Anda di halaman 1dari 36

Laporan Kasus

TB PARU KASUS BARU RONTGEN POSITIF BTA NEGATIF

Oleh:
dr. Damar Gilang Utama

Pembimbing
dr. Laily Noviyani

PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA


RSUD RATU ZALECHA MARTAPURA
KABUPATEN BANJAR
April, 2017

1
BAB I
LAPORAN KASUS

I. Identitas Pasien
 Nama : Ny. M
 Jenis Kelamin : Perempuan
 Tgl lahir / Umur : 01 – 07 – 1972 / 44 tahun
 Alamat : Ds. Kalilikan RT 02/01 Kec. Astambul
 No. Reg : 0-34-92-96
 Tgl. Pemeriksaan : 23-12-2017

II. Subjektif
 Anamnesis : Autoanamnesis
 Keluhan Utama : Batuk-batuk
 Anamnesis : Dialami sejak 7 hari yang lalu, terasa memberat sejak 1
hari yang lalu. Batuk berlendir, sejak ± 1 minggu, dengan lendir berwarna putih
kekuningan. Pasien merasa nyeri dada bila batuk.
Pasien mengeluh demam, sejak ± 1 minggu, naik turun, dan pasien tidak
menggigil. Riwayat demam sebelumnya juga diakui oleh pasien.
Pasien mengeluh mual sejak 7 hari yang lalu, namun tidak ada muntah. Nafsu
makan pasien dirasakan berkurang dan berat badan diraskan turun.
Pasien tidak merasakan nyeri kepala dan pusing.
BAB baik, konsistensi lunak, BAK lancar, berwarna kuning.
Riwayat penyakit sebelumnya :
 Riwayat keluhan yang sama sebelumnya disangkal
 Riwayat Hipertensi (-)
 Riwayat Diabetes Melitus (-)
 Riwayat Penyakit Jantung (-)
 Riwayat Merokok (-)

2
III. Objektif
 Keadaan umum : Sakit sedang / gizi cukup / compos mentis
 Tanda vital & antropometri :
 Tekanan Darah : 120/80 mmHg
 Nadi : 90 x / menit
 Pernapasan : 24 x / menit
 Suhu : 37,4˚C
 Berat badan : 48 kg
 Tinggi badan : 159 cm
 IMT : 18,9

 Pemeriksaan Fisis
Kepala
 Ekspresi : Normal
 Simetris muka : Simetris kiri = kanan
 Deformitas :-
 Rambut : Hitam, lurus, sukar dicabut
Mata
 Eksopthalmus/enopthalmus :-
 Gerakan : Gerakan ke segala arah
 Tekanan bola mata : Dalam batas normal
 Kelopak mata : Edema palpebra (-)
 Konjugtiva : Anemis (-)
 Kornea : Jernih
 Sklera : Ikterus (-)
 Pupil : Isokhor, Ø 2,5 mm D=S, RCL +/+, RCTL +/+

3
Telinga
 Pendengaran : dalam batas normal
 Tophi : (-)
 Nyeri tekan prosessus mastoideus : (-)
Mulut
 Bibir : kering (-)
 Tonsil : T1-T1
 Gigi geligi : Caries (-)
 Farings : hiperemis (-)
 Gusi : perdarahan gusi (-)
 Lidah : kotor (-), deviasi (-), atrofi (-)

Leher
 Kelenjar getah bening : tidak ada pembesaran
 Kelenjar gondok : tidak ada pembesaran
 DVS : R+1 cmH2O
 Pembuluh darah : tidak ada kelainan
 Kaku kuduk : (-)
 Tumor : (-)

Dada
 Inspeksi
 Bentuk : Normothorax, simetris kiri=kanan
 Pembuluh darah : Spider navy (-)
 Buah dada : Simetris, ginekomasti (-)
 Sela iga : Normal

Paru
 Palpasi
 Fremitus raba : Vokal Fremitus kiri=kanan
 Nyeri tekan : (-)
 Perkusi
 Paru kiri : sonor
4
 Paru kanan : sonor
 Batas paru hepar : ICS V dextra anterior
 Batas paru belakang kanan : vertebra thorakal IX
 Batas paru belakang kiri : vertebra thorakal X
 Auskultasi
 Bunyi pernapasan : vesikuler
 Bunyi tambahan : Rh +/+ , Wh -/-

Jantung
 Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
 Palpasi : Ictus cordis tidak teraba
 Perkusi : Pekak
 Auskultasi : BJ I/II reguler, bising (-)

Perut
 Inspeksi : Datar, ikut gerak napas
 Auskultasi : Peristaltik (+), kesan normal
 Palpasi : Massa tumor (-), nyeri tekan (-)
Hepar : Tidak teraba
Lien : Tidak teraba
Ginjal : Tidak teraba

Punggung
 Palpasi : NT (-), MT (-)
 Nyeri Ketok : (-)
 Auskultasi : BP Vesikular, Rh +/+, Wh +/+
 Gerakan : Ikut gerak napas
 Lain-lain : (-)
Alat Kelamin : (tidak dilakukan pemeriksaan)
Anus dan rektum : (tidak dilakukan pemeriksaan)
Ekstremitas : (edema : -/- )

5
 Pemeriksaan Penunjang
 Laboratorium
 Darah Rutin (20/12/2016)
WBC : 10.58 x 103/uL* (4.000-10.000 Ul)
RBC : 4.08 x 106/uL (4.000-6.000 Ul))
HGB : 10.9 g/dl (12-16 g/dl)
PLT : 493 x 103/uL* (150.000-400.000
Ul))
HCT : 32.0 % (37-48%)

 Kimia Darah: (20/12/2016)


Albumin : 2.92 (3,8-5,1)
SGOT : 64 (<38)
SGPT : 29 (<42)
Ureum : 28 (10-50)
Kreatinin : 0,9 (lk <1,3 pr <1,1)
 Radiologi (20/12/2016)
Foto Thorax PA
Kesan : KP dupleks dengan effusi pleura dextra
Sinus c.f sinistra lancip
Besar cor normal
 Sputum (22/12/2016)
SPS : Negatif
Pewarnaam Gram : Coccus Positif

6
Hasil foto thorax Ny. Mahrita

IV. Diagnosa
 TB Paru kasus baru rhonki positif BTA negatif
 CAP

V. Rencana Terapi
 Pengobatan :
 O2 1-2 lpm
 IVFD RL:NaCl 0,9% 14 tpm
½ amp aminophilin
 Inj. Zeftadin 3x1
 Inj. Vomizol 2x1
 Nebul CP/6 jam
 Lactrin 3x1
 Codein 3x1
 Sistenol 3x1
- Inj. Lameson 3x1/2
- Rifastar 0-0-III
- BG 3x1
- Sohobion 1x1

7
LEMBARAN FOLLOW UP PASIEN

Tanggal Perjalanan Penyakit Instruksi Dokter


20/12/2016 S : Batuk, sesak (<) R/
10.00 Dialami sejak 7 hari lalu, memberat dalam 1 hari  O2 1-2 lpm
T : 120/80 lalu.  IVFD RL:NaCl 0,9% 14
N : 90x/m Batuk(+), lendir(+) tpm
P : 24 Demam(+) kadang-kadang, mual(+), muntah(-), ½ amp aminophilin
S : 36,9˚C Riwayat :  Inj. Zeftadin 3x1
- riw. HT (-)  Inj. Vomizol 2x1
- riw. DM (-)  Nebul CP/6 jam
- BAB & BAK : biasa, kesan lancar  Lactrin 3x1
 Codein 3x1
O : SS/GC/CM
 Sistenol 3x1
Kepala : Anemia(-), ikterus(-)
Ro. Thorax
Leher : DVS R+1 CmH20
- Inj. Lameson 3x1/2
Thorax : Vesikuler
Rh +/+, Wh -/-
Monitor :
Cor : BJ I/II reguler, murmur(-)
 Tunggu hasil foto thorax
Abdomen : Peristaltik(+) kesan Normal
 Cek DR, LED,
H/L ttb
GOT/GPT, Ur/Cr, GDS
Ekstremitas : udem -/-
 Kultur sputum dan
A : CAP dd/ TB Paru
sensitivitas antibiotik

