Anda di halaman 1dari 36

Mini Project

GAMBARAN DISTRIBUSI PENYAKIT SKABIES DI SETIAP DESA DI


WILAYAH KERJA PUSKESMAS MAKMUR PERIODE
JUNI-SEPTEMBER 2021

Oleh :

dr. Nuswatul Khaira

Pendamping:

dr. Darmawanti M.K.M

KOMITE INTERNSIP INDONESIA


PUSAT PERENCANNAN DA PENDAYAGUNAAN SDM
PUSKESMAS MAKMUR
1
2021

2
LEMBAR PENGESAHAN

GAMBARAN DISTRIBUSI PENYAKIT SKABIES DI SETIAP DESA DI WILAYAH


KERJA PUSKESMAS MAKMUR PERIODE JUNI-SEPTEMBER 2021
MINI PROJECT
Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi syarat-syarat dalam pelaksanaan Program Internsip
Dokter Indonesia
Oleh:
dr. Nuswatul Khaira
Makmur, September 2021
Mengetahui,
Pembimbing

(dr. Darmawanti M.K.M )

iii
iv
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas berkat, rahmat
dan hidayah-Nya, penyusunan mini project yang berjudul Gambaran Distribusi
Pasien Skabies Di Tiap Desa Di Wilayah Kerja Puskesmas Makmur Periode
Juni-September Tahun 2021.
Shalawat beriring salam penulis sanjung sajikan kepada Nabi Muhammad SAW
yang telah membawa umat manusia dari alam kegelapan ke alam yang penuh dengan
ilmu pengetahuan.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penyusunan mini project ini dapat
terselesaikan berkat bantuan, dukungan, bimbingan, serta arahan dari banyak pihak.
Oleh karena itu dalam kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih
yang sebesar-besarnya kepada:
1. dr. Darmawanti M.K.M selaku pembimbing dokter internsip di Puskesmas Makmur

2. Kedua orang tua penulis yang telah mencurahkan segenap kasih sayang, dukungan
dan doa yang tiada henti kepada penulis.
3. Teman sejawat dalam Program Internsip Dokter Indonesia di wahana Kabupaten
Bireuen.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa mini project ini masih jauh dari sempurna
karena keterbatasan pengetahuan, pengalaman dan waktu. Oleh karena itu kritik dan
saran sangat diharapkan untuk kesempurnaan proses pembelajaran ini dan mohon
maaf atas segala kekurangannya.
Akhir kata penulis berharap semoga mini project ini dapat bermanfaat khususnya
bagi penulis dan bagi pembaca pada umumnya.

Makmur, September 2021

Penulis

v
DAFTAR ISI

JUDUL .......................................................................................................... I
LEMBAR PENGESAHAN .......................................................................... Ii
KATA PENGANTAR ……………………………………………………… Iii
DAFTAR ISI ................................................................................................. Iv
DAFTAR TABEL ......................................................................................... Vi
BAB I PENDAHULUAN............................................................................. 1
1.1 Latar Belakang ........................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ...................................................................................... 2
1.3 Tujuan Penelitian ....................................................................................... 2
1.4 Manfaat Penelitian ..................................................................................... 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .................................................................. 3
2.1 Definisi ...................................................................................................... 3
2.2 Epidemiologi.............................................................................................. 3
2.3 Etiologi & patogeneis……………………………………………………. 10
2.4 Cara penularan. …...................................................................................... 11

2.5 Terapi ..………….………………………………………………............. 13

2.6 Gambaran & gejala klinis ...…………………………............................... 15

2.7 Pencegahan ................................................................................................. 16

BAB III METODE PENELITIAN ............................................................... 24


3.1 Desain Penelitian ....................................................................................... 24
3.2 Lokasi Penelitian........................................................................................ 24
3.3 Sumber Data............................................................................................... 24
3.4 Populasi dan Sampel Penelitian ................................................................. 24
3.5 Kriteria Inklusi dan Eksklusi .................................................................... 24

vi
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ...................................................... 24
Data Geografis dan Demografi .................................................................. 24

Hasil Penelitian................................................................................................... 25-30

Distribusi Pasien Skabies di Puskesma Makmur……………………………... 25-30

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN..........................................................................31

Kesimpulan........................................................................................................................31

Saran 31

DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………..32

vii
DAFTAR TABEL

Halaman
Tabel 4.1. Cakupan Wilayah Gampong............................................……………………..27
Tabel 4.2.Distribusi Pasien Skabies Berdasarkan Desa di Puskesmas

