Anda di halaman 1dari 46

Case Report

PUA ec Hormon

Oleh :
Aida Ezza Prastika 20360020
Airin Shabrina Elta Kusmana 20360057
Aulia Riza 20360022
Azahrah Mawaddah Noviska 20360062
Aziza 20360063

Pembimbing :
dr. Fonda Octarianingsih, Sp.OG

BAGIAN ILMU OBSTETRI DAN GINEKOLOGI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS

MALAHAYATI RS PERTAMINA BINTANG AMIN

BANDAR LAMPUNG 2022

1
BAB I
LAPORAN KASUS

A. Identitas Pasien
Nama : Ny. M
TTL : 17 Agustus 1980
Umur : 42 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Alamat : kp. Kepayang siger
Pekerjaan : Ibu Rumah
Tangga Status pernikahan : Menikah
No.RM : 313xx
Ruangan : Ginekologi
Tanggal MRS : 31 Mei 2022 pukul 13.00 WIB

B. Anamnesis
 Keluhan utama : Menstruasi sudah 13 hari dan keluar gumpalan darah
seperti ati ayam

 Anamnesis terpimpin :
Pasien P3A3, datang ke poliklinik Rumah Sakit Bintang Amin Husada
dengan keluhan keluar darah seperti gumpalan ati saat menstrasi ini sudah
13 hari. Ganti pembalut ± 6 kali dalam 1 hari. Selain itu pasien juga
mengeluh nyeri perut bawah. Keluhan adanya nyeri perut maupun
benjolan tidak dirasakan. Pasien sudah steril 2 tahun yang lalu. Makan
minum normal (biasa), BAB dan BAK normal.

 Riwayat Menstruasi :
Pasien mengalami menarke usia 13 tahun, haid setiap bulan lancar, lama 7
hari, dalam 1 hari ganti pembalut sebanyak 2-3 kali. Nyeri sewaktu
menstruasi (-), pasien sudah steril usia 40 tahun (2 tahun yang lalu).
 Riwayat penggunaan kontrasepsi : Suntik

2
 Riwayat perkawinan dan kehamilan
Pasien menikah 1 kali. Lama pernikahan ±25
tahun. Anak :
1. 1998/aterm/perempuan/spontan/hidup
2. 2002/aterm/perempuan/spontan/hidup
3. 2015/abortus
4. 2016/abortus
5. 2017/abortus
6. 2020/aterm/laki-laki/SC/meninggal

 Riwayat penyakit dahulu : tidak ada


 Riwayat keluarga : tidak ada keluarga yang mempunyai
keluhan yang sama.

C. Pemeriksaan fisik
STATUS GENEALIS
Keadaan umum : Tampak sakit
sedang Kesadaran : Komposmentis
Tanda vital : Tekanan darah : 110/80 mmHg
Nadi : 90 x/menit
Pernafasan : 22 x/menit
Suhu : 36,2o C
PEMERIKSAAN FISIK
Kepala : Normocephal
Simetris wajah : simetris kiri-kanan
Deformitas : tidak ada
Rambut : hitam, ikal, distribusi merata,
tidak mudah dicabut
Mata : Eksoftalmus / enoftalmus : tidak ada
Tekanan bola mata : tidak dilakukan pemeriksaan
(TDP) Kelopak mata : normal, edema -/-, ptosis -/-,
xantelasma -/-
Konjungtiva : anemis -/-, sklera ikterik -/-
Gerakan bola mata : normal, nistagmus (-),
strabismus-/- Kornea : refleks kornea +/+
Pupil : isokor, refleks cahaya langsung

3
& tidak langsung +/+

Telinga : Tophi : -/-


Nyeri tekan processus mastoideus : -/-
Pendengaran : normal kiri-kanan
Sekret : -/-
Deformitas : -/-
Hidung Perdarahan : -/-
Deformitas : (-)
Sekret : -/-
Deviasi septum nasi : (-)
Pernapasan cuping hidung (-)
Mulut : Bibir pucat -, Lidah bersih, tidak hiperemis, tidak
adaulkus, tidak ada jamur, tidak ada selaput, stomatitis (-),
perdarahan gusi (-), gigi intak
Tonsil : T1-T1
Faring : mukosa licin, tidak hiperemis
Leher : Trakea letak tengah, pembesaran KGB leher (-),
pembesaran kelenjar tiroid (-), JVP 5 - 2 cmH2O, tumor (-
), kaku kuduk (-)
Dada : Benjolan (-), jaringan parut (-), deformitas (-)
Pembuluh darah : venektasi (-)

Paru :
 Inspeksi : bentuk normochest, pengembangan dada simetris,
pelebaran sela iga (-), retraksi iga (-)
 Palpasi : Nyeri tekan (-), fremitus raba +/+ normal
 Perkusi : Paru kiri dan kanan : sonor
Batas paru hepar : setinggi ICS V midclavicula dextra
Batas paru belakang kiri : setinggi vertebra torakal X
Batas paru belakang kanan : lebih tinggi 1 jari dari batas
kiri
 Auskultasi : Bunyi pernapasan : vesikuler kiri = kanan
Bunyi tambahan : Ronki -/- , Wheezing
-/-
4
Jantung :
 Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
 Palpasi : Ictus cordis teraba pada ICS V linea midclavicula, thrill (-)
 Perkusi : Redup, batas jantung kanan di linea parasternalis dextra,
batas jantung kiri di linea midklavikula sinistra
 Auskultasi : BJ I/II murni, reguler, S3 gallop (-), murmur (-)
Punggung :
 Inspeksi : TDP
 Palpasi : TDP
 Perkusi : TDP
 Auskultasi : TDP
Anus : Hemoroid (-), massa (-)
Ekstremitas : Ikterus (− −), sianosis (− −), pucat ( --), clubbing finger
−− −− ++
(− −), pitting, Oedem ekstremitas -/-, atrofi otot (-), akral
−−

teraba dingin dan lembab.


Pemeriksaan
obstetrik Abdomen:
 Inspeksi : Datar lembut, jaringan parut (-)
 Auskultasi : Peristlatik usus (+) 6-7 kali permenit
 Palpasi : Lemas, nyeri tekan (-), defans muskuler (-), teraba
 Perkusi : Timpani, pekak samping kiri kanan (-), pekak pindah (-)

Alat genital :
 Vulva/vagina : normal berwarna merah muda
 Porsio : licin, bentuk dan konsistensi biasa
 Korpus uteri : membesar
 Kavum doglasi : tidak menonjol

5
D. Pemeriksaan
penunjang USG :

E. Diagnosis
Perdarahan uterus abnormal ec. Hormon

F. Tatalaksana
 Asam traneksamat tab 2x1
 Norelut tab 2x1

6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI
Perdarahan uterus abnormal merupakan perdarahan yang ditandai dengan
adanya perubahan pada siklus menstruasi normal baik dari interval atau panjang
siklus, durasi maupun jumlah perdarahan.5 Manifestasi klinis dapat berupa
perdarahan banyak, sedikit, siklus haid yang memanjang atau tidak beraturan.6
Penggolongan standar dari perdarahan abnormal dibedakan menjadi 7 pola:
1) Menoragia (hipermenorea) adalah perdarahan menstruasi yang banyak dan
memanjang. Adanya bekuan-bekuan darah tidak selalu abnormal, tetapi dapat
menandakan adanya perdarahan yang banyak. Perdarahan yang ‘gushing’ dan
‘open-faucet’ selalu menandakan sesuatu yang tidak lazim. Mioma
submukosa, komplikasi kehamilan, adenomiosis, IUD, hiperplasia
endometrium, tumor ganas, dan perdarahan disfungsional adalah penyebab
tersering dari menoragia.
2) Hipomenorea (kriptomenorea) adalah perdarahan menstruasi yang sedikit,
dan terkadang hanya berupa bercak darah. Obstruksi seperti pada stenosis
himen atau serviks mungkin sebagai penyebab. Sinekia uterus (Asherman’s
Syndrome) dapat menjadi penyebab dan diagnosis ditegakkan dengan
histerogram dan histeroskopi. Pasien yang menjalani kontrasepsi
oralterkadang mengeluh seperti ini, dan dapat dipastikan ini tidak apa-apa.

3) Metroragia (perdarahan intermenstrual) adalah perdarahan yang terjadi


pada waktu-waktu diantara periode menstruasi. Perdarahan ovulatoar terjadidi
tengah-tengah siklus ditandai dengan bercak darah, dan dapat dilacak dengan
memantau suhu tubuh basal. Polip endometrium, karsinoma endometrium,
dan karsinoma serviks adalah penyebab yang patologis. Pada beberapa tahun
administrasi estrogen eksogen menjadi penyebab umum pada perdarahan tipe
ini.
4) Polimenorea berarti periode menstruasi yang terjadi terlalu sering. Hal ini
biasanya berhubungan dengan anovulasi dan pemendekan fase luteal pada
siklus menstruasi.
5) Menometroragia adalah perdarahan yang terjadi pada interval yang iregular.

