Anda di halaman 1dari 38

Laporan Kasus

SUSPECT STROKE HEMMORAGIC

Oleh:
dr. Damar Gilang Utama

Pembimbing
dr. Laily Noviyani

PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA


RSUD RATU ZALECHA MARTAPURA
KABUPATEN BANJAR
Februari, 2017

1
BAB I
LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. W
Umur : 73 Tahun
Agama : Islam
Alamat : Astambul
Pekerjaan : IRT
Status : Menikah
No RM : 35-25-20
Tanggal masuk RS : 06 Februari 2017

II. ANAMNESA
Anamnesa dilakukan secara alloanamnesa dengan anak pasien pada
tanggal 06 Februari 2017 pukul 11.10 WITA di IGD RSUD Ratu Zalecha
Martapura
Keluhan utama : Penurunan kesadaran
Riwayat Penyakit Sekarang :

±3 jam SMRS pasien ditemukan oleh anaknya tidak sadarkan diri di


kamar mandi secara mendadak. Setelah tidak sadar dikatakan pasien kejang
seluruh tubuh dan muntah 3x saat dibawa ke puskemas Astambul. Dikatakan
selama seminggu terakhir pasien mengeluhkan nyeri kepala yang hilang
timbul setiap hari. Pasien kemudian di rujuk ke IGD RSUD Ratu Zalecha.

Riwayat Penyakit Dahulu :


Riwayat sakit seperti ini sebelumnya : disangkal
Riwayat stroke : disangkal
Riwayat hipertensi : + (± 20 tahun yang lalu), Tidak Terkontrol
Riwayat diabetes mellitus : disangkal

2
Riwayat penyakit jantung : disangkal
Riwayat Alergi : disangkal
Riwayat Penyakit Keluarga :
Riwayat sakit serupa : disangkal
Riwayat hipertensi : disangkal
Riwayat diabetes melitus : disangkal
Riwayat penyakit jantung : disangkal

III. PEMERIKSAAN FISIK


Pemerikaan fisik dilakukan pada tanggal 6 Februari 2017 pukul 11.10
WITA di IGD RSUD Ratu Zalecha Martapura.
Keadaan Umum : Tampak Sakit Berat
Kesadaran : Stupor
Vital sign :
TD : 190/90 mmHg
Nadi : 98x/menit, irama reguler, isi dan tegangan cukup
RR : 26x/menit reguler
Suhu : 36,30 C (aksiler)
SpO2 : 96%

1. STATUS INTERNA
Kepala : Kesan mesocephal, Nyeri tekan (-)
Mata :Edem palpebra (-/-); reflek cahaya direk (-/-); reflek
cahaya indirek (-/-)
Hidung : Nafas Cuping hidung (-), epistaksis (-), deformitas (-)
Telinga : Serumen (-/-), Nyeri Mastoid (-), Nyeri Tragus (-/-)
Mulut : sianosis (-), perot (-), karies gigi (-)
Leher : Gerakan terbatas (-), kaku kuduk (-), JVP (Normal).
Thorax :
Cor
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak

3
Palpasi : Ictus cordis teraba di SIC V LMCS, tak kuat angkat
Perkusi : Batas atas jantung : ICS II Linea parasternal sinistra
Pinggang jantung : ICS III Linea parasternal sinistra
Batas kiri bawah jantung: ICS V 2 cm medial Linea
mid clavicula sinistra
Batas kanan bawah jantung: ICS V Linea sternalis dextra
Auskultasi : Bunyi jantung I dan II normal, murni, bising jantung (-).
Pulmo
Dextra Sinistra
Depan
Inspeksi Warna sama dengan warna Warna sama dengan warna
sekitar, simetris statis & sekitar, simetris statis &
dinamis, retraksi (-). dinamis, retraksi (-).
Palpasi Stem fremitus normal kanan Stem fremitus normal kanan
= kiri. = kiri.
Perkusi Sonor seluruh lapang paru. Sonor seluruh lapang paru.
Auskultasi SD paru vesikuler (+), suara SD paru vesikuler (+), suara
tambahan paru: wheezing (-), tambahan paru: wheezing (-),
ronki (-). ronki (-).

Abdomen
Inspeksi : Dinding abdomen cekung, warna kulit sama dengan warna kulit
sekitar
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Perkusi : Timpani seluruh regio abdomen, pekak hepar (+),
Palpasi : Nyeri tekan (-), Hepar & Lien tak teraba

Ekstremitas :
Superior Inferior
Akral pucat -/- -/-
Akral hangat +/+ +/+

4
Capillary Refill < 2 detik/< 2 detik < 2 detik/< 2 detik

2. STATUS PSIKIS DAN NEUROLOGIS


1) KESADARAN : Stupor
GCS : E1M2V1
2) FUNGSI LUHUR : Sulit dinilai
3) KAKU KUDUK : tidak ada
4) SARAF KRANIAL
1. N. I (Olfactorius )
Kanan Kiri Keterangan
Daya pembau Sulitdinilai Sulitdinilai

2. N.II (Opticus)
Kanan Kiri Keterangan
Dayapenglihatan Sulit Dinilai Sulit Sulit
Lapangpandang Dinilai Dinilai
Pengenalanwarna

3. N.III (Oculomotorius)
Kanan Kiri Keterangan
Ptosis Sulit dinilai
Pupil
Bentuk Bulat Bulat Normal
Ukuran 4mm 4mm Midriasis
Gerak bola mata Sulitdinilai
Refleks pupil
Langsung (-) (-) Negatif
Tidaklangsung (-) (-) Negatif

4. N. IV (Trokhlearis)
Kanan Kiri Keterangan
Gerak bola mata Sulit dinilai

5. N. V (Trigeminus)
Kanan Kiri Keterangan
Motorik Sulitdinilai

5
Sensibilitas Sulitdinilai
Refleks kornea Sulitdinilai

6. N. VI (Abduscens)
Kanan Kiri Keterangan
Gerak bola mata Sulitdinilai
Strabismus Sulitdinilai
Deviasi Sulitdinilai

7. N. VII (Facialis)
Kanan Kiri Keterangan
Tic (-) (-)
Motorik:
- sudut mulut dbn turun
- mengerutkan dahi Tidak dilakukan Tidak dilakukan
- mengangkat alis Tidak dilakukan Tidak dilakukan
- lipatan nasolabial Dbn mendatar
- meringis Tidak dilakukan Tidak dilakukan
-kembungkan pipi Tidak dilakukan Tidak dilakukan

8. N. VIII (Akustikus)
Kanan Kiri Keterangan
Pendengaran Tidak dilakukan

9. N. IX (Glossofaringeus)
Kanan Kiri Keterangan
Arkus farings Sulit Sulit
Daya perasa Dinilai Dinilai
Refleks muntah
10. N. X (Vagus)
Kanan Kiri Keterangan
Arkusfarings Sulit Sulit
Dysfonia Dinilai Dinilai

