Anda di halaman 1dari 25

Case Report

OFTALMOPHATI GRAVES

Oleh :
SITI HALIMAH 21100707360803055

Pembimbing :
dr. Romi Yusardi, Sp.M

SMF MATA

RSUD Dr. ACHMAD MOCHTARBUKITTINGGI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BAITURRAHMAH

2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan karunia-Nya

sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan makalah ini dengan judul “Oftalmopati

Graves” yang merupakan salah satu tugas kepaniteraan klinik dari Bagian mata.

Dalam kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terimakasih kepada dr. Romi

Yusardi, Sp. M selaku pembimbing sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan

makalah ini tepat waktu demi memenuhi tugas Kepaniteraan Klinik Senior.

Penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini masih jauh dari kata sempurna, karena

itu penulis mengharapkan masukan dan saran dari pembaca untuk penyempurnaan laporan

kasus ini. Akhir kata penulis mengucapkan terimakasi

Bukittinggi, Desember 2021

Penulis

ii
DAFTAR PUSTAKA

KATA PENGANTAR...............................................................................................................ii

DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................................iii

BAB I.........................................................................................................................................4

PENDAHULUAN......................................................................................................................4

1.1 Latar Belakang..............................................................................................................4

1.2 Rumusan Masalah.........................................................................................................6

BAB II........................................................................................................................................7

TINJAUAN PUSTAKA.............................................................................................................7

2.1 Oftalmophati Graves.....................................................................................................7

2.1.1 defenisi................................................................................................................7

2.1.2 Manifestasi Klinis................................................................................................7

2.1.3 Patogenesis Oftalmophati Graves.......................................................................8

2.1.4 Klasifikasi............................................................................................................9

2.1.5 Pencegahan Oftalmophati Graves.....................................................................14

2.1.6 Penatalaksanaan.................................................................................................15

BAB III.....................................................................................................................................17

LAPORAN KASUS.................................................................................................................17

DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................22

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Oftalmopati Graves merupakan inflamasi pada orbita yang berhubungan dengan

penyakit tiroid autoimun sehingga menyebabkan terjadinya pembesaran atau

hipertrofi dari otot ekstraokuler dan lemak orbita.1,2,3,4 Oftalmopati Graves dapat

terjadi secara bilateral maupun unilateral.5,6 Dan oftalmopati Graves dapat ditemukan

pada pasien dengan hipertiroid (90%), eutiroid (6%), tiroiditis hashimoto (3%) dan

hipotiroid primer (1%). 7,8,9

Proses inflamasi pada oftalmopati Graves akan memberikan gambaran klinis

berupa edem palpebra, retraksi palpebra, proptosis, gangguan gerak bola mata, defek

pada kornea dan neuropati optik.1,5,7,10 Mayoritas pasien oftalmopati Graves memiliki

keterlibatan okuler yang ringan, bersifat self-limiting, dan non-progresif, namun

sekitar 3-7% pasien oftalmopati Graves menunjukkan gejala klinis dengan penurunan

visus akibat defek pada korna ataupun neuropati optik. Neuropati optik terjadi karena

adanya kompresi nervus optikus oleh otot-otot ekstraokuler yang hipertropi.1,2,7,10

Robert Graves (1835) adalah orang yang pertama kali menghubungkan

oftalmopati Graves dengan hipertiroidisme Graves atau penyakit Graves.11 Di

Amerika Serikat sebuah studi epidemiologi tahun 1996 pada pasien kulit putih

menunjukkan angka kejadian oftalmopati Graves bervariasi, yaitu sekitar 16 pada

perempuan dan 3 pada laki-laki per 100.000 populasi. Insiden tertinggi terjadi pada 2

kelompok usia 40-44 tahun dan 60-64 tahun pada perempuan serta 45-49 tahun dan

65-69 tahun pada laki-laki. 1,7


Penelitian Subekti dan kawan-kawan melaporkan

prevalensi oftalmopati Graves secara klinis di RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo

(RSCM) pada tahun 2011 adalah 37 % dari penyakit Graves.12 Sirmalinda (2012)

4
melakukan penelitian di RSUP DR. M Djamil Padang mendapatkan kasus oftalmopati

Graves pada pasien penyakit Graves sebanyak 61%. 13


Dan penelitian Rahayu (2015)

mendapatkan pasien oftalmopati Graves sebanyak 39 pasien dari 45 penderita

penyakit Graves yang berasal dari poliklinik dan bangsal Penyakit Dalam RSUP DR.

