PUA ec Hormon
Oleh :
Aida Ezza Prastika 20360020
Airin Shabrina Elta Kusmana 20360057
Aulia Riza 20360022
Azahrah Mawaddah Noviska 20360062
Aziza 20360063
Pembimbing :
dr. Fonda Octarianingsih, Sp.OG
1
BAB I
LAPORAN KASUS
A. Identitas Pasien
Nama : Ny. M
TTL : 17 Agustus 1980
Umur : 42 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Alamat : kp. Kepayang siger
Pekerjaan : Ibu Rumah
Tangga Status pernikahan : Menikah
No.RM : 313xx
Ruangan : Ginekologi
Tanggal MRS : 31 Mei 2022 pukul 13.00 WIB
B. Anamnesis
Keluhan utama : Menstruasi sudah 13 hari dan keluar gumpalan darah
seperti ati ayam
Anamnesis terpimpin :
Pasien P3A3, datang ke poliklinik Rumah Sakit Bintang Amin Husada
dengan keluhan keluar darah seperti gumpalan ati saat menstrasi ini sudah
13 hari. Ganti pembalut ± 6 kali dalam 1 hari. Selain itu pasien juga
mengeluh nyeri perut bawah. Keluhan adanya nyeri perut maupun
benjolan tidak dirasakan. Pasien sudah steril 2 tahun yang lalu. Makan
minum normal (biasa), BAB dan BAK normal.
Riwayat Menstruasi :
Pasien mengalami menarke usia 13 tahun, haid setiap bulan lancar, lama 7
hari, dalam 1 hari ganti pembalut sebanyak 2-3 kali. Nyeri sewaktu
menstruasi (-), pasien sudah steril usia 40 tahun (2 tahun yang lalu).
Riwayat penggunaan kontrasepsi : Suntik
2
Riwayat perkawinan dan kehamilan
Pasien menikah 1 kali. Lama pernikahan ±25
tahun. Anak :
1. 1998/aterm/perempuan/spontan/hidup
2. 2002/aterm/perempuan/spontan/hidup
3. 2015/abortus
4. 2016/abortus
5. 2017/abortus
6. 2020/aterm/laki-laki/SC/meninggal
C. Pemeriksaan fisik
STATUS GENEALIS
Keadaan umum : Tampak sakit
sedang Kesadaran : Komposmentis
Tanda vital : Tekanan darah : 110/80 mmHg
Nadi : 90 x/menit
Pernafasan : 22 x/menit
Suhu : 36,2o C
PEMERIKSAAN FISIK
Kepala : Normocephal
Simetris wajah : simetris kiri-kanan
Deformitas : tidak ada
Rambut : hitam, ikal, distribusi merata,
tidak mudah dicabut
Mata : Eksoftalmus / enoftalmus : tidak ada
Tekanan bola mata : tidak dilakukan pemeriksaan
(TDP) Kelopak mata : normal, edema -/-, ptosis -/-,
xantelasma -/-
Konjungtiva : anemis -/-, sklera ikterik -/-
Gerakan bola mata : normal, nistagmus (-),
strabismus-/- Kornea : refleks kornea +/+
Pupil : isokor, refleks cahaya langsung
3
& tidak langsung +/+
Paru :
Inspeksi : bentuk normochest, pengembangan dada simetris,
pelebaran sela iga (-), retraksi iga (-)
Palpasi : Nyeri tekan (-), fremitus raba +/+ normal
Perkusi : Paru kiri dan kanan : sonor
Batas paru hepar : setinggi ICS V midclavicula dextra
Batas paru belakang kiri : setinggi vertebra torakal X
Batas paru belakang kanan : lebih tinggi 1 jari dari batas
kiri
Auskultasi : Bunyi pernapasan : vesikuler kiri = kanan
Bunyi tambahan : Ronki -/- , Wheezing
-/-
4
Jantung :
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis teraba pada ICS V linea midclavicula, thrill (-)
Perkusi : Redup, batas jantung kanan di linea parasternalis dextra,
batas jantung kiri di linea midklavikula sinistra
Auskultasi : BJ I/II murni, reguler, S3 gallop (-), murmur (-)
Punggung :
Inspeksi : TDP
Palpasi : TDP
Perkusi : TDP
Auskultasi : TDP
Anus : Hemoroid (-), massa (-)
Ekstremitas : Ikterus (− −), sianosis (− −), pucat ( --), clubbing finger
−− −− ++
(− −), pitting, Oedem ekstremitas -/-, atrofi otot (-), akral
−−
Alat genital :
Vulva/vagina : normal berwarna merah muda
Porsio : licin, bentuk dan konsistensi biasa
Korpus uteri : membesar
Kavum doglasi : tidak menonjol
5
D. Pemeriksaan
penunjang USG :
E. Diagnosis
Perdarahan uterus abnormal ec. Hormon
F. Tatalaksana
Asam traneksamat tab 2x1
Norelut tab 2x1
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI
Perdarahan uterus abnormal merupakan perdarahan yang ditandai dengan
adanya perubahan pada siklus menstruasi normal baik dari interval atau panjang
siklus, durasi maupun jumlah perdarahan.5 Manifestasi klinis dapat berupa
perdarahan banyak, sedikit, siklus haid yang memanjang atau tidak beraturan.6
Penggolongan standar dari perdarahan abnormal dibedakan menjadi 7 pola:
1) Menoragia (hipermenorea) adalah perdarahan menstruasi yang banyak dan
memanjang. Adanya bekuan-bekuan darah tidak selalu abnormal, tetapi dapat
menandakan adanya perdarahan yang banyak. Perdarahan yang ‘gushing’ dan
‘open-faucet’ selalu menandakan sesuatu yang tidak lazim. Mioma
submukosa, komplikasi kehamilan, adenomiosis, IUD, hiperplasia
endometrium, tumor ganas, dan perdarahan disfungsional adalah penyebab
tersering dari menoragia.
