Anda di halaman 1dari 46

MAKALAH

EPIDEMIOLOGI OBESITAS
Disusun untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah Surveilans
Epidemiologi Gizi

Disusun oleh:

KELOMPOK 3

AYU REZA RIZQIYANTI NIM 1321121038


AYU PURNAMA SARI NIM 1321121043

PROGRAM ILMU STUDI S1 GIZI KONVERSI


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN IMMANUEL
BANDUNG
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Swt. karena berkat rahmat,
nikmat dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
“Epidemiologi Obesitas” yang bertujuan untuk memenuhi tugas Mata Kuliah
Surveilans Epidemiologi Gizi.

Penulisan makalah ini tidak lepas dari bantuan, dukungan serta motivasi dari
berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan
terimakasih kepada dosen yang telah membimbing dan membantu penulis agar dapat
menyelesaikan makalah ini.

Dalam penulisan makalah ini penulis menyadari bahwa masih banyak


kekurangan yang disebabkan oleh keterbatasan ilmu, bahasa dan waktu pada saat
penulisan. Untuk itu saran dan kritik yang membangun penulis harapkan dari semua
pihak yang berkepentingan terhadap makalah ini.

Besar harapan penulis semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi siapapun
yang membacanya khususnya penulis pribadi dan semua pihak pada umumnya.
Semoga Allah Swt. melimpahkan rahmat, nikmat dan karunia-nya kepada kita semua.
Aamiin.

Bandung, Juli 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................................i
DAFTAR ISI.................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.............................................................................................1
1.1 Latar Belakang.....................................................................................................1
1.2 Tujuan..................................................................................................................3
BAB II PEMBAHASAN...............................................................................................4
2.1 Definisi.................................................................................................................4
2.2 Etiologi.................................................................................................................4
2.3 Tipe Obesitas.......................................................................................................6
2.4 Prevalensi.............................................................................................................9
2.5 Prevalensi Obesitas Pada Anak..........................................................................13
Prevalensi Status Gizi (BB/U) Baduta (Anak Umur 0-23 bulan)........................13
Prevalensi Status Gizi (BB/U) Balita (Anak Umur 0-59 bulan)..........................17
Prevalensi Status Gizi (IMT/U) (Anak Umur 5-12 th)........................................21
Prevalensi Status Gizi (IMT/U) (Anak Umur 13-15 th)......................................23
Prevalensi Status Gizi (IMT/U) (Anak Umur 16-18 th)......................................25
Prevalensi Status Gizi Berdasarkan IMT Pada Penduduk Dewasa (Umur >18 Th)
..............................................................................................................................27
Prevalensi Status Gizi Berdasarkan IMT Pada Penduduk Laki-laki Dewasa
(Umur >18 Th).....................................................................................................29
Prevalensi Status Gizi Berdasarkan IMT Pada Penduduk Perempuan Dewasa
(Umur >18 Th).....................................................................................................31
Prevalensi Obesitas Sentral pada Penduduk Umur ≥ 15 th..................................33
2.6 Patogenesis.........................................................................................................35
2.7 Diagnosa............................................................................................................36
2.8 Pencegahan........................................................................................................38
BAB III KESIMPULAN.............................................................................................40
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................iii

ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Obesitas merupakan penumpukan lemak yang berlebihan akibat


ketidakseimbanganasupan energi (energi intake) dengan energi yang digunakan
(energi expenditure) dalam waktu lama. Beberapa mekanisme fisiologis berperan
penting dalam tubuh individu untuk menjaga keseimbangan antara asupan energi
dengan keseluruhan energi yang digunakan dan untuk menjaga berat badan stabil.
Obesitas ditemukan pada orang dewasa, remaja dan anak-anak. Lebih dari 1,4
miliar orang dewasa yang overweight dan lebih dari 500 juta orang dewasa di
dunia mengalami obesitas (WHO 2008).
Menurut WHO tahun 2008, sebesar 65% penduduk dunia tinggal di negara
dimana obesitas dan overweight membunuh lebih banyak dari pada underweight
(termasuk pada negara high dan middle income). Setidaknya 2,8 juta orang
dewasa meninggal setiap tahun akibat overweight dan obesitas. Selain itu,
overweight dan obesitas memiliki risiko mengalami diabetes (44%), penyakit
jantung iskemik (23%) dan kanker (7%-41%). Merujuk pada Sustainable
Development Goals (SDG’s) yang dikeluarkan oleh WHO pada tahun 2014
masalah kesehatan banyak dipengaruhi oleh sektor diluar kesehatan seperti sektor
industri dan perdagangan. Penyakit Tidak Menular (PTM) merupakan indikator
ke-3 pada SDG’s.
Di Indonesia, berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas),
menunjukkan peningkatan prevalensi obesitas pada penduduk berusia > 18 tahun
dari 11,7% (2010) menjadi 15,4% (2013). Riskesdas tahun 2013 juga
menunjukkan disparitas prevalensi obesitas dari nilai prevalensi nasional pada
beberapa provinsi di Indonesia).
Obesitas tidak hanya berdampak terhadap kesehatan secara fisik,tetapi juga
pada masalah sosial dan ekonomi. Dampak terhadap konsekuensi ekonomi
masyarakat atau perorangan seringkali tertutupi oleh dampak kesehatan dan

1
sosial. Upaya pencegahan lebih menghemat biaya dibandingkan upaya
pengobatan.

