Anda di halaman 1dari 101

ANALISIS HUBUNGAN SANITASI TOTAL

TERHADAP DIARE PADA BALITA DI WILAYAH


KERJA PUSKESMAS SEWON I BANTUL

Denny Firmansyah
INSTITUT TEKNOLOGI YOGYAKARTA

ABSTRAK

Berdasarkan data Profil Kesehatan Indonesia tahun 2019, pada tahun


2018 di Indonesia terjadi 10 kali kejadian luar biasa (KLB) diare yang
tersebar di 8 provinsi, 8 kabupaten/kota dengan jumlah penderita 756 orang
dan kematian 36 orang dengan case fatality rate (CFR) sebesar 4,76%. Hal itu
terlihat bahwa CFR saat KLB masih cukup tinggi yaitu >1% Data Profil
kesehatan Kabupaten Bantul Tahun 2018 dan 2019 kasus tertinggi diare pada
balita di Kabupaten Bantul terdapat di wilayah kerja Puskesmas Sewon I
yaitu sebesar 688 kasus dan 638 kasus. Banyak faktor risiko yang diduga
menyebabkan terjadinya penyakit diare pada balita, salah satu faktor
risikonya adalah faktor sanitasi total.
Tujuan penelitian ini untuk menganalisis hubungan antara sanitasi
total dengan terjadinya diare pada balita. Jenis penelitian ini cross sectional.
Populasi penelitian ini balita yang tercatat di Puskesmas Sewon I Bantul
Yogyakarta yang menderita Diare pada tahun 2019 sebanyak 638 orang,
pengambilan sampel menggunakan Simple Random Sampling sebanyak 87
responden. Instrumen penelitian menggunakan kuesinoer. Kuesioner
berisikan pertanyaan tentang karateristik responden (umur, jumlah anak,
pendidikan, pekerjaan, jenis kelamin balita, status gizi dan status imunisasi),
faktor sanitasi total (kondisi jamban, sumber air minum, pengelolaan sampah
dan pengelolaan limbah rumah tangga).

Hasil penelitian ini adalah kondisi sanitasi total di wilayah kerja


Puskesmas Sewon I memenuhi syarat sebanyak 79,60% dan yang tidak
memenuhi syarat sebanyak 20,40%, perilaku ibu balita di wilayah kerja
Puskesmas Sewon I kategori baik sebanyak 95,45% dan kategori buruk
sebanyak 4,55%. Ada hubungan antara pengelolaan sampah (p=0,0001) dan
tidak ada hubungan antara kondisi jamban (p=0,263), sumber air minum
(p=0,105), pengelolaan limbah (p=0,179 dengan terjadinya diare pada balita.
Strategi untuk mengatasi permasalahan sanitasi total pada pengelolaan

1
sampah adalah melalui pengoptimalan dan pengembangan program
pengelolaan sampah berbasis masyarakat dengan konsep “bank sampah”.
Saran bagi masyarakat agar meningkatkan sanitasi total menjadi lebih baik
agar tidak menjadi sumber/perantara diare misalnya dapat dilakukan dengan
cara tidak buang air besar (BAB) sembarangan, mencuci tangan pakai sabun,
mengelola air minum dan makanan yang aman, mengelola sampah dan
limbah cair rumah tangga dengan benar serta untuk instansi terkait agar
melakukan penyuluhan-penyuluhan atau pendidikan kesehatan yang berkaitan
dengan sanitasi total dan perilaku ibu dalam merawat anaknya.

Kata Kunci : Sanitasi total, Diare Balita

PENDAHULUAN

Menurut Wordl Health Organization (WHO), penyakit diare masih

merupakan masalah global dengan presentase penderita diare dan jumlah kematian

yang tinggi di berbagai negara. Secara global terjadi peningkatan penderita diare

dan kematian akibat diare pada balita dari tahun 2015 hingga 2017. Pada Tahun

2015 sekitar 688 juta orang menderita diare dan menyebabkan 499.000 balita

meninggal dunia. Data WHO menyatakan bahwa hampir 1,7 miliar kasus diare

terjadi pada anak-anak dengan angka kematian sekitar 525.000 terjadi pada balita

tiap tahunnya (WHO, 2017 dalam Husniati, 2018).

Berdasarkan data Profil Kesehatan Indonesia tahun 2019 pada tahun 2018

di Indonesia terjadi 10 kali kejadian luar biasa (KLB) diare yang tersebar di 8

provinsi, 8 kabupaten/kota dengan jumlah penderita 756 orang dan kematian 36

orang dengan case fatality rate (CFR) sebesar 4,76%. Hal itu terlihat bahwa CFR

saat KLB masih cukup tinggi yaitu >1% (Kemenkes RI, 2019).

2
Salah satu provinsi yang termasuk dalam daftar penemuan kasus diare yang

ditangani oleh Direktorat Jenderal P2P Republik Indonesia adalah Daerah

Istimewa Yogyakarta (DIY). Berdasarkan laporan dari Dinas Kesehatan DIY diare

selalu menjadi 10 besar penyakit yang paling banyak dijumpai kasusnya di DIY.

Hal ini ditunjukkan dengan angka penderita diare di puskesmas wilayah

kabupaten/kota yang tinggi setiap tahunnya. Berdasarkan data Survelans Terpadu

Penyakit (STP) puskesmas, jumlah kasus diare tahun 2016 sebanyak 33.033, tahun

2017 turun menjadi 28.318 kasus dan tahun 2018 naik lagi menjadi 40.150 kasus

(Data Profil Kesehatan DIY, 2018).

Salah satu kabupaten di DIY yang mengalami kasus diare tertinggi adalah

Kabupaten Bantul. Berdasarkan data Profil Kesehatan Kabupaten Bantul Tahun

2018 dan 2019 kasus tertinggi diare pada balita di Kabupaten Bantul terdapat di

wilayah kerja Puskesmas Sewon I yaitu sebesar 688 kasus dan 638 kasus. Dinas

Kesehatan Kabupaten Bantul mencatat pada tahun 2017, angka penderita diare

pada balita di Kabupaten Bantul sebesar 90 orang per 1000 penduduk. Angka ini

meningkat bila dibandingkan dengan data tahun 2016 dan tahun 2015 sebesar 82

orang dan 75 orang per 1000 penduduk kemudian menurun pada tahun 2018

sebesar 82 orang per 1000 penduduk (Dinas Kesehatan Kabupaten Bantul Tahun

2019).

METODE PENELITIAN
Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan rancangan pendekatan
cross sectional yaitu suatu penelitian untuk mempelajari dinamika korelasi antara

3
faktor-faktor risiko dengan efek, dengan cara pendekatan, observasi atau
pengumpulan data sekaligus pada suatu saat (point time approach) dan untuk
menentukan strategi pengelolaan sanitasi digunakan jenis penelitian deskriptif
dengan pendekatan kualitatif. Tempat penelitian ini akan dilaksanakan di
Puskesmas Sewon I, berlokasi di Jl. Parangtritis, Timbulharjo, Sewon, Bantul,
Daerah Istimewa Yogyakarta. Populasi dalam penelitian ini adalah kejadian diare
pada balita yang tercatat di Puskesmas Sewon I Bantul Yogyakarta pada tahun
2019 sebanyak 638 orang. Teknik pengambilan sampel dengan pengambilan
sampel secara acak sederhana (Simple Random Sampling). Variabel bebas dalam
penelitian ini adalah sanitasi total, yang meliputi: kondisi jamban, sumber air
minum, pengelolaan sampah, dan pengelolaan limbah rumah tangga sedangkan
Variabel terikat dalam penelitian ini adalah kejadian diare pada balita.

4
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Analisis Univariat

1. Karakteristik Responden (Ibu Balita)


Hasil penelitian mengenai karakteristik reponden di Puskesmas Sewon I
Kecamatan Sewon Kabupaten Bantul dijelaskan pada Tabel I berikut:

Tabel 1 Distribusi Karakteristik Responden (Ibu Balita)


Karakteristik Responden Jumlah (n) Persentase (%)
1. Umur
<25
tahun 13 15
25-35 tahun 53 61
36-45 tahun 21 24
Total 87 100
2. Pendidikan
Sarjana 14 16
Tamat SD 1 1
Tamat SMA 60 69
Tamat SMP 12 14
Total 87 100
Karakteristik Responden Jumlah (n) Persentase (%)
3. Pekerjaan
Buruh 9 10,3
Ibu Rumah Tangga 49 56,3
Karyawan 19 22
Petani 3 3,5

PNS/ Pensiunan/TNI 1 1.1


Wiraswasta 6 6,8
Total 87 100
4. Jumlah Anak 1
anak 22 25,3
2 anak 41 47
3 anak 19 22

5
4 anak 3 3,4
5 anak 2 2,3
Total 87 100

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa lebih banyak

responden berada pada kelompok umur antara 25-35 tahun sebanyak 61%.

Umur merupakan karakter yang memiliki pengaruh paling besar dalam hal

hubungannya dengan penyakit, kondisi cidera, penyakit kronis, dan penyakit

lain. Usia yang semakin meningkat akan meningkat pula kebijaksanaan

kemampuan seseorang dalam mengambil keputusan, berpikir rasional,

mengendalikan emosi, dan bertoleransi terhadap pandangan orang lain,

sehingga berpengaruh terhadap peningkatan motivasinya. Dalam melakukan

penelitian tentang diare harus diperhatikan umur ibu karena dengan

meningkatnya umur akan bertambah pengalaman ibu dalam merawat balita

yang terkena diare, karena dengan pengalaman dapat merubah perilaku yang

tidak baik menjadi baik (Nuraeni, 2012).

Ditinjau dari tingkat pendidikan, sebagian besar ibu memiliki tingkat

pendidikan baik dengan menyelesaikan sampai tingkat SMA sebanyak 69%,

pendidikan merupakan unsur yang sangat penting karena dengan pendidikan

seseorang dapat menerima lebih banyak informasi terutama dalam menjaga

kesehatan diri dan keluarga serta memperluas cakrawala berpikir sehingga

lebih mudah mengembangkan diri dalam mencegah terjangkitnya penyakit

6
dan memperoleh perawatan medis yang baik (Imanah, 2013). Terdapat

hubungan tingkat pendidikan dan pengetahuan ibu tentang perawatan diare

pada anak di Puskesmas Sewon II Bantul (Agus, 2018)

Ditinjau dari jenis pekerjaan memperlihatkan sebagian besar

responden bekerja sebagai ibu rumah tangga sebanyak 56,3%. Responden

yang bekerja sebagai ibu rumah tangga, lebih banyak menghabiskan waktu di

rumah bersama balitanya dan sulit untuk mendapatkan informasi terbaru.

Sedangkan pada ibu yang bekerja, mereka lebih terpapar dengan berbagai

informasi yang dapat menambah pengetahuan termasuk dalam

penanggulangan dini diare pada balita. Maka dengan kata lain Status

pekerjaan ibu mempunyai pengaruh besar terhadap kehidupan keluarga

(Novrianda, dkk 2014). Ditinjau dari jumlah anak dalam keluarga, sebagian

besar responden memiliki 2 orang anak sebanyak 47%. Jumlah anggota

keluarga berperan dalam pertumbuhan, yaitu pada keluarga kecil pertumbuhan

anak lebih baik dibandingkan pada keluarga besar

(Suyitno, 2002).

2. Karakteristik Sampel (Balita)

Hasil penelitian mengenai karakteristik sampel (Balita) di Puskesmas Sewon I


Kecamatan Sewon Kabupaten Bantul dijelaskan pada Tabel 2 berikut:

7
Tabel 2 Distribusi Karakteristik Sampel (Balita)

Karakteristik Responden Jumlah (n) Persentase (%) 1. Umur


12-24 Bulan 48 55
25-36 Bulan 19 22
37-48 Bulan 13 15
>49 Bulan 7 8
Total 87 100
2. Jenis Kelamin Laki-
Laki 45 52
Perempuan 42 48
Total 87 100
3. Status Gizi
Gizi Baik 70 80,5
Gizi Buruk 2 2,3
Gizi Kurang 9 10,3
Gizi Lebih 6 6,9
Total 87 100
4. Status Imunisasi
Lengkap 87 87
Tidak Lengkap 0 0
Total 87 100

Berdasarkan Tabel 2 di atas dapat diketahui bahwa sebagian besar

balita berumur 12-24 bulan yaitu sebanyak 55%. Hal ini sesuai dengan teori

yang menyatakan penyakit diare banyak terjadi pada dua tahun pertama

kehidupan saat diberikan makanan pendamping. Ini disebabkan karena pada

umur tersebut belum terbentuknya kekebalan alami sempurna dari balita

(Mengistie B,dkk 2013). Dari penelitian ini juga didapatkan sebagian besar

balita yang mengalami diare berjenis kelamin laki-laki yaitu sebanyak 52%

8
dan balita yang berjenis kelamin perempuan 48%, hal ini disebabkan karena

anak laki- laki lebih aktif dibandingkan anak perempuan (Mengistie B dkk.,

2013).

Ditinjau dari status gizi dalam penelitian ini sebagian besar status gizi

balita adalah baik yaitu sebanyak 55%, Berat dan lamanya diare sangat

dipengaruhi oleh status gizi penderita dan diare yang diderita oleh anak

dengan status gizi kurang lebih berat dibandingkan dengan anak yang status

gizinya baik karena anak dengan status gizi kurang keluaran cairan dan tinja

lebih banyak sehingga anak akan menderita dehidrasi berat. Bayi dan balita

yang gizinya kurang sebagian besar meninggal karena diare, hal ini

disebabkan karena dehidrasi dan malnutrisi (Eliati, 2015). Status gizi balita

adalah keadaan gizi anak balita umur 0-59 bulan yang ditentukan dengan

metode

Antropometri, berdasarkan indeks Berat Badan menurut Umur (BB/U), Tinggi

Badan mrnurut Umur (TB/U), dan Berat Badan menurut Tinggi Badan
(BB/TB). Berat Badan Menurut Umur adalah berat badan anak yang dicapai
pada umur tertentu, Tinggi Badan Menurut Umur adalah tinggi badan anak
yang dicapai pada umur tertentu. Berat Badan Menurut Tinggi Badan adalah
berat badan anak dibandingkan dengan tinggi badan yang dicapai. (Depkes
RI, 2007). Untuk membedakan balita gizi baik, kurang gizi, gizi buruk dan
gizi lebih dapat dilakukan dengan cara berikut, gizi baik adalah adalah bila
berat badan menurut umur yang di hitung menurut skor Z nilainya -2,0 SD s/d

9
2,0 SD, gizi kurang bila skor Z -3,0 SD s/d < -2,0 SD, gizi buruk bila skor Z
< -3,0
SD dan gizi lebih jika skor Z > 2,0 SD (Kepmenkes, 2010)
Ditinjau dari status imunisasi, dalam penelitian ini semua balita
(100%) telah mendapatkan imunisasi lengkap sesuai dengan tingkat umurnya.
Sistem kekebalan tubuh manusia terdiri dari dua macam yaitu imunitas non
spesifik dan imunitas spesifik. Imunitas non spesifik merupakan sistem
kekebalan tubuh yang umum yang berlaku pada semua kondisi, akan tetapi
sistem ini tidak cukup kuat untuk melawan patogen-patogen tertentu
penyebab penyakit, oleh karenanya dibutuhkan persiapan bagi tubuh untuk
menghadapi berbagai jenis patogen dan bakteri khusus penyebab penyakit
tersebut. Salah satu jalan yang bisa ditempuh adalah dengan cara melakukan
imunisasi (Lestari, 2012).

4.4 Distribusi Kejadian diare Pada Balita

Tabel 4.3. Distribusi Kejadian diare Pada Balita


Kejadian diare Jumlah (n) Persentase (%
Diare 67 77
Tidak diare 20 23
Total 87 100
Intensitas diare (Dalam
Sehari)
< 3 Kali 7 10,5
> 3 Kali 60 89,5
Total 67 100
Disertai Demam
Tidak Demam 6 9
Demam 61 91
Total 67 100
Disertai Dehidrasi
Tidak Dehidrasi 28 42

10
Dehidrasi 39 58
Total 67 100
Berdasarkan Tabel 4.3 dapat diketahui bahwa sebagian besar balita

yang menjadi sampel penelitian mengalami diare yaitu sebanyak 77% .

Kondisi ini dimungkinkan karena data yang diambil dalam penelitian ini

peneliti langsung mendapatkan data dari keluarga. Hal ini berarti bahwa data

yang didapatkan peneliti adalah data pada keluarga yang balitanya

mempunyai riwayat atau sedang mengalami diare yang dirawat dirumah atau

yang dibawa ke tempat pelayanan kesehatan dalam rentang waktu setahun

terakhir. Dari penelitian ini diketahui bahwa sebagian besar balita mengalami

diare > 3 kali dalam sehari yaitu sebanyak 89,5%, disertai demam sebanyak

91% dan yang disertai dengan dehidrasi sebanyak 58%. Penyakit diare

merupakan penyebab kesakitan dan kematian di negara berkembang.

Penyakit diare di Indonesia merupakan salah satu masalah kesehatan

masyarakat, karena tingginya angka kesakitan dan angka kematian akibat

diare. Dari beberapa penelitian dilaporkan bahwa insiden diare bervariasi dari

tahun ke tahun.

4.4 Hasil Analisis Univariat

Analisis univariat dilakukan terhadap tiap variabel hasil penelitian, analisis ini

menunjukkan jumlah dan persentase dari tiap variabel.

4.4.1 Variabel Sanitasi Total

11
Tabel 4.4. Distribusi Variabel Sanitasi Total
Sanitasi Total Jumlah (n) Persentase (%)
1. Kondisi Jamban
Tidak Memenuhi Syarat 4 4.6
Memenuhi Syarat 83 95,4
Total 87 100
2. Sumber Air Minum
Tidak Memenuhi Syarat 8 9,2
Memenuhi Syarat 79 90,8
Total 87 100
3. Pengelolaan Sampah

Tidak Memenuhi Syarat 41 47,1


Memenuhi Syarat 46 52,9
Total 87 100
4. Pengelolaan Limbah
Rumah Tangga
Tidak Memenuhi Syarat 18 20.7
Memenuhi Syarat 69 79.3
Total 87 100
Jumlah Variabel
Sanitasi
Total
Tidak Mamenuhi Syarat 20,4

Memenuhi Syarat 79,6


Berdasarkan Tabel 4.4 dapat diketahui bahwa kondisi keseluruhan

sanitasi total di wilayah kerja Puskesmas Sewon I adalah memenuhi syarat

sebanyak 79,6% dan yang tidak memenuhi syarat sebanyak 20,4%.

