Anda di halaman 1dari 26

Case Report Session

GANGGUAN KECEMASAN

Disusun Oleh :
Yulia Putri Tiovanta 1710070100101
Fira Amalia 1710070100102
Elsha Nadhia Amanda 1710070100147

PRESEPTOR :
dr. Shinta Brisma, SP.KJ

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR ILMU PSIKIATRI


RUMAH SAKIT JIWA PROF HB SAANIN PADANG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BAITURRAHMAH
PADANG
2022
KATA PENGANTAR
Puji syukur atas rahmat Tuhan Yang Maha Esa karena kehendak-Nya
penulis dapat menyelesaikan materi Case Report Session tentang “Gangguan
Kecemasan”. Materi ini dibuat sebagai salah satu tugas dalam Kepaniteraan
Klinik Psikiatri. Mengingat pengetahuan dan pengalaman penulis serta waktu
yang tersedia untuk menyusun ini sangat terbatas, penulis sadar masih banyak
kekurangan baik dari segi isi, susunan bahasa, maupun sistematika penulisannya.
Untuk itu kritik dan saran pembaca yang membangun sangat penulis harapkan.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada dr. Shinta
Brisma, Sp. KJ selaku pembimbing Kepaniteraan Klinik Psikiatri di Rumah Sakit
Jiwa Prof. HB. Saanin Padang, yang telah memberikan masukan yang berguna
dalam penyusunan materi ini.
Akhir kata penulis berharap kiranya materi Case Report Session ini dapat
menjadi masukan yang berguna dan bisa menjadi informasi bagi tenaga medis dan
profesi lain terkait dengan masalah kesehatan pada umumnya.

Padang, 25 februari 2022

Penulis

ii
DAFTAR ISI
Kata Pengantar........................................................................................ii
Daftar Isi..................................................................................................iii
BAB I Pendahuluan.................................................................................1
1.1. Latar Belakang.................................................................................1
1.2. Tujuan...............................................................................................2
1.3. Manfaat.............................................................................................2
BAB II Tinjauan Pustaka........................................................................3
2.1. Skizofrenia.......................................................................................3
2.1.1. Definisi......................................................................................3
2.1.2. Etiologi......................................................................................3
2.1.3. Epidemiologi.............................................................................4
2.1.4. Tanda dan Gejala.......................................................................4
2.1.5. Diagnosis...................................................................................7
2.1.6. Diagnosis Banding....................................................................10
2.1.7. Tata Laksana.............................................................................10
2.1.8. Prognosis...................................................................................12
BAB III Laporan Kasus...........................................................................13
BAB IV Diskusi......................................................................................26
Daftar Pustaka.........................................................................................28

iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Gangguan ansietas merupakan keadaan psikiatri yang paling sering
ditemukan di seluruh dunia. Kondisi ini terjadi sebagai akibat interaksi faktor-
faktor biopsikososial, termasuk kerentanan genetik yang berinteraksi dengan
kondisi tertentu, stress, trauma yang menimbulkan sindroma klinis yang
bermakna. Studi menunjukkan bahwa gangguan ini meningkatkan morbiditas,
penggunaan pelayanan kesehatan, dan hendaya fungsional. Pemahaman
neuroanatomi dan biologi molekuler ansietas menjanjikan pengertian baru
mengenai etiologi dan terapi yang lebih spesifik (dengan demikian lebih efektif)
di masa mendatang.1
Saat ini, hampir di seluruh bagian dunia mengembangkan program kesehatan
mental. Survei WHO mengungkapkan bahwa beban sosial ekonomi yang
disebabkan oleh masalah kesehatan jiwa menempati urutan ke 4 DALY
(Disability Adjusted Life Years). Survei lain mengungkapkan bahwa 20-30%
pasien yang berkunjung ke pelayanan kesehatan primer memperlihatkan gejala-
gejala gangguan mental. Berdasarkan hasil penelitian, prevalensi gangguan mental
yang lazim ditemui di masyarakat, yaitu Depresi dan Anxietas cukup tinggi (10-
20%), sedangkan prevalensi gangguan jiwa berat seperti Psikosis, Bipolar, dan
Demensia berkisar antara 3-5%.2
Aspek penting emosi adalah efeknya pada selektivitas perhatian. Orang yang
mengalami ansietas cenderung memperhatikan hal tertentu di dalam
lingkungannya dan mengabaikan hal lain dalam upaya untuk membuktikan bahwa
mereka dibenarkan untuk menganggap situasi tersebut menakutkan. Jika keliru
dalam membenarkan rasa takutnya mereka akan meningkatkan ansietas. Jika
sebaliknya, mereka dengan keliru menentramkan diri mereka dengan pikiran
selektif, ansietas yang tepat dapat berkurang dan mereka dapat gagal mengambil
tindakan pertahanan yang perlu.1