21/12/2016 S : sesak (-), batuk(+) lendir(+) R/


10.00 - O2 1-2 lpm
T : 130/80 O : Anemia(-) ikterus(-) - IVFD RL:NaCl 0,9% 14
N : 80x/i DVS R+1 CmH2O tpm
P : 28x/i Rh +/+ Wh -/- ½ amp aminophilin
S : 37,6˚C BJ I/II reguler, murmur(-) - Inj. Zeftadin 3x1
Peristaltik(+), kesan Normal - Inj. Vomizol 2x1
Udema -/- - Nebul CP/6 jam
- Lactrin 3x1

8
A : TB Paru kasus baru rhonki positif BTA (-) + - Codein 3x1
CAP - Sistenol 3x1
- Inj. Lameson 3x1/2
- Rifastar 0-0-III
- BG 3x1
- Radiologi (20/12/2016)
Foto Thorax PA
Kesan : KP dupleks
dengan effuse pleura
dextra
Sinus c.f sinistra lancip
Besar cor normal

Monitor :
- Kultur sputum dan
sensitivitas antibiotik
- Tunggu hasil foto thorax

22/12/2016 S : batuk ↓ , sesak (-), nafsu makan ↓ R/


11.50  O2 1-2 lpm
T : 110/80 O : Anemia(-) ikterus(-)  IVFD RL:NaCl 0,9% 14
N : 85x/i DVS R+1 CmH2O tpm
P : 20x/i Rh +/+ Wh -/- ½ amp aminophilin
S : 36.5˚C BJ I/II reguler, murmur(-)  Inj. Zeftadin 3x1
Peristaltik(+), kesan Normal  Inj. Vomizol 2x1
Udema -/-  Nebul CP/6 jam
 Lactrin 3x1
A : TB Paru kasus baru rhonki positif BTA (-) +
 Codein 3x1
CAP
 Sistenol 3x1
- Inj. Lameson 3x1/2
- Rifastar 0-0-III
- BG 3x1
- Sohobion 1x1

9
Monitor :
 Hasil pewarnaan BTA
SPS negatif (-)
 Pewarnaan gram positif
coccus (+)
23/12/2016 S : Sesak (-), batuk < R/
13.00 O : Anemia(-) ikterus(-) BLPL
T : 120/80 DVS R+1 CmH2O
N : 80x/i Rh +/+ Wh -/-
P : 22x/i BJ I/II reguler, murmur(-)
S : 36.6˚C Peristaltik(+), kesan Normal
Udema -/-

A : TB Paru kasus baru rhonki positif BTA (-) +


CAP

VI. Resume
Seorang perempuan berusia 44 tahun, masuk rumah sakit dengan keluhan batuk-
batuk sejak 7 hari lalu, memberat sejak satu hari dan berlendir warna putih kekuningan.
Nyeri dada bila batuk.
Pasien mengeluh demam, sejak ± 1 minggu, terus menerus, dan pasien tidak
menggigil. Riwayat demam sebelumnya juga diakui oleh pasien. Pasien mengeluh
mual sejak 7 hari yang lalu namun tidak ada muntah. Nafsu makan dirasa berkurang
dan berat badan dirasakan turun.
Pasien tidak merasakan nyeri kepala dan pusing.
BAB baik, konsistensi lunak, BAK lancar, berwarna kuning.
Riwayat penyakit sebelumnya :
 Riwayat keluhan yang sama sebelumnya disangkal
 Riwayat Hipertensi (-)
 Riwayat Diabetes Melitus (-)

10
 Riwayat Penyakit Jantung (-)
 Riwayat Merokok (-)
Pada pemeriksaan fisis didapatkan sakit sedang, gizi cukup, compos mentis.
Tekanan darah : 130/80 mmHg, nadi: 84 x/menit, reguler Pernapasan : 24 x/menit, tipe
thoracoabdominal, suhu axilla: 36,90C. tidak ada anemia, nyeri ulu hati tidak ada, hepar
tidak teraba.
Hasil pemeriksaan laboratorium: WBC : 10,58 x 103/uL, RBC : 4,08 x 106/uL,
HGB : 10,9 g/dl, PLT : 493 x 103/uL, HCT : 32,0 %, SGOT 64, SGPT 29, Ureum :
28, Kreatinin : 0,9, GDS 88, Albumin 2,92.
Hasil pemeriksaan dahak SPS didapatkan negatif, pewarnaan gram didapat pus
coccus positif.
Hasil pemeriksaan rontgen thorax menunjukkan gambaran KP duplex dengan
effusi pleura dextra, mengarah ke TB paru
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisis dan pemeriksaan penunjang, maka
pasien ini kami diagnosis dengan TB Paru kasus baru rhonki positif BTA negatif dengan
DD CAP.

11
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Tuberkulosis paru adalah suatu penyakit yang menyerang jaringan paru
disebabkan infeksi basil Mycobacterium tuberculosis (M. tuberculosis).1

2.2 Epidemiologi
Tuberkulosis (TB) merupakan masalah kesehatan dunia yang penting khususnya
di negara berkembang. Pada bulan Maret tahun 1993 World Health Organization
(WHO) telah mendeklarasikan tuberkulosis sebagai “Global Health Emergency”.
Berdasarkan laporan Penanggulangan TB Global yang dikeluarkan oleh WHO pada
tahun 2007, angka insidensi TB pada tahun 2007 mencapai 555.000 kasus (256
kasus/100.000 penduduk), dan 46% diantaranya diperkirakan merupakan kasus baru.
Asia termasuk kawasan dengan penyebaran tuberkulosis (TB) tertinggi di dunia sebesar
33%. Setiap 30 detik, ada satu pasien di Asia meninggal dunia akibat penyakit ini.2,3,4

Indonesia adalah negara dengan prevalensi TB ke-3 tertinggi di dunia setelah Cina
dan India Perkiraan kejadian BTA positif di Indonesia adalah 266.000 kasus tahun 1998.
TB menempati peringkat nomor 3 sebagai penyebab kematian teringgi di Indonesia
setelah penyakit jantung dan penyakit pernafasan akut pada seluruh kalangan usia.2

2.3 Etiologi
Mikobakterium tipe humanus dan tipe bovinus adalah mikobakterium yang paling
banyak menyebabkan penyakit tuberkulosis. Kuman ini berbentuk batang, bersifat
aerob, dinding sel mengandung; lipid, fosfatida polisakarida, tuberkulo protein, mudah
mati pada air mendidih (5 menit pada suhu 800C, dan 20 menit pada suhu 600C), dan
apabila terkena sinar ultraviolet (matahari). Basil tuberkulosis tahan hidup berbulan-
bulan pada suhu kamar dan ruangan yang lembab. Ia mempunyai sifat khusus yaitu tahan
terhadap asam pada pewarnaan, oleh karena itu disebut pula sebagai Basil Tahan Asam
(BTA).1,4,5

2.4 Cara Penularan


Penularan penyakit ini melalui inhalasi droplet khususnya yang didapat dari pasien
TB paru dengan batuk berdarah atau berdahak yang mengandung BTA positif. Pada

