Disusun Oleh:
Pembimbing:
dr. Yuldawati, MKM
1
GIZI BALITA
PEMBIMBING LAPANGAN
2
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat-Nya kepada
penulis hingga dapat menyelesaikan tugas makalah ini yang berjudul "GIZI BALITA ".
Makalah ini dibuat untuk memenuhi syarat kepaniteraan klinik senior di bagian Public
pembimbing Kepaniteraan Klinik Public Health di Puskesmas K.T.K Solok, yang telah
Tidak lupa penulis mengucapkan terimakasih yang tidak terhingga kepada teman-teman
serta staf puskesmas K.T.K dan semua pihak yang telah membantu menyelesaikan makalah
ini. Dengan menyadari sepenuhnya bahwa masih banyak kelemahan yang terdapat dalam
penulisan makalah ini, kritik dan saran sangat diharapkan untuk perbaikan penulisan
Penulis
3
DAFTAR ISI
4
BAB I
PENDAHULUAN
Balita adalah anak usia kurang dari lima tahun sehingga bayi usia dibawah satu
tahun juga termasuk golongan ini. Balita usia 1-5 tahun dapat dibedakan menjadi dua
yaitu batita atau anak usia lebih dari satu tahun sampai tiga tahun dan anak usia lebih dari
tiga tahun sampai lima tahun yang dikenal dengan usia prasekolah (Proverawati dan wati,
2011). Kekurangan Energi dan Protein (KEP) merupakan keadaan kurang gizi yang
disebabkan oleh rendahnya konsumsi energi dan protein dalam makanan sehari-hari
sehingga tidak memenuhi kecukupan yang dianjurkan (Adriani dan Wijatmadi, 2012).
Balita merupakan kelompok umur yang paling sering menderita kekurangan gizi dan
gizi buruk (Notoatmodjo, 2010). Kekurangan gizi dapat memberikan konsekuensi buruk,
dimana manifestasi terburuk dapat menyebabkan kematian. Tercatat ratusan juta anak di
dunia menderita kekurangan gizi yang artinya permasalahan ini terjadi dalam populasi
dengan jumlah yang sangat besar (UNICEF, 2013). Tercatat 4,5% dari 22 juta balita atau
900 ribu balita di Indonesia mengalami gizi kurang atau gizi buruk dan mengakibatkan
lebih dari 80% kematian anak. Prevalensi gizi kurang menjadi 17,9% dan gizi buruk
menjadi 4,9%. Artinya kemungkinan besar sasaran pada tahun 2014 sebesar 15,0% untuk
gizi kurang dan 3,5% untuk gizi buruk dapat tercapai (Kemenkes, 2012).
Prevalensi balita Kurang Energi Protein (KEP) Daerah Istimewa Yogyakarta pada
tahun 2017, Kulon Progo 12,33, Bantul 8,04, Gunung Kidul 7,34, Sleman 7,33,
Yogyakarta 8,40, dan DIY 8,26. Pada tahun 2015, prevalensi balita Kurang Energi
5
Protein (Gizi Buruk dan Kurang) di DIY sebesar 8,04. Prevalensi KEP ini menurun
dibandingkan dengan tahun 2013 tetapi sedikit lebih tinggi dari tahun 2014. Pada tahun
2016 KEP di DIY sebesar 8,83 dan kembali turun menjadi 8,26 pada tahun 2017. Angka
prevalensi selama tiga tahun terakhir masih berkisar pada angka 8 yang menunjukkan
bahwa upaya yang dilakukan dalam rangka penurunan prevalensi KEP Balita di DIY
belum tercapai secara maksimal. Kondisi paling tinggi prevalensi balita KEP adalah
Kabupaten Kulon Progo sebesar 12,33 dan terendah di Sleman 7,33 (Dinkes DIY, 2017)
Melengkapi syarat tugas Kepaniteraan Klinik Senior (KKS) stase Public Health
di Puskesmas K.T.K Solok.
