Anda di halaman 1dari 32

Laporan Kasus

ULKUS MARJOLIN

Diajukan Sebagai Salah Satu Tugas Dalam Menjalani Kepaniteraan Klinik Senior
pada Bagian/SMF Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Malikussaleh
RSUD Cut Meutia Aceh Utara

Disusun oleh:
Fadhila Dzakiyya, S.Ked
2106112015

Pembimbing:
dr. Adi Rizka, Sp.B(K).,Onk

BAGIAN/SMF ILMU BEDAH


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALIKUSSALEH
RSUD CUT MEUTIA
ACEH UTARA
2024
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus dengan judul
“Ulkus Marjolin”. Shalawat beserta salam penulis sanjungkan ke pangkuan Nabi
Muhammad SAW, yang telah membawa manusia ke zaman yang berpendidikan
dan terang benderang.
Laporan kasus ini disusun sebagai salah satu tugas menjalani kepaniteraan
klinik senior pada Bagian/ SMF Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran Universitas
Malikussaleh/RSUD Cut Meutia Aceh Utara.
Selama penyelesaian laporan kasus ini penulis mendapat bantuan,
bimbingan, pengarahan, dan bantuan dari banyak pihak. Oleh karena itu penulis
ingin menyampaikan terima kasih kepada dr. Adi Rizka, Sp.B(K).,Onk yang
telah banyak meluangkan waktu untuk memberikan arahan dan bimbingan kepada
penulis dalam menyelesaikan laporan kasus ini. Penulis juga mengucapkan terima
kasih kepada keluarga, sahabat, dan rekan-rekan yang telah memberikan motivasi
dan doa dalam menyelesaikan laporan kasus ini.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam laporan kasus
ini. Untuk itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang konstruktif dari
pembaca sekalian demi kesempurnaan laporan kasus ini nantinya. Harapan
penulis semoga laporan kasus ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu
pengetahuan umumnya dan profesi kedokteran khususnya. Semoga Allah SWT
selalu memberikan Rahmat dan Hidayah-Nya kepada kita semua.

Aceh Utara, Januari 2024

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................i
DAFTAR ISI..........................................................................................................ii
DAFTAR GAMBAR.............................................................................................iv
BAB I PENDAHULUAN......................................................................................1
BAB II LAPORAN KASUS..................................................................................2
2.1 Identitas Pasien............................................................................2
2.2 Anamnesis.....................................................................................2
2.3 Pemeriksaan Fisik........................................................................3
2.3.1 Vital Sign...........................................................................3
2.3.2 Status Generalis................................................................3
2.3.3 Status Lokalis...................................................................5
2.4 Pemeriksaan Penunjang..............................................................7
2.4.1 Pemeriksaan Laboratorium............................................7
2.4.2 Foto Rotgen Pasien...........................................................8
2.4.3 Hasil Patologi Anatomi....................................................9
2.5 Resume..........................................................................................9
2.6 Diagnosis.......................................................................................9
2.7 Prognosis.......................................................................................9
2.8 Tatalaksana.................................................................................10
2.9 Laporan Operasi........................................................................10
2.10 Follow Up Pasien........................................................................11
BAB III TINJAUAN PUSTAKA........................................................................16
3.1 Definisi.........................................................................................16
3.2 Epidemiologi...............................................................................16
3.3 Etiologi........................................................................................16
3.4 Patofisiologi.................................................................................17
3.5 Klasifikasi...................................................................................18
3.6 Diagnosis.....................................................................................19
3.7 Tatalaksana.................................................................................20
3.8 Prognosis.....................................................................................21
BAB III PEMBAHASAN....................................................................................22

ii
BAB IV KESIMPULAN......................................................................................26
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................27

iii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Mekanisme ulkus Marjolin (1).........................................................18


Gambar 2 Hasil biopsi lesi Marjolin’s ulcer menunjukkan karsinoma sel
skuamosa invasif dengan diferensiasi sel buruk (4)..........................................20
Gambar 3 Algoritma tindakan operasi pada kasus Marjolin’s ulcer (4).......21

iv
BAB I
PENDAHULUAN

Neoplasma ganas yang timbul secara kronis pada bekas luka yang tidak
dapat disembuhkan dikenal dengan Marjolin’s ulcer. Keganasan pada bekas luka
ini muncul pada kulit yang pernah terbakar, terluka terus-menerus, atau
mengalami peradangan kronis atau mengalami patologis seperti osteomielitis,
ulkus dekubitus, fistula kronis, radang dingin, kegagalan vena kronis, lokasi
vaksinasi, lokasi donor cangkok kulit, serta trauma kulit kronis merupakan
beberapa faktor etiologinya (1).
Ulkus Marjolin merupakan komplikasi dari ulkus kronis yang bersifat
ganas. Perubahan lesi ulkus menjadi keganasan dapat disebabkan oleh iritasi
kronis, infeksi, penurunan vaskularisasi, dan peningkatan ekspresi protooncogene.
Bentuk histopatologi tersering dari ulkus Marjolin adalah karsinoma sel skuamosa
(2).
Ulkus Marjolin memiliki bentuk presentasi yang berbeda-beda, karena
keganasan tidak hanya dapat muncul sebagai karsinoma sel skuamosa, namun
jenis kanker lainnya dapat terjadi pada ulkus atau luka yang tidak kunjung
sembuh. Penting untuk tidak menunda diagnosis jika ada kecurigaan, segera
lakukan biopsi. Saat ini, pengobatan lini pertama adalah manajemen bedah. Pada
kebanyakan kasus, eksisi luas pada lesi dilakukan, namun penatalaksanaan yang
kurang konservatif, seperti amputasi, mungkin diperlukan (3).
Karna tumor ini berperilaku agresif dan memiliki kecenderungan untuk
kambuh secara lokal atau dapat bermetastasis ke kelenjar getah bening. Ulkus
Marjolin mempunyai kecenderungan yang tinggi bermetastasis. Namun, lesi ini
sering diabaikan dan seringkali tidak diobati secara memadai. Sehingga
pengenalan dini dan penentuan stadium yang tepat merupakan peluang terbaik
untuk penyembuhan (3).
Hal inilah yang membuat penulis tertarik untuk membahas tentang
“Marjolin’s ulcer” .