2) Hipomenorea (kriptomenorea) adalah perdarahan menstruasi yang sedikit,
dan terkadang hanya berupa bercak darah. Obstruksi seperti pada stenosis
himen atau serviks mungkin sebagai penyebab. Sinekia uterus (Asherman’s
Syndrome) dapat menjadi penyebab dan diagnosis ditegakkan dengan
histerogram dan histeroskopi. Pasien yang menjalani kontrasepsi
oralterkadang mengeluh seperti ini, dan dapat dipastikan ini tidak apa-apa.
7
Jumlah dan durasi perdarahan juga bervariasi. Kondisi apapun yang
menyebabkan perdarahan intermenstrual dapat menyebabkan
menometroragia. Onset yang tiba-tiba dari episode perdarahan dapat
mengindikasikan adanya keganasan atau komplikasi dari kehamilan.
6) Oligomenorea adalah periode menstruasi yang terjadi lebih dari 35 hari.
Amenorea didiagnosis bila tidak ada menstruasi selama lebih dari 6 bulan.
Volume perdarahan biasanya berkurang dan biasanya berhubungan dengan
anovulasi, baik itu dari faktor endokrin (kehamilan, pituitari-hipotalamus)
ataupun faktor sistemik (penurunan berat badan yang terlalu banyak). Tumor
yang mengekskresikan estrogen menyebabkan oligomenorea terlebih dahulu,
sebelum menjadi pola yang lain.
7) Perdarahan kontak (perdarahan post-koitus) harus dianggap sebagai tanda
dari kanker leher rahim sebelum dilakukan pemeriksaan lebih lanjut.
Penyebab lain dari perdarahan kontak yang lebih sering yaitu servikal eversi,
polip serviks, infeksi serviks atau vagina (Tichomonas) atau atropik vaginitis.
Hapusan sitologi negatif tidak menyingkirkan diagnosis kanker
serviksinvasif, kolposkopi dan biopsi sangat dianjurkan untuk dilakukan.7
8
Gambar 6. Terminologi pola perdarahan uterus8
Terminologi menoragia saat ini diganti dengan perdarahan haid banyak atau
heavy menstrual bleeding (HMB) sedangkan perdarahan uterus abnormal yang
disebabkan faktor koagulopati, gangguan hemostasis lokal endometrium dan
gangguan ovulasi merupakan kelainan yang sebelumnya termasuk dalam
perdarahan uterus disfungsional (PUD).6
Menstrual Disorders Working Group of the International Federation of
Gynecology and Obstetrics membagi parameter klinis menstruasi pada usia
reproduksi berdasarkan dari frekuensi menstruasi, keteraturan siklus dalam 12
bulan, durasi menstruasi, dan volume darah menstruasi. Berikut parameter klinis
menstruasi:9
9
Tabel 1. Parameter klinis menstruasi9
Parameter Menstruasi Definisi Klinis Batasan (persentil ke-5-
95)
Frekuensi menstruasi Sering < 24
(hari)
Normal 24 – 38
Jarang > 38
Keteraturan siklus dalam Absen Tidak ada perdarahan
12 bulan (hari)
Reguler 2 – 20
Ireguler > 20
Durasi (hari) Memanjang >8
Normal 4,5 – 8
Memendek < 4,5
Volume darah (ml) Banyak > 80
Normal 5 – 80
Sedikit <5
B. EPIDEMIOLOGI
Perdarahan uterus abnormal merupakan keluhan yang sering dijumpai pada
wanita pada usia reproduksi.6 Menurut penelitian Lee et al., keluhan ini banyak
10
terjadi pada masa awal terjadinya menstruasi. Sebanyak 75% wanita pada tahap
remaja akhir memiliki gangguan yang terkait dengan menstruasi. Penelitian yang
dilakukan Bieniasz J et al. pada remaja wanita menunjukan prevalensi amenorea
primer sebanyak 5,3%, amenorea sekunder 18,4%, oligomenorea 50%,
polimenorea 10,5%, dan gangguan campuran sebanyak 15,8%.9
Berdasarkan data yang didapatkan di beberapa negara industri, sebanyak
seperempat penduduk perempuan pernah mengalami menoragia, 21% mengeluh
siklus menstruasi yang memendek, 17% mengalami perdarahan intermenstrual,
dan 6% mengalami perdarahan pascakoitus.9
C. KLASIFIKASI
Berdasarkan International Federation of Gynecology and Obstetrics (FIGO),
terdapat 9 kategori utama disusun sesuai dengan akronim PALM COEIN, yakni
polip, adenomiosis, leiomioma, malignancy dan hiperplasia, coagulopathy,
ovulatory dysfunction, endometrial, iatrogenik, dan not yet classified.10
Kelompok PALM merupakan kelainan struktur yang dapat dinilai dengan
berbagai teknik pencitraan dan atau pemeriksaan histopatologi. Kelompok COEIN
merupakan kelainan non strruktural yang tidak dapat dinilai dengan teknik
pencitraan atau histopatologi. Sistem klasifikasi tersebut disusun berdasarkan
pertimbangan bahwa seorang pasien dapat memiliki satu atau lebih faktor
penyebab PUA.10
11
Gambar 7 . Sistem klasifikasi dasar10
1. Polip (AUB-P)
Pertumbuhan lesi lunak pada lapisan endometrium uterus, baik
bertangkai maupun tidak, berupa pertumbuhan berlebih dari stroma dan
kelenjar endometrium dan dilapisi oleh epitel endometrium.11 Secara klinis
