Anda di halaman 1dari 12

JURNAL PENELITIAN

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KETERATURAN


BEROBAT PADA PASIEN TB PARU DI WILAYAH KERJA
PUSKESMAS SUDIANG RAYA

Oleh:

Dwi Setyaningsih. T¹, Merlis Simon², Afrida Mallo³

Mahasiswa S1 Ilmu Keperawatan STIKES Nani Hasanuddin Makassar


Dosen Tetap Program Studi Keperawatan Nani Hasanuddin Makassar
Dosen Politeknik Kesehatan Tidung Makassar

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
NANI HASANUDIN
MAKASSAR
2013
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KETERATURAN
BEROBAT PADA PASIEN TB PARU DI WILAYAH KERJA
PUSKESMAS SUDIANG RAYA

Dwi Setyaningsih. T¹, Merlis Simon², Afrida Mallo³


STIKES Nani Hasanuddin Makassar
STIKES Nani Hasanuddin Makassar
Politeknik Kesehatan Tidung Makassar

ABSTRAK

Tuberkulosis merupakan penyakit infeksi yang masih menjadi masalah serius di berbagai
bagian dunia dan menjadi penyebab kematian ke tiga setelah penyakit kardiovaskuler dan penyakit
saluran pernafasan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan
dengan keteraturan berobat pada pasien TB Paru yang meliputi pengetahuan, sikap dan motivasi. Jenis
penelitian yang dilakukan adalah penelitian deskriptif analitik dengan menggunakan metode survei
dengan pendekatan cross sectional. Populasi dalam penelitian ini berjumlah 120 orang dengan jumlah
sampel sebanyak 55 orang. Analisis yang digunakan adalah uji Chi-Square Test dengan menggunakan
Fisher’s Exact Test dan tingkat kemaknaan α= 0,05. Hasil bivariat menunjukkan pengetahuan (ρ =
0,053), sikap (ρ = 0,381) dan motivasi (ρ = 0,024). Kesimpulan dari penelitian ini bahwa pengetahuan
dan motivasi ada hubungan dengan keteraturan berobat sedangkan sikap tidak ada hubungan dengan
keteraturan berobat pada pasien TB Paru. Saran penulis agar masyarakat dapat meningkatkan
pengetahuan paru sebagai upaya preventif dan kuratif.

Kata Kunci : Keteraturan Berobat, pengetahuan, sikap, motivasi


PENDAHULUAN

Penyakit tuberkulosis (TBC) adalah penyakit infeksi menular yang masih tetap merupakan
masalah kesehatan masyarakat di dunia termasuk Indonesia. World Health Organization (WHO)
dalam Annual Report on Global TB Control 2003 menyatakan terdapat 22 negara dikategorikan
sebagai high-burden countries terhadap TB Paru. (WHO, 2010).
Di Indonesia diperkirakan, setiap tahun ada 539.000 kasus baru dan kematian 101 orang.
Insidensi kasus TB BTA positif sekitar 110 per 100.000 penduduk dan resiko penularan setiap tahun
(Annual Risk of Tuberkulosis Infection = ARTI) di Indonesia dianggap cukup tinggi dan bervariasi
antara 1-2.
Sejak tahun 1990-an WHO dan International Union Agains Tuberculosis and Lung Disease
(IUATLD) telah mengembangkan strategi penanggulangan TB yang dikenal sebagai strategi
Directly Observed Treatment Shortcourse chemotherapy (DOTS) dan telah terbukti sebagai strategi
penanggulangan yang secara ekonomis paling efektif (cost-efective), disamping secara cepat
menekan penularan.
Obat TBC diberikan dalam bentuk kombinasi dari beberapa jenis, dalam jumlah cukup dan
dosis tepat selama 6-8 bulan, selanjutnya setiap penderita harus diawasi (observed) dalam
meminum obatnya yaitu obat diminum di depan seorang pengawas, dan inilah yang dikenal
sebagai Directly Observed Therapy (DOT). Oleh karena itu pemahaman dan pengetahuan
penderita memegang peranan penting dalam keberhasilan pengobatan TB paru
Alasan utama gagalnya pengobatan adalah pasien tidak minum obatnya secara teratur
dalam waktu yang diharuskan. Pasien dengan cermat diinstruksikan tentang pentingnya tindakan
higienis, termasuk perawatan mulut, menutup mulut dan hidung ketika batuk dan bersin,
membuang tisu basah dengan baik dan mencuci tangan. Seluruh keberhasilan program tergantung
dari supervisi yang baik atas pengobatan.
Idealnya pengobatan hendaknya diobservasi langsung (yaitu pasien diawasi setiap kali
minum obat), setidaknya penting selama 2 bulan pertama. Di beberapa daerah pedesaan,
pengobatan dengan pengawasan langsung mungkin perlu dilakukan oleh seseorang setempat yang
bertanggung jawab atau sukarelawan. Penderita hendaknya kenal orang itu, ikatan demikian akan
mengurangi kelalaian
Penderita TB paru yang dilaporkan di Provinsi Sulawesi Selatan pada tahun 2008 sebanyak
1.626 suspek (penemuan baru sebanyak 1.167 orang dan lama sebanyak 17 orang), dengan angka
kesembuhan sebesar 61,5%. (Gerdunas TB, 2010).
Bila dilihat menurut tempatnya, jumlah suspek terbanyak ditemukan di Kota Makassar
(16,48 %), Gowa (4,79 %), Wajo (3,94 %), Takalar (3,38 %) dan Soppeng (2,34 %). (Gerdunas Tb
2010).
Berdasarkan laporan Jumlah kasus TB paru di Puskesmas Sudiang Raya terhitung pada
bulan Januari-juni sebanyak 120 orang, jumlah pasien sembuh sebanyak 11 orang, pasien yang
mengalami DO sebanyak 2 orang, pasien yang gagal sebanyak 1 orang dan tidak ada pasien yang
meninggal dunia atau pun pindah sisanya masih menjalani pengobatan 6 bulan.