Sanitasi total berhubungan dengan kesehatan lingkungan yang dapat

mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat. Dampak dari rendahnya

tingkat cakupan sanitasi dapat menurunkan kualitas hidup masyarakat,

12
tercemarnya sumber air minum bagi masyarakat, meningkatnya penyakit

berbasis lingkungan seperti diare. Penyakit diare adalah penyakit yang

sangat berkaitan erat dengan kondisi sanitasi, dimana sanitasi dasar yang

buruk berisiko menjadi penyebab penyakit diare. Pada Peraturan

Pemerintah No. 66 Tahun 2014 Tentang Kesehatan Lingkungan

menjelaskan bahwa sanitasi lingkungan yang baik terbukti untuk memutus

mata rantai penularan penyakit salah satunya diare.

Sanitasi total merupakan salah satu persyaratan dalam rumah sehat,

Sarana sanitasi total berkaitan langsung dengan masalah kesehatan

terutama masalah kesehatan lingkungan. Sarana sanitasi total yaitu

meliputi sarana jamban sehat, sarana air bersih, sarana pengelolaan

sampah dan sarana pembuangan air limbah (SPAL). Buruknya kondisi

sanitasi akan

berdampak negatif di banyak aspek kehidupan, mulai dari turunnya

kualitas lingkungan hidup masyarakat, tercemarnya sumber air minum

bagi masyarakat, meningkatnya jumlah kejadian diare dan munculnya

beberapa penyakit lainnya (Profil Kesehatan Indonesia, 2017).

Berdasarkan hasil penelitian terkait kondisi sanitasi total masyarakat

di wilayah kerja Puskesmas Sewon I pada aspek kondisi jamban yang

memenuhi syarat sebanyak 83 responden (95,4%) sedangkan yang tidak

13
memenuhi syarat sebanyak 4 responden (4,6%). Hal ini menunjukkan

bahwa responden banyak yang memanfaatkan jamban untuk sarana

pembuangan tinja. Perilaku BAB yang baik atau tidak sembarangan diikuti

pula dengan pemanfaatan sarana sanitasi yang saniter berupa jamban

sehat. Saniter merupakan kondisi fasilitas sanitasi yang memenuhi standar

dan persyaratan kesehatan. Standar dan persyaratan kesehatan bangunan

jamban terdiri dari : Tidak mencemari sumber air minum, tidak berbau,

kotoran tidak dapat dijamah oleh serangga dan tikus, tidak mencemari

tanah dan sekitarnya, mudah di bersihkan dan aman digunakan, dilengkapi

dinding dan atap pelindung, penerangan dan ventilasi yang cukup, lantai

kedap air dan luas ruangan memadai dan tersedia air, sabun serta alat

pembersih (Permenkes RI No.3 Tahun 2014).

Kondisi sanitasi total pada aspek sumber air minum yang memenuhi

syarat sebanyak 79 responden (90,8%) sedangkan yang tidak memenuhi

syarat sebanyak 8 responden (9,2%). Hal ini menunjukkan responden pada

umumnya menggunakan sumber air minum yang memenuhi syarat. Air

untuk minum harus diolah terlebih dahulu dan wadah air harus bersih dan

tertutup. Air yang tidak dikelola dengan standar pengelolaan air minum

rumah tangga (PAM-RT) dapat menimbulkan penyakit, perilaku ibu

dalam menggunakan sumber air minum tidak terlindung beresiko tiga kali

14
lebih besar memiliki anak dengan diare. Anak dengan keluarga yang

menggunakan air minum dengan cara direbus, diolah menggunakan bahan

kimia atau diolah dengan cara penyaringan diketahui memiliki peluang

lebih rendah menderita diare dibanding dengan dengan anak yang

keluarganya tidak menggunakan pengolahan air. Air yang sudah

ditampung bisa mengalami kontaminasi selama proses pengumpulan,

pengangkutan dan penyimpanan yang pada akhirnya dapat meningkatkan

resiko terjadinya diare (Wanzahun dkk, 2013).

Syarat-syarat air minum yang sehat meliputi: Syarat fisik yaitu

tidak berwarna, tidak berasa, tidak berbau dan syarat bakteriologis yaitu

bebas dari segala bakteri, terutama bakteri patogen. Cara untuk

mengetahui apakah air minum terkontaminasi oleh bakteri patogen adalah

dengan memeriksa sampel air tersebut. Bila dari pemeriksaan 100 cc air

terdapat kurang dari empat bakteri E. coli, maka air tersebut sudah

memenuhi syarat kesehatan dan syarat kimia (mengandung zat-zat tertentu

di dalam jumlah tertentu pula, kekurangan atau kelebihan salah satu zat

kimia di dalam air, akan menyebabkan gangguan fisiologis pada manusia

(Notoatmojo, 2010).

Kondisi sanitasi total pada aspek pengelolaan sampah yang

memenuhi syarat sebanyak 46 responden (52,9%) sedangkan yang tidak

15
memenuhi syarat sebanyak 41 responden (47,1%). Hal ini menunjukkan

bahwa perilaku responden dalam mengelola sampah yang tidak memenuhi

syarat hanya berbanding sedikit dengan yang memenuhi syarat, artinya

masih banyak respoden yang perilaku mengelola sampahnya belum sesuai

standar dan persyaratan pengelolaan sampah rumah tangga yang baik

antara lain : Sampah tidak boleh ada di dalam rumah, harus dibuang setiap

hari, pemilahan dalam bentuk pengelompokan dan pemisahan sampah

sesuai dengan jenis, jumlah, dan/atau sifat sampah, pemilahan sampah

dilakukan terhadap 2 (dua) jenis sampah, yaitu organik dan nonorganik.

Tempat sampah harus tertutup rapat, pengumpulan sampah dilakukan

melalui pengambilan dan pemindahan sampah dari rumah tangga ke

tempat penampungan sementara atau tempat pengolahan sampah terpadu

dan sampah yang telah dikumpulkan di tempat penampungan sementara

atau tempat pengolahan sampah terpadu diangkut ke tempat pemrosesan

akhir (Permenkes RI No 3 Tahun 2014).

Kondisi sanitasi total pada aspek pengelolaan limbah rumah tangga

yang memenuhi syarat sebanyak 69 responden (79,3%) sedangkan yang

tidak memenuhi syarat sebanyak 18 responden (20,7%). Hal ini

menunjukkan responden pada umumnya perilaku pengelolaan limbah

rumah tangganya sudah memenuhi syarat. Limbah cair rumah tangga yang

16
berupa air bekas yang dihasilkan dari buangan dapur, kamar mandi, dan

sarana cuci tangan harus diamankan dan disalurkan ke saluran

pembuangan air limbah. Prinsip pengamanan limbah cair rumah tangga

adalah: Jarak dengan sumber air bersih minimal 10 meter agar tidak

mencemari sumber air bersih, diberi tutup yang cukup rapat agar

menimbulkan bau dan tidak menimbulkan genangan air yang dapat

menjadi sarang nyamuk dan tidak menimbulkan becek (Permenkes RI No

3 Tahun 2014).

4.4.2 Variabel Perilaku Ibu

Tabel 4.5. Distribusi Variabel Perilaku Ibu


Perilaku Ibu Jumlah (n) Persentase (%)
1. Pemberian ASI Eksklusif
Buruk 3 3,4
Baik 84 96,6
Total 87 100
2. Perilaku CTPS
Buruk 1 1,1
Baik 86 98,9
Total 87 100
3. Penggunaan Botol Susu
Buruk 9 10,3
Baik 78 89,7
Total 87 100
4. Pengelolaan, Penyediaan
dan Penyajian Makanan
Buruk 3 3,4
Baik 84 96,6
Total 87 100

17
Jumlah Variabel Perilaku
Ibu
Buruk 4,55
Baik 95,45

Total 100
Berdasarkan Tabel 4.5 dapat diketahui bahwa secara keseluruhan

perilaku ibu balita di wilayah kerja Puskesmas Sewon I adalah pada

kategori baik sebanyak 95,45% dan kategori buruk sebanyak 4,55%.

Perilaku ibu dalam mengasuh balita yang buruk adalah salah satu

penyebab utama diare, ibu yang berperilaku baik dapat mengurangi

kejadian diare pada balitanya, karena ibu yang berperilaku baik tentunya

akan bertindak mencegah atau menghindari dari penyakit dan penyebab

penyakit atau masalah dan penyebab masalah kesehatan (preventif), dan

perilaku dalam mengupayakan meningkatnya kesehatan (promotif),

sehingga dapat mengaplikasikan perilaku hidup bersih dan sehat dalam

mengasuh balitanya. (Nursalam,2017)

Berdasarkan hasil penelitian terkait Perilaku ibu di wilayah kerja

Puskesmas Sewon I pada perilaku pemberian ASI Eksklusif kategori baik

sebanyak 84 orang (96,6%) dan kategori buruk sebanyak 3 orang. Hal ini

menunjukkan sebagian besar ibu telah memberikan ASI secara Eksklusif

kepada balitanya, Pemberian ASI dengan cara dan waktu yang tepat

penting untuk berlangsungnya proses pemberian ASI yang menyenangkan

18
bagi ibu dan bayinya, ada tiga kriteria utama yang menjadi esensi dalam

peningkatan pemberian ASI yang positif, yaitu teknik menghisap yang

benar, jadwal pemberian yang tidak kaku, dan pemberian posisi yang

benar pada pemberian ASI, artinya mulut terbuka lebar, lidah di bawah

areola, dan pemerahan susu dengan isapan perlahan dan dalam.

Waktu pemberian ASI sebaiknya secepatnya setelah bayi dilahirkan.

Agar kolostrum yang terdapat di dalam ASI pertama dapat langsung

diserap dan masuk ke dalam tubuh bayi. Jadi, apabila sang ibu sudah siap

untuk menyusui bayinya, sebaiknya minta kepada perawat untuk

meletakkan bayi ke payudara ibunya. Pada awalnya mungkin bayi akan

merasa tidak tertarik, karena kebanyakan bayi akan memerlukan sedikit

waktu untuk memulai proses menyusui (Suririnah, 2009).

Perilaku ibu pada cuci tangan pakai sabun (CTPS) kategori baik

sebanyak 86 orang (98,9%) dan kategori buruk hanya 1 orang (1,1%). Hal

ini menunjukkan perilaku CTPS responden hampir 100 % baik, Perilaku

cuci tangan merupakan kebiasaan yang berhubungan dengan kebersihan

perorangan penting dalam pencegahan penularan kuman infeksi penyebab

penyakit. Kebiasaan tidak mencuci tangan dengan sabun sebelum

menyiapkan makanan, memberi makanan pada anak serta setelah buang

air besar dapat meningkatkan risiko terjadinya penyakit diare sebesar 47%

19
(Kemenkes RI, 2011). CTPS adalah perilaku cuci tangan dengan

menggunakan sabun dan air bersih yang mengalir. Kriteria utama sarana

CTPS yaitu air bersih yang dapat dialirkan, sabun, dan penampungan atau

saluran, dan waktu penting untuk melakukan CTPS yaitu pada waktu :

sebelum makan, sebelum mengolah dan menghidangkan makanan,

sebelum menyusui, sebelum memberi makan pada bayi/balita, sesudah

buang air besar/kecil, dan sesudah memegang hewan/unggas

Perilaku ibu pada penggunaan botol susu karegori baik sebanyak 78

orang (89,7%), dan kategori buruk sebanyak 9 orang (10,3%). Hal ini

menunjukkan Perilaku ibu pada penggunaan botol susu pada umumnya

adalah baik, susu botol umumnya menjadi pelengkap disamping ASI atau

bahkan menjadi kebutuhan pokok bagi anak-anak yang sudah tidak

mendapatkan ASI. Penggunaan botol susu perlu diwaspadai karena sangat

rentan terkontaminasi bakteri dan hal ini dipengaruhi oleh perilaku ibu

yang merupakan faktor risiko terjadinya diare. Jadi, memperhatikan

kebersihan botol susu sebelum digunakan adalah hal yang amat mutlak

untuk para ibu mulai dari proses pencucian botol susu yang baik harus

melalui beberapa tahapan diantaranya harus menggunakan air yang

mengalir langsung dari kran, menggunakan sabun, setelah dicuci, botol

ditempatkan dalam ruang khusus bebas dari debu/serangga, dan diletakkan

20
pada ruang yang sirkulasinya segar atau langsung kena sinar matahari agar

bakteri dapat mati. Proses penyiapan botol susu yang baik melalui

beberapa tahapan diantaranya yaitu merebusnya terlebih dahulu selama

minimal 15 menit, menyeduh susu dengan air panas dan tidak menyimpan

susu yang telah diseduh lebih dari 4 jam (Galih, dkk 2010).

Perilaku ibu pada pengelolaan, penyediaan serta penyajian

makanannya dengan kategori baik sebanyak 84 orang (96,6%) dan

kategori buruk sebanyak 3 orang (3,4%). Hal ini menunjukkan sebagian

besar perilaku ibu pada pengelolaan, penyediaan serta penyajian makanan

adalah baik. Mengkonsumsi makanan yang terkontaminasi dapat

menyebabkan penyakit bawaan makanan (food borne desease).

Enterohaemorrhagic E. coli (EHEC) adalah bakteri penyebab penyakit

bawaan makanan. Bakteri merupakan zat pencemar potensial dalam

kerusakan makanan, disamping virus dan parasit. Pada suhu dan

lingkungan yang cocok dapat membelah diri setiap 20 sampai 30 menit.

Suhu pertumbuhan yang paling cocok untuk bakteri adalah 10º - 60ºC

(danger zona). Sekitar 80% tubuh bakteri terdiri dari air dan air

merupakan kebutuhan esensialnya. Bakteri tumbuh dalam keadaan gelap

dan menyukai suasana basa (Kemenkes RI, 2010).

21
Pengelolaan, penyediaan serta penyajian makanan sesuai standar

dan syarat kesehatan meliputi: Memasak makanan mencapai suhu minimal

70ºC, makanan segera dimakan sebab makanan dibiarkan pada suhu ruang

mempercepat pertumbuhan bakteri, Makanan yang disimpan pada suhu

dingin (<10ºC) perlu pemanasan ulang dengan suhu >60ºC, Mencuci

tangan, jaga kebersihan permukaan dapur dan lindungi makanan dari

serangga, tikus atau binatang serta gunakan air bersih. Pencucian peralatan

makanan dengan cara menggosok dan melarutkan sisa makanan dengan

zat pencuci atau detergen. Detergen yang baik terdiri dari detergen cair

atau bubuk karena sangat mudah larut, kemungkinan membekas pada

peralatan sedikit. Pembilasan menggunakan air yang banyak, mengalir dan

selalu diganti. Pengeringan peralatan yang telah dicuci dapat

menggunakan lap bersih atau menggunakan handuk, sebaiknya sekali

pakai (Kemenkes RI,

2010).
4.5 Hasil Analisis Bivariat

4.5.1 Hubungan Antara Sanitasi Total dengan Diare Pada Balita

4.5.1.1 Hubungan Antara Kondisi Jamban dengan Diare Pada Balita

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh hubungan antara Kondisi

Jamban dengan diare pada balita yang dapat dilihat pada tabel dibawah ini

22
Tabel. 4.6. Hubungan Antara Kondisi Jamban dengan Diare Pada
Balita
Diare Pada Balita Total Nilai P
K ondisi Jamban Diare Tidak Diare
Jumlah %
n % n %
0,263
Tidak Memenuhi Syarat 4 100 0 0 4 100
Memenuhi Syarat 63 76 20 24 83 100
n = Jumlah
% = Persentase

Dari hasil analisis hubungan diketahui responden yang lebih

banyak mengalami diare pada balitanya adalah responden yang kondisi

jambannya memenuhi syarat yaitu sebanyak 76%. Setelah dilakukan uji chi-

square dengan taraf signifikan 5% (0,05) diperoleh nilai p lebih besar dari

0,05 (0,263>0,05). Hal ini berarti tidak ada hubungan positif antara sanitasi

total pada kondisi jamban dengan terjadinya diare pada balita di wilayah

kerja Puskesmas Sewon I.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitiannya Dahyuniar (2018)

tentang analisis hubungan antara sarana pembuangan tinja/jamban dengan

kejadian diare di daerah rawan banjir Kecamatan Tanasitolo Kabupaten

Wajo dengan menggunakan uji chi-square diperoleh hasil tidak ada

hubungan dimana nilai p = 0,877 (p > 0,05). Selain itu hasil penelitian dari

Pratama (2013) di Kelurahan Sumurejo Kecamatan Gunungpati Kota

Semarang juga menunjukkan tidak adanya hubungan kondisi jamban

dengan kejadian diare dengan nila p = 0,566 (p > 0,05).

23
Hasil penelitian pada tabel 4.4 menunjukkan sebagian besar

responden memiliki kondisi jamban yang memenuhi syarat yaitu sebanyak

95,4%. Hal ini menunjukkan bahwa responden banyak yang memanfaatkan

jamban untuk sarana pembuangan tinja. Sarana Jamban Sehat merupakan

salah satu fasilitas yang harus ada dimiliki setiap rumah tangga, karena

dengan penyediaan jamban yang sehat maka manusia akan terhindar dari

penularan penyakit diare. Standar persyaratan kesehatan bangunan jamban

terdiri dari atap yang berfungsi untuk melindungi pemakai dari gangguan

cuaca dan gangguan lainnya, bangunan tengah jamban yaitu lubang

pembuangan kotoran dengan konstruksi leher angsa atau bukan leher angsa

berpenutup dengan lantai jamban kedap air, tidak licin, dan dilengkapi

SPAL, dan bangunan bawah jamban yang merupakan penampungan,

pengolah, dan pengurai kotoran/tinja yang berfungsi mencegah terjadinya

pencemaran atau kontaminasi dari tinja melalui vektor pembawa penyakit,

baik secara langsung maupun tidak langsung (Permenkes RI No 3 Tahun

2014).

Menurut Entjang (2000), jenis-jenis jamban (tempat pembuangan

tinja) ada 8, yaitu jamban cemplung, jamban air, jamban leher angsa,

jamban bor, jamban keranjang, jamban parit, jamban empang, dan chemical

toilet. Tetapi, hanya jenis jamban leher angsa yang sesuai dengan jenis

jamban sehat dan memenuhi persyaratan. Dan pada penelitian ini

24
kebanyakan jenis jamban yang digunakan oleh responden adalah jamban

leher angsa.

4.5.1.2 Hubungan antara Sumber Air Minum dengan Diare Pada Balita

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh hubungan antara Sumber Air

Minum dengan diare pada balita yang dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

Tabel. 4.7. Hubungan Antara Sumber Air Minum dengan Diare


Pada Balita
Diare Pada Balita Total Nilai P
Sumber Air Minum Diare Tidak Diare
Jumlah %
n % n %
0,105
Tidak Memenuhi Syarat 8 100 0 0 8 100
Memenuhi Syarat 59 75 20 25 79 100
n = Jumlah
% = Persentase

Dari hasil analisis hubungan diketahui responden yang lebih banyak

mengalami diare pada balitanya adalah responden yang pengelolaan sumber

air minumnya memenuhi syarat yaitu sebanyak 75%. Setelah dilakukan uji

chisquare dengan taraf signifikan 5% (0,05) terhadap sanitasi total pada

sumber air minum terhadap diare pada balita di Wilayah Kerja Puskesmas

Sewon I Bantul didapatkan hasil nilai p lebih besar dari 0,05 (0,105>0,05),

sehingga Ho diterima dan Ha ditolak. Hal ini berarti tidak ada hubungan

positif antara sanitasi total pada sumber air minum dengan terjadinya diare

pada balita di wilayah kerja Puskesmas Sewon I Bantul.

