Anda di halaman 1dari 35

LAPORAN CBD

“RETINOPATI HIPERTENSI”
STASE MATA

OLEH

NAMA : Nabila Araishabeby Yudhyatirta


NIM : 017.06.0055
PEMBIMBING : dr. H. Samsul Rizal Ziaulhaq, Sp.M

KEPANITERAAN KLINIK SMF MATA


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOTA MATARAM
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM AL-AZHAR MATARAM \
TAHUN 2023
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang
telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penyusunan Laporan CBD
dapatdiselesaikan tepat pada waktunya.
Dalam menyelesaikan Laporan CBD ini, penulis mendapatkan banyak
bimbingan, petunjuk, dan dukungan dari berbagai pihak. Penyusunan laporan ini
tidak dapat berjalan lancar tanpa bantuan dari berbagai pihak, maka dari itu dalam
kesempatan ini, izinkan penulis untuk mengucapkan terimakasih kepada:
1. dr. H. Samsul Rizal Ziaulhaq, Sp.M. Sebagai pembimbing yang senantiasa
memberikan saran serta bimbingan dalam penyusunan laporan CBD.
2. Sumber literatur dan jurnal-jurnal ilmiah yang relevan sebagai referensidalam
penyusunan laporan CBD.
3. Keluarga yang senantiasa memberikan dorongan dan motivasi.
4. Serta berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung yangikut
serta membantu dalam penyelesaian penyusunan laporan ini.
Mengingat pengetahuan dan pengalaman penulis yang terbatas untuk
menyusun laporan ini, maka kritik dan saran yang membangun dari semua pihak
sangat diharapkan demi kesempurnaan laporan ini. Saya berharap semoga laporan
CBD ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Mataram, 29 Oktober 2023

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

COVER .................................................................................................................... i
KATA PENGANTAR ...........................................................................................ii
DAFTAR ISI ......................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 4
1.1 Latar Belakang ......................................................................................... 4
BAB II LAPORAN KASUS .................................................................................. 6
2.1 Identitas Pasien......................................................................................... 6
2.2 Anamnesa ................................................................................................. 6
2.3 Pemeriksaan Oftalmologi ......................................................................... 8
2.4 Pemeriksaan Lain ..................................................................................... 9
2.5 Diagnosis Kerja : Retinopati Hipertensi (grade I) .................................. 10
2.6 Diagnosis Banding ................................................................................. 10
2.7 Penatalaksanaan ..................................................................................... 10
2.8 Prognosis ................................................................................................ 10
BAB III TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................ 11
3.1 Anatomi Retina ...................................................................................... 11
3.2 Definisi ................................................................................................... 14
3.3 Epidemiologi .......................................................................................... 14
3.4 Etiologi ................................................................................................... 15
3.5 Manifestasi Klinis .................................................................................. 15
3.6 Klasifikasi............................................................................................... 15
3.7 Faktor Risiko .......................................................................................... 20
3.8 Patofisiologi ........................................................................................... 21
3.9 Diagnosis ................................................................................................ 24
3.10 Tatalaksana ............................................................................................. 29
BAB V PENUTUP ................................................................................................ 33
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 33

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Retinopati adalah suatu proses yang bersumber dari degenerasi atau kelainan
lain dari retina, yang secara umum disebabkan oleh gangguan pemberian nutrisi
atau vaskularisasi dan pemberian oksigen dari darah kurang mencukupi untuk
kebutuhan jaringan. Retinopati terjadi antara lain disebabkan oleh hipertensi,
arteriosklerosis, anemia, diabetes mellitus, leukemia. Hipertensi merupakan salah
satu penyebab morbiditas dan mortalitas paling sering di seluruh dunia. Kelainan
pembuluh darah ini dapat berdampak langsung atau tidak langsung terhadap sistem
organ tubuh.
Retinopati hipertensi merupakan kelainan pembuluh darah retina atau
kelainan pada retina itu sendiri yang terjadi akibat tekanan darah tinggi. Tekanan
darah tinggi akan menyebabkan pembuluh darah mengalami kerusakan berupa
sklerosis, penebalan dinding pembuluh darah ataupun kebocoran plasma. Sejak
tahun 1990, beberapa penelitian epidemiologi telah dilakukan pada sekelompok
populasi penduduk yang menunjukkan gejala retinopati hipertensi dan didapatkan
bahwa kelainan ini banyak ditemukan pada usia 40 tahun ke atas karena arteriolar
retina lebih sempit pada orang-orang yang lebih tua dimana dinding arteri akan
mengalami penebalan oleh karena adanya penumpukan zat kolagen pada lapisan
otot, sehingga pembuluh darah semakin menyempit dan kaku hal serupa terjadi
pada arteriol retina. Prevalensi retinopati hipertensi bervariasi antara 2%-15%.
Pada keadaan hipertensi, pembuluh darah retina akan mengalami beberapa
seri perubahan patofisiologis sebagai respon terhadap peningkatan tekanan darah.
Pada tahap awal, pembuluh darah retina akan mengalami vasokonstriksi secara
generalisata. Peningkatan tekanan darah secara persisten akan menyebabkan
terjadinya penebalan intima pembuluh darah, hiperplasia dinding tunika media dan
degenerasi hyalin. Setelah itu akan terjadi tahap pembentukan eksudat. Perubahan
ini menyebabkan kehilangan penglihatan secara bertahap, terutama jika
mempengaruhi makula, bagian tengah retina.

4
Penatalaksanaan retinopati hipertensi bertujuan untuk membatasi kerusakan
dan menghindari komplikasi pada retina. Penatalaksanaan yang diberikan
berdasarkan tingkat kerusakan retina, berupa konservatif dan laser fotokoagulasi.
Prognosis visual ini tergantung kepada kontrol tekanan darah. Kerusakan
penglihatan yang serius biasanya tidak terjadi sebagai dampak langsung dari proses
hipertensi kecuali terdapat oklusi vena atau arteri lokal.

