Anda di halaman 1dari 44

MANAJEMEN ASUHAN KEBIDANAN

IBU POST PARTUM


Ny. “I” dengan Sectio Caesarea dan Hepatitis B
di Ruang Bougenville RSUD MOHAMMAD NOER PAMEKASAN

Oleh:

Nuril Aida Safitri

412320150

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

SUKMA WIJAYA SAMPANG

TAHUN AJARAN 2022/2023


ii
KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan puji syukur kehadirat Allah swt yang melimpahkan rahmat,
taufik dan hidayahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan asuhan kebidanan.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan laporan pendahuluan ini tidak lepas dari
bimbingan dan petunjuk serta bantuan dari beberapa pihak, oleh karena itu dalam
kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Kepala Program Pendidikan D3 Kebidanan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Sukma
Wijaya Sampang.
2. Pembimbing Akademik Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Sukma Wijaya Sampang.
3. Bd. Siti Nurul Fajariyah, S. Keb selaku pembimbing praktek.
4. Kepada kedua orang tua yang telah memberikan dukungan moril maupun material.
5. Kepada teman-teman Program Pendidikan D3 Kebidanan Sekolah Tinggi Ilmu
Kesehatan Sukma Wijaya Sampang.

Saya menyadari bahwa penulis laporan asuhan kebidanan ini masih banyak
kekurangan dan jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu kritik dan saran saya harapkan demi
kesempurnaan laporan asuhan kebidanan ini dan kemajuan profesi kebidanan untuk sekarang
dan di masa yang akan datang.

Pamekasan, 23 Februari 2023

Nuril Aida Safitri

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL....................................................................................................i

LEMBAR PENGESAHAN..........................................................................................ii

KATA PENGANTAR..................................................................................................iii

DAFTAR ISI................................................................................................................iv

BAB I PENDAHULUAN...........................................................................................1

1.1 Latar belakang...........................................................................................1


1.2 Tujuan........................................................................................................2
1.3 Ruang Lingkup..........................................................................................3
1.4 Metode Penulisan.......................................................................................
1.5 Sistematika Penulisan................................................................................
BAB II TINJAUAN TEORI......................................................................................4
2.1 KONSEP DASAR SECTIO CAESAREA..............................................4

2.1.1 Pengertian.........................................................................................4

2.1.2 Jenis-jenis.........................................................................................4
2.1.3 Etiologi.............................................................................................5
2.1.4 Patofisiologi......................................................................................7

2.2 KONSEP DASAR PENYAKIT HEPATITIS........................................8

2.2.1 Pengertian.........................................................................................8

2.2.2 Jenis-Jenis Hepatitis..........................................................................8

2.2.3 Penyebab Dan Cara Penularan..........................................................9

2.2.4 Gejala-Gejala Hepatitis.....................................................................11

2.2.5 Pencegahan.......................................................................................13

2.2.6 Penatalaksanaan Hepatitis Pada Ibu Nifas........................................15

2.2.7 Pengobatan........................................................................................15

2.3 KONSEP DASAR MASA NIFAS...........................................................15

2.3.1 Pengertian............................................................................................15

iv
2.3.2 Tujuan Asuhan Masa Nifas.................................................................16

2.3.3 Kunjungan Ulang Pada Masa Nifas....................................................17

2.3.4 Perubahan Fisiologis Pada Masa Nifas...............................................18

2.4 KONSEP DASAR MANAJEMEN ASUHAN KEBIDANAN..............

2.4.1 Pengertian Manajemen Asuhan Kebidanan........................................

2.4.2 Tahapan Manajemen Asuhan Kebidanan...........................................

BAB III TINJAUAN KASUS....................................................................................

3.1 Pengkajian...................................................................................................

3.2 Interpretasi Data..........................................................................................

3.3 Identifikasi Diagnosa dan Masalah Potensial.............................................

3.4 Identifikasi Kebutuhan Segera....................................................................

3.5 Pengembangan Rencana (Intervensi).........................................................

3.6 Pelaksanaan (Implementasi).......................................................................

3.7 Evaluasi.......................................................................................................

BAB IV PENUTUP.....................................................................................................

4.1 Kesimpulan........................................................................................................

4.2 Saran..................................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................

v
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Hepatitis merupakan inflamasi dan cedera pada hepar, penyakit ini dapat
disebabkan oleh infeksi atau oleh toksin termasuk alkohol dan dijumpai pada kanker
hati. Hepatitis virus adalah istilah yang digunakan untuk infeksi hepar oleh virus,
identifikasi virus penyakit dilakukan terus menerus, tetapi agen virus A, B, C, D, E, F
dan G terhitung kira-kira 95% kasus dari hepatitis virus akut. (Ester Monica, 2002).
Penyakit hepatitis merupakan urutan pertama dari berbagai penyakit hati
diseluruh dunia. Penyakit ini sangat berbahaya bagi kehidupan karena penyakit hepatits
ataupun gejala sisanya bertanggung jawab atas 1-2 juta kematian setiap tahunnya. (Aru
sudoyo, 2006). Infeksi virus hepatitis bisa berkembang menjadi sirosis atau pengerasan
hati bahkan kanker hati. Masalahnya, sebagian besar infeksi hepatitis tidak
menimbulkan gejala dan baru terasa 10-30 tahun kemudian saat infeksi sudah parah.
Pada saat itu gejala timbul, antara lain badan terasa panas, mual, muntah, mudah lelah,
nyeri diperut kanan atas, setelah beberapa hari air seninya berwarna seperti teh tua,
kemudian mata tampak kuning dan akhirnya seluruh kulit tubuh menjadi kuning.
Pada umumnya klien yang menderita penyakit hepatitis ini mengalami Anoreksia
atau penurunan nafsu makan dimana gejala ini diperkirakan terjadi akibat pelepasan
toksin oleh hati yang rusak untuk melakukan detoksifikasi produk yang abnormal
sehingga klien ini haruslah mendapatkan nutrisi yang cukup agar dapat memproduksi
enegi metabolik sehingga klien tidak mudah lelah.
Pentingnya mengetahui penyebab hepatitis bagi klien adalah apabila ada anggota
keluarga menderita penyakit yang sama, supaya anggota keluarga dan klien siap
menghadapi resiko terburuk dari penyakit hepatitis beserta komplikasinya sehingga
penderita mampu menyiapkan diri dengan pencegahan dan pengobatan yaitu:
penyediaan makanan dan air bersih yang aman, sistem pembuangan sampah yang
efektif, perhatikan higiene secara umum, mencuci tangan, pemakaian kateter, jarum
suntik dan spuit sekali pakai serta selalu menjaga kondisi tubuh dengan sebaik-baiknya.
Apabila hal ini tidak dilakukan dengan benar dan teratur berarti keluarga dan penderita

1
harus siap menerima resiko komplikasi lainnya dan bahkan dapat menyebabkan
kematian.
Dalam memberikan pelayanan kesehatan memerlukan asuhan kebidanan yang
tepat, disamping itu juga memerlukan pengetahuan dan keterampilan bidan dalam
memberikan asuhan kebidanan, sehingga akibat dan komplikasi dapat dihindari seperti
memberi penjelasan tentang Hepatitis antara lain: penyebab, tanda dan gejala,
pengobatan, perawatan, penularan dan akibat yang didapat kalau pengobatan tidak
dilakukan. Asuhan pada masa nifas ditujukan untuk mengurangi dan mendeteksi
berbagai komplikasi Pada masa nifas agar mendapat penanganan yang cepat dan tepat.
Pemantauan masa nifas 4 sangatlah penting guna mendeteksi dan memantau kesehatan
masa nifas yang nantinya akan berpengaruh pada proses menyusui.
Asuhan pada masa nifas harus dilakukan secara lengkap dan adekuat untuk
menjamin keadaan ibu dan janin dalam keadaan sehat. Waktu kunjungan masa nifas
paling sedikit 4 kali kunjungan. Kunjungan masa nifas dilakukan untuk menilai keadaan
ibu dan bayi baru lahir dan untuk mencegah, mendeteksi dan menangani masalah-
masalah yang terjadi pada masa nifas.
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Melaksanakan asuhan kebidanandengan pendekatan manajemenkebidanan masa
nifas pada ibu dengan hepatitis B.
1.2.2 Tujuan Khusus
1. Melakukan Pengkajian Pada Ibu Nifas Dengan Hepatitis
2. Melakukan Interprestasi Data Dasar Pada Ibu Nifas Dengan Hepatitis
3. Melakukan Identifikasi Dignosa Masalah Potensial Pada Ibu Nifas Dengan
Hepatitis
4. Melakukan Identifikasi Tindakan Segera Pada Ibu Nifas Dengan Hepatitis
5. Melakukan Perencanaanasuhan Kebidanan Pada Ibu Nifas Dengan Hepatitis
6. Melakukan Pelaksanaan asuhan kebidanan Pada Ibu Nifas Dengan Hepatitis
7. Melakukan Evaluasi asuhan kebidanan Pada Ibu Nifas Dengan Hepatitis
8. Melakukan Analisa Antara Teori Dan Pelaksanaan Asuhan Kebidanan Pada Ibu
Nifas dengan hepatitis

2
1.3 Ruang Lingkup
Asuhan kebidanan pada ibu nifas SC dengan beberapa perubahan yang fisiologis pada
ibu
1.4 Metode Penulisan
1.4.1 Wawancara / Anamnesa
Mengumpulkan data dengan cara tanya jawab secara langsung antara petugas
dengan klien dan keluarga.
1.4.2 Observasi
Melakukan pengamat langsung terhadap perubahan yang terjadi pada klien.
1.4.3 Praktek
Dapat memberikan suatu masukan dalam upaya peningkatan mutu dan
pelayanan pada ibu nifas atau pada PNC
1.4.4 Study Pustaka
Mempelajari buku-buku makalah tentang Post Partum
1.5 Sistematika Penulisan
Judul
Kata pengantar
BAB I: PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang.
1.2 Tujuan..
1.3 Ruang Lingkup.
1.4 Metode Penulisan.
1.5 Sistematika Penulisan.
BAB II : TINJAUAN TEORI
2.1 Teori medis meliputi pengertian, jenis- jenis sectio caesarea, etiologi dan
patofisiologi sectio caesarea.
2.2 Konsep dasar hepatitis B, jenis-jenis hepatitis B, penyebab dan cara
penularan hepatitis, gejala-gejala hepatitis, pencegahan,penatalaksanaan
hepatitis pada ibu nifas, dan pengobatan hepatitis.
2.3 Konsep dasar masa nifas, pengertian masa nifas, tujuan asuhan masa
nifas, kunjungan masa nifas, dan perubahan fisiologis pada masa nifas.

