Anda di halaman 1dari 52

SURVEILANS PENYAKIT TIDAK MENULAR DIABETES

MELLITUS DI PUSKESMAS RAWAT INAP KEMILING


BANDAR LAMPUNG PERIODE JULI-SEPTEMBER
TAHUN 2021

Disusun oleh:
Adinda Putri (20360137)
Aida Ezza Prastika (20360012)
Airin Shabrina Elta Kusmana (20360057)

Dosen Pembimbing:
dr. Sri Maria Puji Lestari., M.Pd.Ked

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALAHAYATI
RS. PERTAMINABINTANG
AMIN BANDAR LAMPUNG
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadiran Allah SWT atas segala limpahan
rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini
dengan judul” Surveilans Penyakit Tidak Menular Diabetes Mellitus Di
Puskesmas Rawat Inap Kemiling Bandar Lampung Periode Juli – September
Tahun 2021 “ Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada staf Puskesmas
Kemiling Bandar Lampung yang telah membantu penulis dalam memberikan
hasil data rekapitulasi dalam menyelesaikan makalah ini. Penulis menyadari
bahwa tugas ini jauh dari kesempurnaan mempunyai banyak kekurangan dan
kesalahan kritik dan saran sangat diperlukan untuk membangun perubahan yang
lebih baik di kemudian hari. Akhirnya penulis berharap semoga makalah ini dapat
memberikan sumbangan informasi dan pikiran yang dapat membantu kita dalam
menempuh masa depan.

Bandar Lampung, Januari 2022

Penulis

ii
DAFTAR ISI

Halaman Judul.................................................................................................. i
Kata Pengantar ................................................................................................. ii
Daftar Isi........................................................................................................... iii
Daftar Tabel ..................................................................................................... iv
Daftar Gambar.................................................................................................. v
BAB 1 PENDAHULUAN .............................................................................. 1
1.1 Latar Belakang.......................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .................................................................... 3
1.3 Tujuan....................................................................................... 3
1.4 Manfaat..................................................................................... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA.................................................................... 5


2.1 Teori Surveilans........................................................................ 5
2.2 Diabetes Mellitus ...................................................................... 12

BAB III GAMBARAN WILAYAH KERJA ............................................... 23


3.1 Sejarah Puskesmas.................................................................... 23
3.2 Profil Puskesmas Rawat Inap Kemiling .................................... 23
3.3 Keadaan Geografi ..................................................................... 26
3.4 Demografi.............. ................................................................... 27
3.5 Motto......................................................................................... 28
3.6 Tata Nilai................................................................................... 28
3.7 Sumber Daya Manusia.............................................................. 29
3.8 Struktur Organisasi.................................................................... 30
3.9 Program..................... ................................................................ 30
3.10 Sepuluh Besar Penyakit ............................................................ 33

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN..............................................................34


4.1 Gambaran Epidemiologi.................................................................34
4.2 Hasil Epidemiologi.........................................................................35
4.3 Pembahasan....................................................................................38
4.4 Sistem Surveilans Puskesmas Rawat Inap Kemiling.....................41

BAB V KESIMPULAN........................................................................................44
DAFTAR PUSTAKA

iii
DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Luas dan Batas Wilayah UPT. Puskesmas Rawat Inap Kemiling.........26
Tabel 3.2 Data Penduduk di Wilayah Kerja Puskesmas Rawat Inap Kemiling . 27
Tabel 3.3 Sumber Daya Manusia Puskesmas Rawat Inap Kemiling.....................29
Tabel 3.4 Sepuluh Besar Penyakit.........................................................................33
Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Usia.......................................................................35
Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Jenis Kelamin.......................................................36
Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Jumlah Kasus.......................................................37

iv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 3.1. Peta Wilayah Kerja Puskesmas Rawat Inap
Kemiling.................................................................................................................26
Gambar 3.2 Struktur Organisasi Puskesmas Rawat Inap
Kemiling......................30
Gambar 4.1 Distribusi Frekuensi Usia, Jenis Kelamin, Jumlah

Kasus.................38

v
BAB I

PENDAHULUA

1.1 Latar Belakang

Penyakit Tidak Menular (PTM) menjadi penyebab kematian secara

global. Saat ini penyakit tidak menular (PTM) merupakan penyebab

kematian hampir 70% di dunia. Penyakit tidak menular (PTM) merupakan

penyakit kronis yang tidak ditularkan dari orang ke orang (Kemenkes RI,

2019). Penyakit Tidak Menular (PTM) masih menjadi salah satu masalah

kesehatan yang menjadi perhatian di Indonesia saat ini. Hal ini dikarenakan

munculnya penyakit tidak menular secara umum disebabkan oleh pola hidup

masyarakat yang kurang memperhatikan kesehatan. Penyakit tidak menular

disebut juga sebagai new communicable diseases karena penyakit ini di

anggap dapat menular, yaitu melalui gaya hidup. (Sri Lestari, 2016).

Diabetes mellitus (DM) merupakan salah satu PTM yang semakin

meningkat prevalensinya. DM merupakan penyakit menahun dimana kadar

gula darah (glukosa) menimbun dan melebihi nilai normal. Penyakit DM

disebabkan oleh gangguan produksi insulin oleh kelenjar pankreas atau bisa

juga dikatakan gangguan fungsi hormon insulin. Hormon insulin berfungsi

untuk mengatur keseimbangan kadar gula dalam darah. Sebagai akibat dari

gangguan produksi atau fungsi insulin, akan terjadi kenaikan kadar gula

dalam darah diatas batas normal (Kemenkes RI, 2020).

Menurut WHO sekitar 422 juta orang di seluruh dunia menderita

1
diabetes, mayoritas tinggal di negara berpenghasilan rendah dan menengah,

dan 1,6 juta kematian secara langsung dikaitkan dengan diabetes setiap

tahun. Baik jumlah kasus maupun prevalensi diabetes terus meningkat

selama beberapa dekade terakhir. Antara tahun 2000 dan 2016, ada

peningkatan 5% dalam kematian dini akibat diabetes.

Di negara-negara berpenghasilan tinggi angka kematian dini akibat

diabetes menurun dari tahun 2000 hingga 2010 tetapi kemudian meningkat

pada 2010-2016. Di negara-negara berpenghasilan menengah ke bawah,

angka kematian dini akibat diabetes meningkat di kedua periode tersebut.

Sebaliknya, kemungkinan kematian akibat salah satu dari empat penyakit

tidak menular utama (penyakit kardiovaskular, kanker, penyakit pernapasan

kronis atau diabetes) antara usia 30 dan 70 tahun menurun sebesar 18%

secara global antara tahun 2000 dan 2016 (WHO, 2020).

Jumlah penderita diabetes mellitus pada penduduk usia 20-79 tahun

beberapa negara di dunia yang telah mengindentifikasi 10 negara dengan

jumlah penderita tertinggi. Cina, India dan Amerika Serikat menempati

urutan tiga teratas dengan jumlah penderita 116,4 juta,77 juta, 31 juta.

Indonesia berada di peringkat ke-7 dengan jumlah 10,7 juta. Indonesia

menjadi satu-satunya negara Asia Tenggara dengan jumlah prevalensi

tertinggi (Kemenkes,2020).

Di Indonesia prevalensi diabetes melitus pada tahun 2018 sebesar 2%

jumlah ini naik dibandingkan pada tahun 2015 sebesar 1,5%.Di Provinsi

Lampung ada 3 besar penyakit tidak menular terbanyak seperti hipetensi

sebesar 62,41%, diabetes mellitus sebesar 20,87% dan obesitas sebesar

11,82%. Selain itu, di Provinsi Lampung pada tahun 2018 ada 3 Kota atau

2
Kabupaten yang memiliki presentasi terbesar masalah penyakit diabetes

3
melitus yaitu Metro sebesar 3,3%, Bandar Lampung sebesar 2,3% dan

Pringsewu sebesar 1,8% (Riskesdas Provinsi Lampung, 2018).

1.2 Rumusan Masalah

Bagaimana gambaran surveilans epidemiologi penyakit diabetes

mellitus di Puskesmas Rawat Inap Kemiling Bandar Lampung bulan Juli –

September 2021?

1.3 Tujuan

1.3.1 Tujuan Umum

Mengetahui gambaran pelaksanaan surveilans tentang epidemiologi

Diabetes Mellitus pada kawasan wilayah kerja Puskesmas Rawat Inap

Kemiling Bandar Lampung bulan Juli – September 2021.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Mengetahui gambaran surveilans Diabetes Mellitus berdasarkan

kelompok umur di Puskesmas Rawat Inap Kemiling Bandar Lampung

bulan Juli – September 2021

2. Mengetahui gambaran surveilans Diabetes Mellitus berdasarkan jenis

kelamin di Puskesmas Rawat Inap Kemiling Bandar Lampung bulan

Juli – September 2021

3. Mengetahui gambaran surveilans Diabetes Mellitus berdasarkan

jumlah kasus di Puskesmas Rawat Inap Kemiling Bandar Lampung

bulan Juli – September 2021.

4
1.4 Manfaat

1.4.1 Bagi Mahasiswa

Untuk meningkatkan pengetahuan dan mendapatkan pemahaman

terkait pelaksanaan sistem surveilans Diabetes Mellitus dengan terlibat

langsung dan mendapatkan pengalaman dalam melakukan kegiatan

surveilans Diabetes Mellitus.

1.4.2 Bagi Puskesmas

Untuk membantu Puskesmas dalam memberikan gambaran surveilans

penyakit Diabetes Mellitus. Serta, untuk meningkatkan derajat kesehatan

masyarakat di wilayah kerja Puskesmas Rawat Inap Kemiling Bandar

Lampung dalam hal pencegahan dan pengobatan penyakit Diabetes

Mellitus.

