Anda di halaman 1dari 31

KATA PENGANTAR

Segala puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus ini.
Shalawat beserta salam kita ucapkan kepada Nabi Muhammad SAW yang
telah membawa kita dari zaman jahiliyah ke zaman islamiyah, serta kepada
sahabat dan keluarga beliau.
Ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada dr. Nurrahmah Yusuf,
M.Ked (Paru), Sp. P yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk
membimbing penulis dalam penyusunan laporan kasus yang berjudul Efusi
Pleura, serta para dokter di Bagian/SMF Pulmonologi yang telah memberikan
arahan serta bimbingan hingga terselesaikannya laporan kasus ini.
Penyusunan laporan kasus ini disusun sebagai salah satu tugas dalam
menjalani Kepaniteraan Klinik pada Bagian/SMF Pulmonologi RSUD dr. Zainoel
Abidin Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala Banda Aceh.
Tidak ada kata sempurna dalam pembuatan sebuah laporan kasus.
Keterbatasan dalam penulisan maupun kajian yang dibahas merupakan beberapa
penyebabnya. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan masukan terhadap
laporan kasus ini demi perbaikan di masa yang akan datang.
Akhir kata penulis berharap semoga laporan kasus ini dapat menjadi
sumbangan pemikiran dan memberikan manfaat bagi semua pihak khususnya
bidang kedokteran dan berguna bagi para pembaca dalam mempelajari dan
mengembangkan ilmu. Semoga Allah SWT selalu memberikan rahmat dan
hidayah-Nya kepada kita semua, Amin.

Banda Aceh, Juli 2017

Penulis

ii
DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ......................................................................................... i


KATA PENGANTAR......................................................................................... ii
DAFTAR ISI ...................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN.......................................................................... 1

BAB II LAPORAN KASUS


2.1 Identitas Pasien..................................................................... 3
2.2 Anamnesis ............................................................................ 3
2.3 Pemeriksaan Tanda Vital...................................................... 4
2.4 Pemeriksaan Fisik ................................................................ 4
2.5 Pemeriksaan Penunjang ....................................................... 6
2.6 Diagnosis Kerja.................................................................... 7
2.7 Tatalaksana........................................................................... 7
2.8 Planning................................................................................ 8
2.9 Prognosis.............................................................................. 8
2.10 Follow Up Harian............................................................... 9

BAB III TINJAUAN PUSTAKA


3.1 Definisi.................................................................................. 11
3.2 Anatomi dan Fisiologi Kavum Pleura................................... 11
3.3 Etiologi.................................................................................. 13
3.4 Klasifikasi............................................................................. 16
3.5 Patofisiologi.......................................................................... 17
3.6 Manifestasi Klinis................................................................. 19
3.7 Diagnosis............................................................................... 20
3.7 Penatalaksanaan.................................................................... 22

BAB IV ANALISA KASUS......................................................................... 28

BAB V KESIMPULAN.............................................................................. 30

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................ 31

iii
BAB I
PENDAHULUAN

Efusi pleura merupakan akumulasi cairan abnormal pada rongga pleura


yang disebabkan oleh meningkatnya produksi cairan atau menurunnya absorbsi
cairan atau keduanya.1 Pada keadaan normal rongga pleura hanya mengandung
cairan sebanyak 10-20 ml. Cairan tersebut berfungsi mempermudah pergerakan
paru di rongga dada selama bernapas. Jumlah cairan melebihi volume normal
dapat disebabkan oleh kecepatan produksi cairan di lapisan pleura parietal yang
melebihi kecepatan penyerapan cairan oleh pembuluh limfe dan pembuluh darah
mikropleura viseral.2,3
Efusi pleura terjadi pada lebih dari 1,5 juta orang di Amerika Serikat dan
disebabkan oleh beberapa kondisi. Penyebab yang paling sering adalah gagal
jantung kongestif, infeksi, dan malignansi. Efusi pleura sering terjadi di negara-
negara yang sedang berkembang, salah satunya di Indonesia. Hal ini lebih banyak
diakibatkan oleh infeksi tuberkulosis. Di Indonesia TB Paru adalah peyebab
utama efusi pleura, disusul oleh keganasan. 2/3 efusi pleura maligna mengenai
wanita. Efusi pleura yang disebabkan karena TB lebih banyak mengenai pria.
Mortalitas dan morbiditas efusi pleura ditentukan berdasarkan penyebab, tingkat
keparahan dan jenis biokemikal dalam cairan pleura.2
Penyakit-penyakit yang mendasari terjadinya efusi pleura adalah
tuberkulosis, infeksi paru non tuberkulosis, keganasan, sirosis hati, trauma tembus
atau tumpul pada daerah ada, infark paru, serta gagal jantung kongestif. Di
negara-negara barat, efusi pleura terutama disebabkan oleh gagal jantung
kongestif, sirosis hati, keganasan, dan pneumonia bakteri, sementara di negara-
negara yang sedang berkembang, seperti Indonesia, lazim diakibatkan oleh infeksi
tuberkulosis.3
Manifestasi klinis dari efusi pleura adalah gejala sesak napas, nyeri dada,
batuk, dan demam. Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan penurunan fremitus
pada palpasi, bunyi redup pada perkusi, dan penurunan bunyi napas pada
auskultasi paru bila cairan efusi sudah melebihi 300 ml. Foto toraks dapat
digunakan untuk mengkonfirmasi terjadinya efusi pleura.5 Diagnosis dapat
ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang baik. Foto dada PA

1
2

dan lateral dapat membantu diagnosis, sedangkan diagnosis pasti ditegakkan


melalui pungsi pleura, biopsi, dan analisis cairan pleura.6
Penatalaksanaan efusi pleura dapat dilakukan dengan cara pengobatan
kausal, thorakosintesis, Water Sealed Drainage (WSD), dan pleurodesis. Upaya
untuk penatalaksanaan berfokus pada penyebab dari efusi pleura, namun pada
keadaan emergensi maka dilakukan pengeluaran cairan efusi pleura dengan cara
pemasangan WSD dan thorakosintesis. Namun pada kasus efusi pleura berulang,
dapat dilakukan pleurodesis yang bertujuan untuk menghilangkan celah kavum
pleura.7,8
BAB II
LAPORAN KASUS

IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. M
Jenis kelamin : Laki-laki
Tanggal Lahir : 12 Desember 1961
Status : Menikah
Suku : Aceh
Agama : Islam
Alamat : Me Aron, Aceh Utara
Pekerjaan : Swasta
No. CM : 1-13-23-49
Tanggal masuk : 14 Juni 2017
Tanggal pemeriksaan : 21 Juni 2017

ANAMNESIS
Keluhan utama : Sesak nafas
Keluhan tambahan : Nyeri dada
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien laki-laki berusia 55 tahun datang rujukan dari RS Cut Meutia
Lhokseumawe. Pasien datang dengan keluhan nyeri dada sejak 4 bulan yang lalu.
Nyeri dirasakan menjalar ke punggung belakang. Pasien merasa cepat lelah saat
melakukan aktivitas.
Riwayat Penyakit Dahulu :
Pasien tidak pernah mengalami keluhan yang sama sebelumnya. Riwayat
darah tinggi, kencing manis, dan sesak disangkal.

