Anda di halaman 1dari 30

Laporan Penelitian Retrospektif

Karakteristik Penderita Herpes Zoster: Sebuah Studi


Retrospektif

Disusun oleh:

Dokter Muda
SMF Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin FK USK/RSUDZA
Periode 25 Juli-20 Agustus 2022

Pembimbing:

dr. Vella, Sp.KK., FINSDV.

BAGIAN/SMF ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA
RSUD Dr. ZAINOEL ABIDIN
BANDA ACEH
2022
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT karena berkat rahmat dan
hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan tugas penelitian retrospektif
yang berjudul “Karakteristik Penderita Herpes Zoster: Sebuah Studi
Retrospektif”. Shalawat dan salam penulis haturkan kepada Nabi Muhammad
SAW yang telah membimbing umat manusia dari alam kegelapan ke alam yang
penuh dengan ilmu pengetahuan.
Penyusunan laporan kasus ini disusun sebagai salah satu tugas dalam
menjalani Kepaniteraan Klinik Senior pada Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Kulit
dan Kelamin RSUD dr. Zainoel Abidin Fakultas Kedokteran Universitas Syiah
Kuala Banda Aceh. Ucapan terimakasih dan penghargaan penulis sampaikan
kepada “dr. Vella, Sp.KK., FINSDV.” yang telah bersedia meluangkan waktu
membimbing penulis dalam penulisan laporan penelitian ini. Penulis juga
mengucapkan terima kasih kepada para sahabat dan rekan-rekan yang telah
memberikan dorongan moril dan materil sehingga tugas ini dapat selesai.
Akhir kata penulis berharap semoga laporan penelitian ini dapat menjadi
sumbangan pemikiran dan memberikan manfaat bagi semua pihak khususnya
bidang kedokteran dan berguna bagi para pembaca dalam mempelajari dan
mengembangkan ilmu kedokteran pada umumnya dan ilmu penyakit dalam pada
khususnya. Semoga Allah SWT selalu memberikan rahmat dan hidayah-Nya
kepada kita semua, Amin.

Banda Aceh, 21 Agustus 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI

halaman
KATA PENGANTAR.............................................................................................i
DAFTAR ISI..........................................................................................................ii
DAFTAR TABEL.................................................................................................iv
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
1.1 Latar Belakang...........................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah......................................................................................2
1.3 Tujuan Penelitian.......................................................................................2
1.4 Manfaat Penelitian.....................................................................................2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA...........................................................................4
2.1 Herpes Zoster.............................................................................................4
2.1.1 Definisi........................................................................................4

2.1.2 Epidemiologi...............................................................................4

2.1.3 Etiologi........................................................................................4

2.1.4 Faktor Resiko...............................................................................5

2.1.5 Patofisiologi.................................................................................5

2.1.6 Manifestasi Klinis........................................................................6

2.1.7 Diagnosis.....................................................................................7

2.1.8 Tatalaksana..................................................................................8

2.1.9 Komplikasi dan Prognosis...........................................................9

BAB III METODOLOGI PENELITIAN..........................................................10


3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian...............................................................10
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian..................................................................10
3.3 Populasi dan Sampel Penelitian...............................................................10
3.3.1 Populasi Penelitian....................................................................10

3.3.2 Sampel Penelitian......................................................................10

3.3.3 Teknik Pengambilan Sampel.....................................................10

ii
3.3.4 Besaran Sampel.........................................................................10

3.4 Cara Pengambilan Sampel.......................................................................11


3.5 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional..........................................11
3.5.1 Identifikasi Variabel Penelitian.................................................11

3.5.2 Definisi Operasional..................................................................11

3.6 Kerangka Konsep.....................................................................................13


3.7 Instrumen Penelitian................................................................................13
3.8 Teknik Pengumpulan Data......................................................................13
3.9 Analisis Data Penelitian...........................................................................14
3.9.1 Analisis Univariat......................................................................14

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN.............................................................15


BAB V KESIMPULAN DAN SARAN...............................................................22
5.1 Kesimpulan..............................................................................................22
5.2 Saran........................................................................................................22
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................23

iii
DAFTAR TABEL

halaman

Tabel 2.1 Faktor risiko herpes zoster…...………………………………………..5


Tabel 2.2 Pemeriksaan penunjang herpes zoster………………………………...8
Tabel 2.3 Diagnosis banding…………………………………………………….9
Tabel 3.1 Definisi operasional………………………………………………….13
Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Tahun…………………………….16
Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi berdasarkan Jenis Kelamin……………..………16

Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi berdasarkan Usia………………………....……17

Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Berdasarkan JumlahLesi..............................…..18


Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Lokasi Lesi......................………..19

Tabel 4.6 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Kombinasi Terapi..........................19

iv
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Herpes zoster (HZ) merupakan hasil dari reaktivasi virus varicella zoster
laten (VZV), yang umumnya menyebabkan cacar air di masa kanak-kanak.
Sekitar 90% orang dewasa terinfeksi virus ini, menempatkan orang dewasa pada
risiko reaktivasi. Herpes zoster muncul sebagai ruam vesikular yang menyakitkan
serta terdistribusi dalam pola unilateral dan dermatomal di sepanjang akar dorsal
atau ganglia saraf kranial. Ruam sering muncul dengan gejala prodromal dan
berkembang menjadi kelompok vesikular yang jelas, berkembang melalui tahap
pustulasi, ulserasi, dan pengerasan kulit.1
Dalam sebuah studi besar yang dilakukan terhadap 27 juta orang berusia di
atas 35 tahun di Amerika Serikat dari tahun 1993 hingga 2006, perkiraan insiden
herpes zoster adalah 2.5 per 1000 orang pada tahun 1993, 6.1 per 1000 orang pada
tahun 2006, dan hingga 7.2 per 1000 orang pada tahun 2016. Insiden terjadinya
herpes zoster sangat bervariasi ketika dikelompokkan berdasarkan usia. Sebanyak
8,45 terjadi pada kelompok usia 50-59 tahun dan 10,46 untuk kelompok usia di
atas 60 tahun.2
Secara klinis herpes zoster akan menimbulkan ruam pada kulit yang khas
berbentuk makulopapular eritematosa dan terdapat lesi vesikel yang berkelompok
dengan berisikan cairan jernih kemudian menjadi keruh sehingga dapat menjadi
pustul dan krusta.3,4 Komplikasi utama dari herpes zoster yang sering terjadi
adalah neuralgia pasca herpes sebagai nyeri menetap selama lebih dari 90 hari
setelah onset herpes zoster, terjadi pada 5%-30% pasien herpes zoster. Nyeri
terkait dengan neuralgia paska herpes dapat mengganggu semua aspek kehidupan
sehari-hari serta dapat menimbulkan depresi, penurunan kualitas hidup, dan
kesenjangan sosial.3
Berdasarkan uraian di atas yang menunjukkan bahwa karakteristik
penderita herpes zoster sangat bervariasi, mencakup variasi pada manifestasi
klinis dan tatalaksana herpes zoster, maka penelitian retrospektif ini dirasa penting
untuk dilakukan sebagai studi epidemiologi terkait karakteristik penderita herpes

