Anda di halaman 1dari 37

Case Report Session

Tuberkulosis Paru

Disusun Oleh:
Muhammad Risqi
20100707360803085

Preseptor :
dr. Rivani Kurniawan, Sp.Rad

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BAITURRAHMAH

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR BAGIAN RADIOLOGI

RSI SITI RAHMAH PADANG

2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas rahmat Tuhan Yang Maha Esa karena kehendak-Nya
penulis dapat menyelesaikan case report dengan judul “Tuberkulosis Paru”. Case
report ini dibuat sebagai salah satu tugas dalam Kepaniteraan Klinik Senior
Radiologi di Rumah Sakit Islam Siti Rahmah Padang. Mengingat pengetahuan
dan pengalaman penulis serta waktu yang tersedia untuk menyusun case report ini
sangat terbatas, penulis sadar masih banyak kekurangan baik dari segi isi, susunan
bahasa, maupun sistematika penulisannya. Untuk itu kritik dan saran pembaca
yang membangun sangat penulis harapkan.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada dr.
Rivani Kurniawan, Sp. Rad selaku preseptor Kepaniteraan Klinik Senior, yang
telah memberikan masukan dan saran yang berguna dalam penyusunan case report
ini. Akhir kata penulis berharap kiranya case report ini dapat berguna dan bisa
menjadi tambahan informasi bagi tenaga medis dan profesi lain terkait dengan
masalah kesehatan.

Padang, Agustus 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................. i
DAFTAR ISI............................................................................................ ii
DAFTAR TABEL.................................................................................... iii
DAFTAR GAMBAR............................................................................... iv
BAB I PENDAHULUAN....................................................................... 1
1.1 Latar Belakang..................................................................................... 1
1.2 Tujuan Penulisan................................................................................. 2
1.2.1 Tujuan Umum............................................................................. 2
1.2.2 Tujuan Khusus............................................................................ 2
1.3 Manfaat................................................................................................ 2
1.3.1 Bagi Penulis................................................................................ 2
1.3.2 Bagi Institusi Pendidikan............................................................ 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................. 3
2.1 Anatomi Paru....................................................................................... 3
2.2 Tuberkulosis........................................................................................ 4
2.2.1 Definisi....................................................................................... 4
2.2.2 Epidemiologi.............................................................................. 4
2.2.3 Etiologi....................................................................................... 5
2.2.4 Faktor Resiko.............................................................................. 5
2.2.5 Klasifikasi................................................................................... 7
2.2.6 Patofisiologi................................................................................ 9
2.2.7 Manifestasi Klinis....................................................................... 10
2.2.8 Diagnosis.................................................................................... 11
2.2.9 Pemeriksaan Radiologis.............................................................. 14
2.2.10 Diagnosis Banding.................................................................... 19
2.2.11 Penatalaksanaan........................................................................ 21
BAB III LAPORAN KASUS.................................................................. 25
BAB IV PENUTUP.................................................................................. 29
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................. 30

ii
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Dosis OAT Lini Pertama.......................................................... 23


Tabel 2.2 Dosis OAT untuk pengobatan TB-SO menggunaka tablet
Kombinasi Dosis Tetap (KDT).................................................

iii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Anatomi Paru


3...............................................................................................................................
Gambar 2.2 konsolidasi kavitasi pada lobus atas kiri: tuberculosis aktif
....................................................................................................................................
16................................................................................................................................
Gambar 2.3 Kalsifikasi yang sudah lama sembuh pada fokus tuberkulosis
....................................................................................................................................
17
Gambar 2.4 Tuberculosis miler
....................................................................................................................................
17
Gambar 2.5 Tuberculosis paru pada anak
....................................................................................................................................
18
Gambar 2.6 Bronkiektasis
....................................................................................................................................
20
Gambar 2.7 Tumor Paru
....................................................................................................................................
20
Gambar 2.8 Pneumonia
....................................................................................................................................
21

iv
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Tuberkulosis (TB) adalah penyakit menular yang merupakan penyebab utama

kesehatan yang buruk, salah satu dari 10 penyebab kematian teratas di dunia.

Tuberkulosis (TB) adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh kuman

Mycobacterium tuberculosis. Menurut laporan World Health Organisation (WHO)

dalam Global Tuberculosis Report 2019, Secara global diperkirakan 10 juta orang

(perkiraan 9,0-11,1 juta) orang menderita tuberkulosis pada tahun 2018. Secara

geografis, kasus tuberkulosis terbanyak pada tahun 2018 berada pada Asia Tenggara

(44%), Afrika (24%), dan Pasifik Barat (18%), dengan persentase yang lebih kecil di

Mediterania Timur (8%), Amerika (3%) dan Eropa (3%). Indonesia sendiri termasuk

ke dalam delapan Negara yang menyumbang kasus tuberkulosis terbesar.1,2.3

Penanganan yang kurang cepat dan tepat dapat mempengaruhi penyebaran

yang begitu cepat terutama untuk lingkungan sekitar. Keterlambatan dari diagnosis

dan pengobatan tb berhubungan dengan mortalitas dan morbiditas dalam peningkatan

masyarakat. Keterlambatan tersebut dapat menimbulkan faktor resiko terjadinya TB

resisten terhadap obat sehingga sulit untuk tahap penyembuhan.4

Diagnosis TB ditegakan berdasarkan gejala klinis serta pemeriksaan fisik dan

pemeriksaaan penunjang. Gejala klinis yang dapat dijumpai berupa batuk berdahak ≥

2 minggu, batuk berdarah, sesak napas dan gejala laiannya. Penegakan diagnosis TB

yang paling utama adala melalui pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan TCM,

BTA Sputum, serta pemeriksaan rontgen thorak. Untuk dapat mengetahui serta

1
mencegah penularan lebih meluas maka perlu mengathui lebih lanjut dari penyakit

tuberkulosis ini.5

1.2. Tujuan

1.2.1 Tujuan Umum

Penulisan laporan kasus ini bertujuan untuk melengkapi syarat Kepaniteraan

Klinik Senior (KKS) bagian radiologi di RSI Siti Rahmah Padang 2022.