11. N. XI (Assesorius)
Kanan Kiri Keterangan

6
Motorik Sulit Dinilai Sulit
Trofi Eutrofi Dinilai
Eutrofi

12. N. XII (Hipoglossus)


Kanan Kiri Keterangan
Motorik Sulit Sulit
Trofi Dinilai Dinilai
Tremor
Disartri

5). SISTEM MOTORIK


Kanan Kiri Keterangan
Ekstremitas atas
Kekuatan
Distal Sulit Sulit Kesan: Pemeriksaan sistem
Proksimal Dinilai Dinilai motorik sulit dinilai karena
Tonus Normal Normal pasien mengalami
Trofi Eutrofi Eutrofi penurunan kesadaran
Ger.involunter (-) (-)

Ekstremitas bawah
Kekuatan
Distal Sulit Sulit
Proksimal Dinilai Dinilai
Tonus Normal Normal
Trofi Eutrofi Eutrofi
Ger.involunter (-) (-)
Badan
Trofi (-) (-) Normal
Ger. Involunter (-) (-) Normal

6). SISTEM SENSORIK


Kanan Kiri Keterangan
Raba Sulit Sulit
Nyeri Dinilai Dinilai
Suhu

7
Propioseptif

7). REFLEKS
Kanan Kiri Keterangan
Fisiologis
Biseps (+) (+) Normal
Triseps (+) (+) Normal

Patologis
1. Babinski - -
2. Chaddock - -

3. Oppenheim
- -
4. Gordon - -
5. Gonda - -
- -
6. Bing
7. Rossolimo - -
8. Mendel Bechterew - -

8). FUNGSI KORDINASI


Kanan Kiri Keterangan
Test telunjuk hidung Tidak dapat dilakukan
Test tumit lutut
Gait
Tandem
Romberg

9). SISTEM OTONOM


- Miksi : Inkontinentia urin (-), Retensio urin (-), Anuria (-),
Poliuria (-)
- Defekasi : Inkontinentia alvi (-), Retensio alvi (-)

10). PEMERIKSAAN KHUSUS/LAIN


a. Laseque :-
b. Kernig :-

8
c. Patrick :-/-
d. Kontrapatrick : -/-
e. Valsava test :sulitdinilai
f. Brudzinski : -/-

11). PEMERIKSAAN TAMBAHAN


1. Siriraj score
NO GEJALA/TANDA PENILAIAN INDEKS SCORE
.
1. Kesadaran (0) Kompos mentis x 2,5 2,5
(1) Mering mengantuk
(2) Semi koma/koma
2. Muntah (0) Tidak x2 2
(1) Ya
3. Nyeri Kepala (0) Tidak x2 2
(1) Ya
4. Tekanan Darah Diastolic x 10% 9
5. Ateroma (0) Tidak x (-3) 0
a. Diabetes Mellitus (1) Ya
b. Angina Pectoris
c. Klaudikasio intermiten
6. Konstanta -12 -12

HASIL SSS 3,5


Interpretasi Siriraj Stroke Score
 Score > 1 : Perdarahan supratentorial
 Score <-1 : Infark Serebri
 Score -1 s/d 1 : Meragukan

2. Gadjah Mada Score


Penurunan kesadaran (+)

9
Nyeri Kepala (+)
Reflek babinsky (-)
Hasil : Stroke Perdarahan Intraserebral

IV. RESUME

± 3 jam SMRS pasien ditemukan oleh anak nya tidak sadarkan diri di kamar mandi
yang kemudian terlihat mengalami kejang. Pasien dikatakan mengeluhkan nyeri kepala
yang hilang sebelumnya selama seminggu terakhir. Selama perjalanan dari rumha menuju
puskesmas Astambul dikatakan pasien muntah 3x. Pasien kemudian dirujuk ke IGD
RSUD Ratu Zalecha.

Pada pemeriksaan fisik, kesadaran: stupor, GCS :E1M2V1 , vital sign TD :190/90
mmHg, nadi: 96x /menit, RR 26x/menit,suhu 36,20C. Status Internus dalam batas normal.
Status Neurologis : fungsi luhur : sulit dinilai, kaku kuduk : (-), nervus cranialis : NVII
sudut mulut kiri turun, Pemeriksaan sistem motorik, sensorik dan koordinasi sulit dinilai
karena pasien mengalami penurunan kesadaran. Sirriraj Score : 4,5 ( Perdarahan
supratentorial), Gajahmada score : penurunan kesadaran (+), nyeri kepala (+)  Stroke
Perdarahan Intraserebral.

V. DIAGNOSIS
Suspect Stroke Hemoragic
VI. PENATALAKSANAAN
1. Daftar Masalah : Suspect Stroke Hemoragic
2. Rencana Terapi
- O2 kanul 3-4 lpm
- Konsul ke dr. Made, Sp. S (11.20) :
- Pemasangan NGT
- Pemasangan DC Cateter
- IVFD NS 20 tpm drip neurobat 1 ampul/kolf/hari
- Inj. Citicolin 2x500 mg
- Inj. Antrain 3x1 amp

10
- Inj. Ranitidin 2x1 amp
- Inj. Lapibal 3x500 mg
- Inj. Kalnex 3x1 amp
- Po Forneuro 1x1 tab
- Po Asthin F 1x1 tab
- Po Amlodipin tab 0-0-10 mg
Pro Rawat Ruang ICU

3. Rencana Diagnosis
- Pemeriksaan laboratorium: Darah rutin, GDS, SGOT, SGPT, Ureum,
Creatinin, Profil Lipid, Albumin, Elektrolit
4. Monitoring
- Monitoring keadaan umum dan tanda vital
- Monitoring defisit neurologis
- Monitoring gejala dan tanda peningkatan tekanan intrakranial
5. Edukasi
- Menjelaskan kepada pasien dan keluarga mengenai kondisi penyakit yang
diderita pasien
- Menjelaskan kepada pasien usulan pemeriksaan penunjang yang
dilakukan untuk mencari penyebab penyakit pasien
- Menyarankan kepada keluarga untuk memberikan dukungan kepada
pasien dan bekerjasama dalam penatalaksanaan pasien.
- Menyarankan pasien agar menghindari faktor pencetus stroke berulang
yaitu dengan rutin kontrol tekanan darah dan meminum obat secara rutin,
menghentikan kegiatan merokok, menurunkan berat badan, diet makanan
rendah lemak dan rendah garam serta melakukan olahraga rutin setiap
hari.

