FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2021
SKILL 1
DOKUMENTASI FORENSIK DAN DESK
RIPSI LUKA
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2020
2
A. FOTOGRAFI/DOKUMENTASI FORENSIK
CAPAIAN PEMBELAJARAN
STRATEGI PEMBELAJARAN
Metode Pembelajaran
1. Demonstrasi sesuai dengan buku panduan
2. Diskusi
3. Simulasi (partisipasi aktif) menggunakan manikin.
METODE PENILAIAN
Evaluasi menggunakan daftar tilik (check list) dengan ujian berupa OSCE.
3
REFERENSI
1. DiMaio VJ, DiMaio D. Forensic Pathology. 2nd ed. (Geberth VJ, ed.). Boca Raton: CRC
Press LLC; 2001.
2. Dolinak D, Matshes EW, Lew EO. Forensic Pathology: Principles and Practice. London:
Elsevier Academic Press; 2005.
3. Saukko P, Knight B. Knight’s Forensic Pathology. 3rd ed. London: Edward Arnold Ltd.;
2004.
4. Shepherd R. Simpson’s Forensic Medicine. 12th ed. (Shepherd R, ed.). New York:
Arnold; 2003.
5. Shkrum MJ, Ramsay DA. Forensic Pathology of Trauma: Common Problem for the
Pathologists. (Karch SB, ed.). Totowa, New Jersey: Humana Press; 2007.
4
B. DESKRIPSI LUKA
CAPAIAN PEMBELAJARAN
STRATEGI PEMBELAJARAN
Metode Pembelajaran
1. Demonstrasi sesuai dengan buku panduan
2. Diskusi
3. Simulasi (partisipasi aktif) menggunakan manekin
4. Praktik langsung ke pasien yang ditemui di rumah sakit.
METODE PENILAIAN
Evaluasi menggunakan daftar tilik (check list) dengan ujian berupa OSCE.
REFERENSI
5
1. DiMaio VJ, DiMaio D. Forensic Pathology. 2nd ed. (Geberth VJ, ed.). Boca Raton: CRC
Press LLC; 2001.
2. DiMaio VJM. Gunshot Wounds Practical: Aspects of Firearms, Ballistics, and Forensic
Techniques. 2nd ed. Boca Raton: CRC Press LLC; 1999.
3. Dolinak D, Matshes EW, Lew EO. Forensic Pathology: Principles and Practice. London:
Elsevier Academic Press; 2005.
4. Saukko P, Knight B. Knight’s Forensic Pathology. 3rd ed. London: Edward Arnold Ltd.;
2004.
5. Shepherd R. Simpson’s Forensic Medicine. 12th ed. (Shepherd R, ed.). New York:
Arnold; 2003.
6. Shkrum MJ, Ramsay DA. Forensic Pathology of Trauma: Common Problem for the
Pathologists. (Karch SB, ed.). Totowa, New Jersey: Humana Press; 2007.
6
PROSEDUR DOKUMENTASI FORENSIK UNTUK KORBAN HIDUP
(FOTOGRAFI FORENSIK & DESKRIPSI LUKA)
NO. AKTIVITAS
A. Persiapan Pemeriksaan Luka
1. Sediakan alat dan bahan yang diperlukan:
Kamera
Sarung tangan medis (hanscoen)
Label identitas
Alat pengukur
Lembar sketsa tubuh (body chart)
Alat tulis menulis.
2. Periksa kelengkapan administrasi:
Surat Permintaan Visum (SPV) yang diantar penyidik
Persetujuan pemeriksaan medis forensik (informed consent) baik verbal
maupun tertulis
Bukti identitas pasien (KTP, SIM, SPV, dan sebagainya).
3. Tuliskan data-data yang dibutuhkan ke dalam label identitas dan lembar body
chart berdasarkan keterangan yang terdapat pada SPV dan bukti identitas
pasien sebagai berikut:
Nomor SPV
Nomor registrasi kasus di RS yang bersangkutan
Nama korban dan umur/tanggal lahir
Nama pemeriksa
Hari dan tanggal dilakukannya pemeriksaan
Waktu dilakukannya pemeriksaan.
B. Pemakaian Alat Pelindung Diri (APD)
1. Lakukan cuci tangan medis atau gunakan cairan antiseptik
2. Kenakan sarung tangan medis (hanscoen).
C. Fotografi Forensik
1. Foto seluruh tubuh (whole body)
Posisikan pasien dalam posisi anatomis, baik berdiri maupun berbaring
Letakkan alat pengukur tinggi/panjang badan di samping tubuh pasien
Letakkan label identitas yang telah diisi di tempat yang dapat terlihat jelas
(di samping kepala pasien, di dada atau perut pasien)
Lakukan pengambilan foto dengan posisi kamera tegak lurus 90° terhadap
titik pusat tubuh pasien (pusar)
Foto harus memuat keseluruhan tubuh pasien (ujung kepala hingga ujung
kaki), menampakkan wajah pasien (diambil dari depan), dan pasien tetap
mengenakan pakaian (kecuali alas kaki jika pasien dalam posisi berdiri
guna pengukuran tinggi badan), label identitas dan alat ukur
Dapat dilakukan pengambilan foto tambahan dari sisi kanan/kiri/belakang
jika dirasa perlu.
2. Foto regional
Bebaskan regio anatomis yang ingin didokumentasikan dari pakaian
Letakkan alat pengukur dan label identitas yang telah diisi sebidang
dengan bagian tubuh yang akan difoto
7
Lakukan pengambilan foto dengan posisi kamera tegak lurus 90° terhadap
titik pusat dari bagian tubuh (regio anatomis) yang akan difoto
Foto harus memuat keseluruhan regio yang ingin didokumentasikan, yakni
ada penanda (marker) anatomis dan harus jelas sisi atas dan bawah,
kanan dan kiri, depan dan belakang, label identitas dan alat ukur.
3. Foto close up
Identifikasi objek/luka yang ingin didokumentasikan dan bebaskan dari
penutup tubuh
Letakkan alat pengukur dan label identitas yang telah diisi sebidang
dengan luka
Lakukan pengambilan foto dengan posisi kamera tegak lurus 90° terhadap
titik pusat luka
Foto harus memuat keseluruhan luka dan dapat memberikan keterangan
mengenai karakteristik luka, label identitas dan alat ukur
Dapat dilakukan pengambilan foto tambahan dengan posisi kamera miring
45° terhadap titik pusat luka, baik dari sisi atas, bawah, kanan, kiri, maupun
diagonal, jika dirasa perlu.