1.2.2 Tujuan Khusus

Mengetahui dan mememahami mengenai tuberkulosis mulai dari definisi

hingga penatalaksanaan serta pemeriksaan radiologi

1.3. Manfaat

1.3.1 Bagi Penulis

Diharapkan dapat menambah wawasan keilmuan mengenai gambaran

radiologi dari tuberkulosis

1.3.2 Bagi Instusi Pendidikan

Diharapkan dapat menjadi bahan referensi bagi kegiatan yang berkaitan

dengan tuberkulosis

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anantomi paru

Paru adalah organ pernapasan utama yang terletak di rongga dada yang

dilindungi oleh tulang sternum, costae dan cartilago costalis. Paru dibagi menjadi

beberapa lobus oleh fisura yaitu tiga lobus di paru kanan yang dibagi oleh fisura

oblique dan fisura horizontalis, dan dua lobus di paru kiri yang dibagi oleh fisura

oblique. Tiap paru memiliki apeks yang mencapai ujung sternal kosta pertama dan

basis paru terletak di diafragma. Udara bisa sampai ke paru setelah melewati jalan

napas atas yaitu, hidung, faring, laring, trakea, bronkus, bronkiolus dan alveolus. Paru

dilapisi oleh pleura yang terdiri dari pleura visceral yang menempel langsung pada

paru dan pleura parietal yang menempel pada dinding dada, diantara kedua pleura

terdapat cavum pleura. Paru-paru bagian kanan dan bagian kiri dipisahkan oleh

sebuah ruang yang disebut mediastinum.11,12

Gambar 2.1 Anatomi Thoraks normal

3
2.2 Tuberkulosis

2.2.1 Definisi

Tuberkulosis adalah penyakit infeksi menular yang biasanya menyerang

bagian paru dan juga dapat melibatkan organ lain. Penyakit ini disebabkan oleh

bakteri Mycobacterium tuberculosis complex atau yang biasa dikenal sebagai Bakteri

Tahan Asam (BTA). Penularan berlangsung dari penyebaran kuman ke udara dalam

bentuk percikan dahak (droplet nuclei).1,2

2.2.2 Epidemiologi

Secara global, diperkirakan 10,0 juta (kisaran, 8,9-11,0 juta) orang jatuh sakit

dengan TB pada tahun 2019, jumlah yang telah menurun sangat lambat dalam

beberapa tahun terakhir. Diperkirakan ada 1,2 juta (kisaran, 1,1-1,3 juta) kematian TB

di antara orang HIV-negatif pada tahun 2019 (berkurang dari 1,7 juta pada tahun

2000), dan tambahan 208.000 kematian (kisaran, 177.000–242.000) di antara HIV -

orang positif (pengurangan dari 678.000 pada tahun 2000). Pria (berusia 15 tahun)

menyumbang 56% dari orang yang mengembangkan TB pada tahun 2019;

perempuan menyumbang 32% dan anak-anak (berusia <15 tahun) sebesar 12%. Di

antara semua yang terkena dampak, 8,2% adalah orang yang hidup dengan HIV.13

Secara geografis, sebagian besar orang yang mengembangkan TB pada tahun

2019 berada di wilayah WHO Asia Tenggara (44%), Afrika (25%) dan Pasifik Barat

(18%), dengan persentase yang lebih kecil di Mediterania Timur (8,2%), Amerika

(2,9%) dan Eropa (2,5%). Delapan negara menyumbang dua pertiga dari total global:

India (26%), Indonesia (8,5%), Cina (8,4%), Filipina (6,0%), Pakistan (5,7%),

4
Nigeria (4,4%), Bangladesh (3,6%) dan Afrika Selatan (3,6%). 22 negara lain dalam

daftar WHO dari 30 negara dengan beban TB tinggi menyumbang 21% dari total

global.13

2.2.3 Etiologi

Tuberkulisis disebabkan oleh infeksi Mycobacterium Tuberculosis complex.

Mycobacterium tuberculosis merupakan bakteri aerob yang 0,5 µm x 3 µm berbentuk

batang yang tidak berspora. Bakteri ini juga disebut Bakteri Tahan Asam (BTA)

karena dinding Mycobacterium tuberculosis sangat kompleks yang terdiri dari lapisan

lemak yang cukup tinggi. Sifat tahan asam ini juga disebabkan oleh tingginya

kandungan asam mikolat yaitu asam lemak rantai panjang berikatan silang yang

dihubungkan dengan arabinogalaktan oleh ikatan glikolipid dan dengan peptidoglikan