Riwayat Penyakit Keluarga :


Tidak ada anggota keluarga pasien yang memiliki keluhan yang sama.

Riwayat Pemakaian Obat:


Pasien tidak menggunakan obat-obatan selama ini.

Riwayat Kebiasaan Sosial :

3
4

Pasien memiliki riwayat merokok selama lebih kurang 28 tahun, namun


sudah berhenti sejak pasien mengalami keluhan tersebut.

PEMERIKSAAN TANDA VITAL


Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
Tekanan darah : 125/90 mmHg
Frekuensi nadi : 83 kali/menit, irregular
Frekuensi nafas : 24 kali/menit, regular
Suhu : 36,0 oC

PEMERIKSAAN FISIK
Kulit : Tampak coklat sawo matang, ikterik (-), sianosis (-).
Kepala : Rambut hitam, distribusi merata, sukar dicabut.
Wajah : Simetris, edema (-), deformitas (-)
Mata : Konjungtiva palpebra inferior pucat (-/-), sklera ikterik (-/-),
sekret (-/-), refleks cahaya langsung (+/+), refleks cahaya tidak
langsung (+/+).
Telinga : Normotia, sekret (-/-), serumen (-/-)
Hidung : Sekret (-/-), cavum nasi hiperemis (-), napas cuping hidung (-)
Mulut : Mukosa bibir lembab (+), sianosis (-), lidah tremor (-),faring
hiperemis (-), tonsil hiperemis (-). Ukuran tonsil (T1/T1)
Leher : Benjolan (-), Retraksi suprasternal (-), Pembesaran KGB (-),
kaku kuduk (-).

Thoraks anterior
Inspeksi
Statis : Simetris
Dinamis : Simetris
Palpasi : Pergerakan dinding dada kiri tertinggal, fremitus taktil menurun
pada lapangan paru kiri dan kanan, nyeri tekan (-/-), krepitasi
(-/-)
Perkusi : Redup seluruh lapangan paru kanan
5

Auskultasi : Vesikuler menurun pada seluruh lapangan paru, rhonki (-/-),


wheezing (-/-)
Thoraks posterior
Inspeksi
Statis : Simetris
Dinamis : Simetris
Palpasi : Fremitus taktil menurun pada lapangan paru kiri dan kanan,
nyeri tekan (-/-), krepitasi (-/-)
Perkusi : Redup pada seluruh lapangan paru
Auskultasi : Vesikuler menurun pada seluruh lapangan paru, rhonki (-/-),
wheezing (-/-)

Jantung
Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : Iktus kordis teraba, thrill (-)
Perkusi : Batas-batas jantung
Atas : ICS III lnea midclavicula sinistra
Kiri : Satu jari lateral linea mid-clavicula sinistra
Kanan : ICS IV linea parasternal dextra
Auskultasi : BJ I > BJ II , reguler (+), bising (-)

Abdomen
Inspeksi : simetris, distensi (-), vena kolateral (-)
Palpasi : Pembesaran hepar, nyeri tekan ulu hati (+), defans muskular (-)
Perkusi : timpani, shifting dullness (-), undulasi (-)
Auskultasi : peristaltik kesan normal

Ekstremitas : sianosis (-), clubbing finger (-), edema ekstremitas (+)

PEMERIKSAAN PENUNJANG

2.5.1 Pemeriksaan Laboratorium


Tabel 2.1 Pemeriksaan Laboratorium
6

15/06/2017
Jenis Pemeriksaan Nilai Rujukan
Lab RSUDZA
7

DARAH RUTIN

Hemoglobin 14,8 14,0-17,0 g/dL


Hematokrit 43 45-55 %
Eritrosit 4,4 4,7-6,1 106/mm3
Trombosit 126 150-450 103/mm3
Leukosit 7,7 4,5-10,5 103/mm3
MCV 97 80-100 fL
MCH 34 27-31 pg
MCHC 35 32-36 %
RDW 15,7 11,5-14,5 %
MPV 12,0 7,2-11,1 fL
PDW 15,5 fL
Hitung jenis:
Eosinofil 1 0-6 %
Basofil 1 0-2 %
Neutro batang 0 2-6 %
Neutro segmen 75 50-70 %
Limfosit 16 20-40 %
Monosit 7 2-8 %

KIMIA KLINIK

GDS 105 <200 mg/dl


Ureum 69 13-34 mg/dl

Kreatinin 2,50 0,67-1,17 mg/dl

Natrium 134 132-146 mmol/L

Kalium 3,3 3,7-5,4 mmol/L

Klorida 103 98-106 mmol/L

Foto Thorax PA/Lateral (18/06/2017)


8

3.1 Foto Thorax PA

Kesimpulan: Efusi pleura bilateral

DIAGNOSIS KERJA
Efusi Pleura ec CHF

PENATALAKSANAAN
Vectrin 3x1
Nebule ventolin 1 resp/8 jam

PLANNING
USG
Punksi pleura
CT Scan thoraks

PROGNOSIS
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad fungsionam : dubia ad bonam
Quo ad sanactionam : dubia ad bonam
9

FOLLOW UP HARIAN

Tanggal dan
Hari Rawatan Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik Instruksi
ke-
19/06/2017 S/ Suara serak, batuk berdahak Th/
O/ TD: 100/80 mmHg Vectrin 3 x 1
HR: 105 x/menit Nebule ventolin 1 resp/8
jam
RR: 20 x/i
T : 36,5 C
P/
USG
PF Thorak : Punksi Pleura
Inspeksi Foto thorax PA ulang

Simetris statis, dinamis


Palpasi:
SF ka = SF ki
Perkusi:
Redup pada kedua lapangan paru
Auskultasi:
Vesikuler melemah pada seluruh
lapangan dada, rhonki (-/-), wheezing
(-/-)
A/ - Efusi pleura sinistra ec CHF
21/06/2017 S/ Batuk berdahak (+), lemas (+) Th/
O/ TD: 90/60 mmHg Vectrin 3 x 1
HR: 84 x/menit Nebule ventolin 1 resp/8
jam
RR: 22 x/i
T : 36,4 C
PF Thorak :
Inspeksi:
Simetris, statis dinamis
Palpasi:
Sf ka = sf ki
Perkusi:
Redup pada kedua lapangan paru
10

