Anda di halaman 1dari 22

BAB V

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini diuraikan hasil penelitian dan pembahasan mengenai

pengetahuan, sikap Perawat dan penerapan MTBS di Kabupaten Seram Bagian

Timur Provinsi Maluku. Penyajian data dalam bentuk analisis univariat yang

mengdiskripsikan distribusi dan presentasi dari tiap-tiap variabel yang diteliti.

Penelitian ini dilaksanakan selama 1 bulan tanggal 30 Juli sampai dengan

31 Agustus 2012. Adapun besar sampel yang digunakan dalam penelitian ini 40

responden Perawat yang telah mendapat pelatihan Manajemen Terpadu Balita

Sakit (MTBS) dengan teknik total sampling rancangan penelitian survey diskriktif

yaitu data penelitian diambil dalam satu kali pertemuan tanpa dilakukan follow up

selanjutnya.

Data diperoleh langsung dari responden dengan cara membagikan

kuesioner dan mengobservasi langsung terhadap penerapan MTBS. Pembagian

kuesioner dan observasi penerapan MTBS, peneliti dibantu oleh 2 orang asisten

Perawat (unimerator), peneliti memberikan penjelasan kepada asisten terkait

penelitian dimaksud.

Untuk responden sebelum pengisian kuesioner, responden diminta untuk

menandatangani informed consent atau lembar persetujuan menjadi responden

kemudian peneliti menjelaskan tentang maksud dan tujuan penelitian dilakukan,

cara pengisian kuesioner, dan kerahasiaan dari jawaban responden.

55
A. Hasil penelitian

1. Gambaran Umum daerah Penelitian

Kabupaten Seram Bagian Timur Provinsi Maluku termasuk

Kabupaten pemekaran sesuai dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun

2003. Letak geografis; Utara berbatas laut Seram, Selatan berbatas laut

Banda, Timur berbatas laut Arafuru, Barat berbatas Kabupaten Maluku

Tengah. Terdiri dari pulau-pulau, yang dibatasi oleh laut. Luas wilayah +

20.656.894 km² (luas darat + 5.779.123 km². Luas laut + 14.877.771 km²),

memiliki iklim laut tropis, jumlah penduduk 99.065 jiwa tahun 2011.

Sebahagian penduduk memiliki pekerjaan sebagai petani, nelayan, PNS dan

swasta. Terdapat 8 Kecamatan meliputi Kecamatan Bula / Ibu Kota

Kabupaten, Kecamatan Geser, Kecamatan Gorom Kataloka, Kecamatan

Gorom Miran, Kecamatan Wakate, Kecamatan Werinama, Kecamatan

Tutuktolu, Kecamatan Siwalalat. Terdapat 136 Desa, 321 Dusun.

Sarana kesehatan ada 16 Puskesmas, 46 Pustu dan Poskesdes.

Puskesmas dan Pustu sebagai tempat penelitian untuk 40 Perawat MTBS di

8 Kecamatan 16 Puskesmas dan 8 Pustu, Puskesmas dan Pustu tempat

penelitian yaitu : (Puskesmas Bula, Puskesmas Sesar, Puskesmas Sumber

Agung, Puskesmas Bangoi, Puskesmas Bula Air, Puskesmas Waru,

Puskesmas Kiliga, Puskesmas Kilimuri, Puskesmas Geser, Puskesmas

Gorom Kataloka, Puskesmas Gorom Miran, Puskesmas Amarsekaru,

Puskesmas Tamer Timur, Puskesmas Werinama, Puskesmas Batu Asa,

Puskesmas Polin, Pustu Teor, Pustu Belis, Pustu Pulau Paran, Pustu Air

56
Kasar, Pustu Dawan, Pustu Dai, Pustu Mida dan Pustu Kilkoda. Untuk

mencapai setiap Kecamatan, Desa, Puskesmas dan Pustu di pulau-pulau

memerlukan transfortasi kapal laut, Sped Boad/Long Boad yang

memerlukan waktu sekitar 4-9 jam perjalanan, sebahagian Puskesmas dan

Pustu dapat dijangkau dengan transfortasi darat atau jalan kaki melewati

dataran dan pegunungan sekitar 4 jam perjalanan. Jarak tempuh dari 8

Kecamatan untuk 16 Puskesmas dan 8 Pustu yang paling terjauh adalah

Kecamatan Wakate lokasi Puskesmas Tamer Timur dan Pustu teor waktu

tempuh sekitar 9 jam perjalanan laut dari Ibu Kota Kabupaten (Kota

Bula/Kecamatan Bula).

