Anda di halaman 1dari 37

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1.

Gambaran Umum

Kota Samarinda merupakan ibu kota Propinsi Kalimantan Timur, dengan luas wilayah 718,00 Km2 dengan batas batas wilayah sebagai berikut : 1. Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Kutai kertanegara 2. Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Kutai kertanegara 3. Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Kutai kertanegara 4. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Kutai kertanegara Kota Samarinda terdiri dari enam kecamatan yaitu kecamatan Palaran,kecamatan Samarinda Seberang, kecamatan Sungai Kunjang, kecamatan Samarinda Ulu, kecamatan Samarinda Ilir dan kecamatan Samarinda Utara. Dan 47 jumlah Kelurahan dengan 21 Petugas pemegang program pneumonia yang mana di setiap puskesmas te rdiri dari 1 orang petugas. Penelitian ini dilaksanakan di seluruh puskesmas yang ada di kota samarinda yang berjumlah 21 puskesmas Keadaan geografis Kota Samarinda terdiri dari dataran rendah dan perbukitan, dimana ditengah -tengah kota dilalui sungai Mahakam yang merupakan urat nadi perekonomian kota Samarinda yang memisahkan Samarinda Kota dengan Samarinda Seberang dan Kecamatan Palaran.

Samarinda terletak di wilayah khatulistiwa dengan koordinat diantara 021'18"-109'16" LS dan 11615'16"-11724'16" BT. Dengan Topografi meliputi tanah datar dan berbukit di ketinggian antara 10 s.d. 200 m di atas permukaan laut. Fasilitas kesehatan Fasilitas kesehatan yang ada di Kota Samarinda. Gambaran umum daerah Kota Samarinda dapat dilihat pada gambar dan lambang Kota Samarinda yang menggambarkan keadaan sosial,ekonomi,budaya, semangat serta cita -cita rakyat Kota Samarinda, yang dituangkan dalam peraturan daerah No. 2 Tahun 1988 tanggal 21 Januari 1988. Semboyan kota samarinda adalah TEPIAN yang berarti : TE Pi A N berarti TEDUH berarti RAPI berarti Aman berarti Nyaman Untuk mengetahui proporsi kondisi geografis Kota Samarinda

dapat di lihat pada diagram dibawah ini. Tabel 4.1 Kondisi Geografis Menurut Kecamatan di Kota Samarinda
No 1 2 3 4 5 6 Kecamatan Palaran Smda Seberang Sungai Kunjang Samarinda Ulu Samarinda Ilir Samarinda Utara Kota Samarinda Kondisi Wilayah (km) Dataran Rendah Bukit 75,60 24,40 91,90 80,75 65,50 45,75 63,75 423.25 8,10 19,25 34,50 54,25 36,25 176.25

Dengan keadaan geografis tersebut ada sebagian penduduk masih sulit menerima akses pelayanan kesehatan, karena masalah transportasi yang belum menjangkau ke seluruh wilayah Kota Samarinda. Oleh sebab itu masyarakat pedesaan mengalami kesulitan memperoleh pengobatan secara cepat dan aman. Dari tabel dibawah ini di jelaskan bahwa untuk biaya trasportasi masyarakat terjauh menuju sarana pelayanan kesehatan sangat terjangkau oleh sarana transportasi

bervariasi. Wilayah yang belum

umum sebagian besar masyarakat menggunakan sarana ojek sebagai sarana transportasinya, sehingga biaya yang dikeluarkan juga sangat mahal. Untuk mengetahui keterjangkauan sarana transportasi di wilayah Kota Samarinda dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Tabel 4.2 Keterjangkauan Wilayah Menurut Sarana Transportasi dan Waktu Ke Pusat Pelayanan Kesehatan di Kota Samarinda.
Darat No . 1. 2. 3. 4. 5. 6. Kecamatan Biaya Palaran Smda Seberang Sungai Kunjang Samarinda Ulu Samarinda Ilir Samarinda Utara 25.000 10.000 20.000 10.000 25.000 25.000 Waktu 45 mnt 15 mnt 35 mnt 15 mnt 45 mnt 45 mnt Biaya Waktu Air

Penduduk Kota Samarinda pada tahun 200 9 berdasarkan data dari badan statistik Kota Samarinda ( BPS ) berjumlah 593.039 jiwa yang terdiri atas 308.390 jiwa penduduk laki-laki dan 285.487 jiwa penduduk perempuan. Gambaran situasi penduduk menurut

kecamatan di Kota Samarinda tahun 2007 dapat dilihat pada tabel di bawah ini : Tabel 4.3 Situasi Penduduk Menurut Kelompok Umur Dan Jenis Kelamin Di Kota Samarinda Tahun 2009
Jumlah Penduduk Golongan Umur Laki-Laki Absolut <1 Tahun 8.085 28.385 51.389 169.839 44.027 6.668 308.390 % 2,63 9,21 16,67 55,08 14.28 2.17 100 Perempuan Absolut 6.375 22.386 51.232 158.228 38.512 8.754 285.487 % 2.24 7,85 17.95 55,45 13,49 3.07 100 14.460 50.771 102.621 328.067 82.539 15.422 593.827 Jumlah

1 4 Tahun 5 14 Tahun 15 44 Tahun 45 - 64 Tahun > = 65 Jumlah

Dari jumlah total penduduk Kota Samarinda 593.827 jiwa tersebar dienam kecamatan yaitu ; 7.24 % tinggal dikecamatan

Palaran, 15,59 % di kecamatan Samarinda Seberang, 15,38 % di kecamatan Sungai Kunjang, 16,77 % di kecamatan Samarinda Ulu, 18, 10 % tinggal di kecamatan Samarinda Ilir dan 26,95 % tinggal di kecamatan Samarinda Utara. Berdasarkan data demografi diatas

digambarkan bahwa jumlah penduduk terbesar berada dikecamatan Samarinda Utara dengan ju mlah penduduk 160.029 jiwa (26,95) persen.
2. Karakeristik Responden a. Jenis Kelamin

Jenis kelamin responden adalah katagori responden yang didasarkan pada perbedaan biologis struktur organ reproduksi, bentuk biologis lainnya. Adapun distribusi menurut jenis kelamin adalah sebagai berikut :
Tabel 4.4 Distribusi Responden Menurut Jenis Kelamin Responden Di Puskesmas kota Samarinda Tahun 2011
No 1. 2 Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan Total Jumlah 2 19 21 Persentase(%) 9,5 90,5 100