Auskultasi:
Vesikuler melemah pada seluruh
lapangan dada, rhonki (-/-), wheezing
(-/-)
A/ - Efusi pleura sinistra ec CHF
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Definisi
Efusi pleura adalah akumulasi jumlah cairan di dalam rongga pleura
diantara pleura parietalis dan pleura viseralis dapat berupa cairan transudat atau
cairan eksudat yang merupakan hasil dari ketidakseimbangan antara produksi
cairan pleura dengan absorbsi cairan pleura. 6 Efusi pleura dapat terjadi jika
terdapat peningkatan tekanan hidrostatik kapiler darah seperi pada gagal jantung,
atau jika terjadi penurunan tekanan osmotik cairan darah seperti pada
hipoalbuminemia. Adanya akumulasi cairan pada rongga pleura ini
mengindikasikan adanya suatu kelainan atau penyakit. Cairan dalam jumlah yang
berlebihan dapat mengganggu pernapasan dengan membatasi peregangan paru
selama inhalasi.9 Efusi pleura masif adalah akumulasi cairan abnormal pada
rongga pleura dengan jumlah besar, yakni > 50% pada gambaran radiologis dan
atau memiliki volume diatas 600 cc.2

3.2 Anatomi dan Fisiologi Kavum Pleura


Kavum thoraks adalah ruangan bagian tubuh yang terletak di antara leher
dan abdomen, dibatasi oleh sternum dan costa bagian depan didepannya, columna
vertebralis di belakang, lengkung costa dilateral, apertura thoraks superior diatas
dan diafragma dibawah. Di dalam kavum thoraks terdapat: kavum pleura (paru-
paru kanan dan kiri beserta pleuranya masing-masing) dan mediastinum.10
Pleura terletak dibagian terluar dari paru-paru dan mengelilingi paru.
Pleura disusun oleh jaringan ikat fibrosa yang didalamnya terdapat banyak kapiler
limfa dan kapiler darah serta serat saraf kecil. Pleura disusun juga oleh sel-sel
(terutama fibroblast dan makrofag). Pleura paru ini juga dilapisi oleh selapis
mesotel. Pleura merupakan membran tipis, halus, dan licin yang membungkus
dinding thoraks dan permukaan superior diafragma. Lapisan tipis ini mengandung
kolagen dan jaringan elastis.11

11
12

Gambar 1. Anatomi Pleura


Ada 2 macam pleura yaitu pleura parietalis dan pleura viseralis (Gambar
1). Pleura parietalis melapisi thoraks atau rongga dada sedangkan pleura viseralis
melapisi paru-paru. Kedua pleura ini bersatu pada hilus paru. Dalam beberapa hal
terdapat perbedaan antara kedua pleura ini yaitu pleura viseralis bagian
permukaan luarnya terdiri dari selapis sel mesotelial yang tipis (tebalnya tidak
lebih dari 30 m). Diantara celah-celah sel ini terdapat beberapa sel limfosit. Di
bawah sel-sel mesotelia ini terdapat endopleura yang berisi fibrosit dan histiosit.
Seterusnya dibawah ini (dinamakan lapisan tengah) terdapat jaringan kolagen dan
serat-serat elastik. Pada lapisan terbawah terdapat jaringan intertitial subpleura
yang sangat banyak mengandung pembuluh darah kapiler dari A. Pulmonalis dan
A. Bronkialis serta pembuluh getah bening. Keseluruhan jaringan pleura viseralis
ini menempel dengan kuat pada jaringan parenkim paru. Pleura parietalis
mempunyai lapisan jaringan lebih tebal dan terdiri dari sel-sel mesotelial juga dan
jaringan ikat (jaringan kolagen dan serat-serat elastik). Dalam jaringan ikat,
terdapat pembuluh kapiler dari A. Interkostalis dan A. Mammaria interna,
pembuluh getah bening dan banyak reseptor saraf-saraf sensorik yang peka
terhadap rasa sakit dan perbedaan temperatur. Sistem persarafan ini berasal dari
nervus intercostalis dinding dada. Keseluruhan jaringan pleura parietalis ini
menempel dengan mudah, tapi juga mudah dilepaskan dari dinding dada di
atasnya.11
13

Di antara pleura terdapat ruangan yang disebut spasium pleura, yang


mengandung sejumlah kecil cairan yang melicinkan permukaan dan
memungkinkan keduanya bergeser secara bebas pada saat ventilasi. Cairan
tersebut dinamakan cairan pleura. Cairan ini terletak antara paru dan thoraks.
Tidak ada ruangan yang sesungguhnya memisahkan pleura parietalis dengan
pleura viseralis sehingga apa yang disebut sebagai rongga pleura atau kavitas
pleura hanyalah suatu ruangan potensial. Tekanan dalam rongga pleura lebih
rendah daripada tekanan atmosfer sehingga mencegah kolaps paru. Jumlah normal
cairan pleura adalah 10-20 cc.12
Cairan pleura berfungsi untuk memudahkan kedua permukaan pleura
parietalis dan pleura viseralis bergerak selama pernapasan dan untuk mencegah
pemisahan toraks dan paru yang dapat dianalogkan seperti dua buah kaca objek
yang akan saling melekat jika ada air. Kedua kaca objek tersebut dapat bergeseran
satu dengan yang lain tetapi keduanya sulit dipisahkan. Cairan pleura dalam
keadaan normal akan bergerak dari kapiler di dalam pleura parietalis ke ruang
pleura kemudian diserap kembali melalui pleura viseralis. Hal ini disebabkan
karena perbedaan tekanan antara tekanan hidrostatik darah yang cenderung
mendorong cairan keluar dan tekanan onkotik dari protein plasma yang cenderung
menahan cairan agar tetap di dalam. Selisih perbedaan absorpsi cairan pleura
melalui pleura viseralis lebih besar daripada selisih perbedaan pembentukan
cairan oleh pleura parietalis dan permukaan pleura viseralis lebih besar dari pada
pleura parietalis sehingga dalam keadaan normal hanya ada beberapa mililiter
cairan di dalam rongga pleura.11,12

3.3 Etiologi
Akumulasi cairan pleura dapat terjadi saat pembentukan cairan pleura
melebihi absorbsi cairan pleura. Biasanya, cairan memasuki ruang pleura dari
kapiler di pleura parietal dan dikeluarkan melalui limfatik pada pleura parietal.
Cairan juga bisa memasuki ruang pleura dari ruang interstisial paru melalui pleura
viseral atau dari rongga peritoneal melalui lubang kecil di diafragma. Sistem
limfatik memiliki kapasitas untuk menyerap 20 kali lebih banyak cairan daripada
yang terbentuk secara normal. Dengan demikian, efusi pleura dapat terjadi bila
ada penambahan cairan pleura berlebih (dari ruang interstisial paru-paru, pleura
14

parietal, atau rongga peritoneal) atau bila ada penurunan absorbs cairan pleura
oleh limfatik.1