4. Foto objek lain (barang bukti pakaian, bercak darah, anak peluru, senjata,
dokumen, dan lain-lain) jika ada
Letakkan alat pengukur dan label identitas yang telah diisi sebidang
dengan objek yang akan difoto
Lakukan pengambilan foto dengan posisi kamera tegak lurus 90° terhadap
titik pusat objek
Foto memuat keseluruhan objek, label identitas dan alat ukur
Jika objek mengandung tulisan, tulisan harus dapat dibaca dengan jelas
Dapat dilakukan pengambilan foto tambahan dengan posisi kamera miring
45° terhadap titik pusat objek, baik dari sisi atas, bawah, kanan, kiri,
maupun diagonal, jika dirasa perlu.
D. Dokumentasi pada Lembar Sketsa Tubuh (Body Chart)
1. Pastikan data-data mengenai nomor SPV, nomor registrasi kasus, identitas
pasien, pemeriksa, dan tanggal serta waktu pemeriksaan telah terisi lengkap
pada lembar body chart
2. Gambarkan garis yang menjadi acuan untuk menentukan absis dan ordinat
luka
3. Gambarkan luka pada lembar body chart sesuai dengan hasil yang ditemukan
pada hasil pemeriksaan, kemudian arsir sesuai dengan legenda
4. Tuliskan panjang dan lebar luka
5. Tuliskan absis dan ordinat luka
6. Ulangi langkah 2-5 jika terdapat lebih dari satu luka.
E. Deskripsi Luka
1. Identifikasi luka yang akan dideskripsikan
2. Kelompokkan luka-luka yang ada berdasarkan regio anatomis
3. Tuliskan:
Jumlah luka di dalam regio tersebut
Jenis luka (tertutup atau terbuka)
Lokasi anatomis
Bentuk luka
8
Ukuran luka, yaitu panjang dan lebar luka (pengukuran kedalaman luka
hanya dilakukan jika memungkinkan)
Lokasi koordinat luka berdasarkan absis dan ordinat
Karakteristik luka, mencakup garis batas luka, daerah di dalam garis batas
luka, dan daerah di sekitar luka
Perincian:
Luka tertutup:
Garis batas luka: batas tegas/tidak tegas
Daerah di dalam garis batas luka: warna, permukaan luka, bengkak
ada/tidak
Daerah di sekitar luka: ada/tidak ada kelainan
Luka terbuka:
Garis batas luka: tepi rata/tidak rata
Daerah di dalam garis batas luka: tebing luka, dasar luka, jembatan
jaringan ada/tidak, ujung luka (bila ada) tajam/tumpul, perdarahan aktif
ada/tidak
Daerah di sekitar luka: ada/tidak ada kelainan
4. Ulangi langkah 3 untuk semua luka yang ditemukan.
F. Diagnosis Luka
1. Tentukan diagnosis luka berdasarkan deskripsi yang telah dibuat
2. Diagnosis yang dituliskan berupa jumlah luka, diagnosis luka, dan lokasi
anatomisnya.
G. Menganalisis Penyebab Terjadinya Luka
1. Tuliskan penyebab terjadinya luka, berupa karakteristik agen penyebabnya
saja, misalnya trauma tajam, trauma tumpul, dsb
2. Jangan menuliskan penyebab luka secara argumentatif pada kasus (ditusuk
pisau, ditinju, ditabrak motor, dsb) di mana dokter pemeriksa bukan merupakan
saksi mata insidens/trauma.
H. Penilaian Derajat Luka
1. Nilai prognosis luka secara medis
2. Secara hukum, derajat luka dibagi menjadi luka ringan (Pasal 352 KUHP), luka
sedang (Pasal 351 KUHP), dan luka berat (Pasal 90 KUHP), namun istilah ini
merupakan istilah hukum dan tidak perlu dicantumkan dalam laporan medis
manapun untuk menjaga profesionalisme profesi
3. Meskipun demikian, perlu dipahami mengenai kategori masing-masing derajat
perlukaan guna memenuhi tujuan pembuatan SK VER yakni membuat terang
suatu perkara.
9
RUBRIK PENILAIAN UJIAN KETERAMPILAN KLINIK
FOTOGRAFI/DOKUMENTASI FORENSIK
KOMPETENSI
I. Persiapan Pemeriksaan Luka
1. Menyiapkan alat dan bahan yang diperlukan:
a. Kamera
b. Sarung tangan medis (hanscoen)
c. Standar/skala pengukuran: penggaris, meteran, dsb
d. Alat tulis menulis
2. Mengecek kelengkapan administrasi yang dibutuhkan:
a. Surat Permintaan Visum (SPV)
b. Label identitas
c. Lembar sketsa tubuh (body chart)
3. Mengisi label identitas secara lengkap dan benar:
a. Nomor SPV
b. Nomor registrasi kasus
c. Identitas pasien: nama dan umur
d. Identitas pemeriksa
e. Tanggal pemeriksaan
f. Waktu pemeriksaan
4. Mengenakan sarung tangan medis (hanschoen).
II. Fotografi Forensik
1. Foto whole body
a. Ada label identitas dan alat ukur
b. Kamera diposisikan tegak lurus terhadap pusar
c. Foto memuat keseluruhan tubuh pasien, label, dan alat ukur
2. Foto regional
a. Ada label identitas dan alat ukur
b. Kamera diposisikan tegak lurus terhadap titik pusat regio anatomis yang difoto
c. Foto memuat keseluruhan regio anatomis, label, dan alat ukur
3. Foto close-up
a. Ada label identitas dan alat ukur
b. Kamera diposisikan tegak lurus terhadap titik pusat luka
c. Foto memuat keseluruhan luka, label, dan alat ukur.
III. Dokumentasi pada Body Chart
1. Mengisi kolom identitas pada lembar body chart:
a. Nomor SPV
b. Nomor registrasi kasus
c. Identitas pasien: nama dan umur
d. Identitas pemeriksa
e. Tanggal pemeriksaan
f. Waktu pemeriksaan
2. Dokumentasi luka pada body chart harus memuat:
a. Orientasi luka pada body chart harus sesuai dengan orientasi luka pada tubuh kor
ban
b. Luka diarsir sesuai dengan petunjuk pada legenda
c. Garis yang menjadi acuan untuk menentukan absis dan ordinat luka harus digamb
arkan
10
d. Absis dan ordinat luka harus dicantumkan
e. Panjang dan lebar luka harus dicantumkan
f. Jika ada bagian tubuh yang perlu diarsir sesuai legenda, maka digambarkan.