Makmur Pada bulan Agustus-September 2021…….........................................28

viii
BAB I
PENDAHULUAN

Latar Belakang

Skabies adalah suatu penyakit kulit yang disebabkan oleh infeksi kutu Sarcoptes
scabiei varietas hominis. Skabies sering diabaikan oleh masyarakat, sehingga penyakit
ini menjadi salah satu masalah di seluruh dunia. Penyakit ini lebih banyak terjadi di
negara berkembang, terutama di daerah endemis dengan iklim tropis dan subtropis,
seperti Afrika, Amerika Selatan, dan Indonesia.
Di Indonesia, skabies adalah salah satu penyakit kulit tersering di puskesmas. Pada
tahun 2008, prevalensi skabies di seluruh puskesmas di Indonesia adalah 5,6 - 12,9%,
merupakan penyakit kulit terbanyak urutan ketiga. Beberapa faktor yang berpengaruh
pada prevalensi skabies antara lain keterbatasan air bersih, perilaku kebersihan yang
buruk, dan kepadatan penghuni rumah. Dengan tingginya kepadatan penghuni rumah,
interaksi dan kontak fisik erat yang akan memudahkan penularan skabies, oleh karena
itu penyakit ini banyak terdapat di asrama, panti asuhan, pondok pesantren, dan
pengungsian.
Kelainan kulit ini sering menimbulkan rasa tidak nyamanan karena lesi yang sangat
gatal. Sehingga, penderita sering menggaruk dan menyebabkan suatu infeksi sekunder
terutama yang diakibatkan oleh bakteri Group A Streptococci (GAS) serta
Staphylococcus Aureus (SA).
Penyakit skabies ini sangat mudah sekali menular dan sangat gatal terutama pada
malam hari. Predileksi dari skabies ialah biasanya pada axilla, areola mammae, sekitar
umbilikus, genital, bokong, pergelangan tangan bagian volar, sela-sela jari tangan, siku
flexor, telapak tangan dan telapak kaki.
Skabies sering terjadi pada anak balita, biasanya terdapat pada leher, kepala, telapak
tangan dan telapak kaki sering di kelirukan dengan eksima ektopik karna sifatnya yang
sangat menular, maka skabies ini popular dikalangan masyarakat padat.

Dari uraian singkat di atas, adalah menarik untuk membahas tentang skabies di
wilayah kerja Puskesmas Makmur Kabupaten Bireuen.

1
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, dapat dirumuskan pertanyaan sebagai berikut:
1. Bagaimana gambaran distribusi kunjungan pasien tiap desa di Puskesmas Makmur
pada bulan Agustus-September 2021?
2. Bagaimana gambaran distribusi pasien yang di diagnosis skabies di Puskesmas
Makmur pada bulan Agustus-September 2021 ?

Tujuan penelitian
1. Untuk mengetahui gambaran distribusi kunjungan pasien tiap desa di
Puskesmas Makmur pada bulan Juni-September.
2. Untuk mengetahui gambaran distribusi pasien yang di diagnosis skabies di
Puskesmas Makmur pada bulan Agustus-September.

Manfaat Penelitian
1. Manfaat bagi peneliti: menambah pengetahuan, pengalaman dan dapat
mengaplikasikan ilmu pengetahuan yang didapat selama bertugas di Puskesmas
Makmur .
2. Manfaat bagi institusi: hasil dari mini project ini diharapkan dapat menjadi data
dasar untuk mengetahui lebih lanjut faktor risiko dan menjadi dasar acuan
kebijakan yang berkaitan dengan penanganan skabies di Kecamatan Makmur.
3. Manfaat bagi masyarakat: menjadi sumber informasi bagi masyarakat tentang
gambaran penyakit skabies.

2
BAB 11
TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori

1. Skabies

a. Pengertian Skabies

Skabies adalah infeksi kulit yang disebabkan Sarcoptes scabiei


tungau (mite) berukuran kecil yang hidup didalam kulit penderita.
Tungau yang tersebar luas diseluruh dunia ini dapat ditularkan dari
hewan kemanusia dan sebaliknya. Tungau ini berukuran 200-450
mikron, berbentuk lonjong, bagian dorsal konveks sedangkan bagian
ventral pipih. Penyakit skabies disebut juga the itch, seven year itch,
Norwegian itch, gudikan, gudig, gatal agogo, budukan dan penyakit
ampera .1
b. Epidemiologi Skabies

Skabies merupakan penyakit epidemik pada banyak masyarakat.


Penyakit ini banyak dijumpai pada anak dan orang dewasa muda, tetapi
dapat juga mengenai semua umur. Insidensi sama pada pria dan wanita.
Insidensi skabies di negara berkembang menunjukkan siklus fluktasi
yang sampai saat ini belum dapat dijelaskan. Interval antara akhir dari
suatu epidemik dan permulaan epidemik berikutnya kurang lebih 10-15
tahun. Beberapa faktor yang dapat membantu penyebarannya adalah
kemiskinan, hygiene yang jelek, seksual promiskuitas, diagnosis yang
salah, demografi, ekologi dan derajat sensitasi individual. Insidensinya
di Indonesia masih cukup tinggi, terendah di Sulawesi Utara dan
tertinggi di Jawa Barat. Selain itu faktor penularannya bisa melalui tidur
bersama dalam satu tempat tidur, lewat pakaian, perlengkapan tidur
atau benda - benda lainnya. Seperti yang terjadi di pondok pesantren.
Sebagian besar santri mempunyai kebiasaan untuk bertukar pakaian,
alat sholat ataupun alat mandi dengan teman sehingga penyebaran
penyakit skabies menjadi sangat mudah mengingat salah satu penyebab
penularan skabies adalah hygiene yang jelek.2
c. Etiologi