11
LEMBARAN FOLLOW UP PASIEN

Tanggal Perjalanan Penyakit Instruksi Dokter


06 S : Penurunan Kesadaran, kejang tangan dan kaki R/
Februari O : Stupor, E1V1M2
- O2 kanul 3-4 lpm
2017 Kepala : Anemia(-), ikterus(-)
- Konsul ke dr. Made, Sp.
11.20 Mata : Isokor, 4mm/4mm, Reflek cahaya (-/-)
S, advis:
T : 190/90 Leher : DVS R+1 CmH20
- Pemasangan NGT
N : 96x/m Thorax : Nafas Spontan, SN Vesikuler
- Pemasangan DC Cateter
P : 26 x/m Rh -/-, Wh -/-
- IVFD NS 20 tpm drip
S : 36,2˚C Cor : BJ I/II reguler, murmur(-)
neurobat 1
SpO2: Abdomen : Peristaltik(+) kesan Normal
96% ampul/kolf/hari
H/L ttb
- Inj. Citicolin 2x500 mg
Ekstremitas : udem -/-
- Inj. Antrain 3x1 amp
A : Susp. Stroke Hemmoragic
- Inj. Ranitidin 2x1 amp
- Inj. Lapibal 3x500 mg
- Inj. Kalnex 3x1 amp
12.20 S : Penurunan Kesadaran, Kejang (-)
T: - Po Forneuro 1x1 tab
O : Stupor, E1V1M2
200/100
- Po Asthin F 1x1 tab
N: 104x/m Kepala : Anemia(-), ikterus(-)
P: 22x/m - Po Amlodipin tab 0-0-10
Mata : Isokor, 4mm/4mm, Reflek cahaya (-/-)
T : 36,0
mg
SpO2: Leher : DVS R+1 CmH20
95% Pro Rawat Ruang ICU
Thorax : Nafas Spontan, SN Vesikuler
Rh -/-, Wh -/-
Monitor :
Cor : BJ I/II reguler, murmur(-)
 GCS, Tanda vital
Abdomen : Peristaltik(+) kesan Normal
H/L ttb  Cek DL, GDS,

Ekstremitas : udem -/- SGOT/SGPT,

A : Susp. Stroke Hemmoragic Ureum/Creatinin, Profil


Lipid, Elektrolit,
Albumin

12
13.20
T: S : Penurunan Kesadaran, Gerak Nafas Berkurang - Pasang Gudel kuning
220/100
O : Stupor, E1V1M2 - Suction cairan mulut
N: 130x/m
lemah Kepala : Anemia(-), ikterus(-) - Oksigenasi dengan NRM
P: 13x/m
Mata : Isokor, 4mm/4mm, Reflek cahaya (-/-) 14 lpm
T : 35,7
Leher : DVS R+1 CmH20 - Persiapan intubasi
Thorax : Nafas Spontan 1-1, SN Vesikuler dengan ETT
Rh -/-, Wh -/-
Cor : BJ I/II reguler, murmur(-)
Abdomen : Peristaltik(+) kesan Normal
H/L ttb
Ekstremitas : udem -/-
A : Susp. Stroke Hemmoragic

13.45
S : Penurunan Kesadaran, Gerak Nafas tidak ada
T : 110/60 - Begging
N: 120 x/m O : Koma, E1V1M1
monitor
Kepala : Anemia(-), ikterus(-)
P: apneu
T : 35,4 Mata : Midriasis Total, Reflek cahaya (-/-)
SpO2:
Leher : DVS R+1 CmH20
60%
Thorax : Gerak nafas (-)
Rh -/-, Wh -/-
Cor : BJ I/II lemah takikardi, murmur(-)
Abdomen : Peristaltik(+) kesan Normal
H/L ttb
Ekstremitas : udem -/-
A : Susp. Stroke Hemmoragic

S : Penurunan Kesadaran, Gerak Nafas tidak ada


- Begging
O : Koma, E1V1M1
14.20 - RJP 5 siklus
Kepala : Anemia(-), ikterus(-)

13
TD: tidak Mata : Midriasis Total, Reflek cahaya (-/-)
dapat
Leher : DVS R+1 CmH20
dinilai
N: - Thorax : Gerak nafas (-)
P: -
Cor : BJ (-), murmur(-)
T: 35,3
SpO2: Abdomen : Peristaltik(<)
50%
Ekstremitas : udem -/-
A : Susp. Stroke Hemmoragic

S : Penurunan Kesadaran, Gerak Nafas tidak ada


- EKG: hasil asystole
O : Koma, E1V1M1 - Pasien dinyatakan
meninggal di hadapan
Kepala : Anemia(-), ikterus(-)
keluarga, perawat dan
Mata : Midriasis Total, Reflek cahaya (-/-) mahasiswa
14.30
TD: tidak Leher : DVS R+1 CmH20
dapat
Thorax : Gerak nafas (-)
dinilai
N: - Cor : BJ (-), murmur(-)
P: -
Abdomen : Peristaltik(-)
T: 35,3
SpO2: - Ekstremitas : udem -/-
A : Susp. Stroke Hemmoragic

14
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1.Definisi

Stroke didefinisikan sebagai suatu gangguan fungsional otak yang terjadi secara

mendadak dengan tanda dan gejala klinik baik fokal maupun global yang berlangsung

lebih dari 24 jam, atau langsung menimbulkan kematian disebabkan oleh gangguan

peredaran darah otak (WHO, 2010). Stroke dapat diklasifikasikan menjadi dua kategori

utama yaitu, stroke iskemik dan stroke hemoragik.

A. Stroke iskemik

Stroke iskemik pada dasarnya terjadi akibat kurangnya aliran darah ke otak.

Penurunan aliran darah yang semakin parah dapat menyebabkan kematian jaringan otak

yang disebut infark. Perjalanan klinis pasien dengan stroke infark akan sebanding dengan

tingkat penurunan aliran darah ke jaringan otak, perjalanan klinis ini dibagi menjadi

empat tahapan, yaitu :

1. Transient Ischemic Attack (TIA)

Adalah suatu gangguan akut dari fungsi fokal serebral yang gejalanya

berlangsung kurang dari 24 jam dan disebabkan oleh trombus atau emboli. Pada

tahapan ini terdapat golden period yang merupakan masa terbaik dalam

penanganan stroke. Satu sampai dua jam biasanya TIA dapat ditangani, namun

apabila sampai tiga jam juga masih belum teratasi sekitar 50% pasien sudah

terdapat infark. Setelah TIA, 10% sampai 15% pasien dalam 7 hari, 30 hari, 90

15
hari akan terkena stroke, namun lebih banyak pasien terkena stroke 2 hari setelah

TIA.

2. Reversible Ischemic Neurological Defisit (RIND)

Seperti TIA, gejala neurologi dari RIND akan menghilang lebih dari 24 jam,

biasanya akan membaik dalam waktu 24-48 jam.