5
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Teori Surveilans

2.1.1 Definisi Surveilans

Istilah surveilans berasal dari bahasa Prancis, yaitu “surveillance”,

yang berarti “mengamati tentang sesuatu”. Menurut Last (2001) survailans

adalah proses pengumpulan pengolahan analisis dan interpretasi data secara

sistimatik dan terus-menerus serta diseminasi (penyebarluasan) informasi

secara tepat waktu kepada unit yang membutuhkan untu3k dapat diambil

tindakan yang tepat. Surveilans kesehatan masyarakat adalah pengumpulan,

analisis, dan analisis data secara terus menerus dan sistematis yang

kemudian didiseminasikan (disebarluaskan) kepada pihak-pihak yang

bertanggungjawab dalam pencegahan penyakit dan masalah kesehatan

lainnya (DCP2, 2008).

Surveilans memantau terus-menerus kejadian dan kecenderungan

penyakit, mendeteksi dan memprediksi outbreak pada populasi, mengamati

faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian penyakit, seperti perubahan-

perubahan biologis pada agen, vektor, dan reservoir, Selanjutnya surveilans

menghubungkan informasi tersebut kepada pembuat keputusan agar dapat

dilakukan langkah-langkah pencegahan dan pengendalian penyakit (Last,

2001), Kadang digunakan istilah surveilans epidemiologi, Baik surveilans

kesehatan masyarakat maupun surveilans epidemiologi hakikatnya sama

saja, sebab menggunakan metode yang sama, dan tujuan epidemiologi

adalah untuk mengendalikan masalah kesehatan masyarakat, sehingga

6
epidemiologi dikenal sebagai sains inti kesehatan masyarakat (core science

of public health) (DCP2, 2008).

Program Surveilans adalah program pengamaan dan pemantauan

penyakit di lapangan yang memiliki tugas dan fungsi mengumpulkan dan

mengolah data, menganalisis dan menginterpretasi data, menyebarluaskan

hasil analisis serta mengevaluasi hasil cakupan. Di lapangan, survelans

penyakit dilaksanakan untuk mengetahui besar kecilnya kejadian penyakit

dan indikasi-indikasi penularan/meluasnya kasus melalui kajian-kajian

tertentu. Setiap instansi kesehatan pemerintah, instansi kesehatan provinsi,

instansi kesehatan kabupaten/kota dan lembaga kesehatan masyarakat dan

swasta diwajibkan untuk menyelenggarakan surveilans epidemiologi.

Kegiatan dari unit surveilans ini adalah melakukan pengumpulan,

pencatatan, dan pelaporan data baik secara aktif maupun pasif (kompilasi

dan analisis data) serta penentuan tindak lanjut/cara penanggulangan

masalah (Pavlin,2019).

Surveilans berbeda dengan pemantauan (monitoring) biasa. Surveilans

dilakukan secara terus menerus tanpa terputus, sedang pemantauan

dilakukan intermiten atau episodik. Dengan mengamati secara terus-

menerus dan sistematis maka perubahan-perubahan kecenderungan penyakit

dan faktor yang mempengaruhinya dapat diamati atau diantisipasi, sehingga

dapat dilakukan langkah-langkah investigasi dan pengendalian penyakit

dengan tepat (McNabb dkk, 2018).

Untuk menggambarkan tingkat prevalensi penyakit di wilayah kerja

Puskesmas Kemiling maka disusun laporan tentang penyakit diabetes

7
mellitus disekitar wilayah kerja Puskesmas Rawat Inap Kemiling Bandar

Lampung. Penyakit diabetes mellitus tersebut merupakan salah satu

penyakit penyerta terbanyak pada kunjungan pasien ke Puskesmas Rawat

Inap Kemiling Bandar Lampung. Sehingga dapat digunakan sebagai acuan

dalam perencanaan upaya-upaya pencegahan berbagai penyakit (DCP2,

2008).

2.1.2 Komponen Surveilans

Dalam melakukan surveilans penyakit terdapat beberapa komponen

surveilans didalamnya, yaitu:

1. Pengumpulan data

Pengambilan data dilakukan secara manual atau menggunakan data

sekunder, yaitu dengan cara merekap data yang ada di Puskesmas

Rawat Inap Kemiling Bandar Lampung. Selanjutnya data mentah

tersebut di input kedalam program- program yang sudah ada agar

dapat dengan mudah untuk memilah- milahnya sesuai dengan yang

kita perlukan.

2. Pengolahan data

Dilakukan kompilasi terhadap data yang telah terkumpul untuk

kemudian dianalisis dan disajikan dalam bentuk tabel, grafik maupun

peta yang dirinci berdasarkan golongan umur, jenis kelamin, waktu,

tempat, dan lain-lain. Pengolahan data yang dilakukan sebelumnya

adalah dengan merekap data yang diperoleh dari Puskesmas Rawat

Inap Kemiling Bandar Lampung menggunakan cara manual.

Selanjutnya data yang telah terurut berdasarkan orang, tempat, dan

waktu tersebut di input kedalam program SPSS untuk lebih


8
memudahkan kita dalam menganalisis data.

3. Analisis dan interpretasi data

Analisis data yang kami lakukan yaitu menggunakan anilisis

Bivariat dengan membuat Tabel (menghitung proporsi), Grafik

(analisis kecenderungan) dan Peta (analisis tempat dan waktu). Hasil

analisis dan interpretasi data berupa informasi Epidemiologi. Oleh

karena belum adanya sistem pencatatan yang lebih rinci maka analisis

data menjadi tidak maksimal terutama analisa terhadap tempat atau

daerah yang cenderung memiliki jumlah kasus yang tinggi.

Surveilans epidemiologi adalah kegiatan analisis secara sistematik

dan terus-menerus terhadap masalah kesehatan dan kondisi yang

mempengaruhi terjadinya peningkatan dan penularan penyakit atau

masalah kesehatan tersebut agar dapat melakukan tindakan

penanggulangan secara efektif dan efisien melalui proses

pengumpulan data, pengolahan, dan penyebaran informasi

epidemiologi kepada penyelenggara program kesehatan.

4. Penyebaran data

Kesimpulan yang telah diambil disebarkan kepada pihak-pihak

yang berkepentingan (Pavlin,2019).

2.1.3 Tujuan Surveilans

Tujuan survailans epidemiologi, yaitu:

1. Memprediksi dan mendeteksi dini epidemic (out break).

2. Memonitor, mengevaluasi, dan memperbaiki program pencegahan dan

pengendalian penyakit.
9
3. Memasok informasi untuk penentuan prioritas, pengambilan

kebijakan, perencanaan, implementasi, dan alokasi sumber daya

kesehatan.

4. Monitoring kecenderungan penyakit endemis dan mengestimasi

dampak penyakit dimasa mendatang.

5. Mengindentifikasi kebutuhan riset dan investigasi lebih lanjut

(Pavlin,2019).

2.1.4 Syarat-Syarat Surveilans

Syarat-syarat sistem surveilans yang baik hendaknya memenuhi

karakteristik sebagai berikut (Bensimon, 2015), yaitu:

1. Kesederhanaan (Simplicity)

Kesederhanaan sistem surveilans menyangkut struktur dan

pengorganisasian sistem. Besar dan jenis informasi yang diperlukan

untuk menunjang diagnosis, sumber pelapor, cara pengiriman data,

organisasi yang menerima laporan, kebutuhan pelatihan staf,

pengolahan dan analisa data perlu dirancang agar tidak membutuhkan

sumber daya yang terlalu besar dan prosedur yang terlalu rumit.

2. Fleksibilitas (Flexibility)

Sistem surveilans yang fleksibel dapat menyesuaikan diri dalam

mengatasi perubahan-perubahan informasi yang dibutuhkan atau

kondisi operasional tanpa memerlukan peningkatan yang berarti akan

kebutuhan biaya, waktu dan tenaga.

10
3. Dapat diterima (Acceptability)

Penerimaan terhadap sistem surveilans tercermin dari tingkat

partisipasi individu, organisasi dan lembaga kesehatan. lnteraksi

sistem dengan mereka yang terlibat, temasuk pasien atau kasus yang

terdeteksi dan petugas yang melakukan diagnosis dan pelaporan

sangat berpengaruh terhadap keberhasilan sistem tesebut. Beberapa

indikator penerimaan terhadap sistem surveilans adalah jumlah

proporsi para pelapor, kelengkapan pengisian formulir pelaporan dan

ketepatan waktu pelaporan. Tingkat partisipasi dalam sistem

surveilans dipengaruhi oleh pentingnya kejadian kesehatan yang

dipantau, pengakuan atas kontribusi mereka yang terlibat dalam

sistem, tanggapan sistem terhadap saran atau komentar, beban sumber

daya yang tersedia, adanya peraturan dan perundangan yang

dijalankan dengan tepat.

4. Sensitivitas (Sensitivity)

Sensitivitas suatu surveilans dapat dinilai dari kemampuan

mendeteksi kejadian kasus-kasus penyakit atau kondisi kesehatan

yang dipantau dan kemampuan mengidentifikasi adanya KLB.

Faktor-faktor yang berpengaruh adalah :

1) Proporsi penderita yang berobat ke pelayanan kesehatan.

2) Kemampuan mendiagnosa secara benar dan kemungkinan

kasus yang terdiagnosa akan dilaporkan.