1
1.2. Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Penulisan laporan kasus ini betujuan untuk melengkapi syarat
kepaniteraan klinik senior (KKS) bagian jiwa di Rumah Sakit Jiwa Prof. HB
Saanin Padang.
1.2.2 Tujuan Khusus
Mengetahui hal-hal yang berhubungan dengan Gangguan kecemasan
mulai definisi sampai kepenatalaksaan.
1.3. Manfaat
1. Bagi Penulis
Sebagai bahan acuan dalam mempelajari, memahami dan mengembangkan
teori mengenai gangguan kecemasaan.
2. Bagi Institut Pendidikan
Dapat dijadikan sumber referensi atau bahan perbandingan bagi kegiatan yang
ada kaitannya dengan pelayanan kesehatan, khususnya yang berkaitan dengan
gangguan kecemasan.
3. Bagi Masyarakat
Dapat memenuhi ilmu pengetahuan terhadap penyakit beserta pencegahan
dan pengobatan Gangguan Kecemasan.

BAB II

2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Gangguan Kecemasan


2.1.1. Definisi
Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder (DSM 5)
mendefinisikan gangguan ansietas menyeluruh sebagai ansietas dan kekhawatiran
yang berlebihan (perkiraan yang menakutkan), terjadi hampir setiap hari selama
setidaknya 3 bulan (atau lebih), mengenai dua (atau lebih) kejadian atau aktifitas.
Meskipun gangguan cemas menyeluruh biasanya berhubungan dengan depresi,
bipolar, dan gangguan psikotik, namun dapat didiagnosis sebagai komorbid jika
gangguan tersebut cukup berat.3
Kecemasan yang dirasakan sulit untuk dikendalikan dan berhubungan dengan
gejala-gejala somatik seperti ketegangan otot, iritabilitas, kesulitan tidur, dan
kegelisahan sehingga menyebabkan penderitaan yang jelas dan gangguan yang
bermakna dalam fungsi sosial dan pekerjaan.4
2.1.2. Epidemiologi
Berdasarkan suatu survei epidemiologi, prevalensi gangguan cemas
menyeluruh pada populasi umum di Amerika Serikat adalah 3.1% pada tahun
sebelumnya dan 5.7% selama masa hidup pasien. Rasio perempuan banding laki-
laki pada gangguan ini sekitar 2 banding 1 tetapi rasio perempuan banding laki-
laki yang dirawat inap di rumah sakit untuk gangguan ini sekitar 1 banding 1. Usia
saat onset sangat bervariasi, beberapa kasus gangguan kecemasan umum dimulai
pada masa kanak-kanak, kebanyakan dimulai pada masa dewasa, dan puncak
lainnya dari onset kasus baru terjadi pada usia dewasa yang lebih tua, sering
dalam konteks kondisi kesehatan fisik kronis.5
2.1.3. Etiologi
1. Faktor Biologi
Area otak yang diduga terlibat pada timbulnya Gangguan cemas menyeluruh
(Generalized Anxiety Disorder, GAD) adalah lobus oksipitalis yang mempunyai
reseptor benzodiazepine tertinggi di otak. Basal ganglia, sistem limbic dan korteks
frontal juga dihipotesiskan terlibat pada etiologi timbulnya GAD. Pada pasien
GAD juga ditemukan sistem serotonergik yang abnormal. Neurotransmiter yang

3
berkaitan dengan GAD adalah GABA, serotonin, norepinefrin, glutamate, dan
kolesistokinin.6
Pemeriksaan PET (Positron Emission Tomography) pada pasien GAD
ditemukan penurunan metabolisme di ganglia basal dan massa putih otak.2
2. Faktor Psikososial
Faktor psikososial yang mengarah pada perkembangan gangguan cemas
menyeluruh adalah cognitive-behaviour dan psikoanalitik. Berdasarkan pada
cognitive-behaviour, pasien dengan gangguan cemas menyeluruh merespon suatu
ancaman secara kurang tepat dan benar. Ketidaktepatan ini dihasilkan dari
perhatian yang selektif terhadap suatu hal negatif di lingkungannya dengan cara
mendistorsi pemrosesan informasi dan dengan cara memandang terlalu negatif
terhadap kemampuan dirinya dalam hal mengatasi suatu masalah. Hipotesis
psikoanalitik menyebutkan bahwa kecemasan merupakan gejala dari konflik
bawah sadar yang tidak terselesaikan.6
2.1.4. Tanda dan Gejala
Gejala utama gangguan ansietas menyeluruh adalah ansietas, ketegangan
motorik, hiperaktivitas otonom, dan kesiagaan kognitif. Ansietasnya berlebihan
dan mengganggu aspek kehidupan lain. Ketegangan motorik paling sering tampak
sebagai gemetar, gelisah, dan sakit kepala. Hiperaktivitas otonom sering
bermanifestasi sebagai napas pendek, keringat berlebihan, palpitasi, dan berbagai
gejala gastrointestinal. Kesiagaan kognitif terlihat dengan adanya iritabilitas dan
mudahnya pasien merasa terkejut.2
Pasien dengan gangguan ansietas menyeluruh biasanya mencari dokter umum
atau dokter penyakit dalam untuk membantuk gejala somatik mereka. Selain itu,
pasien pergi ke dokter spesialis untuk gejala spesifik-contohnya diare kronis.
Gangguan medis spesifik non psikiatri jarang ditemukan dan perilaku pasien
bervariasi saat mencari dokter. Sejumlah pasien menerima diagosis gangguan
ansietas menyeluruh dan terapi yang sesuai, lainnya mencari konsultasi medis
tambahan untuk masalah mereka.2