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.1. Gizi
Gizi adalah suatu proses organisme menggunakan makanan yang dikonsumsi secara
Gizi kurang dapat dilihat sebagai suatu proses kurang makan yang terjadi pada balita
ketika kebutuhan normal terhadap satu atau beberapa nutrien tidak terpenuhi atau nutrien-
nutrien tersebut hilang dengan jumlah yang lebih besar daripada yang didapat. 1 Gizi kurang
adalah status gizi yang didasarkan pada indeks Berat Badan menurut Umur (BB/U) yang
Upaya penyediaan data dan informasi status gizi terutama kurang energi protein
(KEP) secara nasional telah dilakukan sejak pelita IV. Salah satu kegiatan sehubungan
dengan penyediaan data adalah Pemantauan Status Gizi (PSG). Kegiatan PSG dimulai
dengan suatu proyek panduan di tiga provinsi yaitu Jawa Tengah, Sumatra Barat dan
Sulawesi Selatan. Kegiatan ini dilakukan pada tahun 1985 dengan tujuan untuk mempelajari
cara memperoleh gambaran status gizi pada tingkat kecamatan guna memantau
perkembangan status gizi.2 Pada tahun 1999, Direktorat Bina Gizi Masyarakat Depkes RI,
melakukan pemantauan status gizi. Tujuan kegiatan ini adalah tersedianya informasi status
7
gizi balita secara berkala dan terus menerus, guna evaluasi perkembangan status gizi balita,
Dalam menentukan klasifikasi status gizi harus ada ukuran baku yang sering disebut
(World Health Organization – National Centre for Health Statistic. Pada Loka Karya
Antropometri tahun 1975 telah diperkenalkan baku Harvard. Berdasarkan Semi Loka
WHO-NCHS.2
Berdasarkan baku Harvard, status gizi dapat dibagi menjadi empat, yaitu:
3) Gizi kurang untuk under weight yang mencakup mild dan moderate PCM (Protein Calori
Malnutrition).
4) Gizi buruk untuk severe PCM , termasuk marasmus, kwashiorkor dan marasmus-
kwashiokor.
Klasifikasi status gizi masyarakat menurut Direktorat Bina Gizi Masyararat Depkes
persentil dann standar deviasi unit (SD). Persentil 50 sama dengan median atau nilai
tengah dari jumlah populasi yang berada diatasnya dan setengahnya berada dibawahnya.
NCHS merekomendasikan persentil ke 50 sebagai batas gizi baik dan kurang, serta
Standar deviasi unit disebut Z-skor. WHO menyarankan cara ini untuk meneliti dan
Z-skor sebagai batas ambang kategori. Rumus perhitungan Z-skor adalah sebagai berikut:
1
Dibawah ini adalah kategori status gizi menurut indikator yang digunakan dan
batasan-batasannya.
60 bulan < - 3 SD
9
anak umur 0 – Tinggi >= - 2 SD
60 bulan > 2 SD
umur 0 – 60 2 SD
bulan > 2 SD
(IMT/U), anak
umur 0 – 60
bulan
umur 5-18
tahun
10
Berikut beberapa tipe keadaan gizi kurang yaitu:
Underweight merupakan situasi seseorang yang berat badannya lebih rendah daripada
berat yang adekuat menurut usianya. Berat badan kurang dapat diidentifikassi jika berat
2) Marasmus
Suatu kondisi dimana berat badan menurut usia (weight-for-age) < 60% dari standar
internasional.
3) Kwashiokor
Ditandai dengan adanya edema dan berat badan menurut usia (weight-for-age) < 80%
4) Kwashiokor marasmus
Gejala yang tampak berupa edema dan berat badan menurut usia (weight-for-age) < 60%
Ditandai dengan berat badan menurut tinggi badan (weight-for-height) < 2 SD di bawah
standar internasional.
Indeks massa tubuh (berat badan (kilogram) / tinggi badan (meter 2)) < 18,5.
11
2.3. Mekanisme Fisiologi yang Menyebabkan Gizi Kurang 1
Ada lima mekanisme yang dapat mengakibatkan defisiensi nutrien yaitu mekanisme
yang bekerja sendiri atau berupa gabungan yang dapat mengurangi status gizi, sebagai
berikut:
Biasanya terjadi pada bencana kelaparan atau anoreksia akibat sakit kronis seperti
anoreksia nevrosa.
Misalnya malabsorpsi karbohidrat dan asam amino yang menyeluruh pada penyakit
kolera sebagai akibat dari waktu transit intestinal yang cepat dan malabsorpsi gula
Misalnya pada penggunaan obat antimalaria yang menganggu metabolisme folat dan
Hal ini sering terjadi melalui traktus gastrointestinal dan dapat juga melalui kulit dan
Keadaan patologis ini terjadi seperti pada kasus inflamasi kronis, misalnya
12
2.4. Sindrom Klinis Gizi Kurang
Ada dua sindrom klinis gizi kurang yang parah (dikenal dengan istilah kekurangan
energi protein) yaitu marasmus dan kwashiokor. Marasmus ditandai oleh pelisutan tubuh
yang ekstrem seperti tubuh penderita marasmus terlihat hanya “ tulang dan kulit “.
