PENDAHULUAN
1
dicegah. Menurut penelitian, dapur dan ruang makan merupakan daerah yang
seringkali menjadi lokasi terjadinya luka bakar.3
Prinsip penanganan luka bakar adalah kewaspadaan yang tinggi
akan terjadinya gangguan jalan napas pada trauma inhalasi, serta
mempertahankan hemodinamik dalam batas normal melalui resusitasi
cairan. Kontrol suhu tubuh dan menyingkirkan penderita dari lingkungan
yang berbahaya juga merupakan prinsip utama pengelolaan trauma termal.
Sehingga pemahaman yang baik tentang penanganan pada asien luka bakar
diperlukn agar pasien mendapatkan terapi yang optimal.1
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3
keratinosit dan bertanggung jawab atas regenerasi sel-sel epidermis secara
berkesinambungan. Keratinosit terdiri atas filamen tonofibril yang
membentuk protein keratin yang keras pada lapisan superfisial epidermis
berfungsi untuk melindungi lapisan di bawahnya dari kerusakan. Epidermis
manusia diperbarui setiap 15-30 hari tergantung pada usia, bagian tubuh, dan
faktor lainnya. 4
Stratum spinosum merupakan lapisan epidermis yang paling tebal
terdiri atas 8-10 lapisan sel epitel kuboid atau agak gepeng dengan nukleolus
dan sitoplasma yang aktif mensintesis filamen keratin. Pada stratum
spinosum, sel-sel yang terletak tepat di atas lapisan basal memiliki organela
yang sama dengan sel epitel pada stratum basal sehingga sel pada lapisan ini
juga memiliki aktivitas mitosis, membelah diri untuk menghasilkan sel-sel
epidermis. Sel-sel epitel gepeng pada lapisan ini memproduksi lebih banyak
keratin dibandingkan pada stratum basal. Keratin akan bergabung membentuk
berkas tonofibril dan melalui taut desmosom akan berhubungan dengan
tonofibril pada sel lainnya. Ketebalan stratum spinosum pada setiap area
tubuh berbeda sesuai dengan fungsi nya masing-masing, telapak kaki yang
rentan terhadap gesekan dan tekanan memiliki stratum spinosum yang lebih
tebal dengan jumlah tonofibril dan desmosom yang lebih banyak. 4
Stratum granulosum terdiri atas 3-5 lapis sel poligonal yang mengalami
diferensiasi terminal. Sel pada lapisan ini memiliki sitoplasma yang berisikan
masa basofilik yang disebut granul keratohialin. Pada lapisan ini sel diliputi
oleh lipid yang menjadi komponen penting bagi kulit sebagai sawar epidermis
terhadap kehilangan air dari kulit. Stratum lusidum hanya terdapat pada kulit
yang tebal terdiri atas lapisan tipis translusen sel eosinofilik yang sangat
pipih. Pada lapisan ini sel tidak lagi memiliki inti dan sitoplasma hampir
sepenuhnya berisi filamen keratin padat. Lapisan terakhir dari epidermis
adalah stratum korneum yang terdiri atas 15-20 epitel gepeng tanpa inti
dengan sitoplasma yang dipenuhi oleh keratin filamentosa. 4
Stratum lusidum merupakan lapisan kedua terluar dari epidermis.
Lapisan ini hanya ditemui pada kulit yang tebal. Sel pada lapisan ini tidak
memiliki inti sel dengan sitoplasma yang telah dipenuhi oleh filamen keratin.
4
Lapisan terluar adalah stratum korneum yang terdiri atas 15-20 lapis sel
gepeng berkeratin tanpa inti dengan sitoplasma yang dipenuhi oleh keratin.
Pada sel ini terdapat tonofilamen yang mengalami perubahan komposisi
setiap epidermis mengalami diferensiasi. Apabila sel mengalami keratisasi,
sel akan kehilangan tonofibril menyisakan protein amorf dan fibrilar yang
menyebabkan penebalan membran plasma dan membentuk sel bertanduk. 4
2. Dermis
5
secara longgar pada organ-organ yang berada di bawahnya, yang
memungkinkan pergeseran kulit di atasnya. Lapisan subkutan mengandung
banyak lemak yang jumlahnya bervariasi pada setiap area tubuh. 4
6
Sekitar 2/3 pasien luka bakar adalah anak-anak berusia di bawah 4 tahun
yang sebagian besar adalah akibat luka lepuh. Di Amerika, anak berusia 6
bulan hingga 2 tahun banyak mengalami tersiram air panas misalnya
tumpahan kopi atau makanan panas lainnya dan 10–30% akibat kekerasan.3
Di Indonesia, data angka kematian kasus luka bakar dari RSPAD Gatot
Soebroto Jakarta mulai Januari 1998 sampai dengan Desember 2003
berdasarkan distribusi usia mengambarkan bahwa kasus anak dengan usia < 5
tahun menempati tempat pertama dalam jumlah kasus luka bakar yang terjadi
dengan angka 24 kasus dan diikuti kasus pada usia produktif yaitu usia 21-50
tahun dengan angka 14 kasus.3
7
terutama pada pembuluh darah, khususnya tunika intima, sehingga
menyebabkan gangguan sirkulasi ke distal. Seringkali kerusakan
berada jauh dari lokasi kontak, baik kontak dengan sumber arus
maupun ground.
d. Luka bakar radiasi (radiation injury)
Luka bakar radiasi disebabkan karena terpapar dengan sumber
radioaktif. Tipe injury ini sering disebabkan oleh penggunaan
bahan radioaktif untuk keperluan terapeutik dalam dunia
kedokteran dan dalam bidang industri. Terpapar sinar matahari
yang terlalu lama juga dapat menyebabkan luka bakar radiasi.
8
Dalam perhitungan agar lebih mempermudah dapat dipakai luas
telapak tangan penderita adalah 1 % dari luas permukaan tubuhnya.
Pada anak –anak dipakai modifikasi Rule of Nine menurut Lund and
Brower, yaitu ditekankan pada umur 15 tahun, 5 tahun dan 1 tahun.