Gejala gangguan cemas menyeluruh ada yang mengelompokan nya menjadi


sindroma anxietas, dimana adanya perasaan cemas atau khawatir yang tidak

4
realistik terhadap 2 hal atau lebih yang dipersepsikan sebagai ancaman sehingga
tidak mampu istirahat. Selain itu, ada paling sedikit 6 dari 18 gejala-gejala berikut:
- ketegangan motorik:
1. Kedutan otot atau rasa gemetar
2. Otot tegang/kaku/ pegal
3. Tidak bisa diam
4. Mudah lelah

- hiperaktivitas otonomik :
5. Nafas pendek/ terasa berat
6. Jantung berdebar-debar
7. Telapak tangan basah
8. Mulut kering
9. Kepala pusing/ melayang
10. Mual, mencret, perut tidak enak
11. Muka panas/badan menggigil
12. Buang air kecil lebih sering
13. Sukar menelan/ rasa tersumbat

- kewaspadaan berlebihan dan penangkapan berkurang:


14. Perasaan jadi peka/ mudah ngilu
15. Mudah kaget/terkejut
16. Sulit konsentrasi
17. Sukar tidur
18. Mudah tersinggung
2.1.5. Diagnosis

2.1.6. Diagnosis Banding


Semua kondisi yang dituliskan di dalam diagnosis banding skizofrenia dan
gangguan mood perlu dipertimbangkan di dalam diagnosis banding gangguan
skizoafektif. Pasien yang diobati dengan steroid, penyalahgunaan amfetamin dan
phencyclidine (PCP), dan beberapa pasien dengan epilepsi lobus temporalis secara

5
khusus kemungkinan datang dengan gejala skizofrenik dan gangguan mood yang
bersama-sama. Diagnosis banding psikiatrik juga termasuk semua kemungkinan
yang biasanya dipertimbangkan untuk skizofrenia dan gangguan mood. Di dalam
praktik klinis, psikosis pada saat datang mungkin mengganggu deteksi gejala
gangguan mood pada masa tersebut atau masa lalu. Dengan demikian, klinisi
bolehmenunda diagnosis psikiatrik akhir sampai gejala psikosis yang paling akut
telah terkendali.1

2.1.7 Tatalaksana
a. Psikofarmaka

Modalitas terapi yang utama untuk gangguan skizoafektif adalah perawatan di


rumah sakit, medikasi, dan intervensi psikososial. Prinsip dasar yang mendasari
farmakoterapi untuk gangguan skizoafektif adalah bahwa protokol antidepresan
dan antimanik diikuti jika semuanya diindikasikan dan bahwa antipsikotik
digunakan hanya jika diperlukan untuk pengendalian jangka pendek. Jika
protokol thymoleptic tidak efektif di dalam mengendalikan gejala atas dasar
berkelanjutan, medikasi antipsikotik dapat diindikasikan. Pasien dengan gangguan
skizoafektif, tipe bipolar, harus mendapatkan percobaan lithium, carbamazepine
(Tegretol), valproate (Depakene), atau suatu kombinasi obat-obat tersebut jika
satu obat saja tidak efektif. Pasien dengan gangguan skizoafektif, tipe depresif,
harus diberikan percobaan antidepresan dan terapi elektrokonvulsif (ECT)
sebelum mereka diputuskan tidak responsif terhadap terapi antidepresan.7
Farmakoterapi untuk mengatasi gejala skizoafektif tipe manik yaitu
pengobatan dengan obat antipsikotik yang dikombinasikan dengan obat mood
stabilizer atau pengobatan dengan antipsikotik saja. Carbamazepine adalah obat
antikejang yang digunakan sebagai stabilizer mood. Cara kerjamood stabilezer
yaitu membantu menstabilkan kimia otak tertentu yang disebut neurotransmitters
yang mengendalikan temperamen emosional dan perilaku dan menyeimbangkan
kimia otak tersebut sehingga dapat mengurangi gejala gangguan kepribadian
borderline. Efek samping carbamazepine dapat menyebabkan mulut kering dan
tenggorokan, sembelit, kegoyangan, mengantuk, kehilangan nafsu makan, mual,
dan muntah. Karbamazepin tidak boleh digunakan bersama dengan inhibitor
monoamineoxidase ( MAOIs ). Hindari minum alkohol saat mengambil