7
Jumlah dan durasi perdarahan juga bervariasi. Kondisi apapun yang
menyebabkan perdarahan intermenstrual dapat menyebabkan
menometroragia. Onset yang tiba-tiba dari episode perdarahan dapat
mengindikasikan adanya keganasan atau komplikasi dari kehamilan.
6) Oligomenorea adalah periode menstruasi yang terjadi lebih dari 35 hari.
Amenorea didiagnosis bila tidak ada menstruasi selama lebih dari 6 bulan.
Volume perdarahan biasanya berkurang dan biasanya berhubungan dengan
anovulasi, baik itu dari faktor endokrin (kehamilan, pituitari-hipotalamus)
ataupun faktor sistemik (penurunan berat badan yang terlalu banyak). Tumor
yang mengekskresikan estrogen menyebabkan oligomenorea terlebih dahulu,
sebelum menjadi pola yang lain.
7) Perdarahan kontak (perdarahan post-koitus) harus dianggap sebagai tanda
dari kanker leher rahim sebelum dilakukan pemeriksaan lebih lanjut.
Penyebab lain dari perdarahan kontak yang lebih sering yaitu servikal eversi,
polip serviks, infeksi serviks atau vagina (Tichomonas) atau atropik vaginitis.
Hapusan sitologi negatif tidak menyingkirkan diagnosis kanker
serviksinvasif, kolposkopi dan biopsi sangat dianjurkan untuk dilakukan.7

8
Gambar 6. Terminologi pola perdarahan uterus8

Terminologi menoragia saat ini diganti dengan perdarahan haid banyak atau
heavy menstrual bleeding (HMB) sedangkan perdarahan uterus abnormal yang
disebabkan faktor koagulopati, gangguan hemostasis lokal endometrium dan
gangguan ovulasi merupakan kelainan yang sebelumnya termasuk dalam
perdarahan uterus disfungsional (PUD).6
Menstrual Disorders Working Group of the International Federation of
Gynecology and Obstetrics membagi parameter klinis menstruasi pada usia
reproduksi berdasarkan dari frekuensi menstruasi, keteraturan siklus dalam 12
bulan, durasi menstruasi, dan volume darah menstruasi. Berikut parameter klinis
menstruasi:9

9
Tabel 1. Parameter klinis menstruasi9
Parameter Menstruasi Definisi Klinis Batasan (persentil ke-5-
95)
Frekuensi menstruasi Sering < 24
(hari)
Normal 24 – 38
Jarang > 38
Keteraturan siklus dalam Absen Tidak ada perdarahan
12 bulan (hari)
Reguler 2 – 20
Ireguler > 20
Durasi (hari) Memanjang >8
Normal 4,5 – 8
Memendek < 4,5
Volume darah (ml) Banyak > 80
Normal 5 – 80
Sedikit <5

Perdarahan uterus abnormal terbagi menjadi :


1. Perdarahan uterus abnormal akut didefinisikan sebagai perdarahan haid yang
banyak sehingga perlu dilakukan penanganan yang cepat untuk mencegah
kehilangan darah. Perdarahan uterus abnormal akut dapat terjadi pada kondisi
PUA kronik atau tanpa riwayat sebelumnya.
2. Perdarahan uterus abnormal kronik merupakan terminologi untuk perdarahan
uterus abnormal yang telah terjadi lebih dari 3 bulan. Kondisi ini biasanya
tidak memerlukan penanganan yang cepat dibandingkan dengan PUA akut.
3. Perdarahan tengah (intermenstrual bleeding) merupakan perdarahan haid yang
terjadi diantara 2 siklus haid yang teratur. Perdarahan dapat terjadikapan saja
atau dapat juga terjadi di waktu yang sama setiap siklus. Istilah ini ditujukan
untuk mengganti terminlogi metroragia.6,10

B. EPIDEMIOLOGI
Perdarahan uterus abnormal merupakan keluhan yang sering dijumpai pada
wanita pada usia reproduksi.6 Menurut penelitian Lee et al., keluhan ini banyak
10
terjadi pada masa awal terjadinya menstruasi. Sebanyak 75% wanita pada tahap
remaja akhir memiliki gangguan yang terkait dengan menstruasi. Penelitian yang
dilakukan Bieniasz J et al. pada remaja wanita menunjukan prevalensi amenorea
primer sebanyak 5,3%, amenorea sekunder 18,4%, oligomenorea 50%,
polimenorea 10,5%, dan gangguan campuran sebanyak 15,8%.9
Berdasarkan data yang didapatkan di beberapa negara industri, sebanyak
seperempat penduduk perempuan pernah mengalami menoragia, 21% mengeluh
siklus menstruasi yang memendek, 17% mengalami perdarahan intermenstrual,
dan 6% mengalami perdarahan pascakoitus.9

Prevalensi perdarahan uterus abnormal dalam kelompok usia reproduksi


berkisar antara 9% sampai 30%.8 Perdarahan uterus abnormal mempengaruhi 10-
30% wanita usia produktif dan lebih dari 50% pada wanita perimenopausal.
Faktor yang mempengaruhi insidens ini terutama adalah usia dan status
reproduktif. Contohnya, perdarahan uterus jarang ada wanita usia pubertas dan
menopause, sedangkan rata-rata jumlahnya meningkat secara signifikan pada
wanita dewasa, usia produktif dan perimenopause.4

C. KLASIFIKASI
Berdasarkan International Federation of Gynecology and Obstetrics (FIGO),
terdapat 9 kategori utama disusun sesuai dengan akronim PALM COEIN, yakni
polip, adenomiosis, leiomioma, malignancy dan hiperplasia, coagulopathy,
ovulatory dysfunction, endometrial, iatrogenik, dan not yet classified.10
Kelompok PALM merupakan kelainan struktur yang dapat dinilai dengan
berbagai teknik pencitraan dan atau pemeriksaan histopatologi. Kelompok COEIN
merupakan kelainan non strruktural yang tidak dapat dinilai dengan teknik
pencitraan atau histopatologi. Sistem klasifikasi tersebut disusun berdasarkan
pertimbangan bahwa seorang pasien dapat memiliki satu atau lebih faktor
penyebab PUA.10

11
Gambar 7 . Sistem klasifikasi dasar10
1. Polip (AUB-P)
Pertumbuhan lesi lunak pada lapisan endometrium uterus, baik
bertangkai maupun tidak, berupa pertumbuhan berlebih dari stroma dan
kelenjar endometrium dan dilapisi oleh epitel endometrium.11 Secara klinis
dapat asimptomatik atau muncul dengan gejala seperti infertilitas, perdarahan,
infeksi, endometritis atau nyeri.12 Lesi umumnya jinak, namun sebagian kecil
atipik atau ganas. Diagnosis polip ditegakkan berdasarkan pemeriksaan USG
dan atau histeroskopi, dengan atau tanpa hasil histopatologi. Histopatologi
pertumbuhan eksesif lokal dari kelenjar dan stroma endometrium yang
memiliki vaskularisasi dan dilapisi oleh epitel endometrium. 11
Polip didiagnosis dengan oleh satu atau kombinasi dari USG (termasuk
sonografi infus salin) dan pencitraan histeroskopi dengan atau tanpa
histopatologi. Histopatologi pertumbuhan eksesif lokal dari kelenjar dan
stroma endometrium yang memiliki vaskularisasi dan dilapisiolehepitel
endometrium.6 Meskipun tidak ada perbedaan saat ini mengenai ukuran atau
jumlah polip, namun penting untuk mengecualikan polypoid-yang muncul
dariendometrium, yang mungkin menjadi varian dari normal.(10)

Kategori P memungkinkan untuk pengembangan lebih jauh subklasifikasi


untuk penggunaan klinis atau investigasi yang mencakup kombinasi variabel
termasuk dimensi polip, lokasi, jumlah, morfologi, dan histologi. (10)
Polip endometrium dapat berkembang sebagai polip tunggal ataupun
multiple, lunak, menyatu ataupun pedunkulasi dengan ditemukannya
hyperplasia endometrium. Gambaran USG polip endometrium paling baik bila
12
dilakukan pemeriksaan saat fase proliferasi (gambar 8) atau fase sekretorik
setelah dilakukan injeksi kontras negatif kedalam kavum uteri. Vaskularisasi
polip berasal dari cabang terminal arteri uterina yang dapat digambarkan
dengan pemeriksaan USG Doppler warna transvaginal. Dimungkinkan untuk
mengidentifikasi aliran yang biasanya merupakan pembuluh darah tersendiri
dan dapat dilakukan analisis velosimetri, dengan indeks resistensi yang lebih
dari 0,45 (gambar 9) (12)

Gambar 8: Gambaran Polip endometrium pada fase proliferatif


dengan USG transvaginal12

Gambar 9: Gambaran Doppler Polip Endometrium12


2. Adenomiosis (AUB-A)
Adenomiosis ditandai dengan pembesaran rahim yang disebabkan oleh
sisa ektopik dari endometrium -baik kelenjar maupun stroma- yang terletak
dalam di miometrium. Sisa ini dapat tersebar di seluruh miometrium -
adenomiosis difusa, atau mungkin membentuk nodul fokal yang berbatas tegas
-adenomiosis fokal.13 Gejala yang sering ditimbulkan yakni nyeri haid, nyeri
saat snggama, nyeri menjelang atau sesudah haid, nyeri saat buang air besar,
atau nyeri pelvik kronik. Gejala nyeri tersebut diatas dapat disertai dengan
perdarahan uterus abnormal.6 Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan fundus
uteri membesar secara difus dan adanya daerah adenomiosis yang melunak,
13
dapat diamati tepat sebelum atau selama permulaan menstruasi.6
Hubungan adenomiosis dengan terjadinya PUA masih belum jelas.
Sedangkan kriteria untuk mendiagnosis adenomiosis secara tradisional
didasarkan pada evaluasi histopatologi kedalaman endometrium dalam
jaringan di bawah endometrium-miometrium dari spesimen histerektomi,
Hasil histopatologi menunjukkan dijumpainya kelenjar dan stroma
endometrium ektopik pada jaringan miometrium kriteria histopatologi
bervariasi secara substansial dan persyaratan untuk mendiagnosa adenomiosis
memiliki nilai terbatas dalam sistem klasifikasi klinis. (6,10)
Akibatnya terdapat kriteria diagnostik didasarkan pada sonografi dan
Magnetic Resonance Imaging (MRI) dalam sistem diagnosis adenomiosis.
Menyadari keterbatasan akses perempuan untuk MRI di masyarakat dunia,
diusulkan bahwa kriteria sonografi untuk adenomiosis menjadi persyaratan
minimum untuk menetapkan diagnosis. (10)
Gambaran USG dua dimensi termasuk adanya gambaran “Swiss cheese”
pada miometrium karena adanya daerah perdarahan dan bekuan darah diantara
otot. Perubahan ekogenisitas pada lapisan tengah miometrium dapat
ditemukan pada beberapa kasus (gambar 10). Terkadang uterus ditemukan
gambaran hipoechoic, dengan kista yang besar sangat jarang ditemukan.
Pemeriksaan Doppler menunjukan adanya peningkatan vaskularitas dengan
resistensi yang sedang (RI= 0,56±0,12), sementara RI arteri uterina ditemukan
sedikit menurun. (12)