BAHAN DAN METODE

Lokasi, populasi dan sampel penelitian

Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian deskriptif analitik dengan pendekatan
cross sectional. Penelitian ini dilaksanakan di Puskesmas Sudiang Raya dan dilaksanakan pada
bulan Desember 2012 sampai Januari 2013.
Jumlah populasi dalam penelitian ini adalah 120 orang dan merupakan penderita TB paru
yang sedang menjalankan pengobatan di wilayah kerja Puskesmas Sudiang Raya.
Jumlah sampel dalam penelitian ini sebanyak 55 orang. Metode sampling yang digunakan
adalah simple random sampling
1) Kriteria inklusi dalam penelitian ini terdiri dari:
a) Responden kategori yang sudah selesai pengobatan.
b) Responden yang bersedia memberikan jawaban.
c) Responden yang berobat di wilayah kerja Puskesmas Sudiang Raya.
d) Responden yang bertempat tinggal di wilayah kerja Puskesmas Sudiang Raya
2) Kriteria Eksklusi dalam penelitian ini terdiri dari:
a) Responden kasus baru
b) Responden yang menolak berpartisipasi

Pengumpulan Data

Pengumpulan data ini terdiri dari data Primer melalui observasi dan wawancara kepada
responden dengan menggunakan kuesioner dan data Sekunder dengan melihat daftar kunjung
pasien dalam pengambilan obat setiap kali obat habis. Selanjutnya ada tambahan data yang
diperoleh dari Dinas Kesehatan Kota Makassar dan Puskesmas Sudiang Raya.
Pengolahan data dilakukan dengan:
1. Editing
Menyeleksi data yang telah didapat dari hasil wawancara untuk mendapatkan data yang
akurat.
2. Koding
Melakukan pengkodean data agar tidak terjadi kekeliruan dalam melakukan tabulasi data.
3. Tabulasi Data
Penyusunan data sedemikian rupa sehingga memudahkan dalam penjumlahan data dan
disajikan dalam bentuk tulisan.
4. Entri data
Memasukan data melalui pengolahan komputer.