1
BAB II
LAPORAN KASUS
2.1 Identitas Pasien
Nama : SY
Jenis Kelamin : Perempuan
No. rekam medis : 05.01.61
Umur : 52 tahun
Alamat : Baktiya
Agama : Islam
Status perkawinan : Cerai Mati
Suku : Aceh
Pekerjaan : Petani
Tanggal Masuk : 01 Desember 2023
Tanggal Keluar : 05 Desember 2023
Tanggal Pemeriksaan : 01 Desember 2023

2.2 Anamnesis
Keluhan utama : Luka pada pergelangan tangan kiri
Keluhan tambahan : Jaringan parut yang mudah berdarah, bernanah, disertai
nyeri hilang timbul, dan ukurannya semakin lama semakin
membesar
Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien datang ke IGD RSUCM dengan keluhan utama berupa adanya luka
dengan ukuran 12x13x1,5 cm di pergelangan tangan kiri yang disertai dengan
jaringan parut yang lebih tinggi dari jaringan sekitar yang mudah berdarah,
bernanah, disertai nyeri hilang timbul, dan ukurannya semakin lama semakin
membesar selama 2 tahun ini. Awalnya pasien mengalami luka bakar di usia 6
tahun atau 46 tahun lalu, kemudian 2 tahun terakhir muncul jaringan parut yang
lebih tinggi dari jaringan sekitar dan semakin lama semakin meluas. Pasien
memiliki riwayat diabetes mellitus, sedangkan hipertensi dan alergi disangkal
oleh pasien. Pada riwayat penyakit dahulu pasien tidak pernah mengalami

2
3

keluhan yang sama dan pasien baru pertama kali berobat ke dokter dengan
sebelumnya sering berobat tradisional. Riwayat penyakit keluarga disangkal.
Riwayat Penyakit Dahulu:
Pasien memiliki riwayat diabetes mellitus.
Riwayat Penyakit Keluarga:
Pasien mengaku tidak ada anggota keluarga dengan keluhan yang sama
dengan pasien.
Riwayat Penggunaan Obat:
Pasien mengaku pernah mengonsumsi obat-obatan tradisional untuk
meredakan keluhannya. Tetapi pasien tidak mengetahui dengan pasti kandungan
obat-obatan yang pasien komsumsi.
Riwayat Kebiasaan:
Pasien merupakan seorang petani, pasien mengkonsumsi makanan secara
teratur dan pasien suka makanan yang manis-manis.
2.3 Pemeriksaan Fisik
2.3.1 Vital Sign
Kesadaran : Composmentis
Tekanan Darah : 120/80 mmHg
HR : 95x/menit
RR : 20x/menit
T : 36,5 °C
SpO2 : 99%
2.3.2 Status Generalis
Kulit
Warna Coklat
Turgor Cepat kembali, suhu raba hangat
1
Ikterus (-)
Oedema (-)
Anemia (-)
2 Kepala
Rambut Warna rambut hitam, tidak mudah dicabut, distribusi
merata
4

Wajah Simetris, deformitas (-)


Konjungtiva pucat (-/-), skelra ikterik (-/-), mata cekung
Mata (-/-), palpebra normal, gerakan bola mata normal, pupil
bulat, isokor(-/-), diameter 2mm/2mm
Bentuk normal (eutrofilia), discharge (-/-), secret (-/-),
Telinga
darah (-/-)
Sekret (-/-), darah (-/-), deviasi septum nasi (-/-) nafas
Hidung
cuping hidung (-/-)
Lidah normoglosia, tidak kotor, mukosa mulut tidak
Mulut hiperemis, tonsil tidak hiperemis, arcus faring simetris,
uvula ditengah
Leher
3 Inspeksi Tidak ditemukan adanya pembesaran KGB.
Palpasi Distensi vena jugularis (-)
Thorax
Paru
Bentuk dada normal, gerak dada simetris kanan dan kiri
Inspeksi saat statis dan dinamis, pergerakan dada sama. Retraksi
4 dinding dada (-/-)
Tidak ada benjolan, nyeri tekan (-), massa (-), taktil
Palpasi
fremitus kanan = kiri, ekspansi dada simetris
Perkusi Sonor di kedua lapang paru
Auskultasi Rhonki (-/-), wheezing (-/-)
Jantung
Inspeksi Ictus cordis tidak terlihat
Ictus cordis teraba di ICS V2 jari medial linea
Palpasi
midklavikula sinistra
5
Batas atas jantung di ICS II, kanan di ICS V LPSD, kiri di
Perkusi ICS V dua jari medial dari LMCS, batas pinggang di ICS
III LPSS
Auskultasi BJ I/II normal, bising jantung (-), Gallop (-)
5

Abdomen
Inspeksi Simetris, distensi (-)
Soepel (+), defans muskular lokal(-), Psoas sign (-),
Palpasi
Obturator sign (-)
Hepar Tidak teraba
Lien Tidak teraba
6 Perkusi Timpani seluruh lapang abdomen, shifting dullness (-)
Auskultasi Bising usus (+) 8x/menit
Genetalia Tidak dilakukan pemeriksaan
Akral hangat, edema tungkai (-/-), sianosis (-/-), kelemahan
anggota gerak (-/-), luka dengan ukuran 5x5 cm di
Ekstremitas
pergelangan tangan kiri yang disertai dengan jaringan parut
yang lebih tinggi dari jaringan sekitar

2.3.3 Status Lokalis


Regio antebrachii sinistra terdapat scar, ulkus soliter, berukuran ±1 12 x 13
x 1,5 cm cm, permukaan noduler, berwarna kemerahan, konsistensi keras, tepi
meninggi dan tidak rata, kulit di sekitar ulkus berwarna kehitaman dan mengalami
indurasi, serta terdapat slough dan darah.

