Anda di halaman 1dari 73

RENDAHNYA CAKUPAN IMUNISASI Hb0

DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS TANJUNG PAKU TAHUN 2019

Disusun Oleh:
Reza Afriyan Indra 1610070100147
Putri Rahmadini 1610070100013
Pepis Darsipa 1610070100065
Maulina Triqustia 1610070100039

Pembimbing:
dr. Venny Novi Yersi

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BAITURRAHMAH
BAGIAN PUBLIC HEALTH RSUD SOLOK
2021
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING LAPANGAN

RENDAHNYA CAKUPAN IMUNISASI Hb0


DIWILAYAH KERJA PUSKESMAS TANJUNG PAKU TAHUN 2019

Solok, 5 Maret 2021


Telah disetujui oleh,

PEMBIMBING LAPANGAN

dr. Venny Novi Yersi


KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis haturkan kehadirat Allah SWT atas berkat dan rahmat-
Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Rendahnya
Cakupan Imunisasi Hb0 di Wilayah Kerja Puskesmas Tanjung Paku Tahun 2019”

Penulisan makalah ini diajukan dalam rangka memenuhi salah satu


persyaratan tugas akhir Keterampilan Klinik Senior pada stase Kesehatan
Masyarakat I. Dalam penyusunan dan penulisan makalah ini tidak terlepas dari
bantuan, bimbingan serta dukungan dari berbagai pihak. Penulis menyampaikan
terimakasih kepada dr.Venny Novi Yersi yang telah memimbing dalam
penyelesaian makalah ini.

Dalam penulisan makalah ini, tentunya masih terdapat kekurangan dalam


penulisannya karena keterbatasan pengalaman dan pengetahuan yang dimiliki
oleh penulis. Oleh karena itu, penulis berharap agar dapat diberikan masukan yang
dapat membangun kesempurnaan penulisan ini.

Solok, 5 Maret 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...................................................................................... i
DAFTAR ISI.................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang........................................................................................ 1
1.2 Tujuan..................................................................................................... 1
1.2.2 Tujuan Khusus........................................................................................ 2
1.3 Manfaat................................................................................................... 2
1.3.1 Manfaat Teoritis...................................................................................... 2
1.3.2 Manfaat Praktis....................................................................................... 2
1.3.3 Manfaat Bagi Masyarakat....................................................................... 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Puskesmas............................................................................................... 4
2.2 Manajemen Puskesmas........................................................................... 7
2.2.2 Pengorganisasian.................................................................................... 8
2.2.3 Penggerakan dan Pelaksanaan................................................................ 10
2.2.4 Pengawasan dan pengendalia................................................................. 10
2.3 Hepatitis.................................................................................................. 11
2.3.1 Definisi................................................................................................... 11
2.3.2 Epidemilogi............................................................................................. 11
2.3.3 Patogenesis............................................................................................. 12
BAB III HASIL KEGIATAN
3.1 Profil Puskesmas Tanjung Paku............................................................. 24
3.1.1 Peta Wilayah........................................................................................... 24
3.1.2 Kondisi Geografis................................................................................... 24
3.1.3 Kondisi Demografis dan Kependudukan................................................ 24
3.1.4 Sosial Budaya......................................................................................... 25
3.1.5 Sumber Daya Kesehatan......................................................................... 25

ii
3.1.6 Visi, Misi, Motto dan Janji Pelayanan.................................................... 28
3.2 Gambaran Umum Program-program Kesehatan Masyarakat................. 29
3.2.1 Upaya Kesehatan Wajib......................................................................... 29
3.2.2 Program Pengembangan......................................................................... 32
3.3 Fokus Kajian Program Pelayanan Kesehatan Masyarakat Di Puskesmas
Tanjung Paku.................................................................................................... 33
3.3.1 Kegiatan Program dan Pelayanan........................................................... 33
3.3.2 Indikator Dan Pencapaian Kegiatan Upaya Kesehatan Masyarakat Tahun
2019.................................................................................................................. 40
3.4 Hasil Kegiatan Puskesmas...................................................................... 46
3.6 Penetapan Prioritas Masalah................................................................... 47
3.7 Penilaian Prioritas Masalah Di Puskesmas Tanjung Paku..................... 48
3.8 Analisa Sebab Akibat Masalah............................................................... 57
3.9 Plan of Action......................................................................................... 58
BAB IV PENUTUP
4.1 Kesimpulan............................................................................................. 62
4.2 Saran....................................................................................................... 62
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................... 63

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Jumlah kasus penyakit menular di Indonesia masih dalam kategori


tinggi.Penyakit menular merupakan penyakit yang ditularkan melalui berbagai
media. Penyakit jenis ini merupakan masalah kesehatan yang besar hampir
di semua negara berkembang karena angka kesakitan dan kematiannya yang
relatif tinggi dalam waktu yang relatif singkat .Salah satu diantara
banyaknya penyakit menular yang perlu ditangani adalah penyakit
hepatitis .Hepatitis adalah peradangan atau infeksi pada sel-sel hati. Penyebab
hepatitis yang paling sering adalah virus yang dapat menyebabkan
pembengkakan dan pelunakan hati.

Hepatitis B merupakan suatu penyakit yang berbahaya, karena


seseorang yang menderita penyakit ini lebih banyak tidak menunjukkan
gejala yang khas, sehingga penderita akan mengalami keterlambatan diagnosis
.Hepatitis adalah suatu proses peradangan difus pada jaringan yang dapat
disebabkan oleh infeksi virus dan oleh reaksi toksik terhadap obat-obatan
serta bahan-bahan kimia.3.Penyakitini menyerang semua umur, gender dan
ras di seluruh dunia.Hepatitis B dapat menyerang dengan atau tanpa gejala
hepatitis. Sekitar 5% penduduk dunia mengidap hepatitis B tanpa gejala. Peyakit
infeksi yang disebabkan oleh virus hepatitis B merupakan masalah kesehatan
dunia karena dapat mengakibatkan penyakit hati serius mulai dari hepatitis
vulminan sampai karsinoma hepatoselular.

Namun demikian, hepatitis B dapat dicegah dengan memberikan


imunisasi.Imunisasi hepatitis B diberikan sedini mungkin setelah
lahir.Pemberian imunisasi hepatitis B pada bayi baru lahir harus berdasarkan
apakah ibu mengandung virus hepatitis B aktif atau tidak pada saat
melahirkan.Ulangan imunisasi hepatitis B dapat dipertimbangkan pada umur
10-12 tahun. Apabila anak sampai usia 5 tahun belum mendapatkan imunisasi

1
hepatitis B maka diberikan secepatnya.Indonesia merupakan negara dengan
endemis tinggi Hepatitis B, terbesar kedua di Negara SEAR (South East
Asian Region)setelah Myanmar.Sekitar 240 juta orang diantaranya menjadi
pengidap hepatitis kronik, sedangkan untuk penderita hepatitis C diperkirakan
sebesar 170 juta orang. Sebanyak 1,5 juta penduduk di dunia meninggal
karena penyakit Hepatitis. Infeksi kronik virus hepatitis B (HBV) merupakan
masalah yang serius karena penyebarannya di seluruh dunia dan
kemungkinan terjadinya gejala sisa, khususnya di wilayah Asia Pasifik yang
prevalensinya tinggi .

Berdasarkan laporan WHO (World Health Organitation) tahun 2013


terdapat 2 milyar penduduk di dunia menderita penyakit hepaitis, 240 juta orang
menderita hepatitis B kronik dan 1,46 juta diantara mengalami kematian,
kematian penyakit ini sebanding dengan kematian HIV yaitu 1,3 juta
kematian, TBC 1,2 juta kematian dan malaria 0,5 juta kematian. Namun, penyakit
hepatitis belum mendapatkan perhatian serius seperti ketiga penyakit tersebut
(11).DataPerhimpunan Peneliti Hati Indonesia (PPHI) pada Konsensus Nasional
Penatalaksanaan Hepatitis B di Indonesia, angka prevalensi Hepatitis B
di Indonesia mencapai 4,0-20,3% .

Himbauan dari WHO bahwa sejak tahun 1997, semua negara yang
berpotensi sebagai endemis virus Hepatitis memasukan imunisasi hepatitis B
dalam imunisasi rutin. Seiring berjalannya waktu, sejak tahun 2002, pemerintah
mencanangkan program pemberian Imunisasi HB.0 pada bayi baru lahir 0-7 hari
yang diberikan langsung pada tempat pelayanan ibu bersalin dengan
menggunakan vaksin Hepatitis Uni-ject oleh petugas yang melakukan kunjungan
rumah (KNI). Setelah bayi diberi imunisasi Hb0 maka akan dilanjutkan dengan
pemberian imunisasi lainya sesuai jadwal imunisasi ditempat pelayanan
kesehatan.

Indonesia adalah Negara endemis tinggi hepatitis B dengan prevalensi


HBsAg positif dipopulasi antara 7-10%. Pada ibu hamil mengidap hepatitis /
carier sebanyak 3-8% dan 45,9% bayi tertular saat lahir dari ibu pengidap hepatitis
B. Pada kondisi seperti ini, transmisi vertical dari ibu ke bayi memegang peranan

2
penting. Dilain pihak terdapat perbedaan natural history antara infeksi hepatitis B
yang terjadi pada awal kehidupan dengan infeksi hepatitis B yang terjadi pada
masa dewasa. Infeksi yang terjadi sejak awal kehidupan atau bahkan sejak dalam
kandunagan, membawa resiko kronisitas sebesar 80-90%. Infeksi pada masa
dewasa yang disebabkan oleh transmisi horizontal, mempunyai resiko kronisitas
hanya sebesar 5%.

Berdasarkan data Kemenkes tahun 2013, secara Nasional terdapat


2.981.075 (1,2%) penduduk di Indonesia mengidap penyakit Hepatitis, kondisi
ini meningkat 2 kali lipat lebih tinggi dibandingkan tahun 2007. Untuk penderita
hepatitis B sendiri mencapai 649.875 (21,8%) dari keseluruhan penderita
hepatitis. Sementara itu, sumatera utara termasuk salah satu provinsi dari 13
provinsi yang memiliki angka kejadian hepatitis B yang cukup tinggi. Di
provinsi sumatera utara sendiri angka kejadian hepatitis mencapai 41.735
penderita .

Berdasarkan imunopatogenesis hepatitis B, infeksi kronik pada anak


umumnya bersifat asimptomatik. Disatu pihak, yang bersangkutan tidak
menyadari dirinya sakit, dilain pihak, individu tersebut potensial sebagai sumber
penularan. Dalam rangka memotong ransmisi infeksi hepatitis B maka kunci
utama adalah imunisasi hepatitis B segera setelah lahir, secara universal, terhadap
semua bayi baru lahir di Indonesia. Pencegahan penularan hepatitis B dari ibu ke
bayi dilakukan dengan vaksinasi Hb0 segera setelah bayi lahir kurang dari 24 jam.
Sementara itu pada bayi lahir dari ibu hepatitis B, segera diberikan Imunoglobulin
Hepatitis B kurang dari 24 jam.

Program imunisasi Hb0 dengan vaksin hepatitis B uniject ini telah


dilaksanakan sejak tahun 2002 tapi pada pelaksanaannya masih banyak
mengalami kendala sehingga hasil cakupan yang diperoleh masih rendah. Oleh
karena itu, penulis tertarik untuk membahas mengenai Rendahnya Cakupan
Imunisasi Hb0 di Puskesmas Tanjung Paku Tahun 2019.

3
1.2 TUJUAN

1.2.1 Tujuan Umum

1. Melengkapi syarat kepaniteraan klinik senior (KKS) di Puskesmas Tanjung


Paku

2. Melengkapai syarat stase public health

3. Meningkatkan derajat kesehatan masyarakat terutama bayi

4. Mengetahui Rendahnya Cakupan Imunisasi Hb0 di Wilayah Kerja Puskesmas


Tanjung Paku Tahun 2019

1.2.2 Tujuan Khusus

1. Mengetahui tentang Hepatitis B

2. Mengetahui tentang imunisasi Hb0

1.3 MANFAAT

1.3.1 Manfaat Teoritis

Menambah ilmu dan wawasan pengetahuan di bidang kesehatan menenai


Hepatitis B dan pencegahannya dengan vaksin.