11
RUBRIK PENILAIAN UJIAN KETERAMPILAN KLINIK
DESKRIPSI LUKA
KOMPETENSI
I. Persiapan Pemeriksaan Luka
1. Menyiapkan alat dan bahan yang diperlukan:
a. Sarung tangan medis (hanscoen)
b. Standar/skala pengukuran: penggaris, meteran, dsb
c. Alat tulis menulis
2. Mengecek kelengkapan administrasi yang dibutuhkan:
a. Surat Permintaan Visum (SPV)
b. Lembar sketsa tubuh (body chart)
3. Mengenakan sarung tangan medis (hanschoen).
II. Dokumentasi pada Body Chart
1. Mengisi kolom identitas pada lembar body chart:
a. Nomor SPV
b. Nomor registrasi kasus
c. Identitas pasien: nama dan umur
d. Identitas pemeriksa
e. Tanggal pemeriksaan
f. Waktu pemeriksaan
2. Dokumentasi luka pada body chart harus memuat:
a. Orientasi luka pada body chart harus sesuai dengan orientasi luka pada tubuh kor
ban
b. Luka diarsir sesuai dengan petunjuk pada legenda
c. Garis yang menjadi acuan untuk menentukan absis dan ordinat luka harus digamb
arkan
d. Absis dan ordinat luka harus dicantumkan
e. Panjang dan lebar luka harus dicantumkan
f. Jika ada bagian tubuh yang perlu diarsir sesuai legenda, maka digambarkan.
III. Deskripsi Luka
1. Deskripsi luka harus memuat:
a. Jumlah luka
b. Jenis luka
c. Lokasi luka berdasarkan regio anatomis
d. Ukuran luka: panjang dan lebar luka
e. Lokasi luka berdasarkan absis dan ordinat
f. Karakteristik/sifat luka, meliputi:
1) Garis batas luka
2) Daerah di dalam garis batas luka
3) Daerah di sekitar luka.
IV. Diagnosis Luka
1. Tuliskan kesimpulan hasil pemeriksaan luka berupa:
a. Diagnosis luka (damage)
b. Penyebab luka.
12
LAMPIRAN 1: CONTOH LABEL IDENTITAS
13
LAMPIRAN 2: CONTOH LEMBAR SKETSA TUBUH (BODY CHART)
14
15
16
LAMPIRAN 3: DAFTAR TILIK KELENGKAPAN SYARAT-SYARAT FOTO FORENSIK
Foto regional
FOTO REGIONAL NO. __________ YA TIDAK
1. Ada label identitas
2. Ada standar pengukuran universal
Standar pengukuran diletakkan sebidang dengan regio
3.
anatomis
Regio anatomis dapat diidentifikasi (ada penanda/marker
4.
anatomis)
Sudut pengambilan foto tegak lurus terhadap titik pusat regio
5.
anatomis
6. Pencahayaan baik
7. Tidak ada distorsi ukuran foto
Foto close-up
FOTO CLOSE-UP NO. __________ YA TIDAK
1. Ada label identitas
2. Ada standar pengukuran universal
Standar pengukuran diletakkan sebidang dengan regio
3.
anatomis
Foto memuat keseluruhan luka (tidak terpotong/tertutup oleh
4.
label, standar pengukuran, pakaian, dsb)
5. Sudut pengambilan foto tegak lurus terhadap titik pusat luka
6. Pencahayaan baik
7. Tidak ada distorsi ukuran foto
8. Ukuran luka dapat diidentifikasi
9. Karakteristik/sifat luka dapat dinilai
17
Standar pengukuran diletakkan sebidang dengan benda yang
3.
akan difoto
Foto memuat keseluruhan benda (tidak terpotong/tertutup oleh
4.
label, standar pengukuran, pakaian, dsb)
5. Sudut pengambilan foto tegak lurus terhadap titik pusat benda
6. Pencahayaan baik
7. Tidak ada distorsi ukuran foto
Jika benda memuat tulisan, tulisan harus dapat terbaca dengan
8.
jelas
9. Jika benda memuat gambar, gambar harus dapat diidentifikasi
18
19
Jenis luka
Tertutup Terbuka
terdapat permukaan
kerusakan kulit utuh
epidermis Tepi rata
20
LAMPIRAN 5: ALGORITMA PEMERIKSAAN MEDIS FORENSIK UNTUK LUKA TEMBAK
Kelim-kelim
Luka tembak pada luka
Arah robekan
jaringan ke luar Jarak tembakan
Penanganan barang
Bukan luka tembak bukti peluru
21
LAMPIRAN 6: KATEGORISASI JENIS LUKA TEMBAK BERDASARKAN KARAKTERISTIKNYA
22
Luka tembak masuk (entrance wounds)
Luka tembak masuk kontak Luka tembak
Luka tembak Luka tembak Luka tembak
(contact wounds) masuk jarak
masuk jarak masuk jarak keluar (exit
Karakteristik menengah
dekat (near- jauh (distant- wounds)
Hard-contact Loose-contact (intermediate-
contact wounds) range wounds)
range wounds)
Ilustrasi
Contoh gambar
Catatan: perlu diperhatikan bahwa efek dari komponen-komponen tembakan akan tertinggal pada permukaan objek yang pertama dikenai,
sehingga jika terdapat penghalang antara moncong senjata dengan permukaan kulit/tubuh korban (seperti pakaian, peredam senjata, maupun
benda lainnya) maka bisa jadi kelim jelaga, kelim tato, dan sebagainya tidak akan ditemukan pada korban meskipun tembakan berjarak dekat.