2. Karakteristik responden

Tabel 5.1
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Usia, Jenis Kelamin, Pendidikan,
Masa Kerja, Status Kepegawaian di Kabupaten Seram Bagian Timur
Provinsi Maluku
Karakteristik Kategori Jumlah Persen
(n) (%)
Umur 20-30 Tahun 10 25
31-40 Tahun 22 55
> 40 Tahun 8 20
Total 40 100
Jenis Kelamin Laki-laki 14 35
Perempuan 26 65
Total 40 100
Tingkat Pendidikan SPK 15 37.5
DIII.Keperawatan 20 50
S1 Keperawatan 1 2,5
S1 Keperawatan + Ners 4 10
Total 40 100
Masa Kerja 0 – 5 Tahun 1 2,5
5 – 10 Tahun 12 30
> 10 Tahun 27 67,5
Total 40 100
Status Kepegawaian PNS 40 100
Total 40 100
Sumber : data primer 2012

57
Tabel 5.2 Menunjukkan bahwa dari 40 responden mayoritas kelompok

umur terbanyak adalah umur 31-40 tahun sebanyak 22 responden (55%),

umur 20-30 tahun 10 responden (25%), diatas 40 tahun 8 responden (20%)

untuk karakteristik jenis kelamin adalah terbanyak perempuan 26

responden (65%), laki-laki 14 responden 35% untuk karakteristik tingkat

pendidikan terbanyak berada pada tingkat pendidikan DIII Keperawatan

adalah 20 responden (50%), SPK 15 responden (37,5%), S1 Keperawatan

+ Ners 4 responden (10%), S1 Keperawatan 1 responden (2,5%) adapun

karakteristik responden berdasarkan masa kerja tebanyak adalah diatas 10

tahun sebanyak 27 responden (67,5%) 5-10 tahun 12 responden (30%), 0-5

tahun 1 responden (2,5%) sedangkan berdasarkan status kepegawaian

adalah seluruhnya PNS 40 responden (100%).

3. Variabel Penelitian (Analisa Univariat)

a. Pengetahuan

Tabel 5.2
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Tingkatan Pengetahuan
Responden Tentang MTBS di Kabupaten Seram Bagian Timur
Provinsi.Maluku
Pengetahuan Jumlah Persen
(n) (%)
Baik 15 37,5
Cukup 19 47,5
Kurang 6 15
Total 40 100
Sumber : data primer 2012

Tabel 5.2 Menunjukan bahwa dari 40 responden yang diteliti mayoritas

responden terbanyak dengan pengetahuan cukup 19 responden dengan

presentase 47,5% dan responden dengan pengetahuan baik 15

58
responden dengan presentase 37,5%, serta responden yang

berpengetahuan kurang 6 responden dengan presentase 15%.

Tabel 5.3
Distribusi Frekuensi Jawaban Pengetahuan Responden Tentang MTBS
No. Benar Salah Ʃ
Item Pertanyaan Pengetahuan
n % n % n %
1. Urutan langkah-langkah dalam kegiatan MTBS 29 72,5 11 27,5 40 100
2. Yang tidak termasuk tanda bahaya umum 26 65 14 35 40 100
3. Klasifikasi anak umur 2,5 thn dengan keluhan 28 70 12 30 40 100
batuk,sesak,RR 40x/menit
4. Klasifikasi anak dengan keluhan berak encer, 30 75 10 25 40 100
gelisah, kelopk mata cekung, cubitan perut kembali
dengan segera
5. Klasifikasi bayi dengan keluhan demam 3 hri yang 29 72,5 11 27,5 40 100
lalu, pilek, mata merah, suhu 37,9º
6. Bila seorang ibu membawa anaknya ke Puskesmas 26 65 14 35 40 100
tindakan yang pertama dilakukan sesuai MTBS
7. Pengobatan yang tidak sesuai MTBS 25 62,5 15 37,5 40 100
8. Antibiotik pilihan pertama MTBS 36 90 4 10 40 100
9. Tindakan yang tepat utk kasus nomor 3 diatas 31 77,5 9 22,5 40 100
10. Tindakan yang tepat untuk kasus nomor 4 diatas 34 85 6 15 40 100
11. Tindakan yang tepat unutk kasus nomor 5 diatas 31 77,5 9 22,5 40 100
12. Dosis kotrimoksasol untuk Balita 3-<5 thn 31 77,5 9 22,5 40 100
13. Nasihat yang diberikan untuk kunjungan ulang 29 72,5 11 27,5 40 100
sesuai kasus nomor 3 diatas
14. Nasihat yang diberikan kapan harus kembali pada 29 72,5 11 27,5 40 100
ksus nomor 4
15. Nasihat yang diberikan kepada ibu dengan kasus 18 45 22 55 40 100
nomor 5
16. Komunikasi yang baik dalam memberikan nasihat 29 72,5 11 27,5 40 100
pada ibu
17. Pernyataan yang tidak tepat tentang penggunaan 30 75 10 25 40 100
kelambu untuk pencegahan malaria
18. Nasihat yang diberikan kepada ibu kapan harus 20 50 20 50 40 100
kembali
Sumber : data primer 2012