9
10
Gambar 2.3. Grafik Lund dan Browder. Grafik ini memberi petunjuk
penilaian yang lebih tepat dari perkiraan luka bakar dari LPTT untuk setiap
tubuh berdasarkan usia individu.
3. Berdasarkan Kedalaman3,6
11
luka bakar mengering sehingga terbentuklah krusta tipis berwarna
kuning kecoklatan seperti kertas perkamen. Beberapa minggu
kemudian, krusta itu akan mengelupas karena timbul regenerasi
epitel yang baru tetapi lebih tipis dari organ epitel kulit yang tidak
terbakar didalamnya. Oleh karena itu biasanya dapat terdapat
penyembuhan spontan pada luka bakar superfisial atau partial
thickness burn.
Gambar 2.5. Bulla pada telapak tangan, luka ini digolongkan ke dalam luka
bakar derajat dua
Dibedakan menjadi 2 :
Derajat II a (superficial partial thickness injuries)
Kerusakan terbatas pada papilar dermis yang ditandai dengan
adanya eritema dan bula dengan permukaan yang lembab
disertai rasa nyeri pada luka.
Apendises kulit seperti folikel rambut, kelenjer keringat,
kelenjer sebasea masih utuh
Penyembuhan terjasi dalam waktu 10-14 hari.
Derajat II b (deep partial thickness injuries).
Kerusakan mengenai hampir saluruh bagian dermis atau
mencapai lapisan rentikular dermis dengan eritema dan bula
yang kurang lembab
dibandingkan dengan luka bakar derajat IIa
12
Apendises kulit sperti folikel rambut, kelenjer keringat,
kelenjer sebasea sebagian masih utuh.
Penyembuhan terjadi lebih lama, tergantung apendises kulit
yang tersisa. Biasanya terjadi dalam waktu lebih dari satu
bulan.
Gambar 2.6. luka bakar derajat dua dalam, luka berwarna merah muda, lunak
pada penekanan, dan tampak basah, sensasi nyeri sulit ditentukan
pada anak.
13
Gambar 2.7. luka bakar derajat tiga pada anak, luka kering tidak kemerahan dan
berwarna putih
d. Luka Bakar Derajat IV (Burn extesion to deep tissue)
Merupakan luka bakar yang meliputi seluruh lapisan kulit termasuk
lapisan subkutan hingga ke otot maupun tulang. Tampilan luka terlihat
kaku, kering, terbakar, dan dijumpai adanya trombus.
14
Gambar 2.9. Klasifikasi luka bakar berdasarkan kedalaman luka
15
Luka bakar seluruh lapisan (full Cairan atau Putih Terasa Tidak dapat Risiko
thickness burn) uap panas, berminyak hanya sembuh (jika sangat
api, sampai abu- dengan luka bakar tinggi
minyak, abu dan penekanan mengenai >2% untuk
bahan kehitaman; yang kuat dari TBSA) terjadi
kimia, kering dan kontraktur
listrik tidak elastis;
tegangan tidak
tinggi memucat
dengan
penekanan
16
b. Luka bakar dengan luas 10 – 20 % pada anak usia < 10 tahun
atau dewasa > 40 tahun, dengan luka bakar derajat III kurang
dari 10 %
c. Luka bakar dengan derajat III < 10 % pada anak maupun dewasa
yang tidak mengenai muka, tangan, kaki, dan perineum
b. Luka bakar dengan luas < 10 % pada anak dan usia lanjut
Akibat pertama luka bakar adalah syok karena kaget dan kesakitan.
Pembuluh kapiler yang terpajan suhu tinggi, rusak dan permeabilitasnya
meningkat. Sel darah yang ada didalamnya ikut rusak sehingga dapat terjadi
anemia. Meningkatnya permeabilitas menyebabkan edema dan menimbulkan bula
yang mengandung banyak elektrolit. Hal itu menyebabkan berkurangnya volume
17
cairan intra vaskuler. Kerusakan kulit akibat luka bakar menyebabkan kehilangan
cairan akibat penguapan yang berlebihan, masuknya cairan ke bula yang terbentuk
pada luka bakar derajat dua, dan pengeluaran cairan dari keropeng luka bakar
derajat tiga.6
Bila luas luka bakar <25%, biasanya mekanisme kompensasi tubuh, masih
bisa mengatasinya, tetapi bila lebih dari 20%, akan terjadi syok hipovolemik
dengan gejala yang khas, seperti gelisah, pucat, dingin, berkeringat, nadi kecil dan
cepat, tekanan darah menurun, dan produksi urin yang berkurang. Pembengkakan
terjadi pelan-pelan, maksimal terjadi setelah 8 jam. 6
Pada kebakaran dalam ruang tertutup atau bila luka terjadi di wajah, dapat
terjadi kerusakan mukosa jalan nafas karena gas, asap, atau uap panas yang
terhisap. Edema laring yang ditimbulkannya dapat menyebabkan hambatan jalan
nafas dengan gejala sesak nafas, takipnea, stridor, suara serak, dan dahak
berwarna gelap akibat jelaga. 6
Dapat juga terjadi keracunan gas CO atau gas beracun lainnya. Karbon
monoksida akan mengikat hemoglobin dengan kuat, sehingga hemoglobin tidak
mampu lagi mengikat oksigen. Tanda keracunan ringan adalah lemas, bingung,
pusing, mual dan muntah. Pada keracunan yang berat terjadi koma. Bila dari 60%
hemoglobin terikat CO, penderita dapat meninggal. 6
Luka bakar sering tidak steril. Kontaminasi pada kulit mati, yang
merupakan medium yang baik untuk pertumbuhan kuman, akan mempermudah
infeksi. Infeksi ini sulit untuk diatasi karena daerahnya tidak tercapai oleh
pembuluh kapiler yang mengalami trombosis. Padahal pembuluh ini membawa
sistem pertahanan tubuh atau antibiotik. Kuman penyebab infeksi pada luka bakar
selain berasal dari kulit penderita sendiri, juga dari kontaminasi kuman saluran
atas dan kontaminasi kuman di lingkungan rumah sakit. Infeksi nosokomial ini
biasanya sangat berbahaya karena kumannya banyak yang sudah resisten terhadap
18
berbagai macam antibiotik. Perubahan luka bakar derajat 2 menjadi derajat 3
akibat infeksi, dapat dicegah dengan mencegah infeksi.