23
24
LAMPIRAN 7: FORMAT PENULISAN MCOD SESUAI REKOMENDASI WHO
Temuan Kematian
Penyebab
II Faktor kontribusi / komorbid ICD-10
kontribusi
proximus mortis
approach
waktu
Death
25
ej
a
P
s/
Pe
n
e
y
n
Format Multiple Cause of Damage/Disease (MCODamage/Disease) menggunakany e
proximus morbus approach b
a
a
kit
Te b(
IC
m P
la
D- D
ua e
n
10 a
nPn
g
me
IC
A- ys
a
n
D-
1eu
gy
10
Pb
Pe n
e/
e
ny a
e
gIC
Di
A- b
eb b
n
D-
jej
2 as
ab 10
ay
Fe
b
ut a
e
s/
a
a
aIC
a A- n
b
p
nt
kts
D-
m … g
a
e
e)
10
ar
or
a mb
n
a
ek
IC
ay
A- o
n
D-
nt
a
Pe nnt
ard
10
kit
ny ri
aIC
eb bs
BD-
ab aru
10
ko sii
ntr jej/
ib ak
usiAlur analisis pada pembuatan laporan medis korban hidup: o
s/
Multiple cause of damage/disease (MCOD) menggunakan proximus morbus approach
mp
ore
proximus morbus prognosis bi
n
approach (prospective dy
(retrospective analysis) analysis) a
kit
waktu
Damage/disease
26
MANUAL KETERAMPILAN KLINIK
(CLINICAL SKILL LEARNING)
DEPARTEMEN FORENSIK DAN MEDIKOLEGAL
SKILL 2
SURAT KETERANGAN
VISUM ET REPERTUM
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2021
27
KETERAMPILAN KLINIK 2
PEMBUATAN SURAT KETERANGAN VISUM ET REPERTUM
DAN SURAT KETERANGAN MEDIS
CAPAIAN PEMBELAJARAN
STRATEGI PEMBELAJARAN
Metode Pembelajaran
1. Demonstrasi sesuai dengan buku panduan
2. Diskusi
3. Simulasi (partisipasi aktif) menggunakan manikin.
METODE PENILAIAN
Evaluasi menggunakan daftar tilik (check list) dengan ujian berupa OSCE.
28
REFERENSI
1. DiMaio VJ, DiMaio D. Forensic Pathology. 2nd ed. (Geberth VJ, ed.). Boca Raton: CRC
Press LLC; 2001.
2. Dolinak D, Matshes EW, Lew EO. Forensic Pathology: Principles and Practice. London:
Elsevier Academic Press; 2005.
3. Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 290 Tahun 2008 tentang Persetujuan Tindakan
Kedokteran.
4. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana RI.
5. Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana RI.
6. Konsil Kedokteran Indonesia. 2012. Kode Etik Kedokteran Indonesia.
7. Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 36 Tahun 2012 tentang Rahasia Kedokteran.
8. Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 269 Tahun 2008 tentang Rekam Medis.
9. Saukko P, Knight B. Knight’s Forensic Pathology. 3rd ed. London: Edward Arnold Ltd.;
2004.
10. Shepherd R. Simpson’s Forensic Medicine. 12th ed. (Shepherd R, ed.). New York:
Arnold; 2003.
11. Shkrum MJ, Ramsay DA. Forensic Pathology of Trauma: Common Problem for the
Pathologists. (Karch SB, ed.). Totowa, New Jersey: Humana Press; 2007.
29
PROSEDUR PEMBUATAN SURAT KETERANGAN VISUM ET REPERTUM (SK VER)
KORBAN HIDUP
NO. AKTIVITAS
A. Pemeriksaan Kelengkapan Administrasi
1. Surat Permintaan Visum (SPV) yang diantar penyidik
2. Persetujuan pemeriksaan medis forensik (informed consent) baik verbal
maupun tertulis
3. Bukti identitas pasien (KTP, SIM, SPV, dan sebagainya).
B. Pemeriksaan Medis Forensik
1. Nilai kondisi pasien; jika terdapat kegawatdaruratan maka dahulukan
pertolongan pertama hingga kondisi pasien stabil
2. Setelah kondisi pasien stabil, lakukan anamnesis pada pasien
3. Anamnesis sebaiknya meliputi:
Keluhan utama pasien
Mekanisme terjadinya perlukaan
Waktu terjadinya perlukaan (menurut pasien)
Ada tidaknya gejala/perlukaan di tempat lain
4. Lakukan pemeriksaan medis forensik (dokumentasi forensik) pada pasien
5. Lakukan pemeriksaan penunjang bila perlu
6. Tentukan diagnosis dan Multiple Cause of Damage (MCODamage)
7. Lakukan penanganan medis jika diperlukan
8. Catat seluruh hasil pemeriksaan pada berkas rekam medis.
C. Pembuatan Surat Keterangan Visum et Repertum
1. Perhatikan beberapa ketentuan penulisan SK VER seperti:
Ada kop surat institusi yang mengeluarkan SK VER
Menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar sesuai EYD (hindari
penggunaan singkatan dan istilah asing, termasuk istilah medis)
Jenis huruf (font) yang disarankan adalah Arial dengan ukuran 11
Tidak menggunakan spasi antarbaris (spasi 1)
Untuk angka ditulis menggunakan huruf (“1” menjadi “satu”, “2017” menjadi
“dua ribu tujuh belas”, dst) kecuali untuk nomor surat resmi, nomor bukti
identitas, dan data-data yang disadur/disalin dari sumber tertulis lainnya
(dicetak miring)
Jika kalimat selesai sebelum mencapai tepi/margin kanan kertas, maka sisa
ruang yang kosong diberi tanda garis datar (---) hingga penuh ke margin
kanan kertas
Diberi nomor halaman dan jumlah total halaman
2. Tuliskan laporan VER sesuai dengan urutan-urutan sebagai berikut:
Pro Justitia (“Demi Kebenaran”/”For the sake of the truth”)
Pendahuluan, memuat dasar pembuatan SK VER (SPV), dokter pemeriksa,
waktu dan tempat pemeriksaan, serta identitas pasien
Pemberitaan, memuat hasil pemeriksaan (anamnesis, pemeriksaan fisis,
pemeriksaan penunjang)
Ringkasan, memuat ringkasan pemberitaan yang disusun menurut alur
patobiologi
Kesimpulan, memuat diagnosis perlukaan (MCODamage), penyebab
30
perlukaan, dan prognosis perlukaan
Penutup, memuat waktu dan tempat dikeluarkannya SK VER serta nama
lengkap dan tanda tangan dokter yang memeriksa.
D. Penyerahan SK VER Kepada Pihak yang Meminta SK VER
1. Setelah selesai dibuat, laporan VER harus dibaca kembali untuk mengurangi
risiko terdapatnya kesalahan dalam penulisan
2. SK VER yang telah selesai dicetak kemudian ditandatangani oleh dokter yang
membuat SK VER tersebut, serta diberi cap institusi yang menerbitkan SK VER
di tiap halaman untuk menjaga keasliannya
3. SK VER hanya boleh diserahkan kepada petugas yang membawa surat
tugas/perintah pengambilan SK VER dari institusi/pihak yang mengirimkan
Surat Permintaan Visum (SPV).