1.3.2 Manfaat Praktis

Sebagai sumber informasi untuk melakukan tindakan promotif, preventif, kuratif,


dan rehabilitativ terhadap hepatitis B.

1.3.3 Manfaat Bagi Masyarakat

Meningkatkan pemahaman masyarakat mengenai penyakit hepatitis B dan


imunisasi Hb0

4
1.4 RUANG LINGKUP

Ruang lingkup dalam pembahasan masalah ini mengenai penyakit hepatitis B dan
rendahnya cakupan imunisasi Hb0 di wilayah kerja Puskesmas Tanjung Paku.

5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 PUSKESMAS

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan No.43 Tahun 2019, Puskesmas


merupakan unit pelaksana teknis dinas kesehatan kabupaten/kota, sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan. Puskesmas adalah fasilitas pelayanan
kesehatan yang menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat dan upaya
kesehatan perorangan tingkat pertama, dengan lebih mengutamakan upaya
promotif dan preventif, untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat yang
setinggi-tingginya di wilayah kerjanya.

Puskesmas merupakan organisasi struktural dan sebagai unit pelaksana


teknis dinas, aspek fungsional bidang pelayanan kesehatan masyarakat yang
merupakan unit pelaksana pelayanan kesehatan masyarakat tingkat 1 yang dibina
oleh DKK, bertanggungjawab untuk melaksanakan identifikasi kondisi masalah
kesehatan masyarakat dan lingkungan serta fasilitas pelayanan kesehatan meliputi
cakupan, mutu pelayanan, identifikasi mutu sumber daya manusia dan
provider,serta menetapkan kegiatan untuk menyelesaikan masalah.

Puskesmas mempunyai tugas melaksanakan kebijakan kesehatan untuk


mencapai tujuan pembangunan kesehatan di wilayah kerjanya dalam rangka
mendukung terwujudnya kecamatan sehat.Dalam melaksanan tugas tersebut,
puskesmas menyelenggarakan fungsinya yaitu penyelenggaraan Upaya Kesehatan
Masyarakat (UKM) dan Upaya Kesehatan Perorangan (UKP) tingakat pertama di
wilayah kerjanya.

Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM) adalah setiap kegiatan untuk


memelihara dan meningkatkan kesehatan serta mencegah dan menanggulangi
timbulnya masalah kesehatan dengan sasaran keluarga, kelompok dan
masyarakat.Upaya Kesehatan Masyarakat tingkat pertama meliputi upaya
kesehatan masyarakat esensial dan upaya kesehatan masyarakat
pengembangan.UKM esensial upaya kesehatan ini merupakan upaya kesehatan

6
wajib yang upaya berdasarkan komitmen nasional, regional dan global serta punya
daya ungkit tinggi untuk peningkatan derajat kesehatan masyarakat serta wajib
diselenggarakan puskesmas di wilayah Indonesia. UKM essensial meliputi
pelayanan promosi kesehatan, pelayanan kesehatan lingkungan, pelayanan
kesehatan ibu,anak, dan keluarga berencana, pelayanan gizi dan pelayanan
pencegahan dan pengendalian penyakit. Upaya Kesehatan Perorangan (UKP)
adalah suatu kegiatan atau serangkaian kegiatan pelayanan kesehatan yang
ditujukan untuk peningkatan, pencegahan, penyembuhan penyakit, pengurangan
penderita akibat penyakit dan memulihkan kesehatan perorangan.Upaya kesehatan
pengembangan merupakan yang ditetapkan berdasarkan permasalahan kesehatan
yang ditemukan di masyarakat serta yang disesuaikan dengan kemampuan
Puskesmas.

Pembangunan kesehatan yang diselenggarakan di Puskesmas bertujuan untuk


mewujudkan masyarakat yang:

1. Memiliki perilaku sehat yang meliputi kesadaran, kemauan, dan


kemampuan hidup sehat.

2. Mampu menjangkau pelayanan kesehatan bermutu.

3. Hidup dalam lingkungan sehat.

4. Memiliki derajat kesehatan yang optimal, baik individu, keluarga,


kelompok dan masyarakat.

Puskesmas mempunyai tugas melaksanakan kebijakan kesehatan untuk mencapai


tujuan pembangunan kesehatan di wilayah kerjanya dalam rangka mendukung
terwujudnya kecamatan sehat. Dalam melaksanakan tugas puskesmas
menyelenggarakan fungsi:

1. Penyelenggaraan UKM tingkat pertama di wilayah kerjanya

Dalam menyelenggarakan fungsi ini, puskesmas berwenang untuk:

a. Melaksanakan perencanaan berdasarkan analisis masalah kesehatan


masyarakat dan analisis kebutuhan pelayanan yang diperlukan.

7
b. Melaksanakan advokasi dan sosialisasi kebijakan kesehatan.

c. Melaksanakan Komunikasi, informasi, edukasi dan pemberdayaan


masyarakat dalam bidang kesehatan.

d. Menggerakkan masyarakat untuk mengidentifikasi dan menyelesaikan


masalah kesehatan pada setiap tingkat perkembangan masyarakat yang
bekerjasama dengan sektor lain terkait.

e. Melaksanakan pembinaan teknis terhadap jaringan pelayanan dan upaya


kesehatan berbasis masyarakat

f. Melaksanakan peningkatan kompetensi sumber daya manusia puskesmas

g. Memantau pelaksanaan pembangunan agar berwawasan kesehatan.

h. Melaksanakan pencatatan, pelaporan, dan evaluasi terhadap akses, mutu, dan


cakupan pelayanan kesehatan.

i. Memberikan rekomendasi terkait masalah kesehatan masyarakat, termasuk


dukungan terhadap sistem kewaspadaan dini dan respon penanggualangan
penyakit.

2. Penyelenggaraan UKP tingkat pertama di wilayah kerjanya

Dalam menyelenggarakan fungsi ini, puskesmas berwenang untuk:

a. Menyelnggarakan pelayanan kesehatan dasar secara komprehensif,


berkesinambungan dan bermutu.

b. Menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang mengutamakan upaya promotif


dan preventif.

c. Menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang berorientasi pada individu,


keluarga, kelompok dan masyarakat.

d. Menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang mengutamakan keamanan


dankeselamatan pasien, petugas dan pengunjung.

8
e. Menyelenggarakan pelayanan kesehatan dengan prinsip koordinatif dan kerja
sama inter dan antar profesi,

f. Melaksanakan rekam medis.

g. Melaksanakan pencatatan, pelaporan,dan evaluasi terhadap mutu dan akses


pelayanan kesehatan.

h. Melaksanakan peningkat kompetensi tenaga kesehatan.

i. Mengkoordinasikan dan melaksanakan pembinaan fasilitas pelayanan


kesehatan tingkat pertama di wilayah kerjanya.

j. Melaksanakan penapisan rujukan sesuai dengan indikasi medis dan sistem


rujukan.

2.2 MANAJEMEN PUSKESMAS

Manajemen Puskesmas adalah rangkaian kegiatan yang bekerja secara


sistematik untuk menghasilkan luaran Puskesmas yang efektif dan efisien.
Rangkaian kegiatan sistematis yang dilaksanakan oleh Puskesmas akan
membentuk fungsi-fungsi manajeman.

Manajemen juga merupakan ilmu atau seni tentang bagaimana


menggunakan sumber daya secara efisien, efektif dan rasional untuk mencapai
tujuan organisasi yang telah ditetapkan sebelumnya.Dalam hal ini manajemen
mengandung tiga prinsip pokok yang menjadi ciri utama penerapannya yaitu
efisien dalam pemanfaatan sumber daya, efektif dalam memilih alternatif kegiatan
untuk mencapai tujuan organisasi, dan rasional dalam pengambilan keputusan
manajerial.

2.2.1 Perencanaan

2.2.1.1 Pengertian

Perencanaan adalah suatu proses memulai dengan sasaran-sasaran, batasan


strategi, kebiijakan, dan rencana detail untuk mencapainya, mencapai organisasi
untuk menerapkan keputusan, dan termasuk tinjauan kinerja dan umpan balik

9
terhadap pengenalan siklus perencanaan baru (Steiner). Perencanaan merupakan
fungsi terpenting dalam manajemen karena fungsi ini akan menetukan fungsi-
fungsi manajemen lainnya. Perencanaan manajerial akan memberikan pola
pandang secara menyeluruh terhadap semua pekerjaan yang dijalankan, siapa
yang akan melakukan dan kapan akan dilakukan. Perencanaan merupakan
tuntutan terhadap proses pencapaian terhadap tujuan secra efektif dan efisien.

2.2.1.2 Langkah-langkah perencanaan

Dalam perencanaan, terdapat beberapa langkah-langkah perencanaan yaitu


sebagai berikut:

a. Analisa situasi

b. Mengidentifikasi masalah prioritas

c. Menentukan tujuan program

d. Mengkaji hambatan dan kelemahan program

e. Menyusun Rencana Kerja Operasional (RKO)

2.2.2 Pengorganisasian

2.2.2.1 Pengertian

Pengorganisasian merupakan salah satu fungsi manajemen yang juga


mempunyai peranan penting, melalui fungsi pengorganisasian seluruh sumber
daya yang dimiliki oleh organisasi (manusia dan yang bukan manusia) akan diatur
pengguanaannya secara efektif dan efisien untuk mencapai tujuan organisasi yang
ditetapkan.

Pengorganisasian adalah langkah untuk menetapkan, menggolong-


golongkan dan mengatur berbagai macam kegiatan menetapkan tugas-tugas pokok
dan wewenang dan pendelegasian wewenang oleh pimpinan staf dalam mencapai
tujuan organisasi.

10
2.2.2.2 Manfaat Pengorganisasian

Dengan mengembangkan fungsi pengorganisasian seorang manajer akan


mengetahui:

a. Pembagian tugas untuk perorangan dan kelompok

b. Hubungan organisasi antar manusia yang akan terjadi antar anggota atau staf
organisasi

c. Pendelegasian wewenang

d. Pemanfaatan staf dan fasilitas fisik yang dimiliki organisasi

2.2.2.3 Langkah-langkah pengorganisasian

Ada lima langkah pentng dalam pengorganisasian yaitu sebagai berikut:

a. Tujuan organisasi harus dipahami oleh staf

b. Membagi pekerjaan dalam bentuk kegiatan-kegiatan pokok untuk mencapai


tujuan

c. Menggolongkan kegiatan pokok kedalam satuan kegiatan yang praktis

d. Menetapkan kewajiban yang dilaksanakan oleh staf dan menyediakan fasilitas


pendukung yang diperlukan untuk melaksanakan tugasnya

e. Mendelegasikan wewenang

2.2.3 Penggerakan dan Pelaksanaan

2.2.3.1 Pengertian

Fungsi manajemen ini merupakan fungsi penggerak semua kegiatan


program (ditetapkan pada fungsi pengorganisasian) untuk mencapai tujuan
program (yang dirumuskan dalam fungsi perencanaan).Fungsi manajemen ini
lebih menekankan bagaimana manajer mengarahkan dan menggerakkan semua
sumber daya (manusia dan yang bukan manusia) untuk mencapai tujuan yang
telah disepakati.

