Anda di halaman 1dari 48

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Luka bakar atau combustio adalah suatu bentuk kerusakan dan


kehilangan jaringan disebabkan kontak dengan sumber suhu yang sangat
tinggi seperti kobaran api di tubuh (flame), jilatan api ke tubuh (flash),
terkena air panas (scald), tersentuh benda panas (kontak panas), akibat
serangan listrik, akibat bahan-bahan kimia, serta sengatan matahari(sunburn)
dan suhu yang sangat rendah.1
Luka bakar merupakan masalah kesehatan masyarakat yang sangat seriu
di dunia. Setiap tahunnya diperkirakan lebih dari 300.000 kematian
diakibatkan oleh luka bakar karena api. Lebih dari 95% kejadian luka bakar
berat terjadi di negara berpenghasilan rendah dan menengah dengan angka
kematian tertinggi akibat luka bakar di tempati oleh Asia Tenggara (11,6
kematian per 100.000 populasi per tahun), diikuti oleh Mediterania Timur
(6,4 kematian per 100.000 populasi per tahun) dan Afrika (6,1 kematian per
100.000 populasi per tahun).2
Di indonesia angka kematian akibat luka bakar masih itnggi yaitu
sekitar 40%, terutama di akibatkan oleh luka bakar berat. Di unit luka bakar
rumah sakit ciptomangunkusumo dari januari 2011 hinggga 2012, terdapat
275 pasien luka bakar dengann 203 diantaranya adalah dewasa. Faktor risiko
kematian pada pasien luka bakar adalah usia, presentase luas area terbakar
dan penyakit kronis. Kegagalan organ dan sepsis adalah penyebab kematian
terseiring yang dilaporkan. Penyebab kematian pada fase akut (48 jam
pertama) ialah syok luka bakar dan inhalation injury.2
Penatalaksanaan luka bakar antara anak dan dewasa pada prinsipnya
sama namun pada anak akibat luka bakar dapat menjadi lebih serius. Hal ini
disebabkan anak memiliki lapisan kulit yang lebih tipis, lebih mudah untuk
kehilangan cairan, lebih rentan untuk mengalami hipotermia. Luka bakar pada
anak sebanyak 65,7% disebabkan oleh air panas atau uap panas. Mayoritas
dari luka bakar pada anak-anak terjadi di rumah dan sebagian besar dapat

1
dicegah. Menurut penelitian, dapur dan ruang makan merupakan daerah yang
seringkali menjadi lokasi terjadinya luka bakar.3
Prinsip penanganan luka bakar adalah kewaspadaan yang tinggi
akan terjadinya gangguan jalan napas pada trauma inhalasi, serta
mempertahankan hemodinamik dalam batas normal melalui resusitasi
cairan. Kontrol suhu tubuh dan menyingkirkan penderita dari lingkungan
yang berbahaya juga merupakan prinsip utama pengelolaan trauma termal.
Sehingga pemahaman yang baik tentang penanganan pada asien luka bakar
diperlukn agar pasien mendapatkan terapi yang optimal.1

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Struktur Kulit

Kulit merupakan organ yang mempunyai peran penting bagi manusia.


Kulit memiliki fungsi protektif (melindungi dari rangsang termal dan
mekanis, mencegah penetrasi mikroorganisme berbahaya, dan melindungi sel
dari radiasi sinar ultraviolet), sensorik (reseptor terhadap rangsang taktil),
termoregulasi (pengaturan produksi keringat), metabolik (sintesis vitamin
D3), dan sinyal seksual. Dengan fungsi nya yang sangat beragam, kulit
membentuk 15-20 % berat badan total dan pada orang dewasa memiliki luas
permukaan 1,5-2 m2 yang berhubungan dengan dunia luar. Kulit terdiri atas
tiga lapisan yaitu epidermis (lapisan epitel yang berasal dari ektoderm),
dermis (lapisan jaringan ikat yang berasal dari mesoderm), dan subkutan
(jaringat ikat longgar yang terdiri atas sel-sel adiposit).4
1. Epidermis

Epidermis merupakan lapisan terluar kulit. Epidermis tersusun atas


beberapa jenis sel yaitu epitel gepeng berkeratin, sel melanosit, sel langerhans
(penyaji antigen), dan sel merkel (sel taktil epitelial). Sel epitel gepeng
berkeratin merupakan komponen sel terbanyak penyusun epidermis, sel-sel
ini membentuk lapisan yang disebut keratinosit yang menghasilkan protein
keratin. Keratinosit terdiri atas lima lapisan dari bagian dasar hingga ke
permukaan luar epidermis yaitu lapisan yaitu stratum basal, stratum
spinosum, stratum granulosum, stratum lusidum, dan stratum korneum. 4
Stratum basalis merupakan lapisan terbawah dari epidermis. Stratum
basalis terdiri atas selapis sel kuboid atau kolumnar basofilik yang berada di
atas membran basal pada perbatasan epidermis dan dermis. Untuk
mempertahan kedudukannya, sel-sel epitel kuboid pada stratum basal diikat
oleh hemidesmosom pada lamina basal dan desmosom pada permukaan atas
dan lateralnya. Stratum basal merupakan lapisan dengan aktivitas mitosis
tertinggi, pada stratum basal terdapat beberapa sel punca yang memproduksi

3
keratinosit dan bertanggung jawab atas regenerasi sel-sel epidermis secara
berkesinambungan. Keratinosit terdiri atas filamen tonofibril yang
membentuk protein keratin yang keras pada lapisan superfisial epidermis
berfungsi untuk melindungi lapisan di bawahnya dari kerusakan. Epidermis
manusia diperbarui setiap 15-30 hari tergantung pada usia, bagian tubuh, dan
faktor lainnya. 4
Stratum spinosum merupakan lapisan epidermis yang paling tebal
terdiri atas 8-10 lapisan sel epitel kuboid atau agak gepeng dengan nukleolus
dan sitoplasma yang aktif mensintesis filamen keratin. Pada stratum
spinosum, sel-sel yang terletak tepat di atas lapisan basal memiliki organela
yang sama dengan sel epitel pada stratum basal sehingga sel pada lapisan ini
juga memiliki aktivitas mitosis, membelah diri untuk menghasilkan sel-sel
epidermis. Sel-sel epitel gepeng pada lapisan ini memproduksi lebih banyak
keratin dibandingkan pada stratum basal. Keratin akan bergabung membentuk
berkas tonofibril dan melalui taut desmosom akan berhubungan dengan
tonofibril pada sel lainnya. Ketebalan stratum spinosum pada setiap area
tubuh berbeda sesuai dengan fungsi nya masing-masing, telapak kaki yang
rentan terhadap gesekan dan tekanan memiliki stratum spinosum yang lebih
tebal dengan jumlah tonofibril dan desmosom yang lebih banyak. 4
Stratum granulosum terdiri atas 3-5 lapis sel poligonal yang mengalami
diferensiasi terminal. Sel pada lapisan ini memiliki sitoplasma yang berisikan
masa basofilik yang disebut granul keratohialin. Pada lapisan ini sel diliputi
oleh lipid yang menjadi komponen penting bagi kulit sebagai sawar epidermis
terhadap kehilangan air dari kulit. Stratum lusidum hanya terdapat pada kulit
yang tebal terdiri atas lapisan tipis translusen sel eosinofilik yang sangat
pipih. Pada lapisan ini sel tidak lagi memiliki inti dan sitoplasma hampir
sepenuhnya berisi filamen keratin padat. Lapisan terakhir dari epidermis
adalah stratum korneum yang terdiri atas 15-20 epitel gepeng tanpa inti
dengan sitoplasma yang dipenuhi oleh keratin filamentosa. 4
Stratum lusidum merupakan lapisan kedua terluar dari epidermis.
Lapisan ini hanya ditemui pada kulit yang tebal. Sel pada lapisan ini tidak
memiliki inti sel dengan sitoplasma yang telah dipenuhi oleh filamen keratin.

4
Lapisan terluar adalah stratum korneum yang terdiri atas 15-20 lapis sel
gepeng berkeratin tanpa inti dengan sitoplasma yang dipenuhi oleh keratin.
Pada sel ini terdapat tonofilamen yang mengalami perubahan komposisi
setiap epidermis mengalami diferensiasi. Apabila sel mengalami keratisasi,
sel akan kehilangan tonofibril menyisakan protein amorf dan fibrilar yang
menyebabkan penebalan membran plasma dan membentuk sel bertanduk. 4
2. Dermis

Dermis merupakan lapisan kedua kulit, berada tepat di bawah epidermis,


lapisan ini terdiri atas jaringan ikat yang tidak beraturan yang disusun oleh
kolagen dan serat elastis. Kompoen penyusun dermis menyebabkan dermis
memiliki struktur yang dapat kuat dan diregangkan secara bersamaa. Pada
bagian atas dermis yang tepat berbatasan dengan lamina basalis dari stratum
epidermis, dermis memberikan gambaran berupa tonjolan-tonjolan yang
disebut dengan papila yang bertautan dengan lamina basalis stratum
membentuk taut dermis-epidermis yang disebut dengan cristae cutis atau
epidermal ridges. 4
Secara struktural dan fungsional, dermis terbagi menjadi dua lapisan
yaitu stratum papilar dan stratum retikular. Stratum papilar merupakan
jaringan ikat longgar tidak teratur yang terdiri atas pembuluh darah, fibroblas,
sel mast, makrofag, dan sel jaringan ikat lainnya. Stratum rentikular lebih
tebal dibandingkan lapisan papilar, yang terdiri atas jaringan ikat pada
iregular disusun oleh kolagen tipe I. Pada lapisan ini terdapat serat elastin
yang manjaga elastisitas kulit. Dermis merupakan lapisan tempat derivat dari
epidermis berupa folikel rambul dan kelenjar. Pada dermis juga terdapat
komponen persarafan seperti saraf efektor dari serabut pascaganglionik
ganglia simpatis dan serabut saraf aferen yang membentuk di sekitar papila
dermis dan folikel rambut berakhir pada sel taktil epitelial pada reseptor di
dermis. 4
3. Subkutan