3) Keakuratan data yang dilaporkan

11
5. Nilai Prediktif Positif (Positive predictive value)

Nilai Prediktif Positif adalah proporsi dari yang diidentifikasi

sebagai kasus, yang kenyataannya memang menderita penyakit atau

kondisi sasaran surveilans. Nilai Prediktif Positif menggambarkan

sensitivitas dan spesifisitas serta prevalensi/ insidensi penyakit atau

masalah kesehatan di masyarakat.

6. Representatif (Representative)

Sistem surveilans yang representatif mampu mendeskripsikan

secara akurat distribusi kejadian penyakit menurut karakteristik orang,

waktu dan tempat. Kualitas data merupakan karakteristik sistem

surveilans yang representatif. Data surveilans tidak sekedar

pemecahan kasus-kasus tetapi juga diskripsi atau ciri-ciri demografik

dan infomasi mengenai faktor resiko yang penting.

7. Tepat Waktu

Ketepatan waktu suatu sistem surveilans dipengaruhi oleh

ketepatan dan kecepatan mulai dari proses pengumpulan data,

pengolahan analisis dan interpretasi data serta penyebarluasan

informasi kepada pihak-pihak yang berkepentingan. Pelaporan

penyakit-penyakit tertentu perlu dilakukan dengan tepat dan cepat

agar dapat dikendalikan secara efektif atau tidak meluas sehingga

membahayakan masyarakat. Ketepatan waktu dalam sistem surveilans

dapat dinilai berdasarakan ketersediaan infomasi untuk pengendalian

penyakit baik yang sifatnya segera maupun untuk perencanaan

program dalam jangka panjang.Tekhnologi komputer dapat sebagai

12
faktor pendukung sistem surveilans dalam ketepatan waktu

penyediaan informasi.

2.2 Diabetes Mellitus

2.2.1 Definisi Diabetes Mellitus

Diabetes Melitus adalah suatu penyakit metabolik yang ditandai

dengan adanya hiperglikemia yang terjadi karena pankreas tidak mampu

mensekresi insulin, gangguan kerja insulin, ataupun keduanya. Dapat terjadi

kerusakan jangka panjang dan kegagalan pada berbagai organ seperti mata,

ginjal, saraf, jantung, serta pembuluh darah apabila dalam keadaaan

hiperglikemia kronis (American Diabetes Association, 2020).

Diabetes Melitus atau sering disebut dengan kencing manis adalah

suatu penyakit kronik yang terjadi ketika tubuh tidak dapat memproduksi

cukup insulin atau tidak dapat menggunakan insulin (resistensi insulin), dan

di diagnosa melalui pengamatan kadar glukosa di dalam darah. Insulin

merupakan hormon yang dihasilkan oleh kelenjar pankreas yang berperan

dalam memasukkan glukosa dari aliran darah ke sel-sel tubuh untuk

digunakan sebagai sumber energi (IDF, 2019).

Diabetes Melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik

dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi

insulin, kerja insulin atau kedua-duanya (PERKENI, 2015). Diabetes

Melitus merupakan kondisi saat gula darah dalam tubuh tidak terkontrol

akibat gangguan sensitivitas sel beta pankreas untuk menghasilkan hormon

insulin yang berperan sebagai pengontrol kadar gula darah dalam tubuh

(Lestari, 2016).

13
2.2.2 Klasifikasi Diabetes Mellitus

Menurut American Diabetes Association (ADA) tahun 2020,

klasifikasi DM yaitu DM tipe 1, DM tipe 2, DM gestasional, dan DM tipe

lain. Namun jenis DM yang paling umum yaitu DM tipe 1 dan DM tipe 2.

1) Diabetes Melitus Tipe I

DM tipe 1 merupakan proses autoimun atau idiopatik dapat

menyerang orang semua golongan umur, namun lebih sering terjadi pada

anak-anak. Penderita DM tipe 1 membutuhkan suntikan insulin setiap hari

untuk mengontrol glukosa darahnya (IDF, 2019). DM tipe ini sering disebut

juga Insulin Dependent Diabetes Mellitus (IDDM), yang berhubungan

dengan antibody berupa Islet Cell Antibodies (ICA), Insulin Autoantibodies

(IAA), dan Glutamic Acid Decarboxylase Antibodies (GADA). 90% anak-

anak penderita IDDM mempunyai jenis antibodi ini (IDF, 2019).

2) Diabetes Mellitus Tipe II

DM tipe 2 atau yang sering disebut dengan Non Insulin Dependent

Diabetes Mellitus (NIDDM) adalah jenis DM yang paling sering terjadi,

mencakup sekitar 85% pasien DM. Keadaan ini ditandai oleh resistensi

insulin disertai defisiensi insulin relatif. DM tipe ini lebih sering terjadi pada

usia diatas 40 tahun, tetapi dapat pula terjadi pada orang dewasa muda dan

anak-anak (Lestari, 2016).

3) Diabetes Mellitus Gestational

Diabetes yang didiagnosis pada trimester kedua atau ketiga kehamilan

dan tidak mempunyai riwayat diabetes sebelum kehamilan (ADA, 2020).

14
4) Diabetes Mellitus Tipe Lain

Contoh dari DM tipe lain (ADA, 2020), yaitu :

 Sindrom diabetes monogenik (diabetes neonatal)

 Penyakit pada pankreas

 Diabetes yang diinduksi bahan kimia (penggunaan

glukortikoid pada HIV/AIDS atau setelah transplantasi organ)

2.2.3 Faktor Risiko Diabetes Mellitus

Berdasarkan hasil konsesus PERKENI (Perhimpunan Endokrinologi

Indonesia) tahun 2015, terdapat dua jenis faktor risiko diabetes mellitus,

yaitu:

1. Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi, antara lain:

 Ras dan etnik, contohnya ialah suku minang atau suku sunda.

 Riwayat keluarga dengan diabetes (anak penyandang diabetes).

 Umur. Resiko untuk menderita intoleransi glukosa meningkat

seiring dengan meningkatnya usia. Usia >45 tahun harus dilakukan

pemeriksaan DM.

 Riwayat melahirkan bayi dengan BB lahir bayi >4000 gram atau

riwayat pernah menderita DM Gestasional (DMG).

 Riwayat lahir dengan berat badan rendah, kurang dari 2,5 kg. Bayi

yang lahir dengan BB rendah mempunyai risiko yang lebih tinggi

disbanding dengan bayi lahir dengan BB normal.

2. Faktor risiko yang dapat dimodifikasi

 Berat badan lebih (IMT >23 kg/m2)

Kelebihan berat badan merupakan salah satu faktor risiko diabetes

mellitus. Cara sederhana untuk mengetahui kelebihan berat badan

15
adalah dengan menghitung IMT. Penggunaan IMT disini hanya

berlaku untuk orang dewasa >18 tahun dan tidak dapat diterapkan

untuk pengukuran status gizi bayi anak, remaja dan ibu hamil.

 Obesitas Abdominal/Sentral

Pada obesitas sentral terjadi resistensi insulin di hati yang

mengakibatkan peningkatan Free Fatty Acid (Asam lemak bebas)

dan oksidasinya. FFA dapat menyebabkan gangguan metabolism

glukosa baik secara oksidatif maupun non-oksidatif sehingga

mengganggu pemakaian glukosa oleh jaringan perifer. Obesitas

abdominal berhubungan dengan sindroma dismetabolik

(dyslipidemia, hiperglikemia, hipertensi) yang didasari oleh

resistensi insulin.

 Kurangnya aktivitas fisik

Kebugaran jasmani erat kaitannya dengan kesehatan seseorang

khususnya dari segi jumlah aktivitas fisik yang dilakukannya. Pada

umumnya diabetes mellitus tipe II di derita oleh orang yang

mengalami obesitas 80% (Depkes RI, 2018). Menurut Chevau dan

Kaufman (1989) latihan fisik/olahraga pada diabetisi dapat

menyebabkan peningkatan pemakaian glukosa darah oleh otot,

sehingga latihan fisik dapat menurunkan kadar lemak dalam tubuh,

kadar glukosa darah, sensitivitas insulin, menurunkan stres dan

dapat mencegah diabetes mellitus tipe II.

 Hipertensi (>140/90 mmHg)

 Dislipidemia (HDL <35 mg/dL dan atau trigliserida >250 mg/dL)

16
Dislipidemia pada diabetes dapat meningkatkan risiko terjadinya

komplikasi kardiovaskuler.

 Diet tidak seimbang dengan tinggi gula dan rendah serat

Konsumsi makanan yang tidak seimbang merupakan salah satu

faktor risiko diabetes mellitus. Perencanaan makan yang dianjurkan

seimbang oleh Depkes RI tahun 2008 adalah melalui komposisi

energy yang dihasilkan oleh karbohidrat, protein dan lemak. Seperti

karbohidrat harus memenuhi 45-65%, protein harus memenuhi 10-

20% dan lemak 20-25%.

 Riwayat Toleransi Glukosa Terganggu (TGT)

Seseorang dengan TGT disebut sebagai gangguan intoleransi

glukosa yang merupakan tahapan sementara untuk menuju DM.

 Merokok

Rokok yang mengandung nikotin dapat menyebabkan pengurangan

sensitivitas insulin dan meningkatkan terjadinya resistensi insulin.

Pada kondisi hiperglikemi, nikotin dan karbon onoksida dapat

mempercepat terjadinya penggumpulan darah.

2.2.4 Manifestasi Klinik

Beberapa gejala DM tipe 2 yaitu sering berkemih (poliuria),

meningkatnya rasa haus (polidipsia), banyak makan (polifagia), kehilangan

berat badan secara drastis, pandangan kabur, dan merasa kelelahan (fatigue).

Selain itu, ditandai dengan sering buang air kecil pada malam hari (nokturia)

dan lesu (lethargy) (Ishak, 2017).

