Anda di halaman 1dari 16

BAB V

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian

5.1.1 Luas Wilayah

Puskesmas Peusangan merupakan salah satu dari 17 Kecamatan yang ada di

Kabupaten Bireuen yang memiliki luas wilayah 1.169,84 km2 (116.984 Ha) yang

terdiri dari 9 Kemukiman dan 69 Gampong atau Desa. Secara Geografis

Kecamatan Peusangan terletak pada garis 05°11’45,9” Lintang Utara dan

096”48’11.3” Bujur Timur, Ketinggian 19 meter dpt.

Seiring perkembangan waktu dan peningkatan jumlah penduduk di

Kecamatan Peusangan, maka pada tahun 2017 dilakukan pengembangan dan

pembangunan puskesmas baru di dalam wilayah Kecamatan Peusangan yaitu

Puskesmas Cot Ijue dengan demikian sudah ada dua puskesmas sehingga

dilakukan pembagian wilayah kerja puskesmas. Untuk Puskesmas Peusangan luas

wilayahnya adalah 486.77 km2 (48.677 Ha) yang terdiri dari 5 Kemukiman dan 38

Gampong atau Desa. Batas wilayah kerja Puskesmas Peusangan sebagai berikut :

Sebelah Timur : Berbatasan dengan Kecamatan Kuta Blang

Sebelah Barat : Berbatasan dengan Wilayah Kerja Puskesmas Cot Ijue


Kecamatan Peusangan
Sebelah Selatan : Berbatasan dengan Kecamatan Peusangan Selatan dan
Kecamatan Peusangan Siblah Krueng
Sebelah Utara : Berbatasan dengan Selat Malaka

Secara topografi Kecamatan Peusangan terdiri dari sebagian besar wilayah

dataran rendah dan daerah perbukitan di bagian selatan.

1
60

5.1.2 Jumlah Penduduk

Berdasarkan data Survey Mawas Diri (SMD) yang dilaksanakan di desa,

didapatkan jumlah penduduk di wilayah kerja Puskesmas Peusangan tahun 2019

sebanyak 33.147 jiwa. Jumlah penduduk terendah di Desa Pulo U Baroe sebesar

255 jiwa dan jumlah penduduk tertinggi di Desa Matang Sagoe sebesar 2.939

jiwa. Kepadatan penduduk rata-rata Kecamatan Peusangan 68 per km2. Jumlah

total seluruh rumah tangga sebesar 6.985 dengan rata-rata 4 jiwa per kepala

keluarga. Penduduk dengan jenis kelamin laki-laki sebesar 15.830 jiwa dan

perempuan sebesar 17.317 jiwa dengan rasio jenis kelamin 91.4% artinya

terdapat 91 laki-laki untuk setiap 100 perempuan.

5.1.3 Visi dan Misi Puskesmas Dewantara

1. Visi

Mewujudkan Puskesmas sebagai pusat pelayanan kesehatan dasar yang

bermutu dan islami.

2. Misi

a. Memberikan pelayanan kesehatan dasar yang optimal

b. Meningkatkan pengetahuan dan keterampilan petugas kesehatan

c. Meningkatkan usaha pencegahan terhadap penyakit sehingga menjadi

investasi bagi masyarakat

d. Memberikan reward kepada petugas yang berhasil melaksanakan

program.
61

5.1.4 Sarana Pelayanan Kesehatan

Sarana pelayanan kesehatan terdiri dua Puskesmas dan 5 unit Pustu serta di

dukung oleh 3 unit kendaraan Ambulance dan 1 Unit Pusling serta memiliki 12

unit Poskesdes dengan posyandu sebanyak 40 pos PTM di 38 desa dengan strata,

Posyandu Madya 32 Pos dan Posyandu Purnama 6 Pos dan memiliki 16 posbindu

PTM yang aktif melaksanakan kegiatan setiap bulan.

