Anda di halaman 1dari 36

PROPOSAL SKRIPSI

HUBUNGAN KONDISI FISIK RUMAH, PERSONAL HYGIENE DENGAN


KEJADIAN KUSTA TAHUN 2019
(Di Wilayah Kerja Puskesmas Talango, Kecamatan Talango, Kabupaten Sumenep)

IBNATIL FITRIYA
NIM. P27833316025

KEMENTERIAN KESEHATAN RI
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SURABAYA
JURUSAN KESEHATAN LINGKUNGAN
PROGRAM STUDI D-IV KESEHATAN LINGKUNGAN SURABAYA
TAHUN 2019
Proposal Skripsi dengan judul :

HUBUNGAN KONDISI FISIK RUMAH, PERSONAL HYGIENE DENGAN KEJADIAN


KUSTA TAHUN 2019
(Di Wilayah Kerja Puskesmas Talango, Kecamatan Talango, Kabupaten Sumenep)

Disusun Oleh :
IBNATIL FITRIYA
NIM. P27833316025

Telah disetujui untuk diajukan dan dipertahankan pada ujian Proposal Skripsi Program Studi
D-IV Kesehatan Lingkungan Jurusan Kesehatan Lingkungan Politeknik Kesehatan
Kemenkes Surabaya untuk memperoleh sebutan Sarjana Terapan Kesehatan Lingkungan.

Surabaya,

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Umi Rahayu, SKM, M.Kes Bambang Sunarko, SKM, M. MKes


NIP. 195603271979042001 NIP. 195602231978121001
BAB V

HASIL

A. Gambaran Lokasi Penelitian


Puskesmas Talango merupakan salah satu puskesmas di Kabupaten Sumenep
yang terletak di Kecamatan Talangolayah 50,27 km2. Kecamatan Talango mempunyai
8 desa binaan antara lain desa Talango, desa Padike, desa Cabbiya, desa Essang, desa
Kombang, desa Poteran, desa Palasa dan desa Poteran. Batas wilayah kerjanya
meliputi :
Utara : Pantai
Timur : Pantai
Selatan : Pantai
Barat : Pantai
Fasilitas pendidikan yang tersedia di Kecamatan Talango antara lain Tk, SD,
SMP. Namun kebanyakan responden yang ada di Wilayah Kerja Puskesmas Talango
memiliki tingkat pendidikan Sekolah Dasar (SD).
Puskesmas Talango Kabupaten Sumenep sebagai Puskesmas rawat jalan dan
rawat inap mempunyai tenaga kepegawaian terdiri dari : serta dilengkapi fasilitas
ruang pemeriksaan poli umum, ruang pemeriksaan dan tindakan poli gigi, ruang
pemeriksaan poli lansia, ruang pemeriksaan ibu dan KB, ruang pemeriksaan MTBS
(Manajemen Terpadu Balita Sehat), dengan sarana penunjang yaitu Laboratorium,
apotik/kamar obat, konsultasi gizi , konsultasi kesehatan lingkungan, ruang imunisasi
serta ruang pembayaran / kasir (loket pendaftaran). Pelayanan penunjang non medik 1
unit Pusling.
B. Hasil
1. Univariate
Hasil analisis univariat dilakukan untuk menggambarkan karakteristik responden
masing-masing variabel, baik variabel bebas maupun variabel terikat. Hasil analisis
univariate dapat dilihat dibawah ini :
a. Umur
Hasil distribusi responden berdasarkan Umur di Wilayah Kerja Puskesmas
Talango Kecamatan Talango Kaupaten Sumenep dapat dilihat pada tabel berikut
:
V. 5 Distribusi Frekuensi Responden berdasarkan Umur Kejadian Kusta di
Wilayah Kerja Puskesmas Talango Kecamatan Talango Kabupaten Sumenep
Umur Kasus Kontrol Total
(Tahun) n % N % N %
21 - 30 8 23,53 5 14,70 13 19,12
31 – 40 6 17,65 14 41,2 20 29,41
41 – 50 8 23,53 5 14,70 13 19,41
51 – 60 10 29,41 5 14,70 15 22,06
61 – 70 2 5,88 5 14,70 7 10,29
Total 34 100 34 100 68 100
Sumber : Data Primer 2019
Berdasarkan tabel V.1 diatas dapat diketahui bahwa di Puskesmas Talango
Kabupaten Sumenep paling banyak terdapat pada kelompok umur 31-40 tahun
yakni sebanyak 20 orang (29,41%) sedangkan paling sedikit berada pada
kelompok umur 61-70 tahun yakni sebanyak 7 orang (10,29%)
b. Jenis kelamin
Hasil distribusi responden berdasarkan kejadian kusta di Wilayah Kerja
Puskesmas Talango Kecamatan Talango Kaupaten Sumenep dapat dilihat pada
tabel berikut :
V. 5 Distribusi Frekuensi Responden berdasarkan Kejadian Kusta di Wilayah
Kerja Puskesmas Talango Kecamatan Talango Kabupaten Sumenep

Jenis Kasus Kontrol Total


Kelamin n % n % N %
Laki-laki 13 38,23 12 35,29 25 36,76
Perempuan 21 61,77 22 64,71 43 63,24
Total 34 100 34 100 68 100
Sumber : Data Primer 2019
Berdasarkan tabel V.2 diatas dapat diketahui bahwa di Puskesmas Talango
Kabupaten Sumenep responden paling banyak terdapat pada jenis kelamin
perempuanyakni sebanyak 43 orang (63,24%) sedangkan paling sedikit berada
pada jenis kelamin perempuan yakni sebanyak 25 orang (36,76%)
c. Pendidikan
Hasil distribusi responden berdasarkan pendidikan di Wilayah Kerja
Puskesmas Talango Kecamatan Talango Kaupaten Sumenep dapat dilihat pada
tabel berikut :
V. 5 Distribusi Frekuensi Responden berdasarkan PendidikanKejadian Kusta di
Wilayah Kerja Puskesmas Talango Kecamatan Talango Kabupaten Sumenep

Pendidikan Kasus Kontrol Total


n % n % N %
Tidak 15 44,18 8 23,53 23 33,82
sekolah
SD 11 32,35 9 26,47 20 29,41
SMP 3 8,82 9 26,47 12 17,65
SMA 4 11,76 5 14,70 9 13,23
PT 1 2,94 3 8,82 4 5,88
Total 34 100 34 100 68 100
Sumber : Data Primer 2019
Berdasarkan tabel V.3 diatas dapat diketahui bahwa di Puskesmas Talango
Kabupaten Sumenep kebanyakan responden tidak memiliki tingkat pendidikan
(tidak sekolah) yakni sebanyak 23 orang (233,82%) sedangkan yang paling
sedikit dengan tingkat pendidikan Perguruan tinggi yakni sebanyak 4 orang
(5,88%)
d. Pekerjaan
Hasil distribusi responden berdasarkan Pekerjaan di Wilayah Kerja Puskesmas
Talango Kecamatan Talango Kaupaten Sumenep dapat dilihat pada tabel berikut
:
V. 5 Distribusi Frekuensi Responden berdasarkan PekerjaanKejadian Kusta di
Wilayah Kerja Puskesmas Talango Kecamatan Talango Kabupaten Sumenep

Pekerjaan Kasus Kontrol Total


n % n % N %
Petani 13 38,23 7 20,59 20 29,41
IRT 10 29,41 13 38,23 23 33,82
PNS 1 2,94 3 8,82 4 5,88
Pedagang 7 9 26,47 16 35,53
Kuli 2 5,88 2 5,88 4 5,88
bangunan
Tidak 1 2,94 0 0 1 1,47
bekerja
Total 34 100 34 100 68 100
Sumber : Data Primer 2019
Berdasarkan tabel V.4 diatas dapat diketahui bahwa di Puskesmas Talango
Kabupaten Sumenep kebanyakan responden sebagai IRT yakni sebanyak 23
orang (33,82%) sedangkan yang paling sedikit adalah responden yang tidak
bekerja yakni sebanyak 1 orang (1,47%).
e. Kejadian kusta
Hasil distribusi responden berdasarkan kejadian kusta di Wilayah Kerja
Puskesmas Talango Kecamatan Talango Kaupaten Sumenepdapat dilihat pada
tabel berikut :
V. 5 Distribusi Frekuensi Responden berdasarkan Kejadian Kusta di Wilayah
Kerja Puskesmas Talango Kecamatan Talango Kabupaten Sumenep

Kejadian kusta Jumlah Presentase


kasus 34 50%
kontrol 34 50%
total 68 100%
Sumber : Data Primer 2019
Berdasarkan tabel V.5 diatas dapat diketahui bahwa di Puskesmas Talango
Kabupaten Sumenep terdapat kejadian kusta sejumlah 34 kasus (50%) dan
kontrol sebanyak 34 orang (50%)
f. Kondisi fisik rumah
Hasil distribusi responden berdasarkan kondisi fisik rumah di Wilayah Kerja
Puskesmas Talango Kecamatan Talango Kaupaten Sumenepdapat dilihat pada
tabel berikut :
V. 6 Distribusi Frekuensi Responden berdasarkan Kondisi fisik Rumah di
Wilayah Kerja Puskesmas Talango Kecamatan Talango Kabupaten Sumenep

Kondisi Kasus Kontrol Total


Fisik n % n % N %
Rumah
Tidak 29 85,29 6 17,65 35 51,47
memenuhi
syarat
Memenuhi 5 14,71 28 82,35 33 48,53
syarat
Sumber : Data Primer 2019
Berdasarkan tabel V.6 diatas dapat diketahui bahwa sebanyak 35 (51,47%)
responden memiliki kondisi fisik rumah yang tidak memenuhi syarat, sedangkan
sebanyak 33 (48,53%) responden memiliki konsis fisik rumah yang memenuhi
syarat
g. Lantai
Hasil distribusi responden berdasarkan lantai di Wilayah Kerja Puskesmas
Talango Kecamatan Talango Kaupaten Sumenepdapat dilihat pada tabel
berikut :
V. 7 Distribusi Frekuensi Responden berdasarkan Lantai di Wilayah Kerja
Puskesmas Talango Kecamatan Talango Kabupaten Sumenep