Dari tabel 4.4 di atas, menunjukan bahwa jumlah jenis kelamin tenaga kesehatan di puskesmas yaitu laki -laki sebesar 9,5% sedangkan jenis kelamin perempuan sebesar 90,5%.
b. Umur

Karakteristik responden dapat dilihat dalam tabel berikut:

berdasarkan umur responden

Tabel 4.5 Distribusi Responden Menurut Umur Responden Di Puskesmas kota Samarinda Tahun 2011
No 1 2 3 4 5 Kelompok Umur 29-32 33-36 37-40 41-44 45-48 Total Frekuensi 1 2 8 5 5 21 Persentase(%) 4,8 9,5 38,1 23,8 23,8 100

Pada tabel 4.5 diatas, pembagian kelompok umur yang digunakan berdasarkan pada rumus Sturgess. Dimana Umur minimal responden adalah 29 tahun dan umur maksimal responden adalah 48 tahun, dan mayoritas responden berada pada usia antara 37-40 tahun yaitu sebesar 38,1%.
c. Pendidikan

Karakteristik responden menurut pendidikan formal yang didapatkan, dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 4.6 Distribusi Responden Menurut Pendidikan Responden Di Puskesmas kota Samarinda Tahun 2011
No 1. 2. Pendidikan Diploma Sarjana Total Frekuensi 20 1 21 Persentase(%) 92,4 4,8 100

Dari tabel 4.6 diatas menunjukan bahwa sebagian besar pendidikan responden yakni 20 orang atau (92,4%)

berpendidikan DIII/diploma sedangkan

yang berpendidikan

sarjana hanya 1 orang atau (4,8%) dari 21 Puskesmas yang ada di kota samarinda.

d. Golongan/Pangkat

Karakteristik responden menurut Golongan atau pangkat yang didapatkan dilihat dari lamanya bekerja, dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4.7 Distribusi Responden Menurut Golongan/pangkat Responden Di Puskesmas kota Samarinda Tahun 2011
No 1. 2. 3 4. 5. Gol/Pangkat IIC IIIA IIIB IIIC IIID Total Frekuensi 1 5 9 1 5 21 Persentase(%) 4,8 23,8 42,9 4,8 23,8 100

Dari tabel 4.7 diatas menunjukan bahwa golongan/ pangkat responden yang IIC sebanyak 1 orang (4,8%), IIIA sebanyak 5 orang (23,8%), IIIB sebanyak 9 orang (42,9%), IIIC sebanyak 1 orang (4,8%) dan IIID sebesar 5 orang (23 ,8%) dimana dapat kita ketahui bahwa golongan/pang kat IIC dan IIIC sama jumlahnya begitu juga dengan golongan IIIA dan IIID sama jumlahnya sedangkan golongan/pangkat yang paling banyak adalah golongan/pangkat IIIB di seluruh petugas pemegang program pneumonia.
e. Masa kerja

Karakteristik responden menurut Masa kerja, dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 4.8 Distribusi Responden Menurut Masa Kerja Responden Di Puskesmas kota Samarinda Tahun 2011
No 1. 2. 3 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11 12. 13. Masa Kerja 9 Tahun 10 Tahun 12 Tahun 14 Tahun 15 Tahun 17 Tahun 18 Tahun 19 Tahun 22 Tahun 23 Tahun 25 Tahun 26 Tahun 27 Tahun Total Frekuensi 2 1 3 2 1 1 3 1 2 1 1 2 1 21 Persentase(%) 9,5 4,8 14,3 9,5 4,8 4,8 14,3 4,8 9,5 4,8 4,8 9,5 4,8 100

Dari tabel 4.8 diatas menunjukan bahwa Masa kerja adalah lamanya responden melaksanakan tugas. Pada masa kerja tersebut rata-rata petugas kesehatan bekerja lebih dari 5 tahun di masing-masing puskesmas, paling rendah masa kerjanya selama 9 tahun sebanyak 2 orang (9,5%) sementara paling tinggi masa kerjanya 27 ta hun sebanyak 1 orang (4,8%) sedangkan masa kerja 12 tahun dan 18 tahun sebesar 3 orang (14,3%).
f. Lama Memegang Program ISPA/Pneumonia

Karakteristik

responden

menurut

Lama

Memegang

program ISPA/Pneumonia dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 4.9 Distribusi Responden Menurut Lama Memegang Program ISPA Di Puskesmas kota Samarinda Tahun 2011
No 1. 2. 3 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. Lama Memegang Program ISPA 3 Bulan 5 Bulan 1 Tahun 2 Tahun 3 Tahun 4 Tahun 5 Tahun 7 Tahun 8 Tahun 10 Tahun 11 Tahun 15 Tahun Total Frekuensi 1 1 2 2 1 2 3 3 1 3 1 1 21 Persentase(%) 4,8 4,8 9,5 9,5 4,8 9,5 14,3 14,3 4,8 14,3 4,8 4,8 100

Dari tabel 4.9 diatas menunjukan bahwa Lama bertugas memegang program ISPA/Pneumonia di puskesmas kota

samarinda. paling sebentar yaitu 3 bulan sebanyak 1 orang (4,8%) dan paling lama memegang program yaitu 15 tahun

sebanyak 1 orang (4,8%) sementara petugas yang berjumah 3 orang (14,3%) lama bertugas memegang program ISPA yaitu 4,5 dan 10 tahun.
3. Analisis Data a. Analisis Univariat

Analisis univariat dilakukan untuk mendiskripsikan setiap variable dalam penelitian. Data yang dianalisis berasal dari distribusi frekuensi. Analisis ini digunakan untuk memperoleh gambaran tentang masing masing variabel yaitu pengetahuan ,keterampilan dan motivasi petugas kesehatan di Puskesmas yang ada di kota samarinda dengan

mendeskripsikan nilai dari tiap -tiap variabel yang digunakan dalam penelitian. Berikut ini hasil penelitian yang disajikan dalam bentuk ta bel distribusi frekuensi, presentase yang disertai dengan penjelasan berupa deskriptif terhadap hasil penelitian. 1. Kinerja Petugas Kinerja dapat diartikan sebagai Hasil kerja yang telah dicapai oleh petugas P2 ISPA/pneumonia berdasarkan tugas dan fungsinya termasuk pelaksanaan dan pencapaian target program yang telah ditetapkan oleh Dinas Kesehatan Kota Samarinda.
Tabel 4.10 Distribusi Responden Menurut kinerja petugas Di Puskesmas kota Samarinda Tahun 2011
Kinerja petugas Baik Kurang Total Frekuensi 7 14 21 Persentase(%) 33,3 66,7 100