M. Djamil Padang dari bulan Mei 2015 sampai November 2015. 14

Penyakit Graves merupakan penyakit autoimun kelenjar tiroid dengan adanya

antibodi Imunoglobulin G (IgG) yang mengikat dan mengaktifkan reseptor tirotropin

yang dikenal sebagai Thyroid Stimulating Antibody (TSAb) sehingga terjadi

pembesaran kelenjar tiroid dan peningkatan produksi hormon tiroid.15,16 Reseptor

tirotropin merupakan target autoimunitas pada orbita, dimana proses autoimunitas

tersebut akan memicu terjadinya perubahan seluler. 2,10,17 Perubahan seluler pada orbita

menimbulkan gambaran karakteristik berupa hipertrofi otot ekstraokuler dan lemak

orbita pada oftalmopati Graves. Hormon TSAb akan muncul pada penyakit Graves,

jika sel limfosit T gagal dalam mentoleransi TSHR. Dan adanya hormon TSAb pada

pasien oftalmopati Graves menunjukkan adanya respon imuno reaktivitas melawan

reseptor tirotropin.10,18

Thyroid stimulating antibody (TSAb) merupakan salah satu bagian dari sifat

thyroid receptor antibody (TRAb) yang menstimulasi aktivitas reseptor tiroid dan

mayoritas dari sub tipe IgG1.19,20 Beberapa penelitian menyatakan bahwa 3

pemeriksaan TSAb dianjurkan sebagai tes yang berguna untuk menegakkan diagnosa,

follow up, memprediksi kekambuhan setelah terapi dengan obat anti tiroid dan

monitoring terapi pasien penyakit Graves dengan oftalmopati Graves.11,12,15,17

1.2 Rumusan Masalah

1. Menambah wawasan mengenai “Oftalmophati Graves

5
2. Sebagai proses pembelajaran untuk mahasiswa yang sedang menjalankan

kepaniteraan klinik senior Stase Ilmu Penyakit Mata

6
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Oftalmophati Graves

2.1.1 defenisi

Orbitopati terkait tiroid/thyroid-associated orbitopathy (TAO), sering disebut

oftalmopati Graves, merupakan bagian dari proses autoimun yang dapat mengenai

jaringan orbital dan periorbital, kelenjar tiroid, dan, lebih jarang, kulit pretibial atau

digiti.21

Graves oftalmopati lebih sering terjadi pada wanita umumnya kulit putih (rasio

5:1) antara usia 30 sampai 50 tahun. Exophtalmus berat dan neuropati optik kompresif

agak lebih sering terjadi pada pria berusia lanjut. Hal ini menunjukkan penyakit tiroid

pada perokok relatif lebih beresiko mengalami graves oftalmopati dua kali lebih

tinggi dibandingkan bukan perokok. Alasan untuk perbedaan ini tidak diketahui,

tetapi kemungkinannya adalah penurunan imunosupresi pada perokok dapat

menyebabkan peningkatan ekspresi pada proses imun.22

2.1.2 Manifestasi Klinis

Tiroid terkait orbitopati bisa mendahului, bertepatan, atau mengikuti komplikasi

sistemik dari distiroidisme. Manifestasi okular dari orbitopati tiroid termasuk retraksi

kelopak mata, proptosis, kemosis, edema periorbital, dan gangguan fungsional

pergerakan okular. Dari pasien yang terkena, 20% menunjukkan morbiditas okular

dari kondisi ini lebih menyulitkan dibandingkan dengan komplikasi sistemik

distiroidisme.23

7
Oftalmopati adalah kelainan ekstratiroid pada penyakit graves yang paling sering,

mulai dari yang ringan (40-50%) hingga sedang-berat (3-5%). Pasien penyakit graves

mengalami oftalmopati dalam berbagai bentuk seperti mata pedih, terasa ada pasir,

nyeri retrobulbar, diplopia sampai kehilangan penglihatan, dan penurunan kualitas