Gambar 10: Gambaran Adenomiosis12

3. Leimioma (AUB-L)
Leiomioma adalah neoplasma jinak otot polos yang biasanya berasal
dari miometrium. Leiomioma sering disebut sebagai mioma uteri, dan karena

14
kandungan kolagennya yang menyebabkan konsistensinya menjadi fibrous,
leiomioma sering keliru disebut sebagai fibroid.13
Leiomyomas (fibroid) sebagian besar tidak bergejala, dan sering
bukanlah penyebab keluhan PUA. Sehingga perlu diciptakan sistem
klasifikasi primer, sekunder, dan tersier untuk klasifikasi L dari PUA ini yang
diilustrasikan pada gambar 10. (10)
Sistem klasifikasi primer hanya mencerminkan ada atau tidak
adanya satu atau lebih leiomyomas, sebagaimana ditentukan dengan
pemeriksaan sonografi, terlepas dari jumlah, lokasi, dan ukuran. Dalam sistem
klasifikasi sekunder, dokter diwajibkan untuk membedakan mioma yang
melibatkan rongga endometrium (submukosa atau SM) dan yang lain (O),
karena lesi SM yang kemungkinan besar berkontribusi terhadap asal-
usulPUA.
(10)

Pengembangan sistem klasifikasi tersier adalah untuk leiomioma


subendometrial atau submukosa yang awalnya diajukan oleh Wamsteker yang

kemudian diadopsi di Eropa. Sistem PALM-COEIN menambahkan


kategorisasi mioma intramural dan subserosal serta kategori yang mencakup
lesi (parasitik) yang tampaknya terlepas dari rahim.

Gambar 11. Subklasifikasi Liomioma10

Ketika myoma berbatasan atau mendistorsi baik endometrium dan


15
serosa, hal ini dikategorikan pertama oleh klasifikasi submukosa dan
subserosal, dengan keduanya yang dipisahkan oleh tanda hubung. Telah
dipertimbangkan tetapi belum resmi ditetapkan untuk mengklasifikasikan
dalam ukuran, jumlah, dan lokasi dari tumor longitudinal dalam rahim
(misalnya, fundus, segmen bawah rahim, atau leher rahim). (10)
Dengan USG hitam putih sederhana liomioma uterus akan tampak
berupa gambaran pembesaran uterus, perubahan kontur uterus dan
ekogenositas yang bervariasi tergantung pada jumlah jaringan ikat atau
jaringan otot polosnya. (12)

Dengan USG Doppler transvaginal akan tampak vaskularisasi di daerah


perifer tempat berasalnya mioma (gambar 12), dengan RI 0,54±0,08, yang
lebih mudah untuk menelusuri batas tumor (gambar 13). Vaskularisasi di
bagian tengah mioma bila terjadi nekrosis, inflamasi atau
perubahandegenerasi lainnya menunjukan penurunan resistensi. Arteri
uterina akan menunjukan impedensi yang rendah yaitu RI 0,74±0,09
dibandingkan dengan uterus normal RI 0,84±0,09. (12)

Gambar 12: USG transvaginal Liomioma10

Gambar 13. Resistensi Indeks pada Liomioma10

4. Malignansi dan hiperplasia (AUB-M)


Walaupun relatif jarang terjadi pada wanita usia reproduksi, hiperplasia

16
atipikal dan keganasan adalah penyebab potensial yang penting terkait dengan
PUA. Diagnosa ini harus dipertimbangkan dalam setiap wanita di usia
reproduksi dan terutama di mana mungkin ada faktor-faktor predisposisi
seperti obesitas atau riwayat anovulasi kronis. Akibatnya, ketika investigasi
terhadap perempuan pada usia reproduksinya dengan PUA perlu
diedentifikasi proses hiperplastik atau ganas premaligna, akan
diklasifikasikan sebagai AUB-M dan kemudian subklasifikasikanberdasarkan
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) atau sistem FIGO. (10)
Hiperplasia endometrium merupakan salah satu penyebab tersering dari
perdarahan uterus abnormal. Tebal endometrium lebih dari 14 mm pada
wanita premenopause dan lebih dari 5 mm pada wanita post menopause
dikatakan telah terjadi hyperplasia endometrium. Hiperplasia pada
endometrium dapat ditegakan lebih mudah dengan USG Transvaginal.
Pemeriksaan Doppler menunjukan adanya distribusi vaskuler perifer yang
teratur dan terpisah dengan resistensi indeks yang lebih tinggi (rata-rata RI =
0,55±0,05) dibandingkan pada karsinoma (0,42±0,02). (12)
diagnosis pasti
berdasarkan histopatologi.6

Gambar 14. Resistensi Indeks Hiperplasia Endometrium10

5. Koagulopati (AUB-C)
Istilah koagulopati digunakan untuk mencakup spektrum gangguan
hemostasis sistemik yang dapat menyebabkan AUB. Bukti menunjukkan
bahwa sekitar 13% dari wanita dengan perdarahan menstruasi berat memiliki
gangguan sistemik biokimia terdeteksi hemostasis, paling sering penyakit von
Willebrand dimana sekitar 90% dari pasien dengan kelainan ini dapat
diidentifikasi dengan riwayat penyakit yang jelas (gambar ). Namun, tidak
jelas seberapa sering kelainan ini menyebabkan atau memberikan kontribusi
17
terhadap asal-usul AUB, dan seberapa sering penyakit ini menimbulkan
kelainan biokimia tanpa gejala atau dengan gejala minimal. (10)

Gambar 15 . struktur anamnesis untuk screening koagulopati14

6. Disfungsi ovuatori (AUB-O)


Disfungsi ovulasi dapat berkontribusi sebagai penyebab AUB,
umumnya gangguan ovulasi berupa kombinasi dari waktu haid yang tak
terduga, variasi jumlah dan lama perdarahan, yang dalam beberapa kasus
menimbulkan perdarahan haid yang berat. Beberapa manifestasi
berhubungandengan tidak adanya produksi siklik dan teratur dari progesteron,
dan kemudian pada usia reproduksi yang lanjut mungkin timbul akibat
terjadinya keadaan ''luteal out- of-fase'' (LOOP). (10)
Dahulu termasuk dalam
kriteria Perdarahan uterus disfungsional (PUD). Gejala bervariasi mulai dari
amenorea, perdarahan ringan dan jarang, hingga perdarahan haid banyak.6
Meskipun gangguan ovulasi paling sulit diketahui etiologinya secara
pasti, namun banyak kasus setelah diselusuri merupakan akibat
endocrinopathies (misalnya, sindroma ovarium polikistik, hipotiroidisme,
hiperprolaktinemia, stres mental, obesitas, anoreksia, penurunan berat badan,
atau olahraga ekstrim seperti yang terkait dengan pelatihan atletik). Dalam
beberapa kasus, gangguan mungkin iatrogenik, disebabkan oleh steroid gonad
atau obat yang mempengaruhi metabolisme dopamin seperti fenotiazin dan
antidepresan trisiklik. (10)

7. Endometrial (AUB-E)
Bila PUA atau AUB terjadi dalam konteks siklus haid yang siklik dan
18
teratur, maka dapat diperkirakan jika terjadi ovulasi normal, dan tidak
ditemukan penyebab lain yang jelas, mekanisme ini kemungkinan disebabkan
gangguan primer di endometrium. Jika gejalanya berupa perdarahan haidyang
berat, ada mungkin terjadi gangguan utama yang mengatur mekanisme
hemostasis endometrium ''lokal' 'itu sendiri, kekurangan dalam produksi
vasokonstriktor lokal seperti endotelin-1 dan prostaglandin F2a, dan / atau
lisis bekuan endometrium dipercepat karena produksi berlebihan aktivator
plasminogen dan produksi meningkatnya produksi lokal zat yang
mempromosikan vasodilatasi seperti prostaglandin E2 dan prostasiklin (I2).
(10)

Mungkin ada kelainan endometrium primer yang tidak menimbulkan


haid yang banyak, tetapi mungkin, misalnya, menyebabkan perdarahan haid
yang tidak teratur, seperti peradangan endometrium atau infeksi, kelainan
pada respon inflamasi lokal, atau penyimpangan dalam vasculogenesis
endometrium. Pada saat ini, tidak ada tes khusus yang tersedia untuk
gangguan ini, sehingga diagnosis AUB-E harus ditentukan setelah kelainan
lain pada wanita usia reproduksi dapat disingkirkan dan memiliki
fungsiovulasi normal.
(10)

8. Iatogenik (AUB-I)
Ada beberapa mekanisme dimana intervensi medis atau alat mungkin
menyebabkan atau memberikan kontribusi untuk AUB (AUB-I). Perdarahan
uterus abnormal yang berhubungan dengan intervensi medis seperti
penggunaan estrogen, progestin, AKDR. Perdarahan endometrium diluar
jadwal yang terjadi selama penggunaan terapi steroid eksogen gonad disebut
perdarahan ''sela'' (breakthrough bleeding /BTB), yang merupakan komponen
utama dari klasifikasi AUB-I. Termasuk dalam kategori ini adalah wanita
dengan rendahnya konsentrasi estrogen dalam sirkulasi yang disebabkan oleh
yang menggunakan alat kontrasepsi dalam rahim yang mengandung
levonorgestrel, yang sering mengalami BTB dalam 6 bulan pertama
penggunaan, Perdarahan sela terjadi karena sebagai berikut, pasien lupa atau
terlambat minum pil kontrasepsi, dan pemakaian obat tertentu seperti
rifampisin6,10

19
Ketika AUB dianggap sekunder akibat antikoagulan seperti warfarin
atau heparin, atau agen sistemik yang berkontribusi terhadap gangguan
ovulasi seperti yang mengganggu metabolisme dopamin, ini dikategorikan
sebagai AUB-C. 10