5
BAB II
LAPORAN KASUS

2.1 Identitas Pasien


Nama : Tn. N
Tanggal Lahir : 31-12-1967
Umur : 56 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Hindu
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Alamat : Babakan
Nomor Rekam Medis : 484733
Tanggal Kunjungan : 25-10-2023

2.2 Anamnesa
a. Keluhan Utama: Mata Kabur
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke poli mata Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kota
Mataram dengan keluhan kedua mata kabur dan ingin membuat kacamata. Keluhan
mata kabur sudah dirasakan sejak awal bulan mei tahun 2023 (5 bulan yang lalu).
Keluhan mata kabur yang dirasakan timbul secara perlahan dan semakin lama
dirasakan semakin memberat, dan saat ini dirasakan yang paling memberat. Riwayat
trauma pada mata disangkal. Pasien mengeluhkan silau setiap melihat cahaya lampu.
Keluhan nyeri, gatal, terasa mengganjal, dan penglihatan ganda pada kedua mata
disangkal. Penglihatan kabur seperti melihat awan, ataupun seperti dalam
terowongan disangkal.
Berdasarkan pernyataan pasien pasien memiliki riwayat hipertensi, pasien
sudah mengalami hipertensi kurang lebih 10 tahun yang lalu. Merokok dan minum
alkohol disangkal. Pasien mengaku rutin mengkonsumsi obat hipertensi yaitu
amlodipin. Sebelumnya hasil pemeriksaan tekanan darah pasien biasanya diatas
150mmHg. Pasien sebelumnya tidak pernah memakai kacamata ataupun melakukan

6
pengobatan berupa operasi pada matanya, riwayat trauma pada mata juga disangkal.
Pasien pernah melakukan operasi katarak pada kedua matanya kanan dan kiri
setahun yang lalu dirumah sakit mata mataram.
c. Riwayat Penyakit Dahulu
• Riwayat Keluhan yang sama : (-)
• Riwayat Penyakit Diabetes Melitus : (-)
• Riwayat Penyakit Hipertensi : (+)
• Riwayat Penyakit Jantung : (-)
• Riwayat Penyakit Tiroid : (-)
d. Riwayat Penyakit Keluarga
• Riwayat Keluhan yang sama : (-)
• Riwayat Penyakit Diabetes Melitus : (-)
• Riwayat Penyakit Hipertensi : (-)
• Riwayat Penyakit Jantung : (-)
e. Riwayat Sosial dan Pribadi
• Riwayat Merokok : (-)
• Riwayat Minum Alkohol : (-)
• Riwayat Pemakaian Obat Tetes Mata : (+)
• Riwayat Operasi pada Mata : (+)
• Alergi Makanan atau Obat-obatan : (-)

7
2.3 Pemeriksaan Oftalmologi

OKULI DEXTRA PEMERIKSAAN OKULI SINISTRA


20/400, PH 20/200 Visus 20/400 PH 20/100
Orthoforia Posisi / Hirschberg Orthoforia
Baik segala arah Baik segala arah
Gerakan

Krusta (-) Krusta (-)


Trikiasis (-) Trikiasis (-)
Distikiasis(-) Distikiasis(-)
Edema (-) Edema (-)
Hiperemis (-) Hiperemis (-)
Ptosis (-) Ptosis (-)
Nyeri tekan (-) Nyeri tekan (-)
Lagoftalmus (-) Palpebra Lagoftalmus (-)
Exoftalmus (-) Exoftalmus (-)
Entropion (-) Entropion (-)
Ektropion (-) Ektropion (-)
Injeksi Konjungtiva (-) Injeksi Konjungtiva (-)
Injeksi Siliar (-) Injeksi Siliar (-) Benda
Benda asing (-) asing (-) Sikatrik (-)
Sikatrik (-) Pterigium (-)
Pterigium (-) Konjungtiva Pinguecula (-)
Pinguecula (-) Hiperemis (-)
Hiperemis (-)
Jernih (+) Jernih (+)
Infiltrate (-) Kornea Infiltrate (-)
Ulkus (-) Ulkus (-)
Normal BMD Normal
Kripti Normal Kripti Normal Sinekia
Sinekia anterior (-) Iris anterior (-)
Sinekia Posterior (-) Sinekia Posterior (-)
Bulat BulatUkuran
Ukuran 4mm Pupil 4mm
RCL (+) RCL (+)
RCTL (+) RCTL (+)

IOL (+) Lensa IOL (+)

8
2.4 Pemeriksaan Lain

Pemeriksaan Foto Fundus menggunakan OCT (Optical Coherence


Tomography)

OD
(R)

9
OS (L)

2.5 Diagnosis Kerja : Retinopati Hipertensi (grade I)


2.6 Diagnosis Banding
1) Retinopati Hipertensi (grade I)
2) Katarak
3) Glaukoma
4) Kelainan Refraksi
5) Degenerasi makula terkait Usia (AMD)
2.7 Penatalaksanaan
1) Retivit (3 x1 tab)
2.8 Prognosis
1) Ad vitam : Dubia ad bonam
2) Ad Fungsionam : Dubia ad malam
3) Ad Sanationam : Dubia ad malam

10
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Anatomi Retina

Gambar 1. Anatomi Bola Mata


Retina adalah selembar tipis jaringan saraf yang semitransparan, dan multilapis
yang melapisi bagian dalam dua per tiga posterior dinding bola mata. Retina
membentang ke depan hampir sama jauhnya dengan korpus siliare, dan akhirnya
di tepi ora serrata. Pada orang dewasa, ora serrata berada sekitar 6,5 mm di
belakang garis Schwalbe pada system temporal dan 5,7 mm di belakang garis ini
pada sisi nasal. Permukaan luar retina sensorik bertumpuk dengan membran
Bruch, koroid, dan sklera. Retina menpunyai tebal 0,1 mm pada ora serrata dan
0.23 mm pada kutub posterior. Di tengah-tengah retina posterior terdapat makula.
Secara klinis makula dapat didefinisikan sebagai daerah pigmentasi kekuningan
yang disebabkan oleh pigmen luteal (xantofil), yang berdiameter 1,5 mm. Di
tengah makula, sekitar 3,5 mm disebelah lateral diskus optikus, terdapat fovea
yang secara klinis merupakan suatu cekungan yang merupakan pantulan khusus
bila dilihat dengan opthlasmoskop. Fovea merupakan jaringan zona avaskular