12
waktu batuk atau bersin, penderita menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk droplet
(percikan Dahak). Orang dapat terinfeksi kalau droplet tersebut terhirup kedalam saluran
pernapasan. Dalam 1 tahun, 1 penderita TB BTA positif menularkan 10-15 orang.
Selama kuman TB masuk kedalam tubuh manusia melalui pernapasan, kuman TB
tersebut dapat menyebar dari paru kebagian tubuh lainnya, melalui sistem peredaran
darah, sistem saluran limfe, salura napas,atau penyebaran langsung kebagian-bagian
tubuh lainnya.1,5,6

Risiko mendapat infeksi Mycobacterium tuberculosis ditentukan terutama oleh


faktor-faktor eksogen :3

a. Kontak dengan penderita BTA positif (seberapa dekat dan seberapa lama)
b. Lingkungan tempat kontak (lingkungan yang padat dan ventilasi ruang yang buruk)
Sedangkan faktor-faktor endogen :3

a. Daya tahan tubuh


b. Usia
c. Penyakit penyerta (infeksi HIV, silikosis, limfoma, leukemia, malnutrisi, gagal
ginjal
kronis,

diabetes melitus, orang dengan terapi imunosupresif dan hemophilia)


Gambar 2.1 Faktor risiko kejadian tuberculosis paru 2

13
2.5 Patogenesis
2.5.1 Tuberkulosis Primer
Infeksi primer terjadi saat seseorang terpapar pertama kali dengan kuman TB.
Droplet yang terhirup sangat kecil ukurannya, sehingga dapat melewati sistem
pertahanan mukosillier bronkus, dan terus berjalan ke alveolus dan menetap di sana. Bila
kuman menetap di jaringan paru, berkembang biak dalam sitoplasma makrofag. Di sini
kuman dapat terbawa masuk ke organ tubuh lainnya. Kuman yang bersarang di jaringan
paru akan berbentuk sarang tuberkulosis pneumonia kecil dan disebut kompleks primer
atau fokus Ghon. Kompleks primer ini dapat terjadi di setiap bagian jaringan paru.
Waktu antara terjadinya infeksi sampai pembentukan kompleks primer adalah 3-8
minggu.1-4

Adanya infeksi dapat dibuktikan dengan terjadinya perubahan reaksi tuberkulin


dari negatif menjadi positif. Kelanjutan setelah infeksi primer tergantung kuman yang
masuk dan besarnya respon daya tahan tubuh (imunitas seluler). Pada umumnya reaksi
daya tahan tubuh tersebut dapat menghentikan perkembangan kuman TB. Meskipun
demikian, ada beberapa kuman akan menetap sebagai kuman persisten atau dormant
(tidur). Kadang-kadang daya tahan tubuh tidak mampu menghentikan perkembangan
kuman, akibatnya dalam beberapa bulan, yang bersangkutan akan menjadi penderita
Tuberkulosis.3,4,6

Kompleks primer tersebut selanjutnya dapat menjadi:2

1. Sembuh sama sekali tanpa meninggalkan cacat. Ini yang paling sering terjadi.
2. Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas berupa garis-garis fibrotik, kalsifikasi
di hilus dan 10% diantaranya dapat terjadi reaktivasi lagi karena kuman yang
dormant.
3. Berkomplikasi dan menyebar secara :
a. Per kontinuitatum, yakni menyebar kesekitarnya
b. Secara bronkogen pada paru yang bersangkutan maupun paru di sebelahnya.
Kuman ini juga tertelan bersama sputum dan ludah sehingga menyebar ke usus.
c. Secara hematogen, ke organ tubuh lainnya
d. Secara limfogen.

14
2.5.2 Tuberkulosis Post Primer (Sekunder)
Kuman yang dormant pada tuberkulosis primer akan muncul bertahun-tahun
kemudian sebagai infeksi endogen menjadi tuberkulosis dewasa (tuberkulosis post
primer = TB pasca primer = TB sekunder). Mayoritas reinfeksi mencapai 90%.
Tuberkulosis sekunder terjadi karena imunitas menurun seperti malnutrisi, alkohol,
penyakit maligna, diabetes, AIDS dan gagal ginjal. Tuberkulosis pasca primer ini
dimulai dari sarang dini yang berlokasi di regio atas paru (bagian apikal-posterior lobus
superior atau inferior). Invasinya adalah ke daerah parenkim paru-paru dan tidak ke
nodus hiler paru. Sarang dini ini mula-mula juga berbentuk sarang pneumonia kecil.
Dalam 3-10 minggu sarang ini menjadi tuberkel yakni suatu granuloma yang terdiri dari
sel-sel histiosit dan sel Datia-Langhans yang dikelilingi oleh sel-sel limfosit dan
berbagai jaringan ikat.1-4

Sarang dini pada tuberkulosis sekunder ini akan mngikuti salah satu jalan sebagai
berikut:2-4

1. Direabsorbsi kembali dan sembuh tanpa meninggalkan cacat.


2. Sarang tersebut akan meluas dan segera terjadi proses penyembuhan dengan
serbukan jaringan fibrosis. Selanjutnya akan terjadi pengapuran dan akan sembuh
dalam bentuk perkapuran. Sarang tersubut dapat menjadi aktif kembali dengan
membentuk jaringan keju dan menimbulkan kavitas bila jaringan keju dibatukkan
keluar.
3. Sarang tersebut meluas, membentuk jaringan keju. Kavitas akan muncul dengan
dibatukkannya jaringan keju keluar. Kavitas awalnya berdinding tipis, kemudian
dindinganya akan menjadi tebal (kavitas sklerotik).
Kavitas tersebut akan menjadi:

a. Meluas kembali dan menimbulkan sarang baru.


b. Memadat dan membungkus diri (enkapsulasi), dan disebut tuberkuloma.
Tuberkuloma dapat mengapur dan sembuh, dan mungkin aktif kembali, mencair
lagi dan terus menjadi kavitas lagi.
c. Bersih dan menyembuh yang disebut open healed cavity, atau kavitas
menyembuh dengan membungkus diri dan akhirnya mengecil. Kemungkinan
berakhir sebagai kavitas yang terbungkus dan menciut sehingga kelihatan
seperti bintang.

15
2.6 Klasifikasi
TB paru diklasifkasikan atas:2,7

a. Berdasarkan hasil pemeriksaan dahak (BTA)


1. TB paru BTA(+)
2. TB paru BTA (-)
b. Berdasarkan lokasi
1. TB paru
2. TB extra paru
c. Berdasarkan tipe pasien
1. Kasus baru, bila pasien belum pernah mendapat pengobatan dengan OAT atau
sudah pernah menelan obat kurang dari satu bulan.
2. Kasus relaps (kambuh), bila pasien sebelumnya pernah mendapat pengobatan TB
dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap, kemudian kembali lagi
berobat dengan hasil pemeriksaan sputum BTA (+).

16
3. Kasus defaulted atau drop out , bila pasien telah menjalani pengobatan ≥ 1 bulan
dan tidak mengambil obat 2 bulan berturut-turut atau lebih sebelum masa
pengobatan selesai.
4. Kasus gagal, bila pasien BTA positif yang masif tetap positif atau kembali positif
pada akhir bulan ke 5 atau akhir pengobatan.
5. Kasus kronik, bila pasien dengan hasil pemeriksaan BTA masih positif setelah
selesai pengobatan ulang dengan pengobatan kategori 2 dengan pengawasan yang
baik.
6. Kasus bekas TB, bila hasil pemeriksaan BTA negatif dan gambaran radiologi paru
menunjukkan lesi TB yang tidak aktif.

2.7 Gejala Klinis


Gejala klinis tuberkulosis dapat dibagi menjadi dua golongan, yaitu gejala lokal
(repiratorik) dan gejala sistemik.

a. Gejala Respiratorik2,3,8

Gejala respiratorik ini sangat bervariasi, dari mulai tidak ada gejala sampai gejala
yang cukup berat tergantung dari luas lesi.