oleh jembatan fosfodiester, unsur lain yang juga mendukung dinding sel bakteri

mycobacterium tuberculosis adalah polisakarida seperti arabinogalaktan dan

arabinomanan.1,6

2.2.4 Faktor resiko

1. Faktor karekteristik individu

a. Jenis kelamin

Laki-laki lebih beresiko terinfeksi tuberculosis disbanding perempuan,

hal ini dapat terjadi karena laki-laki memiliki beban kerja yang lebih berat,

gaya hidup yang tidak sehat seperti merokok, minum alkohol, serta lebih

banyak berinteraksi sosial.7

5
b. Usia

Sebagian besar kasus tuberculosis terjadi pada usia dewasa, hal ini

dapat didasari kelompok usia dewasa merupakan usia produktif yang banyak

berinteraksi secara sosial karena berbagai kegiatan pekerjaan dan mobilitas

yang tinggi yang memungkinkan risiko terpapar dari orang yang positif

tuberkulosis paru. 7

c. Pendidikan

Pendidikan sangat erat hubungan nya dengan kemampuan seseorang

menerima suatu informasi dan pengetahuan yang dimiliki serta berkaitan

dengan kemampuan seseorang dalam mengambil keputusan melakukan

tindakan pencegahan dan pengobatan.7

d. Pekerjaan

Penyakit Tuberkulosis termasuk penyakit kronis yang berdampak pada

produktivitas, pada penderita dengan pekerjaan yang tidak menetap

berdampak pada menurunnya penghasilan sehingga kesulitan dalam

memenuhi kebutuhan keluarga dan menjadi beban keluarga serta secara

epidemiologis berisiko terjadi penularan diantara keluarga di dalam rumah.7

2. Faktor riwayat kontak

Riwayat kontak dengan penderita tuberkulosis dapat menjadi faktor

risiko penularan tuberkulosis hal ini karena percikan dahak (droplet) akan

terhirup ke seseorang yang sehat, Setiap satu orang penderita tuberkulosis

dapat menularkan kepada 10-15 orang.7

6
3. Faktor lingkungan fisik rumah

Kondisi rumah yang langsung berhubungan dengan penularan TB Paru

adalah dimana rumah yang memungkinkan kuman Tuberkulosis hidup lebih

lama yaitu apa bila kurang pencahayaan sinar matahari, lembab dan sirkulasi

udara kurang. Kondisi ventilasi yang kurang baik berhubungan signifikan

dengan kejadian Tuberkulosis hal ini disebabkan karena ruangan dalam rumah

memerlukan udara yang bersirkulasi, dengan bebas maka diperlukan ventilasi

yang memenuhi syarat kesehatan yaitu 15% sampai 20% dari luas lantai.

Pencahayaan juga mempengaruhi kejadian tuberkulosis cahaya matahari yang

kurang menyebabkan kelembaban air yang tinggi dan penurunan suhu rumah

sehingga menjadi bakteri tetap hidup dalam jangka waktu yang lama.7

4. Faktor sosial ekonomi

Penderita Tuberkulosis sebagian besar pada keluarga bepenghasilan

rendah, penghasilan rendah berpengaruh terhadap pembiayaan pengobatan

Tuberkulosis, secara tidak langsung penghasilan rendah memperberat kondisi

penyakit dimana keluarga lebih mementingkan kebutuhan primer dibanding

pengobatan, pemenuhan gizi dan vitamin yang baik.7

2.2.5 Klasifikasi

a. Berdasarkan hasil pemeriksaan dahak (BTA)

 TB paru BTA (+)

 TB paru BTA (-)

7
b. Berdasarkan lokasi

 TB paru

 TB extra paru

c. Berdasarkan tipe pasien

 Kasus baru, bila pasien belum pernah mendapat pengobatan dengan OAT atau

sudah pernah menelan obat kurang dari satu bulan.

 Kasus relaps (kambuh), bila pasien sebelumnya pernah mendapat pengobatan

TB dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap, kemudian kembali

lagi berobat dengan hasil pemeriksaan sputum BTA (+).

 Kasus defaulted atau drop out, bila pasien telah menjalani pengobatan ≥ 1

bulan dan tidak mengambil obat 2 bulan berturut-turut atau lebih sebelum

masa pengobatan selesai.

 Kasus gagal, bila pasien BTA positif yang masif tetap positif atau kembali

positif pada akhir bulan ke 5 atau akhir pengobatan.

 Kasus kronik, bila pasien dengan hasil pemeriksaan BTA masih positif setelah

selesai pengobatan ulang dengan pengobatan kategori 2 dengan pengawasan

yang baik.

 Kasus bekas TB, bila hasil pemeriksaan BTA negatif dan gambaran radiologi

paru menunjukkan lesi TB yang tidak aktif.14

Tuberkulosis extra paru

Tuberkulosis ekstra paru adalah tuberkulosis yang menyerang organ tubuh

lain selain paru, misalnya pleura, kelenjar getah bening, selaput otak, perikard, tulang,

8
persendian, kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat kelamin dan lain-lain. Diagnosis

sebaiknya didasarkan atas kultur positif atau patologi anatomi. Untuk kasus-kasus

yang tidak dapat dilakukan pengambilan spesimen maka diperlukan bukti klinis yang

kuat dan konsisten dengan TB ekstra paru aktif.

2.2.6 Patofisiologi

Patofisiologi Tuberkulosis paru (TB paru) melibatkan inhalasi

Mycobacterium tuberculosis, suatu basil tahan asam. Setelah inhalasi, ada beberapa

kemungkinan perkembangan penyakit yang akan terjadi, yaitu pembersihan langsung

dari bakteri tuberkulosis, infeksi laten, atau infeksi aktif.8

Seorang yang terinfeksi TB memercikan dropletnya baik saat bersin berbicara

dan batuk sehingga menyebabkan kuman masuk ke dalam tubuh seseorang droplets

yang berisi Mycobacterium tuberculosis ini akan masuk sampai di antara terminal

alveoli paru. Organisme kemudian akan tumbuh dan berkembang biak dalam waktu

2-12 minggu sampai jumlahnya mencapai 1000-10.000. tubuh akan mengeluarkan

respon imun seluler yang mampu dideteksi melalui reaksi terhadap tes tuberkulin.

