Anda di halaman 1dari 26

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Statistik Deskriptif

4.1.1 Karakteristik Responden

Responden dalam penelitian ini adalah para karyawan tingkat manajerial pada Rumah Sakit

tipe D di Propinsi Lampung dimana ia menjalankan usaha dalam bentuk jasa pelayanan yang

menuntut sumber daya manusia yang kompeten. Kuesioner diserahkan secara langsung.

Karyawan yang menjadi sampel, akan diberikan kuesioner yang berisi kumpulan pertanyaan

tentang profil responden yang terdiri dari jenis kelamin, usia, pendidikan terakhir, jabatan,

lama bekerja. Adapun nama-nama Rumah Sakit tipe D yang menjadi daftar penyebaran

kuisioner adalah sebagai berikut :

Tabel 4.1
Daftar Penyebaran Kuesioner

No. Nama Rumah Sakit Kuesioner Kuesioner


Disebar Kembali
1 RSU Najwa Medika 5 5
2 RSU Mutiara Bunda 5 5
3 RSU Penawar Medika 5 5
4 RSU Islam Metro 5 5
5 RSU Muhammadiyah Metro 5 5
6 RS Panti Secanti 5 5
7 RSU Asy-Syifa Medika 5 5
8 RSUD Tulang Bawang Barat 5 5
9 RSU Surya Asih 5 5
No. Nama Rumah Sakit Kuesioner Kuesioner
Disebar Kembali
10 RSU Wisma Rini Pringsewu 5 5
11 RSU Gladish Medical Center 5 5
12 RSU Puri Husadatama 5 5
13 RSU Mitra Mulia Husada 5 5
14 RSU Kartini 5 5
15 RS Candimas Medical Center 5 5
16 RSU Hi. Muhammad Yusuf 5 5
17 RS Maria Regina 5 5
18 RS Medika Insani 5 5
Total 90 90
Sumber : Data diolah (2019)

Di Provinsi Lampung terdapat 3 tipe Rumah Sakit yang termasuk dalam Rumah Sakit Online

diantaranya adalah bertipe B sebanyak 6 Rumah Sakit, bertipe C sebanyak 52 Rumah Sakit

dan yang bertipe D sebanyak 18 Rumah Sakit. Jadi ada sebanyak 76 Rumah sakit yang

berada di Provinsi Lampung yang termasuk Rumah Sakit Online dan berdasar tabel 4.1

adalah keterangan nama-nama Rumah Sakit tipe D yang menjadi objek dalam penelitian ini.

Pada Tabel 4.2 menggambarkan statistik deskriptif karakteristik Responden yang terdiri dari

Jenis Kelamin, Umur, Pendidikan terakhir, Jabatan, Lama Kerja yang disajikan di dalam

tabel statistik deskriptif karateristik responden.

Tabel 4.2
Karakteristik Responden

N %

Gender Men 60 67
Woman 30 33

Total 90 100

Age ≤ 30 18 20
31 – 40 32 36
41 – 50 17 19

≥ 51 23 25

Total 90 100

Education Senior High School - -


Diploma 43 48

Bachelor 35 39

Master / Doctoral 12 13

Total 90 100

Division Finance / Accounting 15 17


General 25 27

Human Resources 15 17

Marketing / Operational 15 17

Other 20 22

Total 90 100

Working Experiences ≤ 5 years 29 32


6 – 10 years 35 39

≥ 11 years 26 29

Total 90 100

Sumber : Data diolah 2019

Berdasarkan tabel, terlihat bahwa responden seluruh sampel didominasi oleh pria sebanyak

60 orang atau 67% sedangkan sisanya adalah responden wanita terdiri 30 orang atau 33% hal

ini dapat diartikan bahwa karyawan tingkat manajerial yang terdapat di Rumah Sakit lebih

banyak pria dibandingkan wanita. Berdasarkan latar belakang pendidikan terakhir responden

lebih banyak dari diploma yaitu sebanyak 43 orang atau 48%, strata satu sebanyak 35 orang

atau 39%, sisanya adalah strata dua berjumlah 12 orang atau 13%. Dilihat dari latar belakang

pendidikan maka dapat disimpulkan bahwa seluruh responden telah memenuhi syarat dalam

strata pendidikan sebagai karyawan yang termasuk bagian manajerial. Pada tabel juga dapat

disimpulkan berdasarkan divisi yaitu divisi Finance / Accounting, Human Resources,

Marketing / Operational yaitu sama-sama sebanyak 15 orang atau 17% untuk masing-masing

divisi. Divisi General sebanyak 25 atau 27% responden. Dan divisi other atau lainnya

sebanyak 20 orang atau 22%. Dari tabel juga terlihat lama kerja karyawan yang bekerja ≤ 5
years sebanyak 29 orang atau 32%, lama kerja 6 – 10 years sebanyak 35 orang atau 39%

serta yang lama kerjanya ≥ 11 years sebanyak 26 orang atau 29%.

Tabel 4.3
Data Kuesioner Kembali dan Dapat diolah

No. Keterangan Jumlah Persentase


Kuesioner (%)
1 Kuesioner yang disebar 90 100%
2 Kuesioner yang tidak kembali (0) 0%
3 Kuesioner tidak diisi (0) 0%
4 Kuesioner tidak masuk criteria (0) 0%
5 Jumlah Kuesioner yang dapat 90 100%
diolah
Sumber : Data diolah (2019)
Berdasarkan tabel 4.3 diketahui bahwa dari 90 kuesioner yang disebar semuanya kembali,

sehingga kuesioner yang dapat diolah yaitu sebanyak 90 kuesioner. Data yang digunakan

diambil dari responden tingkat manajerial pada Rumah Sakit tipe D di Provinsi Lampung.