17
2.2.5 Diagnosis

Kriteria Diagnosis Diabetes Melitus adalah sebagai berikut (ADA, 2020):

 Kadar glukosa darah puasa ≥ 126 mg/dL. Puasa adalah kondisi tidak

ada asupan kalori minimal 8 jam.

 Glukosa plasma 2 jam setelah makan ≥ 200 mg/dL. Tes Toleransi

Glukosa Oral (TTGO) adalah pemeriksaan glukosa setelah mendapat

pemasukan glukosa yang setara dengan 75 gram glukosa anhidrat

yang dilarutkan dalam air.

 Nilai A1C ≥ 6,5% . Dilakukan pada sarana laboratorium yang telah

terstandardisasi dengan baik.

 Pemeriksaan glukosa plasma sewaktu ≥ 200 mg/dl dengan keluhan

klasik (poliuria, polidipsi, dan polifagia).

2.2.6 Patofisiologi

Gangguan-gangguan patofisiologi DM dikaitkan dengan

ketidakmampuan tubuh untuk merombak glukosa menjadi energi karena

tidak ada atau kurangnya produksi insulin di dalam tubuh. Insulin adalah

suatu hormon pencernaan yang dihasilkan oleh kelenjar pankreas dan

berfungsi untuk memasukkan gula ke dalam sel tubuh untuk digunakan

sebagai sumber energi. Pada penderita DM, insulin yang dihasilkan tidak

mencukupi sehingga gula menumpuk dalam darah (Agoes dkk, 2013)

Patofisiologi pada DM tipe 1 terdiri atas autoimun dan non-imun. Pada

autoimun-mediated DM, faktor lingkungan dan genetik diperkirakan

menjadi faktor pemicu kerusakan sel beta pankreas. Tipe ini disebut tipe 1A.

Sedangkan tipe non-imun, lebih umun daripada autoimun. Tipe non-imun

18
terjadi sebagai akibat sekunder dari penyakit lain seperti pankreatitis atau

gangguan idiopatik (Notoadmojo,2010).

DM tipe 2 adalah hasil dari gabungan resistensi insulin dan sekresi

insulin yang tidak adekuat, hal tersebut menyebabkan predominan resistensi

insulin sampai dengan predominan kerusakan sel beta. Kerusakan sel beta

yang ada bukan suatu autoimun mediated. Pada DM tipe 2 tidak ditemukan

pertanda autoantibodi. Pada resistensi insulin, konsentrasi insulin yang

beredar mungkin tinggi tetapi pada keadaan gangguan fungsi sel beta yang

berat kondisinya dapat rendah. Pada dasarnya resistensi insulin dapat terjadi

akibat perubahan-perubahan yang mencegah insulin untuk mencapai

reseptor (praresptor), perubahan dalam pengikatan insulin atau transduksi

sinyal oleh resptor, atau perubahan dalam salah satu tahap kerja insulin

pascareseptor. Semua kelainan yang menyebabkan gangguan transport

glukosa dan resistensi insulin akan menyebabkan hiperglikemia sehingga

menimbulkan manifestasi DM (ADA,2020).

2.2.7 Komplikasi

Komplikasi akan mempengaruhi dan mengganggu berbagai organ

yang sering terjadi pada pasien DM karena tingginya kadar glukosa dalam

darah. Komplikasi DM tipe 2 ada yang bersifat akut dan kronis. Diabetes

ketoasidosis, hiperosmolar non ketotik, dan hipoglikemia merupakan

komplikasi akut, sedangkan komplikasi kronis yang bersifat menahun,

yaitu:

1. Makroangiopati merupakan komplikasi pada pembuluh darah besar

seperti otak, jantung, dan arteri perifer.

2. Mikroangiopati merupakan komplikasi pada pembuluh darah kecil.


19
Terdapat 2 bentuk komplikasi mikroangiopati, yaitu:

a) Retinopati, adalah gangguan penglihatan hingga kebutaan pada

retina mata. Gangguan lainnya seperti kebutaan, makulopati

(meningkatnya cairan di bagian tengah retina), katarak, dan

kesalahan bias (adanya perubahan ketajaman lensa mata yang

dipengaruhi oleh konsentrasi glukosa dalam darah)

Nefropati diabetik, adalah komplikasi yang ditandai dengan

kerusakan ginjal sehingga racun didalam tubuh tidak bisa

dikeluarkan dan menyebabkan proteinuria (terdapat protein

pada urin

3. Neuropati ditandai dengan hilangnya sensasi distal dan berisiko

tinggi mengalami amputasi, nyeri pada malam hari, bergetar dan

kaki terasa terbakar (Perkeni, 2015). Penyempitan pembuluh darah

pada jantung merupakan ciri dari penyakit pembuluh darah perifer

yang diikuti dengan neuropati (Perkeni, 2015)

2.2.8 Penatalaksanaan

Pilar penatalaksanaan DM yaitu edukasi berupa perawatan diri bagi

pasien dan keluarga, terapi nutrisi medis atau diet, latihan aktivitas fisik, dan

terapi farmakologi (Perkeni, 2015). Langkah-langkah pendekatan non

farmakologi dikombinasikan dengan terapi farmakologi atau medikamentosa

untuk mencapai sasaran pengendalian DM. Dalam melakukan pemilihan

intervensi farmakologis perlu diperhatikan titik kerja obat sesuai dengan

macam-macam penyebab terjadinya hiperglikemia. Contoh obat

penatalaksanaan farmakologi DM adalah Sulfonilurea, Metformin, Acarbose,


20
Sitagliptin, dan Canagliflozin (Perkeni, 2015). Penatalaksanaan edukasi

perawatan diri pasien DM tipe 2, tidak hanya bagi pasien tapi juga bagi

keluarga. Edukasi berguna untuk mengajak keluarga mengetahui perawatan

diri penyandang DM. Keluarga berperan sebagai pemberi dukungan bagi

anggota keluarga yang lain untuk melakukan suatu perilaku sehat yang

diharapkan, oleh karena itu keluarga dapat dijadikan sasaran edukasi sebagai

pendukung perawatan diri pasien DM (ADA,2020)

Perawatan diri adalah konsep yang melibatkan berbagai aspek

perilaku manusia. Perawatan diri merupakan salah satu usaha pencegahan

komplikasi dan untuk menurunkan angka kematian yang tinggi akibat DM

(Kemenkes RI, 2019). Pasien DM memerlukan pengontrolan diri yang

efektif untuk mencegah komplikasi. Perawatan diri yang baik dan benar

pada pasien diabetes melitus termasuk pengendalian faktor risikonya, dapat

menurunkan angka kesakitan berulang, komplikasi dan kematian yang

disebabkan oleh penyakit tersebut. Perawatan diri pasien diabetes melitus

meliputi perencanaan diet, kepatuhan minum obat, pemantauan gula darah,

dan pelaksanaan aktivitas fisik yang teratur. Ada beberapa faktor-faktor

yang berpotensi mempengaruhi individu dalam meningkatkan atau

menurunkan aktivitas dan perilaku perawatan diri. Faktor yang menurunkan

perilaku perawatan diri pasien DM yaitu penurunan motivasi (rasa malas

dan jenuh), penurunan kemampuan fisik (mudah lelah) sehingga malas

melakukan aktivitas fisik, dan kurangnya pengetahuan tentang perawatan

diri (Khairnar et al., n.d.). Untuk mengatasi faktor yang menurunkan

perilaku perawatan diri tersebut pasien DM membutuhkan dukungan dan

kerja sama dari keluarga, keluarga perlu terlibat pada perawatan diri pasien

21
DM (Lestari,2016).

1. Peran Keluarga

Keluarga merupakan penyedia pelayanan kesehatan utama bagi pasien

yang mengalami penyakit kronik seperti penyakit diabetes mellitus.

Dukungan keluarga adalah sikap, tindakan dan penerimaan keluarga

terhadap penderita yang sakit. Dukungan bisa berasal dari orang lain

(orangtua, anak, suami, istri atau saudara) yang dekat dengan subjek dimana

bentuk dukungan berupa informasi, tingkah laku tertentu atau materi yang

dapat menjadikan individu merasa disayangi, diperhatikan dan dicintai.

Dukungan yang dapat diberikan untuk penderita diabetes melitus salah

satunya adalah bentuk dukungan secara emosional. bentuk dukungan

keluarga ini dapat berupa dukungan simpati dan empati, cinta, kepercayaan

serta penghargaan (IDF,2019).

Keluarga merupakan perkumpulan dua orang atau lebih individu yang

hidup bersama dalam keterikatan, emosional dan setiap individu memiliki

peran masing-masing yang merupakan bagian dari keluarga. Dukungan

keluarga sebagai suatu proses hubungan antara keluarga. Dukungan

keluarga menagacu pada dukungan-dukungan yang dipandang oleh keluarga

sebagai sesuatu yang dapat dilakukan untuk keluarga tersebut. Dukungan

bisa atau tidak digunakan, tetapi anggota keluarga memandang bahwa orang

yang bersifat mendukung selalu siap memberikan pertolongan dan bantuan

bila diperlukan. Dukungan keluarga dapat berupa dukungan internal, yaitu

seperti dukungan dari suami atau istri atau dukungan dari saudara kandung

dan dukungan eksternal, yaitu seperti dukungan dari keluarga besar atau

dukungan social. Dukungan keluarga dapat berupa memberi pertolongan,

22
memberi informasi, memberi bimbingan, dukungan finansial, dukungan

emosional, dan dukungan spiritual (ADA,2020).