11
diretina pada angiografi flourosensi. Secara histologis, fovea ditandai dengan
menipisya lapisan inti luar dan tidak adanya lapisan parenkim karena akson -
akson sel fotoreseptor (lapisan serat henle) berjalan oblik dan pergeseran secara
sentrifugal lapisan retina yang lebih dekat ke permukaaan dalam retina. Foveola
adalah bagian paling tengah pada fovea, fotoreseptornya adalah sel kerucut, dan
bagian retina yang paling tipis.
Secara histologis, lapisan-lapisan retina terdiri atas 10 lapisan, mulai dari
sisi dalam adalah sebagai berikut:
1. Membrana limitan interna, merupakan membran hialin antara retina dan badan
kaca.
2. Lapisan serabut saraf, yang mengandung akson – akson sel ganglion yang
berjalan menuju ke Nervus Optikus. Di dalam lapisan – lapisan ini terletak
sebagian besar pembuluh darah retina.
3. Lapisan sel ganglion, yang merupakan lapis badan sel dari pada Nervus Optikus.
4. Lapisan pleksiform dalam, yang mengandung sambungan – sambungan sel
ganglion dalam sel amakrin dan sel bipolar.
5. Lapisan inti dalam, merupakan badan sel bipolar, amakrin dan sel horizontal.
Lapisan ini mendapat metabolisme dari arteri retina sentral.
6. Lapisan pleksiform luar, yang mengandung sambungan – sambungan sel bipolar
dan sel horizontal dengan fotoreseptor.
7. Lapisan inti luar, yang merupakan susunan lapis nukleus, sel kerucut dan batang.
Ketiga lapis di atas avaskuler dan mendapat metabolisme dari kapiler koroid.
8. Membrana limitan eksterna, yang merupakan membram ilusi.

9. Lapisan fotoreseptor, merupakan lapis terluar retina terdiri atas sel batang yang
mempunyai bentuk ramping dan sel kerucut.
10. Epitelium pigmen retina.

12
Gambar 2. Penampang histologis lapisan retina
Retina memperoleh vaskularisasi dari 2 sumber, yaitu khoriokapilaris
dan arteri retina sentralis. Khoriokapilaris berada tepat di luar membrana bruch,
memperdarahi sepertiga bagian luar retina. Sedangkan arteri retina sentralis
memperdarahi dua pertiga bagian sebelah dalam. Arteri retina sentralis berasal
dari cabang pertama arteri ophtalmika, menembus bola mata dibagian medial
bawah 12 mm sebelah optik nervus dibelakang bola mata. Setelah masuk ke
dalam bola mata, arteri retina sentralis bercabang dua (bifurcatio), yaitu cabang
superior dan inferior. Setelah percabangan pertama, pembuluh darah menjadi
arteriol dan kehilangan lapisan otot serta lamina elastik internanya. Arteriol retina
yang berada dilapisan serat saraf akan bercabang-cabang akhirnya menjadi
jaringan kapiler yang luas, yang terletak pada semua lapis retina dalam sampai
membrana limitan eksterna.
Arteriol berbeda dengan venula dari penampang yang bulat dan dindingnya lebih
tebal. Dinding kapiler terdiri dari suatu lapis endotel yang tidak terputus,
dikelilingi oleh selapise sel perisit yang terputus-putus. Ikatan endotel pembuluh
darah yang bersifat impermeabel merupakan sawar darah retina bagian dalam
(inner barrier), sedangkan sawar darah retina bagian luar dibentuk oleh ikatan
yang erat bagian lateral sel-sel epitel pigmen retina pada zonula adherens dan
zonula occludens (outer barrier).

13
Vena mengikuti distribusi arteri. Secara histologi vena terdiri dari lapisan
endotelial dan jaringan penunjang yang lebih tipis dibandingkan dengan arteri.
Pada tempat-tempat tertentu terjadi persilangan arteri dengan vena, dimana 70%
arteri berada di atas vena. Pada persilangan arteri dan vena juga akan dijumpai
perselubungan (sheating) yang berasal dari tunika adventisia dari pembuluh darah.

3.2 Definisi
Retinopati hipertensi merupakan kelainan pembuluh darah retina atau
kelainan pada retina itu sendiri yang terjadi akibat tekanan darah tinggi. Tekanan
darah tinggi akan menyebabkan pembuluh darah mengalami kerusakan berupa
sklerosis, penebalan dinding pembuluh darah ataupun kebocoran plasma.
Kelainan pembuluh darah yang terjadi sangat mengikuti derajat tingginya dan
lamanya tekanan darah yang diderita pasien. Kelainan ini pertama kali
dikemukakan oleh Marcus Gunn pada kurun abad ke-19 pada sekelompok
penderita hipertensi dan penyakit ginjal. Tanda-tanda pada retina yang diobservasi
adalah penyempitan arteriolar secara general dan fokal, perlengketan atau
“nicking” arteriovenosa, perdarahan retina dengan bentuk flame-shape dan blot-
shape, cotton-wool spots, dan edema papilla.

3.3 Epidemiologi
Sejak tahun 1990, beberapa penelitian epidemiologi telah dilakukan pada
sekelompok populasi penduduk yang menunjukkan gejala retinopati hipertensi
dan didapatkan bahwa kelainan ini banyak ditemukan pada usia 40 tahun ke atas.
Prevalensi retinopati hipertensi bervariasi antara 2%-15%. Data ini berbeda
dengan hasil studi epidemiologi yang dilakukan oleh Framingham Eye Study
yang mendapatkan hasil prevalensi rata-rata kurang dari 1%. Dalam penelitian
yang dilakukan di Australia, didapatkan arteriolar retina lebih sempit pada
orang-orang yang lebih tua yaitu usia diatas 40 tahun. Hal ini dikarenakan pada
usia lebih tua, dinding arteri akan mengalami penebalan oleh karena adanya
penumpukan zat kolagen pada lapisan otot, sehingga pembuluh darah semakin
menyempit dan kaku, hal yang sama juga berlaku pada arteriol retina.