3. Stroke In Evolution (Progressing Stroke)

Pada keadaan ini gejala atau tanda neurologis fokal terus memburuk setelah

48 jam. Defisit neurologis yang timbul berlangsung secara bertahap dari yang

ringan menjadi lebih berat.

4. Complete Stroke Ischaemic

Kelainan neurologis yang sudah menetap tidak berkembang lagi bergantung

daerah bagian otak mana yang mengalami infark.

Patofisiologi dari stroke iskemik adalah dikarenakan adanya perubahan

aliran darah di otak, dimana terjadi penurunan aliran darah secara signifikan. Ada

beberapa faktor yang mempengaruhi aliran darah di otak, antara lain :

 Keadaan pembuluh darah; dapat menyempit akibat aterosklerosis atau

tersumbat oleh trombus atau embolus.

 Keadaan darah; viskositas darah dan hematokrit yang meningkat

menyebabkan aliran darah ke otak lebih lambat, anemia yang berat

menyebabkan oksigenasi otak menurun.

16
 Tekanan darah sistemik memegang peranan terhadap tekanan perfusi otak.

 Kelainan jantung; menyebabkan menurunnya curah jantung serta lepasnya

embolus yang menimbulkan iskemia otak.

Gambar 1. Gambaran CT-scan otak normal dan otak yang mengalami stroke iskemik

(Sumber: Gofir, 2009)

B. Stroke hemoragik

Stroke hemoragik pada dasarnya terjadi akibat pembuluh darah intra serebrum

yang mengalami ruptur sehingga terjadi perdarahan ke dalam ruang subarachnoid atau

langsung ke dalam jaringan otak. Sebagian dari lesi vascular yang dapat menyebabkan

perdarahan subarachnoid (PSA) adalah aneurisma sakular (Berry) dan malformasi

arterivenosus (MAV).

Gambaran patofisiologi pada otak menunjukkan ekstravasasi darah karena

robeknya pembuluh darah otak di ikuti pembentukan edema dalam jaringan otak di sekitar

17
hematom. Akibatnya terjadi diskontuinitas jaringan dan kompresi oleh hematom dan

edema pada struktur sekitar dan menyempitkannya.

A B

Gambar 2. Gambaran CT-scan (A) stroke perdarahan subarakhnoid/PSA dan (B) stroke perdarahan
intraserebral/PIS (Sumber: Anwar, 2008)

Gejala klinis Stroke hemoragik Stroke iskemik


Defisit lokal Berat ringan
Onset menit/jam jam/hari
Nyeri kepala Hebat ringan
Muntah Sering tidak ada
Hipertensi sering pada PSA ; jarang sering kali
pada PIS
Penurunan kesadaran Ada tidak ada
Kaku kuduk Jarang tidak ada
Hemiparesis Tidak ada diawal pada PSA ; sering dari awal
sering dari awal pada PIS
Gangguan bicara jarang pada PSA ; ada pada sering
PIS
Cairan otak Berdarah jernih
Paresis ada pada PSA ; tidak pada tidak ada
PIS
Tabel 1. Gejala klinis stroke (Sumber: Israr, 2008)

18
Dari masing-masing gejala klinisnya dapat diambil kesimpulan bahwa adanya

hubungan antara patofisiologi masing-masing stroke yang terjadi pada otak menimbulkan

beberapa tanda gejala klinis dominan yang berbeda sehingga dapat dianalisa secara

diskriptip analitik dengan statistik yang sesuai dan dimasukkan ke tabel distribusi dan

dianalisa, dan ditemukan model skoring untuk mendiagnosa stroke yang terkenal

diantaranya adalah Siriraj Stroke Score dan Gadjah Mada Score

Di sisi lain, diagnosis baku emas (gold standard) stroke adalah dengan

menggunakan CT scan untuk membedakan infark dengan perdarahan dan MRI lebih

sensitif dari CT scan dalam mendeteksi infark serebri dan infark batang otak. Pilihan CT

scan daripada MRI dikarenakan CT scan praktis, cepat (beberapa menit untuk memeriksa

otak), tersedia luas, mudah digunakan pada pasien gawat, biaya lebih murah, akurat dalam

mengidentifikasi perdarahan intrakranial secepatnya setelah perdarahan tersebut terjadi

dan penting untuk gambaran yang dicurigai stroke hemoragik subarachnoid. Sedangkan,

penggunaan MRI jika penilaian awal diperlukan untuk kondisi yang terlewatkan oleh CT

scan seperti infark vertebrobasiler, oklusi sinus venosus, hematoma serebral, namun tidak

semua rumah sakit di Indonesia memiliki alat tersebut. Untuk itu ada skor diagnosis

stroke yang dapat digunakan utnuk membedakan stroke hemoragik dan stroke iskemik.

Beberapa kemungkinan yang dapat menyebabkan penurunan kesadaran pada


penderita stroke ( Warlo, 1996 ), yaitu :

1. lesi primer pada struktur subkortikal (thalamus) atau ARAS ( ascending


retikucular activating system) dalam batang otak (perdarahan)
2. Lesi sekunder pada batang otak karena herniasi transtentorial
3. Ko-eksistensi gangguan metabolik hipoglikemi, gagal ginjal, gagal hati
4. Obat-obatan

19
Penurunan kesadaran pada perdarahan intrakranial biasanya terjadi sejak saat
awitan sedangkan pada infark otak pada hari ketiga sampai kelima dari awitan.

2.2. Macam-macam Skor Diagnosis Stroke

2.2.1. Siriraj Stroke Score

Siriraj Stroke Score sebagai skor diagnosis stroke telah dipakai di Thailand sejak

1986 yang didapatkan dari hasil tanya jawab 5 variabel gejala klinis umum penyakit

stroke yaitu tingkat kesadaran, muntah, sakit kepala, tekanan diastolik, dan petanda

atheroma kepada populasi penderita stroke dan dikembangkan dan disederhanakan

konstantanya sehingga didapatkan Siriraj Stroke Score yang lebih sederhana dan akurat.

Studi yang membuktikan bahwa skor ini dapat memberikan hasil yang konsisten sesuai

dengan spesifikasi yang telah ditetapkan dan terdokumentasi dengan baik dilakukan di

Siriraj Hospital Medical School, Mahidol University, Bangkok, Thailand tahun 1987-

1988 (Poungvarin, 1991).


Siriraj Stroke Score
= (2,5 x kesadaran) + (2 x muntah) + (2 x sakit kepala) + (0,1 x tekanan darah diastolik) – (3 x
petanda atheroma) – 12.