Keluarga dapat memberikan dukungan sosial untuk memperkuat

ikatan antara anggota keluarga. Dukungan keluarga bisa didefinisikan

sebagai social support. Terdapat empat jenis social support yaitu : (a)

emotional support berupa empati, cinta, kepercayaan, dan perhatian, (b)

instrumental support berupa bantuan nyata dan pelayanan, (c) apprasial

support berupa memberikan informasi yang berguna untuk tujuan evaluasi

diri, umpan balik yang membangun, dan afirmasi (d) informational support

berupa bantuan informasi dan saran yang dapat digunakan untuk mengatasi

masalah (Lestari,2016).

23
BAB III

GAMBARAN WILAYAH KERJA

3.1 Sejarah Puskesmas

Puskesmas merupakan bagian dari jejaring pelayanan kesehatan

untuk mencapai indikator kinerja kesehatan yang ingin dicapai

pemerintah kabupaten. Oleh karenanya puskesmas harus mempunyai

hubungan koordinatif, kooperatif dan fungsional dengan Dinas

Kesehatan dan sarana kesehatan lain. Puskesmas memiliki tugas pokok

melaksanakan (1) Pelayanan, pembinaan dan pengendalian Pos Kesehatan

Kelurahan (2) Pengembangan Upaya Kesehatan individu dan Kesmas (3)

Pendidikan dan Latihan tenaga kesehatan. Puskesmas juga wajib

berpartisipasi dalam penanggulangan bencana alam, wabah penyakit,

pelaporan penyakit menular dan penyakit lain yang ditetapkan oleh

tingkat nasional dan daerah, serta dalam melaksanakan program prioritas

pemerintah.

3.2 Profil Puskesmas Rawat Inap Kemiling

3.2.1 Visi dan

Misi Visi

 Menjadi Puskesmas Dengan Pelayanan Bermutu Dan Mandiri Menuju Masyarakat

Kemiling Sehat.

Misi

 Mewujudkan pelayanan kesehatan yang bermutu, professional, merata dan

terjangkau.

 Mewujudkan derajat kesehatan masyarakat yang optimal.

24
 Menerapkan system manajemen yang professional, transfaran dan akuntable.

 Meningkatkann sumber daya manusia professional.

 Membangun puskesmas yang aman dan nyaman.

 Menjadi puskesmas dengan program ramah anak.

3.2.2 Program

1) Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM)

Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM) adalah setiap kegiatan untuk

memelihara dan meningkatkan kesehatan serta mencegah dan

menanggulangi timbulnya masalah kesehatan dengan sasaran keluarga,

kelompok dan masyarakat, yang terdiri dari Upaya Kesehatan

Masyarakat Essensial dan Upaya Kesehatan Masyarakat Pengembangan.

Upaya Kesehatan Masyarakat Essensial yang diselenggarakan di seluruh

puskesmas di Indonesia terdiri atas :

a) UKM Essensial Keperawatan Kesehatan Masyarakat :

 Perawatan Kesehatan Masyarakat

 Pelayanan Promosi Kesehatan

 Pelayanan Kesehatan Lingkungan

 Pelayanan Kesehatan Ibu Anak dan Keluarga Berencana

 Pelayanan Gizi

 Pelayanan Pencegahan dan Pengendalian Penyakit

b) UKM Pengembangan :

Upaya Kesehatan Pengembangan ditetapkan berdasarkan situasi

kondisi permasalahan kesehatan setempat dan ditetapkan bersama

Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, antara lain:

25
 Upaya Kesehatan Sekolah/UKGS

 Pelayanan Kesehatan Tradisional Komplementer

i. Akupresure

ii. Akupuntur

iii. Tanaman Obat keluarga ( Toga )

 Pelayanan Kesehatan Jiwa dan Napza

 Upaya Kesehatan Kerja Upaya Kesehatan Mata/Penginderaan

 Upaya Kesehatan Lansia

2) Upaya Kesehatan Perorangan (UKP)

Upaya Kesehatan Perorangan (UKP) merupakan kegiatan pelayanan

kesehatan yang ditujukan untuk peningkatan, pencegahan, penyembuhan

penyakit, pengurangan penderitaan akibat penyakit dan pemulihan

kesehatan perorangan.

Upaya Kesehatan Perorangan (UKP) dilaksanakan dalam bentuk :

a) Pelayanan Rawat Jalan

b) Pelayanan Kegawatdaruratan

c) Upaya Kesehatan ibu dan anak serta KB yang bersifat UKP

d) Upaya perbaikan gizi yang bersifat UKP

e) Pelayanan Kefarmasian

f) Pelayanan Laboratorium

g) Pelayanan Rawat Inap

26
3.3 Keadaan Geografi

Wilayah kerja Puskesmas Rawat Inap Kemiling meliputi empat kelurahan

dengan luas wilayah ±718,2 Ha dengan rincian sebagai berikut:

Tabel 3.1 . Data Luas Wilayah Kerja Puskesmas Rawat Inap Kemiling

No. Kelurahan Luas Wilayah (Ha) Persentase (%)

1. Sumber Rejo 257,4 35,8

2. Sumberrejo Sejahtera 247,3 34,4

3. Kemiling Permai 108,9 15,2

4. Kemiling Raya 104,6 14,6

Jumlah 718,2 100

Gambar 3.1. Peta Wilayah Kerja Puskesmas Rawat Inap


Kemiling

27
Batas wilayah kerja:

1. Utara : Kel. Raja Basa dan Kel. Gunung Terang Kec. Langkapura

2. Selatan : Kel. Beringin Raya dan Kel. Langkapura Kec. Langkapura

3. Barat : Desa Negeri Sakti Kec.Gedung Tataan

4. Timur : Kel. Langkapura Kec. Langkapura

3.4 Demografi
Data Penduduk Sasaran Program Kesehatan di wilayah kerja UPT

Puskesmas Rawat Inap Kemiling tahun 2021 berdasarkan Hasil P4B KBL

TH 2021 dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 3.2. Data Penduduk di Wilayah Kerja Puskesmas Rawat Inap


Kemiling Tahun 2021

Kelurahan
Jumlah
SR SRS KR KP

Jumlah Penduduk 12771 6306 6949 14398 40424

KK 2065 2218 1830 3142 9255

Rumah 2010 2025 1590 3150 8775

Ibu Hamil 228 113 124 257 722

Bayi 203 100 111 230 644

BBLR 62 31 32 69 193

Balita 1011 500 551 1140 3202

Batita 604 298 328 681 1911

Baduta 418 207 227 471 1277

28
4

Bulin 245 689

Buristi 45 23 25 51 144

Kelahiran Hidup 234 656

Busui 459 12

PUS 1173 1293


2678 75

WUS 1815 2000


4144 11

Pra Lansia (45-59 th) 1094 1206


2499 70

Lansia (60-69 th) 1164 32

Lansia (>70 th) 351 978

Apras 472 13

Anak SD (7-12 th) 1344 37

Anak usia 7-15 th 2038 57

Keterangan: SR = Sumberrejo, SRS = Sumberrejo Sejahtera, KR =

Kemiling Raya, KP = Kemiling Permai

3.5 Motto

"Kesembuhan dan kepuasan Anda adalah kebahagiaan kami"

3.6 Tata Nilai

"SIGER"

- S : Semangat

- I : Inovatif

- G : Gotong-royong

- E : Empati
29
- R : Ramah tamah

3.7 Sumber Daya Manusia


Upaya kesehatan dapat berdaya guna dan berhasil guna apabila

didukung oleh sumber daya manusia yang mencukupi. Sumber daya

manusia di Puskesmas Rawat Inap Kemiling dapat dilihat pada tabel

di bawah ini

Tabel 3.3 Sumber Daya Manusia Puskesmas Rawat Inap Kemiling Tahun

2021

Puskesmas Rawat Inap Perkotaan

Kategori Tenaga Kebutuhan Tersedia Kesenjangan

Dokter Umum 1 8 0

Dokter Gigi 1 2 0

Perawat 5 33 0

Bidan 4 36 0

Kesehatan Masyarakat 2 3 0

Kesehatan Lingkungan 1 3 0

Laboratorium 1 2 0

Gizi 1 6 0

Farmasi 1 3 0

Administrasi 3 6 0

Pekarya 2 4 0

30
3.8 Struktur Organisasi
KEPALA PUSKESMAS
dr.HANY MUSLIHA
KEPALA SUBBAG TATA USAHA
H. NURYAHMAN

Pelaksana Kepegawaian Pelaksana Sistem H. NURYAHMAN ROBY HIDAYAT


Informasi Pelaksana Rumah Tangga ABDULLAH HUSEN
Koordinator Keuangan H. NURYAHMAN
Bendahara Penerimaan Bendahara Hj. REMAJA
Pengeluaran Koordinator Invent Barang IRMA NUR AMELIA, S.GZ MUTMAINAH,
Pengelola Bangunan S.ST ABDULLAH, HERMANSYAH ASTRID
Pejabat Pengadaan Barang jasa Pengelola WH, S.Farm. Apt SITI PATONAH, Amd.KL
Prasarana MUTMAINAH, S.ST HAYATI, Amd.KL
Pengelola Alat Medis Pengelola Alat Non ABDULLAH HUSEN HERMANSYAH,
Medis Pengelola Kendaraan Pengelola S.Kom
Jaringan

UPAYA KESEHATAN MASYARAKAT (UKM)


UKP KEFARMASIAN & LABORATORIUM KEPALA PUSKESMAS PEMBANTU JARINAGAN DAN JEJARING FASYANKES
PENANGGUNG JAWAB
PENANGGUNG JAWAB PENANGGUNG JAWAB PENANGGUNG JAWAB
DWI INDRI ASTUTI,Amd.Kep
drg.MARIZA NISHFA LAILA H. NURYAHMAN SITI PATONAH,Amd.KL

Pustu : Ns.PRIHADI ELTA,S.Kep.


