Disusun oleh :
1. Indri Milatul Agustina (101811535004)
2. Desta Dwi Lestari (101811535005)
3. Felysitas G. P. Rentanubun (101811535011)
4. Galuh Sekar Anggraeni (101811535017)
5. Mochamad Rizky Priatisda (101811535040)
6. Velia Putri Yulias Tanti (101811535041)
UNIVERSITAS AIRLANGGA
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
2019
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala
rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan
makalah ini sesuai dengan yang diharapkan. Makalah dengan judul “Balita di
Bawah Garis Merah” ini dibuat dengan tujuan memberikan pemahaman mengenai
Bawah Garis Merah (BGM) serta sebagai salah satu tugas mata kuliah Pengantar
Gizi Masyarakat (PGM). Proses pembuatan makalah ini tidak akan mampu
terselesaikan dengan baik tanpa bantuan beberapa orang yang turut berperan.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih belum
sempurna, baik dari segi penulisan, bahasan, ataupun penyusunannya. Oleh karena
itu penulis mengharapkan adanya masukan berupa kritik dan saran yang
membangun. Semoga makalah ini dapat memberikan informasi bagi masyarakat
dan bermanfaat untuk pengembangan wawasan dan peningkatan ilmu pengetahuan
bagi kita semua.
Banyuwangi, 31 Oktober
2019
I
DAFTAR ISI
II
BAB I
PENDAHULUAN
Masa balita adalah masa yang membutuhkan perhatian lebih dari orang tua.
Perhatian harus diberikan pada pertumbuhan dan perkembangan balita, status gizi
sampai pada kebutuhan akan imunisasi. Dewasa ini orang tua dan tenaga kesehatan
sangat fokus terhadap kondisi balita (Marimbi, 2010). Anak usia di bawah lima
tahun (balita) merupakan kelompok usia yang rentan terhadap gizi dan kesehatan.
Pada masa ini daya tahan tubuh anak masih belum kuat, sehingga mudah terkena
penyakit infeksi. Selain itu, anak juga sering mempunyai kebiasaan makan yang
buruk yaitu anak sering tidak mau makan atau nafsu makan menurun, sehingga
menyebabkan status gizinya menurun dan tumbuh kembang anak terganggu
(Soetjiningsih, 1998; Pudjiadi, 2005).
Kurangnya pengetahuan dan salah persepsi tentang kebutuhan pangan dan nilai
pangan umum dijumpai pada lapisan keluarga dan masyarakat. Kemiskinan dan
kekurangan persediaan pangan yang bergizi merupakan faktor penting dalam
masalah kurang gizi. Gangguan gizi dapat disebabkan karena kurangnya
pengetahuan tentang gizi terutama di lingkungan keluarga atau kurangnya
kemampuan untuk menerapkan informasi tersebut dalam kehidupan sehari-hari
(Suhardjo, 2002). Selain itu pemberian makanan tambahan terlalu dini dalam asuh
makan dapat menimbulkan gangguan pada pencernaan seperti diare, muntah, dan
sulit buang air besar. Sebaliknya, pemberian makanan yang terlalu lambat
mengakibatkan bayi mengalami kesulitan belajar mengunyah, tidak menyukai
makanan padat, dan bayi kekurangan gizi.
Gizi merupakan salah satu indikator untuk menilai keberhasilan pembangunan
kesehatan sebuah negara dalam membangun sumber daya manusia yang
berkualitas. Indonesia berkomitmen menjadikan gizi sebagai prioritas utama dan
akan terus mendukung upaya peningkatan gizi guna mempercepat pencapaian
tujuan-tujuan pembangunan jangka panjang nasional.² komitmen Indonesia dalam
Tujuan Pembangunan Millennium (Millenium Development Goals) yang terkait
dengan gizi buruk adalah MDGs 4 yaitu mengurangi angka kematian anak dengan
1
target mengurangi hingga 2/3 angka kematian anak di bawah lima tahun pada tahun
2015. Hal ini disebabkan karena salah satu penyebab kematian anak di bawah lima
tahun adalah gizi buruk dan gizi kurang.