31
RUBRIK PENILAIAN UJIAN KETERAMPILAN KLINIK
PEMBUATAN SK VISUM ET REPERTUM
KOMPETENSI
I. Format SK VER
1. Menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar sesuai EYD
2. Menghindari penggunaan singkatan dan istilah asing (termasuk istilah medis)
3. Untuk angka ditulis menggunakan huruf (“1” menjadi “satu”, “2017” menjadi “dua ribu
tujuh belas”, dst) kecuali untuk nomor surat resmi, nomor bukti identitas, dan data-data
yang disadur/disalin dari sumber tertulis lainnya
4. Jika kalimat selesai sebelum mencapai tepi/margin kanan kertas, maka sisa ruang
yang kosong diberi tanda garis datar (---) hingga penuh ke margin kanan kertas
5. Diberi nomor halaman dan jumlah total halaman,
II. Kelengkapan Bagian-Bagian SK VER
SK VER memuat bagian-bagian berikut:
1. Pro Justitia
2. Pendahuluan
3. Pemberitaan
4. (Ringkasan)
5. Kesimpulan
6. Penutup.
III. Kelengkapan Poin-Poin dalam SK VER
Poin-poin dalam SK VER yang harus dilengkapi:
1. Logo institusi yang mengeluarkan/menerbitkan SK VER
2. Kop surat institusi yang mengeluarkan/menerbitkan SK VER
3. Logo institusi jejaring (bila ada)
4. Pro Justitia
5. No. SK VER dari institusi yang mengeluarkan/menerbitkan SK VER
6. No. Surat Permintaan VER (SPV)
7. Tanggal dan waktu SPV diterima
8. Pihak yang membuat SPV
9. Jenis permintaan yang diminta
10. Waktu dan tempat pemeriksaan
11. Identitas pasien
12. Anamnesis
13. Pemeriksaan fisis
14. Pemeriksaan penunjang
15. Ringkasan pemeriksaan
16. Diagnosis kerja
17. Pengobatan dan tindakan
18. Prognosis dari penyakit/damage
19. Kesimpulan
20. Tempat dan tanggal dikeluarkan/diterbitkan SK VER
21. Nama lengkap dan NIK dokter yang membuat SK VER
22. Jabatan/kompetensi dari dokter yang membuat SK VER
23. Tanda tangan dokter yang membuat SK VER
24. Lampiran hasil pemeriksaan.
32
LAMPIRAN 8: ALUR PENANGANAN MEDIS UNTUK KORBAN HIDUP
Catatan:
SPV dapat diterima kapanpun, misalnya:
Mulai Selesai SPV datang bersamaan pasien masuk RS
dirawat dirawat SPV datang saat pasien sedang dalam perawatan
PERAWATAN MEDIS
SPV datang setelah pasien selesai dirawat (pulang).
Pemeriksaan dan penanganan medis harus selalu lebih
PEMERIKSAAN MEDIS diutamakan daripada pemeriksaan forensik.
Kesimpulan:
PENATALAKSANAAN Syarat pemeriksaan forensik (untuk membuat SK VER):
Ada permintaan dari penyidik (SPV)
MEDIS
Kondisi pasien sudah stabil
S1 F1 S2 F2 S3 F3
Kepada
Institusi (RS) tujuan SPV Yth. KA RSP UNIVERSITAS MUSLIM
INDONESIA
di Makassar
1. Dasar :
a. Pasal 133 ayat (1) KUHP
b. Laporan Polisi No: LP/327/IV/2017/Sek.Panakkukang tanggal 25 April 2017.
2. Bersama ini diserahkan satu barang bukti hidup dengan identitas sebagai berikut:
Nama : Taufiq Ismail
Umur : 23 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki (II.b) Identitas pasien
Agama : Islam
Pekerjaan : Pegawai swasta
Alamat : Jl. Racing Center Blok D No.13 Kec. Panakkukang Kota Makassar
3. Orang tersebut di atas mengalami luka di pipi kiri akibat terjatuh dari motor di Jl. Urip Sumoharjo
Kec. Panakukkang kota Makassar, pada hari Selasa tanggal 25 April 2017 sekitar jam 21.30
WITA.
4. Mohon diadakan pemeriksaan medis/pengobatan/perawatan atas orang tersebut serta dibuatkan
Visum et Repertum.
Diterima oleh:
Nama : Theresia Sasmito, S.Ked
Jabatan : dokter muda IRD
Penerimaan SPV dari penyidik
Tanggal : 26 April 2017, pukul 05.30 WITA oleh petugas institusi tujuan (RS)
Tanda tangan :
34
35
LAMPIRAN 10: CONTOH FORMAT SK VER KORBAN HIDUP
3
1 2 SURAT KETERANGAN VISUM ET REPERTUM
KORBAN HIDUP Logo
Departemen Kedokteran Forensik & Medikolegal (KFM) Institusi
Fakultas Kedokteran UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA Jejaring
RS Pendidikan UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
Jl. Tamalanrea No. 90 Makassar – Indonesia
PRO JUSTITIA 4
1. Nama : …………………………………………………………. 11
2. Tanggal Lahir/Umur : …………………………………………………………. 12
3. Alamat : …………………………………………………………. 13
4. No. Bukti Identitas : …………………………………………………………. 14
c) Hasil Pemeriksaan----------------------------------------------------------------------------------------------
1. Anamnesis : …………………………………………………………. 15
2. Pemeriksaan Fisis------------------------------------------------------------------------------------------ 16
(a) Kesadaran : ………………………………………………………….
(b) Denyut nadi : ………………………………………………………….
(c) Pernapasan : ………………………………………………………….
(d) Tekanan darah : ………………………………………………………….
(e) Suhu tubuh : ………………………………………………………….
(f) Pakaian : ………………………………………………………….
(g) Tinggi badan : ………………………………………………………….
(h) Berat badan : ………………………………………………………….
(i) Ciri khusus : ………………………………………………………….
(j) Kepala : ………………………………………………………….
(k) Leher : ………………………………………………………….
(l) Bahu : ………………………………………………………….
(m) Dada : ………………………………………………………….
(n) Punggung : ………………………………………………………….
(o) Perut : ………………………………………………………….
(p) Pinggang : ………………………………………………………….
(q) Bokong : ………………………………………………………….
(r) Dubur : ………………………………………………………….
(s) Alat kelamin : ………………………………………………………….