Lantai Kasus Kontrol Total


n % n % N %
Tidak 19 55,88 6 17,65 25 36,76
memenuhi
syarat
Memenuhi 15 44,12 28 82,35 43 63,24
syarat
Total 34 100% 34 100% 68 100%
Sumber : Data Primer 2019

Berdasarkan tabel V.7 diatas dapat diketahui bahwa sebanyak 25


(36,76%) responden memiliki jenis lantai yang tidak memenuhi syarat,
sedangkan sebanyak 43 (63,24%) responden memiliki jenis lantai yang
memenuhi syarat

h. Dinding
Hasil distribusi responden berdasarkan dinding di Wilayah Kerja Puskesmas
Talango Kecamatan Talango Kaupaten Sumenepdapat dilihat pada tabel
berikut :
V. 8 Distribusi Frekuensi Responden berdasarkan Jenis dinding di Wilayah
Kerja Puskesmas Talango Kecamatan Talango Kabupaten Sumenep

Dinding Kasus Kontrol Total


n % n % N %
Tidak 10 29,42 31 91,31 41 60,29
memenuhi
syarat
Memenuhi 24 70,58 3 8,82 27 39,71
syarat
Total 34 100% 34 100% 68 100%
Sumber : Data Primer 2019

Berdasarkan tabel V.6 diatas dapat diketahui bahwa sebanyak 41


(60,29%) responden memiliki jenis dinding yang tidak memenuhi syarat,
sedangkan sebanyak 27 (39,71%) responden memiliki jenis dinding yang
memenuhi syarat

i. kepadatan hunian
Hasil distribusi responden berdasarkan kepadatan hunian di Wilayah Kerja
Puskesmas Talango Kecamatan Talango Kaupaten Sumenepdapat dilihat pada
tabel berikut :
V. 9 Distribusi Frekuensi Responden berdasarkan Kepadatan Hunian di Wilayah
Kerja Puskesmas Talango Kecamatan Talango Kabupaten Sumenep

Ventilasi Kasus Kontrol Total


n % n % N %
Tidak 19 55,88 6 17,65 25 36,76
memenuhi
syarat
Memenuhi 15 44,12 28 82,35 43 63,24
syarat
Total 34 100% 34 100% 68 100%
Sumber : Data Primer 2019

Berdasarkan tabel V.9 diatas dapat diketahui bahwa sebanyak 25 (36,76%)


responden memiliki kepadatan hunian yang tidak memenuhi syarat, sedangkan
sebanyak 43 (63,24%) responden memiliki kepadatan hunian yang memenuhi
syarat.

j. Ventilasi
Hasil distribusi responden berdasarkan ventilasi di Wilayah Kerja Puskesmas
Talango Kecamatan Talango Kaupaten Sumenep dapat dilihat pada tabel berikut
:
V. 10 Distribusi Frekuensi Responden berdasarkan Ventilasi di Wilayah Kerja
Puskesmas Talango Kecamatan Talango Kabupaten Sumenep

Ventilasi Kasus Kontrol Total


n % n % N %
Tidak 23 67,65 13 38,23 36 52,91
memenuhi
syarat
Memenuhi 11 32,35 21 61,77 32 47,09
syarat
Total 34 100% 34 100% 68 100%
Sumber : Data Primer 2019

Berdasarkan tabel V.10 diatas dapat diketahui bahwa sebanyak 36 (52,91%)


responden memiliki ventilasi yang tidak memenuhi syarat, sedangkan
sebanyak 32(47,09%) responden memiliki ventilasi yang memenuhi syarat

k. Pencahayaan
Hasil distribusi responden berdasarkan pencahayaan di Wilayah Kerja
Puskesmas Talango Kecamatan Talango Kaupaten Sumenep dapat dilihat pada
tabel berikut :
V. 11 Distribusi Frekuensi Responden berdasarkan Pencayaan di Wilayah Kerja
Puskesmas Talango Kecamatan Talango Kabupaten Sumenep

Pencahayaa Kasus Kontrol Total


n N % n % N %
Tidak 22 64,70 8 23,53 30 44,12
memenuhi
syarat
Memenuhi 12 35,30 26 76,47 38 55,88
syarat
Total 34 100% 34 100% 68 100%
Sumber : Data Primer 2019

Berdasarkan tabel V.11 diatas dapat diketahui bahwa sebanyak 30


(44,12%) responden memiliki pencahayaan yang tidak memenuhi syarat,
sedangkan sebanyak 38 (55,88%) responden memiliki pencahayaan yang
memenuhi syarat

l. Kelembaban
Hasil distribusi responden berdasarkan kelembaban di Wilayah Kerja
Puskesmas Talango Kecamatan Talango Kaupaten Sumenep dapat dilihat pada
tabel berikut :
V. 12 Distribusi Frekuensi Responden berdasarkan Kelembaban di Wilayah
Kerja Puskesmas Talango Kecamatan Talango Kabupaten Sumenep

Kelembaban Kasus Kontrol Total


n % n % N %
Tidak 29 85,29 16 47,05 45 66,18
memenuhi
syarat
Memenuhi 5 14,71 18 52,95 23 33,82
syarat
Total 34 100% 34 100% 68 100%
Sumber : Data Primer 2019

Berdasarkan tabel V.12 diatas dapat diketahui bahwa sebanyak 45 (66,18%)


responden memiliki kelembabani yang tidak memenuhi syarat, sedangkan
sebanyak 68 (33,82%) responden memiliki kelembaban yang memenuhi syarat.

m. Personal Hygiene
Hasil distribusi responden berdasarkan personal hygiene di Wilayah Kerja
Puskesmas Talango Kecamatan Talango Kaupaten Sumenep dapat dilihat pada
tabel berikut :
V. 13 Distribusi Frekuensi Responden berdasarkan Personal Hygiene di
Wilayah Kerja Puskesmas Talango Kecamatan Talango Kabupaten Sumenep

Personal Kasus Kontrol Total


Hygiene n % n % N %
Buruk 25 73,53 15 44,12 40 58,82
Baik 9 26,47 19 55,88 28 41,18
Total 34 100% 34 100% 68 100%
Sumber : Data Primer 2019
Berdasarkan tabel V.13 diatas dapat diketahui bahwa sebanyak 40 (58,82%)
responden memiliki Personal Hygiene yang buruk, sedangkan sebanyak 28
(41,18%) responden memiliki Personal Hygiene yang baik.

n. Kebiasaan mandi
Hasil distribusi responden berdasarkan kebiasaan mandi di Wilayah Kerja
Puskesmas Talango Kecamatan Talango Kaupaten Sumenep dapat dilihat pada
tabel berikut :
V. 14 Distribusi Frekuensi Responden berdasarkan Kebiasaan Mandi di
Wilayah Kerja Puskesmas Talango Kecamatan Talango Kabupaten Sumenep

Kebiasaan Kasus Kontrol Total


Mandi n % n % N %
Buruk 19 55,88 7 20,59 26 38,23
Baik 15 44,12 27 79,41 42 61,77
Total 34 100% 34 100% 68 100%
Sumber : Data Primer 2019

Berdasarkan tabel V.14 diatas dapat diketahui bahwa sebanyak 26 (38,23%)


responden memiliki kebiasaan mandi yang buruk, sedangkan sebanyak 42
(61,77%) responden memiliki kebiasaan mandi yang baik.

o. Kebiasaan meminjam handuk


Hasil distribusi responden berdasarkan kebiasaan meminjam handuk di
Wilayah Kerja Puskesmas Talango Kecamatan Talango Kaupaten Sumenep
dapat dilihat pada tabel berikut :
V. 15 Distribusi Frekuensi Responden berdasarkan Kebiasaan Kebiasaan
Meminjam Handuk di Wilayah Kerja Puskesmas Talango Kecamatan Talango
Kabupaten Sumenep

Kebiasaan Kasus Kontrol Total


Meminjam n % n % N %
Handuk
Buruk 29 85,29 17 50 46 67,65
Baik 5 14,71 17 50 22 32,35
Total 34 100% 34 100% 68 100%
Sumber : Data Primer 2019

Berdasarkan tabel V.15 diatas dapat diketahui bahwa sebanyak 46 (67,65%)


responden memiliki kebiasaan meminjam handuk yang buruk, sedangkan
sebanyak 22 (32,35%) responden memiliki kebiasaan meminjam handuk yang
baik.
p. Kebiasaan meminjam pakaian
Hasil distribusi responden berdasarkan kebiasaan meminjam pakaian di
Wilayah Kerja Puskesmas Talango Kecamatan Talango Kaupaten Sumenep
dapat dilihat pada tabel berikut :
V. 16 Distribusi Frekuensi Responden berdasarkan Kebiasaan Meminjam
Pakaian di Wilayah Kerja Puskesmas Talango Kecamatan Talango Kabupaten
Sumenep

Kebiasaan Kasus Kontrol Total


Meminjam n % n % N %
Pakaian
Buruk 15 44,12 19 55,88 34 50
Baik 19 55,88 15 44,12 34 50
Total 34 100% 34 100% 68 100%
Sumber : Data Primer 2019

Berdasarkan tabel V.16 diatas dapat diketahui bahwa sebanyak 34 (50%)


responden memiliki kebiasaan meminjam pakaian yang buruk, sedangkan
sebanyak 34 (50%) responden memiliki kebiasaan meminjam pakaian yang
baik.