Tabel 5.3 Menunjukan bahwa dari 18 item pertanyaan pengetahuan

untuk 40 responden terdapat 36 responden (90%) terbanyak menjawab

benar pertanyaan nomor 8 (pertanyaan antibiotik pilihan pertama dalam

59
MTBS) dan sedikit responden 15 responden (38%) menjawab benar

pertanyaan nomor 15 (pertanyaan nasehat/konseling yang diberikan

kepada ibu terhadap anaknya yang sakit terkait dengan klasifikasi

penyakit anaknya).

b. Sikap

Tabel 5.4
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Tingkatan Sikap Responden
Tentang MTBS di Kabupaten Seram Bagian Timur
Provinsi Maluku
Sikap Jumlah Persen
(n) (%)
Baik 13 32,5
Cukup 14 35
Kurang 13 13
Total 40 100
Sumber : data primer 2012

Tabel 5.3 Menunjukan bahwa dari 40 responden yang diteliti mayoritas

responden terbanyak dengan sikap cukup 14 responden dengan

presentase 35% dan responden dengan sikap baik 13 responden dengan

presentase 32,5%, serta responden dengan sikap kurang 13 responden

dengan presentase 13%.

Tabel 5.5
Distribusi Frekuensi Jawaban Sikap Responden Tentang MTBS
No SS S TS STS ∑
Item Pertanyaan Sikap
n % N % n % n % n %
1 Saya menganggap bahwa 12 30 13 32,5 14 35 1 2,5 40 100
MTBS sangat tepat

2 Saya memberikan obat 15 37,5 16 40 8 20 1 2,5 40 100


sesuai standar yang telah
ditetapkan dalam bagang
MTBS

3 Saya tidak perlu 5 12,5 13 32,5 14 35 8 20 40 100


melakukan tindakan rujuk
segera pada penderita
dengan tanda bahaya
umumkarena saya yakin
mampu mengobatinya

60
4 Saya merasa penting sekali 6 15 19 47,5 14 35 1 2,5 40 100
untuk melakukan tindakan
sesuai klasifikasi penyakit
yang diderita Balita

5 Sayatidak memberitahu- 2 5 12 30 21 52 5 12,5 40 100


kan ibu jika anak tidak
sembuh batuk, selama 5
hari untuk berobat kembali

6 Saya merasa penting 6 15 18 20 14 35 2 5 40 100


menangani Balitas sakit
sesuai bagan MTBS

7 Saya merasa tenang 7 17,5 18 45 14 35 1 2,5 40 100


apabila penderita yang
saya obati sembuh

8 Saya tidak bertanggung 3 7,5 15 37,5 16 40 6 15 40 100


jawab terhadap keberhasi
pengobatan yang saya
lakukan pada penderita
karena sda ada keluarga.

9 Saya mengajarkan kepada 4 10 17 42,5 16 40 3 7,5 40 100


keluarga cara pemberian
obat oral dirumah

10 Saya merasa konseling 10 25 12 30 15 37,5 3 7,5 40 100


bagi ibu kurang penting
karena yang sakit adalah
anaknya
Sumber : data primer 2012

Tabel 5.5 Menunjukan bahwa dari 10 item pertanyaan tentang

sikap untuk 40 responden terdapat 15 responden (37,5%) terbanyak

menjawab benar sangat setujuh dan 16 responden (40%) setujuh

pertanyaan nomor 8 (Saya memberikan obat sesuai standar yang telah

ditetapkan dalam bagang MTBS) dan sedikit responden menjawab

benar sangat tidak setujuh 3 responden (7,5%) dan tidak setujuh 15

responden (37,5%) pertanyaan nomor 10 (Saya merasa konseling bagi

ibu kurang penting karena yang sakit adalah anaknya).

61
c. Penerapan

Tabel 5.6
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Tingkatan Penerapan MTBS
Responden di Kabupaten Seram Bagian Timur Provinsi Maluku
Penerapan Jumlah Persen
(n) (%)
Ya diterapkan 13 32,5
Tidak diterapkan 27 67,5
Total 40 100
Sumber : data primer 2012

Tabel 5.4 Menunjukan bahwa dari 40 responden yang diteliti mayoritas

responden terbanyak dengan tidak diterapkan 27 responden dengan

presentase 67,5% dan responden ya diterapkan 13 responden dengan

presentase 32,5%.

