Oleh:
ABSTRAK
Tuberkulosis merupakan penyakit infeksi yang masih menjadi masalah serius di berbagai
bagian dunia dan menjadi penyebab kematian ke tiga setelah penyakit kardiovaskuler dan penyakit
saluran pernafasan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan
dengan keteraturan berobat pada pasien TB Paru yang meliputi pengetahuan, sikap dan motivasi. Jenis
penelitian yang dilakukan adalah penelitian deskriptif analitik dengan menggunakan metode survei
dengan pendekatan cross sectional. Populasi dalam penelitian ini berjumlah 120 orang dengan jumlah
sampel sebanyak 55 orang. Analisis yang digunakan adalah uji Chi-Square Test dengan menggunakan
Fisher’s Exact Test dan tingkat kemaknaan α= 0,05. Hasil bivariat menunjukkan pengetahuan (ρ =
0,053), sikap (ρ = 0,381) dan motivasi (ρ = 0,024). Kesimpulan dari penelitian ini bahwa pengetahuan
dan motivasi ada hubungan dengan keteraturan berobat sedangkan sikap tidak ada hubungan dengan
keteraturan berobat pada pasien TB Paru. Saran penulis agar masyarakat dapat meningkatkan
pengetahuan paru sebagai upaya preventif dan kuratif.
Penyakit tuberkulosis (TBC) adalah penyakit infeksi menular yang masih tetap merupakan
masalah kesehatan masyarakat di dunia termasuk Indonesia. World Health Organization (WHO)
dalam Annual Report on Global TB Control 2003 menyatakan terdapat 22 negara dikategorikan
sebagai high-burden countries terhadap TB Paru. (WHO, 2010).
Di Indonesia diperkirakan, setiap tahun ada 539.000 kasus baru dan kematian 101 orang.
Insidensi kasus TB BTA positif sekitar 110 per 100.000 penduduk dan resiko penularan setiap tahun
(Annual Risk of Tuberkulosis Infection = ARTI) di Indonesia dianggap cukup tinggi dan bervariasi
antara 1-2.
Sejak tahun 1990-an WHO dan International Union Agains Tuberculosis and Lung Disease
(IUATLD) telah mengembangkan strategi penanggulangan TB yang dikenal sebagai strategi
Directly Observed Treatment Shortcourse chemotherapy (DOTS) dan telah terbukti sebagai strategi
penanggulangan yang secara ekonomis paling efektif (cost-efective), disamping secara cepat
menekan penularan.
Obat TBC diberikan dalam bentuk kombinasi dari beberapa jenis, dalam jumlah cukup dan
dosis tepat selama 6-8 bulan, selanjutnya setiap penderita harus diawasi (observed) dalam
meminum obatnya yaitu obat diminum di depan seorang pengawas, dan inilah yang dikenal
sebagai Directly Observed Therapy (DOT). Oleh karena itu pemahaman dan pengetahuan
penderita memegang peranan penting dalam keberhasilan pengobatan TB paru
Alasan utama gagalnya pengobatan adalah pasien tidak minum obatnya secara teratur
dalam waktu yang diharuskan. Pasien dengan cermat diinstruksikan tentang pentingnya tindakan
higienis, termasuk perawatan mulut, menutup mulut dan hidung ketika batuk dan bersin,
membuang tisu basah dengan baik dan mencuci tangan. Seluruh keberhasilan program tergantung
dari supervisi yang baik atas pengobatan.
Idealnya pengobatan hendaknya diobservasi langsung (yaitu pasien diawasi setiap kali
minum obat), setidaknya penting selama 2 bulan pertama. Di beberapa daerah pedesaan,
pengobatan dengan pengawasan langsung mungkin perlu dilakukan oleh seseorang setempat yang
bertanggung jawab atau sukarelawan. Penderita hendaknya kenal orang itu, ikatan demikian akan
mengurangi kelalaian
Penderita TB paru yang dilaporkan di Provinsi Sulawesi Selatan pada tahun 2008 sebanyak
1.626 suspek (penemuan baru sebanyak 1.167 orang dan lama sebanyak 17 orang), dengan angka
kesembuhan sebesar 61,5%. (Gerdunas TB, 2010).
Bila dilihat menurut tempatnya, jumlah suspek terbanyak ditemukan di Kota Makassar
(16,48 %), Gowa (4,79 %), Wajo (3,94 %), Takalar (3,38 %) dan Soppeng (2,34 %). (Gerdunas Tb
2010).