dapat asimptomatik atau muncul dengan gejala seperti infertilitas, perdarahan,
infeksi, endometritis atau nyeri.12 Lesi umumnya jinak, namun sebagian kecil
atipik atau ganas. Diagnosis polip ditegakkan berdasarkan pemeriksaan USG
dan atau histeroskopi, dengan atau tanpa hasil histopatologi. Histopatologi
pertumbuhan eksesif lokal dari kelenjar dan stroma endometrium yang
memiliki vaskularisasi dan dilapisi oleh epitel endometrium. 11
Polip didiagnosis dengan oleh satu atau kombinasi dari USG (termasuk
sonografi infus salin) dan pencitraan histeroskopi dengan atau tanpa
histopatologi. Histopatologi pertumbuhan eksesif lokal dari kelenjar dan
stroma endometrium yang memiliki vaskularisasi dan dilapisiolehepitel
endometrium.6 Meskipun tidak ada perbedaan saat ini mengenai ukuran atau
jumlah polip, namun penting untuk mengecualikan polypoid-yang muncul
dariendometrium, yang mungkin menjadi varian dari normal.(10)
3. Leimioma (AUB-L)
Leiomioma adalah neoplasma jinak otot polos yang biasanya berasal
dari miometrium. Leiomioma sering disebut sebagai mioma uteri, dan karena
14
kandungan kolagennya yang menyebabkan konsistensinya menjadi fibrous,
leiomioma sering keliru disebut sebagai fibroid.13
Leiomyomas (fibroid) sebagian besar tidak bergejala, dan sering
bukanlah penyebab keluhan PUA. Sehingga perlu diciptakan sistem
klasifikasi primer, sekunder, dan tersier untuk klasifikasi L dari PUA ini yang
diilustrasikan pada gambar 10. (10)
Sistem klasifikasi primer hanya mencerminkan ada atau tidak
adanya satu atau lebih leiomyomas, sebagaimana ditentukan dengan
pemeriksaan sonografi, terlepas dari jumlah, lokasi, dan ukuran. Dalam sistem
klasifikasi sekunder, dokter diwajibkan untuk membedakan mioma yang
melibatkan rongga endometrium (submukosa atau SM) dan yang lain (O),
karena lesi SM yang kemungkinan besar berkontribusi terhadap asal-
usulPUA.
(10)
16
atipikal dan keganasan adalah penyebab potensial yang penting terkait dengan
PUA. Diagnosa ini harus dipertimbangkan dalam setiap wanita di usia
reproduksi dan terutama di mana mungkin ada faktor-faktor predisposisi
seperti obesitas atau riwayat anovulasi kronis. Akibatnya, ketika investigasi
terhadap perempuan pada usia reproduksinya dengan PUA perlu
diedentifikasi proses hiperplastik atau ganas premaligna, akan
diklasifikasikan sebagai AUB-M dan kemudian subklasifikasikanberdasarkan
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) atau sistem FIGO. (10)
Hiperplasia endometrium merupakan salah satu penyebab tersering dari
perdarahan uterus abnormal. Tebal endometrium lebih dari 14 mm pada
wanita premenopause dan lebih dari 5 mm pada wanita post menopause
dikatakan telah terjadi hyperplasia endometrium. Hiperplasia pada
endometrium dapat ditegakan lebih mudah dengan USG Transvaginal.
Pemeriksaan Doppler menunjukan adanya distribusi vaskuler perifer yang
teratur dan terpisah dengan resistensi indeks yang lebih tinggi (rata-rata RI =
0,55±0,05) dibandingkan pada karsinoma (0,42±0,02). (12)
diagnosis pasti
berdasarkan histopatologi.6
5. Koagulopati (AUB-C)
Istilah koagulopati digunakan untuk mencakup spektrum gangguan
hemostasis sistemik yang dapat menyebabkan AUB. Bukti menunjukkan
bahwa sekitar 13% dari wanita dengan perdarahan menstruasi berat memiliki
gangguan sistemik biokimia terdeteksi hemostasis, paling sering penyakit von
Willebrand dimana sekitar 90% dari pasien dengan kelainan ini dapat
diidentifikasi dengan riwayat penyakit yang jelas (gambar ). Namun, tidak
jelas seberapa sering kelainan ini menyebabkan atau memberikan kontribusi
17
terhadap asal-usul AUB, dan seberapa sering penyakit ini menimbulkan
kelainan biokimia tanpa gejala atau dengan gejala minimal. (10)
7. Endometrial (AUB-E)
Bila PUA atau AUB terjadi dalam konteks siklus haid yang siklik dan
18
teratur, maka dapat diperkirakan jika terjadi ovulasi normal, dan tidak
ditemukan penyebab lain yang jelas, mekanisme ini kemungkinan disebabkan
gangguan primer di endometrium. Jika gejalanya berupa perdarahan haidyang
berat, ada mungkin terjadi gangguan utama yang mengatur mekanisme
hemostasis endometrium ''lokal' 'itu sendiri, kekurangan dalam produksi
vasokonstriktor lokal seperti endotelin-1 dan prostaglandin F2a, dan / atau
lisis bekuan endometrium dipercepat karena produksi berlebihan aktivator
plasminogen dan produksi meningkatnya produksi lokal zat yang
mempromosikan vasodilatasi seperti prostaglandin E2 dan prostasiklin (I2).