3
2.4 Konsep dasar manajemen asuhan kebidanan, pengertian manajemen
asuhan kebidanan, dan tahapan dalam manajemen asuhan kebidanan.
BAB III : TINJAUAN KASUS
3.1 Pengkajian Data
3.2 Identifikasi Diagnosa dan Masalah Potensial
3.3 Diagnosa Potensial
3.4 Identifikasi Perencanaan
3.5 Intervensi
3.6 Implementasi
3.7 Evaluasi
BAB IV : PENUTUP
4.1 Kesimpulan.
4.2 Saran.
DAFTAR PUSTAKA

4
BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1 Konsep Dasar Sectio Cesarea


2.1.1 Pengertian

a) Sectio caesaria adalah suatu persalinan buatan dimana janin dilahirkan melalui
suatu insisi pada dinding depan perut dan dinding rahim dengan syarat rahim
dalam keadaan utuh serta berat janin di atas 500 gram (Sarwono, 2009)
b) Sectio Caesaria ialah tindakan untuk melahirkan janin dengan berat badan
diatas 500 gram melalui sayatan pada dinding uterus yang utuh (Gulardi &
Wiknjosastro, 2006)
c) Sectio caesaria adalah pembedahan untuk melahirkan janin dengan membuka
dinding perut dan dinding rahim (Mansjoer, 2002)
2.1.2 Jenis – Jenis
1. Sectio Cesaria Transperitonealis Profunda
Sectio cesaria transperitonealis profunda dengan insisi di segmen bawah uterus.
insisi pada bawah rahim, bisa dengan teknik melintang atau memanjang.
Keunggulan pembedahan ini adalah:
a) Pendarahan luka insisi tidak seberapa banyak.
b) Bahaya peritonitis tidak besar.
c) Perut uterus umumnya kuat sehingga bahaya ruptur uteri dikemudian hari
tidak besar karena pada nifas segmen bawah uterus tidak seberapa banyak
mengalami kontraksi seperti korpus uteri sehingga luka dapat sembuh lebih
sempurna.
2. Sectio Cecaria Klasik Atau Section Cecaria Korporal
Pada sectio cecaria klasik ini di buat kepada korpus uteri, pembedahan ini yang
agak mudah dilakukan, hanya di selenggarakan apabila ada halangan untuk

5
melakukan section cecaria transperitonealis profunda. Insisi memanjang pada
segmen atas uterus.
3. Sectio Cecaria Ekstra Peritoneal
Section cecaria eksrta peritoneal dahulu di lakukan untuk mengurangi bahaya
injeksi perporal akan tetapi dengan kemajuan pengobatan terhadap injeksi
pembedahan ini sekarang tidak banyak lagi di lakukan. Rongga peritoneum tak
dibuka, dilakukan pada pasien infeksi uterin berat.
4. Section Cesaria Hysteroctomi
Setelah sectio cesaria, dilakukan hysteroktomy dengan indikasi:
a) Atonia uteri
b) Plasenta accrete
c) Myoma uteri
d) Infeksi intra uteri berat
2.1.3 ETIOLOGI
Manuaba (2002) indikasi ibu dilakukan sectio caesarea adalah ruptur uteri
iminen, perdarahan antepartum, dan ketuban pecah dini. Sedangkan indikasi
dari janin adalah fetal distres dan janin besar melebihi 4.000 gram. Dari
beberapa faktor sectio caesarea diatas dapat diuraikan beberapa penyebab
sectio caesarea sebagai berikut:
1) CPD ( Chepalo Pelvik Disproportion )
Chepalo Pelvik Disproportion (CPD) adalah ukuran lingkar panggul
ibu tidak sesuai dengan ukuran lingkar kepala janin yang dapat menyebabkan
ibu tidak dapat melahirkan secara alami. Tulang-tulang panggul merupakan
susunan beberapa tulang yang membentuk rongga panggul yang merupakan
jalan yang harus dilalui oleh janin ketika akan lahir secara alami. Bentuk
panggul yang menunjukkan kelainan atau panggul patologis juga dapat
menyebabkan kesulitan dalam proses persalinan alami sehingga harus
dilakukan tindakan operasi. Keadaan patologis tersebut menyebabkan bentuk
rongga panggul menjadi asimetris dan ukuran-ukuran bidang panggul menjadi
abnormal.
2) PEB (Pre-Eklamsi Berat)

6
Pre-eklamsi dan eklamsi merupakan kesatuan penyakit yang langsung
disebabkan oleh kehamilan, sebab terjadinya masih belum jelas. Setelah
perdarahan dan infeksi, pre-eklamsi dan eklamsi merupakan penyebab
kematian maternal dan perinatal paling penting dalam ilmu kebidanan. Karena
itu diagnosa dini amatlah penting, yaitu mampu mengenali dan mengobati
agar tidak berlanjut menjadi eklamsi.
3) KPD (Ketuban Pecah Dini)
Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda
persalinan dan ditunggu satu jam belum terjadi inpartu. Sebagian besar
ketuban pecah dini adalah hamil aterm di atas 37 minggu, sedangkan di bawah
36 minggu.
4) Bayi Kembar
Tidak selamanya bayi kembar dilahirkan secara caesar. Hal ini karena
kelahiran kembar memiliki resiko terjadi komplikasi yang lebih tinggi
daripada kelahiran satu bayi. Selain itu, bayi kembar pun dapat mengalami
sungsang atau salah letak lintang sehingga sulit untuk dilahirkan secara
normal.
5) Faktor Hambatan Jalan Lahir
Adanya gangguan pada jalan lahir, misalnya jalan lahir yang tidak
memungkinkan adanya pembukaan, adanya tumor dan kelainan bawaan pada
jalan lahir, tali pusat pendek dan ibu sulit bernafas.
6) Kelainan Letak Janin
a. Kelainan pada letak kepala
1) Letak kepala tengadah
Bagian terbawah adalah puncak kepala, pada pemeriksaan dalam teraba
UUB yang paling rendah. Etiologinya kelainan panggul, kepala
bentuknya bundar, anaknya kecil atau mati, kerusakan dasar panggul.
2) Presentasi muka
Letak kepala tengadah (defleksi), sehingga bagian kepala yang terletak
paling rendah ialah muka. Hal ini jarang terjadi, kira-kira 0,27-0,5 %.
3) Presentasi dahi

7
Posisi kepala antara fleksi dan defleksi, dahi berada pada posisi terendah
dan tetap paling depan. Pada penempatan dagu, biasanya dengan
sendirinya akan berubah menjadi letak muka atau letak belakang kepala.
4) Letak Sungsang
Letak sungsang merupakan keadaan dimana janin terletak memanjang
dengan kepala difundus uteri dan bokong berada di bagian bawah kavum
uteri. Dikenal beberapa jenis letak sungsang, yakni presentasi bokong,
presentasi bokong kaki, sempurna, presentasi bokong kaki tidak
sempurna dan presentasi kaki (Saifuddin, 2002).
2.1.4 PATOFISIOLOGI
SC merupakan tindakan untuk melahirkan bayi dengan berat di atas 500 gr
dengan sayatan pada dinding uterus yang masih utuh. Indikasi dilakukan tindakan
ini yaitu distorsi kepala panggul, disfungsi uterus, distorsia jaringan lunak,
placenta previa dll, untuk ibu. Sedangkan untuk janin adalah gawat janin. Janin
besar dan letak lintang setelah dilakukan SC ibu akan mengalami adaptasi post
partum baik dari aspek kognitif berupa kurang pengetahuan. Akibat kurang
informasi dan dari aspek fisiologis yaitu produk oxsitosin yang tidak adekuat akan
mengakibatkan ASI yang keluar hanya sedikit, luka dari insisi akan menjadi post
de entris bagi kuman. Oleh karena itu perlu diberikan antibiotik dan perawatan
luka dengan prinsip steril. Nyeri adalah salah utama karena insisi yang
mengakibatkan gangguan rasa nyaman.
Sebelum dilakukan operasi pasien perlu dilakukan anestesi bisa bersifat
regional dan umum. Namun anestesi umum lebih banyak pengaruhnya terhadap
janin maupun ibu anestesi janin sehingga kadang-kadang bayi lahir dalam keadaan
upnoe yang tidak dapat diatasi dengan mudah. Akibatnya janin bisa mati,
sedangkan pengaruhnya anestesi bagi ibu sendiri yaitu terhadap tonus uteri berupa
atonia uteri sehingga darah banyak yang keluar. Untuk pengaruh terhadap nafas
yaitu jalan nafas yang tidak efektif akibat sekret yang berlebihan karena kerja otot
nafas silia yang menutup. Anestesi ini juga mempengaruhi saluran pencernaan
dengan menurunkan mobilitas usus.