6
carbamazepine. Hal ini dapat meningkatkan beberapa efek samping
carbamazepine yaitu dapat meningkatkan risiko untuk kejang.8
Stelazine memiliki efek antiadrenergik sentral, antidopaminergik, dan efek
antikolinergik minimal. Hal ini diyakini stelazine dapat bekerja
denganmemblokade reseptor dopamin D1 dan D2 di jalur mesokortical dan
mesolimbik, menghilangkan atau meminimalkan gejala skizofrenia seperti
halusinasi, delusi, dan berpikir dan berbicara yang tidak terarah. Stelazine
menimbulkan efeksamping ekstrapiramidal seperti akatisia, distonia, dan
parkinsonisme selain itu dapat menimbulkan efek samping antikolinergik
seperti merah mata danxerostomia (mulut kering). Stelazine dapat menurunkan
ambang kejang sehingga harus berhati-hati penggunaan stelazine pada orangyang
mempunyai riwayat kejang.8
Pengobatan untuk dengan gangguan skizoafektif merespon terbaik untuk
pengobatan dengan obat antipsikotik yang dikombinasikan dengan obat mood
stabilizer atau pengobatan dengan antipsikotik saja. Untuk orang
gangguanskizoafektif dengan tipe manik, menggabungkan obat antipsikotik
dengan mood stabilizer cenderung bekerja dengan baik.3

7
b. Non farmakologi
▸ Terapi kognitif (Cognitive Behavioral Therapy) dengan megembangkan
cara berpikir alternatif, fleksibel, dan positif serta melatih kembali respon
kognitif dan pikiran yang baru.
▸ Psikoedukasi terhadap pasien jika kondisi sudah membaik
▸ Pengobatan Psikososial : Pasien dapat terbantu dengan kombinasi terapi
keluarga, latihan keterampilan sosial, dan rehabilitasi kognitif

2.1.8 Prognosis
Baik tidaknya prognosis pada gangguan cemas menyeluruh tergantung pada
tingkat keparahan dari kondisi yang terjadi.Tanpa terapi, gangguan cemas
menyeluruh bisa terus berlanjut dan terus muncul dalam kehidupan
pasien.Prognosis semakin buruk pada orang yang memiliki lebih dari satu jenis
gangguan kecemasan. Terlebih, pada pasien dengan gangguan cemas menyeluruh
ini biasanya lebih sering atau punya kecenderungan untuk menjadi perokok berat,
minum alcohol, dan menggunakan obatobat tertentu dibandingkan orang normal
yang tidak menderita gangguan. Masing-masing dari hal tersebut di atas membuat
gejala cemas menjadi lebih mudah muncul dalam jangka waktu yang pendek.
Serta adiksi pada nikotin, alkohol, dan obat-obatan akan memperburuk keadaan
jangka panjang dan secara signifikan memengaruhi kondisi kesehatan secara
umum. Akan tetapi, sebagian besar pasien menunjukkan perbaikan dengan
kombinasi terapi medikasi dan terapi kognitif perilaku (cognitive behavioural
therapy). Statistik menunjukkan dengan terapi yang adekuat, sekitar 50% pasien
membaik keadannya dalam 3 minggu semenjak terapi dimulai.

8
BAB III
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS
KETERANGAN PRIBADI PASIEN
Nama (inisial) : Ny. Y
Jenis kelamin : Perempuan
Tempat & tanggal lahir/ Umur : Palupuh, 10 Februari 1975/ 46 Tahun
Status perkawinan : Menikah
Kewarganegaraan : Indonesia
Suku bangsa : Minang
Agama : Islam
Pendidikan : SD
Pekerjaan : Tidak Bekerja
Jumlah Anak : 7orang
Alamat : Jl. Air Kijang, Kel. Nan Tujuah, Kec. Palupuh
Kab. Agam
Tanggal Masuk : 17 Mei 2021
II. RIWAYAT PSIKIATRI
1. Keluhan Utama
Pasien mengalami gelisah sejak 1 bulan yang lalu
2. Riwayat Perjalanan Penyakit Sekarang
Pasien diantar oleh keluarganya ke RSJ HB Saanin karena gelisah sejak 1
bulan yang lalu. Pasien sering mendengar suara bisikan saat tidur dan sering
terbangun saat malam hari karna bisikan tersebut. Suara bisikan itu terdengar tidak
jelas tetapi menganggu aktivitas pasien. Setelah pasien mendengar suara tersebut,
pasien sering tertawa sendiri dan sering marah-marah. Pasien juga melihat seolah-
olah ada bayangan orang namun tidak dapat dilihat oleh orang lain. Pasien
meyakini bahwa dirinya kaya 7 turunan. Pasien mengatakan bahwa ia memiliki
banyak pohon karambia dikebunnya dan memiliki berhektar-hektar tanah. Pasien
merasa dirinya pintar dan hebat.
Pasien sering marah-marah dan memaksakan kehendaknya sendiri.
Pasien juga banyak bicara dan apa yang dibicarakannya tidak jelas. Pasien merasa