a. Infeksi
Infeksi merupakan penyebab efusi pleura eksudstif. Mikroorganisme
penyebabnya dapat berupa bakteri, virus, mikoplasma, atau mikobakterium. Efusi
pleura eksudatif jarang disebabkan oleh bakteri penyebab pneumonia akut. Pada
pasien di klinik, hanya 5% kasus efusi pleura yang disebabkan oleh pneumokokus
pneumonia, jumlah cairan efusinya sedikit dan sifatnya sesaat. Efusi seperti ini
disebut efusi parapneumonik karena bakterinya sendiri tidak perlu masuk ke
dalam rongga pleura untuk menyebabkan terjadinya efusi pleura. Efusi pleura
eksudatif yang mengandung mikroorganisme dalam jumlah banyak beserta
dengan nanah disebut empiema.1
Efusi pleura karnea infeksi tuberkulosis paru biasanya disebabkan oleh
afek primer sehingga berkembang pleuritis eksudativa tuberkulosa. Pergeseran
antara kedua pleura yang meradang akan menyebabkan nyeri. Bila cairan telah
lebih banyak, pergeseran kedua pleura tidak lagi menimbulkan nyeri. Suhu badan
mungkin hanya subfebril, kadang ada demam. Diagnosis pleuritis tuberkulosa
eksudativa ditegakkan dengan pungsi untuk pemeriksaan kuman basil tahan asam
dan, jika perlu dengan torakskopi untuk biopsi pleura.3,13
Efusi pleura karena tuberkulosis paru selalu bersifat unilateral, tampak
seperti transudat, tetapi jika diperiksa, terbukti berupa eksudat dengan kadar
glukosa rendah, leukosit berjumlah 1000-2000/mL, dengan dominasi limfosit,
kadang-kadang ditemukan sel mesotel (2%), dan sel neutrofil ditemukan pada
awal perjalanan penyakit. Mikobakterium jarang ditemukan pada pemeriksaan
mikroskopik langsung, sedangkan pada pemeriksaan kultur hanya 25% yang
positif. Banyak efusi yang dapat sembuh dengan sendirinya. Akan tetapi, efusi
yang menimbulkan gejala memerlukan terapi torakosintesis.
Pada penanganan, selain diperlukan tuberkulostatik, diperlukan juga
istirahat dan kalau perlu pemberian analgesik. Pungsi dilakukan bila cairan
demikian banyak dan menimbulkan sesak napas dan pendorongan mediastinum ke
sisi yang sehat. Penanganan yang baik memberikan prognosis yang baik, pada
fungsi paru-paru maupun pada penyakitnya. Radang parenkim paru yang disebut
15

pneumonitis, dapat menimbulkan reaksi radang di pleura, maka cairan pleuranya


dapat pula terinfeksi. Abses paru akan menimbulkan efusi pleura jika sebagian
pleura terangsang.8
Perforasi esofagus langsung ke rongga pleura akan menyebabkan pleuritis,
sedangkan perforasi ke mediastinum akan menyebabkan infeksi mediastinum
akan menyebabkan infeksi mediastinum (mediastinitis). Tetapi akibat reaksi
jaringan sekitarnya, timbul cairan di rongga pleura. Cairan ini dapat terinfeksi.
Abses subfrenik atau infeksi sering disebabkan oleh E. coli yang menjalar atau
menembus diafragma dan menyebar ke rongga pleura sehingga mungkin
menimbulkan efusi sebagai reaksi inflamasi atau infeksi.8

b. Non Infeksi
Neoplasma penyebab efusi pleura meliputi karsinoma bronkogenik (dalam
keadaan ini jumlah leukosit biasanya >2500/mL, sebagian terdiri dari limfosit, sel
maligna, dan sering terjadi reakumulasi setelah torakosintesis), tumor metastatic
(biasanya berasal dari karsinoma mammae, lebih sering bilateral jika
dibandingkan dengan karsinoma bronkogenik akibat penyumbatan pembuluh
limfe atau penyeybaran ke pleura), limfoma, mesotelioma, dan tumor jinak
ovarium (sindrom Meig).
Tumor primer pleura jarang disertai efusi pleura. Karsinoma paru dan
mediastinum dapat mengakibatkan cairan dirongga jika tumor menembus atau
mendekati pleura karena dapat menimbulkan bendungan aliran vena atau limfe. 3
Tumor sekunder sering ditemukan di permukaan pleura viseralis maupun arietalis,
sering dalam bentuk taburan metastasis yang banyak di seluruh permukaan,
sehingga dinamai karsinosis pleura atau pleuritis karsinomatosa. Cairan yang
biasanya cukup banyak, sering kelihatan sedikit merah karena tercampur darah
(serosanguinus), tetapi kadang efusi ganas ini merupakan cairan jernih
kekuningan. Sering metastasis berasal dari kanker payudara, paru dan limfoma
malignum, tetapi juga kanker lain tidak jarang merupakan sumber keganasan
pleura.14
Gagal jantung kongestif akan menyebabkan bendungan vena sehingga
cairan ke luar dari kapiler vena dan timbul efusi pleura. Demikian juga pada
16

perikarditis konstriktiva yang akan berakibat bendungan vena sistemik karena


yang tertekan adalah v.kava superior dan v. kava inferior.9,10
Hipertensi portal dan hipoalbuminemia pada gagal ginjal hati, sindroma
nefrosis karena gagal ginjal dan udem seluruh tubuh (miksedema) pada
hipotiroidisme juga biasanya disertai efusi pleura. Kilotoraks merupakan penyulit
cedera duktus toraksikus.9,13
Patogenesis efusi pleura pada tumor jinak ovarium (Meigs) tidak diketahui
pasti. Mungkin terjadi bendungan limfe atau bendungan aliran cairan melalui
lobang diafragma. Pada infark paru biasanya terjadi radang sebagai reaksi
terhadap jaringan nekrosis, tetapi tidak tertutup kemungkinan adanya infeksi
sekunder.7,15

3.4 Klasifikasi
Efusi pleura umumnya diklasifikasikan berdasarkan mekanisme
pembentukan cairan, yaitu:3,13
1. Eksudat
Eksudat adalah cairan yang terbentuk melalui membran kapiler abnormal
yang permeabel dan berisi protein berkonsentrasi tinggi. Hal ini terjadi akibat
proses peradangan yang meningkatkan permeabilitas pembuluh darah pleura
sehingga sel mesotelial berubah bentuk menjadi bulat atau kuboidal dan terjadi
pengeluaran cairan ke dalam rongga pleura. Protein yang terdapat dalam cairan
pleura umumnya berasal dari saluran getah bening. Kegagalan aliran protein dari
saluran getah bening ini (misalnya pada kasus efusi pleura tuberkulosa) akan
menyebabkan peningkatan konsentrasi protein cairan pleura sehingga
menimbulkan eksudat. Efusi pleura eksudativa biasanya tidak hanya disebabkan
oleh penyakit paru, seperti; infeksi (tuberkulosis, pneumonia), tumor pada pleura,
infark paru, dan karsinoma bronkogenik, tetapi juga dapat disebabkan oleh infeksi
lain yang letaknya berdekatan dengan paru-paru, seperti abses intra-abdominal
dan perforasi esofageal. Pada efusi pleura eksudativa sering ditemukan sel-
selperadangan, seperti sel polimorfonuklear dan jaringan nekrotik. Eksudat dapat
tidak berwarna (jernih), keruh, atau berdarah.10
17