1
zoster di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Zainoel Abidin (RSUDZA) Banda Aceh
periode 2017-2022. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi
terhadap literatur ilmiah terkait dengan karakteristik penderita herpes zoster,
manifestasi klinis, serta penatalaksanaan herpes zoster. Secara praktis, hasil
penelitian ini diharapkan dapat menjadi landasan bagi pembuat kebijakan dan
tenaga medis dalam memberikan layanan dan intervensi medis demi peningkatan
kualitas hidup penderita herpes zoster.

1.2 Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:


1. Bagaimana karakteristik penderita herpes zoster di RSUDZA Banda Aceh
periode 2017-2022?
2. Bagaimana manifestasi klinis herpes zoster di RSUDZA Banda Aceh
periode 2017-2022?
3. Bagaimana tatalaksana herpes zoster di RSUDZA Banda Aceh periode
2017-2022?

1.3 Tujuan Penelitian


1.3.1 Tujuan Umum
Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi
karakteristik penderita herpes zoster, manifestasi klinis, dan tatalaksana herpes
zoster di RSUDZA Banda Aceh periode 2017-2022.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mengidentifikasi karakteristik penderita herpes zoster mencakup jenis
kelamin dan usia.
2. Mengidentifikasi manifestasi klinis herpes zoster mencakup jumlah lesi,
ukuran lesi, dan lokasi lesi.
3. Mengidentifikasi tatalaksana herpes zoster mencakup terapi topikal, dan
terapi oral.

2
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat Teoritis
Menambah literatur ilmiah dan sumber informasi terkait karakteristik
penderita herpes zoster, manifestasi klinis, dan tatalaksana herpes zoster.
1.4.2 Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai landasan bagi pembuat
kebijakan dan tenaga medis dalam memberikan layanan dan intervensi medis
demi peningkatan kualitas hidup penderita herpes zoster.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Herpes Zoster


2.1.1 Definisi
Herpes zoster atau shingles adalah penyakit neurokutan dengan
manifestasi erupsi vesikular berkelompok dengan dasar eritematosa disertai nyeri
radikular unilateral yang umumnya terbatas di satu dermatom. Herpes zoster
merupakan manifestasi reaktivasi infeksi laten endogen virus varisela zoster di
dalam neuron ganglion sensoris radiks dorsalis, ganglion saraf kranialis atau
ganglion saraf autonomik yang menyebar ke jaringan saraf dan kulit dengan
segmen yang sama.5

2.1.2 Epidemiologi
Insiden herpes zoster pada populasi yang tinggal di komunitas berkisar
antara 2 hingga 5 per 1000 orang per tahun. Faktor risiko utama untuk herpes
zoster adalah usia. Insiden herpes zoster meningkat dengan bertambahnya usia,
pada orang dewasa yang lebih tua, prevalensi herpes zoster dapat terjadi berkisar
antara 8 hingga 12 per 1000 orang per tahun. Sebuah studi memperkirakan bahwa
setidaknya ada 1,5 juta kasus baru herpes zoster di Amerika Serikat setiap tahun,
lebih dari setengahnya terjadi pada orang berusia 60 tahun, jumlah ini akan
meningkat secara dramatis seiring bertambahnya usia populasi.6 Pada tahun 2011-
2013 dari data 13 rumah sakit pendidikan di Indonesia terdapat 2.232 penderita
herpes zoster, puncak kasus herpes zoster terjadi pada usia 45-64 tahun sebanyak
37,95% dan perempuan cenderung mempunyai insiden yang lebih tinggi.7

2.1.3 Etiologi
Hope Simpson pada tahun 1965 mengajukan hipotesis bahwa imunitas
terhadap varisela zoster virus berperan dalam patogenesis herpes zoster terutama
imunitas selularnya. Mengikuti infeksi primer virus varisela-zoster (varisela),
partikel virus dapat tetap tinggal di dalam ganglion sensoris saraf spinalis,
kranialis atau otonom selama tahunan. Pada saat respons imunitas selular dan titer
antibodi spesifik terhadap virus varisela-zoster menurun (misal oleh karena umur

4
atau penyakit imunosupresif) sampai tidak lagi efektif mencegah infeksi virus,
maka partikel virus varisela-zoster yang laten tersebut mengalami reaktivasi dan
menimbulkan ruam kulit yang terlokalisata di dalam satu dermatom. Faktor lain
seperti radiasi, trauma fisis, obat-obat tertentu, infeksi lain, atau stres dapat
dianggap sebagai pencetus walaupun belum pasti.5 Peradangan kulit terjadi ketika
virus mencapai dermis dan epidermis dari dermatom yang terkena. Proses
kerusakan saraf dan inflamasi dermal ini berlanjut dari jalur saraf ke dermis dan
epidermis di atasnya, menghasilkan perkembangan lesi makulopapular. Lesi ini
dengan cepat berubah menjadi vesikel berisi cairan yang mengandung VZV itu
sendiri. Ketika infeksi mendekati akhir perjalanan alaminya, vesikel berisi cairan
pecah dan membentuk krusta dan menjadi kurang menular.8

2.1.4 Faktor Resiko


Herpes zoster mengalami peningkatan resiko pada orang yang menjalani
pengobatan imunosupresan dan akan meningkat seiring dengan bertambahnya
usia. Penelitian sebelumnya mengungkapkan bahwa wanita memiliki risiko lebih
tinggi dibandingkan pria serta penelitian lain menunjukkan bahwa orang kulit
hitam memiliki risiko lebih kecil dalam penyebaran infeksi herpes zoster
dibandingkan etnis lain(Tabel 1).9
Tabel 2.1 Faktor risiko herpes zoster