9. Belum diklasifikasikan (AUB-N)


Terdapat sejumlah entitas yang dapat atau tidak mungkin menyebabkan
AUB pada wanita yang diidentifikasi kurang baik baik karena tidak cukup
diuji, dan/atau pada keadaan yang sangat jarang terjadi. Contoh dalam
kategori ini mungkin termasuk endometritis kronik, malformasi arteriovenosa
dan hipertrofi miometrium. Selain itu, ada mungkin ada gangguan lainnya,
yang belum teridentifikasi, yang hanya akan diketahui dengan pemeriksaan
biokimia atau pengujian biologi molekular. (6,10)
Secara kolektif, keadaan-keadaan diatas telah ditempatkan dalam
kategori disebut N untuk tidak diklasifikasikan. Bila bukti lebih lanjut
tersedia, mereka mungkin dimasukan dalam kategori terpisah, atau
dapatditempatkan ke dalam satu atau kategori yang ada dalam sistem. (10)

Setelah dilakukan pemeriksaan yang lengkap, seorang pasien mungkin


ditemukan memiliki satu atau beberapa kelainan yang mungkin menyebabkan
AUB/PUA. Oleh karena itu system PALM-COEIN ini dibuatkan sehingga
memungkin diagnosis dituliskan secara lebih rinci yang memuat berbagai kelainan
yang ada. (10)
Penulisan setiap kasus dituliskan dengan lambang “0” bila tidak ada dan “1”
bila ada, serta “?” bila belum dapat dipastikan. Dan bila ditemukan subklasifikasi
untuk liomioma maka dituliskan dibelakang angka setelah huruf L. Bila pada satu
pasien ditemukan lebih dari satu kelainan maka setiap kelainan dituliskan setelah
klasifikasinya. 10
Sistem penulisan pada pasien yang mengalami PUA karena gangguan ovulasi
dan mioma uteri submukosum adalah PUA P 0 A0 L1(SM) M0 - C0 O1 E0 I0 N0. Pada
praktek sehari-hari gangguan di atas dapat ditulis PUA L(SM); O.6,10

20
Gambar 16 . Contoh penulisan10

21
D. PATOGENESIS
Endometrium terdiri dari dua lapisan yang berbeda yaitu lapisan fungsionalis
dan lapisan basalis Lapisan basalis terletak di bawah lapisan fungsionalis,
berkontak langsung dengan miometrium, dan kurang responsif terhadap hormon.
Lapisan basalis berfungsi sebagai reservoir untuk regenerasi pada saat menstruasi
sedangkan lapisan fungsionalis mengalami perubahan sepanjang siklus menstruasi
dan akhirnya terlepas saat menstruasi. Secara histologis, lapisan fungsionalis
memiliki epitel permukaan yang mendasari pleksus kapiler subepitel. 4

Gambar 17 . vaskuarisasi endometrium4

Uterus divaskularisasi oleh dua arteri uterina. Di lateral bawah uterus, arteri
uterina pecah menjadi dua cabang yaitu arteri vaginalis yang mengarah ke bawah
dan cabang asenden yang mengarah ke atas. Cabang asenden dari kedua sisi uterus
membentuk dua arteri arkuata yang berjalan sejajar dengan kavum uteri. Kedua
arteri arkuata tersebut membentuk anastomose satu sama lain, membentuk cincin
yang melingkari kavum uteri. Arteri radialis merupakan cabang kecil arteri
arkuata yang berjalan meninggalkan arteri arkuata secara tegak lurus menuju

22
kavum uteri. Arteri radialis memiliki fungsi untuk memperdarahi miometrium lalu
pada saat memasuki lapisan endometrium, arteri radialis memberi cabang arteri
yang lebih kecil ke arah lateral yaitu arteri basalis. Arteri basalis memiliki fungsi
untuk memperdarahi lapisan basalis endometrium dan tidak sensitif terhadap
stimulus hormon. Arteri radialis kemudian memasuki lapisan fungsionalis
endometrium dan menjadi arteri spiralis. Arteri spiralis sangat peka terhadap
stimulus hormon dan bertugas untuk memperdarahi lapisan fungsionalis
endometrium.4

Sebelum terjadinya menstruasi, pada arteri ini terjadi peningkatan


statisaliran darah, kemudian terjadi vasodilatasi dan perdarahan dari arteri spiralis
dan dinding kapiler. Maka dari itu darah menstruasi akan hilang melalui pembuluh
darah tersebut. Hal ini diikuti dengan terjadinya vasokonstriksi yang
menyebabkan iskemi dan nekrosis endometrium. Jaringan nekrotik tersebut lalu
luruh saat menstruasi.4

Perdarahan uterus disfungsional anovulasi merupakan pendarahan tidak


teratur yang berkepanjangan dan berlebihan disebabkan oleh terganggunya fungsi
aksis hipotalamus- hipofisis-ovarium. Hal ini sering terjadi pada wanita dalam
usia ekstrim, yaitu pada masa perimenarchal dan perimenopausal. Pada masa
tersebut terjadi perubahan siklus antara ovulasi dan anovulasi sehingga
mengakibatkan keketidakteraturan pola menstruasi serta kehilangan darah dalam
jumlah yang banyak. Mekanisme anovulasi tidak diketahui secara pasti, tetapi
diketahui bahwa estrogen dapat menyebabkan proliferasi endometrium berlebihan
dan hiperplasia dengan peningkatan dan melebar pembuluh darah dan supresi
arteri spiralis. Pembuluh darah superfisial pada permukaan endometrium yang
hiperplasia menjadi besar, berdinding tipis, dan melengkung. Perubahan tersebut
yang menjadi sumber terjadinya peningkatan kehilangan darah. Paparan estrogen
secara terus menerus memiliki efek langsung terhadap pasokan darah uterus
dengan mengurangi tonus pembuluh darah. Efek tidak langsung dari estrogen
melalui penghambatan terlepasnya vasopresin yang menyebabkan vasodilatasidan
peningkatan aliran darah. Estrogen juga merangsang ekspresi VEGF (Vascular
Endothelial Growth Factor) stroma yang dapat menyebabkan terganggunya
angiogenesis.15

23
Perdarahan uterus disfungsional ovulasi ditandai dengan episode reguler
kehilangan menstruasi berat, dengan 90% dari kerugian pada 3 hari pertamaseperti
pada menstruasi normal. Tidak ada gangguan aksis hipotalamus-hipofisis-
ovarium dan gonadotropin dan profil steroid tidak berbeda dengan yang terlihat
pada siklus menstruasi normal. Penurunan kadar estrogen dan progesteron pada
akhir fase luteal memicu banyak proses yang mengarah terjadinya disintegrasi
diikuti epitelisasi kembali lapisan fungsional endometrium selama menstruasi.
Defek utama terdapat dalam mengontrol proses volume darah yang hilang selama
menstruasi, terutama proses vasokonstriksi dan hemostasis. Perubahan fase
folikular aliran darah endometrium pada wanita dengan perdarahan uterus
disfungsional ovulasi mempengaruhi gangguan fungsi yang terjadi dalam
jaringan.

E. MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinis yang terjadi pada perdarahan uterus abnormal adalah
sebagai berikut:4

1. Menoragia dan metroragia


Adanya perubahan pola dalam siklus menstruasi berupa interval yang
normal teratur tetapi jumlah darah dan durasinya lebih dari normalmerupakan
menoragia. Interval yang tidak teratur dengan jumlah perdarahan dan durasi
yang lebih dari normal merupakan metroragia. Banyak gangguan yang
bersifat patologis yang menyebabkan menoragia, metroragia ataupun
keduanya (menometroragia).
2. Perdarahan pascakoitus
Perdarahan pascakoitus merupakan perdarahan yang paling umum
dijumpai pada wanita berusia 20 - 40 tahun serta pada mereka yang multipara.
Lesi yang dijumpai pada perdarahan pascakoitus biasanya jinak. Berdasarkan
observasi yang dilakukan pada 248 wanita dengan perdarahan pascakoitus
didapatkan bahwa seperempat dari kasus tersebut disebabkan oleh eversi
serviks. Penyebab lain yang dapat mendasari diantaranya polip endoserviks,
servisitis, dan polip endometrium. Pada servisitis, penyebab yang paling
sering adalah infeksi Chlamydia trachomatis. Menurut penelitian Bax et al.,
risiko relatif infeksi klamidia pada wanita dengan pendarahan pascakoitus
adalah 2,6 kali lebih tinggi daripada kelompok kontrol tanpa perdarahan.
1
Pada beberapa wanita, perdarahan pascakoitus dapat berasal dari
neoplasia serviks atau saluran kelamin. Pada neoplasia intraepitel serviks dan
kanker yang invasif, epitel menjadi tipis dan rapuh sehingga mudah lepas dari
serviks. Pada wanita dengan perdarahan pascakoitus, neoplasia intraepitel
seviks ditemukan sebanyak 7 – 10%, kanker yang invasif sebanyak 5%, dan
kanker endometrium sebanyak kurang dari 1%.
Dalam studi lain, Jha dan Sabharwal melaporkan bahwa sejumlah
perempuan dengan perdarahan pascakoitus memiliki lesi patologis yang
diidentifikasi dengan kolposkopi. Sebagian besar wanita dengan perdarahan
yang tidak dapat dijelaskan pascakoitus harus menjalani pemeriksaan
kolposkopi jika sumber perdarahan belum dapat diidentifikasi.

3. Nyeri pelvis
Adanya kram yang menyertai perdarahan diakibatkan dari peran
prostaglandin. Dismenore yang terjadi bersamaan dengan perdarahan uterus
abnormal dapat disebabkan oleh polip, leiomioma, adenomiosis, infeksi, dan
komplikasi kehamilan.
Nyeri yang dirasakan saat berhubungan seksual dan nyeri nonsiklik
jarang dirasakan pada wanita dengan perdarahan uterus abnormal. Jika nyeri
ini dirasakan, maka penyebabnya adalah kelainan dari struktural atau infeksi.
Lippman et al., melaporkan peningkatan tingkat dispareunia dan nyeri
panggul nonsiklik pada wanita dengan leiomioma uterus. Sammour et al.,
menyatakan adanya korelasi nyeri panggul yang meningkat seiring dengan
adanya invasi miometrium dengan adenomiosis.