11
2.2.3.2 Tujuan dan Fungsi Pelaksanaan

Tujuan dan fungsi pelaksanaan yaitu:

a. Menciptakan kerja sama yang lebih efisien

b. Mengembangkan pengetahuan dan keterampilan staf

c. Menumbuhkan rasa memiliki dan menyukai pekerjaan

d. Mengusahakan suasana lingkungan kerja yang meningkatkan motivasi


dan prestasi kerja staf

e. Memuat organisasi berkembang secara dinamis

2.2.4 Pengawasan dan pengendalian

2.2.4.1 Prinsip Pengawasan

Fungsi pengawasan dan pengendalian merupakan fungsi yang terakhir dari


proses manajemen. Fungsi ini mempunyai kaitan erat dengan ketiga fungsi
perencanaan.Melalui fungsi pengawasan dan pengendalian, standar keberhasilan
program yang dituangkan dalam bentuk target, prosedur kerja dan sebagainya
harus selalu dibandingkan dengan hasil yang dicapai atau yang mampu dikerjakan
oleh staf.Jika ada kesenjangan dan penyimngan yang terjadi harus segera
diatasi.Penyimpangan ini harus dapat dideteksi secara dini dicegah, dikendalikan
atau dikurangi oleh pimpinan.Fungsi pengawasan dan pengendalian bertujuan
agar penggunaan sumber daya dapat lebih diefesiensikan dan tugas-tugas staf
untuk mencapai tujuan program dapat lebih diefektif.

2.2.4.2 Standar Pengawasan

Standar pengawasan mencakup :

a. Standar norma. Standar ini dibuat berdasarkan pengalaman staf


melaksanakan kegiatan program yang sejenis atau yang dilaksanakan
dalam situasi yang sama di masa lalu.

12
b. Standar kriteria. Standar ini diterapkan untuk kegiatan pelayanan oleh
petugas yang sudah mendapat pelatihan. Satandar ini berkaitan dengan
tingkat profesionalisme staf.

2.2.4.3 Manfaat Pengawasan

Fungsi pengawasan dan pengendalian dilaksanakan dengan tepat,


organisasi yang akan memperoleh manfaatnya, yaitu :

a. Dapat mempengaruhi sejauh mana kegiatan program sudah


dilaksanakan oleh staf, apakah sesuai dengan standar atau rencana
kerja, apakah sumberdayanya sudah digunakan seusai dengan yang
sudah ditetapkan. Dalam hal ini,fungsi pengawasan dan pengendalian
bermanfaat untuk meningkatkan efesiensi kegiatan program

b. Dapat mengetahui adanya penyimpangan pada pemahaman staf


melaksanakan tugas-tugasnya.

c. Dapat mengetahui apakah waktu dan sumber daya lainnya mencukupi


kebutuhan dan telah dimanfaatkan secara efisien

d. Dapat mengetahui sebab-sebab terjadinya penyimpangan

e. Dapat mengetahui staf yang perlu diberikan penghargaan,


dipromosikan atau diberikan pelatihan lanjutan

2.2.4.4 Evaluasi

Fungsi pengawasan perlu dibedakan dengan evaluasi yang juga sering


dilakukan untuk mengetahui kemajuan pelaksanaan program. Perbedaannya
terletak pada sasarannya, sumber data, siapa yang akan melaksanakannya dan
waktu pelaksanaannya. Antara evaluasi dengan fungsi pengawasan juga
mempunyai kesamaan tujuan yaitu untuk memperbaiki efesiensi dan efektifitas
pelaksanaan program dengan memperbaiki fungsi perencanaan.

13
2.3 Hepatitis B

2.3.1 Definisi

Hepatitis B adalah peradangan pada hati yang disebabkan oleh infeksi


virus hepatitis B. Hati berfungsi sebagai (1) penyaringan dan penyimpanan
darah; (2) metabolisme karbohidrat, protein, lemak, hormon, dan zat
kimia asing; (3) pembentukan empedu; (4) penyimpanan vitamin dan besi;
dan (5) pembentukan faktor-faktor koagulasi. hepatitis virus B kronik merupakan
infeksi virus hepatitis B yang menetap paling sedikit 6 bulan.

Bila hati meradang atau rusak, fungsinya dapat terganggu.


Pengguna alkohol berat, toksin, beberapa obat, dan kondisi medis tertentu
dapat menyebabkan hepatitis. Namun, Hepatitis paling sering disebabkan
oleh virus. Di Amerika Serikat, jenis hepatitis yang paling umum adalah
Hepatitis A, HepatitisB, dan Hepatitis C. Hepatitis B adalah penyakit hati yang
disebabkan infeksi virus Hepatitis B . Infeksi Hepatitis B disebabkan oleh
Virus Hepatitis B (VHB), virus DNA ber-envelop yang menginfeksi hati,
menyebabkan nekrosis hepatoseluler dan inflamasi. Infeksi VHB dapat berupa
akut dan kronik, dan penyakit berkaitan dengan tingkat keparahan dari
yang tidak bergejala sampai bergejala, atau penyakit progresif. Hepatitis B
akut mengacu pada infeksi jangka pendek yang terjadidalam 6 bulan pertama
setelah seseorang terinfeksi virus. Hepatitis B kronik didefinisikan sebagai
persistensi Hepatitis B surface antigen (HBsAg) selama enam bulan atau
lebih.

2.3.2 Epidemiologi

Hepatitis B ini bersifat endemis diseluruh dunia terutama asia tenggara


termasuk Indonesia. Prevalens di Indonesia berkisar 3-20% dan diduga sebagian
besar terinfeksi melalui transmisi vertical. Infeksi Virus Hepatitis B (VHB) adalah
suatu masalah kesehatan utama di dunia pada umumnya dan Indonesia pada
khususnya. Diperkirakan bahwa sepertiga populasi dunia pernah terpajan virus ini
dan 350-400 juta diantaranya merupakan pengidap hepatitis B. Prevalensi yang
lebih tinggi didapatkan di negara berkembang, termasuk Indonesia. Di Indonesia,

14
angka pengidap hepatitis B pada populasi sehat diperkirakan mencapai 4.0-20.3%,
dengan proporsi pengidap di luar Pulau Jawa lebih tinggi daripada di Pulau Jawa.
Secara genotip, virus hepatitis B di Indonesia kebanyakan merupakan virus
dengan genotip B (66%), diikuti oleh C (26%), D (7%) dan A (0.8%).

2.3.3 Patogenesis

Penularan pada bayi didapat dari ibu pembawa hepatitis B kronik, yang
disebut sebagai transmisi vertical. Transmisi vertical dapat terjadi saat
intrauterine, intrapartum atau setelah lahir, tetapi sebagian besar transmisi vertical
tersebut terjadi intrapartum.

Infeksi VHB dapat terjadi apabila partikel utuh VHB berhasil masuk ke dalam
hepatosit, kemudian kode genetik VHB akan masuk ke dalam inti sel hati dan
kode genetik tersebut akan “memerintahkan” sel hati untuk membentuk protein-
protein komponen VHB. Patogenesis penyakit ini dimulai dengan masuknya VHB
ke dalam tubuh secara parenteral. Terdapat 6 tahap dalam siklus replikasi VHB
dalam hati, yaitu:

 Attachment

Virus menempel pada reseptor permukaan sel. Penempelan terjadi dengan


perantaran protein pre-S1, protein pre-S2, dan poly-HSA (polymerized Human
Serum Albumin) serta dengan perantaraan SHBs (small hepatitis B antigen
surface).

 Penetration

Virus masuk secara endositosis ke dalam hepatosit. Membran virus menyatu


dengan membran sel pejamu (host) dan kemudian memasukkan partikel core yang
terdiri dari HBcAg, enzim polimerase dan DNA VHB ke dalam sitoplasma sel
pejamu. Partikel core selanjutnya ditransportasikan menuju nukleus hepatosit.

 Uncoating

VHB bereplikasi dengan menggunakan RNA. VHB berbentuk partially double


stranded DNA yang harus diubah menjadi fully double stranded DNA terlebih

15
dahulu, dan membentuk covalently closed circular DNA (cccDNA). cccDNA
inilah yang akan menjadi template transkripsi untuk empat mRNA.

 Replication

Pregenom RNA dan mRNA akan keluar dari nukleus. Translasi akan
menggunakan mRNA yang terbesar sebagai kopi material genetik dan
menghasilkan protein core, HBeAg, dan enzim polimerase. Translasi mRNA
lainnya akan membentuk komponen protein HBsAg.

 Assembly

Enkapsidasi pregenom RNA, HBcAg dan enzim polimerase menjadi partikel core
di sitoplasma. Dengan proses tersebut, virion-virion akan terbentuk dan masuk
kembali ke dalam nukleus.

 Release

DNA kemudian disintesis melalui reverse transcriptase. Kemudian terjadi proses


coating partikel core yang telah mengalami proses maturasi genom oleh protein
HBsAg di dalam retikulum endoplasmik. Virus baru akan dikeluarkan ke
sitoplasma, kemudian dilepaskan dari membran sel.

Patofisiologi hepatitis B

Penelitian menunjukkan bahwa VHB bukan merupakan virus sitopatik.


Kelainan sel hati yang diakibatkan oleh infeksi VHB disebabkan oleh reaksi imun
tubuh terhadap hepatosit yang terinfeksi VHB dengan tujuan akhir mengeliminasi
VHB tersebut. Seperti yang sudah disebutkan dalam pendahuluan, hepatitis B
dapat berkembang secara akut dan kronis. Apabila eliminasi VHB dapat
berlangsung secara efisien, maka infeksi VHB dapat diakhiri, namun apabila
proses tersebut kurang efisien, maka akan terjadi infeksi VHB yng menetap.
Proses eliminasi yang tidak efisien dipengaruhi oleh faktor virus maupun
pejamu.2 Adapun faktor viral dan pejamu sebagai berikut:

16
Faktor virus

 Toleransi imun terhadap produk VHB

 Hambatan terhadap sel T sitotoksik yang berfungsi melisis sel terinfeksi

 Terjadinya mutan VHB yang tidak memprodusi HBeAg

 Integrasi genom VHB dalam sel hati

Faktor pejamu

 Genetik

 Rendahnya produksi IFN

 Adanya antibodi terhadap antigen nukleokapsid

 Kelainan fungsi limfosit

 Faktor kelamin atau hormonal

Hepatitis B akut

VHB bersifat non-sitopatik, dengan demikian kelainan sel hati pada


infeksi VHB disebabkan oleh reaksi imun tubuh terhadap hepatosit yang terinfeksi
VHB. Pada kasus hepatitis B akut, respon imun tersebut berhasil mengeliminasi
sel hepar yang terkena infeksi VHB, sehingga terjadi nekrosis pada sel yang
mengandung VHB dan muncul gejala klinik yang kemudian diikuti kesembuhan.
Pada sebagian penderita, respon imun tidak berhasil menghancurkan sel hati yang
terinfeksi sehingga VHB terus menjalani replikasi. 8Pada infeksi primer, proses
awal respon imun terhadap virus sebagian besar belum dapat dijelaskan. Diduga,
awal respon tersebut berhubungan dengan imunitas innate pada liver mengingat
respon imun ini dapat terangsang dalam waktu pendek, yakni beberapa menit
sampai beberapa jam. Terjadi pengenalan sel hepatosit yang terinfeksi oleh
natural killer cell (sel NK) pada hepatosit maupun

natural killer sel T (sel NK-T) yang kemudian memicu teraktivasinya sel-
sel tersebut dan menginduksi sitokin-sitokin antivirus, termasuk diantaranya
interferon (terutama IFN-α). Kenaikan kadar IFN-α menyebabkan gejala panas

17
badan dan malaise. Proses eliminasi innate ini terjadi tanpa restriksi HLA,
melainkan dengan memanfaatkan sel-sel NK dan NK-T yang terangsang oleh
adanya IFN-α. 4,5,8

Dalam Textbook of Gastroenterology, juga disebutkan peran imunitas


innate dalam mengaktivasi imunitas adaptif yang terdiri dari respon humoral dan
seluler. Respon humoral bersama-sama dengan antibodi akan mencegah
penyebaran virus dan mengeliminasi virus yang sudah bersirkulasi. Terdapat
eliminasi virus intrasel tanpa kerusakan pada sel hati dengan mekanisme non-
sitolitik yang diperantarai aktivitas sitokin. Antibodi IgM akan terdeteksi pertama
kali dan menjadi marker pada infeksi akut. Lebih lanjut, pada studi yang
dilakukan oleh Busca dan Kumar pada tahun 2014, juga disebutkan fase awal
infeksi viral ditandai dengan adanya produksi sitokin, interferon tipe 1 (IFN)-α/β
dan aktivasi sel natural-killer. Studi tersebut juga menemukan munculnya sel T
CD8+ cenderung tidak langsung membunuh hepatosit yang terinfeksi, melainkan
mengontrol replikasi virus melalui mekanisme IFN-γ dependen. 4,5,8