Berdasarkan laporan Jumlah kasus TB paru di Puskesmas Sudiang Raya terhitung pada
bulan Januari-juni sebanyak 120 orang, jumlah pasien sembuh sebanyak 11 orang, pasien yang
mengalami DO sebanyak 2 orang, pasien yang gagal sebanyak 1 orang dan tidak ada pasien yang
meninggal dunia atau pun pindah sisanya masih menjalani pengobatan 6 bulan.
Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian deskriptif analitik dengan pendekatan
cross sectional. Penelitian ini dilaksanakan di Puskesmas Sudiang Raya dan dilaksanakan pada
bulan Desember 2012 sampai Januari 2013.
Jumlah populasi dalam penelitian ini adalah 120 orang dan merupakan penderita TB paru
yang sedang menjalankan pengobatan di wilayah kerja Puskesmas Sudiang Raya.
Jumlah sampel dalam penelitian ini sebanyak 55 orang. Metode sampling yang digunakan
adalah simple random sampling
1) Kriteria inklusi dalam penelitian ini terdiri dari:
a) Responden kategori yang sudah selesai pengobatan.
b) Responden yang bersedia memberikan jawaban.
c) Responden yang berobat di wilayah kerja Puskesmas Sudiang Raya.
d) Responden yang bertempat tinggal di wilayah kerja Puskesmas Sudiang Raya
2) Kriteria Eksklusi dalam penelitian ini terdiri dari:
a) Responden kasus baru
b) Responden yang menolak berpartisipasi
Pengumpulan Data
Pengumpulan data ini terdiri dari data Primer melalui observasi dan wawancara kepada
responden dengan menggunakan kuesioner dan data Sekunder dengan melihat daftar kunjung
pasien dalam pengambilan obat setiap kali obat habis. Selanjutnya ada tambahan data yang
diperoleh dari Dinas Kesehatan Kota Makassar dan Puskesmas Sudiang Raya.
Pengolahan data dilakukan dengan:
1. Editing
Menyeleksi data yang telah didapat dari hasil wawancara untuk mendapatkan data yang
akurat.
2. Koding
Melakukan pengkodean data agar tidak terjadi kekeliruan dalam melakukan tabulasi data.
3. Tabulasi Data
Penyusunan data sedemikian rupa sehingga memudahkan dalam penjumlahan data dan
disajikan dalam bentuk tulisan.
4. Entri data
Memasukan data melalui pengolahan komputer.
Analisis Data
Setelah data terkumpul kemudian ditabulasi dalam tabel dengan variabel yang hendak diukur.
Analisa data dilakukan melalui tahap editing, koding, tabulasi dan entri data. Analisis univariat
dilakukan dengan menggunakan analisis distribusi frekuensi. Menggunakan bantuan program
SPSS for windows 16,0. Melalui tahapan-tahapan, kemudian data dianalisis dengan menggunakan
metode uji statistik univariat dilakukan untuk variabel tunggal yang dianggap terkait dengan
penelitian dan analisis bivariat untuk melihat distribusi atau hubungan beberapa variabel yang
dianggap terkait dengan menggunakan uji Chi-Square. Analisis data dilakukan dengan pengujian
hipotesis Nol (Ho) atau hipotesis yang akan ditolak. Dengan menggunakan uji chi-square Batas
kemaknaan = 0,05, Ho ditolak jika p < 0,05 dan Ho diterima jika p > 0,05. Jika p < α (0,05) maka
hipotesis nol ditolak dan hipotesis alternatif diterima yang berarti ada hubungan antara
pengetahuan, sikap, dan motivasi terhadap keteraturan berobat TB Paru. Sedangkan jika p > α
(0,05) maka hipotesis nol diterima dan hipotesis alternatif ditolak yang berarti tidak ada hubungan
antara pengetahuan, sikap, dan motivasi terhadap keteraturan berobat TB Paru
HASIL PENELITIAN
Umur Frekuensi %
15-25 tahun 4 7.3
26-35 tahun 9 16.4
36-45 tahun 20 36.4
46-55 tahun 16 29.1
>56 tahun 6 10.9
Total 55 100.0
Pekerjaan Frekuensi %
PNS 8 14.5
Karyawan 9 16.4
Wiraswasta 6 10.9
IRT 23 41.8
Pelajar 1 1.8
Lain-lain 8 14.5
Total 55 100.0
Sumber : Data Primer, Januari 2013
Berdasarkan tabel 2 distribusi responden 55 responden, 8 responden
(14,5%) bekerja sebagai PNS, 9 responden (16,4%) bekerja sebagai karyawan, 6
responden (10,9%) bekerja sebagai wiraswasta, 1 responden (1,8%) sebagai
pelajar dan 8 responden (14,5%) bekerja di bidang lain.
