Oleh:
dr. Damar Gilang Utama
Pembimbing
dr. Laily Noviyani
1
BAB I
LAPORAN KASUS
I. Identitas Pasien
Nama : Ny. M
Jenis Kelamin : Perempuan
Tgl lahir / Umur : 01 – 07 – 1972 / 44 tahun
Alamat : Ds. Kalilikan RT 02/01 Kec. Astambul
No. Reg : 0-34-92-96
Tgl. Pemeriksaan : 23-12-2017
II. Subjektif
Anamnesis : Autoanamnesis
Keluhan Utama : Batuk-batuk
Anamnesis : Dialami sejak 7 hari yang lalu, terasa memberat sejak 1
hari yang lalu. Batuk berlendir, sejak ± 1 minggu, dengan lendir berwarna putih
kekuningan. Pasien merasa nyeri dada bila batuk.
Pasien mengeluh demam, sejak ± 1 minggu, naik turun, dan pasien tidak
menggigil. Riwayat demam sebelumnya juga diakui oleh pasien.
Pasien mengeluh mual sejak 7 hari yang lalu, namun tidak ada muntah. Nafsu
makan pasien dirasakan berkurang dan berat badan diraskan turun.
Pasien tidak merasakan nyeri kepala dan pusing.
BAB baik, konsistensi lunak, BAK lancar, berwarna kuning.
Riwayat penyakit sebelumnya :
Riwayat keluhan yang sama sebelumnya disangkal
Riwayat Hipertensi (-)
Riwayat Diabetes Melitus (-)
Riwayat Penyakit Jantung (-)
Riwayat Merokok (-)
2
III. Objektif
Keadaan umum : Sakit sedang / gizi cukup / compos mentis
Tanda vital & antropometri :
Tekanan Darah : 120/80 mmHg
Nadi : 90 x / menit
Pernapasan : 24 x / menit
Suhu : 37,4˚C
Berat badan : 48 kg
Tinggi badan : 159 cm
IMT : 18,9
Pemeriksaan Fisis
Kepala
Ekspresi : Normal
Simetris muka : Simetris kiri = kanan
Deformitas :-
Rambut : Hitam, lurus, sukar dicabut
Mata
Eksopthalmus/enopthalmus :-
Gerakan : Gerakan ke segala arah
Tekanan bola mata : Dalam batas normal
Kelopak mata : Edema palpebra (-)
Konjugtiva : Anemis (-)
Kornea : Jernih
Sklera : Ikterus (-)
Pupil : Isokhor, Ø 2,5 mm D=S, RCL +/+, RCTL +/+
3
Telinga
Pendengaran : dalam batas normal
Tophi : (-)
Nyeri tekan prosessus mastoideus : (-)
Mulut
Bibir : kering (-)
Tonsil : T1-T1
Gigi geligi : Caries (-)
Farings : hiperemis (-)
Gusi : perdarahan gusi (-)
Lidah : kotor (-), deviasi (-), atrofi (-)
Leher
Kelenjar getah bening : tidak ada pembesaran
Kelenjar gondok : tidak ada pembesaran
DVS : R+1 cmH2O
Pembuluh darah : tidak ada kelainan
Kaku kuduk : (-)
Tumor : (-)
Dada
Inspeksi
Bentuk : Normothorax, simetris kiri=kanan
Pembuluh darah : Spider navy (-)
Buah dada : Simetris, ginekomasti (-)
Sela iga : Normal
Paru
Palpasi
Fremitus raba : Vokal Fremitus kiri=kanan
Nyeri tekan : (-)
Perkusi
Paru kiri : sonor
4
Paru kanan : sonor
Batas paru hepar : ICS V dextra anterior
Batas paru belakang kanan : vertebra thorakal IX
Batas paru belakang kiri : vertebra thorakal X
Auskultasi
Bunyi pernapasan : vesikuler
Bunyi tambahan : Rh +/+ , Wh -/-
Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis tidak teraba
Perkusi : Pekak
Auskultasi : BJ I/II reguler, bising (-)
Perut
Inspeksi : Datar, ikut gerak napas
Auskultasi : Peristaltik (+), kesan normal
Palpasi : Massa tumor (-), nyeri tekan (-)
Hepar : Tidak teraba
Lien : Tidak teraba
Ginjal : Tidak teraba
Punggung
Palpasi : NT (-), MT (-)
Nyeri Ketok : (-)
Auskultasi : BP Vesikular, Rh +/+, Wh +/+
Gerakan : Ikut gerak napas
Lain-lain : (-)
Alat Kelamin : (tidak dilakukan pemeriksaan)
Anus dan rektum : (tidak dilakukan pemeriksaan)
Ekstremitas : (edema : -/- )
5
Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium
Darah Rutin (20/12/2016)
WBC : 10.58 x 103/uL* (4.000-10.000 Ul)
RBC : 4.08 x 106/uL (4.000-6.000 Ul))
HGB : 10.9 g/dl (12-16 g/dl)
PLT : 493 x 103/uL* (150.000-400.000
Ul))
HCT : 32.0 % (37-48%)
6
Hasil foto thorax Ny. Mahrita
IV. Diagnosa
TB Paru kasus baru rhonki positif BTA negatif
CAP
V. Rencana Terapi
Pengobatan :
O2 1-2 lpm
IVFD RL:NaCl 0,9% 14 tpm
½ amp aminophilin
Inj. Zeftadin 3x1
Inj. Vomizol 2x1
Nebul CP/6 jam
Lactrin 3x1
Codein 3x1
Sistenol 3x1
- Inj. Lameson 3x1/2
- Rifastar 0-0-III
- BG 3x1
- Sohobion 1x1
7
LEMBARAN FOLLOW UP PASIEN
8
A : TB Paru kasus baru rhonki positif BTA (-) + - Codein 3x1
CAP - Sistenol 3x1
- Inj. Lameson 3x1/2
- Rifastar 0-0-III
- BG 3x1
- Radiologi (20/12/2016)
Foto Thorax PA
Kesan : KP dupleks
dengan effuse pleura
dextra
Sinus c.f sinistra lancip
Besar cor normal
Monitor :
- Kultur sputum dan
sensitivitas antibiotik
- Tunggu hasil foto thorax
9
Monitor :
Hasil pewarnaan BTA
SPS negatif (-)
Pewarnaan gram positif
coccus (+)
23/12/2016 S : Sesak (-), batuk < R/
13.00 O : Anemia(-) ikterus(-) BLPL
T : 120/80 DVS R+1 CmH2O
N : 80x/i Rh +/+ Wh -/-
P : 22x/i BJ I/II reguler, murmur(-)
S : 36.6˚C Peristaltik(+), kesan Normal
Udema -/-
VI. Resume
Seorang perempuan berusia 44 tahun, masuk rumah sakit dengan keluhan batuk-
batuk sejak 7 hari lalu, memberat sejak satu hari dan berlendir warna putih kekuningan.
Nyeri dada bila batuk.
Pasien mengeluh demam, sejak ± 1 minggu, terus menerus, dan pasien tidak
menggigil. Riwayat demam sebelumnya juga diakui oleh pasien. Pasien mengeluh
mual sejak 7 hari yang lalu namun tidak ada muntah. Nafsu makan dirasa berkurang
dan berat badan dirasakan turun.
Pasien tidak merasakan nyeri kepala dan pusing.
BAB baik, konsistensi lunak, BAK lancar, berwarna kuning.
Riwayat penyakit sebelumnya :
Riwayat keluhan yang sama sebelumnya disangkal
Riwayat Hipertensi (-)
Riwayat Diabetes Melitus (-)
10
Riwayat Penyakit Jantung (-)
Riwayat Merokok (-)
Pada pemeriksaan fisis didapatkan sakit sedang, gizi cukup, compos mentis.
Tekanan darah : 130/80 mmHg, nadi: 84 x/menit, reguler Pernapasan : 24 x/menit, tipe
thoracoabdominal, suhu axilla: 36,90C. tidak ada anemia, nyeri ulu hati tidak ada, hepar
tidak teraba.
Hasil pemeriksaan laboratorium: WBC : 10,58 x 103/uL, RBC : 4,08 x 106/uL,
HGB : 10,9 g/dl, PLT : 493 x 103/uL, HCT : 32,0 %, SGOT 64, SGPT 29, Ureum :
28, Kreatinin : 0,9, GDS 88, Albumin 2,92.
Hasil pemeriksaan dahak SPS didapatkan negatif, pewarnaan gram didapat pus
coccus positif.
Hasil pemeriksaan rontgen thorax menunjukkan gambaran KP duplex dengan
effusi pleura dextra, mengarah ke TB paru
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisis dan pemeriksaan penunjang, maka
pasien ini kami diagnosis dengan TB Paru kasus baru rhonki positif BTA negatif dengan
DD CAP.
11
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Tuberkulosis paru adalah suatu penyakit yang menyerang jaringan paru
disebabkan infeksi basil Mycobacterium tuberculosis (M. tuberculosis).1
2.2 Epidemiologi
Tuberkulosis (TB) merupakan masalah kesehatan dunia yang penting khususnya
di negara berkembang. Pada bulan Maret tahun 1993 World Health Organization
(WHO) telah mendeklarasikan tuberkulosis sebagai “Global Health Emergency”.