2. Transudat
Transudat adalah terbentuknya cairan pada satu sisi pleura yang melebihi
proses reabsorpsi cairan tersebut pada sisi pleura lainnya akibat dari
ketidakseimbangan antara tekanan kapiler hidrostatik dengan tekanan onkotik.
Efusi pleura transudativa biasanya disebabkan oleh penyakit non-paru,
antara lain; gagal jantung kiri, sindrom nefrotik, obstruksi vena cava superior, dan
asites pada sirosis hati. Transudat umumnya tidak berwarna (jernih).
Efusi pleura tipe transudatif dibedakan dengan eksudatif melalui
pengukuran kadar laktat dehidrogenase (LDH) dan protein di dalam cairan pleura.
Efusi pleura dikatakan transudat jika memenuhi dua dari tiga kriteria berikut
ini:3,13
- Rasio kadar protein cairan efusi pleura/kadar protein serum < 0,5
- Rasio kadar LDH cairan efusi pleura/kadar LDH serum < 0,6
- Kadar LDH cairan efusi pleura <2/3 dari batas atas nilai normal LDH
serum
Jika angka tersebut terlampaui, efusi pleura termasuk jenis eksudat.
Akan tetapi, kriteria Light masih dapat menyesatkan, misalnya transudat
dikatakan eksudat. Untuk hal ini, harus diperiksa perbedaan kandungan albumin
pada serum dengan kandungan albumin pada cairan pleura. Jika perbedaannya
melebihi 1,2 gram per 100 mL, cairan pleura termasuk transudat.
Secara kasar dapat dikatakan transudat jika kadar proteinnya <3 gram/100 mL
dan berat jenisnya <1,016, sedangkan efusi pleura dikatakan eksudat jika kadar
proteinnya >3 gram/100 mL dan berat jenisnya >1,016.10
Selain itu, jika satu atau lebih kriteria eksudatif terpenuhi dan pasien secara
klinis dianggap memiliki kondisi yang menghasilkan efusi transudatif, perbedaan
antara tingkat protein dalam serum dan cairan pleura harus diukur. Jika gradien
ini> 31 g / L (3,1 g / dL), kategorisasi eksudatif dengan kriteria ini dapat
diabaikan karena hampir semua pasien tersebut memiliki efusi pleura transudatif.1

3.5 Patofisiologi
Pleura terdiri atas suatu lapisan parietal yang menerima darah dari arteri
sistemik dan lapisan viseral yang menerima darah dari sistem arteri pulmonalis.
Diantara kedua lapisan pleura tersebut terdapat cairan pleura yang berfungsi untuk
18

melicinkan dan mengurangi gesekan pleura parietal dan viseral selama gerakan
nafas terjadi. Cairan pleura dalam keadaan normal dibentuk melalui proses filtrasi
di pembuluh darah kapiler sebanyak 10-20 cc per hari. Cairan pleura akan selalu
diproduksi dalam jumlah tetap apabila terdapat keseimbangan antara proses
produksi oleh pleura viseralis dengan proses reabsorpsi oleh pleura parietalis dan
sistem limfatik. Proses produksi dan reabsorpsi tersebut terjadi melalui proses
pertukaran pada dinding kapiler.15
Proses pertukaran pada dinding kapiler terjadi dalam dua cara, yaitu difusi
pasif menuruni gradien konsentrasi yang merupakan mekanisme utama untuk
pertukaran zat-zat terlarut dan bulk flow yang merupakan mekanisme untuk
menentukan distribusi volume cairan ekstra seluler (CES) antara kompartemen
vaskular (plasma) dengan cairan interstisium sehingga mekanisme bulk flow yang
memiliki peranan penting dalam keseimbangan cairan pleura. Bulk flow adalah
proses terjadinya filtrasi suatu volume plasma bebas protein yang kemudian
bercampur dengan cairan interstisium untuk selanjutnya direabsorpsi kembali.
Dinding kapiler memiliki fungsi sebagai penyaring dengan pori berisi air yang
dapat dialiri oleh cairan plasma. Ketika tekanan di dalam kapiler melebihi tekanan
di luar maka cairan terdorong ke luar melalui pori dalam suatu proses yang
dikenal sebagai ultrafiltrasi. Sebagian protein plasma tetap tertahan di bagian
dalam selama proses ini berlangsung karena efek filtrasi pori (bahan besar tak
larut lemak seperti protein plasma tidak dapat menembus pori yang berisi air)
sehingga filtrat yang dihasilkan adalah suatu plasma bebas protein. Ketika tekanan
di luar kapiler melebihi tekanan di dalam maka cairan terdorong masuk dari cairan
interstisium ke dalam kapiler melalui pori kembali yang dikenal sebagai
reabsorpsi.5
Cairan di rongga pleura jumlahnya tetap karena adanya keseimbangan
antara produksi oleh pleura parietalis dan absorbsi oleh pleura viseralis. Keadaan
ini dapat dipertahankan karena adanya keseimbangan antara tekanan hidrostatis
pleura parietalis sebesar 9 cm HO dan tekanan koloid osmotik pleura viseralis 10
cm HO. Cairan pleura terakumulasi ketika pembentukan cairan pleura lebih besar
dari absorbsi cairan pleura. Didalam rongga pleura terdapat + 5ml cairan yang
cukup untuk membasahi seluruh permukaan pleura parietalis dan pleura viseralis.
19

Cairan ini dihasilkan oleh kapiler pleura parietalis karena adanya tekanan
hidrostatik, tekanan koloid dan daya tarik elastis. Sebagian cairan ini diserap
kembali oleh kapiler paru dan pleura viseralis, sebagian kecil lainnya (10-20%)
mengalir ke dalam pembuluh limfe sehingga pasase cairan disini mencapai 1 liter
seharinya.11
Efusi pleura terjadi akibat akumulasi cairan pleura abnormal yang secara
garis besar dapat disebabkan oleh dua hal, yaitu:6,9
1. Pembentukan cairan pleura yang berlebih
Hal ini dapat terjadi karena peningkatan permeabilitas kapiler (peradangan
dan neoplasma), peningkatan tekanan hidrostatik (gagal jantung kiri), dan
penurunan tekanan intrapleura (atelektasis).
2. Penurunan kemampuan reabsorpsi
Hal ini dapat disebabkan oleh penurunan tekanan osmotik koloid darah
(hipoalbumin) dan sumbatan pembuluh limfe. Terjadinya efusi pleura pada kanker
paru yaitu dengan menumpuknya sel tumor akan meningkatkan permeabilitas
pleura terhadap air dan protein, adanya massa tumor mengakibatkan tersumbatnya
aliran pembuluh darah vena dan getah bening, sehingga rongga pleura gagal
dalam memindahkan cairan dan protein. Adanya gangguan reabsorbsi cairan
pleura melalui obstruksi aliran limfe mediastinum yang mengalirkan cairan pleura
parietal, sehingga terkumpul cairan eksudat dalam rongga pleura. Dengan adanya
kanker paru membuat infeksi lebih mudah terjadi dan selanjutnya timbul
hipoproteinemia yang dapat menyebabkan efusi pleura. Terjadi
ketidakseimbangan, dalam hal ini terjadi penurunan protein plasma dalam arteri
bronkiolus, vena bronkiolus, vena pulmonalis dan pembuluh limfe akan
menyebabkan transudasi cairan ke dalam cavum pleura, cairan akan terkumpul di
dalam cavum pleura yang merupakan dasar dari terjadinya efusi pleura.6,9
3.6 Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis dari efusi pleura sangat bervariasi dan seringkali
berhubungan dengan proses penyakit yang mendasarinya. Nyeri dada dikarenakan
proses inflamasi pleura (infeksi pleura, mesotelioma, infark pulmonal). Sesak
dapat timbul karena penimbunan cairan dalam rongga pleura yang akan
memberikan kompresi patologis pada paru sehingga ekspansinya terganggu.
20