Skabies (Scabies, bahasa latin = keropeng, kudis, gatal)


disebabkan oleh tungau kecil berkaki delapan (Sarcoptes scabiei) dan
didapatkan melalui kontak fisik yang erat dengan orang lain yang
menderita penyakit ini. Penularan penyakit ini seringkali terjadi saat
berpegangan tangan dalam waktu yang lama dan dapat di katakan
penyebab umum terjadinya penyebaran penyakit ini.2
d. Patogenesis

Kelainan kulit dapat disebabkan tidak hanya disebabkan oleh


tungau skabies, tetapi juga dapat disebabkan oleh penderita sendiri
akibat garukan yang mereka lakukan. Garukan tersebut dilakukan
karena adanya rasa gatal. Gatal yang terjadi disebabkan oleh sensitisasi
terhadap sekreta dan dan eksreta tungau yang memerlukan waktu kira-
kira sebulan setelah infestasi. Pada saat itu kelainan kulit menyerupai
dermatitis
5
dengan di temukannya papul, vesikel, urtika dan lain-lain, dengan
garukan dapat timbul erosi, ekskoriasi, krusta dan infeksi sekunder .1
e. Penularan Penyakit Skabies

Skabies ditularkan dari seseorang penderita pada orang lain


melalui kontak langsung yang erat, misalnya antara anggota keluarga,
antara anak-anak penghuni panti asuhan yang tidur bersama-sama di
satu tempat tidur. Penularan biasanya melalui Sarcoptes scabiei betina
yang sudah dibuahi atau kadang-kadang oleh larva.2
Anjing dan kucing penderita skabies yang hidup didalam rumah
dapat menjadi sumber penularan yang penting bagi keluarga yang
memeliharanya.2
f. Tata Laksana atau Pengobatan

Parasit dapat diberantas dengan emulsi benzoat bensiklus 25%,


gamma bensen heksakloria 1% atau monosulfiram 25%. Antibiotika
diberikan jika terjadi infeksi sekunder oleh kuman, dan antihistamin
diberikan untuk mengatasi gatal-gatal hebat yang dikeluhkan penderita .
ada bermacam-macam pengobatan antiskabies sebagai berikut:3,4
1) Benzene heksaklorida (lindane)

Obat ini membunuh kutu dan nimfa. Lindane digunakan dengan


cara menyapukan keseluruh tubuh dari leher ke bawah dan setelah
12-24 jam dicuci sampai bersih. Pengobatan ini diulang selama 3
hari.

6
Penggunaan lindane yang berlebih dapat menimbulkan efek pada
sistem saraf pusat.
2) Sulfur

Sulfur 10% dalam bentuk parafin lunak lebih efektif dan aman.
Obat ini digunakan pada malam hari selama 3 malam.
3) Benzilbenzoat (crotamiton)

Benzilbenzoal dalam bentuk lotion 25% digunakan selama 24 jam


dengan frekuensi 1 minggu sekali. Cara penggunaan dengan
disapukan ke badan dari leher kebawah. Penggunaan berlebihan
dapat menyebabkan iritasi.
4) Monosulfiran

Monosulfiran dalam bentuk lotion 25% yang sebelum digunakan


harus ditambah 2-3 bagian air dan digunakan setiap hari selama 2-3
hari.
5) Permethrin

Permethrin dalam bentuk krim 5% sebagai dosis tunggal,


digunakan selama 8-12 jam kemudian cuci sampai bersih.
g. Daur Hidup Sarcoptes scabiei

Perkawinan tungau Sarcoptes ini terjadi di permukaan kulit atau


terowongan kulit, mengikuti jalan terowongan kulit yang dibuat oleh
tungau betina. Tungau menggali dan makan epitel-epitel kulit maupun
cairan yang berasal dari sel-sel kulit yang digalinya di sepanjang
stratum corneum. Kecepatan menggali tungau ini mencapai 0,5 mm
perhari,