4.1.2 Analisis Data

4.1.2.1 Outer Model (Model Pengukuran)

A. Uji Validitas

Suatu indikator dinyatakan valid jika mempunyai nilai loading factor >0,5 dan nilai t statistik

> 2,0 terhadap konstrak yang dituju, sebaliknya jika nilai loading factor < 0,5 dan t statistik <

2,0 maka dikeluarkan dari model dan dilakukan run ulang (Yamin dan Kurniawan, 2011).

1. Loading Factor

Loading Factor merupakan korelasi antara indikator dengan konstraknya. Semakin tinggi

korelasinya, menunjukkan tingkat validitas lebih baik. Output SmartPLS untuk Loading

Factor memberikan hasil sebagai berikut :


Tabel 4.4

Outer Loading

Indikator Konstruk Standardized Loading


Factor
TQM 5 0,748
TQM 6 Total Quality 0,624
TQM 7 Management (TQM) 0,749
TQM 8 0,767
TQM 9 0,839
TQM 10 0,753
SP 1 0,917
SP 2 0,923
SP 3 Sistem Penghargaan 0,891
SP 4 0,949
SP 5 0,885
BO 1 0,828
BO 2 Budaya Organisasi 0,846
BO 3 0,834
KM 1 0,810
KM 2 0,811
KM 4 Kinerja Manajerial 0,856
KM 5 0,874
KM 6 0,524
KM 7 0,736
SPK 2 0,668
SPK 3 0,752
SPK 4 0,770
SPK 5 Sistem Pengukuran 0,751
SPK 6 Kinerja 0,812
SPK 7 0,866
SPK 8 0,740
Sumber : Data diolah (2019)

Berdasarkan pada tabel 4.4 diatas menunjukkan hasil Loading Factor diketahui bahwa :

1. Nilai indikator pertanyaan pertama TQM 5 sebesar 0,748, TQM 6 sebesar 0,624, TQM 7

sebesar 0,749, TQM 8 sebesar 0,767, TQM 9 sebesar 0,839 dan TQM 10 sebesar 0,753
yang berarti bahwa nilai Loading Factor diatas 0,5 maka indikator pertanyaan Total

Quality Management (TQM) dinyatakan valid.

2. Nilai indikator pertanyaan kedua SP 1 sebesar 0,917, SP 2 sebesar 0,923, SP 3 sebesar

0,891, SP 4 sebesar 0,949 dan SP 5 sebesar 0,885 yang berarti bahwa nilai Loading

Factor diatas 0,5 maka indikator pertanyaan pada Sistem Penghargaan dinyatakan valid.

3. Nilai indikator pertanyaan ketiga BO 1sebesar 0,828, BO 2 sebesar 0,846 dan BO 3

sebesar 0,834 yang berarti bahwa nilai Loading Factor diatas 0,5 maka indikator

pertanyaan pada Budaya Organisasi dinyatakan valid.

4. Nilai indikator pertanyaan keempat KM 1 sebesar 0,810, KM 2 sebesar 0,811, KM 4

sebesar 0,856, KM 5 sebesar 0,874, KM 6 sebesar 0,524 dan KM 7 sebesar 0,736 yang

berarti bahwa nilai Loading Factor diatas 0,5 maka indikator pertanyaan pada Kinerja

Manajerial dinyatakan valid.

5. Nilai indikator pertanyaan kelima SPK 2 sebesar 0,668, SPK 3 sebesar 0,752, SPK 4

sebesar 0,770, SPK 5 sebesar 0,751, SPK 6 sebesar 0,812, SPK 7 sebesar 0,866 dan SPK

8 sebesar 0,740 yang berarti bahwa nilai Loading Factor diatas 0,5 maka indikator

pertanyaan pada Sistem Pengukuran Kinerja dinyatakan valid.

Semua Loading Factor diatas menunjukkan bahwa hasil output dari semua indikator tidak

ditemukan Loading Factor dibawah 0,5 sehingga semua indikator dinyatakan valid. Uji

signifikansi Loading Factor dengan niali t statistik adalah sebagai berikut :

Tabel 4.5

Nilai Outer Loadings

Original Sample Standard T Statistics P


Sample Mean (M) Deviation (|O/ Values
(O) (STDEV) STDEV|)
TQM 5 <- Total 0,748 0,729 0,113 6,603 0,000
Quality
Original Sample Standard T Statistics P
Sample Mean (M) Deviation (|O/ Values
(O) (STDEV) STDEV|)
Management
TQM 6 <- Total 0,624 0,602 0,130 4,792 0,000
Quality
Management
TQM 7 <- Total 0,749 0,722 0,137 5,460 0,000
Quality
Management
TQM 8 <- Total 0,767 0,741 0,112 6,858 0,000
Quality
Management
TQM 9 <- Total 0,839 0,836 0,092 9,167 0,000
Quality
Management
TQM 10 <- Total 0,753 0,750 0,104 7,263 0,000
Quality
Management
SP 1 <- Sistem 0,917 0,728 0,558 1,644 0,101
Penghargaan
SP 2 <- Sistem 0,923 0,730 0,551 1,677 0,094
Penghargaan
SP 3 <- Sistem 0,891 0,703 0,541 1,646 0,100
Penghargaan
SP 4 <- Sistem 0,949 0,745 0,537 1,766 0,078
Penghargaan
SP 5 <- Sistem 0,885 0,705 0,537 1,679 0,094
Penghargaan
BO 1 <- Budaya 0,828 0,772 0,218 3,802 0,000
Organisasi
BO 2 <- Budaya 0,846 0,774 0,252 3,358 0,001
Organisasi
BO 3 <- Budaya 0,834 0,800 0,215 3,872 0,000
Organisasi
KM 1 <- Kinerja 0,810 0,709 0,194 4,167 0,000
Manajerial
KM 2 <- Kinerja 0,811 0,711 0,240 3,382 0,001
Manajerial
KM 4 <- Kinerja 0,856 0,792 0,193 4,442 0,000
Manajerial
KM 5 <- Kinerja 0,824 0,818 0,211 4,150 0,000
Manajerial
KM 6 <- Kinerja 0,841 0,556 0,336 1,559 0,120
Manajerial
KM 7 <- Kinerja 0,736 0,659 0,180 4,087 0,000
Manajerial
SPK 2 <- Sistem 0,668 0,642 0,111 6,011 0,000
Pengukuran
Original Sample Standard T Statistics P
Sample Mean (M) Deviation (|O/ Values
(O) (STDEV) STDEV|)
Kinerja
SPK 3 <- Sistem 0,752 0,744 0,087 8,594 0,000
Pengukuran
Kinerja
SPK 4 <- Sistem 0,770 0,748 0,103 7,456 0,000
Pengukuran
Kinerja
SPK 5 <- Sistem 0,751 0,737 0,088 8,552 0,000
Pengukuran
Kinerja
SPK 6 <- Sistem 0,812 0,811 0,076 10,712 0,000
Pengukuran
Kinerja
SPK 7 <- Sistem 0,866 0,862 0,061 14,192 0,000
Pengukuran
Kinerja
SPK 8 <- Sistem 0,740 0,746 0,079 9,377 0,000
Pengukuran
Kinerja
Sumber : Data diolah (2019)