Analisis Data

Setelah data terkumpul kemudian ditabulasi dalam tabel dengan variabel yang hendak diukur.
Analisa data dilakukan melalui tahap editing, koding, tabulasi dan entri data. Analisis univariat
dilakukan dengan menggunakan analisis distribusi frekuensi. Menggunakan bantuan program
SPSS for windows 16,0. Melalui tahapan-tahapan, kemudian data dianalisis dengan menggunakan
metode uji statistik univariat dilakukan untuk variabel tunggal yang dianggap terkait dengan
penelitian dan analisis bivariat untuk melihat distribusi atau hubungan beberapa variabel yang
dianggap terkait dengan menggunakan uji Chi-Square. Analisis data dilakukan dengan pengujian
hipotesis Nol (Ho) atau hipotesis yang akan ditolak. Dengan menggunakan uji chi-square Batas
kemaknaan = 0,05, Ho ditolak jika p < 0,05 dan Ho diterima jika p > 0,05. Jika p < α (0,05) maka
hipotesis nol ditolak dan hipotesis alternatif diterima yang berarti ada hubungan antara
pengetahuan, sikap, dan motivasi terhadap keteraturan berobat TB Paru. Sedangkan jika p > α
(0,05) maka hipotesis nol diterima dan hipotesis alternatif ditolak yang berarti tidak ada hubungan
antara pengetahuan, sikap, dan motivasi terhadap keteraturan berobat TB Paru
HASIL PENELITIAN

1. Hasil Analisis Univariat

Tabel 1. Distribusi Responden Berdasarkan Kelompok Umur di wilayah kerja Puskesmas


Sudiang Raya Kota Makassar

Umur Frekuensi %
15-25 tahun 4 7.3
26-35 tahun 9 16.4
36-45 tahun 20 36.4
46-55 tahun 16 29.1
>56 tahun 6 10.9
Total 55 100.0

Sumber : Data Primer, Januari 2013

Berdasarkan tabel 1 dari 55 responden, 4 responden (7,3%) yang berumur


15-25 tahun, 9 responden (16.45%) yang berumur 26-35 tahun, 20 responden
(36,4%) yang berumur 36-45 tahun, 16 responden (29,1%) yang berumur 46-55
tahun dan 6 responden (10,9%) yang berumur > 56 tahun.
Tabel 2 Distribusi Responden Berdasarkan Pekerjaan di wilayah kerja Puskesmas Sudiang
Raya Kota Makassar

Pekerjaan Frekuensi %
PNS 8 14.5
Karyawan 9 16.4
Wiraswasta 6 10.9
IRT 23 41.8
Pelajar 1 1.8
Lain-lain 8 14.5
Total 55 100.0
Sumber : Data Primer, Januari 2013
Berdasarkan tabel 2 distribusi responden 55 responden, 8 responden
(14,5%) bekerja sebagai PNS, 9 responden (16,4%) bekerja sebagai karyawan, 6
responden (10,9%) bekerja sebagai wiraswasta, 1 responden (1,8%) sebagai
pelajar dan 8 responden (14,5%) bekerja di bidang lain.
Tabel 3. Distribusi Responden Berdasarkan Pendidikan di wilayah kerja Puskesmas
Sudiang Raya Kota Makassar
Pendidikan Frekuensi %
Sarjana 11 20.0
Akademi 3 5.5
SMA 12 21.8
SMP 23 41.8
SD 6 10.9
Total 55 100.0
Sumber : Data Primer, Januari 2013
Berdasarkan tabel dan diagram 3 distribusi responden berdasarkan
pendidikan, dimana dari 55 responden, 11 responden (20,0%) yang berpendidikan
terakhir sarjana, 5 responden (9,1%) yang berpendidikan terakhir akademi, 12
responden (21,8%) yang berpendidikan terakhir SLTA, 23 responden (41,6%) yang
berpendidikan terakhir SLTP dan 6 responden (10,9%) yang berpendidikan terakhir
SD.
Tabel 4.Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan di wilayah kerja Puskesmas
Sudiang Raya Kota Makassar
Pengetahuan Frekuensi %
Kurang 40 72.7
Baik 15 27.3
Total 55 100.0
Sumber : Data Primer, Januari 2013
Berdasarkan tabel 4 distribusi responden berdasarkan pengetahuan
tentang TB Paru, dimana dari 55 responden, 15 responden (27,3%) memiliki
pengetahuan baik dan 40 responden (72,7 %) memiliki pengetahuan kurang.