(t) Anggota gerak atas : ………………………………………………………….
(u) Anggota gerak bawah : ………………………………………………………….
3. Pemeriksaan Penunjang---------------------------------------------------------------------------------- 17
(a) Laboratorium : ………………………………………………………….
(b) Radiologi : ………………………………………………………….
(c) Odontogram : ………………………………………………………….
(d) Lain-lain : ………………………………………………………….
18
*coret yang tidak perlu
36
4. Ringkasan Pemeriksaan : ………………………………………………………….
5. Diagnosis Kerja (ICD coding)---------------------------------------------------------------------------- 19
Damage : ………………………………………………………….
Penyebab damage langsung (A-1) : ………………………………………………………….
Penyebab antara (A-2) : ………………………………………………………….
……
Penyebab yang mendasari (A-n) : ………………………………………………………….
Keadaan morbid lain yang tidak berhubungan dengan penyebab utama tersebut (A),
namun berkontribusi terhadap damage tersebut:
Keadaan morbid lain (B-1) : ………………………………………………………….
Keadaan morbid lain (B-2) : ………………………………………………………….
……
Keadaan morbid lain (B-n) : ………………………………………………………….
6. Pengobatan dan Tindakan : …………………………………………………………. 20
7. Prognosis dari penyakit/damage : …………………………………………………………. 21
8. Kesimpulan : …………………………………………………………. 22
III. Penutup---------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Demikian surat keterangan ini dibuat berdasarkan dengan penguraian yang sejujur-
jujurnya dan menggunakan pengetahuan yang sebaik-baiknya serta mengingat
sumpah pada saat menerima jabatan.---------------------------------------------------------------------
a) Tempat dan Tanggal dikeluarkan Surat Visum et Repertum: ………………………………… 23
b) Nama lengkap dan Nomor Induk Kepegawaian dokter/dokter gigi yang diberi wewenang
pelayanan kesehatan : …………………………………………………………. 24
c) Jabatan dan kompetensi dari (b) : …………………………………………………………. 25
d) Tanda tangan : 26
37
PENJELASAN POIN DEMI POIN
SURAT KETERANGAN VISUM ET REPERTUM PASIEN HIDUP
38
[17] Pemeriksaan Penunjang diisi sesuai dengan pemeriksaan penunjang dalam rangka
membuat diagnosis terhadap jejas atau damage (diagnosis/gambaran klinik pada saat
dilakukan pemeriksaan pasien hidup dalam rangka menjawab Surat Permintaan
Visum et Repertum).
[18] Ringkasan Pemeriksaan diisi sesuai dengan rangkuman hasil pemeriksaan fisis serta
pemeriksaan penunjang terhadap jejas atau damage (diagnosis/gambaran klinik pada
saat dilakukan pemeriksaan pasien hidup dalam rangka menjawab Surat Permintaan
Visum et Repertum).
[19] Diagnosis Kerja (ICD coding) diisi sesuai dengan diagnosis terhadap jejas atau
damage pada saat dilakukan pemeriksaan pasien hidup dalam rangka menjawab
Surat Permintaan Visum et Repertum. Bilamana damage tersebut merupakan
rangkaian damage dan komplikasi sebagai konsekuensi dari adanya kejadian
(incidence), maka dalam mengungkapkan rangkaian patomekanisme tersebut perlu
dimasukan dalam lampiran semua ringkasan/ resume medik dari tindakan medik
terdahulu yang telah dilakukan oleh dokter/dokter gigi/petugas kesehatan yang
diberikan wewenang; dan resume medik tersebut harus ditandatangani oleh
dokter/dokter gigi/petugas kesehatan tersebut. Urutan diagnosis kerja menggunakan
pendekatan Multiple Cause of Damage (MCOD), sehingga dituliskan keadaan morbid
yang langsung berhubungan dengan damage sekarang (A1), dan penyebab antaranya
(A-2, A-3), serta penyebab yang mendasari terjadinya damage (A-4). Selain itu
dituliskan pula semua keadaan morbid lain yang tidak mempunyai hubungan langsung
dengan penyebab langsung damage tersebut, namun berkontribusi terhadap keadaan
damage sekarang (B-1, B-2, B-3, dan B-4). Kemudian diagnosis/damage tersebut
diberi kode sesuai dengan International Classification of Disease-10 (ICD-10).
[20] Pengobatan dan Tindakan diisi sesuai dengan pengobatan dan tindakan terhadap
jejas atau damage (diagnosis/gambaran klinik pada saat dilakukan pemeriksaan
pasien hidup dalam rangka menjawab Surat Permintaan Visum et Repertum).
[21] Prognosis dari penyakit/damage diisi sesuai dengan prognosis yang dibuat
berdasarkan penilaian terhadap jejas atau damage (diagnosis/gambaran klinik pada
saat dilakukan pemeriksaan pasien hidup dalam rangka menjawab Surat Permintaan
Visum et Repertum).
[22] Kesimpulan diisi sesuai dengan Diagnosis dan Prognosis.
[23] Tempat dan Tanggal dikeluarkan VeR diisi dengan tempat dan tanggal
dikeluarkan/diterbitkan Surat Keterangan Visum et Repertum oleh institusi yang
membuat VeR.
[24] Nama lengkap dan Nomor Induk Kepegawaian dari dokter/dokter gigi yang diberi
wewenang pelayanan kesehatan diisi sesuai dengan nama dan NIK dari dokter/
dokter gigi/ petugas kesehatan yang melakukan pemeriksaan pasien hidup dalam
rangka menjawab Surat Permintaan Visum et Repertum. Dokter/ dokter gigi/ petugas
kesehatan ini adalah dokter/ dokter gigi/ petugas kesehatan yang ditunjuk/mewakili
institusi yang mengeluarkan/menerbitkan Surat Keterangan Visum et Repertum.
[25] Jabatan dan kompetensi dari [24] diisi sesuai dengan jabatan dan kompetensi yang
dimiliki oleh dokter/ dokter gigi/ petugas kesehatan yang membuat surat keterangan
Visum et Repertum.
[26] Tanda tangan ditandatangani oleh [24].
[27] Lampiran pemeriksaan dilampirkan semua pemeriksaan dalam rangka membuat
diagnosis terhadap damage yang terjadi (misalnya hasil pemeriksaan laboratorium,
radiologi, ultrasonografi, EKG, EEG, histopatologi, toksikologi, DNA, dan lain-lain).