Faktor resiko
Strong
HIV: insiden herpes zoster 15 kali lebih tinggi pada orang yang terinfeksi HIV
dibandingkan yang tidak terinfeksi
Pengobatan imunosupresan: penggunaan kortikosteroid jangka panjang,
lymphoproliferative malignancies, atau kemoterapi
Weak
Jenis kelamin: Wanita memiliki risiko lebih tinggi dibandingkan pria
Etnis kulit putih: penelitian sebelumnya mengungkapkan bahwa orang kulit hitam
memiliki risiko lebih kecil dalam penyebaran infeksi herpes zoster dibandingkan
orang kulit putih.
Sumber: Phuc Le et al. (2019)9

5
2.1.5 Patofisiologi
Lesi kulit herpes zoster menghasilkan proliferasi sel T spesifik virus
Varicella-zoster, sedangkan produksi interferon alfa menyebabkan resolusi herpes
zoster. Pada pasien imunokompeten, antibodi spesifik (IgG, IgM, dan IgA)
muncul lebih cepat dan mencapai titer yang lebih tinggi selama reaktivasi (herpes
zoster) daripada selama infeksi primer yang menyebabkan imunitas seluler yang
tahan lama, ditingkatkan, dan diperantarai oleh virus varicella-zoster.10
Keterlibatan dermatologis adalah sentripetal dan mengikuti dermatom.
Pada kebanyakan kasus, radiks lumbal dan servikal yang terlibat, sedangkan
keterlibatan motorik jarang terjadi. Infeksi ini menular kepada individu yang tidak
memiliki kekebalan sebelumnya terhadap varicella-zoster, namun tingkat
penularannya rendah. Virus dapat ditularkan baik melalui kontak kulit langsung
atau dengan menghirup tetesan yang terinfeksi.10
Penting untuk diketahui bahwa infeksi herpes juga dapat terjadi secara
bersamaan. Herpes simpleks, cytomegalovirud (CMV), Epstein-barr (EBV), dan
virus herpes manusia semuanya telah ditemukan pada pasien dengan herpes
zoster.10

2.1.6 Manifestasi Klinis


Herpes zoster dapat dimulai dengan timbulnya gejala prodromal berupa
sensasi abnormal atau nyeri otot lokal, nyeri tulang, pegal, parestesia sepanjang
dermatom, gatal, rasa terbakar dari ringan sampai berat. Nyeri dapat menyerupai
sakit gigi, pleuritis, infark jantung, nyeri duodenum, kolesistitis, kolik ginjal atau
empedu, apendisitis. Dapat juga dijumpai gejala konstitusi misalnya nyeri kepala,
malaise dan demam. Gejala prodromal dapat berlangsung beberapa hari (1-10
hari, rata-rata 2 hari). Setelah awitan gejala prodromal, timbul erupsi kulit yang
biasanya gatal atau nyeri terlokalisata (terbatas di satu dermatom) berupa makula
kemerahan. Kemudian berkembang menjadi papul, vesikel jernih berkelompok
selama 3-5 hari. Selanjutnya isi vesikel menjadi keruh dan akhirnyapecah menjadi
krusta (berlangsung selama 7-10 hari). Erupsi kulit mengalami involusi setelah 2-
4 minggu. Sebagian besar kasus herpes zoster, erupsi kulitnya menyembuh secara
spontan tanpa gejala sisa.11, 12

6
Pada sejumlah kecil pasien dapat terjadi komplikasi berupa kelainan mata
(10-20% penderita) bila menyerang di daerah mata, infeksi sekunder, dan
neuropati motorik. Kadang-kadang dapat terjadi meningitis, ensefalitis atau
mielitis. Komplikasi yang sering terjadi adalah neuralgia pasca herpes (NPH),
yaitu nyeri yang masih menetap di area yang terkena walaupun kelainan kulitnya
sudah mengalami resolusi. Perjalanan penyakit herpes zoster pada penderita
imunokompromais sering rekuren, cenderung kronik persisten, lesi kulitnya lebih
berat (terjadi bula hemoragik, nekrotik dan sangat nyeri), tersebar diseminata, dan
dapat disertai dengan keterlibatan organ dalam. Proses penyembuhannya juga
berlangsung lebih lama.11, 12
Dikenal beberapa variasi klinis herpes zoster antara lain zoster sine herpete
bila terjadi nyeri segmental yang tidak diikuti dengan erupsikulit. Herpes zoster
abortif bila erupsi kulit hanya berupa eritema dengan atau tanpa vesikel yang
langsung mengalami resolusi sehingga perjalanan penyakitnya berlangsung
singkat. Disebut herpes zoster aberans bila erupsi kulitnya melalui garis tengah.
Bila virusnya menyerang nervus fasialis dan nervus auditorius terjadi sindrom
Ramsay-Hunt yaitu erupsi kulit timbul di liang telinga luar atau membrane
timpani disertai paresis fasialis, gangguan lakrimasi, gangguan pengecap 2/3
bagian depan lidah; tinitus, vertigo dan tuli. Terjadi herpes zoster oftalmikus bila
virus menyerang cabang pertama nervus trigeminus. Bila mengenai anak cabang
nasosiliaris (timbul vesikel di puncak hidung yang dikenal sebagai tanda
Hutchinson) kemungkinan besar terjadi kelainan mata. Walaupun jarang dapat
terjadi keterlibatan organ dalam.11, 12

2.1.7 Diagnosis
Diagnosis Herpes Zoster ditegakkan berdasarkan manifestasi klinis berupa
nyeri prodromal dan erupsi kulit dengan distribusi yang khas. Pada beberapa
kasus yang mungkin sulit untuk didiagnosis terutama pada pasien
immunocompromised serta herpes zoster juga tampak seperti penyakit kulit
lainnya, seperti infeksi virus herpes simpleks (HSV), reaksi obat, dan dermatitis
kontak sehingga diagnosis HZ dapat dikonfirmasi dengan pemeriksaan penunjang
antara lain apusan Tzank, biopsi kulit, direct fluorescent assay (DFA), dan
polymerase chain reaction (PCR). Pemeriksaan apusan Tzanck pada HZ

7
memberikan sensitivitas sekitar 84%, menunjukkan multinucleated giant cells (sel
raksasa berinti banyak). Pemeriksaan Tzanck tidak dapat membedakan antara
VVZ dan HSV, tetapi dapat membedakan dengan lesi erupsi vesikel lainnya
(misalnya, yang disebabkan oleh variola dan pox virus lainnya, coxsackieviruses
dan echoviruses).11, 12
Diagnosis banding pada herpes zoster tertera pada Tabel 2.3. 11, 12