2
3

Obesitas disebabkan oleh beberapa faktor yaitu genetik, lingkungan, dan


obat-obatan dan hormonal. Berdasarkan data Riskesdas tentang analisis survei
konsumsimakanan individu (SKMI, 2014) sebesar 40,7% masyarakat Indonesia
mengonsumsi makanan berlemak, 53,1% mengonsumsi makanan manis, 93,5%
kurang konsumsi sayur dan buah, dan 26,1%aktivitas fisik kurang. Konsumsi
sayur dan olahannya hanya sebesar 57,1 gram per orang per hari (dari anjuran
200-300 gram per orang per hari) dan kosumsi buah-buahan dan olahannya
sebesar 33,5 gram per orang per hari (dari anjuran 3-5 penukar). Angka ini masih
rendah sehingga belum mencukupi kebutuhan tubuh akan vitamin, mineral, dan
serat.

Berdasarkan kondisi tersebut, maka perlu dilakukan upaya serius yang


inovatif dengan melibatkan berbagai unsur baik dari pemerintah pusat,
pemerintah daerah, masyarakat, maupun dunia usaha. Upaya tersebut diharapkan
mampu menahan laju prevalensi obesitas di Indonesia sebesar 15,4 % hingga
pada akhir tahun 2019 sesuai dengan indikator yang telah termuat dalam Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Nasional tahun 2015-2019 yang ditetapkan
dalam Peraturan Presiden No.2 Tahun 2015. Agar pengendalian obesitas dapat
berjalan secara optimal, maka kebijakan umum penanggulangan PTM harus
didasari pada partisipasi dan pemberdayaan masyarakat karena kesehatan adalah
tanggung jawab bersama masyarakat, swasta, dan pemerintah. Salah satu upaya
penting adalah mendorong kemandirian masyarakat untuk hidup sehat, maka
strategi pengendalian obesitas berbasis masyarakat secara umum meliputi
penguatan hukum, peraturan dan perundangan, peningkatan pemberdayaan
masyarakat, pelaksanaan riset operasional, pendekatan kemitraan, peningkatan
dan pengembangan sumber daya, peningkatan intervensi berbasis bukti. Oleh
karena itu, obesitas merupakan suatu epidemik global sehingga menjadi masalah
kesehatan yang harus segera ditangani. Pencegahan dan pengendalian obesitas
dilakukan dengan berfokus pada faktor risiko dan sosial determinan.
4

Implementasi kegiatan pengendalian obesitas berbasis masyarakat harus


dilaksanakan secara simultan bekerjasama dengan dunia industri, media massa,
organisasi profesi, organisasi masyarakat, dan perguruan tinggi. Melihat besarnya
masalah obesitas yang mengancam kesehatan masyarakat bila tidak segera
ditanggulangi maka obesitas merupakan faktor risiko terjadinya berbagai penyakit
metabolik dan degeneratif seperti penyakit kardiovaskuler, DM, kanker,
osteoartritis, dan lain-lain.

1.2 Tujuan

1. Untuk mengetahui Definisi Obesitas


2. Untuk mengetahui Etiologi Obesitas
3. Untuk mengetahui Tipe Obesitas
4. Untuk mengetahui Prevalensi Obesitas
5. Untuk mengetahui Patogenesis Obesitas
6. Untuk mengetahui Diagnosa Obesitas
7. Untuk mengetahui pencegahan Obesitas
BAB II PEMBAHASAN

2.1 Definisi

Obesitas merupakan penumpukan lemak yang berlebihan akibat


ketidakseimbangan asupan energi (energy intake) dengan energi yang digunakan
(energy expenditure) dalam waktu lama. Ada berbagai bahaya dari obesitas yang
bisa terjadi bila tidak segera ditangani, seperti penyakit jantung, stroke, diabetes
melitus, penyakit pembuluh darah, dan gangguan metabolisme.
Obesitas merupakan penumpukan lemak yang berlebihan akibat ketidak
seimbangan asupan energi (energy intake) dengan energi yang digunakan (energy
expenditure) dalam waktu lama (WHO, 2000)
Terdapat bermacam cara untuk melakukan klasifikasi terhadap kegemukan,
tetapi metode yang paling banyak digunakan adalah menggunakan indeks massa
tubuh (IMT). Metode ini dilakukan dengan mengukur perbandingan antara berat
badan (kilogram) dan tinggi badan (meter) kuadrat.

2.2 Etiologi

a. Faktor Genetik
Faktor genetik adalah faktor keturunan yang berasal dari orang tuanya.
Menurut penelitian, anak-anak dari orang tua yang mempunyai berat badan
normal ternyata mempunyai 10% risiko obesitas. Bila salah satu orang tuanya
menderita obesitas, maka peluang itu meningkat menjadi 40–50%. Dan bila
kedua orang tuanya menderita obesitas maka peluang faktor keturunan menjadi
70–80% (Purwati, 2001). Berdasarkan penelitian Nugraha 2010, pencetus
obesitas dari faktor genetik 30%, namun demikian faktor keturunan sebenarnya
belum terlalu jelas sebagai penyebab obesitas.