Berdasarkan laporan Penanggulangan TB Global yang dikeluarkan oleh WHO pada
tahun 2007, angka insidensi TB pada tahun 2007 mencapai 555.000 kasus (256
kasus/100.000 penduduk), dan 46% diantaranya diperkirakan merupakan kasus baru.
Asia termasuk kawasan dengan penyebaran tuberkulosis (TB) tertinggi di dunia sebesar
33%. Setiap 30 detik, ada satu pasien di Asia meninggal dunia akibat penyakit ini.2,3,4
Indonesia adalah negara dengan prevalensi TB ke-3 tertinggi di dunia setelah Cina
dan India Perkiraan kejadian BTA positif di Indonesia adalah 266.000 kasus tahun 1998.
TB menempati peringkat nomor 3 sebagai penyebab kematian teringgi di Indonesia
setelah penyakit jantung dan penyakit pernafasan akut pada seluruh kalangan usia.2
2.3 Etiologi
Mikobakterium tipe humanus dan tipe bovinus adalah mikobakterium yang paling
banyak menyebabkan penyakit tuberkulosis. Kuman ini berbentuk batang, bersifat
aerob, dinding sel mengandung; lipid, fosfatida polisakarida, tuberkulo protein, mudah
mati pada air mendidih (5 menit pada suhu 800C, dan 20 menit pada suhu 600C), dan
apabila terkena sinar ultraviolet (matahari). Basil tuberkulosis tahan hidup berbulan-
bulan pada suhu kamar dan ruangan yang lembab. Ia mempunyai sifat khusus yaitu tahan
terhadap asam pada pewarnaan, oleh karena itu disebut pula sebagai Basil Tahan Asam
(BTA).1,4,5
12
waktu batuk atau bersin, penderita menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk droplet
(percikan Dahak). Orang dapat terinfeksi kalau droplet tersebut terhirup kedalam saluran
pernapasan. Dalam 1 tahun, 1 penderita TB BTA positif menularkan 10-15 orang.
Selama kuman TB masuk kedalam tubuh manusia melalui pernapasan, kuman TB
tersebut dapat menyebar dari paru kebagian tubuh lainnya, melalui sistem peredaran
darah, sistem saluran limfe, salura napas,atau penyebaran langsung kebagian-bagian
tubuh lainnya.1,5,6
a. Kontak dengan penderita BTA positif (seberapa dekat dan seberapa lama)
b. Lingkungan tempat kontak (lingkungan yang padat dan ventilasi ruang yang buruk)
Sedangkan faktor-faktor endogen :3
13
2.5 Patogenesis
2.5.1 Tuberkulosis Primer
Infeksi primer terjadi saat seseorang terpapar pertama kali dengan kuman TB.
Droplet yang terhirup sangat kecil ukurannya, sehingga dapat melewati sistem
pertahanan mukosillier bronkus, dan terus berjalan ke alveolus dan menetap di sana. Bila
kuman menetap di jaringan paru, berkembang biak dalam sitoplasma makrofag. Di sini
kuman dapat terbawa masuk ke organ tubuh lainnya. Kuman yang bersarang di jaringan
paru akan berbentuk sarang tuberkulosis pneumonia kecil dan disebut kompleks primer
atau fokus Ghon. Kompleks primer ini dapat terjadi di setiap bagian jaringan paru.
Waktu antara terjadinya infeksi sampai pembentukan kompleks primer adalah 3-8
minggu.1-4
1. Sembuh sama sekali tanpa meninggalkan cacat. Ini yang paling sering terjadi.
2. Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas berupa garis-garis fibrotik, kalsifikasi
di hilus dan 10% diantaranya dapat terjadi reaktivasi lagi karena kuman yang
dormant.
3. Berkomplikasi dan menyebar secara :
a. Per kontinuitatum, yakni menyebar kesekitarnya
b. Secara bronkogen pada paru yang bersangkutan maupun paru di sebelahnya.
Kuman ini juga tertelan bersama sputum dan ludah sehingga menyebar ke usus.
c. Secara hematogen, ke organ tubuh lainnya
d. Secara limfogen.
14
2.5.2 Tuberkulosis Post Primer (Sekunder)
Kuman yang dormant pada tuberkulosis primer akan muncul bertahun-tahun
kemudian sebagai infeksi endogen menjadi tuberkulosis dewasa (tuberkulosis post
primer = TB pasca primer = TB sekunder). Mayoritas reinfeksi mencapai 90%.