Tabel 2.3 Diagnosis banding

Virus herpes simpleks Infeksi akut yang disebabkan virus H.simpleks (virus
H.hominis) tipe 1 atau 2 yang ditandai adanya
vesikel berkelompok di atas kulit yang sembab dan
erimatosa pada daerah dekat mukokutan. Infeksi
dapat berlangsung primer atau rekurens.
Dermatitis Kontak Dermatitis kontak, seperti reaksi terhadap karet atau
nikel, atau reaksi kulit terhadap topikal
obat-obatan, seperti neomisin, dapat menyebabkan
area eritema dan vesikulasi lokal yang
mungkin menyerupai herpes zoster. Namun,
dermatitis kontak biasanya tidak sesuai dengan
distribusi dermatom.
Reaksi Gigitan Insect Hypersensitivity atau hipersensitivitas ( alergi)
Serangga kulit terhadap serangga mencakup reaksi alergi
akibat gigitan (bites), sengatan (stigs) dan kontak
dengan bagian tubuh serangga ( misalnya bulu
badan, serbuk sayak, serta toksin yang masuk ke
tubuh manusia saat digigit oleh serangga.
Eritema Multiformis Eritema multiform (EM) merupakan kelainan pada
kulit yang ditandai dengan ciri khas lesi pada kulit,
yang juga disertai kelainan kulit pada area mukosa
bibir, Lesi pada EM memiliki bentuk yang khas,
terdiri atas tiga zona dengan warna yang kontras,
menyebar pada bagian-bagian tubuh tertentu, dan
bisa timbul-tenggelam. Zona tengah berbentuk bintik
atau lenting yang memiliki mata menyerupai
lingkaran target berwarna merah keunguan. Zona
luarnya berwarna pucat dan zona paling luar
memiliki warna lebih tua. Pada kulit yang gelap,
permukaan lesi tersebut berwarna lebih gelap lagi.
Sumber: Sewon Kang M et al. (2019) 11

8
2.1.8 Tatalaksana
Tujuan utama dalam pengobatan herpes zoster adalah meningkatkan
termasuk kualitas hidup pasien yang terkena, dan mengurangi tingkat, durasi, dan
intensitas gejala kulit termasuk nyeri akut.11 Terapi antivirus direkomendasikan
untuk mereka yang berusia di atas 50 tahun tahun, mereka dengan nyeri sedang
hingga berat, ruam parah, wajah atau keterlibatan mata, atau komplikasi sistemik
lainnya, dan untuk semua pasien immunocompromised. Obat antivirus paling
efektif bila dimulai dalam 72 jam setelah munculnya ruam. Dengan tidak adanya
faktor risiko komplikasi, herpes zoster biasanya merupakan penyakit yang sembuh
sendiri.13
Terapi oral dengan valasiklovir (1 gr tiga kali sehari) atau famcyclovir
(500 mg tiga kali sehari) selama 7 hari lebih disukai daripada asiklovir oral karena
peningkatan bioavailabilitas dan lebih banyak jadwal dosis yang disederhanakan.
Asiklovir intravena (10 mg/kg) setiap 8 jam selama 7 sampai 14 hari (disesuaikan
dengan fungsi ginjal) dapat diberikan untuk kasus yang lebih parah seperti:
sebagai herpes zoster diseminata dan oftalmik.13

2.1.9 Komplikasi dan Prognosis


Komplikasi herpes zoster lebih sering terjadi pada lansia dan individu
dengan imunosupresi. Herpes zoster dan komplikasinya dapat mempengaruhi
kualitas hidup pasien.. Pasca-herpetik neuralgia adalah komplikasi yang paling
sering dari herpes zoster. Komplikasi lain yang dicatat setelah neuralgia
pascaherpes,termasuk infeksi bakteri sekunder, komplikasi mata,kelumpuhan
saraf kranial dan perifer, dan paresis zoster segmental.14
Zoster oftalmik dapat disertai dengan berbagai komplikasi. kornea
umumnya terganggu dan, bila gangguan itu parah, dapat menyebabkan keratitis
neurotrofik dengan ulserasi kronis dan infeksi bakteri. Herpes zoster dapat disertai
dengan berbagai komplikasi neurologis, di antaranya postherpetic neuralgia
(PHN).Pasien dengan PHN mungkin akan merasakan nyeri terus-menerus seperti
sensasi "terbakar," "sakit," atau "berdenyut". Nyeri seperti ditusuk, ditembak,
dan/atau nyeri yang ditimbulkan oleh stimulus, termasuk allodynia. Allodynia,
yaitu rasa sakit yang ditimbulkan oleh rangsangan yang biasanya tidak

9
menimbulkan rasa sakit. Komplikasi herpes zoster yang paling serius lebih sering
terjadi pada pasien dengan immunocompromised seperti pada pasien nekrosis kulit
dan jaringan parut, dan cutaneous dissemination. Pasien cutaneous dissemination
memiliki penyebaran viseral yang luas dan seringkali berakibat fatal, terutama bila
penyebarab ke paru-paru, hati, dan otak.11
Prognosis HZ dapat buruk dan mengalami kekambuhan pada pasien
dengan HIV yang tidak diobati terapi antiretroviral kombinasi. Kekambuhan dapat
terjadi pada dermatom yang sama atau berbeda, atau pada beberapa dermatom
yang berdekatan atau tidak berdekatan. Selain itu, pasien dengan AIDS dapat
mengalami lesi kutaneous verukosa, hiperkeratosis, atau ektimosa kronis yang
disebabkan oleh VZV yang resisten terhadap asiklovir.11

10
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif observasional, dengan


mengunakan data retrospektif berupa rekam medis untuk mengetahui karaketristik
penderita penyakit herpes zooster di Poliklinik Kulit dan Kelamin Rumah Sakit
Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh periode 2017-2022.

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Poliklinik Kulit dan Kelamin Rumah Sakit


Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh periode 2017-2022.