7
sedangkan kecepatan berjalan seekor tungau sekitar 2,5 cm permenit.
Disepanjang terowongan yang dihuni tungau terlihat seperti garis-garis
dibawah kulit, mulai beberapa mm sampai cm. Dalam siklus hidup
Sarcoptes scabiei mengalami empat tahapan stadium dimulai dari telur,
larva, nimfa dan dewasa. Tungau dewasa meletakkan telur 1-3 butir
perhari didalam terowongan kulit yang dibuatnya. Masa subur seekor
tungau betina berkisar sekitar dua bulan.
Dalam kurun waktu 3-5 hari telur akan menetas jadi larva yang
memiliki 6 buah kaki, bentuknya sudah menyerupai tungau dewasa.
Larva akan segera keluar dari terowongan kulit menuju permukaan
kulit. Pada waktu berada dipermukaan kulit banyak larva yang tidak
bertahan hidup, beberapa yang masih hidup akan masuk kembali ke
stratum corneum atau folikel rambut untuk membuat kantung-kantung
tempat larva berganti kulit.
Setelah 2-3 hari larva berubah menjadi protonimfa. Protonimfa
kemudian berganti kulit jadi deutonimfa, setelah beberapa hari nimfa
berganti kulit dan menjadi tungau dewasa. Beberapa tungau dewasa
kawin dikantung-kantung yang dibuat pada masa stadium larva atau
pindah dari permukaan kulit dan kawin ditempat tersebut. Betina yang
telah kawin dan mengandung telur segera menggali terowongan kulit
untuk meletakkan telur disana. Lamanya daur hidup dari telur hingga
dewasa sekitar 10-19 hari. Tungau betina dapat hidup satu bulan pada

8
kulit manusia, tetapi bila tidak berada dikulit maka tungau hanya
bertahan 2-4 hari (Sucipto, 2011).

Gambar 1. Siklus Hidup Sarcoptes scabiei

Gambar 2. Tungau Sarcoptes scabiei,


A. Betina tampak dorsal, B. Jantan tampak ventral.1

9
h. Gambaran dan Gejala Klinis

Tungau menyukai daerah kulit yang tipis dan memiliki banyak


lipatan seperti pada pergelangan tangan, siku, kulit diantara jari jemari
tangan, kaki, penis dan skrotum, lipatan ketiak, daerah pusar, kelamin
luar pada laki-laki dan pada wanita skabies juga dapat ditemukan
didaerah payudara dan puting, sedangkan pada anak-anak yang kulitnya
relatif masih lembut, serangan tungau ini dapat dijumpai dibagian
wajah.3
Gejala klinis akibat tungau skabies ini adalah timbulnya rasa
gatal- gatal pada kulit yang terkena, terutama pada malam hari (pruritus
noktura) sehingga mengganggu ketenangan tidur. Rasa gatal timbul
akibat dari reaksi alergi terhadap eksresi dan sekresi yang keluar dari
tubuh tungau, biasanya gejala ini muncul satu bulan setelah serangan
tungau didahului dengan munculnya bintik-bintik merah pada kulit
(rash). Diagnosis dilakukan dengan menemukan parasit tungau skabies
ini pada kulit melalui kerokan kulit. Kerokan kulit yang diperiksa
dibawah mikroskop akan menunjukkan adanya parasit Sarcoptes
scabiei yang spesifik bentuknya.4
i. Pencegahan dan Penanganan Skabies

Pencegahan skabies dengan cara mengobati penderita dengan


sempurna sebagai sumber infeksi. Selain itu selalu menjaga kebersihan
badan dengan mandi dua kali sehari dengan sabun secara teratur serta

10
menjaga kebersihan, mencuci dan merendam dalam air mendidih alas
tidur dan alas bantal yang digunakan penderita .
Menurut , sasaran perilaku hidup bersih dan sehat pada santri yang
dapat menimbulkan penyakit kulit harus memperhatikan hal-hal sebagai
berikut:4
1) Kebersihan kulit

Memelihara kebersihan kulitm harus memperhatikan kebiasaan


berikut:
a) Mandi dua kali sehari

b) Mandi pakai sabun

c) Menjaga kebersihan pakaian

d) Menjaga kebersihan lingkungan

2) Kebersihan tangan, kaki dan kuku

Kebersihan tangan berhubungan dengan penggunaan sabun dan cuci


tangan dengan menggunakan air mengalir. Pencucian tangan dengan
sabun yang benar dan disaat yang tepat merupakan peranan penting
dalam mengurangi adanya bakteri penyebab penyakit melekat pada
tangan. Sama halnya dengan kebersihan kaki dalam
membersihkannya harus menggunakan sabun sehingga kulit kaki
bersih dan bebas dari penyakit khususnya penyakit kulit.