Tabel 5.7
Distribusi Frekuensi Jawaban Observasi Penerapan MTBS
Ya Tidak
No. Item Observasi Penerapan diterapkan diterapkan Ʃ
n % n % n %
1. Sebelum melakukan pengobatan Perawat
memberi penjelasan terlebih dahulu 20 50 20 50 40 100
kepada ibu anaknya yang sakit
2. Perawat melakukan penilaian dan
klasifikasi penyakit Balita sebelum 19 47,5 21 52,5 40 100
melakukan pengobatan atau merujuk
3. Perawat melakukan penilaian dan
20 50 20 50 40 100
klasifikasi bayi muda dan Balita
4. Perawat melakukan penilaian tanda bahaya
19 47,5 21 52,5 40 100
umum
5. Perawat menanyakan empat keluhan utama
19 47,5 21 52,5 40 100
pada anaknya
6. Perawat memberikan dosis obat antibiotik
kotrimoksasol (pilihan pertama) yang tepat 32 80 8 20 40 100
sesuai dengan golongan umur
7. Perawat melakukan tindakan sesuai
25 62,5 15 32,5 40 100
dengan tatalaksana MTBS

62
8. Perawat memeriksa status imunisasi 22 55 18 45 40 100
9. Perawat memeriksa pemberian vitamin A 21 52,5 19 47,5 40 100
10. Perawat melakukan pengobatan sesuai
23 57,5 17 42,5 40 100
dengan tatalaksana MTBS
11. Perawat mengajarkan kepada ibu cara
19 47,5 21 52,5 40 100
pemberian obat oral dirumah
12. Perawat memberikan demonstrasi cara
19 47,5 21 52,5 40 100
pemberian obat dengan benar
13. Perawat mengevaluasi kembali apakah ibu
sudah mengerti dan mengajukan 17 42,5 23 57,5 40 100
pertanyaan
14. Perawat menasehati ibu agar
melaksanakan kunjungan ulang
16 40 24 60 40 100
pengobatan bila anaknya tidak ada
perubahan
15. Perawat melakukan konseling bagi ibu
tentang pemberian makanan bagi anak 15 37,5 25 62,5 40 100
sakit maupun sehat
Sumber : Data primer, 2011

Tabel 5.7 Menunjukan bahwa dari 15 item observasi penerapan MTBS

untuk 40 responden terdapat 32 responden (80%) terbanyak

melaksanakan peryataan nomor 6 (Perawat memberikan dosis obat

antibiotik kotrimoksasol pilihan pertama yang tepat sesuai dengan

golongan umur) dan sedikit responden 15 responden (37,5%)

melaksanakan peryataan nomor 15 (Perawat melakukan konseling bagi

ibu tentang pemberian makanan bagi anak sakit maupun sehat).

63
B. Pembahasan

1. Gambaran pengetahuan Perawat tentang MTBS di Kabupaten Seram Bagian

Timur Provinsi Maluku

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa responden yang

berpengetahuan baik sejumlah 15 responden (37,5%), responden yang

berpengetahuan cukup 19 responden (47,5%), responden yang

berpengetahuan kurang 6 responden (15%). Tergambar jelas pada penelitian

ini bahwa mayoritas responden berpengetahuan cukup tentang MTBS

37,5%.

Dari 18 item pertanyaan kuesioner pengetahuan MTBS untuk 40

responden, terbanyak menjawab benar pertanyaan nomor 8 (pertanyaan

antibiotik pilihan pertama dalam MTBS) sebanyak 36 responden (90%), dan

pertanyaan nomor 10 (pertanyaan tindakan yang tepat untuk kasus

pertanyaan nomor 4) sebanyak 34 responden 85%, pertanyaan nomor

9,11,12 (pertanyaan tindakan yang tepat untuk kasus pertanyaan nomor, 3

kasus pertanyaan nomor 5, dosis kotrimoksasol untuk Balita 3-<5 tahun )

masing-masing 31 responden (77,5%).

Kemudian responden dengan jawaban benar paling sedikit

sebanyak 15 responden (38%), pertanyaan nomor 15 (pertanyaan

nasehat/konseling yang diberikan kepada ibu terhadap anaknya yang sakit

terkait dengan klasifikasi penyakit anaknya) dan pertanyaan nomor 18

(pertanyaan nasihat yang diberikan kepada ibu kapan harus kembali

sebanyak 20 responden (50%).

64
Pembahasan pengetahuan menunjukan mayoritas responden

menjawab benar tentang pengobatan MTBS dan belum tepat untuk

klasifikasi MTBS maupun konseling dalam MTBS. Hal ini erat kaitanya

dengan pendidikan responden, dari data demografi pendidikan responden

terbanyak SPK 15 responden (37,5%) dan DIII keperawatan 20 responden

(50%) serta S1 keperawatan 1 responden (25%) dan S1 keperawatan+Ners 4

responden (10%),

Disamping itu juga sosialisasi pelatihan MTBS bagi Perawat

pengelola program MTBS yang rendah yaitu hanya sekali pelatihannya per

tiap petugas sehingga materi-materi pelatihan MTBS yang didapat bisa saja

terlupakan sebab setelah selesai pelatihan materi-materi MTBS tersebut

seharusnya direviu kembali ditempat kerja dan pelatihanya lebih sering

diintensifkan paling kurang sebulan atau tiga bulan sekali dengan petugas

yang sama agar betul-betul materi pelatihan MTBS yang diperoleh dapat

diserap dengan baik. Dengan hasil tersebut tergambar bahwa makin tinggi

tingkat pendidikan ditambah dengan intensitas pelatihan MTBS yang sering

dilaksanakan maka semakin baik pengetahuan Perawat tentang MTBS.