Untuk proses eradikasi lebih lanjut, dibutuhkan respon imun spesifik yaitu
aktivasi sel limfosit T dan B. Aktivasi sel T CD8+ terjadi setelah kontak reseptor
sel T dengan kompleks peptida VHB-MHC kelas I yang ada pada permukaan
dinding sel hati dan pada permukaan dinding Antigen Presenting Cell (APC)
dengan dibantu rangsangan sel T CD4+ yang sebelumnya sudah mengalami
kontak dengan kompleks peptida VHB-MHC kelas II pada dinding APC. Sel T
CD8+ selanjutnya akan mengeliminasi virus dalam sel hati yang terinfeksi. Proses
eliminasi tersebut bisa berupa nekrosis sel hati yang dapat meningkatkan kadar
ALT. Respon imun yang pertama terjadi sekitar 10 hari sebelum terjadi kerusakan
sel hati. Respon imun tersebut muncul terhadap antigen pre-S, disusul respon
terhadap HBcAg sekitar 10 hari kemudian. Respon yang terkuat adalah respon
terhadap antigen S yang terjadi 10 hari sebelum kerusakan sel hati. 8

Petanda serologik pada hepatitis akut sebagai berikut:

 HBsAg (+) 6 minggu setelah infeksi dan (-) 3 bulan setelah awal gejala.
Bila (+) lebih dari 6 bulan, infeksi VHB akan menetap.

18
 Anti HBs (+) 3 bulan setelah awal gejala dan menetap.

 HBeAg (+) dalam waktu pendek, kalau (+) lebih dari 10 minggu akan
terjadi kronisitas

 Anti-HBc (+) sembuh sempurna

 IgM anti-HBc (+) titer tinggi pada hepatitis akut, namun bila (+) dalam
waktu lama bisa terjadi hepatitis kronik

 IgG anti-HBc (+) titer tinggi tanpa anti-HBs menunjukkan adanya


persistensi infeksi VHB.

Pada infeksi akut hepatitis B dapat terjadi peningkatan respon imun seluler
yang spesifik dan signifikan, sedangkan pada infeksi kronis individu yang
terinfeksi memiliki respon anti-HBV yang rendah. Sel efektor yang predominan
menginfiltrasi hepatoseluler adalah makrofag. Imunitas cell-mediated dapat
mencetuskan peningkatan respon imun yang bertujuan menghilangkan virus,
namun di satu sisi respon imun yang tidak adekuat dapat menyebabkan jejas
hepatoseluler yang kronis. Limfosit T sitotoksik akan berinteraksi dengan target
utama melalui reseptor HBV-specific T-cell dan molekul antigen presenting HLA
class I pada hepatosit dan menyebabkan apoptosis hepatosit. Dengan mensekresi
sitokin (termasuk diantaranya interferon), limfosit T sitotoksik akan menginduksi
berbagai sel antigen-nonspecific inflammatory ke dalam liver, dan menghasilkan
jejas nekroinflamasi pada liver.

2.3.4 Faktor Resiko

 Mempunyai hubungan kelamin yang tidak aman dengan orang yang sudah
terinfeksi hepatitis B

 Memakai jarum suntk secara bergantian terutama kepada penyalahgunaan


obat suntik

 Menggunakan alat alat yang bias melukai bersama dengan penderita


hepatitis B

 Orang yang bekerja pada tempat-tempat yang terpapar darah manusia

19
 Orang yang pernah mendapat transfusi darah sebelum dilakukan
pemilahan terhadap donor

 Penderita gagal ginjal yang menjalani hemodialysis

 Anak yang dilahirkan dari ibu yang menderita hepatitis B

2.3.5 Diagnosis

Hepatitis B akut adalah diagnosis klinik yang diidentifikasi dari deteksi HBsAg,
gejala, dan peningkatan serum aminotransferase. Biasanya, anti-HBc IgM dan
HBV DNA dapat dideteksi. HBeAg juga dapat diidentifikasi pada fase akut.
Diagnosis dari hepatitis B kronik berdasarkan pada HBsAg positif dalam waktu
lebih dari 6 bulan. Langkah-langkah evaluasi pre-terapi pada infeksi hepatitis
B kronik bertujuan untuk: (1) menemukan hubungan kausal infeksi kronik VHB
dengan penyakit hati, (2) melakukan penilaian derajat kerusakan sel hati, (3)
menemukan adanya penyakit komorbid atau koinfeksi dan (4) menentukan
waktu dimulainya terapi .

Kriteria diagnosis infeksi VHB adalah sebagai berikut:

a. Hepatitis B kronik

1. HBsAg seropositive > 6 bulan

2. DNA VHB serum > 20.000 IU/ml

3. Peningkatan ALT yang persisnten maupun yang intermiten

4. Biopsy hati yang menunjukan hepatitis kronik dengan derajat


nekroinflamasi sedang-berat

b. Pengidap infaktif

1. HBsAg seropositive >6 bulan

2. HBeAg negative, anti HBe positif

3. ALT serum dalam batas normal

20
4. DNA VHB < 2000-20.000 IU/ml

5. Biopsi hati yang tidak menunjukkan inflamasi yang dominan

c. Resolved Hepatitis Infection

1. Riwayat infeksi hepatitis B atau adanya anti HBc dalam darah

2. HBsAg negative

3. DNA VHB serum yang tidak terdeteksi

4. ALT serum dalam batas normal

2.3.5.2 Pemeriksaan Fisik

 Konjungtiva ikterik

 Pembesaran dan nyeri tekan pada hepar

 Splenomegaly dan limfadenopati pada 15-20% pasien

2.3.5.3 Pemeriksaan Penunjang

 Tes laboratorium urin (bilirubin didalam urin)

 Pemeriksaan darah : peningkatan kadar bilirubin dalam darah,


kadar SGOT dan SGPT >2x nilai normal tertinggi, dilakukan pada
fasilitas primer yang lebih lengkap

 HBsAg (dipelayanan kesehatan sekunder)

2.3.6 Pengobatan Komprehensif (Plan)

Penatalaksanaan pada layanan primer adalah sebagai berikut:

 Asupan kalori dan cairan yang adekuat

 Tirah baring

 Pengobatan simptomatik

Indikasi terapi pada infeksi hepatitis B ditentukan berdasarkan kombinasi dari 4


kriteria, antara lain:

21
1. Nilai DNA VHB serum

2. Status HBeAg

3. Nilai ALT

4. Gambaran histopatologis hati

Gambar 2.1 Algoritma Penatalaksanaan Hepatitis B dengan HBeAg


positif(Konsensus Nasional Penatalaksanaan Hepatitis B, 2012)

22
Gambar 2.2 Algoritma Penatalaksanaan Hepatitis B dengan HBeAg negative
(Konsensus Nasional Penatalaksanaan Hepatitis B, 2012)

Gambar 2.3 Algoritma Penatalaksanaan Hepatitis B dengan pasien sirosis


hati (Konsensus Nasional Penatalaksanaan Hepatitis B, 2012)

23
2.3.6.1 Terapi pada Populasi Khusus (Wanita Hamil)

Wanita usia subur dengan infeksi VHB disarankan untuk menggunakan


kontrasepsi selama pengobatan dan pasien tersebut harus diinformasikan efek
samping dari pengobatan VHB pada kehamilan. Pada wanita hamil yang telah
didiagnosis mengidap infeksi VHB kronik pada awal kehamilan, keputusan
dimulainya terapi harus melihat risiko dan keuntungan pengobatan tersebut.
Pengobatan biasanya dimulai pada pasien dengan fibrosis hepatik atau dengan
risiko dekompensasi. Terapi VHB pada wanita hamil biasanya ditunda sampai
trimester 3 untuk menghindari transmisi perinatal.

Bila pasien menjadi hamil pada saat menjalani terapi VHB, maka
pengobatan perlu dievaluasi. Pasien disarankan untuk menghentikan pengobatan,
kecuali pada pasien dengan sirosis dan fibrosis lanjut di mana penghentian
pengobatan akan meningkatkan risiko dekompensasi. Pasien dalam terapi Peg-
IFN yang kemudian hamil, harus mengganti terapinya dengan obat yang lebih
aman (pregnancy safety class B atau C). Wanita hamil yang terapinya dihentikan
berisiko untuk mengalami hepatitis flare, dan disarankan untuk menjalani
pemantauan ketat.

Pencegahan transmisi perinatal dapat dilakukan dengan pemberian HBIg


pada fetus dalam 12 jam setelah lahir dikombinasikan dengan vaksin. Pada wanita
hamil dengan muatan virus yang tinggi, risiko transmisi perinatal mencapai >10%
walaupun dengan kombinasi HBIg dan vaksinasi. Karena itu, supresi muatan virus
dengan analog nukelos(t)ida pada trimester 3 direkomendasikan untuk mencegah
transmisi dan meningkatkan efektivitas HBIg dan vaksinasi pada fetus. Studi buta
acak berganda membuktikan efektifitas lamivudin pada trimester 3 kehamilan
untuk mencegah transmisi perinatal. Wanita hamil yang diberikan terapi
lamivudin pada trimester 3 dikombinasikan dengan pemberian HBIg dan vaksin
pada fetus. Setelah pemantauan selama 52 minggu, terjadi penurunan insiden
seropositivitas HBsAg pada kelompok yang mendapatkan lamivudin, HBIg, dan
vaksin dibandingkan dengan kelompok yang mendapatkan plasebo, vaksin, dan
HBIg (18% vs 39%, p=0.014).

24
Tidak ada bukti yang menyatakan adanya transmisi virus hepatitis B
melalui ASI. Pada studi pemantauan 147 bayi dengan ibu pengidap HBsAg, tidak
ada perbedaan jumlah bayi yang medapatkan HBsAg dan anti-HBs pada
kelompok ASI dengan kelompok susu formula. Maka, ibu dengan HBsAg positif
masih disarankan untuk menyusui bayinya.

Algoritmik Tindakan

Berikut ini adalah panduan teknis baik terhadap ibu maupun terhadap bayinya,
sebagai berikut:

1. Ibu ditangani secara multidisiplin antara dokter spesialis kandungan


dengan dokter spesialis penyakit dalam. Selain itu dokter spesialis
kandungan juga perlu memberitahu dokter spesialis anak, Sehingga, dokter
spesialis anak dapat merencanakan tatalaksana segera setelah bayi lahir.

2. Pada beberapa rumah sakit di luar negeri dipertimbangkan agar kelahiran


bayi melalui proses bedah kaisar.

3. Satu – dua minggu sebelum taksiran partus, dokter spesialis anak


memastikan tersedianya vaksin hepatitis B rekombinan dan imunoglobulin
hepatitis B.

4. Pada saat ibu in partu, dokter spesialis anak mendampingi dokter spesialis
kebidanan.

Tindakan segera setelah bayi lahir (dalam waktu kurang dari 12 jam) adalah;

a. Memberikan vaksin rekombinan hepatitis B secara IM, dosis 5 g vaksin


HBVax-II atau 10 g vaksin Engerix-B.

b. Pada saat yang bersamaan, di sisi tubuh yang lain diberikan imunisasi
pasif hepatitis B dalam bentuk hepatitis B imunoglobulin HBIg secara IM,
dengan dosis 0.5 ml.

c. Mengingat mahalnya harga imunoglobulin hepatitis B, maka bila orang tua


tidak mempunyai biaya, dilandaskan pada beberapa penelitian, pemberian

25
HBIg tersebut tidak dipaksakan. Dengan catatan, imunisasi aktif hepatitis
B tetap diberikan secepatnya.

Tatalaksana khusus sesudah periode perinatal adalah sebagai berikut:

a. Dilakukan pemeriksaan anti HBs dan HBsAg berkala pada usia 7 bulan (satu
bulan setelah penyuntikan vaksin hepatitis B ketiga), 1, 3, 5 tahun dan
selanjutnya setiap 1 tahun.