(10)
8. Iatogenik (AUB-I)
Ada beberapa mekanisme dimana intervensi medis atau alat mungkin
menyebabkan atau memberikan kontribusi untuk AUB (AUB-I). Perdarahan
uterus abnormal yang berhubungan dengan intervensi medis seperti
penggunaan estrogen, progestin, AKDR. Perdarahan endometrium diluar
jadwal yang terjadi selama penggunaan terapi steroid eksogen gonad disebut
perdarahan ''sela'' (breakthrough bleeding /BTB), yang merupakan komponen
utama dari klasifikasi AUB-I. Termasuk dalam kategori ini adalah wanita
dengan rendahnya konsentrasi estrogen dalam sirkulasi yang disebabkan oleh
yang menggunakan alat kontrasepsi dalam rahim yang mengandung
levonorgestrel, yang sering mengalami BTB dalam 6 bulan pertama
penggunaan, Perdarahan sela terjadi karena sebagai berikut, pasien lupa atau
terlambat minum pil kontrasepsi, dan pemakaian obat tertentu seperti
rifampisin6,10
19
Ketika AUB dianggap sekunder akibat antikoagulan seperti warfarin
atau heparin, atau agen sistemik yang berkontribusi terhadap gangguan
ovulasi seperti yang mengganggu metabolisme dopamin, ini dikategorikan
sebagai AUB-C. 10
20
Gambar 16 . Contoh penulisan10
21
D. PATOGENESIS
Endometrium terdiri dari dua lapisan yang berbeda yaitu lapisan fungsionalis
dan lapisan basalis Lapisan basalis terletak di bawah lapisan fungsionalis,
berkontak langsung dengan miometrium, dan kurang responsif terhadap hormon.
Lapisan basalis berfungsi sebagai reservoir untuk regenerasi pada saat menstruasi
sedangkan lapisan fungsionalis mengalami perubahan sepanjang siklus menstruasi
dan akhirnya terlepas saat menstruasi. Secara histologis, lapisan fungsionalis
memiliki epitel permukaan yang mendasari pleksus kapiler subepitel. 4
Uterus divaskularisasi oleh dua arteri uterina. Di lateral bawah uterus, arteri
uterina pecah menjadi dua cabang yaitu arteri vaginalis yang mengarah ke bawah
dan cabang asenden yang mengarah ke atas. Cabang asenden dari kedua sisi uterus
membentuk dua arteri arkuata yang berjalan sejajar dengan kavum uteri. Kedua
arteri arkuata tersebut membentuk anastomose satu sama lain, membentuk cincin
yang melingkari kavum uteri. Arteri radialis merupakan cabang kecil arteri
arkuata yang berjalan meninggalkan arteri arkuata secara tegak lurus menuju
22
kavum uteri. Arteri radialis memiliki fungsi untuk memperdarahi miometrium lalu
pada saat memasuki lapisan endometrium, arteri radialis memberi cabang arteri
yang lebih kecil ke arah lateral yaitu arteri basalis. Arteri basalis memiliki fungsi
untuk memperdarahi lapisan basalis endometrium dan tidak sensitif terhadap
stimulus hormon. Arteri radialis kemudian memasuki lapisan fungsionalis
endometrium dan menjadi arteri spiralis. Arteri spiralis sangat peka terhadap
stimulus hormon dan bertugas untuk memperdarahi lapisan fungsionalis
endometrium.4
23
Perdarahan uterus disfungsional ovulasi ditandai dengan episode reguler
kehilangan menstruasi berat, dengan 90% dari kerugian pada 3 hari pertamaseperti
pada menstruasi normal. Tidak ada gangguan aksis hipotalamus-hipofisis-
ovarium dan gonadotropin dan profil steroid tidak berbeda dengan yang terlihat
pada siklus menstruasi normal. Penurunan kadar estrogen dan progesteron pada
akhir fase luteal memicu banyak proses yang mengarah terjadinya disintegrasi
diikuti epitelisasi kembali lapisan fungsional endometrium selama menstruasi.
Defek utama terdapat dalam mengontrol proses volume darah yang hilang selama
menstruasi, terutama proses vasokonstriksi dan hemostasis. Perubahan fase
folikular aliran darah endometrium pada wanita dengan perdarahan uterus
disfungsional ovulasi mempengaruhi gangguan fungsi yang terjadi dalam
jaringan.
E. MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinis yang terjadi pada perdarahan uterus abnormal adalah
sebagai berikut:4
3. Nyeri pelvis
Adanya kram yang menyertai perdarahan diakibatkan dari peran
prostaglandin. Dismenore yang terjadi bersamaan dengan perdarahan uterus
abnormal dapat disebabkan oleh polip, leiomioma, adenomiosis, infeksi, dan
komplikasi kehamilan.
Nyeri yang dirasakan saat berhubungan seksual dan nyeri nonsiklik
jarang dirasakan pada wanita dengan perdarahan uterus abnormal. Jika nyeri
ini dirasakan, maka penyebabnya adalah kelainan dari struktural atau infeksi.
Lippman et al., melaporkan peningkatan tingkat dispareunia dan nyeri
panggul nonsiklik pada wanita dengan leiomioma uterus. Sammour et al.,
menyatakan adanya korelasi nyeri panggul yang meningkat seiring dengan
adanya invasi miometrium dengan adenomiosis.
b. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan Umum
Pemeriksaan Ginekologi
Pemeriksaan ginekologi yang teliti perlu dilakukan termasuk pemeriksaan pap
smear.Harus disingkirkan pula kemungkinan adanya mioma uteri, polip,
hiperplasia endometrium atau keganasan.
a. Penilaian Ovulasi
c. Penilaian Endometrium
Pengambilan sampel endometrium tidak harus dilakukan pada semua
pasien PUA. Pengambilan sampel endometrium hanya dilakukan
pada: Perempuan umur > 45 tahun
Terdapat faktor risiko genetik
USG transvaginal menggambarkan penebalan endometrium kompleks
yang merupakan faktor risiko hiperplasia atipik atau kanker
endometrium
Terdapat faktor risiko diabetes mellitus, hipertensi, obesitas, nulipara
Perempuan dengan riwayat keluarga nonpolyposis colorectal cancer
memiliki risiko kanker endometrium sebesar 60% dengan rerata
umur saat diagnosis antara 48-50 tahun
Pengambilan sampel endometrium perlu dilakukan pada perdarahan
uterus abnormal yang menetap (tidak respons terhadap pengobatan).
e. Penilaian Miometrium
Bertujuan untuk menilai kemungkinan adanya mioma uteri atau
adenomiosis.