Dari tabel 4.10 diatas dapat dilihat distribusi r esponden menurut kinerja petugas di Puskesmas kota samarinda yang menunjukkan bahwa dari 21 responden proporsi tertinggi yaitu sebanyak 14 responden (33,3%) memiliki kinerja kurang baik

dan proporsi terendah yaitu sebanyak 7 responden (66,7 %) memiliki kinerja baik. 2. Pengetahuan Petugas Suatu kemampuan atau kapasitas individu dalam

menyelesaikan tugas pada suatu pekerjaan yang diukur dengan kemampuan dilakukan. dan keterampilan dari hasil kegiatan yang

Tabel 4.11 Distribusi Responden Menurut Pengetahuan petugas Di Puskesmas kota Samarinda Tahun 2011
Pengetahuan Baik Kurang Total Frekuensi 11 10 21 Persentase(%) 52,4 47,6 100

Dari tabel 4.11 diatas dapat dilihat distribusi r esponden menurut pengetahuan petugas di Puskesmas kota samarinda yang menunjukkan bahwa dari 21 responden proporsi tertinggi yaitu sebanyak 11 responden (52,4%) memiliki pengetahuan yang baik sedangkan proporsi terendah yaitu sebanyak 10 responden (47,6%) memiliki pengetahuan yang kurang baik. 3. Keterampilan Petugas Merupakan suatu kemampuan petugas dalam

menerapkan pengetahuan yang diperoleh melalui pelatihan ke dalam bentuk tindakan penanganan, pengobatan dan

pencegahan berdasarkan standar yang telah ditetapkan , dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 4.12 Distribusi Responden Menu rut Keterampilan Petugas Di Puskesmas kota Samarinda Tahun 2011
Keterampilan Baik Kurang Total Frekuensi 12 9 21 Persentase(%) 57,1 42,9 100

Dari tabel 4.12 diatas dapat dilihat distribusi r esponden menurut keterampilan petugas di Puskesmas kota samarinda yang menunjukkan bahwa dari 21 responden proporsi tertinggi yaitu sebanyak 12 responden (57,1%) memiliki keterampilan

yang baik sedangkan proporsi terendah yaitu sebanyak 9 responden (42,9%) memiliki keterampilan yang kurang baik. 4. Motivasi Petugas Motivasi merupakan Kondisi diri meliputi perasaan

senang, semangat dalam melakukan pekerjaan, kesungguhan dan tanggung jawab dalam pelayanan serta keseriusan dalam melaksanankan suatu pekerjaan untuk mencapai satu tujuan . dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
Tabel 4.13 Distribusi Responden Menu rut Motivasi Petugas Di Puskesmas kota Samarinda Tahun 2011
Motivasi Baik Kurang Total Frekuensi 11 10 21 Persentase(%) 52,4 47,6 100

Dari tabel 4.13 diatas dapat dilihat distribusi r esponden menurut motivasi petugas di Puskesmas kota samarinda yang menunjukkan bahwa dari 21 responden proporsi tertinggi yaitu sebanyak 11 responden (52,4%) memiliki motivasi yang baik sedangkan proporsi terendah yaitu sebanyak 10 responden (47,6%) memiliki motivasi yang kurang baik.
b. Analisis Bivariat

Analisis bivariat dilakukan untuk mengetahui besarnya hubungan antara variabel bebas (independent), dan variabel terikat

(dependent).

Dimana

Hubungan dikatakan bermakna secara

statistik apabila diperoleh nilai p < 0,05. Dalam penelitian i ni analisis dilakukan dengan menggunakan uji statistik Chi-Square. Dalam hal

ini untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara pengetahuan, Keterampilan dan motivasi terhadap kinerja petugas kesehatan di puskesmas kota samarinda, maka dapat dilihat pada tabel berikut : 1. Hubungan Pengetahuan terhadap Kinerja Petugas Kesehatan di Puskesmas Kota Samarinda. Berdasarkan hasil penelitian tentang hubungan

pengetahuan terhadap kinerja petugas kesehatan dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 4.14 Hubungan Pengetahuan terhadap Kinerja Petugas Di Puskesmas kota Samarinda Tahun 2011
Pengetahuan Petugas n Baik Kurang Jumlah 1 6 7 Kinerja Petugas Baik % 9,1 60,0 33,3 n 10 4 14 Kurang % 90,9 40,0 66,7 Total N 11 10 21 % 100 100 100 0.024 Pvalue

Berdasarkan hasil analisis pada tabel 4.1 4 diatas dapat diketahui bahwa petugas yang memiliki kinerja baik proporsi tertinggi terdapat pada petugas yang memiliki pengetahuan kurang tentang pneumonia sebesar 60,0% dibandingkan dengan pengetahuan baik yaitu 9,1 %, sedangkan pada petugas yang memiliki kinerja kurang proporsi tertinggi terdapat pada petugas yang memiliki pengetahuan yang baik tentang Pneumonia sebesar 90,9% dibandingkan dengan petugas yang memiliki pengetahuan kurang yaitu sebesar 40,0%.

Hasil uji statistik diperoleh P value 0.024 maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan petugas dengan kinerja petugas kesehatan di puskesmas kota samarinda. 2. Hubungan Keterampilan terhadap Kinerja Petugas Kesehatan di Puskesmas Kota Samarinda. Berdasarkan hasil penelitian tentang hubungan

keterampilan terhadap kinerja petugas kesehatan dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 4.15 Hubungan Keterampilan terhadap Kinerja Petugas Di Puskesmas kota Samarinda Tahun 2011
Keterampilan Petugas n Baik Kurang Jumlah 1 6 7 Kinerja Petugas Baik % 8,3 66,7 33,3 n 11 3 14 Kurang % 91,7 33,3 66,7 Total N 12 9 21 % 100 100 100 0.016 Pvalue