hidup.3 OG berdampak negatif terhadap pekerjaan, hobi dan fungsi psikososial

pasien,4 sehingga tatalaksana OG memerlukan pendekatan holistik yang

mempertimbangkan manusia secara utuh baik fisik, psikologis, sosial, maupun

spiritual.5 Mengingat modalitas terapi pada OG terbatas dan hasil terapinya belum

memuaskan, perlu ditekankan pentingnya upaya pencegahan OG dan pencegahan

progresifitas penyakit untuk mengurangi morbiditas.24

2.1.3 Patogenesis Oftalmophati Graves

Berikut ini skema dari patogenesis graves oftalmpati. 1;2;7


•Sirkulasi sel T pada pasien penyakit graves secara langsung melawan antigen pada

sel-sel folikular tiroid. Pengenalan antigen ini pada fifibroblast tibial dan pretibial

(dan mungkin myosit ekstraokular). Bagaimana lymfosit ini datang secara langsung

melawan self antigen. Penghapusannya oleh sistem imun tidak diketahui secara pasti.

• Kemudian sel T menginfasi orbita dan kulit pretibial. Interaksi antar CD4 T sel yang

teraktifasi dan fifibroblast menghasilkan pengeluaran sitokin ke jaringan sekitarnya,

khususnya interferoninterleukin-1 dan TNF.

• Sitokin-sitokin ini atau yang lainnya kemudian merangsang ekspresi dari protei-

protein immunomodulatory (72 kd heat shock protein molekul adhesi interseluler dan

HLA-DR) di dalam fifibroblas orbital seterusnya mengabadikan respon autoimun

pada jaringan ikat orbita.

• Lebih lanjut, sitokin-sitokin khusus (interferoninterleukin-1, Transforming Growth

Factor, dan insulin like growth factor 1) merangsang produksi glycosaminoglikan

8
oleh fifibroblast kemudian merangsang proliferasi dan fifibroblast atau keduanya,

yang menyebabkan terjadinya akumulasi glycosaminoglikan dan edema pada jaringan

ikat orbita. Reseptor tyrotropin atau antibosy yang lain mempunyai hubungan

biologik langsung terhadap fifibroblast orbital atau miosit. Kemungkinan lain,

antibodi ini mewakili ke proses imun.

• Peningkatan volume jaringan ikat dan pengurangan pergerakan otot-otot

ekstraokuler dihasilkan dari stimulasi fifibroblast untuk menimbulkan manifestasi

klinis oftalmopaty. Proses yang sama juga terjadi di kulit pretibial akibat

pengembangan jaringan ikat kulit, yang mana menyebabkan timbulnya pretibial

dermopathy dengan karakteristik berupa nodul-nodul atau penebalan kulit.

2.1.4 Klasifikasi

Oftalmopati pada penyakit graves adalah bagian dari proses autoimun yang

kompleks dan melibatkan jaringan orbita serta periorbital. Faktor risiko oftalmopati

sekaligus berperan sebagai faktor risiko yang berpengaruh pada progresifitas OG.

Faktor tersebut dibagi dua, yaitu kelompok yang tidak dapat dimodifikasi (usia, jenis

kelamin, genetik) dan yang dapat dimodifikasi (faktor lingkungan, disfungsi tiroid

yaitu hipertiroid dan hipotiroid serta kadar TSH receptor antibody/TRAb).25

1. Tidak Dapat Dimodifikasi

Usia, jenis kelamin, dan genetik merupakan faktor risiko yang tidak dapat

dimodifikasi.25 OG lebih sering terjadi pada perempuan, tetapi pasien laki-laki

mengalami OG lebih berat dan pada usia lebih tua. Faktor yang menyebabkan

kerentanan mengalami OG adalah major histocompatibility complex (MHC), cytotoxic

lymphocyte-associated antigen-4 (CTLA-4), intracellular adhesion molecule-1

9
(ICAM-1), TSH receptor gene, interleukin (IL)-23 receptor, IL-3 dan IL-5, namun

hasil studi tersebut belum konsisten.