Miometrium dinilai menggunakan USG (transvaginal, transrektal dan
abdominal), SIS, histeroskopi atau MRI.
Pemeriksaan adenomiosis menggunakan MRI lebih unggul
dibandingkan USG transvaginal.
4
f. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium
a. Tes β-Human Chorionic Gonadotropin dan Hematologik
Keguguran, kehamilan ektopik dan mola hidatidosa dapat
menyebabkan perdarahan yang mengancam nyawa. Komplikasi dari
kehamilan dapat secara cepat dieksklusi dengan penentuan kadar
subunit beta human chorionic gonadotropin (β-hCG) dari urin atau
serum.4
Sebagai tambahan, pada wanita dengan perdarahan uterus
abnormal, complete blood count dapat mengidentifikasi anemia dan
derajat kehilangan darah. Diperlukan juga skrining untuk gangguan
koagulasi jika sebab yang jelas tidak dapat ditemukan. Yang termasuk
adalah complete blood count dengan platelet count, partial
thromboplastin time, dan prothrombin time dan mungkin juga
memeriksa tes spesial untuk penyakit von Willebrand.4 Thyrotropin
diukur hanya jika ada gejalaatau temuan yang sugestif ke
penyakittiroid. Tidak ada bukti bahwa pengukuran gonadotropin serum,
estradiol, atau kadar progesteron membantu dalam pengelolaan AUB.17
b. Pemeriksaan “Wet Prep” dan Kultur Serviks
Pemeriksaan mikroskopik dari sekresi serviks diperlukan jika
perdarahan dicurigai karena servisitis yang akan memperlihatkan
gambaran sel darah merah dan neutrofil. Servisitis sekunder karena
herpes simplex virus (HSV) juga dapat menyebabkan perdarahan dan
diindikasikan untuk melakukan kultur secara langsung. Trikomoniasis
juga dapat menyebabkan servisitis dan ektoserviks yang rapuh.4
c. Pemeriksaan Sitologi
Kanker serviks dan kanker endometrium dapat menyebabkan
perdarahan yang abnormal dan dapat sering ditemukan dengan skrining
Pap smear.4
2. Histeroskopi
Prosedur ini menggunakan endoskop optik dengan diameter 3 sampai 5
mm ke dalam kavitas endometrium. Kemudian kavitas uterus diregangkan
5
dengan menggunakan larutan salin. Keuntungan utama menggunakan
histeroskopi adalah untuk mendeteksi lesi intrakavitas seperti leiomioma
dan polip yang mungkin terlewati jika menggunakan sonografi atau
endometrial sampling. Walaupun akurat untuk mendeteksi kanker
endometrium, namun histeroskopi kurang akurat untuk mendeteksi
hiperplasia endometrium.4
3. Pencitraan
a. Ultrasound
Transvaginal sonografi memungkinkan evaluasi dari kelainan anatomi
uterus dan endometrium.Selain itu, patologi dari miometrium, serviks,
tuba, dan ovarium juga dapat dievaluasi. Modalitas investigasi ini dapat
membantu dalam diagnosis polip endometrium, adenomiosis,
leiomioma, anomali uterus, danpenebalan endometrium yang
berhubungan dengan hiperplasia dan keganasan.17
b. Saline Infusion Sonohysterography
Saline infusion sonohysterography menggunakan 5 sampai 15 mL
larutan saline yang dimasukkan ke dalam rongga rahim selama
sonografi transvaginal dan mengimprovisasi diagnosis patologi
intrauterin. Terutama dalam kasus polip dan fibroid uterus, SIS
memungkinkan pemeriksa untukmembedakan lokasi dan hubungannya
dengan kavitas uterus.SIS juga dapat menurunkan kebutuhanMRI
dalam diagnosis dan manajemen dari anomali uterus. 17
c. Magnetic Resonance Imaging (MRI)
MRI jarang digunakan untuk menilai endometrium pada pasien yang
memiliki perdarahan uterus abnormal. MRI mungkin membantu untuk
memetakan lokasi yang tepat dari fibroid dalam perencanaan operasi
dan sebelum terapi embolisasi untuk fibroid. Hal ini juga mungkin
berguna dalam menilai endometrium ketika USG transvaginal atautidak
dapat dilakukan. 17
d. Biopsi Endometrium
Biopsi endometrium biasanya dapat dilakukan dengan mudah pada
wanita premenopause dengan persalinan pervaginam
sebelumnya.Biopsi lebih sulit dilakukan pada wanita dengan riwayat
persalinan sesar sebelumnya, wanita yang nulipara, atau yang telah
6
memiliki operasi serviks sebelumnya. Biopsi endometrium dapat
mendeteksi lebih dari 90% dari kanker. Patologi dari endometrium
dapat mendiagnosa kanker endometrium atau menentukan kemungkinan
kanker. 17
G. PENATALAKSANAAN
1. Penatalaksanaan PUA akut dan kronik
Perdarahan uterus abnormal akut :
a. Jika perdarahan aktif dan banyak disertai dengan gangguan hemodinamik
dan atau Hb < 10 g/dl perlu dilakukan rawat inap
b. Jika hemodinamik stabil, cukup rawat jalan (kemudian ke langkah D)
c. Pasien rawat inap, berikan infus cairan kristaloid, oksigen 2 liter/menit dan
transfusi darah jika Hb < 7 g/dl, untuk perbaikan hemodinamik
d. Stop perdarahan dengan estrogen ekuin kjonyugasi (EEK) 2-5 mg (rek b) per
oral setiap 4-6 jam, ditambah prometasin 25 mg per oral atau injeksi IM
setiap 4-6 jam (untuk mengatasi mual). Asam traneksamat 3x1 gr (rek A) atau
anti inflamasi non steroid 3x500 mg diberikan bersama dengan EEK. Untuk
pasien dirawat, dapat dipasang balon kateter foley no 10 ke dalam uterus dan
diisi cairan kurang lebih 15 ml, dipertahankan 12-24 jam.