4
5

b. Faktor lingkungan
 Pola makan mencakup jumlah, jenis, jadwal makan, dan pengolahan bahan
makanan. Jumlah asupan energi yang berlebih secara kronis akan
menyebabkan kelebihan berat badan dan obesitas. Jenis makanan dengan
kepadatan energi yang tinggi (banyak mengandung lemak, gula, serta kurang
mengandung serat) turut menyebabkan ketidakseimbangan energi (Gibney,
2009). Jadwal makan yang tidak teratur, tidak sarapan, dan suka mengemil
sangat berhubungan dengan kejadian obesitas. Teknik pengolahan makanan
dengan menggunakan minyak yang banyak, santan kental, dan banyak gula
berisiko terhadap peningkatan asupan energi.
 Pola Aktivitas Fisik, pola aktivitas fisik sedentary (kurang gerak)
menyebabkan energi yang dikeluarkan tidak maksimal sehingga
meningkatkan risiko obesitas. Beberapa hal yang mempengaruhi
berkurangnya aktivitas fisik antara lain adanya berbagai fasilitas yang
memberikan berbagai kemudahan yang menyebabkan aktivitas fisik menurun.
Faktor lainnya adalah adanya kemajuan teknologi diberbagai bidang
kehidupan yang mendorong masyarakat untuk menjalani kehidupan yang
tidak memerlukan kerja fisik yang berat. Hal ini menjadikan jumlah penduduk
yang melakukan pekerjaan fisik sangat terbatas menjadi semakin banyak
(Moehyi, 1997).

c. Faktor Obat-obatan dan Hormonal


1. Obat-obatan
Obat-obatan jenis steroid yang sering digunakan dalam jangka waktu yang
lama untuk terapi asma, osteoartritis dan alergi dapat menyebabkan nafsu
makan yang meningkat sehingga meningkatkan risiko obesitas. Obat-
obatan yang mengandung hormon untuk meningkatkan kesuburan dan
6

sebagai alat kontrasepsi berisiko menyebabkan penumpukan lemak dalam


tubuh sehingga dapat menimbulkan obesitas.
2. Hormonal.
Hormonal yang berperan dalam kejadian obesitas antara lain adalah
hormon leptin, ghrelin, tiroid, insulin dan estrogen. Hormon leptin yang
dihasilkan oleh sel lemak berfungsi sebagai pemberi sinyal berhenti makan.
Leptin tidak berfungsi pada resistensi insulin walaupun kadar leptinnya
tinggi. Kurang tidur juga meningkatkan kadar kortisol yang berdampak
pada resistensi leptin sehingga sulit untuk berhenti makan. Hormon leptin
mempunyai peran dalam mengontrol nafsu makan. Jika jumlahnya rendah
maka seseorang sulit merasakan kenyang sehingga keinginan makan
menjadi lebih. Hormon ghrelin mempunyai peran meningkatkan nafsu
makan. Jika jumlahnya tinggi maka seseorang mempunyai nafsu makan
yang meningkat. Hormon estrogen mempunyai peran dalam metabolisme
energi, jika jumlah estrogen berkurang terutama pada wanita menopause
maka akan mengalami penurunan metabolisme basal tubuh, sehingga
mempunyai kecenderungan untuk meningkat berat badannya
(Wirakusumah, 1997). Hormon insulin bersifat anabolik dan menfasilitasi
masuknya glukosa dalam sel otot dan lemak. Jika asupan tinggi karbohidrat
maupun lemak (densitas energi tinggi) akan menstimulasi insulin sehingga
memfasilitasi energi tinggi tersebut menjadi lemak terutama lemak
visceral. Dengan membesarnya sel lemak visceral, akan meningkatkan
derajat peradangan (chronic low grade inflamation), yang berdampak pada
resistensi insulin.

2.3 Tipe Obesitas

Berdasarkan kondisi sel lemaknya, kegemukan dapat digolongkan dalam


beberapa tipe Purwati (2001), yaitu :
7

a. Tipe hiperplastik, adalah kegemukan yang terjadi karena jumlah sel yang lebih
banyak dibandingkan kondisi normal, tetapi ukuran sel-selnya sesuai dengan
ukuran sel normal terjadi pada masa anak-anak.
b. Tipe hipertropik, kegemukan ini terjadi karena ukuran sel yang lebih besar
dibandingkan ukuran sel normal. Kegemukan tipe ini terjadi pada usia dewasa dan
upaya untuk menurunkan berat akan lebih mudah bila dibandingkan dengan tipe
hiperplastik.
c. Tipe hiperplastik dan hipertropik kegemukan tipe ini terjadi karena jumlah dan
ukuran sel melebihi normal. Pembentukan sel lemak baru terjadi segera setelah
derajat hypertropi mencapai maksimal dengan perantara suatu sinyak yang
dikelurkan oleh sel lemak yang mengalami hypertropik. Obesitas tipe ini dimulai
pada masa anak - anak dan terus berlangsung sampai setelah dewasa. Upaya untuk
menurunkan berat badan pada tipe ini merupakan yang paling sulit, karena dapat
beresiko terjadinya komplikasi penyakit, seperti penyakit degeneratif.

Berdasarkan penyebaran lemak didalam tubuh, menurut Suiraoka (2012), ada


dua tipe obesitas yaitu:
1) Tipe buah apel

Pada tipe ini ditandai dengan pertumbuhan lemak yang berlebih dibagian tubuh
sebelah atas yaitu sekitar dada, pundak, leher. Pada pria obesitas umumnya
menyimpan lemak dibawah kulit dinding perut dan rongga perut sehingga perut
tampak gemuk dan mempunyai bentuk tubuh seperti buah apel (apple type).

Disebabkan karena lemak banyak berkumpul dirongga perut, obesitas tipe buah
apel disebut juga obesitas sentral, karena banyak terjadi pada laki-laki yang disebut
juga obesitas tipe android. Istilah lain juga sering digunakan untuk obesitas type ini
antara lain : abdominal obesity atau visceral obesity. Disebut obesitas visceral karena
penimbunan lemak terjadi didalam rongga perut (abdomen) tepatnya disekitar
omentum usus (visceral). Lemak viseral yang berlebihan memperoleh suplai darah
8

dari pembuluah darah omentum, dan mengeluarkan banyak bahan kimia serta hormon
ke dalam peredaran darah. Banyaknya lemak yang tersimpan di ronggga perut
mencerminkan makin lebarnya linggar pinggang (waist circurference).