F. DIAGNOSIS (Alur Pemeriksaan)


a. Anamnesis
Pada sifat perdarahan ditanyakan apakah pasien mengalami perdarahan
setelah berhubungan seksual atau perdarahan terjadi secara tiba-tiba. Waktu
terjadinya perdarahan ditanyakan apakah perdarahan terjadi saat sedang
menstruasi dalam bentuk perdarahan berlebih atau perdarahan terjadi diantara
siklus haid atau saat pasien sudah menopause.16 Perlu ditanyakan siklus haid
sebelumnya serta waktu mulai terjadinya perdarahan uterus abnormal.6
Kehamilan adalah salah satu konsiderasi utama pada wanita usia subur
yang mengalami perdarahan uterus abnormal. Beberapa hal yang dapat
2
menyebabkan perdarahan adalah abortus, plasenta previa, kehamilan ektopik,
dan lain-lain. Pada riwayat konsumsi obat ditanyakan apakah pasien sedang
menggunakan obat-obatan yang mengganggu sistem hormon seperti
penggunaan KB hormonal, tamoxifen atau obat-obat yang mengganggu proses
pembekuan darah. Pada perempuan pengguna pil kontrasepsi perlu

ditanyakan tingkat kepatuhannya dan obat-obat lain yang diperkirakan


mengganggu koagulasi. 6
Riwayat penyakit keluarga dan riwayat penyakit sistemik dari pasien
juga perlu ditelusuri untuk mencari penyakit yang dapat berperan dalam
terjadinya perdarahan uterus abnormal seperti defisiensi faktor pembekuan
darah, diabetes mellitus, gangguan tiroid, dan lain-lain. Keganasan pada
genitalia juga dapat memicu terjadinya perdarahan uterus abnormal.16
Anamnesis dilakukan untuk menilai kemungkinan adanya faktor risiko
kelainan tiroid, penambahan dan penurunan BB yang drastis, serta riwayat
kelainan hemostasis pada pasien dan keluarganya. 6

b. Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan Umum

Pemeriksaan fisik pertama kali dilakukan untuk menilai stabilitas keadaan


hemodinamik. Pastikan bahwa perdarahan berasal dari kanalis servikalis dan
tidak berhubungan dengan kehamilan. Pemeriksaan indeks massa tubuh, tanda
tanda hiperandrogen, pembesaran kelenjar tiroid atau manifestasi
hipotiroid/hipertiroid, galaktorea (hiperprolaktinemia), gangguan lapang
pandang (adenoma hipofisis), purpura dan ekimosis wajib diperiksa.

Pemeriksaan Ginekologi
Pemeriksaan ginekologi yang teliti perlu dilakukan termasuk pemeriksaan pap
smear.Harus disingkirkan pula kemungkinan adanya mioma uteri, polip,
hiperplasia endometrium atau keganasan.
a. Penilaian Ovulasi

 Siklus haid yang berovulasi berkisar 22-35 hari.


 Jenis perdarahan PUA-O bersifat ireguler dan sering diselingi
amenorea.
 Konfirmasi ovulasi dapat dilakukan dengan pemeriksaan progesteron
3
serum fase luteal atau USG transvaginal bila diperlukan.

c. Penilaian Endometrium
Pengambilan sampel endometrium tidak harus dilakukan pada semua
pasien PUA. Pengambilan sampel endometrium hanya dilakukan
pada: Perempuan umur > 45 tahun
Terdapat faktor risiko genetik
USG transvaginal menggambarkan penebalan endometrium kompleks
yang merupakan faktor risiko hiperplasia atipik atau kanker
endometrium
Terdapat faktor risiko diabetes mellitus, hipertensi, obesitas, nulipara
Perempuan dengan riwayat keluarga nonpolyposis colorectal cancer
memiliki risiko kanker endometrium sebesar 60% dengan rerata
umur saat diagnosis antara 48-50 tahun
Pengambilan sampel endometrium perlu dilakukan pada perdarahan
uterus abnormal yang menetap (tidak respons terhadap pengobatan).

d. Penilaian Kavum Uteri


Bertujuan untuk menilai kemungkinan adanya polip endometrium atau
mioma uteri submukosum.
USG transvaginal merupakan alat penapis yang tepat dan harus
dilakukan pada pemeriksaan awal PUA.
Bila dicurigai terdapat polip endometrium atau mioma uteri
submukosum disarankan untuk melakukan Saline Infusion Sonography
(SIS) atau histeroskopi. Keuntungan dalam penggunaan histeroskopi
adalah diagnosis dan terapi dapat dilakukan bersamaan.

e. Penilaian Miometrium
Bertujuan untuk menilai kemungkinan adanya mioma uteri atau
adenomiosis.
Miometrium dinilai menggunakan USG (transvaginal, transrektal dan
abdominal), SIS, histeroskopi atau MRI.
Pemeriksaan adenomiosis menggunakan MRI lebih unggul
dibandingkan USG transvaginal.
4
f. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium
a. Tes β-Human Chorionic Gonadotropin dan Hematologik
Keguguran, kehamilan ektopik dan mola hidatidosa dapat
menyebabkan perdarahan yang mengancam nyawa. Komplikasi dari
kehamilan dapat secara cepat dieksklusi dengan penentuan kadar
subunit beta human chorionic gonadotropin (β-hCG) dari urin atau
serum.4
Sebagai tambahan, pada wanita dengan perdarahan uterus
abnormal, complete blood count dapat mengidentifikasi anemia dan
derajat kehilangan darah. Diperlukan juga skrining untuk gangguan
koagulasi jika sebab yang jelas tidak dapat ditemukan. Yang termasuk
adalah complete blood count dengan platelet count, partial
thromboplastin time, dan prothrombin time dan mungkin juga
memeriksa tes spesial untuk penyakit von Willebrand.4 Thyrotropin
diukur hanya jika ada gejalaatau temuan yang sugestif ke
penyakittiroid. Tidak ada bukti bahwa pengukuran gonadotropin serum,
estradiol, atau kadar progesteron membantu dalam pengelolaan AUB.17
b. Pemeriksaan “Wet Prep” dan Kultur Serviks
Pemeriksaan mikroskopik dari sekresi serviks diperlukan jika
perdarahan dicurigai karena servisitis yang akan memperlihatkan
gambaran sel darah merah dan neutrofil. Servisitis sekunder karena
herpes simplex virus (HSV) juga dapat menyebabkan perdarahan dan
diindikasikan untuk melakukan kultur secara langsung. Trikomoniasis
juga dapat menyebabkan servisitis dan ektoserviks yang rapuh.4
c. Pemeriksaan Sitologi
Kanker serviks dan kanker endometrium dapat menyebabkan
perdarahan yang abnormal dan dapat sering ditemukan dengan skrining
Pap smear.4

2. Histeroskopi
Prosedur ini menggunakan endoskop optik dengan diameter 3 sampai 5
mm ke dalam kavitas endometrium. Kemudian kavitas uterus diregangkan
5
dengan menggunakan larutan salin. Keuntungan utama menggunakan
histeroskopi adalah untuk mendeteksi lesi intrakavitas seperti leiomioma
dan polip yang mungkin terlewati jika menggunakan sonografi atau
endometrial sampling. Walaupun akurat untuk mendeteksi kanker
endometrium, namun histeroskopi kurang akurat untuk mendeteksi
hiperplasia endometrium.4

3. Pencitraan
a. Ultrasound
Transvaginal sonografi memungkinkan evaluasi dari kelainan anatomi
uterus dan endometrium.Selain itu, patologi dari miometrium, serviks,
tuba, dan ovarium juga dapat dievaluasi. Modalitas investigasi ini dapat
membantu dalam diagnosis polip endometrium, adenomiosis,
leiomioma, anomali uterus, danpenebalan endometrium yang
berhubungan dengan hiperplasia dan keganasan.17
b. Saline Infusion Sonohysterography
Saline infusion sonohysterography menggunakan 5 sampai 15 mL
larutan saline yang dimasukkan ke dalam rongga rahim selama
sonografi transvaginal dan mengimprovisasi diagnosis patologi
intrauterin. Terutama dalam kasus polip dan fibroid uterus, SIS
memungkinkan pemeriksa untukmembedakan lokasi dan hubungannya
dengan kavitas uterus.SIS juga dapat menurunkan kebutuhanMRI
dalam diagnosis dan manajemen dari anomali uterus. 17
c. Magnetic Resonance Imaging (MRI)
MRI jarang digunakan untuk menilai endometrium pada pasien yang
memiliki perdarahan uterus abnormal. MRI mungkin membantu untuk
memetakan lokasi yang tepat dari fibroid dalam perencanaan operasi
dan sebelum terapi embolisasi untuk fibroid. Hal ini juga mungkin
berguna dalam menilai endometrium ketika USG transvaginal atautidak
dapat dilakukan. 17
d. Biopsi Endometrium
Biopsi endometrium biasanya dapat dilakukan dengan mudah pada
wanita premenopause dengan persalinan pervaginam
sebelumnya.Biopsi lebih sulit dilakukan pada wanita dengan riwayat
persalinan sesar sebelumnya, wanita yang nulipara, atau yang telah
6
memiliki operasi serviks sebelumnya. Biopsi endometrium dapat
mendeteksi lebih dari 90% dari kanker. Patologi dari endometrium
dapat mendiagnosa kanker endometrium atau menentukan kemungkinan
kanker. 17