Lapisan subkutan juga disebut dengan lapisan hipodermis atau fascia


superficialis. Lapisan ini terdiri atas jaringan ikat longgar yang mengikat kulit

5
secara longgar pada organ-organ yang berada di bawahnya, yang
memungkinkan pergeseran kulit di atasnya. Lapisan subkutan mengandung
banyak lemak yang jumlahnya bervariasi pada setiap area tubuh. 4

2.1 Struktur Kulit

2.2. Luka Bakar


2.2.1. Definisi (3245)
Luka Bakar atau combustio adalah suatu bentuk kerusakan atau
hilangnya jaringan yang disebabkan kontak dengan sumber panas seperti api,
air panas, bahan kimia, listrik, dan radiasi. Luka bakar merupakan salah satu
jenis trauma yang mempunyai angka morbiditas dan mortalitas tinggi yang
memerlukan penatalaksanaan khusus sejak awal (fase syok ) sampai fase
lanjut.3
2.2.2. Epidemiologi
Luka bakar hingga saat ini masih merupakan salah satu penyebab
morbiditas dan mortalitas pada anak. Di Amerika, lebih dari 2 juta orang
mengalami luka bakar setiap tahun. Sekitar 700.000 dirawat di unit gawat
darurat dan 50.000 membutuhkan perawatan di rumah sakit. Luka bakar
menempati peringkat ketiga penyebab mortalitas di seluruh dunia.3

6
Sekitar 2/3 pasien luka bakar adalah anak-anak berusia di bawah 4 tahun
yang sebagian besar adalah akibat luka lepuh. Di Amerika, anak berusia 6
bulan hingga 2 tahun banyak mengalami tersiram air panas misalnya
tumpahan kopi atau makanan panas lainnya dan 10–30% akibat kekerasan.3
Di Indonesia, data angka kematian kasus luka bakar dari RSPAD Gatot
Soebroto Jakarta mulai Januari 1998 sampai dengan Desember 2003
berdasarkan distribusi usia mengambarkan bahwa kasus anak dengan usia < 5
tahun menempati tempat pertama dalam jumlah kasus luka bakar yang terjadi
dengan angka 24 kasus dan diikuti kasus pada usia produktif yaitu usia 21-50
tahun dengan angka 14 kasus.3

2.2.3. Klasifikasi Luka Bakar

Klasifikasi luka bakar ditentukan berdasarkan etiologi, luas, dan


kedalaman, dan derajat keparahan
1. Berdasarkan etiologi5
a. Luka bakar suhu tinggi (thermal burn)
Luka bakar thermal burn biasanya disebabkan oleh air panas
(scald), jilatan api ketubuh (flash), kobaran api di tubuh (flam), dan
akibat terpapar atau kontak dengan objek-objek panas lainnya.
Beberapa hal yang dapat menyebabkan thermal burn antara lain:
 Benda panas: padat, cair, uap
 Api
 Sengatan matahari/ sinar panas
b. Luka bakar bahan kimia (chemical burn)
Luka bakar kimia biasanya disebabkan oleh asam kuat atau basa
kuat yang biasa digunakan dalam industri, militer, laboratorium,
danbahan pembersih yang sering digunakan untuk keperluan rumah
tangga.
c. Luka bakar sengatan listrik (electrical burn)
Listrik menyebabkan kerusakan yang dibedakan karena arus, api
dan ledakan. Aliran listrik menjalar disepanjang bagian tubuh yang
memiliki resistensi paling rendah, dalam hal ini cairan. Kerusakan

7
terutama pada pembuluh darah, khususnya tunika intima, sehingga
menyebabkan gangguan sirkulasi ke distal. Seringkali kerusakan
berada jauh dari lokasi kontak, baik kontak dengan sumber arus
maupun ground.
d. Luka bakar radiasi (radiation injury)
Luka bakar radiasi disebabkan karena terpapar dengan sumber
radioaktif. Tipe injury ini sering disebabkan oleh penggunaan
bahan radioaktif untuk keperluan terapeutik dalam dunia
kedokteran dan dalam bidang industri. Terpapar sinar matahari
yang terlalu lama juga dapat menyebabkan luka bakar radiasi.

2. Berdasarkan Luas 5,6


Wallace membagi tubuh atas bagian – bagian 9 % atau kelipatan
dari 9 terkenal dengan nama Rule of Nine atau Rule of Wallace.

Gambar 2.2. Rules of nine

8
Dalam perhitungan agar lebih mempermudah dapat dipakai luas
telapak tangan penderita adalah 1 % dari luas permukaan tubuhnya.
Pada anak –anak dipakai modifikasi Rule of Nine menurut Lund and
Brower, yaitu ditekankan pada umur 15 tahun, 5 tahun dan 1 tahun.

Gambar 2. Rules of nine sesuai umur

Metode Lund dan Browder yang dapat mengkompensasi variasi


bentuk tubuh yang terjadi sesuai usia, grafik tersebut juga memberikan
penilaian yang akurat pada anak-anak dan disesuaikan dengan usia:
o Pada anak di bawah usia 1 tahun: kepala 18% dan tiap tungkai 14%.
Torso dan lengan persentasenya sama dengan dewasa.
o Untuk tiap pertambahan usia 1 tahun, tambahkan 0.5% untuk tiap
tungkai dan turunkan persentasi kepala sebesar 1% hingga tercapai
nilai dewasa.

9
10
Gambar 2.3. Grafik Lund dan Browder. Grafik ini memberi petunjuk
penilaian yang lebih tepat dari perkiraan luka bakar dari LPTT untuk setiap
tubuh berdasarkan usia individu.

3. Berdasarkan Kedalaman3,6

a. Luka bakar derajat satu (Superficial Burn)


Ditandai dengan luka bakar superfisial dengan kerusakan
pada lapisan epidermis. Tampak eritema. Penyebab tersering
adalah sengatan sinar matahari. Pada proses penyembuhan terjadi
lapisan luar epidermis yang mati akan terkelupas dan terjadi
regenerasi lapisan epitel yang sempurna dari epidermis yang utuh
dibawahnya. Tidak terdapat bula, nyeri karena ujung-ujung saraf
sensorik teriritasi. Dapat sembuh spontan selama 5-7 hari.

Gambar 2.4. Luka bakar derajat I

b. Luka bakar derajat dua (Partial-thickness Burn)


Kerusakan terjadi pada lapisan epidermis dan sebagian
dermis dibawahnya tetapi masih terdapat elemen epitel sehat yang
tersisa pada stratum basal, kelenjar sebasea, kelenjar keringat, dan
pangkal rambut, berupa reaksi inflamasi akut disertai proses
eksudasi. Pada luka bakar derajat dua ini ditandai dengan nyeri,
bercak-bercak berwarna merah muda dan basah serta
pembentukan blister atau lepuh. Dalam waktu 3-4 hari, permukaan

11
luka bakar mengering sehingga terbentuklah krusta tipis berwarna
kuning kecoklatan seperti kertas perkamen. Beberapa minggu
kemudian, krusta itu akan mengelupas karena timbul regenerasi
epitel yang baru tetapi lebih tipis dari organ epitel kulit yang tidak
terbakar didalamnya. Oleh karena itu biasanya dapat terdapat
penyembuhan spontan pada luka bakar superfisial atau partial
thickness burn.

Gambar 2.5. Bulla pada telapak tangan, luka ini digolongkan ke dalam luka
bakar derajat dua
Dibedakan menjadi 2 :
 Derajat II a (superficial partial thickness injuries)
 Kerusakan terbatas pada papilar dermis yang ditandai dengan
adanya eritema dan bula dengan permukaan yang lembab
disertai rasa nyeri pada luka.
 Apendises kulit seperti folikel rambut, kelenjer keringat,
kelenjer sebasea masih utuh
 Penyembuhan terjasi dalam waktu 10-14 hari.
 Derajat II b (deep partial thickness injuries).
 Kerusakan mengenai hampir saluruh bagian dermis atau
mencapai lapisan rentikular dermis dengan eritema dan bula
yang kurang lembab
 dibandingkan dengan luka bakar derajat IIa

12
 Apendises kulit sperti folikel rambut, kelenjer keringat,
kelenjer sebasea sebagian masih utuh.
 Penyembuhan terjadi lebih lama, tergantung apendises kulit
yang tersisa. Biasanya terjadi dalam waktu lebih dari satu
bulan.

Gambar 2.6. luka bakar derajat dua dalam, luka berwarna merah muda, lunak
pada penekanan, dan tampak basah, sensasi nyeri sulit ditentukan
pada anak.

c. Luka bakar derajat III (full thickness burn)


luka bakar yang meliputi seluruh epidermis, dermis, dan
mencapai lapisan subkutis. Pada luka bakar derajat tiga tidak ada
sisa elemen epitel sehat tersisa yang memungkinkan untuk
terbentuknya eskar yang merupakan jaringan nekrosis akibat
denaturasi protein jaringan kulit. Luka tampak kaku, kering, dan
berwarna putih atau coklat. Luka bakar derajat tiga tidak
memberikan rasa sakit akibat rusaknya ujung saraf pada lapisan
dermis.. Dalam beberapa hari, luka bakar semacam itu akan
membentuk eschar berwarna hitam, keras, tegang dan tebal.

13
Gambar 2.7. luka bakar derajat tiga pada anak, luka kering tidak kemerahan dan
berwarna putih
d. Luka Bakar Derajat IV (Burn extesion to deep tissue)
Merupakan luka bakar yang meliputi seluruh lapisan kulit termasuk
lapisan subkutan hingga ke otot maupun tulang. Tampilan luka terlihat
kaku, kering, terbakar, dan dijumpai adanya trombus.