e. Jika perdarahan tidak berhenti dalam 12-24 jam alkukan dilatasi dan kuretase.
f. Jika perdarahan berhenti dalam 24 jam, lanjutkan dengan kontrasepsi oral
kombinasi (KOK) 4x1 tablet perhari (4 hari), 3x1 tablet perhari (3 hari),
8
Perdarahan Uterus Abnormal Kronik6
9
Gambar 21. Panduan Investigasi Evaluasi Uterus6
10
o Tanyakan pada pasien apakah menginginkan kehamilan
o Bila pasien menginginkan kehamilan dapat diberikana analog
GnRH + addback therapy atau LNG-IUS selama 6 bulan
o Adenomiomektomi dengan teknik osada merupakan alternatif pada
pasien yang ingin hamil (terutama pada adenomiosis > 6cm)
o Bila pasien tidak ingin hamil, reseksi atau ablasi endometriumdapat
dilakukan. Histerektomi dilakukan pada kasus dengan gagal
pengobatan
C. Leiomioma uteri
o Diagnosis mioma uteri ditegakkan berdasarkan pemeriksaan USG
o Tanyakan pada pasien apakah menginginkan kehamilan
o Histeroskopi reseksi mioma uteri submukosum dilakukan terutama
bila pasien menginginkan kehamilan
Pilihan pertama untuk mioma uteri submukosum berukuran
< 4 cm
Pilihan kedua untuk mioma uteri submukosum derajat 0
atau 1
Pilihan ketiga untuk mioma uteri submukosum derajat 2
o Bila terdapat mioma uteri intramural atau subserosum dapat
dilakukan penanganan sesuai PUA-E/O. Pembedahan
dilakukanbila respon pengobatan tidak cocok
o Bila pasien tidak menginginkan kehamilan dapat dilakukan
pengobatan untuk mengurangi perdarahan dan memperbaiki
anemia
o Bila respon pengobatan tidak cocok dapat dilakukan pembedahan
embolisasi arteri uterina merupakan alternatif
tindakanpembedahan.
F. Ovulatory dysfunction
o Gangguan ovulasi merupakan salah satu penyebab PUA dengan
manifestasi klinik perdarahan yang sulit diramalkan dan jumlah
darah yang bervariasi
o Pemeriksaan hormon tiroid dan prolaktin perlu dilakukan terutama
pada keadaan oligomenorea bila dijumpai hiperprolaktinemia yang
disebabkan oleh hipotiroid maka kondisi ini harus diterapi
o Pada perempuan umur > 45 tahun atau dengan risiko tinggi
keganasan endometrium perlu dilakukan pemeriksaan USG
transvaginal dan pengambilan sampel endometrium
o Bila tidak dijumpai faktor resiko untuk keganasan endometrium
lakukan penilaian apakah pasien menginginkan kehamilan atau
tidak
o Bila menginginkan kehamilan dapat langsung mengikuti prosedur
12
tatalaksana infertilitas
o Bila pasien tidak menginginkan kehamilan dapat diberikan terapi
hormonal dengan menilai ada atau tidaknya kontraindikasi terhadap
PKK
o Bila tidak dijumpai kontraindikasi dapat diberikan PKK selama 3
bulan (rekomendasi A)
o Bila dijumpai kontraindikasi pemberian PKK dapat diberikan
preparat progestin selama 14 hari, kemudian stop 14 hari. Hal ini
diulang sampai 3x siklus
o Setelah 3 bulan lakukan evaluasi untuk menilai hasil pengobatan
o Bila keluhan pasien berkurang pengobatan hormonal dapat
dilanjutkan atau di stop sesuai keinginan pasien
o Bila keluhan tidak berkurang lakukan pemberian PKK atau
progestin dosis tinggi (naikkan dosis setiap 2 hari
sampaiperdarahan berhenti atau dosis maksimal). Perhatian
terhadap kemungkinan munculnya efek samping sepert sindrom
pra haid. Lakukan pemeriksaan ulang dengan USG TV atau SIS
untuk menyingkirkan kemungkinan adanya polip endometrium
atau mioma uteri. Pertimbangkan tindakan kuretase untuk
menyingkirkan keganasan endometrium. Bila pengobatan
medikamentosa gagal, dapat dilakukan ablasi endometrium, reseksi
mioma dengan histeroskopi dan histerektomi. Tindakan ablasi
endometrium pada perdarahan uterus yang banyak dapatditawarkan
setelah memberikan informed consent yang jelas pada pasien. Pada
uterus dengan ukuran < 10 minggu.
G. Endometrial
o Perdarahan uterus abnormal yang terjadi pada perempuan dengan
siklus haid yang teratur
o Pemeriksaan fungsi tiroid dilakukan bila didapatkan gejala dan tanda
hipotiroid atau hipertiroid pada anamnesis dan pemeriksaan fisik.