Namun tubuh akan mengirimkan pertahanan berupa sel-sel makrofag yang memakan

kuman-kuman TB ini. Tetapi kemampuan basil tahan asam ini untuk bertahan dan

berproliferasi dalam sel-sel makrofag paru menjadikan organisme ini mampu untuk

menginvasi parenkim, nodus-nodus limfatikus lokal, trakea, bronkus (intrapulmonary

TB), dan menyebar ke luar jaringan paru (extrapulmonary TB). Organ di luar jaringan

paru yang dapat diinvasi oleh Mycobacterium tuberculosis diantaranya adalah sum-

sum tulang belakang, hepar, limpa, ginjal, tulang, dan otak. Penyebaran ini biasanya

9
melalui rute hematogen dan menyebabkan terjadinya reaksi infeksi, kavitas dan

merusak parenkim paru.9,10

2.2.7 Manifestasi Klinis

Diagnosis tuberkulosis dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinik,

pemeriksaan fisik, pemeriksaan bakteriologik, radiologik dan pemeriksaan penunjang

lainnya gejala. Gejala klinik tuberkulosis dapat dibagi menjadi golongan, yaitu gejala

respiratorik (atau gejala organ yang terlibat) dan gejala sistemik.10

1. Gejala respiratorik:

● Batuk ≥ 2 minggu

● Batuk darah

● Sesak napas

● Nyeri dada

Gejala respiratorik ini sangat bervariasi, dari mulai tidak ada gejala sampai

gejala yang cukup berat tergantung dari luas lesi. Bila bronkus belum terlibat dalam

proses penyakit, maka penderita mungkin tidak ada gejala batuk. Batuk yang pertama

terjadi iritasi bronkus, dan selanjutmya batuk diperlukan untuk membuang dahak ke

luar.

Gejala tuberkulosis ekstra paru tergantung dari organ yang terlibat, misalnya

pada limfadenitis tuberkulosa akan terjadi gangguan yang lambat dan tidak nyeri dari

kelenjar getah bening, pada meningitis tuberkulosa akan terlihat gejala meningitis,

sementara pada pleuritis tuberkulosa terdapat gejala sesak nafas dan nyeri pada sisi

rongga pleura yang terdapat cairan.

10
2. Gejala sistemik :

- Penurunan Nafsu makan

- Badan Lemas

- Penurunan berat badan yang tidak di ketahui penyebabnya

- Berkeringat di malam hari tanpa ada aktifitas fisik

- Demam subfebris lebih dari 1 bulan

Gejala ini tidak khas pada pasien koinfeksi HIV dan gejala Tb ekstraparu tergantung

dari organ yang terlibat.1,2.

2.2.8 Diagnosis
A. Anamnesis:15

Keluhan atau hasil anamnesis meliputi: Keluhan yang disampaikan oleh

pasien, dan gejala klinis berdasarkan gejala dan tanda TB yaitu:

 Gejala utama batuk berdahak selama 2 minggu atau lebih, batuk bisa diikuti

gejala tambahan seperti dahak bercampur darah, batuk darah, sesak nafas,

badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan menurun, dan berkeringat

malam hari tanpa melakukan kegiatan fisik, demam meriang lebih dari satu

bulan. Pada pasien dengan HIV positif, batuk sering kali bukan merupakan

gejala TB yang khas, sehingga gejala batuk tidak harus selalu selama 2

minggu atau bisa lebih.

 Gejala diatas bisa juga dijumpai pada penyakit paru selain TB, seperti

bronkiektasis, asma, bronkitis kronis kanker paru, dan lain-lain. Mengingat

prevalensi TB di Indonesia masih tinggi, maka setiap orang yang datang ke

11
fasyankes dengan gejala tersebut, dianggap sebagai terduga pasien TB, dan

perlu dilakukan pemeriksaan dahak secara mikroskopis langsung.

 Selain gejala tersebut, perlu dipertimbangkan pemeriksaan pada orang dengan

faktor risiko yaitu:

a) Kontak erat dengan pasien TB

b) Tinggal di daerah padat penduduk

c) Wilayah kumuh, daerah pengungsian

d) Orang yang bekerja dengan bahan kimia yang berisiko menimbulkan

paparan infeksi paru.

B. Pemeriksaan Fisik:

Pada pemeriksaan fisis kelainana yang akan kita temui tergantung pada organ

yang terlibat. Kelainan paru pada umumnya mengenai daerah lobus superior terutama

daerah apeks dan segmen posterior (S1 dan S2), dan daerah apeks lobus inferior (S6)

Pada pemerikssan fisik ditemukan:6

 Suara nafas bronkial, amforik, suara nafas melemah, ronki basah kasar/halus,

dan tanda-tanda penarikan paru, mediastinum dan diafragma. Pada pleuritis

TB, kelainan pemeriksaan fisik tergantung dari banyaknya cairan di rongga

pleura.

 Pada palpasi ditemukan taktil fremitus meningkat pada salah satu lapang paru

atau keduanya.

 Pada perkusi ditemukan redup arau pekak.

12
 Pada auskultasi ditemukan suara nafas yang melemah sampai tidak terdengar

pada sisi yang terdapat cairan

Pada limfadenitis Tuberkulosa, terlihat pembesaran kelenjar getah bening, paling

sering di daerah leher (pikirkan kemungkinn metastasis tumor), kadang-kadang di

daerah ketiak. Pembesaran kelenjar dapat menjadi “cold abscess”.