Berdasarkan hasil analisis pada tabel 4.1 5 diatas dapat diketahui bahwa petugas yang memiliki kinerja baik proporsi tertinggi terdapat pada petugas yang memiliki keterampilan kurang tentang penanganan pneumonia sebesar 66,7%

dibandingkan dengan petugas yang keterampilan baik yaitu 8,3%, sedangkan pada petugas yang memiliki kinerja kurang proporsi tertinggi yang terdapat baik pada petugas yang memiliki

keterampilan

tentang

penanganan

Pneumonia

sebesar 91,7% dibandingkan dengan petugas yang memiliki keterampilan kurang yaitu sebesar 33,3%. Hasil uji statistik diperoleh P value 0.016 maka dapat disimpulkan bahwa ada hu bungan yang signifikan antara keterampilan petugas dengan kinerja petugas kesehatan di puskesmas kota samarinda. 3. Hubungan Motivasi terhadap Kinerja Petugas Kesehatan di Puskesmas Kota Samarinda. Berdasarkan hasil penelitian tentang hubungan motivasi terhadap kinerja petugas kesehatan dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 4.16 Hubungan Motivasi terhadap Kinerja Petugas Di Puskesmas kota Samarinda Tahun 2011
Motivasi Petugas n Baik Kurang Jumlah 1 6 7 Kinerja Petugas Baik % 9,1 60,0 33,3 n 10 4 14 Kurang % 90,9 40,0 66,7 Total N 11 10 21 % 100 100 100 0.024 Pvalue

Berdasarkan hasil analisis pada tabel 4.1 6 diatas dapat diketahui bahwa petugas yang memiliki kinerja baik proporsi tertinggi terdapat pada petugas yang memiliki motivasi kurang tentang penanganan pneumonia sebesar 60,0% dibandingkan dengan petugas yang motivasi baik yaitu 9,1%, sedangkan pada petugas yang memiliki kinerja kurang proporsi tertinggi terdapat

pada petugas yang memiliki motivasi yang baik tentang penanganan Pneumonia sebesar 90,1% dibandingkan dengan petugas yang memiliki motivasi kurang yaitu sebesar 40,0%. Hasil uji statistik diperoleh P value 0.024 maka dapat disimpulkan bahwa ada hu bungan yang signifikan antara motivasi petugas dengan kinerja petugas kesehatan di

puskesmas kota samarinda.


B. Pembahasan

Berdasarkan hasil pengolahan data , analisis data dan penyajian data maka dilakukan pembahasan hasil penelitian sesuai dengan variabel yang diteliti. Pada penelitian ini faktor -faktor yang terbukti memiliki hubungan yang bermakna dengan kinerja petugas di Puskesmas kota Samarinda dengan menggunakan uji Chi-Square yaitu, pengetahuan. Keterampilan dan motivasi petugas kesehatan.
1. Hubungan Pengetahuan terhadap Kinerja Petugas kesehatan di Puskesmas Kota Samarinda .

Tingkat pendidikan seseorang juga dapat mempengaruhi pengetahuan. Tingkat pendidikan formal merupakan fa ktor yang ikut menentukan mudah tidaknya seseorang menyerap dan memahami informasi yang diperoleh. Pendidikan juga akan membuat seseorang terdorong untuk ingin tahu, mencari pengalaman sehingga informasi yang diterima akan menjadi pengetahuan (Notoatmodjo, 2003).

Pengetahuan (knowledge) adalah hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah seseorang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi karena adanya pancaindera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, pen ciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Tanpa pengetahuan seseorang tidak mempunyai dasar untuk mengambil keputusan dan menentukan tindakan terhadap masalah yang dihadapi. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (overt behavior) (Notoatmodjo, 2005). Menurut teori lawrence Green (1980) dalam Notoatmojo (2005), pengetahuan merupakan salah satu faktor yang menduk ung terjadi perubahan perilaku. Tingkat pengetahuan memang tidak selalu berkorelasi dengan perilaku yang baik, namun demikian mengetahui bagaimana kinerja petugas yang merupakan langkah awal yang perlu diketahui masyarakat untuk membantu masyarakat dalam mengurangi angka kesakitan, dengan adan ya pengetahuan petugas yang baik maka dapat menyampaikan kepada masyarakat luas akan pentingnya menjaga kesehatan diri sendiri dan keluarga. Pendidikan adalah suatu usaha untuk mengembangk an kepribadian dan kemampuan didalam dan diluar sekolah dan berlangsung seumur hidup. Pendidikan mempengaruhi proses belajar, makin tinggi pendidikan seeorang makin mudah orang

tersebut untuk menerima informasi. Dengan pendidikan tinggi maka seseorang akan cenderung untuk mendapatkan informasi, baik dari orang lain maupun dari media massa. Semakin banyak informasi yang masuk semakin banyak pula pengetahuan yang didapat tentang kesehatan. Pengetahuan sangat erat kaitannya dengan pendidikan dimana diharapkan seseorang dengan pendidikan tinggi, maka orang tersebut akan semakin luas pula pengetahuannya (pro health, 2009). Informasi yang diperoleh baik dari pendidikan formal maupun non formal dapat memberikan pengaruh jangka pendek ( immediate impact) sehingga menghasilkan perubahan atau peningkatan

pengetahuan. Majunya teknologi akan tersedia bermacam-macam media massa yang dapat mempengaruhi pengetahuan masyarakat tentang inovasi baru. Sebagai sarana komunikasi, berbagai bentuk media massa seperti televisi, radio, surat kabar, majalah, dan lain lain mempunyai pengaruh besar ter hadap pembentukan opini dan kepercayan orang. Dalam penyampaian informasi sebagai tugas pokoknya, media massa membawa pula pesan -pesan yang berisi sugesti yang dapat mengarahkan opini seseorang. Adanya informasi baru mengenai sesuatu hal memberikan landasan kognitif baru bagi terbentuknya pengetahuan terhadap hal tersebut (pro health, 2009) . Berdasarkan hasil analisis yang diperoleh pada tabel 4.14 diatas dapat diketahui bahwa petugas yang memiliki kinerja baik

proporsi tertinggi terdapat pada petugas yang memiliki pengetahuan kurang tentang pneumonia sebesar 60,0% dibandingkan dengan pengetahuan baik yaitu 9,1 %, sedangkan pada petugas yang memiliki kinerja kurang proporsi tertinggi terdapat pada petugas yang memiliki pengetahuan yang baik tentang Pneumonia sebesar 90,9% dibandingkan dengan petugas yang memiliki pengetahuan kurang yaitu sebesar 40,0%. Responden yang pengetahuannya baik akan tetapi kinerjanya kurang yaitu 10 responden (90,9%) hal ini dikarenakan petugas

memiliki tugas rangkap yang masih dilakukan oleh petugas sehingga tidak dapat fokus pada satu program saja, diantara 21 petugas pemegang program pneumoia di puskesmas kota samarinda terdapat 3 petugas saja yang tidak memegang tugas rangkap atau program lain sementara yang lainnya memegang program lain, hal ini dapat berpengaruh terhadap kinerja petugas itu sendiri. Seperti kita ketahui rata-rata pendidikan petugas kesehatan yaitu diploma atau D3 tidak ada yang berpendidikan rendah jadi pengaruh pendidikan tidak begitu menonjol, selain itu juga kelompok umur petugas dapat berpengaruh terhadap kinerjanya karena kelompok umur produktif berkisar antara 20 -40 tahun sementara ada bebrapa petugas yang usianya diatas 40 itu dapat mempengaruhi kinerja petugas, semakin produktif usia seseorang maka dia akan menghasilkan suatu kinerja yang maksimal sementara apabila