1. Batuk
Batuk baru timbul apabila proses penyakit telah melibatkan bronkus. Batuk ≥
2 minggu dan mula-mula terjadi oleh karena iritasi bronkus, selanjutnya akibat
adanya peradangan pada bronkus batuk akan menjadi produktif. Batuk produktif
ini berguna untuk membuang produk-produk ekskresi peradangan. Dahak dapat
bersifat mukoid atau purulen.

2. Batuk darah
Batuk darah terjadi akibat pecahnya pembuluh darah. Berat dan ringannya
batuk darah yang timbul tergantung dari besar kecilnya pembuluh darah yang
pecah. Batuk darah tidak selalu timbul akibat pecahnya aneurisma pada dinding
kavitas, juga dapat terjadi karena ulserasi pada mukosa bronkus. Batuk darah
inilah yang paling sering membawa penderita berobat ke dokter.

17
3. Nyeri dada
Gejala ini jarang ditemukan. Nyeri dada timbul bila infiltrasi radang sudah
sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis. Terjadi gesekan kedua pleura
sewaktu pasien menarik/melepaskan nafasnya.

4. Wheezing
Terjadi karena penyempitan lumen endobronkus yang disebabkan oleh sekret,
peradangan, jaringan granulasi dan ulserasi.

5. Dispneu
Gejala ini ditemukan pada penyakit yang lanjut dengan kerusakan paru yang
cukup luas. Pada awal penyakit gejala ini tidak pernah didapatkan.

b. Gejala sistemik-4,8,9

1. Demam

Demam merupakan gejala pertama dari TB paru, biasanya subfebril, mirip


demam influenza yang segera mereda. Tergantung dari daya tahan tubuh dan
virulensi kuman, serangan demam yang berikut dapat terjadi setelah 3 bulan, 6 bulan,
9 bulan (multiplikasi 3 bulan). Demam dapat mencapai suhu tinggi yaitu 40-41°C.

2. Keringat malam

Keringat malam bukanlah gejala yang patognomonis untuk penyakit


tuberkulosis paru. Keringat malam umumnya baru timbul bila proses telah lanjut,
kecuali pada orang-orang dengan vasomotor labil, keringat malam dapat timbul lebih
dini.

3. Malaise dan nafsu makan berkurang

Tuberkulosis bersifat radang menahun sehingga dapat terjadi rasa tidak enak
badan, pegal-pegal, nafsu makan berkurang, badan makin kurus, sakit kepala dan
mudah lelah.

4. Gangguan Menstruasi

Terjadi pada proses tuberkulosis paru sudah menjadi lanjut.

18
2.8 Diagnosis
Diagnosis tuberkulosis paru dibuat atas dasar1,3,4,8:

a. Anamnesa
Dari anamnesa didapatkan keluhan pasien berupa keluhan respiratorik dan keluhan
sistemik.

b. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan pertama terhadap keadaan umum pasien mungkin ditemukan
konjungtiva dan kulit yang pucat karena anemia, suhu demam subfebris, badan kurus
atau berat badan menurun.

Dasar kelainan anatomis tuberkulosis paru terletak pada lobuli, jadi meliputi
alveoli dan beberapa bronkiolus terminalis. Tanda-tanda dini berupa konsolidasi serta
didapatkan sekret dibronkus kecil. Karena proses menjalar pelan-pelan dan menahun,
maka biasanya penderita datang dengan keadaan yang sudah lanjut sehingga kelainan
fisik mudah diketahui, berupa:

- Kelainan parenkim yaitu konsolidasi, fibrosis, atelektasis, dan/atau kerusakan


parenkim dengan sisa suatu kavitas.
- Kelainan saluran pernafasan : berupa radang dari mukosa disertai dengan
penyempitan maupun penimbunan sekret.
- Kelainan pleura : oleh karena proses terletak dekat pleura, maka hampir selalu
terjadi reaksi pleura berupa penabalan atau nyeri pleura.
Konsolidasi dan fibrosis pada parenkim paru dengan saluran pernafasan yang
masih terbuka akan meningkatkan penghantaran getaran suara sehingga fremitus
suara meningkat. Suara nafas menjadi bronko-vesikuler atau bronkial, didapatkan
bronkofoni atau suara bisik yang disebut whispered pectoraliloque.

Sekret yang berada didalam bronkus akan menyebabkan suara tambahan


berupa ronki basah. Suara ronki kasar atau halus tergantung dari tempat sekret
berada. Penyempitan saluran pernafasan menimbulkan ronki kering, dan
penyempitan ini disertai kavitas dapat terdengar suara yang disebut hallow sound
sampai amforik.

c. Pemeriksaan laboratorium
 Sputum

19
Sputum dijadikan tanda yang patognomonis, dengan ditemukannya kuman
BTA, diagnosis tuberkulosis sudah dapat dipastikan. Di samping itu pemeriksaan
sputum juga dapat memberikan evaluasi terhadap pengobatan yang sudah
diberikan. BTA dari sputum bisa juga didapat dengan cara bilasan bronkus, jaringan
paru, pleura, cairan pleura, cairan lambung, jaringan kelenjar, cairan serebrospinal,
urin dan tinja. Hal ini sering dikerjakan pada anak-anak karena mereka sulit
mengeluarkan dahaknya. Bila sputum sudah didapat, kuman BTA pun kadang-
kadang sulit ditemukan. Kuman baru dapat ditemukan bila bronkus yang terlibat
proses penyakit ini terbuka ke luar. Cara pengambilan sputum yaitu 3 kali (sewaktu-
pagi-sewaktu). Pembacaan hasil pemeriksaan sediaaan sputum dilakukan dengan
menggunakan skala International Union Against Tuberkulosis and Lung Disease
(IUATLD), sebagai berikut:

a. Tidak ditemukan BTA dalam 100 lapang pandang, disebut negatif


b. Ditemukan 1-9 BTA dalam 100 lapang pandang, ditulis jumlah kuman yang
ditemukan.
c. Ditemukan 10-99 BTA dalam 100 lapang pandang, disebut + (1+)
d. Ditemukan 1-10 BTA dalam 1 lapang pandang disebut ++ (2+), minimal dibaca
50 lapang pandang.
e. Ditemukan >10 BTA dalam 1 lapang pandang, disebut +++ (3+), minimal
dibaca 20 lapang pandang.
Hasil pemeriksaan dikatakan positif bila apabila sedikitnya 2 dari 3
spesimen SPS hasilnya positif. Bila hanya 1 spesimen yang positif perlu
diadakan pemeriksaan lebih lanjut yaitu pemeriksaan rontgen dada atau
pemeriksaan sputum SPS diulang.

 Darah
Pemeriksaan darah tidak dapat digunakan sebagai pegangan untuk menyokong
diagnosis TB paru, karena hasil pemeriksaan darah tidak menunjukkan gambaran
yang khas. Tapi gambaran darah kadang-kadang dapat membantu menentukan
aktivitas penyakit.

- Laju endap darah


Laju endap darah sering meningkat pada proses aktif, tetapi laju endap
darah yang normal tidak dapat mengesampingkan proses tuberkulosis aktif.

20
- Leukosit
Jumlah leukosit dapat normal atau sedikit meningkat pada proses yang
aktif.

- Hemoglobin
Pada penyakit tuberkulosis berat sering disertai dengan anemi derajat
sedang. Bersifat normositik dan sering disebabkan defisiensi besi.

