Panah
hijau : eksudasi retina dan macular star (star figure) ; panah hitam : papil
edema
26
Gambar 11. Funduskopi sesuai stadium retinopati hipertensi
27
Diagnosis banding mata tenang visus turun perlahan, adalah :
1. Retinopati Diabetik
2. Katarak
3. Glaukoma
4. Kelainan refraksi
28
titik dengan tajam pada retina akan tetapi pada dua garis titik yang saling
tegak lurus yang terjadi akibat kelainan kelengkungan kornea
3.11 Tatalaksana
Perubahan pola dan gaya hidup juga harus dilakukan. Kontrol berat badan
dan diturunkan jika sudah melewati standar berat badan seharusnya. Konsumsi
makanan dengan kadar lemak jenuh harus dikurangi sementara intake lemak tak
jenuh dapat menurunkan tekanan darah. Konsumsi alkohol dan garam perlu
dibatasi dan olahraga yang teratur.
29
bagian dalam. Fotokoagulasi pada fotoreseptor mengurangi konsumsi oksigen di
bagian luar retina dan menyebabkan oksigen lebih mudah berdifusi dari koroid
ke bagian dalam retina, sehingga meningkatkan tekanan oksigen dan
mengurangi hipoksia. Peningkatan tekanan oksigen di bagian dalam retina
mengakibatkan mekanisme autoregulasi berupa vasokonstriksi dan peningkatan
tekanan arteriol, sehingga menurunkan tekanan hidrostatik di kapiler dan venula.
Menurut hukum Starling, hal ini akan menurunkan aliran cairan dari
kompartemen intravaskular ke dalam jaringan dan menurunkan edema jaringan,
bila berasumsi tekanan onkotik konstan.
3.12 Komplikasi
Komplikasi dari retinopati hipertensi yaitu berupa oklusi arteri retina sentralis
(CRAO), oklusi arteri retina cabang (BRAO), oklusi vena retina cabang
(BRVO).CRAO (oklusi arteri retina sentral) biasanya diakibatkan oleh ateroma,
meskipun hal ini dapat disebabkan akibat emboli terkalsifikasi. Keluhan yang
dialami pasien biasanya bersifat akut dan hilangnya lapang pandang. Tanda-
tanda yang dapat ditemukan berupa pupil Marcus Gunn atau amaurotik, retina
tampak putih akibat pembengkakan dan terdapat cherry-red spot. Dengan
pemeriksaan angiografi menunjukkan penundaan pengisian arteri dan karena
terdapat edema retina maka fluoresensi ke bagian koroid tertutupi.
BRAO (oklusi arteri retina cabang) paling sering diakibatkan oleh karena
emboli. Pasien dapat mengeluh hilangnya lapang pandang secara melintang atau
sektoral dan terjadi mendadak. Tanda yang dapat ditemukan berupa retina
menjadi putih di area yang dialiri arteri, pembengkakan berkabut perlahan
menjernih, tetapi bagian dalam retina menjadi atrofi dan berhubungan dengan
hilangnya lapang pandang sektoral yang permanen, dan pada beberapa kasus
juga dapat ditemukan rekanalisasi arteriol yang tersumbat. Pada fluoresensi
angiografi menunjukkan area yang terlibat menunjukkan gambaran tidak adanya
perfusi.
30
BRVO (oklusi vena retina cabang) akut tidak terlihat pada gambaran
funduskopi, dalam beberapa waktu dapat menimbulkan edema yang bersifat
putih pada retina akibat infark pada pembuluh darah retina. Seiring waktu, vena
yang tersumbat akan mengalami rekanalisasi sehingga kembali terjadi reperfusi
dan berkurangnya edema. Namun, tetap terjadi kerusakan yang permanen
terhadap pembuluh darah. Oklusi yang terjadi merupakan akibat dari emboli.
31
penyembuhan yang terlambat akibat paparan cahaya langsung.
4.1 Prognosis
Keith Wagener Barker menentukan 5 year survival rate berdasarkan tidak diberikan
terapi medikamentosa yaitu antara lain grade I : 4%, grade II : 20%, grade III : 80%
, grade IV : 98%.
32
BAB IV PENUTUP
5.1 Kesimpulan
33
DAFTAR PUSTAKA
1
Riodan-Eva P. 1996. In: Vaughan DG, Asbury T, Riodan-Eva P, editors.
Oftalmologi umum: anatomi dan embriologi mata. 14th ed. Jakarta. Penerbit
Widya Merdeka; p. 7-9
Wijana Nana, S, D. 1993. Ilmu Penyakit Mata, Edisi 6. Abdi Tegal.
Jakarta 1993
Wong TY, Mitchell P, editors. 2004. Current concept hypertensive
retinopathy. The New England Journal of Medicine 2004 351:2310-7 [Online].
Nov 25 [cited 2008 May 21]: [8 screens]. (Available from:
URL:http://www.nejm.org/cgi/reprint/351/22/2310.pdf, diakses tanggal 26
februari 2016)
Wong, Y.T., Mcintosh R. 2005. Hypertensive retinopathy signs as risk
indicators of cardiovascular morbidity and mortality. British Medical Bulletin;73-
4,57-70. (http://bmb.oxforsjournals.org, diakses tanggal 26 februari 2016)
Vaughan DG, Asbury T, Eva-Riordan P. 2000. Oftalmologi umum. Edisi
14. Jakarta: Widya Medika. Hal. 320-4