(1) Bila pada usia 7 bulan tersebut anti HBs positif, dilakukan pemeriksaan
ulang anti HBs dan HBsAg pada usia 1, 3, 5 dan 10 tahun.

(2) Bila anti HBs dan HBsAg negatif, diberikan satu kali tambahan dosis
vaksinasi dan satu bulan kemudian diulang pemeriksaan anti HBs. Bila anti HBs
positif, dilakukan pemeriksaan yang sama pada usia 1, 3, dan 5 tahun, seperti pada
butir a.

(3) Bila pasca vaksinasi tambahan tersebut anti HBs dan HBsAg tetap negatif,
bayi dinyatakan sebagai non responders dan memerlukan pemeriksaan lanjutan
yang tidak akan dibahas pada makalah ini karena terlalu teknis.

(4) Bila pada usia 7 bulan anti HBs negatif dan HBsAg positif, dilakukan
pemeriksaan HBsAg ulangan 6 bulan kemudian. Bila masih positif, dianggap
sebagai hepatitis kronis dan dilakukan pemeriksaan SGOT/PT, USG hati, alfa feto
protein, dan HBsAg, idealnya disertai dengan pemeriksaan HBV-DNA setiap 1-2
tahun.

b. Bila HBsAg positif selama 6 bulan, dilakukan pemeriksaan SGOT/PT setiap


2-3 bulan. Bila SGOT/PT meningkat pada lebih dari 2 kali pemeriksaan dengan
interval waktu 2-3 bulan, pertimbangkan terapi anti virus.

2.3.7 Komplikasi

Komplikasi hepatitis B dapat berupa:

 Sirosis hepatis

26
 Hepatoma

2.3.8 Pencegahan

Bagi orang yang tidak divaksinasi dan terpajan dengan hepatitis B,


pencegahan paska pajanan berupa kombinasi HBIg (untuk mencapai kadar anti-
HBs yang tinggi dalam waktu singkat) dan vaksin hepatitis B (untuk kekebalan
jangka panjang dan mengurangi gejala klinis) harus diberikan. Pada pasien yang
terpajan secara perkutan maupun seksual, status HBsAg dan anti-HBs sumber
pajanan dan orang yang terpajan harus diperiksa.

Apabila orang yang terapajan terbukti memiliki kekebalan terhadap


hepatitis B atau sumber pajanan terbukti HBsAg negatif, pemberian profilaksis
paska pajanan tidak diperlukan. Apabila sumber pajanan terbukti memiliki status
HBsAg positif dan orang yang terpajan tidak memiliki kekebalan, maka
pemberian HBIg harus silakukan segera dengan dosis 0.06 mL/kg berat badan dan
diikuti vaksinasi. Apabila status HBsAg sumber pajanan tidak diketahui, maka
harus dianggap bahwa status HBsAg sumber pajanan adalah positif. Pada pasien
yang divaksinasi atau mendapat HBIg, HBsAg dan Anti-HBs sebaiknya diperiksa
2 bulan setelah pajanan.

2.3.9 Konseling dan Edukasi

Edukasi yang dapat diberikan sebagai berikut:

 Memberi edukasi kepada keluarga untuk ikut mendukung pasien


agar teratur minum obat karena pengobatan jangka panjang

 Pada fase akut, keluarga ikut menjaga asupan kalori dan cairan
yang adekuat, dan membatasi aktivitas fisik pasien

 Pencegahan penularan pada anggota keluarga dengan modifikasi


pola hidupuntuk pencegahan transmisi

 Vaksinanasi pada pasangan seksual

2.3.10 Vaksin Hepatitis B

27
Vaksin hepatitis B mengandung antigen permukaan virus hepatitis B yang
diinaktifkan (HBsAg) dan dijerap pada adjuvant aluminium hidroksida. Dibuat
secara biosintesis menggunakan teknologi DNA rekombinan.

Imunisasi memerlukan waktu 6 bulan untuk memberikan perlindungan


yang memadai, lamanya kekebalan tidak diketahui secara tepat, tetapi dosis
booster tunggal 5 tahun setelah imunisasi primer mungkin cukup untuk
mempertahankan kekebalan bagi mereka yang terus berada dalam risiko tertular.

Immunoglobulin hepatitis B (HBIG) spesifik tersedia untuk digunakan


bersama dengan vaksin pada mereka yang tanpa sengaja terinfeksi dan pada bayi
baru lahir (neonatus) yang memiliki resiko khusus untuk terinfeksi. Vaksin Hb0
(monovalent) paling baik diberikan dalam waktu 12 jam setelah lahir dan
didahului pemberian suntikan vitamin k minimal 30 menit sebelumnya. Jadwal
pemberian vaksin HB monovalent adalah usia 0,1,6 bulan. Bayi lahir dari ibu
HBsAg positif, diberikan vaksin Hb dan immunoglobulin hepatitis B(HBIg) pada
ekstremitas yang berbeda. Apabila diberikan HB kombinasi dengan DTPw, maka
jadwal pemberian pada usia 2,3,4 bulan. Apabila vaksin HB kombinasi dengan
DTPa maka jadwal pemberian pada usia 2,4,6 bulan.

28
BAB III
HASIL KEGIATAN

3.1 PROFIL PUSKESMAS TANJUNG PAKU

3.1.1 Peta Wilayah

Gambar 3.1 Peta Wilayah

Sumber: Data dasar puskesmas Tanjung Paku

3.1.2 Kondisi Geografis

Puskesmas Tanjung Paku merupakan satu dari Puskesmas yang ada di Kota
Solok.Berdiri pada tahun 1983 dengan luas tanah 1050 M2, merupakan Puskesmas
Rawat Jalan. Puskesmas Tanjung Paku terletak di wilayah kerja Kecamatan
Tanjung Harapan dengan batas-batas wilayah sebagai berikut :

a. Sebelah Barat berbatasan dengan Kelurahan VI Suku Kota Solok

b. Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Aripan Kabupaten Solok

c. Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Saok Laweh Kabupaten Solok

d. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kelurahan Simpang Rumbio Kota


Solok

29
Jarak antara Puskesmas Tanjung Paku dengan Ibukota Provinsi Sumatera Barat 65
Km, dengan luas wilayah kerja 22,64 Km yang berbagi atas 4 (empat) kelurahan,
yaitu :

a. Kelurahan Koto Panjang

b. Kelurahan PPA

c. Kelurahan Tanjung Paku

d. Kelurahan Kampung Jawa

3.1.3 Kondisi Demografis dan Kependudukan

Puskesmas Tanjung Paku berpenduduk 20.765 jiwa, dengan jumlah penduduk


perkelurahan sebagai berikut :

Tabel 3.1 Jumlah Penduduk di Wilayah Kerja Puskesmas Tanjung Paku


Tahun 2019

Kelurahan Luas (KM2) Jumlah Kepadatan


Penduduk (Jiwa) (Jiwa) per KM2

Kampung Jawa 3.65 6.927 1897.81

PPA 0.69 6.020 8724.64

Tanjung Paku 2.35 6.230 2651.06

Koto Panjang 0.21 2.514 11971.43

Puskesmas 6.9 21.691 3142.36

Sumber Data : Data Dasar Puskesmas Tanjung Paku Kota Solok Tahun 2019

3.1.4 Sosial Budaya

a. Agama

Puskesmas Tanjung Paku berpenduduk mayoritas beragama islam

b. Suku

Sebagian besar masyarakatnya Suku Minang

30
c. Mata Pencarian

Masyarakat Puskesmas Tanjung Paku bermata pencarian sebagai pegawai,


pedagang dan petani.

d. Sarana Kependidikan

Sarana pendidikan yang terdapat di wilayah Puskesmas Tanjung Paku cukup


lengkap, yaitu 16 TK/PAUD, 18 SD/MI, 3 SLTP, 3 SLTA dan 2 PT. Pada tabel
berikut dapat dilihat fasilitas pendidikan di wilayah kerja Puskesmas Tanjung
Paku menurut Kelurahan

Tabel 3.2 Fasilitas Pendidikan di Wilayah Kerja Puskesmas Tanjung Paku


Tahun 2019

No Kelurahan TK/Paud SD/MIN SLTP SLTA/SMK PT

1 Kota Panjang 1 1 0 1 0

2 PPA 3 5 0 2 1

3 Tanjung Paku 5 4 1 0 1

4 Kampung Jawa 9 8 2 0 0

Jumlah 18 18 3 3 2

Sumber Data : Data Dasar Puskesmas Tanjung Paku Kota Solok Tahun 2018

3.1.5 Sumber Daya Kesehatan

a. Tenaga Kesehatan

Tabel 3.3 Sumber Daya Kesehatan Puskesmas Tanjung Paku tahun 2019

Jumlah Jumlah Jumlah Jumlah


No. Jenis Tenaga yang ada
pegawai PNS Kontrak Sukarela

1. DokterUmum 3 3 - -

2. Dokter Gigi 2 1 1 -

3. DokterSpisialis - - - -

31
4. SPK 3 3 - -

5. Perawat S1 5 3 2 -

6. Ka. Tata Usaha 1 1 - -

7. Perawat D3 9 3 6 -

8. Perawat Gigi 2 1 1 -

9. Bidan D4 1 1 - -

10. Bidan D3 16 12 4 -

11 TenagaGizi 2 2 - -

12. Tenaga Gizi DIII 1 1 - -

13. DIII Pranata Labor 1 1 - -

15. DIII Farmasi 1 1 - -

16. SMF Farmasi 2 2 - -

17. Loket 2 2 - -

18. Bendahara 1 1 - -

19. Rekam Medis 2 1 1 -

20 Refraksi Optisien 1 1 -

21. Kesehatan Lingkungan 1 1 - -

22. Promkes 1 1 - -

23 Kesehatan Kerja 1 1 - -

24 Cleaning Servis 2 2

25. Sopir 1 - 1

26. Penjaga Malam 1 1

32
Jumlah

b. Sarana dan Prasarana

Tabel 3.4 Sarana dan prasana puskesmas Tanjung Paku tahun 2019

No Nama Ruang No Nama Ruang

1. GEDUNG I Mushalla

LANTAI I Ruang ATK

Ruang Pendaftaran dan Rekam Gudang Alat


Medik

Ruang Tunggu Ruang Klinik Sanitasi

Ruang Dokter Surveilance

Poli Gizi Promkes

Gudang Obat Toilet

Ruang PKPR

Labor 2. GEDUNG 2

Apotik Ruang Tindakan

Ruang Konsultasi Konsultasi TB Paru

Ruang Laktasi

Imunisasi Ruang Bersalin IVA/KB

Poli KIA Ruang Dokter Referal

Poli Gigi Ruang VCT

Toilet Wanita Toilet

Toilet Pria 3. RUMAH PARAMEDIS 3

33
UNIT

LANTAI 2 4. Parkir Ambulance

Ruang Kepala Puskesmas


Promkes

Ruang Bimbingan Mahasiswa

Aula

Tata Usaha

Ruang Admin

Tabel 3.5 Jenis Sarana dan Prasarana

No Jenis Sarana dan Prasarana Jumlah

1 Puskesmas Induk 1

2 Puskesmas Pembantu 5

3 Poskeskel 4

4 Posyandu Balita 32

5 Posyandu Lansia 11

6 Apotik 4

7 Optikal 4

8 Toko Obat Berizin 4

9 RSUD/RST 1

10 Rumah Sakit Swasta 1

11 Labor 2

12 Sarana Transportasi Kendaraan Roda 4 Puskesmas 2


Tanjung Paku

13 Sarana Transportasi Kendaraan Roda 2 Puskesmas 22

34
Tanjung Paku

Jumlah 93

3.1.6 Visi, Misi, Motto dan Janji Pelayanan

Visi dan Misi Puskesmas Tanjung Paku berpedoman pada visi Dinas Kesehatan
Kota Solok yaitu Masyarakat Kota Sehat Yang Mandiri dan Berkeadilan, dan
berdasarkan permasalahan yang ada dan sumber daya yang dimiliki, Puskesmas
Tanjung Paku menetapkan Visi, Misi, Motto dan Janji Pelayanan.