Tabel 5 : Distribusi Responden Berdasarkan Sikap di wilayah kerja Puskesmas Sudiang


Raya Kota Makassar
Sikap Frekuensi %
Melakukan 24 43.6
Tidak melakukan 31 56.4
Total 55 100.0
Sumber : Data Primer, Januari 2013
Berdasarkan tabel 5 distribusi responden dari 55 responden, 24 responden
(43,6%) melakukan pengobatan dan 31 responden (56,4%) tidak melakukan
pengobatan.
Tabel 6 : Distribusi Responden Berdasarkan Motivasi di wilayah kerja Puskesmas Sudiang
Raya Kota Makassar
Motivasi Frekuensi %
Tinggi 53 96,4
Rendah 2 3,6
Total 55 100.0
Sumber : Data Primer, Januari 2013
Berdasarkan tabel dan diagram 5.6 distribusi responden berdasarkan
motivasi terhadap pengobatan TB Paru, dimana dari 55 responden, 53 responden
Tabel 7: Distribusi Responden Berdasarkan Keteraturan Berobat Pasien TB Paru di wilayah
kerja Puskesmas Sudiang Raya Kota Makassar

Keteraturan Berobat Frekuensi %


Teratur 46 83.6
Tidak teratur 9 16.4
Total 55 100.0

Berdasarkan tabel dan diagram 5.7 distribusi responden berdasarkan


keteraturan berobat pada pasien TB paru, dimana dari 55 responden, 46
responden (83,6%) teratur melakukan pengobatan dan 9 responden (16,4%) tidak
teratur melakukan pengobatan TB Paru.
2. Analisis Bivariat Variabel Yang Diteliti
a. Hubungan Antara Pengetahuan Responden Dengan Keteraturan Berobat Pada Pasien TB
Paru
Tabel 8: Analisis Hubungan antara Pengetahuan Responden Dengan Keteraturan Berobat
Pasien TB Paru di wilayah kerja Puskesmas Sudiang Raya Kota Makassar

Keteraturan
Berobat
Pengetahuan Tidak
Teratur teratur Total
n % n % n %
Baik 10 18,2 5 7,3 15 27,3
Kurang 36 65,5 4 9,1 40 72,7
Total 46 83,6 9 16,4 55 100
P Value p = 0,052
Sumber : Data Primer, Januar 2013
Berdasarkan tabel hasil penelitian yang dilakukan pada 55 responden diperoleh
data bahwa responden yang memiliki pengetahuan baik tentang pengobatan TB Paru
sebanyak 15 responden (27,3%), dimana dari jumlah tersebut responden mengatakan
teratur berobat sebanyak 10 responden (18,2 %), dan yang tidak teratur berobat sebanyak
5 responden (9,1 %). Sedangkan dari kelompok responden yang memiliki tingkat
pengetahuan kurang tentang pengobatan TB Paru sebanyak 40 responden (72,7 %),
dimana ada 36 responden (65,5 %) yang teratur berobat dan 4 responden (7,3 %) yang
tidak teratur menjalani pengobatan.Dari hasil uji statistik berdasarkan Chi-Square Test
dengan menggunakan Fisher’s Exact Test diperoleh nilai p = 0,052 dengan tingkat
kemaknaan α = 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa nilai p < α, berarti ada hubungan antara
pengetahuan terhadap keteraturan berobat pada pasien TB Paru.
b. Hubungan Antara Sikap Responden Dengan Keteraturan Berobat Pada Pasien TB Paru.
Tabel 9 : Analisis Hubungan antara Sikap Responden Dengan Keteraturan Berobat Pasien TB
Paru di wilayah kerja Puskesmas Sudiang Raya Kota Makassar
Keteraturan Berobat
Tidak
Sikap Teratur teratur Total
n % n % n %
Melakukan 21 38,2 3 5,5 24 43,6
Tidak
25 45,5 6 10,9 31 56,4
melakukan
Total 46 83,6 9 16,4 55 100
P value p = 0,381
Sumber : Data Primer, Januari 2013
Berdasarkan tabel hasil penelitian yang dilakukan pada 55 responden diperoleh
data bahwa responden yang melakukan pengobatan TB Paru sebanyak 24 responden
(43,6%), dimana dari jumlah tersebut responden yang teratur berobat sebanyak 21
responden (38,2%), dan yang tidak teratur berobat sebanyak 3 responden (5,5%).
Sedangkan dari kelompok responden yang tidak melakukan pengobatan TB Paru sebanyak
31 responden (56,4%), dimana 25 responden (45,5%) teratur berobat dan 6 responden
(10,9%) yang tidak teratur menjalani pengobatan. Dari hasil uji statistik berdasarkan Chi-
Square Test dengan menggunakan Fisher’s Exact Test diperoleh nila p = 0,381 dengan
tingkat kemaknaan α = 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa nilai p > α, berarti tidak ada
hubungan antara sikap terhadap keteraturan berobat pada pasien TB Paru.
c. Hubungan Antara Motivasi Responden Dengan Keteraturan Berobat Pada Pasien TB Paru
Tabel 10 : Analisis Hubungan antara Motivasi Responden Dengan Keteraturan Berobat Pasien
TB Paru di wilayah kerja Puskesmas Sudiang Raya Kota Makassar