Sesuai dengan pendapat (I.B Mantra, 1994) bahwa semakin tinggi

pendidikan dan pelatihan seseorang semakin mudah seseorang menerima

informasi. Dengan pendidikan tinggi maka seseorang akan cenderung untuk

mendapatkan informasi, baik dari orang lain maupun dari media massa,

semakin banyak informasi yang masuk semakin banyak pula pengetahuan

yang didapat. Disamping itu bahwa jenjang pendidikan seseorang akan

65
cenderung mendapatkan latihan-latihan tugas-tugas dan aktivitas yang

terkait dengan latihan-latihan kognitifnya (FKUI, 2000).

Menurut (Notoatmojo, 2010) pengetahuan merupakan hasil tahu,

tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari

sebelumnya, termasuk kedalam tingkatan ini adalah mengingat kembali

(recall) sesuatu yang spesifik dari bahan yang dipelajari. Kemudian menurut

(Nursalam, 2002) dalam Sahrul (2005) pengetahuan dikembangkan melalui

logika, intuisi, pengalaman, terutama kejadian–kejadian yang sama berulang

dan dipengaruhi oleh pendidikan dan sosialisasi.

Demikian pula pendapat ini diperkuat (Mubarak & Chayatin, 2009)

beberapa faktor yang mempengaruhi pengetahuan satu diantaranya yaitu

faktor pendidikan, pendidikan adalah suatu usaha untuk mengembangkan

keperibadian dan kemampuan, pengetahuan dapat diperoleh dari tingkat

pendidikan seseorang realitas cara berfikir dan ruang lingkup jangkauan

berfikirnya semakin luas.

Hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan Peneliti Syarif Efendi

(2005) alumni PSIK Airlanga Surabaya dengan judul analisis hubungan

antara pengetahuan dan sikap petugas kesehatan dengan penerapan program

MTBS pada deteksi dini pneumonia di Puskesmas Dompu Nusa Tenggara

Timur, penelitian diskriktif hasil yang di peroleh sebagian besar

pengetahuan responden tentang penerapan program MTBS pada deteksi

dini pnemoni adalah cukup (70%), dan lainya memiliki pengetahuan baik

66
(30%), hal ini dikarenakan minimnya pengetahuan untuk tenaga kesehatan

dan sebagian besar responden berpendidikan rendah 65%.

Demikian pula Penelitian yang dilakukan Sutrami (2009) alumni

Fakultas Kedokteran Sebelas Maret Surakarta, dengan judul faktor-faktor

yang mempengaruhi pelaksanaan MTBS oleh petugas kesehatan di

Puskesmas Sambirejo Sragen bahwa tingkat pengetahuan dan pelatihan-

pelatihan MTBS yang sering dilaksanakan petugas kesehatan 95%

menentukan keberhasilan pelayanan program MTBS.

Selanjutnya Peneliti Said Hanafiah (2008) alumni pasca Sarjana

Universitas Sumatra Utara Medan tesis dengan judul pengaruh karaktristik

individu dan sistem imbalan terhadap aktivitas supervisi pada pelaksanaan

MTBS di Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Timur ada beberapa variabel

yang diteliti satu diantaranya variabel pengetahuan hasil yang di peroleh

menyangkut tentang pengetahuan 39,1% dan tingkat supervisinya hanya

10,1% sedangakan yang memiliki tingkat pengetahuan tinggi yaitu 37,7%

pelaksana aktivitas supervisinya 26,1% dapat disimpulkan bahwa semakin

tinggi pengetahuan supervisor MTBS maka aktivitas supervisi MTBS juga

sering dilakukan, hal ini menunjukan bahwa pengetahuan merupakan

variabel yang mempengaruhi aktivitas supervisi MTBS.

Hasil penelitian ini dapat peneliti singkronkan menurut (Slameto,

1995) mengemukakan bahwa pengetahuan seseorang dipengaruhi oleh

faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal diantaranya; kesehatan

fisik terutama panca indera, pengalaman belajar, perhatian, bakat, minat dan

67
inteligensi. Sedangkan faktor eksternal meliputi; lingkungan, masyarakat,

metode pembelajaran. Seluruh komponen diatas dapat terwujud apabila ada

kemauan untuk belajar sehingga kemampuan tersebut dapat terealisasi

sesudah belajar atau berlatih secara terus menerus.