Kesadaran : Sadar = 0
Mengantuk, stupor = 1
Koma = 2
Muntah : Tidak = 0
Ya = 1
Sakit kepala : Tidak = 0
Ya = 1
Petanda atheroma : Tidak = 0
1 atau lebih petanda atheroma = 1

Total skor :
Skor > 1 : perdarahan otak
Skor -1 sampai 1 : ragu-ragu
Skor < -1: infark otak
Tabel 2. Siriraj Stroke Score (Sumber: Israr, 2008)

20
Hasil menunjukkan bahwa tingkat sensitifitas untuk stroke hemoragik sebesar

89,3% sedangkan untuk stroke iskemik sebesar 93,2% serta spesifisitas sebesar 90,3%

(Poungvarin, 1991).

2.2.2. Gadjah Mada Score

Skor Gajah Mada (SGM)

Menggunakan 3 variabel pemeriksaan yaitu :

– Penurunan Kesadaran
– Nyeri Kepala
– Refleks Babinski

2.3. Komplikasi Stroke

A. Edema otak (herniasi otak)

Merupakan komplikasi yan penting stok akibat infark maupun karena perdarahan.

Pada kasus infark, edema terjadi secara vasogenik dan sitoksik, pada intra dan

extraseluler. Edema mencapai maksimum setelah 4-5 hari paska infark, diikuti dengan

21
mengaburnya alur gyrus kortikal dan seiring pembesaran infak, terjadi pergeseran garis

tengah otak (midline shift). Setelah terjadi midline shift, herniasi transtentorial pun terjadi

dan mengakibatkan iskemia serta perdarahan di batang otak bagian rostral.

B. Infark berdarah (pada emboli otak)

Emboli otak pada prinsipnya berasal dari jantung dan pembuluh darah besar

ekstrakranial. Emboli yang berasal dari pembuluh darah arteri leher, biasanya dibentuk

dari kombinasi keping darah dan fibrin atau dengan kolesterol. Atheroma akan mengenai

intima, awalnya terdapat deposit dari fatty streak, lalu diikuti oleh plak

fibromuskuloelastis pada sel otot intima yang diisi lemak. Atheroma ini biasanya

memiliki ukuran yang lebih besar daripada ukuran pembuluh darah. Jika terjadi pelebaran

yang mendadak dari plak akibat meningkatnya perdarahan pada tempat tersebut, maka

endotel yang mengandung fibrin dan bekuan darah tadi akan robek, dan terjadi

perdarahan. Kebanyakan cenderung sepanjang perbatasan yang diperdarahai oleh

anastomosis A.meningeal atau bila di A.serebri media terdapat di ganglia basalis.

Kesadaran pasien tiba-tiba menurun dan pernafasan mengorok. Pada pemeriksaan pungsi

lumbal ditemukan cairan serebrospinal berdarah.

C. Vasospasme (terutama pada PSA)

Fisher dkk, menemukan bahwa spasme sering terjadi pada pembuluh darah arteri

yang dikelilingi oleh sejumlah besar darah subarachnoid. Vasospasme ini timbul sebagai

akibat langsung dari darah atau sebagian produk darah, seperti hematin atau produk

keping darah, pada dinding adventitia dari pembuluh darah arteri. Gejala vasospasme

berupa penurunan kesadaran (misalnya bingung, disorientasi, ”drowsiness”) dan defisit

22
neurologis fokal tergantung pada daerah yang terkena. Gejala-gejala berfluktuatif dan

dapat menghilang dalam beberapa hari atau secara gradual menjadi lebih berat.

Mekanisme lain terjadinya vasospasme ialah sebagai respon miogenik langsung

terhadap pecahnya pembuluh darah serta adanya substansi vasotaktif seperti serotonin,

prostaglandin dan katekolamin.

D.Hidrosefalus

Jika sejumlah besar darah, sebagai akibat ruptur pembuluh darah, merembes ke

dalam sistem ventrikel atau membanjiri ruang subarachnoid bagaian basal, darah tersebut

akan memasuki foramen Luschka dan Magendie. Dimana pasien akan mengalami

penurunan kesadaran hingga pingsan sebagai akibat dari hidrosefalus akut. Gejala akan

membaik jika dilakukan draining ventrikel, dengan ventrikulostomi eksternal, atau pada

beberapa kasus dapat dilakukan punksi lumbal. Hidrosefalus sub akut dapat terjadi akibat

blokade jalur cairan serebrospinal oleh darah setelah 2 hingga 4 minggu. Keadaan ini

biasanya didahului oleh nyeri kepala, penurunan kesadaran dan inkontinen.

2.4. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan Hipertensi Pada Stroke Akut

1. Pedoman Pada Stroke Iskemik Akut


Penatalaksaan hipertensi yang tepat pada stroke akut mempengaruhi morbiditas

dan mortalitas pada stroke. Terapi stroke hipertensi direkomendasi pada stroke iskemik

akut bila hipertensi berat menetap dengan sistole >220 mmHg dan diastole >120 mmHg.

23
Obat anti hipertensi yang sudah ada sebelum stroke tetap diteruskan pada fase awal stroke

dan menunda pemberian obat baru sampai 7 – 10 hari pasca serangan.

Pada diastole >140 mmHg (atau >110 mmHg bila telah diberikan terapi

trombolisis), diberikan drip kontinyu Nikardipin, diltiazem, nimodipin, dll. Bial di sistole

>230 mmHg dan atau diastole 121 – 145 mmHg, diberikan labetolol IV 1-2 menit. Dosis

labetolol dapat diulang atau digandakan sampai penurunan tekanan darah yang

memuaskan atau sampai dosis kumulatif 300 mg yang diberikan bolus mini. Setelah dosis

awal, labetolol dapat diberikan 6 – 8 jam bila diperlukan.

Jika sistole 180 – 230 mmHg dan atau diastole 105 – 120 mmHg, terapi darurat

ditunda kecuali adanya bukti perdarahan intraserebral, gagal ventrikel kiri, gagal ginjal

akut, edema paru, diseksi aorta, ensefalopati, hipertensi dan sebagainya. Batas penurunan

tekanan darah sebanyak sampai 20 – 25 % dari tekanan arterial rata-rata.

2. Pedoman Pada Stroke Perdarahan Intraserebral (PIS)


Bila sistole >220 mmHg dan diastole >120 mmHg, tekanan darah harus

diturunkan sedini dana secepat mungkin untuk membatasi pembentukan edema

vasogenik. Penurunan tekanan darah dapat menurunkan resiko perdarahn yang terus

menerus atau berulang. Anti hipertensi diberikan bila sistole >180 mmHg atau diastole

>100 mmHg.

Bila sistole >230 mmHg atau diastole >140 mmHg, dapat diberikan nikardipin,

diltiazem, atau nimodipin.