G. PENATALAKSANAAN
1. Penatalaksanaan PUA akut dan kronik
Perdarahan uterus abnormal akut :
a. Jika perdarahan aktif dan banyak disertai dengan gangguan hemodinamik
dan atau Hb < 10 g/dl perlu dilakukan rawat inap
b. Jika hemodinamik stabil, cukup rawat jalan (kemudian ke langkah D)
c. Pasien rawat inap, berikan infus cairan kristaloid, oksigen 2 liter/menit dan
transfusi darah jika Hb < 7 g/dl, untuk perbaikan hemodinamik
d. Stop perdarahan dengan estrogen ekuin kjonyugasi (EEK) 2-5 mg (rek b) per
oral setiap 4-6 jam, ditambah prometasin 25 mg per oral atau injeksi IM
setiap 4-6 jam (untuk mengatasi mual). Asam traneksamat 3x1 gr (rek A) atau
anti inflamasi non steroid 3x500 mg diberikan bersama dengan EEK. Untuk
pasien dirawat, dapat dipasang balon kateter foley no 10 ke dalam uterus dan
diisi cairan kurang lebih 15 ml, dipertahankan 12-24 jam.
e. Jika perdarahan tidak berhenti dalam 12-24 jam alkukan dilatasi dan kuretase.
f. Jika perdarahan berhenti dalam 24 jam, lanjutkan dengan kontrasepsi oral
kombinasi (KOK) 4x1 tablet perhari (4 hari), 3x1 tablet perhari (3 hari),

2x1 tablet perhari (2 hari) dan 1x 1 tablet (3 minggu) kemudian stop 1


minggu, dilanjutkan KOK siklik 3 minggu dengan jeda 1 minggi selama 3
siklus atau LNG-IUS.
g. Jika terdapat kontraindikasi KOK, berikan medroksi progesteron asetat
(MPA) 10 mg perhari (7 hari) siklik selama 3 bulan
h. Untuk riwayat perdarahan berulang sebelumnya injeksi gonadotropin
releasing hormone (GnRH) agonis dapat diberikan bersamaan dengan
pemberian KOK untuk stop perdarahan (langkah D). GnRH diberikan 2-3
siklus dengan interval 4 minggu.
i. Ketika hemodinamik pasien stabil, perlu upaya diagnostik untuk mencari
penyebab perdarahan. Lakukan pemeriksaan USG transvaginal/ transrektal
, periksa darah perifer lengkap (DPL) , hitung trombosit , prothrombin
7
time (PT) , activated partial thromboplastin time (aPTT) dan thyroid
stimulating hormone (TSH). Saline Infused Sonohysterogram (SIS) dapat
dilakukan jika endometrium yang terlihat tebal, untuk melihat
adanyapolip endometrium atau mioma submukosim.
j. Jika terapi medika mentosa tidak berhasil atau ada kelainan organik, maka
dapat dilakukan terapi pembedahan seperti ablasi endometrium ,
miomektomi, polipektomi, histerektomi. 6

Perdarahan uterus abnormal kronik:


a. Jika dari anamnesa yang terstruktur ditemukan bahwa pasien mengalami
satu atau lebih kondisi perdarahan yang lama dan tidak dapat diramalkan
dalam 3 bulan terakhir.
b. Pemeriksaan fisik berikut dengan evaluasi rahim, pemeriksaan dfarah
perifer lengkap wajib dilakukan.
c. Pastikan fungsi ovulasi dari pasien tersebut\
d. Tanyakan pada pasien adakah penggunaan obat tertentu yang dapat
memicu PUA dan lakukan juga pemeriksaan koagulopati bawaan jika
terdapat indikasi
e. Pastikan apakah pasien masih ingin menginginkan keturunan
f. Anamnesis dilakukan untuk menilai ovulasi, kelainan sistemik, dan
penggunaan yang mempengaruhi kejadian PUA. Keinginan pasien untuk
memiliki keturunan dapat menetuka penanganan selanjutnya. Pemeriksaan
tambahan meliputi pemeriksaan darah perifer lengkap, pemeriksaan untuk
menilai gangguan ovulasi (fungsi tiroid, prolaktin, dan androgen serum)
serta pemeriksaan hemostasis.6

8
Perdarahan Uterus Abnormal Kronik6

9
Gambar 21. Panduan Investigasi Evaluasi Uterus6

2. Penatalaksanaan PUA berdasarkan penyebab


A. Polip
Penanganan polip endometrium dapat dilakukan dengan :
o Reseksi secara histeroskopi
o Dilatasi dan kuretase
o Kuret hisap
o Hasil dikonfirmasi dengan pemeriksaan histopatologi
B. Adenomiosis
o Diagnosa adenomiosis ditegakkan berdasarkan pemeriksaan
USG atau MRI

10
o Tanyakan pada pasien apakah menginginkan kehamilan
o Bila pasien menginginkan kehamilan dapat diberikana analog
GnRH + addback therapy atau LNG-IUS selama 6 bulan
o Adenomiomektomi dengan teknik osada merupakan alternatif pada
pasien yang ingin hamil (terutama pada adenomiosis > 6cm)
o Bila pasien tidak ingin hamil, reseksi atau ablasi endometriumdapat
dilakukan. Histerektomi dilakukan pada kasus dengan gagal
pengobatan

C. Leiomioma uteri
o Diagnosis mioma uteri ditegakkan berdasarkan pemeriksaan USG
o Tanyakan pada pasien apakah menginginkan kehamilan
o Histeroskopi reseksi mioma uteri submukosum dilakukan terutama
bila pasien menginginkan kehamilan
 Pilihan pertama untuk mioma uteri submukosum berukuran
< 4 cm
 Pilihan kedua untuk mioma uteri submukosum derajat 0
atau 1
 Pilihan ketiga untuk mioma uteri submukosum derajat 2
o Bila terdapat mioma uteri intramural atau subserosum dapat
dilakukan penanganan sesuai PUA-E/O. Pembedahan
dilakukanbila respon pengobatan tidak cocok
o Bila pasien tidak menginginkan kehamilan dapat dilakukan
pengobatan untuk mengurangi perdarahan dan memperbaiki
anemia
o Bila respon pengobatan tidak cocok dapat dilakukan pembedahan
embolisasi arteri uterina merupakan alternatif
tindakanpembedahan.

D. Malignancy and hyperplasia


o Diagnosis hiperplasia endometrium atipik ditegakkan berdasarkan
penilaian histopatologi
o Tanyakan apakah pasien menginginkan kehamilan
o Jika pasien menginginkan kehamilan dapat dilakukan D&K
dilanjutkan dengan pemberian progestin, analog GnRH atau LNG-
11
IUS selama 6 bulan
o Bila pasien tidak menginginkan kehamilan tindakan histrektomi
merupakan pilihan
o Biopsi endometrium diperlukan untuk pemeriksaan histopatologi
pada akhir bulan ke 6 pengobatan
o Jika keadaan hyperplasia atipik menetap, lakukan histrektomi
E. Coagulopathy
o Terminologi koagulopati digunakan untuk kelainan hemostasis
sistemik yang berkaitan dengan PUA.
o Penanganan multidisiplin diperlukan pada kasus ini
o Pengobatan dengan asam traneksamat, progestin, kombinasi pil
estrogen-progestin dan LNG-IUS pada kasus ini meberikan hasil
yang sama bila dibandingkan dengan kelompok tanpa kelainan
koagulasi
o Jika terdapat kontraindikasi terhadap asam trneksamat atau PKK
dapat diberikan LNG-IUS atau dilakukan pembedahan bergantung
pada umur pasien
o Terapi spesifik seperti desmopressin dapat digunakan pada
penyakit von willebrand

F. Ovulatory dysfunction
o Gangguan ovulasi merupakan salah satu penyebab PUA dengan
manifestasi klinik perdarahan yang sulit diramalkan dan jumlah
darah yang bervariasi
o Pemeriksaan hormon tiroid dan prolaktin perlu dilakukan terutama
pada keadaan oligomenorea bila dijumpai hiperprolaktinemia yang
disebabkan oleh hipotiroid maka kondisi ini harus diterapi
o Pada perempuan umur > 45 tahun atau dengan risiko tinggi
keganasan endometrium perlu dilakukan pemeriksaan USG
transvaginal dan pengambilan sampel endometrium
o Bila tidak dijumpai faktor resiko untuk keganasan endometrium
lakukan penilaian apakah pasien menginginkan kehamilan atau
tidak
o Bila menginginkan kehamilan dapat langsung mengikuti prosedur

12
tatalaksana infertilitas
o Bila pasien tidak menginginkan kehamilan dapat diberikan terapi
hormonal dengan menilai ada atau tidaknya kontraindikasi terhadap
PKK
o Bila tidak dijumpai kontraindikasi dapat diberikan PKK selama 3
bulan (rekomendasi A)
o Bila dijumpai kontraindikasi pemberian PKK dapat diberikan
preparat progestin selama 14 hari, kemudian stop 14 hari. Hal ini
diulang sampai 3x siklus
o Setelah 3 bulan lakukan evaluasi untuk menilai hasil pengobatan
o Bila keluhan pasien berkurang pengobatan hormonal dapat
dilanjutkan atau di stop sesuai keinginan pasien
o Bila keluhan tidak berkurang lakukan pemberian PKK atau
progestin dosis tinggi (naikkan dosis setiap 2 hari
sampaiperdarahan berhenti atau dosis maksimal). Perhatian
terhadap kemungkinan munculnya efek samping sepert sindrom
pra haid. Lakukan pemeriksaan ulang dengan USG TV atau SIS
untuk menyingkirkan kemungkinan adanya polip endometrium
atau mioma uteri. Pertimbangkan tindakan kuretase untuk
menyingkirkan keganasan endometrium. Bila pengobatan
medikamentosa gagal, dapat dilakukan ablasi endometrium, reseksi
mioma dengan histeroskopi dan histerektomi. Tindakan ablasi
endometrium pada perdarahan uterus yang banyak dapatditawarkan
setelah memberikan informed consent yang jelas pada pasien. Pada
uterus dengan ukuran < 10 minggu.