Berdasarkan pada tabel 4.5 menunjukkan hasil Loading Factor diketahui bahwa :

1. Nilai Loading Factor memiliki nilai t statistik lebih dari 2,0. Nilai t statistik untuk

Loading Factor indikator pertanyaan TQM 5 sebesar 6,603, TQM 6 sebesar 4,792, TQM

7 sebesar 5,460, TQM 8 sebesar 6,858, TQM 9 sebesar 9,167 dan TQM 10 sebesar 7,263

sehingga sangat jelas memiliki validitas yang signifikan.

2. Nilai Loading Factor memiliki nilai t statistik lebih dari 2,0. Nilai t statistik untuk

Loading Factor indikator pertanyaan SP 1 sebesar 1,644, SP 2 sebesar 1,677, SP 3

sebesar 1,646, SP 4 sebesar 1,766 dan SP 5 sebesar 1,679 sehingga dari semua indikator

pertanyaan ini memiliki validitas signifikansi yang lemah.

3. Nilai Loading Factor memiliki nilai t statistik lebih dari 2,0. Nilai t statistik untuk

Loading Factor indikator pertanyaan BO 1 sebesar 3,802, BO 2 sebesar 3,358 dan BO 3

sebesar 3,872 sehingga sangat jelas memiliki validitas yang signifikan.


4. Nilai Loading Factor memiliki nilai t statistik lebih dari 2,0. Nilai t statistik untuk

Loading Factor indikator pertanyaan KM 1 sebesar 4,167, KM 2 sebesar 3,382, KM 4

sebesar 4,442, KM 5 sebesar 4,150, KM 6 sebesar 1,559 dan KM 7 sebesar 4,087

sehingga sangat jelas semua indikator pertanyaan tersebut memiliki validitas yang

signifikan, kecuali indikator pertanyaan KM 6 sebesar 1,559 yang berarti memiliki

validitas signifikansi yang lemah.

5. Nilai Loading Factor memiliki nilai t statistik lebih dari 2,0. Nilai t statistik untuk

Loading Factor indikator pertanyaan SPK 2 sebesar 6,01, SPK 3 sebesar 8,594, SPK 4

sebesar 7,456, SPK 5 sebesar 8,552, SPK 6 sebesar 10,712, SPK 7 sebesar 14,192 dan

SPK 8 sebesar 0,937 sehingga semua indikator pertanyaan tersebut memiliki validitas

yang signifikan.

Hasil dari semua Loading Factor yang telah dijelaskan menunjukkan bahwa penggunaan

keempat variabel tersebut dinyatakan mampu mengukur variabel Kinerja Manajerial.

2. AVE

Hasil dalam validitas convergent dihitung dengan melihat output construct reliability and

validity yang didalamnya terdapat nilai AVE. Kriteria nilai validitas convergent dikatakan

baik jika memiliki nilai AVE lebih dari 0,5 (Yamin dan Kurniawan, 2011). Berdasarkan nilai

AVE menunjukkan hasil sebagai berikut:

Nilai AVE terdapat dalam Construct Validity and validity

Tabel 4.6
Nilai AVE

Average Variance Extracted (AVE)


Variabel
Total Quality Management (TQM) 0,561
Sistem Penghargaan 0,834
Budaya Organisasi 0,699
Kinerja Manajerial 0,604
Sistem Pengukuran Kinerja 0,589
Sumber : Data diolah (2019)

Hasil pengujian pada tabel 4.6 menunjukkan bahwa semua nilai AVE pada variabel

penelitian ini sudah menunjukkan sebagai pengukur yang fit, memiliki nilai AVE diatas 0,5

hal ini berarti bahwa semua item pertanyaan yang digunakan untuk mengukur masing-masing

variabel adalah reliabel.

3. Validitas Diskriminan

Evaluasi discriminant validity dilakukan dengan melihat nilai Cross Loading dan

membandingkan antara nilai kuadrat korelasi antara konstrak dengan nilai AVE.

a. Nilai Cross Loading

Nilai Cross Loading bahwa setiap indikator yang mengukur konstraknya harus berkorelasi

lebih tinggi dengan konstraknya dibandingkan dengan konstrak lainnya. Hasil output cross

loading adalah sebagai berikut :

Tabel 4.7

Nilai Cross Loading

Total Quality Sistem Budaya Kinerja Sistem


Management Penghargaan Organisasi Manajerial Pengukuran
Kinerja
TQM 5 0,748

TQM 6 0,624

TQM 7 0,749
Total Quality Sistem Budaya Kinerja Sistem
Management Penghargaan Organisasi Manajerial Pengukuran
Kinerja
TQM 8 0,767