2. Bivariate
Hasil analisis bivariat bertujuan untuk mengetahui hubungan dan besarnya
nilai odd ratio faktor risiko dan digunakan untuk mencari hubungan antara variabel
bebas dan variabel terikat dengan uji satatistik yang disesuaikan dengan skala data
yang ada. Berikut adalah hasil analisis bivariat dibawah ini:
a. Hubungan Antara Kondisi Fisik Rumah dengan kejadian kusta
Hasil analisis hubungan Kondisi Fisik Rumah dengan Kejadian Kusta di
Wilayah Kerja Puskesmas Talango Kecamatan Talango Kabupaten Sumenep
dapat dilhat pada tabel berikut :
V. 17 Hasil Analisis Hubungan Kondisi Fisik Rumah dengan Kejadian Kusta di
Wilayah Kerja Puskesmas Talango Kecamatan Talango Kabupaten Sumenep

Kondisi Kasus Kontrol Total


Fisik N % n % N %
Rumah
Tidak 29 85,29 6 17,65 35 51,47
memenuhi
syarat
Memenuhi 5 14,71 28 82,35 33 48,53
syarat
Total 34 100% 34 100% 68 100%
P = 0,000 OR = 15,167 95% CI = 4,635 – 49,629
Sumber : Data Primer 2019

Berdasarkan tabel diatas V.17 diatas terlihat bahwa pada kelompok kasus
terlihat sebagian besar memiliki kondisi fisik rumah yang tidak memenuhi
syarat yakni sebesar 29 orang (85,29%) dan pada kelompok kontrol sebagian
besar memiliki kondisi fisk rumah yang memenuhi syarat yakni sebesar 28
orang (82,35%)
Hasil analisis uji bivariate menunjukkan bahwa kondisi fisik rumah
memiliki hubungan yang bermakna dengan kejadian kusta p = 0,000 < 0,005,
nilai OR = 15,167 dengan CI 95% = 4,635 – 49,629 yang memiliki arti bahwa
responden yang tinggal dirumah dengan kondis fisik rumah yang kurang
memenuhi syarat akan memiliki risiko 15,167 kali lebih besar dibandingkan
dengan responden yang tinggal dirumah dengan kondisi fisik rumah yang
memenuhi syarat.
b. Hubungan Antara Lantai dengan Kejadian Kusta
Hasil analisis hubungan lantai dengan Kejadian Kusta di Wilayah Kerja
Puskesmas Talango Kecamatan Talango Kabupaten Sumenep dapat dilhat pada
tabel berikut :
V. 18 Hasil Analisis Hubungan Jenis Lantai dengan Kejadian Kusta di Wilayah
Kerja Puskesmas Talango Kecamatan Talango Kabupaten Sumenep

Lantai Kasus Kontrol Total


N % n % N %
Tidak 19 55,88 6 17,65 25 36,76
memenuhi
syarat
Memenuhi 15 44,12 28 82,35 43 63,24
syarat
Total 34 100% 34 100% 68 100%
P = 0,001 OR = 5,911 95% CI = 1,945 – 17,966
Sumber : Data Primer 2019

Berdasarkan tabel diatas V.18 diatas terlihat bahwa pada kelompok kasus
terlihat sebagian besar memiliki lantai yang tidak memenuhi syarat yakni
sebesar 29 orang (55,88%) dan pada kelompok kontrol sebagian besar memiliki
lantai yang memenuhi syarat yakni sebesar 28 orang (82,35%)
Hasil analisi uji bivariate menunjukkan bahwa jenis lantai memiliki
hubungan yang bermakna dengan kejadian kusta p = 0,001 < 0,005, nilai OR =
5,911 dengan CI 95% = 1,945 – 17,966 yang memiliki arti bahwa responden
yang tinggal dirumah dengan jenis lantai yang kurang memenuhi syarat akan
memiliki risiko 5,911 kali lebih besar dibandingkan dengan responden yang
tinggal dirumah dengan jenis lantai yang memenuhi syarat.
c. Hubungan Antara Dinding dengan Kejadian Kusta
Hasil analisis hubungan dinding dengan Kejadian Kusta di Wilayah Kerja
Puskesmas Talango Kecamatan Talango Kabupaten Sumenep dapat dilhat pada
tabel berikut :
V. 19 Hasil Analisis Hubungan Jenis Dinding dengan Kejadian Kusta di
Wilayah Kerja Puskesmas Talango Kecamatan Talango Kabupaten Sumenep

Dinding Kasus Kontrol Total


N % n % N %
Tidak 10 29,42 31 91,31 41 60,29
memenuhi
syarat
Memenuhi 24 70,58 3 8,82 27 39,71
syarat
Total 34 100% 34 100% 68 100%
P = 0,062 OR = 4,306 95% CI = 1,066 – 17,289
Sumber : Data Primer 2019

Berdasarkan tabel diatas V.19 diatas terlihat bahwa pada kelompok kasus
terlihat sebagian besar memiliki dinding yang memenuhi syarat yakni sebesar
24 orang (70,58%) dan pada kelompok kontrol sebagian besar memiliki dinding
yang tidak memenuhi syarat yakni sebesar 31 orang (91,18%)
Hasil analisis uji bivariate menunjukkan bahwa jenis dinding memiliki nilai
p = 0,062>0,005, nilai OR = 4,306 dengan CI 95% = 1,066 – 17,289 yang
memiliki arti bahwa responden yang tinggal dirumah dengan jenis dinding yang
kurang memenuhi syarat akan memiliki risiko 4,306 kali lebih besar
dibandingkan dengan responden yang tinggal dirumah dengan jenis dinding
yang memenuhi syarat. Tetapi tidak bermakna signifikan.
d. Hubungan Antara Kepadatan Hunian dengan Kejadian Kusta
Hasil analisis hubungan kepadatan hunian dengan Kejadian Kusta di Wilayah
Kerja Puskesmas Talango Kecamatan Talango Kabupaten Sumenep dapat dilhat
pada tabel berikut :
V. 20 Hsil Analisis Hubungan Jenis Kepadatan hunian dengan Kejadian Kusta
di Wilayah Kerja Puskesmas Talango Kecamatan Talango Kabupaten Sumenep

Kepadatan Kasus Kontrol Total


Hunian n % n % N %
Tidak 19 55,88 6 17,65 25 36,76
memenuhi
syarat
Memenuhi 15 44,12 28 82,35 43 63,24
syarat
Total 34 100% 34 100% 68 100%
P = 0,001 OR = 5,911 95% CI = 1,945 – 17,966
Sumber : Data Primer 2019

Berdasarkan tabel diatas V.20 diatas terlihat bahwa pada kelompok kasus
terlihat sebagian besar memiliki kepadatan hunian yang tidak memenuhi syarat
yakni sebesar 29 orang (55,88%) dan pada kelompok kontrol sebagian besar
memiliki kepadatan hunian yang memenuhi syarat yakni sebesar 28 orang
(82,35%)
Hasil analisis uji bivariate menunjukkan bahwa kepadatan hunian memiliki
hubungan yang bermakna dengan kejadian kusta p = 0,001 < 0,005, nilai OR =
5,911 dengan CI 95% = 1,945 – 17,966 yang memiliki arti bahwa responden
yang tinggal dirumah dengan kepadatan hunian yang kurang memenuhi syarat
akan memiliki risiko 5,911 kali lebih besar dibandingkan dengan responden
yang tinggal dirumah dengan kepadatan hunian yang memenuhi syarat.
e. Hubungan Antara Ventilasi dengan Kejadian Kusta
Hasil analisis hubungan ventilasi dengan Kejadian Kusta di Wilayah Kerja
Puskesmas Talango Kecamatan Talango Kabupaten Sumenep dapat dilhat pada
tabel berikut :
V. 21 Hasil Analisis Hubungan Ventilasi dengan Kejadian Kusta di Wilayah
Kerja Puskesmas Talango Kecamatan Talango Kabupaten Sumenep

Ventilasi Kasus Kontrol Total


n % n % N %
Tidak 23 67,65 13 38,23 36 52,91
memenuhi
syarat
Memenuhi 11 32,35 21 61,77 32 47,09
syarat
Total 34 100% 34 100% 68 100%
P = 0,014 OR = 3,378 95% CI = 1,246 – 9,157
Sumber : Data Primer 2019

Berdasarkan tabel diatas V.21 diatas terlihat bahwa pada kelompok kasus
terlihat sebagian besar memiliki ventilasi yang tidak memenuhi syarat yakni
sebesar 23 orang (67,65%) dan pada kelompok kontrol sebagian besar memiliki
ventilasi yang memenuhi syarat yakni sebesar 21 orang (61,77%)
Hasil analisis uji bivariate menunjukkan bahwa ventilasi memiliki
hubungan yang bermakna dengan kejadian kusta p = 0,014< 0,005, nilai OR =
3,378 dengan CI 95% = 1,246 – 9,157 yang memiliki arti bahwa responden
yang tinggal dirumah dengan ventilasiyang kurang memenuhi syarat akan
memiliki risiko 3,378 kali lebih besar dibandingkan dengan responden yang
tinggal dirumah dengan ventilasiyang memenuhi syarat.
f. Hubungan Antara Pencahayaan dengan Kejadian Kusta
Hasil analisis hubungan pencahayaan dengan Kejadian Kusta di Wilayah
Kerja Puskesmas Talango Kecamatan Talango Kabupaten Sumenep dapat dilhat
pada tabel berikut :
V. 22 Hasil Analisis Hubungan Pencahayaan dengan Kejadian Kusta di
Wilayah Kerja Puskesmas Talango Kecamatan Talango Kabupaten Sumenep

Pencahayaa Kasus Kontrol Total


n n % n % N %
Tidak 22 64,70 8 23,53 30 44,12
memenuhi
syarat
Memenuhi 12 35,30 26 76,47 38 55,88
syarat
Total 34 100% 34 100% 68 100%
P = 0,001 OR = 5,948 95% CI = 2,065 – 17,190
Sumber : Data Primer 2019