Batuk pada efusi pleura mungkin disebabkan oleh rangsangan pada pleura oleh
karena cairan pleura yang berlebihan, proses inflamasi, ataupun massa pada paru-
paru.5,7 Pada pemeriksaan fisik, pasien dengan efusi pleura dapat menunjukkan
beragam interpretasi yang tergantung dari jumlah volume cairan efusi pleura. Pada
umumnya, efusi <300 ml tidak dapat dideteksi dan tidak menunjukkan interpretasi
apapun, sedangkan pada efusi pleura dengan jumlah cairan >300 ml dapat
ditemukan bunyi redup pada perkusi, penurunan pergerakan pada salah satu
dinding dada (gerakan dinding dada asimetris), melemah sampai hilangnya stem
fremitus, penurunan sampai hilangnya suara pernafasan, dada tampak cembung,
dan ruang antar iga yang melebar dan mendatar.5,7
Cairan yang terdapat dalam rongga pleura akan membentuk bayangan
seperti kurva dengan permukaan daerah lateral lebih tinggi dari pada bagian
medial. Pada foto thoraks posterior anterior (PA), terdapat gambaran kesuraman
pada hemithoraks yang terkena efusi, konsolidasi homogen dan meniskus, sinus
costophrenicus tumpul, perdorongan trakea dan mediastinum ke sisi yang
berlawanan, serta permukaan cairan minimal yang dapat terlihat pada foto thoraks
PA adalah 175-200 ml. Bila cairan kurang dari 200 ml (75-100 ml) dapat
ditemukan gambaran pengisian cairan di sinus costophrenicus posterior pada foto
thoraks lateral. Foto thoraks lateral dapat mengetahui lokasi efusi pleura, di depan
atau di belakang tubuh. 5,7
3.7 Diagnosa
Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis baik dan pemeriksaan fisik
yang teliti, diagnosis pasti ditegakkan melalui pungsi percobaan, biopsi dan
analisa cairan pleura. Dari anamnesa didapatkan:
1. Sesak nafas
2. Rasa berat pada dada
3. Berat badan menurun pada neoplasma
4. Batuk berdarah pada karsinoma bronchus atau metastasis
5. Demam subfebris pada TBC, dernarn menggigil pada empilema
6. Ascites pada sirosis hepatis

Dari pemeriksaan fisik didapatkan (pada sisi yang sakit):


21

1. Dinding dada lebih cembung dan gerakan tertinggal


2. Vokal fremitus menurun
3. Perkusi dull sampal flat
4. Bunyi pernafasan menurun sampai menghilang
5. Pendorongan mediastinum ke sisi yang sehat dapat dilihat atau diraba pada
treakhea
Jika terjadi inflamasi, maka dapat terjadi friction rub, apabila terjadi
atelektasis kompresif (kolaps paru parsial) dapat menyebabkan bunyi napas
bronkus.
Nyeri dada pada pleuritis:
Simptom yang dominan adalah sakit yang tiba-tiba seperti ditikam dan
diperberat oleh bernafas dalam atau batuk. Pleura visceralis tidak sensitif,
nyeri dihasilkan dari pleura parietalis yang inflamasi dan mendapat persarafan
dari nervus intercostal. Nyeri biasanya dirasakan pada tempat-tempat terjadinya
pleuritis, tapi bisa menjalar ke daerah lain:
Iritasi dari diafragma pleura posterior dan perifer yang dipersarafi
oleh G. Nervuis intercostal terbawah bisa menyebabkan nyeri pada dada
dan abdomen.
Iritasi bagian central diafragma pleura yang dipersarafi nervus phrenicus
menyebabkan nyeri menjalar ke daerah leher dan bahu.

Dari pemeriksaan penunjang didapatkan:

Foto thoraks
Pada foto dada posterior anterior (PA) permukaan cairan
yang terdapat dalam rongga pleura akan membentuk bayangan
seperti kurva, dengan permukaan daerah lateral lebih tinggi dari
pada bagian medial, tampak sudut kostrofrenikus menumpul.
Pada pemeriksaan foto dada posisi lateral dekubitus, cairan bebas akan mengikuti
posisi gravitasi.

Torakosentesis
Aspirasi cairan pleura (torakosentesis) sebagai sarana
diagnostik maupun terapeutik. Pelaksanaannya sebaiknya
22

dengan posisi duduk. Aspirasi dilakukan pada bagian bawah paru


sela iga garis aksilaris posterior dengan jarum abbocath nomor
14 atau 16. Pengeluaran cairan pleura sebaiknya tidak melebihi
1000-1500 cc pada setiap aspirasi. Untuk diagnosis cairan pleura
dilakukan pemeriksaan:

a) Warna cairan. Cairan pleura bewarna agak kekuning-


kuningan (serous-santrokom).
b) Biokimia. Terbagi atas efusi pleura transudat dan eksudat.
c) Sitologi. Digunakan untuk diagnostik penyakit pleura,
terutama bila ditemukan sel-sel patologis atau dominasi
sel-sel tertentu.
- Sel neutrofil: pada infeksi akut
- Sel limfosit: pada infeksi kronik (pleuritis tuberkulosa
atau limfoma maligna).
- Sel mesotel: bila meningkat pada infark paru
- Sel mesotel maligna: pada mesotelioma
- Sel giant: pada arthritis rheumatoid
- Sel L.E: pada lupus eritematous sistemik
- Sel maligna: pada paru/metastase.
d) Bakteriologi. Cairan pleura umumnya steril, bila cairan
purulen dapat mengandung mikroorganisme berupa
kuman aerob atau anaerob. Paling sering
pneumokokus, E.coli, klebsiela, pseudomonas,
enterobacter.

Biopsi Pleura
Dapat menunjukkan 50%-75% diagnosis kasus pleuritis
tuberkulosis dan tumor pleura. Komplikasi biopsi adalah
pneumotoraks, hemotoraks, penyebaran infeksi atau tumor pada
dinding dada.