3.3 Populasi dan Sampel Penelitian

3.3.1 Populasi Penelitian


Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien yang didiagnosis
dengan penyakit herpes zooster di Poliklinik Kulit dan Kelamin Rumah Sakit
Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh periode 2017-2022.
3.3.2 Sampel Penelitian
Sampel penelitian ini adalah seluruh pasien yang didiagnosis dengan
penyakit herpes zooster di Poliklinik Kulit dan Kelamin Rumah Sakit Umum
Daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh periode 2017-2022 yang memenuhi
kriteria inklusi dan eksklusi.
3.3.3 Teknik Pengambilan Sampel
Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini dilakukan dengan teknik
non probability sampling dan metode total sampling yaitu seluruh populasi yang
memenuhi kriteria inklusi akan dijadikan sampel penelitian.
3.3.4 Besaran Sampel
Besaran sampel yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah seluruh
rekam medis pasien yang didiagnosis dengan penyakit herpes zooster di Poliklinik

11
Kulit dan Kelamin Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh
periode 2017-2022.
3.4 Cara Pengambilan Sampel

Dalam penentuan sampel penelitian terdapat dua kriteria yang harus


dipenuhi, yaitu sebagai berikut:
3.4.1 Kriteria inklusi
Pasien didiagnosis penyakit herpes zooster di bagian ilmu kesehatan kulit
dan kelamin RSUDZA Banda Aceh periode 2017-2022.
3.4.2 Kriteria eksklusi
Pasien yang tidak memiliki data rekam medis yang lengkap, yang terdiri
dari nomor rekam medis, nama pasien, jenis kelamin, usia, alamat, perkerjaan,
status pasien (pasien lama atau baru), jumlah lesi, jenis lesi, ukuran lesi, terapi
topical, terapi oral, photothrapy, kombinasi terapi, penyakit penyerta (sistemik)
dan faktor genetik.

3.5 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional

3.5.1 Identifikasi Variabel Penelitian


Variabel pengamatan dalam penelitian ini adalah jenis kelamin, usia,
jumlah lesi, jenis lesi, ukuran lesi, terapi topical, terapi oral, photothrapy,
kombinasi terapi, dan riwayat keluarga di bagian ilmu kesehatan kulit dan kelamin
RSUDZA Banda Aceh.
3.5.2 Definisi Operasional
Definisi operasional pada penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 3.1.
Tabel 3.1 Definisi operasional
Variabel Definisi Alat Cara Hasil Ukur Skala
Operasional Ukur Ukur Ukur

Jenis Jenis kelamin Rekam Analisis 1. Laki-laki Nominal


Kelamin dalam penelitian medis rekam 2. Perempuan
ini adalah medik
perbedaan laki-
laki atau
perempuan
secara biologis
sejak seseorang

12
lahir.
Usia Usia dalam Rekam Analisis 1. 17-25 tahun Nominal
penelitian ini medis rekam 2. 26-35 tahun
adalah usia saat medik 3. 36-45 tahun
pasien datang ke 4. 46-55 tahun
Poliklinik Kulit 5. >55 tahun
dan Kelamin
RSUDZA.
Jumlah lesi Jumlah lesi Rekam Analisis 1. Soliter Nominal
adalah medis rekam 2. Multipel
banyaknya lesi medik
yang terdapat
pada tubuh
pasien.
Lokasi lesi Lokasi lesi yaitu Rekam Analisi 1. Facialis Nominal
letak lesi yang medis rekam 2. Thoracalis
terdapat pada medik 3. Abdominal
tubuh pasien 4. Axillaris
secara 5. Ekstremitas
keseluruhan. Superior
6. Ekstremitas
Inferior
7. Lumbosacral
Terapi yang Terapi yang Rekam Analisis 1. Antibiotik + Nominal
digunakan digunakan medis rekam antiviral
adalah terapi medik 2. Antibiotik +
herpes zooster antikonvulsan
meliputi terapi 3. Antibiotik +
topikal dan antiviral +
sistemik analgesik
4. Antibiotik +
antiviral +
antikonvulsan
5. Antibiotik +
kortikosteroid
+ antiviral
6. Antibiotik +
antihistamin
7. Antibiotik +
antiviral +
antihistamin
8. Antibiotik +
antikonvulsan
+ analgesik

13
3.6 Kerangka Konsep

Jenis Kelamin

Usia

Karakteristik Penderita Herpes


Riwayat Keluarga di Poliklinik IKK RSUDZA

Status
Dermatologis

Terapi

3.7 Instrumen Penelitian

Instrumen dalam penelitian ini adalah rekam medis pasien, untuk data
yang diambil antara lain jenis kelamin, usia, alamat, perkerjaan, status pasien
(pasien lama atau baru), jumlah lesi, jenis lesi, ukuran lesi, terapi topical, terapi
oral, fototerapi, kombinasi terapi, penyakit penyerta (sistemik) dan faktor genetik
pasien penyakit herpes zooster.

3.8 Teknik Pengumpulan Data

Data yang dipakai dalam penelitian ini adalah data sekunder dari rekam
medis. Langkah-langkah dalam mengolah data antara lain:
1. Editing (pemeriksaan data) yaitu memeriksa data yang telah
dikumpulkan sebelumnya untuk mengecek kelengkapan dan kebenaran
data.
2. Coding (pemberian kode) yaitu merubah data ke dalam bentuk yang
lebih ringkas dengan menggunakan kode-kode tertentu terutama data
untuk klasifikasi untuk mempermudah pengolahan data.
3. Data Entry (pemasukan data) yaitu membuat file dan memasukkan satu
demi satu ke dalam file data komputer sesuai paket program statistik
pada komputer yang digunakan.

14
4.  Tabulating (penyusunan data) yaitu pengorganisasian data agar dengan
mudah dapat dijumlahkan, disusun dan ditata untuk di analisis.

3.9 Analisis Data Penelitian

Data yang telah didapatkan diperiksa kelengkapan dan keakuratannya.


Selanjutnya data diberi kode, ditabulasi dan dimasukkan ke dalam komputer.
Analisis data meliputi analisis deskriptif. Pada analisis deskriptif data yang
berskala kategorial dinyatakan sebagai distribusi frekuensi dan persentase setiap
kategori. Karena penelitian ini menyajikan beberapa jenis karakteristik variabel,
maka penyajian data diutamakan dalam bentuk tabel.
3.9.1 Analisis Univariat
Pada analisis ini, data dimasukan ke dalam aplikasi SPSS 25.0 lalu data
akan disajikan secara deskriptif. Rumus yang digunakan pada analisis ini
adalah:
X
P= x 100 %
N
Keterangan:
P. = Persentase
X = Frekuensi teramati 
N = Jumlah total sampel

15
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Distribusi Frekuensi Responden berdasarkan Tahun


Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Responden berdasarkan Tahun

Tahun Laki-laki Perempuan Total %


2017 24 19 43 22,28%
2018 15 16 31 16,06%
2019 34 12 46 23,83%
2020 14 8 22 11,40%
2021 15 15 30 15,54%
2022 13 8 21 10,88%
Total 115 78 193 100,00%

Hasil penelitian menunjukkan frekuensi terbanyak kunjungan pasien


herpes zoster di RSUDZA yaitu pada tahun 2019 (23,83%) dengan jumlah laki-
laki 34 pasien dan perempuan 12 pasien. Frekuensi paling rendah yaitu pada tahun
2022 (10,88%) dengan jumlah laki-laki sebanyak 13 paien dan perempuan
sebanyak 8 pasien. Hal ini dapat disebabkan pada tahun 2022 data hanya bisa
diambil sampai pertengahan tahun sehingga menunjukkan frekuensi kunjungan
terendah pada tahun 2022.