25
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitiannya Utomo dkk, (2013)

tentang hubungan sanitasi lingkungan dan status imunisasi campak dengan

kejadian diare pada anak balita di Kelurahan Bandarharjo kota Semarang.

Dari hasil analisis bivariatnya menunjukkan tidak ada hubungan yang

signifikan antara sumber air minum dengan kejadian diare pada balita dengan

nilai p =

0.110. Hasil penelitian Dahyuniar (2018) di daerah rawan banjir Kecamatan

Tanasitolo Kabupaten Wajo menunjukkan tidak ada hubungan anatara

sumber air minum dengan terjadinya diare pada balita dimana nilai p = 0,911

(p > 0,05).

Penelitian dari Aini (2016) di wilayah kerja Puskesmas Banyuasin Kecamatan

Loano Kabupaten Purwerejo menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara

sarana air minum dengan kejadian diare dengan nilai p = 0,141 (p > 0,05).

Selain itu, hasil penelitian Bumulo (2012) juga diperoleh bahwa responden

yang sarana penyediaan air bersih tidak memenuhi syarat dan tidak diare

yaitu sebanyak 79 responden (52,7%), hal ini dikarenakan walaupun air yang

dikonsumsi tidak memenuhi syarat penyediaan air bersih namun untuk

keperluan minum, responden terlebih dahulu memasak airnya hingga

mendidih dan sebagian besar responden selalu menampung air untuk

keperluan minum dan memasak dalam wadah tertutup sehinga sedikit

kemungkinan untuk terkontaminasi dengan bakteri penyebab kejadian diare.

26
Sumber air minum utama merupakan salah satu sarana sanitasi yang

tidak kalah pentingnya berkaitan dengan kejadian diare. Sebagian kuman

infeksius penyebab diare ditularkan melalui jalur fekal oral. Mereka dapat

ditularkan dengan memasukkan ke dalam mulut, cairan atau benda yang

tercemar dengan tinja, misalnya air minum, jari-jari tangan, dan makanan

yang disiapkan dalam panci yang dicuci dengan air (Depkes RI, 2014).

Menurut Direktur Jenderal P2P (2008), Air untuk minum harus diolah

terlebih dahulu dan wadah air harus bersih dan tertutup. Air yang tidak

dikelola dengan standar pengelolaan air minum rumah tangga (PAM-RT)

dapat menimbulkan penyakit (Depkes RI, 2008)

Hasil penelitian pada tabel 4.4 menunjukkan sebagian besar

responden memiliki sumber air minum yang memenuhi syarat yaitu sebanyak

90,8%. Responden pada umumnya menggunakan sumber air yang memenuhi

syarat,

tetapi balita tetap saja ada yang diare, hal ini bisa disebabkan karena diare

tidak hanya disebabkan oleh karena faktor sumber air saja tetapi didukung

oleh faktor-faktor lain seperti perilaku ibu pada saat menggunakan air atau

perilaku lainnya yang mendukung untuk dapat menimbulkan kesakitan diare

pada balita. Hal tersebut juga menunjukkan bahwa pada penelitian ini

pencemaran air bukan pada sumber air yang digunakan tetapi kemungkinan

terjadi karena adanya pencemaran pada saat air siap untuk digunakan oleh

27
ibu di rumah tangga, pencemaran ini kemungkinan berhubungan dengan

perlakuan ibu terhadap air, misalnya kebiasaan menggunakan gayung yang

jarang dibersihkan untuk keperluan mengambil air. Agar kesakitan diare

dapat dikurangi atau dicegah perlu dilakukan perbaikan kualitas air yang

digunakan oleh masyarakat, tetapi yang lebih penting lagi adalah perlunya

peningkatan pengetahuan masyarakat, sehingga masyarakat mengetahui cara

penggunaan air yang memenuhi syarat kesehatan, serta dapat merubah

perilaku yang tidak baik menjadi perilaku yang baik dalam hal penggunaan

air, dan pada akhirnya masyarakat dapat berperilaku hidup bersih dan sehat

dalam kehidupannya (Nuraeni,2012).

4.5.1.3 Hubungan antara Pengelolaan Sampah dengan Diare Pada Balita

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh hubungan antara Pengelolaan

Sampah dengan diare pada balita yang dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Tabel. 4.8. Hubungan Antara Pengelolaan Sampah dengan Diare


Pada Balita

Diare Pada Balita Total Nilai P


Pengelolaan
Diare Tidak Diare
Sampah Jumlah % n % n %
0,001
Tidak Memenuhi Syarat 44 90 5 10 49 100
Memenuhi Syarat 23 60,5 15 39,5 38 100
n = Jumlah
% = Persentase

28
Dari hasil analisis hubungan diketahui responden yang lebih banyak

mengalami diare pada balitanya adalah responden yang pengelolaan

sampahnya tidak memenuhi syarat yaitu sebanyak 60,5%. Setelah dilakukan

uji chi-square dengan taraf signifikan 5% (0,05) terhadap diare pada balita

di Wilayah Kerja Puskesmas Sewon I Bantul didapatkan hasil nilai p lebih

kecil dari 0,05 (0,001< 0,05), sehingga Ho ditolak dan Ha diterima. Hal ini

berarti ada hubungan positif antara sanitasi total pada pengelolaan sampah

dengan terjadinya diare pada balita di wilayah kerja Puskesmas Sewon I

Bantul.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitiannya Mila (2015)

tentang hubungan antara sanitasi total dengan kejadian diare pada balita di

wilayah kerja Puskesmas Kepil 2 Kecamatan Kepil Kabupaten Wonosobo.

Penelitiannya menunjukkan proporsi sampel yang menderita diare dengan

pengelolaan sampah tidak memenuhi syarat sebesar 72,2%, pada hasil

analisis bivariat diperoleh nilai p = 0,0001 (0,0001<0,05) menunjukkan

adanya hubungan antara pengelolaan sampah dengan kejadian diare pada

balita di wilayah kerja Puskesmas Kepil 2. Selain itu penelitian Ahmad

(2019) mengenai analisis hubungan antara sarana pengelolaan sampah

dengan kejadian diare pada Balita di Kelurahan Hutaimbaru Kota

Padangsidimpuan dengan menggunakan uji chi-square dengan uji bivariat

29
juga diperoleh hasil adanya hubungan yang signifikan dimana nilai p =

0,002< 0,005.

Hasil Penelitian Maya dkk (2019) menunjukkan responden yang

pengelolaan sampah rumah tangga (PS-RT) kategori buruk, banyak

ditemukan pada balita yang pernah mengalami diare yaitu sejumlah 49 balita

(84,5%). pengelolaan sampah rumah tangga (PS-RT) kategori baik, banyak

ditemukan pada balita yang tidak pernah mengalami diare sejumlah 19 balita

(54,3%), nilai signifikansi dari uji Chi-square sebesar 0,003 sehingga dapat

disimpulkan bahwa ada hubungan antara Pengelolaan Sampah Rumah

Tangga (PS-RT) dengan kejadian diare pada balita.

Hasil penelitian pada tabel 4.4 menunjukkan sebagian besar

pengelolaan sampahnya tidak memenuhi syarat yaitu sebanyak 52,9%.

Berdasarkan hasil penelitian, responden dengan pengelolaan sampah yang

tidak memenuhi syarat disebabkan karena responden tidak membuang

sampah setiap hari, tempat pembuangan sampah dekat dengan sumber air

(<10 meter), konstruksi tempat sampah yang digunakan belum saniter yaitu

tidak berpenutup, konstruksinya tidak kuat dan tidak kedap air. Sampah

merupakan sumber penyakit dan tempat berkembang biaknya vektor

penyakit seperti lalat, nyamuk, tikus, kecoa. Selain itu sampah dapat

mencemari tanah dan menimbulkan gangguan kenyamanan dan estetika

seperti bau yang tidak sedap dan pemandangan yang tidak enak dilihat. Oleh

30
karena itu pengelolaan sampah sangat penting, untuk mencegah penularan

penyakit. Tempat sampah harus disediakan, sampah harus dikumpulkan

setiap hari dan dibuang ke tempat penampungan sementara.

4.5.1.4 Hubungan antara Pengelolaan Limbah Rumah Tangga dengan Diare Pada
Balita
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh hubungan antara

Pengelolaan Limbah Rumah Tangga dengan diare pada balita yang dapat

dilihat pada tabel dibawah ini:

Tabel. 4.9. Hubungan Antara Pengelolaan Limbah Rumah


Tangga dengan Diare Pada Balita
Diare Pada Balita Total Nilai P
Pengelolaan Limbah
Diare Tidak Diare
Rumah Tangga Jumlah % n % n %
0,179
Tidak Memenuhi Syarat 16 89 2 11 18 100
Memenuhi Syarat 51 74 18 26 69 100
n = Jumlah
% = Persentase

Dari hasil analisis hubungan diketahui responden yang lebih banyak

mengalami diare pada balitanya adalah responden yang pengelolaan limbah

limbah rumah tangganya memenuhi syarat yaitu sebanyak 74%. Setelah

dilakukan uji chi-square dengan taraf signifikan 5% (0,05) terhadap

pengelolaan limbah rumah tangga terhadap diare pada balita di Wilayah

Kerja

31
Puskesmas Sewon I Bantul didapatkan hasil nilai p lebih besar dari 0,05

(0,179>0,05), sehingga Ho diterima dan Ha ditolak. Hal ini berarti tidak ada

hubungan positif antara sanitasi total pada pengelolaan limbah rumah tangga

dengan terjadinya diare pada balita di wilayah kerja Puskesmas Sewon I

Bantul.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitiannya Septi (2016) tentang

gambaran sanitasi lingkungan pada kejadian diare anak bawah lima tahun yang

dirawat di Rumah Sakit Haji Medan pada tahun 2016, hasil penelitiannya

menunjukkan responden yang pengelolaan limbah rumah tangga nya memenuhi

syarat sebagian besar balitanya mengalami diare sebanyak 65%. Penelitian

Dahyuniar (2018) di Kecamatan Tanasitolo Kabupaten Wajo juga diperoleh hasil

tidak ada hubungan antara pengelolaan limbah rumah tangga dengan terjadinya

diare pada balita dimana nilai p = 1,000 (p>0,05). Selain itu penelitian Angelina

(2012) yang dilakukan dilakukan di Kelurahan Sukaraja Kecamatan Medan

Maimun Kota Medan menyatakan bahwa kondisi sarana pembuangan air .limbah

dengan kejadian diare tidak ada hubungan dengan nilai (p >0,05)

Hasil penelitian pada tabel 4.4 menunjukkan sebagian besar

pengelolaan limbah rumah tangganya memenuhi syarat yaitu sebanyak

79,3%. Berdasarkan hasil penelitian sebagian besar responden sudah

memiliki saluran air limbah yang baik yaitu saluran tertutup dan lancar

32
sehingga tidak ada air limbah yang menggenang. Air limbah merupakan sisa

dari suatu usaha dan atau kegiatan yang berwujud cair. Air Limbah dapat

berasal dari kegiatan industri dan rumah tangga (domestik), Air limbah

domestik adalah hasil buangan dari perumahan, bangunan perdagangan,

perkantoran dan sarana sejenisnya

(Asmadi, 2012). Halaman Rumah yang becek karena buruknya Saluran

Pembuangan Air Limbah (SPAL) memudahkan penularan penyakit diare

pada balita terutama yang ditularkan oleh cacing dan parasit. Limbah padat

seperti sampah juga merupakan media yang baik untuk berkembangbiaknya

vektor penyakit (Ramadhan Tosepu, Dkk : 2016).

Air limbah rumah tangga terdiri dari 3 macam yaitu tinja, air seni dan

grey water. Grey water merupakan air cucian dapur, mesin cuci, dan kamar

mandi. Campuran tinja dan urin disebut dengan extreta. Extreta tersebut

mengandung mikroba dan pathogen yang dapat berpotensi menyebarkan

penyakit melalui kontaminasi air. Air limbah domestik harus dilakukan

pengolahan agar tidak mencemari lingkungan sekitarnya (Asmadi, 2012).

Prinsip Pengelolaan limbah rumah tangga adalah sebagai berikut: 1) Air

limbah kamar mandi dan dapur tidak boleh tercampur dengan air dari jamban,

2) Tidak boleh menjadi tempat perindukan vector, 3) Tidak boleh

menimbulkan bau, 4) Tidak boleh ada genangan yang menyebabkan lantai

33
licin dan rawan kecelakaan, 5) Terhubung dengan saluran limbah umum/got

atau sumur resapan. (Depkes RI, 2014).

4.5.2 Hubungan antara Perilaku Ibu dengan Diare Pada Balita

4.5.2.1 Hubungan antara Pemberian ASI Eksklusif dengan Diare Pada Balita

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh hubungan antara Pemberian ASI

Eksklusif dengan diare pada balita yang dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

Tabel. 4.10. Hubungan Antara Pemberian ASI Eksklusif dengan


Diare Pada Balita
Di are Pada Balita Total Nilai P
Pemberian ASI
Diare Tidak Diare
Eks klusif Jumlah %
n % n %
0,336
Buruk 3 100 0 0 3 100
Baik 64 76 20 24 84 100
n = Jumlah
% = Persentase

Dari hasil analisis hubungan diketahui responden yang lebih banyak

mengalami diare pada balitanya adalah responden yang Perilaku Pemberian

ASI Eksklusifnya baik yaitu sebanyak 76%. Setelah dilakukan uji chi-

square dengan taraf signifikan 5% (0,05) terhadap Perilaku Pemberian ASI

Eksklusif terhadap diare pada balita di Wilayah Kerja Puskesmas Sewon I

Bantul didapatkan hasil nilai p lebih besar dari 0,05 (0,336>0,05), sehingga

Ho diterima dan Ha ditolak. Hal ini berarti tidak ada hubungan positif

antara perilaku ibu pada Perilaku Pemberian ASI Eksklusif dengan

terjadinya diare pada balita di wilayah kerja Puskesmas Sewon I Bantul.

34
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitiannya Sarah (2016) tentang

Hubungan Pemeberian Asi Eksklusif Dengan Angka Kejadian diare Pada

Bayi usia 0-6 Bulan di wilayah kerja Puskesmas Kecamatan Johor Baru,

penelitiannya menunjukkan jumlah bayi yang mendapatkan ASI Eksklusif

dan adanya kejadian diare adalah 10 % sedangkan bayi yang tidak

mendapatkan ASI Eksklusif dan adanya kejadian diare adalah 23,3% dan

hasil nilai p = (0,196 > 0,05), hasil penelitiannya menunjukkan bahwa

pemberian ASI Eksklusif saja tidak menunjukkan hubungan yang signifikan

dengan terjadinya diare, melainkan ada beberapa faktor lain yang dapat

menyebabkan seorang bayi terkena diare. Selain itu, hasil penelitian yang

dilakukan oleh Purba (2012) tentang Faktor-Faktor yang Berhubungan

Dengan Kejadian diare pada Anak Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Matiti

Kecamatan Doloksanggul Kabupaten Humbang Hasundutan Tahun 2012.

Hasil penelitiannya menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara Perilaku

Pemberian ASI eksklusif dengan kejadian diare nilai p (0,388>0,05) .

Hasil penelitian pada tabel 4.4 menunjukkan sebagian besar

responden Perilaku Pemberian ASI Eksklusifnya baik yaitu sebanyak 96,6%.

Dalam hal ini, balita hanya yang diberikan ASI saja, tanpa cairan atau

makanan lain, pengertian Perilaku Pemberian Asi Eksklusif adalah perilaku

ibu menyusui bayinya sejak dini setelah persalinan baik secara langsung

35
maupun diperah tanpa terjadwal, tidak diberi makanan atau minuman lain

kecuali obat atau vitamin hingga bayi berusia 6 bulan (Kemenkes RI, 2012).

Menyusui merupakan suatu proses alamiah yang sangat diperlukan oleh

seorang anak karena air susu ibu merupakan cairan hidup yang mengandung

zat protektif guna meningkatkan kekebalan tubuh yang akan melindungi anak

dari berbagai infeksi bakteri, virus, parasit, dan jamur sehingga anak yang

disusui oleh ibunya secara penuh selama enak bulan (ASI Eksklusif) lebih

sehat dan lebih jarang sakit dibandingkan dengan anak yang tidak

mendapatkan ASI Eksklusif.

ASI merupakan makanan terbaik bagi bayi yang mengandung

komposisi zat gizi serta zat antibodi yang dapat membuat bayi kebal terhadap

penyakit. ASI memiliki unsur-unsur yang memenuhi semua kebutuhan bayi

akan nutrien selama periode sekitar enam bulan, kecuali jika ibu mengalami

keadaan gizi yang kurang baik. Oleh karena itu, bayi-bayi yang mendapat

ASI secara penuh jarang terjangkit oleh peyakit diare (Retno, 2020).

Ada beberapa mekanisme bahan utama ASI untuk mencegah diare dan

merupakan tindakan anti infeksi yang melibatkan lebih dari sekedar antibodi.

Mekanisme yang pertama adalah antibodi dan sel darah putih dalam ASI

secara aktif melawan infeksi. Imun perlindungan ini yang bayi terima melalui

antibodi dari ibunya secara ekstrim penting sejak sistem imun bayi tersebut

belum cukup matang saat lahir dan bayi memiliki kemampuan yang terbatas

36
untuk memproduksi antibodinya sendiri. Antibodi dalam ASI mengikat

patogen yang masuk ke usus bayi dan mencegahnya melekat pada enterosit

dalam usus kecil dan mencegahnya (Gribble, 2011).

Mekanisme yang kedua yaitu Glycan yang di dalam ASI bertindak

sebagai ‘umpan’ untuk patogen. Enterosit usus memiliki struktur pada

permukaannya yang disebut glycan dan ASI mempunyai struktur glycan

yang mirip seperti pada enterosit manusia. Patogen mengenali glycan ini dan

melekat padanya saat patogen menginfeksi individu. Setelah patogen melekat

pada glycan, patogen tersebut menjadi lemah dan keluar melalui feses. Aksi

glycan sebagai umpan telah terbukti memberikan perlindungan khusus

terhadap penyebab diare patogen. Mekanisme yang terakhir adalah

oligosakarida dan laktosa yang ada dalam ASI mendorong pertumbuhan

bakteri menguntungkan. Bakteri patogen bersaing dengan bakteri yang

menguntungkan seperti Bifidobacteria sp dan Lactobacillus sp untuk

berkolonisasi di dalam usus. Laktosa dan oligosakarida mendorong

pertumbuhan bakteri baik ini sehingga dapat mendominasi dalam usus bayi.