2) Tipe buah pear (Gynoid)

Kelebihan lemak pada wanita disimpan dibawah kulit bagian daerah pinggul dan
paha, sehingga tubuh terbentuk seperti buah pear (pear type). Disebabkan karena
lemak berkumpul di pinggir tubuh yaitu pinggul dan paha, obesitas tipe buah pear
disebut juga sebagai obesitas perifer dan karena banyak terdapat pada perempuan
disebut juga sebagai obesitas tipe perempuan atau obesitas gynoid. Nama lain dari
tipe obesitas ini adalah peripheral obesity atau gluteal obesity.

Etiologi obesitas sangat multifactorial; Obesitas dapat terjadi karena faktor


genetik, kurang aktivitas fisik, dan pola makan. Menurut Loos et al penelitian pada
keluarga dan anak kembar menunjukkan bahwa faktor genetik berperan hingga 40-
70% dalam obesitas. Studi yang dilakukan oleh Rachmaandrappa et al menyebutkan
adanya mutasi pada gen leptin (LEP) menyebabkan ketidakmampuan produksi leptin
sehingga kadar leptin dalam tubuh sangat turun. Gangguan pada sinyal leptin
merupakan faktor lainnya dalam proses terjadinya obesitas. Mutasi yang terjadi pada
receptor leptin di hipothalamus juga menyebabkan tidak adekuatnya sinyal kenyang
sehingga membuat seseorang mengalami hiperfagi, pada kondisi ini kadar leptin
dalam darah tinggi namun tidak dapat melakukan kerjanya untuk menghambat nafsu
makan, kondisi ini disebut resistensi leptin

Faktor lainnya yang berperan dalam mekanisme terjadinya obesitas adalah


aktivitas fisik. Studi yang dilakukan oleh Jakicic pada tahun 2009 menyebutkan
bahwa aktivitas fisik berperan dalam pencegahan kenaikan berat badan, penurunan
berat badan dan pencegahan kenaikan berat badan kembali dengan cara
meningkatkan energy expenditure. Menurut Jakicic aktivitas fisik juga berperan
9

dalam menurunkan lemak perut dan menurunkan resiko penyakit metabolik. Pola
makan juga dapat menjadi salah satu faktor terjadinya obesitas.

Menurut Hariri terdapat hubungan positif antara makanan tinggi lemak dengan
obesitas. Pemilihan sumber energi dengan kandungan nutrisi yang kurang baik seperti
makanan manis dan softdrink dan kurangnya konsumsi buah berperan dalam
mekanisme terjadinya obesitas.

Perilaku makan yang Faktor lingkungan, Kelainan neurogenik


tidak baik sosial, dan psikologis

Etiologi Obesitas

Gaya hidup yang tidak


aktif
Genetik

2.4 Prevalensi
 Epidemiologi obesitas dengan cepat menjadi tantangan terbesar kesehatan
masyarakat global, peringkat tiga besar penyebab gangguan kesehatan kronis.
 Pada tahun 2014 diperkirakan bahwa dampak ekonomi global akibat obesitas
adalah 2 triliun dolar per tahun, hampir sama dengan merokok dan perang /
konflik global. Angka ini termasuk biaya kesehatan serta biaya yang terkait
dengan kehilangan produktivitas.
10

 Di dunia, obesitas meningkat lebih dari dua kali lipat sejak tahun 1980. Pada
tahun 2014, lebih dari 1,9 miliar orang dewasa, usia 18 tahun ke atas, kelebihan
BB. Dari jumlah tersebut lebih dari 600 juta mengalami obesitas.
11
12
13

2.5 Prevalensi Obesitas Pada Anak

Prevalensi Status Gizi (BB/U) Baduta (Anak Umur 0-23 bulan)

Prevalensi Status Gizi (BB/U) pada Anak Umur 0-23 bulan (Baduta)
menurut Provinsi, menurut data nasional menunjukkan 2,7% Gizi Lebih,
berdasarkan angka nasional tersebut, tertinggi pada provinsi Papua (6,1%), Jambi
(5,1%), Sumatera Utara (4,9%), Gorontalo (4,7%), Maluku Utara (4,3%), dan
terendah Sulawesi Barat (0,6%).
14

Prevalensi Status Gizi (BB/U) pada Anak Umur 0-23 bulan (Baduta) menurut
Karakteristik, status Gizi Lebih pada Usia 12-23 bulan (3,0%), 6-11 bulan (2,6%),
dan 0-5 bulan (2,2%), menurut jenis kelamin ; perempuan (3,0%), Laki-laki
(2,5%), menurut Pendidikan KRT; tertinggi pada tamat SLTP/MTS (3,0%)
terendah pada tamat SD/MI (2,5%), menurut Pekerjaan KRT; tertinggi pada
Petani/buruh tani (3,0%) terendah pada Sekolah (0,2%), menurut tempat tinggal
yaitu Pedesaan (3,0%) Perkotaan (2,5%).
15

Prevalensi Status Gizi (BB/PB) pada Anak Umur 0-23 bulan (Baduta)
menurut Provinsi, menurut data nasional menunjukkan 9,0% status gizi Gemuk,
tertinggi pada provinsi Papua (15,0%), Jambi (12,2%), Bengkulu (12,0%), Aceh
(11,3%), Sumatera Selatan (11,2%), dan tertendah pada DI Yogyakarta (3,6%).
16