TQM 9 0,839

TQM 10 0,753

SP 1 0,917

SP 2 0,923

SP 3 0,891

SP 4 0,949

SP 5 0,885

BO 1 0,828

BO 2 0,846

BO 3 0,834

KM 1 0,810

KM 2 0,811

KM 4 0,856

KM 5 0,874

KM 6 0,524

KM 7 0,736

SPK 2 0,668

SPK 3 0,752

SPK 4 0,770

SPK 5 0,751

SPK 6 0,812

SPK 7 0,866

SPK 8 0,740

Sumber : Data diolah (2019)

Pada tabel 4.7 menunjukkan hasil Cross Loading TQM 5 adalah sebesar 0,748, TQM 6

sebesar 0,624, TQM 7 sebesar 0,749, TQM 8 sebesar 0,767, TQM 9 sebesar 0,839, TQM 10

sebesar 0,753 dan seterusnya hingga SPK 8 sebesar 0,740, nilai korelasi konstrak lebih tinggi

dengan konstrak total quality management (TQM) daripada nilai korelasi konstrak lainnya,

indikator lainnya berkorelasi lebih tinggi dengan konstraknya masing-masing dibandingkan

dengan lainnya, hal ini berarti bahwa memiliki discriminant validity yang baik. Karena Cross
Loading merupakan korelasi antara indikator dengan konstraknya, semakin tinggi korelasinya

maka menunjukkan tingkat validitas yang lebih baik. Nilai korelasi konstrak lebih tinggi

dengan konstrak keamanan dan kerahasiaan dari pada konstrak lainnya, indikator lebih tinggi

dengan konstraknya masing-masing dibandingkan dengan lainnya, hal ini menunjukkan

discriminant validity yang baik.

b. Perbandingan Nilai Kuadrat Kolerasi

Untuk melihat discriminant validity yang baik adalah dengan melakukan perbandingan yang

dilakukan dengan membandingkan antara korelasi dengan nilai akar Average Variance

Extracted (AVE) atau korelasi konstrak dengan akar AVE.

Tabel 4.8
Latent Variable Correlations
Korelasi Antar Variabel
BO KM SP SPK TQM
Budaya Organisasi 1,000 0,395 0,429 0,827 0,424
Kinerja Manajerial 0,395 1,000 0,088 0,218 0,354
Sistem Penghargaan 0,429 0,088 1,000 0,578 0,251
Sistem Pengukuran 0,827 0,218 0,578 1,000 0,435
Kinerja
Total Quality Management 0,424 0,354 0,251 0,435 1,000
(TQM)

Sumber : Data diolah (2019)

Berdasarkan uraian tabel 4.8 pemeriksaan discriminant validity melalui perbandingan nilai

AVE dengan korelasi antara konstrak untuk AVE BO>(BO=>KM) = (0,605>0,395), AVE

SP>(SP=>KM) = (0,912>0,088), AVE SPK>(SPK=>KM) = (0,728>0,218) dan AVE

TQM>(TQM=>SPK) = (0,646>0,354) sehingga dapat dikatakan konstrak tersebut memiliki

discriminant validity yang baik.

B. Uji Reliabilitas
Pemeriksaan reliabilitas konstrak dengan melihat Output Construct Reliability and Validity

yang didalamnya terdapat hasil Output Composite Reliability and Cronbach’s Alpha,

dikatakan reliabel jika nilai lebih dari 0,7, output yang menunjukkan akurasi, konsistensi dari

ketetapan alat ukur Composite Reliability merupakan uji reliabilitas dalam PLS yang dimana

menunjukkan akurasi, konsistensi dari ketetapan suatu alat ukur dalam melakukan

pengukuran.

Tabel 4.9
Quality Criteria (Composite Reliability, Cronbach’s Alpha)

Variabel Cronbach’s Alpha Composite Reliability

Budaya Organisasi 0,788 0,875


Kinerja Manajerial 0,868 0,899
Sistem Penghargaan 0,954 0,962
Sistem Pengukuran Kinerja 0,884 0,909
Total Quality Management 0,846 0,884
Sumber : Data diolah (2019)

Pada Tabel 4.9 terlihat nilai Cronbach’s Alpha dan Composite Reliability yang dihasilkan

konstruk Budaya Organisasi, Kinerja Manajerial, Sistem Penghargaan,Sistem Pengukuran

Kinerja dan Total Quality Management (TQM) sangat baik yaitu diatas 0,7.

4.1.2.2 Inner Model (Model Structural)

Pengujian model struktural (Inner Model) dapat dilihat dari nilai R-Square untuk setiap

variabel endogen sebagai kekuatan prediksi dari model struktural. Perubahan nilai R-Square

dapat digunakan untuk menjelaskan pengaruh variabel laten eksogen tertentu terhadap model

Structural, teknik yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah Path Coefficient.

A. Coefficient Determination ¿)
Koefisien determinasi merupakan angka yang menunjukkan besar kontribusi pengaruh yang

diberikan variabel laten eksogen terhadap variabel laten endogen, berdasarkan hasil

pengujian menggunakan software SmartPLS 3.0, diperoleh hasil sebagai berikut :

Tabel 4.10
R-Square

Variabel R2
Sistem Pengukuran Kinerja 0,145
Kinerja Manajerial 0,118
Sumber : Data diolah (2019)

Kontrak endogen diuji untuk menguatkan antara konstrak eksogen dengan mengevaluasi R2,

berdasarkan tabel diatas terlihat R2 yang diperoleh adalah dapat disimpulkan bahwa variabel

Sistem Pengukuran Kinerja dapat dijelaskan oleh variabel Total Quality Management (TQM)

sebesar 0,145 atau 14,5%. Dan variabel Kinerja Manajerial dapat dijelaskan oleh variabel

Sistem Pengukuran Kinerja, variabel Sistem Penghargaan dan variabel Budaya organisasi

sebesar 0,118 atau 11,8%. Sedangkan sebanyak 73,7% sisanya merupakan besar kontribusi

pengaruh yang diberikan oleh faktor lain yang tidak diteliti.