Berdasarkan tabel diatas V.22 diatas terlihat bahwa pada kelompok kasus
terlihat sebagian besar memiliki pencahayaan yang tidak memenuhi syarat yakni
sebesar 22 orang (64,70%) dan pada kelompok kontrol sebagian besar memiliki
pencahayaan yang memenuhi syarat yakni sebesar 26 orang (76,47%)
Hasil analisis bivariate menunjukkan bahwa pencahayaan memiliki
hubungan yang bermakna dengan kejadian kusta p = 0,001 < 0,005, nilai OR =
5,948 dengan CI 95% = 2,065 – 17,190 yang memiliki arti bahwa responden
yang tinggal dirumah dengan pencahayaanyang kurang memenuhi syarat akan
memiliki risiko 5,948 kali lebih besar dibandingkan dengan responden yang
tinggal dirumah dengan pencahayaanyang memenuhi syarat.
g. Hubungan Antara Kelembaban dengan Kejadian Kusta
Hasil analisis hubungan kelembaban dengan Kejadian Kusta di Wilayah Kerja
Puskesmas Talango Kecamatan Talango Kabupaten Sumenep dapat dilhat pada
tabel berikut :
V. 23 Hasil Analisis Hubungan Kelembaban dengan Kejadian Kusta di Wilayah
Kerja Puskesmas Talango Kecamatan Talango Kabupaten Sumenep

Kelembaba Kasus Kontrol Total


n n % n % N %
Tidak 29 85,29 16 47,05 45 66,18
memenuhi
syarat
Memenuhi 5 14,71 18 52,95 23 33,82
syarat
Total 34 100% 34 100% 68 100%
P = 0,001 OR = 6,525 95% CI = 2,038 – 20,892
Sumber : Data Primer 2019

Berdasarkan tabel diatas V.23 diatas terlihat bahwa pada kelompok kasus
terlihat sebagian besar memiliki kelembaban yang tidak memenuhi syarat yakni
sebesar 29 orang (85,29%) dan pada kelompok kontrol sebagian besar memiliki
kelembaban yang memenuhi syarat yakni sebesar 18 orang (52,95%)
Hasil analisis uji bivariate menunjukkan bahwa kelembaban memiliki
hubungan yang bermakna dengan kejadian kusta p = 0,001 < 0,005, nilai OR =
6,525 dengan CI 95% = 2,038 – 20,892 yang memiliki arti bahwa responden
yang tinggal dirumah dengan kelembabanyang kurang memenuhi syarat akan
memiliki risiko 6,525 kali lebih besar dibandingkan dengan responden yang
tinggal dirumah dengan kelembabanyang memenuhi syarat.
h. Hubungan Antara Personal Hygiene dengan Kejadian Kusta
Hasil analisis hubungan personal hygiene dengan Kejadian Kusta di Wilayah
Kerja Puskesmas Talango Kecamatan Talango Kabupaten Sumenep dapat dilhat
pada tabel berikut :
V. 24 Hasil Analisis Hubungan Kelembaban dengan Kejadian Kusta di Wilayah
Kerja Puskesmas Talango Kecamatan Talango Kabupaten Sumenep

Personal Kasus Kontrol Total


Hygiene n % n % N %
Buruk 25 73,53 15 44,12 40 58,82
Baik 9 26,47 19 55,88 28 41,18
Total 34 100% 34 100% 68 100%
P = 0,013 OR = 3,519 95% CI = 1,270 – 9,750
Sumber : Data Primer 2019
Berdasarkan tabel diatas V.24 diatas terlihat bahwa pada kelompok kasus
terlihat sebagian besar memiliki personal hygiene yang buruk yakni sebesar 25
orang (73,53%) dan pada kelompok kontrol sebagian besar memiliki personal
hygiene yang baik yakni sebesar 19 orang (55,88%)
Hasil analisis uji bivariate menunjukkan bahwa kelembaban memiliki
hubungan yang bermakna dengan kejadian kusta p = 0,013 < 0,005, nilai OR =
3,519 dengan CI 95% = 1,270 – 9,750 yang memiliki arti personal hygiene
merupakan faktor risiko kejadian kusta dan memiliki peluang orang yang
tinggal di rumah yang memiliki personal hygiene yang buruk memiliki risiko
tertular penyakit kusta 3,519 kali lebih besar dibandingkan dengan responden
yang memiliki personal hygiene yang baik.
i. Hubungan Antara Kebiasaan Mandi dengan Kejadian Kusta
Hasil analisis hubungan kebiasaan mandidengan Kejadian Kusta di Wilayah
Kerja Puskesmas Talango Kecamatan Talango Kabupaten Sumenep dapat dilhat
pada tabel berikut :
V. 25 Hsil Analisis Hubungan Kebiasaan Mandi dengan Kejadian Kusta di
Wilayah Kerja Puskesmas Talango Kecamatan Talango Kabupaten Sumenep

Kebiasaan Kasus Kontrol Total


Mandi n % n % N %
Buruk 19 55,88 7 20,59 26 38,23
Baik 15 44,12 27 79,41 42 61,77
Total 34 100% 34 100% 68 100%
P = 0,002 OR = 4,886 95% CI = 1,672 – 14,273
Sumber : Data Primer 2019

Berdasarkan tabel diatas V.25 diatas terlihat bahwa pada kelompok kasus
terlihat sebagian besar memiliki kebiasaan mandiyang buruk yakni sebesar 19
orang (55,88%) dan pada kelompok kontrol sebagian besar memiliki kebiasaan
mandi yang baik yakni sebesar 27 orang (79,41%)
Hasil analisis uji bivariate menunjukkan bahwa kebiasaan mandi memiliki
hubungan yang bermakna dengan kejadian kusta p = 0,002 < 0,005, nilai OR =
4,886 dengan CI 95% = 1,672 – 14,273 yang memiliki arti memiliki kebiasaan
mandimerupakan faktor risiko kejadian kusta dan memiliki peluang orang yang
tinggal di rumah yang memiliki kebiasaan mandi yang buruk memiliki risiko
tertular penyakit kusta 4,886 kali lebih besar dibandingkan dengan responden
yang memiliki kebiasaan mandi yang baik.
j. Hubungan Antara Kebiasaan Meminjam Handuk dengan Kejadian Kusta
Hasil analisis hubungan kebiasaan meminjam handuk dengan Kejadian Kusta
di Wilayah Kerja Puskesmas Talango Kecamatan Talango Kabupaten Sumenep
dapat dilhat pada tabel berikut :
V. 26 Hasil Analisis Hubungan Kebiasaan Meminjam Handuk dengan Kejadian
Kusta di Wilayah Kerja Puskesmas Talango Kecamatan Talango Kabupaten
Sumenep

Kebiasaan Kasus Kontrol Total


Meminjam n % n % N %
Handuk
Buruk 29 85,29 17 50 46 67,65
Baik 5 14,71 17 50 22 32,35
Total 34 100% 34 100% 68 100%
P = 0,001 OR = 5,800 95% CI = 1,813 – 18,558
Sumber : Data Primer 2019

Berdasarkan tabel diatas V.26 diatas terlihat bahwa pada kelompok kasus
terlihat sebagian besar memiliki kebiasaan meminjam handuk yang buruk yakni
sebesar 29 orang (85,29%) dan pada kelompok kontrol memiliki kebiasaan
mandi yang baik dan buruk yakni sebesar 17 orang (50%%)
Hasil analisis uji bivariate menunjukkan bahwa kebiasaan meminjam
handuk memiliki hubungan yang bermakna dengan kejadian kusta p = 0,002 <
0,005, nilai OR = 5,800 dengan CI 95% = 1,813 – 18,558 yang memiliki arti
memiliki kebiasaan meminjam handukmerupakan faktor risiko kejadian kusta
dan memiliki peluang orang yang tinggal di rumah yang memiliki kebiasaan
meminjam handuk yang buruk memiliki risiko tertular penyakit kusta 5,800
kali lebih besar dibandingkan dengan responden yang memiliki kebiasaan
meminjam handuk yang baik.
k. Hubungan Antara Kebiasaan Meminjam Pakaian dengan Kejadian Kusta
Hasil analisis hubungan kebiasaan meminjam pkaian dengan Kejadian Kusta
di Wilayah Kerja Puskesmas Talango Kecamatan Talango Kabupaten Sumenep
dapat dilhat pada tabel berikut :
V. 27 Hasil Analisis Hubungan Kebiasaan Meminjam Pakaian dengan Kejadian
Kusta di Wilayah Kerja Puskesmas Talango Kecamatan Talango Kabupaten
Sumenep

Kebiasaan Kasus Kontrol Total


Meminjam n % N % N %
Pakaian
Buruk 15 44,12 19 55,88 34 50
Baik 19 55,88 15 44,12 34 50
Total 34 100% 34 100% 68 100%
P = 0,331 OR = 0,623 95% CI = 0,239 – 1,624
Sumber : Data Primer 2019