2. Dapat dimodifikasi

Terdapat dua f Terdapat dua faktor yang dapat dimodifikasi, yaitu faktor

lingkungan dan faktor biokimia. Faktor lingkungan penting yang berperan pada

perkembangan dan progresifitas OG, yaitu merokok dan terapi yodium radioaktif

(RAI) pada penyakit graves.24

Merokok. Studi Pfeilschifter et al12 menunjukkan bahwa pasien penyakit graves

yang tidak merokok 51,7% mengalami OG, sedangkan pada pasien perokok aktif

68,2% mengalami OG, dan pasien mantan perokok 64% mengalami OG. Perokok

aktif lebih sering mengalami proptosis (49%) atau diplopia (27,9%) dibandingkan

bukan perokok masing-masing 18,6% dan 8,9%; mantan perokok masing-masing

16% dan 16%. Risiko OG terkait merokok aktif sebanding dengan jumlah rokok per

hari dan mantan perokok memiliki risiko lebih rendah daripada perokok aktif.

Merokok menyebabkan pemanjangan waktu normalisasi kadar TRAb yang berakibat

meningkatnya risiko rekurensi penyakit graves maupun OG.25 Mekanisme yang

mendasari hubungan merokok dan OG diduga melalui terbentuknya reactive oxygen

species (ROS) dan hipoksia yang dapat menstimulasi fibroblas orbita untuk

berproliferasi dan mensintesis glikosaminoglikan.15 Hipoksia memberi dampak buruk

terhadap remodeling jaringan pasien OG yang distimulasi oleh angiogenesis dan

adipogenesis melalui aktivasi HIF-1-dependent pathways pada pasien OG.26

Merokok berhubungan dengan OGmelalui peningkatan kongesti vena orbita 27

Masalah yang dihadapi di Indonesia ialah jumlah perokok aktif tergolong tinggi.

Berdasarkan data Bank Dunia,19 jumlah perokok di Indonesia 39,4%, lebih tinggi

dari Laos 28,9%, Mongolia 25,6%, China 25,6%, Filipina 24,3% dan Korea Selatan

10
23,3%. Menurut data Riskesdas Kementerian Kesehatan RI 2018, penduduk Indonesia

berusia lebih dari 15 tahun yang merokok, berkurang sedikit, dari 36,3% tahun 2013,

menjadi 33,8% tahun 2018.2 Dengan jumlah perokok aktif yang masih tinggi maka

akan berdampak pada timbulnya OG baik sebagai perokok aktif maupun pasif.

Terapi Yodium Radioaktif untuk Penyakit

Graves. Penelitian kohort retrospektif dan uji klinis acak telah mengidentifikasi

risiko OG setelah terapi yodium radioaktif untuk hipertiroidisme 15-163 Kolaborasi

dalam Pengelolaan Tiroid di Indonesia eJKI Vol. 7, No. 3, Desember 2019 39%. Pada

kelompok yang diberi yodium radioaktif risiko tersebut 23/150 (15%) dibandingkan

dengan 4/148 (3%) untuk kelompok obat antitiroid. 28 Keterlambatan koreksi

hipotiroidisme pascaterapi yodium radioaktif berperan penting pada progresi OG

pasca-RAI. Tallstedt et al21 melakukan studi pada 168 pasien hipertiroidisme graves

yang dibagi menjadi dua kelompok usia yaitu grup I (usia 20-34 tahun, 54 pasien) dan

grup II (usia 35-55 tahun, 114 pasien). Grup I diberikan terapi metimazol selama 18

bulan atau tiroidektomi subtotal secara acak sedangkan grup II mendapat opsi

tambahan I131 selain kedua terapi sebelumnya. Pada saat follow up, frekuensi

kejadian atau perburukan oftalmopati mirip antara kelompok obat antitiroid dan bedah

pada grup sedangkan pada grup II, oftalmopati memburuk pada 4 dari 38 pasien

(10%) yang diberi obat antitiroid, 6 dari 37 pasien (16%) yang dilakukan

pembedahan, dan 13 dari 39 pasien (33%) pada pasien yang diberikan I131 (p = 0,02).

Faktor risiko perburukan OG terkait terapi yodium radioaktif adalah OG yang sudah

ada dan aktif, merokok, hipertiroidisme berat, titer TRAb yang tinggi, dan

hiportiroidisme akibat terapi yodium radioaktif yang tidak dikoreksi dengan baik.