Tuberkulosis sekunder terjadi karena imunitas menurun seperti malnutrisi, alkohol,
penyakit maligna, diabetes, AIDS dan gagal ginjal. Tuberkulosis pasca primer ini
dimulai dari sarang dini yang berlokasi di regio atas paru (bagian apikal-posterior lobus
superior atau inferior). Invasinya adalah ke daerah parenkim paru-paru dan tidak ke
nodus hiler paru. Sarang dini ini mula-mula juga berbentuk sarang pneumonia kecil.
Dalam 3-10 minggu sarang ini menjadi tuberkel yakni suatu granuloma yang terdiri dari
sel-sel histiosit dan sel Datia-Langhans yang dikelilingi oleh sel-sel limfosit dan
berbagai jaringan ikat.1-4
Sarang dini pada tuberkulosis sekunder ini akan mngikuti salah satu jalan sebagai
berikut:2-4
15
2.6 Klasifikasi
TB paru diklasifkasikan atas:2,7
16
3. Kasus defaulted atau drop out , bila pasien telah menjalani pengobatan ≥ 1 bulan
dan tidak mengambil obat 2 bulan berturut-turut atau lebih sebelum masa
pengobatan selesai.
4. Kasus gagal, bila pasien BTA positif yang masif tetap positif atau kembali positif
pada akhir bulan ke 5 atau akhir pengobatan.
5. Kasus kronik, bila pasien dengan hasil pemeriksaan BTA masih positif setelah
selesai pengobatan ulang dengan pengobatan kategori 2 dengan pengawasan yang
baik.
6. Kasus bekas TB, bila hasil pemeriksaan BTA negatif dan gambaran radiologi paru
menunjukkan lesi TB yang tidak aktif.
a. Gejala Respiratorik2,3,8
Gejala respiratorik ini sangat bervariasi, dari mulai tidak ada gejala sampai gejala
yang cukup berat tergantung dari luas lesi.
1. Batuk
Batuk baru timbul apabila proses penyakit telah melibatkan bronkus. Batuk ≥
2 minggu dan mula-mula terjadi oleh karena iritasi bronkus, selanjutnya akibat
adanya peradangan pada bronkus batuk akan menjadi produktif. Batuk produktif
ini berguna untuk membuang produk-produk ekskresi peradangan. Dahak dapat
bersifat mukoid atau purulen.
2. Batuk darah
Batuk darah terjadi akibat pecahnya pembuluh darah. Berat dan ringannya
batuk darah yang timbul tergantung dari besar kecilnya pembuluh darah yang
pecah. Batuk darah tidak selalu timbul akibat pecahnya aneurisma pada dinding
kavitas, juga dapat terjadi karena ulserasi pada mukosa bronkus. Batuk darah
inilah yang paling sering membawa penderita berobat ke dokter.
17
3. Nyeri dada
Gejala ini jarang ditemukan. Nyeri dada timbul bila infiltrasi radang sudah
sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis. Terjadi gesekan kedua pleura
sewaktu pasien menarik/melepaskan nafasnya.
4. Wheezing
Terjadi karena penyempitan lumen endobronkus yang disebabkan oleh sekret,
peradangan, jaringan granulasi dan ulserasi.
5. Dispneu
Gejala ini ditemukan pada penyakit yang lanjut dengan kerusakan paru yang
cukup luas. Pada awal penyakit gejala ini tidak pernah didapatkan.
b. Gejala sistemik-4,8,9
1. Demam
2. Keringat malam
Tuberkulosis bersifat radang menahun sehingga dapat terjadi rasa tidak enak
badan, pegal-pegal, nafsu makan berkurang, badan makin kurus, sakit kepala dan
mudah lelah.
4. Gangguan Menstruasi
18
2.8 Diagnosis
Diagnosis tuberkulosis paru dibuat atas dasar1,3,4,8:
a. Anamnesa
Dari anamnesa didapatkan keluhan pasien berupa keluhan respiratorik dan keluhan
sistemik.
b. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan pertama terhadap keadaan umum pasien mungkin ditemukan
konjungtiva dan kulit yang pucat karena anemia, suhu demam subfebris, badan kurus
atau berat badan menurun.