usianya kurang produktif maka akan berpengaruh terhadap daya ingat dan semangat untuk melakukan suatu pekerjaan. Masa kerja dan lama memegang program juga berpengaruh terhadap kurangnya kinerja petugas terhadap program yang telah diberikan tersebut, semakin lama dia memegang suatu program akan lebih mengerti dan memahami akan tugasnya dengan baik sebaliknya pun demikian apabila dia baru memegang suatu program masih perlu banya k yang dipelajarin dan dipahami sehingga mampu untuk memegang suatu program. Seseorang yang memegang jabatan rangkap atau tugas rangkap harus dapat mengetahui dan menjelaskan tugas -tugas serta perinciannya, arti serta tujuan pelaksanaan suatu tugas, harus dapat menentukan manakah yang penting sehingga harus dikerjakan lebih dahulu dan manakah tugas yang tidak penting sehingga dapat dikerjakan lebih dulu. Apabila suatu pekerjaan hanya memerlukan tugas yang sedikit jumlahnya, maka karyawan dapat menjadi ahli dalam melaksanakan tugas ini. Keahlian yang tinggi akan

menghasilkan mutu output yang lebih baik (Rachmawati, 2004). Responden yang pengetahuannya kurang tetapi kinerjanya baik yaitu 6 responden (60,0%) hal ini dikar enakan masa kerja yang dilaksanakan dapat mempengaruhi pengetahuan, seperti kita tahu semakin lama dia bekerja maka semakin banyak pengalaman atau pengetahuan yang di dapatkan, seperti yang kita tahu petugas

kesehatan rata-rata masa kerjanya di atas 10 tahun, bahkan ada yang sampai 27 tahun sebayak 1 responden(4,1%) selain itu juga lama memegang suatu program dapat berpengaruh terhadap pengetahuan seseorang, ada beberapa petugas yang baru

memegang program tersebut dan belum pernah dilatih sama sekali sehingga pengetahuannya masih sedikit dalam menja lankan

program yang telah direncanakan tersebut, dan ada juga yang sudah memegang program tersebut selama 15 tahun sebanyak 1

responden (4,8%) sehingga kemungkinan ada rasa jenuh dan bosan dari petugas tersebut. Selain dikarenakan masa kerja hal ini juga di karenakan responden mendapatkan dukungan dari atasan atasan termotivasi karena mendapatkan pendapatan ekstra diluar gaji pokok atau yang sering di sebut insentif, menurut Anwar Prabu Mangkunegara (2002) Insentif adalah suatu bentuk motivasi yang din yatakan dalam bentuk uang atas dasar kinerja yang tinggi dan juga merupakan rasa pengakuan dari pihak organisasi terhadap kinerja karyawan dan kontribusi terhadap organisasi (perusahaan). Insentif adalah dorongan pada seseorang agar mau bekerja dengan baik dan agar lebih dapat mencapai tingkat kinerja yang lebih tinggi sehingga dapat membangkitkan gairah kerja dan motivasi seorang pegawai, jadi seseorang mau bekerja dengan baik apabila dalam dirinya terdapat motivasi, yang menjadi masalah adalah

bagaimana pula menciptakan gairah kerja dan motivasinya, sebab walaupun motivasi sudah terbentuk apabila tidak disertai dengan gairah kerjanya maka tetap saja pegawai tersebut tidak akan bisa bekerja sesuai yang diharapkan. Menurut T. Hani Handoko (2002). Adanya supervisi dari dinas bersangkutan juga dapat menambah kinerja petugas jadi dapat dilihat dan diukur seberapa baik kerja yang dilakukan selama bekerja,apakah sudah memenuhi kriteria yang di inginkan oleh dinas kesehatan atau tidak, supervisi tersebut tidak hanya dilakukan satu kali saja tetapi harus secara berkala. Dengan adanya suprvisi ini karyawan dalam hal ini pemengang program pneumonia dapat mengetahui seberapa baik kontribusi mereka terhadap Puskesmas karena dalam kunjungan supervisi dilakukan pemantauan pelaksanan program dan penilaian kinerja (Dharma, 2000) dengan adanya penilaian kinerja ini maka pemengan kinerjanya. Adanya Supervisi juga dapat berpengaruh terhadap kinerja petugas, supervisi dapat dikatakan baik apabila dapat mengatasi masalah yang ditemukan perlu terjalin kerjasama antara pelaksana supervisi dengan yang disupervisi serta dilaksanakan secara teratur dan berkala (Azwar, 2001). Sehingga dalam menjalin kerjasama antara pimpinan dan bawahan dapat berjalan dengan baik sesuai program dapat termotivasi untuk meningkatkan

dengan yang diharapkan sehingga ada keseimbangan antara yang membuat program dan yang menjalankan progr am . Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Pitoyo (2000) yang membuktikan terdapat hubungan kemampuan (pengetahuan dan keterampilan) dengan kinerja petugas kesehatan juga sinergis dengan penelitian Purba di pontianak yang

membuktikan bahwa tingkat pengetahuan petugas kesehatan berhubungan dengan kinerjanya. Mukhlis, Kristiani (2006) juga membuktikan bahwa terdapat hubungan faktor individu

(pengetahuan) terhadap kinerja petugas vaksinasi di Kabupaten Aceh Timur. Dari data tersebut didapatkan Hasil uji statistik diperoleh P value 0.024 maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan petugas dengan kinerja petugas kesehatan di puskesmas kota samarinda. Seperti yang sudah dijelaskan di atas tadi yaitu tidak selamanya pengetahuan baik akan berdampak pada kinerja yang baik pula karena bisa saja ada faktor-faktor lain yang mempengaruhinya. Selain itu sebaliknya juga begitu, dalam

penelitian ini tingkat pengetahuan yang ingin dicapai adalah pada tingkatan pengetahuan tahu (know) yaitu tahu diartikan hanya sebagai recall (memanggil) memori yang telah ada sebelumnya setelah mengamati sesuatu. Dimana dalam penelitian ini petugas kesehatan dapat mengetahui segala hal mengenai program yang

akan dijalankan guna mengurangi angka kesakitan dan kematian pada bayi dan balita. Dengan demikian saran yang dap at diberikan kepada petugas yaitu dalam menjalankan suatu program harus sungguh -sungguh, serta lebih meningkatkan pengetahuan sehingga menghasilkan kerja yang optimal sehingga dapat mencapai target atau sasaran guna mensejahterakan masyarakat dan bangsa indonesia.
2. Hubungan Keterampilan terhadap Kinerja Petugas Kesehatan di Puskesmas Kota Samarinda.