4.2 Distribusi Frekuensi berdasarkan Jenis Kelamin


Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi berdasarkan Jenis Kelamin

Jenis Kelamin n %
Laki-Laki 115 59,59%
Perempuan 78 40,41%
Total 193 100,00%

Hasil penelitian menunjukkan pasien herpes zoster di RSUDZA pada jenis


kelamin laki-laki berjumlah 115 (59,59%) dan perempuan 78 (40,41). Penelitian
ini menunjukkan kejadian herpes zoster meningkat pada laki-laki, sesuai dengan
sebuah penelitian yang dilakukan di RSUP Sanglah Denpasar periode April 2015-
Maret 2016 dengan total responden 28 orang, dimana jumlah penderita laki-laki
(60,7%) lebih banyak daripada perempuan (39,3).15 Hasil yang serupa juga

16
didapatkan pada sebuah literature review dengan perbandingan rasio laki-laki :
perempuan adalah 2:1.16 Berbeda dengan sebuah studi cross sectional yang
mendapatkan hasil lebih tinggi pada jenis kelamin perempuan. Hal ini dikaitkan
dengan perbedaan hormonal atau biologis antara jenis kelamin. Masa transisi
menopause yang dialami perempuan sehingga menyebabkan perubahan hormonal
pada respon imun menjadi salah satu alasan meningkatnya kejadian herpes zoster
pada perempuan.17 Perempuan juga sering mencari pengobatan lebih awal
dibandingkan laki-laki, serta perempuan dilaporkan memiliki kontak lebih sering
dengan anak yang menderita varisela.

4.3 Distribusi Frekuensi berdasarkan Usia


Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi berdasarkan Usia

Umur n %
< 17 tahun 4 2,07%
17-25 Tahun 10 5,18%
26-35 Tahun 12 6,22%
36-45 Tahun 11 5,70%
46-55 Tahun 40 20,73%
56-65 Tahun 54 27,98%
>65 Tahun 62 32,12%
Total 193 100,00%

Hasil penelitian menunjukkan pasien herpes zoster di RSUDZA meningkat


pada usia > 65 tahun yaitu sebanyak 62 pasien (32,12%) dan paling sedikit pada
usia <17 tahun (2,07%). Hal ini sejalan dengan sebuah penelitian yang
mendapatkan hasil meningkat pada usia 40 tahun dan puncaknya pada usia 70-80
tahun.18 Penelitian oleh Jein dkk mendapatkan bahwa penderita herpes zoster
terbanyak pada usia 45-64 tahun (78,57%).7 Sebuah literature review
menyebutkan penelitian yang dilakukan pada 938 pasien dari tahun 2008-2016 di
Gujarat didapatkan prevalensi meningkat pada usia >60 tahun.16

Sebuah studi cohort juga menyebutkan bahwa kejadian herpes zoster


meningkat seiring bertambahnya usia. Selain itu, usia tua didapatkan herpes zoster
rentan berlanjut menjadi PHN (postherpetic neuralgia) yang dapat berlangsung

17
selama berbulan-bulan hingga bertahun-tahun. Kejadian tersebut bisa sangat
merusak kesehatan fisik dan mental serta dapat menyebabkan kehilangan
pekerjaan, depresi dan isolasi sosial.19, 20 Usia geriatri umumnya ditandai sebagai
kelompok dengan berbagai penyakit dan gangguan akibat penurunan fungsi organ.
Perubahan sistem imun adaptif pada kelompok geriatri berisiko lebih rentan
terjadi infeksi virus. Infeksi primer oleh virus varicella zoster mengakibatkan
induksi sel-T memori. Jumlah sel-T memori spesifik virus varicella zoster
menurun seiring bertambahnya usia. Penurunan imunitas spesifik virus varicella
zoster, baik karena imunosenescence atau imunosupresi sekunder untuk penyakit
tertentu seperti keganasan, HIV/AIDS atau terapi imunosupresan, diketahui
mendukung reaktivasi virus varicella zoster.21

4.4 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Jumlah Lesi


Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Jumlah Lesi
Karakteristik Responden Berdasarkan Jumlah Lesi
Frekuensi Persentase (%)
Soliter 4 2,07%
Multiple 189 97,93%
Total 193 100%

Tabel 4.3 Menunjukan bahwa berdasarkan jumlah lesi pasien Herpes


Zooster di RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh paling banyak yaitu multipel.
Hasil penelitian ini didukung oleh publikasi dari Anath dan kawan-kawan yang
menyebutkan lesi multipel lebih sering diderita oleh pasien herpes zooster.
Biasanya herpes zoster memiliki manifestasi klinis berupa makulopapular
eritematosa, vesikel berkelompok dengan dasar eritematosa dan edem, vesikel
kemudian menjadi keruh berubah menjadi pustul dan krusta. Penderita cenderung
datang ke fasilitas kesehatan ketika jumlah lesi sudah semakin banyak.22, 23

4.5 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Lokasi Lesi

18
Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Lokasi Lesi

Karakteristik Responden Berdasarkan Lokasi Lesi

Lokasi Lesi Frekuensi Persentase (%)


Generalisata 0 0,00%
Optalmikus 4 2,07%
Fasialis 47 24,35%
Abdominalis 19 9,84%
Ekstremitas Superior 16 8,29%
Thorakalis 68 35,23%
Lumbosakralis 39 20,21%
Total 193 100%

Tabel 4.5 Menunjukkan bahwa berdasarkan lokasi lesi pasien Herpes


Zoster di RSUD Dr. Zainoel Abidin Banda Aceh paling banyak yaitu pada regio
thorakalis yaitu sebanyak 68 (35,23%). Hasil ini didukung oleh publikasi dari
fatimah dan kawan-kawan yang menyebutkan distribusi ruam pada Herpes Zoster
bersifat unilateral dan terbatas pada kulit yang dipersarafi ganglion sensorik
tunggal serta tidak melewati garis tengah tubuh. Lesi kulit yang tampak dapat
berupa vesikel berkelompok dengan dasar eritem.24 Dermatom yang sering terlibat
adalah toraks (44% - 55%), servikal (20%), oftalmik (15%), dan lumbosakral
(11%). Penelitian yang dilakukan oleh Dewa mencatat bahwa lokasi lesi yang
paling banyak di jumpai yaitu unilateral pada dermatom torakal (20%),
berdasarkan data dunia dari Centers of Disease Control and Prevention (CDC)
menyebutkan bahwa 20% kasus herpes zoster ditemukan lesi kutaneus pada
dermatom torakal.25 Hal ini menunjukan bahwa lesi yang didapatkan pada pasien
herpes zoster dominan berlokasi unilateral.