2. Gambaran Sikap Perawat Tentang MTBS di Kabupaten Seram Bagian

Timur Provinsi Maluku

Pembahasan hasil penelitian diketahui mayoritas responden

memiliki sikap cukup tentang MTBS yakni 14 responden (35%) kemudian

baik 13 responden (32,5%) dan kurang 13 responden (32,5%). Tergambar

jelas pada penelitian ini bahwa mayoritas responden bersikap cukup tentang

MTBS 35,5%.

Dari 10 pertanyaan kuesioner sikap responden tentang MTBS

untuk 40 responden menjawab terbanyak benar sikap positif, sangat setujuh

15 responden (37,5%) dan setujuh 16 (40%) pertanyaan nomor 2

(pertanyaan saya memberikan obat sesuai standar yang telah ditetapkan

dalam bagan MTBS), pertanyaan nomor 1 (pertanyaan Saya menganggap

bahwa MTBS sangat tepat) sangat setujuh 12 (30%) dan setujuh 13 (32,5%)

dan pertanyaan nomor 7 (pertanyaan Saya merasa tenang apabila penderita

yang saya obati sembuh) sangat setujuh 7 responden (17,5%) dan setujuh 18

responden (20%).

Kemudian responden dengan sikap positif terendah sebanyak 3

responden (7,5%) sangat tidak setujuh dan 15 responden (37,5%) tidak

setujuh jawaban benar sikap positif terendah pada pertanyaan nomor 10

68
(pertanyaan Saya merasa konseling bagi ibu kurang penting karena yang

sakit adalah anaknya).

Pembahasan sikap responden tentang MTBS menunjukan

mayoritas responden bersikap positif sangat setujuh dan setujuh untuk

pengobatan MTBS (77,5%) dan masih rendah sikap positifnya sangat tidak

setujuh dan tidak setujuh untuk konseling dalam MTBS (45%). Hal ini erat

kaitanya dengan masa kerja, usia maupun pengetahuan tentang MTBS turut

membentuk kematangan dan kedewasaan responden dalam bersikap.

Sesuai data demografi responden terbanyak dengan masa kerja

diatas 10 tahun 27 (67,5%) dan usia responden terbanyak berusia 31-40

tahun 22 (55%),(pengolongan umur berdasarkan Estimasi Kelompok Umur

Jumlah Penduduk Indonesia Kementrian Kesehatan, 2011). Berdasarkan

data yang ada sebahagian besar responden mempunyai masa kerja yang

sudah lama dan usia yang sangat matang, kedewasaan serta kematangan

yang dimiliki dalam hal pengobatan, namun dalam segi pengklasifikasi

MTBS dan konseling MTBS sangatlah kurang, kebanyakan responden lebih

menonjolkan pengalaman dalam hal pengobatan dengan mengangap bahwa

pengobatan/kuratif adalah hal yang utama dan mengabaikan yang lainya.

Sementara tujuan MTBS menjelaskan secara rinci keterpaduan

pelayanan tidak hanya pelayanan kuratif berupa pengobatan penyakit saja,

namun sekaligus pelayanan preventif seperti imunisasi, pemberian vitamin

A, menilai klasifikasifikasi penyakit, memperbaiki cara pemberian ASI dan

pelayanan promotif seperti memberikan konseling kepada ibu cara merawat

69
dan mengobati anak sakit dirumah serta masalah pemberian makanan

(Pedoman MTBS, 2011).

Dari variabel sikap yang diteliti sangatlah erat kaitannya dengan

pengetahuan responden tentang MTBS, bila responden dapat menguasai

semua materi-materi MTBS dengan sempurna maka sangatlah besar

manfaatnya membentuk sikap positif tentang program-program MTBS

maka sangatlah jelas tergambar bahwa pengetahuan tentang MTBS yang

baik sangat erat kaitanya dengan sikap responden.

Pembahasan hasil penelitian ini sesuai dengan pendapat Fishben

dan Ajzen (1975) yang dikutip oleh Djamaludin Ancok (1985) bahwa salah

satu faktor yang mempengaruhi sikap seseorang adalah pengetahuan yang

dimilikinya. Pendapat ini juga diperkuat dengan teori bahwa sikap tidak

dibawah sejak lahir tetapi dipelajari (learnability) dan dibentuk berdasarkan

pengalaman dan latihan sepanjang perkembangan individu dalam

hubungannya dengan objek (Sarwono, 2011).

Begitu juga menurut Warner dan Defleur dalam (Azwar S, 2003).

Sikap seseorang dapat diamati oleh orang lain dalam bentuk prilaku, suatu

sikap adalah respon terhadap sesuatu baik dalam cara yang positif maupun

negatif. Sikap yang positif bagi tenaga kesehatan atau Perawat

penatalaksanaan MTBS menunjukan bahwa petugas kesehatan atau Perawat

mampu melaksanakan program MTBS dengan baik, demikian halnya bila

sikap negatif yang mengdominasi dalam pelaksanan program MTBS

menandakan bahwa petugas kesehatan atau Perawat belum mampu

70
melaksanakan program MTBS dengan baik dan benar pula (Pedoman

Pelatihan MTBS Tenaga Kesehatan Departemen Kesehatan Republik

Indonesia, 2010).