Keterampilan adalah kecakapan yan berhubungan dengan tugas yang dimiliki dan dipergunakan seseorang pada waktu ya ng tepat (Gibson, 1997). Petugas yang memberikan pelayanan kepada masyarakat harus bersikap profesional, perilaku profesional dapat ditunjukkan dari menerapkan ilmu pengetahuan dan teknologi serta dapat menerapkan keterampilan yang baik dan etika yang baik guna meningkatkan kinerja dan profesionalisme dalam bekerja. Berdasarkan hasil analisis yang diperoleh pada tabel 4.15 diatas dapat diketahui bahwa petugas yang memiliki kinerja baik proporsi tertinggi terdapat pada petugas yang memiliki keterampilan kurang tentang penanganan pneumonia sebesar 66,7%

dibandingkan dengan petugas yang keterampilan baik yaitu 8,3% , sedangkan pada petugas yang memiliki kinerja kurang proporsi tertinggi terdapat pada petugas yang memiliki keterampilan yang

baik tentang penanganan Pneumonia sebesar 91,7% dibandingkan dengan petugas yang memiliki keterampilan kurang yaitu sebesar 33,3%. Responden yang keterampilan baik akan tetapi kinerjanya kurang yaitu 11 responden (91,7%) hal ini dikarenakan masa kerja petugas itu sendiri dimana masa kerja berpengaruh terhadap keterampilan, karena keterampilan di dapatkan dari pengalaman dan pengetahuan semakin lama dia bekerja maka pengetah uan dan pengalamanya semakin bertambah sehingga meningkatkan

keterampilannya yang dimiliki, masa kerja petugas kesehatan ratarata sudah bekerja lebih dari 10 tahun dimana tentunya sudah banyak pengalaman yang didapatkan, tetapi tidak cukup sampai disitu saja karena masa kerja tidak begitu memiliki pengaruh yang besar, karena dalam memegang suatu program dapat berpindah pindah tangan atau petugas setiap tahunnya tergantung kebijakan dari dinas sementara dari segi lain yang memiliki peran penting juga yaitu lama seorang petugas memegang suatu program karena semakin lama dia memegang suatu program tersebut banyak pengetahuan yang didapatkan dalam hal perencanan,monotoring sampai tahap evaluasi program yang dijalankan serta pengalaman juga sehingga meningkatkan keterampilan petugas dalam

menyelesaikan suatu program. Oleh karena itu masa kerja dan lama memegang program juga memiliki pengaruh yang penting terhadap

kurangnya kinerja petugas terhadap program yang telah diberikan tersebut, semakin lama dia memegang suatu program akan lebih mengerti dan memahami akan tugasnya dengan baik sebaliknya pun demikian apabila dia baru memegan g suatu program masih perlu banyak yang dipelajarin dan dipahami sehingga mampu untuk memegang suatu program. Keterampilan merupakan suatu kemampuan petugas dalam menerapkan pengetahuan yang diperoleh melalui pelatihan ke dalam bentuk tindakan penanganan, yang pengobatan ditetapkan . dan pencegahan dasarnya

berdasarkan

standar

telah

Pada

keterampilan tidak dapat terpisahkan dari pengetahuan karena sangat berpengaruh, akan tetapi belum tentu pengetahuan baik tetapi keterampilan kurang begitu sebaliknya penget ahuan kurang bisa saja keteramilannya baik, semua dikerenakan adanya faktor faktor lain yang terjadi di lapangan, mereka yang memiliki pengetahuan baik akan tetapi keterampilan kurang bisa dikarenakan pengaruh masa kerja dan lama bertugas memegang program tersebut, karena petugas yang masa kerjanya lebih lama dan juga lama memegang program tersebut memiliki kemampuan dan pengalaman yang lebih baik dibandingkan yang baru saja

memegang program. Responden yang memiliki keterampilan kurang akan tetapi kinerjanya baik yaitu sebesar 6 responden (66,7%) dimana dapat

kita lihat sangat jauh berbeda dengan petugas yang memiliki keterampilan baik tetapi kinerja kurang yaitu sebesar 8,3%. Hal ini dikarenakan kurangnya koordinasi dengan pimpinan dalah hal pengajuan pelatihan yang dilakukan baik pelatihan umum maupun pelatihan khusus pemegang program pneumonia. Adanya faktor faktor yang dapat mempengaruhi hasil tersebut yaitu kurangnya dilakukan pelatihan kepada petugas, terutama pelatihan khus us mengenai pneumonia, petugas yang keterampilannya baik

dikarenakan pengalaman yang didapatkan dan lama bertugas memegang program sehingga dapat mencapai hasil yang baik akan tetapi belum optimal dan se suai dengan standar yang ditetapkan. Sehingga perlunya dilakukan pelatihan kepada petugas kesehatan untuk meningkat lagi pengetahuan dan keterampilan secara berkala dan rutin setiap tahunnya agar petugas lebih mengerti dan memahami akan tugas dan tanggung jawabnya, selama ini

berdasarkan hasil yang di peroleh petugas pemegang program belum sama sekali mendapatkan pelatihan khusus mengen ai penanganan kasus pneumonia sementara palatihan yang di dapatkan hanya bersifat umum saja tidak spesifik terhadap program yang akan di jalankan oleh masing-masing petugas. Pelatihan didefinisikan sebagai usaha untuk meningkatkan atau memperbaiki kinerja karyawan dalam pekerjaannya sekarang dijabatnya, baik secara individu maupun sebagai bagian dari sebuah

team kerja agar efektif yaitu, mencapai sasaran yang ditetapkan, maka pelatihan harus mencakup sebuah pengalaman belajar, harus merupakan sebuah kegiatan organisasional yang direncanakan dan dirancang sebagai jawaban atas kebutuhan organisasi yang spesifik. Idealnya sebuah pelatihan harus dirancang agar dapat memenuhi kebutuhan organisasi dan pada saat yang bersamaan memenuhi kebutuhan individu karyawan (Ruky, 2004). Tujuan dari kebijakan penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan diarahkan untuk meningkatkan kinerja pegawai atau