8
Seperti yang telah diketahui setelah makanan masuk lambung akan terjadi
proses penghancuran dengan bantuan peristaltik usus. Kemudian diserap untuk
metabolisme sehingga tubuh memperoleh energi. Akibat dari mortilitas yang
menurun maka peristaltik juga menurun. Makanan yang ada di lambung akan
menumpuk dan karena reflek untuk batuk juga menurun. Maka pasien sangat
beresiko terhadap aspirasi sehingga perlu dipasang pipa endotracheal. Selain itu
motilitas yang menurun juga berakibat pada perubahan pola eliminasi yaitu
konstipasi.
2.2. Konsep Dasar Penyakit Hepatitis
2.2.1. Pengertian
Hepatitis adalah imflamasi/radang dan cedera pada hepar karena reaksi hepar
terhadap berbagai kondisi terutama virus, obat-obatan dan alcohol. (Ester Monika,
2002)
Hepatitis adalah infeksi sistemik yang dominan menyerang hati. Hepatitis
virus adalah istilah yang digunakan untuk infeksi hepar oleh virus disertai nekrosis
dan imflamasi pada sel-sel hati yang menghasilkan kumpulan perubahan klinis,
biokomia serta seluler yang khas. (Brunner & Suddarth, 2002)
Penyakit radang hati yang paling popular adalah jenis hepatitis A dan hepatitis
B, namun belakangan ini muncul lagi jenis hepatitis C sampai jenis hepatitis G.
penyakit ini mempunyai ciri-ciri sendiri ketika berjangkit memiliki gejala yang
rata-rata sama.
Penyakit hepatitis ini lama-lama bisa menjurus menjadi penyakit sirosis hati
atau kanker hati. Hal itu akan bisa merajut bila penyakit itu tidak ditangani secara
serius. Dari beberapa pengertian di atas dapat di simpulkan bahwa hepatitis adalah
suatu penyakit peradangan pada jaringan hati yang disebabkan oleh infeksi virus
yang menyebabkan sel sel hati mengalami kerusakan sehingga tidak dapat
berfungsi sebagaimana mestinya.
2.2.2. Jenis – Jenis Hepatitis
Virus hepatitis juga ada beberapa jenis, hepatitis A, hepatitis B, C, D, dan E :
a. Hepatitis A

9
Virus hepatitis A terutama menyebar melalui feses yang berasal dari sisa
metabolisme tubuh yang dikeluarkan melalui anus. Penyebaran ini terjadi
akibat buruknya tingkat
kebersihan. Di negara-negara berkembang sering terjadi wabah yang
penyebarannya terjadi melalui air dan makanan.
b. Hepatitis B
Penularannya tidak semudah virus hepatitis A. Virus hepatitis B ini ditularkan
melalui darah atau produk darah. Biasanya terjadi di antara para pemakai obat
yang menggunakan jarum suntik bersama-sama atau di antara mitra seksual
baik heteroseksual maupun homoseksual. Ibu hamil yang terinfeksi hepatittis
B bisa menularkan virus kepada bayi selama proses persalinan. Didaerah
Timur jauh dan Afrika beberapa kasus hepatitis B berkembang menjadi
hepatitis menahun, sirosis dan kanker hati.
c. Hepatitis C
Virus hepatitis C paling sering ditularkan melalui pemakai obat yang
menggunakan jarum bersama-sama. Jarang terjadi penularan melalui
hubungan seksual, Untuk alasan yang masih belum jelas, penderita penyakit
hati dan alkoholik sering
kali menderita hepatitis C.
d. Hepatitis D
Hanya terjadi sebagai rekan infeksi dari virus hepatitis B dan virus hepatitis D
ini menyebabkan infeksi hepatitis B menjadi lebih berat. Yang memiliki
resiko tinggi terhadap virus ini adalah pencandu obat.
e. Hepatitis E
Virus hepatitis E kadang menyebabkan wabah yang menyerupai hepatitis A
yang hanya terjadi di negara-negara terbelakang. Sedangkan di Indonesia
sendiri lebih banyak penderita hepatitis B.

2.2.3. Penyebab dan Cara Penularan Hepatitis


Penyakit hepatitis ini disebabkan oleh virus yang sampai kini semakin banyak
penderitanya. Penyebab hepatitis A disebabkan karena adanya VHA penularannya

10
melalui jalur fekaloral, yang berarti melalui makanan dan minum yang tercermar
dengan virus ini, atau berhubungan erat dengan penderita. Ini berarti infeksi yang
sering terjadi terdapat pada lingkungan yang kumuh, dimana lalat dan kecoa banyak
ditemukan. (Dalimartha,2006 : 28)
Penyebab hepatitis B disebabkan karena adanya VHB penularannya melaui darah
atau kontak dengan cairan tubuh seperti cairan sperma dan lender kemaluan wanita
(secret vagina). (Dalimartha, 2006)
Penyebab Hepatitis C disebabkan karena adanya VHC penularannya melalui
jarum suntik yeng tercemar atau setelah mendapat transfuse darah atau produk darah
yang tercemar virus ini. (Dalimartha, 2006)
Penyebab Hepatitis D disebabkan karena adanya VHD penularannya sama
dengan hepatitis b, kecuali transmisi vertical. Hubungan seksual merupakan salah satu
cara penularan yangcukup berperan. (Dalimartha, 2006)
Penyebab Hepatitis E disebabkan karena adanya VHE penularannya melalui air
minum yang terkontaminasi (water borne NHANBH), kadang melalui makanan
sehingga disebut juga penularan secara enteric. Infeksi dengan virus ini terutama
terjadi pada daerah-daerah dengan sanitasi dan tingkat kesehatan yang buruk.
(Dalimartha, 2006)
Pada orang-orang dewasa dengan usia masih muda, imunitas atau daya tahan
tubuh terhadap serangan penyakit belum terlalu sempurna, jika dibandingkan dengan
orang dewasa. Oleh karena itu, semakin mudah usia seseorang semakin mudah kena
infeksi virus hepatitis. Namun penyebab imunitas atau daya tahan tubuh yang memicu
hepatitis tidak terkait dengan gizi. Sedangkan pada proses penularan virus pada
penderita lainnya, proses penularan secara horizontal. Penularan virus penyebab
hepatitis C, D, dan E hampir sama dengan jenis hepatitis B yaitu melalui kontak darah
yang telah terkontaminasi virus tersebut yaitu Penggunaan jarum suntik maupun
peralatan lain secara bersamaan seperti piring, sendok, makanan, minuman merupakan
cara yang paling umum untuk penyebaran virus hepatitis C.
Pemeriksaan virus hepatitis B dapat diketahui melalui HbsAg, pemeriksaan ini
merupakan salah satu cara mengetahui bagaimana sifat virus hepatitis B. sesuai dengan
fase perkembangan virus hepatitis B kadang-kadang sulit diketahui sejak awal. Kecuali

11
melalui pemeriksaan laboratorium. Meski demikian pada beberapa kasus penderita
hepatitis dengan gejala yang sama. Dengan mengetahui penularan virus hepatitis maka
penulis mengambil kesimpulan bahwa virus hepatitis B lebih berbahaya dibandingkan
dengan hepatitis A, C, D dan E. Virus hepatitis B juga masuk kedalam tubuh melalui
kulit yang terluka, proses cuci darah (hemodialisa), atau karena mendapat transfuse
darah yang mengandung HBsAg.
Ada 2 macam cara penularan transmisi hepatitis B, yaitu transmisi vertical dan
horizontal. Transmisi vertical penularan terjadi pada masa persalinan atau perinatal.
Virus hepatitis B ditularkan dari ibu kepada bayi yang disebut juga penularan maternal
neonatal. Penularan cara ini terjadi akibat ibu yang sedang hamil menderita penyakit
hepatitis b akut atau sang ibu memang mengidap virus hepatitis b. bila pada ibu
ditemukan HbsAg (+) dan HBeAg (+), maka sekitar 90% bayi yang dilahirkan akan
terinfeksi virus hepatitis B dan umumnya menjadi kronis. Namun bila sang ibu hanya
mengidap HbsAg (+) dan HBeAg (-) maka kemungkinan tertular hanya 4% saja dan
umumnya bayi akan sembuh dan jarang menjadi hepatitis kronis.
Tingginya presentasi pengidap virus hepatitis b akibat terinfeksi semasa bayi,
dihubungkan dengan imunotoleransi sel T yang rendah akibat infeksi terjadi pada saat
system kekebalan tubuh belum berkembang sempurna. Sedangkan transmisi horizontal
yaitu penularan dan penyebab VHB dalam masyarakat. Penularan terjadi akibat kontak
dengan cairan tubuh pengidap virus hepatitis B atau penderita hepatitis B akut.
Misalnya pada orang yang tinggal serumah atau melakukan hubungan seksual dengan
penderita hepatitis B. kelompok risiko tinggi antara lain homoseksual dan
penyalahgunaan obat injeksi (injection drug abuser).
2.2.4. Gejala – Gejala Hepatitis
Semua hepatitis Virus mempunyai gejala yang hampir sama, sehingga secara
klinis hampir tidak mungkin dibedakan satu sama lain. Dokter hanya dapat
memperkirakan saja jenis hepatitis apa yang di derita pasiennya dan untuk
membedakannya secara pasyi masih diperlukan bantuan melalui pemeriksaan darah
penderita.gejala penderita hepatitis virus mula mula badanya terasa panas, mual dan
kadang-kadang muntah, setelah beberapa hari air seninya berwarna seperti teh tua,
kemudian matanya terlihat kuning, dan akhirnya seluruh kulit tubuh menjadi kuning.