Bifidobacteria dan Lactobacillus bermanfaat karena beberapa alasan,

misalnya: mengasamkan lingkungan, menekan pertumbuhan patogen bakteri,

dan mengeluarkan zat yang menghambat pertum buhan patogen.

37
Bifidobacteria dan Lactobacillus juga membantu dalam pengembangan

sistem kekebalan tubuh bayi (Gribble, 2011).

4.5.2.2 Hubungan antara Perilaku CTPS dengan Diare Pada Balita

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh hubungan antara Perilaku

CTPS dengan diare pada balita yang dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

Tabel. 4.11. Hubungan Antara Perilaku CTPS dengan Diare Pada


Balita
Diare Pada Balita Total Nilai P
Perilaku CTPS Diare Tidak Diare
Jumlah %
n % n %
0,583
Buruk 1 100 0 0 1 100
Baik 66 77 20 23 86 100
n = Jumlah
% = Persentase
Dari hasil analisis hubungan diketahui responden yang lebih banyak

mengalami diare pada balitanya adalah responden yang Perilaku CTPSnya

baik yaitu sebanyak 77%. Setelah dilakukan uji chi-square dengan taraf

signifikan 5% (0,05) terhadap Perilaku CTPS terhadap diare pada balita di

Wilayah Kerja Puskesmas Sewon I Bantul didapatkan hasil nilai nilai p lebih

besar dari 0,05 (0,583>0,05), sehingga Ho diterima dan Ha ditolak. Hal ini

berarti tidak ada hubungan positif antara perilaku ibu pada Perilaku CTPS

dengan terjadinya diare pada balita di wilayah kerja Puskesmas Sewon I

Bantul.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitiannya Putra dkk., (2017) di

Wilayah Kerja Puskesmas Lainea Kabupaten Konawe yang menunjukkan

38
tidak ada hubungan bermakna antara perilaku mencuci tangan dengan diare,

nilai p = 0,291 (p >0,05), Selain itu penelitian Hidayanti (2012) tentang

Faktor Risiko diare di Kecamatan Cisarua, Cigudeg dan Megamendung

Kabupaten Bogor Tahun 2012 juga menunjukkan tidak ada hubungan

bermakna antara perilaku cuci tangan dengan Diare, nilai p = 0,168 (p

>0,05), QR 0,642 dan CI 0,340-1,144. Hasil penelitian Sari (2014) tentang

hubungan antara pengetahuan ibu tentang diare dan perilaku ibu mencuci

tangan dengan diare pada balita di wilayah kerja puskesmas pucang sawit

Surakarta, dari hasil uji chi square menunjukkan nilai nilai p = 0,261

sehingga dapat disimpulkan tidak ada hubungan Perilaku ibu mencuci

tangan dengan diare pada balita di wilayah kerja puskesmas pucang sawit

Surakarta. Hasil penelitian lain menyatakan perilaku cuci tangan ibu dengan

sabun setelah menceboki anak, sebelum makan, setelah dari kamar mandi,

sebelum menyuapi anak makan, dan sebelum menyiapkan makanan tidak

berhubungan dengan diare. Praktek cuci tangan bukan merupakan factor

risiko mengakibatkan diare (Mannan dkk, 2010)

Hasil penelitian pada tabel 4.4 menunjukkan sebagian besar

responden Perilaku CTPS nya baik yaitu sebanyak 98,6%. Salah satu

pencegahan diare yang dibuat pemerintah salah satunya adalah perilaku

hidup bersih dan sehat (PHBS) dimana didalamnya terdapat perilaku

39
mencuci tangan menggunakan sabun (CTPS). Upaya mudah dan murah ini

akan

menghindarkan manusia dari sejumlah penyakit menular yang dapat secara

langsung terpapar pada tubuh manusia, seperti diare, kolera, tifus, hingga

flu burung (Nugraheni, 2012).

Berdasarkan hasil penelitian responden yang berperilaku CTPS

baik, mereka sudah mempunyai kebiasaan mencuci tangan dengan sabun

dan air mengalir pada saat sebelum memasak, setelah BAB, setelah

membantu anak BAB, setelah memegang hewan, sebelum memberi makan

anak, dan sebelum menyusui. Kebiasaan mencuci tangan pakai sabun

adalah perilaku yang amat penting bagi upaya mencegah diare, kebiasaan

mencuci tangan diterapkan setelah buang air besar, setelah menangani tinja

anak, sebelum makan atau memberi makan anak dan sebelum menyiapkan

makan. Tingginya penyakit diare dapat disebabkan oleh jari atau tangan

yang mencemari makanan pada waktu memasak atau menyiapkan makan.

Hal ini dikarenakan tangan merupakan salah satu media masuknya kuman

penyebab penyakit ke dalam tubuh. Dengan demikian, apabila seseorang

terbiasa mencuci tangan terutama pada waktu-waktu penting maka ia akan

meminimalkan masuknya kuman melalui tangan (Depkes RI, 2014).

40
4.5.2.3 Hubungan antara Penggunaan Botol Susu dengan Diare Pada Balita

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh hubungan antara Penggunaan Botol

Susu dengan diare pada balita yang dapat dilihat pada tabel dibawah

ini:

Tabel. 4.12. Hubungan Antara Penggunaan Botol Susu dengan


Diare Pada Balita
Diare Pada Balita Total Nilai P
Penggunaan Botol
Diare Tidak Diare
Susu Jumlah %
n % n %
0,954
Buruk 7 78 2 22 9 100
Baik 60 77 18 23 78 100
n = Jumlah
% = Persentase

Dari hasil analisis hubungan diketahui responden yang lebih banyak

mengalami diare pada balitanya adalah responden yang Perilaku Penggunaan

Botol Susu baik yaitu sebanyak 77%. Setelah dilakukan uji chi-square dengan

taraf signifikan 5% (0,05) terhadap Perilaku Penggunaan Botol Susu terhadap

diare pada balita di Wilayah Kerja Puskesmas Sewon I Bantul didapatkan

hasil nilai nilai p lebih besar dari 0,05 (0,954>0,05), sehingga Ho diterima

dan Ha ditolak. Hal ini berarti tidak ada hubungan positif antara perilaku ibu

pada Perilaku Penggunaan Botol Susu dengan terjadinya diare pada balita di

wilayah kerja Puskesmas Sewon I Bantul.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitiannya Saripah, dkk (2019)

tentang hubungan penggunaan botol susu dengan kejadian diare pada Balita

41
di Wilayah Puskesmas Astambul Kabupaten Banjar. Hasil penelitiannya

menunjukkam dari analisis statistik nilai nilai p (0,646>0,05), maka

keputusan statistiknya Ho diterima. Artinya tidak ada hubungan antara

kejadian diare dengan penggunaan botol susu pada balita di wilayah

Puskesmas Astambul Kabupaten Banjar. Hasil penelitian Galih (2010)

tentang perilaku ibu pengguna botol susu dengan kejadian diare pada balita

di Kelurahan Kayuringin Jaya Kecamatan Bekasi Selatan Kota Bekasi

didapatkan bahwa tidak ada hubungan perilaku penyucian dan penyiapan

botol dengan terjadinya diare pada balita, hal ini diperkirakan karena

terdapat sebab lain yang mempengaruhi terjadinya diare seperti faktor

kesehatan lingkungan dan individu (higiene), faktor sosial budaya, faktor

gizi, dan faktor

sosial. Mutiara (2009) juga melakukan penelitian tentang hubungan

pemberian susu formula dengan kejadian diare pada bayi umur 6-12 bulan di

wilayah kerja Puskesmas Nanglik I dan II, hasil penelitiannya menyatakan

tidak ada hubungan antara pemberian susu formula dengan kejadian diare

pada bayi umur 6-12 bulan di wilayah kerja Puskesmas Nanglik I dan 11

OR=l,747 (95% CI 0,706-4,323, p>0,05).

Hasil penelitian pada tabel 4.4 menunjukkan sebagian besar

responden Perilaku Penggunaan Botol Susunya baik yaitu sebanyak 89,7%.

42
Botol susu yang tidak steril sangat berbahaya sebab mudah terkontaminasi

dan menjadi media berkembangbiaknya mikroorganisme yang bersifat

pathogen seperti bakteri, virus dan parasit yang dapat menyebabkan

penyakit salah satunya diare. Oleh sebab itu seorang ibu harus melakukan

perilaku yang benar dalam menjaga higienitas botol susu balita seperti cara

penggunaan botol susu yang benar, cara mencuci botol susu yang benar,

menggunakan sikat khusus dalam membersihkan botol susu, cara

mensterilkan botol susu yang benar seperti merebus botol 5-10 menit,

menyimpan botol susu dalam wadah tertutup dan rapat, dan cara

penyimpanan dan pemberian kembali susu yang masih tersisa setelah

dikonsumsi balita, sehingga bisa mencegah bakteri dan virus tidak

berkembangbiak (Saripah, 2019).

Berdasarkan hasil penelitian bahwa responden pada umumnya

Perilaku Penggunaan botol susunya baik, karena mereka keseharian sudah

menjaga kebersihan botol susu dan pada umumnya sudah melakukan

sterilisasi pada botol susu sebelum digunakan. Pada responden yang perilaku

penggunaan botol susunya baik tetapi balitanya masih diare, hal ini bisa

disebabkan karena diare tidak hanya disebabkan oleh karena faktor

higienitas botol susu akan tetapi dapat disebabkan oleh faktor lain yang juga

berperan dalam memicu terjadinya diare pada anak, misalnya disebabkan

43
karena pemberian susu botol yang terlalu kental atau daya toleransi anak

terhadap susu kurang baik (laktosa intolerance) kemudian masing masing

anak mempunyai daya imunitas yang berbeda satu dengan yang lainya

(Widjaja, 2013).

4.5.2.4 Hubungan antara Pengelolaan, Penyediaan dan Penyajian Makanan dengan


Diare Pada Balita

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh hubungan antara

Pengelolaan, Penyediaan dan Penyajian Makanan dengan diare pada balita

yang dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

Tabel. 4.13. Hubungan Antara Pengelolaan, Penyediaan dan


Penyajian Makanan dengan Diare Pada Balita
Pengelolaan, Diare Pada Balita Total Nilai P
Penyediaan dan Diare Tidak Diare
Jumlah %
Penyajian Makanan n % n %
0,336
Buruk 3 100 0 0 3 100
Baik 64 76 20 24 84 100
n = Ju mlah
% = Persentase

Dari hasil analisis hubungan diketahui responden yang lebih banyak

mengalami diare pada balitanya adalah responden yang Perilaku Pengelolaan,

Penyediaan dan Penyajian Makanannya baik yaitu sebanyak 76%. Setelah

dilakukan uji chi-square dengan taraf signifikan 5% (0,05) terhadap Perilaku

Pengelolaan, Penyediaan dan Penyajian Makanan terhadap diare pada balita di

Wilayah Kerja Puskesmas Sewon I Bantul didapatkan hasil nilai nilai p lebih

44
besar dari 0,05 (0,336>0,05), sehingga Ho diterima dan Ha ditolak. Hal ini

berarti tidak ada hubungan positif antara perilaku ibu pada pengelolaan,

penyediaan dan penyajian makanan dengan terjadinya diare pada balita di

wilayah kerja Puskesmas Sewon I Bantul.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitiannya Mila (2015) tentang

hubungan antara sanitasi total dengan kejadian diare pada balita di wilayah

kerja Puskesmas Kepil 2 Kecamatan Kepil Kabupaten Wonosobo.

Penelitiannya menunjukkan proporsi sampel yang menderita diare dengan

dengan Pengelolaan Air Minum Dan Makanan baik sebesar 67,2%. Pada

hasil analisis bivariat diperoleh nilai p = 0,124 (0,124>0,05) menunjukkan

tidak ada hubungan antara Pengelolaan Air Minum Dan Makanan dengan

kejadian diare pada balita di wilayah kerja Puskesmas Kepil 2. Selain itu

hasil penelitian Rosa (2011) pada balita di Puskesmas Cipayung Kota Depok

yang menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara

pengolahan air minum dan makanan rumah tangga dengan kejadian diare

pada balita. Wijayanti (2011) juga melakukan penelitian tentang analisis

faktor risiko sanitasi lingkungan dan perilaku hygiene terhadap kejadian

diare pada balita di wilayah kerja Puskesmas Sayung I Kabupaten Demak

yang hasil penelitiannya menyatakan tidak ada hubungan antara praktik ibu

45
dalam menyiapkan makanan dan minuman berdasarkan hasil analisis

hubungan diperoleh nilai nilai p (0,345>0,05).

Hasil penelitian pada tabel 4.4 menunjukkan sebagian besar responden

Perilaku Pengelolaan, Penyediaan dan Penyajian Makanannya baik yaitu

sebanyak 96,6 %. Berdasarkan hasil penelitian sebagian besar responden

sudah mengelola makanan dan minuman dengan baik yaitu sudah merebus

air minum sebelum dikonsumsi, memasak makanan sampai matang,

meletakkan bahan makanan di tempat tertutup atau menyimpannya di lemari

es, mengkonsumsi makanan yang masih segar dan belum berjamur atau

membusuk dan selalu menutup makanan yang disajikan dengan tudung saji.

Sehingga kemungkinan vektor lalat atau vektor lain untuk hinggap di

makanan cukup kecil. (Depkes RI, 2014)

Perilaku ibu dalam mengelola makanan dan minuman haruslah

Higienis, hal itu penting dilakukan untuk mencegah terjadinya kontaminasi

yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan. Bakteri adalah zat pencemar

yang terdapat pada makanan. Penularan dari agent pathogen dapat terjadi

melalui proses penanganan makanan minuman meliputi peralatan, proses

pencucian, penyimpanan dan penyajian. Peralatan yang digunakan untuk

bahan makanan dengan makanan jadi sebaiknya dipisah untuk menghindari

kontaminasi silang. Tempat pengolahan makanan sebaiknya di meja yang

bebas dari kotoran dan bukan dilantai, penanganan makanan di tanah atau

46
lantai dapat terkontaminasi oleh kotoran atau debu dan mikroba pathogen

sehingga makanan tercemar. Air harus dimasak sampai mendidih, sehingga

mikroba pathogen mati. Makanan dimasak menggunakan panas yang cukup

sehingga matang dengan sempurna sampai ke bagian dalamnya. Suhu yang

berbahaya adalah 10 – 60 derajat celcius, karena dapat menyuburkan

pertumbuhan mikroorganisme. Pemasakan yang tidak sempurna dapat

menimbulkan penyakit. Pemanasan ulang harus dilakukan sempurna

sehingga bagian dalam dari masakan mencapai titik didih dan biarkan

selama 2 menit setelah mendidih. Makanan yang disimpan pada suhu

ruangan mempercepat pertumbuhan mikroorganisme. Penyimpanan

makanan untuk konsumsi kurang dari 2 jam setelah dimasak, sebaiknya

menggunakan tudung saji, namun kalau lebih dari 2 jam sebaiknya

menggunakan pemanas atau kulkas. Makanan dijamin aman paling lama

dalam waktu 6 jam. Makanan sebaiknya disajikan menggunakan tutup dan

tidak dibiarkan terbuka sebab akan mengundang lalat, sehingga mencemari

makanan minuman (Hidayanti, 2012).

4.6 Analisis Multivariat

Setelah melakukan analisis bivariat yang melihat hubungan

masingmasing variabel terhadap kejadian diare pada balita, maka dilakukan

analisis multivariat untuk melihat variabel mana yang paling dominan

berhubungan dengan kejadian diare pada balita.

47
4.6.1 Pemilihan Variabel Kandidat Multivariat

Pemilihan variabel kandidat dilakukan melalui analisis bivariat

masing-masing variabel dependen dan variabel independen. Variabel yang

dapat masuk pada analisis multivariat yaitu variabel yang memiliki nilai p<

0,25 (Hastono, 2011). Seluruh variabel pada penelitian ini dimasukan

menjadi variabel kandidat multivariat. Variabel kandidat selengkapnya

terlihat pada tabel berikut:

Tabel 4.14. Variabel Kandidat Multivariat

No Variabel Nilai p
1 Kondisi Jamban 0,056
2 Sumber Air Minum 0,894
3 Pengelolaan Sampah 0,006
4 Pengelolaan Lmbah RT 0,284
5 Pemberian ASI Eksklusif 0,090
6 Perilaku CTPS 0,436
7 Penggunaan Botol Susu 0,400
8 Pengelolaan, Penyediaan Penyajian, Makanan 0,998
Maka berdasarkan syarat yang diterapkan oleh (Hastono, 2011) yang

lolos menjadi variabel multivariat adalah kondisi jamban, pengelolaan

sampah, dan pemberian ASI Eksklusif.

4.6.2 Pemodelan Multivariat

Analisis multivariat dalam penelitian ini menggunakan metode

ENTER. Metode ENTER adalah semua variabel yang memiliki nilai p yang

paling besar untuk dikeluarkan terlebih dahulu dari model pada proses

48
regresi logistik. Dalam pemodelan multivariat terdapat tiga variabel yaitu

kondisi jamban, pengelolaan sampah, dan pemberian ASI Eksklusif.

Pemodelan multivariat yang pertama adalah sebagai berikut :

Tabel 4.15. Pemodelan Multivariat Pertama

Variabel B
-.052 Nilai p Exp(B) 95%CI
Kondisi Jamban 0,025 0,949 0,907-0,993
Pengelolaan Sampah -.035 0,002 0,966 0,945-0,987
Pemberian ASI Eksklusif .035 0,099 1.036 0,993-1,080
Constant 4.375 0,077 79.449
Dari hasil diatas nilai p terbesar adalah pemberian ASI Eksklusif,

sehingga yang pertama kali dikeluarkan dari pemodelan pertama adalah

pemberian ASI Eksklusif. Setelah mengeluarkan pemberian ASI Eksklusif

dari pemodelan pertama, hasil pemodelan kedua aalah sebagai berikut :

Tabel 4.16. Pemodelan Multivariat Kedua


Variabel B Nilai p Exp(B) 95%CI Nagelkerke
R
Square
Kondisi Jamban -.054 0,033 0,947 0,901-0,996

Pengelolaan Sampah -.031 0,003 0,969 0,950-0,989 0,296

Constant 7.488 0,001 1786.168


Dari analisis multivariat ternyata variabel yang berhubungan secara

bermakna dengan kejadian diare adalah kondisi jamban (p=0,033;OR=0,947)

dan pengelolaan sampah (p=0,003;OR=0,969). Dari variabel tersebut maka

49
dapat dilihat bahwa variabel yang dominan berhubungan dengan terjadinya

diare pada balita adalah variabel pengelolaan sampah (p=0,003;OR=0,969)

yang artinya bahwa pengelolaan sampah yang tidak memenuhi syarat berisiko

0,969 lebih tinggi menderita diare dibanding dengan pengelolaan sampah yang

memenuhi syarat. Dengan demikian, dalam penelitian ini variabel yang

memiliki pengaruh paling besar terhadap terjadinya diare adalah sanitasi total

pada pengelolaan sampah. Kemudian beradasarkan hasil uji regresi logistic

didapat nilai Nagelkerke R Square sebesar 0,296 yang berarti variabel dependen

dapat dijelaskan oleh variabel independen sebesar 29,6%, sedangkan sisanya

sebesar 70,4% dijelaskan oleh variabel-variabel lain yang diatur dalam model

penelitian lain. Hal tersebut menunjukkan bahwa secara bersama-sama variabel

bebas (kondisi jamban, sumber air minum, pengelolaan sampah, pengelolaan

limbah rumah tangga, pemberian ASI Ekslusif, perilaku CTPS, penggunaan

botol susu, pengolahan, penyediaan dan penyajian makanan) dapat menjelaskan

variabel terikat (diare pada balita) sebesar 29,6%.