3.8 Penatalaksanaan
23

Tujuan penatalaksanaan efusi pleura terlebih dahulu meringankan gejala


simptomatik dengan cara mengeluarkan akumulasi cairan dari cavum pleura dan
menangani penyebab efusi pleura. Namun untuk mengembalikan fungsi tekanan
negatif dan menghilangkan isi abnormal di dalam cavum pleura dengan cepat
dapat dilakukan terapi sebagai berikut:14
1. Water Seal Drainage (tube thoracostomy)
Modalitas terapi yang bekerja dengan menghubungkan cavum pleura yang
berisi cairan abnormal dengan botol perangkat WSD yang nantinya akan menarik
keluar isi cairan abnormal yang ada di dalam cavum pleura dan mengembalikan
cairan pleura seperti semula serta mengurangi kompresi terhadap paru yang
tertekan hingga akhirnya paru akan mengembang kembali.7,14

Pemasangan WSD dilakukan sebagai berikut:


a. Tempat untuk memasukkan selang toraks biasanya di sela iga 7, 8, 9 linea
aksilaris media atau ruang sela iga 2 atau 3 linea medioklavikuralis.
b. Setelah dibersihkan dan dianastesi, dilakukan sayatan transversal selebar
kurang lebih 2 cm sampai subkutis.
Dibuat satu jahitan matras untuk mengikat selang.
c. Jaringan subkutis dibebaskan secara tumpul dengan klem sampai
mendapatkan pleura parietalis.
d. Selang dan trokar dimasukkan ke dalam rongga pleura dan kemudian
trokar ditarik. Pancaran cairan diperlukan untuk memastikan posisi selang
toraks.
e. Setelah posisi benar, selang dijepit dan luka kulit dijahit serta dibebat
dengan kasa dan plester.
24

f. Selang dihubungkan dengan botol penampung cairan pleura. Ujung selang


dihubungkan dengan botol penampung cairan pleura. Ujung selang
diletakkan dibawah permukaan air sedalam sekitar 2 cm, agar udara dari
luar tidak dapat masuk ke dalam rongga pleura.
g. WSD perlu diawasi tiap hari dan jika sudah tidak terlihat undulasi pada
selang, kemungkinan cairan sudah habis dan jaringan paru mengembang.
Untuk memastikan dilakukan foto toraks.
h. Selang torak dapat dicabut jika produksi cairan/hari <100ml dan jaringan
paru telah mengembang. Selang dicabut pada saat ekspirasi maksimum.14

2. Thorakosintesis
Modalitas terapi yang bekerja dengan cara melakukan aspirasi
menggunakan jarum yang ditusukkan pada linea axillaris media spatium
intercostalis VI. Aspirasi dilakukan dengan menggunakan jarum dan spuit atau
dapat juga menggunakan kateter dengan batas maksimal 1000-1500 cc untuk
menghindari komplikasi re-ekspansi edema pulmonum dan pneumothoraks akibat
terapi.8
Aspirasi cairan pleura selain bermanfaat untuk memastikan diagnosis,
aspirasi juga dapat dikerjakan dengan tujuan terapetik. Torakosentesis dapat
dilakukan sebagai berikut:6,8
1. Penderita dalam posisi duduk dengan kedua lengan merangkul atau
diletakkan diatas bantal; jika tidak mungkin duduk, aspirasi dapat
dilakukan pada penderita dalam posisi tidur terlentang.
2. Lokasi penusukan jarum dapat didasarkan pada hasil foto toraks, atau di
daerah sedikit medial dari ujung scapula, atau pada linea aksilaris media di
bawah batas suara sonor dan redup.
3. Setelah dilakukan anastesi secara memadai, dilakukan penusukan dengan
jarum berukuran besar, misalnya nomor 18. Kegagalan aspirasi biasanya
disebabkan karena penusukan jarum terlampaui rendah sehingga mengenai
diafragma atau terlalu dalam sehingga mengenai jaringan paru, atau jarum
tidak mencapai rongga pleura oleh karena jaringan subkutis atau pleura
parietalis tebal.
4. Pengeluaran cairan pleura sebaiknya tidak melebihi 1000-1500 cc pada
setiap aspirasi. Untuk mencegah terjadinya edema paru akibat
pengembangan paru secara mendadak. Selain itu pengambilan cairan
25

dalam jumlah besar secara mendadak menimbulkan reflex vagal, berupa


batuk, bradikardi, aritmi yang berat, dan hipotensi.

3. Pleurodesis
Pleurodesis dilakukan dengan memakai bahan sklerosis yang dimasukkan
ke dalam rongga pleura.Bertujuan melekatkan pleura viseralis dengan pleura
parietalis, merupakan penanganan terpilih pada efusi pleura keganasan.
Efektifitas dari bahan ini tergantung pada kemampuan untuk menimbulkan
fibrosis dan obliterasi kapiler pleura. Bahan-bahan yang dapat dipergunakan untuk
keperluan pleurodesis ini yaitu : Bleomisin, Adriamisin, Siklofosfamid, ustard,
Thiotepa, 5Fluro urasil, perak nitrat, talk, Corynebacterium parvum dan
tetrasiklin. Tetrasiklin merupakan salah satu obat yang juga digunakan pada
pleurodesis, harga murah dan mudah didapat dimana-mana. Setelah tidak ada lagi
cairan yang keluar masukkanlah tetrasiklin sebanyak 500 mg yang sudah
dilarutkan dalam 20-30 ml larutan garam fisiologis ke dalam rongga pleura,
selanjutnya diikuti segera dengan 10 ml larutan garam fisiologis untuk pencucian
selang dada dan 10 ml lidokain 2% untuk mengurangi rasa sakit atau dengan
memberikan golongan narkotik 1-1,5 jam sebelum dilakukan pleurodesis.
Kemudian kateter diklem selama 6 jam, ada juga yang melakukan selama 30
menit dan selama itu posisi penderita diubah-ubah agar tetrasiklin terdistribusi di
seluruh rongga pleura. Bila dalam 24-48 jam cairan tidak keluar lagi selang dada
dicabut.3,13
BAB IV
ANALISA KASUS