12
Pasien hepatitis virus biasnya dapat sembuh setelah satu bulan. Hampir semua
penderita hepatitis A dapat sembuh dengan sempurna, sedangkan penderita hepatitis C
dapat menjadi kronis.
Mengenai hepatitis delta dan E belum dapat di ketahui secara pasti bagaimana
perjalanan penyakitnya. Sebagian besar penderita hepatitis B akan sembuh sempurna,
tetapi sebagian kecil (kira-kira 10%) akan mengalami kronis (menahun) atau
meninggal. Penderita hepatitis B yang menahun setelah 20-40 tahun kemudian ada
kemungkinan hatinya mengeras(sirosis), dan ada pula yang berubah menjadi kanker
hati. Terdapat 3 stadium pada semua jenis hepatitis yaitu :
1. Stadium Prodromal
Disebut periode praikterus, dimulai setelah periode masa tunas virus
selesai dan pasien mulai memperlihatkan tandatanda penyakit. Stadium ini
disebut praikterus karena icterus belum muncul. Antibodi terhadap virus
biasanya belum dijumpai, stdium ini berlangsung 1-2 minggu dan ditandai oleh:
a. Molase umum
b. Anoreksia
c. Sakit kepala
d. Rasa malas
e. Rasa lelah
f. Gejala-gejala infeksi saluran nafas atas
g. Mialgia (nyeri otot)
2. Stadium Ikterus
Dapat berlangsung 2-3 minggu atau lebih, pada sebagia besar orang
stadium ini ditandai oleh timbulnya ikterus, manifestasi lainnya adalah:
a. Memburuknya semua gejala yang ada pada stadium prodromal
b. Pembesaran dan nyeri hati
c. Splenomegali
d. Mungkin gatal ( pruritus ) dikulit
3. Stadium Pemulihan
Biasanya timbul dalam 2-4 bulan, selama periode ini:
a. Gejala-gejala mereda termasuk ikterus

13
b. Nafsu makan pulih
c. Apabila tedapat splenomegali, akan segera mengecil

2.1.5. Pencegahan
Upaya pencegahan dapat dilakukan melalui program imunisasi. Imunisasi adalah
upaya untuk mendapatkan kekebalan terhadap suatu penyakit dengan cara
memasukkan kuman yang telah lemah atau dimatikan kedalam tubuh yan diharpkan
dapat menghasilkan zat antibody yang pada saatnya nanti digunakan untuk melawan
kuman atau bibit penyakit yang menyerang tubuh (Hadinegoro, 2008)
Hepatitis B dapat dicegah dengan imunisasi aktif dan pasif. Imunisasi aktif
adalah istilah yang digunakan untuk proses dimana anda membangun perlindungan
jangka panjang terhadap infeksi yang baru dari produksi antibody. Antibody ini dapat
dikembang sacara alami ketika anda menderita penyakit ini, atau secara artificial
setelah menerima vaksin. Imunisasi pasif adalah istilah yang digunakan untuk proses
dimana anda mengembangkan
perlindungan jangka pendek terhadap infeksi yang baru. Perlindungan pasif dapat
berkembang ketika :
1. Seorang bayi yang belum lahir menerima suntuikan antibody dari ibunya
2. Seorang bayi yang baru lahir menerima antibody dari kolostrum, ASI pertama
yang dikeluarkan oleh ibu setelah persalinan
3. Suatu vaksin yang mengandung antibody yang disuntikkan ke dalam tubuh ada
dua jenis vaksin yang kini tersedia untuk imunisasi aktif terhadap hepatitis B yakni
:
a. Vaksin hepatitis B rekombinan : vaksin ini disentesis di dalam sel-sel khamir
(yeast). Vaksin ini sangat aman dan efektif. Vaksin ini memberikan sekitar 90%
perlindungan terhadap infeksi hepatitis b. vaksin ini biasanya lebih disukai
ketimbang vaksin yang diperoleh dari plasma.
b. Vaksin yang diperoleh dari plasma : vaksin ini diperoleh dari darah yang
merupakan pembawa virus hepatitis B. ini berarti orang-orang yang memilikivirus
didalam darah mereka tetapi tidak mengalami gejala apapun. Vaksin yang
diperoleh dari plasma sama amannya dan efektifnya dengan vaksin hepatitis B

14
rekombinan. Untuk mencegah terjadinya penularan dari ibu ke anak perlu
dilakukan tindakan sebagai berikut :
1) Pemberian HBIG (hepatitis B immunoglobulin) kepada bayi sedini mungkin.
Sebaiknya pemberian HBIG ini sebelum 12 jam, akan tetapi bila ibu diketahui
terkena hepatitis B setelah masa itu, maka pemberian masih tetap dianjurkan jika
bayi belum berumur 6 hari. Tata cara pemberian asalah dengan menyuntikkan
HBIG sebanya 0,5 cc secara intramuskuler (kedalam otot) dilengan atas.
2) Pemberian vaksin hepatitis B pada usia 0 (pada saat yang sama dengan injeksi
HBIG), 1 dan 6 bulan. Tata cara pemberian adalah dengan menyuntikkan vaksin
hepatitis B sebanyak 0,5 cc secara intramuskuler (kedalam otot) dilengan sisi atas
yang lain.
3) Sebenarnya pencegahan penularan hepatitis B dari ibu ke anak dapt dicegah jauh-
jauh hari sebelum persalinan bila ibunya diketahui HbsAg (+) pada TM III. Pada
kondisi ini ibu diberikan antivirus yang diperbolehkan untuk wanita hamil seperti
tenofovir dan telbivudin. Pemberian antivirus ini dilaporkan menurunkan resiko
penularan hepatitis B kepada anaknya. Metode inilah yang saat ini mulai dilirik
sebagai metode yang lebih baik daripada pemberian HBIG dan imunisasi hepatitis
B setelah lahir.
4) Tidak ada larangan pemberian ASI eksklusif pada bayi dengan ibu HbsAg positif
terutama bayi telah divaksinasi dan diberi HBIG setelah lahir.
2.1.6. Penatalaksanaan Hepatitis Pada Ibu Nifas
Penatalaksanaan Hepatitis menurut (Maternal dan Neonatal, 2002) :
1. Penderita harus dirawat atau istirahat
2. Diet rendah lemak, tinggi karbohidrat dan protein
3. Rehidrasi apabila terjadi deficit cairan akibat muntah yang berlebihan dan
demam
4. Berikan vitamin K, glukosa dan kurkuma rhizome
5. Lakukan pemeriksaan serologic
6. Penatalaksanaan neonatal dengan imunisasi hepatitis B.
2.1.7. Pengobatan

15
Seorang penderita hepatitis B perlu mendapat obat. Disamping itu perlu
diberikan interferon selama 6 sampai 12 bulan. Kepada penderita hepatitis b perlu juga
diberikan obat suntikan interferon, dan obat ini akan semakin baik hasilnya jika diobati
itu digabung dengan lamifudine atau dengan famciclovit. Penyakit hepatitis bisa
sembuh kembali asal penderita selalu berkonsultasi dengan dokter dan ahlinya. Namun
hepatitis ini umumnya merusak sel hati. Karena itu obat-obat yang paling banyak
ditujukan untuk memperbaiki faal hati dan menjaga agar aliran darah tetap stabil.
Mengingat berbahayanya penyakit ini, hendaknya bekas penderita harus selalu berhati-
hati untuk segara berkonsultasi dengan dokter dan bila ada sesuatu yang mencurigakan
(Saydam,2011).
2.3. Konsep Dasar Masa Nifas
2.3.1 Pengertian
Masa nifas atau puerperium dimulai sejak 1 jam setelah lahirnya plasenta sampai
dengan 6 minggu (42 hari) setelah itu. Masa pasca persalinan adalah fase khusus dalam
kehidupan ibu serta bayi. Bagi ibu, yang mengalami persalinan untuk pertama kalinya,
ibu menyadari terjadinya perubahan kehidupan yang sangat bermakna selama hidupnya.
Pelayanan pascapersalinan harus terselenggara pada masa itu untuk memenuhi
kebutuhan ibu dan bayi, yang meliputi upaya pencegahan, deteksi dinindan pengobatan
komplikasi dan penyakit yang mungk9in terjadi, serta penyediaan pelayanana pemberian
ASI, cara menjarangkan kehamilan, imunisasi, dan nutrisi bagi ibu (Saifuddin, 2009).
Masa nifas atau puerperium dimulai setelah plasenta lahir dan berakhir ketika
alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil. Masa nifas berlangsung
selama kira-kira 6 minggu (Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal Dan
Neonatal, 2002)
Masa nifas (puerperium) adalah masa pulih kembali, mulai dari persalinan
selesai sampai alat-alat kandungan kembali seperti pra hamil. Lama masa nifas ini yaitu
6-8 minggu. Masa nifas ini dimulai sejak satu jam setelah lahirnya plasenta sampai
dengan 6 minggu ( 42 hari) setelah itu. Masa pascapersalinan adalah fase khusus dalam
kehidupan ibu serta bayi. Bagi ibu yang mengalami persalinan untuk pertama kalinya,
ibu menyadari adanya perubahan kehidupan yang sangat bermakna dalam hidupnya.
Keadaan ini ditandai dengan perubahan emosional, perubahan fisik secara drastis,