B. Path Coefficient

Pengujian Path Coefficient digunakan untuk meyakinkan bahwa hubungan antar konstrak

adalah kuat, hubungan antar konstrak dikatakan tinggi jika Path Coefficient tersebut lebih

besar dari 0,100, selanjutnya dikatakan signifikan jika Path Coefficient pada level > 0,050.
Tabel 4.11
PLS Structural Model (Path Coefficient, T Statistik)

Original Sample Standard T Statistics P


Sample (o) Mean (o) Deviation (|O/ STDEV|) Values
(STDEV)
Budaya Organisasi 0,394 0,368 0,214 1,840 0,066
-> Kinerja
Manajerial
Sistem -0,044 0,038 0,183 0,239 0,811
Penghargaan ->
Kinerja Manajerial
Sistem Pengukuran -0,054 -0,018 0,222 0,241 0,810
Kinerja -> Kinerja
Manajerial
Total Quality 0,381 0,414 0,092 4,134 0,000
Management ->
Sistem Pengukuran
Kinerja
Sumber : Data diolah (2019)
*** Signifikansi at 1% (2.36850) = Sangat Signifikan
** Signifikansi at 5% (1.66196) = Signifikan
* Signifikansi at 10% (1.29103) = Signifikan Lemah

Berdasarkan tabel 4.11 variabel-variabel yang menunjukkan nilai signifikansi adalah Budaya

Organisasi yang memiliki nilai signifikansi sebesar 0,394 dan Total Quality Management

(TQM) yang memiliki nilai signifikansi sebesar 0,381. Jadi dari variabel-variabel tersebut

dapat disimpulkan bahwa nilai signifikansi lebih dari 0,050 yang berarti variabel-variabel
tersebut signifikan dengan nilai signifikansi tertinggi adalah Budaya Organisasi sebesar 0,394

dan variabel yang memiliki nilai signifikansi terendah adalah Total Quality Management

(TQM) dengan nilai sebesar 0,381. Sedangkan variabel-variabel yang menunjukkan nilai

yang tidak signifikan adalah Sistem Penghargaan yang memiliki nilai signifikansi sebesar -

0,044 dan Sistem Pengukuran Kinerja yang memiliki nilai signifikansi sebesar -0,054. Jadi

dari dua variabel tersebut memiliki nilai signifikansi kurang dari 0,050 yang berarti variabel-

variabel tersebut tidak signifikan.

4.1.3 Pengujian Hipotesis

Hasil pengujian data dengan menggunakan SmartPLS didapatkan hasil pengujian hipotesis

berupa nilai Original Sample (O) yang merupakan nilai koefisien jalur dan nilai t Statistik,

untuk melihat signifikansinya dengan melihat nilai koefisien parameter dan nilai signifikansi

t Statistik, besarnya koefisien dari Original Sample dapat berarti variabel tersebut

berpengaruh positif atau negatif dan berdasarkan signifikansi nilai t Statistik lebih besar dari t

tabel 0,01 = (2.36850), dikatakan signifikan jika 0,05 = (1.66196) dan 0,10 = (1.291103)

dikatakan signifikan (signifikan lemah).

4.1.3.1 Hipotesis 1

Ha1 : Pengukuran total quality management (TQM) berpengaruh signifikan terhadap Sistem
Pengukuran Kinerja

Hasil uji terhadap koefisien parameter antara total quality management (TQM) terhadap

Sistem Pengukuran Kinerja menunjukkan nilai Path Coefficient 0,381 dengan nilai t statistik

4,134, dapat dikatakan total quality management (TQM) berpengaruh terhadap Sistem

Pengukuran Kinerja karena Path Coefficient 0,381 berada diatas 0,100 dan signifikan karena t

statistik 4,134 berada diatas nilai t tabel 0,01 = (2.36850), sehingga hipotesis Ha1 yaitu total
quality management (TQM) berpengaruh signifikan terhadap Sistem Pengukuran Kinerja

diterima.

4.1.3.2 Hipotesis 2

Ha2 : Pengukuran Sistem Pengukuran Kinerja berpengaruh signifikan terhadap Kinerja


Manajerial

Hasil uji terhadap koefisien parameter antara Sistem Pengukuran Kinerja terhadap Kinerja

Manajerial menunjukkan nilai Path Coefficient -0,054 dengan nilai t statistik 0,241 dapat

dikatakan Sistem Pengukuran Kinerja tidak berpengaruh terhadap Kinerja Manajerial karena

Path Coefficient -0,054 berada dibawah 0,100 dan tidak signifikan karena t statistik 0,241

berada dibawah nilai t tabel 0,01 = (2.36850), sehingga hipotesis Ha 2 yaitu Sistem

Pengukuran Kinerja berpengaruh signifikan terhadap Kinerja Manajerial ditolak.

4.1.3.3 Hipotesis 3

Ha3 : Pengukuran Sistem Penghargaan berpengaruh signifikan terhadap Kinerja Manajerial

Hasil uji terhadap koefisien parameter antara Sistem Penghargaan terhadap Kinerja

Manajerial menunjukkan nilai Path Coefficient -0,044 dengan nilai t statistik 0,239 dapat

dikatakan Sistem Penghargaan tidak berpengaruh terhadap Kinerja Manajerial karena Path

Coefficient -0,044 berada dibawah 0,100 dan tidak signifikan karena t statistik 0,239 berada
dibawah nilai t tabel 0,01 = (2.36850), sehingga hipotesis Ha 3 yaitu Sistem Penghargaan

berpengaruh signifikan terhadap Kinerja Manajerial ditolak.