Hasil studi cukup konsisten dalam mendukung hipotesis bahwa terapi yodium

radioaktif untuk hipertiroidisme graves dapat berdampak negatif pada mata. Apakah

11
hanya sebagian dari pasien graves yang rentan belum dapat ditentukan, meskipun

studi terbaru menyatakan merokok adalah faktor risiko tambahan kejadian OG.29

Faktor Biokimia

Disfungsi Tiroid. Hipertiroidisme dan hipotiroidisme berhubungan dengan risiko

timbulnya atau memburuknya OG.9 Studi kohort yang dilakukan terhadap 264 pasien,

diperoleh OR 2,8 untuk timbulnya atau perburukan OG pada pasien yang memerlukan

lebih dari 1 dosis RAI untuk mengontrol hipertiroid dibandingkan dengan pasien yang

hanya memerlukan 1 dosis. Prummel et al22 mengklasifikasikan 90 pasien OG dalam

populasi rujukan menggunakan indeks keparahan dan menemukan baik hipotiroid

maupun hipertiroid berhubungan dengan meningkatnya risiko keparahan OG, dengan

OR 2,8 (95% IK:1,2-6,8) untuk pasien OG berat yang mengalami disfungsi tiroid

dibandingkan pasien OG yang lebih ringan. Sebuah studi membandingkan inisiasi

awal levotiroksin (2 minggu setelah terapi) untuk menghindari hipotiroid dengan grup

yang tidak mendapat levotiroksin sampai dinyatakan hipotiroid (hipotiroid permisif).30

Risiko relatif untuk terbentuknya atau memburuknya OG adalah 1,64 (95% IK: 1,1-

2,6) pada grup hipotiroid permisif dibandingkan grup yang diterapi lebih

awal.Terdapat peningkatan keparahan OG pada grup hipotiroid permisif yang diukur

berdasarkan banyaknya pasien yang memerlukan terapi spesifik untuk kelainan mata

(RR 2,3 dengan 95% IK: 1,2- 4,6. Hipotiroid pascaterapi yodium radioaktif untuk

hipertiroid graves merupakan faktor risiko OG. Mekanisme hipertiroidisme dan

hipotiroidisme memengaruhi timbulnya dan progresi OG ialah melalui aktivasi

reseptor TSH oleh TRAb dan TSH, yang meningkatkan ekspresi antigen tiroid dan

eksaserbasi reaksi autoimun melawan antigen bersama yang diekspresikan di tiroid

dan mata. Oleh karena itu, pada setiap kasus penyakit graves dan OG, upaya

mencapai dan mempertahankan status eutiroidisme merupakan hal mendasar.31 TSH-

12
Receptor Antibody. Patofisiologi PG diawali dengan stimulasi reseptor TSH (TSH

receptor = TSHR) oleh autoantibodi TRAb di sel folikular tiroid yang menyebabkan

hiperplasia tiroid dan produksi serta sekresi hormon tiroid.

Khoo et al30 melaporkan, pada 100 pasien graves bukan perokok, secara

konsekutif memperlihatkan OR kejadian OG meningkat secara nyata ketika kadar

TRAb serum di atas median kadar ratarata. Imunoglobulin G pasien graves

menstimulasi sintesis hialuronan oleh fibroblas orbita yang tidak terdiferensiasi dan

fibroblas orbita pasien OG melalui cyclic adenosin monophosphat (cAMP) dan non-

cAMP-mediated signaling pathways.

Sampai saat ini belum ditemukan petunjuk bagaimana memblok sintesis TRAb,

namun terapi obat antitiroid jangka panjang berasosiasi dengan penurunan kadar

TRAb yang secara tidak langsung bermanfaat untuk OG .26 Baru ada satu studi

prospektif oleh Wiersinga et al30 yang mendapatkan empat parameter independen

(aktivitas klinis, TRAb, lama gejala penyakit Graves dan merokok) untuk

memprediksi seseorang dengan penyakit graves akan berkembang atau tidak

berkembang menjadi OG.

13
2.1.5 Pencegahan Oftalmophati Graves

14
2.1.6 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan oftalmopati terdiri atas pengobatan medis, operasi, dan

penyinaran. 1;2;5;6

1. Medika mentosa

Pada keadaan ringan bisa menunggu sampai keadaan eutiroid tercapai, dimana

pada sebagian besar penderita akan mengalami perbaikan, walaupun tidak merupakan

perbaikan total.