Marasmus merupakan adaptasi fisiologis terhadap keterbatasan energi dari makanan. Pada
keadaan ini terjadi pengurangaan secara nyata jumlah jaringan lemak dan subkutan di
samping terdapat pula atropi jaringan viseral. Penderita marasmus akan membatasi aktifitas
fisiknya dan memiliki laju metabolisme serta pergantian protein yang menurun dalam upaya
untuk menghemat nutrien. Jika dibandingkan dengan orang yang sehat, penderita marasmus
Kwashiokor merupakan kumpulan klinis gejala edema dan gizi kurang. Keadaan ini
paling sering terjadi pada anak balita dan biasanya disertai dengan iritabilitas, anoreksia,
serta ulserasi pada kulit. Perubahan metabolisme terjadi lebih berat pada kwashiokor dan
case fatality rate (CFR) pada keadaan ini lebih tinggi dibandingkan marasmus. Kwashiokor
The welcome Trust Working Party mendefinisikan marasmus dengan kriteria berat
badan menurut usia yang berada dibawah 70% dari standar nasional dan kwashiokor sebagai
keaadaan edema dengan berat badan menurut usia dibawah 80% dari standar tersebut. Jika
keadaan edema dan perlisutan berat terjadi bersama-sama, keadaan ini dinamakan marasmus
13
2.5. Defisiensi Mikronutrien
Pada penderita gizi kurang, terdapat pula malnutrisi mikronutrien akibat substansi
mikronutrien yang kurang. Hal ini sangat sulit untuk diketahui. Defisiensi endemik zat
besi, iodium dan vitamin A sudah sering terjadi di seluruh dunia. Mikronutrien lainnya
yang kini semakin menjadi persoalan kesehatan masyarakat adalah defisiensi vitamin D,
kalsium, zinc, vitamin B12 dan riboflavin. Walaupun asupan makronutrien sudah cukup
untuk memenuhi kebutuhan energi tetapi defisiensi mikronutrien dapat tetap terjadi ketika
makanan yang dikonsumsi memiliki kepadatan nutrien yang rendah. Defisiensi ini paling
banyak ditemukan dan mengenai sepertiga penduduk dunia, berikut daftar mikronutrien
infeksi
malaria
14
pneumonia serta malaria
Disamping defisiensi vitamin dan mineral dalam makanan, komposisi genetik dapat
menjadi determinan penting yang menentukan defisiensi mikronutrien. Asupan asam folat
negara barat.
Gizi kurang dapat mempengaruhi perkembangan prenatal dari awal kehamilan dan di
orang dewasa, setidaknya dalam waktu yang singkat. Berikut prevalensi beberapa kondisi
Di negara-negara berkembang, bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) lebih
cenderung mengalami retardasi pertumbuhan intrauterin yang terjadi karena gizi ibu yang
buruk dan angka infeksi yang meningkat jika dibandingkan di negara maju. 16% bayi di
seluruh dunia dilahirkan dengan BBLR (< 2500 gram) dan 95% dari bayi-bayi ini tinggal
15
2.6.2. Stunting dan wasting
Stunting (tubuh yang pendek) dan wasting (pelisutan tubuh) di diagnosis melalui
menurut usia dan jenis kelamin mereka. Kekurangan berat badan yang sedang (moderat)
menunjukkan bahwa berat badan menurut usia kurang dari -2 SD di bawah nilai tengah /
median dari NCHS (The Nasional Center for Health Statistic), stunting yang sedang
menunjukkan tinggi badan menurut usia yang kurang dari -2 SD dan wasting yang sedang
menunjukkan berat badan menurut tinggi badan yang kurang dari -2 SD. Nilai di bawah -
3 SD menunjukkan keadaan yang parah. Bentuk gizi kurang berat lainnya adalah
kwashiokor dengan gejala edema yang menyertai berat badan yang kurang. Keadaan gizi
kurang sebelumnya disebut KEP (Kekurangan Energi Protein) atau PEM (Protein Energy
Malnutrition).
sebagai akibat dari asupan energi dan protein yang rendah, makanan mereka biasanya
kurang pada anak-anak mengalami penurunan, namun prevalensi tersebut dianggap masih
tinggi. Di negara-negara berkembang, 29% anak balita menunjukkan keadaan gizi kurang
yang sedang, 33% menunjukkan kejadian tubuh pendek (stunting) yang sedang dan 10%
badan yang kurang dan 45% mengalami kejadian tubuh pendek (stunting). Angka
prevalensi anak-anak dengan gizi kurang yang sedang dan berat diperkirakan telah
mengalami penurunan secara global dari 38% pada tahun 1980 menjadi 30% pada tahun
1997 dan 29% pada tahun 2001. Namun demikian, beberapa negara di kawasan Sub
16
Sahara Afrika terus memperlihatkan peningkatan prevalensi gizi kurang pada anak-anak.