Hasil penelitian yang dilakukan Peneliti (Yastin Gunawan, 2008)

didapatkan bahwa 65% sikap berhubungan dengan pengetahuan dengan

menyimpulkan bahwa semakin tinggi pengetahuan yang dimiliki akan

memberikan kontribusi terhadap terbentuknya sikap yang baik pula,

penelitian ini diperkuat dengan penilitian (Y.Waluyo, 2006) responden

memiliki sikap yang positif hampir 75% bertalian dgn ilmu

pengetahuannya. Begitu pula dengan penelitian (Syarif Efendi, 2005) hasil

penelitian menunjukkan hampir seluruh responden memiliki sikap yang

positif (65%) dan hanya sebagian kecil yang menunjukkan sikap negatif

(35%), sikap responden positif terutama adalah hal menguasai cara

penanganan pneumonia dan melakukan deteksi dini pneumonia oleh petugas

kesehatan yang telah dilatih terus-menerus tentang penanganan penemonia.

Hasil yang ada dapat penulis sinkronkan menurut Efendi (2008)

faktor-faktor yang menyebabkan perubahan sikap meliputi faktor internal

dan faktor external, dimana faktor-faktor tersebut erat terkait dengan

pendidikan usia dan pekerjaan seseorang individu (responden) dalam

bersikap dan mengambil suatu keputusan.

3. Gambaran Penerapan MTBS di Kabupaten Seram Bagian Timur

Pembahasan hasil observasi penerapan MTBS menggambarkan

bahwa mayoritas responden yakni 27 responden (67,5%) tidak menerapkan

71
acuan standar pelaksanaan program MTBS dan 13 responden (32,5%)

menerapkan acuan standar pelaksanaan program MTBS.

Dari 15 item observasi penerapan MTBS untuk 40 responden

terdapat 32 responden (80%) terbanyak melaksanakan peryataan item

nomor 6 (Perawat memberikan dosis obat antibiotik kotrimoksasol (pilihan

pertama) yang tepat sesuai dengan golongan umur), 25 responden (62,5%)

melaksanakan item nomor 7 (Perawat melaksanakan tindakan sesuai dengan

tatalaksana MTBS), 22 responden (55%) item nomor 8 (Perawat memeriksa

status imunisasi imunisasi), 20 responden (50%) item nomor 1 dan 3

(sebelum melakukan pengobatan Perawat memberikan penjelasan terlebih

dahulu kepada ibu anaknya yang sakit, Perawat melakukan penilaian dan

klasifikasi bayi muda dan Balita).

Selanjutnya hasil observasi penerapan dibawah 50% yaitu 19

responden (47,5%) item nomor 2,4,5,11 dan 12 (Perawat melakukan

penilaian dan klasifikasi penyakit Balita sebelum melakukan pengobatan

atau merujuk, Perawat melakukan penilaian tanda bahaya umum, Perawat

mengajarkan kepada ibu cara pemberian obat oral dirumah, Perawat

memberikan demonstrasi cara pemberian obat dengan benar), sedikit

responden 15 responden (37,5%) melaksanakan peryataan nomor 15

(Perawat melakukan konseling bagi ibu tentang pemberian makanan bagi

anak sakit maupun sehat).

Kemudian paling sedikit observasi penerapannya 17 responden

(42,5%), item nomor 13 (Perawat mengevaluasi kembali apakah ibu sudah

72
mengerti dan mengajukan pertanyaan), 16 responden (40%) item nomor 16

Perawat menasehati ibu agar melaksanakan kunjungan ulang pengobatan

bila anaknya tidak ada perubahan) 15 responden (37,5%) item nomor 15

(Perawat melakukan konseling bagi ibu tentang pemberian makanan bagi

anak sakit maupun sehat).

Dari hasil observasi item yang paling tinggi diterapkan responden

item nomor 6 (Perawat memberikan dosis obat antibiotik kotrimoksasol

(pilihan pertama) yang tepat sesuai dengan golongan umur) 32 responden

(80%) dan observasi yang paling rendah diterapkan responden item nomor

15 (Perawat melakukan konseling bagi ibu tentang pemberian makanan bagi

anak sakit maupun sehat) 15 responden (37,5%).

Observasi hasil penerapan ini menggambarkan bahwa kemampuan

responden dalam penatalaksanaan program MTBS sesuai standar buku

bagan MTBS belumlah diksanakan secara maksimal. Responden lebih

terfokus pada tindakan pengobatan sedangkan penilaian klasifikasi anak

sakit dalam MTBS maupun konseling MTBS belum diterapkan dengan tepat

sesuai standar petunjuk buku bagan MTBS.