• Stadium awal kelainan retraksi kelopak mata

o Artifificial tears

o Kelopak diplester waktu tidur

• Retraksi kelopak mata disertai mata merah, lakrimasi, fotobia

o Kompres dingin waktu pagi dan tidur dengan bantal tinggi

o Artifificial tears

o Kacamata hitam • Keluhan memberat, sehingga mata sungkar menutup sempurna,

pergerakan bola mata terhambat dan adanya ancaman ulkus kornea dan gangguan

visus

o Prednison 40-80 mg/hari atau 1-1,5 mg/kgBB, dosis ini dipertahankan selama 2

hingga 4 minggu sampai respon klinis dirasakan. Dosis kemudian dikurangi sesuai

respon klinis dari fungsi saraf optik.

o Methyl prednisolone 16-24 mg diberikan retrobulber

2. Radiasi

Seperti kortikosteroid terapi radiasi paling efektif dalam tahun pertama ketika

perubahan fifibrotik yang signififikan belum terjadi. Iradiasi retrobulber (tidak boleh

pada penderita diabetes melitus) sering diakukan pada penderita oftalmopati Graves

yang aktif dengan protrusis yang berat. Secara keseluruhan 60% hinggan 70% pasien

15
memiliki respon yang baik dengan radiasi, walaupun rekuren terjadi lebih dari 25%

pasien. Perbaikan diharapkan selama 2 minggu hingga 3 bulan setelah terapi radiasi

tetapi dapat berlanjut hingga 1 tahun.

3 Operasi Beberapa pasien dengan TAO memerlukan penanganan bedah, seperti

dekompresi orbital, pembedahan strabismus dan pembedahan kelopak mata. Berbagai

tindakan pencegahan perlu dilakukan agar oftalmopati tidak menjadi lebih berat.

• Kontol penyakit tiroid merupakan langkah utama

• Pasien merokok sebaiknya ditekankan untuk berhenti merokok. Oleh karena

merokok ternyata memperburuk oftalmopati

• Pasien dengan proptosis sebaiknya harus diproteksi misalnya dengan kacamata, atau

cairan tetes khusus agar kornea selalu basah (artifificial teas).

16
BAB III

LAPORAN KASUS

3.1 Identitas Pasien


Nama : Syafni Wati
Usia : 49 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
3.2 Anamnesis

Keluhan utama :

Pasien merasakan mata perih sejak 6 bln terakhir

Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien merasakan mata perih, pandangan buram, pandangan ganda terkadang,

mata sering berair sejak 6 bln. pasien juga menderita tyroid, pasien merasakan jantung

berdebar debar, lapar yang terus menerus, lemah, penurunan BB secara drastis.

Riwayat penyakit dahulu :

Riwayat penyat tyroid sejak th 2010

Riwayat penyakit keluarga

Nenek menderita tyroid

Riwayat pemakaian kacamata

Pasien tidak menggunakan kacamata

3.3 Status Generalisata

Kesadaran : Composmentis cooperative

Tekanan darah : Tidak dilakukan pemeriksaan

Nadi : Tidak dilakukan pemeriksaan

17
3.3 Status Oftalmologis

Visus

OD : 20/150

OS : 20/100f1

Koreksi Kacamata

OD : S +0,25

OS : S +0,25

C -0,25

A 73

Kemajuan Visus

OD : 20/20

OS : 20/20

OD OS

Palpebra superior Edema (-) hiperemis (-) Edema (-) hiperemis (-)
Palpebra inferior Edema (-) hiperemis (-) Edema (-) hiperemi (-)
Silia Secret (-) Secret (-)
Konjungtiva Hiperemis (-) Hiperemis (-)
Kornea Jernih Jernih
Kedudukan bola mata Normal Normal
Iris Normal Normal
Pupil Reflek cahaya (+) Reflek cahaya (+)
Lensa jernih jenih

18
Palpasi OD OS

Nyeri Tekan (-) (-)

Masa tumor (-) (-)

Plak (-) (-)