4.1.3.4 Hipotesis 4

Ha4 : Pengukuran budaya organisasi berpengaruh signifikan terhadap kinerja manajerial

Hasil uji terhadap koefisien parameter antara budaya organisasi terhadap kinerja manajerial

menunjukkan nilai Path Coefficient 0,394 dengan nilai t statistik 1,840, dapat dikatakan

budaya organisasi berpengaruh terhadap kinerja manajerial karena Path Coefficient 0,394

berada diatas 0,100 dan signifikan karena t statistik 1,840 berada diatas nilai t tabel 0,01 =

(2.36850), sehingga hipotesis Ha4 yaitu budaya organisasi berpengaruh signifikan terhadap

kinerja manajerial diterima.

4.1.3.5 Hipotesis 5

Ha5 : Pengukuran total quality management (TQM) berpengaruh signifikan terhadap kinerja
manajerial melalui sistem pengukuran kinerja

Hasil uji terhadap koefisien parameter antara total quality management (TQM) terhadap

Sistem Pengukuran Kinerja menunjukkan nilai Path Coefficient 0,381 dengan nilai t statistik

4,134, dapat dikatakan total quality management (TQM) berpengaruh terhadap sistem

pengukuran kinerja karena Path Coefficient 0,381 berada diatas 0,100 dan sangat signifikan

karena t statistik 4,134 berada diatas nilai t tabel 0,01 = (2.36850). Dan hasil uji terhadap

koefisien parameter antara sistem pengukuran kinerja terhadap kinerja manajerial

menunjukkan nilai Path Coefficient -0,054 dengan nilai t statistik 0,241 dapat dikatakan

sistem pengukuran kinerja tidak berpengaruh terhadap kinerja manajerial karena Path

Coefficient -0,054 berada dibawah 0,100 dan signifikan lemah karena t statistik 0,241 berada

dibawah nilai t tabel 0,01 = (2.36850).


Pada penelitian ini dikembangkan model yang menghubungkan pengaruh tidak langsung

konstruk total quality management (TQM) melalui variabel perantara sistem pengukuran

kinerja terhadap konstruk kinerja manajerial.

Tabel 4.12

Inner Weight

Original Sample (O) Standard Error (STERR) T Statistics


(|O/ STERR |)
Budaya Organisasi -> 0,394 0,214 1,840
Kinerja Manajerial
Sistem Penghargaan -> -0,044 0,183 0,239
Kinerja Manajerial
Sistem Pengukuran -0,054 0,222 0,241
Kinerja -> Kinerja
Manajerial
Total Quality Management 0,381 0,092 4,134
-> Sistem Pengukuran
Kinerja
Sumber : Data diolah 2019

Untuk menguji pengaruh tidak langsung atau indirect effect dari variabel intervening dapat

dilakukan dengan mendapatkan nilai z-value menggunakan metode sobel test:

0,381 ×−0,054
Z-Value : =0,18047
√(0,0001)+(0,0012)

Jadi, hipotesis Ha5 yaitu total quality management (TQM) berpengaruh signifikan terhadap

kinerja manajerial melalui sistem pengukuran kinerja ditolak dengan nilai pengaruh -0,18074

yang berada dibawah 0,100. Dan dalam penelitian pada objek ini yang menjadikan sistem

pengukuran kinerja sebagai variabel perantara kurang reaktif dalam penilaian pengaruh total

quality management (TQM) terhadap kinerja manajerial.

4.2 Pembahasan

Dalam penelitian ini yang menjadi landasan teorinya adalah menggunakan teori kontingensi.

Pendekatan teori kontijensi mengidentifikasi bentuk-bentuk optimal pengendalian organisasi


di bawah kondisi operasi yang berbeda dan mencoba untuk menjelaskan bagaimana prosedur

operasi pengendalian organisasi tersebut. Sistem Akuntansi Sektor publik merupakan suatu

pendekatan kontinjensi dari faktor kondisional yang digunakan dalam penelitian sebagai

variabel yang memoderasi suatu hubungan. Sesuai dengan pendekatan kontinjensi Otley

(1980), pendekatan kontinjensi akuntansi manajemen didasarkan premis bahwa tidak ada

sistem akuntansi secara universal selalu tepat digunakan seluruh organisasi, namun sistem

akuntansi manajemen hanya sesuai (fit) untuk suatu konteks atau kondisi tertentu saja.

Menurut pertimbangan Otley, variabel yang berpengaruh dalam menentukan Management

Control Systems adalah lingkungan, technologi, ukuran organisasi dan strategi perusahaan.  

Teori kontinjensi akuntansi manajemen menunjukkan suatu upaya dalam penentuan sistem

pengendalian yang paling memungkinkan atas seperangkat keadaan yang ada pada suatu

organisasi. Beberapa variabel yang perlu dipertimbangkan adalah :

 Lingkungan. Satu hal yang mendasar dari sistem pengendalian manajemen adalah adanya

pengaruh dari lingkungan dimana organisasi tersebut beroperasi.

 Teknologi. Sifat dari proses produksi suatu produk atau jasa biasanya ditentukan juga

oleh biaya dalam penggunaan teknologi tersebut.

 Ukuran organisasi. ukuran organisasi merupakan faktor yang mempengaruhi baik struktur

maupun kesatuan pengendalian dalam organisasi.

 Strategi. Strategi yang dimiliki oleh organisasi mempunyai pengaruh yang besar terhadap

sistem akuntansi manajemen dan sistem pengendalian

Teori kontijensi dalam metoda penelitian mengargumenkan bahwa efektivitas desain sistem

akuntansi manajemen tergantung eksistensi perpaduan antara organisasi dengan

lingkungannya. Sistem Akuntansi sering digunakan untuk memotivasi dan mempengaruhi

perilaku karyawan dalam berbagai cara yang akan memaksimalkan kesejahteraan organisasi

dan karyawan. Sistem Akuntansi sebagai alat kontrol organisasi dan alat yang efektif
menyediakan informasi yang bermanfaat guna memprediksi konsekuensi yang mungkin

terjadi pada berbagai aktivitas yang dilakukan.