Gambar 2.8 luka bakar derajat empat

14
Gambar 2.9. Klasifikasi luka bakar berdasarkan kedalaman luka

Klasifikasi Penyebab Penampakan Sensasi Waktu Jaringan


luar penyembuhan parut
Luka bakar dangkal (superficial Sinar UV, Kering dan Nyeri 3 – 6 Tidak
burn) paparan merah; hari terjadi
nyala api memucat jaringan
dengan parut
penekanan
Luka bakar sebagian dangkal Cairan atau Gelembung Nyeri bila 7-20 hari Umumnya
(superficial partial-thickness burn) uap panas berisi cairan, terpapar tidak
(tumpahan berkeringat, udara dan terjadi
atau merah; panas jaringan
percikan), memucat parut;
paparan dengan potensial
nyala api penekanan untuk
perubahan
pigmen
Luka bakar sebagian dalam (deep Cairan atau Gelemb-text- Terasa >21 hari Hipertrofi,
partial-thickness burn) uap panas color; border- dengan berisiko
(tumpahan), style: none penekanan untuk
api, minyak solid solid saja kontraktur
panas none; border- (kekakuan
width: akibat
medium 1pt jaringan
1ptung berisi parut yang
cairan berlebih)
(rapuh);
basah atau
kering
berminyak,
berwarna dari
putih sampai
merah; tidak
memucat
dengan
penekanan

15
Luka bakar seluruh lapisan (full Cairan atau Putih Terasa Tidak dapat Risiko
thickness burn) uap panas, berminyak hanya sembuh (jika sangat
api, sampai abu- dengan luka bakar tinggi
minyak, abu dan penekanan mengenai >2% untuk
bahan kehitaman; yang kuat dari TBSA) terjadi
kimia, kering dan kontraktur
listrik tidak elastis;
tegangan tidak
tinggi memucat
dengan
penekanan

4. Berdasarkan derajat keparahan


1. Luka bakar berat (major burn)

a. Derajat II-III > 20 % pada pasien berusia di bawah 10 tahun atau


di atas usia 50 tahun

b. Derajat II-III > 25 % pada kelompok usia selain disebutkan pada


butir pertama

c. Luka bakar pada muka, telinga, tangan, kaki, dan perineum

d. Adanya cedera pada jalan nafas (cedera inhalasi) tanpa


memperhitungkan luas luka bakar

e. Luka bakar listrik tegangan tinggi

f. Disertai trauma lainnya

g. Pasien-pasien dengan resiko tinggi

2. Luka bakar sedang (moderate burn)

a. Luka bakar dengan luas 15 – 25 % pada dewasa, dengan luka


bakar derajat III kurang dari 10 %

16
b. Luka bakar dengan luas 10 – 20 % pada anak usia < 10 tahun
atau dewasa > 40 tahun, dengan luka bakar derajat III kurang
dari 10 %

c. Luka bakar dengan derajat III < 10 % pada anak maupun dewasa
yang tidak mengenai muka, tangan, kaki, dan perineum

3. Luka bakar ringan

a. Luka bakar dengan luas < 15 % pada dewasa

b. Luka bakar dengan luas < 10 % pada anak dan usia lanjut

c. Luka bakar dengan luas < 2 % pada segala usia (tidak


mengenai muka, tangan, kaki, dan perineum

Indikasi rawat inap menurut American Burn Association:


1. Derajat 2 lebih dari 15% pada dewasa, dan lebih dari 10% pada anak
2. Derajat Luka bakar derajat II atau III yang melibatkan area
kritis(wajah, tangan, kaki, genitalia, perineum, kulit di atas sendi
utama)
3. Derajat 3 lebih dari 2% pada dewasa, dan setiap derajat 3 pada anak
4. Luka bakar sirkumferensial atau melingkar di thoraks atau ekstremitas
5. Luka bakar yang disertai trauma visera, tulang, dan jalan napas
6. Luka bakar signifikan akibat bahan kimia, listrik, petir, adanya trauma
mayor lainnya, atau adanya kondisi medik signifikan yang telah ada
sebelumnya
7. Adanya trauma inhalasi

2.2.4. Patofisiologi Luka bakar

Akibat pertama luka bakar adalah syok karena kaget dan kesakitan.
Pembuluh kapiler yang terpajan suhu tinggi, rusak dan permeabilitasnya
meningkat. Sel darah yang ada didalamnya ikut rusak sehingga dapat terjadi
anemia. Meningkatnya permeabilitas menyebabkan edema dan menimbulkan bula
yang mengandung banyak elektrolit. Hal itu menyebabkan berkurangnya volume

17
cairan intra vaskuler. Kerusakan kulit akibat luka bakar menyebabkan kehilangan
cairan akibat penguapan yang berlebihan, masuknya cairan ke bula yang terbentuk
pada luka bakar derajat dua, dan pengeluaran cairan dari keropeng luka bakar
derajat tiga.6

Bila luas luka bakar <25%, biasanya mekanisme kompensasi tubuh, masih
bisa mengatasinya, tetapi bila lebih dari 20%, akan terjadi syok hipovolemik
dengan gejala yang khas, seperti gelisah, pucat, dingin, berkeringat, nadi kecil dan
cepat, tekanan darah menurun, dan produksi urin yang berkurang. Pembengkakan
terjadi pelan-pelan, maksimal terjadi setelah 8 jam. 6

Pada kebakaran dalam ruang tertutup atau bila luka terjadi di wajah, dapat
terjadi kerusakan mukosa jalan nafas karena gas, asap, atau uap panas yang
terhisap. Edema laring yang ditimbulkannya dapat menyebabkan hambatan jalan
nafas dengan gejala sesak nafas, takipnea, stridor, suara serak, dan dahak
berwarna gelap akibat jelaga. 6

Dapat juga terjadi keracunan gas CO atau gas beracun lainnya. Karbon
monoksida akan mengikat hemoglobin dengan kuat, sehingga hemoglobin tidak
mampu lagi mengikat oksigen. Tanda keracunan ringan adalah lemas, bingung,
pusing, mual dan muntah. Pada keracunan yang berat terjadi koma. Bila dari 60%
hemoglobin terikat CO, penderita dapat meninggal. 6

Setelah 12 – 24 jam, permeabilitas kapiler mulai membaik dan terjadi


mobilisasi serta penyerapan kembali cairan edema ke pembuluh darah. Ini
ditandai dengan meningkatnya diuresis. 6

Luka bakar sering tidak steril. Kontaminasi pada kulit mati, yang
merupakan medium yang baik untuk pertumbuhan kuman, akan mempermudah
infeksi. Infeksi ini sulit untuk diatasi karena daerahnya tidak tercapai oleh
pembuluh kapiler yang mengalami trombosis. Padahal pembuluh ini membawa
sistem pertahanan tubuh atau antibiotik. Kuman penyebab infeksi pada luka bakar
selain berasal dari kulit penderita sendiri, juga dari kontaminasi kuman saluran
atas dan kontaminasi kuman di lingkungan rumah sakit. Infeksi nosokomial ini
biasanya sangat berbahaya karena kumannya banyak yang sudah resisten terhadap

18
berbagai macam antibiotik. Perubahan luka bakar derajat 2 menjadi derajat 3
akibat infeksi, dapat dicegah dengan mencegah infeksi.

Pada awalnya, infeksi biasanya disebabkan oleh kokus Gram positif yang
berasal dari kulit sendiri atau dari saluran nafas, tetapi kemudian dapat terjadi
invasi kuman Gream negatif. Peudomonas aeruginosa yang dapat menghasilkan
eksotoksin protease dan toksin lain yang berbahaya, terkenal sangat agresif dalam
invasinya pada luka bakar. Infeksi Pseudomonas dapat dilihat dari warna hijau
pada kasa penutup luka bakar. Kuman memproduksi enzim penghancur keropeng
yang bersama dengan eksudasi oleh jaringan granulasi membentuk nanah.

Infeksi ringan dan non invasif (tidak dalam) ditandai dengan keropeng yang
mudah terlepas dengan nanah yang banyak. Infeksi yang invasif ditandai dengan
perubahan jaringan di tepi keropeng yang kering dengan perubahan jaringan di
tepi keropeng yang mula-mula sehat menjadi nekrotik; akibatnya, luka bakar yang
mula-mula derajat 2 menjadi derajat 3. Infeksi kuman menimbulkan vaskulitis
pada pembuluh kapiler di jaringan yang terbakar dan menimbulkan trombosis
sehingga jaringan yang diperdarahinya mati.

Bila luka bakar di biopsi dan eksudatnya dibiak, biasanya ditemukan kuman
dan terlihat invasi kuman tersebut ke jaringan sekelilingnya. Luka bakar demikian
disebut luka bakar septik. Bila penyebabnya kuman Gram positif, seperti
Staphylococcus atau basil Gram negatif lainnya, dapat terjadi penyebaran kuman
lewat darah (bakteremia) yang dapat menimbulkan fokus infeksi di usus. Syok
septik dan kematian dapat terjadi karena toksin kuman yang menyumbat di darah.

Bila penderita dapat mengatasi infeksi, luka bakar derajat 2 dapat sembuh
dengan meninggalkan cacat berupa parut. Penyembuhan ini dimulai dari sisa
elemen epitel yang masih vital, misalnya sel kelenjar sebasea, sel basal, sel
kelenjar keringat, atau sel pangkal rambut. Luka bakar derajat 2 yang dalam
mungkin menimbulkan parut hipertrofik yang nyeri, gatal, kaku, dan secara
estetik sangat jelek.