5.2 Hasil Penelitian


5.2.1 Analisa Univariat

Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Data Demografi Pasien Diabetes Melitus di


UPTD Puskesmas Peusangan Tahun 2021 (n = 68)

No Data Demografi Frekuensi (f) Persentase (%)


1. Umur
36-45 Tahun 9 13.2
46-55 Tahun 47 69.2
56-65 Tahun 12 17.6
2. Jenis Kelamin
Laki-laki 28 41.2
Perempuan 40 58.8
3. Pendidikan
SD 12 17.6
SMP 16 23.5
SMA 30 44.2
Perguruan Tinggi 10 14.7
4. Pekerjaan
IRT 27 39.7
PNS 6 8.8
Pedagang 14 20.6
Petani 21 30.9
Total 68 100
5. Lama menderita DM
1-5 Tahun 60 88.2
6-10 Tahun 8 11.8
6. Perolehan Informasi
Ada 50 73.5
Tidak ada 18 26.5
Total 68 100
62

Berdasarkan Tabel 5.1 diatas dapat diketahui bahwa dari 68 responden yang

di teliti, mayoritas responden berusia 46-55 tahun yaitu sebanyak 47 responden

(69.2%), berjenis kelamin perempuan sebanyak 40 responden (58.8%) dan tingkat

pendidikan SMA sebanyak 30 responden (44.2%). Sebagian besar responden

dengan status pekerjaan sebagai IRT sebanyak 27 responden (39.7%), lama

menderita DM 1-5 tahun sebanyak 60 responden (88.2%) dan sudah memperoleh

informasi tentang senam kaki diabetik sebanyak 50 responden (73.5%).

5.2.2 Analisa Univariat

Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Pengetahuan Penderita Diabetes Melitus


tentang Teknik Senam Kaki Diabetik di UPTD Puskesmas
Peusangan Kabupaten Bireuen Tahun 2021(n=68)

Pengetahuan Tentang
No Frekuensi (f) Persentase (%)
Teknik Senam Kaki Diabetik
1. Baik 31 45.6
2. Cukup 21 30.9
3. Kurang 16 23.5
Total 68 100

Berdasarkan Tabel 5.2 diatas diketahui bahwa dari 68 responden yang di

teliti, mayoritas responden memiliki pengetahuan yang baik tentang teknik senam

kaki diabetik sebanyak 31 responden (45.9%), berpengetahuan cukup tentang

teknik senam kaki diabetik sebanyak 21 responden (30.9%) sedangkan responden

berpengetahuan kurang tentang teknik senam kaki diabetik sebanyak 16

responden (23.5%).
62

5.3 Pembahasan

5.3.1 Karakteristik Responden Berdasarkan Data Demografi

Berdasarkan hasil analisa data di dapatkan karakteristik usia penderita

diabetes melitus di UPTD Puskesmas Peusangan berada pada rentang 46-55 tahun

(69.2%). Usia 45 tahun ke atas merupakan kelompok usia yang berisiko

mengalami diabetes melitus disebabkan oleh penurunan produksi insulin dalam

tubuh (PERKENI, 2019). Smeltzer & Bare (2015) juga mengemukakan pada usia

diatas 45 tahun cenderung terjadinya gangguan toleransi glukosa. Hal ini

disebabkan pada rentang usia ini terjadinya proses menua yang mengakibatkan

perubahan anatomis, fisiologis dan biokimia tubuh yang berdampak pada

penurunan fungsi dan kerja tubuh yang berdampak pada resistensi insulin.

Menurut Sutanto (2016) semakin bertambahnya umur maka semakin tinggi

kemungkinan terjadinya retensi insulin, dimana insulin masih di produksi tetapi

dengan jumlah yang tidak mencukupi yang disebabkan oleh penurunan kerja

pankreas. Hal ini sejalan dengan pendapat Imelda (2018) menjelaskan bahwa

pada usia 45-64 tahun terjadinya peningkatan gula darah karena terjadinya proses

degeneratif tubuh. Perubahan terjadi dari tingkat sel berlanjut pada tingkat

jaringan hingga organ yang berakibat pada penrurunan aktivitas dan sensitivitas

sel beta pankreas dalam menghasilkan insulin sehingga terjadi resistensi insulin.

Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Budi (2018) di RSUP.

Prof. DR. R.D Kandou Manado didapatkan bahwa mayoritas responden yang

mengalami diabetes melitus berusia ≥ 45 tahun lebih tinggi daripada berusia <45

tahun. Hasil penelitian menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara umur
63

dengan kejadian diabetes melitus dengan nilai p-value 0.000 < 0.05 dan nilai

Odds Ratio sebesar 7.6. Hal ini berarti orang yang berusia ≥ 45 tahun memiliki

risiko 8 kali untuk menderita diabetes dibandingkan dengan orang yang berusia

kurang dari 45 tahun.

Berdasarkan asumsi peneliti, umur ≥ 45 tahun merupakan salah satu faktor

risiko terjadinya diabetes yang berhubungan dengan proses menua dan proses

degeneratif tubuh yang menyebabkan terjadinya perubahan dan penurunan fungsi

tubuh dalam produksi insulin sehingga menyebabkan resistensi insulin yang

bermanifestasikan pada peningkatan gula darah atau hiperglikemia.

Berdasarkan hasil analisa data di dapatkan karakteristik penderita diabetes

melitus di UPTD Puskesmas Peusangan berjenis kelamin perempuan (58.8%).

Menurut Chaidir et al (2017) perempuan memiliki faktor risiko yang

menyebabkan terjadinya diabetes melitus. Faktor risiko tersebut yaitu BMI (Body

Massa Index), Sindroma Siklus Bulanan (Premenstrual Syndrome) dan

Kehamilan. Penelitian yang dilakukan oleh Chaidir et., al (2017) pada responden

yang menderita diabetes melitus di wilayah kerja puskesmas Tigo Baleh, peneliti

mendapatkan data lebih banyak perempuan dibandingkan laki-laki. Sementara itu,

beberapa responden perempuan memberikan informasi bahwa sebelum menderita

dabetes melitus responden memiliki badan yang gemuk. Pada wanita dengan

obesitas dapat menyebabkan resistensi insulin yang dapat menyebabkan sindrom

dismetabolik (dislipidemia, hiperglikemia, hipertensi). Penelitian Luthfa dan

Fadhilah (2019) menyebutkan perempuan yang memiliki riwayat persalinan

dengan bayi besar (lebih dari 4 kg) berisiko terkena DM 7 kali lebih besar.
64

Pendapat lainnya dikemukakan oleh Renata (2019) pada perempuan juga

terjadinya manapouse yang mengakibatkan penurunan produksi insulin karena

hormonal sehingga membuat distribusi lemak tubuh menjadi mudah terakumulasi

akibat proses hormonal tersebut. Perempuan juga cenderung memiliki LDL atau

kolesterol tingkat trigliserida yang tinggi dibandingkan laki-laki. Hal ini

menyebabkan perempuan lebih berisiko mengalami diabetes dibandingkan laki-

laki juga dipengaruhi oleh gaya hidup dan aktivitas fisik yang berbeda pada laki-

laki dan perempuan.

Menurut asumsi peneliti, perempuan lebih berisiko mengalami diabetes

melitus dibandingkan laki-laki. Perempuan cenderung memiliki faktor risiko

seperti obesitas, siklus menstruasi, kehamilan dan menapouse yang

mempengaruhi produksi hormon yang berakibat pada gangguan produksi insulin.

Perempuan juga cenderung memiliki aktivitas fisik yang lebih ringan

dibandingkan laki-laki. Aktivitas fisik merupakan salah satu faktor risiko diabetes.

Berdasarkan hasil analisa data di dapatkan karakteristik penderita diabetes

melitus di UPTD Puskesmas Peusangan dengan tingkat pendidikan SMA

(44.2%). Menurut Irawan (2016) tingkat pendidikan berpengaruh terhadap

kesehatan. Individu yang memiliki tingkat pendidikan yang tinggi biasanya

memiliki pengetahuan yang banyak tentang kesehatannya sehingga menciptakan

kesadaran dan motivasi yang baik dalam kesehatannya. Rochmah, et al. (2019)

mengemukakan pendidikan akan mempengaruhi pengetahuan seseorang terkait

kesehatannya dan akan memiliki kesadaran untuk menjaga kesehatannya dengan

pengetahuan yang di miliki tersebut.