Tonometri
OD : 16 mmHg
OS : 16 mmHg
3.4 Diagnosis
OD : - Hypermetropia simplex
- Oftalmophaty graves
OS : - Mixed Astigmat
- Oftalmophathy graves

3.5 Medikamentosa
- pemakaia kacamata

- Pednisolon 5 mg 2x1

19
3.6 Prognosis

- Quo Ad Vitam : Bonam

- Quo Ad Sanationam : Bonam

- Quo Ad Functionam : Bonam

- Quo Ad Cosmesticam : Bonam

20
BAB IV

KESIMPULAN

Orbitopati terkait tiroid/thyroid-associated orbitopathy (TAO), sering disebut

oftalmopati Graves, merupakan bagian dari proses autoimun yang dapat mengenai

jaringan orbital dan periorbital, kelenjar tiroid, dan, lebih jarang, kulit pretibial atau

digiti.Graves oftalmopati lebih sering terjadi pada wanita umumnya kulit putih (rasio

5:1) antara usia 30 sampai 50 tahun. Exophtalmus berat dan neuropati optik kompresif

agak lebih sering terjadi pada pria berusia lanjut. Hal ini menunjukkan penyakit tiroid

pada perokok relatif lebih beresiko mengalami graves oftalmopati dua kali lebih

tinggi dibandingkan bukan perokok. Alasan untuk perbedaan ini tidak diketahui,

tetapi kemungkinannya adalah penurunan imunosupresi pada perokok dapat

menyebabkan peningkatan ekspresi pada proses imun.

DAFTAR PUSTAKA

1. Weetman A. Graves’ disease. N Eng J Med. 2000;343:1236–48.

2. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI. Riset

Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2013. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI; 2013.

21
3. Stan MN, Bahn RS. Risk factors for development or deterioration of Graves’

ophthalmopathy. Thyroid. 2010;20:777–83.

4. Wiersinga W. Combined thyroid-eye clinics in the management of Graves’

ophthalmopathy. Dalam: Bahn R, editor. Graves’ disease. Edisi ke-1. New York:

Springer Science+Business Media; 2015.h.187–94.

5. Huljev D, Pandak T. Holistic and team approach in health care. Signa Vitae.

2016;11(Suppl 2):66–9.

6. Subekti I. Diagnosis dan pengelolaan oftalmopati Graves. Dalam: Jakarta

Endocrinology Meeting. Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI/ RSCM;

2008.h.30–5.

7. Brent GA. Graves’ disease. N Engl J Med. 2008;358:2594–605.

8. Subekti I. Hubungan TSH receptor antibody, thyroid stimulating antibody, dan

thyroid blocking antibody dengan aktivitas klinis dan derajat keparahan oftalmopati

graves. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2011.

9. Bartalena L. Prevention of Graves’ ophthalmopathy. Best Pract Res Clin

Endocrinol Metab. 2012;26:371–9.

10. Perros P, Cromble AL, Kendall-Taylor P. Natural history of thyroid associated

ophthalmopathy. Clin Endocrinol (Oxf). 1995;42:45–50.

11. Wiersinga W, Žarković M, Bartalena L, Donati S, Perros P, Okosieme O, et al.

Predictive score for the development or progression of Graves’ orbitopathy in patients

with newly diagnosed Graves’ hyperthyroidism. Eur J Endocrinol. 2018;178:635–43.

12. Pfeilschifter J, Ziegler R. Smoking and endocrine ophthalmopathy: impact of

smoking severity and current vs lifetime cigarette consumption. Clin Endocrinol.

1996;45:477–81.

22
13. Bartalena L, Marcocci C, Bogazzi F, Manetti L, Tanda ML, Dell’Unto E, et al.

Relation between therapy for hyperthyroidism and the course of Graves’

ophthalmopathy. N Engl J Med. 1998;338:73–8. 168 Imam Subekti eJKI Vol. 7, No. 3,

Desember 2019

14. Roos JCP, Paulpandian V, Murthy R. Serial TSHreceptor antibody levels to guide

the management of thyroid eye disease: the impact of smoking, immunosuppression,

radio-iodine, and thyroidectomy. Eye. 2019;33:212–7.

15. Burch H, Lahiri S, Bahn R, Barnes S. Superoxide radical production stimulates

retroocular fibroblast proliferation in Graves’ ophthalmopathy. Exp Eye Res.