Kejadian gizi buruk seperti fenomena gunung es dimana kejadian Berat Badan
di bawah Garis Merah (BGM) dapat menyebabkan kematian (Supariasa dkk,
2001). BGM merupakan penyebab pertama kematian anak balita yaitu sebesar 54%
kematian anak balita. Indonesia sebagai peringkat kelima dunia yang anak balitanya
mengalami gangguan pertumbuhan dengan jumlah anak balita yang berat badannya
di BGM sebesar 7,7 juta anak balita. Hasil Riskesdas (2010) yaitu sebesar 4,9%
anak balita BGM. Pada tahun 2013, menurut data Kementrian Kesehatan RI
terdapat 13,90 % dari 82,661 balita atau sebanyak 11,489 balita yang mengalami
gizi buruk. Pada saat ini kasus BGM di masyarakat masih tinggi data tersebut
diperoleh dari laporan masyarakat, kader Posyandu, maupun kasus-kasus yang
langsung dibawa ke tempat-tempat pelayanan kesehatan yang ada, seperti
Puskesmas dan rumah sakit (Dinkes, 2013).
Status gizi anak balita secara sederhana dapat diketahui dengan
membandingkan antara berat badan menurut umur maupun menurut panjang
badannya dengan rujukan (standar) yang telah ditetapkan. Apabila berat badan
menurut umur sesuai dengan standar, anak disebut gizi baik. Kalau sedikit di bawah
standar disebut gizi kurang. Apabila jauh di bawah standar dikatakan gizi buruk.
Selain itu, pertumbuhan anak dapat dipantau dan diamati dengan menggunakan
KMS balita. KMS merupakan salah satu alat yang dapat di gunakan untuk
memprediksi status gizi anak berdasarkan kurva yang terdapat pada KMS. Bila
masih berada dalam batas hijau maka status gizi dalam katagori baik, apabila di
bawah garis merah maka status gizi buruk. (Marimbi, 2010).
Status gizi dapat dikriteriakan : gizi lebih, gizi baik, gizi kurang dan gizi buruk.
Status gizi kurang pada KMS menunjukan garis pertumbuhan berada pada bawah
garis merah. Bawah Garis Merah (BGM) adalah anak dengan berat badan kurang
menurut umur dibandingkan dengan standar, yang diketahui secara visual dengan
melihat plot dalam KMS berada dibawah garis merah (Sandjaja, 2009). Balita
BGM tidak selalu berarti menderita gizi buruk tapi dapat menjadi indikator awal
bahwa balita tersebut mengalami masalah gizi. Permasalahan yang dapat muncul
2
pada anak BGM merupakan masalah kesehatan masyarakat, namun
penangulangannya tidak dapat dilakukan dengan pendekatan medis dan pelayanan
kesehatan saja, akan tetapi harus melibatkan sektor yang terkait (Supariasa, 2013).
1.3 Tujuan
1.3.1 Mengetahui apa yang dimaksud BGM
1.4 Manfaat
Sebagai bahan masukan dan informasi bagi masyarakat khususnya ibu
yang mempunyai anak balita terhadap kejadian Bawah Garis Merah (BGM).
Sebagai bahan masukan bagi Instansi di puskesmas dan dinas kesehatan
untuk menyusun kebijakan upaya pencegahan kejadian Bawah Garis Merah
(BGM). Hasil penelitian ini dapat menambah pengetahuan dan wawasan
tentang kejadian balita di Bawah Garis Merah
3
BAB II
PEMBAHASAN
Gizi bawah garis merah adalah keadaan kekurangan gizi tingkat berat yang
disebabkan oleh rendahnya konsumsi energi dan protein dari makanan sehari
hari dan terjadi dalam waktu yang cukup lama. BGM atau Bawah Garis Merah
merupakah suatu kedaan anak balita yang mengalami gangguan pertumbuhan
yang diakibatkan oleh kekurangan gizi sehingga pada saat ditimbang berat
badan anak balita berada di bawah garis merah pada KMS ( Kartu Menuju
Sehat) atau memiliki status gizi yang buruk. Sedangkan menurut Departemen
Kesehatan RI anak balita yang BGM adalah anak balita yang pada saat
ditimbang berat badannya berada di bawah garis meras pada indikator KMS.
Sedangkan KMS sendiri adalah kartu yang memuat kurva pertumbuhan balita
yang di dasarkan oleh indeks antropometri Berat Badan Menurut Umur (BB/U)
yang berfungsi untuk alat bantu memantau kesehatan dan juga pertumbuhan
dari balita. Balita dengan pemenuhan gizi yang cukup memiliki berat badan
yang berada di daerah berwarna hijau, sedangkan jika memiliki status gizi yang
kurang akan berada pada warna kuning yang paling berbahaya jika sudah
berada di Bawah Garis Merah (BGM) yang menunjukan status gizi buruk.