65

Wahyuni, et. al (2014) menyatakan adanya pengaruh yang positif antara

pendidikan dengan manajemen penyakit diabetes. Pendidikan akan berpengaruh

pada pengontrolan gula darah, cara mengatasi gejala yang muncul dan mencegah

terjadinya komplikasi dengan melakukan aktivitas fisik salah satunya senam kaki

diabetik sehingga derajat kesehatan penderita diabetes lebih meningkat.

Hal ini sejalan dengan pendapat Annisa (2019) yang menyatakan bahwa

penderita diabetes dengan tingkat pendidikan tinggi memiliki pengetahuan yang

lebih baik dalam menangani penyakit diabetesnya dan efeknya bagi kesehatan

sehingga penderita akan menyikapi secara positif dan mencari jalan keluar dalam

masalah kesehatannya seperti lebih dapat mengatur pola hidup dan pola makan

yang baik sehubungan dengan penerimaan dan penyerapan informasi yang

didapatkan dari tenaga kesehatan. Berbeda halnya dengan orang yang

berpendidikan rendah cenderung kurang bisa memperhatikan pola makan dan pola

hidup yang baik karena kesulitan dalam menyerap informasi yang diberikan.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Maya (2021) di Puskesmas

Semerap Kabupaten Kerinci di dapatkan bahwa penderita diabetes lebih banyak

pada orang yang berpendidikan dasar dibandingkan pendidikan menengah di

dapatkan p-value 0.005<0.05 dan nilai Odd ratio 34,0.

Peneliti berasumsi bahwa pendidikan merupakan faktor risiko kejadian

diabetes. Hal ini berkaitan dengan peneyerapan informasi tentang pengaturan pola

hidup baik dan sehat. Individu dengan pendidikan tinggi mudah dalam menerima

dan menyerap informasi sehingga berprilaku sesuai dengan informasi yan

diterima dalam manjemen pola hidup sehat untuk meminimalkan risiko diabetes.
66

Berdasarkan hasil analisa data di dapatkan karakteristik penderita diabetes

melitus di UPTD Puskesmas Peusangan dengan status pekerjaan sebagai IRT

(39.7%). Pekerjaan erat kaitannya dengan kejadian diabetes melitus. Seseorang

yang tidak bekerja cenderung berisiko terkena diabetes melitus yang dikaitkan

dengan kurangnya aktivitas fisik sehingga pembakaran kalori dalam tubuh atau

metabolisme tidak berjalan dengan baik (Oktaviani, 2019).

Menurut Ratnasari (2018) Ibu Rumah Tangga melakukan beberapa aktivitas

di rumah seperti memasak, mencuci dan membersihkan rumah serta banyak

aktivitas ynag tidak dapat di deskripsikan. Pekerjaan ibu rumah tangga termasuk

dalam aktivitas ringan. Aktivitas fisik akan berpengaruh pada peningkatan insulin

sehingga kadar gula dalam darah akan berkurang. Jika insulin tidak mencukupi

untuk mengubah glukosa menjadi energi maka akan timbul diabetes.

Hal ini sejalan dengan pendapat Sofiana (2018) aktivitas fisik cenderung

dapat meningkatkan sensitivitas insulin dan memiliki efek langsung terhadap

penurunan kadar gula darah. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan

oleh Nurmaini (2017) di RSUD Kabupaten Sidrap didapatkan bahwa responden

yang menderita diabetes berstatus sebgai ibu rumah tangga atau pensiunan. Hal ini

berhubungan dengan aktivitas fisik dengan nilai p-value 0.000<0.05.

Menurut asumsi peneliti, IRT merupakan kelompok yang berisiko

mengalami diabetes yang dihubung kan dengan aktivitas fisik. Tidak dapat di

pungkiri, IRT cenderung melakukan berbagai aktivitas dirumah yang

dikategorikan dalam aktivitas ringan yang berdampak pada ketidakadekuatan

proses metabolisme tubuh dalam mengubah makanan menjadi energi.