Pemeriksaan USG transvaginal dan SIS terutama dapat dilakukan
untuk menilai kavum uteri
o Jika pasien memerlukanb kontrasepsi lanjutkan ke G, jika tidak
lanjutkan ke point 4
13
o Asam traneksamat 3x1 g dan asam mefenamat 3x500mg merupaka
pilihan lini pertama dalam tatalaksana menoragia
o Lakukan observasi selama 3 sillus menstruasi
o Jika respon pengobatan tidak adekuat lanjutkan ke point 7
o Nilai apakah terdapat kontraindikasi pemberian PKK
o PKK mampu mengurangi jumlah perdarahan dengan menekan
pertumbuhan endometrium. Dapat dimulai pada hari apa saja,
selanjutnya pada hari pertama siklus menstruasi
o Jika pasien memiliki kontraindikasi terhadap PKK maka dapat
diberikan preparat progestin siklik selama 14 hari diikuti dengan 14
hari tanpa obat. Kemudian diulang selama 3 siklus. Dapat ditawarkan
penggunaan LNG-IUS
o Jika setelah 3 bulan, respon pengobatan tidak adekuat dapat dilakukan
penilaian USG transvaginal atau SIS untuk menilai kavum uteri
o Jika dengan USG TV atau SIS didapatkan polip atau mioma
submukosum segera pertimbangkan untuk melakukan reseksi dengan
histeroskopi
o Jika hasil USG TV atau SIS didapatkan ketebalan endometrium > 10
mm, lakukan pengambilan sampel endometrium untuk menyingkirkan
kemungkinan hiperplasia
o Jika terdapat adenomiosis dapat dilakukan pemeriksaan MRI, terapi
dengan progestin, LNG IUS, GnRH atau histerektomi
o Jika hasil pemeriksaan USG TV atau SIS menunjukkan hasil normal
atau terdapat kelainan tetapi tidak dapat dilakukan terapi konservatif
maka dilakukan evaluasi terhadap funsi reproduksinya
o Jika pasien sudah tidak menginginkan fungsi reproduksi dapat
dilakukan ablasi endometrium atau histerektomi. Jika pasien masih
ingin mempertahankuan fungsi reproduksi anjurkan pasien untuk
mencatat siklus haidnya dengan baik dan memantau kadar HB
H. Iatrogenik
- Penanganan karena efek samping PKK
o Penanganan efek sampaing PUA-E disesuaikan dengan algoritma
PUA-E
o Perdarahan sela ( breakthrough bleeding) dapat terjadi dalam 3
bulan pertama atau setelah 3 bulan penggunaan PKK
14
o Jika perdarahan sela terjadi dalam 3 bulan pertama makan
penggunaan PKK dilanjutkan dengan mencatat siklus haid
o Jika pasien tidak ingin melanjutkan PKK atau perdarahan menetap
selama > 3 bulan lanjutkan ke point 5
o Lakukan pemeriksaan Chlamydia dan Neisseria (endometritis), bila
positif berikan doksisiklin 2 x 100 mg selama 10 hari. Yakinkan
pasien minum PKK secara teratur. Pertimbangkan untukmenaikkan
dosis estrogen jika usia pasien lebih dari 35 tahun dilakukan biopsi
endometrium
o Jika perdarahan abnormal menetap lakukan TVS, SIS atau
histeroskopi untuk menyingkirkan kelainan saluran reproduksi
o Jika perdarahan sela terjad isetelah 3 bulan pertama penggunaan
PKK, lanjutkan ke point 5
o Jika efek samping berupa amenorea lanjutkan ke point 9
o Singkirkan kehamilan
o Jika tidak hamil, naikkan dosis estrogen atau lanjutkan pil yang sama
- Perdarahan karena efek samping kontrasepsi progestin
o Jika terdapat amenorea atau perdarahan bercak, lanjutkan ke point
2
o Konseling bahwa kelainan ini merupakan hal biasa
o Jika efek samping berupa PUA-O, lanjutkan ke point 4
o Jika usia pasien > 35 tahun dan memiliki risiko tinggi keganasan
endometrium, lanjutkan ke 5, jika tidak lanjutkan ke 6
o Biopsi endometrium
o Jika dalam 4-6 bulan pertama pemakaian kontrasepsi, lanjutkan ke
7. Jika tidak lanjutkan ke 9
o Berikan 3 alternatif sebagai berikut :
Lanjutkan kontrasepsi progestin dengan dosis yang sama
Ganti kontrasepsi dengan PKK ( jika tidak ada
kontraindikasi)
Sunti DMPA setiap 2 bulan (khusus akseptor DMPA)
o Bila perdarahan tetap berlangsung setelah 6 bulan lanjutkan ke
point 9
o Berikan estrogen jangka pendek (EEK 4x1.25 mg/hari selama 7
hari) yang dapat diulang jika perdarahan abnormal terjadi kembali.
15
Pertimbangkan pemilihan metoda kontrasepsi lain
Terapi medikamentosa
a. Pemilihanobat-obatan pada perdarahan uterus abnormal (non-hormonal)
Asam Traneksamat
Obat ini bersifat inhibitor kompetitif pada aktivasi plasminogen.