Pengetahuan dan sikap erat kaitannya dengan tindakan atau

penerapan Menurut Notoatmojo (2010) tindakan yang didasari oleh

pengetahuan akan bersifat langgeng dari pada yang tidak didasari oleh

pengetahuan. Demikian halnya sikap erat kaitannya pula dengan penerapan.

Menurut Warner dan Defleur dalam Azwar (2003) Sikap seseorang dapat

diamati oleh orang lain dalam bentuk prilaku atau tindakan. Pendapat ini

73
diperkuat menurut Smet Bart (1994) tindakan atau penerapan, merupakan

bentuk wujud nyata dari pengetahuan (knowledge) dan sikap (attitude) yang

telah dimiliki. Pendapat ini diperkuat juga dengan Peneliti (Suge dkk, 2009)

bahwa ditemukan 83% petugas MTBS tidak melaksanakan klasifikasi

menurut standar MTBS karena sikap petugas 65% dalam kategori kurang .

Hasil peneliti Suparto (2008) secara kualitatif tentang analisis

manajemen mutu MTBS yang terkait dengan mutu penerapan kegiatan

MTBS di Puskesmas Kabupaten Brebes Provinsi jawa Timur hasil

penelitian menunjukan terdapat kelemahan dalam proses manajerial

penerapan proses manajemen kasus MTBS 63 % erat kaitannya dengan

pengetahuan dan sikap petugas. Peneliti Anggraini dikutif dalam Hanafiah

(2008) juga melaporkan bahwa dalam penatalaksanaan MTBS di Samarinda

70% petugas MTBS tidak mengisi KNI (kartu nasehat ibu) dan ibu Balita

tidak menerima kartu anjuran kontrol.

Erat kaitanya dengan keberadaan responden yang diteliti walaupun

pelatihan MTBS telah mereka ikuti 1 kali dan menjadi Perawat pemeggang

program MTBS namun fasilitas pendukung program MTBS juga banyak

masih kurang diantaranya sarana dan prasarana ruang kusus untuk

pelayanan MTBS sebagian belum ada, kebanyakan pelayanan MTBS

bergabung dengan pelayanan pasien umum lainya, kemudian, formolir

MTBS, kartu nasehat ibu sarana obat-obatan kadang kehabisan. Begitu juga

ada sebagian responden yang mempunyai tugas rangkap memeggang

program-program Puskesmas lainya sehingga ketekunan keseriusan satu

74
pekerjaan tidak dalam konsentrasi yang utuh dalam penerapan MTBS,

kendala dan hambatan yang ada ini termasuk masalah yang dihadapi dalam

penerapan MTBS.

Hasil yang ada dapat peneliti singkrongkan dengan pendapat.Teori

Lawrence Green seperti di kutip Notoatmojo (2003) menyatakan bahwa

tersedianya fasilitas dan sarana merupakan enabling factor yang

mempengaruhi seseorang dalam berperilaku. Pernyataan tersebut didukung

teori Snehandu B.kar seperti dikutip Notoatmojo (2003) bahwa seseorang

akan berperilaku bila terdapat situasi yang memungkinkan untuk bertindak.

Pernyataan diatas sesuai dengan Pedoman Penerapan MTBS di Puskesmas

(2010) yaitu faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan MTBS

diantaranya sumber daya manusia, sarana dan prasarana/fasilitas MTBS,

kebijakan instansi dan cakupan MTBS. Hal ini sejalan dengan teori WHO

seperti dikutip Notoatmojo(2003) bahwa alasan pokok seseorang

berperilaku adalah adanya pengetahuan, kepercayaaan, sikap, orang penting

sebagai referensi, sumber-sumber daya (resources), fasilitas dan gaya hidup.

C. Keterbatasan Penelitian

Keterbatasan merupakan kelemahan dan hambatan dalam penelitian,

keterbatasan yang dimaksud yaitu :

1. Observasi penerapan MTBS yang dilakukan peneliti terhadap responden

(Perawat pelaksana program MTBS) dilakukan hanya 1 kali, seharusnya

75
observasi dilakukan beberapa kali agar mengetahui kemampuan masing-

masing responden dalam penerapan program MTBS.

2. Letak geografis yang sulit dijangkau terdiri dari pulau-pulau, dengan

kondisi alam gelombang laut, angin, musim timur, panca roba, pada bulan

Juni, Juli, Agustus dan september. Penelitian dilaksanakan di bulan Juli s/d

Agustus (selama 1 bulan), untuk dapat menjagkau tempat-tempat

penelitian, peneliti menunggu sampai kondisi alam sudah membaik

kemudian Peneliti melanjutkan penelitian dengan mengontrak sarana

transportasi laut berupa (speed boad/long boad) untuk menjangkau

responden di Puskesmas dan Pustu.

76

Anda mungkin juga menyukai