9
lebih bersemangat dari hari-hari sebelumnya. Pasien merasa energinya lebih kuat
dari sebelumnya sehingga merasa tidak butuh tidur dan ingin beraktivitas terus.
Tidur pasien tidak cukup. Pasien memiliki tingkat kepercayaan diri yang tinggi.
Nafsu makan pasien berkurang. Pasien tidak ada merasakan perasaan sedih yang
berlebihan, lesu, kurang bersemangat, berputus asa, mengurung diri dan tidak ada
keinginan untuk mengakhiri hidup.
Saat dilakukan anamnesa, pasien dalam keadaan sadar dan mampu
menjawab pertanyaan yang diajukan. Pasien mengatakan bahwa pertama kali
datang dibawa oleh keluarganya. Pasien menyangkal dirinya sakit dan merasa
bahwa kedatangannya ke RSJ HB Saanin ini tanpa sebab.

3. Riwayat Gangguan Sebelumnya


a) Riwayat Gangguan Psikiatri
 Pasien sudah sakit sejak tahun 2017, awalnya pasien merasa terganggu
karena masalah pembagian harta dengan keluarganya pada tahun
2017.
 Pasien dirawat ke 2 kali nya akibat putus obat. Pasien merasa ia tidak
membutuhkan obat karena sudah merasa sehat.
b) Riwayat Gangguan Medis
Tidak ada kelainan medik umum ( Tidak ada riwayat trauma kepala dan
tidak ada riwayat kejang) yang bermakna dapat mengganggu kesehatan jiwa
pasien.
c) Riwayat Penggunaan NAPZA
Pasien tidak ada riwayat penggunaan NAPZA.
d) Riwayat Konsumsi Alkohol
Pasien tidak ada riwayat mengonsumsi alkohol.
4. Riwayat Kehidupan Pribadi
a) Riwayat Prenatal dan Perinatal
Pasien lahir normal dan cukup bulan
b) Riwayat Masa Kanak Awal (0-3 Tahun)
Pertumbuhan dan perkembangan sesuai anak usianya
c) Riwayat Masa Kanak Pertengahan (4-11 Tahun)

10
Pertumbuhan dan perkembangan sesuai anak usianya
d) Riwayat Masa Kanak Akhir dan Remaja
Pasien dapat bersosialisasi dengan teman sebayanya
e) Masa Dewasa
1. Riwayat Pendidikan
SD
2. Riwayat Pekerjaan
Tidak bekerja
3. Riwayat Perkawinan
Menikah
4. Agama
Islam
5. Riwayat Hukum
Tidak pernah berurusan dengan hukum dan pihak berwajib
6. Riwayat Psikoseksual
Pasien tertarik dengan lawan jenis
5. Riwayat Keluarga
Ayah Kandung Pasien mengalami gangguan jiwa

X X P

Keterangan :
Laki-laki
Perempuan
X Meninggal
P Pasien
Tinggal Serumah

11
6. Persepsi Pasien Tentang Diri dan Kehidupannya
Pasien menyangkal dirinya sakit

7. Persepsi Keluarga Tentang Diri dan Kehidupan Pasien


Keluarga mengetahui pasien mengalami gangguan jiwa, keluarga berharap
pasien dapat segera sembuh dan beraktivitas seperti biasa

8. Impian, Fantasi, dan Nilai-Nilai


Pasien ingin pulang dan hidup bersama suami serta anak-anaknya.

9. Status Mental
a) Deskripsi umum
 Penampilan : Perempuan, sesuai usia, kurang rapi
 Psikomotor : Gelisah
 Sikap : Kooperatif
 Mood dan Afek
-Mood : Hipertim
-Afek : Luas
-Keserasian : Serasi

 Pembicaraan : Spontan, volume normal, artikulasi jelas


 Gangguan Persepsi : Halusinasi Auditorik (+), Halusinasi visual (+)
 Pikiran
-Proses pikir : Koheren
-Isi pikir : Waham kebesaran (+)
 Sensorium dan kognisi
-Kesadaran : Komposmentis koperatif
-Orientasi
Tempat : Baik, pasien mengetahui tempat dimana dirawat

12
Waktu : Baik, pasien mengetahui saat kami melakukan anamnesa
dilakukan siang hari
Orang : Baik, pasien dapat mengingat nama kami sebagai
pemeriksa saat datang memeriksa pasien.