16
hubungan keluarga dan aturan serat penyesuaian terhadap aturan yang baru (Rahmawati,
2011).
2.3.2 Tujuan Asuhan Masa Nifas
1) Tujuan umum
Membantu ibu dan pasangannya selama masa transisi awal mengasuh anak.
2) Tujuan khusus
1. Menjaga kesehatan ibu dan bayi baik fisik maupun psikologisnya.
2. Melaksanakan skrining yang komprehensif, mendeteksi masalah, mengobati
atau merujuk bila terjadi komplikasi pada ibu dan bayinya.
3. Memberikan pendidikan kesehatan, tentang perawatan kesehatan diri, nutrisi,
KB, menyusui, pemberian imunisasi dan perawatan bayi sehat.
4. Memberikan pelayanan keluarga berencana.
2.2.3 Kunjungan Pada Masa Nifas
Tabel 2.1 kunjungan masa nifas
Kunjungan Waktu Tujuan
1 6-8 jam 1. Mencegah perdarahan masa nifas
setelah karena atonia uteri
persalinan 2. Mendeteksi dan merawat
penyebab lain perdarahan; rujuk
jika perdarahan berlanjut
3. Memberikan konseling pada ibu
atau atau salah satu anggota
keluarga mengenai bagaimana
cara mencegah perdarahan
masa nifas karena atonia uteri
4. Pemberian ASI awal
5. Melakukan hubungan antara ibu
dengan bayi baru lahir
6. Menjaga bayi tetap
sehat dengan cara menjaga
hypothermi

17
2 6 hari 1. Memastikan involusi uterus
setelah berjalan normal; uterus
persalinan berkontraksi, fundus dibawah
umbilicus, tidak ada perdarahan
abnormal, tidak ada bau
2. Menilai adanya tanda-tanda
demam, infeksi atau perdarahan
abnormal
3. Memastikan ibu mendapatkan
cukup makanan, cairan dan
istirahat
4. Memastikan ibu menyusui
dengan baik dan tidak
memperlihatkan tanda-tanda
penyulit
5. Memberikan konseling pada
ibu, mengenai asuhan pada
bayi, tali pusat, menjaga bayi
tetap hangat, dan merawat bayi
sehari-hari

3 2 minggu Asuhan sama dengan pada kunjungan


setelah kedua
persalinan

4 6 minggu 1. Menanyakan pada ibu tentang


setelah kesulitan-kesulitan yang ia atau
persalinan bayinya alami
2. Memberikan konseling KB
secara dini

18
(Sumber data : Sulistyawaty, 2009 : 6)
2.3.4 Perubahan Fisiologis Pada Masa Nifas
2.3.4.1 Perubahan Sistem Reproduksi
a. Uterus
Involusi merupakan suatu proses kembalinya uterus pada kondisi sebelum
hamil. Dengan involusi uterus ini, lapisan luar dari desidua yang mengelilingi situs
plasenta akan menjadi neurotic (layu/mati). Perubahan ini dapat diketahui dengan
melakukan pemeriksaan palpasi untuk meraba dimana TFU-nya (Tinggi Fundus
Uteri) :
a. Pada saat bayi lahir, fundus uteri setinngi pusat dengan berat 100 gram.
b. Pada akhir kala lll, TFU teraba 2 jari dibawah pusat.
c. Pada satu minggu post partum, TFU teraba pertengahan pusat-simpisis dengan
berat 500 gram
d. Pada 2 minggu post partum, TFU teraba diatas simpisis dengan berat 350 gram.
e. Pada 6 minggu post partum fundus uteri mengecil (tak teraba) dengan berat 50
gram. Involusi uterus terjadi melalui 3 proses yang bersamaan, antara lain:
1) Autolysis
Autolysis merupakan proses penghancuran diri sendiri yang terjadi di
dalam otot uteri. Enzim proteolitik akan memendekkan jaringan otot yang telah
sempat mengendur hingga 10 kali panjangnya dari semula dan lima kali lebarnya
dari sebelumnya dari sebelum hamil. Sitoplasma sel yang berlebihan tercerna
sendiri sehingga tertinggal jaringan fibro elastic dalam jumlah renik sebagaiukti
kehamilan.
2) Atrofi Jaringan
Jaringan yang berproliferasi dengan adanya estrogen dalam jumlah besar,
kemudian mengalami atrofi sebagai reaksi terhadap penghentian produksi
estrogen yang menyertai pelepasan plasenta. Selain perubahan atrofi pada otot-
otot uterus, lapisan desidua akan mengalami atrofi dan terlepas dengan
meninggalkan lapisan basal yang akan beregenerasi menjadi endometrium yang
baru.

19
3) Efek Oksitosin (Kontraksi)
Intensitas kontraksi uterus meningkat secara bermakna segera setelah
bayi lahir. Hal tersebut diduga terjadi sebagai respon terhadapn penurunan
volumeintrauterin yang sangat besar. Hormon oksitosin yang dilepas dari
kelenjar hypofisis memperkuat dan mengatur kontraksi uterus, mengompresi
pembuluh darah, dan membantu proses homestatis. Kontraksi dan retraksi otot
uteri akan mengurangi suplai darah ke uterus. Proses ini akan membantu
mengurangi bekas luka tempat implantasi plasenta dan mengurangi perdarahan.
Luka bekas perlekatan plasenta memerlukan waktu 8 minggu untuk sembuh
total. Selama 1-2 jam pertama post partum, intensitas kontraksi uterus dapat
berkurang dan menjadi teratur. Oleh karena itu, penting sekali untuk menjaga
mempertahankan kontraksi uterus pada masa ini. Suntikan oksitosin biasanya
diberikan secara intavenaatau intramuskular, segera setelah kepala bayi lahir.
Pemberian ASI segera setelah bayi lahir akan merangsang pelepasan oksitosin
karena isapan bayi pada payudara.
b. Lochea
Lochea adalah ekstraksi cairan rahim selama masa nifas. Lokhea
mengandung darah dan sisa jaringan desidua yang nekrotik dari dalam uterus.
Lokhea mempunyai reaksi basa /alkalis yang dapat membuat organisme
berkembang lebuh cepat dari pada kondisi asam yang ada pada vagina normal.
Lokhea berbau amis atau anyir dengan volume yang berbeda-beda pada setiap
wanita. Lokhea yang berbau tidak sedap menendakan adanya infeksi. Lokhea
mempunyai perubahan warna dan volume karena adanya proses involusi
(Sulistyawaty,2009: 73-76).

Lokhea dibedakan menjadi 3 jenis berdasarkan warna dan waktu keluarnya :


Tabel 2.2 perubahan lochea
Jenis Lochea Waktu Warna lochea
Rubra 1-3 hari post Berwarna merah mengandung, darah
partum segar, jaringan sisa-sisa plasenta,
dinding rahim, lemak bayi, lanugo

20
( rambut bayi ) dan mekonium

Lochea 4-7 hari post Berwarna merah kecoklatan dan


Sanginolenta partum berlendir

Lochea 8-14 hari post Berwarna kuning kecoklatan,


Serosa partum mengandung serum, leukosit, dan
robekan atau laserasi plasenta

Lochea Alba >14 hari Lokhea ini mengandung leukosit, sel


postpartum desidua, sel epitel, selaput lender
serviks, dan serabut jaringan yang
mati.

c. Perubahan pada serviks


Perubahan yang terjadi pada serviks ialah bentuk serviks agak menganga
seperti corong, segera setelah bayi lahir. Bentuk ini disebabkan oleh corpus uteri
yang dapat mengadaka kontraksi, sedangkan serviks tidak berkontraksi sehinga
seolaholah pada perbatasan antara korpus dan serviks berbentuk semacam cincin.
Serviks berwarna kehitam-hitaman karena penih dengan pembuluh darah.
Konsistensinya lunak, kadang-kadang terdapat laserasi atau perlukaan kecil.
Karena robekan kecil yang terjadi selama berdilatasi maka serviks tidak akan
pernah kembali lagi kekeadaan seperti sebelum hamil. Muara serviks yang
berdilatasi sampai 10 cm sewaktu persalinan akan menutup secara perlahan dan
bertahap. Setelah bayi lahir, tangan dapat masukl kedalam rongga rahim. Setelah 2
jam, hanya dapat dimasukkan 2-3 jari. Pada minggu ke-6 post partum, serviks
sudah menutup kembali (Sulistyawaty,2009: 77)
d. Vulva dan vagina
Vulva dan vagina mengalami penekanan, serta peregangan yang sangat
besar selama proses melahirkan bayi. Dalam beberapa hari pertama sesudah proses