Pada awalnya, infeksi biasanya disebabkan oleh kokus Gram positif yang
berasal dari kulit sendiri atau dari saluran nafas, tetapi kemudian dapat terjadi
invasi kuman Gream negatif. Peudomonas aeruginosa yang dapat menghasilkan
eksotoksin protease dan toksin lain yang berbahaya, terkenal sangat agresif dalam
invasinya pada luka bakar. Infeksi Pseudomonas dapat dilihat dari warna hijau
pada kasa penutup luka bakar. Kuman memproduksi enzim penghancur keropeng
yang bersama dengan eksudasi oleh jaringan granulasi membentuk nanah.
Infeksi ringan dan non invasif (tidak dalam) ditandai dengan keropeng yang
mudah terlepas dengan nanah yang banyak. Infeksi yang invasif ditandai dengan
perubahan jaringan di tepi keropeng yang kering dengan perubahan jaringan di
tepi keropeng yang mula-mula sehat menjadi nekrotik; akibatnya, luka bakar yang
mula-mula derajat 2 menjadi derajat 3. Infeksi kuman menimbulkan vaskulitis
pada pembuluh kapiler di jaringan yang terbakar dan menimbulkan trombosis
sehingga jaringan yang diperdarahinya mati.
Bila luka bakar di biopsi dan eksudatnya dibiak, biasanya ditemukan kuman
dan terlihat invasi kuman tersebut ke jaringan sekelilingnya. Luka bakar demikian
disebut luka bakar septik. Bila penyebabnya kuman Gram positif, seperti
Staphylococcus atau basil Gram negatif lainnya, dapat terjadi penyebaran kuman
lewat darah (bakteremia) yang dapat menimbulkan fokus infeksi di usus. Syok
septik dan kematian dapat terjadi karena toksin kuman yang menyumbat di darah.
Bila penderita dapat mengatasi infeksi, luka bakar derajat 2 dapat sembuh
dengan meninggalkan cacat berupa parut. Penyembuhan ini dimulai dari sisa
elemen epitel yang masih vital, misalnya sel kelenjar sebasea, sel basal, sel
kelenjar keringat, atau sel pangkal rambut. Luka bakar derajat 2 yang dalam
mungkin menimbulkan parut hipertrofik yang nyeri, gatal, kaku, dan secara
estetik sangat jelek.
19
Pada luka bakar dapat ditemukan ileus paralitik. Pada fase akut, peristaltik
usus menurun atau berhenti karena syok, sedangkan pada fase mobilisasi,
peristalsis dapat menurun karena kekurangan ion kalium.
Stress atau beban faali yang terjadi pada penderita luka bakar berat dapat
menyebabkan terjadinya tukak di mukosa lambung atau duodenum dengan gejala
yang sama dengan gejala tukak peptik. Kelainan ini dikenal sebagai tukak
Curling. Yang di khawatirkan pada tukak Curling ini adalah penyulit perdarahan
yang tampil sebagai hematemesis dan/atau melena.
Sejarah harus mencakup informasi tentang sumber luka bakar, suhu, dan
lama kontak, serta apakah ada inhalasi asap pembakaran yang berbahaya. Penting
juga diketahui lamanya dan lokasi pajanan kulit dengan sumber. Konsumsi obat-
obatan atau alkohol terakhir juga perlu ditanyakan. Mekanisme cedera yang
berhubungan juga perlu ditanyakan, misalnya ledakan, jatuh, kecelakaan lalu
lintas, dan sebagainya. Anamnesis menyeluruh mengenai luka bakar dapat
memberikan informasi penting yang akan mempengaruhi manajemen penganan
pasien. Rincian yang terkait dengan lokasi cedera (di dalam atau di luar ruangan),
jenis cairan yang terlibat sebagai penyebab, durasi ekstraksi dari api, serta rincian
masalah lain pasien medis, merupakan elemen penting dari sebuah anamnesis
yang memadai.6
20
Kerusakan dapat menyertakan jaringan di bawah kulit.
21
1. Zona koagulasi, zona nekrosis
Merupakan daerah yang langsung mengalami kerusakan (koagulasi
protein) akibat pengaruh cedera termis, hampir dapat dipastikan jaringan
ini mengalami nekrosis beberapa saat setelah kontak.Oleh karena itulah
disebut juga sebagai zona nekrosis.
2. Zona statis
Merupakan daerah yang langsung berada di luar/di sekitar zona
koagulasi.Di daerah ini terjadi kerusakan endotel pembuluh darah disertai
kerusakan trombosit dan leukosit, sehingga terjadi gangguam perfusi (no
flow phenomena), diikuti perubahan permeabilitas kapilar dan respon
inflamasi lokal. Proses ini berlangsung selama 12-24 jam pasca cedera dan
mungkin berakhir dengan nekrosis jaringan.
3. Zona hiperemi
Merupakan daerah di luar zona statis, ikut mengalami reaksi berupa
vasodilatasi tanpa banyak melibatkan reaksi selular.Tergantung keadaan
umum dan terapi yang diberikan, zona ketiga dapat mengalami
penyembuhan spontan, atau berubah menjadi zona kedua bahkan zona
pertama.
monoksida (CO)
dulu syoknya dengan infus RL diguyur sampai nadi teraba atau tekanan
22
Disability
o Periksa kesadaran.
o Periksa ukuran pupil.
Environment
o Jaga pasien dalam keadaan hangat.
Survei Sekunder
(penurunan suhu di bawah normal, terutama pada anak dan orang tua).