-Daya Ingat
Daya ingat jangka panjang : Baik, pasien mengetahui dimana lokasi
SD nya
Daya ingat jangka sedang : Baik, Pasien mengingat kapan pasien
masuk pertama kali ke RSJ HB Saanin
Padang
Daya ingat jangka pendek : Baik, pasien mengingat lauk apa yang
diberikan saat sarapan
Konsentrasi : Baik, pasien mampu berkonsentrasi dan
menjawab pertanyaan. Perhatian
pasien
tidak mudah teralihkan
-Membaca dan menulis : Baik, Pasien dapat membaca nama pasien dan
menulisnya di kertas.
-Kemampuan visuospasial : Baik, pasien mampu menjelaskan lokasi rumahnya
-Pikiran abstrak : Baik, pasien mengetahui arti pribahasa “Hemat
Pangkal Kaya” : Jika berhemat maka kita akan
kaya
-Intelegensia dan informasi : Baik, pasien mengetahui nama Presiden RI
sekarang
g) Pengendalian impuls : Baik
h )Daya nilai dan tilikan :
-Nilai sosial : Baik, pasien mau ikut bergotong royong jika ada
kegiatan di sekitar tempat tinggalnya
-Daya nilai : Baik, pasien mengatakan jika menemukan dompat
dijalan maka ia akan mengembalikan dompet

13
tersebut
-Penilaian realita : Terganggu, karna ada waham dan halusinasi
-Tilikan :I
j)Taraf dapat dipercaya : Dapat dipercaya

III. STATUS INTERNUS


1. Keadaan Umum : Sakit sedang
2. Kesadaran : Komposmentis kooperatif
3. Tekanan Darah : 136/84 mmHg
4. Nadi : 94 x/menit
5. Nafas : 17 x/menit
6. Suhu : 36,8° C
7. Sistem Kardiovaskuler : Dalam batas normal
8. Sistem Respiratorik : Dalam batas normal
9. Kelainan Khusus : Tidak ditemukan

IV. STATUS NEUROLOGIKUS


1. GCS : E4M6V5
2. Tanda Rangsangan Meningeal : tidak ada
3. Tanda-tanda efek samping piramidal :
a. Tremor tangan : tidak ada
b. Akatisia : tidak ada
c. Bradikinesia : tidak ada
d. Cara berjalan : normal
e. Keseimbangan : seimbang
f. Rigiditas : ada ( kekakuan pada sekitar mulut)

V. Pemeriksaan Laboratorium
Pada pemeriksaan darah rutin pada pasien tidak ditemukan adanya
kelainan semuanya dalam batas normal.

VI. Formulasi Diagnosis

14
Berdasarkan anamnesis, riwayat perjalanan penyakit dan pemeriksaan
pada pasien, ditemukan adanya perubahan perilaku dan perasaan secara klinis dan
disabilitas dalam fungsi sosial. Dengan demikian, berdasarkan PPDGJ III dapat
disimpulkan bahwa pasien mengalami gangguan jiwa.
Aksis I :
Berdasarkan anamnesa riwayat penyakit medis, pasien tidak mengalami
trauma kepala dan penyakit lain yang secara fisiologis dapat menimbulkan
disfungsi otak sebelum menunjukkan gangguan jiwa, oleh karena itu gangguan
menal organik dapat disingkirkan (F00-F09)
Pada pasien juga tidak ditemukan riwayat penggunaan NAPZA dan
alkohol sehingga diagnosa gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan zat
psikoaktif dapat disingkirkan (F10-F19).
Berdasarkan anamnesa, pasien memiliki gejala skizofrenia yaitu waham
kebesaran, halusinasi auditorik serta halusinasi visual dan memiliki gangguan afek
yaitu irritable. Gejala tersebut timbul bersamaan dan sama-sama menonjol maka
pasien masuk ke kriteria diagnosa Skizoafektif Tipe Manik (F20.0).

Aksis II :
Pada pasien tidak ditemukan gangguan kepribadian yang bermakna
sehingga pada aksis II tidak ada diagnosis

Aksis III :
Pada pasien tidak ditemukan kondisi medik umum yang cukup bermakna
sehingga pada aksis III tidak ada diagnosis

Aksis IV :
Adanya faktor pencetus yaitu masalah keluarga

Aksis V :
Pada aksis V penilaian global assesment of functional (GAF) skala pada pasien ini
GAF 60-51.