Dengan demikian, keadaan gizi kurang tetap menjadi permasalahan kesehatan masyarakat
Prevalensi anemia dijadikan sebagai indikator alternatif untuk defisiensi zat besi
pada tatanan kesehatan masyarakat. Prevalensi anemia ditentukan oleh kadar hemoglobin
dalam darah. Titik cut off kadar hemoglobin darah untuk mendefinisikan anemia berbeda
menurut usia. Bagi anak yang berusia 6-59 bulan, kadar hemoglobinnya adalah 110 gram
/ liter, usia 5-11 tahun dengan kadar hemoglobin normal 115 gram / liter, anak berusia
12-14 tahun 120 gram / liter. Tidak terdapat data komprehensif terbaru tentang prevalensi
anemia pada anak-anak, tetapi estimasi angka prevalensi anemia (kadar hemoglobin <
110 gram / liter) pada tahun 1985 untuk kadar balita adalah 46-51% di negara
Anemia karena defisiensi zat besi sering ditemukan pada lingkungan yang buruk,
misalnya di populasi imigran Inggris. Defisiensi zat besi merupakan penyebab anemia
yang paling sering ditemukan dan paling prevalen pada anak-anak yang berusia 6 hingga
24 bulan.
Defisiensi zat ini tidak dapat diketahui, tetapi keadaan ini lazim ditemukan dalam
populasi yang mengonsumsi sedikit daging dan memakan makanan dengan kandungan
fitat serta serat yang tinggi sehingga mengurangi bioavailabilitas zinc. Pola makan seperti
ini sering dijumpai di banyak negara berkembang. Zinc juga hilang dari tubuh ketika
terjadi penyakit diare. Kebutuhan akan zinc meningkat selama periode pertumbuhan yang
cepat misalnya pada bayi dan masa kehamilan. Oleh karena itu, pada banyak negara
17
berkembang kemungkinan terdapatnya defisiensi zinc sangat besar karena anak-anak
kecil menunjukkan pola makan yang buruk dan penyakit diare yang sering terjadi.
Indikator untuk menilai gangguan akibat kekurangan iodium (GAKI) adalah nilai
tengah kadar iodium dalam urin (median urinary iodine) dan prevalensi penyakit gondok
(goiter). Nilai median normal untuk kadar iodine dalam urin adalah 100-200 μ gram /
liter. Nilai 50-99 μ gram / liter menunjukkan defisiensi ringan, 20-49 μ gram / liter
defisiensi berat. Keberadaan penyakit gondok di nilai melalui inspeksi dan palpasi serta
Menurut WHO, 13% populasi penduduk dunia (740 juta orang) sudah terkena GAKI dan
30% lainnya beresiko untuk terkena GAKI. Hampir 50 juta penduduk diyakini sudah
menderita bentuk tertentu kelainan neurologi atau gangguan kognitif yang berkaitan
dengan GAKI.
Defisiensi iodium merupakan keadaan yang sering terjadi pada kawasan yang
tanahnya kurang mengandung iodium sebagai akibat dari penapisan yang terjadi karena
curah hujan yang tinggi, banjir, pencairan salju serta perlongsoran salju. Oleh karena itu,
daerah pegunungan menjadi kawasan yang paling beresiko terjangkit defisiensi iodium.
retinol serum dibawah 20 μ gram / liter (0,70 mol/ liter) dilkasifikasikan sebagai keadaan
18
defisiensi vitamin A yang sedang dan kadar di bawah 10 μ gram / liter (0,35 mol/ liter)
diklasifikasikan sebagai keadaan yang berat. WHO menyatakan bahwa defisiensi vitamin
A merupakan permasalahan kesehatan masyarakat pada 118 negara di seluruh dunia dan
prevalen khususnya di Afrika serta Asia Tenggara. Sekitar 100 – 140 juta anak menderita
defisiensi vitamin A dan antara seperempat juta dan setengah juta dari anak-anak ini
menjadi buta setiap tahunnya dengan separuh diantaranya yang meninggal dalam waktu
Penilaian terhadap status gizi seseorang dapat dilakukan secara langsung dan tidak
Penilaian status gizi secara langsung dapat dibagi menjadi empat penilaian yaitu:
1) Antropometri
(1) Pengertian
Secara umum antropometri artinya ukuran tubuh manusia. Ditinjau dari sudut pandang
gizi, maka antropometri gizi berhubungan dengan berbagai macam pengukuran dimensi
tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi.