Bila sistole 180 – 230 mmHg atau diastole 105 – 140 mmHg atau MAP 130

mmHg :

24
 Labetolol 10 – 20 mg IV selama 1- 2 menit, ulangi atau gandakan setiap 10 menit

sampai dosis maksimum 300 mg atau dosis awal bolus diikuti labetolol drip 2 – 8

mg per menit, atau ;

 Nikardipin, atau ;

 Diltiazem atau ;

 Nimodipin

Pada fase akut tekanan darah tidak boleh diturunkan lebih dari 20 – 25 % dari

tekanan MAP. Bila tekanan sistolik < 180 mmHg dan diastole <105 mmHg, pemberian

obat ditangguhkan. Tekanan perfusi dipertahankan >70 mmHg. Pada penderita dengan

riwayat hipertensi, penurunan tekanan darah MAP harus dipertahankan 130 mmHg. Bila

sistole turun <90 mmHg, harus diberikan vasopresor untuk menaikkan tekanan darah.

Obat Parenteral untuk terapi hipertensi pada stroke akut

1. labetolol, dosis : 20-80 mg setiap 10 menit atau 2 mg per menit infus kontinyu,

onset : 5 - 10 menit, lama kerja 3 – 6 jam, efek samping mual, muntah, hipotensi,

blok atau gagal jantung, kerusakan hati, bronkospasme.

2. Nikardipin, 5 -15 mg perjam infus kontinyu, onset 5 – 15 menit, lama kerja

tergantung lamanya infus, efek samping takikardi, sakit kepala, fatigue

disebabkan penurunan tekanan darah, konstipasi.

3. Diltiazem, dosis : 5 – 40 mg/KgBB/menit infus, onset 5 – 10 menit, lama kerja 4

jam, efek samping : blok nodus A-V, denyut prematur atrium, terutama pada usia

lanjut.

25
4. Esmolol, dosis : 200 – 500 μg/KgBB/menit untuk 4 menit, selanjutnya 50 – 300

μg/KgBB/menit IV, onset 1 – 2 menit, lama kerja 10 – 20 menit, efek samping :

hipotensi, mual.

3. Pedoman Pada Stroke Perdarahan Subarachnoid

Terapi Medikamentosa

 Ditujukan untuk mencegah peningkatan tekanan arterial atau intrakranial yang

mungkin dapat menyebabkan terjadinya kembali ruptur aneurisma, dengan cara :

 Tirah baring total dengan posisi kepala ditinggikan 15-200 paling sedikit 3

minggu

 Fisioterapi pasif beberapa kali sehari, Fisioterapi aktif tidak dilakukan dalam 3

minggu pertama.

 Monitoring tanda-tanda vital

 Pemberian sedasi misalnya Diazepam 5 mg tiap 6 jam

 Phenobarbital 30-60 mg po/IV tiap 6 jam, Untuk pasien yang gelisah

 Analgetika untuk nyeri kepala

 Nyeri kepala hebat  narkotika. Misalnya Demetol 100-150 mg im tiap 4 jam.

Dapat digunakan kodein 30-60 mg po tiap 2-3 jam bila perlu, atau meperidine.

 Pemakaian obat yang mempengaruhi fungsi platelet sebaiknya dihindari karena

dapat memperpanjang perdarahan.

 Penurunan tekanan darah dianjurkan pada fase akut , dikontrol agar tidak terjadi

hipotensi. Pada pasien normotensif atau hipertensi ringan (MABP < 120) tidak

perlu diberi terapi, cukup dengan pemberian obat sedatif.

26
 Pasien yang membutuhkan terapi adalah pasien dengan MABP > 120 atau

tekanan sistolik > 180 mmHg dan MABP dipertahankan antara 100-120

 Untuk kelainan jantung akibat PSA dapat diberikan B-bloker seperti Propanolol

yang dilaporkan dapat menurunkan efek samping ke jantung.

 Untuk perdarahan saluran cerna dapat dilakukan lavage lambung dengan NaCl,

tranfusi, pemberian cairan yang adekuat, dan antasida.

 H2-bloker misalnya ranitidin untuk mengurangi resiko terjadinya stress ulcer

 Untuk mual dan muntah dapat diberikan antiemetik

 Bila kejang dapat diberikan anti konvulsan : Phenytoin 10-15 mg/kg IV (loading

dose), kemudian diturunkan menjadi 100 mg/8 jam atau Phenobarbital 30-60 mg

tiap 6-8 jam.

Terapi Pembedahan

Dilakukan dalam keadaan darurat untuk penanganan tekanan tinggi intra kranial,

mengeluarkan hematoma dan penanganan hidrosefalus akut, juga untuk mencegah

perdarahan ulang dan meminimalkan terjadinya vasospasme.

 Untuk hidrosefalus akut dapat dilakukan pemasangan Ventriperitoneal shunt.

Hidrosefalus akut dapat diterapi dengan steroid, manitol atau pungsi lumbal

berulang

 AVM  Tindakan pembedahan berupa en block resection atau obliterasi

dengan cara ligasi pembuluh darah atau embolisasi melalui kateter intra arterial

lokal. Kala resiko perdarahan sekunder lebih kecil pada AVM dibandingkan

aneurisma, maka tindakan pembedahan dilakukan secara elektif setelah episode

perdarahan.

27
 Aneurisma  Terapi pembedahan definitif terdiri dari clipping atau wrapping

aneurisma. Pada pasien dengan kesadaran penuh atau hanya penurunan

kesadaran ringan, tindakan pembedahan memperlihatkan hasil yang baik.

Sebaliknya pada pasien yang stupor atau koma tidak diperoleh keuntungan dari

tindakan tersebut.

2.4. Pencegahan Stroke

Mengatur Pola Makan Yang Sehat

1. Makan yang membantu menurunkan kadar kolesterol

 Serat larut yang banyak terdapat dalam biji-bijian seperti beras merah, jagung

dan gandum.

 Obat akan menurunkan kadar kolesterol total dan LDL, menurunkan tekanan

darah dan menekan nafsu makan bila dimakan di pagi hari (memperlambat

pengosongan usus)

 Kacang kedele beserta produk olahannya dapat menurunkan lipid serum,

menurunkan kolesterol total, kolesterol LDL dan trigliserida.

 Mekanisme kerja : menambah ekskresi asam empedu, meningkatkan aktivitas

estrogen dari isoflavon, memperbaiki elastisitas arterial dan meningkatkan

aktivitas antioksidan yang menghalangi oksidasi LDL

 Kacang-kacangan : menurunkan kolesterol LDL dan mungkin mencegah

aterosklerosis.

2. Makanan Lain Yang Berpengaruh Terhadap Prevensi Stroke

28
 Makanan/zat yang membantu memecah homosistein seperti asam folat vitamin

B6, B12 dan riboflavin

 Susu dan kalsium mempunyai efek protektif terhadap stroke

 Ikan terutamanya yang berlemak (tuna,salmon) mangandung omega-3,

eicosapentenoic (EPA) dan docosahexonoeic acid (DHA) yang merupakan

pelindung jantung dengan efek melindungi terhadap risiko kematian mendadak,

mengurangi risiko aritmia, menurunkan kadar trigliserida, menurunkan

kecenderungan adhesi platelet, sebagai prekursor prostaglandin, inhibisi sitokin,

anti inflamasi dan stimulasi NO endothelial. Dianjurkan untuk mengkonsumsi 2

kali/minggu.