15
VII. Diagnosis Multiaksial
Aksis I : Skizoafektif Tipe Manik
Aksis II : Tidak ada diagnosa
Aksis III : Tidak ada diagnosa
Aksis IV : Masalah keluarga
Aksis V : GAF 60-51

VIII. Penatalaksanaan
1. Farmakoterapi
Risperidon 2x2 mg
Lorazepam 1x5mg
Trihexyphenidyl 2x2 mg
Vitamin B Complex 2x1 tablet

2. Psikoterapi
a. Suportif
 Memberi dukungan dan perhatian kepada pasien.
 Memotivasi pasien agar meminum obat secara teratur.
 Menyarankan pasien agar lebih mengontrol emosinya.
 Memberikan edukasi kepada pasien mengenai bahaya penggunaan zat
psikoaktif
 Memberikan edukasi kepada keluarga untuk tetap mendukung pasien dan
tetap sabar menghadapi pasien, karena dibutuhkan waktu dan kesabaran
yang lebih dalam proses penyembuhan pasien.
b. Kognitif
Menerangkan tentang gejala penyakit pasien yang timbul akibat cara
berpikir yang salah, mengatasi perasaan, dan sikapnya terhadap masalah yang
dihadapi.
c. Keluarga
Memberikan penyuluhan bersama dengan pasien yang diharapkan
keluarga dapat membantu dan mendukung kesembuhan pasien dan dapat
menerima kondisi pasien.

16
d. Sosial-budaya
Terapi kerja berupa memanfaatkan waktu luang dengan melakukan hobi
atau pekerjaan yang disukai pasien dan bermanfaat.
e. Religius
Bimbingan keagamaan agar pasien selalu menjalankan ibadah sesuai
ajaran agama yang dianutnya, yaitu menjalankan sholat lima waktu, menegakkan
amalan sunah seperti mengaji, berzikir, dan berdoa kepada Allah SWT.

IX. PROGNOSIS
Quo et vitam : Dubia ad Bonam
Quo et fungsionam : Dubia ad Bonam
Quo et sanationam : Dubia ad Bonam

No. Faktor- Faktor Prognosis Prognosis


Baik Buruk
1. Usia Tua -
2. Onset - Kronis
3. Faktor Prepitasi Ada -
4. Riwayat Premorbid Baik -
5. Pernikahan Menikah -
6. Riwayat Keluarga Tidak ada -
7. Gejala Positif Negatif
8. Remisi - Ada
9. Dukungan Keluarga Ada -
TOTAL 7 3

17
FOLLOW UP
7 Juni S/ P/
2021  Pasien sudah tidak mendengar Risperidon 2x2 mg
suara bisikan Lorazepam 1x5 mg
 Pasien juga tidak ada melihat Trihexyphenidyl 2x2 mg
bayangan hitam Vitamin B Complex 2x1
 Pasien mengatakan dirinya kaya tablet
dan dirinya pintar
 Tidur pasien kurang
 Nafsu makan kurang

O/
KU : Baik
Kesadaran : Komposmentis koperatif
Penampilan :perempuan, seperti usia,
kurang rapi
Perilaku dan aktivitas motorik : aktif
Sikap terhadap pemeriksa ; koperatif
Mood :Eutim
Afek :luas
Verbal : spontan, volume sedang,
artikulasi jelas
Gangguan persepsi : Halusinasi visual (-)
dan Halusinasi auditorik (-)
Proses pikir : koheren
Isi pikir :Waham kebesaran (+)
Orientasi : baik
Tilikan :II
Penilaian realita :Terganggu

A/

18
Aksis I : Skizoafektif Tipe Manik
Aksis II : Tidak ada diagnosa
Aksis III : Tidak ada diagnosa
Aksis IV : Masalah keluarga
Aksis V : GAF 40-31
8juni S/ P/
2021  Pasien sudah tidak mendengar Risperidon 2x2 mg
suara bisikan Lorazepam 1x5 mg
 Pasien juga tidak ada melihat Trihexyphenidyl 2x2 mg
bayangan hitam Vitamin B Complex 2x1
 Pasien mengatakan dirinya kaya tablet
dan dirinya pintar
 Tidur pasien kurang
 Nafsu makan kurang

O/
KU : Baik
Kesadaran : Komposmentis koperatif
Penampilan :perempuan, kurang rapi,
sesuai usia
Perilaku dan aktifitas motorik : aktif
Sikap terhadap pemeriksa : koperatif
Mood :Eutim
Afek :luas
Verbal : spontan, volume sedang,
artikulasi jelas
Gangguan persepsi : Halusinasi visual (-)
dan Halusinasi auditorik (-)
Proses pikir : koheren
Isi pikir :Waham kebesaran (+)
Orientasi : baik
Tilikan :II