Cara ini efektif samapai dengan 3 jam setelah kejadian luka bakar –
Kompres dengan air dingin (air sering diganti agar efektif tetap
23
untuk luka yang terlokalisasi – Jangan pergunakan es karena es
luka bakar karena zat kimia dan luka bakar di daerah mata, siram
dengan air mengalir yang banyak selama 15 menit atau lebih. Bila
perempuan hamil, bayi baru lahir, ibu menyususi dengan bayi kurang
dari 2 bulan
dengan derajat luka bakar. Luka bakar superfisial tidak perlu ditutup
yang terjadi akibat hilangnya lapisan kulit akibat luka bakar. Jangan
24
1. Mempertahankan Jalan Napas
Trauma jalan napas merupakan penyebab kematian terbanyak pada
pasien luka bakar. Cedera jalan napas akibat luka bakar dapat menyebabkan
obstruksi, hipoksia bahkan kematian. Telah dilaporkan bahwa trauma
inhalasi akan meningkatkan mortalitas pasien luka bakar sebanyak 20%
yang berpotensi menyebabkan pneumonia. Patogenesis terjadinya trauma
inhalasi adalah akibat cedera panas yang berlangsung 12 jam setelah
terjadinya luka bakar yang menyebabkan obstruksi jalan napas bagian
atas.1,11 Berikut adalah indikasi intubasi pada pasien luka bakar :
Luka bakar di wajah
Deposit karbon dan perubahan struktur akibat inflamasi di faring dan rongga
hidung
Terdapat tumpukan karbon pada dahak
Stridor dan suara parau
Retraksi dan sesak napas
Penurunan kesadaran
Penyakit paru restriktif sekunder akibat luka bakar derajat berat
Pada pasien luka bakar pemberian O2 dan pembersihan jalan napas
merupakan komponen penting dalam tatalaksana jalan napas. Komponen
lain yang tidak kalah pentingnya antara lain adalah hisap lendir berkala dan
fisioterapi dada. Isap lendir berkala sebaiknya dilakukan setelah
memposisikan pasien 45o. Sebelumnya pasien dilakukan preoksigenasi
dengan O2 100%. Apabila belum dilakukan preoksigenasi, sebaiknya
dilakukan isap lendir berkala selama kurang lebih 15 detik. Namun yang
harus diwaspadai adalah stimulasi nervus vagus, terdapatnya iritasi mukosa
nasotrakea, trauma, dan bradikardi.
2. Resusitasi Cairan
Resusitasi cairan merupakan tatalaksana utama pada saat fase awal
penanganan luka bakar terutama pada 24 jam pertama. Pemberian cairan
yang adekuat akan mencegah syok yang disebabkan karena kehilangan
cairan berlebihan pada luka bakar.
25
Luka bakar dapat menyebabkan berbagai perubahan parameter anatomis,
imunologis bahkan fisiologis tubuh. Luka bakar dapat menyebabkan
hilangnya cairan intravaskular melalui luka atau jaringan yang tidak
mengalami cedera. Hilangnya cairan umumnya terjadi dalam 24 jam
pertama setelah cedera. Teknik resusitasi cairan pada luka bakar terus
mengalami perkembangan.
Resusitasi cairan diindikasikan bila luas luka bakar > 10% pada
anak-anak atau > 15% pada dewasa. Tujuan resusitasi cairan pada syok luka
bakar adalah:
Preservasi reperfusi yang adekuat dan seimbang diseluruh pembuluh
vaskuler regional sehingga tidak terjadi iskemia jaringan
Minimalisasi dan eliminasi pemberian cairan bebas yang tidak diperlukan.
Optimalisasi status volume dan komposisi intravaskuler untuk menjamin
survival seluruh sel
Minimalisasi respon inflamasi dan hipermetabolik dan mengupayakan
stabilisasi pasien secepat mungkin kembali ke kondisi fisiologis.
Resusitasi cairan (diperlukan untuk luka bakar permukaan tubuh > 10%).
Gunakan larutan Ringer laktat dengan glukosa 5%, larutan garam normal
dengan glukosa 5%, atau setengah garam normal dengan glukosa 5%.
Cara Evans
1. Luas luka bakar (%) x BB (kg) menjadi mL NaCl per 24 jam
2. Luas luka bakar (%) x BB (kg) menjadi mL plasma per 24 jam
3. 2.000 cc glukosa 5% per 24 jam
Separuh dari jumlah 1+2+3 diberikan dalam 8 jam pertama. Sisanya
diberikan dalam 16 jam berikutnya. Pada hari kedua diberikan setengah
jumlah cairan hari pertama. Pada hari ketiga diberikan setengah jumlah
cairan hari kedua.
Cara Baxter
Luas luka bakar (%) x BB (kg) x 4 mL
26
≤10 Kg : 100 mL/kg
11-20 Kg: 1000 mL + (Berat badan – 10 Kg) x 50 mL
>20 Kg : 1500 mL + (Berat badan – 20 Kg) x 20 mL
Separuh dari jumlah cairan diberikan dalam 8 jam pertama. Sisanya diberikan
dalam 16 jam berikutnya. Pada hari kedua diberikan setengah jumlah cairan
hari pertama. Pada hari ketiga diberikan setengah jumlah cairan hari kedua.
27
2. Cairan hipertonik
Pentingnya ion Na di patofisiologi syok luka bakar telah ditekankan
oleh beberapa studi sebelumnya. Na masuk ke dalam sel shingga terjadi
edema sel dan hipo-osmolar intravascular volume cairan. Pemasangan infus
cairan hipertonik yang segera telah dibuktikan meningkatkan osmolaritas
plasma dan membatasi edema sel. Penggunaan cairan dengan konsentrasi
250 mEq/L, Moyer at al. mampu mendapatkan resusitasi fisologis yang
efektif dengan total volume yang rendah dibandingkan cairan isotonic pada
24 jam pertama. Namun Huang et al. menemukan bahwa setelah 48 jam
pasien yang diterapi dengan cairan hipertonik atau RL memberikan hasil
yang sama. Mereka juga mendemonstrasikan bahwa resusitasi cairan
hipertonik berhubungan dengan peningkatan insidens gagal ginjal dan
kematian. Saat ini, resusitasi dengan cairan hipertonik menjadi pilihan
menarik secara fungsi fisiologis sesuai teorinya, tetapi memerlukan
pemantauan ketat dan resiko hipernatremi dan aggal ginjal menjadi
perhatian utama.