14
3.4 Etiologi
Penyebab utama Retinopati Hipertensi adalah tekanan darah tinggi
(hipertensi). Hipertensi adalah kondisi yang terjadi ketika sejumlah darah
dipompakan oleh jantung melebihi kemampuan yang dapat ditampung dinding
arteri.
Hipertensi terjadi jika peningkatan tekanan darah sistolik seseorang lebih dari
140 mmHg dan diastoliknya lebih dari 90 mmHg pada dua kali pengukuran. Jarak
waktu antar pengukuran minimal lima menit dengan kondisi cukup istirahat.
Tekanan sistolik adalah tekanan ketika jantung memompa darah ke seluruh tubuh.
Sedangkan tekanan diastolik adalah tekanan ketika jantung berelaksasi sebelum
kembali memompa darah.
Hipertensi yang berlangsung terus menerus dalam waktu tertentu
menyebabkan pembuluh darah menebal sehingga terjadi penyempitan. Akibatnya,
asupan darah berkurang dan membuat Retina tidak bekerja normal. Perlahan, Retina
akan kehilangan kemampuannya dalam membentuk penglihatan. Jika tidak ada
penanganan yang tepat, akan menyebabkan kebutaan.

3.5 Manifestasi Klinis


Tanda dan gejala hipertensi retinopati meliputi penyempitan dan meliuknya
arteriolar; penyempitan pembuluh darah generalisata atau fokal; penurunan rasio
arteri- vena normal (A / Vr normal adalah 2: 3); perubahan atau penyempitan serta
persilangan/crossing arteriovenous (Salus’s sign: defleksi vena retina saat melewati
arteriol; Gunn’s sign: penyempitan vena retina di kedua sisi persilangan
arteriovenous; Bonnet’s sign: menumpuknya vena retina di distal persilangan
arteriovenous); penonjolan refleks cahaya fokal atau difus pada dinding pembuluh
darah (copper atau silver wiring); mikroaneurisma; pendarahan retina (flame- shaped
and dot blot); eksudat keras dan bintikkapas (eksudat lembut)

3.6 Klasifikasi

Klasifikasi retinopati hipertensi pertama kali dibuat pada tahun 1939 oleh
Keith Wagener Barker. Klasifikasi dan modifikasi yang dibuat didasarkan pada

15
hubungan antara temuan klinis dan prognosis yaitu tediri atas empat kelompok
retinopati hipertensi.

Tabel 1 . Klasifikasi Keith-Wagener-Barker (1939), (Wiajana,1993)

Stadium Karakteristik
Stadium I • Penyempitan ringan, sklerosis, sehingga tampak lebih kurus, lebih
pucat, dan lebih sempit
• Hampir tak ada keluhan
• Dalam periode 8 tahun : 4 % meninggal

Lanjutan Tabel 1
Stadium Karakteristik
Stadium II • Tanda arteriosklerotik lebih jelas, konstriksi fokal, sklerosis, dan
crossing phenomena, tampak copper wire arteriola atau silver wire
arteriola
• Tekanan darah semakin tinggi
• Dalam periode 8 tahun : 20 % meninggal
Stadium III • Stadium II + edema retina, perdarahan, eksudat, cottonwoll patch,
starshaped figure, penyempitan arteriola lebih luas.
• Tekanan darah sangat tinggi disertai keluhan sakit kepala, sesak
napas, nokturia
• Dalam periode 8 tahun : 80 % meninggal

Stadium IV • Stadium III + edema papil yang jelas


• Terdapat hipertensi maligna
• Dalam periode 8 tahun : 98 % meninggal

Tabel 2. Klasifikasi Scheie (1953) , (Wong, 2004)

Stadium Karakteristik

Stadium I Penciutan setempat pada pembuluh darah kecil

16
Stadium II Penciutan pembuluh darah arteri menyeluruh, dengan kadang-kadang

penciutan setempat sampai seperti benang, pembuluh darah arteri

tegang, embentuk cabang keras

Stadium III Lanjutan stadium II, dengan eksudasi cotton, dengan perdarahan yang

terjadi akibat diastol di atas 120 mmHg, kadang-kadang terdapat

keluhan berkurangnya penglihatan

Lanjutan tabel 2
Stadium Karakteristik

Stadium IV Seperti stadium III dengan edema papil dengan eksudat star figure,

disertai keluhan penglihatan menurun dengan tekanan diastol kira-kira

150 mmHg

Tabel 3. Modifikasi klasifikasi Scheie

Stadium Karakteristik

Stadium 0 Tidak ada perubahan

Stadium I Penyempitan arteriolar yang hampir tidak terdeteksi

Stadium II Penyempitan yang jelas dengan kelainan fokal

Stadium III Stadium II + perdarahan retina dan/atau eksudat

Stadium IV Stadium III + papiledema

Tabel 4. Klasifikasi Retinopati Hipertensi tergantung dari berat ringannya tanda-


tanda yang terlihat pada retina.(Downie, 2013)
Retinopati Deskripsi Asosiasi sistemik

17
Mild Satu atau lebih dari tanda berikut : Asosiasi ringan dengan

Penyempitan arteioler menyeluruh penyakit stroke, penyakit

atau fokal, AV nicking, dinding jantung koroner dan

arterioler lebih padat (silver-wire) mortalitas kardiovaskuler

Moderate Retinopati mild dengan satu atau lebih Asosiasi berat dengan

tanda berikut : Perdarahan retina (blot, penyakit stroke, gagal

dot atau flame-shape), jantung, disfungsi renal dan

mikroaneurisma, cotton-wool, hard mortalitas kardiovaskuler

exudates

Accelerated Tanda-tanda retinopati moderate Asosiasi berat dengan

dengan edema papil dan dapat disertai mortalitas dan gagal ginjal

dengan kebutaan

Tabel 5. Klasifikasi Retinopati Hipertensi di Bagian Ilmu Penyakit Mata RSCM,

(Ilyas, 2005)

Tipe Funduskopi
Tipe 1 : Arteri menyempit dan pucat, arteri
Fundus hipertensi dengan atau tanpa meregang dan percabangan tajam,
retinopati, tidak ada sklerose, dan terdapat perdarahan ada atau tidak ada, eksudat
pada orang muda. ada atau tidak ada.
Tipe 2 : Pembuluh darah mengalami
Fundus hipertensi dengan atau tanpa penyempitan, pelebaran, dan sheating
retinopati sklerose senile, pada orang tua. setempat. Perdarahan retina, tidak ada
edema papil
Tipe 3 : Penyempitan arteri, kelokan bertambah

18
Fundus dengan retinopati hipertensi dan fenomena crossing, perdarahan
arteriosklerosis, terdapat pada orang muda. multiple, cotton wall patches, macula
star figure.
Tipe 4 : Edema papil, cotton wall patches, hard
Hipertensi progresif exudates, soft exudates, star figure yang
nyata.