Prevalensi Status Gizi (BB/PB) pada Anak Umur 0-23 bulan (Baduta)
menurut Karakteristik, status Gizi Gemuk pada Usia 0-5 bulan (13,6%), 6-11
bulan (8,2%), 12-23 bulan (7,3%); menurut jenis kelamin ; Laki-laki (9,2%),
perempuan (8,8%); menurut Pendidikan KRT; tertinggi pada tamat D1-D3/PT
(9,9%) terendah pada tidak tamat SD (8,0%) menurut Pekerjaan KRT; tertinggi
pada wiraswasta (9,3%) terendah pada Sekolah (7,7%), menurut tempat tinggal
yaitu Pedesaan (9,4%) Perkotaan (8,6%).
17

Prevalensi Status Gizi (BB/U) Balita (Anak Umur 0-59 bulan)

Prevalensi Status Gizi (BB/U) pada Anak Umur 0-59 bulan (Balita) menurut
Provinsi, menurut data nasional menunjukkan angka 3,1% status Gizi Lebih,
tertinggi pada provinsi Papua (7,4%), DKI Jakarta (4,8%), Gorontalo (4,7%),
Bengkulu (4,5%), Kepulauan Riau (4,4%), dan terendah NTT (1,1%).
18

Prevalensi Status Gizi (BB/U) pada Anak Umur 0-59 bulan (Balita) menurut
Karakteristik, status Gizi Lebih tertinggi pada usia 48-59 bulan (4,0%) terendah
pada usia 0-5 bulan (2,2%); menurut jenis kelamin Laki-laki (3,2%), Perempuan
(3,1%), menurut Pendidikan KRT, tertinggi Tamat D1-D3/PT (4,4%), terendah
pada Tidak Tamat SD/MI (2,6%), Tamat SD/MI (2,6%); menurut pekerjaan KRT:
tertinggi pada PNS/TNI/Polri/BUMN/BUMD (5,1%). Terendah pada Sekolah
(0,3%).
19

Prevalensi Status Gizi (BB/TB) pada Anak Umur 0-59 bulan (Balita) menurut
Provinsi, menurut data nasional menunjukkan angka 8,0% status Gizi Gemuk,
tertinggi pada provinsi Papua (13,2%), Jambi (10,8%), Sumatera Selatan (10,8%),
Bengkulu (10,4%), Kalimantan Timur (9,4%), dan terendah NTT (3,3%).
20

Prevalensi Status Gizi (BB/TB) pada Anak Umur 0-59 bulan (Balita) menurut
Karakteristik, status Gizi Gemuk tertinggi pada usia 0-5 bulan (13,6%), terendah
pada usia 24-35 bulan (7,1%); menurut Jenis Kelamin: Laki-laki (8,4%),
Perempuan (7,7%); menurut Pendidikan KRT: tertinggi pada Tamat D1-D3/PT
(10,2%) terendah pada Tidak Tamat SD (6,9%); menurut pekerjaan KRT:
tertinggi pada PNS/TNI/Polri/BUMN/BUMD (9,9%). Terendah pada
Buruh/Supir/Pembantu ruta (6,7%); menurut tempat tinggal: Perkotaan (8,2%),
Perdesaan (7,9%).
21

Prevalensi Status Gizi (IMT/U) (Anak Umur 5-12 th)

Prevalensi Status Gizi (IMT/U) pada Anak Umur 5-12 tahun menurut
Provinsi, menurut data nasional menunjukkan angka 9,2% status Gizi Obesitas,
tertinggi pada provinsi Papua (15,3%), DKI Jakarta (14,0%), Kepulauan Riau
(12,3%), Jambi (11,4%), Kalimantan Timur (11,4%), dan terendah pada NTT
(2,4%).
22

Prevalensi Status Gizi (IMT/U) pada Anak Umur 5-12 tahun Status Gizi
Obesitas menurut Karakteristik: Jenis Kelamin Laki-laki (10,7%), perempuan
(7,7%), Tempat tinggal Perkotaan (10,5%), Perdesaan (7,8%).
23

Prevalensi Status Gizi (IMT/U) (Anak Umur 13-15 th)

Prevalensi Status Gizi (IMT/U) pada Anak Umur 13-15 tahun menurut
Provinsi, menurut data nasional menunjukkan angka 4,8% status Gizi Obesitas,
tertinggi pada provinsi DKI Jakarta (10,0%), dan terendah pada NTT (0,9%).
24

Prevalensi Status Gizi (IMT/U) pada Anak Umur 13-15 tahun Status Gizi
Obesitas menurut Karakteristik: Jenis Kelamin Laki-laki (5,3%), perempuan
(4,3%), menurut Pendidikan: tertinggi pada Tamat SLTA (10,3%) terendah pada
Tidak Tamat SD (3,7%): menurut Tempat tinggal Perkotaan (5,9%), Perdesaan
(3,6%).
25

Prevalensi Status Gizi (IMT/U) (Anak Umur 16-18 th)

Prevalensi Status Gizi (IMT/U) pada Anak Umur 16-18 tahun menurut
Provinsi, menurut data nasional menunjukkan angka 4,0% status Gizi Obesitas,
tertinggi pada provinsi DKI Jakarta (8,3%), dan terendah pada NTT (1,0%).
26