39
MANUAL KETERAMPILAN KLINIK
(CLINICAL SKILL LEARNING)
DEPARTEMEN FORENSIK DAN MEDIKOLEGAL
SKILL 3
PEMERIKSAAN LUAR PADA JENAZAH
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2021
40
KETERAMPILAN KLINIK 3
PEMERIKSAAN LUAR PADA JENAZAH
CAPAIAN PEMBELAJARAN
41
11. Menilai intravitalitas luka yang ditemukan.
12. Memeriksa ada tidaknya patah tulang tertutup pada jenazah.
13. Memeriksa ada tidaknya tanda-tanda tenggelam berdasarkan pemeriksaan luar.
14. Menuliskan anjuran/saran untuk melakukan pemeriksaan bedah mayat (autopsi) pada
kasus-kasus tertentu
STRATEGI PEMBELAJARAN
Metode Pembelajaran
1. Demonstrasi sesuai dengan buku panduan
2. Diskusi
3. Simulasi (partisipasi aktif) menggunakan manikin.
METODE PENILAIAN
Evaluasi menggunakan daftar tilik (check list) dengan ujian berupa OSCE.
REFERENSI
1. DiMaio VJ, DiMaio D. Forensic Pathology. 2nd ed. Boca Raton: CRC Press LLC; 2001.
2. Dix J, Graham M. Time of Death , Decomposition and Identification: An Atlas. Boca
Raton: CRC Press LLC; 2000.
3. Dolinak D, Matshes EW, Lew EO. Forensic Pathology: Principles and Practice. London:
Elsevier Academic Press; 2005.
4. Saukko P, Knight B. Knight’s Forensic Pathology. 3rd ed. London: Edward Arnold Ltd.;
2004.
5. Shepherd R. Simpson’s Forensic Medicine. 12th ed. New York: Arnold; 2003.
6. Shkrum MJ, Ramsay DA. Forensic Pathology of Trauma: Common Problem for the
Pathologists. Totowa, New Jersey: Humana Press; 2007.
42
PROSEDUR PEMERIKSAAN LUAR PADA JENAZAH
NO. AKTIVITAS
A. Pemeriksaan Kelengkapan Administrasi
Jika pemeriksaan dilakukan sebagai salah satu prosedur rutin di rumah sakit:
1. Berkas rekam medis, yang dicocokkan dengan identitas jenazah
2. Lembar persetujuan pemeriksaan luar jenazah oleh keluarga (disesuaikan
dengan SOP rumah sakit).
Jika pemeriksaan dilakukan berdasarkan permintaan penyidik:
1. Berkas rekam medis (jika sebelumnya pasien pernah dirawat di rumah sakit)
2. Surat permintaan pemeriksaan jenazah (Surat Permintaan Visum) dari penyidik
3. Pemeriksaan dilakukan terhadap jenazah yang ditunjukkan oleh penyidik
(penyidik bertanggung jawab untuk menunjukkan/mengidentifikasi jenazah
yang dimaksud).
B. Pemeriksaan Label dan Pembungkus Tubuh Jenazah
1. Identifikasi label yang terdapat pada jenazah, cocokkan identitas pada label
dengan data-data di berkas rekam medis/SPV
2. Deskripsikan jenis pembungkus tubuh mayat lapis demi lapis, dimulai dari
lapisan paling luar ke lapisan paling dalam
3. Deskripsi meliputi:
Jenis barang (kantung jenazah, selimut, pakaian, dsb)
Jenis bahan (terpal, plastik, kain katun, dsb)
Merk barang (jika ada)
Ukuran (panjang dan lebar, atau ukuran huruf [S, M, L], atau ukuran angka)
Motif/corak
Warna
Keterangan tambahan (terdapat cacat/noda/robekan/bercak darah/dll)
4. Dokumentasikan setiap pembungkus jenazah dalam bentuk foto
5. Jika terdapat barang-barang yang melekat pada tubuh mayat, juga dicatat
masing-masing deskripsi dan difoto.
C. Pemeriksaan Status Antropometri dan Ciri Fisik
1. Lepaskan seluruh pembungkus tubuh dan pakaian jenazah
2. Posisikan jenazah dalam posisi anatomis
3. Ukur panjang badan mulai dari puncak kepala (vertex) ke dasar tumit
4. Pengukuran berat badan hanya bermakna pada jenazah yang belum
mengalami proses pembusukan
5. Deskripsikan ciri-ciri fisik jenazah seperti:
Jenis kelamin, yakni melalui inspeksi alat kelamin dan tanda-tanda
perkembangan seks sekunder
Perkiraan usia
Ras
Warna kulit
Status gizi
Rambut-rambut pada jenazah, mulai dari rambut kepala, alis, bulu mata,
kumis dan janggut, rambut di tubuh dan ekstremitas, rambut kemaluan
(catat warna, ukuran terpanjang, jenis [lurus/ikal], serta mudah/tidaknya
dicabut)