Luka bakar derajat 3 yang dibiarkan sembuh sendiri akan mengalami


kontraktur. Bila ini terjadi dipersendian, fungsi sendi dapat berkurang atau hilang.

19
Pada luka bakar dapat ditemukan ileus paralitik. Pada fase akut, peristaltik
usus menurun atau berhenti karena syok, sedangkan pada fase mobilisasi,
peristalsis dapat menurun karena kekurangan ion kalium.

Stress atau beban faali yang terjadi pada penderita luka bakar berat dapat
menyebabkan terjadinya tukak di mukosa lambung atau duodenum dengan gejala
yang sama dengan gejala tukak peptik. Kelainan ini dikenal sebagai tukak
Curling. Yang di khawatirkan pada tukak Curling ini adalah penyulit perdarahan
yang tampil sebagai hematemesis dan/atau melena.

Fase permulaan luka bakar merupakan fase katabolisme sehingga


keseimbangan protein menjadi negatif. Protein tubuh banyak hilang karena
eksudasi, metabolisme tinggi, dan infeksi. Penguapan berlebihan dari kulit yang
rusak juga memerlukan kalori tambahan. Tenaga yang diperlukan tubuh pada fase
ini terutama didapat dari pembakaran protein dari otot skelet. Oleh karena itu,
penderita menjadi sangat kurus, otot mengecil dan berat badan menurun. Dengan
demikian, korban luka bakar menderita penyakit berat yang disebut penyakit luka
bakar. Bila luka bakar menyebabkan cacat, terutama bila luka bakar mengenai
wajah sehingga rusak berat, penderita mungkin menderita beban kejiwaan berat.
Jadi, prognosis luka bakar terutama ditentukan oleh luasnya luka bakar.

2.2.5. Manifestasi Klinis

Sejarah harus mencakup informasi tentang sumber luka bakar, suhu, dan
lama kontak, serta apakah ada inhalasi asap pembakaran yang berbahaya. Penting
juga diketahui lamanya dan lokasi pajanan kulit dengan sumber. Konsumsi obat-
obatan atau alkohol terakhir juga perlu ditanyakan. Mekanisme cedera yang
berhubungan juga perlu ditanyakan, misalnya ledakan, jatuh, kecelakaan lalu
lintas, dan sebagainya. Anamnesis menyeluruh mengenai luka bakar dapat
memberikan informasi penting yang akan mempengaruhi manajemen penganan
pasien. Rincian yang terkait dengan lokasi cedera (di dalam atau di luar ruangan),
jenis cairan yang terlibat sebagai penyebab, durasi ekstraksi dari api, serta rincian
masalah lain pasien medis, merupakan elemen penting dari sebuah anamnesis
yang memadai.6

20
Kerusakan dapat menyertakan jaringan di bawah kulit.

Fase pada luka bakar :

I. Fase akut/ awal/ syok


Fase ini mulai dari saat kejadian sampai masa syok telah teratasi.

Masalah : gangguan saluran napas karena cedera inhalasi, gangguan


sirkulasi, serta keseimbangan cairan dan elektrolit. Biasanya
berlangsung sampai 48 jam pertama.

II. Fase subakut/ setelah syok teratasi


Fase ini berlangsung setelah fase syok berakhir atau dapat teratasi.
Luka terbuka akibat kerusakan jaringan (kulit dan jaringan di
bawahnya) menimbulkan masalah :

- Proses inflamasi. Proses inflamasi pada luka bakar berlangsung


hebat disertai eksudasi dan kebocoran protein. Terjadi reaksi
inflamasi lokal yang kemudian berkembang menjadi reaksi
sistemik dengan dilepasnya zat-zat yang berhubungan dengan
proses imunologik, yaitu, kompleks lipoprotein (lipid protein
complex, burn-toxin) yang menginduksi respon inflamasi
metabolisme.
- Infeksi yang dapat menimbulkan sepsis.
- Hipermetabolisme
- Proses penguapan cairan tubuh disertai panas/energi (evaporate
heat loss) yang menyebabkan perubahan dan gangguan proses
metabolisme.

III. Fase lanjut


Fase ini terjadi setelah penutupan luka sampai terjadi maturasi.

Masalah pada fase ini adalah timbulnya penyulit berupa parut


hipertrofik, kontraktur dan deformitas lain yang terjadi karena
kerapuhan jaringan atau organ.

Pembagian zona kerusakan jaringan:

21
1. Zona koagulasi, zona nekrosis
Merupakan daerah yang langsung mengalami kerusakan (koagulasi
protein) akibat pengaruh cedera termis, hampir dapat dipastikan jaringan
ini mengalami nekrosis beberapa saat setelah kontak.Oleh karena itulah
disebut juga sebagai zona nekrosis.
2. Zona statis
Merupakan daerah yang langsung berada di luar/di sekitar zona
koagulasi.Di daerah ini terjadi kerusakan endotel pembuluh darah disertai
kerusakan trombosit dan leukosit, sehingga terjadi gangguam perfusi (no
flow phenomena), diikuti perubahan permeabilitas kapilar dan respon
inflamasi lokal. Proses ini berlangsung selama 12-24 jam pasca cedera dan
mungkin berakhir dengan nekrosis jaringan.
3. Zona hiperemi
Merupakan daerah di luar zona statis, ikut mengalami reaksi berupa
vasodilatasi tanpa banyak melibatkan reaksi selular.Tergantung keadaan
umum dan terapi yang diberikan, zona ketiga dapat mengalami
penyembuhan spontan, atau berubah menjadi zona kedua bahkan zona
pertama.

2.2.6. Penanganan pasien dengan luka bakar


Anamnesis

Primary Survey 2198


 Airway, adanya riwayat terkurung api atau terdapat tanda-tanda trauma

jalannafas dan tindakan pemasangan jalan nafas definitif.

 Breathing, adanya trauma bakar langsung dan keracunan karbon

monoksida (CO)

 Circulation, Dilakukan resusitasi cairan. Bila penderita syok maka diatasi

dulu syoknya dengan infus RL diguyur sampai nadi teraba atau tekanan

darah >90mmHg. Baru kemudian lakukan resusitasi cairan

22
 Disability
o Periksa kesadaran.
o Periksa ukuran pupil.
 Environment
o Jaga pasien dalam keadaan hangat.
Survei Sekunder

 Penilaian luas luka bakar dan derajat kedalamannya. Biasanya dihitung


sebelum resusitasi cairan definitive
 Pasang NGT. Untuk dekompresi penderita yang mengalami ileus
paralitik dan untuk memasukkan makanan
 Cuci luka dengan NaCl dan savlon, keringkan, olesi dengan salep
(Dermazin) kemudian rawat luka secara tertutup
 Pemeriksaan laboratorium darah dan Analisa Gas Darah tiap 24 jam
 Pemberian analgetika dan antibiotika
Secara sistematik dapat dilakukan 6c : clothing, cooling, cleaning,

chemoprophylaxis, covering and comforting. Untuk pertolongan pertama

dapat dilakukan langkah clothing dan cooling, baru selanjutnya dilakukan

pada fasilitas kesehatan

 Clothing : singkirkan semua pakaian yang panas atau terbakar. Bahan

pakaian yang menempel dan tak dapat dilepaskan maka dibiarkan

untuk sampai pada fase cleaning.

 Cooling : Dinginkan daerah yang terkena luka bakar dengan

menggunakan air mengalir selama 20 menit, hindari hipotermia

(penurunan suhu di bawah normal, terutama pada anak dan orang tua).

Cara ini efektif samapai dengan 3 jam setelah kejadian luka bakar –

Kompres dengan air dingin (air sering diganti agar efektif tetap

memberikan rasa dingin) sebagai analgesia (penghilang rasa nyeri)

23
untuk luka yang terlokalisasi – Jangan pergunakan es karena es

menyebabkan pembuluh darah mengkerut (vasokonstriksi) sehingga

justru akan memperberat derajat luka dan risiko hipotermia – Untuk

luka bakar karena zat kimia dan luka bakar di daerah mata, siram

dengan air mengalir yang banyak selama 15 menit atau lebih. Bila

penyebab luka bakar berupa bubuk, maka singkirkan terlebih dahulu

dari kulit baru disiram air yang mengalir.

 Cleaning : pembersihan dilakukan dengan zat anastesi untuk

mengurangi rasa sakit. Dengan membuang jaringan yang sudah mati,

proses penyembuhan akan lebih cepat dan risiko infeksi berkurang.

 Chemoprophylaxis : Pemberian krim silver sulvadiazin untuk

penanganan infeksi, dapat diberikan kecuali pada luka bakar

superfisial. Tidak boleh diberikan pada wajah, riwayat alergi sulfa,

perempuan hamil, bayi baru lahir, ibu menyususi dengan bayi kurang

dari 2 bulan

 Covering : penutupan luka bakar dengan kassa. Dilakukan sesuai

dengan derajat luka bakar. Luka bakar superfisial tidak perlu ditutup

dengan kasa atau bahan lainnya. Pembalutan luka (yang dilakukan

setelah pendinginan) bertujuan untuk mengurangi pengeluaran panas

yang terjadi akibat hilangnya lapisan kulit akibat luka bakar. Jangan

berikan mentega, minyak, oli atau larutan lainnya, menghambat

penyembuhan dan meningkatkan risiko infeksi.

 Comforting : dapat dilakukan pemberian pengurang rasa nyeri.