● Visi:

Visi Puskesmas Tanjung Paku Kota Solok adalah “Terwujudnya Pelayanan Prima
Menuju Masyarakat Mandiri untuk Hidup Sehat”

● Misi :

Untuk mewujudkan visi tersebut diatas, ditetapkanlah misi yaitu :

a. Meningkatkan pemberdayaan masyarakat untuk ber PHBS

b. Meningkatkan kemitraan dengan Stake Holder bidang


kesehatan

c. Meningkatkan cakupan dan mutu pelayanan

d. Meningkatkan sumber daya manusia (SDM) bidang kesehatan

e. Memantapkan manajemen Puskesmas dan sistem informasi

f. Menggerakkan pembangunan berwawasan kesehatan di


wilayah kerja

g. Memelihara dan meningkatkan upaya kesehatan perorangan


(UKP) dan upaya kesehatan masyarakat (UKM) beserta
kesehatan lingkungan

● Motto:

UPT Puskesmas Tanjung Paku menuju Puskesmas “Berprestasi” ( Bersih,


Prestise, Takwa, Santun dan Inovatif)

35
● Janji Pelayanan

Puskesmas Tanjung Paku siap mewujudkan Pelayanan Puskesmas “ SIMPATIK”

a. Senyum

Senyum, salam dan sapa selalu di utamakan.

b. Ikhlas

Ikhlas dalam memberikan pelayanan

c. Mudah

Mudah dalam proses pelayanan.

d. Peduli

Peduli terhadap keluhan pasien.

e. Adil

Pelayanan yang diberikan adil dan merata.

f. Terpadu

Terpadu dalam memberikan pelayanan.

g. Inovatif

Inovasi dalam pelayanan selalu dikembangkan

h. Komitmen

Melaksanakan tugas sesuai dengan komitmen

3.2 Gambaran Umum Program-Program Kesehatan Masyarakat

36
Upaya kesehatan layanan dasar yang diselenggarakan puskesmas meliputi
6 Upaya Kesehatan wajib ditambah dengan Upaya Kesehatan Pengembangan
ditambah Inovasi. Adapaun hasil kegiatan dari upaya kesehatan tersebut adalah
sebagai berikut:

3.2.1 Upaya Kesehatan Wajib

3.2.1.1 Promosi Kesehatan

Kegiatan yang dilakukan

 Penyuluhan ke sekolah

 Penyuluhan di posyandu

 Penyuluhan keliling

 Survey PHBS

3.2.1.2 KIA dan KB

a. Kegiatan yang dilakukan

 Kelas ibu hamil

 Pelayanan ANC

 Kunjungan bumil resti

 Kunjungan nifas

 Pemantauan stiker P4K/ANC berkualitas

 Otopsi verbal

b. Kegiatan program kesehatan anak

 DDTK

 Kelas ibu balita

 Kunjungan rumah balita bermasalah

c. Keluarga berencana

37
 Pelayanan dan konseling

 Penanganan komplikasi ringan

3.2.1.3 Gizi Masyarakat

Kegiatan yang dilakukan

 Penimbangan masal & pemebiran vitamin A

 Pengukuran status gizi murid TK/PAUD

 Pengukuran status gizi siswa SLTP & SLTA

 Pemantauan status gizi sekolah yang mendapat PMT-AS

 Kunjungan rumah balita gizi kurang dan buruk serta bumil KEK

 Pemantauan posyandu

 Pemberian PMT pemulihan

 TFC

 Pendataan kadarzi

 Pengambilan sampel garam RT dan pemeriksan gondok anak SD

 Kelas ASI eksklusif

 Kelas MP-ASI

 Kelas gizi

 Kegiatan rutin seperti:

- Pemberian vitamin A

- Pemberian tablet Fe

- Pemantauan pertumbuhan balita

3.2.1.4 Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit

Kegiatan yang dilakukan

38
a. Program imunisasi

 Pelayanan imunisasi

 BIAS

 TT WUS

 Sweeping

 Pelacakan KIPI

b. Program P2P

 Sosialisasi P2P dan surveylans

 Survey dan pemetaan wilayah TB

 Penyegaran kader TB

 Penyuluhan HIV-AIDS, IMS & TB untuk pemuda

 Survey epidemiologi

 PTM

 Posbindu

c. Kegiatan Program TB

 Penyuluhan TB pada pemuda dan masyarakat lainnya

 Penjaringan suspek dan penemuan epnderita TB BTA positif

 Penyuluahn TB pada penderita dan pasien yang diduga TB

 Survey dan pemetaan TB

 Pelacakan kasus kontak

 Pelaksanaan PMO

 Pemantauan gizi penderita TB

d. Program Rabies

39
 Penyuluhan bahaya penyakit rabies dan penanggulangan dini kasus gigitan
hewan tersangka rabies bagi petugas dan tokoh masyarakat.

 Pemberian vaksin anti rabies (VAR) dan serum anti rabies (SAR) pada
kasus sesuai indikasi.

 Melakukan monitoring dan evaluasi pada apsien yang mendapat VAR dan
SAR.

e. Program Penyakit Tidak Menular (PPTM)

 Melaukan pencatatan dan pelaporan kasus yang tergolong penyakit tidak


menular di poli.

 Melakukan pemeriksaan dan pembinaan calon jemaah haji.

 Melakuakn sosialisasi tentang deteksi dini penyakit kanker leher rahim


dan kanker payudara kepada masyarakat.

 Melakuakn epmeriksaan deteksi dini kanker leher rahim dan kanker


payudara wanita yang sudah pernah berhubungan seksual terutama yang
berumur 30 sampai 50 tahun.

 Melakukan konseling pra IVA dan pra krioterapi.

 Melakukan tindakan krioterapi pada apsien IVA positif yang kandidat


krioterapi.

 Melakukan rujukan kasus tumor atau benjolan payudara.

 Melakukan rujukan kasus curiga kanker leher rahim atau IVA positif lesi
luas (bukan kandidat krioterapi).

 Melakukan pembinaan kegiatan posbindu di kelurahan.

f. Demam Berdarah Dengue

 Penyuluhan penyakit, pencegahan dan pemberantasan DBD kepada


masyarakat.

 Pemantauan jentik oleh kader jumantik.

40
 Pemberian bubuk abate pada masyarakat yang dimonitoring oleh petugas
surveilans puskesmas.

 Melakukan penyelidikan epidemiologi (PE) pada kasus positif DBD.

 Melakukan fogging pada kasus yang dianggap perlu.

g. Penemuan dan penanggulangan kasus ISPA dan Pneumonia

 Melakukan penyuluhan ISPA dan pneumonia pada pasien yang tersangka


pneumonia.

 Pencatatan dan pelaporan kasus ISPA dan pneumonia berkunjung ke


puskesmas.

 Melakukan kunjungan rumah pada pasien tersangka pneumonia.

 Melakukan rujukan kasus pada pneumonia sedang-berat.

h. Penemuan dan penanggulangan diare

 Penyuluhan diare dan penanggulangan diare di rumah sebelum dan


sesudah dibawa ke pelayanan kesehatan kepada tokoh masyarakat dan
kader posyandu.

 Penemuan dan penatalaksanaan kasus diare.

 Melakukan rujukan kasus diare dengan dehidrasi sedang sampai dengan


berat.

 Melakukan penyelidikan epidemiologi pada kasus diare berdampak KLB.

i. Pelaksanaan program VCT dan IMS

 Melakukan penyuluhan VCT dan IMS pada masyrakat.

 Melakukan kerjasama dengan LSM dan penjaringan masyarakat beresiko.

 Melakukan pemeriksaan VCT dan IMS pada klien yang datang sendiri
atau diantar oleh penjangkauannya (LSM) ke puskesmas.

 Melakukan pemeriksaan VCT dan HIV pada ibu hamil.

41
 Melakukan mobile VCT dan IMS di kampus dan instansi yang berminat.

 Melakukan tindak lanjut pada kasus-kasus positif VCT dan IMS.

3.2.1.5 Kesehatan Lingkungan

Kegiatan yang dilakukan :

 Inspeksi sanitasi dasar

 Rumah sehat.

 Pemeriksaan TTU-TPM.

 STBM.

 Pengelolaan sampah rumah tangga.

 Pembinaan dan pengawasan kualitas air.

 Penuluhan hygiene sanitasi ke sekolah.

 Penyuluhan kawasan sehat.

3.2.2 Program Pengembangan

3.2.2.1 UKS

Kegiatan yang dilakukan:

 Skrining murid kelas 1 SD/SMP/SMA

 Pembinaan SD

 Pelatihan dokter kecil atau kader kesehatan

3.2.2.2 Perkesmas

Kegiatan yang dilakukan:

 Asuhan keperawatan pada keluarga

 Kunjungan rumah KK resti

3.2.2.3 Kesehatan jiwa

42
Kegiatan yang dilakukan:

 Penemuan dini dan penanganan kasus jiwa

 Rujukan kasus jiwa

3.2.2.4 Kesehatan mata

Kegiatan yang dilakukan:

 Penemuan dan penanganan kasus mata

 Rujukan kasus mata

3.2.2.5 Kesehatan lansia

Kegiatan yang dilakukan:

 Pelayanan di dalam dan di luar gedung

 Pembinaan kelompok lansia

 Senam lansia

 Penyuluhan kesehatan lansia

 Deteksi dini kesehatan lansia

3.2.2.6 PKPR

Kegiatan yang dilakukan:

 Pelatihan kader PKPR

 Penyuluhan dna konsultasi ke sekolah

 Konsultasi bagi remaja

3.2.2.7 Kesehatan gigi dan mulut

Kegiatan yang dilakukan:

a. Dalam gedung

 Pelayanan kedaruratan gigi

43
 Pelayanan kesehatan gigi dan mulut dasar

 Pelayanan medic gigi dasar

b. Luar gedung

 UKGS

 UKGM

3.3 Fokus Kajian Program Pelayanan Kesehatan Masyarakat Di Puskesmas


Tanjung Paku

3.3.1 Kegiatan Program dan Pelayanan

Mengacu kepada Peraturan Menteri Kesehatan (PERMENKES) No 43 tahun


2019. Berdasarkan karakteristik wilayah kerja Puskesmas Tanjung Paku
dikategorikan Penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan puskesmas kawasan
perkotaan dengan karakteristik kegiatan sebagai berikut:

a. Memprioritaskan pelayanan UKM

b. Pelayanan UKM dilaksanakan dengan melibatkan partisipasi


masyarakat

c. Pelayanan UKP dilaksanakan oleh Puskesmas dan fasilitas pelayanan


kesehatan yang diselenggarakan oleh pemerintah atau masyarakat

d. Optimalisasi peningkatan kemapuan jaringan dan jejaring fasilitas


pelayanan kesehatan

e. Pendekatan pelayanan yang diberikan berdasarkan kebutuhan dan


permasalahan kehidupan masyarakat perkotaan.