Gambar 2.1 Klinis Pasien Sebelum Dilakukan Open Biopsi


6
7

2.4 Pemeriksaan Penunjang


2.4.1 Pemeriksaan Laboratorium
Tanggal : 04/12/2023
PEMERIKSAAN HASIL SATUAN NILAI RUJUKAN
HEMATOLOGI
Darah Lengkap
Hemoglobin (HGB) 9.16 g/dl 13.0 – 18.0
Eritrosit 3.18 juta/uL 4.5 – 6.5
Hematokrit 28.77 % 37.0 – 47.0
MCV 90.45 fL 79 – 99
MCH 28.79 Pg 27.0 – 31.2
MCHC 31.84 g/dl 33.0 – 37.0
Leukosit (WBC) 7.11 ribu/uL 4.0 – 11.0
Trombosit (PLT) 173 ribu/uL 150 – 450
RDW-CV 12.45 % 11.5 – 14.5
Glukosa Darah
Gula Stik 213 mg/dl 70-125
Fungsi Hati
SGOT 22 U/L <31
SGPT 15 U/L <32
Bilirubin Total 0.40 mg/dl <1.0
Bilirubin Direct 0.15 mg/dl 0-0.5
Bilirubin indirect 0.25 mg/dl 0-0.7
Fosfatase Alkali 82 U/L 35-105
8

2.4.2 Foto Rotgen Pasien


Hasil Rontgen Antebrachii AP/LAT (29 November 2023)

Gambar 2.2 Foto Rontgen Antebrachii AP/LAT

Hasil:
1. Garis fraktur obliq 1/3 distal os radius sinistra
2. Densitas tulang baik
3. Celah seni yang tervisualisasi baik
4. Soft tissue swelling disertai densitas udara didalamnya

Kesan :
 Garis fraktur obliq 1/3 distal os radius sinistra
 Soft tissue swelling densitas udara didalamnya sugestif abcess
9

2.4.3 Hasil Patologi Anatomi

Gambar 2.3 Hasil Patologi Anatomi


2.5 Resume
Pasien datang ke IGD RSUCM dengan keluhan utama berupa adanya
luka dengan ukuran 12 x 13 x 1,5 cm di pergelangan tangan kiri yang disertai
dengan jaringan parut yang lebih tinggi dari jaringan sekitar yang mudah
berdarah, bernanah, disertai nyeri nyeri hilang timbul, dan ukurannya semakin
lama semakin membesar selama 2 tahun ini. Awalnya pasien mengalami luka
bakar di usia 6 tahun atau 46 tahun lalu, kemudian 2 tahun terakhir muncul
jaringan parut yang lebih tinggi dari jaringan sekitar dan semakin lama semakin
meluas. Pasien memiliki riwayat diabetes mellitus, sedangkan hipertensi dan
alergi disangkal oleh pasien. Pada riwayat penyakit dahulu pasien tidak pernah
mengalami keluhan yang sama dan pasien baru pertama kali berobat ke dokter
dengan sebelumnya sering berobat tradisional. Riwayat penyakit keluarga
disangkal.
Pada pemeriksaan fisik, ditemukan di regio antebrachii sinistra terdapat
scar, ulkus soliter, berukuran ± 12 x 13 x 1,5 cm, permukaan noduler, berwarna
kemerahan, konsistensi keras, tepi meninggi dan tidak rata, kulit di sekitar ulkus
berwarna kehitaman dan mengalami indurasi, serta terdapat slough dan darah.
Tidak dijumpai pembesaran kelenjar getah bening (KGB) regional. Ditemukan
tekanan darah 120/80 mmHg, HR 95x/i, RR 20 x/i, Temp 36,5 °C, SpO2 99%.
Dari pemeriksaan laboratorium didapatkan Hb 9.16 gr/dl, eritrosit 3.18 Juta/Ul,
hematokrit 28.77%, leukosit 7.11 ribu/uL, trombosit 173 ribu/uL, kgd 213 mg/dl.
2.6 Diagnosis
Squamous cell carcinoma ar ante brachii sinistra (Marjolin Ulcer)
2.7 Prognosis
- Quo Ad vitam: dubia ad bonam
- Quo Ad functionam: dubia ad bonam
- Quo Ad sanactionam: dubia et bonam
10

2.8 Tatalaksana
Operatif
- Open Biopsi
Non Farmakologis
- Pasien dipuasakan ± 8 jam preoprasi
- Konsul Interna dan anastesi
- Pemeriksaan patologi anatomi post operasi
- Evaluasi luka dan produksi draine
Farmakologis
Pre-Operasi:
- IVFD Ringer Lactate 20 gtt/i
- Inj. Ceftriaxon 1gr/12 jam
- Inj. Ranitidine 25 mg /12 jam
- Inj. Ketorolac 30 mg/12jam
Post-Operasi:
- IVFD Ringer Lactate 20 gtt/i
- Inj. Ceftriaxon 1gr/12 jam
- Inj. Ranitidine 25 mg /12 jam
- Inj. Ketorolac 30 mg/12jam

2.9 Laporan Operasi


DPJP : dr.Mufrizal, Sp.B(K),Onk
Operator : dr. Andrian, Sp.B(K),Onk
Diagnosis pra-bedah : ulkus ar antebrachii sinistra suspect ganas
Jenis operasi : Pro Insisi Biopsi
Jenis anestesi : General anestesi
Lama operasi : 12.00-12.30 (30 menit)
Diagnosis post-bedah : Pro Insisi Biopsi a/i ulkus ar antebrachii sinistra suspect
ganas
Teknik operasi:
1. Pasien dalam posisi supine dengan general anestesi
2. Dilakukan teknik aseptik dan antiseptik
11

3. Daerah operasi dibatasi oleh duck steril


4. Dilakukan insisi pada massa ante brachii sinistra
5. Insisi dimulai dari luar hingga kebagian dalam massa di ante brachii
6. Kontrol pendarahan
7. Luka dirawat
8. Jahit luka dengan proline 5-0.
9. Tutup kassa steril

Gambar 2.4 Post Op Open Biopsi


2.10 Follow Up Pasien
Tanggal SOAP Terapi

01/12/20 S/ Pasien mengeluhkan adanya - IVFD Ringer Lactate


23 luka dan jaringan parut di sekitar 20 gtt/i
(H+1) bekas luka bakar yang berwarna - Inj. Ceftriaxon 1gr/12
merah tepi teratur di tangan kiri, jam
nyeri sesekali pada bagian - Inj. Ranitidine 25
tersebut, mudah berdarah, mg /12 jam
bernanah dan semakin lama - Inj. Ketorolac 30
semakin meluas, mual dan muntah mg/12jam
(-), pusing (-), BAB (+), BAK
(+).