Tata laksana luka bakar di rumah sakit:

24
1. Mempertahankan Jalan Napas
Trauma jalan napas merupakan penyebab kematian terbanyak pada
pasien luka bakar. Cedera jalan napas akibat luka bakar dapat menyebabkan
obstruksi, hipoksia bahkan kematian. Telah dilaporkan bahwa trauma
inhalasi akan meningkatkan mortalitas pasien luka bakar sebanyak 20%
yang berpotensi menyebabkan pneumonia. Patogenesis terjadinya trauma
inhalasi adalah akibat cedera panas yang berlangsung 12 jam setelah
terjadinya luka bakar yang menyebabkan obstruksi jalan napas bagian
atas.1,11 Berikut adalah indikasi intubasi pada pasien luka bakar :
 Luka bakar di wajah
 Deposit karbon dan perubahan struktur akibat inflamasi di faring dan rongga
hidung
 Terdapat tumpukan karbon pada dahak
 Stridor dan suara parau
 Retraksi dan sesak napas
 Penurunan kesadaran
 Penyakit paru restriktif sekunder akibat luka bakar derajat berat
Pada pasien luka bakar pemberian O2 dan pembersihan jalan napas
merupakan komponen penting dalam tatalaksana jalan napas. Komponen
lain yang tidak kalah pentingnya antara lain adalah hisap lendir berkala dan
fisioterapi dada. Isap lendir berkala sebaiknya dilakukan setelah
memposisikan pasien 45o. Sebelumnya pasien dilakukan preoksigenasi
dengan O2 100%. Apabila belum dilakukan preoksigenasi, sebaiknya
dilakukan isap lendir berkala selama kurang lebih 15 detik. Namun yang
harus diwaspadai adalah stimulasi nervus vagus, terdapatnya iritasi mukosa
nasotrakea, trauma, dan bradikardi.
2. Resusitasi Cairan
Resusitasi cairan merupakan tatalaksana utama pada saat fase awal
penanganan luka bakar terutama pada 24 jam pertama. Pemberian cairan
yang adekuat akan mencegah syok yang disebabkan karena kehilangan
cairan berlebihan pada luka bakar.

25
Luka bakar dapat menyebabkan berbagai perubahan parameter anatomis,
imunologis bahkan fisiologis tubuh. Luka bakar dapat menyebabkan
hilangnya cairan intravaskular melalui luka atau jaringan yang tidak
mengalami cedera. Hilangnya cairan umumnya terjadi dalam 24 jam
pertama setelah cedera. Teknik resusitasi cairan pada luka bakar terus
mengalami perkembangan.
Resusitasi cairan diindikasikan bila luas luka bakar > 10% pada
anak-anak atau > 15% pada dewasa. Tujuan resusitasi cairan pada syok luka
bakar adalah:
 Preservasi reperfusi yang adekuat dan seimbang diseluruh pembuluh
vaskuler regional sehingga tidak terjadi iskemia jaringan
 Minimalisasi dan eliminasi pemberian cairan bebas yang tidak diperlukan.
 Optimalisasi status volume dan komposisi intravaskuler untuk menjamin
survival seluruh sel
 Minimalisasi respon inflamasi dan hipermetabolik dan mengupayakan
stabilisasi pasien secepat mungkin kembali ke kondisi fisiologis.
Resusitasi cairan (diperlukan untuk luka bakar permukaan tubuh > 10%).
Gunakan larutan Ringer laktat dengan glukosa 5%, larutan garam normal
dengan glukosa 5%, atau setengah garam normal dengan glukosa 5%.
 Cara Evans
1. Luas luka bakar (%) x BB (kg) menjadi mL NaCl per 24 jam
2. Luas luka bakar (%) x BB (kg) menjadi mL plasma per 24 jam
3. 2.000 cc glukosa 5% per 24 jam
Separuh dari jumlah 1+2+3 diberikan dalam 8 jam pertama. Sisanya
diberikan dalam 16 jam berikutnya. Pada hari kedua diberikan setengah
jumlah cairan hari pertama. Pada hari ketiga diberikan setengah jumlah
cairan hari kedua.

 Cara Baxter
Luas luka bakar (%) x BB (kg) x 4 mL

Hitung kebutuhan cairan dengan menambahkan cairan dari kebutuhan


cairan rumatan pada anak dan kebutuhan cairan resusitasi (4 ml/kgBB untuk
setiap 1% permukaan tubuh yang terbakar).

26
≤10 Kg : 100 mL/kg
11-20 Kg: 1000 mL + (Berat badan – 10 Kg) x 50 mL
>20 Kg : 1500 mL + (Berat badan – 20 Kg) x 20 mL
Separuh dari jumlah cairan diberikan dalam 8 jam pertama. Sisanya diberikan
dalam 16 jam berikutnya. Pada hari kedua diberikan setengah jumlah cairan
hari pertama. Pada hari ketiga diberikan setengah jumlah cairan hari kedua.

Tekanan darah kadang sulit diukur dan hasilnya kurang dapat


dipercaya. Pengukuran produksi urin tiap jam merupakan alat monitor yang
baik untuk menilai volume sirkulasi darah. Pemberian cairan cukup untuk
dapat mempertahankan produksi urin 1,0 mL/kgBB/jam pada anak-anak
dengan berat badan 30 kg atau kurang, dan 0,5-1 ml/kgBB/jam pada orang
dewasa.
Resusitasi luka bakar yang ideal adalah mengembalikan volume
plasma dengan efektif tanpa efek samping. Kristaloid isotonic, cairan
hipertonik, dan koloid telah digunakan untuk tujuan ini, namun setiap cairan
memiliki kelebihan dan kekurangan. Tak satupun dari mereka ideal, dan tak
ada yang lebih superior dibanding yang lain.
1. Kristaloid isotonik
Kristaloid tersedia dan lebih murah dibanding alternative lain. Cairan
RL, cairan Hartmann (sebuah cairan yang mirip dengan RL) dan NaCl 0,9%
adalah cairan yang sering digunakan. Ada beberapa efek samping dari
kristaloid: pemberian volume NaCl 0,9% yang besar memproduksi
hyperchloremic acidosis, RL meningkatkan aktivasi neutrofil setelah
resusitasi untuk hemoragik atau setelah infus tanpa hemoragik. RL
digunakan oleh sebagian besar rumah sakit mengandung campuran ini. Efek
samping lain yang telah didemonstrasikan yaitu kristaloid memiliki
pengaruh yang besar pada koagulasi.
Meskipun efek samping ini, cairan yang paling sering digunakan
untuk resusitasi luka bakar di Inggris dan Irlandia adalah cairan Hartmann
(unit dewasa 76%, unit anak 75%). Sedangkan RL merupakan tipe cairan
yang paling sering digunakan di US dan Kanada.

27
2. Cairan hipertonik
Pentingnya ion Na di patofisiologi syok luka bakar telah ditekankan
oleh beberapa studi sebelumnya. Na masuk ke dalam sel shingga terjadi
edema sel dan hipo-osmolar intravascular volume cairan. Pemasangan infus
cairan hipertonik yang segera telah dibuktikan meningkatkan osmolaritas
plasma dan membatasi edema sel. Penggunaan cairan dengan konsentrasi
250 mEq/L, Moyer at al. mampu mendapatkan resusitasi fisologis yang
efektif dengan total volume yang rendah dibandingkan cairan isotonic pada
24 jam pertama. Namun Huang et al. menemukan bahwa setelah 48 jam
pasien yang diterapi dengan cairan hipertonik atau RL memberikan hasil
yang sama. Mereka juga mendemonstrasikan bahwa resusitasi cairan
hipertonik berhubungan dengan peningkatan insidens gagal ginjal dan
kematian. Saat ini, resusitasi dengan cairan hipertonik menjadi pilihan
menarik secara fungsi fisiologis sesuai teorinya, tetapi memerlukan
pemantauan ketat dan resiko hipernatremi dan aggal ginjal menjadi
perhatian utama.
3. Koloid
Kebocoran dan akumulasi protein plasma di luar komparemen
vaskular memberikan kontribusi pada pembentukan edema. Kebocoran
kapiler bisa bertahan hingga 24 jam setelah trauma bakar. Peneliti lain
menemukan ekstravasasi ekstravasasi albumin berhenti 8 jam setelah trauma
bakar. Koloid sebagai cairan hiperosmotik, digunakan untuk meningkatkan
osmolalitas intravascular dan menghentikan ekstravasasi kristaloid.

3. Dukungan Nutrisi
Pada keadaan luka bakar terlebih pada luka bakar derajat luas, terjadi
hipermetabolisme akibat respons stres berlebihan. Hal ini akan
mengakibatkan pasien akan mengalami keadaan malnutrisi, dan lambatnya
proses penyembuhan. Keadaan hipermetabolisme dapat bertahan sekitar 12
bulan setelah cedera. Keadaan ini berhubungan dengan luasnya luka bakar,
dan berkaitan dengan stres yang terjadi. Pada anak kebutuhan kalori
mencakup 60%-70% karbohidrat, 15%-20% lemak, sedangkan protein harus
terpenuhi 2,5-4gram/kgbb/hari. Apabila diberikan asupan berlebih dapat

28
menyebabkan peningkatan produksi CO2 yang dapat memperberat fungsi
paru dan dapat meperlambat proses penyapihan ventilator. Di samping itu
pemberian karbohidrat berlebihan akan menyebabkan disfungsi hepar,
hiperglikemia sehingga dapat memicu dehidrasi akibat meningkatnya
diuresis. Pemantauan proses metabolisme dilakukan melalui pemantauan
kadar gula darah, albumin, elektrolit, fungsi hati dan ginjal.4,10