Dalam Permenkes No. 43 tahun 2019 juga dijelaskan ada 2 fungsi Puskesmas
yaitu:

a. Penyelenggaraan UKM tingkat pertama di wilayah kerjanya

b. Penyelenggaraan UKP tingkat pertama di wilayah kerjanya

44
Upaya kesehatan Masyarakat di Puskesmas Tanjung Paku juga telah mengacu
kepada permenkes No 43 tahun 2019 yaitu meliputi upaya kesehatan masyarakat
essensial dan upaya kesehatan masyarakat pengembangan. Upaya kesehatan
masyarakat essensial yang ditetapkan berdasarkan komitmen nasional, regional
dan global serta yang mempunyai daya ungkit tinggi untuk peningkatan derajat
kesehatan masyarakat, yaitu :

a. Pelayanan Promosi Kesehatan

b. Pelayanan Kesehatan Lingkungan

c. Pelayanan Kesehatan Ibu , Anak dan Keluarga Berencana

d. Pelayanan Gizi

e. Pelayanan Pencegahan dan pengendalian Penyakit

Pelayanan kesehatan masyarakat essensial diselenggarakan untuk mendukung


pencapaian Standar Pelayanan Minimal (SPM) Kota bidang kesehatan.Upaya
Kesehatan Masyarakat Pengembangan adalah upaya kesehatan masyarakat yang
kegiatannya memerlukan upaya yang sifatnya inovatif dan atau bersifat
ekstensifikasi dan intensifikasi pelayanan, disesuaikan dengan prioritas masalah
kesehatan, kekhususan wilayah kerja dan potensi sumber daya yang tersedia di
Puskesmas Tanjung Paku.

Beberapa program pengembangan di Puskesmas Tanjung Paku yang telah


berjalan sejak tahun 2015 sampai sekarang adalah :

a. Pelayanan Kesehatan Mata dan Telinga

b. Puskesmas Santun Lansia

c. Posbindu PTM (Penyakit Tidak Menular)

d. Pembinaan UKS/UKGS

e. Kesehatan Gigi dan Mulut

f. Kesehatan Jiwa

g. Kesehatan Haji

45
h. PKPR (Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja)

Dalam menyusun kegiatan selain mengacu kepada pedoman dan acuan yang
sudah ada ditetapkan oleh Kementrian Kesehatan, Dinas Kesehatan Provinsi,
maupun Dinas Kesehatan Kota, Puskesmas Tanjung Paku juga memperhatikan
kebutuhan dan harapan masyarakat terutama sasaran program. Kebutuhan dan
harapan masyarakat maupun sasaran program dapat di identifikasi melalui survei,
kotak saran, maupun temu muka dengan tokoh masyarakat.

Penyusunan kegiatan-kegiatan program perlu mempertimbangkan masukan


dari masyarakat. Dengan identifikasi kebutuhan dan harapan masyarakat/sasaran
program diperoleh informasi tentang kegiatan apa yang diharapkan oleh
masyarakat sehingga kegiatan-kegiatan program dapat mengatasi permasalahan
yang ada dan mencapai tujuan yang ditentukan dengan memanfaatkan
sumberdaya yang tersedia.

Dengan mempertimbangkan masukan dan harapan masyarakat serta persiapan


menghadapi akreditasi tahun 2017 hanya ada beberapa program pengembangan
prioritas yang bisa memenuhi standar untuk diakreditasi, diantaranya: Posbindu
PTM, UKS/UKGS. Sementara untuk program pengembangan yang lainnya tetap
dijalankan sebagaimana mestinya.

Berkaitan dengan penyelenggaraan pelayanan Upaya Kesehatan Perorangan


(UKP), Puskesmas Tanjung Paku telah melaksanakan kegiatan :

a. Rawat Jalan

b. Perkesmas / Home care

c. Perawatan Terapeutik Feeding Center (TFC) dengan sarana


penunjang Laboratorium, Ruang Farmasi , Ruang ASI, Ruang
bermain anak, 1 Unit Rumah Dokter, 3 Unit Rumah Para Medis, 1
unit ambulance dan 5 Unit Puskesmas Pembantu serta 4 Unit
Poskeskel.

46
3.3.2 Indikator Dan Pencapaian Kegiatan Upaya Kesehatan Masyarakat
Tahun 2019
Tabel 3.7 Indikator dan pencapaian kegiatan upaya kesehatan masyarakat
Puskesmas Tanjung Paku tahun 2019

TA
UPAYA PENCAP
N RG
KESEHAT KEGIATAN SATUAN AIAN
O ET
AN

2019 2019

UPAYA KESEHATAN MASYARAKAT

I PROGRAM PROMKES

1 Cakupan % 100 75
Kelurahan
siaga aktif

2 Cakupan % 100 75
posyandu
aktif

II PROGRAM KESLING

1 Akses air % 98 98
bersih

2 Akses % 90 100
jamban
keluarga

3 Pembuangan % 78 80
air limbah
RT

47
4 Pengelola % 88 88
sampah RT

5 Pengawasan % 62 50
TPM

6 Pengawasan % 61 62
TTU

7 Rumah sehat % 89 89

II PROGRAM KESEHATAN IBU / ANAK DAN


I KB

A KIA-IBU/KB 1 Cakupan K1 % 100 101,9

2 Cakupan K4 % 95 89,9

3 Ibu hamil resiko % 20 84,3


tinggi oleh Nakes

4 Ibu hamil resiko % 10 47


tinggi oleh
masyarakat

5 Neonatus % 90 88,2

6 Persalinan nakes % 90 89,5

7 KF1 % 90 89.5

8 KF2 % 90 88.9

9 KF3 % 90 88.75

1 Cakupan peserta
0 kb aktif % 73 74,5

48
B KIA-ANAK 1 Bayi lahir hidup % 90 92.0

2 KN 1 % 90 90,4

3 KN 2 % 90 90,4

4 KN lengkap % 90 90,4

5 Neonatus resti % 100 95

6 Kunjungan bayi
lengkap % 85 99,0

7 Bayi DDTK
kontak I % 90 99,0

8 Bayi DDTK
kontak IV % 90 88,6

9 Anak balita
DDTK kontak I % 90 88,6

1 Anak balita
0 DDTK kontak II % 90 90,0

1 DDTK Apras
1 kontak I dan II % 90 90,0

1 Anak Balita
2 Standar % 90 90,0

PROGRAM GIZI
I
V

1 D/S balita % 86 63,4

2 N/D’ balita % 86 72,9

49
3 BGM/D % 0.4 0,1

4 Fe BUMIL % 95 90,78

5 Vit.A Nifas % 82 90,34

6 Vit.A Balita % 89 78,79

7 Asi Ekslusif % 47 94

8 Cakupan bayi % 47 55,6


baru lahir
mendapat
IMD

9 Cakupan % 100 100


balita gizi
buruk
mendapat
perawatan

10 Cakupan % 6,0 22,68


balita
ditimbang
yang tidak
naik berat (T)

11 Cakupan % 2,0 2,4


balita
ditimbang
yang tidak
naik berat
badan dua
kali berturut-
turut (2T)

12 Cakupan % 95 98,3
rumah tangga

50
konsumsi
garam
beryodium

13 Cakupan % 80 91,7
bumil KEK
mendapat
makanan
tambahan

14 Cakupan % 100 72,9


balita
mempunyai
buku
KIA/KMS

15 Cakupan % 85 100,0
balita kurus
mendapat
makanan
tambahan

16 Cakupan % 25 54,55
remaja putri
mendapat
TTD

17 Cakupan bayi % 6,5 5,23


berat lahir
rendah

18 Cakupan % 20 9,59
bumil anemia

51
V PROGRAM P2M

A IMUNISASI 1 HbO % 95 82,4

2 BCG, % 95 96,2

3 DPTHB1 , % 95 99,2

4 DPTHB 2 , % 95 96,9

5 DPTHB 3 , % 92 96,9

6 Polio 1 % 95 96,2

7 Polio 2 % 95 99,2

8 Polio 3 % 95 96,9

9 Polio 4 % 92 96,9

10 Campak % 92 82

11 Boster penta % 50 60,2

12 Boster % 50 50,4
campak

1 Penemuan % 137 11,0


B TB kasus

2 Kesembuhan % 90 60

3 Konversi % 90 55,5

4 Success rate % 90 88,8

C SURVEILAN 1 Penanganan % 100 100,0

52
S kasus DBD

2 Penemuan Kasus 83.0 75.0


kasus
Pneumonia

3 Penanganan % 100 100,0


kasus
Pneumonia

4 Penemuan Kasus 359 339.0


kasus Diare

5 Penanganan % 100 100,0


kasus Diare

6 Angka Bebas % 95 91,1


Jentik

V PROGRAM PENGEMBANGAN
I

UKS/ 1 Cakupan % 100 98,1


skrining SD
UKGS,
A kelas 1
UKGM
2 Cakupan % 100 100,0
skring
SMP/SMA
kelas 7 dan
10

3 Cakupan % 8,0 8,0


sekolah yang
melaksanaka
n kegiatan

53
kesehatan
remaja

4 Anak sekolah % 26 26,0


mendapatkan
pelayanan
kesehatan
gigi

1 Semua anak % 100 98,0


TK/PAUD
yang hadir
Mata diperiksa

2 Semua siswa % 100 90


SD/SMP/SM
A kelas 1
yang hadir
diperiksa
kesehatannya

PKPR 1 Puskesmas % 100 80,0


yang
menyelengga
rakan
kesehatan
remaja

UKK 1 Jumlah pos kelurahan 1.0 1,0


UKK

2 Cakupan % 100 80.0


Pembina pos

54
UKK

B PERKESMAS 1 Kunjungan % 100 100


rumah KK
resti

2 Pembinaan % 100 100


dan
kunjungan
rumah
keluarga
prasehat dan
sehat
(keluarga
dengan IKS <
0,8)

 C  PTM 1 Cakupan % 100 100


penderita
hipertensi
mendapatkan
pelayanan
kesehatan
sesuai standar

  Cakupan % 100 100


2 penderita
diabetes
militus
mendapatkan

55
pelayanan
kesehatan
dasar

3 Pelayanan % 100 85
kesehatan
gangguan
jiwa berat

4  Cakupan % 100 90,0


deteksi dini
kesehatan
mata

5 Cakupan % 100 25,0


deteksi kasus
gangguan
pendengaran

D LANSIA 1 Cakupan % 100 65


penduduk
usia lanjut 60
tahun keatas

E KESEHATA 1 Pembinan kelompok 3.0 3,0


N kelompok
OLAHRAGA olahraga
yang
dibina( mini
mal 1
kelompok)

F YANKESTR 1 Pembinaan kelompok 6,0 0

56
AD Toga

2 kelompok 6,0 0
Sosialisasi
akupresure

UPAYA KESEHATAN PERORANGAN

V
PROGRAM PENGOBATAN
II

A RAWAT 1 Kunjungan orang 14485 14485.0


JALAN pelayanan .0
BPJS

2 Kunjungan orang 7608. 7608.0


pelayanan 0
gratis

B PELAYANA 1 Pelayanan Resep 1705. 1705.0


N Apotik 0
KEFARMASI dengan kasus
AN Ispa dan
Diare

2 Pelayanan % 100 100


Gudang Obat

C PELAYANA 1 Pemeriksaan Spesimen 1123. 1123.0


N darah 0
LABORATO
RIUM

2 Pemeriksaan Spesimen 28.0 28,0


urin

3 Pemeriksaan Spesimen 74 74,0


sputum

57
3.4 HASIL KEGIATAN PUSKESMAS
Kegiatan kepaniteraan klinik senior kedokteran Baiturrahmah dilakukan
selama 5 minggu di beberapa puskesmas, salah satunya Puskesmas Tanjung Paku
Kota Solok. Kegiatan dari puskesmas ini di mulai dengan adanya pengarahan dari
dinas kesehatan berupa materi terkait program- program yang menjelaskan
tentang kegiatan puskesmas. Kepaniteraan klinik senior melakukan kegiatan di
dalam gedung berupa pembelajaran mengenai program –program serta di
lapangan untuk melaksanakan program-program tersebut.

Kegiatan diluar gedung antara lain:


● Posbindu
● Screening
● BIAS
● Pemberian obat cacing
● Pemberian tablet FE
● Kelas ibu hamil
● Kelas batita

3.5 Fokus Kajian Program Kesehatan Masyarakat


3.5.1 Identifikasi Masalah
Identifikasi masalah dilakukan melalui analisis data sekunder, observasi
dan wawancara dengan penanggung jawab program di Puskesmas Tanjung
Paku.Terdapat 5 upaya kesehatan masyarakat essensial yang dijalankan, yaitu
promosi kesehatan, kesehatan lingkungan, kesehatan ibu dan anak serta keluarga
berencana, perbaikan gizi masyarakat, serta pencegahan dan pengendalian
penyakit.Identifikasi masalah dilakukan pada masing-masing program wajib di
Puskesmas Tanjung Paku. Pada program essensial tersebut masih terdapat
kesenjangan antara target dan pencapaian.