 Makanan yang kaya vitamin C, E dan beta karoten buahan dan biji-bijian adalah

sebagai sumber antioksidan

 Buah-buahan dan sayuran.

3. Rekomendasi Tentang Makanan :

 Menambah asupan kalium dan mengurangi asupan natrium

 Minimalkan makanan tinggi lemak jenuh dan mengurangi asupan trans fatty

acids seperti kue-kue, krakers, makan yang digoreng dan mentega.

 Mengutamakan makanan yang mengandung poly unsaturated fatty acids,

monosaturated fatty acids, makanan berserat dan protein nabati.

 Jangan makan berlebihan dan perhatikan menu seimbang

 Makanan sebaiknya bervariasi dan tidak tunggal

 Hindari makan dengan densitas kalori rendah dan kualitas nutrisi rendah

29
 Utamakan makanan yang mengandung polisakarida (nasi, roti, pasta, sereal dan

kentang)

Menghentikan Rokok

 Bisa menyebabkan peninggian koagubilitas, viskositas darah, meninggikan

tekan darah, menaikkan hematokrit dan menurunkan HDL.

Menghindari Minum Alkohol dan Penyalahgunaan Obat.

 Penyalahgunaan obat seperti kokain, heroin penilpropanolamin dan

mengkonsumsi alkohol dalam dosis berlebihan dan jangka panjang (abuse

alcohol) akan memudahkan terjadinya stroke.

Melakukan Olahraga Yang Teratur

 Melakukan aktivitas fisik aerobik (jalan cepat, bersepeda, berenang dll) secara

teratur minimum 3 kali seminggu akan dapat menurunkan tekanan darah,

memperbaiki kebiasaan makan dan menurunkan berat badan.

 Efek biologis: penurunan aktivitas platelet, reduksi fibrinogen plasma dan

menaiknya aktivitas tissue plasminogen activator dan konsentrasi HDL.

Menghindari Stres dan Beristirahat Yang Cukup

 Istirahat yang cukup dan tidur teratur 6-8 jam sehari

 Mengendalikan stress dengan cara berfikir positif sesuai dengan jiwa sehat

menurut WHO, menyelesaikan pekerjaan satu demi satu, bersikap ramah dan

mendekatkan diri pada Tuhan YME.

30
TINDAKAN MEDIS PADA PREVENSI SEKUNDER STROKE

Sebagian penderita stroke atau dengan riwayat TIA berisiko untuk terserang

stroke atau TIA kembali, untuk itu diperlukan upaya untuk mencegah terjadinya TIA

atau stroke berulang dan kejadian vaskular lainnya.

Upaya untuk mencegah serangan ulang stroke selain dari pengendalian dengan

gaya hidup sehat, juga mengendalikan faktor risiko yang dapat diubah, terapi

farmakologi dan terapi bedah

Obat-Obatan Anti Trombotik Untuk Prevensi Sekunder Stroke

1. Antiplatelet

a) Aspirin

 Dosis dan cara pemberian: 50-325 mg peroral sekali sehari

 Mekanisme kerja: anti platelet, menghambat jalur siklooksigenase

 Efek samping: iritasi dan atau perdarahan gastrointestinal

b) Clopidogrel

 Dosis dan cara pemberian: 75mg peroral sekali sehari

 Mekanisme kerja: antiplatelet, inhibisi reseptor adenosine difosfat

 Efek samping: rash, diare, netropenia, iritasi gastrointestinal, perdarahan

gastrointestinal, purpura trombotik trombositopenia.

c) Ticlopidin

 Dosis dan cara pemberian: 250 mg peroral 2 kali sehari

31
 Mekanisme kerja: antiplatelet, inhibisi reseptor adenosine difosfat

 Efek samping: rash, diare, netropenia, iritasi gastrointestinal, perdarahan

gastrointestinal, purpura trombotik trombositopenia.

d) Aspirin + Dipiridamol

 Dosis dan cara pemberian: aspirin 25mg + Dipiridamol SR 200mg 2 kali sehari

 Mekanisme kerja: antiplatelet, inhibisi jalur siklooksigenase, fosfodiesterase,

dan ambilan kembali adenosin

 Efek samping: sakit kepala, diare, netropenia, iritasi gastrointestinal

e) Cilostazol

 Dosis dan cara pemberian : 100mg peroral 2 kali sehari

 Mekanisme kerja: anti platelet, meningkatkan siklik AMP dengan cara

menghambat aktivitas fosfodiesterase III

 Efek samping: palpitasi, infak miokad, unstable angina, sakit kepala, mual,

gangguan fungsi hati, rash.

2. Anti Koagulan

Tujuan: pencegahan sekunder stroke dengan factor risiko fibrilasi atrium

 Warfarin

 Dikumarol

3. Lain-lain:

 Statin

 Ace inhibitor.

32
2.5. Prognosis

I. Prognosa Jangka Pendek

Sekitar 30-60% penderita stroke meninggal dalam 3-4 minggu pertama setelah

onset (Marquadsen 1976). Herman dkk (1982) melaporkan dalam 3 minggu pertama

kematian penderita stroke sebanyak 30%. Angka kematian penderita stroke berbeda-

beda pada beberapa jenis stroke. Angka kematian tertinggi dijumpai pada PIS sekitar

60-90% meskipun dilakukan operasi kemungkinan hidup tidak lebih dari 50%

(Marquadsen 1976). Sedangkan emboli otak 60% dan trombosis otak 30% (Marshall

1975).

Herman dkk (1982) melaporkan kemungkinan hidup dalam 1 minggu penderita

PIS sebanyak 28%, penderita PSA 46% dan penderita infark otak (trombosis otak)

80%.

Faktor-faktor yang mempengaruhi prognosa jangka pendek :

1. Tipe stroke

Kematian penderita PIS lebih tinggi daripada penderita infark otak, dan prognosa

fungsional PIS kurang baik dibandingkan infark otak. Sedangkan penyembuhan

PSA umumnya baik.

2. Luas dan daerah lesi

Lesi di batang otak akan menimbulkan gangguan motorik yang lebih berat

daripada lesi supratentorial, sebaiknya lesi supratentorial menimbulkan gangguan

fungsi luhur.

33
3. Defisit Neurologik

- Defisit Motorik :

Bila dalam 1 bulan tanpa perbaikan menunjukkan prognosa yang buruk, dan

kemampuan dapat berjalan sendiri hanya 15% pada penderita yang anggota

gerak atasnya belum ada perbaikan sampai akhir minggu ke-4 atau tidak ada

gerakan dalam 3 minggu biasanya prognosanya buruk.