G. Endometrial
o Perdarahan uterus abnormal yang terjadi pada perempuan dengan
siklus haid yang teratur
o Pemeriksaan fungsi tiroid dilakukan bila didapatkan gejala dan tanda
hipotiroid atau hipertiroid pada anamnesis dan pemeriksaan fisik.
Pemeriksaan USG transvaginal dan SIS terutama dapat dilakukan
untuk menilai kavum uteri
o Jika pasien memerlukanb kontrasepsi lanjutkan ke G, jika tidak
lanjutkan ke point 4
13
o Asam traneksamat 3x1 g dan asam mefenamat 3x500mg merupaka
pilihan lini pertama dalam tatalaksana menoragia
o Lakukan observasi selama 3 sillus menstruasi
o Jika respon pengobatan tidak adekuat lanjutkan ke point 7
o Nilai apakah terdapat kontraindikasi pemberian PKK
o PKK mampu mengurangi jumlah perdarahan dengan menekan
pertumbuhan endometrium. Dapat dimulai pada hari apa saja,
selanjutnya pada hari pertama siklus menstruasi
o Jika pasien memiliki kontraindikasi terhadap PKK maka dapat
diberikan preparat progestin siklik selama 14 hari diikuti dengan 14
hari tanpa obat. Kemudian diulang selama 3 siklus. Dapat ditawarkan
penggunaan LNG-IUS
o Jika setelah 3 bulan, respon pengobatan tidak adekuat dapat dilakukan
penilaian USG transvaginal atau SIS untuk menilai kavum uteri
o Jika dengan USG TV atau SIS didapatkan polip atau mioma
submukosum segera pertimbangkan untuk melakukan reseksi dengan
histeroskopi
o Jika hasil USG TV atau SIS didapatkan ketebalan endometrium > 10
mm, lakukan pengambilan sampel endometrium untuk menyingkirkan
kemungkinan hiperplasia
o Jika terdapat adenomiosis dapat dilakukan pemeriksaan MRI, terapi
dengan progestin, LNG IUS, GnRH atau histerektomi
o Jika hasil pemeriksaan USG TV atau SIS menunjukkan hasil normal
atau terdapat kelainan tetapi tidak dapat dilakukan terapi konservatif
maka dilakukan evaluasi terhadap funsi reproduksinya
o Jika pasien sudah tidak menginginkan fungsi reproduksi dapat
dilakukan ablasi endometrium atau histerektomi. Jika pasien masih
ingin mempertahankuan fungsi reproduksi anjurkan pasien untuk
mencatat siklus haidnya dengan baik dan memantau kadar HB

H. Iatrogenik
- Penanganan karena efek samping PKK
o Penanganan efek sampaing PUA-E disesuaikan dengan algoritma
PUA-E
o Perdarahan sela ( breakthrough bleeding) dapat terjadi dalam 3
bulan pertama atau setelah 3 bulan penggunaan PKK
14
o Jika perdarahan sela terjadi dalam 3 bulan pertama makan
penggunaan PKK dilanjutkan dengan mencatat siklus haid
o Jika pasien tidak ingin melanjutkan PKK atau perdarahan menetap
selama > 3 bulan lanjutkan ke point 5
o Lakukan pemeriksaan Chlamydia dan Neisseria (endometritis), bila
positif berikan doksisiklin 2 x 100 mg selama 10 hari. Yakinkan
pasien minum PKK secara teratur. Pertimbangkan untukmenaikkan
dosis estrogen jika usia pasien lebih dari 35 tahun dilakukan biopsi
endometrium
o Jika perdarahan abnormal menetap lakukan TVS, SIS atau
histeroskopi untuk menyingkirkan kelainan saluran reproduksi
o Jika perdarahan sela terjad isetelah 3 bulan pertama penggunaan
PKK, lanjutkan ke point 5
o Jika efek samping berupa amenorea lanjutkan ke point 9
o Singkirkan kehamilan
o Jika tidak hamil, naikkan dosis estrogen atau lanjutkan pil yang sama
- Perdarahan karena efek samping kontrasepsi progestin
o Jika terdapat amenorea atau perdarahan bercak, lanjutkan ke point
2
o Konseling bahwa kelainan ini merupakan hal biasa
o Jika efek samping berupa PUA-O, lanjutkan ke point 4
o Jika usia pasien > 35 tahun dan memiliki risiko tinggi keganasan
endometrium, lanjutkan ke 5, jika tidak lanjutkan ke 6
o Biopsi endometrium
o Jika dalam 4-6 bulan pertama pemakaian kontrasepsi, lanjutkan ke
7. Jika tidak lanjutkan ke 9
o Berikan 3 alternatif sebagai berikut :
 Lanjutkan kontrasepsi progestin dengan dosis yang sama
 Ganti kontrasepsi dengan PKK ( jika tidak ada
kontraindikasi)
 Sunti DMPA setiap 2 bulan (khusus akseptor DMPA)
o Bila perdarahan tetap berlangsung setelah 6 bulan lanjutkan ke
point 9
o Berikan estrogen jangka pendek (EEK 4x1.25 mg/hari selama 7
hari) yang dapat diulang jika perdarahan abnormal terjadi kembali.
15
Pertimbangkan pemilihan metoda kontrasepsi lain

- Perdarahan karena efek samping AKDR


o Jika pada pemeriksaan pelvik dijumpai rasa nyeri, lanjukan ke
point 2
o Berikan doksisiklin 2x100mg sehari selama 10 hari karena
perdarahan pada penggunaan AKDR dapat disebabkan oleh
endometritis. Jika ridak ada perbaikan, pertimbangkan untuk
mengangkat AKDR
o Jika tidak dijumpai rasa nyeri dan AKDR digunakan dalam 4-6
bulan pertama lanjutkan ke point 4. Jika tidak lanjutkan ke point 5
o Lanjutkan penggunaan AKDR, jika perlu ditambahkan AINS. Jika
setelah 6 bulan perdarahan tetap terjadi dan pasien ingin diobati
lanjutkan ke point 5, Berikan PKK untuk 1 siklus Jika perdarahan
abnormal menetap lakukan pengangkatan AKDR.
3. Bila usia pasien > 35 tahun lakukan biopsi endometrium

Terapi medikamentosa
a. Pemilihanobat-obatan pada perdarahan uterus abnormal (non-hormonal)
 Asam Traneksamat
Obat ini bersifat inhibitor kompetitif pada aktivasi plasminogen.
Plasminogen akan diubah menjadi plasmin yang berfungsi untuk
memecah fibrin menjadi fibrin degradation product (FDPs). Oleh karena
itu obat ini berfungsi sebagai agen anti fibrinolitik. Obat ini akan
menghambat faktor-faktor yang memicu terjadinya pembekuan darah,
namun tidak menimbulkan kejadian trombosis. Perdarahan menstruasi
melibatkan pencairan darah beku dari arteriol spinal endometrium, maka
pengurangan dari proses ini dipercaya sebagai mekanisme penurunan
jumlah darah mens. Efek samping : gangguan pencernaan, diare, sakit
kepala. Dosisnya untuk perdarahan mens yang berat adalah 1g
(2x500mg) dari awal perdarahan hingga 4 hari.6

 Obar anti inflamasi non steroid (AINS)


Kadar prostaglandin pada endometrium penderita gangguan haid
akan meningkat. AINS ditujukan untuk menghambat siklooksigenase,dan

16
akan menurunkan sintesa prostaglandin pada endometrium. Prostaglandin
mempengaruhi reaktivitas jaringan lokal dan terlibat dalam respon
inflamasi, jalur nyeri, perdarahan uterus, dan kram uterus. AINS dapat
mengurangi jumlah darah haid hingga 20-50 persen PemberianAINS
dapat dimulai sejak perdarahan hari pertama astau sebelumnya hingga
perdarahan yang banyak berhenti. Efek samping : gangguan pencernaan,
diare, perburukan asma pada penderita yang sensitif, ulkus peptikum
hingga kemungkinan terjadinyaperdarahandan peritonitis.6

b. Pemilihan obat-obatan pada perdarahan uterus abnormal (hormonal)


 Estrogen
Sediaan ini digunakan pada kejadian perdarahan akut yang banyak.
Sediaan yang digunakan adalah EEK, dengan dosis 2.5 mg per oral 4x1
dalam waktu 48 jam. Pemberian EEK dosis tinggi tersebut dapat disertai
dengan pemberian obat anti emetik seperti promethazine 25 mg per oral
atau intra muskular setiap 4-6 jam sesuai dengan kebutuhan. Mekanisme
kerja obat ini belum jelas, kemungkinan aktivitasnya tidak terkait
langsung dengan endometrium. Obat ini bekerja memacu vasospasme
pembuluh kapiler dengan cara mempengaruhi kadar fibrinogen, faktor
IV, faktor X, proses aggregasi trombosit dan permeabilitas pembuluh
kapiler. Pembentukan reseptor progesteron akan meningkat sehingga
diharapkan pengobatan selanjutnya dengan menggunakan progestin akan
lebih baik. Efek samping berupa gejala akibat defek estrogen yang
berlebihan seperti perdarahan uterus, mastodinia dan retensi cairan.6
 PKK
Perdarahan haid berkurang pada penggunaan pil kontrasepsi kombinasi
akibat endometrium yang atrofi. Dosis yang dianjurkan pada saat
perdarahan akut adalah 4x1 tablet selama 4 hari, dilanjutkan dengan 3x1
tablet selama 3 hari, dilanjutkan dengan 2x1 tablet selama 2 hari, dan
selanjutnya 1x1 tablet selama 3 minggu. Selanjutnya bebas pil selama 7
hari, kemudian dilanjutkan dengan pemberian pil kontrasepsi kombinasi
paling tidak selama 3 bulan. Apabila pengobatannya ditujukan untuk
menghentikan haid, maka obat tersebut dapat diberikan secara kontinyu,
namun dianjurkan setiap 3-4 bulan dapat dibuat perdarahan lucut. Efek
17
samping dapat berupa perubahan mood, sakit kepala, mual, retensi
cairan, payudara tegang, deep vein trombosis, stroke dan serangan
jantung.6
 Progestin
Obat ini akan bekerja menghambat penambahan reseptor estrogen serta
akan mengaktifkan enzim 17-hidroksi steroid dehodrogenase pada sel-sel
endometrium, sehingga estradiol akan dikonversi menjadi estron yang
efek biologisnya lebih rendah dibandingkan estradiol. Meski demikian
penggunaan progestin yang lama dapat memicu efek mitotik yang
menyebabkan terjadinya atrofi endometrium. Progestin dapat diberikan
secara siklik maupun kontinyu. Pemberian siklik diberikan selama 14
hari kemudian stop selama 14 hari, begitu berulang-ulang tanpa
memperhatikan pola perdarahannya.
Apabila perdarahan terjadi pada saat sedang mengkonsumsi progestin,
makan dosis obat progestin dapat dinaikkan. Selanjutnya hitung hari
pertama perdarahan tadi sebagai hari pertama, dan selanjutnya progestin
diminum sampai 14 hari. Pemberian progestin secara siklik dapat
menggantikan pemberian pil kontrasepsi kombinasi apabila terdapat
kontraindikasi (misalkan : hipersensitivitas, kelainan pembekuan darah,
riwayat stroke, riwayat penyakit jantung koroner atau infark miokard,
kecurigaan keganasan payudara ataupun genital, riwayat penyakit kuning
akibat kolestatis, kanker hati). Sediaan progestin yang dapat diberikan
antara lain MPA 1x10 mg, norestiron asetat dengan dosis 2-3 x 5 mg,
didrogestron 2x5 mg atau nomegestrol asetat 1x 5 mg selama 10 hari per
siklus.
Apabila pasien mengalami perdarahan hebat saat kunjuungan, dosis
progestin dapat dinaikkan setiap 2 hari hingga perdarahan berhenti.
Pemberian dilanjutkan untuk 14 hari dan kemudian berhenti selama 14
hari, demikian selanjutnya berganti-ganti pemberian progestin secra
kontinyu dapat dilakukan apabila tujuannya untuk membuat amenorea.
Terdapat beberapa pilihan yaitu :
• Pemberian progestin oral : MPA 10-20 mg per hari
• Pemberian DMPA setiap 12 minggu
• Penggunaan LNG IUS
18
• Efek samping : peningkatan berat badan, perdarahan
bercak, rasa begah, payudara tegang, sakit kepala,
jerawat dan timbul perasaan depresi6