4.7 Faktor Dominan yang Mempengaruhi Terjadiya Diare Pada Balita di


wilayah kerja Puskesmas Sewon I Bantul
Hasil analisis multivariat didapatkan bahwa sanitasi total pada

pengelolaan sampah memiliki pengaruh yang dominan terhadap terjadinya

diare pada balita dibandingkan seluruh variabel yang sudah dimasukkan

pada pemodelan multivariat. Hasil pemodelan multivariat untuk

50
pengelolaan sampah nilai nilai p = 0,003 dengan OR 0,969, yang artinya

bahwa pengelolaan sampah yang tidak memenuhi syarat berisiko 0,969

lebih tinggi menderita diare dibanding dengan pengelolaan sampah yang

memenuhi syarat. Kondisi ini dimungkinkan karena dari hasil penelitian

responden tidak membuang sampah setiap hari, tempat pembuangan

sampah dekat dengan sumber air (<10 meter), konstruksi tempat sampah

yang digunakan belum saniter yaitu tidak berpenutup, konstruksinya tidak

kuat dan tidak kedap air. Kemudian beradasarkan hasil uji regresi logistic

didapat nilai Nagelkerke R Square sebesar 0,296 yang berarti dalam

penelitian ini variabel terikat (diare pada balita) dapat dijelaskan oleh

variabel bebas (kondisi jamban, sumber air minum, pengelolaan sampah,

pengelolaan limbah rumah tangga, pemberian ASI Ekslusif, perilaku

CTPS, penggunaan botol susu, pengolahan, penyediaan dan penyajian

makanan) sebesar 29,6%, sedangkan sisanya sebesar 70,4% dijelaskan oleh

variabel-variabel lain yang diatur dalam model penelitian lain. Adanya

variabel-variabel dalam penelitian ini yang tidak berhubungan dengan

terjadinya diare dapat dikarenakan penyakit diare merupakan salah satu

penyakit yang penyebabnya multifaktor. Faktor-faktor lain yang turut

mendukung dalam terjadinya diare pada balita yaitu masing-masing anak

mempunyai daya imunitas yang berbeda satu dengan yang lainnya, status

51
gizi , penyakit infeksi pada balita dan lingkungan rumah serta banyak

faktor-faktor lainnya.

4.8 Strategi Pengelolaan Sanitasi Total Pada Pengelolaan Sampah

Berdasarkan hasil analisis multivariat didapatkan bahwa variabel sanitasi

total pada pengelolaan sampah memiliki pengaruh yang dominan terhadap

terjadinya diare pada balita di wilayah kerja Puskesmas Sewon I Bantul

dibandingkan seluruh variabel yang sudah dimasukkan pada pemodelan

multivariat. Oleh karena itu fokus untuk tindakan pencegahan terjadinya diare

pada balita ditujukan pada strategi pengelolaan sampah. Pengelolaan sampah

merupakan isu penting selain masalah lingkungan lainnya terutama untuk

kota padat di negara berkembang. Sampah merupakan sumber penyakit dan

tempat berkembang biaknya vektor penyakit seperti lalat, nyamuk, tikus,

kecoa yang dapat menyebabkan penyakit seperti diare.

Selain itu sampah dapat mencemari tanah dan menimbulkan gangguan

kenyamanan dan estetika seperti bau yang tidak sedap dan pemandangan

yang tidak enak dilihat. Proses dekomposisi sampah akan menghasilkan

leachate/lindi yang merupakan hasil dari penguraian mikroba, lindi biasanya

terdiri atas Ca, Mg, Na, K, Fe, Klorida (Cl-), Sulfat (SO42-), fosfat (PO43-), Zn,

Ni, CO2, H2O, N2, NH3, H2S, asam organik, H2. Di dalam lindi bisa juga

terdapat mikroba pathogen, logam berat dan zat lain yang berbahaya

tergantung dari kualitas sampah. Lindi dapat berpengaruh terhadap kesehatan

52
apabila mencemari air, tanah dan udara (Munawar, 2011). Oleh karena itu

pengelolaan sampah sangat penting, untuk mencegah penularan penyakit

tersebut. Tempat sampah harus disediakan, sampah harus dikumpulkan setiap

hari dan dibuang ke tempat penampungan sementara.

Salah satu upaya pemerintah untuk mengatasi permasalahan sampah

adalah dengan program bank sampah. Sebagai dasar hukum pendirian bank

sampah adalah Undang-Undang No. 18 tahun 2008 tentang Pengelolaan

Sampah yang menyatakan bahwa paradigma pengelolaan sampah harus

dirubah dari kumpul angkut-buang menjadi pengurangan di sumber dan

daur ulang sumberdaya. Bank sampah adalah salah satu strategi penerapan

3R (Reuse,Reduce, Recycle) dalam pengelolaan sampah pada sumbernya

di tingkat masyarakat.

Definisi Bank Sampah menurut Peraturan Menteri Lingkungan

Hidup RI Nomor 13 Tahun 2012 adalah tempat pemilahan dan

pengumpulan sampah yang dapat didaur ulang dan/atau diguna ulang yang

memiliki nilai ekonomi. Bank sampah adalah sistem pengelolaan sampah

rumah tangga dengan cara dipilah dan ditabung di bank sampah yang

dibuktikan dengan adanya buku rekening tabungan sampah (Suwerda,

2012). Pada dasarnya bank sampah merupakan konsep pengumpulan

sampah kering dan dipilah serta memiliki manajemen layaknya perbankan,

53
tetapi yang ditabung bukan uang melainkan sampah. Warga yang

menabung (menyerahkan sampah) juga disebut nasabah dan memiliki buku

tabungan serta dapat meminjam uang yang nantinya dikembalikan dengan

sampah seharga uang yang dipinjam. Sampah yang ditabung akan

ditimbang dan dihargai dengan sejumlah uang, kemudian akan dijual di

pabrik yang sudah bekerja sama dengan bank sampah (Asteria, 2015).

Selain memberikan nilai ekonomis bagi masyarakat yang menabungkan

sampahnya melalui bank sampah, keberadaan bank sampah ini juga

diharapkan mampu mengurangi sekitar 10% sampah yang masuk ke TPA

(Novianty, 2013).

Pengelolaan bank sampah yang berkelanjutan menegaskan perlunya

perubahan paradigma dari kumpul- angkut-buang menjadi pengelolaan

yang bertumpu pada pengurangan dan penanganan sampah. Pengelolaan

sampah dengan bank sampah pada dasarnya merubah perilaku dari

membuang dan membakar sampah menjadi memilah dan menabung

sampah. Pendekatan partisipasi masyarakat relevan dipergunakan pada

wilayah permukiman di Kabupaten Bantul. Pendekatan partisipasi

masyarakat mampu mendorong partisipasi masyarakat dalam pengelolaan

sampah sejak dari sumbernya. Penggunaan pendekatan partisipasi

masyarakat dalam pengelolaan sampah di Kabupaten Bantul melalui

54
Community-Based Solid Waste Management dengan kegiatan pengelolaan

sampah yang menggunakan konsep “bank sampah”.

55
Berdasarkan data bank sampah yang ada di Kabupaten Bantul pada

tahun 2018 memiliki bank sampah sebanyak 135 unit. Berdasarkan Proyeksi

jumlah penduduk dan timbulan sampah Kabupaten Bantul tahun 2025

diperkirakan sebesar 1.059.149 jiwa dengan timbulan sampah sebanyak

168.939,561 ton/tahun = 844.698 m3 /tahun. Perencanaan menggunakan

indikator Perpres No 97 tahun 2017, Pemerintah Kabupaten Bantul

menargetkan pengurangan sampah sebesar 309.003 m3 /tahun (30% dari

timbulan sampah), 12% nya ditargetkan melalui bank sampah. Untuk

mencapai target tersebut dibutuhkan optimalisasi sarana dan prasarana

pengurangan dan penanganan sampah. Optimalisasi pengurangan sampah

diantaranya dilakukan dengan cara penambahan unit pelayanan bank sampah

tahun 2019-2025. Penambahan bank sampah tahun 2019 sebesar 30 unit,

tahun 2020 sebesar 86 unit, tahun 2021 sebesar 119 unit, tahun 2022 sebesar

121 unit, tahun 2023 sebesar 124 unit, tahun 2024 sebesar 127 unit dan

tahun 2025 sebesar 129 unit. (Dinas Lingkungan Hidup Kab.Bantul, 2018).

Mengutip hasil penelitiannya Muntazah (2015), dalam penelitian di

bank sampah Mangrove Surabaya yang menjelaskan bahwa dengan program

bank sampah telah memberikan program yang bermanfaat bagi masyarakat

diantaranya menjadikan masyarakat untuk peduli terhadap lingkungan

terutama dalam hal pengelolaan sampah. Setelah adanya bank sampah,

masyarakat merasakan lingkungan yang lebih bersih dan nyaman. Hal ini

56
karena sudah tidak terlihat tumpukan sampah lagi di sekitar tempat tinggal

mereka. Sebelum ada bank sampah, sampah yang dihasilkan dari kegiatan

rumah tangga hanya di tumpuk dan dikumpulkan di tempat pembuangan

sampah sementara dan menunggu untuk diambil petugas pengelola sampah.

Keadaan ini sering menimbulkan bau yang kurang sedap di lingkungan

tempat tinggal mereka. Selain itu, sebelum ada bank sampah, untuk

memusnahkan sampah, sebagian warga masyarakat ada yang membakar

sampah sehingga menimbulkan polusi udara.

Dari uraian diatas bank sampah merupakan salah satu solusi alternatif

untuk memecahkan masalah sampah, tidak hanya bermanfaat secara

lingkungan tetapi juga dapat menguntungkan secara ekonomi. Dalam

kaitannya dengan hasil penelitian, berdasarkan hasil analisis multivariat

variabel yang dominan berhubungan dengan diare pada balita di wilayah

kerja Puskesmas Sewon I Bantul adalah sanitasi pada pengelolaan sampah.

Maka strategi untuk mengatasi permasalahan sanitasi total pada pengelolaan

sampah adalah melalui pengoptimalan dan pengembangan program

pengelolaan sampah berbasis masyarakat (Community-Based Solid Waste

Management) dengan konsep “bank sampah”, kalau dilihat dari data jumlah

bank sampah di

Kabupaten Bantul yang ada di wilayah kerja Puskesmas Sewon I baru


terdapat

57
2 (dua) Bank Sampah yakni PSM. Dahlia di Sudimoro, Timbulharjo dan
PSM.

Maju Lestari di Miri, Pendowoharjo. Jumlah itu belum sebanding dengan

jumlah penduduk di wilayah kerja Puskesmas Sewon I sehingga

permasalahan sampah belum bisa teratasi dengan baik. Adapun rekomendasi

dari peneliti untuk mengoptimalkan dan mengembangkan bank sampah di

wilayah kerja Puskesmas Sewon I Bantul diantaranya sebagai berikut:

1. Berupaya untuk menggandeng Pemerintah Desa sehingga Bank Sampah

menjadi kegiatan unggulan desa.

2. Mendorong Dinas Lingkungan Hidup bekerja sama dengan Pemerintah

Desa untuk lebih melakukan sosialisasi untuk meningkatkan

pengetahuan masyarakat tentang bank sampah.

3. Mendorong Dinas Lingkungan Hidup bekerja sama dengan Pemerintah

Desa untuk memberikan pelatihan-pelatihan, misalnya pembuatan

kerajinan dari bahan sampah, dan siap menampung serta membeli dan

memasarkan produk yang dihasilkan.

4. Meningkatkan pendapatan Bank Sampah dengan usaha simpan pinjam

atau usaha lain yang membuat nilai uang bertambah, membuat inovasi

produk layanan sampah dan menjadikan pemulung menjadi mitra dalam

pengelolaan sampah, dengan menariknya menjadi nasabah.

58
Untuk mengatasi permasalahan sampah perlu juga upaya menggalakkan

pengurangan sampah dari sumber (source reduction), penggunaan kembali

sampah yang masih bisa digunakan dan daur ulang, serta produksi energi

dari sampah. Usaha pemanfaatan sampah merupakan komponen penting

dalam pengelolaan sampah yang dapat mengurangi dampak lingkungan.

Ditinjau dari segi ekonomi, maka sampah rumah tangga dapat dimanfaatkan

berdasarkan jenisnya. Sampah organik dapat dijadikan kompos sedangkan

sampah plastik, kertas, logam dan sebagainya dapat dijual ataupun dibuat

kerajinan daur ulang.

Berdasarkan jumlah sampah yang dimanfaatkan maka dapat dihitung

nilai ekonomis dari setiap rumah tangga yang menerapkan prinsip 3R

terhadap sampahnya. Dalam konsep ini eko mempunyai arti efisiensi

ekonomi dan efisiensi eko-logi. Efisiensi berarti menggunakan sumber daya

ekonomi seefektif mungkin untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan

manusia sehingga tidak ada sumber daya yang terbuang. Upaya daur ulang

sampah merupakan salah satu faktor kunci dalam konsep eko-efisiensi (EE).

Konsep EE pertama kali diperkenalkan pada tahun 1992 oleh World


Business

Council for Sutainable Development (WBCSD) dalam publikasinya

Changing Course. WBCSD telah mengidentifikasikan adanya tujuh faktor

kunci dalam eko-efisiensi, yaitu : (Kementrian Lingkungan Hidup, 2007).

1. Mengurangi jumlah penggunaan bahan

59
2. Mengurangi jumlah penggunaan energy

3. Mengurangi pencemaran

4. Memperbesar daur ulang bahan

5. Memaksimalkan penggunaan SDA yang dapat diperbarui

6. Memperpanjang umur pakai produk


7. Meningkatkan intensitas pelayanan

4.9 Keterbatasan Penelitian

1. Penelitian ini menggunakan desain cross sectional dimana pengamatan

hanya dilakukan sebanyak satu kali (sesaat), sehingga penelitian ini tidak

dapat memberikan penjelasan hubungan sebab akibat, tetapi hanya

menunjukkan besarnya kemaknaan hubungan (nilai p) antara variabel

bebas dengan variabel terikat.

2. Dari hasil penelitian variabel terikat (diare pada Balita) baru mampu

dijelaskan oleh variabel bebas (kondisi jamban, sumber air minum,

pengelolaan sampah, pengelolaan limbah rumah tangga, pemberian ASI

Ekslusif, perilaku CTPS, penggunaan botol susu, pengolahan,

penyediaan dan penyajian makanan) sebesar 29,6%, sedangkan sisanya

sebesar 70,4% sehingga perlu dilakukan penelitian dengan jenis dan

variabel yang berbeda untuk lebih diteliti kembali dan lebih mengetahui

faktor lain yang berhubungan dengan kejadian diare pada balita.

60
3. Untuk menentukan strategi pengelolaan sampah, peneliti menggunakan

desain deskriptif, data-data diperoleh hanya melalui studi pustaka

sehingga perlu adanya penelitian lebih lanjut untuk mengetahu lebih

dalam bagaimana program pengelolaan sampah berbasis masyarakat

konsep “bank sampah dilapangan, seberapa efektifkah dalam mengatasi

permasalahan sampah dimasyarakat.

61
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat ditarik

simpulan sebagai berikut:

1. Kondisi sanitasi total di wilayah kerja Puskesmas Sewon I adalah

memenuhi syarat sebanyak 79,6% dan yang tidak memenuhi

syarat sebanyak 20,4%.

2. Perilaku ibu balita di wilayah kerja Puskesmas Sewon I adalah

pada kategori baik sebanyak 95,45% dan kategori buruk sebanyak

4,55%.

3. Variabel yang berhubungan positif terhadap terjadinya diare pada

Balita di wilayah kerja Puskesmas Sewon I Bantul adalah variabel

Sanitasi Total pada Pengelolaan Sampah nilai p (0,001<0,05).

4. Variabel Sanitasi Total pada pengelolaan sampah menjadi variabel

yang dominan, nilai p = 0,003 dengan OR 0,969, yang artinya

bahwa pengelolaan sampah yang tidak memenuhi syarat berisiko

0,969 lebih tinggi menderita diare dibanding dengan pengelolaan

sampah yang memenuhi syarat.

5. Strategi untuk mengatasi permasalahan sanitasi total pada

pengelolaan sampah adalah melalui pengoptimalan dan

pengembangan program pengelolaan sampah berbasis masyarakat

62
(Community-Based Solid Waste Management) dengan konsep

“bank sampah”.

5.2 SARAN

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka saran yang dapat

diberikan oleh peneliti adalah:

5.2.1 Bagi Masyarakat

Diharapkan masyarakat dapat meningkatkan sanitasi total dalam rumah

tangga menjadi lebih baik misalnya dapat dilakukan dengan cara tidak

buang air besar (BAB) sembarangan, mencuci tangan pakai sabun,

mengelola air minum dan makanan yang aman serta mengelola sampah

dan limbah cair rumah tangga dengan benar.

5.2.2 Bagi Instansi Terkait

Dapat menjadi masukan dalam merencanakan program kesehatan

sebagai upaya pencegahan penyakit diare di masyarakat, contohnya

yaitu dengan mengadakan penyuluhan atau pendidikan kesehatan yang

berkaitan dengan sanitasi total dan perilaku ibu dalam merawat anaknya.