3. Koloid
Kebocoran dan akumulasi protein plasma di luar komparemen
vaskular memberikan kontribusi pada pembentukan edema. Kebocoran
kapiler bisa bertahan hingga 24 jam setelah trauma bakar. Peneliti lain
menemukan ekstravasasi ekstravasasi albumin berhenti 8 jam setelah trauma
bakar. Koloid sebagai cairan hiperosmotik, digunakan untuk meningkatkan
osmolalitas intravascular dan menghentikan ekstravasasi kristaloid.
3. Dukungan Nutrisi
Pada keadaan luka bakar terlebih pada luka bakar derajat luas, terjadi
hipermetabolisme akibat respons stres berlebihan. Hal ini akan
mengakibatkan pasien akan mengalami keadaan malnutrisi, dan lambatnya
proses penyembuhan. Keadaan hipermetabolisme dapat bertahan sekitar 12
bulan setelah cedera. Keadaan ini berhubungan dengan luasnya luka bakar,
dan berkaitan dengan stres yang terjadi. Pada anak kebutuhan kalori
mencakup 60%-70% karbohidrat, 15%-20% lemak, sedangkan protein harus
terpenuhi 2,5-4gram/kgbb/hari. Apabila diberikan asupan berlebih dapat
28
menyebabkan peningkatan produksi CO2 yang dapat memperberat fungsi
paru dan dapat meperlambat proses penyapihan ventilator. Di samping itu
pemberian karbohidrat berlebihan akan menyebabkan disfungsi hepar,
hiperglikemia sehingga dapat memicu dehidrasi akibat meningkatnya
diuresis. Pemantauan proses metabolisme dilakukan melalui pemantauan
kadar gula darah, albumin, elektrolit, fungsi hati dan ginjal.4,10
29
nyeri agar anak menjadi nyaman. Derajat luka bakar akan menentukan nyeri
yang ditimbulkannya. Pada luka bakar superfisial, persyarafaan masih utuh
sehingga pergerakan maupun sentuhan akan sangat memicu rasa nyeri.
Sedangkan luka bakar luas dan dalam (deep partial thickness) beberapa
persarafan bahkan hampir seluruh saraf mengalami kerusakan, akibatnya
pasien tidak begitu merasakan rangsangan nyeri. Namun hal yang harus
diperhatikan adalah apabila sekeliling luka mengalami kemerahan yang
dapat menimbulkan nyeri. Luka bakar jenis full thickness, seluruh
persarafan telah mengalami kerusakan, oleh sebab itu respons terhadap rasa
nyeri sama sekali tidak ada, namun daerah sekeliling luka masih berespons
terhadap rangsang nyeri.13
Seringkali anak yang mengalami luka bakar, rangsangan sekecil apapun
mampu menstimulasi pusat nyeri sehingga akan menimbulkan nyeri kronik
dan nyeri neuropatik. Nyeri neuropatik terjadi sekunder akibat kerusakan
saraf. Hal ini dapat menyebabkan kurangnya respons terhadap analgetika
sehingga dibutuhkan obat-obatan sedatif.13 Analgetika yang diberikan pada
anak yang mengalami nyeri akibat luka bakar adalah parasetamol dan anti
inflamasi non steroid (AINS). Namun bila dengan pengobatan oral masih
tidak berespons, dapat diberikan obat analgetika intravena.
Penanganan nyeri pada anak mencakup terapi farmakologik dan non
farmakologik. Terapi farmakologik dilakukan dengan pemberian analgetika
spesifik yaitu pemberian parasetamol asetaminofen obat Parasetamol adalah
derivat paraaminofenol yang dapat bekerja secara sentral dan perifer untuk
mengatasi rasa nyeri.2 Morfin memiliki efek sekitar 10 –20 menit setelah
diberikan melalui jalur intravena dengan dosis 0,1mg/Kg. Dosis morfin
yang diberikan pada anak >5 tahun yaitu 20 mikrogram/Kg diberikan secara
bolus dilanjutkan dengan titrasi 4-8 mikrogram/kg/ jam. Pada saat diberikan
morfin, harus dilakukan pemantauan pernapasan dan saturasi O2.2
Oxycodone merupakan opioid semisintetis yang memiliki bioavailabilitas
lebih baik dibandingkan morfin. Oxycodone dapat diberikan dengan dosis
0,2mg/Kg secara per oral maupun intravena.2
30
Agonis a2 Adrenergic umumnya diberikan pada anak yang tidak
berespons terhadap pemberian analgetika. Dalam hal ini dapat digunakan
klonidin yang diberikan dengan cara menghambat jalur korda spinalis.
Dosis yang diberikan 1–3 mikrogram/Kg diberikan 3 kali sehari secara oral
atau intravena.
6. Perawatan Luka
Perawatan luka merupakan salah satu tatalaksana yang perlu diperhatikan
dalam penanganan luka bakar. Karena tidak jarang luka yang tidak
dibersihkan dengan baik dapat memicu infeksi sekunder. Cleansing dan
debridement merupakan tindakan rutin yang harus dilakukan. Bilas luka
dapat menggunakan sabun dan air bersih atau clorhexidin atau NaCl 0,9%.
Setelah dibersihkan, diberikan antibiotika topikal yang kemudian menutup
luka dengan kasa steril untuk mengurangi risiko infeksi sekunder. Antibiotik
topikal dapat diberikan sehari 2 kali sambil dilakukan ganti balutan.2
Tujuan utama perawatan luka adalah mencegah infeksi dan melindungi
luka terhadap terjadinya infeksi sekunder. Bula yang terbentuk apabila
berukuran <2cm dapat dibiarkan tetap utuh, sedangkan bula yang besar
harus dipecahkan kemudian dilakukan debridement. Pasien luka bakar yang
dirawat umumnya dilakukan skin graft dalam 1–5 hari setelah trauma.
Tindakan ini terbukti dapat mengurangi risiko sepsis.2,16,17
31
Debridemen dilakukan sedini mungkin untuk membuang jaringan mati dengan
jalan eksisi tangensial. Tindakan ini dilakukan segera mungkin etelah keadaan
penderita menjadi stabil karena tindakan ini dapat menyebabkan perdarahan.