C. Pemeriksaan Laboratorium:

I. Pemeriksaan Mikroskopis

Mikroskopis atau pemeriksaan sputum dijadikan tanda yang patognomonis,

dengan ditemukannya kuman BTA, diagnosis tuberkulosis sudah dapat dipastikan. Di

samping itu pemeriksaan sputum juga dapat memberikan evaluasi terhadap

pengobatan yang sudah diberikan. BTA dari sputum bisa juga didapat dengan cara

bilasan bronkus, jaringan paru, pleura, cairan pleura, cairan lambung, jaringan

kelenjar, cairan serebrospinal, urin dan tinja.16

 Mikroskopis biasa: pewarnaan Ziehl-Nielsen

 Mikroskopis fluoresens: pewarnaan Auramin-Rhodamin

Menurut (rekomendasi WHO) pemeriksaan mikroskopis dibaca dengan skala

International Union Against Tuberculosis and Lung Disease (IUDTLD) :6

 Tidak ditemukan BTA dalam 100 lapang pandang, disebut negatif.

 Ditemukan 1-9 BTA dalam 100 lapang pandang, ditulis jumlah kuman yang

ditemukan

 Ditemukan 10-99 BTA dalam 100 lapang pandang disebut + (1+)

 Ditemukan 1-10 BTA dalam 1 lapang pandang, disebut ++ (2+)

13
 Ditemukan > 10 BTA dalam 1 lapang pandang, disebut +++ (3+)

Hasil pemeriksaan dikatakan positif bila apabila sedikitnya 2 dari 3 spesimen SPS

hasilnya positif. Bila hanya 1 spesimen yang positif perlu diadakan pemeriksaan lebih

lanjut yaitu pemeriksaan rontgen dada atau pemeriksaan sputum SPS diulang.

II. Tes Cepat Molekular

Uji tes cepat molekular dapat mengidentiikasi MTB dan bersamaan

melakukan uji kepekaan obat dengan mengidentifikasi materi genetik yang mewakali

resistensi. Uji Tcm umum yang di gunakan adalah GeneXpert MTB/RIF yang

mengidentifikasi MTB resistensi terhadap rifampisin.

2.2.9 Pemeriksaan Radiologis

Pemeriksaan radiologi foto thorax merupakan cara praktis dalam menemukan

lesi tuberculosis. Pemeriksaan ini memang membutuhkan biaya yang lebih

dibandingkan pemeriksaan sputum, tetapi dalam beberapa hal ia mempunyai

keuntungan seperti pada tuberculosis anak-anak dan tuberculosis milier. Pada kedua

hal diatas diagnosis dapat diperoleh melalui pemeriksaan foto thorax, karena

pemeriksaan sputum hampir selalu negative.17

Ada 3 macam proyeksi pemotretan pada foto toraks pasien yang dicurigai TB, yaitu:16

 Proyeksi Postero-Anterior (PA)

Pada posisi PA, pengambilan foto dilakukan pada saat pasien dalam posisi

berdiri, tahan nafas pada akhir inspirasi dalam. Bila terlihat suatu kelainan pada

proyeksi PA, perlu ditambah proyeksi lateral.

14
 Proyeksi Lateral

Pada proyeksi lateral, posisi berdiri dengan tangan disilangkan di belakang

kepala. Pengambilan foto dilakukan pada saat pasien tahan napas dan akhir

inspirasi dalam.

 Proyeksi Top Lordotik

Proyeksi Top Lordotik dibuat bila foto PA menunjukkan kemungkinan

adanya kelainan pada daerah apeks kedua paru. Proyeksi tambahan ini hendaknya

dibuat setelah foto rutin diperiksa dan bila terdapat kesulitan dalam

menginterpretasikan suatu lesi di apeks. Pengambilan foto dilakukan pada posisi

berdiri dengan arah sinar menyudut 35-45 derajat arah caudocranial, agar

gambaran apeks paru tidak berhimpitan dengan klavikula.17

Gambaran radiologi pada tuberculosis paru yang dapat ditemukan dengan

pemeriksaan foto thorax, antara lain:17

a. Tanda tuberculosis primer:

 Daerah konsolidasi pneumonik perifer (fokus ghon) dengan pembesaran

kelenjar hilus mediastinum (kompleks primer). Keadaan ini biasanya

dapat sembuh dengan gambaran kalsifikasi.

 Daerah konsolidasi yang dapat berukuran kecil, lobaris atau lebih luas

hingga seluruh lapangan paru.

15
Gambar 2.2. konsolidasi kavitasi pada lobus atas kiri: tuberculosis aktif

b. Tanda tuberculosis post primer atau tuberculosis reaktif:17

 Konsolidasi bercak terutama pada lobus superior atau daerah apikal pada

lobus inferior yang sering disertai kavitasi.

 Efusi pleura, empiema, atau penebalan pleura.

 Tuberkulosis milier yaitu nodul-nodul diskret berukuran 1-2 mm yang

dapat terdistribusi di seluruh lapangan paru akibat penyebaran

hematogen.

 Limfadenopati mediastinum atau hilus, bukan gambaran tuberculosis

kecuali pada pasien AIDS.

16
Gambar 2.3. Kalsifikasi yang sudah lama sembuh pada fokus tuberkulosis.

c. Tuberkulosis Milier 17

 Foto toraks menunjukkan gambaran klasik pola milier

 Lesi paru berupa gambaran retikulonodular difus bilateral di belakang

bayangan milier yang dapat dilihat pada foto toraks

Gambar 2.4. Tuberculosis milier.