63
Kejadian Diare Pada Balita Di Wilayah
Kerja Puskesmas Sewon I Bantul

Data Profil Kesehatan Kabupaten Bantul Tahun


2019 kasus diare tetinggi terdapat di Wilayah Kerja
Puskesmas Sewon I Bantul sebanyak638 Kasus

Diambil sampel penelitian sebanyak87


respoden

Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan metode


sample acak (random sampling)dengan menggunakan rumus
Slovin

Sanitasi Perilaku Ibu

Skor tertinggi = 1 x 10 = 10 (100%) Skor tertinggi = 1 x 10 = 10 (100%)


Skor terendah = 0 x 10 = 0 (0%) Skor terendah = 0 x 10 = 0 (0%)
Interval Kelas : 100 / 2 = 50 Interval Kelas : 100 / 2 = 50

Memenuhi Syarat : > 50% Baik : > 50%


Tidak Memenuhi Syarat: < 50% Buruk : < 50%

Analisis Data (SPSS)

Analisis Data Univariat


Analisis Data Bivariat
nilai sig p > 0,05 hipotesis ditolak
nilai sig p ≤ 0,05 hipotesis
diterima

Menentukan strategi pengelolaan


sanitasi dan pembinaan perilaku ibu

Analisis deskriptif pendekatan


kualitatif

Peneltian selesai/Hasi
l dan diskusi

Gambar 6.1 Alur Penelitian

DAFTAR PUSTAKA

64
Abdul Aziz FA, dkk., 2016, Prevalence of and factors associated with diarrhoeal
diseases among children under five in Malaysia: a cross-sectional study
2016. Institute for Public Health, Ministry of Health Malaysia, Kuala
Lumpur, Malaysia.
Ali Munawar., 2011, Rembesan Air Lindi (Leachate) Dampak Pada Tanaman
Pangan Dan Kesehatan, Surabaya:Upn press.
Aman, M. C. U., Manoppo, J. I. C., & Wilar, R., 2015, Gambaran Gejala Dan
Tanda Klinis Diare Akut Pada Anak Karena Blastocystis Hominis. E-Clinic.
Angeline L. Y., 2012, Hubungan Kondisi Sanitasi Dasar Dengan Keluhan
Kesehatan Diare Serta Kualitas Air Pada Pengguna Air Sungai Deli Di
Kelurahan Sukaraja Kecamatan Medan Maimun Tahun 2012, Medan :
Departemen Kesehatan Lingkungan FKM.USU.
Arienta Sari Retno ., 2020, Hubungan Antara Perilaku Ibu Dan Sanitasi Dengan
Kejadian Diare Pada Balita Di Kelurahan Kangkung Kecamatan Bumi Waras
Kota Bandar Lampung, Skripsi: Universitas Bandar Lampung.
Asmadi, Suharno., 2012, Dasar-Dasar Teknologi Pengolahan Air Limbah,
Yogyakarta: Goysen Publishing.
Audy Sarah., 2015, Hubungan Pemberian Asi Eksklusif Dengan Angka Kejadian
Diare Pada Bayi Usia 0-6 Bulan Di Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan
Johor Baru, Skripsi : Fakultas Kedokteran Dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif
Hidayatullah. Jakarta.
Bumulo, Septian., 2012, Hubungan Sarana Penyediaan Air Bersih Dan Jenis
Jamban Keluarga Dengan Kejadian Diare Pada Anak Balita Di Wilayah
Kerja Puskesmas Pilolodaa Kecamatan Kota Barat Kota Gorontalo Tahun
2012, Skripsi : Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu-Ilmu
Kesehatan Dan Keolahragaan Universitas Negeri Gorontalo.

Dahyuniar., 2018, Hubungan Antara Sanitasi Dengan Kejadian Diare Di Wilayah


Rawan Banjir Kecamatan Tanasitolo Kabupaten Wajo, Makassar:
Departemen Kesehatan Lingkungan.Universitas Hasanuddin.
Depkes RI., 2016, Buletin Diare. Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
------------- .,2014, Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 3 Tahun 2014 Tentang
Sanitasi Total Berbasis Masyarakat. Jakarta.
Depkes RI., 2008, Pedoman Pengelolaan Promosi Kesehatan Dalam Pencapaian
Perilaku Hidup Bersih Dan Sehat (PHBS). Jakarta: Depkes RI.

DLH Bantul., 2018, Laporan Periodik Per Bulan Sampah Harian Kabupaten
Bantul Tahun 2016. Yogyakarta. DLH Bantul. (2018). Laporan Kinerja

65
Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah Kabupaten Bantul Tahun 2018.
Yogyakarta: Pemerintah Kabupaten Bantul.
Dinkes Provinsi DIY., 2019. Profil Kesehatan Provinsi DIY Tahun 2019.
Https://Kesehatan.Jogjakota.Go.Id/Uploads/Profil2019data2018.Pdf
(diakses 19 Maret 2020).
Dinkes Bantul., 2019, Profil Kesehatan Kabupaten Bantul Tahun 2019.
Https://Dinkes.Bantulkab.Go.Id/Filestroge/Dokumen/2019/05/Profilkesehata
n2019.Pdf (diakses 19 Maret 2020).
--------------., 2018, Profil Kesehatan Kabupaten Bantul Tahun 2018.
Https://Dinkes.Bantulkab.Go.Id/Filestroge/Dokumen/2018/05/Profilkesehata
n2018.Pdf (diakses 19 Maret 2020).
Eliyati., 2015, Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Diare Pada
Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Perawatan Kota Kutacane Kabupaten
Aceh Tenggara Tahun 2015, Skripsi:Akademi Keperawatan Kabupaten Aceh
Tenggara, NAD.

Entjang, I., 2000, Ilmu Kesehatan Masyarakat, Cetakan Ke XIII. Bandung: PT


Citra Aditya Bakti.

Falasifa Mila., 2015, Hubungan Antara Sanitasi Total Dengan Kejadian Diare
Pada Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Kepil 2 Kecamatan Kepil
Kabupaten Wonosobo Tahun 2015, Skripsi : Universitas Negeri Semarang.

Galih Wuly P., 2010, Perilaku Ibu Pengguna Botol Susu Dengan Kejadian
Diare Pada Balita. Makara, Kesehatan, Vol. 14, No. 1, Juni 2010: 46-50.
Gribble, Karleen D., 2011, Mechanisms Behind Breastmilk’s Protection
Againts, And Artificial Baby Milk’s Facilitation Of, Diarrhoeal Illness.
Breastfeeding.
Hastono. SP., 2011, Statistik Kesehatan. Jakarta : Rajawali Pers.
Hidayanti, R., 2012, Faktor Risiko Diare Di Kecamatan Cisarua, Cigudeg Dan
Megamendung Kabupaten Bogor Tahun 2012, Tesis : Universitas
Indonesia.

Husniati, L., 2018, Hubungan Faktor Lingkungan Dan Sosiodemografi Dengan


Kejadian Diare Pada Anak Balita (1-4 Tahun) Di Wilayah Kerja
Puskesmas Pauh Kambar Kabupaten Padang Pariaman Tahun 2018,
Skripsi:
Universitas Andalas.

66
Ibrahim., 2013, Hubungan Riwayat Pemberian ASI Eksklusif Denga Kejadian
Diare Akut Pada Anak Di RSUP. Prof. Dr. R.D. Kandou. Manado,
Skripsi: Universitas Sam Ratulangi.
Kementerian Kesehatan RI2., 2019, Profil Data Kesehatan Indonesia. Jakarta.
Jakarta. Kemenkes RI.
Kementerian Kesehatan RI., 2017, Profil Data Kesehatan Indonesia. Jakarta.
Jakarta. Kemenkes RI.
Kementrian Kesehatan RI., 2011, Penyakit Menular Penyebab Kematian Di
Indonesia. Jakarta. Kemenkes RI.
Kementrian Negara LH., 2007, Panduan Penerapan Eko-Efisiensi Usaha Kecil
dan Menengah Sektor Batik. Kerjasama Kementrian Negara LH dan
Deutsche Gesselschaft fuer Technische Zusammenarbeit (GTZ) GmbH dalam
kerangka Program Lingkungan Hidup Indonesia – Jerman (Pro LH). Jakarta.
Mannan, Rahman., 2010, Exploring The Link Between Food Hygiene
Practices And Diarrhoea Among The Children Of Garments Worker
Mothers In Dhaka, Bangladesh.
Masriani., 2013, Gambaran Sanitasi Lingkungan Pemukiman Pada Balita
Penderita Diare Di Wilayah Kerja Puskesmas Bontosunggu Kecamatan
Bontoharu Kabupaten Kepulauan Selayar Tahun 2013, Skripsi : Universitas
Alauddin Makassar.
Maya Febriana, dkk ., 2019, Hubungan Sanitasi Total Berbasis Masyarakat
(Stbm ) Dengan Kejadian Diare Pada Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas
Bergas Kabupaten Semarang. Program Studi Kesehatan Masyarakat.
Universitas Ngudi Waluyo. Semarang.
Melvani PR., 2019, Analisis Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Diare
Pada Balita Di Kelurahan Karyajaya Kota Palembang. Tesis: Universitas
Sriwijaya.Palembang.
Mengistie B, dkk., 2013, Prevalence Of Diarrhea And Associated Risk Factors
Among Children Under-Five Years Of Age In Eastern Ethiopia: A
CrossSectional Study. Open Journal Of Preventive Medicine 3.; hal 446-
453.
Mukono HJ., 2011, Prinsip Dasar Kesehatan Lingkungan. Edisi Kedua. Surabaya
: UAP.
Nasution Ahmad., 2019, Hubungan Sanitasi Dasar Dengan Kejadian Diare Pada
Balita Di Kelurahan Hutaimbaru Kota Padangsidimpuan, Skripsi: Program
Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Islam Negeri Sumatera Utara Medan.

67
Ningsih Norma A., 2017, Hubungan Pemberian Asi Eksklusif Dengan Kejadian
Diare Pada Bayi Di Puskesmas Umbulharjo 1 Kota Yogyakarta Tahun 2016,
Skripsi: Poltekkes Kemenkes Yogyakarta.
Notoatmodjo, S. 2010). Ilmu Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.
Novrianda, dkk., 2014, Hubungan Karakteristik Ibu Dengan Pengetahuan
Tentang Penatalaksanaan Diare Pada Balita.
Nursalam., 2017, Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan: Pendekatan Praktis.
Yogyakarta: Salemba Medika.
Nuraeni., 2012, Hubungan Penerapan Phbs Keluarga Dengan Kejadian Diare
Balita Di Kelurahan Tawangmas Kota Semarang, Skripsi: Universitas
Indonesia.
Nugraheni Devi, 2012, Hubungan Kondisi Fasilitas Sanitasi Dasar Dan Personal
Hygiene Dengan Kejadian Diare Di Kecamatan Semarang Utara Kota
Semarang, Skripsi: Universitas Diponegoro.
Peraturan Menteri Kesehatan RI No 3 Tahun 2014 Tentang Sanitasi Berbasis
Masyarakat.
Peraturan Menteri Kesehatan RI 907/Menkes/SK/VII/2002. Tentang Baku Mutu
Standar Air Minum.
Prasojo, dkk., 2016, Kajian Kondisi Sanitasi Masjid Di Kecamatan Kutoarjo
Kabupaten Purworejo Propinsi Jawa Tengah. Jurnal Rekayasa Lingkungan
Vol. 16/No. 1/April 2016.
Pratama Riski Nur., 2013, Hubungan Antara Sanitasi Lingkungan Dan Personal
Hygiene Ibu Dengan Kejadian Diare Pada Balita Di Kelurahan Sumurejo
Kecamatan Gunungpati Kota Semarang. Vol2No.1. Jurnal Kesehatan
Masyarakat.

Purba Edy Marjuang., 2012, Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian


Diare Pada Anak Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Matiti Kecamatan
Doloksanggul Kabupaten Humbang Hasundutan Tahun 2012. Program Sudi
Kesehatan Masyarakat. Universitas Sumatra Utara.

Putra Laskar Syah, dkk., 2017, Hubungan Sanitasi Lingkungan Dengan Kejadian
Diare Pada Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Lainea Kabupaten Konawe.
Jimkesmas Vol.2/N0.7/Agustus 2017;ISSN 2502-731X.

Ramadhan Tosepu, Dkk., 2016, Kesehatan Masyarakat Persisir. Kendari:


Yayasan Cipta Anak Bangsa.
RISKESDAS., 2013, Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2013.
Https://Doi.Org/1 Desember 2013 (diakses 10 Maret 2020).

68
Rosa, Syaefty Dewi., 2011, Hubungan Pengelolaan Air Minum Rumah
Tangga Dan Perilaku Sehat Ibu Dengan Kejadian Diare Pada Balita
Di Puskesmas Cipayung Kota Depok Tahun 2011, Skripsi: Fakultas
Kesehatan Masyarakat Peminatan Kebidanan Komunitas. Depok: UI.

Saripah, Dkk., 2019, Hubungan Penggunaan Botol Susu Dengan Kejadian Diare
Pada Balita Di Wilayah Puskesmas Astambul Kabupaten Banjar, Skripsi:
Universitas Islam Kalimantan.
Sari Arianti Retno., 2020, Hubungan Antara Perilaku Ibu Dan Sanitasi Dengan
Kejadian Diare Pada Balita Di Kelurahan Kangkung Kecamatan Bumi Waras
Kota Bandar Lampung, Skripsi : Universitas Lampung.
Sari Yulistia Eka., 2014, Hubungan Antara Pengetahuan Ibu Tentang Diare Dan
Perilaku Ibu Mencuci Tangan Dengan Diare Pada Balita Di Wilayah Kerja
Puskesmas Pucang Sawit Surakarta, Skripsi : Universitas Muhammadiyah
Surakarta.
Sanjaya Putra, I. G. N, dkk., 2016, Effect Of Probiotics Supplementation On
Acute
Diarrhea In Infants: A Randomized Double Blind Clinical Trial. Paediatrica
Indonesiana.. Https://Doi.Org/10.14238/Pi47.4.2007.172-8 (diakses 06
Agustus 2020).
Santosa,dkk., 2009, Hubungan Antara Tingkat Pendidikan Formal Ibu Dengan
Prilaku Pencegahan Diare Pada Anak Di Kelurahan Pacangsawit Surakarta.
Universitas Sebelas Maret. 2009.
Septi Santri Aina., 2016, Gambaran Sanitasi Lingkungan Pada Kejadian Diare
Anak Bawah Lima Tahun Yang Dirawat Di Rumah Sakit Haji Medan Pada
September-November 2016, Skripsi: Universitas Muhammdiyah Sumatra
Utara. Medan.
Setiawan Agus Heri., 2018, Hubungan Tingkat Pendidikan Dan Pengetahuan Ibu
Tentang Perawatan Diare Pada Anak Di Wilayah Kerja Puskesmas Sewon
II, Kabupaten Bantul, Skripsi : Program Studi Ilmu Keperawatan.
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
Sulistyoningtyas Putri, dkk., 2012, Evaluasi Dan Perencanaan Aspek Teknik
Operasional Pengelolaan Sampah Kabupaten Bantul. Fakultas Teknik
Lingkungan. UII. Yogyakarta.
Sulistiyowati, T., 2017, Perilaku Ibu Tentang Hygiene Makanan Dengan
Kejadian Diare Pada Balita Di Desa Bareng Jombang. Midwife Journal.
Sugiyono., 2017, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, Dan R&D. Bandung.
Alfabeta.

69
Suririnah., 2009, Buku Pintar Merawat Bayi 0-12 Bulan, Jakarta: PT Gramedia
Pustaka Utama.
Suyitno H., 2002, Pertumbuhan Fisik Anak. Dalam: (Ikatan Dokter Anak
Indonesia) Tumbuh Kembang Anak Dan Remaja. Edisi Ke-1. Jakarta:
Sagung Seto;Hlm. 55.
Suwerda, B.., 2012, Bank Sampah (Kajian Teori Dan Penerapan),
Yogyakarta :Pustaka Rihana.

Ticahyo Erwan., 2018, 70 Persen Kualitas Air Bumi Projotamansari


Dikategorikan Tak Memenuhi Syarat. Radar Jogja 28 Juni 2018.
Ulfah, N.A., dkk., 2016, Studi Efektifitas Bank Sampah Sebagai Salah Satu
Pendekatan Dalam Pengelolaan Sampah Tingkat Sekolah Menengah Atas
(SMA) Di Banjarmasin. Jurnal Pendidikan Geografi, Kalimantan Selatan.

Utama Rendra,S., 2018, Identifikasi Dan Pengelolaan Persampahan Rumah


Tangga Pada Perumahan Menengah Keatas Di Kota Bandar Lampung
(Studi Kasus Di Kecamatan Sukabumi), Tesis: Universitas Lampung.

Undang-Undang No.18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah.

Umiati., 2010, Hubungan Antara Sanitasi Lingkungan Dengan Kejadian Diare


Pada Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Nogosari Kabupaten Boyolali Tahun
2009, Skripsi: Universitas Muhammadiyah Surakarta, Surakarta.

Widjaja, MC., 2015, Mengatasi Diare Dan Keracunan Pada Balita, Jakarta
:Kawan Pustaka.
Wijayanti Vica., 2011, Analisis Faktor Risiko Sanitasi Lingkungan Dan Perilaku
Hygiene Terhadap Kejadian Diare Pada Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas
Sayung I Kabupaten Demak, Skripsi: Universitas Diponegoro.

Volita Siska Mutiara., 2009, Hubungan Pemberian Susu Formula Dengan


Kejadian
Diare Pada Bayi Umur 6-12 Bulan Di Wilayah Kerja Puskesmas Nanglik
1Dan II. Program Studi Diploma III Kebidanan Sekolah Tinggi Ilmu
Kesehatan Respati. Yogyakarta.

WHO. (2017). World Health Statistics 2017. In Who.


-------- (2009). Diarrhoea: Why Children Are Still Dying And What Can Be
Done. WHO Library Cataloging-In-Information Data.

70
Wibowo T, Soenarto S, dkk., 2016, Faktor-Faktor Resiko Kejadian Diare
Pada Balita Di Puskesmas Tanjung Sari Tahun 2016. Berita Kedokteran
Masyarakat. Vol.20, No.1, Maret 2004: 41-48.

Widoyono., 2011, Diare. Penyakit Tropis Epidemiologi, Penularan, Pencegahan


& Pemberantasannya. Edisi Kedua. Jakarta: Erlangga.

Wijayanti W., 2010. Hubungan Antara Pemberian ASI Eksklusif Dengan Angka
Kejadian Diare Pada Bayi Umur 0-6 Bulan Di Puskesmas Gilingan
Kecamatan Banjarsari Surakarta, Skripsi : Fakultas Kedokteran Universitas
Sebelas Maret,Surakarta.

71
LAMPIRAN

NO Pertanyaan Ya Tidak
A. Diare

72
1 Dalam satu (1) tahun terakhir, apakah anak balita Ibu terkena diare ?

2 Apakah anak balita Ibu dalam satu hari diare (berak) lebih dari 3
kali?
3 Apakah tinja anak balita Ibu cair (lembek) dengan atau tanpa lendir
dan darah?
4 Apakah anak balita Ibu terserang diare kurang dari satu (< 2) kali
dalam seminggu?
5 Apakah anak balita Ibu terserang diare lebih dari dua (>2) kali
dalam seminggu?
6 Apakah durasi diare pada balita Ibu berlangsung secara terus
menerus selama kurang dari empat belas (< 14) hari?
7 Apakah durasi diare pada balita Ibu berlangsung secara terus
menerus selama lebih dari empat belas (> 14) hari?
8 Apakah anak balita Ibu mengalami dehidrasi (kekurangan cairan)
selama terserang diare?
9 Apakah anak balita Ibu mengalami penurunan berat badan (kurus)
selama terserang diare?
10 Apakah selama diare anak balita Ibu disertai demam?