 Tes tuberkulin
Tes tuberkulin hanya menyatakan apakah seseorang individu sedang atau
pernah mengalami infeksi M. Tuberculosa, M. Bovis, vaksinasi BCG dan
Mycobacteria patogen lainnya.

d. Pemeriksaan Radiologis
Pemeriksaan standar ialah foto thoraks PA. Pada pemeriksaan foto toraks,
tuberkulosis dapat memberi gambaran bermacam-macam bentuk (multiform).
Gambaran radiologi yang dicurigai sebagai lesi TB aktif1 :

- Bayangan berawan / nodular disegmen apikal dan posterior lobus atas paru dan
segmen superior lobus bawah paru.

- Kaviti, terutama lebih dari satu, dikelilingi oleh bayangan opak berawan atau
nodular.

- Bayangan bercak milier

- Efusi pleura unilateral (umumnya) atau bilateral (jarang)

Gambaran radiologi yang dicurigai lesi TB inaktif :

- Fibrotik

- Kalsifikasi

- Schwarte atau penebalan pleura

Luas lesi yang tampak pada foto toraks untuk kepentingan pengobatan dapat
dinyatakan sebagai berikut:

21
- Lesi minimal, bila proses mengenai sebagian dari satu atau dua paru dengan luas
tidak lebih dari sela iga 2 depan, serta tidak dijumpai kavitas

- Lesi luas, bila proses lebih luas dari lesi minimal.

2.9 Diagnosis Banding


Pada proses paru minimal sebagai diagnosis banding adalah simple
bronchopneumonia, kanker paru stadium dini, dan pneumonia lobaris. Pada proses
tuberkulosis menahun perlu diingat bahwa ada penyakit paru non tuberkulosis yang
bersifat menahun, seperti bronkiektasis, bronkitis, emfisema dan kanker paru.4,8

a. Simple bronkopneumonia1
Terdapat pada bronkiolus dan bronkus. Disebabkan oleh streptococcus,
hemophilus influenza, koliform dan jamur. Sering ditandai dengan septikemia,
demam dan kurang kesadaran. Juga terdapat bercak-bercak konsolidasi.1
b. Pneumonia lobaris1
Disebabkan oleh streptococcus pneumonia. Disertai dengan keluhan batuk, nyeri
dada, demam,dan sputum purulen. Pneumonia lobaris mengenai seluruh lobus.1
c. Kanker paru stadium dini1
Tidak ada stadium batuk berdarah. Ditemukan gambaran patologis ditemukan
sel neoplasma.1
d. Bronkitis1
Ditandai dengan keluhan batuk, dyspneu dan takypneu. Biasanya disebabkan
oleh virus (hemophilus influenza) dan bakteri (streptococcus pneumonia).1

Diagnosis banding TB dengan Ca paru dan aspergilosis

CA paru4 ASPERGILOSIS7

Etiologi -Merokok. (Hidrokarbon - Aspergillus fumigatus dan Aspergillus


karsinogenik telah ditemukan dalam flavus adalah penyebab paling umum
ter dari tembakau rokok), dari aspergillosis pada manusia, walau
spesies lain dapat juga sebagai
-radiasi(cth: penambang kobalt
penyebab. Aspergillus fumigatus
adanya bahan radioaktif dalam
menyebabkan banyak kasus bola jamur
bentuk radon)
di paru-paru

22
- Polusi udara - jamur dengan hifa berseptum yang
berdiameter 2-4 µm
- Genetik(Terdapat perubahan/
mutasi beberapa gen yang berperan - riwayat penyakit paru kronis
dalam kanker paru) sebelumnya seperti :
tuberculosis,sarkoidosis,bronkiektasis.
-Kanker paru akibat kerja

- Diet( bahwa rendahnya konsumsi


betakaroten, seleniumdan vitamin A
menyebabkan tingginya resiko
terkena kanker paru)

Patofisio -Dari etiologi yang menyerang - infeksi di tandai oleh invasi hifa
logi percabangan segmen/ sub bronkus kedalam pembuluh darah  kemudian
menyebabkan cilia hilang dan dapat menimbulkan percabangan
deskuamasi sehingga terjadi bronkus yang rusak,kista pulmonalis
pengendapan atau pembentukan kavitas seperti bola-
karsinogenmetaplasia,hyperplasia bola hifa di dalam kista atau kavitas.
dan displasia. Bila lesi perifer yang
disebabkan oleh metaplasia,
hyperplasia dan displasia menembus
ruang pleura, biasa timbul efusi
pleura, dan bisa diikuti invasi
langsung pada kosta dan korpus
vertebra, khususnya pada hati.
Kanker paru dapat bermetastase ke
struktur – struktur terdekat seperti
kelenjar limfe, dinding esofagus,
pericardium, otak, tulang rangka.

Manifest 1. Batuk yang terus menerus 1. tidak enak badan


asi klinis atau menjadi hebat. 2. demam
2. Dahak berdarah, berubah 3. sesak nafas
warna dan makin banyak. 4. dada sakit
5. wheezing

23
3. Napas sesak dan pendek- 6. batuk dengan dahak yang
pendek. purulen dan batuk darah.
4. Sakit kepala, nyeri atau retak
tulang dengan sebab yang
tidak jelas.
5. Kelelahan kronis
6. Kehilangan selara makan
atau turunnya berat badan
tanpa sebab yang jelas.
7. Suara serak/parau.
8. Pembengkakan di wajah atau
leher

Pengoba - Tujuan pengobatan kanker dapat -pada kasus ini di gunakan pengobatan
tan berupa : mikosis sistemik :
a. Kuratif
1. obat amfoterisin B deoksilat
Memperpanjang masa bebas
dengan dosis ( 0,7-
penyakit dan meningkatkan angka
1,0/mg/kg/hari
harapan hidup pasien.
2. obat itrakonasol oral ( 200
b. Paliatif.
mg/hari 2 x sehari untuk 4 dosis
Mengurangi dampak kanker,
) selama 6-12 minggu.
meningkatkan kualitas hidup..
3. obat varikonasol ( 6 mg/kg 2 x
c. Supotif.
sehari untuk 2 dosis )
Menunjang pengobatan kuratif,
4. koloidal dispersi ( 6 mg/kg
paliatif dan terminal sepertia
sehari )
pemberian nutrisi, tranfusi darah dan
komponen darah, obat anti nyeri dan
anti infeksi.

d. . Pembedahan.
Tujuan pada pembedahan kanker
paru sama seperti penyakit paru lain,
untuk mengankat semua jaringan
yang sakit sementara

24
mempertahankan sebanyak mungkin
fungsi paru – paru yang tidak
terkena kanker.
1. Toraktomi eksplorasi.
Untuk mengkomfirmasi diagnosa
tersangka penyakit paru atau toraks
khususnya karsinoma, untuk
melakukan biopsy.
2. Pneumonektomi pengangkatan
paru).
3. Lobektomi (pengangkatan lobus
paru).
Karsinoma bronkogenik yang
terbatas pada satu lobus,.
4. Resesi segmental.
Merupakan pengankatan satu atau
lebih segmen paru.

2.10 Penatalaksanaan
Pengobatan tuberkulosis ditujukan untuk menyembuhkan penderita, mencegah
kekambuhan dan menurunkan tingkat penularan. Pengobatan dibagi menjadi 2 fase yaitu
fase intensif dan fase lanjutan:1-4,6

a. Tahap intensif
Penderita mendapat obat setiap hari, awasi langsung. Bila pengobatan tahap intensif
diberikan secara tepat, biasanya penderita menular menjadi tidak menular dalam 2
minggu. Sebagian besar penderita BTA positif akan menjadi negatif pada akhir
pengobatan

b. Tahap lanjutan
Paduan obat yang digunakan terdiri dari panduan obat utama dan obat tambahan.