UKM ESENSIAL DAN PERKESMAS UKM PENGEMBANGAN Pelayanan Kes Umum : dr. Lusia Emi Arsi dr. Dyana Mayasari Pustu Sumberejo : NELIYAMA,Amd.Keb
PJ.NELLY DESMAWATI,SKM Pj.FIRMANSYAH,SKM.,M.Kes. Pelaksana : dr. Krismamela Jahrawati, SST : NELLY DESMAWATI, SKM
: Ns. Sumainah, S.Kep Maftukhatul K, Poskeskel
Pustu R.Imba Kesuma : EVA NOVIA,Amd.Keb
: S.Kep Firmansyah, SKM, M.kes
Koord.RS/ Klinik : dr. M.ARIVAN ANNAS
: Mahendri, S.Kep, M.Kes dr. Dewi
: Prabawati Anita Tri W, Amd.Keb Erika Pustu Sinar Banten : MAI SAPTONO ,BSc
: Rensi W, Amd.Keb drg. Mariza Nishfa Koord. DPM/BPM : SRI RAHAYU H, S.ST
Koord. Prog. Promkes Plaks NELLY DESMAWATI, SKM NELLY Koord. Prog. Kes Jiwa Koord. ANDI RISTAMAN, A.md.Kep : Laila
Promkes DESMAWATI, SKM RASMITA Br.G, Pustu Kemiling Permai : MASRIFAH,BSc Koord. Apotek: ASTRID WH , S.Farm.Apt
Pelayanan MTBS : Rasmita Br. Ginting, Amd. Kes Rofiq
Plaks UKS Amd.Kes SRI RAHAYU H,S.ST Prog. Kes Lansia Koord. Prog. Kes MAFTUKHATUL K, S.Kep ANITA TRI
Koord. Pelaksana : Purba, Amd.KG
Koord. Prog. KIA-KB Plaks Kes SRI RAHAYU H, S.ST ANITA TRI W, HATRA Koord. Prog. Kes Kerja W, A.md.Keb FIRMANSYAH, SKM, : dr. Diana Mayasari Sri Rahayu H, SST
Ibu Amd. Keb TIEN HERTENTI, S.ST Pelayanan Gigi &Mulut : Rosbiatul Adawiyah, SST dr. M.Arivan
Plaks Kes Anak Plaks Kespro ROSBIATUL A, S.ST Koord. Prog. Kes GIFU Koord. M.Kes Ns. ONI MASTA S, S.Kep Pelaksana : Annas
(PKPR) Plaks KB SITI PATONAH, Amd. KL HAYATI, Kes. Gigi Masy. RASMITA Br. G, Amd.Kes : Ns. Prihadi Elta, S.Kep Ns. Oni Masta S,
Koord. Prog. Kesling Plaks Amd. KL HARIADI, Amd.GZ Koord. Kes. Olah raga FIRMANSYAH, SKM, M.Kes Pelayanan KIA & KB : Koord. S.Kep dr. M.Arivan Annas Triyono,
Kesling Koord.Gizi FADILLAH P, S.GZ Pelaksana: Amd. Kep Julius Heri S, Amd.Kep
Plaks Gizi dr. LUSIA EMI ARSI DWI INDRI A, Pelaksana : Rizki Pratama S, Amd.Kep Tien
Koord. Prog. P2M Plaks Prog Amd. Kep Pelayanan UGD / Tindk. : Hertenti, SST
TB MEIZA NOVALIA,Amd.Keb Pelaksana: Meiza Novalia, Amd. Keb Ermawati, SST
Plaks Prog Hepatitis Hj. REMAJA : Aulia Rahmi, Amd. Keb Hariadi, Amd.
Plaks Prog DBD Plaks Prog MAHENDRI, S.Kep. M.Kes Ns. Pelayanan Rawat Inap : GZ Fadilla Pamuji, S.GZ Yunita Rafliana,
Malaria Plaks Prog Diare Plaks SUMAINAH, S.Kep Pelaksana: S.GZ
Prog Typoid Plaks Prog ISPA Ns. SUMAINAH, S.Kep ERNI : Astrid Widya H.S.Farm.Apt Yunita
Plaks Prog Kusta Plaks Prog DWIARTI, SKM Ns. ONI MASTA S, : Arumsari, Amd.Keb Hermansyah,
PTM Plaks Prog Imunisasi S.Kep TRIYONO, Amd. Kep ESTER Pelayanan Persalinan : S.Kom Mutmainnah, SST
Plaks Surveilans METALIA A, S.ST BAMBANG S, Pelaksana: Dedah Zuraedah, SST Lia Dwi Astuti,
Amd.KL : Amd.TI Neliwati
Plaks Prog Haji Plaks GHTR
: Nurhidayat, SH
Plaks. Kecacingan ANDI RISTAMAN,Amd.Kep
Ns.PRIHADI ELTA,S.Kep. WIRSI Pelayanan Gizi UKP : Dwi Indri Astuti, Amd.Kep Andi
Koord. Prog.Perkesmas
PUSPA D, Amd.Kep Ns.PRIHADI Pelaksana: Ristaman, Amd. Kep Wirsi Puspa Dewi,
ELTA,S.Kep : Amd. Kep Ns. Indri Lestari, S.Kep
Pelayanan Farmasi: Erni Dwiarti, SKM
Pelaksana:
:
Pelayanan Laboratorium :
Pelaksana:
Pelayanan Pendaftaran :
Pelaksana:
:
Pelayanan TB:
Pelaksana:
:
Pelayanan VCT/IMS :
:

Gambar 3.2 Struktur Organisasi Puskesmas Rawat Inap Kemiling

3.9 Program

Puskesmas Rawat Inap Kemiling merupakan Unit Pelaksana Teknis

(UPT) Dinas Kesehatan Kota Bandar Lampung yang bertanggung jawab

menyelenggarakan pembangunan kesehatan di wilayah kerjanya yang

meliputi pengembangan pembinaan dan pelayanan kesehatan masyarakat

yang sekaligus merupakan pos terdepan. Adapun jenis layanan di Puskesmas

Rawat Inap Kemiling adalah sebagai berikut:


31
3.9.1 Pelayanan Perorangan

1. Poli Umum

a. Pemeriksaan pasien

b. Pengobatan

c. Pemeriksaan kesehatan (KIR)

d. Pemeriksaan buta warna

e. Pemeriksaan haji

2. Poli Gigi

a. Pemeriksaan karang gigi

b. Cabut gigi dewasa

c. Cabut gigi susu

d. Tambal sinar

e. Tambal sementara

f. Tambal tetap

3. Poli KIA
a. Pemeriksaan ibu hamil

b. Persalinan

c. Pemeriksaan bayi dan balita

d. Konseling remaja

e. Imunisasi bayi

f. Imunisasi catin

g. Pelayanan KB

4. Farmasi

a. Pelayanan obat

b. Konseling

32
5. Laboratorium

a. Pemeriksaan pp test

b. Pemeriksaan darah lengkap

c. Pemeriksaan widal, malaria, HbsAg, HIV, TPHA, GO

d. Sputum tersangka TB Paru

e. Pemeriksaan fungsi hati dan ginjal

f. Pemeriksaan gula darah, asam urat, kolesterol,golongan darah

6. Klinik Sanitasi

7. Konseling Gizi

8. PAL (practical approach to lung health)

9. Klinik VCT/IMS

3.9.2 Upaya Kesehatan Masyarakat Essensial


1. Pelayanan Promosi Kesehatan

2. Pelayanan Kesehatan Lingkungan

3. Pelayanan Kesehatan Keluarga

4. Pelayanan Gizi

5. Pencegahan dan Pengendaliaan Penyakit

a. Penyakit Menular

b. Penyakit Tidak Menular

c. Survailens

6. Pelayanan Keperawatan Kesehatan Masyarakat (Perkesmas)


3.9.3 Pelayanan Instalasi Gawat Darurat

1. Hecting

2. Ganti balutan

3. Nebulizer

33
4. Ekstraksi kuku

5. Eksisi/ekstirpasi

6. Pemasangan infuse

7. Oksigenisasi

8. Katerisasi

9. Injeksi
3.9.4 Upaya Kesehatan Masyarakat Pengembangan

1. UKS/ UKGS

2. Pengobatan Tradisional dan Komplementer

3. Kesehatan Olahraga

4. Usaha Kesehatan Kerja

3.10 Sepuluh Besar Penyakit

Tabel 3.4. Sepuluh Besar Penyakit Menurut Semua Golongan Umur


Pasien BPJS di Puskesmas Rawat Inap Kemiling pada Bulan
September Tahun 2021
No Nama Penyakit Jumlah
1 Rinitis Akut 83
2 Gastritis 73
3 Diabetes Mellitus Tipe II 74
4 Gastroenteritis (Kolera dan Giardiasis) 67
5 Tension Headache 64
6 Hipertensi Esensial 56
7 Konjungtivitis Alergi 53
8 Faringitis Akut 48
9 Varicela 46
10 Diare Tanpa Dehidrasi 61

34
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Epidemiologi

Dalam kegiatan surveilans epidemiologi penyakit diabetes mellitus,

pengambilan data pertama kali dilakukan pada tanggal 7 desember 2021,

meminta izin dalam hal pengambilan data terkait gambaran surveilans di

puskesmas tersebut. Pengumpulan data dilakukan dengan cara mencatat

jumlah pasien yang berkunjung di puskesmas tersebut dan mencatat

berdasakan penyakit yang diambil, adapun yang terkait dalam pencatatan

yang kami lakukan adalah bulan kunjungan, usia, dan jenis kelamin pasien

tersebut.