Dasar kelainan anatomis tuberkulosis paru terletak pada lobuli, jadi meliputi
alveoli dan beberapa bronkiolus terminalis. Tanda-tanda dini berupa konsolidasi serta
didapatkan sekret dibronkus kecil. Karena proses menjalar pelan-pelan dan menahun,
maka biasanya penderita datang dengan keadaan yang sudah lanjut sehingga kelainan
fisik mudah diketahui, berupa:
c. Pemeriksaan laboratorium
Sputum
19
Sputum dijadikan tanda yang patognomonis, dengan ditemukannya kuman
BTA, diagnosis tuberkulosis sudah dapat dipastikan. Di samping itu pemeriksaan
sputum juga dapat memberikan evaluasi terhadap pengobatan yang sudah
diberikan. BTA dari sputum bisa juga didapat dengan cara bilasan bronkus, jaringan
paru, pleura, cairan pleura, cairan lambung, jaringan kelenjar, cairan serebrospinal,
urin dan tinja. Hal ini sering dikerjakan pada anak-anak karena mereka sulit
mengeluarkan dahaknya. Bila sputum sudah didapat, kuman BTA pun kadang-
kadang sulit ditemukan. Kuman baru dapat ditemukan bila bronkus yang terlibat
proses penyakit ini terbuka ke luar. Cara pengambilan sputum yaitu 3 kali (sewaktu-
pagi-sewaktu). Pembacaan hasil pemeriksaan sediaaan sputum dilakukan dengan
menggunakan skala International Union Against Tuberkulosis and Lung Disease
(IUATLD), sebagai berikut:
Darah
Pemeriksaan darah tidak dapat digunakan sebagai pegangan untuk menyokong
diagnosis TB paru, karena hasil pemeriksaan darah tidak menunjukkan gambaran
yang khas. Tapi gambaran darah kadang-kadang dapat membantu menentukan
aktivitas penyakit.
20
- Leukosit
Jumlah leukosit dapat normal atau sedikit meningkat pada proses yang
aktif.
- Hemoglobin
Pada penyakit tuberkulosis berat sering disertai dengan anemi derajat
sedang. Bersifat normositik dan sering disebabkan defisiensi besi.
Tes tuberkulin
Tes tuberkulin hanya menyatakan apakah seseorang individu sedang atau
pernah mengalami infeksi M. Tuberculosa, M. Bovis, vaksinasi BCG dan
Mycobacteria patogen lainnya.
d. Pemeriksaan Radiologis
Pemeriksaan standar ialah foto thoraks PA. Pada pemeriksaan foto toraks,
tuberkulosis dapat memberi gambaran bermacam-macam bentuk (multiform).
Gambaran radiologi yang dicurigai sebagai lesi TB aktif1 :
- Bayangan berawan / nodular disegmen apikal dan posterior lobus atas paru dan
segmen superior lobus bawah paru.
- Kaviti, terutama lebih dari satu, dikelilingi oleh bayangan opak berawan atau
nodular.
- Fibrotik
- Kalsifikasi
Luas lesi yang tampak pada foto toraks untuk kepentingan pengobatan dapat
dinyatakan sebagai berikut:
21
- Lesi minimal, bila proses mengenai sebagian dari satu atau dua paru dengan luas
tidak lebih dari sela iga 2 depan, serta tidak dijumpai kavitas
a. Simple bronkopneumonia1
Terdapat pada bronkiolus dan bronkus. Disebabkan oleh streptococcus,
hemophilus influenza, koliform dan jamur. Sering ditandai dengan septikemia,
demam dan kurang kesadaran. Juga terdapat bercak-bercak konsolidasi.1
b. Pneumonia lobaris1
Disebabkan oleh streptococcus pneumonia. Disertai dengan keluhan batuk, nyeri
dada, demam,dan sputum purulen. Pneumonia lobaris mengenai seluruh lobus.1
c. Kanker paru stadium dini1
Tidak ada stadium batuk berdarah. Ditemukan gambaran patologis ditemukan
sel neoplasma.1
d. Bronkitis1
Ditandai dengan keluhan batuk, dyspneu dan takypneu. Biasanya disebabkan
oleh virus (hemophilus influenza) dan bakteri (streptococcus pneumonia).1
CA paru4 ASPERGILOSIS7
22
- Polusi udara - jamur dengan hifa berseptum yang
berdiameter 2-4 µm
- Genetik(Terdapat perubahan/
mutasi beberapa gen yang berperan - riwayat penyakit paru kronis
dalam kanker paru) sebelumnya seperti :
tuberculosis,sarkoidosis,bronkiektasis.