4.6 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Tatalaksana di RSUDZA 2017-2022


Tabel 4.6 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Tatalaksana di RSUDZA 2017-2022
Karakteristik Responden Berdasarkan Tatalaksana

Lokasi Lesi Frekuensi Persentase(%)

19
Antiviral + Antibiotik 102 52,85%
Antibiotik + antikonvulsan 22 11,40%
Antibiotik + antiviral + analgesic 21 10,88%
Antibiotik + antiviral + antikonvulsan 21 10,88%
Antibiotik + kortikosteroid + antiviral 12 6,22%
Antibiotik + antihistamin 4 2,07%
Antibiotik + antiviral + antihistamin 7 3,63%
Total 193 100%

Tabel 4.6 Menunjukkan bahwa berdasarkan terapi pasien Herpes Zoster di


Poliklinik Kulit dan Kelamin RSUD Dr. Zainoel Abidin Banda Aceh terdapat
mayoritas pasien dengan pengobatan kombinasi antibiotik dan antiviral sebanyak
102 pasien (52,85%), antibiotik dan antikonvulsan berjumlah 22 pasien (11,40%),
antibiotik, antiviral, dan analgesik sebanyak 21 pasien (10,88%), antibiotik,
antikonvulsan, dan antiviral sebanyak 21 pasien (10,88%), antibiotik, antiviral,
dan kortikosteroid sebanyak 12 pasien (6,22%), antibiotik, antiviral,dan
antihistamin sebanyak 7 pasien (3,63%), dan kombinasi paling sedikit antibiotik
dengan antihistamin berjumlah 4 pasien (2,07%)
Dari penelitian ini didapatkan terapi yang paling sering diberikan ialah
kombinasi antiviral dan antibiotik, dengan jumlah 102 kasus (52,82%). Sesuai
dengan acuan pustaka, Pengobatan antiviral sangat efektif untuk herpes zoster
yang idealnya harus dimulai dalam waktu 72 jam setelah munculnya ruam untuk
mengurangi durasi gejala dan keparahan nyeri. Dalam uji coba terkontrol,
pengobatan dengan antiviral menyebabkan pengurangan durasi lesi kulit serta
durasi dari keparahan nyeri terkait herpes zoster. Durasi terapi antivirus harus
diperpanjang sampai tidak ada lagi lesi vesikular yang muncul. Diagnosis harus
dinilai ulang dan resistensi virus terhadap obat antivirus harus dipertimbangkan
jika vesikel terjadi dalam jangka waktu lebih dari tujuh hari.26

Selain terapi antivirus, pengobatan dengan antikonvulsan menjadi salah sat


u terapi profilaksis pada pasien dengan herpes zoster akut dan faktor risiko nyeri p
rotopatik misalnya, usia > 50 tahun pengobatan tersebut harus dimulai sedini mun
gkin dalam tiga hari pertama setelah timbulnya lesi kulit. Terapi analgetik juga dip
erlukan pada herpes zoster setidaknya pengurangan nyeri ke tingkat yang dapat dit
oleransi oleh pasien dengan nyeri terkait herpes zoster akut direkomendasikan unt

20
uk ditindaklanjuti di luar resolusi lesi kulit dan dalam kasus nyeri yang tak tertaha
nkan, dianjurkan untuk merujuk pasien ke spesialis nyeri. Sebuah meta-analisis m
enunjukkan bahwa penggunaan blok saraf dengan anestesi lokal atau kortikosteroi
d dalam tiga minggu setelah timbulnya herpes zoster mampu secara signifikan me
ngurangi kejadian neuralgia postherpetic pada tiga, enam, dan dua belas bulan.27
Kortikosteroid masih dianggap sebagai pilihan pengobatan terbaik untuk p
eradangan karna kemanjuran pengobatan kortikosteroid didasarkan pada penguran
gan edema inflamasi dan dekompresi Pengobatan kombinasi dengan kortikosteroi
d lebih efektif dalam memulihkan fungsi saraf wajah dan memiliki prognosis yang
lebih baik. Terapi kortikosteroid topikal dan sistemik dapat direkomendasikan
untuk pengobatan antiinflamasi, pada herpes zoster optalmicus perlu diperhatikan
penggunaan kortikosteroid tanpa terapi antivirus bersamaan, karena dapat
meningkatkan replikasi virus dan memicu nekrosis retina akut.28
Pengobatan dengan antibiotik pada herpes zoster memiliki tujuan dalam
pencegahan infeksi sekuder yang ditimbulkan. 27
Terapi kombinasi sesuai indikasi
pasien, sangat efektif dalam pengobatan herpes zoster secara menyeluruh, hal ini
sejalan dengan penelitian Dwi H,et all menunjukkan terapi yang paling sering
diberikan ialah kombinasi dengan jumlah 43 kasus (44,79%) yang mencakup
antiviral, analgetik, roboransia, dan topikal (bedak/cream antibiotik).7

21
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat diambil kesimpulan bahwa :


1. Frekuensi terbanyak kunjungan pasien herpes zoster di RSUDZA yaitu pada
tahun 2019.
2. Penderita herpes zoster yang datang ke RSUDZA dari tahun 2017 hingga
tahun 2022 mayoritas berjenis kelamin laki-laki dan berusia lebih dari 65
tahun.
3. Penderita herpes zoster yang datang ke RSUDZA dari tahun 2017 hingga
tahun 2022 paling banyak menderita herpes zoster dengan jumlah lesi
multiple.
4. Penderita herpes zoster yang datang ke RSUDZA dari tahun 2017 hingga
2022 mayoritas dengan lokasi lesi pada regio thorakalis.
5. Penderita herpes zoster yang datang ke RSUDZA dari tahun 2017 hingga
2022 mayoritas mendapatkan terapi kombinasi antibiotik dan antiviral.