Tentunya hal ini tidak bisa di remehkan begitu saja dikarenakan kasus BGM
ini bisa digunakan sebagai indikator kesehatan bayi yang lainnya.
4
kandungan nutrisi yang baik untuk pertumbuhan bayi dan balita yang
bertujuan untuk mencegah malnutrisi, meningkatkan kecerdasan, serta
mementuk daya tahan dan perlindungan bayi dari penyakit dan infeksi.
b. Penyakit infeksi
Menurut Wahyudi et al (2015) dalam penelitiannya, balita yang
menderita penyakit infeksi akan cenderung mengalami penurunan berat
badan akibat dari penurunan nafsu makan yang akan berdampak pada
masalah gizi pada anak balita yaity berat badan dibawah garis merah.
Kekurangan pangan dalam waktu yang lama dapat mempengaruhi berat
badan balita dan kondisi daya tahan tubuh akan menurun. Daya tahan
tubuh yang menurun dapat meningkatkan terjadinya infeksi yang dapat
disebabkan oleh infeksi virus, bakteri, maupun parasit, akibat dari
kurangnya menjaga kebersihan dan sanitasi yang buruk.
5
akan mudah untuk diamati status gizi dan pertumbuhannya dan
sebaliknya. Ibu yang mmilih tidak membawa anaknya ke posyandu
dipengaruhi oleh pengetahuan ibu.
f. Pengetahuan ibu
Ibu yang memiliki pengetahuan yang baik mengenai pertumbuhan
anaknya akan dengan mudah memantau pertumbuhan anaknya. Ibu akan
melalukan pencegahan dan pengobatan apabila terdeteksi BGM.
Balita yang memiliki berat badan dibawah normal, memiliki risiko terhadap
penyakit infeksi. Pola makan serta jenis makanan yang dikonsumsi berpengaruh
terhadap status gizi balita. Menurut Scrimhaw an SanGiovanni (1997), defisiensi
zat gizi dapat menyebabkan terjadinya infeksi dan akan beroengaruh terhadap
sistem imunitas tubuh. Namun, kasus terjadinya BGM meliputi berbagai faktor dan
tidak hanya akibat defisiensi zat gizi saja. Namun, dampak BGM pada balita akan
berpengaruh terhadap status kesehatan balita.
6
2.4 Upaya Pencegahan BGM
Dengan memberikan sosialisasi kepada para ibu yang bertujuan untuk dapat
memantau pertumbuhan anaknya melalui pemberian ASI secara eksklusif,
pemberian pola makan yang baik, serta dapat meningkatkan kunjugan terhadap
pelayanan kesehatan. Sedangkan, petugas kesehatan dapat meningkatkan sarana
prasarana dan pelayanan kesehatan.
7
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Gizi bawah garis merah adalah keadaan kekurangan gizi tingkat berat yang disebabkan
oleh rendahnya konsumsi energi dan protein dari makanan sehari hari dan terjadi dalam
waktu yang cukup lama dengan menunjukan gejala klinis yaitu Marasmus, Kwashiorkor,
atau Marasmikwashiorkor . kemudian factor penyebab terjadinya BGM pada Anak
Balita adalah pemberian ASI tidak eksklusif, adanya penyakit infeksi, pola makan yang
tidak seimbang, jarak kelahiran anak, pemanfaatan pelayanan kesehatan ( Posyandu),
kurangnya pengetahuan ibu, serta satatus social ekonomi keluarga.
3.2 Saran
Perlu adanya peningkatan penyuluhan kesehatan terkait dampak dari Balita Bawah
Garis Merah ( BGM ) kepada masyarakat khususnya kepada ibu yang memiliki balita.
Sebaiknya para ibu memperhatikan asupan makanan pada balita untuk mencukupi gizi
seimbang di dalam kehidupan sehari-hari dalam mengatasi masalah balita Bawah Garis
Merah ( BGM ).
8
DAFTAR PUSTAKA
Novitasari, Destriatania, S., & Febry, F. (2016). DETERMINAN KEJADIAN ANAK BALITA DI
IBAWAH GARIS MERAH. JURNAL ILMU KESEHATAN MASYARAKAT,48-63.