1. Jenis obat utama (lini 1) yang digunakan adalah:

25
a. Isoniazid (INH), bersifat bakterisid, dapat membunuh 90% populasi kuman dalam
beberapa hari pertama pengobatan.

b. Rifampisin, bersifat bakterisid, dapat membunuh kuman semi dorman yang tidak
dapat dibunuh INH.

c. Prazinamid, bersifat bakterisid, dapat membunuh kuman yang berada dalam sel
dengan suasana asam.

d. Streptomisin, bersifat bakterisid.

e. Ethambutol, bersifat bakteriostatik.

2. Jenis obat tambahan lainnya (lini 2) :


- Kanamisin

- Amikasin

- Kuinolon

- Obat lain masih dalam penelitian yaitu makrolid dan amoksilin + asam klavulanat

Obat-obatan tersebut tersedia dalam kemasan obat tunggal dan obat kombinasi (Fixed
Dose Combination/FDC). FDC direkomendasikan bila tidak dilakukan pengawasan
menelan obat.6

Program Nasional Penanggulangan TB paru di Indonesia menggunakan paduan


OAT:2

1. Kategori I (2HRZE/4H3R3)
Diberikan untuk penderita baru TB paru BTA positif, TB paru BTA negatif rontgen
positif yang sakit berat, dan penderita TB paru ekstra paru berat.

2. Kategori II (2HRZES/HRZE/5H3R3E)
Diberikan untuk penderita kambuh (relaps), penderita gagal (failure) dan penderita
dengan pengobatan lalai (drop out).

3. Kategori III (2HRZ/4H3R3)

26
Diberikan untuk penderita baru BTA negatif dan rontgen positif sakit ringan, pasien
ekstra paru ringan yaitu limfadenitis TB, TB kulit, TB tulang (kecuali tulang
belakang), sendi dan kelenjar adrenal.

4. Obat sisipan (HRZE)


Bila pada akhir tahap intendif pengobatan penderita baru BTA positif dengan kategori
I atau penderita BTA positif pengobatan ulang dengan kategori II hasil pemeriksaan
dahak masih BTA positif.

Dosis OAT yaitu:3

Dosis Kategori 1 (2HRZE/4H3R3)


TAHAP INTENSIF TAHAP LANJUTAN*
BB SELAMA 2 BULAN SELAMA 4 BULAN
PENDERITA TIAP HARI TIAP HARI* 3 X SEMINGGU*
( Kg ) TABLET 4FDC TABLET 2FDC TABLET 2FDC
R150+H75+Z400+E275 R150+H75 R150+H150

30 -37 2 TABLET 2 TABLET 2 TABLET

38 - 54 3 TABLET 3 TABLET 3 TABLET

55 - 70 4 TABLET 4 TABLET 4 TABLET

> 71 5 TABLET 5 TABLET 5 TABLET

KETERANGAN: 1 BULAN = 28 HARI.


UTK TAHAP LANJUTAN, PILIH SALAH SATU CARA PEMBERIAAN,
APAKAH TIAP HARI ATAU 3 KALI SEMINGGU.
Dosis Kategori 2 (2HRZES/HRZE/5H3R3E3)
TAHAP INTENSIF TAHAP
BERAT SELAMA 3 BULAN LANJUTAN
BADAN TIAP HARI TIAP HARI 3 X SEMINGGU
2 BULAN 1 BULAN SELAMA 5 BULAN

30 - 37 Kg 2 Tab 4FDC 2 Tab 4FDC 2 Tab 2FDC


+ 2 ml Strepto + 2 Tab Etamb

38 - 54 Kg 3 Tab 4FDC 3 Tab 4FDC 3 Tab 2FDC


+ 3 ml Strepto +3 Tab Etamb

55 - 70 Kg 4 Tab 4FDC 4 Tab 4FDC 4 Tab 2FDC


+ 4 ml Strepto +4 Tab Etamb
2.11 Komplikasi
> 70 Kg 5 Tab 4FDC 5 Tab 4FDC 5 Tab 2FDC
+ 4 ml Strepto +5 Tab Etamb

27
Penyakit tuberkulosis paru bila tidak ditangani dengan benar akan menimbulkan
komplikasi, yang dibagi atas:2

- Komplikasi dini : pleuritis, efusi pleura, empiema, dan laringitis

- Komplikasi lanjut: obstruksi jalan nafas (SOPT : Sindrom Obstruksi Paska


Tuberkulosis), kerusakan parenkim berat, fibrosis paru, kor pulmonal, sindrom gagal
nafas, yang sering terjadi pada TB milier dan kavitas TB.

Adapun komplikasi lainnya yaitu Hemoptitis adalah peredaran dari saluran nafas
yang dapat mengakibatkan kematian karena syok hipovolemik atau tersumbatnya jalan
nafas Kolaps dari lobus akibat retraksi bronchial, sehingga terjadi ketidak mampuan
menampung atau menyimpan oksigen dari lobus. Pneumotorak adalah adanya udara
dalam rongga pleura. Penyebabnya adalah tekanan pneumotorak udara dalam membran
berada dalam tekanan yang lebih tinggi dari udara dalam paru-paru yang berdampingan
dan pembuluh darah, sehingga kapasitas oksigen yang dihirup hanya sebagian.1

Bronkiektasis adalah endapan nanah pada bronkus setempat karena terdapat infeksi
pada bronkus. Penyebab nya yaitu kerusakan yang berulang pada dinding bronchial dan
keadaan abnormal dari jaringan penghilang mucus mengakibatkan rusaknya jaringan
yang menuju saluran nafas. Fibrosis adalah pembentukan jaringan ikat pada proses
penyembuhan. Penyebaran infeksi ke organ lain seperti Otak, tulang, persendian, ginjal,
dan yang lain. Insufisiensi kardio pulmonal atau penurunan fungsi jantung dan paru-paru
sehingga kadar oksigen dalam darah rendah.1

11. Pencegahan

a. Terhadap Infeksi tuberkulosis4

1. Pencegahan terhadap sputum yang infeksius

- bila batuk, mulut ditutup

- Isolasi penderita dan mengobati penderita

- Ventilasi harus baik, kepadatan penduduk dikurangi.

- Jangan sembarangan membuang dahak bila batuk

28
2. Pasteurisasi susu sapi dan membunuh hewan yang terinfeksi oleh Mikobakterium
bovis akan mencegah tuberkulosis bovin pada manusia

b. Meningkatkan daya tahan tubuh1,4

1. Memperbaiki standar hidup

2. Usahakan peningkatan kekebalan tubuh dengan vaksinasi BCG Imunisasi BCG


diberikan dibawah usia 2 bulan, jika baru diberikan setelah usia 2 bulan, disarankan tes
Mantoux dahulu. Vaksinasi dilakukan bila hasil tes tersebut negatif.