21
tersebut, kedua organ ini tetap dalam keadaan kendur. Setelah 3 minggu, vulva dan
vagina kembali kepada keadaan tidak hamil dan rugae dalam vagina secara
berangsur angsur akan muncul kembali, sementara labia menjadi menonjol. Pada
masa nifas, biasanya terdapat luka-luka jalan lahir. Luka pada vagina pada
umumnya tidak seberapa luas dan akan sembuh secara perpriman (sembuh dengan
sendirinya), kecuali apabila terdapat infeksi. Infeksi mungkin menyebabkan
sellulitis yang dapat menjalar sampai terjadi sepsis (Sulistyawaty,2009: 77)
e. Perineum
Segera setelah melahirkan perineum menjadi kendur karena sebelumnya
teregang oleh tekanan bayi yang bergerak maju. Pada post natal hari ke-5,
perineum sudah mendapatkan kembali sebagian tonus-nya, sekalipun tetap lebih
kendur dari pada keadaan sebelum hamil (Sulistyawaty,2009:78)
2.3.4.2 Perubahan Sistem Pencernaan
Biasanya ibu akan mengalami konstipasi setelah persalinan. Hal ini
disebabkan oleh karena pada waktu persalinan, alat pencernaan mengalami
tekanan yang menyebabkan kolon menjadi kosong, pengeluaran cairan yang
berlebihan pada waktu persalinan, kurangnya asupan cairan dan makanan, serta
kurangnya aktifitas tubuh. Supaya buang air besar kembali normal, dapat
diatasi dengan diet tinggi serat, peningkatan asupan cairan dan ambulasi awal.
Bila ini tidak berhasil, dalam 2-3 hari dapat diberikan obat laksansia. Selain
konstipasi, ibu juga mengalami anoreksia akibat penurunan dari sekresi kelenjar
pencernaan dan mempengaruhi perubahan sekresi, serta penurunan kebutuhan
kalori yang menyebabkan kurang napsu makan (Sulistyawaty,2009 : 78).
2.3.4.3 Perubahan Sistem Perkemihan
Setelah proses persalinan berlangsung biasanya ibu akan sulit untuk
buang air kecil selama 24 jam pertama. Kemungkinan penyebab dari keadaan
ini adalah terdapat spasme sfinkter dan edema leher kandung kemih sesudah
bagian ini mengalami kompresi (tekanan) antara kepala janin dan tulang pubis
selama persalinan berlangsung. Urine dalam jumlah besar akan dihasilkan
dalam 12-36 jam post partum. Kadar hormon estrogen yang bersifat menahan

22
air akan mengalami penurunan yang mencolok. Keadaan tersebut disebut
“diuresis”. Ureter yang berdilatasi akan kembali normal dalam 6 minggu.
Dinding kandung kemih memperlihatkan odem dan hyperemia, kadang-
kadang odem trigonum yang menimbulkan alostaksi dari uretra sehingga
manjadi retensio urine. Kandung kemih dalam masa nifas menjadi kurang
sensitif dan kapasitas bertambah sehingga setiap kali kencing masih tertinggal
urine desidual (normal kurang dari lebih 15 cc). Dalam hal ini, sisa urine dan
trauma pada kandung kemih sewaktu persalinan dapat menyebabkan infeksi
(Sulistyawaty, 2009:78-79).
2.3.4.4 Perubahan Sistem Muskulokeletal
Otot-otot uterus berkontraksi segera setelah partus. Pembuluh-pembuluh
darah yang berada diantara anyaman otot-otot uterus akan terjepit. Proses ini
akan menghentikan perdarahan setelah plasenta dilahirkan. Ligamen-ligamen,
diafragma pelvis, serta fasia yang meregang pada waktu persalinan, secara
berangsur-angsur menjadi ciut dan pulih kembali sehingga tak jarang uterus
jatuh kebelakang dan menjadi retrofleksi karena ligamentum rotundum menjadi
kendor. Stabilisasi secara sempurrna terjadi pada 6-8 minggu setelah persalinan.
Sebagai akibat putusnya serat-serat elastis kulit dan distensi yang
berlangsung lama akibat besarnya uterus pada waktu hamil, dinding abdomen
masih agak lunak dan kendor untuk sementara waktu. Untuk memulihkan
kembali jaringan – jaringan penunjang alat genetalia, serta otot-otot dinding
perut dan dasar panggul, dianjurkan untuk melakukan latihan-latihan tertentu.
Pada dua hari post partum, sudah dapat fisioterapi (Sulistyawaty,2009: 79).
2.3.4.5 Perubahan Sistem Endokrin
a. Hormon Plasenta
Hormon plasenta menurun dengan cepat setelah persalinan. HCG
( Human Chorionic Gonadotropin) menurun dengan cepat dan menetap
sampai 10 % dalam 3 jam hingga hari ke-7 post partum dan sebagai omset
pemenuhan mamae pada hari ke-3 post partum.
b. Hormon Pituitary

23
Prolaktin darah akan meningkat dengan cepat. Pada wanita yang
tidak menyusui , prolaktin menurun dalam waktu 2 minggu. FSH dan LH
akan meningkat pada fase kosentrasi folikuler ( minggu ke-3) dan LH tetap
rendah sehingga ovulasi terjadi.
c. Hypotalamik Pituitary Ovarium
Lamanya seorang wanita mendapatkan menstruasi juga dipengaruhi
oleh faktor menyusui. Seringkali menstruasi pertama ini bersifat anovulasi
karena rendahnya kadar estrogen dan progesteron.
d. Kadar Estrogen
Setelah persalinan, terjadi penurunan kadar estrogen yang
bermakna sehingga aktivitas prolaktin yang juga sedang meningkat dapat
mempengaruhi kelenjar mamae dalam menghasilkan ASI
(Sulistyawaty,2009: 80).
2.3.4.6 Perubahan Tanda Vital
a. Suhu Badan
Dalam 1 hari ( 24 jam ) post partum, suhu badan akan naik sedikit
( 37,5ºC- 38 ºC) sebagai akibat kerja keras sewaktu melahirkan, kehilangan
cairan, dan kelelahan. Apabila keadaan normal, suhu badan menjadi biasa.
Biasanya pada hari ke-3 suhu badan naik lagi karena adanya pembentukan
ASI. Payudara menjadi bengkak dan berwarna merah karena
banyaknya ASI. Bila suhu tidak turun, kemungkinan adanya infeksi pada
endometrium (mastitis, tractus genetalis, atau sistem lain).
b. Nadi
Denyut nadi normal pada orang dewasa adalah 60- 80 kali
permenit. Denyut nadi sehabis melahirkan biasanya akan lebih cepat.
Setiap denyut nadi yang melebihi 100 kali permenit adalah abnormal dan
hal ini menunjukan adanya kemungkinan infeksi.
c. Tekanan Darah
Tekanan darah biasanya tidak berubah. Kemungkinan tekanan
darah akan lebih rendah setelah ibu melahirkan karena ada perdarahan.

24
Tekanan darah tinggi pada saat post partum dapat menandakan terjadinya
preeklamsi post partum.
d. Pernapasan
Keadaan pernapasan selalu berhubungan dengan suhu dan denyut
nadi. Bila suhu dan nadi tidak normal maka pernapasan juga akan
mengikutinya, kecuali bila ada gangguan khusus pada saluran pencernaan
(Sulistyawaty,2009:81).
2.3.4.7 Perubahan sistem Kardiovaskuler
Selama kehamilan, volume darah normal digunakan untuk menampung
aliran darah yang meningkat, yang diperlukan oleh plasenta dan pembuluh
darah uteri. Penarikan kembali estrogen menyebabkan diuresis yang terjadi
secara sepat sehingga mengurangi volume plasma kembali pada proporsi
normal. Aliran terjadi dalam 2-4 jam pertama setelah kelahiran bayi. Selama
masa ini, ibu mengeluarkan banyak sekali urine hilangnya pengesteran
membantu mengurangi retensi cairan yang melekat dengan meningkatnya
vaskuler pada jaringan tersebut selama kehamilan bersama-sama dengan trauma
masa persalinan. Pada persalinan vagina kehilangan darah sekitar 200-500 ml.
Perubahan terdiri dari volume darah dan kadar Hematokrit.
Setelah persalinan, shun akan hilang dengan tiba-tiba. Volume darah ibu
relatif akan bertambah. Keadaan ini akan menyebabkan beban pada jantung dan
akan menimbulkan decompensatio cordia pada pasien dengan vitum cardio.
Keadaan ini dapat diatasi dengan mekanisme kompensasi dengan tumbuhnya
haemokonsentrasi sehingga volume darah Kembali seperti sedia kala. Umunya,
terjadi pada 3-5 hari post partum (Sulistyawaty,2009:82).
2.3.4.8 Perubahan Sistem Hematologi
Selama minggu-minggu terakhir kehamilan, kada rfibrinogen dan
plasma, serta faktor-faktor pembekuan darah makin meningkat. Pada hari
pertama post partum kadar fibrinogen dan plasma akan sedikit menurun, tetapi
darah akan mengental sehingga meningkatkan faktor pembekuan darah.
Leukositosis yang meningkat dengan jumlah sel darah putih dapat mencapai
15.000 selama proses persalinan akan tetap tinggi dalam beberapa hari post

25
partum. Jumlah sel darah tersebut dapat naik lagi sampai 25.000-30.000 tanpa
adanya kondisi patologis jika wanita tersebut mengalami persalinan yang lama.
Jumlah Hb, Hematokrit dan erytrosit sangat bervariasi pada saat awal masa post
partum sebagai akibat dari volume darah, plasenta, dan tingkat volume darah
yang berubah-ubah. Semua tingkatan ini akan dipengaruhi oleh status gizi dan
hidrasi wanita tersebut.
Selama kelahiran dan post partum, terjadi kehilangan darah sekitar 200-
500 ml. Penurunan volume dan peningkatan sel darah pada kehamilan
diasosiasikan dengan peningkatan Hematokrit dan Hb pada hari ke-3 sampai
hari ke-7 post partum, yang akan kembali normal dalam 4-5 minggu post
partum (Sulistyawaty,2009:82).
2.3.4.9 Perubahan Komponen Darah
Pada masa nifas terjadi perubahan komponen darah, misalnya jumlah
sel darah putih akan bertambah banyak. Jumlah sel darah merah dan Hb akan
berfluktuasi, namun dalam satu minggu pasca persalinan biasanya semuanya
akan kembali pada keadaan semula. Curah jantung dan dan jumlah darah yang
dipompa oleh jantung akan tetap tinggi pada awal masa nifas dan dalam 2
minggu akan kembali pada keadaan normal (Sulistyawaty,2009:83).