 Androgen
Danazol adalah suatu sintetik isoxazol yang berasala dari turunan 17a-
etinil tetosteron. Obat tersebut memiliki efek androgenik yang berfungsi
untuk menekan produksi estradiol dari ovarium, serta memiliki efek
langsung terhadap reseptor estrogewn di endometrium dan di luar
endometrium. Pemberian dosis tinggi 200 mg atau lebih per hari dapat
dipergunakan untuk mengobati perdarahan menstrual hebat. Danazol
dapat menurunkan hilangnya darah dalam menstruasi kurang lebih 50%
bergantung dari dosisnya dan hasilnya terbukti lebih efektif dibanding
dengan AINS atau progestin oral. Dengan dosis lebih dari 400 mg per
hari dapat menyebabkan amenorea. Efek sampingya dialami oleh 75%
pasien yakni : penigkatan berat badan, kulit berminyak,jerawat,
perubahan suara.6

 Agonis Gonadotropine Releasing Hormone (GnRH)


Obat ini bekerja dengan cara mengurangi reseptor GnRH pada hipofisis
melalui mekanisme down regulation terhadap reseptor dan efek pasca
reseptor, yang akan mengakibatkan hambatan pada pelepasan hormon
gonadotropin. Pemberian obat ini biasanya ditujukan pada wanita dengan
kontraindikasi untuk operasi. Obat ini dapat membuat penderita menjadi
amenorea. Dapat diberikan luprolid acetate 3.75 mg intramuskular setiap
4 minggu, namun pemberiannya dianjurkan tidak lebih dari 6 bulan
karena terjadi percepatan demielinisasi tulang. Apabila
pemberiannyamelebihi 6 bulan, maka dapat diberikan tambahan terapi
estrogen dan progestin dosis rendah (add back therapy). Efek samping
biasanya muncul pada penggunaan jangka panjang, yakni : keluhan-
keluhan mirip wanita menopause (misalkan hot flushes, keringat yang
bertambah, kekeringan vagina), osteoporosis (terutama tulang-tulang
trabekular apabila penggunaan GnRH agonis lebihdari 6 bulan).6

4. Terapi Operatif
19
Peran pembedahan dalam penatalaksanaan perdarahan uterus abnormal
membutuhkan evaluasi yang teliti dari patologi yang mendasari serta faktor
pasien. Indikasi pembedahan pada wanita dengan perdarahan uterus abnormal
adalah:17
a. Gagal merespon tatalaksana non-bedah
b. Ketidakmampuan untuk menggunakan terapi non-bedah (efek
samping, kontraindikasi)
c. Anemia yang signifikan
d. Dampak pada kualitas hidup
e. Patologi uterus lainnya (fibroid uterus yang besar, hiperplasia
endometrium)
Pilihan tatalaksana bedah untuk perdarahan uterus abnormal tergantung
pada beberapa faktor termasuk ekspektasi pasien dan patologi uterus. Pilihan
bedahnya adalah : 17
a. Dilatasi dan kuretase uterus
b. Hysteroscopic Polypectomy
c. Ablasi endometrium
d. Miomektomi
e. Histerektomi

20
BAB III

PEMBAHASAN

Seorang wanita usia 42 tahun P3A3 , datang dengan keluhan keluar darah
pervaginam dialami sejak 13 hari ini. Dari anamnesis,perdarahan membasahi ± 4
pembalut tidak penuh dalam satu hari dan lebih banyak keluar jika BAK. Darah
yang keluar berupa darah cair dan gumpalan darah yang sudah membeku. Selain
itu pasien juga mengeluh nyeri perut bawah . Riwayat menstruasi banyak dan
lama serta nyeri saat menstruasi tidak ada. Keluhan adanya nyeri perut
maupunbenjolan tidak dirasakan.

Dari hasil anamnesis juga diketahui riwayat menstruasi pasien, dimana pasien
menarche pada usia 13 tahun dengan siklus yang teratur dan lama haid 3-7 hari.
Riwayat perkawinan 1 kali selama 30 tahun, dengan riwayat persalinan sebanyak
3 kali, dimana anak pasien 2 hidup, 1 meninggal dan 3 keguguran. Pasien saat ini
didiagnosa dengan perdarahan uterus abnormal karena dari hasil anamnesis dan
pemeriksaan fisik didapatkan tanda-tanda serta gejala yang sesuai dengan
perdarahan uterus abnormal.

21
DAFTAR PUSTAKA

1. Speroff L, Fritz, Marc A, 2005, Dysfunctional Uterine Bleeding dalam:


Clinical Gynecologic Endocrinology and Infertility, sixth edition,
Lippincott Williams and Wilkins, hal: 201-46.
2. David L, Steven F Palter, 2007, Reproductive Physiology dalam Berek &
Novak’s Gynecology 14th Edition, Editor : Berek, Jonathan S, Lippincott
Williams and Wilkins.
3. Guyton and Hall, Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Edisi 11, PenerbitBuku
Kedokteran EGC, Jakarta.2001
4. Hoffman, B.L., Schorge, J.O., Schaffer, J.I., et all. Abnormal Uterine
Bleeding. In: Wiliams Gynecology, 2nd ed. McGraw-Hill Companies, Inc.
New York. 2012; p:219-40
5. Singh S et al. Abnormal Uterine Bleeding in Pre-Menopausal Women.
Journal of Obstetrics and Gynaecology Canada. 2013 May;5:1–28.
6. Badziad, A. Hestiantoro, A. Wiweko, B. Sumapradja, K. Panduan
Tatalaksana Perdarahan Uterus Abnormal. Himpunan Endokrinologi
Reproduksi dan Fertilitas Indonesia dan Perkumpulan Obstetri dan
Ginekologi Indonesia, Aceh, 2011.

7. Silberstein Taaly, Complications of Menstruation; Abnormal Uterine


Bleeding. Dalam : DeCherney Alan H; Nathan Lauren, Current Obstetric&
Gynecologic Diagnosis and Treatment, 9th Edition, Los Angeles:Lange
Medical Books/McGraw-Hill; 2003 : pp 623-630

8. Callahan, TL and Caughey, AB. Obstetric and Gynecology 5th ed.


Lippincott Williams and Wilkins, Philadelphia, 2009
9. Fraser IS, Critchley HOD, Broder M, Munro MG. The FIGO
Recommendations on Terminologies and Definitions for Normal and
Abnormal Uterine Bleeding. Seminars in Reproductive Medicine.
2011;383–90.

22
10. Malcolm G M et all ; 2011 ; The FIGO classification of causes
ofabnormal uterine bleeding in the reproducyive years ; American Society
for Reproductive Medicine, Elsevier.
11. Munro, Malcolm ; Hilary O.D. Critchley, Michael S Broder, Ian S Fraser.
FIGO Classification System (PALM-COEIN) for Causes of Abnormal
Uterine Bleeding in Nongravid Women of Reproductive Age. American
Society for Reproductive Medicine. June, 2011
12. Sanja Kupesic, Asim Kurjak, Drazena Bjelos ; Ultrasound of The Uterus ;
dalam: Donald School Textbook of Ultrasound in Obstetrics and
Gynecology ; Editors: Asim Kurjak, Frank AC ; The Parthenon Publishing
Group. 2003.
13. Hoffman, B.L., Schorge, J.O., Schaffer, J.I., et all. Pelvic Mass. In:
Wiliams Gynecology, 2nd ed. McGraw-Hill Companies, Inc. New York.
2012; p:246- 74
14. Munro MG, Crihley HO, Broder MS, Fraser IS. FIGO Classification
System [PALM-COEIN] for Causes of Abnormal Uterine Bleeding in
Nongravid Women of Reproductive Age. FIGO Working Group on
Menstrual Disorders. Int J Gynaecol Obstet 2011;113:3-13.
15. Livingstone M, Fraser IS. Mechanisms of anormal uterine bleeding.
Human Reproductive Update. 2002;8(1): 60-7.
16. Sweet MG, Schmidt TA, Weiss PM, Madsen KP. Evaluation and
Management of Abnormal Uterine Bleeding in Premenopausal Women.
2012 Jan 1;85 (1):35–43.
17. Rowe, T., Senikas, V. Abnormal Uterine Bleeding in Pre-Menopausal
Women. Journal of Obstetrics and Gynaecology Canada. 2013; 35(5):1-28

23

Anda mungkin juga menyukai