Tabel 4. Perhitungan kebutuhan kalori pada luka bakar12

4. Antibiotika yang sesuai


Pasien luka bakar terutama luka bakar luas berpotensi mengalami infeksi
sekunder maupun sepsis sehingga berpotensi meningkatkan mortalitas.
Penelitian yang dilakukan di Amerika Serikat terhadap 175 pasien luka
bakar luas dikatakan bahwa infeksi berhubungan dengan disfungsi
multiorgan yang dapat menimbulkan kematian pada 36% pasien.14
Infeksi sekunder pada luka bakar terutama disebabkan oleh bakteri gram
positif terutama stafilokokus yang berdomisili di kelenjar keringat dan
folikel rambut, perubahan kondisi akibat luka bakar akan mempercepat
pertumbuhan bakteri, sedangkan infeksi bakteri gram negatif umumnya
disebabkan karena translokasi dari kolon karena berkurangnya aliran darah
mesenterika. Selain itu kondisi pasien diperberat akibat penurunan respons
limfosit T sitotoksik, maturasi mieloid yang menyebabkan terganggunya
aktivitas netrofil dan makrofag. Tujuan penanganan luka adalah
mempercepat epitelisasi sehingga dapat mengurangi risiko infeksi sekunder.
Sepsis seringkali menyertai luka bakar.15
5. Analgetika dan Sedatif
Luka bakar dapat menimbulkan rasa nyeri terlebih lagi pada luka bakar
luas. Nyeri tersebut akan sangat mengganggu proses emosi dan fisiologi
anak. Sehingga diperlukan analgetika dan sedatif yang dapat mengontrol

29
nyeri agar anak menjadi nyaman. Derajat luka bakar akan menentukan nyeri
yang ditimbulkannya. Pada luka bakar superfisial, persyarafaan masih utuh
sehingga pergerakan maupun sentuhan akan sangat memicu rasa nyeri.
Sedangkan luka bakar luas dan dalam (deep partial thickness) beberapa
persarafan bahkan hampir seluruh saraf mengalami kerusakan, akibatnya
pasien tidak begitu merasakan rangsangan nyeri. Namun hal yang harus
diperhatikan adalah apabila sekeliling luka mengalami kemerahan yang
dapat menimbulkan nyeri. Luka bakar jenis full thickness, seluruh
persarafan telah mengalami kerusakan, oleh sebab itu respons terhadap rasa
nyeri sama sekali tidak ada, namun daerah sekeliling luka masih berespons
terhadap rangsang nyeri.13
Seringkali anak yang mengalami luka bakar, rangsangan sekecil apapun
mampu menstimulasi pusat nyeri sehingga akan menimbulkan nyeri kronik
dan nyeri neuropatik. Nyeri neuropatik terjadi sekunder akibat kerusakan
saraf. Hal ini dapat menyebabkan kurangnya respons terhadap analgetika
sehingga dibutuhkan obat-obatan sedatif.13 Analgetika yang diberikan pada
anak yang mengalami nyeri akibat luka bakar adalah parasetamol dan anti
inflamasi non steroid (AINS). Namun bila dengan pengobatan oral masih
tidak berespons, dapat diberikan obat analgetika intravena.
Penanganan nyeri pada anak mencakup terapi farmakologik dan non
farmakologik. Terapi farmakologik dilakukan dengan pemberian analgetika
spesifik yaitu pemberian parasetamol asetaminofen obat Parasetamol adalah
derivat paraaminofenol yang dapat bekerja secara sentral dan perifer untuk
mengatasi rasa nyeri.2 Morfin memiliki efek sekitar 10 –20 menit setelah
diberikan melalui jalur intravena dengan dosis 0,1mg/Kg. Dosis morfin
yang diberikan pada anak >5 tahun yaitu 20 mikrogram/Kg diberikan secara
bolus dilanjutkan dengan titrasi 4-8 mikrogram/kg/ jam. Pada saat diberikan
morfin, harus dilakukan pemantauan pernapasan dan saturasi O2.2
Oxycodone merupakan opioid semisintetis yang memiliki bioavailabilitas
lebih baik dibandingkan morfin. Oxycodone dapat diberikan dengan dosis
0,2mg/Kg secara per oral maupun intravena.2

30
Agonis a2 Adrenergic umumnya diberikan pada anak yang tidak
berespons terhadap pemberian analgetika. Dalam hal ini dapat digunakan
klonidin yang diberikan dengan cara menghambat jalur korda spinalis.
Dosis yang diberikan 1–3 mikrogram/Kg diberikan 3 kali sehari secara oral
atau intravena.
6. Perawatan Luka
Perawatan luka merupakan salah satu tatalaksana yang perlu diperhatikan
dalam penanganan luka bakar. Karena tidak jarang luka yang tidak
dibersihkan dengan baik dapat memicu infeksi sekunder. Cleansing dan
debridement merupakan tindakan rutin yang harus dilakukan. Bilas luka
dapat menggunakan sabun dan air bersih atau clorhexidin atau NaCl 0,9%.
Setelah dibersihkan, diberikan antibiotika topikal yang kemudian menutup
luka dengan kasa steril untuk mengurangi risiko infeksi sekunder. Antibiotik
topikal dapat diberikan sehari 2 kali sambil dilakukan ganti balutan.2
Tujuan utama perawatan luka adalah mencegah infeksi dan melindungi
luka terhadap terjadinya infeksi sekunder. Bula yang terbentuk apabila
berukuran <2cm dapat dibiarkan tetap utuh, sedangkan bula yang besar
harus dipecahkan kemudian dilakukan debridement. Pasien luka bakar yang
dirawat umumnya dilakukan skin graft dalam 1–5 hari setelah trauma.
Tindakan ini terbukti dapat mengurangi risiko sepsis.2,16,17

Terapi pembedahan pada luka bakar


1. Eskarotomi
Eskarotomi dilakukan pada luka bakar derajat 3 yang melingkar pada
ekstremitas atau tubuh karena pengerutan keropeng dan pembengkakan yang
terus berlangsung dapat mengakibatkan penjepitan yang membahayakan
sirkulasi sehingga bagian distal bisa mati. Tanda dini penjepitan adalah nyeri,
kemudian kehilangan daya rasa sampai kebas pada ujung-ujung distal.
Keadaan ini harus cepat ditolong dengan membuat irisan yang memanjang
yang membuka keropeng sampai penjepitan terlepas.
2. Debridemen

31
Debridemen dilakukan sedini mungkin untuk membuang jaringan mati dengan
jalan eksisi tangensial. Tindakan ini dilakukan segera mungkin etelah keadaan
penderita menjadi stabil karena tindakan ini dapat menyebabkan perdarahan.
Biasanya eksisi dini ini dilakukan di hari ke 3 sampai hari ke 7 dan pasti boleh
dilakukan pada hari ke 10. Eksisi tangensial sebaiknya tidak dilakukan pada
luka bakar lebih dari 10% karena dapat menyebabkan perdarahan yang cukup
banyak.
Tindakan ini disertai anestesi baik lokal maupun general dan pemberian
cairan melalui infus. Tindakan ini digunakan untuk mengatasi kasus luka
bakar derajat II dalam dan derajat III. Tindakan ini diikuti tindakan hemostasis
dan juga “skin grafting” (dianjurkan “split thickness skin grafting”). Tindakan
ini juga tidak akan mengurangi mortalitas pada pasien luka bakar yang luas.
Eksisi dini diutamakan dilakukan pada daerah luka sekitar batang tubuh
posterior. Eksisi dini terdiri dari eksisi tangensial dan eksisi fasial.
3. Skin grafting
Luka bakar yang telah dibersihkan atau luka granulasi dapat ditutup
dengan Skin grafting yang umumnya diambil dari kulit penderita sendri.
Sebaiknya penderita dengan luka bakar derajat dua dalam dan derajat tiga
dilakukan Skin grafting untuk mencegah terjadinya keloid dan jaringan parut.
Skin grafting dapat dilakukan sebelum hari ke sepuluh yaitu timbulnya
jaringan granulasi. Tujuan dari metode ini adalah:
a. Menghentikan evaporate heat loss
b. Mengupayakan agar proses penyembuhan terjadi sesuai dengan waktu
c. Melindungi jaringan yang terbuka
2.2.7. Permasalahan pasca luka bakar
Setelah sembuh dari luka, masalah berikutnya adalah akibat jaringan parut
yang dapat berkembang menjadi cacat berat. Kontraktur kulit dapat
menganggu fungsi dan menyebabkan kekakuan sendi atau menimbulkan cacat
estetis yang jelek sekali, terutama bila parut tersebut berupa keloid. Kekakuan
sendi memerklukan program fisioterapi intensif dan kontraktur memerlukan
tindakan oemebedahan.

32
Pada cacat estetik yang berat mungkin dapat diperlukan psikiater untuk
mengembalikan rasa percaya diri penderita dan diperlukan pertolongan ahli
bedah rekonstruksi terutama bila cacat mengenai wajah atau tangan.
Bila lluka bakar merusak jalan napas akibat inhalasi, dapat terjadi
atelektasis, pneumonia, atau insufisiensi fungsi paru pasca trauma.
Komplikasi dalam penyembuhan luka timbul dalam manifestasi yang
berbeda-beda. Komplikasi yang luas timbul dan pembersihan luka yang tidak
adekuat, keterlambatan pembentukan janngan granulasi, tidak adanya
reepitelisasi dan juga akibat komplikasi post operatif dan adanya infeksi.

BAB III
LAPORAN KASUS

A. Identifikasi
Nama : Firman Bin Madirun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Tanggal Lahir : 22 Oktober 2010
Pekerjaan : Pelajar
Alamat : jl. KHA Wahid Hasyim, Lr Terusan I Rt 61/RW 009, 3-4
ULU, Seberang ULU I, Palembang, Sumatera Selatan
Agama : Islam
MRS : 18 Agustus 2019
No. RM : 57.89.83
Pembiayaan : BPJS

B. Anamnesis (Autoanamnesis, 20 Agustus 2019)


Keluhan Utama
Luka bakar di badan sejak ± 1 jam SMRS.