5.2 Saran

1. Diharapkan untuk penelitian selanjutnya dapat menilai indikator faktor


resiko dan hubungan derajat keparahan penyakit dengan jenis pengobatan.
2. Diharapkan kepada pembaca untuk dapat mengambil pembelajaran agar
dapat mendapat tindakan yang tepat sehingga hal yang tidak diinginkan
tidak terjadi.

22
DAFTAR PUSTAKA

1. Shah RA, Limmer AL, Nwannunu CE, Patel RR, Mui UN, Tyring SK.
Shingrix for herpes zoster: a review. Skin therapy letter. 2019; 24:5-7.
2. Pan CX, Lee MS, Nambudiri VE. Global herpes zoster incidence, burden of
disease, and vaccine availability: a narrative review. Therapeutic Advances
in Vaccines and Immunotherapy. 2022; 10:2515.
3. van Oorschot D, Vroling H, Bunge E, Diaz-Decaro J, Curran D, Yawn B. A
systematic literature review of herpes zoster incidence worldwide. Human
vaccines & immunotherapeutics. 2021; 17:1714-32.
4. Marra F, Parhar K, Huang B, Vadlamudi N. Risk factors for herpes zoster
infection: a meta-analysis. Open forum infectious diseases; 2020: Oxford
University Press US.
5. Usman SU, Hidayat N, Sabir M. Herpes Zoster: Case Report. Jurnal
Medical Profession (Medpro). 2020; 2:207-11.
6. Levin M, Schmader K, Oxman M. Varicella and herpes zoster.[In:] S. Kang,
M. Amagai, AL Bruckner, AH Enk, DJ Margolis, AJ McMichael, et al.
(eds.). Fitzpatrick’s Dermatology. McGraw-Hill, New York; 2019.
7. Danardono DH, Niode NJ. Profil Herpes Zoster Di Poliklinik Kulit Dan
Kelamin Rsup Prof. Dr. RD Kandou Manado 2011-2013. Jurnal Biomedik:
JBM. 2018; 7.
8. Cohen KR, Salbu RL, Frank J, Israel I. Presentation and management of
herpes zoster (shingles) in the geriatric population. Pharmacy and
Therapeutics. 2018; 38:217.
9. Le P, Rothberg M. Herpes zoster infection. BMJ. 2019; 364:k5095.
10. Nair P, Patel B. Herpes Zoster. StatPearls. StatPearls Publishing, Treasure
Island, FL; 2021.
11. Sewon Kang M, Bruckner A, Enk A. Fitzpatrick's Dermatology. New York,
NY: McGraw-Hill Education; 2019.
12. Farmakologi SA. Terapi edisi 6. Departemen Farmakologi dan Terapi
Jakarta: FK UI. 2016.
13. Kim B-S, Maverakis E, Alexanian C, Wang JZ, Raychaudhuri SP.
Incidence, clinical features, management, and prevention of herpes zoster in
patients receiving antitumor necrosis factor therapy: a clinical review.
Journal of Cutaneous Medicine and Surgery. 2020; 24:278-84.

23
14. Koshy E, Mengting L, Kumar H, Jianbo W. Epidemiology, treatment and
prevention of herpes zoster: A comprehensive review. Indian Journal of
Dermatology, Venereology and Leprology. 2018; 84.
15. Kornia RAPP, Karmila IGAAD. Prevalensi Dan Profil Herpes Zoster Di
Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar Periode April 2015 Sampai
Maret 2016. E-Jurnal Medika Udayana. 2020; 9:42-6.
16. Patki A, Vora A, Parikh R, Kolhapure S, Agrawal A, Dash R. Herpes zoster
in outpatient departments of healthcare centers in India: a review of
literature. Human vaccines & immunotherapeutics. 2021; 17:4155-62.
17. Cadogan SL, Mindell JS, Breuer J, Hayward A, Warren-Gash C. Prevalence
of and factors associated with herpes zoster in England: a cross-sectional
analysis of the Health Survey for England. BMC Infectious Diseases. 2022;
22:1-9.
18. Chen L-K, Arai H, Chen L-Y, Chou M-Y, Djauzi S, Dong B, et al. Looking
back to move forward: a twenty-year audit of herpes zoster in Asia-Pacific.
BMC infectious diseases. 2017; 17:1-39.
19. Lu W-H, Lin C-W, Wang C-Y, Chen L-K, Hsiao F-Y. Epidemiology and
long-term disease burden of herpes zoster and postherpetic neuralgia in
Taiwan: a population-based, propensity score-matched cohort study. BMC
Public Health. 2018; 18:1-9.
20. Torcel-Pagnon L, Bricout H, Bertrand I, Perinetti E, Franco E, Gabutti G, et
al. Impact of underlying conditions on zoster-related pain and on quality of
life following zoster. Journals of Gerontology Series A: Biomedical
Sciences and Medical Sciences. 2017; 72:1091-7.
21. Zorzoli E, Pica F, Masetti G, Franco E, Volpi A, Gabutti G. Herpes zoster in
frail elderly patients: prevalence, impact, management, and preventive
strategies. Aging clinical and experimental research. 2018; 30:693-702.
22. Patil A, Goldust M, Wollina U. Herpes zoster: A Review of Clinical
Manifestations and Management. Viruses. 2022; 14:192.
23. Kang S, Amagai M, Bruckner AL, Enk AH, Margolis DJ, McMichael AJ, et
al. Fitzpatrick's Dermatology 9th Edition. Vol. 2. 2 vols. McGraw-Hill
Education; 2019.
24. Fitriani F, Kariosentono H, Prasetyorini BE, Oktriana P, Amelinda N. Tata
Laksana Herpes Zoster.2019
25. Mikhael San Putra W. Herpes Zoster di Kelompok Pediatrik. Cermin Dunia
Kedokteran. 2021; 48:12-5.

24
26. Saguil A, Kane SF, Mercado MG, Lauters R. Herpes zoster and postherpetic
neuralgia: prevention and management. American family physician. 2017;
96:656-63.
27. Shrestha M, Chen A. Modalities in managing postherpetic neuralgia. The
Korean journal of pain. 2018; 31:235-43.
28. Gross GE, Eisert L, Doerr HW, Fickenscher H, Knuf M, Maier P, et al. S2k
guidelines for the diagnosis and treatment of herpes zoster and postherpetic
neuralgia. JDDG: Journal der Deutschen Dermatologischen Gesellschaft.
2020; 18:55-78.

25

Anda mungkin juga menyukai