Dalam kunjungan kami memutuskan mengambil data hanya register

umum Triwulan tiga yaitu bulan Juli, Agustus, September tahun 2021. Data

yang kami ambil melingkupi register Umum, P2KM, BPJS. Buku register

pasien, tidak hanya mencatat penyakit diabetes mellitus melainkan seluruh

diagnosa. Dalam register tersebut mencakup nomor urut atau kode penyakit,

tanggal registrasi, nama pasien, umur, jenis kelamin, dan diagnosa serta

keterangan kunjungan. Buku register tersebut tidak mencantumkan faktor

risiko dan klasifikasi penderita. Data epidemiologi diolah menggunakan

Mircrosoft Excel dan SPSS (Statistical Product and Service Solutions)

untuk menjabarkan distribusi frekuensi sampel penelitian.

35
Di wilayah kerja Puskesmas Rawat Inap Kemiling pada bulan

September tahun 2021 terdapat beberapa kesakitan terbanyak, yaitu rhinitis

akut, gastritis, diabetes melitus tipe II, gastroenteritis, tension headache,

hipertensi esensial, konjungtivitis alergi, faringitis akut, varicella, dan diare

tanpa dehidrasi.

4.2 Hasil Epidemiologi

1. Distribusi Frekuensi Usia pada Penderita Diabetes Mellitus di


Wilayah Kerja Puskesmas Rawat Inap Kemiling Bulan Juli –
September 2021.
Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Usia

Bulan Usia Jumlah Presentase

20-44th 8 13,3%
45-54th 22 36,7%
Juli 55-59th 5 8,3%
60-69th 21 35,0%
>70th 4 6,7%
Total 60 100%
20-44th 11 17,7%
45-54th 19 30,6%
Agustus 55-59th 17 27,4%
60-69th 14 22.60%
>70th 1 1.60%
Total 62 100%
20-44th 5 6,8%
45-54th 19 25,7%
September 55-59th 30 40,5%
60-69th 14 18,9%
>70th 6 8,1%
Total 74 100%

Berdasarkan tabel 4.1 distribusi frekuensi usia pada penderita

diabetes mellitus di wilayah kerja Puskesmas Rawat Inap kemiling

bahwa mengalami peningkatan. Penderitanya pada usia sekitar 45-54

tahun, bahwa
36
pada bulan Juli meningkat sebanyak 22 orang (36,7%), kemudian pada

bulan Agustus yaitu sebanyak 19 orang (30,6%) pada usia sekitar 45-54

tahun. Serta, pada bulan September semakin meningkat berbeda dengan

bulan Juli yaitu sebanyak 30 orang (40,5%) pada usia 55-59 tahun.

Sehingga, dapat disimpulkan bahwa distribusi frekuensi usia pada penderita

diabetes mellitus yang tertinggi pada bulan Juli-September 2021 di wilayah

kerja Puskesmas Rawat Inap Kemiling terdapat pada kelompok usia 50

tahun ke atas dan distribusi frekuensi usia pada penderita diabetes mellitus

yang terendah adalah terdapat pada kelompok usia remaja/dewasa yaitu

kelompok usia 20-29 tahun.

2. Distribusi Frekuensi Jenis Kelamin pada Penderita Diabetes


Mellitus di Wilayah Kerja Puskesmas Rawat Inap Kemiling
Bulan Juli – September 2021.

Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Jenis Kelamin

Bulan Jenis Kelamin Jumlah Presentase

Juli Laki-laki 20 33,3%


Perempuan 40 66,7%
Total 60 100%
Agust Laki-laki 12 19,4%
us
Perempuan 50 80,6%
Total 62 100%
Septe Laki-laki 23 31,1%
mber
Perempuan 51 68,9%
Total 74 100%

Berdasarkan tabel 4.2 distribusi frekuensi jenis kelamin pada

penderita diabetes mellitus di wilayah kerja Puskesmas Rawat Inap

Kemiling Bandar Lampung bahwa penderita diabetes mellitus lebih banyak


37
pada perempuan

dibandingkan laki-laki. Penderita diabetes mellitus yang diderita

perempuan pada bulan Juli sebanyak 40 orang (66,7%), kemudian pada

bulan Agustus meningkat sebanyak 50 orang (80,6%) serta, pada bulan

September sebanyak 51 orang (68,9%). Sedangkan, pada penderita diabetes

mellitus yang diderita laki-laki pada bulan Juli sebanyak 20 orang

(33,3%), kemudian pada bulan Agustus sebanyak 12 orang (19,4%) dan

pada bulan September sebanyak 23 orang (31,3%).

3. Distribusi Frekuensi Jumlah Kasus pada Penderita Diabetes


Mellitus di Wilayah Kerja Puskesmas Rawat Inap Kemiling
Bulan Juli – September 2021.

Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Jumlah Kasus

Bulan Jumlah Kasus DM Presentase

Juli 60 30,6%

Agustus 62 31,6%

September 74 37,8%

Total 196 100%

Berdasarkan tabel 4.3 distribusi frekuensi jumlah kasus pada penderita

diabetes mellitus di wilayah kerja Puskesmas Rawat Inap Kemiling Bandar

Lampung bahwa jumlah kasus DM tertinggi terdapat pada bulan September

dengan total 74 kasus (37,8%) sedangkan jumlah kasus DM terendah

terdapat pada bulan Juli 60 kasus (30,6%).

38
35
30
25
20
15
10
5
0

Juli Agu Sep


ss t
Laki-lakiPerempuanJumlah

Gambar 4.1 Distribusi Frekuensi Usia, Jenis Kelamin, Jumlah Kasus

4.3 Pembahasan

Dari hasil penelitian, diperoleh informasi bahwa di wilayah kerja

Puskesmas Rawat Inap Kemiling pada bulan Juli jumlah penderita diabetes

mellitus sebanyak 60 orang dan pada bulan Agustus sebanyak 62 orang,

serta pada bulan September sebanyak 74 orang. Ini terlihat bahwa penderita

diabetes mellitus di wilayah kerja Puskesmas Rawat Inap Kemiling bila

dibandingkan dari bulan ke bulan itu mengalami sedikit peningkatan yang

berarti upaya pencegahan dan pengobatan yang telah dipromosikan oleh

petugas kesehatan di wilayah kerja Puskesmas Rawat Inap Kemiling belum

berhasil. Sehingga belum dapat menurunkan angka kesakitan dari penyakit

diabetes mellitus. Akan tetapi, dalam pembahasan ini sulit membandingkan

apakah penderita penyakit ini berkurang atau mengalami peningkatan, hal

ini disebabkan karena data yang kurang lengkap. Maka yang diamati dalam

penyusunan laporan terutama dalam hasil epidemiologi berdasarkan

karakteristik orang dari penderita diabetes mellitus.

39
1. Distribusi Frekuensi Usia

Berdasarkan tabel 4.1, dapat dilihat bahwa distribusi penderita

diabetes mellitus berdasarkan kelompok usia di wilayah kerja Puskesmas

Rawat Inap Kemiling ini ternyata mengalami peningkatan penderitanya

pada usia sekitar 45-54 tahun, bahwa pada bulan Juli meningkat

sebanyak 22 orang (36,7%), kemudian pada bulan Agustus yaitu sebanyak

19 orang (30,6%) pada usia sekitar 45-54 tahun. Serta, pada bulan

September semakin meningkat berbeda dengan bulan Agustus yaitu

sebanyak 30 orang (40,5%) pada usia 55-59 tahun. Berdasarkan data

tersebut kasus diabetes mellitus lebih banyak terjadi pada kelompok usia 50

tahun ke atas. Oleh sebab itu, kemungkinan salah satu faktor risiko

terjadinya penyakit diabetes mellitus di wilayah kerja Puskesmas Rawat

Inap Kemiling adalah karena faktor usia. Dengan bertambahnya usia, risiko

terkena diabetes mellitus lebih besar sehingga prevalensi diabetes mellitus

dikalangan usia lanjut cukup tinggi.

Hal ini sejalan dengan penelitian yang kami lakukan bahwa prevalensi

diabetes mellitus makin meningkat seiring dengan bertambahnya usia. Hasil

penelitian ini sudah pernah dilakukan oleh peneliti Balarishan (2013)

menyatakan bahwa seseorang yang berumur >50 tahun mempunyai risiko

terkena diabetes mellitus dibandingkan usia 20-30 tahun, serta mengatakan

risiko terjadinya komplikasi diabetes mellitus mengalami peningkatan di

usia > 45 tahun disebabkan oleh faktor degeneratif pada tahap penuaan

menyebabkan menurunnya sensitivitas insulin dan dapat juga menurunkan

fungsi tubuh untuk metabolism glukosa.

40
2. Distribusi Frekuensi Jenis Kelamin

Berdasarkan Tabel 4.2 dapat dilihat bahwa distribusi penderita

diabetes mellitus berdasarkan jenis kelamin di wilayah kerja Puskesmas

Rawat Inap Kemiling lebih banyak diderita oleh perempuan dibandingkan

laki-laki. Bahwa penderita diabetes mellitus yang diderita perempuan pada

bulan Juli sebanyak 40 orang (66,7%), kemudian pada bulan Agustus

meningkat sebanyak 50 orang (80,6%) serta, pada bulan September

sebanyak 51 orang (68,9%). Sedangkan, pada penderita diabetes mellitus

yang diderita laki-laki pada bulan Juli sebanyak 20 orang (33,3%),

kemudian pada bulan Agustus sebanyak 12 orang (19,4%) dan pada bulan

September sebanyak 23 orang (31,3%).