1997;65:311–6.

16. Görtz G-E, Horstmann M, Aniol B, Reyes BD, Fandrey J, Eckstein A, et al.

Hypoxia-dependent HIF- 1 activation impacts on tissue remodeling in Graves’

ophthalmopathy—Implications for smoking. J Clin Endocrinol Metab.

2016;101:4834–42.

17. Sadeghi-Tari A, Jamshidian-Tehrani M, Nabavi A, Sharif-Kashani S, Elhami E,

Hassanpour N, et al. Effect of smoking on retrobulbar blood flow in thyroid eye

disease. Eye. 1016;30:1573–8.

18. Weetman AP, Wiersinga WM. Current management of thyroid-associated

ophthalmopathy in Europe. Results of an international survey. Clin Endocrinol (Oxf).

1998;49:21–8.

19. DataBank. Smoking prevalence. The World Bank. 2016. Diunduh dari

https://data.worldbank.org/indicator/SH.PRV.SMOK.MA?

contextual=region&end=2016&locations=ID&

name_desc=false&start=2016&type=points&view=bar

23
20. Träisk F, Tallstedt L, Abraham-Nordling M, Andersson T, Berg G, Calissendorff

J, et al. Thyroid-associated ophthalmopathy after treatment for Graves’

hyperthyroidism with antithyroid drugs or iodine-131. J Clin Endocrinol Metab.

2009;94:3700–7.

21. Tallstedt L, Lundell G, Tørring O, Wallin G, Ljunggren JG, Blomgren H, et al.

Occurrence of ophthalmopathy after treatment for graves’ hyperthyroidism. N Engl J

Med. 1992;326:1733–8.

22. Prummel MF, Wiersinga WM, Mourits MP, Koornneef L, Berghout A, van der

Gaag R. Effect of abnormal thyroid function on the severity of Graves’

ophthalmopathy. Arch Intern Med. 1990;150:1098–101.

23. Tallstedt L, Lundell G, Blomgren H, Bring J. Does early administration of

thyroxine reduce the development of Graves’ ophthalmopathy after radioiodine

treatment? Eur J Endocrinol. 1994;130:494–7.

24. Bartalena L, Baldeschi L, Dickinson A, Eckstein A, Kendall-taylor P, Marcocci C,

et al. Consensus statement of the European Group on Graves ’ orbitopathy

(EUGOGO) on management of Graves Orbitopathy*. Thyroid. 2008;18:333–46.

25. Khoo D, H0 S, Seah L, Fong K, Tai E, Chee S, et al. The combination of absent

thyroid peroxidase antibodies and high thyroid-stimulating immunoglobulin levels in

Graves’ disease identifies a group at markedly increased risk of ophthalmopathy.

Thyroid. 1999;9:1175–80.

26. Laurberg P, Wallin G, Tallstedt L, Abraham-Nordling M, Lundell G, Tørring O.

TSH-receptor autoimmunity in Graves’ disease after therapy with anti-thyroid drugs,

surgery, or radioiodine: a 5-year prospective randomized study. Eur J Endocrinol.

2008;158:69–75.

24
27. Prabhakar BS, Bahn RS, Smith TJ. Current perspective on the pathogenesis of

Graves’ disease and ophthalmopathy. Endocr Rev. 2003;24:802–35.

28. Martins JRM, Furlanetto RP, Oliveira LM, Mendes A, Passerotti CC, Chiamolera

MI, et al. Comparison of practical methods for urinary glycosaminoglycans and serum

hyaluronan with clinical activity scores in patients with Graves’ ophthalmopathy. Clin

Endocrinol (Oxf). 2004;60:726–33.

29. Bartalena L, Baldeschi L, Boboridis K, Eckstein A, Kahaly GJ, Marcocci C, et al.

The 2016 European Thyroid Association/European Group on Graves’ Orbitopathy

Guidelines for the Management of Graves’ Orbitopathy. Eur Thyroid J. 2016;5:9–26.

30. Bahn R. Current insights into the pathogenesis of Graves’ ophthalmopathy. Horm

Metab Res. 2015;47:773–8.

25

Anda mungkin juga menyukai