-Kanker paru akibat kerja
Patofisio -Dari etiologi yang menyerang - infeksi di tandai oleh invasi hifa
logi percabangan segmen/ sub bronkus kedalam pembuluh darah kemudian
menyebabkan cilia hilang dan dapat menimbulkan percabangan
deskuamasi sehingga terjadi bronkus yang rusak,kista pulmonalis
pengendapan atau pembentukan kavitas seperti bola-
karsinogenmetaplasia,hyperplasia bola hifa di dalam kista atau kavitas.
dan displasia. Bila lesi perifer yang
disebabkan oleh metaplasia,
hyperplasia dan displasia menembus
ruang pleura, biasa timbul efusi
pleura, dan bisa diikuti invasi
langsung pada kosta dan korpus
vertebra, khususnya pada hati.
Kanker paru dapat bermetastase ke
struktur – struktur terdekat seperti
kelenjar limfe, dinding esofagus,
pericardium, otak, tulang rangka.
23
3. Napas sesak dan pendek- 6. batuk dengan dahak yang
pendek. purulen dan batuk darah.
4. Sakit kepala, nyeri atau retak
tulang dengan sebab yang
tidak jelas.
5. Kelelahan kronis
6. Kehilangan selara makan
atau turunnya berat badan
tanpa sebab yang jelas.
7. Suara serak/parau.
8. Pembengkakan di wajah atau
leher
Pengoba - Tujuan pengobatan kanker dapat -pada kasus ini di gunakan pengobatan
tan berupa : mikosis sistemik :
a. Kuratif
1. obat amfoterisin B deoksilat
Memperpanjang masa bebas
dengan dosis ( 0,7-
penyakit dan meningkatkan angka
1,0/mg/kg/hari
harapan hidup pasien.
2. obat itrakonasol oral ( 200
b. Paliatif.
mg/hari 2 x sehari untuk 4 dosis
Mengurangi dampak kanker,
) selama 6-12 minggu.
meningkatkan kualitas hidup..
3. obat varikonasol ( 6 mg/kg 2 x
c. Supotif.
sehari untuk 2 dosis )
Menunjang pengobatan kuratif,
4. koloidal dispersi ( 6 mg/kg
paliatif dan terminal sepertia
sehari )
pemberian nutrisi, tranfusi darah dan
komponen darah, obat anti nyeri dan
anti infeksi.
d. . Pembedahan.
Tujuan pada pembedahan kanker
paru sama seperti penyakit paru lain,
untuk mengankat semua jaringan
yang sakit sementara
24
mempertahankan sebanyak mungkin
fungsi paru – paru yang tidak
terkena kanker.
1. Toraktomi eksplorasi.
Untuk mengkomfirmasi diagnosa
tersangka penyakit paru atau toraks
khususnya karsinoma, untuk
melakukan biopsy.
2. Pneumonektomi pengangkatan
paru).
3. Lobektomi (pengangkatan lobus
paru).
Karsinoma bronkogenik yang
terbatas pada satu lobus,.
4. Resesi segmental.
Merupakan pengankatan satu atau
lebih segmen paru.
2.10 Penatalaksanaan
Pengobatan tuberkulosis ditujukan untuk menyembuhkan penderita, mencegah
kekambuhan dan menurunkan tingkat penularan. Pengobatan dibagi menjadi 2 fase yaitu
fase intensif dan fase lanjutan:1-4,6
a. Tahap intensif
Penderita mendapat obat setiap hari, awasi langsung. Bila pengobatan tahap intensif
diberikan secara tepat, biasanya penderita menular menjadi tidak menular dalam 2
minggu. Sebagian besar penderita BTA positif akan menjadi negatif pada akhir
pengobatan
b. Tahap lanjutan
Paduan obat yang digunakan terdiri dari panduan obat utama dan obat tambahan.
25
a. Isoniazid (INH), bersifat bakterisid, dapat membunuh 90% populasi kuman dalam
beberapa hari pertama pengobatan.
b. Rifampisin, bersifat bakterisid, dapat membunuh kuman semi dorman yang tidak
dapat dibunuh INH.
c. Prazinamid, bersifat bakterisid, dapat membunuh kuman yang berada dalam sel
dengan suasana asam.
- Amikasin
- Kuinolon
- Obat lain masih dalam penelitian yaitu makrolid dan amoksilin + asam klavulanat
Obat-obatan tersebut tersedia dalam kemasan obat tunggal dan obat kombinasi (Fixed
Dose Combination/FDC). FDC direkomendasikan bila tidak dilakukan pengawasan
menelan obat.6
1. Kategori I (2HRZE/4H3R3)
Diberikan untuk penderita baru TB paru BTA positif, TB paru BTA negatif rontgen
positif yang sakit berat, dan penderita TB paru ekstra paru berat.
2. Kategori II (2HRZES/HRZE/5H3R3E)
Diberikan untuk penderita kambuh (relaps), penderita gagal (failure) dan penderita
dengan pengobatan lalai (drop out).