Tabel 3. Distribusi Responden Berdasarkan Pendidikan di wilayah kerja Puskesmas
Sudiang Raya Kota Makassar
Pendidikan Frekuensi %
Sarjana 11 20.0
Akademi 3 5.5
SMA 12 21.8
SMP 23 41.8
SD 6 10.9
Total 55 100.0
Sumber : Data Primer, Januari 2013
Berdasarkan tabel dan diagram 3 distribusi responden berdasarkan
pendidikan, dimana dari 55 responden, 11 responden (20,0%) yang berpendidikan
terakhir sarjana, 5 responden (9,1%) yang berpendidikan terakhir akademi, 12
responden (21,8%) yang berpendidikan terakhir SLTA, 23 responden (41,6%) yang
berpendidikan terakhir SLTP dan 6 responden (10,9%) yang berpendidikan terakhir
SD.
Tabel 4.Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan di wilayah kerja Puskesmas
Sudiang Raya Kota Makassar
Pengetahuan Frekuensi %
Kurang 40 72.7
Baik 15 27.3
Total 55 100.0
Sumber : Data Primer, Januari 2013
Berdasarkan tabel 4 distribusi responden berdasarkan pengetahuan
tentang TB Paru, dimana dari 55 responden, 15 responden (27,3%) memiliki
pengetahuan baik dan 40 responden (72,7 %) memiliki pengetahuan kurang.
Keteraturan
Berobat
Pengetahuan Tidak
Teratur teratur Total
n % n % n %
Baik 10 18,2 5 7,3 15 27,3
Kurang 36 65,5 4 9,1 40 72,7
Total 46 83,6 9 16,4 55 100
P Value p = 0,052
Sumber : Data Primer, Januar 2013
Berdasarkan tabel hasil penelitian yang dilakukan pada 55 responden diperoleh
data bahwa responden yang memiliki pengetahuan baik tentang pengobatan TB Paru
sebanyak 15 responden (27,3%), dimana dari jumlah tersebut responden mengatakan
teratur berobat sebanyak 10 responden (18,2 %), dan yang tidak teratur berobat sebanyak
5 responden (9,1 %). Sedangkan dari kelompok responden yang memiliki tingkat
pengetahuan kurang tentang pengobatan TB Paru sebanyak 40 responden (72,7 %),
dimana ada 36 responden (65,5 %) yang teratur berobat dan 4 responden (7,3 %) yang
tidak teratur menjalani pengobatan.Dari hasil uji statistik berdasarkan Chi-Square Test
dengan menggunakan Fisher’s Exact Test diperoleh nilai p = 0,052 dengan tingkat
kemaknaan α = 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa nilai p < α, berarti ada hubungan antara
pengetahuan terhadap keteraturan berobat pada pasien TB Paru.
b. Hubungan Antara Sikap Responden Dengan Keteraturan Berobat Pada Pasien TB Paru.
Tabel 9 : Analisis Hubungan antara Sikap Responden Dengan Keteraturan Berobat Pasien TB
Paru di wilayah kerja Puskesmas Sudiang Raya Kota Makassar
Keteraturan Berobat
Tidak
Sikap Teratur teratur Total
n % n % n %
Melakukan 21 38,2 3 5,5 24 43,6
Tidak
25 45,5 6 10,9 31 56,4
melakukan
Total 46 83,6 9 16,4 55 100
P value p = 0,381
Sumber : Data Primer, Januari 2013
Berdasarkan tabel hasil penelitian yang dilakukan pada 55 responden diperoleh
data bahwa responden yang melakukan pengobatan TB Paru sebanyak 24 responden
(43,6%), dimana dari jumlah tersebut responden yang teratur berobat sebanyak 21
responden (38,2%), dan yang tidak teratur berobat sebanyak 3 responden (5,5%).