Riwayat Perjalanan Penyakit


Pasien datang ke IGD RSUD Palembang Bari di bawa oleh keluarga
dengan luka bakar yang terjadi sejak ± 1 jam SMRS. Sebelunya pasien

33
sedang bermain dengan temannya di belakang rumah tetangga pasien di dekat
tempat pembuangan sampah. Pasien dan teman-temannya bermain api dengan
membakar sampah-sampah tersebut. Kemudian pasien menyiramkan bensin
ke arah api dan api menyambar ke tubuh pasien. Pasien mengalami luka bakar
di bagian dada, perut, leher, tangan dan kaki. Pasien mengeluhkan nyeri,
sesak napas (-). Pasien datang dalam keadaan sadar penuh.

Riwayat Penyakit Terdahulu:


Pasien mengalami keluhan yang sama sebelumnya (-), Riwayat operasi
disangkal. Riwayat trauma sebelumnya disangkal.
Riwayat Penyakit Keluarga:
Riwayat penyakit dengan keluhan serupa pada keluarga juga disangkal.
Riwayat diabetes mellitus, hipertensi, dan asma bronchial disangkal.

Pengkajian Nyeri Komprehensif

1. Onset : Mendadak, terus menerus


2. Provokasi : Ditekan, digerakkan terasa lebih sakit
3. Quality : Perih/sakit sekali
4. Radiation/Region : Tidak ada
5. Severity :5
6. Treatment : di tutup dengan kassa yang dibasahi dengan NaCl
0,9%
7. Understanding : Nyeri disebabkan luka bakar
8. Values : Nyeri menghilang

34
Nyeri berdasarkan SOCRATES
1. Site (Lokasi) : Nyeri pada perut, dada, tangan dan kaki
2. Onset (Mulai timbul) : Satu jam SMRS
3. Character (Sifat) : Nyeri terasa perih
4. Radiation (Penjalaran) : Nyeri tidak menjalar (terlokalisir)
5. Association (Hubungan) : Mual (-), muntah (-)
6. Timing (Saat terjadinya) : Nyeri saat digerakkan maupun tidak
7. Exacerbating and relieving factor: nyeri dirasakan berkurang saat tutup
dengan kassa yang dibasahi NaCl 0,9%
8. Severity (Tingkat keparahan) : Nyeri semakin lama semakin hebat
C. Pemeriksaan Fisik
Primary Survey
A : Airway clear paten, bicara (+) tidak parau, gargling (-), snoring (-).
B : RR : 25 x / menit, suara napas kanan dan kiri vesikuler, nafas adekuat
C : N : 119 x / menit.
D :GCS E4 M6 V5 : 15, Pupil isokor diameter 3 mm, refleks cahaya (+/+).
E:

 Tampak luka bakar pada leher, dada, perut, lengan atas dan bawah kiri dan
lengan bawah kiri, dan paha kanan, bullae (+)
 Alis dan rambut bagian depan terbakar
 Suhu 36,9ᴼ C

Secondary Survey
Status Generalis
Keadaan Umum : tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis (GCS: E4, V5, M6)
BB : 15 Kg
 Tanda Vital
Pernafasan : 25x/menit
Nadi : 114 x/menit, isi dan tegangan cukup
Suhu : 36,9ºC
Tekanan Darah : - mmHg

35
 Keadaan Spesifik
Kepala : normocephali, deformitas (-), rambut
terbakar (+)
Mata : alis terbakar, konjungtiva anemis (-/-),
sklera ikterik (-/-)
Telinga dan hidung : bulu hidung terbakar (-)
refleks cahaya (+/+), pupil isokor kanan kiri
Leher : pembesaran KGB (-/-), massa (-)
Axilla : pembesaran KGB (-/-)
Thorax : simetris, retraksi (-), sela iga dalam batas
normal
-Jantung : BJ I/II normal, murmur (-), gallop (-),
- Paru : suara nafas vesikuler (+), ronkhi (-),
wheezing (-)
Abdomen : Datar, lemas, nyeri tekan (+)
Genitalia Eksterna : OUE darah (-), skrotum tidak tampak
hematom dan edema
Ekstremitas : akral hangat, deformitas (-), CRT <2,

Status Lokalis
Kepala dan leher :1%

Trunkus anterior : 13 %

Trunkus posterior :0%

Esktremitas atas kanan :0% kemerahan, luka


putih kemerahan
Ekstremitas atas kiri : 1% ,tampak basah,
berair, tepi luka
Ekstremitas bawah kanan : 3 % kotor, bulla (+),
nyeri (+)
Ekstremitas bawah kiri : 0%

Genitalia :0%+

36
Total : 18 %

37
38
D. Pemeriksaan Penunjang
 Pemeriksaan Darah Rutin
Hb : 11,4 g/dl (N : 12-16 g/dl)
Eritrosit : 4,25 x 10*6/uL (N : 4 – 4,5 x 10*6/ uL)
Leukosit : 13.300 mm³ (N : 5000-10000/mm³)
Trombosit : 390.000 mm³ (N :150.000-400.000/mm³)
Hematokrit : 34% (L: 40-48%)
Hitung jenis
- Basofil :0 (0-1%)
- Eosinofil : 2 (1-3%)
- Batang :3 (2-6%)
- Segmen : 42 (50-70%)
- Limfosit : 35 (20-40%)
- Monosit : 18 (2-8%)

 Kimia Darah
Glukosa sewaktu : 158 mg/dl (N : <180 mg/dl)
Ureum : 24 mg/dl (N : 20-40 mg/dl)
Kreatinin : 0,45 mg/dl (N : 0,9-1,3 mg/dl)

E. Diagnosis Kerja
Luka bakar derajat II dengan luas luka bakar 18%

F. Penatalaksanaan
Non Farmakologis :
 Tirah baring
 Observasi tanda vital
Farmakologis :
 IVFD IVFD D5 ½ NS
Luas luka bakar 18% x 15 kg x 4 mL = 1080 mL
Rumatan : 1000 mL + (15– 10 Kg) x 50 mL = 1250 mL
Total: 2330 mL/24 Jam

39
Hari I: 1.165 mL 8 jam pertama dan 1.165 mL dalam 16 jam
berikutnya
 Inj. Ampicilin 3 x 500 mg IV
 Inj. Gentamicin 2 x 40 mg IV
 Paracetamol syr 3 x 2 cth/PO
 GV burnazin 2x/hari
Operatif : debridement
Edukasi Pasien :
- pada masa penyembuhan sering kali luka menjadi gatal, namun luka
tidak boleh digaruk
- upaya pencegahan dengan menjauhkan sumber api dari jangkauan
anak-anak

G. Komplikasi
 Infeksi
 Jaringan parut
 kontraktur

H. Prognosis
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad functionam: dubia ad bonam
Quo ad sanationam: dubia ad bonam

I. Follow Up

Tanggal Subjective Objective Assessment Planning

19/08/2019 Nyeri (+) KU : tampak sakit Luka bakar - IVFD D5 ½ NS


sedang derajat II - Inj. Ampicilin 3
Kesadaran : CM dengan luas x 500 mg IV
TTV : luka bakar - Inj. Gentamicin
TD :110/70 mmHg 18% 2 x 40 mg IV
HR : 98x/menit, - Paracetamol syr

40
reguler 3 x 2 cth/PO
RR: 24 x/menit, - GV burnazin
reguler 2x/hari
T : 37 oC
20/08/2019 Nyeri KU : tampak sakit Luka bakar - IVFD D5 ½ NS
sedang derajat II - Inj. Ampicilin 3
Kesadaran : CM dengan luas x 500 mg IV
TTV : luka bakar - Inj. Gentamicin
TD : - mmHg 18% 2 x 40 mg IV
HR : 87x/menit, - Paracetamol syr
reguler 3 x 2 cth/PO
RR: 22 x/menit, - GV burnazin
reguler 2x/hari
T : 36,8oC - Rencana
Debridemen
(21 Agustus
2019 pukul
12.00 WIB )

21/08/2019 Nyeri post KU : Baik Luka bakar - IVFD D5 ½ NS


op (+) Kesadaran : CM derajat II - Inj. Ampicilin 3
TTV : dengan luas x 500 mg IV
TD :110/70 mmHg luka bakar - Inj. Gentamicin
HR : 89x/menit, 18% 2 x 40 mg IV
reguler - Paracetamol syr
RR: 20 x/menit, 3 x 2 cth/PO
reguler - GV burnazin
T : 36,0 oC 2x/hari
- Debridemen
hari ini
22/08/2019 Nyeri (+ KU : tampak sakit Luka bakar - IVFD D5 ½ NS
ringan derajat II - Inj. Ampicilin 3

41
Kesadaran : CM dengan luas x 500 mg IV
TTV : luka bakar - Inj. Gentamicin
TD : - mmHg 18% 2 x 40 mg IV
HR : 89 x/menit, - Paracetamol syr
reguler 3 x 2 cth/PO
RR: 22 x/menit,
reguler
T : 36,9oC

23/08/2019 Nyeri (+) KU : tampak sakit Luka bakar - IVFD D5 ½ NS


ringan derajat II - Inj. Ampicilin 3
Kesadaran : CM dengan luas x 500 mg IV
TTV : luka bakar - Inj. Gentamicin
TD :- mmHg 18% 2 x 40 mg IV
HR : 83x/menit, - Paracetamol syr
reguler 3 x 2 cth/PO
RR: 20 x/menit, - GV burnazin
reguler 2x/hari
T : 36,7 oC
24/08/2019 Nyeri (+) KU : tampak sakit Luka bakar - IVFD D5 ½ NS
berkurang ringan derajat II -> aff
Kesadaran : CM dengan luas - Inj. Ampicilin 3
TTV : luka bakar x 500 mg IV
TD : - mmHg 18% - Inj. Gentamicin
HR : 88 x/menit, 2 x 40 mg IV
reguler - GV burnazin
RR: 20 x/menit, - Os boleh
reguler pulang
T : 36,8oC

42
BAB IV

PEMBAHASAN

Pasien datang ke IGD RSUD Palembang Bari dengan keluhan di bawa oleh
keluarga dengan luka bakar yang terjadi sejak ± 1 jam SMRS. Sebelunya pasien
sedang bermain dengan temannya di belakang rumah tetangga pasien di dekat
tempat pembuangan sampah. Pasien dan teman-temannya bermain api dengan
membakar sampah-sampah tersebut. Kemudian pasien menyiramkan bensin ke
arah api dan api menyambar ke tubuh pasien. Pasien mengalami luka bakar di
bagian dada, perut, leher, tangan dan kaki. Pasien mengeluhkan nyeri, sesak napas
(-). Pasien datang dalam keadaan sadar penuh.