26
Diberikan untuk penderita baru BTA negatif dan rontgen positif sakit ringan, pasien
ekstra paru ringan yaitu limfadenitis TB, TB kulit, TB tulang (kecuali tulang
belakang), sendi dan kelenjar adrenal.
27
Penyakit tuberkulosis paru bila tidak ditangani dengan benar akan menimbulkan
komplikasi, yang dibagi atas:2
Adapun komplikasi lainnya yaitu Hemoptitis adalah peredaran dari saluran nafas
yang dapat mengakibatkan kematian karena syok hipovolemik atau tersumbatnya jalan
nafas Kolaps dari lobus akibat retraksi bronchial, sehingga terjadi ketidak mampuan
menampung atau menyimpan oksigen dari lobus. Pneumotorak adalah adanya udara
dalam rongga pleura. Penyebabnya adalah tekanan pneumotorak udara dalam membran
berada dalam tekanan yang lebih tinggi dari udara dalam paru-paru yang berdampingan
dan pembuluh darah, sehingga kapasitas oksigen yang dihirup hanya sebagian.1
Bronkiektasis adalah endapan nanah pada bronkus setempat karena terdapat infeksi
pada bronkus. Penyebab nya yaitu kerusakan yang berulang pada dinding bronchial dan
keadaan abnormal dari jaringan penghilang mucus mengakibatkan rusaknya jaringan
yang menuju saluran nafas. Fibrosis adalah pembentukan jaringan ikat pada proses
penyembuhan. Penyebaran infeksi ke organ lain seperti Otak, tulang, persendian, ginjal,
dan yang lain. Insufisiensi kardio pulmonal atau penurunan fungsi jantung dan paru-paru
sehingga kadar oksigen dalam darah rendah.1
11. Pencegahan
28
2. Pasteurisasi susu sapi dan membunuh hewan yang terinfeksi oleh Mikobakterium
bovis akan mencegah tuberkulosis bovin pada manusia
29
tuberkulosis). Pada pasien dengan atau diduga HIV, evaluasi diagnostik tersebut di atas harus
dilakukan sesegera mungkin.
Standar 6
Diagnosis TB intratoraks (paru, pleura, kelenjar getah bening hilus/mediastinal) pada
anak dengan gejala TB dan BTA negatif sebaiknya berdasarkan foto toraks yang sesuai dengan
TB, adanya riwayat kontak dengan pasien TB menular atau bukti adanya infeksi TB (uji
tuberkulin/interferon gamma release assay positif). Pada pasien tersebut dilakukan
pemmeriksaan biakan dari spesimen dahak (yang berasal dari batuk, bilasan lambung atau
induksi dahak).
13 Prognosis8
32
8-12,5 % akan menjadi chroni exeretor’s yang artinya mereka terus-menerus
mengeluarkan basil TB dalam sputumnya
Sisanya akan mengalami kesembuhan spontan dengan bekas berupa proses
fibrotik dan perkapuran. Dapat pula kesembuhan berlangsung melalui resolusi
sempurna sehingga tidak meninggalkan bekas.
b) Bila diberikan pengobatan spesifik
Bila pengobatan spesifik sesuai aturan sebenarnya (penyembuhan)
Pengobatan spesifik hanya bekerja membunuh basil TB saja, namun kelainan
paru yang sudah ada pada saat pengobatan spesifik dimulai (misal proses
fibrotik, kavitas dan lain-lain), tidak akan hilang. Penting diberikan pengobatan
secara spesifik sedini mungkin yaitu sebelum terjadi kerusakan paru yang
bersifat irreversibel.
Bila pengobatan spesifik tidak memenuhi syarat
Basil TB yang tadinya sensitif terhadap obat-obat yang dipakai akan menjadi
resisten. Dengan begitu penderita sukar sembuh dan akan dapat menularkan
basil-basil yang resisten pada sekelilingnya. Hasil akhirnya, mereka yang ditulari
akan mendapatkan penyakit TB dengan basil-basil yang punya resistensi primer
terhadap beberapa tuberkulostatika yang semestinya masih relatif.
33
BAB III
PEMBAHASAN
Pasien masuk dengan keluhan utama batuk sejak satu minggu, berdahak dan
berlendir, memberat sejak satu hari terakhir dan nyeri di dada saat batuk. Pasien
mengeluhkan demam naik turun selama seminggu terakhir, namun tidak menggigil.
Pasien mengeluh mual namun tidak muntah, nafsu makan turun dan berat badan dirasa
menurun.