Penanganan yang dapat dilakukan yaitu, setiap orang di dalam


keluarga atau yang tinggal bersama harus diobati pada waktu yang
bersamaan. Tiap-tiap orang/individu harus :

11
1) Membersihkan semua bagian tubuh dengan memakai sabun dan air
hangat
2) Mengolesi seluruh tubuh dengan benzilbenzoat

3) Memakai baju yang bersih serta mencuci semua pakaian dengan


bersih.
4) Setelah satu minggu ulangi pengobatan sekali lagi.

j. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Skabies.2

1) Sanitasi

Penyakit skabies berhubungan erat dengan sanitasi dan hygiene


yang buruk, saat kekurangan air dan tidak adanya sarana pembersih
tubuh, kekurangan makan dan hidup berdesak-desakan, terutama
didaerah kumuh dengan sanitasi yang jelek. Air merupakan hal
yang paling esensial bagi kesehatan, tidak hanya dalam upaya
produksi tetapi juga untuk konsumsi domestik dan pemanfaatannya
(minum, masak, mandi dan lain-lain). Sebagian penyakit yang
berkaitan dengan air bersifat menular.
2) Pengetahuan

Pengetahuan dapat diperoleh seseorang secara alami atau


diintervensi baik secara langsung maupun tidak langsung
(Budiman and Riyanto, 2014). Hasil penelitian yang dilakukan di
pondok pesantren X Mlangi Sleman dari 29 yang pernah
mengalami skabies 28 diantaranya berpengetahuan rendah .

12
3) Sikap

Sikap adalah reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang
terhadap suatu stimulus atau objek. Sikap juga merupakan kesiapan
atau ketersediaam bertindak dan juga merupakan pelaksanaan motif
tertrntu. Peranan sikap dalam kehidupan manusia sangat besar,
adanya sikap akan menyebabkan manusia bertindak secara khas
terhadap objek. Sikap mempunyai 3 komponen pokok yaitu
kepercayaan (keyakinan), kehidupan emosional dan kecenderungan
untuk bertindak.
4) Kepadatan hunian

Skabies adalah penyakit yang berhubungan dengan kepadatan


penghuni, hasil penelitian yang dilakukan di Pesantren X Jakarta
Timur yang mempunyai kepadatan hunian yang tinggi terdapat
prevalensi kejadian skabies sebesar 51,6%. Tingginya prevalensi
skabies dipesantren disebabkan padat hunian kamar tidur yang
luasnya 35 m2 diisi 30 orang dalam satu ruangan (Ratnasari and
Sungkar, 2014). Berdasarkan Kepmenkes RI No. 829 Tahun1999,
luas ruang tidur minimal 8 m2 dan tidak dianjurkan lebih dari dua
orang dalam satu ruang tidur, kecuali anak dibawah umur 5 tahun.
5) Perilaku

Skabies dikaitkan pada anak pesantren dengan alasan perilaku yang


suka/gemar bertukar, pinjam meminjam pakaian, handuk, sarung,

13
bahkan bantal, guling dan kasurnya kepada sesamanya, sehingga
penyakit mudah tertular dari satu santi ke santri yang lain.
6) Pemakaian alat mandi, pakaian dan alat sholat bergantian
Penularan melalui kontak tidak langsung seperti melalui
perlengkapan tidur, pakaian, atau handuk memegang peranan
penting. Berdasar kan hasil penelitian Handayani ( 2007),
menunjukkan 62,9% terkena skabies, dan ada hubugan yang
signifikan antara kebiasaan pemakaian sabun mandi, kebiasaan
pemakaian handuk, kebiasaan berganti pakaian, kebiasaan tidur
bersama, kebiasaan pemakaian selimut tidur dan kebiasaan mencuci
pakaian bersama dengan penderita skabies dengan kejadian
s kabies.4
7) Pendidikan

Hasil penelitian tentang prevalensi skabies dan faktor-faktor yang


berhubungan di sebuah pesantren di Jakarta Timur yang dilakukan
pada santri tsanawiyah dan aliyah adanya hubungan antara tingkat
pendidikan dengan kejadian skabies, dimana kejadian terbanyak
terjadi pada santri tsanawiyah.5,6
8) Perekonomian yang rendah

Skabies menjadi masalah utama pada daerah yang padat dengan


masalah sosial, sanitasi yang buruk, dan negara miskin. Laporan
tentang skabies sekarang jarang ditemukan diberbagai media di
Indonesia

14
(terlepas dari factor penyebabnya), namun tak dapat dipungkiri bahwa
penyakit kulit ini masih merupakan salah satu penyakit yang sangat
mengganggu aktivitas hidup dan kerja sehari-hari. Di berbagai
belahan dunia, laporan kasus skabies masih sering ditemukan pada
keadaan lingkungan yang padat penduduk, status ekonomi rendah,
tingkat pendidikan yang rendah dan kualitas higienis pribadi yang
kurang baik atau cenderung jelek .5
9) Personal hygiene

Personal hygiene yang berkaitan dengan kejadian skabies meliputi


personal hygiene kulit, tangan dan kuku, pakaian, handuk, tempat
tidur dan sprei. Hasil penelitian di Pondok Pesantren Jabal An-Nur
Al-Islami diperoleh personal hygiene yang buruk masih terdapat pada
kebersihan kulit sebesar 25,8%, kebersihan tangan dan kuku sebesar
60,2%, pakaian sebesar 33,9%, handuk sebesar 51,1% dan kebersihan
tempat tidur dan sprei 41,9% .7,8,9

15
BAB III
METODE PENELITIAN

Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan desain penelitian studi cross- sectional.

Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian ini adalah di Puskesmas Makmur.

Sumber Data
Data yang dipakai dalam penelitian ini adalah data sekunder yang didapat dari rekam
medis pasien pada bulan Agustus-September 2021.

Populasi dan Sampel

a. Populasi penelitian
Populasi penelitian ini adalah pasien yang di diagnosis skabies di Puskesmas Makmur
pada bulan Agustus-September 2020.

b. Sampel Penelitian
Seluruh populasi menjadi sampel penelitian yang memenuhi kriteria.

Kriteria Inklusi dan Eksklusi

a. Kriteria Inklusi
Pasien yang di diagnosis skabies di Puskesmas Makmur pada bulan Agustus-September
2021.

b. Kriteria Eksklusi
Pasien yang di diagnosis scabies yang rekam medisnya tidak lengkap.

16
Cara Kerja

Pengumpulan Data

Data diambil dengan melihat rekam medis pasien di Puskesmas Makmur selama bulan
Agustus-September 2021.

a.Pengolahan Data

Data dimasukkan ke dalam komputer melalui data entry yang kemudian diverifikasi.

b. Penyajian Data

Penyajian data dilakukan dalam bentuk narasi, teks dan tabel.

c. Analisa Data

Analisa data dilakukan dengan menggunakan distribusi frekuensi dan prevalensi.

d. Interpretasi Data

Data di interpretasikan secara deskriptif.

e.Pelaporan Hasil Mini Project

Hasil mini project dibuat dalam bentuk makalah laporan yang akan dipresentasikan.

17
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

KONDISI GEOGRAFIS

Kecamatan Makmur merupakan salah satu dari 17 (Tujuh Belas) Kecamatan yang
ada di Kabupaten Bireuen, terletak di sebelah Timur lebih kurang 30 Km dari kota
Bireuen, memiliki luas wilayah 9,378 Km2, dengan kondisi berbukit-bukit, terdiri dari 27
(Dua Puluh Tujuh) Desa dan 4 (Empat) Kemukiman dengan batas wilayah sebagai
berikut:
 Sebelah Utara dengan Kecamatan Gandapura
 Sebelah Selatan dengan Kecamatan Sawang
 Sebelah Barat dengan Kecamatan Gandapura dan Kecamatan Siblah Krueng
 Sebelah Timur dengan Kecamatan Gandapura dan Kecamatan Sawang

GAMBAR 4.1
PETA WILAYAH KERJA UPTD PUSKESMAS MAKMUR

UPTD Puskesmas Makmur yang beralamat di Jalan Pulo Teungoh Nomor 3 Desa Ulee Gle
18
Kecamatan Makmur Kabupaten Bireuen, email puskesmasmakmur123@gmail.com,
merupakan Puskesmas Rawat Inap dan PONED (Pelayanan Obstetri Neonatus Essensial
Dasar) untuk Persalinan Normal dengan pengawasan Dokter, adalah satu-satunya Pusat
pelayanan Kesehatan Masyarakat di Kecamatan Makmur dengan fasilitas lengkap pada
Rawat Jalan/Upaya Kesehatan Perorangan, yaitu Poli Umum, Poli Kesehatan Ibu dan Anak
(KIA), Poli Manajemen Terpadu Balita Sehat (MTBS), Poli Keluarga Berencana (KB),
Poli Gigi, Poli Imunisasi, Poli Jiwa, Poli Fisioterapi, Apotik, Laboratorium, Poli
Tuberculosis Paru (TBC) dan TB-Kusta, serta Pelayanan Haji. Selain itu juga terdapat Unit
Gawat Darurat (UGD) yang melayani 24 jam.
Sedangkan untuk pelayanan luar gedung/Upaya Kesehatan Masyarakat terdapat
Program Essencial dan Pengembangan. Program Essencial yaitu Program Promosi
Kesehatan (Promkes), Program Kesehatan Lingkungan (Kesling) / Sanitasi Total Berbasis
Masyarakat (STBM), Program Kesehatan Ibu dan Anak (KIA)/Keluarga Berencana (KB),
Program Gizi, dan Program Pencegahan Penyakit (P2P).
Sedangkan yang termasuk dalam Program Pengembangan adalah Program Usaha
Kesehatan Sekolah (UKS) dan Program Kesehatan Perduli Remaja (PKPR), Program
Kesehatan Kerja (Kesker) dan Program Kesehatan Olah Raga (Kesor), Program Pos
Binaan Terpadu (Posbindu), Program Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak (KTP/A),
Program Kesehatan Jiwa, Program Herbal Alami Tradisional (HATTRA), Program Haji
dan Program Fisioterapi.
Program-program tersebut melaksanakan pelayanan kepada masyarakat di desa sesuai
jadwal pada Plan Of Action (POA) masing-masing.
Selain pelayanan UKP dan UKM juga terdapat pelayanan Administrasi dan
Manajemen (Admen), yang mengelola manajemen Puskesmas untuk kelancaran pelayanan
Kesehatan di UPTD Puskesmas Makmur secara keseluruhan.