kualitas pegawai, sehingga tugas yang diberikan dapat dilaksanakan dengan sebaik-baiknya. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Burhan (2007) mengenai Hubungan Pelatihan Dengan Kinerja

petugas pemegang program TB di Donggala Sulawesi Tengah yang menyatakan bahwa yang mendapatkan pelatihan akan

meningkatkan kinerja petugas kesehatan dengan p=0.001. Selain itu ada juga responden yang memiliki keterampilan baik akan tetapi kinerjanya kurang yaitu sebesar 91,7% disebabkan karena petugas mengangap dalam menjalankan program sangat mudah dan tidak usah terlalu terpaku pada aturan yang diberikan sehingga petugas berlaku semaunya, karena mereka berfikir dalam menjalankan program juga tidak ada reward/bonus yang didapatkan, akan tetapi ada beberapa petugas ya ng sungguh-sungguh tanpa

menjalankan

tugasnya

dengan

sungguh -sungguh

mengharapkan imbalan atau reward dari atasan karena rasa kemanusiannya yang ada di dalam diri mereka. Dukungan atasan juga dapat berpengaruh terhadap kinerja yang nantinya akan menghasilkan hasil yang optimal. Dukungan atasan akan menciptakan lingkungan yang baik bagi bawahannya. Sehingga hal ini akan mendorong semangat seorang bawahan untuk dapat bekerja lebih baik. Dalam rangka Otonomi Daerah untuk membangun wilayah dengan melaksanakan dan mengembangkan wilayahnya dengan melaksanakan dan mengembangkan berbagai program termasuk program perbaikan gizi, program penenggulangan penyakit oleh sebab itu cakupan dan kualitas program dan kinerja petugas akan sangat tergantung dari kemampuan para penanggung jawab program itu sendiri di daerah dalam melaksanakan analisis masalah, membuat rencana serta menghimbun berbagai sumber daya dalam menin gkatkan status dan derajat kesehatan masyarakat (Suhardjo, 2003). Pegawai akan dapat bekerja dengan baik dalam

menghasilkan suatu barang apabila mereka mempunyai minat dan semangat terhadap pekerjaan tersebut. Minat dan semangat tersebut dapat tumbuh apabila atasan selalu menyadari akan kewajiban kewajibannya terhadap para karyawan tersebut, dalam hal ini membimbing, membina dan merawatnya secara wajar sesuai

dengan asas-asas kemanusiaan serta menghargainya sebagai pelaksana dari suatu instansi Wursanto (19 88) Menurut Sianipar (1999) bila sikap seorang pemimpin tidak simpatik akibatnya para bawahan akan mempunyai kecenderungan atau tendensi misalnya (Apabila terlalu dikekang) akibatnya pengikut tidak mempunyai inisiatif dan kreatif, tidak memiliki kepercaya an kepada diri sendiri, tidak dapat berdiri sendiri / mandiri dan kerjanya monoton dan kurang gairah. (Apabila terlalu menurut) akibatnya pengikut akan merasa sebagai robot, pengikut akan merasa frustasi dan pengikut akan mencoba mensabot. (Apabila terlal u keras akibatnya) cenderung pengikut menjadi penurut dan penakut,

cenderung takut berbuat salah, cenderung tidak memiliki inisiatif, tidak memiliki kepercayaan pada diri sendiri, selalu ragu dalam tindakan dan dapat melakukan tindakan menentang (Apabila bersikap masa bodoh) akibatnya kemampunan untuk disiplin dirinya lemah, kecenderungan menuruti kemauan sendiri dan tidak tahan menghadapi kekecewaan Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Pitoyo ( 2000) yang membuktikan bahwa t erdapat hubungan kemampuan (pengetahuan dan keterampilan) dengan kinerja perawat, penelitian Minaria (2005) juga membuktikan bahwa terdapat hubungan faktor individu (pengetahuan dan keterampilan) dengan kinerja petugas BPFK Medan

Notoadmojo (1996) mengutarakan bahwa semakin tinggi keterampilan yang dimiliki oleh tenaga kerja, semakin efisien badan, tenaga dan pemikirannya dalam melaksanankan pekerjaan. Sirat (2006) dalam peneitiannya juga menyatakkan bahwa pendidikan dan latihan memberikan pegawai keterampi lan yang mereka butuhkan dan dengan adanya keterampilan dapat mengurangi rasa takut mereka dalam menghadapi tugas-tugas baru. Dari data tersebut didapatkan Hasil uji statistik diperoleh Pvalue 0.016 maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara keterampilan petugas dengan kinerja petugas kesehatan di puskesmas kota samarinda. Seperti yang telah dijabarkan di atas tadi keterampilan sangat berpengaruh terhadap kinerja, karena keterampilan merupakan kemampuan petugas dalam menunangkan pengetahuan yang dimiliki, berdasarkan dari pengalaman yang di dapatkan dan dari pelatihan yang dilakuk an sehingga dapat melakukan penanganan dan pencegahan terhadap terjadinya kasus pneumonia di masyarakat kota samarinda. Dengan meningkatkan demikian dapat disimpulkan tidak bahwa hanya untuk dengan

katerampilan

petugas

pengalaman dan peng etahuan saja tetapi perlu diada kannya pelatihan terutama pelatihan khusus yang lebih mengarahkan kepada program yang akan dijalankan dimana pelatihan tersebut dilaksanakan secara rutin sehingga dapat mencapai target yang

telah ditetapkan dan direncanaan guna untuk mensejahterakan masyarakat luas.


3. Hubungan Motivasi terhadap Kinerja Petugas Kesehatan di Puskesmas Kota Samarinda.

Motivasi adalah proses pemberian motive / penggerak bekerja kepada bawahan sedemikian rupa sehingga mereka mau bekerja dengan ikhlas demi tercapainya tujuan secara efisien. Pemberian motivasi pada dasarnya adalah melakukan penyusuaian kebutuhan organisasi dengan kebutuhan pegawai, penyusuaian kegiata n yang dimiliki organisasi dengan kegiatan pegawai serta penyusuaian tujuan yang dimiliki dengan tujuan pegawai (Winardi, 2004). Dalam banyak situasi yang lebih dari satu macam kegiatan dan program yang bersamaan maka motivasilah yang kemudian akan mengarahkan prilaku pegawai kearah pencapaiaan tujuan tujuan tertentu dalam organisasi, dimana tujuan -tujuan atau hasilhasil yang diupayakan pencapaianya oleh seorang pegawai dalam meningkatkan prestasi kerja. Keinginan atau hasrat yang kompetitif ini apabila dimanfaatkan dan diterapkan secara tepat dapat menyebabkan timbulnya kinerja organisasi yang luar biasa

(Mangkunegara, 2008) Dengan demikian, hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang telah dilakukan bahwa terdapat hubungan antara Motivasi dengan kinerja petugas kesehatan.