2.4 Konsep Dasar Asuhan Kebidanan


2.4.1 Pengertian Manajemen Asuhan Kebidanan
Manajemen kebidanan adalah suatu proses pemecahan masalah yang
digunakan sebagai metode untuk mengorganisasikan pikiran dan tindakan
berdasarkan teori ilmiah, temuan, keterampilan dalam rangkaian tahapan
yang logis untuk mengambil suatu keputusan yang terfokus pada klien (Ida Ayu
Sri Kusuma, 2015: 102).

2.4.2 Tahapan Dalam Manajemen Asuhan Kebidanan


Adapun 7 (tujuh) langkah manajemen kebidanan menurut HelenVarney adalah:

a. Langkah I (pengumpulan Data Dasar)

26
Langkah pertama merupakan awal yang akan menentukan langkah
berikutnya. Mengumpulkan data adalah menghimpun informasi tentang klien.
Memilih informasi data yang tepat diperlukan analisa suatu situasi yang
menyangkut manusia yang kompleks. Untuk memperoleh data dilakukan
dengan cara :
1. Anamnesa
Anamnesa melalui melakukan tanggung jawab untuk
memperoleh data meliputi data pasien, keluhan utama waktu
masuk, riwayat penyakit, riwayat kehamilan, persalinan, nifas
yang lalu, dan riwayat operasi.

2. Pemeriksaan fisik
Keadaan umum pasien, tanda-tanda vital dan pemeriksaan
fisik yang dilakukan secara inspeksi, palpasi, dan dilakukan
pemeriksaan penunjang seperti USG.

b. Langkah II (Identifikasi Diagnosa atau Masalah Aktual)


Pada langkah ini, dilakukan identifikasi yang benar terhadap diagnosa
atau masalah berdasarkan interprestasi atas data-data dan kebutuhan klien
yang dikumpulkan di intreprestasikan sehingga dapat merumuskan
diagnosa dan masalah yang spesifik.

c. Langkah III (Identifikasi Diagnosa atau Masalah/Potensial yang


Membutuhkan Antisipasi Masalah Potensial)
Merumuskan diagnosa atau masalah potensial yaitu pada langkah ini,
Bidan mengidentifikasi masalah atau diagnosa potensial lain berdasarkan
rangkaian masalah dan diagnosa yang sudah diidentifikasi, langkah ini
membutuhkan antisipasi bila memungkinkan dilakukan pencegahan sambil
mengamati kondisi klien. Bidan diharapkan bersiap-siap bila diagnosa
atau masalah potensial benar-benar terjadi.

d. Langkah IV (Perlunya Tindakan Segera/kolaborasi)

27
Pada langkah ini bidan menetapkan kebutuhan terhadap tindakan
segera, melakukan konsultasi, kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain,
mengidentifikasi perlunya tindakan segera oleh bidan atau dokter untuk
dikonsultasikan atau ditangani bersama dengan anggota tim kesehatan yang
lain sesuai dengan kondisi klien.

e. Langkah V (Merencanakan Asuhan yang menyeluruh)


Pada langkah ini direncanakan asuhan yang menyeluruh, ditentukan
oleh langkah-langkah sebelumnya. Langkah ini merupakan kelanjutan
manajemen terhadap diagnosa atau masalah yang telah diidentifikasi atau
diantisipasi. Dan pada langkah ini reformasi data dasar yang tidak lengkap
dapat dilengkapi.
Untuk menghindari perencanaan asuhan yang tidak terarah, maka
dibuat terlebih dahulu pola pikir seperti tentukan tujuan tindakan yang akan
dilakukan meliputi sasaran dan target hasil yang akan dicapai.
f. Langkah VI (Melaksanakan perencanaan dan penatalaksanaan)
Pada langkah ini, rencana asuhan menyeluruh seperti yang telah
diuraikan pada langkah kelima dilaksanakan secara efisien dan aman.
Pemberian asuhan dapat dilakukan oleh bidan, klien/keluarga, atau tim
kesehatan lainnya namun tanggung jawab utama tetap pada bidan
mengarahkan pelaksanaannya. Asuhan yang dilakukan secara efisien yaitu
hemat waktu, hemat biaya dan mutu meningkat.
g. Langkah VII (Evaluasi)
Pada langkah ini dilakukan evaluasi keefektifan dari asuhan yang telah
diberikan, hasil evaluasi dapat menjadi data dasar untuk menegakkan
diagnosa sesuai rencana asuhan efektif, masalah teratasi, masalah telah
berkurang timbul masalah baru, atau apakah kebutuhan klien telah terpenuhi.

28
BAB III

TINJAUAN KASUS

Tanggal pengkajian : Kamis, 23 Februari 2023


Jam : 12.00
Tempat : Ruang Bougenville RSUD Mohammad Noer Pamekasan
Nama mahasiswi : Nuril Aida Safitri

3.1 Pengkajian
A. Data Subyektif
a. Identitas atau biodata klien
- Nama ibu : Ny. I -Nama suami : Tn. A
Umur : 27 tahun Umur : 30 tahun
Agama : Islam Agama : Islam
Pendidikan : SMA Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga Pekerjaan : Wiraswasta
Alamat : Ds. Blumbungan Pamekasan Alamat : Ds.Blumbungan

b. Keluhan utama :
Nyeri bekas luka operasi
c. Alasan datang :
Pasien datang ke IGD pasien rujukan dr. Franky SPOG. Pasien mengatakan hamil
anak ke 2 usia kehamilan 9 bulan dengan keluhan kenceng-kenceng sejak jam 01.00
keluar lendir dari kemaluan, darah (-), pusing (-), mual (-), muntah (-)
1) Riwayat kesehatan dahulu:
Ibu mempunyai riwayat penyakit kronis hepatitis B
2) Riwayat kesehatan keluarga:
Tidak mempunyai penyakit keturunan dalam keluarga seperti jantung, DM, HT,
TBC, penyakit kelamin, abortus, yang mungkin penyakit tersebut diturunkan kepada
klien.
3) Riwayat Haid

29
Menarche : usia 14 tahun
Siklus/lama : 28 hari/ 7-8 hari
Banyaknya : ganti pembalut 2-3 kali pada hari 1 sampai 3
Disminorea : hari ke 1-3
HPHT : 15-05-2022
HPL : 22-02-2023
4) Riwayat KB
Ibu menggunakan KB suntik 3 bulan
5) Riwayat perkawinan
Status pernikahan : Menikah
Menikah ke :1
Lama menikah : 6 tahun
Umur saat menikah : 21 tahun
6) Riwayat Kehamilan, Persalinan, dan Nifas yang lalu
Kehamilan Persalinan Nifas
Ham UK Jenis Tem Peno- Pe- L BB/ A Pe- KB
No Suami
il ke pat long nyulit / PB SI nyul Jenis Lam Keluh
P it a an
- sunti 2 Tidak
4200
1 1 1 9 bln Spt PKM Bidan - L ya k tahu ada
/50
n
10 Partus 4100
2 2 SC RS Dokter P ya NIFAS INI
bln macet /49

7) Riwayat Kehamilan dan Persalinan Sekarang


Riwayat Kehamilan
o Trimester I: Ibu mengatakan memeriksakan kehamilanya ke bidan sebanyak 2
mengeluh kadang mual muntah
o HE : Jangan makan-makanan yang memicu mual seperti gorengan,
banyak istirahat, makan sedikit tapi sering
o Terapi : Hasil Plano Test (+), FE, Kalk, dan vitamin B12 injeksi

30
8) Pola Kebiasaan Sehari-hari
Kebiasaan Sebelum Hamil Sesudah Hamil Saat Nifas
Nutrisi - Makan 3 kali/hari - Makan 2-3 kali/hari. Ibu masih puasa post
dengan komposisi: Makan sedikit SC selama 6 jam
nasi, lauk, ikan dan karena kurang nafsu
sayur. makan dikarenakan
- Minum air putih ±8 mual-mual.
gelas/hari - Minum air 6-7
gelas/hari. Kadang
minum teh dan susu.
Di RS ibu
dipuasakan.
Pola Eliminasi - BAB: 1-2 kali rutin, - BAB: 1-2 kali/hari Uretra ibu terpasang
konsistensi lunak, rutin, konsistensi kateter
warna kuning, bau lunak, warna kuning
khas feses. jernih, bau khas
- BAK: ≥2 kali/hari, feses.
warna kuning jernih, - BAK: ≥2 kali/hari,
bau khas. warna kuning jernih,
bau khas. Di RS Ibu
dipasang kateter
sebelum di operasi
sesar.
Kebersihan Ibu mandi 2 kali sehari, Ibu mandi 2 kali sehari, Ibu hanya diseka
keramas 2 hari sekali, ganti keramas 2 hari sekali, ganti dengan tissu basah/
baju dan celana dalam baju dan celana dalam waslap
sehabis mandi. sehabis mandi.
Aktivitas Ibu mengatakan kebiasaan Di RS ibu hanya berbaring Ibu melakukan
di rumah mengerjakan di atas tempat tidur karena mobilisasi bertahap
pekerjaan rumah tangga akan dilakukan SC dimulai dari miring

31
seperti memasak, mencuci kanan miring kiri,
dan membersihkan rumah. duduk dan berjalan.