Prevalensi Status Gizi (IMT/U) pada Anak Umur 16-18 tahun Status Gizi
Obesitas menurut Karakteristik: Jenis Kelamin Perempuan (4,5%), Laki-laki
(3,6%); menurut Pendidikan: tertinggi pada tidak Tamat SD (4,6%) terendah pada
Tamat D1-D3/PT (2,6%); menurut Pekerjaan: tertinggi pada
PNS/TNI/Polroi/BUMN/BUMD (8,3%), terendah pada Nelayan (0,6%); menurut
Tempat tinggal Perkotaan (4,8%), Perdesaan (3,1%).
27

Prevalensi Status Gizi Berdasarkan IMT Pada Penduduk Dewasa (Umur >18 Th)

Prevalensi Status Gizi (IMT) pada Penduduk Dewasa (umur > 18 tahun)
menurut Provinsi, menurut data nasional menunjukkan angka 21,8% status Gizi
Obesitas, tertinggi pada provinsi Sumatera Utara (30,2%), terendah pada NTT
(10,3%).
28

Prevalensi Status Gizi (IMT) pada Penduduk Dewasa (umur > 18 tahun)
Satatus gizi Obesitas menurut karakteristik: tertinggi pada usia 40-33 tahun
(29,6%), terendah pada usia 19 tahun (8,9%); menurut jenis kelamin Perempuan
(29,3%), Laki-laki (14,5%); menurut Pendidikan, tertinggi pada Tamat D1-D3/PT
(28,1%), terendah pada tidak sekolah (14,2%); menurut pekerjaan pada
PNS/TNI/Polri/BUMN/BUMD (33,7%), terendah pada Sekolah (13,8%).
29

Prevalensi Status Gizi Berdasarkan IMT Pada Penduduk Laki-laki Dewasa


(Umur >18 Th)

Prevalensi Status Gizi (IMT) pada Penduduk Laki-laki Dewasa (umur > 18
tahun) Status Gizi Obesitas menurut Provinsi, menurut data nasional
menunjukkan angka 14,5% status Gizi Obesitas, tertinggi pada provinsi DKI
Jakarta (23,2%), terendah pada provinsi NTT (7,2%).
30

Prevalensi Status Gizi (IMT) pada Penduduk Laki-laki Dewasa (umur > 18
tahun) Status Gizi Obesitas menurut karakterisitk Umur: tertinggi pada usia 45-49
tahun (18,8%), terendah pada usia 19 tahun (7,2%); menurut Pendidikan: tertinggi
pada Tamat D1-D3/PT (27,1%), terendah pada tidak sekolah (7,0%).
31

Prevalensi Status Gizi Berdasarkan IMT Pada Penduduk Perempuan Dewasa


(Umur >18 Th)

Prevalensi Status Gizi (IMT) pada Penduduk Perempuan Dewasa Status Gizi
Obesitas (umur > 18 tahun) menurut Provinsi, menurut data nasional
menunjukkan angka 29,3% status Gizi Obesitas, tertinggi pada provinsi DKI
Jakarta (36,6%), terendah pada provinsi NTT (13,3%).
32

Prevalensi Status Gizi (IMT) pada Penduduk Perempuan Dewasa (umur > 18
tahun) menurut karakterisitk Umur: tertinggi pada usia 40-44 tahun (40,6%),
terendah pada usia 19 tahun (10,6%); menurut Pendidikan: tertinggi pada Tamat
SLTP (33,0%), terendah pada tidak sekolah (18,5%)
33

Prevalensi Obesitas Sentral pada Penduduk Umur ≥ 15 th

Prevalensi Obesitas Sentral Penududuk Umur ≥ 15 th menurut Provinsi: angka


Nasional menunjukkan angka 31,0%: tertinggi pada provinsi Sulawesi Utara
(42,5%) terendah pada Provinsi NTT (19,3%).
34

Prevalensi Obesitas Sentral Penududuk Umur ≥ 15 th menurut karakterisitk:


kelompok umur: tertinggi pada Usia 45-54 tahun (42,3%) terendah pada usia 15-24
tahun (12,6%); menurut jenis kelamin Perempuan (46,7%), laki-laki (15,7%),
menurut Pendidikan: tertinggi pada Tamat D1-D3/PT (41,7%) terendah pada Tidak
Sekolah (28,5%); menurut pekerjaan: tertinggi pada PNS/TNI/Polri/BUMN/BUMD
(48,5%), terendah pada Sekolah (10,4%); menurut tempat tinggal: Perkotaan
(35,1%),Perdesaan (25,9%).
35

2.6 Patogenesis
 Mekanisme patofisiologis obesitas menempatkan sel lemak sebagai pusat tempat
berbagai kelainan berasal tetapi tidak seluruhnya dapat dimengerti. Meskipun
begitu, sudah ada bukti yang menguatkan pathogenesis obesitas dengan
mekanisme sinyal pada usus, jaringan lemak, otak dan mungkin pula jaringan lain
tempat masuknya, penyebaran, serta penyimpanan zat-zat gizi.
 Mekanisme ini diatur di otak, yang melatarbelakangi perubahan dalam bersantap,
kegiatan fisik, dan metabolisme tubuh guna mempertahankan simpanan energy.
Masa perkembangan obesitas terentang mulai dari periode janin hingga
menopause, nyaris sepanjang usia.
 Obesitas terjadi akibat ketidakseimbangan masukan dan keluaran kalori dari
tubuh serta penurunan aktifitas fisik (sedentary life style) yang menyebabkan
penumpukan lemak di sejumlah bagian tubuh.
 Penelitian yang dilakukan menemukan bahwa pengontrolan nafsu makan dan
tingkat kekenyangan seseorang diatur oleh mekanisme neural dan humoral
(neurohumoral) yang dipengaruhi oleh genetik, nutrisi, lingkungan, dan sinyal
psikologis.
 Pengaturan keseimbangan energi diperankan oleh hipotalamus melalui 3 proses
fisiologis, yaitu pengendalian rasa lapar dan kenyang, mempengaruhi laju
pengeluaran energi dan regulasi sekresi hormon. Proses dalam pengaturan
penyimpanan energi ini terjadi melalui sinyal-sinyal eferen (yang berpusat di
hipotalamus) setelah mendapatkan sinyal aferen dari perifer (jaringan adiposa,
usus dan jaringan otot) (Marsen 2009).
 Terjadinya obesitas secara umum berkaitan dengan keseimbangan energi di dalam
tubuh. Keseimbangan energi ditentukan oleh asupan energi yang berasal dari zat
gizi penghasil energi yaitu karbohidrat, lemak dan protein serta kebutuhan energi
yang ditentukan oleh kebutuhan energi basal, aktifitas fisik, dan thermic.
36