- Defisit Sensorik :

Hubungan defisit sensorik dengan penyembuhan masih belum jelas.

- Gangguan Visual :

Akan mempersulit penyembuhan

- Kesadaran

Pada penderita koma dalam beberapa jam setalah onset hampir seluruhnya

meninggal. Sedangkan pada penderita sopor sebanyak 10% dapat bertahan

hidup, dan pada komposmentis 72% dapat bertahan hidup.

II. Prognosa Jangka Panjang

Dipengaruhi oleh :

1. Umur

Kematian penderita stroke dalam 1 tahun setalah onset umur 70-79 tahun dua kali

lebih tinggi dibandingkan penderita yang 20 tahun lebih muda (Marquadsen 1976)

2. Hipertensi

34
Prognosa akan bertambah buruk bila tekanan sistolik tinggi, tapi bila tekanan

darah terkontrol dengan baik, prognosa akan lebih baik. Kematian jangka panjang

penderita stroke yang disertai tekanan diastolik > 110 mmHg secara bermakna

lebih tinggi daripada tekanan diastolik yang lebih rendah.

3. Penyakit jantung

Adanya kelainan EKG dalam bentuk apapun akan menurunkan kemungkinan

hidup penderita dalam 3 tahun setelah onset stroke. Kebanyakan penderita

penyakit jantung berat akan meninggal dalam waktu 1 tahun setalah onset.

35
BAB III

PEMBAHASAN

Pasien perempuan usia 73 tahun datang dengan penurunan kesadaran mendadak,

dengan muntah setelah tidak sadar dan kejang kurang dari 5 menit, dan riwayat nyeri

kepala sejak seminggu sebelumnya. Dari pemeriksaan fiisk didapatkan kesadaran stupor

dengan GCS E1-V1-M2, pupil isokor dengan ukuran 4mm/4mm, refleks langsung dan

tidak langsung negatif, meningeal sign negatif, lateralisasi ke kanan. Dari hasil penilaian

menggunakan Siriraj Stroke Score didapat skor > 1 dan Gadjah Mada Score positif pada

penurunan kesadaran dan nyeri kepala. Dengan riwayat klinis ini, pasien didiagnosis kerja

dengan suspek stroke hemmoragic.

Pada pasien ini dilakukan pemberian Infus NaCl 14 tetes per menit untuk

pemberian cairan dan sebagai jalur intravena. Dilakukan pemasangan NGT untuk

dekompresi isi lambung dan sebagai jalur pemberian obat oral pada pasien dengan

penurunan kesadaran. Dilakukan pemasangan kateter saluran kemih untuk pemantauan

cairan keluar pada pasien. Pasien juga diberikan obat-obat injeksi yaitu Citicolin, yaitu

obat neurotropic yang membantu memperkuat aliran darah menuju otak agar

memperlambat kerusakan jaringan otak akibat iskemik. Pasien diberikan injeksi antrain

sebagai analgesik, injeksi ranitidin sebagai gaster protective terhadap interaksi obat lain.

Pasien diberikan injeksi mecobalamin sebagai vitamin untuk saraf. Pasien diberikan

injeksi asam traneksamat sebagai antifibrinolitik untuk mencegah terbentuknya bekuan

fibrin. Pasien diberikan tablet Asthin Force sebagai antioksidan untuk memperlambat

kerusakan jaringan yang terjadi akibat iskemik dari perdarahan di otak. Pasien juga

36
diberikan amlodipine tablet 10 mg sebagai obat antihipertensif pada pasien stroke.

Keluarga pasien telah diberikan informasin mengenai penyakit yang diderita pasien dan

memahami risiko dan kemungkinan yang bisa terjadi. Pasien direncanakan untuk dirawat

di ruang intensif (ICU).

Pada perjalanan penyakitnya, kondisi pasien semakin memburuk seiring berlalu-

nya waktu, dicurigai akibatnya besarnya perdarahan yang terjadi dan terjadinya proses

herniasi. Tidak tersedianya CT-Scan menyebabkan kurang maksimalnya penegakan

diagnosis pasti untuk pasien ini.

Setelah dilakukan pemberian terapi, selang 1 jam pasien mengalami apneu dan

henti jantung. Dilakukan bagging dan RJP selama 5 siklus, namun pasien tidak tertolong.

Hal ini sesuai dengan teori, bahwa angka kematian akibat stroke perdarahan cenderung

tinggi, terutama apabila terjadi herniasi dan lambatnya pasien dibawa ke UGD setelah

penurunan kesadaran. Angka mortalitas yang sangat tinggi membuat stroke hemmoragik

menjadi salah satu penyebab kematian mendadak terbanyak.

37
DAFTAR PUSTAKA

1. Anwar, Y. 2008. Stroke Hemoragik. Departemen Neurologi Fakultas Kedokteran


Universitas Sumatra Utara. Medan

2. Bahrudin, M. 2009. Model diagnostik Stroke Berdasarkan Gejala Klinis. Malang.

3. Badam, P. 2003. Poor Accuracy of The Siriraj and Guy’s Hospital stroke Scores in
Distingushing haemorrhagic from Ischaemic Stroke in a Rural, Tertiary Care Hospital.
The National Medical Journal of India. Vol.16/No.1 .

4. Gofir, A. 2009. Diagnosis Dini dan Penanganan Pertama Stroke. Fakultas Kedokteran
UGM/RS Sardjito Yogyakarta.

5. Guyton, A and John E. Hall. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. EGC. Jakarta.

6. Misbach J, 2001. Pattern Of hospitalized stroke Patient in ASEAN Countries an


ASEAN Stroke Epidemiology Study. Med J Indones ; 10 : 48-56.

7. Poungvarin, N. 1991. Siriraj Stroke Score and Validation Study to Distinguish


Supratentorial Intracerebral Haemorrhage from Infarction. Bangkok. BMJ
1991;302:1565-7

8. Price, S and Lorraine McCarty. 2006. Patofisiologi: konsep klinis proses-proses


penyakit. EGC. Jakarta.

9. Reese, A. 1992. The Design and Automated Testing of an Expert System For the
Differential Diagnosis of Acute Stroke. Montefiore Medical Center and the Albert
Einstein college of Medicine. 0195-4210/91.

10. Sacco RL, Adams R, Albers G, 2006. Guidelines for Prevention of Stroke in Patients
With Ischemic stroke or Transient Ischemic Attack 2006. A Statement for Healthcare
Professional From AHA/ASA. Stroke; 37 : 577-617.

11. Sheta, Y. 2012. Accuracy of Clinical Sub-typing of Stroke in Comparasion to


Radiological Evidence. British Journal of Science. Vol.6 (2)

38

Anda mungkin juga menyukai