Gambar 3. Mild Hypertensive Retinopathy. Nicking AV (panah putih) dan


penyempitan focal arterioler (panah hitam) (A). Terlihat AV nickhing (panah
hitam) dan gambaran copper wiring pada arterioles (panah putih) (B).

19
Gambar 4. Moderate Hypertensive Retinopathy. AV nicking (panah
putih) dan cotton wool spot (panah hitam) (A). Perdarahan retina (panah
hitam) dan gambaran cotton wool spot (panah putih) (B).

Gambar 5. Multiple cotton wool spot (panah putih) dan perdarahan retina
(panahhitam) dan papiledema.

3.7 Faktor Risiko


Beberapa faktor risiko yang dapat memicu retinopati hipertensi adalah
sebagai berikut:
• Tekanan darah tinggi yang terlalu lama.
• Penyakit jantung
• Aterosklerosis
• Penderita diabetes
• Merokok
• Kadar kolesterol tinggi
• Berat badan berlebih
• Kebiasaan konsumsi makanan yang tidak sehat
• Kebiasaan konsumsi alkohol.
Selain peningkatan tekanan darah, faktor lain yang berperan pada retinopati

20
hipertensi adalah lamanya pasien menderita hipertensi. Penyempitan arteri retina
dan AV nicking menjadi penanda hipertensi yang berlangsung kronis. Perubahan
retina itu' secara langsung berkaitan dengan peningkatan tekanan darah yang diukur
5 tahun sebelumnya.
Faktor lain yang berhubungan dengan retinopati hipertensi adalah usia.
Penelitian menunjukkan bahwa tanda-tanda retinopati hipertensi meringkat seiring
bertambahnya usia dan peningkatan tekanan darah

3.8 Patofisiologi
Pada keadaan hipertensi, pembuluh darah retina akan mengalami beberapa seri
perubahan patofisiologis sebagai respon terhadap peningkatan tekanan darah.
Terdapat teori bahwa terjadi spasme arterioles dan kerusakan endothelial pada tahap
akut sementara pada tahap kronis terjadi hialinisasi pembuluh darah yang
menyebabkan berkurangnya elastisitas pembuluh darah.
Tahap awal, pembuluh darah retina akan mengalami vasokonstriksi secara
generalisata. Hal ini merupakan akibat dari peningkatan tonus arteriolus dari
mekanisme autoregulasi yang seharusnya berperan sebagai fungsi proteksi. Pada
pemeriksaan funduskopi akan terlihat penyempitan arterioles retina secara
generalisata dengan kaliber pembuluh yang menjadi lebih kecil atau ireguler, arteriol
berwarna lebih pucat dan percabangan arteriol yang tajam. Peningkatan tekanan
darah secara persisten akan menyebabkan terjadinya penebalan intima pembuluh
darah, hiperplasia dinding tunika media, degenerasi hialin dan fibrosis
(Arteriosklerosis). Dengan terjadinya fibrosis dari dinding pembuluh darah, maka
menjadi tebal dan kurang tembus pandang sehingga kolom darah menjadi sempit,
sedikit tidak teratur, refleks cahaya lebih jelas, warna kolom darah lebih pucat.
Dengan bertambahnya ketebalan dinding arteriola, dapat menekan pada venula yang
ada dibawahnya, pada tempat persilangan arterio-venula yang dikenal sebagai
arteriovenous nicking.
Dinding aretriol normal bersifat transparan, sehingga yang terlihat sebenarnya
adalah darah yang mengalir. Pantulan cahaya yang tipis dibagian tengah lumen
tampak sebagai garis refraktif kuning sekitar selebar seperlima dari lebar lumen.
Apabila dinding arteriol diinfiltrasi oleh sel lemak dan kolesterol akan menjadi

21
sklerotik. Dinding pembuluh darah secara bertahap menjadi tidak transparan dan
dapat dilihat, dan refleksi cahaya yang tipis menjadi lebih lebar. Bila proses
sklerosis berlanjut, dinding arteriola bertambah tebal, sehingga warna kuning dari
dinding yang tebal bercampur dengan warna kolom darah, memberikan warna
seperti tembaga, yang dikenal sebagai copper wire arteriola.Jika bertambah tebal
lagi, dapat mengalami kalsifikasi dapat terlihat sebagai garis putih sepanjang kolom
darah (sheating). Jika menutupi kolom darah, maka arteriol akan terlihat sebagai
kawat perak(silver-wire).

Gambar 6. Copper Wiring, AV Nicking dan perdarahan retina

Dinding arteriola yang menekan venula pada tempat persilangan arteriola


dan venula dapat menyebabkan oklusi venula, kongesti venula, sehingga venula
tampak lebih besar dan berkelok-kelok, disusul dengan perdarahan berupa garis-
garis yang disebut flame shaped hemorrhage (lidah api), edema retina, eksudat,
edema papil dan ablasio retina jika edema yang terjadi bertambah hebat. Edema
retina dan kongesti venula dapat mendahului timbulnya edema papil, dimana
dimulai dengan perubahan warna papil dari merah jambu menjadi jingga yang
akhirnya berwarna merah tua dengan batas yang tidak jelas.
Dinding arteriola yang bertambah tebal dapat juga menimbulkan oklusi

22
dari arteriola itu sendiri, sehingga menimbulkan gangguan sirkulasi pada area
yang diperdarahinya, disertai dengan edema dan perdarahan. Oklusi dapat terjadi
juga pada tempat prekapiler, sehingga jaringan kapiler dibawahnya tak dapat
dilalui darah, menjadi iskemik dan retina yang diperdarahinya menjadi nekrotik
yang dapat dilihat melalui funduskopi sebagai bercak putih seperti kapas yang
disebut cottonwool patch. Akibat gangguan sirkulasi ini, maka didaerah
cottonwool patch dan didaerah lain timbul pembuluh darah baru yang
menimbulkan kebocoran perdarahan dan edema.