Pasien laki-laki berusia 55 tahun datang rujukan dari RS Cut Meutia,


Lhokseumawe dengan keluhan sesak nafas yang dialami sejak 1 bulan sebelum
masuk rumah sakit. Pasien juga mengeluhkan nyeri dada sejak 4 bulan yang lalu,
terasa nyeri yang hilang timbul dan tiba-tiba, nyeri seperti ditekan dan menjalar
hingga ke bagian pinggang belakang. Batuk berdahak juga dikeluhkan pasien,
dahak berwarna putih dan mudah dikeluarkan. Riwayat demam disangkal, riwayat
keluar keringat di malam hari tidak dirasakan oleh pasien, dan riwayat minum
obat TB disangkal. Pasien memiliki riwayat merokok.
Adanya timbunan cairan pada rongga pleura mengakibatkan ekspansi paru
menurun sehingga pasien akan merasakan sesak napas. Nyeri dada pada pasien
disebabkan oleh iritasi pleura, dapat bersifat ringan sampai berat, dirasakan
sebagai nyeri yang tajam dan memburuk dengan tarikan napas yang dalam. Pada
efusi pleura terjadi proses peradangan pada rongga pleura yang akan
menyebabkan hipersekresi mukus. Hal tersebut merangsang refleks batuk untuk
mengeluarkan sekret yang tertahan di jalan napas sehingga dahak keluar saat
batuk. 5,7,16
Pada pemeriksaan fisik didapatkan tampak pergerakan dinding dada
simetris, juga didapatkan fremitus taktil teraba melemah, perkusi terdengar redup
dan auskultasi terkesan vesikuler melemah. Hal ini dapat disebabkan karena di
antara dinding dada dan paru dipisahkan oleh cairan, sehingga transmisi suara
perkusi maupun auskultasi terganggu. Tingkat gangguan transmisi suara
tergantung pada jumlah cairan di dalam rongga pleura. Jika jumlah cairan pleura
kurang dari 300 mL, cairan ini belum menimbulkan gejala pada pemeriksaan
fisik. Jika jumlah cairan telah mencapai 500 mL, sehingga ditemukan gejala
berupa gerak dada yang melambat atau terbatas saat inspirasi pada sisi yang
mengandung akumulasi cairan yaitu sisi sebelah kiri. Fremitus taktil juga
berkurang pada paru yang mengandung cairan. Suara perkusi menjadi redup dan
suara napas pada auskultasi terdengar melemah walaupun sifatnya masih
vesikuler.

28
29

Penatalaksanaan pada pasien ini terapi medikamentosa berupa nebule


ventolin 1 resp/ 8 jam untuk mengurangi rasa sesak serta pemberian vectrin 3 x 1
sebagai mukolitik untuk mengeluarkan dahak. Sedangkan terapi non-
medikamentosa dilakukan punksi pleura. Cairan dari efusi pleura dikeluarkan
dengan melakukan aspirasi menggunakan jarum yang ditusukkan pada linea
axillaris media spatium intercostalis VI. Aspirasi dilakukan dengan menggunakan
jarum dan spuit atau dapat juga menggunakan kateter dengan batas maksimal
1000-1500 cc.8 Efusi pleura pada pasien ini kemungkinan besar disebabkan oleh
gagal jantung kongestif yang diderita pasien.
BAB V
KESIMPULAN

Berdasarkan hasil pemeriksaan yang dilakukan mulai dari anamnesis,


pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang, maka diagnosa pasien Tn. M 55
tahun ini mengacu kepada efusi pleura ec CHF.
Efusi pleura merupakan penumpukan cairan di dalam rongga pleura. Dalam
keadaan normal, rongga pleura diisi cairan yang berfungsi mempermudah
pergerakan paru di rongga dada selama bernapas. Jumlah cairan melebihi volume
normal dapat disebabkan oleh kecepatan produksi cairan di lapisan pleura parietal
yang melebihi kecepatan penyerapan cairan oleh pembuluh limfe dan pembuluh
darah mikropleura viseral.
Keadaan ini dapat mengancam jiwa karena cairan yang menumpuk
tersebut dapat menghambat pengembangan paru-paru sehingga pertukaran udara
terganggu. Banyak penyakit yang mungkin mendasari terjadinya efusi pleura
diantaranya kebanyakan disebabkan oleh keganasan dan tuberkulosis. Penyakit
lain yang mungkin mendasari terjadinya efusi pleura antara lain gagal jantung
kongestif, pneumonia, empiema toraks serta sirosis hepatis.
Upaya untuk penatalaksanaan berfokus pada penyebab dari efusi pleura,
namun pada keadaan emergensi maka dilakukan pengeluaran cairan efusi pleura
dengan cara pemasangan WSD dan thorakosintesis. Namun pada kasus efusi
pleura berulang, dapat dilakukan pleurodesis yang bertujuan untuk
menghilangkan celah kavum pleura dengan cara menyatukan pleura parietal
dengan pleura viseral.

30
DAFTAR PUSTAKA

1. Diaz, Gusman E, Dweik RA. Diagnostik and Management of Pleural


Effusion: a Practical Approach. Compr Ther. 2007.

2. Masyhudi, Fatah S, Saktini. Hubungan Jumlah Volume Drainase Water


Sealed Drainage dengan Kejadian Udema Pulmonum Re-Ekspansi pada
Pasien Efusi Pleura Masif. Jurnal Media Medika Muda. 2014.

3. DeBiasi EM. Pisani MA. Murphy TE. Araujo K. Kookolis A. Argento


AC, et al. Mortality Among Patients with Pleural Effusion Undergoing
Thoracentesis. Eur Respir J. 2015; 46(2): 495-502.
4. Halim, Hadi. 2007. Penyakit-penyakit Pleura. Dalam: Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam, Sudoyo AW, et al. Edisi 4, Jilid II. Jakarta: Pusat
Penerbitan Departemen IPD FKUI; p. 1056-60.
5. Melinda G. Lantu. Gambaran foto toraks pad efusi pleura di
Bagian/SMF Radiologi FK Unsrat RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou
Manado periode November 2014 Oktober 2015
6. Mcgrath E, Anderson P. Diagnosis of Pleural Effusion, a Systematic
Approach. American Journal of Critical Care. 2011; 2(20): p. 119-27
7. Rubins , Mosenifar , Manning , Peters. Pleural Effusions. 2014
8. Hanley M, W elsh C. Current diagnosis & treatment in pulmonary
medicine New York: McGraw-Hill Companies; 2003
9. Surjanto E, Sutanto Y, Aptridasari J, Leonardo. Penyebab Efusi Pleura
pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit. Jurnal Respi Indo. 2014 April;
2(32): p. 102-8
10. Parcel , Light. Pleural Effusions. 2013 February: p. 29-57.
11. Djojodibroto D. Respirologi (Respiratory Medicine). Jakarta: EGC;
2014
12. Sherwood L. Fisiologi Manusia : dari sel ke sistem. 6th ed. N Y, editor.
Jakarta: EGC; 2012
13. Guyton A, Hall J. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. 11th ed. LY R, editor.
Jakarta: EGC; 2012
14. Lango D, Fauxi A, Kasper D, Hauser S, Jameson J, Loscalzo J.
Harrison's Principles of Internal Medicine. 18th ed. New York: Hill
Companies; 2012
15. Sabiston D. Kelainan Pleura dan Empiema. In Buku Ajar Bedah.
Jakarta: Penerbit buku Kedokteran EGC; 2012. p. 665-66
16. Jeremy ea. Penyakit Pleura. At a Glance Sistem respirasi. 2nd ed. Jakarta
: EMS; 2008

31

Anda mungkin juga menyukai