19
DATA DEMOGRAFI

Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki kewenangan untuk mengatur
dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal usul dan adat istiadat
setempat yang diakui dalam sistem Pemerintahan Nasional dan berada di bawah
Kabupaten.
Adapun jumlah desa/gampong di wilayah kerja UPTD Puskesmas Makmur adalah 27
Desa, terdiri dari 20 desa katagori jarak dekat dan 7 (tujuh) desa jarak jauh dengan UPTD
Puskesmas Makmur, dengan jarak terjauh desa Ara Lipeh sekitar 10 km dari UPTD
Puskesmas Makmur.
Berikut nama-nama desa di wilayah kerja UPTD Puskesmas Makmur sesuai Kemukiman
Kemukiman Suka Makmur :
1. Paya Dua
2. Leubu Mee
3. Leubu Cot
4. Leubu Mesjid
5. Kuta Barat
6. Trienggadeng
Kemukiman Suka Maju :
1. Cot Kruet
2. Blang Kuthang
3. Buket Seulamat
4. Lapehan Mesjid
5. Panteu Breuh
6. Ulee Gle
7. Pulo Teungoh
8. Mon Ara
Kemukiman Suka Jaya :
1. Pandak
2. Seuneubok Baro
3. Blang Dalam
4. Alue Dua
5. Batee Dabai
20
Kemukiman Suka Damai :
1. Blang Mane
2. Meureubo
3. Blang Perlak
4. Panton Mesjid
5. Suka Ramee
6. Matang Kumbang
7. Tanjong Mulia
8. Ara Lipeh

Berdasarkan data kependudukan tahun 2018 jumlah penduduk di wilayah kerja UPTD
Puskesmas Makmur adalah 15.713 jiwa, sedangkan untuk jumlah penduduk yang
berdasarkan jenis kelamin yaitu laki- laki sebanyak 7.612 jiwa, dan jenis kelamin
Perempuan sebanyak 7.784 jiwa, dengan kepadatan penduduk rata-rata 168 per km2.
Rasio Beban Tanggungan adalah perbandingan antara banyaknya orang yang belum
produktif (usia kurang dari 15 tahun) dan tidak produktif lagi (usia 65 tahun ke atas) dengan
banyaknya orang yang termasuk usia produktif (15-64 tahun).
Saat ini rasio beban tanggungan penduduk Kecamatan Makmur adalah 48%, dengan
kata lain setiap 100 orang usia produktif, selain menanggung dirinya sendiri juga harus
menanggung 48 orang usia non produktif.

21
Table.4.1 Jumlah penduduk desa Makmur
Jujshg
N
DESA Jumlah penduduk
O

1 2
1 Paya Dua 301
2 Leubu Me 381
3 Leubu Cot 571
4 Leubu Mesjid 906
5 Kuta Barat 701
6 Tringgadeng 630
7 Cot Kruet 835
8 Buket seulamat 239
9 Blang Kuthang 575
10 Lapehan Mesjid 996
11 Pante Breuh 218
12 Ule Gle 981
13 Pulo Teungoh 250
14 Mon Ara 398
15 Pandak 345
16 Snb. Baro 342
17 Blang Dalam 341

18 Alue Dua 850


19 Batee Dabai 634
20 Blang Mane 600
21 Meureubo 395
22 Blang Perlak 837
23 Panton Mesjid 593
24 Sukarame 577
25 Mtg. Kumbang 873
26 Tanjong Mulia 811
27 Ara Lipeh 404
Jumlah 15,954

22
Hasil Penelitian

Setelah penelitian dilakukan, selama bulan Agustus-September 2021


didapatkan 38 orang pasien yang telah didiagnosa menderita skabies oleh dokter
di Puskesmas Makmur. Data yang telah dikumpulkan, diolah dan dianalisa
berdasarkan laporan hasil medical record Puskesmas Makmur Tahun 2021 yaitu
sebagai berikut :

Tabel 4.2. Distribusi Pasien Skabies Berdasarkan Desa di Puskesmas Makmur


Pada Bulan Agustus-September 2021.