Gambar 7. Cottonwool patch, AV Nicking dan Flame shaped hemorrhage

Pada hipertensi maligna, dengan adanya permeabilitas kapiler yang


tinggi, beberapa minggu kemudian dapat terbentuk eksudat keras, terutama terdiri
dari lipid. Jika hal ini terdapat di daerah makula maka akan terbentuk garis-garis
radier berwarna putih, keluar dari makula seperti gambaran bintang sehingga
disebut starshaped figure.
Derajat gangguan visus tergatung dari lokasi kelainan. Bila terletak
didaerah makula, sekecil apapun dapat menimbulkan gangguan visus yang berat,
sedangkan bila letaknya diluar makula, meskipun besar tidak cepat menimbulkan
penurunan ketajaman penglihatan oleh karena itu mungkin saja kelainan vaskuler
akibat hipertensi baru diketahui secara tidak sengaja. Hilangnya kapiler secara
menetap atau terbentuknya jaringan parut di makula menyebakan gangguan visus

23
yang menetap pula, meskipun hipertensinya telah diatasi.

3.9 Diagnosis

Diagnosis retinopati hipertensi ditegakkan berdasarkan pada anamnesis (riwayat


hipertensi), pemeriksaan fisik (tekanan darah), pemeriksaan oftalmologi
(funduskopi), dan pemeriksaan penunjang dengan angiografi fluorosens. Pada
anamnesis penglihatan yang menurun merupakan keluhan utama yang sering
diungkapkan oleh pasien. Pasien mengeluhkan buram dan seperti berbayang apabila
melihat sesuatu. Penglihatan biasanya turun secara perlahan sehingga tidak disadari.
Pemeriksaan tekanan darah didapatkan tekanan diastol > 90 mmHg dan tekanan
sistol > 140 mmHg , sudah mulai terjadi perubahan pada pembuluh darah retina.

Pemeriksaan tajam penglihatan dan funduskopi adalah pemeriksaan oftalmologi


paling mendasar untuk menegakkan diagnosis retinopti hipertensi. Melalui
pemeriksaan funduskopi, dapat ditemukan berbagai kelainan retina pada pasien
retinopati hipertensi. Hasil pemeriksaan dengan oftlamoskop, sebagai berikut.

24
Gambar 8. Funduskopi pada penderita hipertensi

Gambar 9. Hard exudate

25
Gambar 10. Gambaran Cotton wool spot , macula star figure disertai papil edema

Ket : Panah biru : Cotton wool spot ; Panah putih : perdarahan (blot shape) ; Panah
hijau : eksudasi retina dan macular star (star figure) ; panah hitam : papil
edema

26
Gambar 11. Funduskopi sesuai stadium retinopati hipertensi

Pemeriksaaan penunjang yang dilakukan setelah pemeriksaan funduskopi


adalah angiografi fluoresein. Kontras berupa bahan fluoresein dimasukkan melalui
vena di lengan. Ketika kontras sudah mencapai pembuluh darah retina, gambaran
pembuluh darah tersebut difoto dengan kamera khusus yang menggunakan sinar
biru. Pemeriksaan ini dapat menentukan dengan tepat lokasi terjadinya
neovaskularisasi dan kebocoran kapiler retina.

Gambar 12. Perbandingan foto retina dengan angiografi fluorosein

Pemeriksaan laboratorium juga penting untuk menyingkirkan penyebab lain


retinopati selain dari hipertensi. Untuk pemeriksaan laboratorium terutama diperiksa
kadar gula darah, lemak darah dan fungsi ginjal.

3.10 Diagnosis Banding

27
Diagnosis banding mata tenang visus turun perlahan, adalah :

1. Retinopati Diabetik

Gambaran Retinopati diabetik pada funduskopi hampir sama dengan


retinopati hipertensi yaitu ditemukan blotlike apperance, mikroaneurisma,
dilatasi vena dan berkelok-kelok, hard exudate, soft exudate, neovaskularisasi,
dan edema retina. Selain itu juga didapatkan gula darah yang tidak terkontrol
yaitu > 200 mg/dl.

2. Katarak

Penurunan visus perlahan pada pasien katarak akibat kekeruhan lensa


yang terjadi secara berangsur. Pada funduskopi direk didapatkan refleks
fundus yang hitam.

3. Glaukoma

Pada glaukoma terjadi peningkatan tekanan intraokular, defek lapang


pandang, atrofi papil saraf optik. Tekanan intraokular > 20mmHg, dan pada
pemeriksaan funduskopi terlihat atrofi papil saraf optik yang terlihat warnanya
dari merah kekuningan menjadi pucat, selain itu dapat ditemukan pula edema
papil.