O/
12

Kesadaran = composmentis,
TD = 110/90 mmHg,
HR = 83 x/menit,
RR= 20 x/menit,
Temp = 36,6°C
SpO2= 98%
S/L = ar antebrachii sinistra
L= Berwarna merah
F= Nyeri sekali-kali
A/ ulkus ar antebrachii sinistra
suspect ganas

P/
02/12/20 S/ Pasien mengeluhkan adanya - IVFD Ringer Lactate
23 luka dan jaringan parut di sekitar 20 gtt/i
(H+2) bekas luka bakar yang berwarna - Inj. Ceftriaxon 1gr/12
merah tepi teratur di tangan kiri, jam
nyeri sesekali pada bagian - Inj. Ranitidine 25
tersebut, mudah berdarah, mg /12 jam
bernanah dan semakin lama - Inj. Ketorolac 30
semakin meluas, mual dan muntah mg/12jam
(-), pusing (-), BAB (+), BAK
(+), lemas (+).
O/
Kesadaran = composmentis,
TD = 110/80mmHg,
HR = 89 x/menit,
RR= 20 x/menit,
Temp = 36,7°C
SpO2= 99%
S/L = ar antebrachii sinistra
L= Berwarna merah
13

F= Nyeri sekali-kali
A/ ulkus ar antebrachii sinistra
suspect ganas

P/ terapi lanjut
03/12/20 S/ Pasien mengeluhkan adanya - IVFD Ringer Lactate
23 luka dan jaringan parut di sekitar 20 gtt/i
(H+3) bekas luka bakar yang berwarna - Inj. Ceftriaxon 1gr/12
merah tepi teratur di tangan kiri, jam
nyeri sesekali pada bagian - Inj. Ranitidine 25
tersebut, mudah berdarah, mg /12 jam
bernanah dan semakin lama - Inj. Ketorolac 30
semakin meluas, mual dan muntah mg/12jam
(-), pusing (-), BAB (+), BAK
(+),lemas (+).

O/
Kesadaran = composmentis,
TD = 120/80 mmHg,
HR = 78 x/menit,
RR= 20 x/menit,
Temp = 36,6°C
SpO2= 98%
S/L = ar antebrachii sinistra
L= Berwarna merah
F= Nyeri sekali-kali
A/ ulkus ar antebrachii sinistra
suspect ganas

P/ Transfusi 1 kolf
04/12/20 S/ Pasien mengeluhkan adanya - IVFD Ringer Lactate
23 luka dan jaringan parut di sekitar 20 gtt/i
14

(H+4) bekas luka bakar yang berwarna - Inj. Ceftriaxon 1gr/12


merah tepi teratur di tangan kiri, jam
nyeri sesekali pada bagian - Inj. Ranitidine 25
tersebut, mudah berdarah, mg /12 jam
bernanah dan semakin lama - Inj. Ketorolac 30
semakin meluas, mual dan muntah mg/12jam
(-), pusing (-), BAB (+), BAK
(+).

O/
Kesadaran = composmentis,
TD = 120/80 mmHg,
HR = 61 x/menit,
RR= 20 x/menit,
Temp = 36,6°C
SpO2= 98%
S/L = ar antebrachii sinistra
L= Berwarna merah
F= Nyeri sekali-kali
A/ ulkus ar antebrachii sinistra
suspect ganas

P/ Cek Darah Rutin, Rencana


open biopsi
05/12/20 S/ Pasien mengeluhkan nyeri di
23 tangan kiri di sekitar bekas
(H+5) operasi, mual dan muntah (-),
pusing (-), BAB (+), BAK (+).

O/
Kesadaran = composmentis,
TD = 120/80 mmHg,
15

HR = 77 x/menit,
RR= 20 x/menit,
Temp = 36,6°C
SpO2= 98%
S/L = ar antebrachii sinistra
L= Tertutup perban
F= Nyeri sekali-kali
A/post op ec ulkus ar antebrachii
sinistra suspect ganas POD 0

P/ PBJ
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Definisi
Marjolin’s ulcer adalah kondisi langka kulit yang sebelumnya terluka dan
mengalami inflamasi kronis berubah menjadi keganasan. Pada tahun 1828,
seorang ahli bedah Perancis bernama Jean Nicholas Marjolin mendefinisikan
kondisi ini sebagai perubahan jaringan parut menjadi ganas, yang sering
berkembang dari luka bakar (4).
3.2 Epidemiologi
Ulkus Marjolin umumnya ditemukan pada ekstremitas bawah, terutama
pada plantar pedis dan jarang dijumpai pada jari. Ulkus Marjolin tiga kali lebih
sering ditemukan pada pria dibanding wanita, dengan rata-rata usia diagnosis pada
dekade kelima kehidupan (2).
Berdasarkan sistemik review terhadap kasus ulkus marjolins terdapat 599
pasien dalam 14 rangkaian kasus dari 10 negara, 82% pasien berasal dari keluarga
berpenghasilan rendah dan selebihnya dari negara-negara berpendapatan
menengah, dan 48% adalah perempuan. Serta secara keseluruhan, 65% ulkus
diawali dengan luka bakar, mengenai pada usia yang berkisar antara 11 tahun
hingga 41 tahun (median, 28 tahun). Ekstremitas bawah adalah lokasi yang paling
umum (62%). Diferensiasi dilaporkan sebagai berdiferensiasi baik (64%),
berdiferensiasi sedang (27%), atau berdiferensiasi buruk berdiferensiasi (9%).
Hampir sepertiga kasus secara klinis mengenai kelenjar getah bening, meskipun
hanya 7% dari seluruh kasus (24 kasus). Tingkat metastasis jauh dilaporkan hanya
dalam 7%. Modalitas pengobatan utama adalah eksisi bedah (71%), diikuti oleh
amputasi (24%), radioterapi primer (2%), dan kemoterapi (, 1%). Data hasil ulkus
marjolins juga memperlihatkan tingkat kematian adalah 12%, 24%, dan 37%
dalam tiga seri yang dilaporkan antara 2 dan 3 tahun ini (5).