Berdasarkan tabel diatas V.27 diatas terlihat bahwa pada kelompok kasus
terlihat sebagian besar memiliki kebiasaan meminjam pakaian yang baik yakni
sebesar 19 orang (55,88%) dan pada kelompok kontrol memiliki kebiasaan
meminjam pakaian yang buruk yakni sebesar 19 orang (55,88%)
Hasil analisis uji bivariate menunjukkan bahwa kebiasaan meminjam
pakaian memiliki nilai p = 0,331 > 0,005, nilai OR = 0,623 dengan CI 95% =
0,239 – 1,624 yang memiliki arti memiliki kebiasaan meminjam
pakaianmerupakan faktor risiko kejadian kusta dan memiliki peluang orang
yang tinggal di rumah yang memiliki kebiasaan meminjam pakaian yang buruk
memiliki risiko tertular penyakit kusta 0,623 kali lebih besar dibandingkan
dengan responden yang memiliki kebiasaan meminjam pakaian yang baik.
Tetapi tidak bermakna signifikan.
BAB VI
PEMBAHASAN
A. Hubungan Antara Kondisi Fisik Rumah dengan Kejadian Kusta
Dalam variabel kondisi fisik rumah ini ditemukan bahwa dari 34 penderita
terdapat 29 orang (85,29%) warga yang kondisi fisik rumahnya yang kurang
memenuhi syarat. rumah adalah bangunan gedung yang berfungsi sebagai tempat
tinggal yang layak huni, sarana pembinaan keluarga, cerminan harkat dan martabat
penghuninya, serta aset bagi pemiliknya.
Berdasarkan uji statistik menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang
bermakna antara kondisi fisik rumah dengan kejadian kusta (p = 0,000 < 0,05) dengan
nilai OR = 15,167 dan CI 95% = 4,635 – 49,629. Sehingga peluang orang yang
tinggal dirumah dengan kondisi rumah yang tidak memenuhi syarat kesehatan
mempunyai risiko 15,167 kali lebih besar dibandingkan dengan orang yang tinggal
dirumah dengan kondisi rumah yang telah memenuhi syarat kesehatan yang telah
dianjurkan. Kondisi fisik rumah ini meliputi jenis lantai, jenis dinding, kepadatan
hunian, luas ventilasi, pencahayaan dan kelembaban.
Berdasarkan hasil observasi peneliti dapat disimpulkan bahwa kondisi fisik
rumah pada responden masih banyak yang belum memenuhi syarat, hal ini
dikarenakan kondisi fisik rumah yang meliputi jenis lantai yang terbuat dari plester
yang retak, kepadatan hunian yang tinggi, sebagian rumah memiliki ventilasi
pemanen sehingga tidak bisa dibuka, pencahayaan kurang dan kelembaban yang
tinggi. Sehingga kondisi fisik rumah yang kurang baik dapat menjadi tempat
perkembangbiakan bakteri penyebab penyakit.
Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Sya’diana (2018)
yang menyatakan bahwa responden yang mengalami kusta mempunyai lingkungan
dengan kondisi fisik rumah yang kurang baik, antara lain mempunyai rumah dengan
kondisi lantai, kelembaban, kepadatan hunian dan ventilasi yang tidak memenuhi
syarat. Penelitian lain yang dilakukan oleh Faturahman (2010) yang meneliti tentang
faktor lingkungan fisik rumah dengan kejadian kusta di kabupaten cilacap bahwa
terdapat hubungan antara ventilasi dengan kejadian kusta (p=0,001<0,05) dan juga
menyatakan bahwa kelembaban udara rumah merupakan salah satu faktor risiko yang
berhubungan dengan kejadian kusta dengan didapatkan nilai (p=0,00 dan OR=6,00).
Penelitian lain yang dilakukan oleh Dwina Rismawati (2013) tentang Hubungan
Antara Sanitasi Rumah dan Personal Hygiene dengan Kejadian Kusta Multibasiller
terdapat hubungan antara Sanitasi Rumah dan Personal Hygiene dengan Kejadian
Kusta Multibasiller.
Berdasarkan uraian diatas, kondisi fisik rumah yang meliputi jenis lantai,
kepadatan hunian, luas ventilasi, pencahayaan dan kelembaban menjadi salah satu
faktor yang perlu dipertimbangkan. Oleh karena itu masyarakat diharapkan untuk
menjaga kebersihan lingkungan rumah terutama pada kebersihan lantai, kepadatan
hunian rumah, luas ventilasi, pencahayaan dan kelembaban udara agar tidak memicu
munculnya suatu penyakit akibat kondisi rumah yang kurang mendukung.
1. Hubungan Antara Lantai dengan kejadian Kusta
Dalam variabel jenis lantai ini ditemukan bahwa dari 34 penderita kusta
terdapat 19 orang (55,88%) warga yang jenis lantainya tidak memenuhi syarat.
Lantai yang tidak memenuhi syarat dapat menjadi tempat hidup dan
perkembangbiakan kuman dan vektor penyakit, menjadikan udara dalam ruangan
lembab, pada musim panas lantai menjadi kering sehingga dapat menimbulkan
debu yang berbahaya bagi penghuninya Jenis lantai dengan plester yang retak atau
berdebu berpotensi terhadap keberadaan bakteri Myrobacterium leprae mampu
hidup diluar tubuh manusia dan dapat ditemukan pada tanah atau debu disekitar
lingkungan rumah penderita.
Hasil uji statistik menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna
antara jenis lantai dengan kejadian kusta (0,001 < 0,05) dengan nilai OR = 5,911
dan CI 95% = 1,945 – 17,966. Sehingga peluang orang yang tinggal dirumah
dengan jenis lantai yang tidak memenuhi syarat memiliki risiko 5,911 kali lebih
besar dibandingkan dengan orang yang tinggal dirumah dengan jenis lantai yang
memenuhi syarat. Lantai rumah harus sering diperhatikan kebersihannya, karena
lantai yang kotor, berdebu dan lembab dapat menjadi tempat berkembangbiak bibit
penyakit virus ataupun bakteri. Menurut Keputusan Menteri Kesehatan nomor 829
tahun 1999 tentang syarat rumah sehat mengemukakan bahwa lantai rumah untuk
tempat tinggal harus kedap air, mudah dikeringkan dan mudah dibersihkan. Lantai
rumah yang termasuk kategori memenuhi syarat kesehatan yaitu lantai yang terbuat
dari keramik atau ubin. Sedangkan yang termasuk kategori tidak memenuhi syarat
kesehatan terbuat dari bambu dan tanah.
Berdasarkan hasil observasi peneliti dapat disimpulkan bahwa jenis lantai
responden masih banyak yang blum memenuhi syarat, hal ini dikarenakan kondisi
lantai dari plester yang kondisinya sudah retak. hal ini dapat menjadi tempat
perkembangbiakan bakteri penyebab penyakit.
Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Sya’diana (2018)
yang menyatakan bahwa terdapat hubungan antar jenis lantai dengan kejadian
kusta (p = 0,014). Penelitian yang dilakukan oleh Siswanti, dkk. (2018) terdapat
hubungan antara jenis lantai dengan kejadian penyakit kusta di kota Semarang.
Responden yang memiliki lantai rumah yang tidak memenuhi syarat memiliki
risiko 5,43 lebih besar terkena penyakit kusta dibandingkan dengan responden
yang memiliki lantai rumah yang memenuhi syarat.Namun penelitian oleh
Rismawati (2013) menunjukkan hasil yang bertolak belakang dimana jenis lantai
tidak memiliki hubungan yang bermakna dengan kejadian kusta yang memiliki
nilai p sebesar 0,269.
Berdasarkan uraian diatas, selain faktor jenis lantai, ternyata kebiasaan
membersihkan lantai rumah menjadi salah satu faktor yang perlu dipertimbangkan
juga. Sebagian besar lantai responden terbuat dari tanah dan plester yang sudah
retak sehingga walaupun sudah dibersihan debu masih tertinggal. Sesuai dengan
syarat rumah sehat yaitu lantai harus kedap air dan selalu kering agar mudah
dibersihkan dari kotoran dan debu. Oleh karena itu masyarakat diharapkan untuk
menjaga kebersihan lingkungan rumah terutama pada kebersihan lantai.
2. Hubungan Antara Dinding dengan kejadian Kusta
Dalam variabel jenis dinding ini ditemukan bahwa dari 34 penderita kusta
terdapat 24 orang (70,58%) warga yang jenis dinding yang memenuhi syarat.
Dinding yang terbuat dari kayu, papan dan bambu akan menyebabkan penumpukan
debu, sehingga dinding sulit untuk dibersihkan dan menjadi media yang baik untuk
perkembangbiakan kuman/bakteri Mycrobacterium leprae.
Hasil uji statistik menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna
antara jenis dinding dengan kejadian kusta (0,027 > 0,05) dengan nilai OR = 4,306
dan CI 95% = 1,066 – 17,289. Sehingga peluang orang yang tinggal dirumah
dengan jenis dinding yang tidak memenuhi syarat memiliki risiko 4,306 kali lebih
besar dibandingkan dengan orang yang tinggal dirumah dengan jenis dinding yang
memenuhi syarat. Tetapi tidak bermakna signifikan. Pemakaian tembok sebagai
bangunan dinding rumah tergolong baik karena tembok merupakan bahan material
yang tidak mudah terbakar dan juga merupakan bahan bangunan yang kokoh
dandapat melindungi dari panas dan dingin.
Berdasarkan hasil observasi peneliti dapat disimpulkan sebagian besar
respnden memiliki rumah dengan jenis dinding yang terbuat dari tembok kemudian
di plester. Penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Lisdawati (2013) yang menyatakan bahwa terdapat hubungan yang bermakna
antara jenis dinding dengan kejadian kusta. Penelitian lain yang dilakukan oleh
Siswanti, dkk. (2018) terdapat hubungan antara jenis dinding dengan kejadian
penyakit kusta di kota Semarang. Responden yang memiliki dinding rumah yang
tidak memenuhi syarat memiliki risiko 5,83 kali lebih besar terkena penyakit kusta
dibandingkan dengan responden yang memiliki jenis dinding rumah yang
memenuhi syarat.
3. Hubungan Antara Kepadatan Hunian dengan kejadian Kusta
Dalam variabel kepadatan hunian ini ditemukan bahwa dari 34 penderita kusta
terdapat 19 orang (55,88%) warga yang memiliki kepadatan hunian yang tinggi.
Kepadatan hunian yang tidak memenuhi syarat dapat meningkaykan penularan
penyakit kusta karena kondisi udara yang buruk sehngga kuman kusta tidak dapat
dipecahkan dan bahkan dapat tumbuh dengan optimal dalam tubuh penderita.
Hasil uji statistik menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna
antara kepadatan hunian dengan kejadian kusta (0,001 < 0,05) dengan nilai OR =
5,911 dan CI 95% = 1,945 – 17,966. Sehingga peluang orang yang tinggal dirumah
dengan kepdatan hunian yang tidak memenuhi syarat memiliki risiko 5,911 kali
lebih besar dibandingkan dengan orang yang tinggal dirumah dengan kepadatan