4. Kelainan refraksi

Miopia, hipermetrop, astigmatisme adalah kelainan refraksi yang dapat


menyebabkan visus turun. Pada miopia panjang bola mata anteroposterior
yang lebih besar atau kekuatan pembiasan media refraksi terlalu kuat,
sehingga bayangan dari benda jatuh didepan retina pada mata yang tidak
berakomodasi,. Pada hipermetropia gangguan kekuatan pembiasan mata
dimana sinar sejajar tidak cukup dibiaskan sehingga titik fokusnya terletak di
belakang retina. Astigmatisme jika berkas sinar tidak difokuskan pada satu

28
titik dengan tajam pada retina akan tetapi pada dua garis titik yang saling
tegak lurus yang terjadi akibat kelainan kelengkungan kornea

3.11 Tatalaksana

Penatalaksanaan retinopati hipertensi bertujuan untuk membatasi


kerusakan yang sudah terjadi serta menghindari terjadinya komplikasi,
Mengobati faktor primer adalah sangat penting jika ditemukan perubahan pada
fundus akibat retinopati arterial. Tekanan darah harus diturunkan dibawah
140/90 mmHg. Jika telah terjadi perubahan pada fundus akibat arteriosklerosis,
maka kelainan klinis yang terjadi tidak dapat diobati lagi tetapi dapat dicegah
progresivitasnya.
Beberapa studi eksperimental dan percobaan klinik menunjukan bahwa
tanda-tanda retinopati hipertensi dapat berkurang dengan mengontrol kadar
tekanan darah. Penggunaan obat ACEI (Angiotensin Converting Enzyme
Inhibitor) terbukti dapat mengurangi penebalan dinding arteri akibat hipertrofi.

Perubahan pola dan gaya hidup juga harus dilakukan. Kontrol berat badan
dan diturunkan jika sudah melewati standar berat badan seharusnya. Konsumsi
makanan dengan kadar lemak jenuh harus dikurangi sementara intake lemak tak
jenuh dapat menurunkan tekanan darah. Konsumsi alkohol dan garam perlu
dibatasi dan olahraga yang teratur.

Pengawasan oleh dokter mata dilakukan untuk mengevaluasi progresivitas


retinopati hipertensi dan komplikasinya. Komplikasi yang dapat terjadi seperti
oklusi arteri retina sentralis dan oklusi cabang vena retina merupakan
perburukan dari retinopati hipertensi yang tidak terkontrol secara baik. Jika
sudah terjadi eksudat di makula, KWB stadium III, dan sudah terjadi komplikasi
maka fotokoagulasi laser dapat dipertimbangkan.

Fotokoagulasi laser merupakan salah satu terapi dalam penanganan


komplikasi tersebut. Terapi laser retina terbukti memperbaiki oksigenasi retina

29
bagian dalam. Fotokoagulasi pada fotoreseptor mengurangi konsumsi oksigen di
bagian luar retina dan menyebabkan oksigen lebih mudah berdifusi dari koroid
ke bagian dalam retina, sehingga meningkatkan tekanan oksigen dan
mengurangi hipoksia. Peningkatan tekanan oksigen di bagian dalam retina
mengakibatkan mekanisme autoregulasi berupa vasokonstriksi dan peningkatan
tekanan arteriol, sehingga menurunkan tekanan hidrostatik di kapiler dan venula.
Menurut hukum Starling, hal ini akan menurunkan aliran cairan dari
kompartemen intravaskular ke dalam jaringan dan menurunkan edema jaringan,
bila berasumsi tekanan onkotik konstan.

3.12 Komplikasi

Komplikasi dari retinopati hipertensi yaitu berupa oklusi arteri retina sentralis
(CRAO), oklusi arteri retina cabang (BRAO), oklusi vena retina cabang
(BRVO).CRAO (oklusi arteri retina sentral) biasanya diakibatkan oleh ateroma,
meskipun hal ini dapat disebabkan akibat emboli terkalsifikasi. Keluhan yang
dialami pasien biasanya bersifat akut dan hilangnya lapang pandang. Tanda-
tanda yang dapat ditemukan berupa pupil Marcus Gunn atau amaurotik, retina
tampak putih akibat pembengkakan dan terdapat cherry-red spot. Dengan
pemeriksaan angiografi menunjukkan penundaan pengisian arteri dan karena
terdapat edema retina maka fluoresensi ke bagian koroid tertutupi.

BRAO (oklusi arteri retina cabang) paling sering diakibatkan oleh karena
emboli. Pasien dapat mengeluh hilangnya lapang pandang secara melintang atau
sektoral dan terjadi mendadak. Tanda yang dapat ditemukan berupa retina
menjadi putih di area yang dialiri arteri, pembengkakan berkabut perlahan
menjernih, tetapi bagian dalam retina menjadi atrofi dan berhubungan dengan
hilangnya lapang pandang sektoral yang permanen, dan pada beberapa kasus
juga dapat ditemukan rekanalisasi arteriol yang tersumbat. Pada fluoresensi
angiografi menunjukkan area yang terlibat menunjukkan gambaran tidak adanya
perfusi.

30
BRVO (oklusi vena retina cabang) akut tidak terlihat pada gambaran
funduskopi, dalam beberapa waktu dapat menimbulkan edema yang bersifat
putih pada retina akibat infark pada pembuluh darah retina. Seiring waktu, vena
yang tersumbat akan mengalami rekanalisasi sehingga kembali terjadi reperfusi
dan berkurangnya edema. Namun, tetap terjadi kerusakan yang permanen
terhadap pembuluh darah. Oklusi yang terjadi merupakan akibat dari emboli.

4 Gambar 13. Cherry red spot pada CRAO

Penelitian yang dilakukan oleh Atherosclerosis Risk in Communities (ARIC)


mendemonstrasikan bahwa keadaan retinopati hipertensi meningkatkan resiko stroke
2.6 kali lipat, dan 2-4 kali lipat kemungkinan terjadinya insiden stroke walaupun
faktor resiko lain seperti merokok dan kadar lipid dikontrol. Dan penelitian Mithcell
et al menunjukkan hubungan antara retinopati hipertensi dengan insidensi
stroke/Transient Ischemic Attack/kematian serebrovaskular.
Selain CRAO dan BRVO, sindroma iskemik okuler juga dapat menjadi
komplikasi dari retinopati hipertensi. Sindroma iskemik okuler adalah istilah yang
diberikan untuk simptom okuler dan tanda-tanda yang menandakan suatu keadaan
kronis dari obstruksi arteri karotis yang berat. Arteriosklerosis merupakan etiologi
yang paling sering. Simptom termasuk hilang penglihatan yang terjadi dalam kurun
waktu satu bulan atau lebih, nyeri pada daerah orbital mata yang terkena dan

31
penyembuhan yang terlambat akibat paparan cahaya langsung.