(2) Penggunaan
energi. Ketidakseimbangan ini terlihat pada pola pertumbuhan fisik dan proporsi jaringan
19
Antropometri sebagai indikator status gizi dapat dilakukan dengan mengukur beberapa
parameter. Parameter adalah ukuran tunggal dari tubuh manusia, antara lain umur, berat
badan, tinggi badan, lingkar lengan atas, lingkar kepala, lingkar dada, lingkar panggul
Parameter antropometri merupakan dasar dari penilaian status gizi. Kombinasi antara
beberapa parameter disebut Indeks antropometri. Untuk tinggi badan dan berat badan
digunakan baku HARVARD yang di sesuaikan untuk Indonesia (100% baku Indonesia =
2) Klinis
(1) Pemeriksaan
Pemeriksaan klinis adalah metode yang sangat penting untuk menilai status gizi
dihubungkan dengan ketidakcukupan zat gizi. Hal ini dapat terlihat pada jaringan epitel
(supervicial epithelial tissues) seperti kulit, mata, rambut dan mukosa oral atau pada
(2) Penggunaan
Penggunaan metode ini umumnya untuk survei klinis secara cepat (rapid clinical
surveys). Survei ini dirancang untuk mendeteksi secara cepat tanda-tanda klinis umum
dari kekurangan salah satu atau lebih zat gizi. Disamping itu digunakan untuk mengetahui
tingkat status gizi seseorang dengan melakukan pemeriksaan fisik yaitu tanda (sign) dan
3) Biokimia
(1) Pengertian
20
Penilaian status gizi dengan biokimia adalah pemeriksaan spesimen yang diuji secara
laboratoris yang dilakukan pada berbagai macam jaringan tubuh. Jaringan tubuh yang
digunakan antara lain: darah, urine, tinja dan juga beberapa jaringan tubuh seperti hati
dan otot.
(2) Penggunaan
Metode ini digunakan untuk suatu peringatan bahwa kemungkinan akan terjadi keadaan
malnutrisi yang lebih parah lagi. Banyak gejala klinis yang kurang spesifik, maka
penentuan kimia faal dapat lebih banyak menolong untuk menentukan kekurangan gizi
yang spesifik.
4) Biofisik
(1) Pengertian
Pentuan status gizi secara biofisik adalah metode penentuan status gizi dengan melihat
kemampuan fungsi (khususnya jaringan) dan melihat perubahan struktur dari jaringan.
(2) Penggunaan
Umumnya dapat digunakan dalam situasi tertentu seperti kejadian buta senja epidemik
(epidemic of night blindnes). Cara yang digunakan adalah tes adaptasi gelap.
Penilaian status gizi secara tidak langssung dapat dibagi tiga yaitu: survei
konsumsi makanan, statistik vital dan faktor ekologi. Pengertian dan penggunaan metode
(1) Pengertian
21
Survei konsumsi makanan adalah metode penentuan status gizi secara tidak langsung
(2) Penggunaan
berbagai zat gizi pada masyarakat, keluarga dan individu. Survei ini dapat
2) Statistik vital
(1) Pengertian
Pengukuran status gizi dengan statistik vital adalah dengan menganalisis data beberapa
statistik kesehatan seperti angka kematian berdasarkan umur, angka kesakitan dan
kematian akibat penyebab tertentu dan data lainnya yang berhubungan dengan gizi.
(2) Penggunaan
3) Faktor ekologi
(1) Pengertian
Malnutrisi merupakan masalah ekologi sebagai hasil interaksi beberapa faktor fisik,
biologis dan lingkungan budaya. Jumlah makanan yang tersedia sangat tergantung dari
(2) Penggunaan
malnutrisi di suatu masyarakat sebagai dasar untuk melakukan program intervensi gizi.