Keteraturan Berobat
Motivasi
Tidak
Teratur teratur Total
n % n % n %
Tinggi 46 83,6 7 12,7 53 96,4
Rendah 0 0 2 3,6 2 3,6
Total 46 83,6 9 16,4 55 100
P value p = 0,024
Sumber : Data Primer, Januari 2013
Berdasarkan tabel hasil penelitian yang dilakukan pada 55 responden diperoleh data
bahwa responden yang memiliki motivasi tinggi dalam melakukan pengobatan TB Paru
sebanyak 53 responden (96,4%), dimana dari jumlah tersebut responden yang teratur berobat
sebanyak 46 responden (83,6%), dan tidak ada responden yang tidak teratur berobat
sebanyak 7 responden (12,7%). Dan jumlah responden yang memiliki motivasi rendah dalam
melakukan pengobatan TB Paru sebanyak 2 responden (3,6%), dimana tidak ada responden
yang teratur dalam menjalani pengobatan dan ada 2 responden (3,6%) yang tidak teratur
menjalani pengobatan. Dari hasil uji statistik Chi-Square Test dengan menggunakan Fisher’s
Exact Test diperoleh nilai p = 0,024 dengan tingkat kemaknaan α = 0,05. Hal ini menunjukkan
bahwa nilai p < α, berarti ada hubungan antara motivasi terhadap keteraturan berobat pada
pasien TB Paru.