Biasanya eksisi dini ini dilakukan di hari ke 3 sampai hari ke 7 dan pasti boleh
dilakukan pada hari ke 10. Eksisi tangensial sebaiknya tidak dilakukan pada
luka bakar lebih dari 10% karena dapat menyebabkan perdarahan yang cukup
banyak.
Tindakan ini disertai anestesi baik lokal maupun general dan pemberian
cairan melalui infus. Tindakan ini digunakan untuk mengatasi kasus luka
bakar derajat II dalam dan derajat III. Tindakan ini diikuti tindakan hemostasis
dan juga “skin grafting” (dianjurkan “split thickness skin grafting”). Tindakan
ini juga tidak akan mengurangi mortalitas pada pasien luka bakar yang luas.
Eksisi dini diutamakan dilakukan pada daerah luka sekitar batang tubuh
posterior. Eksisi dini terdiri dari eksisi tangensial dan eksisi fasial.
3. Skin grafting
Luka bakar yang telah dibersihkan atau luka granulasi dapat ditutup
dengan Skin grafting yang umumnya diambil dari kulit penderita sendri.
Sebaiknya penderita dengan luka bakar derajat dua dalam dan derajat tiga
dilakukan Skin grafting untuk mencegah terjadinya keloid dan jaringan parut.
Skin grafting dapat dilakukan sebelum hari ke sepuluh yaitu timbulnya
jaringan granulasi. Tujuan dari metode ini adalah:
a. Menghentikan evaporate heat loss
b. Mengupayakan agar proses penyembuhan terjadi sesuai dengan waktu
c. Melindungi jaringan yang terbuka
2.2.7. Permasalahan pasca luka bakar
Setelah sembuh dari luka, masalah berikutnya adalah akibat jaringan parut
yang dapat berkembang menjadi cacat berat. Kontraktur kulit dapat
menganggu fungsi dan menyebabkan kekakuan sendi atau menimbulkan cacat
estetis yang jelek sekali, terutama bila parut tersebut berupa keloid. Kekakuan
sendi memerklukan program fisioterapi intensif dan kontraktur memerlukan
tindakan oemebedahan.
32
Pada cacat estetik yang berat mungkin dapat diperlukan psikiater untuk
mengembalikan rasa percaya diri penderita dan diperlukan pertolongan ahli
bedah rekonstruksi terutama bila cacat mengenai wajah atau tangan.
Bila lluka bakar merusak jalan napas akibat inhalasi, dapat terjadi
atelektasis, pneumonia, atau insufisiensi fungsi paru pasca trauma.
Komplikasi dalam penyembuhan luka timbul dalam manifestasi yang
berbeda-beda. Komplikasi yang luas timbul dan pembersihan luka yang tidak
adekuat, keterlambatan pembentukan janngan granulasi, tidak adanya
reepitelisasi dan juga akibat komplikasi post operatif dan adanya infeksi.
BAB III
LAPORAN KASUS
A. Identifikasi
Nama : Firman Bin Madirun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Tanggal Lahir : 22 Oktober 2010
Pekerjaan : Pelajar
Alamat : jl. KHA Wahid Hasyim, Lr Terusan I Rt 61/RW 009, 3-4
ULU, Seberang ULU I, Palembang, Sumatera Selatan
Agama : Islam
MRS : 18 Agustus 2019
No. RM : 57.89.83
Pembiayaan : BPJS
33
sedang bermain dengan temannya di belakang rumah tetangga pasien di dekat
tempat pembuangan sampah. Pasien dan teman-temannya bermain api dengan
membakar sampah-sampah tersebut. Kemudian pasien menyiramkan bensin
ke arah api dan api menyambar ke tubuh pasien. Pasien mengalami luka bakar
di bagian dada, perut, leher, tangan dan kaki. Pasien mengeluhkan nyeri,
sesak napas (-). Pasien datang dalam keadaan sadar penuh.
34
Nyeri berdasarkan SOCRATES
1. Site (Lokasi) : Nyeri pada perut, dada, tangan dan kaki
2. Onset (Mulai timbul) : Satu jam SMRS
3. Character (Sifat) : Nyeri terasa perih
4. Radiation (Penjalaran) : Nyeri tidak menjalar (terlokalisir)
5. Association (Hubungan) : Mual (-), muntah (-)
6. Timing (Saat terjadinya) : Nyeri saat digerakkan maupun tidak
7. Exacerbating and relieving factor: nyeri dirasakan berkurang saat tutup
dengan kassa yang dibasahi NaCl 0,9%
8. Severity (Tingkat keparahan) : Nyeri semakin lama semakin hebat
C. Pemeriksaan Fisik
Primary Survey
A : Airway clear paten, bicara (+) tidak parau, gargling (-), snoring (-).
B : RR : 25 x / menit, suara napas kanan dan kiri vesikuler, nafas adekuat
C : N : 119 x / menit.
D :GCS E4 M6 V5 : 15, Pupil isokor diameter 3 mm, refleks cahaya (+/+).