22
Keadaan gizi kurang dalam masyarakat biasanya dinilai dengan menggunakan
kriteria antropometri statik atau data yang berhubungan dengan jumlah makronutrien
Berat badan menurut usia lebih dari 2 standar deviasi (SD) dibawah median kurva
referensi tersebut merupakan kriteria untuk menegakkan diagnosa keadaan gizi kurang. 13
semua kelompok umur. Komisi dari The International Dietary Energy Consultative
Group mendefinisikan defisiensi energi yang kronis berdasarkan pada indeks massa
Status gizi (Nutrition status) adalah ekspresi dari keseimbangan antara konsumsi
dan penyerapan zat gizi dan penggunaan zat-zat gizi tersebut atau keadaan fisioligik
2.8 Etiologi
Terdapat dua faktor langsung yang mempengaruhi status gizi individu yaitu faktor
1) Faktor penyebab langsung pertama adalah konsumsi makanan yang tidak memenuhi
jumlah dan komposisi zat gizi yang memenuhi syarat makanan beragam, bergizi
seimbang dan aman. Pada tingkat makro, konsumsi makanan individu dan keluarga
dipengaruhi oleh ketersediaan pangan yang ditunjukkan oleh tingkat produksi dan
distribusi pangan. Ketersediaan pangan beragam sepanjang waktu dalam jumlah yang
cukup dan harga terjangkau oleh semua rumah tangga sangat menentukan ketahanan
23
pangan di tingkat rumah tangga dan tingkat konsumsi makanan keluarga. Khusus untuk
bayi dan anak telah dikembangkan standar emas makanan bayi yaitu:
(3) Pemberian makanan pendamping ASI yang berasal dari makanan keluarga, diberikan
2) Faktor penyebab langsung kedua adalah penyakit infeksi yang berkaitan langsung dengan
universal untuk imunisasi lengkap pada anak sangat mempengaruhi kejadian kesakitan
yang perlu ditunjang dengan tersedianya air minum bersih dan higienis sanitasi yang
Selain sanitasi dan penyediaan air bersih, kebiasaan mencuci tangan dengan
sabun, buang air besar di jamban, tidak merokok dan memasak di dalam rumah, sirkulasi
udara dalam rumah yang baik, ruangan dalam rumah terkena sinar matahari dan
lingkungan rumah yang bersih. Faktor yang lain juga berpengaruh yaitu ketersediaan
pangan, pola asuh bayi dan anak serta jangkauan dan kualitas pelayanan kesehatan
masyarakat. Pola asuh, sanitasi lingkungan dan pelayanan kesehatan dipengaruhi oleh
Pendidikan wanita, akses pada pelayanan kesehatan dan air bersih sangat penting
untuk mengurangi prevalensi gizi kurang. Faktor makanan juga perlu untuk diperhatikan
seperti jumlah atau kualitas protein dalam makanan, kandungan atau perbedaan
24
politik dan sosial dapat disebabkan oleh rendahnya tingkat kesejahteraan masyarakat
yang tercermin dari rendahnya konsumsi pangan dan status gizi masyarakat. Dibawah ini
25
Status gizi ibu dan anak
Outcome
Defisiensi zat gizi yang paling berat dan meluas terutama di kalangan anak-anak
ialah akibat kekurangan zat gizi sebagai akibat kekurangan konsumsi makan dan
hambatan mengabsorpsi zat gizi. Zat energi digunakan oleh tubuh sebagai sumber tenaga
yang tersedia pada makanan yang mengandung karbohidrat, protein yang digunakan oleh
tubuh sebagai pembangun yang berfungsi untuk memperbaiki sel-sel tubuh. Kekurangan
zat gizi pada anak disebabkan karena anak mendapat makanan yang tidak sesuai dengan
kebutuhan pertumbuhan badan anak atau adanya ketidakseimbangan antara konsumsi zat
keluarga, karakteristik ibu (umur, tingkat pendidikan, pengetahuan ibu tentang gizi,
pekerjaan, paritas), karakteristik Anak (jenis kelamin, urutan anak dalam keluarga). 19
Selain akses terhadap pangan yang rendah, makanan ini hamil yang kurang kalori
dan protein atau terserang penyakit, bayi baru lahir yang tidak diberi kolostrum, bayi
sudah diberi MP ASI sebelum usia 4 – 6 bulan, pemberian makanan padat pada bayi yang
terlalu lambat, anak yang berusia kurang dari 2 tahun diberi makanan kurang atau
densitas energinya kurang, makanan tidak mempunyai kadar zat gizi mikro yang cukup,
penanganan diare yang tidak benar dan makanan kotor . terkontaminasi juga merupakan
Konsumsi makanan berpengaruh terhadap status gizi seseorang. Status gizi baik
atau status gizi optimal terjadi bila tubuh memperoleh cukup zat-zat gizi yang digunakan
kemampuan kerja dan kesehatan secara umum pada tingkat setinggi mungkin. Status gizi
kurang terjadi bila tubuh mengalami kekurangan satu atau lebih zat-zat gizi essensial.