17
d. Tanda tuberculosis pada anak 17

 Pembesaran kelenjar hilus atau paratrakeal dengan/tanpa infiltrate

(visualisasinya selain dengan foto toraks AP, harus disertai foto toraks

lateral).

 Konsolidasi segmental/lobar

 Efusi pleura

 Milier

 Atelektasis

 Kavitas

 Kalsifikasi dengan infiltrat

 Tuberkuloma

Gambar 2.5. Tuberculosis paru pada anak.

Kelainan pada foto toraks bisa sebagai usul tetapi bukan sebagai diagnosa utama

pada TB. Namun, Foto toraks bisa digunakan untuk menyingkirkan kemungkinan TB

paru pada orang-orang yang dengan hasil tes tuberkulin (+) dan tanpa menunjukkan

gejala.

18
 Bila klinis ditemukan gejala tuberkulosis paru, hampir selalu ditemukan

kelainan pada foto rontgen.

 Bila klinis ada dugaan terhadap penyakit tuberkulosis paru, tetapi pada foto

rontgen tidak terlihat kelainan, maka ini merupakan tanda yang kuat bukan

tuberkulosis.

 Sebaliknya, bila tidak ada kelainan pada foto toraks belum berarti tidak ada

tuberkulosis, sebab kelainan pertama pada foto toraks baru terlihat sekurang -

kurangnya 10 minggu setelah infeksi oleh basil tuberkulosis.

 Sesudah sputum positif pada pemeriksaan bakteriologi, tanda tuberkulosis

yang terpenting adalah bila ada kelainan pada foto toraks.

 Ditemukannya kelainan pada foto toraks belum berarti bahwa penyakit

tersebut aktif.

 Pemeriksaan rontgen penting untuk dokumentasi, menentukan lokalisasi,

proses dan tanda perbaikan ataupun perburukan dengan melakukan

perbandingan dengan foto-foto terdahulu.

Pemeriksaan CT-Scan Thorak Tuberkulosis paru

Gambar 2.6 Gambaran Radiologi CT-Scan Tuberkulosis Paru

19
Bentuk ini merupakan yang paling banyak ditemukan pada populasi dewasa.

Disebut juga TB reaktivasi atau TB sekunder. TB paru pascaprimer berasal dari

reaktivasi endogen infeksi laten dan biasanya berlokasi di daerah apeks dan

segmen posterior dari lobus atas dimana konsenterasi oksigen tinggi

menguntungkan pertumbuhan kuman MTB. Sebagai tambahan, segmen superior

dari lobus paru bawah juga kadang terlibat. Keterlibatan parenkim paru bervariasi

mulai dari infiltrat kecil sampai munculnya kavitas yang besar.

2.2.10 Diagnosis Banding

Bronkiektasis, merupakan penyakit paru kronik dengan etiologi yang beragam,

ditandai dengan sindrom klinis batuk kronik, produksi sputum dan eksaserbasi

paru yang berulang. Bronkiektasis adalah suatu penyakit yang ditandai dengan

adaya dilatasi (ektatis) distorsi bronkus lokal yang bersifat patologis dan

berjalan kronik, persisten, atau irreversible.19,20

20
Gambar 2.7. Bronkiektasis

Tumor paru atau kanker paru adalah semua penyakit keganasan di paru,

mencakup keganasan yang berasal dari paru sendiri (primer) Dalam pengertian

klinik yang dimaksud dengan kanker paru primer adalah tumor ganas yang

berasal dari epitel bronkus (karsinoma bronkus = bronchogenic carcinoma).21

Gambar 2.8. Tumor Paru

Pneumonia, adalah infeksi atau peradangan akut di jaringan paru yang disebabkan

oleh berbagai mikroorganisme, seperti bakteri, virus, parasit, jamur, pajanan

bahan kimia atau kerusakan fisik paru. Pneumonia dibagi menjadi tiga yaitu

community acquired pneumonia (CAP) atau pneumonia komunitas, hospital

acquired pneumonia (HAP) dan ventilator associated pneumonia (VAP),

dibedakan berdasarkan darimana sumber infeksi dari pneumonia. Pneumonia

yang sering terjadi dan dapat bersifat serius bahkan kematian yaitu pneumonia

komunitas.18

21
Gambar 2. 9. Pneumonia

2.2.11 Penatalaksanaan
Pasien TB harus diobati dan pengobatannya harus adekuat. Pengobatan TB

memerlukan waktu minimal 6 bulan. Prinsip pengobatan TB adalah menggunakan

multi drugs regimen yang bertujuan untuk mencegah terjadinya resistensi basil TB

terhadap obat. Pengobatan TB terbagi menjadi dua fase, yaitu fase intensif dan fase

lanjutan.8

Fase intensif, obat anti TB (OAT) diberikan setiap hari yang bertujuan untuk

menurunkan kuman TB yang terdapat dalam tubuh pasien dengan cepat serta

meminimalisasi risiko penularan. Durasi pengobatan fase intensif pada pasien TB

adalah dua bulan. Setelah itu, pengobatan dilanjutkan dengan fase lanjutan yang

bertujuan untuk membunuh sisa kuman TB yang tidak mati pada fase intensif dan

22
mencegah terjadinya kekambuhan. Durasi pada fase lanjutan berkisar empat sampai

enam bulan.6

Obat anti TB dibagi dalam dua golongan, yaitu obat lini pertama dan obat lini kedua.