9) Keadaan Psikososial, Spiritual, dan Budaya


a. Psikologis
Ibu terlihat tenang
b. Sosial
Hubungan ibu dengan suami, keluarga, dan tetangga baik
c. Spiritual
Ibu mengatakan beragama islam, rutin mengerjakan sholat 5 waktu.
d. Budaya
Ibu tidak pernah mengkonsumsi jamu selama kehamilan.

B. Data Obyektif
1. Pemeriksaan Umum
- Keadaan Umum : Baik
- Kesadaran : Compos mentis
- Tanda-tanda vital
TD : 110/70 mmHg TB : 159 cm
Nadi : 78 kali/menit BB : 73 kg
Suhu : 36,3 C LILA : 29 cm
RR : 22 kali/menit
2. Pemeriksaan Fisik
a. Inspeksi
Kepala : Simetris, Bersih, Warna rambut hitam
Muka : Simeris, tidak terlihat pucat, tidak oedem
Mata : Konjungtiva merah muda, sklera mata putih
Hidung : Simetris, bersih, tidak ada sekret
Mulut : Simetris, Bibir kemerahan, tidak ada caries pada gigi
Leher : Tidak ada bekas luka/operasi
Aksila : Tidak ada bekas luka/operasi

32
Payudara : Simetris, puting susu menonjol
Perut : Terdapat bekas luka/operasi
Genetalia : Tampak pengeluaran lochea (rubra), uretra terpasang
kateter
Ekstremitas :Simetris, tidak ada kelainan seperti polidaktili dan
sindaktili
b. Palpasi
Leher : Tidak ada benjolan, tidak ada pembengkakan kelenjar tyroid
atau kelenjar limfe
Payudara : Tidak ada benjolan
Perut : -Kontraksi uterus: Keras
-TFU: 3 jari dibawah pusat
3. Pemeriksaan Penunjang
- HB: 11,9 gr
- Golda: O
- Protein urine: Negatif
- Glukosa urine: Negatif
- Hbsag: Reaktif
- SGPT: 25 U/L
- SGOT: 24 U/L
- Swab Antigen: Non reaktif

3.2 Interpretasi Data


Dx : P2A0 dengan 3 jam post partum SC+hepatitis B
Ds : Ibu mengatakan nyeri luka bekas operasi
Do : K/U : Baik
- Kesadaran : Compos mentis
- Tanda-tanda vital :
TD : 120/80 mmHg BB : 73 kg
Nadi : 98 kali/menit TB : 159 cm
Suhu : 36,5°C LILA : 29 cm

33
RR : 22 kali/menit
Inspeksi
Abdomen : Perut tampak bulat, terdapat bekas luka operasi
Genetalia : Tampak pengeluaran lochea (rubra), terpasang kateter
Palpasi
Abdomen : Kontraksi uterus: Keras, TFU: 3 jari dibawah pusat
Ekstremitas : Simetris, tidak oedem, tidak ada kelainan seperti polidaktili
Perkusi
Perut : Tidak kembung

3.3 Identifikasi Diagnosa dan Masalah Potensial


- Infeksi luka operasi
- Infeksi akut hepatitis B

3.4 Identifikasi Kebutuhan Segera


Kolaborasi dokter dalam pemberian terapi

3.5 Pengembangan Rencana (Intervensi)


Tanggal : 23 Februari 2023
Jam : 12. 15
Tempat : Ruang Bougenville RSUD Mohammad Noer Pamekasan
Tanggal & Diagnosa /
Tujuan/ Kriteria Intervensi Rasional
waktu masalah
Tanggal P2A0 Setelah dilakukan 1. Jelaskan hasil 1. Agar ibu
23-02-2023 dengan 3 asuhan kebidanan pemeriksaan pada mengetahui
jam post pada ibu nifas pasien dan keadaannya
partum SC+ dengan SC+ keluarga
Hepatitis B hepatitis B 2. Lakukan 2. Agar kondisi
diharapkan observasi tanda- ibu terpantau
keadaan ibu tanda vital 2 jam
menjadi lebih baik. post partum

34
3. Jelaskan KIE post
operasi pada 3. Agar kondisi
pasien yaitu pasien lebih
pasien tidak baik
boleh makan dan
minum serta
memakai bantal
selama 6 jam post
operasi
4. Jelaskan KIE
teknik distraksi 4. Agar pasien
dan relaksasi memahami

5. Jelaskan KIE
mobilisasi 5. Agar kondisi
bertahap bila kaki jahitan pasien
sudah bisa tidak terlepas
digerakkan
6. Jelaskan KIE
tentang tanda- 6. Agar pasien
tanda bahaya lebih
nifas seperti waspada
perdarahan, terhadap
demam tinggi, keadaannya
dan sakit kepala
hebat.
7. Kolaborasikan
dengan dokter 7. Agar keadaan
dalam pemberian ibu menjadi
terapi lebih baik
8. Berikan terapi

35
sesuai dengan 8. Sudah
advice dokter diberikan
9. Berikan KIE
tentang imunisasi 9. Agar ibu
HBIG memahami
tentang
kondisinya

3.6 Pelaksanaan (Implementasi)


Tanggal : 23-02-2023 Jam: 12.25
1. Menjelaskan hasil pemeriksaan pada pasien dan keluarga
2. Melakukan observasi tanda-tanda vital 2 jam post partum
- TD : 120/80 mmHg - Kontraksi uterus: Keras
Nadi : 82 kali/menit - TFU: 3 jari dibawah pusat
Suhu : 36,5℃
RR : 22 kali/menit
3. Menjelaskan KIE post operasi pada pasien yaitu pasien tidak boleh makan
dan minum serta memakai bantal selama 6 jam post operasi
4. Menjelaskan KIE teknik distraksi dan relaksasi
5. Menjelaskan KIE mobilisasi bertahap bila kaki sudah bisa digerakkan
6. Menjelaskan KIE tentang tanda-tanda bahaya nifas seperti perdarahan,
demam tinggi, dan sakit kepala hebat.
7. Mengkolaborasikan dengan dokter dalam pemberian terapi
8. Memberikan terapi sesuai dengan advice dokter (infus RL+Oxytosin 20 IU 28
tpm s/d 12 jam post SC, inj anbacim 3×1, inj peinloss 400 mg dalam NS 100
3×1)
9. Memberikan KIE tentang imunisasi HBIG

3.7 Evaluasi
Tanggal : 23-02-2023 Jam : 12.40
Dx : P2A0 dengan 3 jam post partum SC+Hepatitis B

36
S : Ibu mengatakan nyeri luka jahit operasi
O : Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Compos mentis
Tanda-tanda vital (dalam batas normal):
- TD : 120/80 mmHg - Kontraksi uterus: Keras
- Nadi : 82 kali/ menit - TFU : 3 jari dibawah pusat
- Suhu : 36,5℃
- RR : 22 kali/ menit
A : P2A0 dengan 2 jam post partum SC+Hepatitis B
P : Ibu memahami asuhan kebidanan yang telah dilakukan.
Telah dilakukan pemasangan infus RL+Oxytocin 20 IU 28 tpm selama 12
jam.
Telah diberikan terapi obat berdasarkan advice dokter: (inj anbacim 3×1,
inj peinloss 400 mg dalam NS 100 3×1)

37
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Mahasiswi diharapkan mampu melaksanakan asuhan kebidanan pada ibu
nifas normal ataupun tidak normal dalam pelayanan PNC melalui pengkajian,
membuat diagnosa, mengidentifikasi diagnosa dan masalah potensial,
mengidentifikasi kebutuhan segera, melakukan pengembangan rencana asuhan
kebidanan, melakukan implementasi, melaksanakan evaluasi pada ibu nifas.
Disini kami telah dapatkan kesimpulan dari data subyektif yaitu ibu
mengatakan nyeri bekas luka operasi dan dari obyektif bahwa keadaan umum ibu
baik, tanda-tanda vital dalam batas normal, kontraksi uterus keras dengan TFU 3 jari
dibawah pusat. Sedangkan dari analisa Ny. “I” P2A0 dengan post partum SC+
hepatitis B dan untuk penatalaksanaanya bidan memberikan KIE post operasi SC
pada ibu dan kolaborasi dengan dokter untuk pemberian terapi nya.

4.2 Saran
1. Bidan Pembimbing
- Memberikan dukungan dan motivasi pada mahasiswa untuk menjadi lebih
baik.
- Mempertahankan dan meningkatkan pemberian pelayanan kesehatan kepada
pasien secara optimal.
2. Pembimbing Akademik
Memberikan motivasi dan membimbing mahasiswa dalam menghadapi masalah
sehingga dapat memberikan jalan keluar yang terbaik.

38
DAFTAR PUSTAKA

Mansjoer, A. 2002. Asuhan Keperawatan Maternitas. Jakarta : Salemba Medika


Manuaba, Ida Bagus Gede. 2002. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan Keluarga
Berencana, Jakarta : EGC
Mc Closkey, C.J., et all. 1996. Nursing Interventions Classification (NIC) Second Edition.
New Jersey: Upper Saddle River
Muchtar. 2005. Obstetri patologi, Cetakan I. Jakarta : EGC
Saifuddin, AB. 2002. Buku panduan praktis pelayanan kesehatan maternal dan neonatal.
Jakarta : penerbit yayasan bina pustaka sarwono prawirohardjo
Sarwono Prawiroharjo. 2009. Ilmu Kebidanan, Edisi 4 Cetakan II. Jakarta : Yayasan Bina
Pustaka

39

Anda mungkin juga menyukai