Gangguan gizi disebabkan oleh faktor primer atau sekunder. Faktor primer adalah bila
susunan makanan seseorang salah dalam kuantitas dan atau kualitas yang disebabkan oleh
ketidaktahuan, kebiasaan makan yang salah dan sebaginya. Faktor sekunder meliputi
semua faktor yang menyebabkan zat-zat gizi tidak sampai di sel-sel tubuh setelah
27
pencernaan seperti gigi geligi yang tidak baik, kelainan struktur saluran cerna dan
kekurangan enzim.
penggunaan laksan / obat pencuci perut dan sebaginya. Faktor-faktor yang mempengaruhi
metabolisme dan utilisasi zat-zat gizi lebih adalah penyakit hati, diabetes mellitus,
Kekurangan
makanan (faktor
primer)
Cadangan zat
gizi
Perubahan
Faktor kondisi fungsional
(faktor sekunder)
Perubahan
anatomis
28
Di beberapa bagian di dunia terjadi masalah gizi kurang atau masalah gizi lebih
Amerika Tengah dan Amerika Selatan pada umumnya mempunyai masalah gizi kurang.
Dampak kurang gizi terhadap proses tubuh bergantung pada zat-zat gizi apa yang
kurang. Kekurangan gizi secara umum (makanan kurang dalam kuantitas dan kualitas)
1) Pertumbuhan
Anak-anak yang menderita gizi kurang tidak dapat tumbuh secara optimal. Protein yang
ada di dalam tubuh digunakan sebagai zat pembakar sehingga otot-otot menjadi lembek
dan rambut mudah rontok. Anak-anak yang berasal dari tingkat sosial ekonomi menengah
ke atas rata-rata lebih tinggi daripada yang berasal dari keadaan sosial ekonomi rendah.
2) Produksi tenaga
untuk bergerak, bekerja dan melakukan aktifitas. Orang menjadi malas, merasa lemah dan
3) Pertahanan tubuh
Daya tahan terhadap tekanan atau stres menurun. Sistem imunitas dan antibodi berkurang
sehinga orang mudah terserang infeksi seperti pilek, batuk dan diare. Pada anak-anak hal
Kurang gizi pada usia muda dapat berpengaruh terhadap perkembangan mental. Otak
mencapai bentuk maksimal pada usia dua tahun. Kekurangan gizi dapat berakibat
29
Penelitian dari BBLR menunjukkan bahwa penurunan berat otak besar 12 persen dan otak
kecil 30 persen, juga mengalami penurunan jumlah sel otak besar 5 persen dan otak kecil
31 persen. Pengukuran tingkat kecerdasan pada anak umur 7 tahun yang sebelumnya
pernah menderita KEP (Kurang Energi Protein) berat memiliki rata-rata IQ sebesar 102,
KEP ringan adalah 106 dan anak yang bergizi baik adalah 112. Hal ini menunjukkan
bahwa keadaan gizi masa lalu dapat mempengaruhi kecerdasan di masa yang akan
datang. Anak yang memiliki status gizi kurang atau buruk (underweight) dan stunting
(tubuh pendek) yang sangat rendah dari standar WHO mempunyai resiko kehilangan
5) Perilaku
Baik pada anak-anak maupun pada orang dewasa yang kurang gizi menunjukkan perilaku
30
BAB III
MASALAH DAN PEMBAHASAN
Laki-laki Perempuan
188
IX Korong 951 934
5
260
KTK 1306 1295
1
314
Aro IX Korong 1572 1575
7
Simpang 816
4085 4080
Rumbio 5
15.7
Jumlah 7914 7884
98
31
- Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Kubung.
1) Loket pendaftaran
2) Poli lansia
3) Poli umum
4) Poli ibu
5) Poli anak
6) Poli KB
7) Poli gizi
8) Konsultasi gizi
9) Klinik VCT/IMS
b) Pelayanan penunjang
1) Laboratorium
2) Apotik
c) Pelayanan UKM
32
1) Esensial
a. Promkes / UKS
b. KIA / KB
c. Gizi
d. Kesling
e. P2P
f. Perkesmas
2) Pengembangan
a. Lansia
b. Jiwa
c. Indra
d. PKPR
e. UKK
f. UKGS / UKGM
1. Visi
Menjadi pusat pelayanan yang profesional dan bermutu di bidang kesehatan
dasar dan memandirikan masyarakat untuk hidup sehat di wilayah kerja
Puskesmas KTK
33
2. Misi
- Meningkatkan efektivitas dan efesiensi proses layanan kesehatan dasar
melalui perbaikan yang berkesinambungan.
- Jujur
- Disiplin
- Ramah
- Kerjasama tim
- Taqwa
- Melayani
Memberikan pelayanan kesehatan yang merata tanpa membedakan status sosial,
suku, ras, serta agama.
- Inovatif
Usaha untuk mendayagunakan pemikiran dan kemampuan imajinasi dalam
menghasilkan pelayanan yang baik bagi pasien.