Dan pada teori kontijensi ini sangat cocok digunakan, karena penelitian ini untuk

mengidentifikasi kinerja manajerial dari rumah sakit di Provinsi Lampung agar tergerak

untuk meningkatkan nilai dari rumah sakit itu sendiri. Hal tersebut dapat dilihat dari

pengujian terhadap total quality management (TQM), sistem penghargaan, sistem

pengukuran kinerja dan budaya organisasinya.

4.2.1 Pembahasan Hasil Hipotesis 1

Hipotesis yang ke 1 yaitu pengaruh total quality management (TQM) terhadap sistem

pengukuran kinerja, hasil analisis terlihat bahwa total quality management (TQM) memiliki

pengaruh yang signifikan terhadap sistem pengukuran kinerja. Penerimaan hipotesis ke 1

(Ha1) tersebut mengindikasikan bahwa tujuan perusahaan dalam menghasilkan produk

berkualitas adalah tercapainya kepuasan pelanggan yang ditandai dengan berkurangnya

keluhan dari pelanggan sehingga menunjukkan kinerja perusahaan yang meningkat. Total

Quality Management (TQM) merupakan suatu pendekatan dalam menjalankan usaha yang

mencoba memaksimumkan daya saing organisasi melalui perbaikan terus-menerus atas

produk, jasa, manusia, proses, dan lingkungannya (Nasution, 2005).

Adapun implikasi pada objek penelitian ini yaitu Rumah Sakit tipe D Provinsi Lampung,

bahwa total quality management (TQM) memiliki pengaruh yang signifikan terhadap sistem

pengukuran kinerja. Jadi pelayanan kesehatan yang diberikan pihak Rumah Sakit terhadap

pasien dapat dikategorikan baik, karena kerjasama tim dalam menjalankan untuk

memaksimalkan pelayanan, sehingga kepuasan pasien dapat tercapai dengan baik, ini akan

sejalan dengan cepat terealisasinya tujuan Rumah Sakit terutama peningkatan nilai Rumah

Sakit yang bertipe D menjadi tipe C atau bahkan lebih baik lagi.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Lamato (2017) tentang”

Analisis Total Quality Management terhadap Kinerja Manajerial pada PT. Asegar Murni Jaya

Desa Tumaluntung Kabupaten Minahasa Utara” dengan hasil penelitian menunjukkan bahwa

Variabel Fokus pada pelanggan, Perbaikan Berkesinambungan, Pelatihan dan Pemberdayaan

Karyawan secara parsial berpengaruh terhadap kinerja manajerial pada PT Asegar Murni

Jaya Desa Tumaluntung Kabupaten Minahasa Utara.

Namun hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan Maulidiyah, dkk

(2017) total quality management (TQM) terhadap kinerja manajerial memiliki pengaruh

negatif yang signifikan.

4.2.2 Pembahasan Hasil Hipotesis 2

Hipotesis yang ke 2 yaitu pengaruh sistem pengukuran kinerja terhadap kinerja manajerial,

hasil analisis terlihat bahwa sistem pengukuran kinerja tidak memiliki pengaruh yang

signifikan terhadap kinerja manajerial. Penolakan hipotesis ke 2 (Ha2) tersebut

mengindikasikan bahwa Sistem Pengukuran Kinerja tidak dapat memberikan informasi yang

relevan terhadap pengambilan keputusan oleh manajer pada objek penelitian ini, padahal

informasi kinerja memberikan para manajer prediksi yang lebih akurat tentang keadaan

lingkungan, sehingga menghasilkan sebuah pengambilan keputusan alternatif yang lebih baik

dengan rangkaian tindakan efektif dan efisien dan berdampak pada peningkatan kinerja

manajer. Selain itu infomasi kinerja yang komprehensif dari Sistem Pengukuran Kinerja akan

memberikan informasi yang lebih spesifik dan relevan untuk proses pengambilan keputusan

sehingga dapat meningkatkan Kinerja Manajerial.

Adapun implikasi pada objek penelitian ini yaitu Rumah Sakit tipe D Provinsi Lampung,

bahwa sistem pengukuran kinerja tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kinerja
manajerial. Jadi kurangnya informasi riset pada Rumah Sakit yang menjadi objek penelitian

ini menyebabkan terlambatnya perbaikan mekanisme untuk meningkatkan kualitas

pelayanan. Sehingga efektivitas kerja dalam kegiatan operasional yang akan berpengaruh

pada peningkatan kinerja dari pihak manajerial Rumah Sakit. Jadi, ini akan menghambat

terealisasinya tujuan Rumah Sakit dalam peningkatan nilai Rumah Sakit yang bertipe D

menjadi tipe C atau bahkan lebih baik lagi.

Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan Tita, dkk (2018) sistem

pengukuran kinerja tidak signifikan berpengaruh pada kinerja manajerial. Namun hasil

penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan Putu dan Wayan (2017)

menyatakan bahwa sistem pengukuran kinerja berpengaruh secara parsial terhadap kinerja

manajerial. Jadi dapat disimpulkan bahwa dengan diterapkannya sistem pengukuran kinerja

belum tentu akan menghasilkan kinerja manajerial yang tinggi.

4.2.3 Pembahasan Hasil Hipotesis 3

Hipotesis yang ke 3 yaitu pengaruh sistem penghargaan terhadap kinerja manajerial, hasil

analisis terlihat bahwa sistem penghargaan tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap

kinerja manajerial. Penolakan hipotesis ke 3 (Ha3) tersebut mengindikasikan bahwa sistem

penghargaan tidak dapat mempengaruhi kinerja manajer, karena pihak manajemen yang

diharapkan tidak mampu menerapkan suatu imbalan yang efisien. Suatu reward yang

dirancang oleh suatu organisasi harus mampu memacu motivasi kinerja pegawainya agar

kinerja yang tinggi. Oleh karena itu, reward yang dibentuk harus memiliki nilai dimata

pegawai (Lina, 2014).