3.3 Etiologi
Pada Marjolin’s ulcer, hanya 1-2% luka bakar yang akan berkembang
menjadi Marjolin’s ulcer (1). Etiologi utama adalah bekas luka bakar, yang
disebabkan oleh luka bakar (29%), uap (12%), dan minyak (6%). Sumber

16
17

beragam lainnya adalah trauma (29%), infeksi kulit (18%), dan tukak vena (6%).
Lokasi yang paling terkena dampak adalah kulit kepala (24%), ekstremitas bawah
(24%), ekstremitas atas (18%), dan daerah gluteal (18%). Infeksi dilaporkan pada
tujuh pasien (41%) dan Staphylococcus aureus diisolasi dalam kultur (6).
Bekas luka bakar adalah kondisi pemicu paling umum yang menyebabkan
berkembangnya ulkus Marjolin. Degenerasi menjadi ganas terjadi pada 0,7%
hingga 2,0% bekas luka bakar yang dibiarkan sembuh dengan niat sekunder.
Etiologi inflamasi kronis lainnya yang menyebabkan tukak Marjolin termasuk
luka traumatis, ulkus vena, osteomielitis, luka tekan, dermatitis, sengatan, gigitan,
dan hidradenitis suppurativa. Serta individu yang mengalami gangguan kekebalan,
yang mempunyai risiko lebih tinggi untuk menjadi ganas (4). Usia di atas 40
tahun, paparan sinar matahari, pengaruh zat-zat karsinogenik (tar, arsen,
hidrokarbon polisiklik aromatik, parafin), merokok, trauma kronis atau luka bakar
pada kulit, radiasi sinar pengion, dan luka kronis merupakan beberapa faktor
predisposisi yang diketahui dapat menyebabkan SCC (2).
3.4 Patofisiologi
Transformasi luka bakar yang akan berkembang menjadi Marjolin’s ulcer
berlangsung hingga 20 – 40 tahun setelah trauma. Ada dua varian ulkus Marjolin.
Pada ulkus Marjolin akut, rata-rata latensinya adalah 4 bulan (kisaran 4 minggu
hingga 1 tahun), pada tipe kronis perubahan keganasan terlihat 1 tahun setelah
timbul, dengan masa latensi rata-rata 36 tahun. Penelitian menunjukkan pasien
dengan ulkus Marjolin mengalami penurunan jumlah sel T, yang menunjukkan
bahwa imunosupresi merupakan salah satu faktor penyebabnya.' Apa pun
mekanisme pastinya, sebagian besar peneliti setuju bahwa “lingkungan kanker”
terbentuk karena kurangnya pasokan darah dan kekebalan pada jaringan parut.
Epitel yang kering, tipis, dan halus yang menutupi bekas luka mudah rusak akibat
trauma yang sering dialaminya. Penyebab tersering adalah fistula kronis dan bekas
luka bakar (1).
18

Gambar 1 Mekanisme ulkus Marjolin (1).

Mekanisme ulkus kronis yang berkembang menjadi suatu keganasan


masih belum diketahui secara pasti. Berbagai penyebab termasuk iritasi kronis dan
infeksi (yang mengakibatkan degenerasi dan regenerasi, cocarcinogen), penurunan
vaskularisasi, kelemahan epitelium, dan meningkatnya ekspresi proto-oncogene,
dianggap sebagai faktor penyebab kerentanan luka kronis terhadap transformasi
keganasan. Inflamasi, ulserasi dan trauma berulang, terutama pada area tubuh
yang sering mengalami gerakan fleksi, telah dibuktikan selama bertahun-tahun
dapat menyebabkan iritasi kronis yang memicu terjadinya perubahan ke arah
keganasan (2).

3.5 Klasifikasi
Derajat Marjolin’s ulcer, seperti kasus keganasan lain, ditentukan
berdasarkan ukuran, keterlibatan limfonodi, dan metastasis. Derajat Marjolin’s
ulcer dapat dibedakan sebagai berikut: Derajat I >75% sel terdiferensiasi, derajat
II 25%-75% sel terdiferensiasi, dan derajat III <25% sel terdiferensiasi (4). Suatu
CSS dikatakan berdiferensiasi baik (grade I) apabila jumlah sel keratinosit
anaplastik <25%, berdiferensiasi sedang jika jumlah sel keratinosit anaplastik 25-
75% (grade II-III) dan berdiferensiasi buruk jika jumlah sel keratinosit anaplastik
>75% (grade IV). Hasil pemeriksaan histopatologi dengan pengecatan
Hematoxylin-Eosin (HE) yang diambil dari ulkus pasien ini menunjukkan
jaringan kulit dengan gambaran tumor epitelial, tampak sel-sel epidermis yang
19

berdiferensiasi baik dan menginvasi lapisan dermis. Sel-sel tumor tersusun secara
fokal dan konsentris disertai masa keratin yang tampak sebagai sel mutiara tanduk
(horn pearl) (2).