3.4.Sosial Budaya
- Agama
Puskemas KTK berpenduduk mayoritas beragama islam
- Suku
Sebagian besar masyarakatnya suku minang
- Mata pencarian
MasyarakatPuskesmas KTK bermatapencarian sebagai pegawai, pedagang,
dan petani.
- Sarana Kependidikan
Tabel 3.2 Fasilitas Pendidikan di Wilayah Kerja Puskesmas KTK Tahun 2021
35
Kelurahan JumlahS
ekolah
TK SD SMP SLTA
KTK 0 2 1 0
ARO 2 3 0 0
Simpang Rumbio 3 3 1 2
IX Korong 1 1 1 0
Jumlah 6 8 3 2
Tenaga kesehatan yang ada di wilayah Puskesmas KTK sudah cukup memadai.
Tabel 3.3 Sumber Daya Kesehatan
Dokter gigi 1 1
Perawat 14 3 4 0 21
Bidan 12 1 2 4 0 19
Tenaga
5 5
Kesmas
Tenaga
1 1
Kesling
Ahli
Laboratorium 2 2
Medik
Tenaga Gizi 2 2
Tenaga
0 0
Kefarmasian
Apoteker 0 0
Asisten
2 2
apoteker
Perawat gigi 1 1
Perekam
0 0
medis
Refraksi
1 1
Optisi
36
Teknisi
1 1
Elektromedik
Fisioterapi 1 1
Tenaga
2 2
Administrasi
37
3.6.Sarana dan Prasarana
3.7.Sasaran
a. Data Kependudukan
38
Jumlah Posyandu :
25 buah Jumlah Kader
Posyandu :
109 orang Jumlah TOGA :
3 kelurahan Jumlah Posyandu
Lansia :
10 buah Jumlah Posbindu
- Sekolah : 1 buah
- Kantor : 1 buah
- Masyarakat : 9 orang
d. Penyuluhan Posyandu
39
3.9. Identifikasi Data Pencapaian Program GIZI BALITA Wilayah
Puskesmas Tahun 2021
NO UPAYA
TARGET PENCAPAIAN MASALAH
1 UKM ESSENSIAL
l PROGRAM GIZI
● Persentase ibu hamil anemia Kel. IX Korong 42 55 Tingginya capaian Ibu Hamil Anemia di Kelurahan IX Korong
● Cakupan bayi yang baru lahir mendapat IMD di Kel. IX Korong 58 46.2 Rendahnya capaian bayi yang baru lahir mendapat IMD di Kel. IX Korong
● Cakupan balita ditimbang yang Naik berat badannya 82 75.9 Rendahnya capaian balita ditimbang yang Naik berat badannya
40
3.10. Fish Bond
Prioritas masalah Prioritas penyebab masalah ALTERNATIF PEMECAHAN MASALAH ALTERNATIF PEMECAHAN MASALAH TERPILIH
1. Rendahnya capaian
- Meningkatkan penyuluhan tentang PMBA bagi Ibu balita - Meningkatkan penyuluhan tentang PMBA bagi Ibu balita
balita ditimbang yang naik - Pola makan dan Pola Asuh yang salah
berat badannya (N)
- Pelaksanaan pos gizi bagi balita - Pelaksanaan pos gizi bagi balita
- Kurangnya dukungan dari keluarga - memotivasi keluarga untuk lebih memperhatikan gizi balitanya - memotivasi keluarga untuk lebih memperhatikan gizi balitanya
41
BAB IV
PENUTUPAN
4.1. KESIMPULAN
Balita adalah anak usia kurang dari lima tahun sehingga bayi usia
dibawah satu tahun juga termasuk golongan ini. Balita usia 1-5 tahun dapat
dibedakan menjadi dua yaitu batita atau anak usia lebih dari satu tahun sampai
tiga tahun dan anak usia lebih dari tiga tahun sampai lima tahun yang dikenal
dengan usia prasekolah (Proverawati dan wati, 2011). Kekurangan Energi dan
kwashiorkhor.
balita atau 900 ribu balita di Indonesia mengalami gizi kurang atau gizi buruk
dan mengakibatkan lebih dari 80% kematian anak. Prevalensi gizi kurang
menjadi 17,9% dan gizi buruk menjadi 4,9%. Artinya kemungkinan besar
sasaran pada tahun 2014 sebesar 15,0% untuk gizi kurang dan 3,5% untuk gizi
4.2. Saran
Puskesmas sebaiknya sosialisasi kepada masyarakat tentang pentingnya
dan mau menerapkannya sehingga tidak terjadi permasalahan gizi buruk pada
42
balita, sosialisasi sebaiknya dilakukan kepada ibu balita maupun anggota
keluarga.
43
DAFTAR PUSTAKA
44