Pembahasan

1. Pengetahuan tentang keteraturan berobat TB Paru


Hasil penginderaan manusia atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indera
yang dimilikinya (mata, hidung, telinga, dan sebagainya). Waktu penginderaan sampai
menghasilkan pengetahuan tersebut sangat dipengaruhi oleh intensitas perhatian dan persepsi
terhadap objek. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa responden yang memiliki
pengetahuan baik tentang keteraturan pengobatan TB Paru sebanyak 15 responden (27,3%),
dan responden yang memiliki pengetahuan kurang tentang keteraturan pengobatan TB Paru
sebanyak 40 responden (72,7 %). Dari hasil uji statistik Chi-Square Test dengan menggunakan
Fisher’s Exact Test diperoleh nilai p = 0,052.dengan tingkat kemaknaan α = 0,05. yang berarti
Ho ditolak dan menunjukkan bahwa ada hubungan antara pengetahuan terhadap keteraturan
berobat pada pasien TB Paru. Dari hasil analisis diperoleh nilai OR = 3,920 artinya responden
yang memiliki pengetahuan baik (27,3%) mempunyai peluang 3,920 kali untuk melakukan
pengobatan secara teratur dibanding dengan responden yang memiliki pengetahuan kurang (
72,7 %).
Sesuai dengan teori Benyamin Bloom dalam buku Notoatmodjo (2008), yang
menyatakan bahwa pengetahuan merupakan bagian dari kognitif yang mempunyai 6 tingkatan
yaitu tahu, memahami, aplikasi, sintesis, analisis, dan evaluasi, yang dimana pada penelitian ini
ternyata kebanyakan responden sampai pada tingkatan ketiga, yaitu tingkatan aplikasi, dimana
pada penelitian ini responden telah mengetahui tentang TB Paru, mampu merangkum dan telah
mampu mengaplikasikannya, namun belum dapat menjabarkan secara detail tentang
penyakitnya selain itu pengetahuan tentang TB paru juga dipengaruhi oleh latar belakang
pendidikan yang memberi pengaruh positif dalam penyembuhan, hal ini sesuai juga dengan
yang dikemukan oleh (Depkes RI, 2008) bahwa tingkat pendidikan yang relatif rendah pada
penderita TB paru menyebabkan keterbatasan informasi tentang gejala dan pengobatan TB
paru.
2. Sikap
Sikap adalah respon tertutup seseorang terhadap stimulus atau objek tertentu yang
sudah melibatkan faktor pendapat dan emosi yang bersangkutan (senang-tidak senang, setuju-
tidak setuju, baik-tidak baik, dan sebagainya).
Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa responden yang memiliki sikap teratur dalam
melakukan pengobatan TB Paru sebanyak 24 responden (43,6%), dan sikap yang tidak teratur
dalam melakukan pengobatan TB Paru sebanyak 31 responden (56,4%). Dari hasil uji statistik
dengan menggunakan tabel 2x2 yaitu uji statistik Chi-Square Test dengan menggunakan
Fisher’s Exact Test diperoleh nilai p = 0,381 dengan tingkat kemaknaan α = 0,05. yang berarti
Ho diterima dan menunjukkan tidak ada hubungan antara sikap terhadap keteraturan berobat
pada pasien TB Paru.
Menurut teori Azwar (2008), sikap merupakan kecenderungan potensi untuk bereaksi
dengan cara tertentu apabila individu diharapkan pada stimulus yang menghendaki adanya
respon yang saling berinteraksi dalam memahami, merasakan dan berperilaku terhadap objek.
Hal ini mungkin terjadi karena sikap merupakan cerminan dari pengetahuan responden,
sehingga pengetahuan yang baik akan memberikan kemungkinan responden untuk memiliki
sikap yang baik pula, namun perlu diperhatikan juga bahwa jawaban dari setiap responden pada
saat pengisian kuisioner belum dapat dipastikan jawaban tersebut mewakili sikap responden
yang sebenarnya.
3. Motivasi
Motivasi adalah suatu dorongan dari dalam diri seseorang yang menyebabkan orang
tersebut melakukan kegiatan-kegiatan tertentu guna mencapai suatu tujuan
Dari hasil penelitian yang dilakukan dari 55 responden yang memiliki motivasi tinggi untuk
melakukan pengobatan secara teratur sebanyak 53 responden (96,4%), dan jumlah responden
yang memiliki motivasi rendah untuk melakukan pengobatan secara teratur sebanyak 2
responden (3,6%). Dari hasil uji statistik dengan menggunakan tabel 2x2 yaitu uji statistik Chi-
Square Test dengan menggunakan Fisher’s Exact Test diperoleh nilai ρ = 0,024 dengan tingkat
kemaknaan α = 0,05, yang berarti Ho ditolak dan menunjukkan bahwa ada hubungan antara
motivasi terhadap keteraturan berobat pada pasien TB Paru.
Dalam penelitian ini yang dapat mempengaruhi tingginya motivasi pasien dalam
melakukan keteraturan berobat adalah ketika penyakit yang dirasakan sudah parah sehingga
timbul keinginan untuk segera sembuh dari penyakitnya, selain itu adanya dukungan dari
keluarga yang mengingatkan waktu minum obat. Sedangkan yang menyebabkan motivasi
responden rendah karena ada sebagian responden yang tidak mendapatkan dukungan keluarga
dalam hal minum obat, lama waktu pengobatan dan efek obat yang dirasakan juga menjadi
salah satu alasan sehingga pasien tidak teratur dalam berobat.
Motivasi pada dasarnya merupakan interaksi seseorang dengan situasi tertentu yang
dihadapinya. Di dalam diri seseorang terdapat kebutuhan atau keinginan terhadap objek di luar
seseorang tersebut, kemudian bagaimana seseorang tersebut menghubungkan antara
kebutuhan dengan situasi diluar objek dalam rangka memenuhi kebutuhan yang dimaksud. Hal
ini sesuai dengan pendapat Notoatmodjo (2008) bahwa motivasi merupakan suatu dorongan
dari dalam diri seseorang yang menyebabkan orang tersebut melakukan kegiatan-kegiatan
tertentu guna mencapai suatu tujuan. Motivasi tidak dapat diamati, yang dapat diamati adalah
kegiatan atau mungkin alasan-alasan tindakan tersebut. Lamanya waktu pengobatan TB paru
yang harus dilakukan selama 6 bulan, dapat saja dijadikan beban oleh penderita sehingga
mereka malas untuk melanjutkan proses pengobatan. Tetapi bagi penderita yang memiliki
keinginan atau motivasi yang kuat akan terhindar dan sembuh dari penyakit dan tetap akan
melakukan pengobatan secara teratur.
Kesimpulan dan Saran