Penelitian ini sejalan dengan penelitian Taylor (2012) menyatakan

bahwa mayoritas memiliki jenis kelamin perempuan sebesar 90% penyebab

utama banyaknya perempuan terkena DM 2 terjadi karena penurunan

hormon esterogen terutama pada saat menopause. Hormon esterogen dan

progesteron memiliki kemampuan untuk meningkatkan insulin di dalam

darah.

3. Distribusi Frekuensi Jumlah Kasus DM

Berdasarkan Tabel 4.3 dapat dilihat bahwa distribusi penderita

diabetes mellitus berdasarkan jumlah kasus di wilayah kerja Puskesmas

Rawat Inap Kemiling Bandar Lampung bahwa jumlah kasus DM tertinggi

terdapat pada bulan September dengan total 74 kasus (37,8%) sedangkan

jumlah kasus DM terendah terdapat pada bulan Juli dengan total 60 kasus

(30,6%). Berdasarkan Riskesdas 2020 prevalensi diabetes mellitus di

Indonesia sebesar 2%, sedangkan pada tahun 2019 prevalensi nya sebesar

41
1,5%. Hal ini menunjukkan adanya peningkatan Hal ini mencerminkan

peningkatan faktor risiko terkait seperti kelebihan berat badan atau obesitas.

Selama beberapa dekade terakhir, prevalensi diabetes meningkat lebih cepat

di negara berpenghasilan rendah dan menengah daripada dinegara

berpenghasilan tinggi.

4.4 Sistem Surveilans Puskesmas Rawat Inap Kemiling

1. Kesederhanaan (Simplicity)

Dalam arti sistem surveilans berkaitan dengan kesederhanaan sistem,

tidak membutuhkan biaya yang mahal, serta sumber daya yang tidak terlalu

rumit. Sesuai dengan apa yang telah kami survei, serta analisis dapat

dikatakan bahwa sistem surveilans di Puskesmas Rawat Inap Kemiling

mempunyai kriteria sederhana, dengan hanya satu orang petugas dan hanya

dengan buku album yang panjang serta, pulpen tinta berwarna hitam yang

digunakan untuk register diagnose para pasien.

2. Fleksibilitas (Flexibility)

Fleksibilitas merupakan salah satu kriteria sistem surveilans yang

baik, fleksibilitas ini dimaksudkan sistem surveilans dapat menyesuaikan

diri dalam mengatasi perubahan-perubahan informasi yang dibutuhkan.

Berkaitan dengan sistem surveilans yang ada di Puskesmas Rawat Inap

Kemiling, belum dapat menyesuaikan dengan perubahan-perubahan

informasi yang ada.

Dapat dilihat pada buku pengisian formulir kelengkapan (Buku

Register) pada bulan Juli, Agustus dan September 2021 tidak mempunyai

variabel pengisian kelengkapan pelaporan. Misalnya, variabel pekerjaan si

penderita penyakit tersebut, jika di analisis secara mendalam bahwa variabel

42
tersebut sangat penting dalam melakukan monitoring pencegahan terhadap

penyakit, akan tetapi sistem surveilans yang ada di Puskesmas Rawat Inap

Kemiling tidak memakai variabel tersebut.

3. Dapat diterima (Acceptability)

Dalam arti sistem surveilans dapat diterima, dilihat dari beberapa

indikator yaitu, kelengkapan pengisian formulir dan kelengkapan pengisian

formulir dan kelengkapan pelaporan diagnose penyakit. Sehingga dapat

disimpulkan bahwa sistem surveilans di Puskesmas Rawat Inap Kemiling

sudah memenuhi kriteria dapat diterima (Acceptability).

4. Sensivitas (Sensivity)

Dalam arti dengan adanya sistem surveilans dapat mendeteksi

kejadian-kejadian penyakit baru dan mengidentifikasi adanya Kejadian Luar

Biasa (KLB). Dapat dilihat bahwa sistem surveilans Puskesmas Rawat Inap

Kemiling sudah memenuhi kriteria sensivitas, karena dilihat dari formulir

kelengkapan pelaporan (register pasien) sudah di isi dengan baik dan benar

sehingga memudahkan kami untuk menganalisis dan menginterpretasi data

tersebut.

5. Nilai Prediktif Positif (Positve Predictive Positif)

Nilai prediktif positif adalah proporsi dari yang diidentifikasi sebagai

kasus, serta menggambarkan sensivitas dan spesifitas, serta prevalensi

penyakit. Sistem surveilans di Puskesmas Rawat Inap Kemiling sudah

memenuhi kriteria nilai prediktif positif. Setelah data di olah dan di analisis

secara manual pada buku kelengkapan formulir terlihat bahwa data tersebut

sama dengan hasil analisis yang kami buat.

43
6. Representatif (Representative)

Representatif adalah suatu kriteria sistem surveilans yang baik,

representatif sangat berhubungan dengan keakuratan data distribusi penyakit

menurut karakteristik orang, tempat dan waktu. Berdasarkan hal tersebut

dapat disimpulkan bahwa sistem Kemiling di Puskesmas Rawat Inap

Kemiling sudah memenuhi kriteria representatif ini terbukti dari

kelengkapan dari buku register pasien tersebut.

7. Tepat Waktu (Timeliness)

Ketepatan waktu dalam sistem surveilans dapat dinilai berdasarkan

ketersediaan informasi untuk pengendalian penyakit baik yang sifatnya

segera maupun untuk perencanaan program dalam jangka panjang. Dapat

dikatakan sistem surveilans yang ada di Puskesmas Rawat Inap Kemiling di

kategorikan tepat waktu dalam hal pengisian data register pasien.

44
BAB V
KESIMPULA
N

1. Distribusi penderita diabetes mellitus berdasarkan kelompok usia di

wilayah kerja Puskesmas Rawat Inap Kemiling tertinggi pada bulan

September 2021, yaitu sebanyak 30 orang (40,5%) terdapat pada usia

55-59 tahun. Sedangkan, terendah pada bulan September 2021, yaitu

sebanyak 5 orang (6,8%) terdapat pada usia 20-44 tahun.

2. Distribusi penderita diabetes mellitus berdasarkan jenis kelamin di

wilayah kerja Puskesmas Rawat Inap Kemiling bahwa penderita

diabetes mellitus lebih banyak di derita oleh perempuan dibandingkan

laki-laki, ini terbukti perempuan pada bulan September 2021, yaitu

sebanyak 51 orang (68,9%), dan paling terendah pada bulan Juli

2021, yaitu sebanyak 40 orang (66,7%). Sedangkan, penderita

diabetes mellitus pada laki-laki tertinggi pada bulan September 2021,

yaitu sebanyak 23 orang (31,1%) dan yang terendah pada bulan

Agustus 2021, yaitu sebanyak 12 orang (19,4%).

3. Distribusi penderita diabetes mellitus berdasarkan jumlah kasus di

wilayah kerja Puskesmas Rawat Inap Kemiling Bandar Lampung

bahwa jumlah kasus DM tertinggi terdapat pada bulan September

dengan total 74 kasus (37,8%) sedangkan jumlah kasus DM terendah

terdapat pada bulan Juli 60 kasus (30,6%).

45
DAFTAR PUSTAKA

ADA (American Diabetes Association), 2020. Classification and Diagnosis of


Diabetes: Standards of Medical Care in Diabetes. Diabetes Care, 42 (1).

Agoes, dkk. 2013. Agoes, M., 2011. Pengetahuan Praktis Ragam Penyakit
Mematikan yang Paling Sering Menyerang Kita. Jogjakarta: Buku Biru.

Bensimon CM, Upshur REG. 2015. Evidence and effectiveness in decisionmaking


for quarantine. Am J Public Health, 3(2).

DCP2. 2008. Public health surveillance. The best weapon to avert epidemics.
Disease Control Priority Project.

IDF. 2019. IDF DIABETES ATLAS (9th ed.). BELGIUM: International Diabetes
federation.

Kementrian Kesehatan RI. 2019. Profil Kesehatan Indonesia 2019. Jakarta:


Kemenkes RI. Diakses dari http://www.kemkes.go.id/

Kementrian Kesehatan RI. 2020. Profil Kesehatan Indonesia 2020. Jakarta:


Kemenkes RI. Diakses dari http://www.kemkes.go.id/

Last, JM. 2001. A dictionary of epidemiology. New York: Oxford University


Press, Inc.

McNabb SJN, Chungong S, Ryan M, Wuhib T, Nsubuga P, Alemu W, Karande-


Kulis V, Rodier G. 2018. Conceptual framework of public health
surveillance and action and its application in healthsector reform. BMC
Public Health, 2(2).

Notoadmojo 2010. Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu edisi kedua.


Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI

Pavlin JA. 2019. Investigation of disease outbreaks detected by “syndromic”


surveillance systems. Journal of Urban Health: Bulletin of the New York
Academy of Medicine.

PERKENI, 2015, Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di


Indonesia, PERKENI, Jakarta.

Ishak, N. H., Mohd Yusoff, S. S., Rahman, R. A., & Kadir, A. A. 2017. Diabetes
self- care and its associated factors among elderly diabetes in primary
care. Journal of Taibah University Medical Sciences, 12(6).

Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) (2018). Badan Penelitian dan Pengembangan


Kesehatan Kementerian RI tahun 2018. Diakses dari
http://www.kemkes.go.id/

Sri Lestari. 2016. Gambaran Kadar Gula Darah Usia Lanjut Pada Pasien Diabetes
Mellitus. Jurnal Suaka Insan. 1(2).

WHO. 2020. Diabetes Mellitus: World Health Organization.

Anda mungkin juga menyukai