NO Desa Agust Septembe jum Presentase (%)


us r lah
1 Paya Dua 0 0 0 0

2 Leubu Mee 0 0 0 0

3 Leubu Cot 3 2 5 13,15%

4 Leubu Mesjid 2 0 2 5,2%

5 Kuta Barat 0 0 0 0

6 Trienggadeng 0 0 0 0

7 Cot Kruet 1 2 3 7,8%

8 Blang Kuthang 1 2 3 7,8%

9 Buket Seulamat 0 0 0 0

10 Lapehan Mesjid 1 2 3 7,8


23
11 Panteu Breuh 0 0 0 0

12 Ulee Gle 0 0 0 0

13 Pulo Teungoh 0 0 0 0

14 Mon Ara 0 0 0 0

15 Pandak 1 0 1 2,6%

16 Seuneubok Baro 2 10 12 31,5%

17 Blang Dalam 0 0 0 0

18 Alue Dua 0 0 0 0

19 Batee Dabai 2 0 2 5,8%

20 Blang Mane 0 0 0 0

24
21 Meureubo 0 0 0 0

22 Blang Perlak 0 0 0 0

23 Panton Mesjid 0 0 0 0

24 Suka Ramee 0 0 0 0

25 Matang Kumbang 0 4 4 10,5%

26 Tanjong Mulia 0 0 0 0

27 Ara Lipeh 0 2 2 5,2%

Sumber: PKM 2021

25
BAB V

PEMBAHASAN, KESIMPULAN DAN SARAN

Pemabahasan

Pada desa Leubu Cot didapatkan sebanyak 5 kasus pada bulan Agustus dan
September dengan persentase 13,5%, pada desa Leubu Mesjid didapatkan 2 kasus
dengan persentase 5,2%, pada desa Cot Krut & Lapehan Mesjid didapatkan 3 kasus
dengan persentase 7,8 , pada desa pandak didapatkan 1 kasus dengan persentase 2,6%,
pada desa Seunubok Baro terdapat 12 kasus dengan persentase 31,5%, pada desa Batee
Dabai terdapat 2 kasus dengan persentase 5,8%, pada desa Matang Kumbang didapatkan
4 kasus dengan persentase 10,5%, dan pada desa Ara Lipeh terdapat 2 kasus dengan
persentase 5,2%.

Kesimpulan

Dari hasil penelitian ini didapatkan bahwa distribusi penderita scabies di tiap
desa di Puskesmas Makmur Periode Agustus-September tahun 2021 menunjukkan
prevalensi tertinggi terdapat di desa Seuneubok Baro dengan 12 kasus (31,5%).

Saran

1. Bagi Penderita

Untuk dapat meningkatkan personal hygine dan kebersihan lingkungan, serta datang ke
puskesmas untuk mendapatkan pengobatan.
2. Bagi Puskesmas

Untuk dapat lebih sering melakukan penyuluhan tentang skabies, mengenai cara penularan,
pencegahan dan pengobatannya.

26
KETERBATASAN PENELITIAN

Penelitian ini hannya berdasarkan desa / tempat tinggal, peneliti tidak


mengktegorikan berdasarkan kelompok usia sehingga tidak mengetahui salah satu
faktor resiko yang menyebabkan scabies tersebut, diharapkan bagi peneliti selanjutnya
untuk meneliti lebih lanjut mengenai kelompok umur sehingga dapat diketahui
kelompok yang beresiko.

Penelitian ini juga tidak mengkaji lebih lebih lanjut tentang penyebab pasti dari
scabies didesa/tempat tinggal tersebut, sehingga tidak mengetahui bagaimana cara
penularannya, diharapkan peneliti selanjutnya dapat mencari tau penyebab dan tata
cara penularannya agar dapat mengurangi kasus scabies pada setiap desa.

27
DAFTAR PUSTAKA

1. Sungkar S. Skabies: Etiologi, patogenesis, pengobatan, pemberantasan, dan


pencegahan. Jakarta: Badan Penerbit FKUI; 2016

2. Chosidow, 2006, Skabies. New England J Med; 345: p. 1718-1723.

3. Steer AC, Jenney AWJ, Kado J, Batzloff MR, Vincent SL, Waqatakirewa L,
et al. High burden of impetigo and scabies in a tropical country. PLoS Negl Trop
Dis. 2009;3:467

4. Shelley FW, Currie BJ. Problems in diagnosing scabies, a global disease in


human and animal populations. CMR. 2007;268-79.

5. Hengge UR, Currie BJ, Jäger G, Lupi O, Schwartz RA. Scabies: A ubiquitous
neglected skin disease. Lancet Infect Dis. 2006;6:769-79.

6. Baker F. Scabies management. Paediatr Child Health. 2010;6:775-7.

7. Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin. 7th Ed. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia; 2015. p. 137-40.

8. Hardy M, Engelman D, Steer A. Scabies: A clinical update. Australian Family


Physician; Melbourne 46, no. 5. 2017; 264–68.

9. Burkhart CN, Burkhart CG. Scabies. In: Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest
BA, Paller AS, Leffell DJ, Wolff K, eds. Fitzpatrick’s dermatology in general
medicine. 8th ed. New York: The McGraw-Hill Co; 2012. p. 2569–72.

28

Anda mungkin juga menyukai