B. Sanitasi Total

Kepemilikan Jamban
11 Apakah seluruh anggota keluarga menggunakan jamban/wc?

12 Apa jenis jamban/wc di rumah Ibu leher angsa?

13 Apakah jamban/wc mempunyai septic tank?

14 Apakah pada jamban/wc tersedia air yang cukup?

15 Apakah jamban/wc mempunyai ventilasi?

16 Apakah jamban/wc keluarga Ibu lantai dan dinding jamban bersih,


tidak lincin dan tidak berbau?

17 Apakah Ibu membersihkan jamban/wc sekali seminggu?

18 Apakah jamban/wc Ibu terletak berdekatan dengan sumber air bersih


(sumur) yang Ibu gunakan?

19 Apakah posisi jamban/wc berdekatan dengan ruang keluarga?

20 Apakah jamban/wc terletak dalam kawasan bangunan rumah?

Sumber Air Minum

73
21 Apakah sumber air minum di rumah Ibu dari Air PDAM?

22 Jika sumber air berasal dari sumur, apakah jarak sumur Ibu
dengan sumber pencemaran > 10 meter?

23 Apakah air minum yang digunakan memenuhi persyaratan kualitas


fisik (tidak berbau, tidak berasa, tidak berwarna)?

24 Apakah Ibu memasak air sampai mendidih sebelum diminum?

25 Apakah keadaan tempat penyimpanan air minum bersih, bertutup,


dan menggunakan gayung khusus untuk mengambil air?

26 Apakah Ibu membersihkan tempat penampungan air minum sekali


seminggu?

27 Apakah air minum yang dikonsumsi adalah air minum isi ulang?

28 Apakah air minum yang dikonsumsi adalah air mineral kemasan


gallon?

29 Apakah Ibu memasak air dengan kompor gas atau menggunakan


peralatan listrik lainnya?

30 Apakah tempat memasak air selalu dibersihkan sebelum digunakan?

Pengelolaan Sampah
31 Apakah Ibu menyediakan tempat pembuangan sampah sementara di
rumah?

32 Apakah Ibu menyediakan tempat pembuangan sampah sementara di


luar rumah?

33 Apakah wadah tempat pembuangan sampah Ibu kedap air?

34 Apakah wadah tempat pembuangan sampah Ibu mempunyai


tutup?

35 Setelah sampah dimusnahkan, apakah wadah tempat pembuangan


sampah sementara dirumah Ibu dibersihkan?

36 Apakah lokasi tempat pembuangan sampah sementara jaraknya


mudah dijangkau keluarga?

37 Apakah lokasi tempat pembuangan sampah sementara jauh dari


sumber air (> 10 meter)?

38 Apakah sampah setiap hari dimusnahkan (dibakar, dibuang) sendiri?

74
39 Apakah sampah setiap hari diangkat petugas kebersihan 1x24 jam?

40 Apakah sampah tidak menimbulkan bau?

Pengelolaan Limbah Rumah Tangga

41 Apakah Ibu mempunyai saluran pembuangan air limbah/SPAL ?

42 Apakah SPAL terbuat dari bahan kedap air dan tertutup ?

43 Apakah SPAL selalu terjaga kebersihannya dimana tidak


terdapat daun, plastik atau benda – benda lainnya yang dapat
menyumbatnya saluran pembuangan air limbah?

44 Apakah Ibu membersihkan SPAL sekali seminggu?

45 Apakah lokasi SPAL berdekatan dengan sumber air bersih


(sumur) di rumah Ibu?

46 Apakah SPAL selalu dipastikan lancar dan tidak mampat?

47 Apakah SPAL mengeluarkan bau tak sedap?

48 Apakah SPAL terletak di depan rumah?

NO Pertanyaan Ya Tidak
C. Perilaku Ibu

Pemberian ASI Eksklusif

49 Apakah Ibu memberikan air susu Ibu (ASI) kepada bayi Ibu?

50 Apakah Ibu hanya memberikan ASI sampai berumur 6 bulan tanpa


memberikan Makanan tambahan?

51 Apakah Ibu menyusui bayi 30 menit setelah lahir?

52 Apakah Ibu memberikan ASI yang pertama kali keluar yang


berwarna kekuningan?

53 Bila Ibu pergi apakah tetap memberikan ASI?

54 Apakah Ibu memberikan ASI kepada anak balita Ibu selama 10 - 15


menit setiap kali menyusui?

55 Apakah ASI Ibu lancar dan normal?

56 Apakah ASI yang Ibu berikan mencukupi buat anak balita Ibu?

75
57 Apakah ASI selalu diberikan sampai anak balita Ibu berumur 2
tahun?
58 Apakah Ibu dalam keadaan bersih ketika memberikan ASI kepada
anak balita Ibu?

Perilaku CTPS (Cuci Tangan Pakai Sabun)

59 Apakah Ibu mencuci tangan menggunakan air bersih, sabun dan air
mengalir sebelum memberi anak makan?

60 Jika anak balita Ibu masih mengkonsumsi ASI, apakah anda


mencuci tangan menggunakan air bersih, sabun dan air mengalir
sebelum menyusui anak?

61 Apakah Ibu mencuci tangan menggunakan air bersih, sabun dan air
mengalir sesudah BAB?
62 Apakah Ibu mencuci tangan menggunakan air bersih, sabun dan air
mengalir sesudah membantu anak BAB?
63 Jika anak balita Ibu sudah tidak disuapi ketika makan apakah dia
mencuci tangan menggunakan air bersih, sabun dan air mengalir ketika
akan makan?

Penggunaan Botol Susu


64 Apakah Ibu selalu memberikan susu formula dengan botol susu / dot?

65 Apakah botol/dot selalu dibersihkan sesudah penggunaan?

66 Apakah Ibu mencuci botol susu dengan air hangat dan direbus
(disterilkan)?

67 Apakah botol susu dipakai sendiri/tidak bergantian?

68 Apakah Ibu memberikan susu formula menggunakan botol/dot semenjak


balita Ibu berumur sekitar 1 tahun?

69 Apakah botol/dot disimpan/diletakkan pada tempat yang bersih ketika


tidak digunakan?

Pengolahan, Penyediaan, dan Penyajian Makanan


70 Apakah bahan-bahan makanan terjaga kebersihannya/terbungkus rapat?

71 Apakah tempat penyimpanan bahan makanan tertutup sehingga terhidar


dari tikus/serangga/bahan kimia dan tidak terkena oleh cahaya matahari
langusng ?

76
72 Apakah bahan makanan yang akan digunakan di rumah Ibu disimpan
dalam lemari es?

73 Apakah peralatan yang digunakan dalam penyediaan, pengoalahan dan


penyajian makanan bersih?

74 Apakah bahan makanan yang Ibu masak telah matang sebelum


disajikan?

75 Apakah makanan yang telah matang diletakkan pada tempat yang bersih
sebelum disajikan?

Lampiran 2. Validitas dan Reliabilitas Kuesioner


Diare
Case Processing Summary

N %
Valid 3 100.0
0 .0
Excluded a
Cases 0
Total 3 100.0
0
a. Listwise deletion based on all variables in the
procedure.

Reliability Statistics

Cronbach's N of Items
Alpha

.889 10
Item-Total Statistics
Scale Mean if Scale Variance Corrected Item- Cronbach's
Item Deleted if Item Deleted
Total Alpha if Item
Correlation Deleted
p1 3.23 7.220 .931 .854

p2 3.30 7.459 .799 .864


p3 3.30 7.390 .828 .862
p4 3.27 7.444 .817 .863
p5 3.80 9.476 .238 .897
p6 3.47 7.844 .652 .876
p7 3.73 9.030 .367 .893
p8 3.60 8.731 .368 .896
p9 3.77 9.151 .362 .893
p10 3.33 7.540 .759 .868
Kondisi Jamban
Case Processing Summary

77
N %
Valid 3 100.0
Excludeda 0 .0
Cases 0
Total 3 100.0
0
a. Listwise deletion based on all variables in the
procedure.

Reliability Statistics

Cronbach's N of Items
Alpha

.728 10
Item-Total Statistics
Scale Mean if Scale Variance Corrected Item- Cronbach's
Item Deleted if Item Deleted
Total Alpha if Item
Correlation Deleted
p1 6.57 2.944 .803 .662

p2 6.97 3.413 .020 .789


p3 6.60 2.938 .646 .672
p4 6.57 2.944 .803 .662
p5 6.60 3.352 .235 .728
p6 6.57 2.944 .803 .662
p7 6.57 2.944 .803 .662
p8 7.17 3.040 .261 .738
p9 7.23 3.151 .222 .741
p10 6.67 3.264 .218 .734
Sumber Air Minum
Case Processing Summary

N %
Valid 3 100.0
0 .0
Excluded a
Cases 0
Total 3 100.0
0
a. Listwise deletion based on all variables in the
procedure.

Reliability Statistics
Cronbach's N of Items
Alpha
.788 10
Item-Total Statistics

78
Scale Mean if Scale Variance Corrected Item- Cronbach's
Item Deleted if Item Deleted
Total Alpha if Item
Correlation Deleted
p1 7.70 4.631 -.454 .866

p2 7.07 3.099 .522 .762


p3 6.87 3.775 .376 .782
p4 6.90 3.403 .648 .755
p5 7.00 2.966 .740 .730
p6 6.93 3.375 .541 .761
p7 7.13 2.878 .619 .747
p8 7.10 2.783 .726 .728
p9 6.93 3.099 .822 .729
p10 6.87 3.775 .376 .782
Pengelolaan Sampah
Case Processing Summary

N %
Valid 3 100.0
Excludeda 0 .0
Cases 0
Total 3 100.0
0
a. Listwise deletion based on all variables in the
procedure.

Reliability Statistics

Cronbach's N of Items
Alpha

.802 10
Item-Total Statistics
Scale Mean if Scale Variance Corrected Item- Cronbach's
Item Deleted if Item Deleted
Total Alpha if Item
Correlation Deleted
p1 6.13 5.568 .457 .787

p2 6.00 5.793 .497 .784


p3 6.43 4.875 .724 .751
p4 6.30 5.321 .501 .783
p5 5.97 6.102 .361 .797
p6 5.90 6.369 .367 .800
p7 6.07 6.064 .255 .808
p8 6.23 5.013 .678 .758
p9 6.43 5.564 .388 .798

79
p10 6.33 5.126 .590 .770
Pengelolaan LImbah Rumah Tangga
Case Processing Summary

N %
Valid 3 100.0
0 .0
Excludeda
Cases 0
Total 3 100.0
0
a. Listwise deletion based on all variables in the
procedure.

Reliability Statistics

Cronbach's N of Items
Alpha

.802 8
Item-Total Statistics
Scale Mean if Scale Variance Corrected Item- Cronbach's
Item Deleted if Item Deleted
Total Alpha if Item
Correlation Deleted
p1 4.20 4.028 .635 .764

p2 4.23 3.909 .660 .759


p3 4.20 3.890 .738 .750
p4 4.37 4.516 .192 .830
p5 4.63 3.964 .466 .789
p6 4.20 3.959 .686 .757
p7 4.73 4.064 .455 .789
p8 4.67 4.023 .444 .792
Pemberian ASI Eksklusif

Case Processing Summary

N %
Valid 3 100.0
0 .0
Excluded a
Cases 0
Total 3 100.0
0
a. Listwise deletion based on all variables in the
procedure.

Reliability Statistics

Cronbach's N of Items
Alpha

80
.835 10
Item-Total Statistics
Scale Mean if Scale Variance Corrected Item- Cronbach's
Item Deleted if Item Deleted
Total Alpha if Item
Correlation Deleted
p1 8.00 2.966 .877 .803

p2 8.27 3.030 .187 .878


p3 8.10 2.852 .496 .824
p4 8.17 2.833 .403 .841
p5 8.00 2.966 .877 .803
p6 8.00 2.966 .877 .803
p7 8.00 2.966 .877 .803
p8 8.07 2.892 .545 .818
p9 8.10 2.852 .496 .824
p10 8.00 2.966 .877 .803
Perilaku CTPS
Case Processing Summary

N %
Valid 30 100.0
0 .0
Excluded a
Cases
Total 30 100.0

a. Listwise deletion based on all variables in the


procedure.

Reliability Statistics

Cronbach's Cronbach's N of Items


Alpha
Alpha Based on
Standardized
Items

.753 .809 5
Item-Total Statistics
Scale Mean if Scale Variance Corrected Item- Cronbach's
Item Deleted if Item Deleted
Total Alpha if Item
Correlation Deleted
p1 3.33 1.195 .576 .723

p2 3.47 .947 .499 .718


p3 3.53 .809 .600 .682
p6 3.53 .809 .600 .682
p5 3.33 1.195 .576 .723

81
Penggunaan Botol Susu
Case Processing Summary

N %
Valid 3 100.0
0 .0
Excluded a
Cases 0
Total 3 100.0
0
a. Listwise deletion based on all variables in the
procedure.

Reliability Statistics

Cronbach's N of Items
Alpha

.867 6
Item-Total Statistics
Scale Mean if Scale Variance Corrected Item- Cronbach's
Item Deleted if Item Deleted
Total Alpha if Item
Correlation Deleted
p1 4.43 2.047 .329 .936

p2 4.00 1.931 .895 .811


p3 4.00 1.931 .895 .811
p4 4.03 1.964 .721 .835
p5 4.07 1.857 .756 .828
p6 3.97 2.171 .732 .843
Case Processing Summary
N %

Valid 3 100.0
Excludeda 0 .0
Cases 0
Total 3 100.0
0
a. Listwise deletion based on all variables in the
procedure.

Pengelolaan, Penyediaan, Penyajian Makanan

Case Processing Summary


N %

Valid 30 100.0
Cases Excludeda 0 .0
Total 30 100.0

82
a. Listwise deletion based on all variables in the
procedure.

Reliability Statistics

Cronbach's Cronbach's N of Items


Alpha
Alpha Based on
Standardized
Items

.834 .835 6
Item-Total Statistics
Scale Mean if Scale Variance Corrected Item- Cronbach's
Item Deleted if Item Deleted
Total Alpha if Item
Correlation Deleted
p1 4.10 2.162 .502 .827

p2 4.00 2.483 .479 .838


p3 4.13 2.120 .479 .832
p4 4.20 1.752 .751 .774
p5 4.20 1.752 .751 .774
p6 4.20 1.752 .751 .774
Lampiran 3. Surat Izin Penelitian

83
84
Lampiran 4. Skor Hasil Jawaban Kuesioner Responden
Responden Diare Sumber Pemberian Perilaku Penggunaan Pengolahan
Kondisi Pengelolaan Pengelolaan
Air Asi CTPS Botol Makanan
Jamban Sampah Limbah
Minum Eksklusif Susu