3.6 Diagnosis
Diagnosis Marjolin’s ulcer dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik dan penunjang. Dari anamnesis biasanya pasien mengeluh luka
yang tak kunjung sembuh selama lebih dari 3 bulan, ukuran luka membesar, serta
didapatkan faktor risiko lain seperti kondisi immunocompromised. Dari
pemeriksaan fisik didapatkan trias klasik, yaitu pembentukan nodul, indurasi, dan
ulserasi di lokasi parut. Selain itu, ditemukan juga luka dengan tepi menggaung,
jaringan granulasi yang berlebih, bau tidak sedap, pembesaran, mudah berdarah,
dan nyeri (4).
Biopsi merupakan pemeriksaan baku emas untuk mengetahui adanya sel-
sel ganas. Beberapa peneliti merekomendasikan biopsi diambil pada lebih dari
satu bagian di daerah lesi, misalnya bagian tengah dan tepi. Makin besar ukuran
lesi, makin banyak jumlah daerah yang dibiopsi. Karsinoma sel skuamosa adalah
tipe yang paling sering, kemudian karsinoma sel basal, melanoma, dan sarkoma
(4). Dalam kebanyakan kasus, secara histologis, ulkus Marjolin adalah karsinoma
sel skuamosa (SCC) – 73%, diikuti oleh karsinoma sel basal (BCC) – 10%.
Melanoma ganas, sarkoma (diantaranya: fibrosarcoma, liposarkoma, dermatofi
brosarcoma, protuberans, tumor mesenkim), tumor campuran: SCC-BCC, SCC-
melanoma lebih jarang terjadi (1).
20

Gambar 2 Hasil biopsi lesi Marjolin’s ulcer menunjukkan karsinoma sel skuamosa invasif
dengan diferensiasi sel buruk (4).

Marjolin’s ulcer dapat muncul dalam bentuk infiltratif/ulseratif dan


eksofitik/papiler. Bentuk ini ditandai dengan invasi ke jaringan lemak subkutan,
fasia, otot, dan jarang ke tulang. Bentuk ulseratif yang paling sering bermetastasis;
grading penting untuk memperkirakan risiko metastasis (4).
Pemeriksaan radiologi juga dapat membantu diagnosis. Dari foto polos
dapat ditemukan lamellated periosteal reaction dan destruksi tulang. CT scan bisa
melihat kondisi tulang, namun evaluasi tulang dan jaringan lunak lebih baik
dengan pemeriksaan MRI. Batas keterlibatan tulang dapat ditampilkan dengan
baik melalui pemeriksaan MRI sehingga dapat membantu proses operasi (4).
3.7 Tatalaksana
Hingga saat ini operasi adalah modalitas penatalaksanaan yang
direkomendasikan, yaitu eksisi lokal mengikutsertakan 2 cm hingga 4 cm jaringan
sehat di sekitarnya. Walaupun demikian, metode ini tidak menjamin tingkat
kekambuhan 0%. Rekonstruksi dapat dilakukan dengan skin graft atau flap lokal.
Skin graft lebih direkomendasikan karena tingkat kekambuhan pada flap lokal
lebih tinggi. Observasi kekambuhan pada defek eksisi Marjolin’s ulcer yang
direkonstruksi dengan skin graft lebih mudah. Selain itu, lokasi donor skin graft
dapat digunakan lagi apabila perlu tindakan rekonstruksi kembali. Waktu operasi
yang lebih singkat, tingkat keberhasilan tinggi, serta dapat menutup defek luas,
juga menjadi keunggulan skin graft. Namun, dari segi kosmetik skin graft dinilai
kurang dan tidak dapat digunakan pada area yang tertekuk. Limfadenektomi
dilakukan jika dari hasil palpasi dan radiologi terbukti ada keterlibatan limfonodi.
Namun, hingga saat ini limfadenektomi pada kasus Marjolin’s ulcer masih
kontroversial. Tindakan amputasi masih kontroversial. mungkin dilakukan jika
eksisi lokal luas tidak adekuat karena adanya keterlibatan tulang dan sendi (4).
21

Gambar 3 Algoritma tindakan operasi pada kasus Marjolin’s ulcer (4).

3.8 Prognosis
Salah satu faktor yang paling penting adalah derajat histologi. Survival
rate lebih tinggi apabila diameter kurang dari 10 cm. Marjolin’s ulcer dengan
diameter lebih dari 10 cm, memiliki kemungkinan metastasis lebih tinggi. Durasi
antara waktu terjadinya luka dan timbulnya Marjolin’s ulcer yang lebih singkat
dan histologi sel diferensiasi baik, memiliki prognosis yang lebih baik (4).
BAB III
PEMBAHASAN

Pasien pada kasus ini adalah perempuan berusia 52 tahun yang


mengeluhkan adanya luka dengan ukuran 12 x 13 x 1,5 cm di pergelangan tangan
kiri yang disertai dengan jaringan parut yang lebih tinggi dari jaringan sekitar
yang mudah berdarah, bernanah, disertai nyeri nyeri hilang timbul, dan ukurannya
semakin lama semakin membesar selama 2 tahun ini. Awalnya pasien mengalami
luka bakar di usia 6 tahun atau 46 tahun lalu, kemudian 2 tahun terakhir muncul
jaringan parut yang lebih tinggi dari jaringan sekitar dan semakin lama semakin
meluas. Pasien memiliki riwayat diabetes mellitus, sedangkan hipertensi dan
alergi disangkal oleh pasien. Pada riwayat penyakit dahulu pasien tidak pernah
mengalami keluhan yang sama dan pasien baru pertama kali berobat ke dokter
dengan sebelumnya sering berobat tradisional. Riwayat penyakit keluarga
disangkal.
Pada pemeriksaan fisik, ditemukan di regio antebrachii sinistra terdapat
scar, ulkus soliter, berukuran ± 12 x 13 x 1,5 cm, permukaan noduler, berwarna
kemerahan, konsistensi keras, tepi meninggi dan tidak rata, kulit di sekitar ulkus
berwarna kehitaman dan mengalami indurasi, serta terdapat slough dan darah.
Tidak dijumpai pembesaran kelenjar getah bening (KGB) regional. Ditemukan
tekanan darah 120/80 mmHg, HR 95x/i, RR 20 x/i, Temp 36,5 °C, SpO2 99%.
Dari pemeriksaan laboratorium didapatkan Hb 9.16 gr/dl, eritrosit 3.18 Juta/Ul,
hematokrit 28.77%, leukosit 7.11 ribu/uL, trombosit 173 ribu/uL, kgd 213 mg/dl.
Umur pasien ini adalah 52 tahun. Umur ini merupakan termasuk usia
paruh baya dimana fisiologi tubuh sudah menurun, sehingga cara tubuh untuk
mencapai suatu keadaan hemostasis menjadi menurun. Sel kanker seperti kita
ketahui dapat dikontrol oleh tubuh kita jika fungsi tubuh masih baik, namun pada
keadaan fisiologi tubuh yang sudah menurun, maka fungsi pengontrolan ini
berkurang sehingga resiko untuk menderita kanker lebih besar dibandingkan saat
fungsi tubuh masih baik. Epidemiologi usia di atas 40 tahun, paparan sinar
matahari, pengaruh zat-zat karsinogenik (tar, arsen, hidrokarbon polisiklik
aromatik, parafin), merokok, trauma kronis atau luka bakar pada kulit, radiasi