 Keseimbangan energi di dalam tubuh dipengaruhi oleh berbagai faktor baik yang
berasal dari dalam tubuh yaitu regulasi fisiologis dan metabolisme ataupun dari
luar tubuh yang berkaitan dengan gaya hidup (lingkungan) yang akan
mempengaruhi kebiasaan makan dan aktivitas fisik. Regulasi fisiologis dan
metabolisme dipengaruhi oleh genetik dan juga oleh lingkungan.

2.7 Diagnosa
Obesitas berkaitan tidak hanya dengan berat badan total, namun juga distribusi
lemak yang tersimpan di dalam tubuh. Secara klinis obesitas dapat dengan mudah
dikenali antara lain:
• wajah membulat
• pipi tembam
• dagu rangkap
• leher relatif pendek
• dada membusung dengan payudara yang membesar mengandung jaringan
lemak
• perut membuncit disertai dinding perut yang berlipat-lipat
• kedua tungkai berbentuk X dengan kedua pangkal paha bagian dalam
saling menempel dan bergesekan. Akibatnya, dapat terjadi laserasi dan
ulserasi yang dapat menimbulkan bau yang kurang sedap.
• Pada anak laki-laki, penis tampak kecil karena tersembunyi jaringan lemak
suprapubik (burried penis).

Mengukur dan menghubungkan berat badan dengan tinggi badan menggunakan


Body Mass Index (BMI) / Indeks Massa Tubuh (IMT), cara menghitung BMI adalah
dengan rumus :

Berat Badan (Kg)


BMI= Tinggi badan(m2)

setelah didapatkan nilai BMI / IMT, maka dapat diklasifikasikan berdasarkan tabel
berikut :
37

Selain itu dapat juga dilakukan pengukuran fisik seperti :

a. Pengukuran lemak subkutan dengan mengukur tebal lipatan kulit


b. Variasi lingkar badan, biasanya merupakan rasio dari pinggang dan panggul
c. Untuk anak-anak pada masa tumbuh kembang, penentuan obesitas ditentukan
menggunakan grafik CDC 2000. Dengan memasukkan data ke grafik, dapat
ditentukan posisi persentilnya. Untuk persentil 86-94 dikategorikan dalam
overweight dan untuk persentil > 95 dikategorikan dalam obesitas.
38

2.8 Pencegahan
Pesan untuk pencegahan obesitas pada :

1. Tips untuk anak dan remaja


 Bayi :
a. Inisiasi Menyusu Dini (IMD)
b. ASI eksklusif sampai umur 6 bulan
c. Melanjutkan ASI sampai usia 2 tahun
d. MP-ASI dimulai pada usia 6 bulan
e. Pemberian Makanan Bayi Anak (PMBA) sesuai kelompok umur
f. Tummy time untuk bayi yang belum bisa merangkak sebagai usaha aktivitas
fisik
 Balita :
a. Aneka ragam pangan, makan lebih banyak yang bergizi (anak usia 2–5
tahun)
b. Jangan terlalu banyak digendong, biarkan anak bergerak bebas
 Anak & Remaja
a. Tidak makan sambil menonton TV
b. Batasi penggunaaan gadget
c. Perbanyak aktivitas di luar ruangan
d. Biasakan makan dengan keluarga
e. Biasakan selalu sarapan sehat
f. Biasakan membawa bekal makanan sehat dan air putih dari rumah
g. Batasi makanan siap saji dan pangan olahan, jajanan dan makanan selingan
yang manis asin dan berlemak
h. Banyak makan sayur buah
i. Mengonsumsi aneka ragam pangan 24 Pedoman Umum Pengendalian
Obesitas
39

j. Tidak merokok dan minum minuman beralkohol


k. Hindari konsumsi minuman ringan dan bersoda
2. Tips untuk Dewasa (18 - 60 tahun)
a. Aneka ragam pangan, cukup sayuran hijau dan buah berwarna
b. Tidak merokok dan minum minuman beralkohol
c. Tingkatkan konsumsi karbohidrat kompleks dan batasi konsumsi
karbohidrat sederhana (gula)
d. Batasi konsumsi gorengan dan lemak trans (margarin)
e. Jadwal makan teratur, porsi sedikit tapi lebih sering dengan pola makan
pagi, selingan, makan siang, selingan dan makan malam.
f. Biasakan makan dengan model piring makan T yaitu setengah piring makan
berisi sayuran, setengah pring nasi dibagi lagi menjadi dua bagian,
seperempat bagian berisi nasi dan seperempat bagian berisi lauk
g. Hindari konsumsi minuman ringan dan bersoda
h. Batasi konsumsi jus buah
i. Melakukan aktivitas fisik atau olahraga secara baik, benar, teratur, terukur
(BBTT)
j. Aktif bergabung dengan komunitas peduli obesitas dan saling menguatkan
satu dengan yang lain
k. Berpikir positif, dan mengenali emosi makan.
l. Buat target terukur untuk aktivitas fisik
m. Timbang berat badan dan ukur lingkar pinggang secara teratur