58
3.6 Penetapan Prioritas Masalah
Beberapa masalah yang ditemukan di Puskesmas Nan Balimo harus
ditentukan prioritas masalahnya dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan
puskesmas.
Upaya yang dilakukan untuk menentukan prioritas masalah tersebut adalah
menggunakan teknik skoring sebagai berikut:
a. Urgency (merupakan masalah yang penting untuk diselesaikan)
Nilai 1 : Tidak penting
Nilai 2 : Kurang penting
Nilai 3 : Cukup penting
Nilai 4 : Penting
Nilai 5 : Sangat penting
b. Seriousness (tingkat keseriusan masalah)
Nilai 1 : Tidak penting
Nilai 2 : Kurang penting
Nilai 3 : Cukup penting
Nilai 4 : Penting
Nilai 5 : Sangat penting
c. Growth (tingkat perkembangan masalah)
Nilai 1 : Tidak penting
Nilai 2 : Kurang penting
Nilai 3 : Cukup penting
Nilai 4 : Penting
Nilai 5 : Sangat penting

Berdasarkan data di atas, beberapa program pelayanan kesehatan di


Puskesmas Tanjung Paku tahun 2019 sudah mencapai target, namun juga terdapat
beberapa program yang belum mencapai target, diantaranya adalah:

No Program U S G Total
1 Jamban Keluarga 4 3 3 10
2 Cakupan D/S balita 4 3 3 10

59
3 Cakupan imunisasi HB0 5 5 2 12
4 Perkiraan Suspek TB 5 5 1 11
5 Kesehatan ibu dan anak 4 4 3 11

Proses identifikasi masalah dilakukan melalui observasi, laporan, dan


wawancara dengan penanggung jawab program di puskesmas.

3.7 Penilaian Prioritas Masalah Di Puskesmas Tanjung Paku


Berdasarkan keseluruhan program yang belum mencapai target, dipilih
lima masalah yang memiliki skor tertinggi berdasarkan teknik criteria matrix.
Penilaian lima masalah prioritas tersebut ditentukan berdasarkan data laporan
tahunan puskesmas, wawancara dengan pemegang program dan pimpinan
puskesmas. Permasalahan ini tidak hanya dilihat dari kesenjangan antara target
dan pencapaian, tetapi juga dilihat dari prioritas masalah, pentingnya masalah,
kelayakan teknologi, dan sumber daya yang tersedia. Adapun masalah yang
menjadi prioritas utama berdasarkan teknik criteria matrix adalah rendahnya
penemuan cakupan HB0 di wilayah kerja Puskesmas Tanjung Paku Kota Solok
tahun 2019.

60
MAN
-Kurangnya tingkat pengetahuan dan
kesadaran masyarakat tentang Material
penyakit hepatitis dan imunisasi -Kurang tersedianya media /
Hepatitis B sarana penyuluhan
-Kurang aktifnya kader posyandu
-Beban kerja ganda pemegang
program Imunisasi Rendahnya
Cakupan
Imunisasi
HB0

61
Paku

METHODE
-Kurangnya penjaringan
pasangan atau ibu Environment
penderita hepatitis B MONEY
-Kurangnya dana -Masih adanya stigma
-Belum adanya jadwal negatif terhadap
yang tepat untuk untuk melakukan
promosi pentingnya imunisasi pada
penyuluhan pentingnya masyarakat
vaksin HB0 pada imunisasi Hb0
-Rendahnya ekonomi -Kurangnya dukungan
Diagram Sebab Akibat dari Ishikawa (Fishbone)

masyarakat keluarga
orangtua
Rendahnya Cakupan Imunisasi HB0 di Wilayah Kerja Puskesmas Tanjung
3.8 Analisa Sebab Akibat Masalah
Berdasarkan Daigram Sebab Akinbat dari Ishikawa (Fishbone) maka dapat
dilakukan analisis sebab akibat masalah tersebut selanjutnya diambil tindakan
perbaikannya. Dari berbagai penyebab yang ditemukan maka selanjutnya dicari
alternatif pemecahan masalah tersebut.

Tabel 3.11 Rendahnya Cakupan Imunisasi Hb0 di Puskesmas Tanjung Paku


tahun 2019
N Variabel Masalah Alternatif Pemecahan
o Masalah
Faktor Penyebab Penyebab Masalah

1. Man -Kurangnya tingkat ● Memberikan penyuluhan


pengetahuan dan kepada masyarakat
kesadaran masyarakat tentang penyakit hepatitis
tentang penyakit dan imunisasi Hb0
hepatitis dan imunisasi
● Memberikan punishmet
Hb0
dan reward terhadap
-Kurang aktifnya kinerja kader
kader posyandu
● Memfokuskan satu
-Beban kerja ganda program pada satu kader
pemegang program
Imunisasi

2. Methode -Kurangnya ● Mengoptimalkan


penjaringan pasangan penjaringan suspek
dan ibu penderita
● Meningkatkan kerjasama
hepatitis B
petugas puskesmas
-Belum adanya jadwal dengan kader dan
yang tepat untuk

62
penyuluhan masyarakat
pentingnya imunisasi
Hb0 pada masyarakat

3. Material ● Kurang tersedianya ● Pengadaan dan


media / sarana penyebaran leaflet dan
penyuluhan penempelan stiker dan
poster mengenai Hepatitis
B, Imunisasi Hb0, dan
pencegahan di rumah
warga

4. Money Kurangnya dana untuk ● Menyediakan dana


melakukan promosi khusus untuk promosi
pentingnya imunisasi kesehatan mengenai
Hb0 Hepatitis dan imunisasi
Hb0
-Rendahnya ekonomi
orangtua

5. Lingkungan Masih adanya stigma ● Memberikan pemahaman


negatif terhadap kepada masyarakat
imunisasi pada tentang pentingnya
masyarakat imunisasi Hb0 dan
mamfaat serta efek
-Kurangnya dukungan
samping dari imunisasi
keluarga
Hb0

3.9 Plan Of Action


Berdasarkan alternatif pemecahan masalah diatas, penulis membuat
beberapa perencanaan kegiatan.

63
Tabel 3.12 Plan of Action
Kegiatan Tujuan Sasaran Lokasi Volume Pelaksana
Kegiatan

1. Meningkatkan Mengadakan Petugas Puskesmas, 1 kaliDokter,


kerjasama sosialisasi dan puskesmas, posyandu, dalam 1bidan dan
petugas menyamakan dokter dan dan pustu tahun petugas
puskesmas persepsi bidan yang
dengan dokter antara sesama swasta mendapat
atau bidan petugas untuk pelatihan
praktek swasta meningkatkan tentang
kerjasama imunisasi
petugas medis

2. Memberikan Memberikan Masyarakat Puskesmas, 1 kaliDokter,


sosialisasi informasi dan pustu, dan sebulan bidan dan
kepada edukasi posyandu petugas
masyarakat kepada yang
mengenai masyarakat mendapat
penyakit tentang pelatihan
Hepatitis dan penyakit tentang
pencegahan Hepatitis B imunisasi
dengan dan imunisasi Hb0
imunisasi Hb0 Hb0

64
3. Memberikan Agar ibu yang Penderita Puskesmas 1 kaliDokter,
target suspek dicurigai yang sebulan bidan dan
untuk masing- menderita mempunyai petugas
masing Pembina Hepatitis B factor yang
wilayah dan dapat resiko mendapat
mengoptimalkan memahami Hepatitis B pelatihan
penjaringan dampak tentang
suspek terhadap anak penyakit
yang Hepatitis B
dilahrkan

4. Menyediakan Memberikan Masyarakat Puskesmas, 1 kali Koordinator


dana khusus informasi dan posyandu setahun program
untuk promosi edukasi dan pustu
kesehatan kepada
mengenai masyarakat
Imunisasi Hb0 mengenai
dalam imunisasi Hb0
menyebarkan
leaflet,
penempelan
stiker, poster
mengenai
imunisasi Hb0
serta cara
penularan dan
pencegahan di
rumah warga

5. Melakukan Untuk Seluruh Puskesmas 1 kali Petugas


pemeriksaan dan mengevaluasi bayi sebulan pemegang
pendataan jumlah bayi diwilayah program
terhadap bayi yang akan kerja
yang mengikuti mendapatkan puskesmas

65
program imunisasi Hb0 tanjung
imunisasi diwilayah paku
kerja
puskesmas
tanjung paku

66
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Berdasarkan analisa data, didapatkan persentase pelaksanaan imunisasi


Hb0 di Puskesmas Tanjung Paku periode tahun 2019 adalah sebesar 82,4%,
pencapaian ini lebih rendah dari target Dinas Kesehatan Kota Solok tahun 2019
yaitu 95%. Terdapat alternative pemecahan masalah dari sisi seperti manusia,
lingkungan, metode, dana, dan material.

Rendahnya cakupan imunisasi Hb0 di puskesmas tanjung paku disebabkan


oleh rendahnya pengetahuan masyarakat tentang pentingnya imunisasi Hb0
sebagai upaya pencegahan penyakit hepatitis, stigma negative yang berkembang
di masyarakat, kurang tersedianya dana dan media untuk penyuluhan dan
sosialisasi mengenai imunisasi Hb0, serta faktor dari tenaga kesehatan yang
kurang mendukung menjadi penyebab dari masalah ini.

Berdasarkan alternative pemecahan masalah diatas, penulis membuat


beberapa perencanaan kegiatan untuk meningkatkan pencapaian target
pelaksanaan imunisasi Hb0 diwilayah kerja Puskesmas Tanjung Paku seperti
memberikan penyuluhan tentang pentingnya imunisasi Hb0, pendataan terhadap
bayi yang akan medapatkan imunisasi Hb0, dan melakukan penjaringan terhadap
pasangan penderita Hepatitis B serta perencanaan mengenai dana yang dibutuhkan
dalam program untuk meningkatkan target pelaksanaan imunisasi ini.

4.2 SARAN

Dalam rangka meningkatkan cakupan imunisasi Hb0 maka disarankan


agar mengadakan dan melakukan monitoring kegiatan program imunisasi Hb0
setiap bulan, memaksimalkan kinerja petugas dan membangun koordinasi dengan
baik lintas sektor, serta memaksimalkan peran petugas kesehatan pada
pelaksanaan program Imunisasi Hb0.

67
DAFTAR PUSTAKA

1. Konsensus Nasional Penatalaksanaan Hepatitis B di Indonesia. 2012.


Jakarta: Perhimpunan Peneliti Hati Indonesia.
2. Purnamawati S, Zuraida Zulkarnain, Julfina Bisanto, Hanifah Oswari.
2000. Bayi Lahir dari Ibu Pengidap Hepatitis B. Sari Pediatri. Vol 2, No1:
Jakarta.
3. Rumini, Faktor resiko hepatitis B pada pasien di RSUD dr,Pringadi
Medan. Jurnal Kesehatan Global, Vol. 1, No. 1, Januari 2018 : 37-44
4. Guyton AC, Hall JE. 2014. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi
12. Editor: M. Djauhari W, Antonia T. Singapura: Elsevier (Singapore)
Pte. Ltd. h.907
5. Song JE, Kim DY. 2016. Diagnosis of Hepatitis B. Ann Transsl Med
4(18):338. doi:10.21037/atm.2016.09.11
6. Jadwal Imunisasi Anak Usia 0-18 tahun Rekomendasi Ikatan Dokter Anak
Indonesia (IDAI) Tahun 2017
7. Laporan Kinerja Puskesmas Tanjung Paku Tahun 2019

68

Anda mungkin juga menyukai