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian tentang Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Keteraturan


Berobat Pada Pasien TB Paru Di Wilayah Kerja Puskesmas Sudiang Raya, maka dapat ditarik
kesimpulan sebagai berikut :
1. Ada hubungan antara pengetahuan terhadap keteraturan berobat pada pasien TB Paru.
2. Tidak ada hubungan antara sikap terhadap keteraturan berobat pada pasien TB Paru.
3. Ada hubungan antara motivasi terhadap keteraturan berobat pada pasien TB Paru.

Saran

1. Diharapkan masyarakat dapat meningkatkan pengetahuan terutama terhadap masalah yang


dapat menyebabkan terjadinya TB paru sebagai upaya preventif dan kuratif kepada
masyarakat sehingga masyarakat termotivasi untuk melakukan pengobatan secara teratur
untuk mencegah timbulnya masalah resistensi terhadap obat.
2. Diharapkan penelitian ini dapat menjadi bahan informasi dan sebagai bahan masukan bagi
institusi khususnya puskesmas dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan bagi pasien TB
Paru.
3. Diharapkan dapat memberikan manfaat serta masukan bagi perencanaan upaya pembinaan
masyarakat khususnya tentang pengetahuan, sikap dan motivasi yang berhubungan dengan
keteraturan berobat.
4. Diharapkan penelitian ini dapat memperkaya khasanah ilmu pengetahuan tentang keteraturan
berobat pada pasien TB Paru dan dijadikan sebagai salah satu bacaan bagi peneliti selanjutn
DAFTAR PUSTAKA

Ainur. (2008). Kejadian Putus Berobat Penderita Tuberkulosis Paru dengan Pendekatan DOTS. (
http://wwwLibang.depkes.go.id diakses 22 Maret 2008).
Alsagaf, H dan Mukty H.A., . (2008). Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Paru. Surabaya: Airlangga University Press
Arikunto, Suharsini. (2009). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta:Rineka Cipta
Azwar, A. dan Prihartono, J.,. (2008). Metodologi Penelitian Kedokteran dan Kesehatan Masyarakat. Jakarta:
Binnarupa Aksara
Crofton, J. Et all. (2008) Tuberkulosis Klinis. Jakarta: Widya Medika
Depkes RI. (2008). Lembar Fakta Tuberkulosis. ( http:// www. tbcindonesia.or.id, diakses 25 Mei 2008).
Departemen Kesehatan RI. (2010). Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis: Jakarta
Departemen Kesehatan RI. (2009). Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis: Jakarta
Hatmoko. (2008). Sistem Pelayanan Kesehatan Dasar Puskesmas. (http:// www. freewebtown.com, diakses 27
Juni 2008).
Notoatmodjo, Soekidjo. (2008). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta
Notoatmodjo, Soekidjo. (2008). Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta
Notoatmodjo, Soekidjo. (2008). Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta: Rineka Cipta
Nursalam. (2008). Konsep & Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika
Setiadi. (2008). Konsep & Penulisan Riset Keperawatan. Yogyakarta: Graha Ilmu
Sulianti. (2008). Tuberkulosis. ( http://www.infeksi.com, diakses 14 Desember 2010).
Somantri, Irman. (2008). Keperawatan Medikal Bedah: Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Gangguan
Sistem Pernapasan. Jakarta: Salemba Medika
Sugiyono. (2009). Statiska Untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta
Taufan. (2008). Pengobatan Tuberkulosis Paru Masih Menjadi Masalah. (http:// www.gizi.net, diakses 25 Mei
2008).

Anda mungkin juga menyukai