12. Standar Internasional Penanganan Tuberkulosis7

Enam Standar Diagnosis yaitu :


Standar 1
Setiap individu dengan batuk produktif selama 2-3 minggu atau lebih yang tidak dapat
dipastikan penyebabnya harus dievaluasi untuk TB.
Standar 2
Semua pasien yang diduga menderita TB paru, (dewasa, remaja, dan anak-anak yang
dapat mengeluarkan dahak) harus menjalani pemeriksaan dahak secara mikrokopis sekurang-
kurangnya 2 kali dan sebaiknya 3 kali. Bila kemungkinan minimal 1 kali pemeriksaan dahak
pagi hari.
Standar 3
Semua pasien yang diduga menderita TB ekstra paru (dewasa, remaja dan anak) harus
menjalani pemeriksaan spesimen yang didapat dari lokasi kelainan yang dicurigai. Bila fasilitas
dan sumber daya tersedia, sebaiknya dilakukan juga pemeriksaan biakan dan histopalagi.
Standar 4
Semua individu dengan gambaran foto toraks yang dicurigai TB harus menjalani
pemeriksaaan dahak secara mikrobiologi
Standar 5
Diagnosis TB paru BTA negatif harus berdasarkan kriteria berikut: paling kurang 3 kali
pemeriksaan hasilnya negatif (termasuk minimal 1 kali dahak pagi hari), foto toraks
menunjukkan gambaran TB, tidak ada respon terhadap pemberian antibiotik spektrum luas
(catatan: pemakaian fluorokuinolon sebaiknya dihindari karena mempunyai efek melawan
Mycobacterium tubercolosis yang dapat menyebabkan perbaikan sesaat pada individu dengan

29
tuberkulosis). Pada pasien dengan atau diduga HIV, evaluasi diagnostik tersebut di atas harus
dilakukan sesegera mungkin.
Standar 6
Diagnosis TB intratoraks (paru, pleura, kelenjar getah bening hilus/mediastinal) pada
anak dengan gejala TB dan BTA negatif sebaiknya berdasarkan foto toraks yang sesuai dengan
TB, adanya riwayat kontak dengan pasien TB menular atau bukti adanya infeksi TB (uji
tuberkulin/interferon gamma release assay positif). Pada pasien tersebut dilakukan
pemmeriksaan biakan dari spesimen dahak (yang berasal dari batuk, bilasan lambung atau
induksi dahak).

Sembilan Standar Pengobatan


Standar 7
Setiap dokter yang mengobati pasien TB harus menyadari pentingnya tanggung jawab
terhadap kesehatan masyarakat. Untuk memenuhi tanggung jawab ini, dokter tidak hanya
memberikan panduan obat yang sesuai tetapi juga harus memantau kepatuhan berobat
sekaligus menemukan kasus-kasus yang tidak patuh terhadap pengobatan. Dengan melakukan
hal tersebut petugas dapat menjamin kepatuhan hingga pengobatan selesai.
Standar 8
Semua pasien (termasuk ODHA) yang belum pernah diobati sebelumnya, harus
diberikan paduan obat lini pertama yang disepakati secara internasional menggunakan obat
yang bioavailabilitinya sudah diketahui. Fase awal terdiri dari dari INH, Rifampisin,
Pirazinamid dan Etambutol diberikan selama 2 bulan. Fase lanjutan yang dilanjutkan yang
dianjurkan adalah INH dan Rifampisin yang diberikan selama 4 bulan. Pemberian INH dan
Etambutol selama 6 bulan merupakan panduan alternatif untuk fase lanjutan yang digunakan
bila kepatuhan pasien tidak dapat dinilai namun berkaitan dengan angka kegagalan dan
kekambuhan yang tinggi khususnya pada ODHA.
Dosis obat anti tuberkulosis ini harus sesuai dengan rekomendasi internasional. FDC
(Fixed Dose Combination) yang terdiri dari 2 obat (INH dan Rifampisin), 3 obat (INH,
Rifampisin, Pirazinamid) yang terdiri dari 4 obat (INH, Rifampisin, Pirazinamid dan
Etambutol) sangat dianjurkan khususnya bila tidak dilakukan pengawasan menelan obat.
Standar 9
Untuk menjaga dan menilai kepatuhan terhadap pengobatan perlu dikembangkan suatu
pendekatan yang terpusat kepada pasien berdasarkan kebutuhan pasien dan hubungan yang
saling menghargai antara pasien dan petugas Supervisi dan dukungan harus sensitif gender
30
dan kelompok usia tertentu serta sesuai dengan intervensi yang dianjurkan dan pelayanan
pendukung yang tersedia termasuk edukasi dan konseling pasien.
Elemen utama pada strategi yang terpusat kepada pasien adalah kegiatan yang
digunakan untuk menilai dan meningkatkan kepatuhan terhadap panduan pengobatan serta
dapat menangani bila terjadi ketidakpatuhan terhadap pengobatan. Kegiatan ini harus
dirancang secara individual sesuai dengan keadaan masing-masing individu dan dapat diterima
baik oleh pasien maupun petugas. Kegiatan-kegiatan dapat meliputi pengawasan menelan obat
secara langsung oleh PMO yang dapat diterima dan dapat dipertanggungjawabkan oleh pasien
dan sistem kesehatan.
Standar 10
Semua pasien harus dimonitor hasil pengobatannya. Penilaian terbaik pada pasien TB
paru adalah dengan pemeriksaan dahak ulang (2 kali) paling sedikit pada akhir fase awal (2
bulan), bulan kelima dan pada akhir pengobatan. Pasien dengan BTA positif dalam bulan
kelima pengobatan dianggap sebagai gagal pengobatan dan diberikan pengobatan dengan
modifikasi yang sesuai (lihat standar 14 dan 15).
Penilaian hasil pengobatan pada pasien TB ekstra paru dan anak-anak, paling sedikit
dinilai secara klinis. Penilaian dengan pemeriksaan foto toraks umumnya tidak diperlukan dan
mungkin menyesatkan (misleading).
Catatan tertulis mengenai semua obat yang diberikan, respon bakteriologik dan efek samping
obat harus terdokumentasi dan tersimpan secara baik untuk semua pasien.
Standar 11
Catatan tertulisnmengenainsemua obat yang diberikan, respon bakteriologik dan efek
samping obat haruss terdokumentasi dan tersimpan secara baik untuk semua pasien.
Standar 12
Pada daerah dengan angka prevalensi HIV yang tinggi pada populasi umum dengan
kemungkinan ko-infeksi TB-HIV, maka konseling dan testing HIV diindikasikan untuk seluruh
pasien TB sebagai bagian dari penatalaksanaan rutin. Pada daerah dengan prevalensi HIV
rendah, konseling dan testing HIV hanya diindikasikan pada pasien TB dengan keluhan dan
tanda-tanda yang diduga berhubungan dengan HIV dan pada pasien TB dengan riwayat risiko
tinggi terpajan HIV.
Standar 13
Semua pasien TB-HIV harus dievaluasikan untuk menentukan apakah mempunyai
indikasi untuk diberi terapi anti retroviral dalam masa pengobatan TB pengaturan untuk
memperoleh obat antiretroviral harus dilakukan pada pasien yang memenuhi indikasi. Dengan
31
adanya kompleksitas pemberian ARV dan OAT secara bersamaan maka dianjurkan untuk
berkonsultasi kepada dokter yang ahli di bidang tersebut sebelum memulai pengobatan TB dan
HIV tanpa mempertimbangkan penyakit yang muncul lebih dahulu. Meskipun demikian
pemberian OAT jangan sampai ditunda. Semua pasien TB-HIV harus mendapatkan
kotrimoksazol sebagai profilaksis untuk infeksi lainnya.
Standar 14
Penilaian terhadap kemungkinan resistensi obat harus dilakukan pada semua pasien
yang berisiko tinggi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya, pajanan terhadap kasus yang
sudah resisten dan prevalensi resistensi obat pada masyarakat. Pada pasien dengan
kemungkinan MDR, pemeriksaan biakan uji sensitifitas terhadap INH, Rifampisin dan
Etambutol harus dilakukan secar tepat.
Standar 15
Pasien TB dengan MDR harus diterapi dengan paduan khusus yang terdiri dari atas
obat-obatan lini kedua. Paling kurang diberikan 4 macam obat yang diketahui atau dianggap
sensitif dan diberikan paling sedikit selama 18 bulan. Untuk memastikan kepatuhan diperlukan
kegiatan yang berorientasi kepada pasien. Konsultasi dengan dokter yang berpengalaman
dalam pengobatan penderita dengan MDR harus dilakukan.
Dua Standar Tanggung Jawab Kesehatan Masyarakat
Standar 16
Semua petugas yang melayani pasien TB harus memastikan bahwa individu (terutama
anak usia dibawah 5 tahun dan ODHA) yang kontak erat dengan pasien TB harus dievaluasi
dan dilakukan penanganan sesuai dengan rekomendasi internasional. Anak dibawah usia 5
tahun dan ODHA yang kontak dengan kasus menular (penderita TB BTA positif) harus
dievaluasi baik untuk TB yang laten maupun yang aktif.
Standar 17
Semua petugas harus melaporkan semua kasus TB (kasus baru maupun kasus
pengobatan ulang) dan hasil pengobatannya kepada dinas kesehatan setempat sesuai dengan
ketentuan hukun dan kebijakan yang berlaku.