Plasminogen akan diubah menjadi plasmin yang berfungsi untuk
memecah fibrin menjadi fibrin degradation product (FDPs). Oleh karena
itu obat ini berfungsi sebagai agen anti fibrinolitik. Obat ini akan
menghambat faktor-faktor yang memicu terjadinya pembekuan darah,
namun tidak menimbulkan kejadian trombosis. Perdarahan menstruasi
melibatkan pencairan darah beku dari arteriol spinal endometrium, maka
pengurangan dari proses ini dipercaya sebagai mekanisme penurunan
jumlah darah mens. Efek samping : gangguan pencernaan, diare, sakit
kepala. Dosisnya untuk perdarahan mens yang berat adalah 1g
(2x500mg) dari awal perdarahan hingga 4 hari.6
16
akan menurunkan sintesa prostaglandin pada endometrium. Prostaglandin
mempengaruhi reaktivitas jaringan lokal dan terlibat dalam respon
inflamasi, jalur nyeri, perdarahan uterus, dan kram uterus. AINS dapat
mengurangi jumlah darah haid hingga 20-50 persen PemberianAINS
dapat dimulai sejak perdarahan hari pertama astau sebelumnya hingga
perdarahan yang banyak berhenti. Efek samping : gangguan pencernaan,
diare, perburukan asma pada penderita yang sensitif, ulkus peptikum
hingga kemungkinan terjadinyaperdarahandan peritonitis.6
Androgen
Danazol adalah suatu sintetik isoxazol yang berasala dari turunan 17a-
etinil tetosteron. Obat tersebut memiliki efek androgenik yang berfungsi
untuk menekan produksi estradiol dari ovarium, serta memiliki efek
langsung terhadap reseptor estrogewn di endometrium dan di luar
endometrium. Pemberian dosis tinggi 200 mg atau lebih per hari dapat
dipergunakan untuk mengobati perdarahan menstrual hebat. Danazol
dapat menurunkan hilangnya darah dalam menstruasi kurang lebih 50%
bergantung dari dosisnya dan hasilnya terbukti lebih efektif dibanding
dengan AINS atau progestin oral. Dengan dosis lebih dari 400 mg per
hari dapat menyebabkan amenorea. Efek sampingya dialami oleh 75%
pasien yakni : penigkatan berat badan, kulit berminyak,jerawat,
perubahan suara.6
4. Terapi Operatif
19
Peran pembedahan dalam penatalaksanaan perdarahan uterus abnormal
membutuhkan evaluasi yang teliti dari patologi yang mendasari serta faktor
pasien. Indikasi pembedahan pada wanita dengan perdarahan uterus abnormal
adalah:17
a. Gagal merespon tatalaksana non-bedah
b. Ketidakmampuan untuk menggunakan terapi non-bedah (efek
samping, kontraindikasi)
c. Anemia yang signifikan
d. Dampak pada kualitas hidup
e. Patologi uterus lainnya (fibroid uterus yang besar, hiperplasia
endometrium)
Pilihan tatalaksana bedah untuk perdarahan uterus abnormal tergantung
pada beberapa faktor termasuk ekspektasi pasien dan patologi uterus. Pilihan
bedahnya adalah : 17
a. Dilatasi dan kuretase uterus
b. Hysteroscopic Polypectomy
c. Ablasi endometrium
d. Miomektomi
e. Histerektomi
20
BAB III
PEMBAHASAN
Seorang wanita usia 42 tahun P3A3 , datang dengan keluhan keluar darah
pervaginam dialami sejak 13 hari ini. Dari anamnesis,perdarahan membasahi ± 4
pembalut tidak penuh dalam satu hari dan lebih banyak keluar jika BAK. Darah
yang keluar berupa darah cair dan gumpalan darah yang sudah membeku. Selain
itu pasien juga mengeluh nyeri perut bawah . Riwayat menstruasi banyak dan
lama serta nyeri saat menstruasi tidak ada. Keluhan adanya nyeri perut
maupunbenjolan tidak dirasakan.
Dari hasil anamnesis juga diketahui riwayat menstruasi pasien, dimana pasien
menarche pada usia 13 tahun dengan siklus yang teratur dan lama haid 3-7 hari.
Riwayat perkawinan 1 kali selama 30 tahun, dengan riwayat persalinan sebanyak
3 kali, dimana anak pasien 2 hidup, 1 meninggal dan 3 keguguran. Pasien saat ini
didiagnosa dengan perdarahan uterus abnormal karena dari hasil anamnesis dan
pemeriksaan fisik didapatkan tanda-tanda serta gejala yang sesuai dengan
perdarahan uterus abnormal.
21
DAFTAR PUSTAKA
22
10. Malcolm G M et all ; 2011 ; The FIGO classification of causes
ofabnormal uterine bleeding in the reproducyive years ; American Society
for Reproductive Medicine, Elsevier.
11. Munro, Malcolm ; Hilary O.D. Critchley, Michael S Broder, Ian S Fraser.
FIGO Classification System (PALM-COEIN) for Causes of Abnormal
Uterine Bleeding in Nongravid Women of Reproductive Age. American
Society for Reproductive Medicine. June, 2011
12. Sanja Kupesic, Asim Kurjak, Drazena Bjelos ; Ultrasound of The Uterus ;
dalam: Donald School Textbook of Ultrasound in Obstetrics and
Gynecology ; Editors: Asim Kurjak, Frank AC ; The Parthenon Publishing
Group. 2003.
13. Hoffman, B.L., Schorge, J.O., Schaffer, J.I., et all. Pelvic Mass. In:
Wiliams Gynecology, 2nd ed. McGraw-Hill Companies, Inc. New York.
2012; p:246- 74
14. Munro MG, Crihley HO, Broder MS, Fraser IS. FIGO Classification
System [PALM-COEIN] for Causes of Abnormal Uterine Bleeding in
Nongravid Women of Reproductive Age. FIGO Working Group on
Menstrual Disorders. Int J Gynaecol Obstet 2011;113:3-13.
15. Livingstone M, Fraser IS. Mechanisms of anormal uterine bleeding.
Human Reproductive Update. 2002;8(1): 60-7.
16. Sweet MG, Schmidt TA, Weiss PM, Madsen KP. Evaluation and
Management of Abnormal Uterine Bleeding in Premenopausal Women.
2012 Jan 1;85 (1):35–43.
17. Rowe, T., Senikas, V. Abnormal Uterine Bleeding in Pre-Menopausal
Women. Journal of Obstetrics and Gynaecology Canada. 2013; 35(5):1-28
23