hunian yang memenuhi syarat. Luas ruang tidur minimal 8 meter dan tidak
dianjurkan digunakan lebih dari 2 orang tidur dalam satu ruang tidur, kecuali anak
dibawah umur 5 tahun.
Berdasarkan hasil observasi yang telah dilakukan oleh peneliti dapat
disimpulkan bahwa rata-rata responden memiliki kepadatan hunian yang tinggi.
Tingkat kepadatan hunian yang tinggi disebabkan karena luas rumah yang tidak
sebanding dengan jumlah penghuni yang menempati rumah. Hal ini disebabkan
banyak warga yang dalam satu rumah tinggal 3-5 orang dalam rumah sederhana.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh penelitian
Lia Setiani (2014) tentang “Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian
penyakit kusta di Wilayah Kerja Puskesmas Kebunan Kabupaten Pemalang
menyatakan bahwa terdapat hubungan antara kepadatan hunian dengan penyakit
kusta. Responden yang memiliki kepadatan hunian kategori padat lebih banyak
pada kelompok penderita kusta dibandingkan pada kelompok bukan penderita
kusta. Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Siswanti, dkk (2018) yang
menunjukkan bahwa kepadatan hunian merupakan faktor risiko terjadinya kusta di
kota Semarang. Kepadatan hunian kamar yang tidak memenuhi syarat
meningkatkan kontak antar individu baik kontak fisik maupun udara. Selain itu
juga akan menyebabkan kurangnya konsumsi oksigen dan akan mempermudah
penularan penyakit kusta ke anggota keluarga yang lain.
Berdasarkan uraian diatas, penderita kusta memiliki kepadatan hunian yang
berisiko tinggi. Hal ini kembali lagi pada persoalan ekonomi keluarga. Keluarga
yang mempunyai ekonomi baik tentu dapat membuat suatu bangunan untuk tempat
tinggal yang baik dan layak. Jumlah penghuni yang mendiami sebuah rumah
tinggal harus disesuaikan dengan luas bangunannya. Luas bangunan yang tidak
sesuai dengan jumlah penghuninya akan mengakibatkan bila ada anggota keluarga
yang terkena penyakit infeksi akan mudah menular ke anggota keluarga yang lain.
4. Hubungan Antara Ventilasi dengan kejadian Kusta
Dalam variabel ventilasi ini ditemukan bahwa dari 34 penderita kusta terdapat
23 orang (67,65%) warga memiliki ventilasi yang tidak memenuhi syarat.Luas
ventilasi rumah yang <10% dari luas lantai (tidak memenuhi syarat kesehatan)
akan mengakibatkan berkurangnyaO2 dan bertambahnya CO2 yang bersifat racun.
Ventilasi yang memenuhi syarat membuat sinar matahari dan udara dapat masuk
sehingga dapat mencegah pertumbuhan bakteri.
Hasil uji statistik menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna
antara ventilasi dengan kejadian kusta (0,014 < 0,05) dengan nilai OR = 3,378 dan
CI 95% = 1,246 – 9,157. Sehingga peluang orang yang tinggal dirumah dengan
ventilasi yang tidak memenuhi syarat memiliki risiko 3,378 kali lebih besar
dibandingkan dengan orang yang tinggal dirumah dengan ventilasi yang memenuhi
syarat. Luas ventilasi yang dimaksud dalam penelitian ini yaitu luas jendela yang
ada di ruang tamu, dan kamar tidur dibagi dengan luas lantai yang ada di ruang
tamu dan kamar tidur.
Berdasarkan hasil observasi yang telah dilakukan oleh peneliti dapat
disimpulakan masih banyak responden yang mimiliki ventilasi <10%. Sebagian
besar rumah responden memiliki ventilasi hanya pada ruang tamu sedangkan pada
bagian kamar tidur hanya sedikit dan juga sebagian reponden juga memakai
jendela yang permanen sehingga sirkulasi udara menjadi terhambat sehingga udara
segar tidak dapat masuk kedalam ruangan. Hal ini dapat memperburuk dengan
kebiasaan keluarga yang jarang membuka jendela setiap hari, sehingga dapat
menyebabkan suhu dalam rumah menjadi panas dan lembab yang berpotensi
sebagai tempat hidup mikroorganisme.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Norlatifah,
dkk (2016) menunjukkan bahwa secara statistik terdapat hubungan yang bermakna
antara kondisi fisik rumah dengan kejadian kusta. Rumah responden banyak yang
tidak memiliki ventilasi lebih dari 10% dari luas lantai. Sejalan dengan penelitian
Nurhayati Namira (2014) terdapat hubungan antara ventilasi dengan kejadian
penyakit kusta di Wilayah Kerja Puskesmas Kapita kabupaten Jeneponto.
Penelitian lain yang menyatakan hal yang sama oleh Moga Aryo (2015) yang
menunjukkan hasil penelitian dengan OR 5,762 (95%CI: 1,73-19,14) dengan p
(0,007) yang berarti ada hubungan antara ventilasi rumah dengan kejadian kusta.
Penelitian ini memiliki kesamaan yaitu ventilasi rumah yang belum baik memiliki
risiko lebih besar dibandingkan dengan rumah yang memiliki ventilasi yang sudah
memenuhi syarat. Selain fungsi ventilasi untuk menjaga aliran udara didalam
rumah agar tidak pengap dan lembab da juga untuk membebaskan udara ruangan
dari bakteri-bakteri karena selalu terjadi aliran udara yang terus menerus.
Berdasarkan uraian diatas, responden diharapkan untuk selalu membuka
jendela setiap hari sehingga kelembaban dalam rumah tetap terjaga dan juga sinar
matahari dapat masuk ke dalam rumah. Sesuai dengan pendapat Susanto (20101)
dalam Wijayanti (2017) yang menyatakan bahwa kualitas udara ditentukan oleh
kondisi ventilasi yang terbuka sehingga udara dapat mengalir dan tidak pengap dan
lembab, dimana udara lembab dapat menjadi tempat hidup M. Leprae.
5. Hubungan Antara Pencahayaan dengan kejadian Kusta
Dalam variabel pencahayaan ini ditemukan bahwa dari 34 penderita kusta
terdapat 22 orang (64,70%) warga memiliki pencahayaan yang tidak memenuhi
syarat.kurangnya cahaya yang masuk kedalam rumah, terutama cahaya matahari
disamping kurang nyaman, juga merupakan media atau tempat yang baik untuk
hidup dan berkembangnya bibit-bibit penyakit.
Hasil uji statistik menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna
antara pencahayaan dengan kejadian kusta (0,001 < 0,05) dengan nilai OR = 5,948
dan CI 95% = 2,065 – 17,190. Sehingga peluang orang yang tinggal dirumah
dengan pencahayaan yang tidak memenuhi syarat memiliki risiko 5,948 kali lebih
besar dibandingkan dengan orang yang tinggal dirumah dengan pencahayaan yang
memenuhi syarat. Menurut Keputusan Menteri Kesehatan nomor 829 tahun 1999
tentang syarat rumah sehat mengemukakan bahwa pencahayaan di dalam rumah
agar tidak menjadi tempat perkembangan kuman kusta minimal 60 lux.
Berdasarkan hasil observasi yang telah dilakukan oleh peneliti dapat
disimpulakan masih banyak responden yang mimiliki pencahayaan yang kurang
dari 60 lux. hal ini karena sinar matahari tidak dapat langsung masuk menyinari
ruangan dan pencahayaan buatan yang kurang terang hal ini karena sebagian besar
rumah mempunyai ventilasi yang kurang memenuhi syarat.
Berdasarkan penelitian Patmawati, dkk. (2015) tentang faktor lingkungan fisik
rumah dan perilaku penderita kusta Kabupaten Polewali Mandar terdapat
hubungan pencahayaan dengan kejadian kusta. Responden yang memiliki
pencahayaan rumah yang tidak memenuhi syarat memiliki risiko 3,157 kali lebih
besar terkena penyakit kusta dibandingkan dengan responden yang memiliki
pencahayaan rumah yang memenuhi syarat. Penelitian lain yang dilakukan oleh
Nurcahyati, dkk (2016) menunjukkan hasil sama saitu responden yang memiliki
kusta mempunyai lingkungan dengan kondisi yang tidak baik, salah satunya
pencahayaan didalm rumah.
Selain itu berdasarkan penelitian Rismawati (2013) yang menunjukkan bahwa
p = 0,036. Hal ini dapat diketahui bahwa terdapat hubungan yang bermkan antara
pencahayaan dengan kejadian kusta multibasiler. Namun penelitain lain yang
dilakukan oleh Ratnawati (2016) menyatakan hasil yang baertolak belakang
dimana pencahayaan rumah tidak memiliki hubungan dengan kejadian kusta.
Berdasarkan uraian diatas, mayoritas responden memiliki pencahayaan yang
kurang memenuhi syarat. Oleh karena itu, membuka jendela pada siang hari karena
sinar matahari agar sianar matahari dapat langsung masuk dan menyinari ruangan.
6. Hubungan Antara Kelembaban dengan kejadian Kusta
Dalam variabel pencahayaan ini ditemukan bahwa dari 34 penderita kusta
terdapat 29 orang (85,29%) warga memiliki kelembaban yang tidak memenuhi
syarat.Kelembaban yang terlalu tinggi maupun rendah dapat menyebabkan
suburnya pertumbuhan mikroorganisme. Kelembaban udara yang memenuhi syarat
kesehatan dalam rumah adalah 40-70%. Rumah yang tidak memiliki kelembaban
yang memenuhi syarat kesehatan akan membawa pengaruh bagi penghuninya
misalnya rumah yang lembab akan menjadi media yang baik bagi pertumbuhan
mikroorganisme.
Hasil uji statistik menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna
antara kelembaban dengan kejadian kusta (0,001 < 0,05) dengan nilai OR = 6,525
dan CI 95% = 2,038 – 20,892. Sehingga peluang orang yang tinggal dirumah
dengan kelembaban yang tidak memenuhi syarat memiliki risiko 6,525 kali lebih
besar dibandingkan dengan orang yang tinggal dirumah dengan kelembaban yang
memenuhi syarat.
Berdasarkan hasil pengukuran kelembaban yang telah dilakukan oleh peneliti
dapat disimpulkan bahwa hampir semua responden baik kelompok kasus maupun
kelompok kontrol mempunyai kelembaban ruang tidur yang tidak memenuhi
syarat. Keadaan lingkungan rumah yang padat yang ditempati oleh responden dan
juga bentuk tempat tinggal dan ruang tidur seadanya membuat lingkungan disekitar
menjadi berubah salah satunya kelembaban rumah.
Hasil penelitian sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Dani Argiyanti
(2014) tentang hubungan lingkungan fisik rumah dengan penyakit kusta di
Kabupaten Pemalang menyatakan bahwa terdapat hubungan antara kelembaban
udara dengan penyakit kusta. Penelitian lain yang dilakukan oleh Sya’diana (2018)
yang menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara pencahayaan dengan kejadian