67

Berdasarkan hasil analisa data di dapatkan karakteristik penderita diabetes

melitus di UPTD Puskesmas Peusangan dengan lama menderita DM 1-5 Tahun

(88.2%). Menurut Sukmayanti (2017) penderita diabetes selama satu hingga lima

tahun cenderung lebih mematuhi proses baik dalam memanajemen diabetes yang

dialaminya, karena rasa ingin tahu yang besar dan keinginan untuk sembuh sangat

tinggi. Pasien yang menderita penyakit selama 6-10 tahun cenderung memiliki

kepatuhan yang buruk disebabkan oleh pengalaman yang lebih banyak, dimana

pasien tersebut telah mematuhi proses pengobatan tetapi tidak mendapatkan hasil

yang memuaskan sehingga pasien cenderung pasrah dan tidak memenuhi proses

yang di anjurkan.

Hal ini sejalan dengan pendapat Aisyah (2018) lama menderita diabetes

dapat mempengaruhi depresi pada pasien seperti mengalami kebosanan dan putus

asa salah satunya dalam memanajemen diabetesnya. Lama menderita diabetes di

kaitkan dengan komplikasi yang dapat terjadi seperti ulkus. Komplikasi dapat di

cegah jika individu melakukan manajemen diabetes yang baik seperti kontrol gula

rutin, diet dan aktivitas fisik seperti senam kaki diabetik. Senam kaki diabetik

merupakan aktivitas fisik yang dapat dilakukan secara rutin yang bermanfaat

memperlancar peredaran darah dikaki sehingga dapat mencegah komplikasi.

Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Yessi (2020) di Puskesmas

Sudomulyo Pekan Baru didapatkan mayoritas lama menderita diabetes <5 tahun

cenderung lebih patuh dalam pentalaksanaan diabetes sesuai anjuran

dibandingkan penderita >10 tahun. Hal ini berkaitan dengan masih semangat

dalam mencari informasi dan motivasi untuk sembuh masih tinggi.


68

Menurut asumsi peneliti, lama menderita diabetes sangat mempengaruhi

bagaimana seseorang dalam memanajemen diabetes yang dialaminya dan

melakukan penatalaksanaan seperti yang dianjurkan. Individu yang menderita

diabetes 1-5 tahun cendrung masih mempunyai motivasi yang tinggi untuk

sembuh dibandingkan dengan penderita lama yang sudah merasa jenuh dan bosan

dengan pengobatan. Lama atau tidaknya seseorang menderita diabetes sangat

berkaitan tentang bagaimana persepsi seseorang terhadap diabetes yang

dialaminya yang selanjutnya akan membentuk perilaku dalam memilih

manajemen diabetesnya.

Berdasarkan hasil analisa data di dapatkan karakteristik penderita diabetes

melitus di UPTD Puskesmas Peusangan sudah mendapatkan informasi tentang

senam kaki diabetik (73.5%). Informasi merupakan pemberitahuan kepada

seseorang mengenai suatu hal dalam konstek teknik senam kaki diabetik yang

memberikan landasan kognitif baru bagi terbentuknya sikap terhadap hal tesebut.

Sikap yang positif tentunya akan membentuk perilaku yang positif juga dalam

pengaplikasian senam kaki diabetik pada individu (Imron, 2017).

Informasi tentang senam kaki diabetik dapat di peroleh dari tenaga

kesehatan, buku, media massa dan internet. Semakin banyak informasi yang di

dapatkan seseorang maka semakin baik pula dalam mengaplikasikan senam kaki

guna memajemen agar kestabilan gula darah tetap stabil. Sumber informasi yang

didapatkan dan di berikan dapat di manifestasikan dalam bentuk tingginya

kesadaran penderita diabetes terhadap senam kaki diabetik yang terwujud dalam

bentuk perilaku yang baik pula (Desiana Sampaula, 2019).