Adapun implikasi pada objek penelitian ini yaitu Rumah Sakit tipe D Provinsi Lampung,

bahwa sistem penghargaan tidak dapat mempengaruhi kinerja manajer. Jadi kurangnya
apresisasi dari pihak Rumah Sakit terhadap karyawannya, misal dalam penerapan sistem gaji

yang tidak proporsional dan kurangnya penghargaan dari atasan atas kinerja karyawan

sehingga mengakibatkan motivasi kerja karyawan menurun. Oleh karena itu, tingkat kinerja

manajerial tidak mengalami peningkatan yang signifikan. Jadi, ini akan menghambat

terealisasinya tujuan Rumah Sakit dalam peningkatan nilai Rumah Sakit yang bertipe D

menjadi tipe C atau bahkan lebih baik lagi.

Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan Brenda Tendean, dkk

(2018) mengenai sistem imbalan mempengaruhi kinerja manajerial ditolak, ini menunjukkan

bahwa sistem imbalan yang diterapkan oleh rumah sakit tidak mempengaruhi kinerja

manajerial. Namun hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan

Harianto, dkk (2016) menemukan bahwa Reward System berpengaruh signifikan terhadap

kinerja manajer.

4.2.4 Pembahasan Hasil Hipotesis 4

Hipotesis yang ke 4 yaitu pengaruh budaya organisasi terhadap kinerja manajerial, hasil

analisis terlihat bahwa budaya organisasi memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kinerja

manajerial. Penerimaan hipotesis ke 4 (Ha4) tersebut mengindikasikan bahwa kesuksesan

organisasi selain diukur dari karyawan dan keterkaitan budaya yang melekat padanya, juga

dapat dilihat dari kinerja organisasi secara keseluruhan. Budaya organisasi merupakan sistem

penyebaran kepercayaan dan nilai-nilai yang berkembang dalam suatu organisasi dan

mengarahkan perilaku anggota-anggotanya. Budaya organisasi dapat menjadi instrumen

keunggulan kompetitif yang utama, yaitu bila budaya organisasi mendukung strategi

organisasi, dan bila budaya organisasi dapat menjawab atau mengatasi tantangan lingkungan

dengan cepat dan tepat (Soedjono, 2005).


Adapun implikasi pada objek penelitian ini yaitu Rumah Sakit tipe D Provinsi Lampung,

bahwa budaya organisasi memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kinerja manajerial.

Jadi suksesnya Rumah Sakit tidak hanya dilihat dari sisi keuangan saja, tetapi juga dapat

dilihat dari peningkatan kualitas sumber daya manusia teruatama besarnya kemauan dalam

menambah wawasan yang dimiliki agar sumber daya manusia Rumah Sakit tipe D di Provinsi

Lampung dalam aktivitas kerja antar karyawan, sehingga akan meningkatkan kinerja

manajerial Rumah Sakit. Dan akan sejalan dengan cepat terealisasinya tujuan Rumah Sakit

terutama peningkatan nilai Rumah Sakit yang bertipe D menjadi tipe C atau bahkan lebih

baik lagi.

Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Budiono, dkk (2016) ada pengaruh

positif dari variabel Budaya Organisasi terhadap Kinerja kerja karyawan, artinya jika Budaya

Organisasi semakin baik maka Kinerja kerja karyawan akan meningkat. Namun hasil

penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan Lina (2014) menunjukkan

bahwa Budaya Organisasi berpengaruh tidak signifikan Kinerja Pegawai, berarti Budaya

Organisasi memiliki arah negatif sehingga kurang kuat untuk mempengaruhi Kinerja

Pegawai.

4.2.5 Pembahasan Hasil Hipotesis 5

Hipotesis yang ke 5 yaitu pengaruh total quality management (TQM) terhadap kinerja

manajerial melalui sistem pengukuran kinerja. Dari hasil analisis terlihat bahwa total quality

management (TQM) tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kinerja manajerial

melalui sistem pengukuran kinerja, walaupun dalam penelitian pada objek ini yang

menjadikan sistem pengukuran kinerja sebagai variabel perantara tidak reaktif dalam

penilaian pengaruh total quality management (TQM) terhadap kinerja manajerial. Penolakan

hipotesis ke 5 (Ha5) tersebut mengindikasikan bahwa jika berbicara mengenai penilaian


kinerja, tentunya yang ada di benak kita pertama kalinya adalah karyawan. Karena karyawan

merupakan unsur utama dalam penilaian kinerja. Sehingga perlunya pengukuran yang akurat

dalam mengawasi kegiatan karyawan dalam perusahaan.

Adapun implikasi pada objek penelitian ini yaitu Rumah Sakit tipe D Provinsi Lampung,

bahwa total quality management (TQM) tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap

kinerja manajerial melalui sistem pengukuran kinerja. Jadi keberhasilan Rumah Sakit dalam

mengatur kegiatan manajerialnya secara tidak langsung dapat dipengaruhi oleh total quality

management (TQM) yaitu dengan kerjasama tim yang baik dalam memberikan pelayanan

terhadap kepuasan pasien. Akan tetapi keberhasilan ini tidak sejalan perbaikan mekanisme

kerjanya. Sehingga akan terjadi keterlambatan pencapaian tujuan Rumah Sakit terutama

peningkatan nilai Rumah Sakit yang bertipe D menjadi tipe C atau bahkan lebih baik lagi.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Maulidiyah, dkk (2017)

total quality management (TQM) terhadap kinerja manajerial memiliki pengaruh negatif yang

signifikan dan sistem pengukuran kinerja tidak berpengaruh pada kinerja manajerial. Namun

penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian Darmawan (2017) mengenai interaksi TQM

dengan sistem pengukuran kinerja mempengaruhi kinerja manajerial pada Fajar Grup.

Anda mungkin juga menyukai