kusta. Hasil penelitian juga sejalan oleh Rismawati (2013) yang menyimpulkan
bahwa responden dengan kelembaban yang belum baik memiliki risiko lebih besar
menderita kusta bila dibandingkan dengan responden dengan kelembaban yang
sudah memenuhi syarat.
Hasil penelitian ini bertolak belakang dengan penelitian yang dilakukan oleh
Azizah (2018) yang menyatakan kelembaban bukan merupakan faktor kejadian
kusta dengan nilai p sebesar 1,000.
Berdasarkan uraian diatas, disarankan kepada responden agar selalu membuka
jendela terutama jendela kamar supaya udara segar dapat masuk kedalam ruangan
agar ruangan tidak menjadi lembab, hal tersebut dilakukan untuk mewujudkan
kelembaban didalam rumah yang sesuai dengan standar kesehatan sehingga kuman
kusta tidak mudah berkembang didalam rumah sehingga penularan kuman kusta
didalam rumah dapat dihindari.
B. Hubungan Personal Hygiene dengan Kejadian Kusta
Dalam variabel personal hygiene ini ditemukan bahwa dari 34 penderita kusta
terdapat 25 orang (73,53%) warga memiliki personal hygiene yang tidak memenuhi
syarat.
Hasil uji statistik menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara
personal hygiene dengan kejadian kusta (0,013 < 0,05) dengan nilai OR = 3,519dan
CI 95% = 1,270 – 9,750. Sehingga peluang orang yang tinggal dirumah dengan
personal hygieneyang tidak memenuhi syarat memiliki risiko 3,519 kali lebih besar
dibandingkan dengan orang yang tinggal dirumah dengan personal hygiene yang
memenuhi syarat. personal hygiene ini meliputi kebiasaan mandi, kebiasaan
meminjam handuk dan kebiasaan meminjam pakaian. Kebiasaan mandi yang kurang
baik yaitu kurang dari 2x sehari dan memiliki kebiasaan meminjam handuk dan
pakaian antar keluarga dapat menjadi risiko tertular kusta.
Berdasarkan hasil observasi peneliti dapat disimpulkan bahwa kebersihan
perorangan (personal hygiene) pada responden sebagian besar belum memenuhi
syarat, hal ini dikarenakan responden memiliki kebiasaan mandi yang kurang dari 2x
sehari dan mereka juga memiliki kebiasaan meminjam handuk dan pakaian antar
anggota keluarga yang lain.
Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh In Agnes Curnelia
(2016) tentang Hubungan Pengetahuan, Pekerjaan, Personal Hygiene dengan
Kejadian Penyakit Kusta di Kecamatan Kunduran Kabupaten Blora bahwa terdapa
hubungan antara Personal Hygiene dengan kejadian penyakit kusta. Penelitian lain
yang dilakukan oleh Yuniarasari (2013) yang menunjukkan bahwa ada hubungan
antara personal hygiene dengan kejadian kusta. Hasil ini didasarkana pada uji Chi
square diperoleh nilai p = 0,02.
Hasil penelitian ini diperkuat oleh Sya’diana (2018) yang menyatakan bahwa
memiliki kebiasaan mandi yang kurang dari 2 kali sehari dan memiliki kebiasaan
meminjam handuk antar keluarga dapat memicu terjadianya penyakit kusta.
Penelitian Wijayanti (2017) tentang Gambaran Faktor Host dan Lingkungan Fisik
Rumah pada Penderita Kusta di Kota Tangerang Selatan bahwa memiliki kebiasaan
meminjam pakaian antar keluarga dapat menjadi risiko terkena pennyakit kuasta.
Berdasarkan uraian diatas, personal hygiene yang meliputi kebiasaan mandi,
kebiasaan meminjam handuk dan kebiasaan meminjam pakaian menjadi fakto yang
perlu dipertimbangkan. Oleh karena itu responden diharapkan untuk menjaga
kebersihan diri dengan mandi minimal 2x sehari, tidak dianjurkan memakai handuk
dan pakaian secara bergantian dengan anggota keluarga yang lain sehinggi tidak
memicu munculnya suatu penyakit yang disebabkan ileh personal hygiene yang
kurang baik.
1. Hubungan Antara Kebiasaan Mandi dengan Kejadian Kusta
Dalam variabel kebiasaan mandi ini ditemukan bahwa dari 34 penderita kusta
terdapat 19 orang (55,88%) warga memiliki kebiasaan mandi yang buruk. Mandi
merupakan bagian yang penting dalam menjaga kebersihan diri. Mandi dapat
menghilangkan bau, menghilangkan kotoran, merangsang peredaran darah,
memberikan kesegaran pada tubuh, sebaiknya mandi dua kali sehari.
Hasil uji statistik menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna
antara kebiasaan mandi dengan kejadian kusta (0,002< 0,05) dengan nilai OR =
4,886 dan CI 95% = 1,672 – 14,273. Sehingga peluang orang yang tinggal dirumah
dengan kebiasaan mandi yang buruk memiliki risiko 4,886 kali lebih besar
dibandingkan dengan orang yang tinggal dirumah dengan kebiasaan mandi yang
baik. Kebiasaan mandi yang dimaksud yaitu mandi minimal 2x dalam sehari.
Berdasarkan hasil observasi yang telah dilakukan oleh peneliti dapat
disimpulkan bahwa sebagian besar responden memiliki kebiasaan mandi yang
kurang baik yaitu kurang dari 2x dalam sehari. dan sebagian besar responden dari
kasus berpendidikan SD, hal tersebut mengakibatkan responden kurang
mengetahui kebiasaan mandi yang baik. Selain itu sebagian besar pekerjaan
mereka adalah petani sehingga sulit untuk menyempatkan diri untuk mandi pagi
hari dan hanya mandi sepulang bekerja yaitu pada sore hari. Selain kebiasaan
mandi yang rutin, penggunaan sabun saat mandi juga sangat diperlukan. Mandi
merupakan upaya perawatan kulit dan membersihkan tubuh yang dianjurkan yaitu
2x sehari dengan menggunakan sabun dengan kualitas air yang tidak berbau, tidak
berwarna dan tidak berasa (Suardi, 2012).
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Rismawati
(2013) tentang hubungan antara sanitasi rumah dan personal hygiene dengan
kejadian kusta multibasiler diperoleh bahwa ada hubungan antara kebiasaan mandi
dengan kejadian kusta multibasiler. Kemudian diperkuat oleh penelitian Muharry
(2014) menyebutkan bahwa personal hygiene adalah faktor risiko yang
berhubungan dengan kejadian kusta. Variabel personal hygiene dalam penelitian
tersebut salah satunya adala kebiasaan mandi.
Berdasarkan uraian diatas, kebiasaan mandi yang kurang baik yaitu kurang
dari 2x sehari dapat menimbulkan risiko untuk tertular kusta. Oleh karena itu,
perbaikan kebersihan diri harus ditingkatkan lagi untuk mencegah penularan
penyakit kusta dengan cara membiasakan diri untuk mandi minimal 2x sehari
dengan menggunakan air bersih.
2. Hubungan Antara Kebiasaan Meminjam Handuk dengan Kejadian Kusta
Dalam variabel kebiasaan meminjam handuk ini ditemukan bahwa dari 34
penderita kusta terdapat 29 orang (85,29%) warga memiliki kebiasaan meminjam
handuk yang buruk. Pemakaian handuk yang tidak terpisah merupakan salah satu
faktor hygiene perorangan yang dapat mempengaruhi penularan kusta
(Faturrahman,2010).
Hasil uji statistik menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna
antara kebiasaan meminjam handuk dengan kejadian kusta (0,001< 0,05) dengan
nilai OR = 5,800 dan CI 95% = 1,813 – 18,558. Sehingga peluang orang yang
tinggal dirumah dengan kebiasaan memnjamhaduk antar keluarga memiliki risiko
5,800 kali lebih besar dibandingkan dengan orang yang tinggal dirumah dengan
orang yang tidak memiliki kebiasaan meminjam hannduk antar keluarga.
Berdasarkan hasil observasi yang telah dilakukan oleh peneliti dapat
disimpulkan bahwa rata-rata responden dari kelompok kasus memiliki kebiasaan
meminjam handuk kepada anggota keluarga. Hal ini disebabkan karena reponden
memiliki handuk yang tidak sesuai dengan jumlah anggota keluarga yang ada
dirumah.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Wijayanti (2017) tentang
gambaran faktor host dan lingkungan fisik rumah pada penderita kusta didapatkan
bahwa faktor risiko memakai handuk mandi secara bergantian dapat memicu
terjadinya penyakit kusta. Menurut (Lita, 2005) dalam skripsi (Sya’diana, 2018)
handuk sebaiknya tidak boleh dipakai secara bergantian karena dapat dengan
mudah menularkan bakteri dari penderita ke orang lain. Apabila handuk tidak
pernah dijemur dibawah terik matahari atau tidak dicuci dalam jangka waktu yang
lama maka kemungkinan jumlah bakteri yang ada pada handuk semakin banyak
dan berisiko untuk menularkan penyakit kepada orang lain.
Berdasarkan uraian diatas, diketahui bahwa kebiasaan meminjam handuk
secara bergantian dapat menularkan beberapa penyakit salah satunya adalah
penyakit kusta, oleh karena itu diharapkan kepada warga untuk menghindari
penggunaan handuk secara bergantian untuk meminimalisir penularan penyakit
kusta.
3. Hubungan Antara Kebiasaan Meminjam Pakaian dengan Kejadian Kusta
Dalam variabel kebiasaan meminjam pakaian ini ditemukan bahwa dari 34
penderita kusta terdapat 19 orang (55,88%) warga yang tidak memiliki kebiasaan
meminjam pakaian. Salah satu upaya kebersihan yang dapat dilakukakan agar
terhindar dari penyakit kusta yaitu dengan cara menjaga kebersihan kulit. Dalam
kaitannya dengan kebersihan badan, pakaian juga memiliki peran penting dalam
mencegah penularan penyakit.
Hasil uji statistik menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara kebiasaan
meminjam pakaian dengan kejadian kusta (0,331>0,05) dengan nilai OR = 0,623
dan CI 95% = 0,239 – 1,624. Sehingga peluang orang yang tinggal dirumah dengan
kebiasaan memnjam pakaian antar keluarga memiliki risiko 0,623 kali lebih besar
dibandingkan dengan orang yang tinggal dirumah dengan orang yang tidak
memiliki kebiasaan meminjam pakaian antar keluarga.
Berdasarkan hasil observasi yang telah dilakukan oleh peneliti dapat
disimpulkan bahwa rata-rata responden dari kelompok kasus tidak memiliki
kebiasaan meminjam pakaian kepada anggota keluarga yang lain. Penelitian ini
bertolak belakang dengan penelitian yang dilakuakan oleh Wijayanti (2017)
tentang gambaran faktor host dan lingkungan fisik rumah pada penderita kusta
didapatkan bahwa memakai pakaian secara bergantian dapat memicu terjadinya
penyakit kusta.
BAB VII