85
1 0 100 90 70 88 70 100 100 100

2 60 90 90 100 100 100 100 67 100

3 80 90 60 0 88 70 100 100 83

4 80 90 50 0 88 90 100 83 100

5 0 90 80 60 88 80 100 67 100

6 0 100 60 80 100 90 100 100 100

7 60 60 40 20 0 70 40 50 67

8 80 60 60 60 25 80 80 67 83

9 0 90 60 60 100 90 100 67 100

10 0 90 90 60 75 50 80 100 100

11 70 100 70 0 88 100 100 100 100

12 70 60 60 20 0 80 100 100 100

13 80 80 60 10 0 90 100 100 100

14 80 70 40 30 38 80 100 100 100

15 60 70 60 40 50 100 100 100 100

16 60 90 50 40 50 100 100 100 100

17 60 90 60 10 50 100 80 100 100

18 70 30 50 10 38 60 100 33 67

19 60 100 90 0 63 100 100 100 100

20 60 100 70 80 88 100 100 100 100

21 80 40 50 0 38 40 80 83 67

22 0 90 70 40 63 100 100 100 100

23 60 100 80 90 75 100 100 100 100

24 60 40 40 10 25 70 100 83 100

25 60 20 30 0 38 40 80 17 50

26 70 100 70 90 88 100 100 100 100

27 0 100 90 80 88 50 100 100 100

86
28 70 100 80 0 100 100 100 83 100

29 60 100 90 80 38 100 100 100 100

30 70 90 90 0 63 100 100 83 100

31 100 90 70 80 100 70 100 83 100

32 60 50 40 20 38 100 100 100 100

33 60 90 70 20 75 100 100 100 100

34 60 90 70 80 100 70 100 83 100

35 90 80 90 90 75 100 100 83 100

36 80 70 40 0 25 40 100 83 100

37 70 50 50 0 38 60 100 100 100

38 100 80 80 40 38 90 100 0 100

39 60 80 90 40 63 100 100 100 100

40 60 70 90 40 63 100 100 83 100

41 60 70 80 90 63 100 100 83 100

42 80 70 80 90 63 100 100 83 100

43 60 80 80 70 75 100 100 83 100

44 60 70 90 40 63 100 100 83 100

45 60 80 70 90 100 90 100 67 100

46 70 80 90 40 63 100 100 0 100

47 80 70 90 30 63 100 100 0 100

48 100 80 70 70 63 80 100 83 100

49 60 70 90 20 63 100 100 83 100

50 60 70 90 90 63 100 100 83 100

51 70 70 80 60 88 100 100 100 100

52 50 70 70 0 63 80 100 83 100

53 0 70 90 100 63 100 100 83 100

54 100 70 90 90 63 100 100 0 100

87
55 60 80 60 40 75 100 100 83 100

56 70 70 90 90 63 100 100 83 100

57 0 70 80 90 63 100 100 83 100

58 0 80 90 90 63 100 100 100 100

59 0 80 70 100 63 100 100 83 100

60 70 90 90 70 63 100 100 83 100

61 0 70 80 90 63 100 100 83 100

62 90 80 90 70 63 100 100 100 100

63 50 70 90 10 63 100 100 100 100

64 50 80 90 70 63 100 100 83 100

65 50 70 90 40 63 100 100 83 100

66 60 70 70 40 63 80 100 100 100

67 50 70 90 100 63 90 100 83 100

68 80 90 90 70 75 100 100 83 100

69 0 80 90 70 100 90 100 100 100

70 60 70 80 90 63 100 100 100 100

71 70 0 20 40 0 0 100 83 83

72 60 70 90 90 63 80 100 83 100

73 80 80 80 90 63 100 100 83 100

74 0 80 90 100 63 100 100 100 100

75 70 70 100 40 88 80 100 100 67

76 50 70 20 40 88 100 100 100 67

77 60 60 70 30 63 80 100 0 100

78 50 80 90 40 63 100 100 100 100

79 50 90 90 80 100 90 100 67 100

80 50 90 60 40 88 80 100 100 100

81 0 90 90 90 88 80 100 83 100

88
82 0 80 70 40 0 90 100 17 100

83 0 100 90 80 75 90 100 83 100

84 0 100 90 80 88 90 100 67 100

85 0 70 60 70 0 90 100 100 100

86 0 80 90 80 100 100 100 0 100

87 70 70 30 40 0 60 100 100 83

89
Lampiran 5. Data Responden
Berat
Jumlah Jenis Kelamin Umur
Resp Umur Pendidikan Pekerjaan Badan
Anak Balita (Bulan)
(BB)
1 28 1 Sarjana Ibu Rumah Tangga Laki-laki 12 8
2 38 2 Tamat SMA Lain-lain Perempuan 59 18
3 33 2 Tamat SMA Ibu Rumah Tangga Laki-Laki 36 14
4 35 3 Sarjana Ibu Rumah Tangga Laki-Laki 18 9
5 26 1 Tamat SMA Ibu Rumah Tangga Laki-Laki 12 7.8
6 31 1 Tamat SMA Buruh Laki-Laki 30 10
7 40 2 Tamat SMA Ibu Rumah Tangga Laki-Laki 46 16.8
8 35 3 Tamat SMA Ibu Rumah Tangga Perempuan 32 12.6
9 25 1 Sarjana Karyawan Swasta Perempuan 20 8.0
10 40 3 Tamat SMA Buruh Perempuan 20 11.0
11 27 2 Sarjana Karyawan Swasta Laki-Laki 32 14.6
12 39 3 Tamat SMA Ibu Rumah Tangga Laki-Laki 48 12.6
13 31 2 Sarjana Karyawan Swasta Laki-Laki 44 13.5
14 40 4 Tamat SMA Petani Laki-Laki 60 15.6
15 30 2 Tamat SMA Karyawan Swasta Laki-Laki 48 23.3
16 35 2 Tamat SMA Ibu Rumah Tangga Laki-Laki 51 31
17 33 3 Sarjana Wiraswata Perempuan 39 13.8
18 45 5 Tamat SMP Petani Perempuan 42 10.7
19 38 3 Tamat SMA Ibu Rumah Tangga Laki-laki 14 8.7
20 30 2 Sarjana Karyawan Swasta Perempuan 14 8.1
21 40 3 Tamat SMA Buruh Perempuan 60 15.5
22 35 2 Tamat SMA Ibu Rumah Tangga Laki-Laki 16 10
23 28 1 Sarjana Karyawan Swasta Laki-Laki 33 14.6
24 40 3 Tamat SMA Ibu Rumah Tangga Perempuan 60 16.8
25 45 5 Tamat SD Petani Laki-Laki 48 15.8
PNS/ Pensiunan/
26 35 2 Sarjana ABRI Laki-Laki 17 8
27 36 2 Tamat SMA Ibu Rumah Tangga Perempuan 51 14
28 35 2 Tamat SMA Ibu Rumah Tangga Laki-Laki 33 11.5
29 35 3 Tamat SMA Ibu Rumah Tangga Laki-Laki 17 8
30 28 1 Tamat SMA Ibu Rumah Tangga Laki-Laki 30 11
31 40 4 Tamat SMP Buruh Laki-Laki 52 16.7
32 30 2 Sarjana Karyawan Swasta Laki-Laki 36 15
33 37 4 Tamat SMA Ibu Rumah Tangga Perempuan 24 12
34 30 2 Sarjana Ibu Rumah Tangga Laki-Laki 39 13
35 36 2 Tamat SMA Buruh Perempuan 39 24
36 29 1 Tamat SMA Karyawan Swasta Perempuan 26 11

90
37 30 2 Tamat SMA Ibu Rumah Tangga Perempuan 40 13
38 25 2 Tamat SMA Karyawan Swasta Laki-laki 15 11.7
39 22 2 Tamat SMP Wiraswasta Perempuan 36 12
40 32 2 Tamat SMP Ibu Rumah Tangga Laki-laki 14 11
41 30 3 Tamat SMA Ibu Rumah Tangga Laki-laki 18 8
42 20 1 Tamat SMA Ibu Rumah Tangga Perempuan 24 14
43 29 2 Tamat SMA Ibu Rumah Tangga Perempuan 11 10
44 33 2 Tamat SMA Karyawan Swasta Perempuan 19 9.3
45 39 1 Sarjana Wiraswasta Perempuan 18 9
46 34 3 Tamat SMA Ibu Rumah Tangga Perempuan 18 9.5
47 35 2 Tamat SMP Buruh Perempuan 15 8.5
48 26 3 Tamat SMA Karyawan Swasta Laki-laki 35 15.9
49 28 1 Tamat SMA Karyawan Swasta Laki-laki 20 10
50 36 2 Tamat SMA Ibu Rumah Tangga Perempuan 35 15
51 25 1 Tamat SMA Ibu Rumah Tangga Laki-laki 19 11.8
52 26 1 Tamat SMA Karyawan Swasta Perempuan 12 8,4
53 27 1 Tamat SMA Ibu Rumah Tangga Perempuan 20 9
54 33 2 Tamat SMA Buruh Laki-laki 32 13.5
55 31 1 Tamat SMA Ibu Rumah Tangga Perempuan 21 11
56 25 1 Tamat SMA Ibu Rumah Tangga Laki-laki 18 8.9
57 27 1 Tamat SMA Wiraswasta Laki-laki 19 10
58 36 3 Sarjana Karyawan Swasta Laki-laki 32 15.6
59 30 2 Tamat SMA Ibu Rumah Tangga Laki-laki 20 10.5
60 25 2 Tamat SMP Ibu Rumah Tangga Perempuan 22 11.5
61 25 1 Sarjana Ibu Rumah Tangga Perempuan 25 15.4
62 37 2 Tamat SMA Ibu Rumah Tangga Laki-laki 20 9
63 36 2 Tamat SMA Ibu Rumah Tangga Laki-laki 30 10.5
64 27 2 Tamat SMA Ibu Rumah Tangga Perempuan 16 10.4
65 29 2 Tamat SMA Ibu Rumah Tangga Perempuan 17 8.1
66 28 2 Tamat SMA Ibu Rumah Tangga Laki-laki 20 13
67 28 1 Tamat SMA Ibu Rumah Tangga Laki-laki 19 8.5
68 33 3 Tamat SMA Ibu Rumah Tangga Perempuan 20 9.5
69 37 2 Tamat SMA Karyawan Swasta Perempuan 42 14.2
70 35 2 Tamat SMP Ibu Rumah Tangga Perempuan 22 9.5
71 30 3 Tamat SMA Karyawan Swasta Perempuan 20 14
72 27 2 Tamat SMA Karyawan Swasta Laki-laki 18 8.9
73 23 1 Tamat SMP Ibu Rumah Tangga Laki-laki 25 10.3
74 35 3 Tamat SMA Ibu Rumah Tangga Perempuan 12 10

91
75 31 2 Tamat SMP Ibu Rumah Tangga Perempuan 12 9.2
76 22 1 Tamat SMA Ibu Rumah Tangga Perempuan 36 19.2
77 28 2 Tamat SMA Ibu Rumah Tangga Perempuan 9 9.5

78 25 1 Tamat SMP Ibu Rumah Tangga Perempuan 18 13


79 31 3 Tamat SMP Buruh Laki-laki 14 9
80 26 2 Tamat SMA Karyawan Swasta Perempuan 22 9.3
81 27 2 Tamat SMA Ibu Rumah Tangga Perempuan 31 15
82 40 2 Tamat SMP Wiraswasta Laki-laki 45 19
83 33 2 Tamat SMA Buruh Perempuan 48 20
84 22 22 Tamat SMA Karyawan Swasta Laki-laki 12 8.6
85 25 1 Tamat SMA Ibu Rumah Tangga Perempuan 14 9
86 32 3 Tamat SMA Ibu Rumah Tangga Laki-laki 19 9
87 30 3 Tamat SMA Ibu Rumah Tangga Laki-laki 15 11

92
Lampiran 6. Hasil Analisis Penelitian

Penyakit Diare
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Tidak Diare 20 23.0 23.0 23.0
Diare 67 77.0 77.0 100.0
Valid
Total 87 100.0 100.0

Kondisi Jamban
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Tidak Memenuhi Syarat 4 4.6 4.6 4.6

Memenuhi Syarat 83 95.4 95.4 100.0


Valid
Total 87 100.0 100.0

Sumber Air Minum


Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Tidak Memenuhi Syarat 8 9.2 9.2 9.2
Memenuhi Syarat 79 90.8 90.8 100.0
Valid
Total 87 100.0 100.0

Pengelolaan Sampah
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Tidak Memenuhi Syarat 41 47.1 47.1 47.1

Memenuhi Syarat 46 52.9 52.9 100.0


Valid
Total 87 100.0 100.0

Pengelolaan LImbah
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Tidak Memenuhi Syarat 18 20.7 20.7 20.7
Memenuhi Syarat 69 79.3 79.3 100.0
Valid
Total 87 100.0 100.0

Pemberian ASI Ekslusif


Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent

93
Tidak Memenuhi Syarat 3 3.4 3.4 3.4
Memenuhi Syarat 84 96.6 96.6 100.0
Valid
Total 87 100.0 100.0

PerilakuCTPS
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Tidak Memenuhi Syarat 1 1.1 1.1 1.1
Memenuhi Syarat 86 98.9 98.9 100.0
Valid
Total 87 100.0 100.0

Penggunaan Botol Susu


Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Tidak Memenuhi Syarat 9 10.3 10.3 10.3

Memenuhi Syarat 78 89.7 89.7 100.0


Valid
Total 87 100.0 100.0

Pengelolaan Penyediaan Penyajian Makanan


Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Tidak Memenuhi Syarat 3 3.4 3.4 3.4
Memenuhi Syarat 84 96.6 96.6 100.0
Valid
Total 87 100.0 100.0

Lampiran 7. Data Bank Sampah di Kabupaten Bantul Tahun 2018


No Kecamatan Desa/Dusun/RT Nama Kelompok Jumlah
1 Banguntapan Mayungan, Potorono PSM. Bersih Menuju 5
Sehat
Sarirejo I, Singosaren PSM. Dadi Arto

Tamanan PSM. Sedekah Sampah

Baturetno Blok B No. 12 PSM. Lanud Adisucipto

Kauman, Tamanan PSM. Kauman

2 Bantul Serut, Palbapang PSM. Azola 11


Serut, Palbapang PSM. Ngudi Mandiri

Serut, Palbapang Kampung Hijau

94
Ngringinan, Palbapang PSM. Ngringinan

Badegan, Bantul PSM. Gemah Ripah

Gumuk, Ringinharjo PSM. Ringin Mandiri

PSM. MandingKampung
Gandekan, Trirenggo Hijau
Sumberbatikan, Trirenggo PSM Coklat

Kersen, Bantul PSM. Kersen Permai

Jebugan, dk Srayu, PSM Guna Makmur

Kadibeso, Sabdodadi PSM.Kadibeso

3 Bambanglipuro Sabrang, Sumbermulyo PSM. Milah Rejeki 7


Plumbungan, PSM. Miguno
Sumbermulyo
Gunungan, Sumbermulyo PSM. Kembang
Kenongo
Gersik, Sumbermulyo PSM. Puspa

Plebengan, Sidomulyo PSM. Plebengan

Caben, Sumbermulyo PSM. Putri Tani

Plumbungan, PSM. Muda Harapan


Sumbermulyo
4 Kasihan Sribitan, Bangunjiwo PSM Sri Asih 13
Gatak, Tamantirto PSM. Sehat Ceria

Tundan, Tamantirto PSM. Tundan

Tegalwangi, Tamantirto PSM. Tegalwangi

Ngebel, Tamantirto PSM. Sambel Terasi

Ngestiharjo PSM. Ngudi Asri

Soragan, Ngestiharjo PSM. Soragan Bersih

Sonopakis, Ngestiharjo PSM. Sonopakis

Mrisi, Tirtonirmolo PSM. Mrisi

95
Rukeman, Tamantirto PSM. Suket Teki

Sribitan, Bangunjiwo PSM. Karya Mandiri

No Kecamatan Desa/Dusun/RT Nama Kelompok Jumlah


Tlogo, Tamantirto PSM. Teratai

Donotirto, Bangunjiwo PSM. Sri Rejeki

5 Sedayu Metes, Argorejo PSM. Mekar Abadi 16


Metes, Argorejo PSM. Uwuh Muter

Argorejo PSM.IndraPramitaKarya

Jurug, Argosari PSM. Sampah Berkah

Jurug RT 44 Argosari PSM. S.J.R. Blink

BakalPokoh, Argodadi PSM. Maju Jaya

Padusan RT 59 Argosari PSM. Wasesa

Jaten, Argosari, Sedayu, PSM Jaten Berseri

Surobayan, Argomulyo,
Sedayu PSM SBY Membara
Plawonan, Argomulyo,
Sedayu PSM Kurnia
Pedes, Argomulyo, Sedayu PSM Ertigos

Karanglo, Argomulyo,
Sedayu PSM Berseri
Panggang, Argomulyo,
Sedayu PSM Aneka Guna
Samben,Argomulyo,Sedayu PSM Poenk Sik

Sengon, Argomulyo, PSM Sekar Berseri


Sedayu
Watu, Argomulyo, Sedayu PSM Berkah

6 Piyungan Srimulyo PSM. Srimulyo 10


Onggopatran, Srimulyo PSM. Oreo

Ngijo, Srimulyo PSM. Salim Sari

96
Kembangsari, Srimartani PSM. Kembangsari

Karanganom, Sitimulyo PSM. Ngudi Makmur

Karanganom, Sitimulyo PSM. Bersih Bersama

Rejosari, Srimartani PSM. Punokawan

Nganyang, Sitimulyo PSM. Sedyo Mandiri

Wanujoyo Kidul, PSM. Wanujoyo


Srimartani
Munggur, Srimartani PSM. Fastabiqul Khairot

7 Sewon Kweni, Panggungharjo PSM. Mekar Jaya 8 6


Panggungharjo PSM. Kupas

Saman, Bangunharjo PSM. Resik

Sudimoro, Timbulharjo PSM. Dahlia

Miri, Pendowoharjo PSM. Maju Lancari

Karanggede PSM Subur Makmur

8 Jetis Bulus Wetan, Sumberagung PSM. Sumber Rejeki 10


Nogosari, Sumberagung PSM. Nogosari

No Kecamatan Desa/Dusun/RT Nama Kelompok Jumlah


Barongan, Sumberagung PSM. Barongan Bersih

Puton, Trimulyo PSM. Ontoseno

Sindet, Trimulyo, Jetis PSM. Sindet

Ketandan, Patalan PSM.Ngudi Rahayu

Kategan, Rt 75 Patalan PSM. Ngudi Lestari

Kategan Rt 74, Patalan PSM. Ngudi Mulyo

Sraten, Canden, Jetis PSM. Ngudi Sehat

Pulokadang, Canden, Jetis PSM. Kaseh

9 Dlingo Terong I, Terong PSM. Mandiri 5

97
Pokoh, Dlingo PSM. Asri Setiti

Gayam, Jatimulyo, Dlingo PSM. Lestari Mulyo

Kebokuning, Terong PSM. Giri Asri

Sendangwesi, Terong PSM. Amrih Asri

10 Pandak Tirto, Triharjo PSM. Tirto 5


Wijirejo, Pandak PSM. Al Imdad

Tegallayang, Caturharjo PSM. Lestari Makmur

Krekah, Gilangharjo PSM. Krekah Berkah

Ngabean, Triharjo PSM. Berkah Anggrek

11 Kretek Tluren, Tirtomulyo PSM. Rejo Mulyo 4


Bungkus Parangtritis PSM Masik 1

Depok, Parangtritis PSM Masik 2

Samiran, Parangtritis PSM Masik 3

12 Imogiri Mojolegi, Karangtengah PSM. CaturMakaryo 4


Nogosari, Wukirsari PSM. Subur Sejahtera

Bangunan RT 5 Imogiri PSM. Sampah Barokah

PSM. Telaga Warna

13 Sanden Blantikan, Gadingsari PSM. Kuncup Mekar 3


PSM.Rukun Agawe
Dayu, Gadingsari
Santoso
Bongoskenti, Srigading PSM. Al Furqon

14 Srandakan Mangiran, Trimurti PSM. Rezeki Sampah 4


Ngentak, Poncosari PSM. Pantai Baru

Jlagran, Poncosari PSM. Perwira Green

Krajan, Poncosari PSM. Perwira

15 Pleret Jejeran I, Wonokromo PSM. Nadhofa 25


JejeranIIRT.1,Wonokromo Pengelola Sampah
Mandiri

98
Brajan Rt. 1 Wonokromo Pengelola Sampah
Mandiri
Brajan Rt. 1 Wonokromo PSM. D'Resik

Brajan Rt. 1 Wonokromo Pengelola Sampah


Mandiri
Wonokromo I, Rt 1, Pleret Pengelola Sampah
Mandiri

No Kecamatan Desa/Dusun/RT Nama Kelompok Jumlah


Wonokromo I, Rt 3, Pleret Pengelola Sampah
Mandiri
Wonokromo I, Rt 4, Pleret Pengelola Sampah
Mandiri
Jati Rt.01, 02 Wonokromo Pengelola Sampah
Mandiri
Ketonggo Rt 3, Pengelola Sampah
Wonokromo Mandiri
Karet, Pleret PSM. Margo Sampah
Jaya
Kerto RT 5 - 9, Pleret PSM. Giat Barokah

Gerjen RT. 6 Pleret Pengelola Sampah


Mandiri
Kanggotan RT 6 Pleret Pengelola Sampah
Mandiri
Kanggotan RT 6 Pleret Pengelola Sampah
Mandiri
Kanggotan RT 6 Pleret Pengelola Sampah
Mandiri
Karanggayam, Segoroyoso Pengelola Sampah
Mandiri
Bawuran, Pleret PSM. Berkah Manfaat

Bawuran II, Pleret PSM. Sehat Makmur

Jambon, Bawuran, Pleret Pengelola Sampah


Mandiri
Kedungpring, Bawuran Pengelola Sampah
Mandiri

99
Ploso, Wonolelo PSM. Gemilang

Mojosari, Wonolelo Pengelola Sampah


Mandiri
Bojong Rt 1,2,3 Wonolelo Pengelola Sampah
Mandiri
Guyangan Rt. 4 Wonolelo Pengelola Sampah
Mandiri
16 Pundong Bobok Rt 3 Nambangan PSM. Ngudi Resik 3
Pentung Seloharjo PSM. Shodaqoh Pentung

Nambangan, Seloharjo PSM. Berkah Sampah

17 Pajangan Santan, Guwosari PSM. Dewi Kamsa 4


Benyo, Sendangsari PSM. Mudo Raharjo

Mangir Lor, Sendangsari PSM. Setyo Tuhu

Dukuh, guwosari PSM. Dukuh Berseri

Jumlah 135

100
155

Anda mungkin juga menyukai