Sedangkan dari kelompok responden yang tidak melakukan pengobatan TB Paru sebanyak
31 responden (56,4%), dimana 25 responden (45,5%) teratur berobat dan 6 responden
(10,9%) yang tidak teratur menjalani pengobatan. Dari hasil uji statistik berdasarkan Chi-
Square Test dengan menggunakan Fisher’s Exact Test diperoleh nila p = 0,381 dengan
tingkat kemaknaan α = 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa nilai p > α, berarti tidak ada
hubungan antara sikap terhadap keteraturan berobat pada pasien TB Paru.
c. Hubungan Antara Motivasi Responden Dengan Keteraturan Berobat Pada Pasien TB Paru
Tabel 10 : Analisis Hubungan antara Motivasi Responden Dengan Keteraturan Berobat Pasien
TB Paru di wilayah kerja Puskesmas Sudiang Raya Kota Makassar
Keteraturan Berobat
Motivasi
Tidak
Teratur teratur Total
n % n % n %
Tinggi 46 83,6 7 12,7 53 96,4
Rendah 0 0 2 3,6 2 3,6
Total 46 83,6 9 16,4 55 100
P value p = 0,024
Sumber : Data Primer, Januari 2013
Berdasarkan tabel hasil penelitian yang dilakukan pada 55 responden diperoleh data
bahwa responden yang memiliki motivasi tinggi dalam melakukan pengobatan TB Paru
sebanyak 53 responden (96,4%), dimana dari jumlah tersebut responden yang teratur berobat
sebanyak 46 responden (83,6%), dan tidak ada responden yang tidak teratur berobat
sebanyak 7 responden (12,7%). Dan jumlah responden yang memiliki motivasi rendah dalam
melakukan pengobatan TB Paru sebanyak 2 responden (3,6%), dimana tidak ada responden
yang teratur dalam menjalani pengobatan dan ada 2 responden (3,6%) yang tidak teratur
menjalani pengobatan. Dari hasil uji statistik Chi-Square Test dengan menggunakan Fisher’s
Exact Test diperoleh nilai p = 0,024 dengan tingkat kemaknaan α = 0,05. Hal ini menunjukkan
bahwa nilai p < α, berarti ada hubungan antara motivasi terhadap keteraturan berobat pada
pasien TB Paru.
Pembahasan
Kesimpulan
Saran
Ainur. (2008). Kejadian Putus Berobat Penderita Tuberkulosis Paru dengan Pendekatan DOTS. (
http://wwwLibang.depkes.go.id diakses 22 Maret 2008).
Alsagaf, H dan Mukty H.A., . (2008). Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Paru. Surabaya: Airlangga University Press
Arikunto, Suharsini. (2009). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta:Rineka Cipta
Azwar, A. dan Prihartono, J.,. (2008). Metodologi Penelitian Kedokteran dan Kesehatan Masyarakat. Jakarta:
Binnarupa Aksara
Crofton, J. Et all. (2008) Tuberkulosis Klinis. Jakarta: Widya Medika
Depkes RI. (2008). Lembar Fakta Tuberkulosis. ( http:// www. tbcindonesia.or.id, diakses 25 Mei 2008).
Departemen Kesehatan RI. (2010). Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis: Jakarta
Departemen Kesehatan RI. (2009). Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis: Jakarta
Hatmoko. (2008). Sistem Pelayanan Kesehatan Dasar Puskesmas. (http:// www. freewebtown.com, diakses 27
Juni 2008).
Notoatmodjo, Soekidjo. (2008). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta
Notoatmodjo, Soekidjo. (2008). Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta
Notoatmodjo, Soekidjo. (2008). Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta: Rineka Cipta
Nursalam. (2008). Konsep & Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika
Setiadi. (2008). Konsep & Penulisan Riset Keperawatan. Yogyakarta: Graha Ilmu
Sulianti. (2008). Tuberkulosis. ( http://www.infeksi.com, diakses 14 Desember 2010).
Somantri, Irman. (2008). Keperawatan Medikal Bedah: Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Gangguan
Sistem Pernapasan. Jakarta: Salemba Medika
Sugiyono. (2009). Statiska Untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta
Taufan. (2008). Pengobatan Tuberkulosis Paru Masih Menjadi Masalah. (http:// www.gizi.net, diakses 25 Mei
2008).