E:
Tampak luka bakar pada leher, dada, perut, lengan atas dan bawah kiri dan
lengan bawah kiri, dan paha kanan, bullae (+)
Alis dan rambut bagian depan terbakar
Suhu 36,9ᴼ C
Secondary Survey
Status Generalis
Keadaan Umum : tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis (GCS: E4, V5, M6)
BB : 15 Kg
Tanda Vital
Pernafasan : 25x/menit
Nadi : 114 x/menit, isi dan tegangan cukup
Suhu : 36,9ºC
Tekanan Darah : - mmHg
35
Keadaan Spesifik
Kepala : normocephali, deformitas (-), rambut
terbakar (+)
Mata : alis terbakar, konjungtiva anemis (-/-),
sklera ikterik (-/-)
Telinga dan hidung : bulu hidung terbakar (-)
refleks cahaya (+/+), pupil isokor kanan kiri
Leher : pembesaran KGB (-/-), massa (-)
Axilla : pembesaran KGB (-/-)
Thorax : simetris, retraksi (-), sela iga dalam batas
normal
-Jantung : BJ I/II normal, murmur (-), gallop (-),
- Paru : suara nafas vesikuler (+), ronkhi (-),
wheezing (-)
Abdomen : Datar, lemas, nyeri tekan (+)
Genitalia Eksterna : OUE darah (-), skrotum tidak tampak
hematom dan edema
Ekstremitas : akral hangat, deformitas (-), CRT <2,
Status Lokalis
Kepala dan leher :1%
Trunkus anterior : 13 %
Genitalia :0%+
36
Total : 18 %
37
38
D. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Darah Rutin
Hb : 11,4 g/dl (N : 12-16 g/dl)
Eritrosit : 4,25 x 10*6/uL (N : 4 – 4,5 x 10*6/ uL)
Leukosit : 13.300 mm³ (N : 5000-10000/mm³)
Trombosit : 390.000 mm³ (N :150.000-400.000/mm³)
Hematokrit : 34% (L: 40-48%)
Hitung jenis
- Basofil :0 (0-1%)
- Eosinofil : 2 (1-3%)
- Batang :3 (2-6%)
- Segmen : 42 (50-70%)
- Limfosit : 35 (20-40%)
- Monosit : 18 (2-8%)
Kimia Darah
Glukosa sewaktu : 158 mg/dl (N : <180 mg/dl)
Ureum : 24 mg/dl (N : 20-40 mg/dl)
Kreatinin : 0,45 mg/dl (N : 0,9-1,3 mg/dl)
E. Diagnosis Kerja
Luka bakar derajat II dengan luas luka bakar 18%
F. Penatalaksanaan
Non Farmakologis :
Tirah baring
Observasi tanda vital
Farmakologis :
IVFD IVFD D5 ½ NS
Luas luka bakar 18% x 15 kg x 4 mL = 1080 mL
Rumatan : 1000 mL + (15– 10 Kg) x 50 mL = 1250 mL
Total: 2330 mL/24 Jam
39
Hari I: 1.165 mL 8 jam pertama dan 1.165 mL dalam 16 jam
berikutnya
Inj. Ampicilin 3 x 500 mg IV
Inj. Gentamicin 2 x 40 mg IV
Paracetamol syr 3 x 2 cth/PO
GV burnazin 2x/hari
Operatif : debridement
Edukasi Pasien :
- pada masa penyembuhan sering kali luka menjadi gatal, namun luka
tidak boleh digaruk
- upaya pencegahan dengan menjauhkan sumber api dari jangkauan
anak-anak
G. Komplikasi
Infeksi
Jaringan parut
kontraktur
H. Prognosis
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad functionam: dubia ad bonam
Quo ad sanationam: dubia ad bonam
I. Follow Up
40
reguler 3 x 2 cth/PO
RR: 24 x/menit, - GV burnazin
reguler 2x/hari
T : 37 oC
20/08/2019 Nyeri KU : tampak sakit Luka bakar - IVFD D5 ½ NS
sedang derajat II - Inj. Ampicilin 3
Kesadaran : CM dengan luas x 500 mg IV
TTV : luka bakar - Inj. Gentamicin
TD : - mmHg 18% 2 x 40 mg IV
HR : 87x/menit, - Paracetamol syr
reguler 3 x 2 cth/PO
RR: 22 x/menit, - GV burnazin
reguler 2x/hari
T : 36,8oC - Rencana
Debridemen
(21 Agustus
2019 pukul
12.00 WIB )
41
Kesadaran : CM dengan luas x 500 mg IV
TTV : luka bakar - Inj. Gentamicin
TD : - mmHg 18% 2 x 40 mg IV
HR : 89 x/menit, - Paracetamol syr
reguler 3 x 2 cth/PO
RR: 22 x/menit,
reguler
T : 36,9oC
42
BAB IV
PEMBAHASAN
Pasien datang ke IGD RSUD Palembang Bari dengan keluhan di bawa oleh
keluarga dengan luka bakar yang terjadi sejak ± 1 jam SMRS. Sebelunya pasien
sedang bermain dengan temannya di belakang rumah tetangga pasien di dekat
tempat pembuangan sampah. Pasien dan teman-temannya bermain api dengan
membakar sampah-sampah tersebut. Kemudian pasien menyiramkan bensin ke
arah api dan api menyambar ke tubuh pasien. Pasien mengalami luka bakar di
bagian dada, perut, leher, tangan dan kaki. Pasien mengeluhkan nyeri, sesak napas
(-). Pasien datang dalam keadaan sadar penuh.
Diagnosis luka bakar pada pasien ini didapatkan dari anamnesis dan
pemeriksaan fisik. Berdasarkan etiologi, pasien mengalami luka bakar suhu tinggi
aau thermal burn biasanya disebabkan oleh air panas (scald), jilatan api ketubuh
(flash), kobaran api di tubuh (flam), dan akibat terpapar atau kontak dengan objek-
objek panas lainnya. Berdasarkan luasnya, pasien mengalami luka bakar seluas
18%. Luas luka bakar ini dinyatakan sebagai presentase terhadap luas permukaan
tubuh atau total body surface area. Pada pasien ini luas luka di hitung dengan
Metode Lund dan Browder yang dapat mengkompensasi variasi bentuk tubuh
yang terjadi sesuai usia, grafik tersebut juga memberikan penilaian yang akurat
pada anak-anak dan disesuaikan dengan usia. Namun dapat juga di hitung metode
Rule of Nine atau Rule of Wallace.
Berdasarkan kedalamannya, pasien mengalami luka bakar derajat dua
dimana Kerusakan terjadi pada lapisan epidermis dan sebagian dermis
dibawahnya tetapi masih terdapat elemen epitel sehat yang tersisa pada stratum
basal, kelenjar sebasea, kelenjar keringat, dan pangkal rambut, berupa reaksi
43
inflamasi akut disertai proses eksudasi. Pada luka bakar derajat dua ini ditandai
dengan nyeri, bercak-bercak berwarna merah muda dan basah serta
pembentukan blister atau lepuh yang berisi cairan eksudat yang keluar dari
pembuluh darah akibat permeabilitas dindingnya meningkat. Berdasarkan derajat
keparahan, pasien mengalami luka bakar sedang (moderate burn) yaitu Luka
bakar dengan luas 10 – 20 % pada anak usia < 10 tahun.