69

Penelitian Desiana (2019) di RSUD Labuang Baji Makassar di dapatkan

mayoritas responden sudah mendapatkan informasi tentang senam kaki diabetik

dan pelaksanaan senam kaki sudah dalam kategori baik.

Menurut asumsi peneliti, informasi tentang senam kaki diabetik sangat

penting untuk di ketahui oleh masyarakat agar dapat mengaplikasikan nya dengan

baik untuk mencegah terjadinya komplikasi seperti ulkus. Penyampaian informasi

dari tenaga kesehatan dapat di sosialisasikan melalui penyuluhan dan pendidikan

kesehatan. Semakin banyaknya perolehan informasi tentang senam kaki, maka

akan semakin efektif dan efisien dalam pelaksanaannya.

5.2.3 Pengetahuan Penderita Diabetes Melitus tentang Teknik Senam Kaki


Diabetik
Berdasarkan hasil analisa data di dapatkan karakteristik penderita diabetes

melitus di UPTD Puskesmas Peusangan dengan pengetahuan tentang senam kaki

diabetik dalam kategori baik (45.6%). Notoatmodjo (2014) pengetahuan

merupakan hasil dari tahu dan hal ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan

terhadap objek tertentu dan sebagian besar pengetahuan di peroleh melalui indera

penglihatan dan pendengaran.

Pengetahuan memegang peranan penting dalam penentuan perilaku karena

pengetahuan akan membentuk kepercayaan yang selanjutnya mebentuk persepsi

dalam kenyataan, memberikan dasar bagi pengambilan keputusan dan

menentukan perilaku terhadap obyek tertentu dan tindakan seseorang sangat di

pengaruhi oleh pengetahuan seseorang terhadap masalah kesehatan seperti untuk

mencegah komplikasi diabetes dengan senam kaki diabetik (Novita, 2018).


70

Pengetahuan penderita diabetes melitus tentang senam kaki diabetik

merupakan suatu pemahaman yang di miliki oleh penderita diabetes melitus

tentang pengertian, tujuan, indikasi, kontraindikasi, hal yang harus dikaji sebelum

tindakan dan teknik senam kaki diabetik yang dapat dilakukan dengan teknik

berdiri, duduk dan berbaring (Ratnasari, 2019).

Rusminingsih (2020) menyebutkan bahwa tingkatan pengetahuan

merupakan pengetahuan seseorang terhadap suatu objek yang mempunyai

intensitas tingkatan yang berbeda-beda sehingga seseorang menjadi tahu,

memahami, mampu menganalisis dan menerapkannya dalam aplikasinya.

Hal ini sejalan dengan pendapat Notoatmodjo (2014) bahwa tingkat

pengetahuan penderita diabetes melitus tentang teknik senam kaki diabetik

meliputi tahu, memahami, aplikasi, sintesis, analisis dan evaluasi. Pengetahuan

tentang teknik senam kaki diabetik sangat penting untuk dikuasai agar dapat

mendapatkan tindakan yang tepat dan akurat tentang pengaplikasian teknik senam

kaki diabetik.

Harahap (2017) menyatakan bahwa semakin baik tingkat pengetahuan

seseorang tentang senam kaki diabetik, maka akan baik pula dalam

penatalaksanaan dan pengaplikasiannya dalam kehidupan sehari-hari. Begitupula

sebaliknya, semakin kurang pengetahuan yang di miliki seseorang tentang teknik

senam kaki menyebabkan dalam pengaplikasiannya juga kurang karena tidak

memahami instruksi dan tekniknya sehingga penatalaksanaannya tidak efektif dan

efisien.
71

Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Yuyun (2019) di

Puskesmas Kereng Bangkirai di dapatkan hasil bahwa terdapat perbedaan

pengetahuan dalam kemampuan dalam melakukan senam kaki sebelum dan

sesudah di berikan edukasi dengan hasil uji paired t-test nilai p=0.000<0.05 .