Pasien diberikan terapi O2 1-2 lpm jika perlu saat sesak, IVFD RL : NaCl 0,9%
14 tpm dengan drip aminophilin ½ ampul, inj. Zeftadin 3x1, inj. Vomizol 2x1, inj.
Lameson 3x1/2, nebul per 6 jam, per oral lactrin 3x1, codein 3x1, sistenol 3x1, Rifastar
0-0-III, BG 3x1 dan sohobion 1x1.
Pemberian O2 dimaksudkan untuk memperlancar masuknya oksigen ke dalam
sirkulasi darah juga membantu pasien meringankan sesak yang dialaminya.
Pemberian cairan NaCl 0,9% dimaksud untuk menjaga asupan cairan dan juga
nutrisi pasien yang tampak lemah dan kehilangan napsu makan.
Zeftadin (Ceftadizime) sebagai antibiotic golongan sefalosporin diberikan
apabila ada indikasi seperti infeksi bakteri gram positif dan gram negatif paling kuat
termasuk P. Aeruginosa, dan enterobacter, saluran napas (tuberculosis dan atipikal
mycobact), infeksi saluran kemih. Beberapa hal yang harus diperhatikan, seperti hindari
alkalinisasi urin berlebihan dan pastikan minum yang cukup untuk menghindari risiko
kristaluria; hati-hati pada pengendara kendaraan bermotor karena dapat menurunkan
kewaspadaan, efeknya meningkat bila diberi bersama alkohol. Adapun efek samping
dari ciprofloxacyn seperti ; flatulen, disfagi, pankreatitis, takikardia, hipotensi, udem,
kemerahan, berkeringat, gangguan dalam bergerak, tinnitus, vaskulitis, tenosinovitis,
eritema, haemorrhagic bullae, petekiae dan hiperglikemia; nyeri dan flebitis pada
tempat penyuntikan. Adapun dosis pemberian obatnya 1-6 gram/hari, dapat dibagi
pemberian tiap 8 jam.
Meta analisis terbaru menunjukkan bahwa pemberian kortikosteroid dapat
mengurangi mortalitas dari semua bentuk tuberkulosis (TBC) sebesar 17%, terlepas
dari kelompok organ yang terserang penyakit ini. Hal ini merupakan kesimpulan dari
meta-analisis yang dilakukan oleh Julia A. Critchley (Dphil, Division of Population
Health Sciences and Education, St. George's, University of London, United Kingdom)
34
Kodein merupakan analgesik agonis opioid (agonis opioid merupakan obat opioid
yang menyerupai morfin yang dapat mengaktifkan reseptor, tertama pada reseptor m,
dan mungkin pada reseptor k contoh ; morfin, papaveretum, petidin, fentanil, alfentanil,
sufentanil, remifentanil, kodein, alfaprodin). Efek kodein terjadi apabila kodein
berikatan secara agonis dengan reseptor opioid di berbagai tempat di susunan saraf
pusat. Efek analgesik kodein tergantung afinitas kodein terhadap reseptor opioid
tersebut.Kodein dapat meningkatkan ambang rasa nyeri dan mengubah reaksi yang
timbul di korteks serebri pada waktu persepsi nyeri diterima dari thalamus.Kodein juga
merupakan antitusif yang bekerja pada susunan saraf pusat dengan menekan pusat
batuk. Pemberian dengan dosis 10-20 mg, tiap 4 - 6 jam sesuai kebutuhan, maksimum
60 mg perhari.
Rifastar (kombinasi Rifampicin, isoniazid, pyrazinamide, dan ethambutol)
diberikan sebagai Obat Anti Tuberkulosis (OAT) pada pasien ini. Pemberian ini cocok
sebagai pemberian terapi untuk pasien TB paru kasus baru (menggunakan kategori I).
35
DAFTAR PUSTAKA
1. Raviglion MC, O’Brien RJ. Tuberculosis. In: Harrison’s Principles of internal medicine. 15th
2. Bahar A, Amin Z. Tuberkulosis paru. Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid 2. Jakarta:
3. Aditama TY, et al. Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan Tuberkulosis di Indonesia. Jakarta:
4. Alsagaff H, Mukty A. Tuberkulosis paru. Dalam: Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Paru. Jakarta:
5. Jawetz E, Melnick JL, Adelberg EA, Brooks GF, Butel JS, Ornston LN. Mikrobiologi Kedokteran,
http://www.tbcindonesia.or.id
7. WHO. Standar Internasional Penanganan Tuberkulosis. Jakarta: Departemen Kesehatan RI, 2006
http://www.Adln.lib.unair.ac.id/go.php.id=jiptunair
36