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan tentang hubungan kondisi fisik
rumah, personal hygiene dengan kejadian kusta di Wilayah Kerja Puskesmas
TalangoKecamatan Talango Kabupaten Sumenep, diperoleh kesimpulan sebagai
berikut :
1. Ada hubungan antara kondisi fisik rumah dengan kejadian kusta
Hasil analisis uji bivariate menunjukkan bahwa kondisi fisik rumah memiliki
hubungan yang bermakkan dengan kejadian kusta p = 0,000 < 0,005, nilai OR =
15,167 dengan CI 95% = 4,635 – 49,629 yang memiliki arti bahwa responden yang
tinggal dirumah dengan kondis fisik rumah yang kurang memenuhi syarat akan
memiliki risiko 15,167 kali lebih besar dibandingkan dengan responden yang
tinggal dirumah dengan kondisi fisik rumah yang memenuhi syarat.
2. Ada hubungan antara lantai dengan kejadian kusta
Hasil analisi uji bivariate menunjukkan bahwa jenis lantai memiliki hubungan yang
bermakna dengan kejadian kusta p = 0,001 < 0,005, nilai OR = 5,911 dengan CI
95% = 1,945 – 17,966 yang memiliki arti bahwa responden yang tinggal dirumah
dengan jenis lantai yang kurang memenuhi syarat akan memiliki risiko 5,911 kali
lebih besar dibandingkan dengan responden yang tinggal dirumah dengan jenis
lantai yang memenuhi syarat.
3. Tidak ada hubungan antara dinding dengan kejadian kusta
Hasil analisis ui bivariate menunjukkan bahwa jenis dinding memiliki nilai p =
0,062 > 0,005, nilai OR = 4,306 dengan CI 95% = 1,066 – 17,289 yang memiliki
arti bahwa responden yang tinggal dirumah dengan jenis dinding yang kurang
memenuhi syarat akan memiliki risiko 4,306 kali lebih besar dibandingkan dengan
responden yang tinggal dirumah dengan jenis dinding yang memenuhi syarat.
Tetapi tidak bermakna signifikan.
4. Ada hubungan antara kepadatan hunian dengan kejadian kusta
Hasil analisis uji bivariate menunjukkan bahwa kepadatan hunian memiliki
hubungan yang bermakna dengan kejadian kusta p = 0,001 < 0,005, nilai OR =
5,911 dengan CI 95% = 1,945 – 17,966 yang memiliki arti bahwa responden yang
tinggal dirumah dengan kepadatan hunian yang kurang memenuhi syarat akan
memiliki risiko 5,911 kali lebih besar dibandingkan dengan responden yang tinggal
dirumah dengan kepadatan hunian yang memenuhi syarat.
5. Hubungan antara ventilasi dengan kejadian kusta
Hasil analisis uji bivariate menunjukkan bahwa ventilasi memiliki hubungan yang
bermakna dengan kejadian kusta p = 0,014 < 0,005, nilai OR = 3,378 dengan CI
95% = 1,246 – 9,157 yang memiliki arti bahwa responden yang tinggal dirumah
dengan ventilasi yang kurang memenuhi syarat akan memiliki risiko 3,378 kali
lebih besar dibandingkan dengan responden yang tinggal dirumah dengan ventilasi
yang memenuhi syarat
6. Ada hubungan antara pencahayaan dengan kejadian kusta
Hasil analisis bivariate menunjukkan bahwa pencahayaan memiliki hubungan yang
bermakna dengan kejadian kusta p = 0,001 < 0,005, nilai OR = 5,948 dengan CI
95% = 2,065 – 17,190 yang memiliki arti bahwa responden yang tinggal dirumah
dengan pencahayaan yang kurang memenuhi syarat akan memiliki risiko 5,948
kali lebih besar dibandingkan dengan responden yang tinggal dirumah dengan
pencahayaan yang memenuhi syarat.
7. Ada Hubungan Antara kelembaban dengan Kejadian Kusta
Hasil analisis uji bivariate menunjukkan bahwa kelembaban memiliki hubungan
yang bermakna dengan kejadian kusta p = 0,001 < 0,005, nilai OR = 6,525 dengan
CI 95% = 2,038 – 20,892 yang memiliki arti bahwa responden yang tinggal
dirumah dengan kelembaban yang kurang memenuhi syarat akan memiliki risiko
6,525 kali lebih besar dibandingkan dengan responden yang tinggal dirumah
dengan kelembaban yang memenuhi syarat.
8. Ada hubungan antara personal hygiene dengan kejadian kusta
Hasil analisis uji bivariate menunjukkan bahwa kelembaban memiliki hubungan
yang bermakna dengan kejadian kusta p = 0,013 < 0,005, nilai OR = 3,519 dengan
CI 95% = 1,270 – 9,750 yang memiliki arti personal hygiene merupakan faktor
risiko kejadian kusta dan memiliki peluang orang yang tinggal di rumah yang
memiliki personal hygiene yang buruk memiliki risiko tertular penyakit kusta
3,519 kali lebih besar dibandingkan dengan responden yang memiliki personal
hygiene yang baik.
9. Ada hubungan antara kebiasaan mandi dengan kejadian kusta
Hasil analisis uji bivariate menunjukkan bahwa kebiasaan mandi memiliki
hubungan yang bermakna dengan kejadian kusta p = 0,002 < 0,005, nilai OR =
4,886 dengan CI 95% = 1,672 – 14,273 yang memiliki arti memiliki kebiasaan
mandimerupakan faktor risiko kejadian kusta dan memiliki peluang orang yang
tinggal di rumah yang memiliki kebiasaan mandi yang buruk memiliki risiko
tertular penyakit kusta 4,886 kali lebih besar dibandingkan dengan responden yang
memiliki kebiasaan mandi yang baik.
10. Ada hubungan antara kebiasaan meminjam handuk dengan kejadian kusta
Hasil analisis uji bivariate menunjukkan bahwa kebiasaan meminjam handuk
memiliki hubungan yang bermakna dengan kejadian kusta p = 0,002 < 0,005, nilai
OR = 5,800 dengan CI 95% = 1,813 – 18,558 yang memiliki arti memiliki
kebiasaan meminjam handukmerupakan faktor risiko kejadian kusta dan memiliki
peluang orang yang tinggal di rumah yang memiliki kebiasaan meminjam handuk
yang buruk memiliki risiko tertular penyakit kusta 5,800 kali lebih besar
dibandingkan dengan responden yang memiliki kebiasaan meminjam handuk yang
baik.
11. Tidak Ada hubungan antara kebiasaan meminjam pakaian dengan kejadian
kusta
Hasil analisis uji bivariate menunjukkan bahwa kebiasaan meminjam pakaian
memiliki nilai p = 0,331 > 0,005, nilai OR = 0,623 dengan CI 95% = 0,239 – 1,624
yang memiliki arti memiliki kebiasaan meminjam pakaianmerupakan faktor risiko
kejadian kusta dan memiliki peluang orang yang tinggal di rumah yang memiliki
kebiasaan meminjam pakaian yang buruk memiliki risiko tertular penyakit kusta
0,623 kali lebih besar dibandingkan dengan responden yang memiliki kebiasaan
meminjam pakaian yang baik. Tetapi tidak bermakna signifikan.
B. Saran
1. Bagi Puskesmas
a. Melakukan penyuluhan tentang penyakit kusta kepada masyarakat maupun
penderita. Penyuluhan yang rutin diharapakan dapat meningkatkan pengetahuan
masyarakat sehingga dapat mengetahui cara pencegahan penularan penyakit
kusta.
b. Bekerjasama dengan masyarakat untuk melakukan penemuan pasien secara aktif
melalui kegiatan kunjungan pasien dan pemeriksaan kontak.
c. Mencatat data nama dan alamat rumah penderita kusta secara lengkap agar
mudah untuk melakukan kunjungan ke rumah penderita tersebut.
2. Bagi Masyarakat

a. Melakukan deteksi dini dan pengobatan MDT (Multi Drug Therapy) jika
terdiagnosa penyakit kusta.
b. Untuk mengurangi risiko penularan kusta, sebaiknya dilakukan perbaikan
kondisi lingkungan rumah dengan cara membersihkan lantai rumah,satu kamar
ditempati tidak lebih 2 orang, membuka jendela setiap hari, disetiap ruang
diberikan pencahayaan yang cukup dan meningkatkan kebersihan perorangan
dengan cara tidak menggunakan handuk secara bergantian dan mandi minimal
2x sehari dengan menggunakan air bersih.Usaha-usaha tersebut dapat
dilakukan bertujuan agar mengurangi potensi perkembangbiakan bakteri
penyebab kusta.
3. Bagi Peneliti Lain
Dapat mengembangkan penelitian di tempat lain untuk menganalisis lebih dalam
tentang penyakit kusta dan faktor-faktor lain yang dapat menyebabkan penyakit
kusta.

Anda mungkin juga menyukai