22
23

sinar pengion, dan luka kronis merupakan beberapa faktor predisposisi yang
diketahui dapat menyebabkan Squamous cell carcinoma (SCC) berdasarkan umur
pasien adalah lebih dari 40 tahun. Jadi teori dan kasus pada penyakit ini
berhubungan (2). Pada kasus ini, pasien memiliki berbagai faktor risiko untuk
terjadinya SCC seperti paparan sinar matahari karena pekerjaan, usia tua, luka
yang lama tidak menyembuh yaitu riwayat luka bakar pada kulit tangan. Riwayat
luka bakar pada kulit tanganlah yang mendukung ke arah ulkus marjolin yaitu
transformasi ganas kulit yang jarang dan agresif dengan insiden 0,1% hingga
2,5% setelah inflamasi jangka panjang atau traumatis pada kulit. Etiologi utama
cenderung bekas luka bakar dan luka traumatis. Meskipun beberapa teori telah
dikemukakan untuk menjelaskan mekanisme yang menghasilkan proses ini, tidak
ada yang dapat menjelaskan sepenuhnya (6). Pasien adalah seorang dengan jenis
kelamin perempuan. Pasien dengan jenis kelamin perempuan berdasarkan
epidemiologi ulkus Marjolin tiga kali lebih sering ditemukan pada pria dibanding
wanita (2).
Luka pada pergelangan tangan kiri pasien di keluhkan mudah berdarah,
bernanah, disertai nyeri hilang timbul, dan ukurannya semakin lama semakin
membesar selama 2 tahun ini. Pada pemeriksaan fisik, ditemukan di regio
antebrachii sinistra terdapat scar, ulkus soliter, berukuran ± 12 x 13 x 1,5 cm,
permukaan noduler, berwarna kemerahan, konsistensi keras, tepi meninggi dan
tidak rata, kulit di sekitar ulkus berwarna kehitaman dan mengalami indurasi, serta
terdapat slough dan darah. Pada pemeriksaan patologi anatomi di dapatkan
Squamous cell carcinoma. Secara umum, 40% kasus Marjolin ditemukan pada
area pelvis dan ekstremitas bawah, 30% pada kepala dan leher, 20% pada
ekstremitas atas dan 10% pada batang tubuh. Lokasi tubuh yang berlekuk atau
yang sering melakukan gerakan fleksi lebih rentan terbentuk ulkus Marjolin
seperti pada regio antebrachii sinistra (7). Hal ini sesuai untuk menegakkan
diagnosis Marjolin’s ulcer yaitu berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan
penunjang. Dari anamnesis biasanya pasien mengeluh luka yang tak kunjung
sembuh selama lebih dari 3 bulan, ukuran luka membesar, serta didapatkan faktor
risiko lain seperti kondisi immunocompromised. Dari pemeriksaan fisik
didapatkan trias klasik, yaitu pembentukan nodul, indurasi, dan ulserasi di lokasi
24

parut. Selain itu, ditemukan juga luka dengan tepi menggaung, jaringan granulasi
yang berlebih, bau tidak sedap, pembesaran, mudah berdarah, dan nyeri (4).
Bentuk histopatologi tersering dari ulkus Marjolin adalah karsinoma sel skuamosa
(2).
Pasien memiliki riwayat diabetes mellitus, hasil studi menunjukkan pada
pasien yang mengalami diabetes mellitus tipe 2 (T2DM), terjadi perubahan
proliferasi sel T dan makrofag, serta kegagalan fungsi sel NK dan sel B yang
menggambarkan abnormalitas innate dan adaptive imunity. Respon inflamasi
akibat respon imunitas terhadap tingginya glukosa darah serta adanya mediator
inflamasi yang dihasilkan oleh adiposity dan makrofag pada jaringan lemak.
Kronik inflamasi merusak sel beta pakreas dan menyebabkan insufisiensi
produksi insulin dan hiperglikemia. Hiperglikemia pada pasien diabetes
menyebabkan disfungsi respon system imun, yang gagal mengontrol penyebaran
invasi pathogen pada pasien diabetes. Sehingga, Pasien diabetes rentan mengalami
infeksi (8), dan mempunyai risiko lebih tinggi untuk menjadi ganas (4).
Pasien tidak mempunyai riwayat keluarga yang menderita keluhan yang
sama pada kasus. Berdasarkan teori bahwa gen kanker dapat diturunkan dari satu
keluarga. Hal ini berbeda dengan kasus bahwa, tidak ada riwayat keluarga yang
menderita keluhan yang sama pada pasien. Namun riwayat keluarga tidak mutlak
menjadi faktor resiko yang mempengaruhi timbunya keganasan pada pasien,
dalam hal ini faktor resiko utamanya adalah riwayat luka bakar.
Pada kasus ini pasien hanya dilakukan open biopsi untuk menegakkan
diagnosis pada pasien. Karena biopsi merupakan pemeriksaan baku emas untuk
mengetahui adanya sel-sel ganas. Beberapa peneliti merekomendasikan biopsi
diambil pada lebih dari satu bagian di daerah lesi, misalnya bagian tengah dan
tepi. Makin besar ukuran lesi, makin banyak jumlah daerah yang dibiopsi.
Karsinoma sel skuamosa adalah tipe yang paling sering, kemudian karsinoma sel
basal, melanoma, dan sarkoma (4).
Meskipun tidak ada protokol pengobatan definitif untuk ulkus Marjolin
terapi umumnya berupa eksisi lokal luas atau amputasi. Perbaikan dari prosedur di
atas termasuk cangkok kulit, flap, cryosurgery dan operasi Mohs. Bedah Mohs
merupakan prosedur untuk mengobati kanker kulit. Prosedur ini dilakukan dengan
25