13 Prognosis8

a) Bila tidak menerima pengobatan spesifik (Grzybowski/1976)


 25 % akan meninggal dalam 18 bulan
 50 % akan meninggal dalam 5 tahun

32
 8-12,5 % akan menjadi chroni exeretor’s yang artinya mereka terus-menerus
mengeluarkan basil TB dalam sputumnya
 Sisanya akan mengalami kesembuhan spontan dengan bekas berupa proses
fibrotik dan perkapuran. Dapat pula kesembuhan berlangsung melalui resolusi
sempurna sehingga tidak meninggalkan bekas.
b) Bila diberikan pengobatan spesifik
 Bila pengobatan spesifik sesuai aturan sebenarnya (penyembuhan)
Pengobatan spesifik hanya bekerja membunuh basil TB saja, namun kelainan
paru yang sudah ada pada saat pengobatan spesifik dimulai (misal proses
fibrotik, kavitas dan lain-lain), tidak akan hilang. Penting diberikan pengobatan
secara spesifik sedini mungkin yaitu sebelum terjadi kerusakan paru yang
bersifat irreversibel.
 Bila pengobatan spesifik tidak memenuhi syarat
Basil TB yang tadinya sensitif terhadap obat-obat yang dipakai akan menjadi
resisten. Dengan begitu penderita sukar sembuh dan akan dapat menularkan
basil-basil yang resisten pada sekelilingnya. Hasil akhirnya, mereka yang ditulari
akan mendapatkan penyakit TB dengan basil-basil yang punya resistensi primer
terhadap beberapa tuberkulostatika yang semestinya masih relatif.

33
BAB III
PEMBAHASAN

Pasien masuk dengan keluhan utama batuk sejak satu minggu, berdahak dan
berlendir, memberat sejak satu hari terakhir dan nyeri di dada saat batuk. Pasien
mengeluhkan demam naik turun selama seminggu terakhir, namun tidak menggigil.
Pasien mengeluh mual namun tidak muntah, nafsu makan turun dan berat badan dirasa
menurun.
Pasien diberikan terapi O2 1-2 lpm jika perlu saat sesak, IVFD RL : NaCl 0,9%
14 tpm dengan drip aminophilin ½ ampul, inj. Zeftadin 3x1, inj. Vomizol 2x1, inj.
Lameson 3x1/2, nebul per 6 jam, per oral lactrin 3x1, codein 3x1, sistenol 3x1, Rifastar
0-0-III, BG 3x1 dan sohobion 1x1.
Pemberian O2 dimaksudkan untuk memperlancar masuknya oksigen ke dalam
sirkulasi darah juga membantu pasien meringankan sesak yang dialaminya.
Pemberian cairan NaCl 0,9% dimaksud untuk menjaga asupan cairan dan juga
nutrisi pasien yang tampak lemah dan kehilangan napsu makan.
Zeftadin (Ceftadizime) sebagai antibiotic golongan sefalosporin diberikan
apabila ada indikasi seperti infeksi bakteri gram positif dan gram negatif paling kuat
termasuk P. Aeruginosa, dan enterobacter, saluran napas (tuberculosis dan atipikal
mycobact), infeksi saluran kemih. Beberapa hal yang harus diperhatikan, seperti hindari
alkalinisasi urin berlebihan dan pastikan minum yang cukup untuk menghindari risiko
kristaluria; hati-hati pada pengendara kendaraan bermotor karena dapat menurunkan
kewaspadaan, efeknya meningkat bila diberi bersama alkohol. Adapun efek samping
dari ciprofloxacyn seperti ; flatulen, disfagi, pankreatitis, takikardia, hipotensi, udem,
kemerahan, berkeringat, gangguan dalam bergerak, tinnitus, vaskulitis, tenosinovitis,
eritema, haemorrhagic bullae, petekiae dan hiperglikemia; nyeri dan flebitis pada
tempat penyuntikan. Adapun dosis pemberian obatnya 1-6 gram/hari, dapat dibagi
pemberian tiap 8 jam.
Meta analisis terbaru menunjukkan bahwa pemberian kortikosteroid dapat
mengurangi mortalitas dari semua bentuk tuberkulosis (TBC) sebesar 17%, terlepas
dari kelompok organ yang terserang penyakit ini. Hal ini merupakan kesimpulan dari
meta-analisis yang dilakukan oleh Julia A. Critchley (Dphil, Division of Population
Health Sciences and Education, St. George's, University of London, United Kingdom)

34
Kodein merupakan analgesik agonis opioid (agonis opioid merupakan obat opioid
yang menyerupai morfin yang dapat mengaktifkan reseptor, tertama pada reseptor m,
dan mungkin pada reseptor k contoh ; morfin, papaveretum, petidin, fentanil, alfentanil,
sufentanil, remifentanil, kodein, alfaprodin). Efek kodein terjadi apabila kodein
berikatan secara agonis dengan reseptor opioid di berbagai tempat di susunan saraf
pusat. Efek analgesik kodein tergantung afinitas kodein terhadap reseptor opioid
tersebut.Kodein dapat meningkatkan ambang rasa nyeri dan mengubah reaksi yang
timbul di korteks serebri pada waktu persepsi nyeri diterima dari thalamus.Kodein juga
merupakan antitusif yang bekerja pada susunan saraf pusat dengan menekan pusat
batuk. Pemberian dengan dosis 10-20 mg, tiap 4 - 6 jam sesuai kebutuhan, maksimum
60 mg perhari.
Rifastar (kombinasi Rifampicin, isoniazid, pyrazinamide, dan ethambutol)
diberikan sebagai Obat Anti Tuberkulosis (OAT) pada pasien ini. Pemberian ini cocok
sebagai pemberian terapi untuk pasien TB paru kasus baru (menggunakan kategori I).

35
DAFTAR PUSTAKA

1. Raviglion MC, O’Brien RJ. Tuberculosis. In: Harrison’s Principles of internal medicine. 15th

Edition. USA: McGraw-Hill, 2001.

2. Bahar A, Amin Z. Tuberkulosis paru. Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid 2. Jakarta:

Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam FKUI, 2007. 988-993

3. Aditama TY, et al. Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan Tuberkulosis di Indonesia. Jakarta:

Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2006

4. Alsagaff H, Mukty A. Tuberkulosis paru. Dalam: Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Paru. Jakarta:

Airlangga, 2002. 73-108

5. Jawetz E, Melnick JL, Adelberg EA, Brooks GF, Butel JS, Ornston LN. Mikrobiologi Kedokteran,

Buku II Edisi I Jakarta: Salemba Medika, 2005.

6. Departemen Kesehatan RI. Buku Pedoman Program Penanggulangan Tuberkulosis.

http://www.tbcindonesia.or.id

7. WHO. Standar Internasional Penanganan Tuberkulosis. Jakarta: Departemen Kesehatan RI, 2006

8. Yunus F. Diagnosis Tuberkulosis. http://www.kalbe.co.id/files/cdk [Diakses 22 Oktober 2009]

9. Permatasari A. Pemberantasan Penyakit TB Paru dan Strategi DOTS.

http://www.Adln.lib.unair.ac.id/go.php.id=jiptunair

36

Anda mungkin juga menyukai