Dari pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum pasien tampak sakit


sedang, rambut dan alis terbakar, status lokalis didapatkan luka bakar pada Kepala
dan leher 1 %, Trunkus anterior 13 %, Ekstremitas atas kiri 1 %, Ekstremitas
bawah kanan 3 % dengan Total 18 % luka tampak kemerahan, luka putih
kemerahan ,tampak basah, berair, tepi luka kotor, bulla (+), nyeri (+). Pada
pemeriksaan laboratorium didapatkan hasil leuosit meningkat atau leukositosis
sebesar 13.300.

Diagnosis luka bakar pada pasien ini didapatkan dari anamnesis dan
pemeriksaan fisik. Berdasarkan etiologi, pasien mengalami luka bakar suhu tinggi
aau thermal burn biasanya disebabkan oleh air panas (scald), jilatan api ketubuh
(flash), kobaran api di tubuh (flam), dan akibat terpapar atau kontak dengan objek-
objek panas lainnya. Berdasarkan luasnya, pasien mengalami luka bakar seluas
18%. Luas luka bakar ini dinyatakan sebagai presentase terhadap luas permukaan
tubuh atau total body surface area. Pada pasien ini luas luka di hitung dengan
Metode Lund dan Browder yang dapat mengkompensasi variasi bentuk tubuh
yang terjadi sesuai usia, grafik tersebut juga memberikan penilaian yang akurat
pada anak-anak dan disesuaikan dengan usia. Namun dapat juga di hitung metode
Rule of Nine atau Rule of Wallace.
Berdasarkan kedalamannya, pasien mengalami luka bakar derajat dua
dimana Kerusakan terjadi pada lapisan epidermis dan sebagian dermis
dibawahnya tetapi masih terdapat elemen epitel sehat yang tersisa pada stratum
basal, kelenjar sebasea, kelenjar keringat, dan pangkal rambut, berupa reaksi

43
inflamasi akut disertai proses eksudasi. Pada luka bakar derajat dua ini ditandai
dengan nyeri, bercak-bercak berwarna merah muda dan basah serta
pembentukan blister atau lepuh yang berisi cairan eksudat yang keluar dari
pembuluh darah akibat permeabilitas dindingnya meningkat. Berdasarkan derajat
keparahan, pasien mengalami luka bakar sedang (moderate burn) yaitu Luka
bakar dengan luas 10 – 20 % pada anak usia < 10 tahun.
Pada Penatalaksanaan luka bakar memperthanakan jalan napas dengan
pemberian O2 dan pembersihan jalan napas merupakan komponen penting dalam
tatalaksana jalan napas. Resusitasi cairan merupakan tatalaksana utama pada saat
fase awal penanganan luka bakar terutama pada 24 jam pertama. Pemberian cairan
yang adekuat akan mencegah syok yang disebabkan karena kehilangan cairan
berlebihan pada luka bakar. Resusitasi cairan diindikasikan bila luas luka bakar >
10% pada anak-anak atau > 15% pada dewasa. Resusitasi cairan (diperlukan
untuk luka bakar permukaan tubuh > 10%). Gunakan larutan Ringer laktat
dengan glukosa 5%, larutan garam normal dengan glukosa 5%, atau setengah
garam normal dengan glukosa 5%. Pemberian cairan dapat menggunakan cara
evans atau dengan cara baxter. Hitung kebutuhan cairan dengan menambahkan
cairan dari kebutuhan cairan rumatan pada anak dan kebutuhan cairan resusitasi
Separuh dari jumlah cairan diberikan dalam 8 jam pertama. Sisanya diberikan
dalam 16 jam berikutnya. Pada hari kedua diberikan setengah jumlah cairan hari
pertama. Pada hari ketiga diberikan setengah jumlah cairan hari kedua.

Pada pasien diberikan antibiotik IV berupa ampicilin dan gentamicin. Pasien


luka bakar terutama luka bakar luas berpotensi mengalami infeksi sekunder
maupun sepsis sehingga berpotensi meningkatkan mortalitas. Infeksi sekunder
pada luka bakar terutama disebabkan oleh bakteri gram positif terutama
stafilokokus yang berdomisili di kelenjar keringat dan folikel rambut, perubahan
kondisi akibat luka bakar akan mempercepat pertumbuhan bakteri,

Seringkali anak yang mengalami luka bakar, rangsangan sekecil apapun


mampu menstimulasi pusat nyeri sehingga akan menimbulkan nyeri kronik dan
nyeri neuropatik Analgetika yang diberikan pada anak yang mengalami nyeri
akibat luka bakar adalah parasetamol dan anti inflamasi non steroid (AINS).

44
Namun bila dengan pengobatan oral masih tidak berespons, dapat diberikan obat
analgetika intravena. pemberian parasetamol asetaminofen obat Parasetamol
adalah derivat paraaminofenol yang dapat bekerja secara sentral dan perifer untuk
mengatasi rasa nyeri.
Perawatan luka merupakan salah satu tatalaksana yang perlu diperhatikan
dalam penanganan luka bakar. Karena tidak jarang luka yang tidak dibersihkan
dengan baik dapat memicu infeksi sekunder. Cleansing dan debridement
merupakan tindakan rutin yang harus dilakukan. Bilas luka dapat menggunakan
sabun dan air bersih atau clorhexidin atau NaCl 0,9%. Setelah dibersihkan,
diberikan antibiotika topikal yang kemudian menutup luka dengan kasa steril
untuk mengurangi risiko infeksi sekunder. Antibiotik topikal dapat diberikan
sehari 2 kali sambil dilakukan ganti balutan. Meskipun masih banyak kontroversi
dalam pemakaian obat topikal, tetapi yagpenting obat topikal tersebut membuat
luka terbebas dari infeksi, mengurangi rasa nyeri, mempercepat epitelisasi. Krim
Silver sulfadiazin sangat berguna karena bersift bakteriostatik, mempunyai daya
tembus yang cukup, efektif terhadap semua kuman, tida menimbulkan resitensi,
dan aman.
Pada pasien dilakukan tindakan bedah debridemen Debridemen dilakukan
sedini mungkin untuk membuang jaringan mati dengan jalan eksisi tangensial.
Tindakan ini dilakukan segera mungkin etelah keadaan penderita menjadi stabil
karena tindakan ini dapat menyebabkan perdarahan. Biasanya eksisi dini ini
dilakukan di hari ke 3 sampai hari ke 7 dan pasti boleh dilakukan pada hari ke 10.
Eksisi tangensial sebaiknya tidak dilakukan pada luka bakar lebih dari 10%
karena dapat menyebabkan perdarahan yang cukup banyak.
Komplikasi yang mungkin terjadi pada kasus ini adalah Setelah sembuh dari
luka, masalah berikutnya adalah akibat jaringan parut yang dapat berkembang
menjadi cacat berat. Kontraktur kulit dapat menganggu fungsi dan menyebabkan
kekakuan sendi atau menimbulkan cacat estetis yang jelek sekali, terutama bila
parut tersebut berupa keloid. Kekakuan sendi memerklukan program fisioterapi
intensif dan kontraktur memerlukan tindakan pemebedahan.

45
Prognosis pada kasus ini baik quo ad vitam, quo ad functionam, dan quo
ad sanationam adalah ad bonam. Dengan perawatan luka yang baik maka proses
penyembuhan luka akan berlangsung dengan baik dan cepat.

46
BAB V

KESIMPULAN

Adapun kesimpulan dari laporan kasus ini adalah:

1. Luka Bakar atau combustio adalah suatu bentuk kerusakan atau hilangnya
jaringan yang disebabkan kontak dengan sumber panas seperti api, air panas,
bahan kimia, listrik, dan radiasi..
2. Diagnosis vulnus laceratum dilakukan dengan anamnesis dan pemeriksaan
fisik, pada kasus didapatkan anamesis berupa riwayat terjadinya luka bakar.
Melakukan penilaian primary dan secondary survey. Menentukan luas dan
kedalaman luka bakar
3. Tatalaksana luka bakar berupa manajemen jalan napas, resusitasi cairan,
nutrisi yang adekuat, antibiotika, analgetika perawatan luka serta tindakan
pembedahan.

47
Daftar Pustaka

1. Stevan WK & Susianti. Luka Bakar Derajat II-III 90% Karenaapi Pada
Laki-Laki 22 Tahun Di Bagian Bedah Rumah Sakit Umum Daerah
Abdoel Moeloek Lampung.
2. Nka
3. Seruni, BD. PENATALAKSANAAN LUKA BAKAR PADA ANAK.
FAKULTAS KEDOKTERAN UNS / RSUD Dr. MOEWARDI
SURAKARTA. 2016.
4. Mesche AL. 2016. Sistem Integumen. Dalam: Teks Dan Atlas Histologi
Dasar Junquiera. Hlm 309–24.
5. R. Sjamsuhidajat & Wim De Jong. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 3.
Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta. 2010
6. Kusuma, P. Luka Bakar. RUMAH SAKIT UMUM DAERAH PASAR
REBO, Fakultas Kedokteran Universitas Yarsi. 2013

48

Anda mungkin juga menyukai