43
6. Amati dan deskripsikan jika terdapat ciri-ciri khusus pada jenazah, misalnya:
Tanda lahir
Cacat khusus
Tato
Lain-lain, seperti gigi emas, dll
7. Dapat dilakukan pengambilan sampel sidik jari dengan bantuan tim INAFIS.
D. Pemeriksaan Tanatologi
Kaku mayat (rigor mortis)
1. Periksa kekakuan pada mayat dengan menggerakkan persendian: rahang,
siku, pergelangan tangan dan jari-jari tangan, lutut, serta pergelangan kaki dan
jari-jari kaki
2. Nilai derajat kekakuan: tidak ada, mudah dilawan, sukar dilawan
3. Perhatikan ada tidaknya cadaveric spasm
4. Pada jenazah yang terbakar, bedakan antara kaku mayat dengan heat
stiffening atau sikap pugilistik
5. Penilaian kaku mayat akan rancu jika jenazah telah disimpan di dalam lemari
pendingin sebelumnya (cold stiffening)
Lebam mayat (livor mortis)
1. Periksa lebam mayat dengan cara inspeksi seluruh tubuh jenazah dari semua
sisi serta amati bagian-bagian yang berwarna lebih gelap dan umumnya
berbatas tegas
2. Lakukan penekanan pada bagian yang berwarna lebih gelap, dan amati
apakah terjadi perubahan warna menjadi pucat (blanching)
3. Catat lokasi dan warna lebam mayat, serta apakah lebam masih menghilang
dengan penekanan atau sudah menetap
4. Lebam mayat mungkin akan sulit dinilai pada pasien yang meninggal dalam
kondisi hypovolemia atau memiliki riwayat anemia
Penurunan suhu tubuh (algor mortis)
1. Pengukuran suhu tubuh mayat jarang dilakukan karena banyaknya faktor
perancu yang dapat menghasilkan bias dalam interpretasi penentuan interval
postmortem
2. Pengukuran suhu tubuh mayat biasanya hanya dilakukan pada temuan kasus
baru, dan tidak perlu dilakukan jika mayat sudah dimasukkan ke dalam lemari
pendingin
Pembusukan (dekomposisi)
1. Amati ada tidaknya warna kehijauan serta pelebaran vena-vena superfisial
(marbling) pada kulit jenazah; jika ada, catat lokasinya
2. Amati ada tidaknya pembengkakan oleh gas pembusukan (bloating); biasanya
terlihat jelas pada bagian tubuh yang berongga seperti wajah, dan perut. Pada
wajah, bola mata dan lidah bisa terdorong keluar
3. Amati apakah terdapat cairan pembusukan berwarna kecoklatan yang keluar
dari lubang-lubang tubuh seperti hidung, telinga, dan mulut; bedakan dengan
darah
4. Amati ada tidaknya pembentukan vesikel/bulla maupun pengelupasan lapisan
epidermis yang kadang menyerupai luka lecet. Dapat pula terjadi degloving
pada tangan dan kaki
5. Periksa apakah rambut-rambut mayat mudah dicabut (rambut kepala, alis, bulu
mata, kumis dan janggut, rambut tubuh dan ekstremitas, rambut kemaluan)
44
6. Kenali tanda-tanda mumifikasi, adiposera/saponifikasi, dan maserasi
Penentuan interval postmortem
Tentukan perkiraan interval postmortem berdasarkan kaku mayat, lebam mayat,
dan tanda-tanda pembusukan.
E. Pemeriksaan Tanda-Tanda Asfiksia
1. Buka kedua mata mayat dan periksa konjungtiva palpebra serta konjungtiva
bulbi, cari ada tidaknya petekia dan tanda-tanda anemis
2. Periksa bibir, bagian dalam bibir, gusi dan palatum, cari ada tidaknya petekia,
tanda-tanda sianosis, atau tanda-tanda anemis
3. Periksa ujung-ujung jari tangan dan kaki mayat, nilai apakah terdapat tanda-
tanda anemis atau sianosis.
F. Pemeriksaan Gigi Jenazah
1. Buka mulut mayat dan periksa kelengkapan gigi-geligi, bedakan antara gigi
susu dan gigi dewasa
2. Jika gigi dewasa, lihat apakah gigi geraham belakang (molar III) sudah erupsi
atau belum
3. Periksa ada tidaknya karang gigi
4. Amati kelainan pada gigi (gigi hilang, gigi palsu, dsb)
5. Pemeriksaan gigi dapat digunakan untuk menentukan perkiraan umur, ras, dan
identitas mayat
6. Interpretasi lanjut untuk kondisi gigi dapat dikonsultasikan kepada ahli
odontologi forensik.
G. Pemeriksaan Lubang-Lubang pada Tubuh
1. Periksa kedua lubang telinga, amati ada tidaknya benda asing, cairan,
perdarahan, maupun kelainan lainnya
2. Periksa kedua lubang hidung, amati ada tidaknya benda asing, cairan,
perdarahan, maupun kelainan lainnya
3. Periksa mulut, amati ada tidaknya benda asing, cairan, perdarahan, maupun
kelainan lainnya
4. Periksa anus, amati ada tidaknya benda asing, cairan, perdarahan, feses,
maupun kelainan lainnya
5. Untuk mayat laki-laki, periksa uretra, amati ada tidaknya urine, cairan mani,
atau kelainan lainnya
6. Untuk mayat perempuan, periksa uretra, amati ada tidaknya urine; serta liang
vagina untuk melihat apakah terjadi prolaps uteri atau ekstrusi janin akibat
proses pembusukan.
H. Pemeriksaan Luka-Luka pada Kulit dan Deskripsi Luka
1. Bersihkan tubuh mayat dengan menggunakan spons; jika sulit dapat
menggunakan spons yang dibasahi dengan air bersih
2. Pemeriksaan luka-luka pada kulit dilakukan sesuai dengan langkah-langkah
deskripsi luka
3. Lakukan penilaian intravitalitas untuk setiap luka yang ditemukan.
I. Pemeriksaan Patah Tulang
1. Jika memungkinkan, pemeriksaan adanya kecurigaan patah tulang tertutup
sebaiknya menggunakan pemeriksaan radiologi
2. Jika pemeriksaan radiologi tidak dapat dilakukan, pemeriksaan patah tulang
tertutup bisa dilakukan dengan melihat adanya deformitas pada tubuh dan
meraba adanya krepitasi pada bagian tubuh yang dicurigai mengalami patah
tulang.
45
J. Pemeriksaan Tanda Tenggelam
1. Amati ada tidaknya tanda-tanda tenggelam pada pemeriksaan luar, seperti:
Adanya busa berwarna putih/merah pada hidung dan mulut
Adanya benda-benda air seperti pasir, tumbuhan, dsb pada rongga hidung
dan rongga mulut
Cutis anserina
Washer woman’s hand
Cadaveric spasm
Dan lain-lain
2. Tentukan apakah tanda-tanda tersebut merupakan tanda intravital atau
postmortem.
K. Menuliskan Anjuran/Saran untuk Melakukan Pemeriksaan Bedah Mayat
(Autopsi)
1. Pada kasus-kasus yang dinilai mati tidak wajar berdasarkan pemeriksaan luar,
sebaiknya dilakukan pemeriksaan bedah mayat untuk memastikan penyebab
kematian
2. Kasus-kasus yang memerlukan tindakan autopsi medikolegal dilakukan oleh
dokter spesialis forensik berdasarkan surat permintaan dari penyidik
3. Jika dirasa perlu untuk melakukan tindakan autopsi, dapat dituliskan
anjuran/saran untuk pemeriksaan bedah mayat pada laporan hasil
pemeriksaan luar jenazah.
46
LAMPIRAN 11: GRAFIK PERKIRAAN INTERVAL POSTMORTEM BERDASARKAN TANATOLOGI
Lebam mayat
Kaku mayat
Dekomposisi
Algor mortis
0 3 6 9 12 15 18 21 24 27 30 33 36 39 42 45 48
47
48