Berdasarkan data diperoleh hasil analisis pada tabel 4.16 diatas dapat diketahui bahwa petugas yang memiliki kinerja baik proporsi tertinggi terdapat pada petugas yang memiliki motivasi kurang tentang penanganan pneumonia sebesar 60,0%

dibandingkan dengan petugas yang motivasi baik yaitu 9,1%, sedangkan pada petugas yang memiliki kinerja kurang proporsi tertinggi terdapat pada petugas yang memiliki motivasi yang baik tentang penanganan Pneumonia sebesar 90,1% dibandingkan dengan petugas yang memiliki motivasi kurang yaitu sebesar 40,0%. Responden yang memiliki motivasi kurang akan tetapi kinerjanya baik yaitu sebesar 6 responden(60,0%). Hal ini

disebabkan karena kurangnya motivasi yang diberikan dari pimpinan atau organisasi kepada pegawai dimana pimpinan kurang

mengetahui atau memahami motif dan motivasi yang diinginkan dan dibutuhkan pegawai tersebut seperti keinginan untuk penghargaan akan pengakuan, penghormatan dan status sosial sehingga

berpengaruh terhadap kinerja kerja karena motivasi yang kurang baik dapat menurunkan produktivitas, mengurangi kepuasan dan mempengaruhi hubungan yang baik antara pimpinan dan bawahan selain itu juga dikarenakan oleh sesuatu yang meskipun motivasi yang dimiliki kurang tetapi responden mampu melaksanak an kuantitas (beban kerja) mereka kesuai dengan tugas pokok dan

fungsi yang menjadi standar. Mempunyai kualitas kerja, kerapian dan keakuratan dalam menyelesaikan tugas dengan baik. Sementara itu diketahui pula responden yang memiliki motivasi baik akan tetapi kinerja kurang yaitu sebesar 10 responden (90,9%). Hal ini dikarenakan kurangnya koordinasi dengan atasan dan gaya kepemimpinan yang dirasa masih kurang, karena kepemimpinan seseorang sangat berpengaruh terhadap kinerja yang di capai, apabila pemimpi n yang memimpin tidak tegas dan tidak bijaksana dalam mengambil keputusan akan dapat mengurangi gairah kerja para petugas sehingga kinerja pun menurun. namun kepemimpinan yang baik saja juga dirasakan belum cukup memotivasi mereka untuk bekerja lebih baik. Ada beberapa motif yang mereka inginkan masih belum terpenuhi dengan baik salah satunya yaitu gaji yang diterima masih kurang untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dan tidak adanya reward yang diberikan kepada petugas yang menjalankan tugasnya dengan baik . Selain motivasi yang masih kurang, kinerja kurang yang dialami oleh responden juga di sebabkan oleh kurangnya pelatihan kerja yang diperoleh selama responden bekerja. Pelatihan yang diperoleh pun terkadang tidak sesuai dengan bidang dan tanggung jawab yang mereka emban di puskesmas. Pelatih atau instruktur yang memberikan materi pada saat pelatihan kurang memberikan contoh-contoh yang aktual. Sehingga pelatihan yang diikuti kurang

dapat meningkatkan pengetahuan dan keahlian yang dimiliki oleh peserta (tenaga kesehatan). Dari 21 petugas kesehatan belum ada yang pernah mengikuti pelatiha khusus pemegang program

pneumonia.oleh kereana itu pelatihan dalam hal ini sangat penting untuk meningkatkan kinerja petugas kesehatan guna menciptakan masyarakat yang sehat dan sejahtera. Gibson(2005) berpendapat motivasi merupakan semua

kondisi yang memberikan dorongan dari dalam diri seseorang yang digambarkan sebagai keinginan, kemauan, dorongan atau keadaan dalam diri seseorang yang mengaktifkan dan mengerakkan. Reksohadiprodjo (2003) berpendapat bahwa motivasi adalah

keadaan dalam pribadi seseorang yang mendorong keinginan individu untuk melakukan kegiatan-kegiatan tertentu guna mencapai suatu tujuan. Menurut Gitosudarmo (2005), motivasi adalah fak tor-faktor individu yang mengerakkan dan mengarahkan pelakunya untuk memenuhi tujuan tertentu. Motivasi dalam diri seseorang merupakan gabungan dari konsep kebutuhan, dorongan, tujuan dan imbalan. Dari pendapat tersebut maka pengertian motivasi merupakan kebutuhan yang belum terpenuhi sehingga seseorang mencari cara untuk memuaskan keinginan tersebut dengan perilaku kearah pencapaian tujuan, didukung oleh kemampuan, ketrampilan maupun pengalaman. Sehingga motivasi juga merupakan proses yang

diawali dengan kegiatan untuk mempengaruhi perilaku seseorang, melalui proses persuasif, diterima oleh seseorang, ditentukan oleh kepribadian, sikap, pengalaman dan harapan seseorang. Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Lubis mengenai hubungan motivasi terhadap kinerja karyawan pa da PT. Perkebunan Nusantara IV (persero) di Medan menyatakan bahwa motivasi kerja berhubungan terhadap kinerja karyawan baik secara parsial dan simultan. Dari data tersebut didapatkan Hasil uji statistik diperoleh Pvalue 0.024 maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara motivasi petugas dengan kinerja petugas kesehatan di puskesmas kota samarinda. Seperti yang telah dijabarkan di atas tadi bahwa motivasi memiliki peran yang sangat penting dalam suatu pekerjaan, apabila motivasi kurang maka akan s angat sulit untuk malakukan pekerjaan tersebut, akan tetapi apabila motivasi yang dimiliki petugas baik maka akan menciptakan suatu pekerjaan yang optimal. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa perlu adanya suatu interaksi yang baik antara pimpinan dan bawahan sehingga tercipta suasana yang nyaman dalam bekerja sehingga dapat

meningkatkan motivasi petugas dalam melaksanakan pekerjaan yang telah di tugaskan, agar dapat mencapai target yang diinginkan

yaitu mengurangi angka kesakitan dan kematian pada bayi dan balita serta mampu mansejahterakan masyarakat luas.

Anda mungkin juga menyukai