Pada Penatalaksanaan luka bakar memperthanakan jalan napas dengan
pemberian O2 dan pembersihan jalan napas merupakan komponen penting dalam
tatalaksana jalan napas. Resusitasi cairan merupakan tatalaksana utama pada saat
fase awal penanganan luka bakar terutama pada 24 jam pertama. Pemberian cairan
yang adekuat akan mencegah syok yang disebabkan karena kehilangan cairan
berlebihan pada luka bakar. Resusitasi cairan diindikasikan bila luas luka bakar >
10% pada anak-anak atau > 15% pada dewasa. Resusitasi cairan (diperlukan
untuk luka bakar permukaan tubuh > 10%). Gunakan larutan Ringer laktat
dengan glukosa 5%, larutan garam normal dengan glukosa 5%, atau setengah
garam normal dengan glukosa 5%. Pemberian cairan dapat menggunakan cara
evans atau dengan cara baxter. Hitung kebutuhan cairan dengan menambahkan
cairan dari kebutuhan cairan rumatan pada anak dan kebutuhan cairan resusitasi
Separuh dari jumlah cairan diberikan dalam 8 jam pertama. Sisanya diberikan
dalam 16 jam berikutnya. Pada hari kedua diberikan setengah jumlah cairan hari
pertama. Pada hari ketiga diberikan setengah jumlah cairan hari kedua.
44
Namun bila dengan pengobatan oral masih tidak berespons, dapat diberikan obat
analgetika intravena. pemberian parasetamol asetaminofen obat Parasetamol
adalah derivat paraaminofenol yang dapat bekerja secara sentral dan perifer untuk
mengatasi rasa nyeri.
Perawatan luka merupakan salah satu tatalaksana yang perlu diperhatikan
dalam penanganan luka bakar. Karena tidak jarang luka yang tidak dibersihkan
dengan baik dapat memicu infeksi sekunder. Cleansing dan debridement
merupakan tindakan rutin yang harus dilakukan. Bilas luka dapat menggunakan
sabun dan air bersih atau clorhexidin atau NaCl 0,9%. Setelah dibersihkan,
diberikan antibiotika topikal yang kemudian menutup luka dengan kasa steril
untuk mengurangi risiko infeksi sekunder. Antibiotik topikal dapat diberikan
sehari 2 kali sambil dilakukan ganti balutan. Meskipun masih banyak kontroversi
dalam pemakaian obat topikal, tetapi yagpenting obat topikal tersebut membuat
luka terbebas dari infeksi, mengurangi rasa nyeri, mempercepat epitelisasi. Krim
Silver sulfadiazin sangat berguna karena bersift bakteriostatik, mempunyai daya
tembus yang cukup, efektif terhadap semua kuman, tida menimbulkan resitensi,
dan aman.
Pada pasien dilakukan tindakan bedah debridemen Debridemen dilakukan
sedini mungkin untuk membuang jaringan mati dengan jalan eksisi tangensial.
Tindakan ini dilakukan segera mungkin etelah keadaan penderita menjadi stabil
karena tindakan ini dapat menyebabkan perdarahan. Biasanya eksisi dini ini
dilakukan di hari ke 3 sampai hari ke 7 dan pasti boleh dilakukan pada hari ke 10.
Eksisi tangensial sebaiknya tidak dilakukan pada luka bakar lebih dari 10%
karena dapat menyebabkan perdarahan yang cukup banyak.
Komplikasi yang mungkin terjadi pada kasus ini adalah Setelah sembuh dari
luka, masalah berikutnya adalah akibat jaringan parut yang dapat berkembang
menjadi cacat berat. Kontraktur kulit dapat menganggu fungsi dan menyebabkan
kekakuan sendi atau menimbulkan cacat estetis yang jelek sekali, terutama bila
parut tersebut berupa keloid. Kekakuan sendi memerklukan program fisioterapi
intensif dan kontraktur memerlukan tindakan pemebedahan.
45
Prognosis pada kasus ini baik quo ad vitam, quo ad functionam, dan quo
ad sanationam adalah ad bonam. Dengan perawatan luka yang baik maka proses
penyembuhan luka akan berlangsung dengan baik dan cepat.
46
BAB V
KESIMPULAN
1. Luka Bakar atau combustio adalah suatu bentuk kerusakan atau hilangnya
jaringan yang disebabkan kontak dengan sumber panas seperti api, air panas,
bahan kimia, listrik, dan radiasi..
2. Diagnosis vulnus laceratum dilakukan dengan anamnesis dan pemeriksaan
fisik, pada kasus didapatkan anamesis berupa riwayat terjadinya luka bakar.
Melakukan penilaian primary dan secondary survey. Menentukan luas dan
kedalaman luka bakar
3. Tatalaksana luka bakar berupa manajemen jalan napas, resusitasi cairan,
nutrisi yang adekuat, antibiotika, analgetika perawatan luka serta tindakan
pembedahan.
47
Daftar Pustaka
1. Stevan WK & Susianti. Luka Bakar Derajat II-III 90% Karenaapi Pada
Laki-Laki 22 Tahun Di Bagian Bedah Rumah Sakit Umum Daerah
Abdoel Moeloek Lampung.
2. Nka
3. Seruni, BD. PENATALAKSANAAN LUKA BAKAR PADA ANAK.
FAKULTAS KEDOKTERAN UNS / RSUD Dr. MOEWARDI
SURAKARTA. 2016.
4. Mesche AL. 2016. Sistem Integumen. Dalam: Teks Dan Atlas Histologi
Dasar Junquiera. Hlm 309–24.
5. R. Sjamsuhidajat & Wim De Jong. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 3.
Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta. 2010
6. Kusuma, P. Luka Bakar. RUMAH SAKIT UMUM DAERAH PASAR
REBO, Fakultas Kedokteran Universitas Yarsi. 2013
48