19
Penilaian realita :Terganggu

A/
Aksis I : Skizoafektif Tipe Manik
Aksis II : Tidak ada diagnosa
Aksis III : Tidak ada diagnosa
Aksis IV : Masalah keluarga
Aksis V : GAF 40-31

20
BAB IV
DISKUSI

Ny. Y diantar oleh keluarganya ke RSJ HB Saanin karena gelisah sejak 1


bulan yang lalu. Pasien sering mendengar suara bisikan yang tidak jelas dan
melihat seolah-olah ada bayangan orang namun tidak dapat dilihat oleh orang lain.
Pasien meyakini bahwa dirinya kaya 7 turunan. Pasien juga merasa dirinya pintar
dan hebat. Pasien sering marah-marah dan memaksakan kehendaknya sendiri.
Pasien juga banyak bicara dan apa yang dibicarakannya tidak jelas. Pasien merasa
lebih bersemangat dari hari-hari sebelumnya. Pasien merasa energinya lebih kuat
dari sebelumnya sehingga merasa tidak butuh tidur dan ingin beraktivitas terus.
Tidur pasien tidak cukup. Pasien memiliki tingkat kepercayaan diri yang tinggi.
Nafsu makan pasien berkurang. Berdasarkan gejala tersebut pasien didiagnosis
dengan skizoafektif tipe manik.
Berdasarkan PPDGJ III, Skizoafektif tipe manik memiliki satu atau lebih
baik dua gejala skizofrenia (a-d), dimana pada pasien ini ditemukan halusinasi
auditorik dan halusinasi visual serta adanya waham kebesaran. Adanya gangguan
afek, dimana pada pasien ini didapatkan bahwa pasien mengalami peningkatan
afek disertai irritabilitas yang ditemukan bersamaan dengan gejala skizofrenia dan
sama-sama menonjol.
Pasien diberikan terapi obat antipsikotik generasi II yaitu Risperidone 2 x 2
mg dengan kerja obat tersebut untuk menghambat reseptor dopamin dan
serotonin, serta obat ini juga dapat mengurangi gejala positif dari skizofrenia dan
memiliki efek samping ekstrapiramidal sindrom yang minimal. Pasien diberikan
obat antikovulsan jenis benzodiazepin yaitu lorazepam 1x5 mg bekerja untuk
meningkatkan aktivitas gamma-aminobutyric acid (GABA). GABA merupakan
neurotransmitter yang berfungsi untuk mengurangi keaktifan dari sel saraf yang
ada di otak, sehingga menimbulkan efek lebih tenang. Pasien diberikan obat
antikholinergik yaitu Trihexyphenidyl 2x2 mg karena adanya efek samping
extrapiramidal sindrom. Selain itu diberikan juga vitamin B12 sebagai suplemen
agar nafsu makan pasien baik.

21
Selain diberikan obat, edukasi perlu dilakukan kepada pasien yaitu
menjelaskan penyakit yang diderita pasien dan penyebab penyakit tersebut. Selain
itu perlu juga diberikan edukasi tentang pentingnya minum obat, efek samping
obat dan efek yang timbul jika putus obat. Menjelaskan pentingnya pasien untuk
rutin kontrol ke dokter psikiatri. Edukasi juga dilakukan kepada keluarga pasien
agar memberikan dukungan kepada pasien serta menjelaskan efek samping obat
dan pentingnya mengawasi pasien dalam minum obat.

22
DAFTAR PUSTAKA

1. Kaplan & Sadock (2014). Buku Ajar Psikiatri Klinis, Ed 2. Jakarta:


Penerbit Buku
2. Redayani, P. (2013). Gangguan cemas menyeluruh. Buku Ajar Psikiatri.
Jakarta: Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
3. DSM 5 Update. Supplement to Diagnostic and Statistical Manual of
Mental Disorders,
4. Sadock, Benjamin James; Sadock, Virginia Alcott. Generalized Anxiety
Disorder in : Kaplan & Sadock’s Synopsis of Psychiatry : Behavioral
Sciences/Clinical Psychiatry, 10th Edition
5.Stein MB, Sareen J. Generalized Anxiety Disorder. Clinical Practice.
The New England Journal of Medicine. 2015. Nov. 373:2059-2068.
6. Kaplan HI, Sadock BJ. 1997. Gangguan Kecemasan dalam Synopsis
Psikiatri, Ilmu Pengetahuan Perilaku Psikiatri Klinis Edisi Ke-7 Jilid 2.
Jakarta. Binarupa Aksara.

7. American Psychiatric Association. Diagnosis dan Statistical


Manual of Mental disorders (DSM IV TM). American
Psychological Association (APA): Washington DC. 1996.
8. Kaplan H.I, Sadock B.J, Grebb J.A. 2010. Sinopsis Psikiatri

23

Anda mungkin juga menyukai