4.1 Prognosis

Prognosis tergantung kepada kontrol tekanan darah. Kerusakan penglihatan yang


serius biasanya tidak terjadi sebagai dampak langsung dari proses hipertensi kecuali
terdapat oklusi vena atau arteri lokal. Namun, pada beberapa kasus, komplikasi tetap
tidak dapat di hindari walaupun dengan kontrol tekanan darah yang baik.

Keith Wagener Barker menentukan 5 year survival rate berdasarkan tidak diberikan
terapi medikamentosa yaitu antara lain grade I : 4%, grade II : 20%, grade III : 80%
, grade IV : 98%.

32
BAB IV PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Retinopati hipertensi merupakan suatu keadaan yang ditandai dengan


kelainan pada vaskuler retina pada penderita dengan peningkatan tekanan darah.
Berdasarkan grading dari gambaran funduskopi, menurut studi yang dijalankan
didapatkan bahwa kelainan ini banyak ditemukan pada uia 40 tahun ke atas, walau
pada mereka yang tidak pernah mempunyai riwayat hipertensi.
Pada keadaan hipertensi, pembuluh darah retina akan mengalami beberapa
seri perubahan patofisiologis sebagai respon terhadap peningkatan tekanan darah.
Pada tahap awal, pembuluh darah retina akan mengalami vasokonstriksi secara
generalisata. Peningkatan tekanan darah secara persisten akan menyebabkan
terjadinya penebalan intima pembuluh darah, hiperplasia dinding tunika media
dan degenerasi hyalin. Setelah itu akan terjadi tahap pembentukan eksudat.
Perubahan ini menyebabkan kehilangan penglihatan secara bertahap, terutama jika
mempengaruhi makula, bagian tengah retina.
Diagnosis retinopati hipertensi ditegakkan berdasarkan anamnesis dan
pemeriksaan fisis dan pemeriksaan penunjang seperti funduskopi, pemeriksaan
visus, pemeriksaan tonometri, pemeriksaan USG B-Scan, dan pemeriksaan
laboratorium.
Prognosis tergantung kepada kontrol tekanan darah. Kerusakan
penglihatan yang serius biasanya tidak terjadi sebagai dampak langsung dari
proses hipertensi kecuali terdapat komplikasi oklusi vena atau arteri lokal. Untuk
itu mengobati faktor primer dengan obat hipertensi yang salah satunya adalah
golongan ACE inhibitor (kaptopril) sangat penting jika ditemukan perubahan
pada fundus akibat retinopati arterial. Fotokoagulasi laser juga dapat
dipertimbangkan sebagai penatalaksanaan yang terbukti memperbaiki oksigenasi
bagian dalam retina.

33
DAFTAR PUSTAKA

American Academy of Ophtalmology. 2009. Update on General Medicine.


USA : AAO
Basic and Clinical Science Course. 2002. Retina and Vitreus Section 12. The
Foundation of The American Academy of Ophtalmology
C.D Regillo,et al. 1999. Vitroretinal Disease : The Essentials. Thieme
Medical Publisher, New York.
Downie et al. 2013. Hypertensive Retinopathy: Comparing the Keith-
Wagener-Barker to a Simplified Classification. Journal of Hypertension 31:000–
000. (http://www.jhypertension.com, diakses tanggal 26 februari 2016)
Hughes BM, Moinfar N, Pakainis VA, Law SK, Charles S, Brown LL et
al, editors. 2007. Hypertension. [Online]. Jan 4 [cited 2008 May 21]: [7 screens].
(Available from: URL:http://www.emedicine.com/oph/topic488.htm, diakses
tanggal 26 februari 2016)
Ilyas, Sidarta. 2005. Penuntun Ilmu Penyakit Mata. Edisi ketiga. Jakarta :
Balai Penerbit FK UI Jakarta
Ilyas, Sidarta. 2009. Ikhtisar Ilmu Penyakit Mata. Jakarta : Balai Penerbit
FK UI Jakarta
Ilyas, Sidarta., Tanzil, Muzakir., Salamun. 2008. Sari Ilmu Penyakit Mata.
Jakarta : Gaya Baru
Kanski JJ. 1999. Clinical Ophtalmology A Systematic Approach. 4th ed.
Oxford. Butterworth Heinemann
Lang GK. 2000. In: Ophtalmology a short textbook: retina. 1st ed. New
York, Thieme Stuttgart Germany; p. 299-314, 323-5
Pavan, P.R., Burrows, A.F., Pavan-Langston D. 1998. Retina and vitreous.
In: Manual of ocular diagnosis and therapy, 2nd edition. Toronto: Little Brown
and Company.p. 213-22.
Pavan PR, Burrows AF, Pavan-Langston D. In: Pavan-Langston D, Azar
DT, Azar N, Beyer J, Baruner SC, Burrows A et at, editors. 2008. Manual of
ocular diagnosis and therapy: retina and vitreous. 6th ed. Massachusetts.
Lippincotts Williams and Wilkins; p. 213-22

1
Riodan-Eva P. 1996. In: Vaughan DG, Asbury T, Riodan-Eva P, editors.
Oftalmologi umum: anatomi dan embriologi mata. 14th ed. Jakarta. Penerbit
Widya Merdeka; p. 7-9
Wijana Nana, S, D. 1993. Ilmu Penyakit Mata, Edisi 6. Abdi Tegal.
Jakarta 1993
Wong TY, Mitchell P, editors. 2004. Current concept hypertensive
retinopathy. The New England Journal of Medicine 2004 351:2310-7 [Online].
Nov 25 [cited 2008 May 21]: [8 screens]. (Available from:
URL:http://www.nejm.org/cgi/reprint/351/22/2310.pdf, diakses tanggal 26
februari 2016)
Wong, Y.T., Mcintosh R. 2005. Hypertensive retinopathy signs as risk
indicators of cardiovascular morbidity and mortality. British Medical Bulletin;73-
4,57-70. (http://bmb.oxforsjournals.org, diakses tanggal 26 februari 2016)
Vaughan DG, Asbury T, Eva-Riordan P. 2000. Oftalmologi umum. Edisi
14. Jakarta: Widya Medika. Hal. 320-4

Anda mungkin juga menyukai