3. Tips untuk Lansia(umur > 60 Tahun)


a. Konsumsi makanan sumber kalsium
b. Batasi makanan tinggi natrium Pedoman Umum Pengendalian Obesitas 25
c. Batasi konsumsi tinggi gula, garam, lemak
d. Lakukan aktivitas fisik sesuai kemampuan diri sendiri seperti jalan kaki.
BAB III KESIMPULAN

Obesitas merupakan penumpukan lemak yang berlebihan akibat ketidak


seimbangan asupan energi (energy intake) dengan energi yang digunakan (energy
expenditure) dalam waktu lama (WHO, 2000). Etiologi Obesitas yaitu terdiri dari
faktor genetic, faktor lingkungan (pola makan dan aktifitas fisik), obat-obatan dan
hormonal.

Berdasarkan kondisi sel lemaknya, kegemukan dapat digolongkan dalam


beberapa tipe Purwati (2001), yaitu : a. tipe hiperplastik b. tipe hipertropik c. tipe
hiperplastik dan hipertropik. Berdasarkan penyebaran lemak didalam tubuh, menurut
Suiraoka (2012), ada dua tipe obesitas yaitu: 1.Tipe buah apel 2. Tipe buah pear
(gynoid).

Prevalensi Status Gizi (IMT) pada Penduduk Dewasa (umur > 18 tahun)
menurut Provinsi, menurut data nasional menunjukkan angka 21,8% status Gizi
Obesitas, tertinggi pada provinsi Sumatera Utara (30,2%), terendah pada NTT
(10,3%). Prevalensi Status Gizi (IMT) pada Penduduk Dewasa (umur > 18 tahun)
Satatus gizi Obesitas menurut karakteristik: tertinggi pada usia 40-33 tahun (29,6%),
terendah pada usia 19 tahun (8,9%); menurut jenis kelamin Perempuan (29,3%),
Laki-laki (14,5%); menurut Pendidikan, tertinggi pada Tamat D1-D3/PT (28,1%),
terendah pada tidak sekolah (14,2%); menurut pekerjaan pada
PNS/TNI/Polri/BUMN/BUMD (33,7%), terendah pada Sekolah (13,8%). Prevalensi
Obesitas Sentral Penududuk Umur ≥ 15 th menurut Provinsi: angka Nasional
menunjukkan angka 31,0%: tertinggi pada provinsi Sulawesi Utara (42,5%) terendah
pada Provinsi NTT (19,3%).

40
Terjadinya obesitas secara umum berkaitan dengan keseimbangan energi di
dalam tubuh. Keseimbangan energi ditentukan oleh asupan energi yang berasal dari
zat gizi penghasil energi yaitu karbohidrat, lemak dan protein serta kebutuhan energi
yang ditentukan oleh kebutuhan energi basal, aktifitas fisik, dan thermic.
Keseimbangan energi di dalam tubuh dipengaruhi oleh berbagai faktor baik yang
berasal dari dalam tubuh yaitu regulasi fisiologis dan metabolisme ataupun dari luar
tubuh yang berkaitan dengan gaya hidup (lingkungan) yang akan mempengaruhi
kebiasaan makan dan aktivitas fisik. Regulasi fisiologis dan metabolisme dipengaruhi
oleh genetik dan juga oleh lingkungan.

Diagnosa obesitas dapat diketahui dari pemeriksaan fisik klinis, menghitung


IMT, pengukuran lemak subkutan dengan mengukur tebal lipatan kulit, variasi
lingkar badan, biasanya merupakan rasio dari pinggang dan panggul, untuk anak-anak
pada masa tumbuh kembang, penentuan obesitas ditentukan menggunakan grafik
CDC 2000. Dengan memasukkan data ke grafik, dapat ditentukan posisi persentilnya.
Untuk persentil 86-94 dikategorikan dalam overweight dan untuk persentil > 95
dikategorikan dalam obesitas.

Pencegahan Obesitas berbeda pada setiap kelompok umur, yaitu pada bayi,
anak, remaja, usia dewasa dan lansia

41
DAFTAR PUSTAKA

Dali, Astrie Oktaviany. 2017. Faktor Risiko Kejadian Obesitas Dan Efek Morbiditas
Pada Perempuan Dewasa Di Kota Gorontalo Tahun 2017. Departemen Epidemiologi
Program Studi Kesehatan Masyarakat Sekolah Pascasarjana Universitas Hasanuddin.

(akses, 10 Juli 2022: http://digilib.unhas.ac.id/)

Defini, Etiologi, Tipe Obesitas (akses, 10 Juli 2022 http://repository.poltekkes-


denpasar.ac.id/1245/3/BAB%20II.pdf)

Patogenesis Obesitas (akses, 10 Juli 2022)

https://lib.ui.ac.id/file?file=digital/122846-S09039fk-Prevalens%20obesitas-
Literatur.pdf

Laporan Nasional RISKESDAS 2018. Badan Penelitan dan Pengembangan


Kesehatan. Kementerian Kesehatan RI.

Buku Pedoman Umum Pengendalian Obesitas. 2015. Direktorat Pengendalian


Penyakit Tidak Menular Kementerian Kesehatan RI.

iii

Anda mungkin juga menyukai