Jenis obat lini pertama adalah :

 Rifampisin

 Isoniazid

 Pirazinamid

 Etambutol

 Streptomisin

Jenis obat lini kedua adalah :

 Kanamisin

 Kapreomisin

 Amikasin

 Kuinolon

 Sikloserin

 Etionamid/Protionamid

 Para-Amino Salisilat (PAS)

A. Obat Anti Tuberkulosis (OAT)

Panduan OAT untuk pengobatan TB sensitif obat (TB-SO) di Indonesia

adalah: 2RHZE/4RH. Pada fase intensif pasien diberikan kombinasi 4 obat yaitu

Rifampisin (R), Isoniazid (H), Pirazinamid (Z), dan Etambutol (E) selama dua bulan.

23
Setelah itu, pemberian Rifampisin (R) dan Isoniazid (H) selama empat bulan pada

fase lanjutan.22

Tabel 2.1. Dosis OAT lini pertama


Dosis Harian
Nama Obat
Dosis(mg/kgBB) Dosis Maksimum (mg)
Rifampisin (R) 10 (8-12) 600
Isoniazid (H) 5 (4-6) 300
Pirazinamid (Z) 25 (20-30)
Etambutol (E) 20 (15-20)
Streptomisin(S) 15 (12-18)

Untuk menunjang kepatuhan berobat, panduan OAT lini pertama telah

dikombinasikan dalam obat Kombinasi Dosis Tetap (KDT).

Tabel 2.2. Dosis OAT untuk pengobatan TB-SO menggunakan tablet Kombinasi
Dosis Tetap (KDT)
Berat Badan (kg) Fase Intensif dengan KDT Fase Lanjutan dengan
RHZE (150/75/400/275) KDT RH (150/75)
Selama 8 minggu Selama 16 minggu
30-37 kg 2 tablet 4 KDT 2 tablet
38-54 kg 3 tablet 4 KDT 3 tablet
≥ 55 kg 4 tablet 4 KDT 4 tablet

Penentuan dosis terapi (KDT) empat obat berdasarkan rentang dosis yang

telah ditentukan oleh World Health Organization (WHO), merupakan dosis efektif

atau masih termasuk batas dosis terapi dan non toksik.

24
BAB III
LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. Sisilia Evi
Jenis kelamin : Perepmuan
Umur : 28 Tahun
Pekerjaan : IRT
Suku : Minang
Alamat : Jl. dadok Tunggul Hitam Koto tengah
Tanggal masuk : 5 Agustus 2022
II. ANAMNESIS
Keluhan utama
Pasien datang ke IGD RSI Siti Rahmah Padang dengan keluhan sesak napas
meningkat sejak 1 hari SMRS.
Riwayat Penyakit Sekarang
- Pasien 28 tahun datang dengan keluhan sesak napas sejak 1 minggu yang lalu
dan memberat sejak 1 hari SMRS
- Sesak sering dirasakan pada saat malam hari, dan saat sedang makan, tetapi tidak
dipengaruhi oleh aktivitas, sesak diraskan 3 kali dalam seminggu
- Saat sesak pasien senang dalam posis setengah duduk
- Pasien juga mengeluhkan batuk yang telah dirasakan sejak 1 bulan ini
- Batuk berdahak berwarna kekuningan, dengan dahak yang mudah dikeluarkan
- Pasien mengalami penurunan nafsu makan, dan merasa lemas sejak 3 hari SMRS
- Batuk berdarah disangkal
- Demam disangkal
- Nyeri dada disangkal
- BAK dan BAB normal
Riwayat Penyakit Dahulu
- Riwayat Hipertensi disangkal

25
- Riwayat Diabetes melitus disangkal
- Riwayat penyakit jantung disangkal
Riwayat Penyakit Keluarga
- Riwayat keluarga minum OAT tidak ada
- Riwayat keluarga asma disangkal
- Riwayat keluarga hipertensi disangkal
- Riwayat keluarga DM disangkal
- Riwayat keluarga penyakit jantung disangkal
Riwayat Psikososial
Seorang wanita 28 tahun, tinggal bersama suami dan anaknya sebagai ibu rumah
tangga. Pasien adalah perokok pasif, tidak pernah mengkonsumi alcohol dan narkoba
III. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : CMC
Berat badan : 57 kg
Tinggi badan : 158 cm
IMT : 22,8 (Overweight)
IV. STATUS GENERALISATA
Kepala
Mata : tidak dilakukan
Mulut : tidak dilakukan
Leher : tidak dilakukan
Thorax
Paru:
 Inspeksi : tidak dilakukan
 Palpasi : tidak dilakukan
 Perkusi : tidak dilakukan
 Auskultasi : tidak dilakukan
Jantung :
 Inspeksi : tidak dilakukan

26
 Palpasi : tidak dilakukan
 Perkusi : tidak dilakukan
 Auskultasi : tidak dilakukan
Abdomen :
 Inspeksi : tidak dilakukan
 Palpasi : tidak dilakukan
 Perkusi : tidak dilakukan
 Auskultasi : tidak dilakukan
Ekstremitas
Ekstremitas superior : tidak dilakukan
Ekstremitas inferior : tidak dilakukan

V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan radiologi, 5 Agustus 2022

Expertise :
Ny. Sisilia Evi, 28 Th
Proyeksi : PA
Trakea : ditengah
Mediastinum : tidak melebar
CTR : Normal