cara mengangkat dan memeriksa lapisan tipis kulit hingga tidak ditemukan lagi
tanda-tanda kanker. Saat ini bedah Mohs masih dianggap sebagai gold standar
dalam tata laksana ulkus Marjolin. Amputasi adalah pilihan paling pasti untuk
mengobati kanker dan infeksi, serta jelas disarankan ketika ada keterlibatan tulang
dan sendi. Suatu penelitian oleh Bauk dkk. (2006) menyebutkan bahwa amputasi
dilakukan dalam delapan kasus (67%) dari total 12 ulkus Marjolin, 2 kasus pasien
diamputasi karena metastasis tulang infralesi, 5 kasus karena non-resectability
akibat perluasan lesi yang berlebih, dan 1 kasus terkait dengan terapi radiasi di
lokasi metastasis, perluasan lesi yang hebat, serta adanya metastasis kelenjar getah
bening, sebagaimana dikonfirmasi secara histologis. Ogawa dkk. (2006)
merekomendasikan amputasi untuk lesi grade II atau III dan eksisi lokal luas
untuk lesi yang sangat kecil atau grade I (9).
BAB IV
KESIMPULAN

Ulkus Marjolin merupakan komplikasi dari ulkus kronis yang bersifat


ganas. Perubahan lesi ulkus menjadi keganasan dapat disebabkan oleh iritasi
kronis, infeksi, penurunan vaskularisasi, dan peningkatan ekspresi protooncogene.
Bentuk histopatologi tersering dari ulkus Marjolin adalah karsinoma sel
skuamosa. Ulkus Marjolin memiliki bentuk presentasi yang berbeda-beda, karena
keganasan tidak hanya dapat muncul sebagai karsinoma sel skuamosa, namun
jenis kanker lainnya dapat terjadi pada ulkus atau luka yang tidak kunjung
sembuh. Penting untuk tidak menunda diagnosis jika ada kecurigaan, segera
lakukan biopsi.
Saat ini, pengobatan lini pertama adalah manajemen bedah. Pada
kebanyakan kasus, eksisi luas pada lesi dilakukan, namun penatalaksanaan yang
kurang konservatif, seperti amputasi, mungkin diperlukan. Dalam kasus reseksi
yang sangat luas, pembedahan rekonstruktif digunakan, terutama penutup kulit.
Bukti mengenai kegunaan teknik seperti pemetaan nodus sentinel pada prognosis
masih kurang. Ini adalah entitas yang, jika diagnosis dini dibuat, pasien dapat
menikmati tingkat kelangsungan hidup yang tinggi, karena etiopatogenesisnya
terutama disebabkan oleh lesi termal pada dermis, pemantauan ketat terhadap
pasien dengan faktor risiko adalah penting. risiko penting yang harus dihindari.
Dan jika sudah mempresentasikannya, batasi kerusakan yang dapat
ditimbulkannya secara sistemik.

26
DAFTAR PUSTAKA

1. Prasetyo AT, Rizaliyana S, Saputro ID. Marjolin ’ s Ulcer : Malignant


Trasformation From Burn Scar. J Rekonstruksi Estet. 2018;3(1).
2. Nareswari A, Kariosentono H, Dharmawan N, Eko M, Mulianto N. Ulkus
Marjolin yang Berkembang dari Ulkus Trofik Kronis pada Pasien Kusta :
Satu Laporan Kasus. J Med. 2021;34(2):34–41.
3. Sofía H, Jiménez M, Daniela P, Ramírez G, Fernanda M, Ortega G, et al.
Marjolin ’ s Ulcer , A Frequent and Preventable Complication. Int J Med
Sci Clin Res Stud. 2023;03(03):403–6.
4. Ananda NS. Marjolin ’ s Ulcer : Diagnosis dan Penatalaksanaan. CDK J.
2018;45:12–5.
5. Abdi MA, Yan M, Hanna TP. Systematic Review of Modern Case Series of
Squamous Cell Cancer Arising in a Chronic Ulcer ( Marjolin ’ s Ulcer ) of
the Skin. JCO Glob Oncol. 2020;809–18.
6. Yu N, Long X, Lujan-hernandez JR, Hassan KZ, Bai M, Wang Y, et al.
Marjolin ’ s ulcer : a preventable malignancy arising from scars. J Surg
Oncol. 2018;1–7.
7. Serras RP, Rasteiro DC, Mendes MM, Mouzinho MM. Melanoma Marjolin
’ s ulcer in the hand : A case report. Int J Surg Case Rep [Internet].
2019;60:345–7. Available from: https://doi.org/10.1016/j.ijscr.2019.06.029
8. Nuryani. Efek Hyperglikemia Terhadap Innate Immunity dan Kerentanan
Terhadap Infeksi. Tirtayasa Med J. 2022;1(2):49–60.
9. Bazaliński D, Przybek-mita J, Barańska B, Więch P. Marjolin ’ s ulcer in
chronic wounds – review of available literature. J Contemp Oncol. 2020;

27

Anda mungkin juga menyukai