Penelitian yang dilakukan oleh Lorencia (2019) di Wilayah Kerja Puskesmas

Pahandut Palangka Raya di dapatkan hasil bahwa terdapat hubungan yang

signifikan antara pengetahuan dan pelaksanaan senam kaki diabetik dengan nilai

p-value 0.003<0.05. Penelitian lainnya juga dilakukan oleh Putri (2019) di RSUD

Rasidin Kota Padang di dapatkan hasil bahwa setelah diberikan demonstrasi dan

edukasi tentang teknik senam kaki diabetik 70% peserta menjawab dengan benar

definisi senam kaki diabetik, 75% peserta memahmai manfaat dari senam kaki

diabetik dan 100% peserta bisa memperagakan senam kaki diabetik dengan baik.

Hal ini sejalan dengan penelitian Desiana (2019) di RSUD Labuang Baji

Makassar didapatkan hasil bahwa terdapat hubungan yang antara pengetahuan

dengan pelaksanaan senam kaki diabetik dengan nilai p-value 0.030<0.05.

Menurut asumsi peneliti, pengetahuan yang baik tentang teknik senam kaki

diabetik merupakan langkah awal untuk pencegahan komplikasi diabetes.

Pengetahuan yang baik cenderung akan menuntun seseorang untuk baik dalam

penatalaksanaannya karena paham dengan teknik dan mengaplikasikan sesuai tata

cara yang dianjurkan. Penatalaksanaan yang baik tentunya akan memberikan

manfaat bagi penderita diabetes seperti memperlancar sirkulasi darah dikaki untuk

dapat mengontrol gula darah agar selalu stabil. Seseorang tidak dapat

melaksanakan senam secara baik kurang pengetahuan tentang tekniknya.


72

BAB VI

PENUTUP

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan peneliti dengan sampel

sebanyak 68 responden tentang hubungan pengetahuan penderita diabetes melitus

tentang teknik senam kakin diabetik di UPTD Puskesmas Peusangan dapat

disimpulkan bahwa :

1. Distribusi frekuensi tertinggi data demografi pasien diabetes melitus menurut

karakteristik usia 46-55 tahun (69.2%), jenis kelamin perempuan (58.8%),

tingkat pendidikan SMA (44.2%), status pekerjaan sebagai IRT (39.7%), Lama

menderita DM 1-5 tahun (88.2%) dan perolehan informasi tentang senam kaki

diabetik (73.5%).

2. Distribusi tertinggi responden memiliki pengetahuan yang baik tentang teknik

senam kaki diabetik sebanyak 31 responden (45.9%), berpengetahuan cukup

tentang teknik senam kaki diabetik sebanyak 21 responden (30.9%) sedangkan

responden berpengetahuan kurang tentang teknik senam kaki diabetik sebanyak

16 responden (23.5%).

6.2 Saran

1. Bagi Peneliti

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan yang luas bagi

peneliti sehingga lebih bisa mengembangkan penelitian sesuai dengan teori yang

telah didapat selama menjalani pendidikan dan dapat mengaplikasikannya dalam

kehidupan bermasyarakat khsususnya dalam lingkup teknik senam kaki diabetik.


72

2. Bagi responden

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai salah satu referensi

untuk menambah ilmu pengetahuan dan wawasan yang lebih luas terkait teknik

senam kaki diabetik pada penderita diabetes sehingga penderita dapat

mengaplikasikannay secara baik dan benar

3. Bagi Institansi Kesehatan

Dari hasil penelitian diharapkan dapat menjadi bahan masukan ilmiah dan

referensi untuk diskusi dalam meningkatkan ilmu pengetahuan mengenai

teknik senam kaki diabetik pada penderita diabetes melitus agar

pengaplikasiannya lebih optimal dan efisien serta meningkatkan mutu praktik

edukasi, promosi kesehatan dan demonstrasi serta meningkatkan program

prolanis salah satunya senam kaki diabetik.

4. Bagi Peneliti Selanjutnya

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai dasar untuk

mengembangkan penelitian mengenai penengetahuan dan teknik senam kaki

diabetik pada penderita diabetes dengan menggunakan tempat penelitian,

metode penelitian, jumlah responden yang lebih banyak dan kuesioner yang

berbeda.

Anda mungkin juga menyukai