27
Hilus : Normal
Corakan Bronkovaskuler : meningkat
Sinus Costofrenikus : sinistra tumpul, dextra lancip
Diafragma : dekstra sinistra licin
Inspirasi : cukup
Tampak pembercakan yang Sebagian berselubung di lapang atas sampai
bawah terutama kiri
Kesan : TB Paru
Penebalan pleura dd Efusi minimal sinistra

VI. DIAGNOSIS KERJA


Diagnosis : TB paru
VII. PENATALAKSANAAN
Non farmakologis
 hindari cuaca dingin
 hindari paparan polusi udara
Farmakologis
- Nebulisasi salbutamol 2,5 mg
- Cefrixime 100 mg
-

28
BAB IV
PENUTUP

Tuberkulosis adalah suatu penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh

Mycobacterium tuberculosis, Bakteri ini bila sering masuk dan terkumpul di dalam

paru akan berkembang biak menjadi banyak terutama pada orang dengan daya tahan

tubuh yang rendah dan dapat menyebar melalui pembuluh darah atau kelenjar getah

bening. Diagnosis tuberkulosis dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan

fisik dan pemeriksaan penunjang. Secara umum, diagnosis tuberkulosis paru dicurigai

pada pasien dengan manifestasi klinis yang relevan, seperti batuk persisten dan

produktif, hemoptisis, demam, penurunan berat badan, dan riwayat tuberkulosis

sebelumnya. Pengamatan klinis tuberkulosis paru juga dapat dikonfirmasi dengan

temuan rontgen thorax, namun kelainan pada foto toraks bisa sebagai usul tetapi

bukan sebagai diagnosa utama pada TB. Foto toraks bisa digunakan untuk

menyingkirkan kemungkinan TB paru yang dengan hasil tes tuberkulin (+) dan tanpa

menunjukkan gejala. Diagnosis utama dalam meneggakan tuberculosis adalah dengan

pemeriksaan BTA sputum.

29
DAFTAR PUSTAKA

1. Loscalzo J. Harrison Pulmonologi dan Penyakit Kritis. 2nd ed. EGC, 2015.

2. Kemenkes RI. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 67

Tahun 2016 Tentang Penanggulangan Tuberkulosis. Kementeri Kesehat

Republik Indonesia 2017; 163.

3. World Health Organisation. Global Tuberculosis Report 2019. 2019

doi:10.16309/j.cnki.issn.1007-1776.2003.03.004.

4. Wijaya I. Hubungan Pengetahuan Dan Dukungan Keluarga Dengan

Pemeriksaan Dahak Pada Penderita Suspek TBC Di Wilayah Kerja

Puskesmas Brabasan Kabupaten Mesuji. Malahayati Nurs J 2021; 3: 261–

272.

5. Darmayanti S, Soedarsono. Profil kadar adenosin deaminase (ADA) pada

pasien tuberkulosis Paru aktif. J Respir Indo 2021; 41: 1–4.

6. Fathiyah Isbaniah D. Tuberkulosis Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan

di Indonesia. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia: Jakarta, 2021.

7. Pramono JS. Tinjauan Literatur : Faktor Risiko Peningkatan Angka Insidensi

Tuberkulosis. J Ilm Pannmed 2021; 16: 106–113.

8. Loscalzo J. Harrison’s pulmonary and critical care medicine. Edisi 2.

Jakarta: EGC.2015;118-123.

9. WHO. Chronic obstructive pulmonary disease (COPD). November 2016.

10. Australia Department of Health. Chronic respiratory conditions - including

asthma and chronic obstructive pulmonary disease (COPD). November 2015.

30
11. Snell RS . Anatomi klinik untuk mahasiswa kedokteran. Jakarta: EGC; Hal

15. 2011.

12. Sloane E . Anatomy and physiology. Jakarta: EGC; 2014.

13. WHO. Global Tuberculosis Report.2020

14. Anggraini I, Hutabarat B. Pengaruh Karakteristik dan Perilaku terhadap

Kejadian Penyakit TB Paru di Pondok Pesantren Al-Hidayah Kecamatan

Kejuruan Muda Kabupaten Aceh Tamiang Provinsi Aceh Tahun 2019. J

Penyakit Dalam Indonesia. 2021;8(3):119.

15. Australia Department of Health. Chronic respiratory conditions - including

asthma and chronic obstructive pulmonary disease (COPD). November 2015.

16. Fachri M, Fauzi RA, Akaputra R. Gambaran Radiologi Foto Toraks Pasien

TB Paru Resistan Obat dengan dan Tanpa DM Tipe 2 di Rumah Sakit islam

Jakarta Sukapura. 2019;

17. Hardiyanti S. 2018. Karakteristik Pasien Tb Paru Berdasarkan Pemeriksaan

Foto Thorax Di Bagian Radiologi Rsup Dr . Wahidin Sudirohusodo Makassar

Rsup Dr . Wahidin Sudirohusodo Makassar Periode Juni 2016-Juni 2017.

18. PDPI. 2020. PERHIMPUNAN DOKTER PARU INDONESIA (PDPI)

OUTBREAK PNEUMONIA DI TIONGKOK. Jakarta edisi 2020

19. Visser SK, bye P, Morgan L. Management of bronchiectasis in adults.

Medical Journal of Australia. 2018 ; 209 (4) : 177-183.

20. Rahmatullah P. Bronkiektasis. Buku ajar ilmu penyakit dalam edisi VI.

Jakarta: Interna Publishing; 2014 .p. 1684-1691

31
21. Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan Kanker Paru di Indonesia, PDPI

edisi 2020

22. PDPI. 2021. Tuberkulosis Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di

Indonesia. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia : Jakarta.

32

Anda mungkin juga menyukai